388508861-makalah-dan-skenario-klien-komplain-docx.docx

  • Uploaded by: Wahyu pambudi
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 388508861-makalah-dan-skenario-klien-komplain-docx.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,299
  • Pages: 16
Loading documents preview...
TUGAS KOMUNIKASI DASAR KEPERAWATAN 2

MAKALAH DAN SKENARIO KOMUNIKASI TERAPIUTIK PADA KLIEN KOMPLAIN

NAMA ANGGOTA:

1. Agustinus Bali Matkusa

1611B0202

2. Alvin Riski Pradana

1611B0205

3. Aulia Zahrah Afifah

1611B0212

4. Deni Widiana

1611B0217

5. Emeylian Dhea Prisantika

1611B0224

6. Karissa Kismaya Putri

1611B0235

7. Mita Dwi Rahmawati

1611B0249

8. Andreas Sooai

1611B0303

9. Endang Muliyanti Tasilima

1611P0001

KELOMPOK 5 KELAS IPN 3 A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2017

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau

tidak

berguna

(menghambat/blok

penyampaian

informasi

atau

perasaan).

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

I.2 Tujuan - Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan pikiran. - Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien. - Memperbaiki pengalaman emosional pasien. - Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

I.3 Manfaat - Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat-klien. - Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau

tidak

berguna

(menghambat/blok

penyampaian

informasi

atau

perasaan).

Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang berarti "sama", communicatio atau communicare yang berarti "membuat sama" (Mulyana, 2001: 41). Sama di sini maksudnya adalah sama dalam makna. Artinya, komunikasi akan berlangsung apabila terdapat kesamaan makna antara komunikator (penyampai pesan) dan komunikan (penerima pesan). Makna dapat disampaikan dalam bentuk bahasa lisan (verbal) maupun isyarat lain selain bahasa lisan (non verbal).Makna lain dari komunikasi berasal dari kata latin lainnya yakni communico yang berarti membagi. Membagi di sini adalah membagi gagasan, ide atau pikiran antara seseorang dan orang lain (Saefullah, 2007: 2).Sedangkan secara pragmatis, komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau

mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun melalui media. Dengan demikian, komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Dalam prosesnya komunikasi tidak berhenti sampai efek, melainkan ada yang disebut feedback atau umpan balik, yakni tanggapan dari komunikan yang dikirim balik kepada komunikator untuk menunjukkan apakah pesan awal dari komunikator dipahami atau tidak oleh komunikan. Dalam hal ini secara tidak langsung komunikan juga bertindak sebagai komunikator. Jika pesan dari komunikator dapat dipahami oleh komunikan, maka dapat dikatakan komunikasi tersebut berjalan efektif. Komunikasi efektif dapat dipengaruhi oleh kerangka acuan (frame of reference) dan pengalaman lapangan (field of experience) yang pernah diperoleh komunikator dan komunikan. Jika bidang pengalaman komunikator dan komunikan sama, maka komunikasi akan berlangsung lancar (nyambung), begitu pun sebaliknya. Selain itu, ada atau tidaknya gangguan (noise) baik gangguan teknis maupun non-teknis dalam penyampaian pesan turut andil terhadap kelancaran komunikasi. Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatanmempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan. Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan

hubungan antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).

2.2 Komunikasi Terapeutik A. Pengertian Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

B. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini; 1. Hubungan

perawat

dan

klien

adalah

hubungan

terapeutik

yang

saling

menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004). 2. Perawat

harus

menghargai

keunikan

klien,

menghargai

perbedaan

karakter,

memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu. 3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

3.3 Sikap Perawat Dalam Komunikasi Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap dan penampilan komunikasi. Kehadiran fisik, menurut Evans (1975, dikutip dalam Kozier dan E.B, 1993 : 372)mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu : 1. Berhadapan : arti dari posisi ini yaitu "saya siap untuk anda" 2. Mempertahankan kontak mata : berarti mengahargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. 3. Membungkuk ke arah klien : posisi ini menunjukkan keinginan atau mendengar sesuatu 4.Tetap rileks : dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam merespon klien.

Sedangkan kehadiran psikologis dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu dimensi respon dandimensi tindakan (Truax, Carkhfoff dan Benerson, dikutip dalam Stuart dan Sundeen, 1987 : 126) 1.Dimensi Respon Dimensi respon sangat penting pada awal hubungan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. Respon ini terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan. Dimensi respon terdiri dari : a) Keikhlasan Perawat menyatakan keikhlasan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperanaktif dalam hubungan dengan klien b) Menghargai Rasa menghargai dapat diwujudkan dengan duduk diam bersama klien yang menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien. c) Empati Perawat memandang dalam pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien, serta membantu klien mengatasi masalah tersebut d) Konkrit Perawat menggunakan terminology yang spesifik, bukan abstrak. Fungsinya yaitu, mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien, memberikan penjelasan yang akurat dan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.

2.Dimensi Tindakan Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emosional katarsis, danbermain peran (Stuart da Sundeen, 1987 : 131) a) Konfrontasi Konfrontasi adalah perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak sesuai. Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien akan

kesesuaian

perasaan,sikap, kepercayaan, dan perilaku. Konfrontasi sangat diperlukan klien yang telah mempunyai kesadaran tetapi belum merubah perilakunya. b) Kesegeraan Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera

c) Keterbukaan perawat Perawat membuka diri tentang pengalaman yang sama dengan pengalaman klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberikan sokongan. d) "Emosional Catharsis" Emosional katarsis tejadi jika klien diminta untuk bicara tentang hal yang menganggu dirinya.Perawat harus megkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien. Jika klien menyadari bahwa ia mengekspresikan perasaan dalam suasana menerima dan aman maka klien akan memperluas kesadaran dan penerimaan pada dirinya. e) Bermain Peran Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani antara pikiran dan perilaku serta klien merasa bebas mempraktekan perilaku baru pada lingkungan yang nyaman.

2.4 Definisi Keluhan atau Komplain Berdasarkan kamus bahasa Indonesia “keluhan” berasal dari kata keluh yang berarti “terlahirnya perasaan susah”. Keluhan (complain) adalah sebuah kata yang sering berkonotasi negatif bagi kedua pihak, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. Complain pada umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stres, frustasi, kemarahan, konflik, hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional). Menurut Rusadi (2004), keluhan merupakan ungkapan dari ketidakpuasan yang dirasakan oleh konsumen. Keluhan pelanggan adalah hal yang tidak dapat diabaikan karena dengan mngebaikan hal tersebut akan membuat konsumen meraa tidak diperhatiakn dan pada akhirnya perusahaan akan ditinggalkan oleh pelanggan. Keluhan atau komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan keidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan atau tidak adanya tindakan pemberi pelayanan yang berpengaruh terhadap pelanggan. Prosesnya berawal dari konsumen merasakan ketidakpuasan setelah menerima pelayanan atau melakukan transaksi.

Penyebab Terjadinya Komplain Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada beberapa penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009:149) banyak hal yang dapat menimbulkan terjadi keluhan dari klien, seperti : a.

Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan

b.

Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan

c.

Seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan

d.

Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan

e.

Adanya kegagalan dalam komunikasi, dll.

Sistem Manajemen Komplain Manajemen penanganan komplain yang efektif membutuhkan prosedure yang jelas dan terstruktur dengan baik agar dapat menyelesaikan masalah serta didukung oleh sumber daya dan infrastruktur yang memadai agar dapat kinerja kerja yang memuaskan. Karakteristik penilaian manajemen komplain yang efektif menurut Tjiptono dan Anastasia (2003) adalah sebagai berikut : 1.

Komitmen

Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang tinggi untuk mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam rangka peningkatan produk dan jasa. 2.

Vesible

Manajemen dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada pelanggan tentang prosedure penyampaian komplain dan pihk-pihak yang dapat dihubungi. 3.

Acessible

Menjamin bahwa pelanggan dapat menyampaikan komplain secara bebas, mudah, dan murah. 4.

Kesederhanaan

Prosedure komplain sederhana dan mudah dipahami pelanggan 5.

Kecepatan

Komplain ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis dan diinformasikan kepada pelanggan. Setiap perkembangan atau kemajuan daam penanganan komplain

yang

bersangkutan.

sedang

diselesaikan,

dikomunikasikan

kepada

pelanggan

yang

6.

Fairness

Setiap komplain mendapatkan perlakuan yang sama, adil, tanpa membeda-bedakan. 7.

Confidential

Menghargai dan menjaga keinginan dan privasi pelanggan. 8.

Records

Data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap upaya perbaikan yang berkesinambungan. 9.

Sumber daya

Mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang memadai untuk pengembangan dan penyempurnaan sisitem penanganan komplain termasuk pelatihan tenaga kerja. 10. Remedy Pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah, ganti rugi) untuk setiap komplain ditetapkan dan diimplementasikan secara konsekuen. Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip ari Kawan Lama News, 2008) Cara menangani keluhan dari pelanggan adalah sebagai berikut : 1.

Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir;

2.

Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu;

3.

Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang komplain;

4.

Untuk komplain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik daripada

mengirim berlembar-lembar surat permohonan maaf 5.

Berikan tanggapan pribadi dan spesifik

6.

Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan, ikutilah prinsip

empati 7.

Jika memang komplain itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda harus membuat

referensi kepada siapa pelanggan harus melapor, jelaskan secara rinci alasannya 8.

Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan pelanggan yang

komplain 9.

Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat sehubungan

dengan penyampaian komplain itu. 10. Banyak keluhan menjai kabar baik. Itu tandanya pemberi komplain percaya pada pihak anda.

BAB III SKENARIO KOMUNIKASI TERAPIUTIK PADA KLIEN KOMPLAIN

PEMERAN :

SEBAGAI :

1. Agustinus Bali Matkusa

( Dokter Judes)

2. Alvin Riski Pradana

( Perawat Judes)

3. Aulia Zahrah Afifah

(Perawat Judes)

4. Deni Widiana

(Pasien 2)

5. Emeylian Dhea Prisantika

(Keluarga Pasien 1)

6. Karissa Kismaya Putri

(Pasien 1)

7. Mita Dwi Rahmawati

(Perawat Baik)

8. Andreas Sooai

(Petugas Farmasi)

9. Endang Muliyanti Tasilima

(Petugas Loket)

SKENARIO : Di Rumah Sakit Strada tepatnya di ruang rawat inap melati terdapat 2 pasien, dimana 1 pasien masuk pada tanggal 15 Oktober 2017 dan pasien satunya masuk pada tanggal 18 Oktober 2017. Pasien pertama yang masuk pada tanggal 15 Oktober bernama Deni dan pasien kedua yang baru masuk pada tanggal 18 Oktober bernama Karissa. Kedua pasien tersebut setelah beberapa hari rawat inap di rumah sakit tersebut merasa kurang nyaman dengan pelayanan yang diberikan.

PAGI HARI : (Pasien baru bersama keluarganya mendaftar di loket pendaftaran)

Endang

: Selamat pagi bu, ada yang bisa saya bantu? (nada judes, pandangan tidak melihat ke klien)

Emeylian

: Iya mbak, saya mau daftar, anak saya sakit. Untuk pendaftarannya bagaimana ya?

Endang

: Isi formnya dulu ya, tata caranya bisa di lihat di papan

(Setelah form pendaftaran selesai)

Emeylian

: Mbak maaf ini formnya sudah selesai, selanjutnya apa yang harus saya lakukan?

Endang

: Di tunggu ya. Nanti akan di bawa perawatnya ke ruangan rawat inap.

Emeylian

: Iya mbak terima kasih

(Setelah dipanggil, kemudian klien bersama keluarganya di bawa ke ruang rawat inapnya yaitu ruang melati)

DI RUANG MELATI Alvin

: Pagi bu, saya cek tekanan darahnya dulu ya

Karissa

: Iya pak silahkan

Alvin

: Sudah saya tensi bu, terimakasih, permisi

(Perawat meninggalkan ruang melati) Karissa

: Bu, perawatnya tadi kok biasa-biasa saja ya. Masa habis tensi langsung pergi aja nggak kasih tau dulu hasilnya berapa

Emeylian

: Iya nak, judes banget ya

Deni

: Iya bu, benar.. perawatnya itu tadi dari kemarin-kemarin memang seperti itu

SHIFT SIANG DI RUANG MELATI (Perawat judes memberikan resep ke pasien 1)

Aulia

: Dok, untuk pasien di ruang melati atas nama karissa dengan sakit hipertensi ini di kasih obat apa ya?

Agus

: Iya sus, mana status pasiennya? Akan saya buatkan resep obatnya (Dokter menuliskan resep di status karissa) .Ini sus resepnya, tolong berikan ke pasiennya

Aulia

: baik dok, akan saya berikan

(Perawat menuju ruang melati untuk memberikan resep pada pasien karissa) Aulia

: Siang bu, dengan keluarga dari pasien karissa?

Emeylian

: iya sus benar, saya keluarga dari pasien karissa

Aulia

: ini resep obatnya, silahkan diambil di apotek ya, permisi

Emeylian

: iya sus terimakasih

(Keluarga karissa mengambil obat di apotek) Emeylian

: Permisi pak, saya mau mengambil obat, ini resepnya.

Andreas

: Ya, saya ambilkan! Tunggu sebentar. Ini bu obatnya, cara minumnya ada di label obat, silahkan dibaca sendiri.

Emeylian

: Terimakasih pak

SHIFT MALAM DI RUANG MELATI (Dokter dan perawat baik memasuki ruang rawat inapmelati untuk melakukan visite) Mita

: assalamualaikum, selamat malam bu, perkenalkan saya perawat mita bersama dokter agus pada malam ini saya bersama dokter agus melakukan visite untuk kelanjutan tindakan perawatan pada ibu karisaa

Agus

: Permisi, dengan pasien Karissa ya? Bagaimana keadaannya?

Karissa

: Sudah agak enakan dok

Agus

: Oh ya sudah kalau gitu. Untuk perawatan selanjutnya biar perawat yang menangani. Saya keluar dulu, permisi (Dokter meninggalkan ruangan)

Emeylian

: sus, dokternya kok begitu ya, tidak memeriksa anak saya, tidak memberikan info apa-apa juga. Masa cuma tanya trus langsung pergi gitu aja ya

Deni

: iya sus, dokternya itu dari kemarin-kemarin juga judes banget, tidak menjelaskan apa-apa, trus juga ada perawatnya yang sama seperti dokternya sus, nggak ngasih penjelasan sama sekali, responnya sangat tidak menyenangkan hati sus.

Emeylian

: iya, saya kan disini juga bayar, saya berhak mendapatkan kualitas pelayanan yang baik, tapi nyatanya kok seperti ini ya

Mita

: Wah untuk itu, saya perwakilan perawat yang ada di ruangan melati ini mohon maaf sebesar-besarnya atas pelayanan kami yang kurang memuaskan dan kurang memberikan pelayanan yang terbaik. Semoga ini bisa menjadi bahan untuk memperbaiki pelayanan kami semua. Nanti akan saya ingatkan kepada semua pihak yang ada bu

Deni

: iya sus terimakasih, bukan bermaksud saya ingin memarahi atau menjelekjelekkan rumah sakit ini. Tapi saya hanya ingin mengungkapkan keluh kesah saya selama beberapa hari rawat inap disini, dan itu kurang berkenan di hati saya

Mita

: iya bu sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu ya, kalau nanti ada apa-apa bisa menemui saya di ruang perawat ya bu, assalamualaikum

Emeylian

: iya sus, waalaikumsalam

TAMAT

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Konsep komunikasi terapeutik sangat perlu dilakukan karena sangat membantu sekali dalam penyembuhan pasien, terutama pada dewasa awal yang sering mengalami berbagai masalah dalam kehidupannya, Agar seseorang berguna dalam kehidupannya, maka dari itu merawat diri sendiri lebih baik dibandingkan menyusahkan orang lain. Peran perawat juga sangat penting dalam komunikasi karena perawat sebagai pemberi asuhan jadi yang banyak berperan dalam komunikasi terpeutik terdapat pada bagianperawat juga.

4.2 Saran 1. Mahasiswa mampu menerapkan teraupetik dalam pembelajaran serta praktik keperawatan 2. mahasiswa dapat mendeskripsikan apa yang di maksud dengan teraupetik 3. pemahaman mahasiswa sangat di perlukan dalam teraupetik.

DAFTAR PUSTAKA

Damalyanti, S.kep, Ns., Mukhrifah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan. PT Reflika Aditama : Bandung Mahmud mahfudz, peran komunikasi terapeutik,edisi pertama2009, Ganbika, Yogyakarta Ns. NunungNurhasanah, S. kep, ilmu komunikasi dalam konteks keperawatan, cetakan pertama 2010, Cv. Trans info media, Jakarta Timur Poatricia A. Poter, anne G. Perry, fundamental of nursing, edisi 7 buku 1, salemba medika, Jakarta

More Documents from "Wahyu pambudi"