Askep Gagal Ginjal Kronik (chronic Kidney Disease) Ckd-1

  • Uploaded by: juhainy
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Gagal Ginjal Kronik (chronic Kidney Disease) Ckd-1 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,827
  • Pages: 26
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) A. Konsep GAGAL GINJAL KRONIK 1. Pengertian Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun (Barbara C Long, 1996; 368). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, 1992; 812). 2. Etiologi Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes) (Doenges, 1999; 626).

Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif e. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal f. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. 3. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala

khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu: a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik. b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri. c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir/uremia) Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrogen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguria (Price, 1992: 813-814)

4. Manifestasi klinis Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369): a. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001: 1449) antara lain: hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Sistem kardiovaskuler 1) Hipertensi 2) Pitting edema 3) Edema periorbital 4) Pembesaran vena leher 5) Friction sub pericardial b. Sistem Pulmoner 1) Krekel 2) Nafas dangkal 3) Kusmaull 4) Sputum kental dan liat c. Sistem gastrointestinal 1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Perdarahan saluran GI 3) Ulserasi dan pardarahan mulut 4) Nafas berbau amonia d. Sistem muskuloskeletal 1) Kram otot 2) Kehilangan kekuatan otot 3) Fraktur tulang e. Sistem Integumen 1) Warna kulit abu-abu mengkilat 2) Pruritis 3) Kulit kering bersisik 4) Ekimosis 5) Kuku tipis dan rapuh 6) Rambut tipis dan kasar f. Sistem Reproduksi 1) Amenore 2) Atrofi testis 5. Pemeriksaan penunjang Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut: a. Pemeriksaan laboratorium Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. b. Pemeriksaan USG Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal. c. Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

6. Pencegahan Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan) (Barbara C Long, 2001). 7. Penatalaksanaan a. Dialisis (cuci darah) b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih) c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat d. Transfusi darah e. Transplantasi ginjal

8. Pathway

9. Komplikasi Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu: a. Komplikasi Hematologis Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.

b. Penyakit vascular dan hipertensi Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat. c. Dehidrasi Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi. d. Kulit Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat. e. Gastrointestinal Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia

lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin. f. Endokrin Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa. g. Neurologis dan psikiatrik Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi

neurologis

(mencakup

tremor,

asteriksis,

agitasi,

meningismus, peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri. h. Imunologis Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.

i. Lipid Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal. j. Penyakit jantung Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika

kadar

ureum

atau

fosfat

tinggi

atau

terdapat

hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa. B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan GGK 1. Pengkajian Focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam, meliputi: a. Demografi Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam. b. Riwayat penyakit dahulu Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital

dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif. c. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik. d. Pola kesehatan fungsional 1) Pemeliharaan kesehatan Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus. 2) Pola nutrisi dan metabolik Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi. 3) Pola eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin. 4) Pola aktivitas dan latihan Kelemahan ekstremitas, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi. 5) Pola istirahat dan tidur Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen) 6) Pola persepsi sensori dan kognitif Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki,

kelemahan khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau. 7) Persepsi diri dan konsep diri Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran. 8) Pola reproduksi dan seksual Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler. e. Pengkajian Fisik 1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang. 2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma. 3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun. 4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur. 5) Kepala a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital. b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar. c) Hidung : pernapasan cuping hidung d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi. 6) Leher : pembesaran vena leher. 7) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial. 8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites. 9) Genital : atropi testikuler, amenore.

10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot. 11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema. 2. Diagnosa Keperawatan a. Hipervolemia No

Diagnosa Hipervolemia (D.0022) Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskular, intertisial, dan/atau intraseluler.

Intervensi Manajemen hipervolemia Definisi : mengidentifikasi dan mengelola kelebihan volume cairan intravaskuler dan ekstraseluler serta mencegah terjadinya komplikasi

Gejala dan tanda mayor Sbjektif: - Ortopneu - Dipsneu - Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) Objektif: - Edema anasarka dan/atau edema perifer - Berat badan meningkat dalam waktu singkat - Jugular venous pressure (JVP) dan venous pressure (CVP) meningkat - Refleks hepatojugular positif

Observasi : periksa tanda dan gejalan hipervolemia (mis, ortopneu, dispneu, edema, JVP/CVP meningkat, replek hepatojugular positif, suara nafas tambahan) identifikasi penyebab hipervolemia - monitor status hemodinamik (mis, frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika perlu - monitor intake dan output cairan - monitor tandahemokonsentrasi (mis,kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine) - monitor tanda peningkatan tekanan onkotikplasma (mis, kadar protein dan albumin meningkat) - monitor kecepatan infus secara ketat - monitor efek samping diuretik (mis, hipotensi ortortostatik, hipovolemia, hipokalemia,

Gejala dan tanda minor Subjektif: - Tidak tersedia Objektif: - Distensi vena jugularis - Terdengar suara nafas tambahan - Hepatomegali - Kadar hb/ht menurb - Oliguria - Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif) - Kongesti paru

hiponatremia) Terapeutik : - timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama - batasi asupan cairan dan garam - tinggikan kepala tempat tdur 30-40 derajat Edukasi : - anjurkan melapor jika haluaran urine <0,5 ml/kg/jam dalam 6 jam - anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg dalam sehari Ajarkan cara mengkur dan mencatat asupan dan haluaran cairan - ajarkan cara membatasi cairan Kolaborasi : - kolaborasi pemberian diuretik - kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik - kolaborasi pemberian continuous renal replacement theraphy (CRRT), jika perlu

b. Defisit nutrisi No

Diagnosa Defisit nutrisi Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme Gejala dan tanda mayor Sbjektif: (tidak tersedia) Objektif: - Berat badan menurun

Intervensi Manajemen nutrisi Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang Observasi : - Identifikasi status nutrisi - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan - Identifikasi makanan yang disukai - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien - Identifikasi perlunya penggunaan nasogastrik

minimal 10% dibawah rentang ideal Gejala dan tanda minor Subjektif: - Cepat kenyang setelah makan - Kram/nyeri abdomen - Nafsu makan menurun Objektif: - Bising usus hiperaktif - Otot pengunyah lemah - Otot menelan lemah - Membran mukosa pucat - Sariawan - Serum albumin turun - Rambut rontok berlebihan - Diare

-

Monitor asupan makanan Monitor berat badan Monitor hasil pmeriksaan laboratorium

Terapeutik : - Lakukan oral hygine sebelum makan, bila perlu - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida makanan) - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi - Berikan makanan tinggi kalori dan protein - Berikan suplemen makanan, jika perlu - Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi : - Anjurkan posisi duduk, jika mampu - Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, pereda nyeri, antiemetik) jika perlu - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

c. No 1.

Pola nafas tidak efektif (0005) Diagnosa Pola aktivitas tidak efektif (0005)

Intervensi Manajemen jalan nafas Definisi: mengidentifikasi dan

Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat Gejala dan tanda mayor Sbjektif: Dipsneu Objektif: - Penggunaan otot bantu pernafsan - Fase ekspirasi memanjang - pola nafas abnormal (misal, takipneu, bradipneu, hiperventilasi, kussmaul, cheynestokes).

mengelola kepatenan jalan nafas Observasi: -monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman) -monitor bunyi nafas tambahan (misal, gargling,mengi, wheezing, ronkhi kering) -monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik : - pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-thilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga cedera trauma servikal) - posisikan semi fowler - lakukan fisioterapi dada, jika perlu - lakuakan penghisapan lendir kurang dari 15 detik - lakukan hiperoksigenasi sebelum Gejala dan tanda minor penghisapan endotrakeal Subjektif: - keluarkan sumbatan benda padat - Ortopneu dengan forsep mcgill - berikan oksigen, jika perlu Objektif: - Pernafsan Edukasi : pursed-lip - anjurkan asupan cairan 2000 - Pernafasan ml/hari, jika tidak kontraindikasi cuping hidung - ajarkan teknik batuk efektif - Diameter thoraks anterior-posterior Kolaborasi : meningkat - Kolaborasi pemberian - Ventilasi semenit bronkodilator, ekspektoran, menurun mukolitik, jika perlu - Kapasitas vital menurun - Tekanan ekspirasi menurun - Ekskursi dada berubah

d. Perfusi perifer tidak efektif No

Diagnosis

1

Perfusi perifer tidak efektif (0009) Definisi: sirkulasi kapiler

penurunan darah level

Gejala dan mayor Subjektif: -

tanda

Objektif: - Pengisian kapiler >3 detik - Nadi perifer menurun atau tidak teraba - Akral teraba dingin - Warna kulit pucat - Turgor kulit menurun Gejala dan tanda minor Subjektif: - Parastesia - Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten) Objektif: - Edema - Penyembuhan luka lambat - Indeks ankle brachial <0,90 - Bruit femoralis

Tujuan/Kriteria Intervensi Hasil Setelah Manajemen Energi dilakukan Observasi tindakan - Identifikasi keperawatan penyebab 2x24 jam, perubahan perfusi perifer pasien sensasi meningkat, - Identifikasi dengan kriteria penggunaan   alat hasil: - Denyut nadi pengikat, perifer prostesis, sepatu, meningkat dan pakaian (5) - Warna kulit - Periksa pucat perbedaan sensai menurun (5) tajam   atau - Edema perifer tumpul menurun (5) - Periksa - Pengisian perbedaan sensai kafiler membaik (5) panas   atau - Akral dingin membaik (5) - Periksa - Turgor kulit membaik (5) kemampuan - Tekanan mengidentifikasi darah lokasi   dan sisitolik membaik (5) tekstur benda - Tekanan - Monitor darah terjadinya diastolik membaik (5) parestesia,  jika - Tekanan perlu arteri ratarata membaik - Monitor (5)

-

perubahan kulit Monitor   adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena

Terapeutik - Hindari pemakaian benda­benda yang   berlebihan suhunya   (terlalu panas   atau terlalu dingin) Edukasi - Anjurkan penggunaan termometer untuk   menguji -

suhu air Anjurkan penggunaan sarung   tangan termal

-

 

saat

memasak Anjurkan memakai   sepatu lembut

 

dan

bertumit rendah Kolaborasi - Kolaborasi  pemberian  analgetik, jika  perlu

-

Koaborasi  pemberian  kortikosteroid,  jika perlu

e. Intoleransi Aktivitas No

Diagnosis

1

Intoleransi Aktivitas (0056) Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari Gejala dan tanda mayor Subjektif: Mengeluh lelah Objektif: - Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat Gejala dan tanda minor Subjektif: - Dipsneu saat/setelah aktivitas - Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas - Merasa lelah Objektif: - Tekanan darah

Tujuan/Kriteria Intervensi Hasil Setelah Manajemen Energi dilakukan Observasi tindakan - Identifikasi keperawatan gangguan   fungsi 2x24 jam, tubuh   yang toleransi aktivitas pasien mengakibatkan meningkat, kelelahan dengan kriteria - Monitor hasil: - Frekuensi kelelahan   fisik nadi dan emosional meningkat - Monitor pola dan (5) - Saturasi jam tidur oksigen - Monitor   lokasi meningkat dan (5) - Kemudahan ketidaknyamanan dalam selama melakukan melakukan aktivitas sehari-hari aktivitas meningkat (5) Terapeutik - Keluhan - Sediakan lelah lingkungan menurun (5) nyaman   dan - Dipsnea saat rendah   stimulus aktivitas menurun (5) (mis.   Cahaya, - Dipsnea suara, kunjungan) setelah - Lakukan   latihan aktivitas rentang   gerak menurun (5) pasif   dan/atau - Sianosis

-

-

-

berubah >20% dari kondisi istirahat Gambaran EKG menunjukkan aritmia setelah aktivitas Gambaran EKG menunjukkan iskemia Sianosis

-

menurun (5) Tekanan darah membaik (5) Frekuensi napas membaik (5) EKG iskemia membaik (5) Warna kulit membaik (5)

-

-

aktif Berikan   aktivitas distraksi   yang menenangkan Fasilitasi   duduk disisi   tempat tidur,   jika   tidak dapat   berpindah atau berjalan

Edukasi - Anjurkan   tirah -

baring Anjurkan melakukan aktivitas   secara

-

bertahap Anjurkan menghubungi perawat

 

jika

tanda   dan   gejala kelelahan   tidak -

berkurang Ajarkan   strategi koping   untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi - Kolaborasi  dengan ahli gizi  tentang cara  meningkatkan  asupan makanan

f. Risiko Penurunan Curah jantung

No

Diagnosis

1

Risiko Penurunan Curah jantung (0011) Definisi: Beresiko mengalami pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh Faktor risiko - Perubahan afterload - Perubahan Frekuensi jantung - Perubahan irama jantung - Perubahan kontraktilita s - Perubahan preload

Tujuan/Kriteria Intervensi Hasil Setelah dilakukan Perawatan Jantung tindakan Observasi keperawatan 2x24 - Identifikasi   tanda   dan jam, curah gejala   primer jantung pasien penurunan   curah meningkat, jantung   (meliputi dengan kriteria dipsneu,   kelelahan, hasil: - Kekuatan edema,   ortophnea, nadi perifer paroxymal   nocturnal meningkat (5) dipsneu,   peningkatan - Stroke CVP)  volume index - Identifikasi   tanda   dan (SVI) meningkat (5) gejala   sekunder - Palpasi penurunan   curah menurun (5) jantung   (meliputi - Bradikardi peningkatan   berat menurun (5) badan,   hepatomegali, - Takikardi menurun (5) distensi   vena - Gambaran jugularis,   palpitasi, EKG aritmia ronkhi basah, oliguria, menurun (5) batuk, kulit pucat) - Lelah - Monitor tekanan darah menurun (5) - Edema (termasuk   tekanan menurun (5) darah   ortostatik,  jika - Dipsnea perlu) menurun (5) - Monitor   intake   dan - Oliguria menurun (5) output cairan - Pucat/sianosis - Monitor   berat   badan menurun (5) setiap hari pada waktu - Berat badan yang sama menurun (5) - Monitor   saturasi - Tekanan darah oksigen membaik (5) - Monitor keluhan nyeri - CRT dada   (mis.   Intensitas, membaik (5) lokasi,  radiasi,  durasi, presivitasi   yang

-

-

-

-

mengurangi nyeri) Monitor   EKG   12 sadapan Monitor   aritmia (kelainan   irama   dan frekuensi) Monitor   nilai laboratorium   jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung,   BNP,   NT pro­BNP) Monitor   fungsi   alat pacu jantung Periksa tekanan  darah dan   frekuensi   nadi sebelum   dan   sesudah aktivitas Periksa tekanan  darah dan   frekuensi   nadi sebelum   pemberian obat   (mis.  Beta blocker,   ACE inhibitor,  calcium channel   blocker, digoksin

Terapeutik - Posisikan pasien semi­ fowler   atau   fowler dengan   kaki   kebawah atau posisi nyaman - Berikan   diet   jantung yang sesuai (mis.  - Berikan   aktivitas batasi   asupan kafein,   natrium, kolesterol,   dan makanan   tinggi

-

-

-

-

-

lemak) Gunakan  stocking elastis   atau pneumatik intermiten,  sesuai indikasi Fasilitasi pasien dan keluarga   untuk modifikasi   gaya hidup yang sehat Berikan   terapi rileksasi   untuk mengurangi   stres, jika perlu Berikan   dukungan emosional   dan spiritual Berikan   oksigen untuk mempertahankan saturasi   oksigen >94%

Edukasi - Anjurkan beraktivitas   fisik sesuai toleransi - Anjurkan beraktivitas   fisik secara bertahap - Anjurkan   berhenti merokok - Ajarkan   pasien   dan keluarga   mengukur BB harian - Ajarkan   pasien   dan keluarga   mengukur intake   dan   output

cairan harian Kolaborasi - Kolaborasi  pemberian  antiaritmia, jika  perlu - Rujuk ke program  rehabilitasi jantung

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC. Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI. Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan. DPP PPNI Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan. DDPI

Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan. DDPI.

Related Documents


More Documents from "Putra Boalemo"