Gagal Ginjal Kronik

  • Uploaded by: rizky ferdina kevin
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gagal Ginjal Kronik as PDF for free.

More details

  • Words: 3,875
  • Pages: 20
Loading documents preview...
Gagal Ginjal Kronik Tinjauan Pustaka

Disusun Oleh: Nama

: Ahmad Rizky Ferdina

NIDM

: 29.53-1287-2013

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2016

A. DEFINISI Ginjal merupakan salah satu organ vital yang berperan dalam mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit dan asam basa dengan cara filtrasi darah, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit dan mengeksresikan kelebihannya dalam bentuk urin. Ginjal mengeluarkan produk sisa metabolisme seperti urea, keratinin, asam urat serta zat kimia asing. Selain itu, ginjal juga mensekresi renin, bentuk aktif vitamin D3 (calcitriol) dan eritropoietin. Penyakit ginjal adalah keadaan dimana ginjal tidak bekerja sebagaimana mestinya dengan berbagai sebab. Nefron adalah unit kerja fungsional ginjal. Setiap ginjal memiliki 1 juta nefron yang memiliki struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut. Kebanyakan penyakit ginjal menyerang

nefron

dan

mengakibatkan

nefron

kehilangan

kapasitas

penyaringannya. Kerusakan nefron dapat terjadi secara cepat, namun sebagian besar penyakit ginjal merusak nefron secara perlahan, tanpa gejala dan hanya setelah

bertahun-tahun

kerusakan

terlihat

jelas.

Berdasarkan

lama

perkembangannya, penyakit ginjal terbagi atas dua kategori yaitu, gagal ginjal akut dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Gagal ginjal dapat terjadi secara akut dan kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). GGK terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Laju penyaringan glomerulus

(Glumerular

Filtration

Rate)

normal

adalah

100-120

ml/menit/1,73 m2. GGK ditandai dengan terjadinya penurunan laju penyaringan glomerulus (GFR). Dengan menurunnya kecepatan penyaringan ini, kadar urea darah meningkat dan nefron yang masih berfungsi (yang tersisa) akan mengalami hipertofi. Penyakit ginjal kronik adalah suatu kondisi

kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih berupa laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60mL/menit/1,73m2 dengan atau tanpa kerusakan ginjal (PERMENKES RI No.812 Tahun 2010). Penyakit ginjal kronis dapat muncul karena manifestasi penyakit kronis lain, seperti diabetes mellitus atau hipertensi. Penyakit lain yang dapat menyebabkan rusaknya ginjal diantaranya penyakit autoimun seperti Systemic Lupus Erythematosus dan scleroderma, kelainan bawaan pada ginjal seperti polycystic kidney disease dimana terdapat kista berukuran besar di dalam ginjal dan merusak jaringan di sekitarnya, toksin kimiawi, glomerulonefritis, pielonefritis kronik, nofrosklerosis benigna, nofrosklerosis maligna, stenosis arteria

renalis,

foliarteritis

nodosa,

sklerosis

sistemik

progresif,

hiperparatiroidisme, amiloidosis, obstruksi yang disebabkan oleh batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat pada pria, infeksi saluran kemih yang berulang, kelainan pada arteri yang memperdarahi ginjal, obat-obatan analgesik dan obat-obatan lainnya seperti obat kanker dan reflux nephropaty. B. ETIOLOGI Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 20?? mencatat penyebab gagal ginjal pada pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada diagram pie berikut:

C. EPIDEMIOLOGI a) Distribusi Frekuensi Gagal Ginjal Kronik 1. Orang Semakin meningkatnya umur dan ditambah dengan penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) atau diabetes, maka ginjal cenderung akan menjadi rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali. Berdasarkan penelitian Hanifa (2010) di RSUP. Adam Malik Medan, penderita GGK terbanyak pada kelompok umur 31-50 tahun (50,5%). Jenis

kelamin

merupakan

salah

satu

faktor

yang

berhubungan dengan perkembangan End-Stage Renal Disease. Secara keseluruhan, insidensi End-Stage Renal Disease lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%) walaupun penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan End-Stage Renal Disease lebih sering terjadi pada permpuan. End-Stage Renal Disease yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang kaukasia.

Agama budha mengajarkan umatnya untuk berpuasa. Salah satu jenis puasa yang dilakukan agama budha disebut vegetaris. Vegetaris berarti tidak makan makanan bernyawa (daging) dan hanya memakan sayur-sayuran. Kebiasaan masyarakat yang menganut agama budha tersebut dapat mencegah terkena penyakit hipertensi yang merupakan salah satu faktor risiko untuk menimbulkan kejadian gagal ginjal kronik 2. Tempat Kejadian End-Stage Renal Disease di setiap negara berbeda-beda. Pada tahun 2003, prevalens rate kejadian End-Stage Renal Disease di Amerika Serikat sebesar 1.500/1.000.000 penduduk, di Jepang sebesar 1.800/1.000.000 penduduk, di Taiwan sebesar 1.600/1.000.000 penduduk, dan di Spanyol sebesar 1.000/1.000.000 penduduk. Di Indonesia, kejadian gagal ginjal kronik sangat berpengaruh bagi hidup penderita dan keluarganya, baik dibidang

kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalens rate penderita End-Stage Renal Disease yang menjalani hemodialisis di Indonesia pada tahun 2003 adalah 1.656/1.000.000 penduduk. Lingkungan dan agent toksik dapat mempengaruhi gagal ginjal kronik yang meliputi timah, kadmium, kromium dan merkuri. Di perairan yang tercemar, merkuri dapat berubah bentuk menjadi senyawa metil merkuri melalui mikroorganisme air dan mempunyai efek toksik tinggi. Dalam bentuk metal merkuri senyawa ini dapat masuk ke dalam rantai makanan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tingkat global, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kadar merkuri dalam ikan tuna yang melebihi batas yang diizinkan yaitu 1.223 ppm. 3. Waktu Prevalens rate End-Stage Renal Disease di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laporan USRDS (The United States Renal Data System) pada tahun 2000 menunjukkan bahwa prevalens rate End-Stage Renal Disease pada tahun 1998 mencapai 1.160/1.000.000 penduduk. Tahun 2005, prevalens rate End-Stage Renal Disease sebesar 1.569/1.000.000 penduduk. Prevalens Rate kasus ini meningkat lagi pada tahun 2009 yaitu sebesar 1.811/1.000.000 penduduk. b) Determinan Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. 1. Host Usia merupakan faktor yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal, dengan bertambahnya usia akan diikuti oleh penurunan fungsi ginjal. Hal ini terjadi terutama karena pada saat usia lebih dari 40 tahun akan terjadi proses hilangnya beberapa nefron. Penurunan fungsi ginjal berdasarkan pertambahan umur tiap dekade adalah sekitar 10 ml/menit/1,73 m2. Setelah mencapai usia dekade keempat, dapat diperkirakan telah terjadi kerusakan ringan pada ginjal yaitu

dengan GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2 (penurunan fungsi ginjal 10% dari normal). Gagal ginjal kronik merupakan masalah yang tidak jarang ditemukan pada anak-anak. GGK yang terjadi pada anak-anak pada umumnya disebabkan oleh dua penyebab utama yaitu kelainan kongenital dan glomerulonefritis kronik. 4. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Faktor risiko GGK yang sering ditemukan adalah:

2a. Glomerulonefritis Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/ atau hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis dibedakan atas dua yaitu: 

Glomerulonefritis Akut Kasus klasik glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebabnya

yang

lazim

adalah

streptokokus

beta

hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1. Sterptokokus tidak menyebabkan kerusakan pada ginjal, melainkan terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke Glomerulonefritis kronik ditandai dengan kerusakan

glomerulus

secara

progesif

lambat

akibat

glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Pada glomerulonefritis

kronik

lanjut

maka

ginjal

tampak

mengkerut, kadang-kadang beratnya hanya tinggal 50 gram dan permukaannya bergranula. Perubahan ini terjadi akibat

berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Jalan

penyakit

glomerulonefritis

kronik

dapat

berubah-ubah. Ada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal minimal dan merasa sehat. Perkembangan penyakitnya juga

perlahan.

Walaupun

perkembangan

penyakit

glomerulonefritis kronik perlahan atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir (gagal ginjal kronik). dalam glomerulus dan menghasilkan membran dasar yang menebal. Komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus. 

Glomerulonefritis Kronik Glomerulonefritis kronik ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progesif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Pada glomerulonefritis kronik lanjut maka ginjal tampak mengkerut, kadang-kadang beratnya hanya tinggal 50 gram dan permukaannya bergranula. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Jalan

penyakit

glomerulonefritis

kronik

dapat

berubah-ubah. Ada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal minimal dan merasa sehat. Perkembangan penyakitnya juga

perlahan.

Walaupun

perkembangan

penyakit

glomerulonefritis kronik perlahan atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir (gagal ginjal kronik).

2b. Pielonefritis Akut Pielonefritis adalah inflamasi infeksius yang mengenai parenkim dan pelvis ginjal. Infeksi ini bermula dari infeksi saluran kemih (ISK) bawah, kemudian naik sampai ginjal. Escherichia

coli

adalah

organisme

yang

paling

lazim

menyebabkan pielonefritis. Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen karena inflamasi yang berulang dan

terbentuknya

jaringan

parut

yang

meluas.

Proses

berkembangnya gagal ginjal kronik dari infeksi ginjal yang berulang berlangsung selama beberapa tahun. Pada pielonefritis kronik, tanda yang terus menerus muncul adalah bakteriuria sampai pada saat ketika jaringan ginjal sudah mengalami pemarutan (skar) yang berat dan atrofi sehingga pasien mengalami insufisiensi ginjal yang ditandai dengan hipertensi, BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat dan klirens kreatinin menurun. 2c. Nefrosklerosis Hipertensif Hipertensi kerusakan

pada

Nefrosklerosis

dapat

menyebabkan

arteri

ginjal,

(pengerasan

nefrosklerosis

arteriola

ginjal)

dan

atau

glomeruli.

menunjukkan

adanya

perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik. 2d. Penyakit Ginjal Polikistik Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multipel, bilateral dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat membesar dan terisi oleh kelompok kista-kista yang menyerupai anggur. Waktu perjalanan gagal ginjal kronik bervariasi, walaupun banyak anak yang dapat mempertahankan fungsi ginjal yang adekuat selama bertahun-tahun. Pada anak-

anak yang dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga melebihi 15 tahun. 2e. Nefropati Diabetik Nefropati diabetika merupakan salah satu penyebab kematian terpenting pada diabetes melitus yang lama. Sekitar 35% hingga 40% penderita diabetes tipe 1 akan berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15-25 tahun setelah awitan diabetes. Penderita diabetes tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi gagal ginjal kronik. Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetika adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus. 2f. Nefropati Analgetik Penyalahgunaan analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan cedera ginjal. Obat yang pertama kali diduga menyebabkan nefropati adalah fenasetin (pereda nyeri). Namun bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa yang menyebabkan kerusakan ginjal adalah kombinasi dari aspirin dan fenasetin. The National Kidney Foundation telah merekomendasikan pada keputusannya yang baru bahwa campuran analgetik hanya boleh diberikan melalui resep. Menurut Murray (1978) dalam Sylvia, biasanya diperlukan 2 sampai 3 kg aspirin dan fanasetin untuk menimbulkan penyakit ginjal secara klinis. D. KLASIFIKASI GAGAL GINJAL KRONIK Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus, Penyakit ginjal kronik terbagi atas 5 stadium. Tabel Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus

a) Stadium 1 Pada stadium ini, terjadi tahap awal kerusakan ginjal dengan kondisi ginjal 90% dari keadaan normal namun ginjal masih dapat mempertahankan fungsi normalnya. Kadar urea dan kreatinin dalam darah normal dan asimtomatis. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) pada stadium ini ≥ 90mL/menit/1,73m2. c) Stadium 2 Tidak jauh berbeda dengan stadium 1, pada stadium ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal namun tidak terlihat gejalagejala yang khas. Kadar urea dan kreatinin dalam darah normal ataupun sedikit meningkat. 60-89% ginjal masih berfungsi normal dengan Laju filtrasi Glomerulus (LFG) 60-89 mL/menit/1,73m2. d) Stadium 3 Pada stadium ini, laju filtrasi glomerulus ginjal telah menurun hingga 30-59 mL/menit/1,73m2. Stadium ini terbagi atas 2, yaitu stadium 3a (45-59 mL/menit/1,73m2) dan stadium 3b (3044mL/menit/1,73m2). Pada stadium 3a, penyakit ginjal kronis masih bersifat asimptomatis sehingga banyak penderita masih belum menyadari bahwa fungsi ginjal mereka telah mengalami penurunan sementara pada stadium 3b, gejala klinis sudah mulai terlihat

seperti

hipertensi,

penurunan

penyerapan

kalsium,

berkurangnya eksresi fosfat oleh ginjal, peningkatan hormon paratiroid, perubahan metabolisme lipoprotein, berkurangnya penyerapan protein, anemia, hipertrofi ventrikel kiri, retensi garam dan air serta penurunan ekskresi kalium oleh ginjal. e) Stadium 4 Stadium 4 adalah stadium dimana ginjal telah mengalami kerusakan berat dengan laju filtrasi 15-29 mL/menit/1,73m2. Gejala-gejala klinis pada stadium ini mirip dengan gejala pada stadium 3b. Pada stadium ini gejala asidosis metabolik seperti anoreksia, pernapasan kussmul, mual dan kelelahan mulai terlihat seiring dengan memburuknya kondisi ginjal.

f) Stadium 5 Stadium ini disebut dengan gagal ginjal kronis menurut National Service Framework for Renal Service. Dengan laju filtrasi glomerulus ≤ 15 mL/menit/1,73m2, ginjal dinilai tidak lagi mampu berfungsi normal sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis untuk menopang kehidupan. Gejala-gejala klinis seperti retensi garam dan air yang mengakibatkan edema dan gagal jantung, anoreksia, mual, pruritus (rasa gatal tanpa penyakit kulit), meningkatnya kadar urea dalam darah serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini disebut dengan sindrom uremik. E. PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK Terdapat dua pendekatan teoritis yang umunya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada GGK. Sudut pandang tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya, lesi organik pada medulla akan merusak susunan anatomi pada lengkung henle dan vasa rekta. Pendekatan kedua dikenal dengan nama hipotesa Bricker atau hipotesa nefron yang utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan terjadi bila jumlah nefron sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesa nefron yang utuh ini sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit.

Pada stadium paling dini penyakit GGK, terjadi kehilangan daya cadangan ginjal (ranal reserve), pada keadaan mana basal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih normal. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kretinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien belum

menunjukkan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pasien seperti nokturia, badan lemah, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang sangat nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual muntah dan lain sebagainya. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal Penyakit ginjal kronis merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Tiga penyebab utama penyebab penyakit ginjal kronik adalah diabetes dan nefropati diabetes, hipertensi dan glomerulonepritis. Penyebab lainnya adalah pielonefritis kronik, batu, obstruksi, penyakit ginjal polikistik dan lain-lain. Meskipun stadium dini dan penyebab dari penyakit ginjal cukup bervariasi, tetapi stadium akhir hampir sama semuanya hingga penyebabnya tidak dapat diidentifikasi lagi. Pada penyakit ginjal kronik, terjadi pengurangan massa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi sehingga proses penyaringan menjadi tidak lagi normal. Dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, hasil sisa metabolit yang seharusnya dibuang melalui urin mengendap dalam darah dan menyebabkan gejala-gejala yang mempengaruhi sistem organ tubuh..

F. GEJALA KLINIS Pada tahap awal gagal ginjal kronik, tidak ditemukan gejala klinis karena ginjal masih bisa beradaptasi dalam menjalankan fungsinya. Pada tahap lanjut, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan anemia dengan gejala lemas, letih, lesu dan sesak napas. Terjadi penumpukan cairan tubuh yang lebih banyak lagi sehingga menyebabkan pembengkakan seluruh bagian tubuh. Beberapa pasien memberikan gajala yang disebabkan keadaan uremik (kadar urea dalam darah yang meningkat) yakni mual, muntah dan perubahan status mental (ensefalopati), disertai ketidakseimbangan elektrolit. G. DIAGNOSIS a) Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk mencari beberapa tolak ukur (parameter) yang menunjukkan adanya kemungkinan GGK dengan mengumpulkan data gejala klinis GGK, yang meliputi berbagai organ dan sistem dalam tubuh. Untuk memastikan GGK, diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien. Bila ada data yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap (laju filtrasi glomerulus (LFG) yang progresif menurun) diagnosis tidaklah sulit. g) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya GGK, ada tidaknya kegawatan, derajat GGK, gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam Menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus. Pemeriksaan

laboratorium

yang

mendekati

laju

filtrasi

glomerulus adalah pemeriksaan tes klirens kreatinin. Dialisis dilakukan apabila kadar kretinin serum biasanya diatas 6 mg/100 ml pada lakilaki dan diatas 4 mg/100 ml pada wanita. Indikasi dialisis dapat juga dilakukan apabila kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) >100 mg per 100 ml.

h) Pemeriksaan Laju Filtrasi Glomerulus Salah satu indeks fungsi ginjal yang terbaik adalah laju filtrasi glomerulus (LFG). Terdapat banyak cara dalam mengukur LFG, salah satunya adalah uji bersihan inulin yang dianggap merupakan cara paling teliti dalam mengukur LFG. Namun, uji ini jarang dilakukan di klinik karena melibatkan proses infus intra vena dengan kecepatan yang konstan dan pengumpulan urin pada saat-saat tertentu dengan kateter. Cara lain yang lazim digunakan adalah menggunakan persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan persamaan

Cockcroft-Gault.

Persamaan-persamaan

ini

dapat

mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin dan etnis. Persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) saat ini lebih sering digunakan dalam mengukur LFG menggantikan persamaan Cockcroft-Gault. Persamaan ini dapat menyesuaikan empat variabel sekaligus yaitu, luas area permukaan tubuh normal (1,73 m 2), ras, jenis kelamin dan usia sehingga dapat meminimalisir ketidakakuratan. Persamaan MDRD:

Normalnya, nilai LFG pada laki-laki muda normal adalah 125 ± 15 mL/menit/1,73m2 sedangkan pada perempuan muda normal adalah 110 ± 15 mL/menit/1,73m2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dinyatakan dalam mL/menit/1,73m2. LFG dapat berkurang seiring bertambahnya usia dan hal ini dianggap normal. i) Serum Kreatinin Konsentrasi serum kreatinin dapat digunakan sebagai petunjuk laju filtrasi glomerulus. Serum kreatinin merupakan indeks yang lebih cermat dibandingkan pemeriksaan urea nitrogen darah dalam menentukan

laju

filtrasi

glomerulus

dikarenakan

kecepatan

produksinya terutama merupakan fungsi dari massa otot sehingga

jarang sekali mengalami perubahan. Konsentrasi serum kreatinin normal adalah 0,7-1,5 mg/dl. Seseorang dapat dikategorikan menderita penyakit ginjal sedang apabila konsentrasi serum kreatinin berada pada nilai 2,5-5,0 mg/dl dan dikategorikan menderita gagal ginjal kronik apabila konsentrasi serum kreatinin > 5,0 mg/dl. j) Pemeriksaan Ultrasonografi Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel dan menilai apakah proses sudah lanjut. k) Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen dilakukan untuk menilai bentuk dan besar ginjal serta apakah ada batu atau obstruksi lain. Sebaiknya dilakukan tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. H. TATALAKSANA Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi : 1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya 2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition ) 3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal. 4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular 5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi 6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Tabel Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajatnya.

Tabel Pembatasan Asupan Protein Dan Fosfat Pada Penyakit Ginjal Kronik

Pedoman baru untuk penatalaksanaan gagal ginjal kronik telah dibuat oleh Canadian Society of Nephrology. Pedoman ini menggambarkan aspek kunci penatalaksanaan gagal ginjal kronik untuk memfasilitasi perawatan pasien ini oleh dokter umum dan spesialis, termasuk spesialis penyakit dalam, ahli endokrinologi, spesialis jantung, dan spesialis nefrologi. Secara khusus, pedoman ini dibuat untuk perawatan pasien yang tidak menerima dialisis. Dalam ulasan ini, kami menguraikan rekomendasi dari pedoman mengenai aspek pengobatan gagal ginjal kronik, termasuk target untuk berbagai abnormalitas, strategi untuk pengobatan dan frekuensi follow up berdasarkan bukti yang tersedia. Setiap rekomendasi digolong-golongkan dengan menggunakan skema yang dibentuk oleh Canadian Hypertension Education Program8 dan digunakan oleh Canadian Society of Nephrology Guidelines Committee. Kriteria untuk menggolong-golongkan rekomendasi ini berkisar dari yang mencerminkan penelitian yang sangat valid, tepat dan dapat diaplikasikan (derajat A) sampai yang berdasarkan pada tingkat bukti yang lebih rendah dan pendapat ahli (derajat D). Derajat B dan C mengacu pada penelitian dengan validitas yang lebih rendah derajatnya, termasuk hasil atau perhitungan hasil peneltian lainnya.

a) Tatalaksana Konservatif Pengobatan konservatif terdiri dari tiga strategi. Pertama adalah usaha-usaha untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Kedua adalah mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Ketiga adalah pengelolaan berbagai masalah yang terdapat pada pasien dengan GGK dan komplikasinya. Pengobatan konservatif GGK lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan. Tatalaksana konsevatif terdiri atas: 1. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan 

Pembatasan Protein Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN (kadar nitrogen urea), tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein.



Diet Rendah Kalium Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia. Hiperkalemia merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut sehingga asupan kalium harus dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.



Diet Rendah Natrium Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif. Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).



Pengaturan Cairan Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan lainya.

5. Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi 

Hipertensi Langkah pertama untuk mengendalikan hipertensi adalah dengan tindakan non-farmakologi, yaitu diet rendah garam, menurunkan berat badan dan berolahraga. Bila dengan cara ini tidak berhasil, dapat dilakukan tindakan farmakologi (pemberian obat antihipertensi).



Hiperkalemia Apabila kalium serum mencapai sekitar 7 mEq/L dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena yang akan memasukkan kalium ke dalam sel atau dengan pemberian Kalsium Glukonat 10%.



Anemia Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien.39 Pengobatannya adalah pemberian hormon eritopoeitin yaitu rekombinan eritopoeitin. Terapi sebaiknya lebih dini lagi pada pasien yang diketahui mengidap penyakit kardiovasikular.



Asidosis Metabolik Penurunan kemampuan ekskresi beban asam pada gagal ginjal

kronik

menyebakan

terjadinya

asidosis

metabolik.

Umumnya manifestasi timbul apabila LFG <25 ml/menit. Diet rendah protein 0,3 gram/hari mengurangi kejadian asidosis. 

Pengobatan Hiperuresemia Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia adalah dengan pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam

urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh. l) Tatalaksana Pengganti Pengobatan pengganti diberikan apabila faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal sehingga pengobatan konservatif tidak memberi pertolongan yang diharapkan lagi, keadaan ini terjadi pada gagal ginjal terminal. 1. Dialisis  Hemodialisis Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser (tabung ginjal buatan) yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien. Dialiser terdiri dari dua kompartemen yang terpisah yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh selaput semipermiabel buatan.  Dialisis Peritoneal Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis yang menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi. Sekitar 2 L dialisat

steril

dihangatkan

sesuai

suhu

tubuh

kemudian

disambungkan dengan kateter peritoneal melalui slang dan dibiarkan mengalir secepat mungkin ke dalam rongga peritoneum. Klem slang ditutup dan terjadi osmosis cairan yang maksimal selama 20-30 menit. Kemudian klem slang dibuka dan cairan dibiarkan mengalir karena gravitasi dari rongga peritoneum ke luar. Setelah cairan selesai keluar, siklus berikutnya dapat berjalan kembali.  Tranplantasi Ginjal Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir (end-stage renal failure). Indikasi transplantasi ginjal adalah pasien gagal ginjal tahap akhir

dengan gagal tumbuh berat atau mengalami kemunduran klinis setelah mendapat pengobatan yang optimal. Organ ginjal yang akan ditransplantasi dapat berasal dari cadaver (jenazah) atau donor hidup-keluarga.     

A A A A Hemodialisis Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser (tabung ginjal buatan) yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien. Dialiser terdiri dari dua kompartemen yang terpisah yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh selaput semipermiabel buatan.

Related Documents


More Documents from "juhainy"