Askep Glaucoma

  • Uploaded by: MariaPetri
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Glaucoma as PDF for free.

More details

  • Words: 4,718
  • Pages: 28
Loading documents preview...
DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E.

Latar Belakang Tujuan Penulisan Ruang Lingkup Penulisan Metode Penulisan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Medik 1. Pengertian 2. Anatomi Fisiologi 3. Etiologi 4. Klasifikasi 5. Patofisiologi 6. Manifestasi Klinis 7. Komplikasi 8. Pemeriksaan Diagnostik 9. Penatalaksanaan B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian 2. Diagnosa Keperawatan 3. Intervensi 4. Implementasi 5. Evaluasi 6. Discharge Planning Patoflow Diagram BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glaukoma bersal dari bahasa yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut padapupil penderita glaukoma. Kelianan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandangan. Diamerika serikat, glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi pada 1-40 per 1.000 orang, hal ini juga dipengaruhi oleh ras. Penyakit ini terjadi pada 1 per 1.000 orang kaukasian, sedangkan pada ras asia lebih sering yaitu 1 per 100 orang dan padaa ras eskimo 1 per 100 orang. Glaukoma jenis ini lebih sering terjadi pada perempuan. Pada usia 60-70 tahun, resiko untuk penderita glaukoma jenis ini meningkat. Berdasarkan perkiraan WHO, sebanyak 45 juta orang disunia mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada diasia tenggara. Untuk kawasan asia tenggara,

berdasarkan

survei

kesehatan

indra

pengelihatan

dan

pendengaran menunjukan angka kebutaan diindonesia sekira 1,5% darippenduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan bangladesh (1%), india (0,7%), dan thailand (0,3%). Prevalensi kebutaan diindonesia masih sangat tinggi dengan penyebab utama yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%), dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%). Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga diIndonesia, terdapat

sejumlah

0,40%

penderita

glaukoma

diindonesia

yang

mengakibatkan kebutaan pada 0,60% penduduk prevalensi penyakit mata diIndonesia

adalah

kelainan

refraksi

24,72%,

katarak

7,40%,

konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaukoma 0,40% relinopati 0,17%, strabismus 0,12%,. Prevalensi dan penyebab kebutaan kedua mata adalah lensa 1,02%, glaukoma dan saraf kedua 0,16%, kelainan refraksi 0,11%, retina 0,09%, kornea 0,06%, ddan lain-lain. (Ilyas, 2004)

Diperkirakan diamerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaukoma. Diantaranya mereka hampir setengahnya mengalami gangguan pengelihatan, dan hampir 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5.500 orang.(suzanne C. Smelzter, 2001) Sehubungan dengan begitu banyaknya kasus dan penderita penyakit glaukoma, sehingga penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada gangguan pengelihatan : glaukoma.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Glaukoma 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Glaukoma b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan padapasien dengan penyakit Glaukoma. c. Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan penyakit Glaukoma. d. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan penyakit Glaukoma. e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan penyakit Glaukoma C. Ruang Lingkup Ruang lingkup asuhan keperawatan ini dilakukan pada klien dengan gangguan sistem pengelihatan pada penyakit Glaukoma. D. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode: 1. Studi kepustakaan Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini, penulis menggunakan beberapa buku sumber dan internet sebagai referensi.

E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan Asuhan Keperawatan ini terdiri dari 3 bab yaitu: BAB I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teori Bab ini terdiri dari konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan berdasarkan buku sumber atau referensi yaitu Sistem pengelihatan, Definisi,

Anatomi

fisiologi,

Etiologi,

Klasifikasi,

Patofisiologi,

komplikasi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan medis, Asuhan keperawatan dari Glaukoma serta Patoflow BAB III : Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Medik 1. Pengertian Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata merusak saraf optik. Biasanya tekanan bola mata yang tinggi akan merusak berangsur-angsur serabut saraf optik sehingga mengakibatkan terganggunya lapang pengelihatan. Terdapat berbagai keadaan mengenai hubungan tekanan bola mata dengan kerusakan saraf bola mata (Ilyas, 2005). Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal disertai dengan gangguan lapang pandang dan atrofi papil saraf optik. Tekanan bola mata normal terletak antara 15-21 mmHg dengan tonometer Schiotz. Bila tekanan mata 22 mmHg suspek glaukoma. (Ilyas, 2005) Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokular, penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Istilah glaukoma untuk setiap kondisi gangguan kompleks yang melibatkan banyak perubahan gejala dan tanda patologik, namun memiliki satu karaktteristik yang cukup jelas yaitu adanya peningkatan tekanan intraokuli, yang menyebabkan keerusakan diskus optik, menyebabkan atrofi, dan kehilangan pandangan perifer (Tamsuri, 2012). Glaukoma adalah gangguan pengelihatan yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan didalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak seimbangan antara produksi cairan dan pembuangan cairan dalam jaringan saraf halus yang ada dibelakang retina dan dibelakang bola mata. (Hardi, 2015).

2. Anatomi Fisiologi Mata Tajam

pengelihatan

dapat

menurun

walaupun

tidak

memperlihatkan kelainan dari luar seperti tanda meradang dan merah. Keadaan ini dapat terlihat dengan

keluhan tajam pengelihatan

menurun mendadak ataupun perlahan-lahan. Jaringan mata yang berkaiatan dengan pengelihatan adalah media pengelihatan yang terdiri atas kornea, lensa, badan kaca dan saraf yang meneruskan pengelihatan atau retina dan saraf optik.

a. Lensa Lensa berbentuk lempeng cakrram bikonveks yang terletak dibilik mata belakng. Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa didalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus membentuk serat lensa terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral lensa sehingga terbentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat yang paling dini dibentuk attau serat lensa yang tertua didalam kapsul lensa. Didalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal, dan dewasa. Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebgai korteks lensa. Korteks lensayang terletak disebelah depan nukleus disebut sebagai korteks lensa anterior,

sedangkan yang dibelakangnya diebut krteks posterior. Nukleus lensa mempunyai kepadatan lebih keras dibanding dengan korteks lensa yang lebih muda. Disekitar serat lensa ini terdapat kapsul lensa. Dibagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang meggantungkan lensa diseluruh ekuatornya pada bagian siliar. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu: 1) Kenyal atau lentur karena mmeegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung 2) Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media pengelihatan. 3) Terletak ditempatnya. b. Badan kaca Badan kaca terletak dibelakang lensa., merupakan bahan gelatin yang menandung sel leukosif. Badan kaca mempunyai sifat bening atau transparan, tidak berwarna, dan dengan konsistensi lunak. Badan kaca terutama memegang peranan dalam mempertahankan bentuk bola mata, hal ini disebabkan badan kaca mengisi sebagian besar isi bola mata. Badan kaca mendapat nutrisi dari koroid, badan siliar dan retina. Secara embriologis didalam badan kaca terdapat arteri hialoideayyang memberikan metabolisme terhadap jaringan intraokuler pada masa fetal. Keadaan patologik yang dapat terjadi di dalam badan kaca adalah terjadinya perdarahan, masuknya sel radang, dan timbulnya jaringan ikat. Jaringan ikat dalam kaca dapat mengakibatkan imbulnya balasi retina. c. Retina Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik pengelihatan dan serat saraf optik. Retina merupakan jaringan saraf mata yang bagian luarnya berhubungan erat dengan korid. Koroid memberi nutrisi pada retian luar atau sel

kerucut dan sel batang. Bagian korod yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membran Bruch dan sel epitel pigmen. Retina bagian dalam mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sensibel retina, yaitu sel kerucut dan batang, sel bipolar dan sel gangglion. Terdapat 10 lapisan yang dapat dillihat secara histologik, yaitu dari luar ke dalam: 1) Lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid 2) Lapis sel kerucut dan batang yang merupakan bagian sel fotosensitif 3) Membran limitan luar 4) Lapisan nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang 5) Lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang 6) Lapisan pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit 7) Lapisan nukleus dalam merupakan susunan nukleus sel bipolar 8) Lapis plaksiform dalam, persatuan denrit dan akson 9) Lapis sel ganglion 10) Lapis serat saraf yang meneruskan dan menjadi saraf optik. 11) Membran limitan interna yang terbatas dengan badan kaca. d. Jalur pengelihatan Saraf sel ganglion akan meneruskan seratnya menjadi saraf optik dan keluar melalu lamina kribrosa sklera. Setelah keluar dari bola mata saraf optik dibungkus oleh selaput otak. Serabbut yang berasal dari bagian perifer retina kan terletak

dibagian perifer saraf optik. Serabut yang terrletak dekat dengan papil saraf optik akan terletak dibagian sentral saraf optik. Serat papilomakula perlahan-lahan kan meletakkan diri dibagian sentral saraf optik bagian proksimal. Didaeraah kiasma optik saraf berasal dari bagian temporal retina akan terletak tetap pada bagian temporal kiasma sedang serat dari bagian nasal retina akan bersilang pada kiasma optik sehingga terletak disisi lain daripada jalur pengelihatan. Serat ini akan masuk ke dalam ganglion genikulatum lateral. Melalui radiasi optik serabut ini akan mencapai korteks pengelihatan.

3. Etilogi Glaukoma Penyebab adanya peningkatan intraokular adalah perubahan anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi dari penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma pada keluarga, diabetes mellittus, dan pada orang kulit hitam. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokuler, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor : a. Gangguan peradarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik. b. Tekanan inttraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga penggaungan pada papil saraf optik. c. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf optik.

Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Ilyas, 2004) : a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliari

b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata / di celah.

4. Klasifikasi Glaukoma Berdasarkan penyebabnya, glaukoma dibedakan dalam: a. Glaukoma primer, yaitu glaukoma yang tidak

diketahui

penyebabnya. Umumnya dibedakan menjadi glaukoma sudut tebuka dan glaukoma sudut tertutup. b. Glaukoma sekunder, yaitu glaukoma yang disebabkan trauma sudut tertutup c. Glaukoma kongenital.

Klasifikasi vaughen untuk glaukoma yaitu (Ilyas, 2010) a. Glaukoma primer 1) Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simplek) Glaukoma sudut terbuka sering juga disebut sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma kronik. Pada glaukoma ini perjalanan penyakit kronis dan dapat saja tanpa memperlihatkan gejala yang dirasakan pasien dan berakhir denan kebutaan. Biasanya bila pasien dengan glaukoma simpleks sudah mengeluh biasanya keadaan sudah lanjut. Untuk menghindarkan dari kebutaan dari glaukoma simpleks ini diperlukan pemeriksaan rutin tekanan bola mata pada penderita yang dicurigai adanya glaukoma atau mempunyai riwayat keluarga dengan glaukoma. Gambaran klinis glaukoma simpleks tidak banyak memperlihatkan kelainan dari luar. Tekanan bola mata selamnya diatas batas normal atau lebih besar dari 24mmHg dengan pemeriksaan tonometer schiotz. Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi

papil

glaukomatosa.

Lapang

pandangan

memperlihatkan gambaran khusus kampus glaukoma

seperti melebarnya titik buta, skotoma bjerrum, dan skotoma tangga ronne. Pada pemeriksaan gonioskopi akan terlihat sudut bilik mata yang terbuka lebar. 2) Glaukoma sudut sempit Glaukoma sudut tertutup atau sempit adalah suatu keadaan dimana mata mudah mendapat serangan glaukoma akibat adanya faktor predisposisi untuk terjadinya penutupan sudut bilik mata. Faktor predisposisi glaukoma sudut tertutup adalah terdapatnya pupil yang bersandar erat kebelakang atau lensa depan yang mengakibatkan sudut bilik mata jadi sempit. Keadaan ini akan mengakibatkan blokade pengaliran cairan mata kebilik mata depan. Keadaan ini ditemukan pada bola mata yang bersumbu pendek, fisiologik mempunyai lensa yang lebih cembung daripada normal atau pada mata dengan hipermetropia yang memerlukan akomodasi terus menerus sehingga lensa menjadi cembung. Pada sudut bilik mata yang telah berbakat

sempit,

maka

blokade

mengakibatkan pembendungan

pupil

ini

akan

cairan mata pada sudut

bilik mata. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata secara akut. Glaukoma sudut tertutup yang

pernah

mengalami

serangan

akut

akan

memperlihatkan tanda-tanda sisa serangan akut erupa katarak pungtata disiminata subkapsular anterior (katarak vogt), pupil melebar dan iris atrofi.biasanya galukoma sudut tertutup akan memperlihatkan tanda-tanda akut atau mata merah denga turunnya tajam pengelihatan mendadak. b. Glaukoma kongenital 1) Primer atau infantile 2) Menyertai kelainan kongenital lainnya

Glaukoma kongenital,

khususnya sebagai glaukoma infantil

(buftalmos), adalah glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Mungkin kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal schlemm, dan tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah balik yang menampung cairan bilik mata keluar. Akibat pembendungan cairan mata ini , tekanan bola mata meninggi pada saat bola mata sedang dalam perkembangan sehingga

selain

ekskavasio

papil

bertambah,

juga

terjadi

pembesaran bola mata seperti kornea dan sklera yang disebut dengan buftalmos. Pada kornea akan terjadi robekan membran descemet sehingga terjadi edema korne. Pasien akan mengeluh silau dan bayi tersebut akan selalu menyembunyikan kepala dan matanya. Mata akan berair akibat fotofobia. Sklera perikorneal menipis sehingga akan terlihat sklera berwarna biru. Bilik mata dalam dengan iris tremulan dengan lensa yang meenipis dan memberikan gejala mata menjadi lebih miopik. Akibat terjadi atrofi papil saraf optik, maka tajam pengelihatan ddaan lapang pandangan

menurun

perlahan-lahan

tanpa

memperlihatkan

kelainan mata luar. Pengobatan glaukoma infantil adalah denagn pembedahan. Bentuk glaukoma kongenital lain adalah glaukoma kongenital primer , dimana glaukoma bayi yang disertai dengan kelainan kongenital lain pada sudut bilik mata seperti perlekatan atau gangguan pertumbuhan segmen anterior mataa (anomali axenfeld). c. Glaukoma sekunder 1) Perubahan lensa 2) Kelainan uvea 3) Trauma

4) Bedah 5) Rubesis 6) Streoid, Pemakaian kortokstreoid topikal ataupun sistemik dapat mencetuskan glaukoma simpleks pada pasien yang berbakat untuk timbulnya glaukoma simpleks. Pada pasien ini akan terjadi peninggian tekanan bola mata dengan keadaan mata yang terlihat dari luar putih atau normal. Pasien akan memperlihatkan kelainan funduskopi berupa ekskavasi papil glaukomatosa dan kelainan pada lapang pandangan. Pemeriksaan tonografi akan terlihat penurunan pengeluaran cairan mata dari sudut bilik mata. Bila steroid diberhentikan

maka

pengobatan

glaukomanya

masih

diperlukan sama seperti pengobatan pada glaukoma simpleks umumnya. 7) dll.

5. Patofisiologi Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aqueus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. 6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari glaukoma ini adalah : a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga). b. Pandangan kabur, melihat halo sekitar lampu. c. Mual, muntah, berkeringat

d. Mata merah, hiperemia konjungtiva dan siliar e. Visus menurun f. Edema kornea. g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka. h. Pupil lebar, lonjong , tidak ada refleks terhadap cahaya i. TIO meningkat.

7. Komplikasi Glaukoma

absolute

merupakan

stadium

akhir

glaukoma

(terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi

glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa

sakit. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh

darah

sehingga

menimbulkan

penyulit

berupa

neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan memberikan sinar beta pda badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

8. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita glaukoma, antara lain: a. Oftalmoskopi : untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus optikus macula dan pembuluh darah retina. b. Tonometri : adalah alat untuk mengukur tekanan intraokuler, nilai yang mencurigakan apabila berkisar antara 21-25mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg

c. Perimetri : kerusakn nervus optikus memberikan gangguan lapang pandang yang khas pada glaukoma, secara sederhana, lapang pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi. d. Pemeriksaan ultrasonotrapi : adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.

9.

Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis 1) Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan tekanan TIO, membuka sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah, serta menggurangi radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya). 2) Upaya menurunkan TIO dengan memberikan cairan hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena, humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide

(acetazolam,

diamox).

Dorzolamide

(trushop), methazolamide (nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat beta adrenergeik seperti latanoprost (xalatan), timolol (timopic), atau levobunolol (bagatan). 3) Untuk melancakan aliran humor aqueus,

dilakukan

konstriksi pupil dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam . miotikum ini menyebabkan

pandangan

kabur

setelah

1-2

jam

penggunaan. Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-taanda penurunan TIO. 4) Penanganan nyeri, mual, muntah dan peradangan dilakukan dengan memberikan analgesik seperti pethidine (demerol), antimutah atau kortikosteroid untuk reaksi radang. 5) Jika tindakan diatas tidak berhasil, dilakukan operasi untuk membuka saluran schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi

dapat

keluar

dengan

mudah.

Tidakan

pembedahan dapat dilakukan seperti trebekulektomi dan

laser trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi (pemasangan selaput beku). b. Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian untuk

mempertahankan

pengobatan

dapat

menyebabkan

kehilangan pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan. Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang harus diberikan menekankan bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan

fungsi

pengelihatan,

tetapi

hanya

mempertahankan fungsi pengelihatan yang masih ada. Adapun penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1) buat rencana pendidikan kesehatan mengenai sifat penyakit dan pentingnya mematuhi regimen medikasi yang ketat untuk membantu memastikan kepatuhan 2) tinjau program medikasi pasien, terutama interaksi medikasi pengontrolan glaukoma dengan obat lain. 3) Jelaskan

efek

pengelihatan

medikasi (misalnya

pengontrolan miotik

dan

glaukoma

pada

simpatomimetik

menghasilkan perubahha fokus, oleh sebab itu pasien perlu hati-hati ketika menelusuri lingkungan sekitar mereka) 4) Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan yang akan membantu pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari, jika diperlukan. 5) Rujuk pasien dengan gangguan mobilitas untuk mendapatkan layanan bagi penderita gangguan pengelihatan dan rehabilitasi,

pasien yang memenuhi kriteria untuk kebutaan legal harus dirujuk kelembaga yang dapat membantu mereka mendapatkan bantuan dari negara lain. 6) Tenangkan pasien dan berikan dukungan emosional 7) Libatkan keluarga dalam rencana asuhan, dan karena penyakit memiliki kecenderungan familial, dorong anggota keluarga untuk menjalani pemeriksaan minimal setiap 2 tahun untuk mendeteksi glaukoma sejak dini.

B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan glaukoma adalah sebagai berikut : a. Identifikasi klien Nama, umur , jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, diagnosa medis, suku bangsa, dan status perkawinan. b. Keluhan utama Terjadi tekanan intraokuler yang meningkat mendadat sangat tinggi, nyeri hebat dikepala, mual muntah, pengelihatan menurun, mata merah dan bengkak. c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi

nyeri hebat dikepala, mual

muntah, pengelihatan menurun, mata merah dan bengkak 2) Riwaayat penyakit dahulu Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya

3) Riwayat penyakit keluarga Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal atau horizontal memiliki penyakit yang serupa. d. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Persepsi klien dalam menilai/ melihat dari pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan. 2) Pola nutrisi dan metabolik Pada

umumnya

mengalami

klien

perubahan

metabolismenya.

Perlu

dengan

glaukoma

tidak

pada

pola

nutrisi

dan

dikaji

pola

makan

dan

komposisinya, berapa banyak/dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak jumlahnya. 3) Pola eliminasi Pada kasus ini pola eliminasi tidak mengalami gangguan. Kaji konistensi, banyak, warna dan bau. 4) Pola tidur dan istirahat Pola istirahat dan tidur akan menurun, klien akan gelisah/ sulit

tidur karena nyeri atau sakit hebat

menjalar sampai kepala. 5) Pola aktivitas Dalam aktivitas klien akan terganggu karena fungsi pengelihatan klien mengalami penurunan 6) Pola persepsi konsep diri Meliputi : body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri. 7) Pola sensori dan kognitif

Pada klien ini akan mengalami gangguan pada fungsi ppengelihatan dan pada kognitif tidak mengalami gangguan.

Pengelihatan

kabur,

tampak

lingkaran

cahaya/halo, kehilangan pengelihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki

pengelihatan.

menyempitdan

merah/mata

Tanda keras

:

papil

engan

kornea

berawan, peningkatan air mata. 8) Pola hubungan dan peran Bagaimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami

perubahan

karena

penyakit

yang

dideritanya. 9) Pola reproduksi Pada pola reproduksi tidak ada gangguan 10) Pola penanggulangan stress Biasanya klien akan mersa cemas terhadap keadaan diriya dan fungsi pengelihatan serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif 11) Polat ata nilai dan kepercayaan Kepercayaan biasanya tidak mengalami gangguan e. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan dan tingkat kesadaran, serta pemeriksaan TTV 2) Pemeriksaan kepala dan leher Meliputi kebersihan rambut , klien menyeringai nyeri kepala hebat, matamerah, edema korne, mata terasa kabur. 3) Pemeriksaan integumen Meliputi warna kulit dan turgor kulit

4) Pemeriksaan sistem respirasi Meliputi frekuensi pernafasan, bentuk dada, pergerakan dada. 5) Pemeriksaan kardiovaskuler Meliputi irama dan suara jantung 6) Pemeriksaan gastrointestinal Pada pasien glaukoma ditandai dengan mual muntah 7) Pemeriksaan sistem muskuloskeletal Meliputi pergerakan ekstremitas 8) Pemeriksaan sistem endokrin Tidak ada yang mempengaruhi glaukoma padaa sistem endokrin 9) Pemeriksaan genitouria Tidak ada disuria, retensi urin dan inkontinensia urine 10) Pemeriksaan sistem persyarafan Pada umumnya motorik dan snsori akan terjadi gangguan karena terbatasnya lapang pandang. f. Pemeriksaan diagnostik

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita yang mengalami glaukoma , antara lain (NANDA NIC-NOC, 2015): a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler . b. Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan mual muntah c. Penurunan persepsi sensori : pengelihatan berhubungan dengan penurunan tajam pengelihatan dan kejelasan pengelihatan d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prognosis e. Resiko cedera berhungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, dan kehilangan vitreus

3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita glaukoma adalah (NANDA NIC-NOC, 2015): No

Diagnosa Kep

1

Nyeri akut

2.

Ketidak

Batasan Karakteristik

1. Perubahan selera makan berhubungan 2. Perubahan frekuensi jantung dengan 3. Perubahan frekuensi peningkatan pernafasan tekanan TIO 4. Sikap melindungi area nyeri yang dittandai 5. Perubahan posisi untuk menghindari dengan mual nyeri muntah 6. Melaporkan nyeri secara verbal 7. Gangguan tidur 8. Mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis) 9. Dilatasi pupil 10. Indikasi nyeri yang daapat diamati

1. Nyeri abdomen 2. Menghindari seimbangan makanan nutrisi kurang 3. Berat badan 20% dibawah berat dari badan ideal 4. Bising usus kebutuhan hiperaktif tubuh 5. Kurang makanan 6. Membran mukosa pucat 7. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adequat

NOC 1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level Kriteria hasil:

NIC

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, 1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan nyeri( tahu penyebab faktor prepitasi nyeri, mampu 2. Observasi nonverbal menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan non farmakologi 3. Kurangi faktor untuk mengurangi prepitasi nyeri nyeri, mencari 4. Pilih dan lakukan bantuan) penanganan nyeri 2. Melaporkan bahwa (farmakologi, non nyeri berkurang farmakolohgi, dan dengan menggunakan interpersonal) menejemen nyeri 5. berikan analgetik 3. Mampu mengenali untuk mengurangi nyeri ( skala nyeri intensitas, frekuensi 6. kolaborasikan dengan dan tanda nyeri) dokter jika ada 4. Menyatakan rasa keluhan dan tindakan nyaman setelah nyeri nyeri tidak berhasil berkurang 1. Nutrisional status: 1. Kaji adanya alergi food and fluid makanan. 2. Intake 3. Nutrient intake 2. Monitor mual muntah. 4. Weight control 3. Monitor adanya Kriteria hasil : penurunan berat badan 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 4. Kolaborasi dengan ahli dengan tujuan gizi untuk menentukan 2. Tidak ada tandatanda malnutrisi jumlah kalori dan 3. Berat badan ideal nutrisi yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan pasien

8. Ketidakmampuan memakan makanan

3.

Penurunan

1. menyatakan

persepsi sensori

:

pengelihatan berhubungan dengan penurunan tajam

Klien dapat melaporkan 1. Kaji

pengelihatan kabur,

kemampuan yang lebih

tidak jelas,

baik

2. penurunan area pengelihatan. 3. Pemeriksaan lapang pandang menurun 4. Penurunan

untuk

rangsang

ketajaman

pengelitahan klien.

proses 2. Dekati klien dari sisi

pengelihatan

yang sehat.

dan mengkomunikasikan 3. Identifikasi

alternatif

perubahan visual.

untuk

Kriteria hasil :

sumber rangsangan.

1. Klien

optimalisasi

4. Sesuaikan lingkungan

pengelihatan

kemampuan

mengidentifikasi

untuk

dan kejelasan

identifikasi

faktor-faktor

pengelihatan

lingkungan (benda,

mempengaruhi fungsi a. Orientasikan

orang, tempat)

pengelihatan

yang

optimalisasi

pengelihatan. klien

terhaddap ruang rawat

2. Klien

b. Letakkan

alat

yang

mengidentifikasi dan

sering klien gunakan

menunjukkan

didekat

pola-

klien

atau

pola alternatif untuk

pada sisi mata yang

meningkatkan

lebih sehat.

penerimaan rangsang c. Berikan pencahayaan pengelihatan.

cukup d. Letakkan alat ditempat yang tetap e. Hindari cahaya yang menyilaukan 5. Anjurkan penggunaan alternatif

rangsang

lingkungan yang dapat diterima:

auditorik,

taktil. 4.

b.d 1. 2. faktor 3. 4. fisiologis, 5. perubahan

gelisah tampak waspada agitasi insomnia mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan status dalam peristiwa kesehatan, 6. ketakutan adanya nyeri, 7. rasa nyeri yang meningkatkan kemungkinan/ ketidakberdayaan 8. anoreksia kenyataaan 9. wajah tegang, kehilangan 10. peningkatan keringat, denyut pengelihatan nadi dan frekuensi ditandai pernapasan 11. penurunan lapang dengan persepsi ketakutan, Ansietas

ragu-ragu,

1. anxiety self-control 2. anxiety level 3. coping kriteria hasil: 1. klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. mengidentifikasi, mengungkapkan dan meunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas 3. vital sign dalam batas normal 4. postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.

1. Identifikasi tingkat kecemasan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 3. Dorong keluarga untuk menemani pasien 4. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 5. Bantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan 6. Instruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi 7. Berikan obat yang mengurangi kecemasan

menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup 5.

Resiko cedera Faktor resiko: 1. Biologis b.d (mikroorganisme) peningkatan 2. Zat kimia 3. Manusia (mis, TIO, agens nosokomial, pola ketegangan, perdarahan atau faktor kognitif, dan afektif, psikomotor)

1. Risk control Kriteria hasil : 1. Klien terbebas dari cedera 2. Klien mampu menjelaskan cara/ metode untuk mencegah injury/ cedera

1. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien 2. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya 3. Memindahkan barangbarang yang dapat membahayakan 4. Mengajurkan keluarga

Kehilangan Vitreus

4. Fisik (mis, 3. Klien mampu integritas kulit tidak menjelaskan faktor utuh, gg mobilitas) resiko dari 5. Disfungsi imunlingkungan/ perilaku autoimun personal 4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

untuk menemani pasien

4. Implementasi Keperawatan Pada tahap ini perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan apa yang telah di buat di intervensi.

5. Evaluasi Keperawatan a. Nyeri berkurang atau terkontrol b. Kebutuhan nutrisi adequat c. Pengelihatan lebih baik dan menyatakan perubahan visual d. Tidak terjadi kecemasan e. Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi

6. Discharge Planning Discharge planning / perawatan lanjutan yang dapat dilakukan pada penderita glaukoma adalah: a. Banyak makan makanan yang bergizi dan vitamin A b. Istirahat yang cukup dengan memejamkan mata c. Ketahui penyebab dan gejala akan glaukoma dan diskusikan dengan tenaga medis untuk pencegahannya d. Pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap stress, mencegah perubahan okuler yang mendorong iris kedepan .

e. Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar matahari. Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari untuk periode yang lama.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata merusak saraf optik. Biasanya tekanan bola mata yang tinggi akan merusak berangsur-angsur serabut saraf optik sehingga mengakibatkan terganggunya lapang pengelihatan. Terdapat berbagai keadaan mengenai hubungan tekanan bola mata dengan kerusakan saraf bola mata (Ilyas, 2005). Penyebab dari glaukoma menurut Ilyas yaitu bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliari, dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata / di celah. Glaukoma

absolute

merupakan

stadium

akhir

glaukoma

(terbuka/tertutup) atau komplikasi, dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut

B. Saran Semoga asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan asuhan keperawatan Glaukoma sehingga dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa di fakultas ilmu kesehatan. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan dengan Glaukoma.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner . 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta :EGC Ilyas, Sidarta. 2004. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :FKUI Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :FKUI Tamsuri, Anas. 2010. Klien Gangguan Mata dan Pengelihatan : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction

Related Documents

Askep Glaucoma
February 2021 0
Glaucoma Espanol
February 2021 0
Aao Glaucoma
January 2021 1
Askep Siadh
January 2021 0
Askep Osteoporosis
January 2021 0
Askep Nhs
January 2021 0

More Documents from "Rizal Mattawang"

Askep Glaucoma
February 2021 0