Loading documents preview...
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN IMPAKSI FEKAL
DISUSUN OLEH : SURIADI IBRAHIM NIM : P07120118416
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN D III KEPERAWATAN 2018 / 2019 i
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Lengkap
: Suriadi Ibrahim
NIM
: P07120118416
Judul
: Asuhan Keperawatan Tn. H dengan Impaksi Pekal
Tempat
: Rumah Sakit Ratu Zalecha Martapura
MENGETAHUI
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
Ns. Evy Marlinda, M.Kep.,Sp.Kep. An
Rahmah, S. Kep, Ners
NIP 19750410 200312 2 003
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT serta junjungan Nabi Besar Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Gerontik tentang Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan Impaksi Fekal. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada bu Ns. Evy Marlinda, M.Kep.,Sp.Kep. An selaku dosen yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan. Mudah - mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
iii
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Impaksi fekal merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut; terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30 – 40 % orang di atas usia 65 tahun mengeluh impaksi fekal. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita impaksi fekal dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita impaksi fekal terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya impaksi fekal pada lansia seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada impaksi fekal, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut. Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, dimana terjadi kemunduran
dalam
berbagai
fungsi
dan
kemampuan
yang
pernah
dimilikinya.Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sebagai dampak keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia sehingga populasi lansia juga meningkat. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014, umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia untuk wanita adalah 73 tahun dan untuk pria adalah 69 tahun. Menurut Bureau of the
1
Cencus USA (1993), Indonesia pada tahun 1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414%. Pasien lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa penyakit kronis/menahun, gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang menurun, tingkat kemandirian berkurang, sering disertai masalah nutrisi, karena alasan tersebut perawatan pasien geriatri berbeda dengan pasien yang lain. Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya (istilah 14 I), yaitu : 1. Immobility (kurang bergerak) 2. Instability (mudah jatuh) 3. Incontinence (beser BAB/BAK) 4. Intellectual impairment (gangguan intelektual/ demensia) 5. Infection (infeksi) 6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) 7. Isolation (Depression) 8.
Inanition (malnutrisi)
8. Impecunity (kemiskinan) 9. Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan) 10. Insomnia(sulit tidur) 11. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) 12. Impotence(Gangguan seksual) 13. Impaction (sulit buang air besar) Anamnesis merupakan hal yang terpenting untuk mengungkapkan etiologi dan factor-faktor risiko penyebab impaksi fekal, sedangkan pemeriksaan fisik pada umumnya tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan banyak informasi yang berguna. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 sampai 6 bulan pengobatan impaksi fekal kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan impaksi fekal tertentu.
2
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah impaksi fekal? 1.3. Tujuan Tujuan Umum : Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah impaksi fekal. Tujuan Khusus : 1. Mengetahui definisi impaksi fekal. 2. Mengetahui epidemiologi lansia dengan impaksi fekal. 3. Mengetahui etiologi impaksi fekal. 4. Mengetahui patofisiologi impaksi fekal. 5. Mengetahui manifestasi klinis dari impaksi fekal. 6. Mengetahui penatalaksanaan lansia dengan impaksi fekal. 7. Mengetahui WOC dari lansia dengan impaksi fekal. 1.4. Manfaat 1. Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat. 2. Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik sebagai referensi dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan impaksi fekal
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Impaksi Fekal 1. Impaksi fekal (Fecal Impaction) merupakan massa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan kelemahan tonus otot (Hidayat,2016). 2. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum yang tidak dapat di keluarkan akibat konstipasi yang tidak diatasi. 2.2 Epidemiologi Sekitar 80% manusia pernah menderita impaksi fekal dalam hidupnya dan impaksi fekal yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita impaksi fekal terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2010). Impaksi fekal merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan impaksi fekal (Holson, 2012). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 2010). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita impaksi fekal dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita impaksi fekal (Harari, 2009).
4
2.3 Etiologi Banyak lansia mengalami impaksi fekal sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Klien yang menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling berisiko mengalami impaksi. Faktor-faktor risiko impaksi fekal pada usia lanjut: 1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar. 2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati diabetic. 3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme. 4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB, impaksi fekal imajiner. 5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon. 6. Lain-lain:
defisiensi
diet
dalam
asupan
cairan
dan
serat,
imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut. 2.4 Patofisiologi Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB. Defekasi
dimulai
dari
gerakan
peristaltic
usus
besar
yang
menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani
5
oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter
anus
eksterna
diperintahkan
untuk
relaksasi,
dan
rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini. Patogenesis impaksi fekal bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek impaksi fekalf sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita impaksi fekal mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut. 2.5 Manifestasi Klinis Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan impaksi fekal adalah: (ASCRS, 2012) 1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB 2. Mengejan keras saat BAB 3. Massa feses yang keras dan sulit keluar 4. Perasaan tidak tuntas saat BAB 5. Sakit pada daerah rectum saat BAB 6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB 7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam 8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
6
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB 2.6 Penatalaksanaan 2.6.1 Tatalaksana non farmakologik a) Cairan Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan impaksi fekal. Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah
dehidrasi.
Asupan
cairan
dapat
dicapai
bila
tersedia
cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil. b) Serat Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal,
beras
merah,
buah,
sayur,
kacang-kacangan.
Serat
akan
memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat. c) Bowel training Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum
lebih
mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang
7
mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam. d) Latihan jasmani Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus. e) Evaluasi penggunaan obat Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan impaksi fekal. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan impaksi fekal. Obat yang mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan impaksi fekal, demikian obat anti hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan impaksi fekal. 2.6.2
Tatalaksana farmakologik
a) Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative) Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan frekuensi
8
dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan impaksi fekal pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan. b) Pelembut tinja Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong impaksi fekal yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah. c) Pencahar stimulant Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu. d) Pencahar hyperosmolar Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk
9
laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami impaksi fekal. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati impaksi fekal pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria. e) Enema Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut. Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan enema secara berkala untuk mencegah skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling aman untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds) sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.
2.7 Asuhan Keperawatan Secara Teori 1. Pengkajian Pengkajian pasien dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif melalui interview dan pemeriksaan fisik terutama yang berkaitan dengan saluran cerna, pemeriksaan laboratorium dan radiology. a. Data Subjektif Pengumpulan data berkaitan dengan riwayat eliminasi feses akan membantu perawat memastikan pola BAB pasien yang normal.
10
Sebagian besar pengkajian riwayat keperawatan terdiri dari : 1) Pola defekasi Frekuensi dan waktu klien mengalami defekasi, apakah pola BABberubah baru-baru ini, apakah pola BAB pernah berubah. Jika iya, apakah klien mengetahui faktor-faktor penyebabnya. 2) Pola tingkah laku Penggunaan laksatif,
dan bahan-bahan
yang sama
yang
mempertahankan pola BAB yang normal. Apa rutinitas yang dilakukan klien untuk mempertahankan pola defekasi yang biasa (contoh: segelas jus lemon panas ketika sarapan pagi atau jalan pagi sebelum sarapan). 3) Deskripsi feses Bagaimana klien mendeskripsikan fesesnya, termasuk warna, tekstur (keras, lembut, berair), bentuk, bau. 4) Diet Makanan
apa
yang
dipercayai
oleh
klien
yang
dapat
mempengaruhi proses defekasi, jenis makanan, porsi, makanan yang selalu dia dihindari, apakah makanan tersebut dimakan secara teratur. 5) Cairan Berapa jumlah dan jenis asupan cairan setiap hari (contoh: 6 gelas air, 5 cangkir kopi). 6) Latihan Pola latihan seperti apa yang dilakukan klien setiap hari, frekuensi dan lamanya. 7) Obat-obatan Apakah
klien
mengkonsumsi
obat-obatan
yang
dapat
mempengaruhi saluran intestinal (contoh: zat besi, antibiotika, antidiare, analgesik, dan antasida) 8) Stres
11
Apakah klien mengalami stres dalam jangka waktu yang lama atau singkat. Tetapkan stres seperti apa yang dialami klien dan bagaimana dia menerimanya. 9) Pembedahan Apakah klien mengalami pembedahan atau penyakit yang berpengaruh terhadap saluran cerna. Keberadaan ostomi harus diperhatikan. b. Data Objektif Data objektif didapat melalui pemeriksaan fisik khususnya yang berkaitan dengan proses pembuangan yaitu intestin pada bagian perut hingga anus, pengkajian dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 1) Intestinal Pengkajian pada abdomen dengan rujukan khusus pada saluran intestinal; Klien dianjurkan dalam posisi supine dan diselimuti sehingga hanya bagian abdomen yang terlihat. Perawat harus mengidentifikasi batasan-batasan yang digunakan sebagai nilainilai rujukan untuk mendeskripsikan hasil yang dijumpai.
Inspeksi Perawat mengobservasi bentuk dan kesimetrisan. Normalnya perut berbentuk datar/rata tanpa adanya tonjolan. Tonjolan seperti massa akan kelihatan suatu bengkak, mengobservasi dinding abdomen untuk gelombang yang dapat dilihat yang mengidentifikasikan kerja peristaltik usus. Kecuali pada orang-orang tertentu terkadang tidak dapat diobservasi secara normal. Peristaltik yang dapat diobservasi menunjukkan adanya suatu obstruksi intestinal.
Palpasi Baik palpasi ringan atau dalam keduanya digunakan, biasanya untuk mendeteksi dan mengetahui adanya daerah lunak dan massa. Keempat kuadran pada abdomen dipalpasi mulai dari quadran kanan atas, kiri atas, kiri bawah, kanan
12
bawah dan daerah umbilikal, otot-otot abdomen harus rileks untuk memperoleh hasil palpasi yang diharapkan. Perawat seharusnya melakukan palpasi ringan kemudian dalam. Daerah yang sensitif (daerah yang menjadi keluhan pasien) seharusnya dipalpasi terakhir karena kontraksi otot-otot (pelindung abdomen) yang sering terjadi ketika daerah yang nyeri tersentuh. Suatu kelainan abdomen seharusnya dapat diukur pada daerah umbilikal dengan menempatkan suatu tip pengukur sekeliling tubuh. Pengukuran berulang akan menunjukkan apakah tekanan meningkat atau menurun. Secara normal perut akan terasa lembut, tidak ada nyeri pada palpasi ringan dan dalam, data tidak dijumpai adanya massa yang keras.
Perkusi Daerah abdomen diketuk untuk mendeteksi cairan pada rongga abdomen, tekanan intestinal berhubungan dengan flatus dan pembentukan massa seperti pembesaran kantung empedu dan lever. Daerah seluruh abdomen diperkusi, dimulai pada daerah kuadran kanan atas menurut arah jarum jam. Flatus menghasilkan resonansi (tympani), sementara cairan dan massa menghasilkan bunyi ”dull” (tumpul). Ketika ada cairan di abdominal, ketukan menghasilkan suara tumpul diantara cairan. Ketika klien berada pada satu sisi, cairan ascites mengalir ke sisi tersebut. Ketukan memperlihatkan sebuah garis damartasi di antara dulnes dan tympani; garis ini menandai adanya tingkat cairan; sebuah garis ditarik di atas abdomen sehingga perawat dapat mengukur apakah jumlahnya meningkat
atau
menurum,
ketika
dilakukan
ketukan
selanjutnya.
Auskultasi Suara usus dikaji dengan stetoskop. Suara usus mencerminkan peristaltik usus kecil, dideskripsikan menurut
13
intensitas, keteraturan, dan frekuensi atau tingkat aktivitasnya. Intensitas menunjukkan kekuatan dari suara atau rata-rata dari peristaltik. Kuat lemahnya (dentum) dari dinding intestinal sebagai hasil dari gelombang peristaltik, pada peningkatan tekanan intestinal
akan ada kemungkinan
peningkatan
dentuman. Tingkat aktivitas atau frekuensi dari suara usus juga dikaji. Peningkatan atau penurunan peristaltik dapat terjadi karena
beberapa
alasan:
proses
pembedahan;
ketidakseimbangan elektrolit, seperti ketidaknormalan dari rendahnya tingkat potasium serum dan peritonitis. Intensitas dan frekuensi yang abnormal pada suara usus (borborygmi) terjadi pada enteritis dan pada obstruksi usus kecil. Pada pemeriksaan anorektal klien biasanya dianjurkan dalam posisi sims/miring ke kiri atau genupectoral. Klien wanita juga disarankan dalam posisi litotomi. 2) Rektum Dan Anus
Inspeksi Daerah
perianal
dikaji
warnanya,
tanda-tanda
peradangan, scar, lesi, fisura, fistula atau hemorhoid. Juga ukuran, lokasi dan kepadatan dari lesi dicatat. Secara normal tidak ditemukan adanya peradangan ataupun fistula.
Palpasi Selama pemeriksaan rektal sangat penting bahwa palpasi harus lembut sehingga tidak merangsang refleks dari nervus vagus, yang dapat menekan denyut jantung.
Feses Wadah khusus harus disediakan untuk sampel feses. Sangat penting bagi perawat mengetahui mengapa spesimen diambil dan wadah yang digunakan tepat. Kadang-kadang wadah memakai zat pengawet khusus untuk menunjukkan hasil tes. Petunjuk khusus harus ditulis dan dilampirkan ketika penyediaan spesimen. Klien dapat menyediakan
14
spesimennya setelah diberi informasi yang adekuat. Feses tidak boleh bercampur dengan urin atau air, karenanya klien diminta BAB di bedpan. Sebuah tongue spatel kayu atau plastik digunakan untuk memindahkan spesimen, dan sekitar 2,5cm ditempatkan di dalam wadah. Jika kotoran berbentuk cair, dikumpulkan 15-30ml. Wadah kemudian ditutup dengan aman dan tepat, dilengkapi label. Pada kenyataannya bahwa spesimen yang telah diperoleh harus dimasukkan sebagai rahasia klien. Untuk tes tertentu diperlukan feses segar. Jika harus seperti itu spesimen dibawa segera ke lab. Spesimen kotoran jangan ditinggalkan pada suhu ruangan dalam waktu yang lama karena bakteri dapat mengubahnya. Wadah spesimen biasanya memiliki petunjuk penyimpanan, hal ini harus diikuti jika spesimen tidak dapat dikirim segera ke lab. Pada
beberapa
instansi
digunakan
pendingin.
Untuk
mengamankan spesimen dari bayi atau anak-anak yang tidak terlatih di toilet, spesimen diambil dari feses yang baru. Ketika feses dikultur untuk memperoleh mikroorganisme, feses dipindahkan ke wadah dengan aplikator steril. Feses normal berwarna coklat, hal ini berhubungan dengan adanya bilirubin dan turunannya yaitu stercobilin dan urotilin; kegiatan dari bakteri normal yang terdapat pada intestinal. Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning pada empedu. Feses dapat berwarna lain, khususnya ketika ada hal-hal yang abnormal. Misalnya; feses hitam seperti tir, ini menunjukkan adanya perdarahan dari lambung atau usus halus; warna tanah liat (acholic) menunjukkan adanya penurunan fungsi empedu; hijau atau orange menunjukkan adanya infeksi pada intestinal. Makanan juga dapat mempengaruhi warna feses, misalnya: gula bit merubah feses menjadi warna merah, kadang-kadang hijau. Obat-obatan
15
juga dapat merubah warna feses, misalnya zat besi, dapat membuat feses berwarna hitam. Konsistensi : Secara normal feses berbentuk tetapi lembut dan mengandung air sebanyak 75% jika seseorang mendapat intake cairan yang cukup, sedangkan 25% lagi adalah bagian padat. Feses normal bergerak lebih cepat dari normal melalui intestinal, sehingga hanya sedikit air dan ion yang direabsorpsi ke dalam tubuh. Feses yang keras mengandung lebih sedikit air daripada normal dan pada beberapa kasus mungkin sulit atau nyeri sekali saat dikeluarkan. Beberapa orang, bayi dan anak-anak khususnya mungkin mengeluarkan feses yang berisi makanan yang tidak dicerna. Bentuk : Feses normal berbentuk rektum. Bau: Bau feses merupakan hasil kerja bakteri pada intestinal dan bervariasi pada setiap orang. Bau feses yang sangat menyengat (tajam) dapat menunjukkan adanya gangguan saluran cerna.
Darah Darah yang terdapat pada feses adalah abnormal. Darah dapat berwarna terang atau merah terang, hal ini berarti darah mewarnai feses pada proses eliminasi akhir. Feses berwarna hitam dan tir berarti darah memasuki chyme pada lambung atau usus halus. Beberapa obat-obatan dan makanan juga dapat membuat feses berwarna merah atau hitam. Oleh karena itu adanya darah harus dikonfirmasi melalui sebuah test. Perdarahan pada feses kadang tidak terlihat, ini dikenal occult bleeding(perdarahan tersembunyi). Test untuk mengetahui adanya darah pada feses secara rutin dilakukan di klinik. Hemotest menggunakan tablet sebagai reagen; sementara guaiac dan hemoccult test menggunakan reagen berbentuk solusion (larutan), setiap test
16
memerlukan spesimen feses. Guaiac test secara umum lebih sering digunakan. Feses yang sedikit diletakkan pada kertas saring atau kertas usap. Reagen selanjutnya diletakkan dan warna dicatat; warna biru menunjukkan adanya darah.
Bahan-bahan abnormal Kadang-kadang feses mengandung bahan-bahan asing yang dicerna secara kebetulan, pencernaan benda-benda asing secara kebetulan banyak ditemukan pada anak-anak. Bahan-bahan abnormal lain termasuk pus, mukus, parasit, lemak dalam jumlah banyak dan bakteri patogen. Test untuk mengetahui
keberadaan
bahan-bahan
asing
biasanya
ditunjukkan di lab. 3) Pemeriksaan Penunjang
Test laboratorium Feces ditampung dalam kontainer untuk diperiksa di laboratorium untuk mengetahui adanya atau tidaknya kelainan dalam feses berupa kadar darah, bakteri dll.
Pandangan langsung Yaitu tehnik pandangan secara langsung ; anoscopy, pandangan dari saluran anus; proctoscopy, pandangan pada rektum; proctosigmoidoscopy, pandangan pada rektum dan kolon sigmoid; umumnya saat ini dilakukan tindakan colonoscopy.
Roentgenography Roentgenoraphy dilakukan untuk mengetahui kondisi saluran cerna dari sumbatan ataupun deformitas dengan memasukkan zat kontras seperti bubur barium dilarutkan dalam 1 liter air untuk diminum, atau dengan memasukkan larutan omnipaque kedalam kolon menggunakan rektal tube melalui anus.
17
2. Diagnosa Keperawatan a. Impaksi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
3. Intervensi Keperawatan a. Impaksi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari) Kriteria hasil :
Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
Konsistensi feses lembut
Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Mandiri
Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari Kolaborasi
Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan Tujuan : menunjukkan status gizi baik Kriteria Hasil :
Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Nilai laboratorium dalam batas normal
Melaporkan keadekuatan tingkat energy
18
Intervensi Mandiri
Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
c.
Ajarkan metode untuk perencanaan makan
Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang Kriteria Hasil :
Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat. Intervensi
Mandiri
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio
19
Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate
Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia
4. Implementasi Keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada upaya meningkatkanpemahaman klien dan keluarganya tentang eliminasi fekal.Di rumah, di rumah sakit, atau di fasilitas perawatan jangka panjang, klien yang mampu belajar dapat diajarkan tentang kebiasaan defekasi yang efektif.Perawat harus mengajarkan klien dan keluarga tentang diet yang benar, asupan cairan yang adekuat, dan faktorfaktor yang menstimulasi atau memperlambat peristaltik, seperti stres emosional.
5. Evaluasi Keefektifan perawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang diharapkan dari perawatan Secara optimal klien akan mampu mengeluarkan feses yang lunak secara teratur tanpa merasa nyeri. Klien juga akan memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan pola eliminasi normal dan untuk mendemonstrasikan keberhasilan yang berkelanjutan, yang diukur berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang. Klien
akan
mampu
melakukan
defekasi
secara
normal
dengan
memanipulasi komponen-komponen alamiah dalam kehidupan sehari-hari seperti diet, asupan cairan, dan olahraga. Ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk membantu defekasi seperti enema dan penggunaan laksatif, menjadi minimal. Klien akan merasa nyaman dengan protokol ostomi dan mengidentifikasikan protocol tersebut sebagai sesuatu yang dapat dipraktikkan secara pasti.
20
BAB III KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN NJAUAN KASUS KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Studi Kasus Tn. A berusia 77 tahun tinggal di klinik Rindam. Saat ini klien mengeluh tidak bisa buang air besar (BAB) selama seminggu, mengeluh selama 3 bulan terakhir. Setelah 1 minggu Tn. H bisa BAB namun mengalami nyeri saat defekasi dan kesulitan mengeluarkan feses (konsistensi keras). Tn. H merasa nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan bentuk fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Klien tampak pucat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 150/90 mmHg, HR : 106 x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,2 oC, TB : 158 cm, bising usus 2x/menit. Tn H bercerita bahwa sehari minum air kurang lebih 1000 cc saja.
3.2 Pengkajian FORMAT PENGKAJIAN LANSIA ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER Nama wisma
: Klinik Rindam
1. IDENTITAS
Tanggal Pengkajian : 08-07-2019
:
KLIEN Nama
: Tn. H
Umur
: 77 tahun
Agama
: Islam
Alamat asal
: Guntungmanggis, Landasan Ulin
Tanggal datang
: 07-07-2019
2. DATA
:
KELUARGA Nama
: Nn. D
Hubungan
: Anak kandung
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Guntungmanggis, Landasan Ulin
21
3.
STATUS KESEHATAN SEKARANG : Keluhan utama: Tn. A mengatakan sudah 1 minggu belum buang air besar. Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: bertanya pada petugas panti tentang kondisi yang dialaminya.
Obat-obatan: 4.
AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) : FUNGSI FISIOLOGIS 1.
Kondisi Umum Ya
2.
Kelelahan
:
Tidak √
Perubahan BB
:
√
Perubahan nafsu makan
:
√
Masalah tidur
:
√
Kemampuan ADL
:
KETERANGAN
:
√ Tidak ditemukan masalah pada kondisi umum
Integumen Ya
3.
Lesi / luka
:
Tidak √
Pruritus
:
√
Perubahan pigmen
:
√
Memar
:
√
Pola penyembuhan lesi
:
√
KETERANGAN
:
Tidak ditemukan masalah pada sistem integumen
Hematopoetic :
Ya
Tidak √
:
√
Anemia
:
√
KETERANGAN
:
Perdarahan abnormal Pembengkakan
kel
limfe
Tidak ditemukan masalah pada sistem hematopoetic
`
22
4. Kepala Ya Sakit kepala
:
Tidak √
Pusing
:
√
Gatal pada kulit kepala
:
√
KETERANGAN
: Tidak ditemukan masalah pada kepala
5. Mata :
Ya √
Pakai kacamata
:
√
Kekeringan mata
:
√
Nyeri
:
√
Gatal
:
√
Photobobia
:
Diplopia
:
√
Riwayat infeksi
:
√
Perubahan
Tidak
penglihatan
√
KETERANGAN : Tn. H merasa bagian matanya tidak nyaman berada pada cahaya yang terang 6.
7.
saat
Telinga Ya √
Tidak
Penurunan pendengaran
:
Discharge
:
√
Tinitus
:
√
Vertigo
:
√
Alat bantu dengar
:
Riwayat infeksi
:
Kebiasaan membersihkan telinga
:
Dampak pada ADL
:
KETERANGAN
:
√ √ √ Saat Tn. H tidak menggunakan alat bantu dengar, Tn. H tidak bisa mendengar dengan jelas Tn. H harus menggunakan alat bantu dengar setiap hari
Hidung sinus Rhinorrhea
:
Ya
Tidak √
Discharge
:
√
Epistaksis
:
√
23
8.
Obstruksi
:
√
Snoring
:
√
Alergi
:
√
Riwayat infeksi
:
√
KETERANGAN
: Tidak ditemukan pada hidung sinus
Mulut, tenggorokan Nyeri telan
:
Ya
Tidak √
Kesulitan menelan
:
√
Lesi
:
√
Perdarahan gusi
:
√
Caries
:
√
Perubahan rasa
:
Gigi palsu
:
√
Riwayat Infeksi
:
√
Pola sikat gigi
: Tn. H menggosok giginya 2x sehari saat mandi
KETERANGAN
: Tn. H kurang dapat membedakan rasa makanan sehingga Tn. H tidak pernah menghabiskan makanannya.
√
9. Leher Kekakuan
:
Ya
Tidak √
Nyeri tekan
:
√
Massa
:
√
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada leher 10.
Pernafasan Ya Batuk
:
Tidak √
Nafas pendek
:
√
Hemoptisis
:
√
Wheezing
:
√
Asma
:
√
KETERANGAN
: Tidak ada masalah pada sistem pernafasan
24
11.
Kardiovaskuler Ya
12.
Chest pain
:
Tidak √
Palpitasi
:
√
Dipsnoe
:
√
Paroximal nocturnal
:
√
Orthopnea
:
√
Murmur
:
√
Edema
:
√
KETERANGAN
:
Tidak ada masalah pada sistem kardiovaskuler
Gastrointestinal Disphagia
:
Ya
Tidak √
Nausea / vomiting
:
√
Hemateemesis
:
√
Perubahan nafsu makan
:
Massa
:
√
Jaundice
:
√
Perubahan pola BAB
:
Melena
:
√
Hemorrhoid
:
√
Pola BAB
: Tn. H sudah 1 minggu tidak bisa buang air besar : Tn. H mengalami penurunan nafsu makan dan sering memilih-milih jenis makanan
KETERANGAN
13.
√
√
Perkemihan Ya
Tidak √
Dysuria
:
Frekuensi
: 4-5 x sehari
Hesitancy
:
√
Urgency
:
√
Hematuria
:
√
Poliuria
:
√
Oliguria
:
√
Nocturia
:
√
Inkontinensia
:
√
25
14.
√
Nyeri berkemih
:
Pola BAK
: Normal, dengan warna kuning jernih
KETERANGAN
: Tidak ditemukan perkemihan
pada
sistem
Reproduksi (laki-laki) Ya
15.
masalah
Lesi
:
Tidak √
Disharge
:
√
Testiculer pain
:
√
Testiculer massa
:
√
Perubahan gairah sex
:
Impotensi
:
√ √
Muskuloskeletal Nyeri Sendi
:
Ya
Tidak √
Bengkak
:
√
Kaku sendi
:
√
Deformitas
:
√
Spasme
:
√
Kram
:
√
Kelemahan otot
:
√
Masalah gaya berjalan
:
√
Nyeri punggung
:
Pola latihan
: Tn. H kurang aktif dalam beraktivitas akibat kelemahan otot yang dialami : Tn. H menjadi kurang gerak
Dampak ADL KETERANGAN
√
: Tn. H sering duduk-duduk saja, jarang mau melakukan latihan fisik
26
16.
Persyarafan Ya
5.
Headache
:
Tidak √
Seizures
:
√
Syncope
:
√
Tic/tremor
:
√
Paralysis
:
√
Paresis
:
√
Masalah memori
:
√
KETERANGAN
: Tidak ada persyarafan
masalah
pada
sistem
POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL : Psikososial
YA
Tidak
Cemas
:
√
Depresi
:
√
Ketakutan
:
√
Insomnia
:
√
mengambil :
√
Kesulitan konsentrasi
:
√
Mekanisme koping
:
Kesulitan
dalam
keputusan
Mekanisme koping Tn. A adaptif
Persepsi tentang kematian : Tn. H menganggap bahwa kematian adalah hal yang wajar terjadi pada semua orang, Tn. H mempersiapkan diri dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Dampak pada ADL
:-
Spiritual
Aktivitas ibadah : Tn. H rajin sholat berjamaah dengan penghuni panti jompo yang lain
Hambatan
:-
KETERANGAN :Tn. H mampu menjalankan fungsi spiritual dengan baik tanpa adanya hambatan
27
6.
7.
LINGKUNGAN :
Kamar: Kamar Tn. H terlihat bersih dan rapi
Kamar mandi : sudah sesuai dengan kondisi lansia. Lantainya tidak licin, penerangan cukup dan ada pegangan di kamar mandi.
Dalam rumah.wisma : Wisma terlihat bersih, rajin dibersihkan oleh petugas wisma, penerangan cukup.
Luar rumah : Terlihat asri karena banyak pepohonan yang ditanam di luar wisma
ADDITIONAL RISK FACTOR Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi kondisi saat ini : Sejak muda, Tn. H kurang mau beraktivitas fisik seperti olahraga. Tn. H banyak menghabiskan waktu untuk menjalankan hobi membaca.
8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES 1. Kemampuan ADL
: mampu menjalankan ADL dengan bantuan minimal.
2. Aspek Kognitif
: tidak tejadi gangguan pada aspek kognitif. masih mampu mengingat kejadian yang telah terjadi.
3. Tes Keseimbangan
:16 detik (risiko tinggi jatuh)
4. GDS
:4 (tidak diindikasikan depresi)
5. Status Nutrisi
:4 (moderate nutritional risk)
6. Fungsi social lansia
: sering berbincang dengan lansia lain dalam
wisma mengenai pengelaman-pengalaman pribadi.
28
7. Hasil pemeriksaan Diagnostik No
Jenis pemeriksaan
Tanggal
Diagnostik
Pemeriksaan
1. Kemampuan ADL 2.
3.
:
MMSE
Hasil
08 Juli 2019
90 (ketergantungan sedang)
08 Juli 2019
27
(tidak
ada
gangguan
kognitif) Tes
keseimbangan 08 Juli 2019
(Time Up Go Test)
14 detik (tidak risiko tinggi jatuh)
4. GDS
08 Juli 2019
4 (tidak diindikasikan depresi)
5. Status nutrisi
08 Juli 2019
4 (moderate nutritional risk)
6. Fungsi sosial lansia
08 Juli 2019
29
8 (fungsi baik)
3.3 Analisa Data No 1.
Data fokus
Problem
Etiologi
DS : - pasien mengatakan sudah 3 hari tidak
Gangguan pola
Kurangnya asupan
bisa BAB.
eliminasi BAB
serat
Nyeri akut
Agen- agen
Pasien mengeluh lemas dan terkadang perut sakit dan kembung karena tidak bisa BAB. DO : Td : 120/80 N : 90 x/menit S : 37 Rr : 28 x/menit Pasien tampak lesu , perut teraba massa bagian kiri bawah.
2.
DS : klien mengatakan perutnya terasa sakit dan apa bila ditekan lebih sakit.
penyebab cidera
DO : klien terlihat menahan sakitnya.
fisik (akibat
P : rasa nyeri pada saat titekan.
tekanan)
Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 6 T : 2 – 4 menit
3.
DS : pasien mengatakan tidak bisa tidur dengan nyenyak dan tidur sering terganggu, tidur hanya kurang lebih 3 jam Pasien mengatakan terganggu dengan lingkungan di klinik yang sering ramai. DO
Lingkar mata hitam
Pasien terlihat sering menguap.
30
Insomnia
Faktor lingkungan.
3.4 Diagnosa Keperawatan 1. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya asupan serat. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen – agen penyebab cidera fisik (akibat tekanan) 3. Insomnia berhubungan dengan faktor lingkungan.
3.5 Rencana Keperawatan No
Tanggal
Intervensi keperawatan
TT
DP
1
Tujuan & kriteria hasil
Intervensi
08 Juli
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji dan catat
1. Deteksi dini
2019
keperawatan selama 3 x
pergerakan
penyebab
24 jam diharapkan pasien
usus.
konstipasi
ke pola normal dari fungsi
2. Berikan cairan
bowel dan terjadi pola
adekuat.
hidup untuk menurunkan
3. Berikan
faktor
knstipasidengan
makanan
criteria hasil :
2. Membantu feses lebih lunak. 3. Menurunkan konstipasi.
tinggi serat
Resiko konstipasi
dan hindari
menurun
makanan yang
Pola eliminasi ( dalam
banyak gas
rentang yang
dengan
diharapkan )
konsultasi
Feses lunak dan
bagian gizi.
berbentuk.
Rasional
4. Bantu klien
4. Meningkatkan
Pengeluaran feses
dalam
pergerakan
tanpa bantuan.
melakukan
usus.
aktivitas pasif dan aktif. 5. Konsultaikan dengan dokter tentang
31
5. Meningkatkan eliminasi.
pemberian laksatif, enema, dan pengobatan.
2
08 Juli
Setelah dilakukan tindakan
2019
keperawat 3 x 24 jam
Keadaan
mengetahui
mengurangi nyeri sampai
umum.
keadaan umum
klien
merasa
nyaman
dengan kriteria hasil :
1. Observasi
1. Untuk
pasien. 2. Kaji skala nyeri.
Menunjukkan tingkat
2. Meringankan atau
nyeri.
mengurangi
Memperlihatkan
nyeri
sampai
pengendalian nyeri.
klien
meras
nyaman. 3. Manajemen relaksasi.
3. Untuk mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan posisi
4. Untuk
senyaman
mengurangi rasa
mungkin.
nyeri.
5. Pemberian analgetik.
5. Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
3.
08 Juli
Setelah dilakukan tindakan
2019
keperawatan selama 24x3
kajian masalah
informasi dasar
jam diharapkan klien dapat
gangguan
dalam
tidur 6 – 8 jam setiap
tidur,
menentukan
malam secara verbal
karateristik,
rencana
1. Lakukan
32
1. Memberikan
mengatakan dapat rileks
dan penyebab
keperawatan
dan segar degan kriteria
kurang tidur.
dasar.
hasil :
2. Lakukan
2. Mengurangi
Klien memperlihatkan
massage pada
tidur yang nyenyak
daerah
Klien
belakang,tutup
menunjukan
kesejahteraan
jendela
fisik
gangguan tidur.
jika
perlu .
dan psikologis.
3. Keadaan tempat
3. Meningkatkan tidur
tidur.
yang nyaman, bersih,
dan
bantal
yang
nyaman. 4. Berikan
susu 4. Meningkatkan
hangat
tidur.
sebelum tidur. 5. Anjurkan mandi sebelum tidur
33
5. Meningkatkan tidur
3.6 Pelaksanaan No.
Tgl/jam
Implementasi
Respon pasien ( DS & DO )
DP 1.
08/7/2019
1. Mengkaji
dan S : -
catat pergerakan O ; tidak terdengar bunyi usus.
bising usus
2. Menganjurkan banyak
S ; pasien mengatakan
minum bersedia
air putih
O: pasien terlihat meningkatkan konsumsi air putihnya dari 250 cc menjadi 500 cc
3. Memberikan makanan
S: pasien mengatakan bersedia
tinggi O : pasien terlihat makan sayur
serat.
dan buah
4. Membantu klien S : pasien mengatakan malas dalam melakukan untuk jalan-jalan keluar aktivitas
O : pasien terlihat tiduran terus di tempat tidur
5. Memberikan obat Dulcolac
S : pasien mengatakan 1 bersedia
tab
O : obat terlihat Dulcolax terlihat masuk melalui anus
2.
08/7/2019 1. Megobservasi
S : pasien mengatakan
TTV.
bersedia. O : TD : 150/90 mmHg, HR : 106 x/menit, RR : 22x/menit,
34
TT
S : 36,2 oC
2. Mengkaji skala
S :pasien mengatakan
nyeri.
bersedia. O: P : rasa nyeri pada saat titekan. Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 6 T : 2 – 4 menit
3. Mengajarkan
S : pasien mengatakn mau
relaksasi napas
O : pasien terlihat melakukan
dalam
relaksasi napas dalam
4. Memberikan posisi
S :pasien mengatakan
senyaman
bersedia.
mungkin.
O : pasien tampak lebih nyaman dengan posisi semi fowler.
S : pasien mengatakn bersedia
5. Memberikan obat
3.
Inj asam
O : obat asam
tranexcetat 3 x
tranexcetat terlihat
500 mg
masuk melalui infuse IV
08/7/2019 1. Mengkaji
S: pasien mengatakan tidak
karateristik, dan
biasa berada di rumah sakit
penyebab kurang
O : pasien kooperatif
tidur.
35
2. Melakukan
S : pasien mengatakan
massage
bersedia
pada punggung.
O : istri pasien terlihat memassage punggung pasien
3. Membantu klien
S : pasien mengatakan
membersihkan
bersedia
tempat tidur atau
O : pasien terlihat lebih
merapikan tempat
nyaman
tidur sebelum tidur
4. Memberikan susu
S : pasien mengatakan
hangat sebelum
bersedia
tidur.
O : pasien terlihat minum susu
5. Menganjurkan
S : pasien mengatakan
mandi sebelum
bersedia
tidur.
O : pasien terlihat segar
36
Implementasi Hari II No. Tanggal
Imlpementasi
Respon pasien ( S dan O )
DP 1.
08/7/2019 1. Mengkaji dan catat pergerakan usus.
S:O ;tidak terdengar bunyi bising usus.
2. Menganjurkan
S ; pasien mengatakan
banyak minum air
bersedia
putih
O: pasien terlihat meningkatkan konsumsi air putihnya 250 cc menjadi 500 cc.
3. Memberikan
S: pasien mengatakan
makanan tinggi serat
bersedia O : pasien terlihat makan sayur dan buah
4. Membantu klien
S : pasien mengatakan
dalam melakukan
bersedia
aktivitas
O : pasien terlihat jalan-jalan keluar ruangan
5. Memberikan
S :pasien mengatakan
obat Dulcolax 1x1
bersedia
tab
O : Obat dulcolac terlihat masuk melalui anus.
2.
08/7/2019 1. Megobservasi TTV.
S : pasien mengatakan bersedia. O : 130/80 mmHg, HR : 106 x/menit, RR : 22x/menit, S :
37
TT
36,2 oC
2. Mengkaji skala nyeri.
S :pasien mengatakan bersedia. O: P : rasa nyeri pada saat titekan. Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 4 T : 2 – 4 menit
3. Mengajarkan relaksasi napas dalam S : pasien mengatakn bersedia. O : pasien terlihat melakukan relaksasi 4. Memberikan posisi
nafas dalam.
senyaman mungkin. S :pasien mengatakan bersedia. O : pasien tampak lebih nyaman dengan posisi semi 5.
Memberikan
fowler.
obat Inj asam tranexcetat 3 x
S : pasien mengatakn
500
bersedia
mg
O : obat terlihat asam tranexcetatmasuk melalui infuse intra vena.
38
3.
08/7/2019
1. Mengkaji
S: pasien mengatakan hari
karateristik, tidur.
ini sudah bisa tidur nyenyak tapi sering terbangun O : pasien terlihat lebih segar
2. Melakukan massage pada daerah
S : pasien mengatakan
belakang.
bersedia O : istri pasien terlihat memassage punggung pasien
3. Membantu klien membersihkan
S : pasien mengatakan
tempat tidur atau
bersedia
merapikan tempat
O : pasien terlihat lebih
tidur ebelum tidur
nyaman
4. Memberikan susu hangat sebelum
S : pasien mengatakan
tidur.
bersedia O : pasien terlihat minum susu
5. Menganjurkan
S : pasien mengatakan
mandi sebelum
bersedia
tidur.
O : pasien terlihat segar
39
Implementasi Hari III No.
Tanggal
Imlpementasi
Respon pasien ( S dan 0 )
DP 1.
09/7/2019 1. Mengkaji dan catat pergerakan usus.
S:O ;Tidak terdengar bunyi bising usus.
2. Menganjurkan banyak minum air putih
S ; pasien mengatakan bersedia O: pasien terlihat meningkatkan konsumsi air putihnya dari 500 cc menjadi 750cc
3. Memberikan makanan tinggi serat
S: pasien mengatakan bersedia O : pasien terlihat makan sayur dan buah
4. Membantu klien
S : pasien mengatakan
dalam melakukan
bersedia
aktivitas
O : pasien terlihat jalanjalan keluar
S :pasien mengatakan 5. Memberikan
bersedia
obat Dulcolax 1x1 tab
O : obat terlihat masuk melalui anus.
2.
09/7/2019 1. Megobservasi TTV.
S : pasien mengatakan bersedia. O : TD :120/80mmHg RR :22 x/m N :90 x/m
40
TT
2. Mengkaji skala nyeri.
S :pasien mengatakan bersedia. O: P : rasa nyeri pada saat titekan. Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 2 T : 2 – 4 menit
3. Mengajarkan
S : pasien
relaksasi napas dalam
mengatakan bersedia. O : pasien terlihat melakukan relaksasi nafas dalam.
4. Memberikan posisi senyaman mungkin.
S :pasien mengatakan bersedia. O : pasien tampak lebih nyaman dengan posisi semi fowler.
5.
Memberikan obat Inj
S : pasien mengatakn
asam tranexcetat 3 x
bersedia
500
O : obat asam
mg
tranexcetat terlihat masuk melalui infuse IV 3.
09/7/2019 1. Mengkaji karateristik,
S: pasien mengatakan tidak
tidur.
biasa berada di rumah sakit tapi sekarang sudah bisa tidur 5-6 jam O : pasien kooperatif
41
2. Melakukan massage
S : pasien mengatakan
pada daerah
bersedia
belakang.
O : istri pasien terlihat memassage pundak pasien
3. Membantu klien
S : pasien mengatakan
membersihkan
bersedia
tempat tidur atau
O : pasien terlihat lebih
merapikan tempat
nyaman
tidur ebelum tidur
4. Memberikan susu
S : pasien mengatakan
hangat sebelum
bersedia
tidur.
O : pasien terlihat minum susu
S : pasien mengatakan 5. Menganjurkan mandi sebelum tidur.
bersedia O : pasien terlihat segar
3.7 Evaluasi
NO
Tanggal
Evaluasi ( SOAP )
DP 1.
07/7/2019 S : Pasien mengatakan belum bisa BAB. O: Perut bagian kiri bawah teraba keras terdapat massa,tampak memegangi perut terus. A : Masalah belum teratasi P : Lanjut semua intervensi
42
TT
2.
07/7/2019 S :pasien mengatakan nyeri perut kiri bawah. O : tampak lemah, P : rasa nyeri pada saat titekan. Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 6 T : 2 – 4 menit A : Masalah belum teratasi P : Lanjut semua intervensi
3.
07/7/2019 S : pasien mengatakan sulit untuk tidur. O: pasien tampak lemah,lesu, terlihat lingkaran hitam dibawah mata,ada kantung mata. A : Masalah belum teratasi P : Lanjut semua intervensi
1.
08/7/2019 S : Pasien mengatakan masih belum bisa BAB. O: Perut bagian kiri bawah teraba keras terdapat massa ,tampak memegangi perut terus. A : Masalah belum teratasi P : Lanjut semua intervensi
2.
08/7/2019 S :pasien mengatakan nyeri perut kiri bawah. O : tampak lemah, P : rasa nyeri pada saat titekan. Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 4 T : 2 – 4 menit A : Masalah belum teratasi P : Lanjut semua intervensi
43
3.
08/7/2019 S : pasien mengatakan sudah bisa tidur 4 jam. O: pasien tampak lemah,lesu, terlihat lingkaran hitam dibawah ,ada kantung mata. A : Masalah belum teratasi P : Lanjut semua intervensi
1.
09/7/2019 S :pasien mengatakan sudah bisa BAB tapi sedikit O: Perut bagian kiri bawah teraba tidak keras A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjut semua intervensi
2.
09/7/2019 S :pasien mengatakan nyeri perut bawah kiri berkurang. O : tampak lemah, P : rasa nyeri pada saat ditekan. Q : cekot - cekot R : perut kiri bawah S : skala nyeri 2 T : 2 – 4 menit A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjut semua intervensi
3.
09/7/2019 S : pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyaman. O: pasien tampak segar, tidak terlihat lingkaran hitam dibawah mata,tidak ada kantung mata. A : Masalah teratasi P : intervensi di hentikan
44
BAB IV PENUTUP PENUTUP
4.1 Kesimpulan Pada usia lanjut, masalah impaksi fekal merupakan masalah yang berasal dari subjek lansianya sendiri. Impaksi fekal biasanya karena kurang mengonsumsi serat, cairan cukup, dan kurang aktivitas olahraga teratur. Perawat perlu berkolaborasi antara perawat, lansia itu sendiri dan keluarga untuk mengatasi masalah tersebut. Perawat perlu memperbaiki pola hidup pasien, modifikasi lingkungan, modifikasi aktivitas sehari-hari yang dapat dilakukan oleh lansia.
4.2 Saran Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di lingkungan keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia mempunyai hak-hak untuk diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan yang sempurna dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia mereka, merasakan kehidupan yang harmonis serta merasakan kenikmatan bermobilisasi yang aman dan nyaman. Oleh karena itu, pengetahuan tentang impaksi fekal perlu sebarluaskan sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah dan masyarakat
untuk mengatasi
masalah ini agar para lansia mendapatkan kehidupan yang layak, dan harmonis sebagai manusia dan warga negara seutuhnya.
45
DAFTAR PUSTAKA Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu Badan Pusat Statistik 2013. Profil Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Komnas Lansia Herdman, H.T., Kamitsuru, S. 2015. Nanda Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi. Jakarta : EGC Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi & Progeria : Pustaka Belajar Judith. 2009. Immobilisasi dan Instabilitas. Jakarta : EGC Lukman dan Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika. Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Muhith, Abdul S.Y. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarts : ANDI Nugroho. (2008) Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta : EGC Suratun,
dkk.2008.Seri Asuhan
Keperawatan
Klien
Gangguan
Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC. Tamher.
2009. Kesehatan
Usia
Lanjut
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
46
dengan
Pendekatan
Asuhan