Bab 2 - Pkji

  • Uploaded by: Renita
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 - Pkji as PDF for free.

More details

  • Words: 3,624
  • Pages: 26
Loading documents preview...
BAB II STUDI PUSTAKA

2.1

Pengertian Umum Persimpangan jalan didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua

jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas didalamnya. Persimpangan jalan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan, karena dipersimpangan pengguna jalan atau pengendara dapat memutuskan untuk jalan terus atau berbelok dan pindah jalan. Sehingga dalam perancangan persimpangan harus mempertimbangkan efisiensi, kecepatan, biaya operasi, kapasitas, keselamatan, dan kenyamanan pengguna jalan (Khisty, 2005). Persimpangan merupakan pertemuan dua atau lebih ruas jaan sebidang, tempat terjadinya konflik arus lalu lintas (PKJI,2014). Dalam pengevaluasian kinerja simpang unsur yang terpenting adalah lampu lalu lintas, kapasitas dan tingkat pelayanan, sehingga untuk menjaga agar kinerja simpang dapat berjalan dengan baik, kapasitas dan tingkat pelayanan perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi operasi simpang dengan lampu lalu lintas (Wikrama, 2011). Lampu lalu lintas adalah suatu alat kendali (kontrol) dengan menggunakan lampu yang terpasang pada persimpangan dengan tujuan untuk mengatur arus lalu lintas. Pengaturan arus lalu lintas pada persimpangan pada dasarnya bagaimana pergerakan masing-masing kelompok pergerakan kendaraan (vehicle group movement) dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar arus yang ada (Widyagama, 2008).

5

7

2.2

Jenis Persimpangan Menurut (Hobbs, 1995) tipe simpang dibedakan menjadi :

2.2.1

Simpang Sebidang (at-grade junctions) Simpang sebidang adalah jalan yang berpotongan pada satu bidang datar.

Pada pertemuan jalan yang terdapat semua gerakan membelok, maka jumlah simpang jalan tidak boleh lebih dari 4 (empat) buah, demi kesederhanaan dalam perencanaan dan pengoperasian. Hal ini untuk membatasi jumlah titik konflik dan membantu pengemudi untuk mengamati keadaan. Jenis-jenis simpang sebidang : 1. Simpang Tak Bersinyal Pada umumnya simpang ini dengan pengaturan hak jalan (prioritas dari sebelah kiri) digunakan dalam daerah pemukiman dan daerah pedalaman untuk persimpangan antara jalan lokal dengan arus lalu lintas rendah. 2. Simpang Bersinyal Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan pada daerah persimpangan dengan arus lalu lintas tinggi untuk menghindari kemacetan pada sebuah simpang juga untuk mengurangi kecelakaan. Selain itu, juga bisa mempermudah menyebrangi jalan utama bagi kendaraan dan pejalan kaki dari jalan minor. 3. Bundaran Bundaran berfungsi sebagai pengontrol pembagi dan pengaruh sistem lalu lintas berputar satu arah. Tujuan utama bundaran adalah melayani gerakan yang menerus, namun hal ini tergantung dari kapasitas dan luas daerah yang dibutuhkan. 2.2.2

Simpang Tak Sebidang (grade separated junctions) Simpang tak sebidang dengan atau tanpa fasilitas persilangan jalan tak

sebidang (interchange), yaitu jalan berpotongan melalui atas atau bawah. Pertemuan jalan pada jalan-jalan yang lebih penting biasanya berupa pertemuan jalan tak sebidang, karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa perpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta

8

biasanya mahal. Pertemuan jalan tak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. 2.3

Pengaturan Simpang Menurut (Tamin, 2008) pengaturan persimpangan dibedakan menjadi,

sebagai berikut: 1. Persimpangan sebidang tanpa lampu lalu lintas 2. Persimpangan sebidang dengan lampu lalu lintas

Pengaturan simpang tanpa lampu lalu lintas dibedakan menjadi, sebagai berikut (Tamin, 2008): a. Persimpangan prioritas

Pada persimpangan prioritas, kendaraan pada jalan utama (jalan mayor) selalu mempunyai prioritas yang lebih tinggi dari pada semua kendaraan yang bergerak pada jalan-jalan kecil (jalan minor). Jalan-jalan kecil dan jalan utama harus jelas ditentukan dengan menggunakan marka-marka jalan dan rambu lalu lintas. Persimpangan prioritas merupakan persimpangan dengan bentuk pengendalian yang paling sederhana dan paling murah, dan sebagian besar dari persimpangan yang ada adalah persimpangan prioritas. b. Pengaturan dengan kanalisasi

Kanalisasi adalah suatu sistem pengaturan lalu lintas pada daerah persimpangan yang digunakan untuk mengarahkan dan mengatur gerakan kendaraan dan pejalan kaki. Pengaturan kanalisasi bertujuan untuk memisahkan lajur lalu lintas yang bergerak lurus dengan lajur lalu lintas membelok (kiri – kanan), sehingga pergerakan lalu lintas dapat lebih mudah dan aman bergerak diruang persimpangan. Teknik kanalisasi yang umum digunakan adalah pulau lalu lintas yang berfungsi untuk mengatur pergerakan setiap kendaraan sehingga jelas ditentukan lintasannya dengan maksud untuk meningkatkan kapasitas dan keselamatan melalui penyederhanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pengemudinya khususnya di daerah-daerah dengan manuver yang banyak akan dapat dihindarkan.

9

c. Pengaturan dengan rambu dan marka

Pengaturan dengan rambu dan marka bertujuan agar pergerakan kendaraan dari lengan persimpangan tidak utama (minor) memberikan prioritas atau kesempatan bergerak bagi arus kendaraan pada lengan persimpangan utama (mayor). d. Pengaturan dengan bundaran

Pengaturan dengan bundaran mengasumsikan bahwa ruas jalan dibundaran merupakan lengan persimpangan utama (mayor) sedangkan ruas jalan pada lengan bundaran lengan persimpangan tidak utama (minor). Tujuan dipakainya bundaran lalu lintas sebagai pengaturan lalu lintas adalah : 

Pengurangan kecepatan dengan cara membelokkan pergerakan-pergerakan yang lurus.



Untuk menciptakan gerakan yang berputar (rotasi) dan menghilangkan alih gerak yang berpotongan. Semua alih akan menjadi pergerakan-pergerakan bergabung, bersilang atau berpisah.



Untuk meningkatkan kapasitas persimpangan. Terdapat perlengkapan pengendalian simpang yang salah satunya

merupakan perbaikan-perbaikan kecil tertentu yang dapat dilakukan untuk semua jenis persimpangan sehingga dapat meningkatkan keselamatan dan efisiensi (Abubakar,1995), yang meliputi : 1. Kanalisasi dan pulau-pulau Unsur desain persimpangan yang paling penting adalah mengkanalisasi (mengarahkan) kendaraan-kendaraan ke dalam lintasan-lintasan yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi titik-titik dan daerah konflik. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan marka-marka jalan, paku-paku jalan (road stud), median-median dan pulau-pulau lalu lintas yang timbul. 2. Pelebaran jalur-jalur masuk Pelebaran jalan yang dilakukan pada jalan yang masuk ke persimpangan, akan memberi kemungkinan bagi kendaraan untuk mengambil ruang antar (gap) pada arus lalu lintas di suatu bundaran lalu lintas, atau waktu prioritas pada persimpangan berlampu pengatur lalu lintas.

10

3. Lajur-lajur percepatan dan perlambatan Pada persimpangan-persimpangan antar jalan minor dengan jalan utama, maka merupakan suatu hal yang penting untuk menghindarkan adanya kecepatan yangrelatif tinggi dari kendaraan-kendaraan jalan utama dengan kendaraan yang akan masuk ke jalan minor. Cara yang termudah adalah dengan menyediakan lajur-lajur tersendiri untuk keperluan mempercepat dan memperlambat kendaraan. 4. Lajur-lajur belok kanan Marka lalu lintas yang membelok ke kanan dapat menyebabkan timbulnya kecelakaan atau hambatan bagi lalu lintas yang bergerak lurus ketika kendaran tersebut menunggu adanya ruang yang kosong dari lalu lintas yang bergerak dari depan. Hal ini membutuhkan ruang tambah yang kecil untuk memisahkan kendaraan yang belok kanan dari lalu lintas yang bergerak lurus ke dalam suatu lajur yang khusus. 5. Pengendalian terhadap pejalan kaki Para pejalan kaki akan berjalan dalam suatu garis lurus yang mengarah kepada tujuannya, kecuali apabila diminta untuk tidak melakukannya. Fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki harus diletakkan pada tempat-tempat yangdibutuhkan, sehubungan dengan daerah kemana mereka akan pergi. Digunakan pagar dari besi untuk mengkanalisasi (mengarahkan) para pejalan kaki dan penyeberangan bawah tanah (subway) serta jembatan-jembatan penyeberangan untuk memisahkan para pejalan kaki dari arus lalu lintas yang padat, dengan mengarahkan dan memberikan fasilitas khusus.

Menurut (Sulaksono, 2001) simpang dirancang dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengurangi jumlah titik konflik 2. Mengurangi daerah konflik 3. Memprioritaskan pergerakan pada jalan utama/mayor (jalan yang

memiliki fungsi atau kelas yang lebih tinggi) 4. Mengontrol kecepatan 5. Menyediakan daerah perlindungan 6. Menyediakan tempat untuk kontrol lalu lintas 7. Menyediakan dimensi atau kapasitas yang sesuai

11

2.4

Simpang Tak Bersinyal

2.4.1

Kapasitas Persimpangan PKJI (2014) mendefinisikan bahwa kapasitas dihitung untuk total arus yang

masuk dari seluruh lengan simpang dan didefinisikan sebagai perkalian antara kapasitas dasar (Co) yaitu kapasitas pada kondisi ideal, dengan faktor – faktor koreksi yang memperhitungkan perbedaan kondisi lingkungan terhadap kondisi idealnya. Persamaan 1 adalah untuk menghitung kapasitas simpang. C = Co x FLPx FM x FUK x FHS x FBKi x FBKa x FRmi

1)

Dimana : C

= Kapasitas (skr/jam)

Co

= Kapasitas Dasar Simpang (skr/jam)

FLP

= Faktor koreksi lebar rata – rata pendekat

FM

= Faktor koreksi tipe median

FUK

= Faktor koreksi ukuran kota

FHS

= Faktor koreksi hambatan samping

FBKi

= Faktor koreksi rasio arus belok kiri

FBKa

= Faktor koreksi rasio arus belok kanan

FRMi

= Faktor koreksi rasio arus dari jalan minor.

2.4.2

Derajat Kejenuhan (DJ) DJ dapat dihitung menggunakan persamaan 9 : 𝐷𝐽 =

𝑞 𝑐

2)

Dimana : DJ

= derajat kejenuhan

q

= semua arus lalu linta (skr/jam)

C

= kapasitas simpang (skr/jam)

2.4.3

Tundaan Tundaan terjadi karena dua hal, yaitu tundaan lalu lintas (TLL) dan tundaan

geometric (TG). TLL adalah tundaan yang disebabkan oleh interaksi antara kendaraan dalam arus lalu lintas. Dibedakan TLL dari seluruh simpang, dari jalan

12

mayor saja, atau jalan minor saja. TG adalah tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan yang terganggu saat kendaraan-kendaraan membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti. T dihitung mengunakan persamaan 3. T = TLL + TG

Gambar 2.1 Tundaan lalu lintas simpang sebagai fungsi dari DJ Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

Gambar 2.2 Tundaan lalu lintas jalan mayor sebagai fungsi dari DJ Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

3)

13

2.4.4

Peluang Antrian PA dinyatakan dalam rentang kemungkinan (%) dan dapat ditentukan

menggunakan Gambar 2.3. PA tergantung dari DJ dan digunakan sebagai salah satu dasar penilaian kinerja lalu lintas simpang.

Gambar 2.3 Peluang Antrian (PA, %) pada simpang sebagai fungsi DJ Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

2.5

Simpang APILL Istilah kapasitas Simpang APILL

yang dipakai sebelumnya disebut

Simpang Bersinyal, pedoman ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas Simpang APILL untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL meliputi penetapan waktu isyarat, kapasitas ©, dan kinerja lalu lintas yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan (T), panjang antrian (PA), dan rasio kendaraan berhenti (RKB), untuk Simpang APILL 3 lengan dan Simpang APILL 4 lengan yang berada di wilayah perkotaan dan semi perkotaan. Simpang APILL digunakan untuk tujuan : 1. Mempertahankan kapasitas simpang pada jam puncak 2. Mengurangi kejadian kecelakaan akibat tabrakan antara kendaraan-keandaraan dari arah yang berlawanan.

14

2.5.1 

Prinsip Prinsip APILL adalah dengan cara meminimalkan konflik, baik konflik primer maupun konfil sekunder. Konflik primer adalah konflik antara dua arus lalu lintas yang saling berpotongan, dan konflik sekender adalah konflik yang terjadi dari arus luruh yang melawan atau membelok yang berpotongan dengan arus lurus yang melawan atau membelok yang berpotong dengan arus lurus atau pejalan kaki yang menyebrang.

Gambar 2.4 Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014



Untuk meningkatkan kapasitas, arus keberangkatan dari suatu pendekat dapat memiliki arus terlawan dan arus terlindung pada fase yang berbeda khusus pada kondisi dimana arus belok kanan pada lengan pendekat yang berlawanan arah sangat banyak, sehingga berpotensi menurunkan kapasitas san/atau menurunkan tingkat keselamatan lalu lintas simpang



Untuk meningkatkan keselamatan, pergerakan arus lurus dapat dipisahkan dari pergerakan belok kanan pada pendekat terlawan, tetapi hal ini akan menambah jumlah fase sehingga akan menurunkan kapasitas.



Untuk memenuhi aspek keselamtan, lampu isyarat pada Simpang APILL, harus dilengkapi dengan : -

Isyarat lampu kuning untuk memperingati arus yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir, dan

-

Isyarat lampu merah semua untuk menjamin agar kendaraan terakhir

15

pada fase hijau yang baru saja berakhir memperoleh watku yang cukup untuk keluar dari area konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama. Waktu ini berguna sebagai waktu pengosongan ruang simpang antara dua fase.

Gambar 2.5 Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL 2 fase Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

2.5.2

Penentuan lebar pendekat efektif (LE) Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L),

lebar masuk (LM), dan lebar keluar (LK). Jika BKiJT diizinkan tanpa mengganggu arus lurus dan arus belok kanan saat isyarat merah, maka LE dipilih dari nilai terkecil diantara LK dan (LM-LBKiJT). Pada pendekat terlindung, jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), tetapkan LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini hanya didasarkan pada arus lurus saja. Jika pendekat dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditetapkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.10

16

sebelah kiri. Jika pendekat tidak dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditentukan seperti ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kanan. Maka LM = L-LBKiJT

Gambar 2.6 Lebar pendekat dengan atau tanpa pulau lalu lintas Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

2.5.3

Arus jenuh dasar, S0 Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S0)

dengan faktor-faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktorfaktor penyesuaian untuk S0 adalah satu. S dirumuskan oleh persamaan 4). S = S0 x FHS x FUK x FG x FP x FBKi x FBKa

4)

Keterangan : FUK

: faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota,

FHS

: faktor penyesuaian S0 akibat HS lingkungan jalan

FG

: faktor penyesuaian S0 akibat kelandaian memanjang pendekat

FP

: faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut pendekat terhadap kendaraan yang parkir pertama

FBKa : faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kanan FBKi

: faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kiri

17



Untuk pendekat terlindung, S0 ditentukan oleh persamaan 5), sebagai fungsi

dari lebar efektif pendekat. Selain itu, penetapan nilai S0 untuk tipe pendekat terlindung, dapat ditentukan dengan menggunakan diagram yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7. S0 = 600 x LE

5)

Keterangan : S0 : arus jenuh dasar, skr/jam LE : lebar efektif pendekat, m

Gambar 2.7 Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P) Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014



Untuk pendekat tak terlindung (tipe O), dan: Tidak dilengkapi lajur belok-kanan terpisah, maka S0 ditentukan menggunakan

Gambar 2.8. sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKa,O. Dilengkapi dengan lajur belok kanan terpisah, maka gunakan Gambar 2.9, sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKa .

18

Gambar 2.8 Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan terpisah Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

19

Gambar 2.9 Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok kanan terpisah Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

20

Faktor Penyesuaian terdiri dari : a.

Tabel 2.1 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FUK)

Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

b. Tabel 2.2 Faktor Koreksi Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tidak Bermotor (FHS)

c. Faktor penyesuaian kelandaian sebagai fungsi dari kelandaian

Gambar 2.10 Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

21

d. Faktor penyesuaian parkir (FP) Faktor penyeuaian parker sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang parker pertama.

Gambar 2.11 Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP) Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

e. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa) pada pendekat tipe P dengan jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk

Gambar 2.12 Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa) .Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

22

f. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM

Gambar 2.13 Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

2.5.4

Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S Dalam menganalisis RQ/S perlu diperhatikan bahwa :

a.

Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q.

b.

Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q.

c.

Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan pembobotan .

𝑅𝑄/𝑆 = 2.5.5

𝑄

6)

𝑆

Waktu Siklus Dan Waktu Hijau Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Tahap

pertama adalah penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang dapat dilakukan

menggunakan

rumus

Webster

(1966).

Rumus

ini

bertujuan

meminimumkan tundaan total. Nilai c ditetapkan menggunakan persamaan 7) atau

23

dengan menggunakan Gambar 2.14. 7)

Keterangan : c

: waktu siklus, detik

HH

: jumlah waktu hijau hilang per siklus, detik

RQ/S

: rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh, Q/S

RQ/S kritis

: Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase yang sama

Σ RQ/S kritis : rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua RQ/S kritis dari semua fase) pada siklus tersebut. Nilai H didapat dari rumus : 8)

Keterangan: Hi : waktu hijau pada fase i, detik i

: indeks untuk fase ke i

Gambar 2.14 Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

24

2.5.6

Kapasitas Simpang APILL Kapasitas Simpang APILL (C) dihitung menggunakan persamaan 9). 𝐶 =𝑆𝑥

𝐻 𝑐

9)

Keterangan : C : kapasitas simpang APILL, skr/jam S : arus jenuh, skr/jam H : total waktu hijau dalam satu siklus, detik c : waktu siklus, detik

2.5.7

Derajat Kejenuhan (DJ) 𝐷𝐽 =

2.5.8

𝑄 𝐶

10)

Kinerja lalu lintas Simpang APILL

2.5.8.1 Panjang Antrian Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (NQ) dihitung dengan : 𝑁𝑄 = 𝑁𝑄1 + 𝑁𝑄2 Jika DJ>0,5; maka

Gambar 2.15 Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

11)

25

Jika DJ≤0,5; maka NQ1=0

Gambar 2.16 Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

Panjang antrian (PA) diperoleh dari perkalian NQ (skr) dengan luas area rata-rata yang digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2, dibagi lebar masuk (m), sebagaimana persamaan 12) 𝑃𝐴 = 𝑁𝑄 ×

20 𝐿𝑀

12)

26

2.5.8.2 Rasio Kendaraan Henti RKH, yaitu rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti akibat isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase yang sama pada pendekat tersebut, dihitung menggunakan persamaan 13) atau dapat pula menggunakan diagram dalam Gambar 2.17 𝑁

𝑅𝐾𝐻 = 0,9 × 𝑄 ×𝑄𝐶 × 3600

13)

Gambar 2.17 Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung menggunakan persamaan 14). 𝑁𝐻 = 𝑄 × 𝑅𝐾𝐻

14)

2.5.8.3 Tundaan

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitu 1) tundaan lalu lintas (TL), dan 2) tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat i dihitung menggunakan persamaan 15). 𝑇𝑖 = 𝑇𝐿𝑖 + 𝑇𝐺𝑖

15)

27

Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari persamaan 16) (Akcelik 1988) : 16)

Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekat i dapat diperkirakan penggunakan persamaan 17). 17) Keterangan: PB : porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat 2.5.9

Penilaian Kinerja Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu

lintas pada kondisi tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan Simpang. Jika nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka perlu dilakukan perubahan desain yang berkaitan dengan lebar pendekat dan membuat perhitungan baru.

28

2.6

Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas dapat dinyatakan dengan lalu lintas harian rata-rata per

tahun yang disebut dengan Average Annual Daily Traffic (AADT) atau lalu lintas harian rata-rata (LHR). Disamping volume lalu lintas juga dapat diukur dan dinyatakan dalam jam-jaman. Untuk memperoleh data LHR perlu dilakukan pencatatan secara terus menerus selama 24 jam setahun penuh. Menurut Ir. Suwarjoko Warpani (Rekayasa Lalu Lintas, 1988, hal.16-19) bila kita hendak menentukan arus lalu lintas rata-rata pada suatu ruas jalan selama setahun penuh, mungkin saja kita menghitung jumlah kendaraan yang melewati ruas ruas jalan itu selama 365 hari, dan jumlahnya kita bagi dengan 365. Pada kenyataannya, cara ini hanya dipergunakan pada sensus beberapa jalan utama, tetapi pada penilitian yang biasa tidak perlu dilakukan dengan cara ini. Dilihat dari variasi volume, dapat ditentukan lima ukuran volume yang digunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :

2.7

-

Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR)

-

Voleme lalu lintas mingguan rata-rata (LMR)

-

Voleme lalu lintas bulanan rata-rata (LBR)

-

Voleme lalu lintas tahunan rata-rata (LTR)

-

Voleme jam perencanaan Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Volume lalu lintas berubah-ubah sesuai dengan keadaan pada saat

pengamatan, satuan yang biasa digunakan untuk menghitung lalu lintas adalah volume lalu lintas harian rata-rata (LHR). Jumlah kendaraan yang memasuki Simpang dari semua lengannya selama beberapa hari (misal 7 hari) dibagi jumlah harinya, dinyatakan dalam satuan kend/hari atau skr/hari.

Adapun fungsi LHR untuk memberikan gambaran tentang variasi lalu lintas menurut waktu, misalkan jam dalam hari, hari dalam minggu, minggu dalam bulan,

29

bulan dalam tahun. Secara keseluruhan hasil pengukuran LHR akan memberikan hasil volume lalu lintas mingguan rata-rata.

2.8

Satuan Kendaraan Ringan (skr) Arus lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan ataupun persimpangan terdiri

dari campuran berbagai jenis kendaraan, seperti kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor. Aktivitas dari setiap jenis kendaraan tersebut akan berpengaruh terhadap keseluruhan arus lalu lintas seperti kecepatan lalu lintas, jumlah volume lalu lintas yang akhirnya berpengaruh terhadap besar kecilnya LHR dan VJP. Dikarenakan lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran berbagai jenis kendaraan seperti diatas, maka perlu diekivalensikan dengan kendaraan standar, yaitu satuan kendaraan ringan . Arus lalu lintas ini dirubah dari kendaraan per jam satuan kendaraan ringan (skr) dengan memperhitungkan faktor ekivalensi kendaraan ringan (ekr) sebagai faktor pengaruh. Satuan Kendaraan Ringan (skr) satuan arus lalu lintas, yaitu satuan arus dari berbagai tipe kendaraan yang diekivalenkan terhadap kendaraan ringan, termasuk kendaraan sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor, dengan menggunakan nilai ekr. Faktor konversi untuk jenis kendaran sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan dampaknya terhadap kapasitas jalan. Nilai ekr kendaraan ringan adalah satu. Berikut adalah penjabaran dari jenis kendaraan : 

Kendaraan Berat (KB) Kendaraan bermotor dengan dua sumbu atau lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan 12,0m atau lebih dengan lebar sampai dengan 2,5m, meliputi Bus besar, truk besar 2 atau 3 sumbu (tandem), truk tempelan, dan truk gandengan. Arus KB dalam jaringan jalan kota sangat sedikit dan beroperasi pada jam-jam lengang terutama tengah malam, sehingga dalam perhitungan kapasitas praktis tidak ada atau sekalipun ada dikatagorikan sebagai kendaraan sedang.

30



Kendaraan Ringan (KR) Kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan ≤ 5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil



Kendaraan Sedang (KS) Kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang kendaraan >5,5m dan ≤9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang.



Sepeda Motor (SM) kendaraan bermotor beroda dua dan tiga dengan panjang tidak lebih dari 2,5m dengan lebar sampai dengan 1,2 meliputi motor, skuter, motor gede (moge), bemo, dan cator.

Tabel 2.7 Klasifikasi Jenis Kendaraan

Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014

31

Related Documents

Bab 2 - Pkji
March 2021 0
Bab 1 Semester 2
February 2021 0
Boyolali Bps Bab 2
January 2021 1
Bab 2 Tmj
February 2021 0
Spm - Bab 13 - Versi 2
January 2021 0

More Documents from "franco radis"