Bab 2 Tmj

  • Uploaded by: iffal nuzrin
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Tmj as PDF for free.

More details

  • Words: 2,594
  • Pages: 17
Loading documents preview...
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga. Sendi temporomandibula merupakan satusatunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut brupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci. Kelainan sendi temporomandibula disebut dengan disfungsi temporomandibular. Kelainan TMJ meliputi bermacam-macam konndisi yang meenimbulkan rasa sakit dan perih disendi rahang. TMJ adalah sendi yang berupa sambungan dengan tulang rahang bawah ke tulang tengkorak kedua sisi kepala. Rahang bawah (mandibula) dengan tulang temporal dengan tengkorak Hal ini berperan dalam menentukan perawatan yang tepat untuk kasus trauma. Prosedur diagnosis yang sistematik merupakan prosedur penting untuk dikuasai oleh seorang dokter gigi. dengan mengevaluasi data yang diperoleh baik itu dari riwayat trauma, pemeriksaan klinis serta penunjang lainnya, akan diperoleh diagnosis yang tepat sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang rasional, holistik dan komprehensif. 1.2 Rumusan Masalah 1. Prosedur diagnosis - Anamnesa - Pemeriksaan secara umum - Pemeriksaan secara local - Pemeriksaan penunjang - Diagnosis

1

2. Pengertian kerusakan/kelainan TMJ ( dislokasi TMJ, ankilosis TMJ) - Mengetahui kerusakan/kelainan TMJ - Etiologi kerusakan/kelainan TMJ 3. penatalaksanaan kerusakan/kelainan TMJ - Bedah - Non bedah - Rujukan

2

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Prosedur diagnosis 2.1.1 Anamnesis Meliputi personal data, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan dan riwayat kesehatan gigi dan mulutnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa gejala dari kelainan temporomandibular dapat berasal dari gigi dan jaringan periodontal, maka harus dilakukan pemeriksaan secara seksama pada gigi dan jaringan periodontal. Selain itu, perlu ditanyakan tentang perawatan gigi yang pernah didapatkan, riwayat penggunaan gigi palsu dan gigi kawat. Keluhan utama pada pasien dengan, diantaranya :      

Pasien akan merasakan nyeri pada darah TMJ, rahang atau wajah Nyeri dirasakan pada saat membuka mulut Keluhan adanya “clicking sounds” pada saat menggerakan rahang Kesulitan untuk mem buka mulut secara sempurna Sakit kepala Nyeri pada daerah leher dan pungggung

2.1.2 Pemeriksaan Umum Inspeksi Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya. Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti bruxism Palpasi Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala. -

Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan

-

posterior Zygomatic arch (arkus zigomatikus). Masseter muscle Digastric muscle Sternocleidomastoid muscle Cervical spine

3

-

Trapezeus muscle, merupakan muscular trigger point serta menjalarkan

-

nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporal Lateral pterygoid muscle Medial pterygoid muscle Coronoid process

Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu : -

Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang

-

inferior m. pterigoideus lateral) Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

-

temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus medial) Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

-

pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral) Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

-

Pterigoideus lateral) Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m. temporalis)

Pemeriksaan tulang belakang dan cervikal: Dornan dkk memperkirakan bahwa pasien dengan masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ. Evaluasi pada cervical dilakukan dengan cara :  menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah terdapat asimetris kedua bahu atau deviasi leher  menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu ke depan  menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien seharusnya mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.  menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi), normalnya pergerakan ini sekitar 60 derajat  menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini 45 derajat 2.1.3 Pemeriksaan Keadaan Secara Lokal

4

Auskultasi : Joint sounds Bunyi sendi TMJ terdiri dari ‘kliking’ dan ‘krepitus’. ‘Kliking’ adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. ‘Krepitus’ adalah bersifat difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut bahkan keduanya. ’Krepitus’ menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. ’Kliking’ dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi ‘klik’ yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ ‘kliking’ sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop. Range of motio Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of motion diukur dengan :

 Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)  Lateral movement  Protrusio movement

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang Transcranial radiografi Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus diperhatikan antara lain :     

Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat. Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata. Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen. Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening, lipping.

5

Tomography Tomography sendi temporomandibular dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada pertengahan gambaran yang diinginkan termasuk juga Linear tomography dan complex tomography. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tomografi merupakan metode yang baik untuk menggambarkan perubahan tulang dengan arthrosis pada sendi temporomandibular. Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid, tomografi lebih terpercaya daripada proyeksi biasa dan panoramik. Secara klinis, posisi kondil tetap merupakan aspek yang penting dalam melakukan bedah orthognati and orthodontic studies. Kerugian yang paling besar dalam tomografi adalah kurangnya visualisasi jaringan lunak sendi temporomandibular, juga pada radiography biasa. Arthrography Terdapat dua tehnik arthgraphy pada sendi temporomandibular. Pada singlecontrast arthography, media radioopak diinjeksikan ke rongga sendi atas atau bawah atau keduanya. Pada double-contrast arthography, sedikit udara diinjeksikan ke dalam rongga sendi setelah injeksi materi kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua tehnik. Jika sejumlah kecil bahan kontras medium air disuntikkan pada ruang superior dan inferior sendi, diskus artikularis dan perlekatannya akan terlihat batasnya dan posisinya bisa dilacak sepanjang pergerakan mendibula. Keakuratan diagnosa posisi diskus 84% sampai 100% dibandingkan dengan the corresponding cryosectional morphology dan dari penemuan bedah. Performasi dan adhesi juga dapat ditunjukkan dengan teknik ini. Penelitian-penelitian telah menunjukkan

pentingnya

diagnosis

dan

identifikasi

kerusakan

sendi

temporomandibular internal. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan dengan menggunakan tehnik arthography, menunjukkan bahwa arthography dapat meningkatkan keakuratan diagnosa perforasi dan adhesi diskusi Sendi Temporomandibular dengan MRI. Computed tomography

6

Pada tahun 1980, computed tomography (CT) mulai diaplikasikan ankilosis sendi temporomandibular, fraktur kondil, dislokasi dan perubahan osseous. Pada laporan terdahulu, keakuratan dalam penentuan lokasi diskus tinggi (81%) jika dibandingkan

dengan

CT

dan

penemuan

bedah.

Beberapa

laporan

mempertimbangkan bahwa CT dapat menggantikan proyeksi arthrograpy dalam diagnosis

dislokasi

diskus

pada

kelainan

sendi

temporomandibular.

Bagaimanapun, keakuratan dari penentuan dislokasi diskus hanya sekitar 40%67% pada CT dalam studi material spesimen autopsi. Keakuratan dalam perubahan osseus dari sendi temporomandibular dalam CT dibandingkan dengan material cadaver sekitar 66%-87%. Beberapa laporan menunjukkan bahwa bukti arthrosis dalam radiograf dapat atau tidak dapat dihubungkan dengan gejala klinis nyeri disfungsi. Jadi pasien tanpa perubahan osseus changes di sendi temporomandibular, bisa saja merasa nyeri, dan asien tanpa gejala abnormalitas tulang bisa bebas nyeri. CT bukanlah metode yang baik untuk mendiagnosa kelainan sendi temporomandibular. Magnetic Resonance Imaging Beberapa penelitian telah membandingkan MRi sendi temporomandibular dengan arthography dan CT. Hasil MRI juga dibandingkan dengan observasi anatomi dan histologi. Pada penelitian terhadap spesimen autopsi, keakuratan MRI mengevaluasi perubahan osseus adalah 60% sampai 100% dan keakuratan mengevaluasi dislokasi diskus adalah 73% sampai 95. Semua penelitian diatas menunjukkan bahwa MRI adalah metode terbaik untuk pencitraan jaringan keras dan jaringan lunak sendi temporomandibular. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dislokasi diskus yang ditunjukkan MRI ternyata memeliki hubungan dengan cliking, nyeri, dan gejala disfungsi Sendi Temporomandibular lain. Setiap kali nyeri kliis dan gejala disfungsi sendi temporomandibular ditemukan tanpa adanya dislokasi diskus pada MRI maja diduga diagnosis pencintraan tersebut false positive atau false negative. Walaupun beberapa penelitian menyetujui bahwa nyeri otot adalah salah satu aspek utama kelainan TMJ, bukti perubahan patologis otot pengunyahan tidak diperhitungkan dalam diagnosis pencitraan. Beberapa laporan menunjukkan MRI tidak hanya merupakan metode yang akurat

7

untuk mendeteksi posisi diskus tetapi juga merupakan teknik potensial untuk mengevaluasi

perubahan

patologis

pengunyahan

pada

kelainan

Sendi

Temporomandibular. Akan tetapi, tidak ada laporan yang menghubungkan abnormalitas otot penguyahan pada MRI dengan gejala klinis.

2.2 Temporomandibular Joint (TMJ) 2.2.1 Definisi Temporomandibular joint ( TMJ ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan fossa gleinodalis dari tulang temporal. Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga. Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka, menutup mulut,

makan,

mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci Kelainan sendi temporomandibula disebut dengan disfungsi temporomandibular (TMD). Salah satu gejala kelainan ini munculnya bunyi saat rahang membuka dan menutup. Bunyi ini disebut dengan clicking yang seringkali, tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari adanya kelainan sendi temporomandibular.

8

2.2.2 Etiologi 

Makrotrauma : pukulan langsung pada mandibulabakibat kecelakaan atau aktifitas olahraga



kebiasaan parafungsional ( clenching, nail biting, pecil biting, excessively hard chewing, atau mengulang-ulang membuka mandibula di luar batas normal.



Support gigi posterior berkurang :peningkatan beban TMJ



Tekanan emosional yang terus-menerus : meningkatkan elevator torus otot yang dapat mencapai tekanan interartikular di antara TMJ dan mempengaruhi biomekanika normal



Teeth grinding dan teeth clenching (bruxism) meningkatkan penggunaan pada pembatas cartilage TMJ



Kebiasaan mengunyah permen karet atau mengigit kuku



Masalah dental dan maloklusi



Mengunyah pada satu sisi dapat menyebabkan masalah pada TMJ



Trauma rahang 9



Stress ( grinding dan clenching tanpa sadar)



Occupational tasks, menahan telepon di antara kepala dan bahu

2.2.3 Jenis-jenis Klasifikasi Temporo mandibular joint Disorder (TMD) oleh

America

Academy of Orofacial Pain: A. Bentuk yang mengalami deviasi 1. Kerusakan pada permukaan artikular 2. Disk yang tipis dan perforasi B. Displacement disk 1. Displacement disk dengan reduksi 2. Displacement disk tanpa reduksi C. Displacement of disc-condyle complex 1. Hypermobility 2. Dislokasi D. Kondisi inflamasi 1. Capsulitis and synovitis 2. Retrodiscitis E. Penyakit degeneratif 1. Osteoarthrosis 2. Osteoarthritis 3. Polyarthritides F. Ankylosis

10

1. Fibrous 2. Bony

2.2.4 Dislokasi TMJ Dislokasi TMJ sering terjadi dan dapat disebabkan oleh hipermobiliti mandibula. Subluksasi adalah displacement kondil yang dapat berkurang dengan sendirinya tanpa perawatan Kondisi yang lebih serius terjadi ketika kondil mandibula translasi ke anterior artikular eminence dan terkunci pada posisi tersebut. Dislokasi dapat terjadi ketika membuka mulut terlalu lebar seperti selama menguap, makan atatu karena prosedur dental. Managemen: 

Aplikasikan tekanan kebawah pada gigi- gigi posterior dan tekanan keatasa pada dagu, disertai displacement mandibula posterior



Jika dislokasi tidak dapat dilakukan perawatan atau tidak dapat dikurangi sesegera mungkin, maka dapat digunakan anastesi pada saraf auricular temporal dan otot mastikasi. Sedasi untuk mengurangi kecemasan pasien. Pasien diinstruksikan untuk membatasi pembukaan mandibula selama 2- 4 minggu. Aplikasikan panas dan obat- obatan nonsteroid antiinflamasi dapat mengontrol nyeri.

2.2.5 Ankilosis Ankilosis adalah immobilitas atau konsolidasi join akibat penyakit atau prosedur bedah.. Berdasarkan jaringan yang terkena Ankilosis fibrous

11

Jaringan fibrosa dapat melekat pada dinding posterior kapsul, fossa atau artikular eminence. Penyebab ankilosis yang paling sering adalah hematom sekunder pada trauma join atau dapat terjadi setelah pembedahan akibat perpanjangan synovitis Tanda dan gejala klinis: 

Jika disk terfiksasi pada fossa atau sepanjang eminence, translasi terbatas



Pembukaan mandibula terbatas



Defleksi pada sisi yang mengalami ankilosis saat membuka



Gerak kontralateral terbatas



Nyeri yang bervariasi, menunjukkan teganggan pada ligament disc sebagai usaha untuk meningkatkan saat membuka

Managemen: 

Jika pasien memiliki fungsi mandibula yang adekuat dan mengalami ketidaknyamanan ringan, maka tidak diindikasikan perawatan



Jika permasalahan tidak dapat ditolerir, pilih perawatan meliputi bedah arthroscopi dan kontrol terapi fisik

Ankilosis tulang Terjadi akibat proliferasi sel-s sel tulang yang menyebabkan penyatuan struktur keras TMJ sehingga terjadi immobilisasi komplit pada TMJ. Ankilosis bias terjadi karena infeksi, fraktur, atau inflamasi kronis. Dengan adanya antibiotik insiden ankilosis tulang jarang terjadi. Tanda dan gejala klinis: 

Gerak mandibula terbatas, defleksi kearah yang terlibat

12

Tidak nyeri Managemen: Koreksi dengan bedah pembukaan join untuk membuang tulang yang menyatu dan membentuk permukaan artikulais yang baru. 

Berdasarkan lokasi terkena

Ankilosis intrakapsular 

Berkurangnya jarak pembukaan mandibula, lateral



Diakibatkan dari fusi dri kondil, disk dan fossa komple



Penyebab utama makrotrauma sehingga menyebabkan fraktur kondil

Ankilosis ekstrakapsular 

Meliputi prosessus coronoid dan otot temporalis



Penyebab : pembesaran koronoid atau hiperplasi, trauma area zygomatik, infeksi disekitar otot temporal

2.2.6 PERAWATAN TMD A. Terapi non-bedah 1. Edukasi pasien 

Tahap awal perawatan oleh pasien sendiri adalah untuk membuat pasien waspada terhadap kondisi patologis yang mengakibatkan nyeri dan disfungsi

serta menjelaskan prognosis atau kemungkinan

perkembangan / meningkatkan nyeri atau disfungsi.

13



Pasien dapat menggunakan alat brefeed back monitor yang memberin informasi aktifitas muscular untuk membantu

pasien mengontrol

aktifitas ototnya 

Modifikasi pola makan dan latihan rutin dirumah juga merupakan bagian penting proses edukasi pasien

2. Medikasi 

Nonstreroidal antiinflamatory



Analgetik



Relaxant muscular

3. Terapi fisik Terapi fisik sangat berguna untuk management pasien dengan nyeri TMS dan disfungsi yang palingsering dilakukan adalah menggunakan EMG (elektromiographic) biofeed back dan training relaxasi, ultrasound, spray dan skectch dan pressure massage. Teknik relaxasi dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh stress pada nyeri otot dan sendi. Monitor EMG menyediakan instrumen audio dan visual yang dapat mengizinkan pasien untuk mendengarkan dan melihat peningkatan aktivitas otot. Ultrasound unit adalah suatu cara yang efektif untuk memproduksi tissue heaking dengan menggunakan gelombang ultrasonic yang mengubah aliran darah dan aktivitas metabolic pada levelnya lebih dalam dibandingkan dengan aplikasi moist-heat permukaan. Spray dan stretch adalah suatu metode efektif untuk memperbaiki jarak pergerakan . Rangsangan besar pada serabut saraf cutaneus dapat memproduksi suatu penghambat atau mengesampingkan pengaruh pada

14

input nyeri dari serabut / fiber-fiber yang lebih kecil yang berorigin pada otot dan joint. Dengan penyemprotan suatu material vapoocolant diatas permukaan lateral wajah/otot mastikasi dapat tertarik secara pasif atau aktif dengan berkurangnya level nyeri karena penghambatan input dari stimulasi di serabut atau fiber-fiber cutan. B. Terapi bedah 1. Arthosintesis 

Anastesis local dan sedasi intra vena



Penempatan jarum kedalam space superior sendi



Injeksi sejumlah kecil located ringer solution to distance the joint space dan kemudian ditarik dan dievaluasi untuk tujuan diagnosis jika diperlukan Distanding joint secara jelas mengeliminasi tekanan negative dari

beberpa kasus displacement diskronis dapat berkembang diantara dis dan vosa. Dengan artosisntesis dintansion dibawah tekanan dan mengeluarkan adhesi-adhsei ini 2. Arthroscopy Penempatan canula kecil kedalam ruang joint superior. Kemudian dimasukkan suatu arthroscopy melalui canula kedalam superior joint space kemudian dihubungkan dengan monitor. Teknik untuk koreksi disorder intra capsular. 3.

Disrepositioning surgery

15

Indikasi anterior disk displacement yang tidak rapat dirawat dengan treatment non bedah dan sering mengakibatkan nyeri kliking menetap. Pada teknik ini disk yang mengalami displacement ditempatkan lagi diposisi yang lebih normal dengan membuang jaringan dari perlekatan posterior disk dan menjahit disk kembali pada posisi yang benar. BAB 3 KESIMPULAN Jadi, Kelainan TMJ meliputi bermacam-macam konndisi yang menimbulkan rasa sakit dan perih disendi rahang. TMJ adalah sendi yang berupa sambungan dengan tulang rahang bawah ke tulang tengkorak kedua sisi kepala. Rahang bawah (mandibula) dengan tulang temporal dengan tengkorak.

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Forence RJ,Oral and maxillofacial Surgery vol.4,WB Sauders company Philadelpia,2000 2. Archer, Oral and

Maxillofacial

5th.,

WB

Sauders

Compani,

philadelpia,1975 3. Peterson, Ellis, Conteporary Oral and Maxillofacial surgery, Elsevier,2007

17

Related Documents

Bab 2 Tmj
February 2021 0
Bab 1 Semester 2
February 2021 0
Boyolali Bps Bab 2
January 2021 1
Bab 2 - Pkji
March 2021 0
Spm - Bab 13 - Versi 2
January 2021 0

More Documents from "franco radis"

Bab 2 Tmj
February 2021 0