Batik Indonesia

  • Uploaded by: MALT STUDIO
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Batik Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 4,221
  • Pages: 55
Loading documents preview...
B AT I K I N D O N E S I A

Buku ini sepenuhnya didukung Yayasan Batik Indonesia. Informasi yang ada dalam buku ini adalah bagian dari tanggung jawab penulis. ©2019

Published by

Design by

Yayasan Batik Indonesia

MALT Studio

Concept by Yayasan Batik Indonesia Project Coordinators Diana Santosa Komarudin Kudiya Aditya Putra Rahadian Indra Mukti Ryana Kharismawati

[email protected] Designers Jesselyn Nathania Tafarrel Hakim Tohir Hana Fairuzia Nadira Design Technologist Argi Tendo

Authors e.a. natanegara Dira Djaya

Copyright by Yayasan Batik Indonesia, 2019 Jl. Talang No.3 , Proklamasi, Jakarta Pusat Phone: (+62 21) 390-4367, 525-3790, 525-5509 ext. 2793 Fax: (+62 21) 52-53790 YayasanBatikIndonesia.id [email protected] Penerbit telah mencoba menjangkau semua pemegang hak cipta dan berupaya untuk menghormati hak-hak pihak ketiga. Jika hak tersebut diabaikan dalam kasus individual karena alasan di luar kendali penerbit dan beberapa sumber foto belum terdaftar, penerbit meminta maaf dan kesalahannya adalah dikoreksi dalam edisi mendatang. Tidak ada bagian dari publikasi ini yang boleh direproduksi atau dialihkan dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, elektronik atau mekanik, termasuk fotokopi, rekaman atau sistem penyimpanan dan pengambilan informasi lainnya, tanpa izin terlebih dahulu dari penerbit.

Dicetak di atas

Percetakan

Sampul: Coronado Stipple White 216gsm

PT. Harapan Prima Printing

Isi: Garda Pat Kiara 115gsm

Sampul Tambal Kanoman (kain; batik tulis; Yogyakarta) Edisi Khusus Yayasan Batik Indonesia Jakarta, September 2019 All rights reserved

Koleksi Museum Batik Danar Hadi

B AT I K INDONESIA dipersembahkan oleh

Daftar isi Daftar Isi

Bab V

Hal. 03

Bunga Rampai Ragam Hias Batik Hal. 39

Bab I Batik di Indonesia

Kiat-Kiat Mencuci dan Menyimpan Batik

Hal. 07

Hal. 47

Bab II

Yayasan Batik Indonesia

Batik dan Bukan Batik

Hal. 49

Hal. 19

Bab III

Appendix

Menghargai Batik

Hal. 51

Hal. 23

Bab IV Menjadi Identitas Bangsa Hal. 35

4

5

Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua. Kebanggaan masih terasa ketika sepuluh tahun lalu ketika UNESCO menetapkan batik sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity dari Indonesia. Sudah menjadi kewajiban bagi kita semua untuk mengemban amanah tersebut sebaik-baiknya dengan cara terus menjaga keluhuran budaya dan mengembangkan kreativitas seni batik nusantara. Alhamdulillah, kita telah membuktikannya dengan pertumbuhan perajin batik yang amat pesat dan kini berkembang hampir di seluruh wilayah tanah air. Batik pun semakin masif dipergunakan oleh rakyat Indonesia, bahkan tampil dalam berbagai panggung busana kelas dunia. Batik telah mampu menjadi identitas nasional yang lintas daerah dan lintas etnis; menjadi simbol pemersatu dalam kreativitas seni yang beragam. Dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional 2019, saya sangat menghargai upaya Yayasan Batik Indonesia dalam mengungkapkan rasa kebangsaan dan kebanggaan terhadap warisan budaya Indonesia ini, antara lain melalui persembahan buku ‘Batik Indonesia’. Buku ini sangat enak dibaca, dibuat sederhana dalam dua bahasa, ringkas, mudah dimengerti, dan informatif yang akan menarik untuk generasi muda Indonesia baik di dalam, maupun di luar negeri. Perjalanan batik di Indonesia merupakan sebuah perjalanan panjang yang telah membuktikan dedikasi para pembatik, seniman, dan juga industriawannya. Sudah sepantasnya semangat melestarikan dan menghargai batik terus dihidupkan dengan berbagai cara yang edukatif. Saya berharap buku ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia untuk terus mencintai, memiliki, dan mengenakan batik-batik Indonesia dengan berbagai kualitas yang disandangnya. Untuk itu saya menyampaikan terima kasih, rasa bangga, dan penghargaan kepada semua pihak yang senantiasa mendukung perkembangan dan pelestarian batik, juga kepada seluruh perajin batik, pencinta dan pemerhati batik Indonesia yang tergabung dalam Yayasan Batik Indonesia (YBI). Semoga batik Indonesia akan tetap memiliki citra positif di mata dunia, berjaya, dan lestari sepanjang masa. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, 30 September 2019 Presiden Republik Indonesia

JOKO WIDODO

Bab I

BATIK DI INDONESIA

Budaya mengenakan kain batik di Jawa, lahir dari lingkungan keraton yang ‘melengkapinya’ dengan filosofi kehidupan: perpaduan antara matra, seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian. Singkatnya, batik lahir bukan sekadar benda niaga, tetapi merupakan bagian dari kehidupan. Seiring dengan waktu, keindahan batik mulai dilirik potensinya sebagai sebuah benda niaga. Kata ‘batick’ sendiri sudah disebutkan sebagai barang yang diekspor dalam sebuah manifes pelayaran dari Batavia pada tahun 1641. Keindahan kain batik terdengar sampai ke Eropa dan berbagai usaha untuk meniru proses pewarnaan ini tidak membuahkan hasil. Batik dari Indonesia tetap merupakan yang terbaik. Teknik pewarnaan celup rintang, memang bukan teknik asli Indonesia. Teknik ini sudah digunakan di Mesir, Cina, Jepang, India, Afrika Barat, Asia Tengah, bahkan di wilayah Indonesia sendiri seperti Jawa Barat (kain simbut) dan Toraja (kain ma’a). Tetapi, teknik pewarnaan yang menghasilkan kain batik yang kita kenal sekarang, yaitu teknik celup rintang dengan menggunakan canting tulis atau canting cap dengan lilin panas, merupakan teknik yang kemudian berkembang dan mencapai puncak kejayaannya di Jawa. Sekarang ini batik adalah representasi dari sebuah warisan tradisi, sering memiliki kesan berseberangan dari modernitas (kemajuan). Sementara kemajuan hampir selalu berdampak pada lapuknya tradisi. Sudah menjadi kewajiban Indonesia untuk melindungi ‘batik’ dari perubahan waktu dan mempertahankan esensi dari selembar kain yang memiliki filosofi ini.

8

Bab I

Rentang Waktu: Sejarah Batik di Indonesia

1. Pra Islam Ragam hias yang kemudian populer dalam batik seperti lereng, ceplok, sidomukti, dan kawung sudah terlihat pada arca-arca yang berasal dari candi Hindu seperti candi Prambanan, candi Singosari dan candi Banon, serta lokasi-lokasi yang kental dengan tradisi Hindu seperti di daerah Dieng.

2. Batik Keraton Setiap lembar kain batik bukan hanya kain penutup tubuh, tetapi yang paling penting tata susun ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan antara matra, seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya, yaitu lingkungan keraton.

3. Pola Larangan Batik mulai keluar keraton, sehingga pola ragam hias keraton tidak diperkenankan digunakan orang biasa. Pola-pola tersebut dikenal sebagai pola larangan, antara lain lereng, parang, kawung (Yogyakarta) dan semen ageng.

Batik di Indonesia

4. Pertengahan Abad-19 : Batik Cap Seiring dengan makin maraknya permintaan akan batik, muncul juga teknik baru dalam membatik, yaitu cap. Teknik cap ini langsung dirasa dapat membantu mempercepat proses pembatikan sehingga harga jual kain batik tidak lagi terlalu mahal.

6. Akhir Abad-19 : Pendidikan Berkembang Tata krama Eropa terutama dalam berpakaian menyebar. Perubahan paling terasa di antara pria, di mana pakaian bergaya barat memberikan arti “kemajuan” dan “modernitas”. Pemakaian kain batik mulai bergeser, digantikan celana panjang bergaya barat.

5. Zaman Kolonial Belanda Untuk rakyat kebanyakan, VOC mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengharuskan rakyat tetap mengenakan “pakaian nasional”. “Pakaian nasional” yang dimaksud adalah pakaian tradisional masingmasing daerah; di Jawa berupa kain batik yang digunakan sebagai jarit. Disebabkan pakaian bergaya barat hanya boleh dikenakan oleh orang Eropa dan Nasrani.

10

Bab I

9. Batik Seragam Mulai terjadi salah kaprah secara masal dari definisi ‘batik’. Kata ‘batik’ tidak lagi sepenuhnya ditujukan pada proses yang menggunakan malam panas, melainkan pada pola ragam hias, sehingga tekstil batik pun disebut batik. Padahal, tekstil batik adalah tekstil produksi “pabrik” dengan motif bergaya seperti ragam hias batik dan sama sekali tidak menggunakan lilin panas sebagai perintang warna di dalam proses pembuatannya.

7. 1950-an Dari kecintaannya terhadap kostum kebaya dan rasa nasionalisme, Sukarno kemudian mengambil mengaplikasikan “persatuan” dengan menggunakan kain batik. Pada sekitar tahun 1950 lahirlah “batik Indonesia” yang menyatukan desain pola ragam hias batik keraton dengan proses tata warna batik pesisir. Konsep ini mendapat tanggapan baik dari seniman batik, antara lain Ibu Soed dengan batik “Terang Bulan”, Ibu Sakrie, Ibu Setyowati, dan KRT Hardjonagoro (Go Tik Swan).

8. 14 Juli 1972 Orang jarang menggunting batik untuk dijual sebagai busana, kecuali untuk kebutuhan sendiri dan dipakai di rumah. Baru setelah Ali Sadikin sebagai gubernur Jakarta, ia menetapkan batik sebagai pakaian resmi pria di wilayah DKI Jakarta, terjadi ombak besar yang kemudian mengubah cara orang Indonesia melihat batik. Kain batik mulai dilihat potensinya sebagai tekstil untuk dijadikan bukan hanya busana bergaya barat, melainkan juga sebagai keperluan dekorasi rumah.

Batik di Indonesia

10. Hari Batik Nasional Tahun 2009, UNESCO menyatakan batik Indonesia sebagai “Budaya Tak-benda Warisan Manusia”, karena melihat kedudukan kain batik ini mempunyai makna yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Kain batik yang diakui sebagai warisan budaya adalah kain yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang baik dengan canting tulis maupun canting cap untuk menorehkan lilin panas, serta di dalamnya terkandung simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal, misalnya kain untuk menggendong bayi, kain untuk dikenakan pengantin, kain untuk waktu duka, dan lain-lain. Singkat kata, kain batik idealnya, walau di tengah kemajuan zaman, adalah selembar kain yang memiliki makna seni, adat, lingkungan, dan pandangan hidup dengan teknik pengerjaan perintang warna menggunakan canting tulis atau canting cap dan malam panas. Pada tahun yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Batik Nasional sebagai bentuk peringatan akan pengakuan UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan) terhadap batik Indonesia, yang masuk ke dalam Daftar Perwakilan Warisan Budaya Tak-Benda (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). Dalam rangka merayakan pencapaian global tersebut, Presiden SBY meminta rakyat untuk mengenakan pakaian batik terbaik mereka.

12

Bab I

Batik: Gita Sejarah yang Indah

13

Batik di Indonesia

14

Bab I

15

Batik di Indonesia

16

Bab I

Batik di Indonesia

18

Bab II

BATIK DAN BUKAN BATIK

Batik Itu Apa? Bila menyebut kata batik, yang harus pertama kali terbayang adalah PROSES pembuatannya dan bukan hanya sekadar ragam hiasnya. Secara resmi, definisi batik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah “proses pewarnaan teknik celup rintang dengan canting tulis atau canting cap, menggunakan lilin panas”. Celup rintang (dye resist) adalah teknik pemberian warna pada sehelai kain. Untuk itu dibutuhkan lilin panas untuk merintangi bagian kain agar tidak terkena warna, sementara bagian yang tidak dilapisi lilin akan menyerap cairan pewarna. Pembubuhan malam dan mewarnai ini dilakukan berkali-kali. Sebelum akhirnya kain itu di-lorod agar semua malam rontok dan ragam hias akan tampak berwarna seperti yang diinginkan. Jelas bukan proses mudah dan cepat.

“Proses pewarnaan

teknik celup rintang dengan cap atau canting, menggunakan lilin panas.

20

Bab II

Mata Jeli: Membedakan Batik dan Bukan Batik Batik Tulis Menorehkan lilin panas dengan canting tulis maka hasil akhirnya disebut BATIK TULIS. Dahulu, pembatikan dilakukan di kedua sisi kain, sehingga bagian depan sama dengan bagian belakang. Tetapi, sekarang pembatikan hanya dilakukan satu sisi disebabkan pertimbangan waktu dan harga jual akhir.

Ciri-ciri: Bau lilin batik, jumlah-ukuranjarak-bentuk isen tidak sama, terdapat rembesan warna karena tipisanya goresan malam, dan goresan bekas malam tidak selalu tepat sama pada garis klowong.

Batik Cap Menorehkan lilin panas dengan canting cap maka hasil akhirnya disebut BATIK CAP.

Ciri-ciri: Bau lilin batik, jumlah-ukuranjarak-bentuk isen selalu sama (seragam), dan ragam hias utama berulang secara seragam atau terlihat ada pergeseran dalam setiap pengulangan.

21

Batik dan Bukan Batik

Batik Kombinasi Tulis-Cap Jika menorehkan lilin panas dengan menggunakan gabungan canting tulis dan canting cap hasil akhirnya disebut BATIK KOMBINASI.

Ciri-ciri: Merupakan gabungan dari kedua sifat batik tulis dan batik cap. Biasanya ragam hias utama dilakukan dengan canting cap dan isen-isen atau cecek dilakukan dengan canting tulis.

Kain Tekstil Bermotif Batik Ini BUKAN batik, sebab menggunakan teknik sablon atau screen printing untuk meniru pola ragam hias batik.

22

Bab III

MENGHARGAI BATIK

Alat-Alat untuk Membatik 1a.

wajan kecil

1b.

kompor kecil

2.

canting tulis

3.

canting cap

4.

malam / lilin

5.

kain mori

24

Bab III

Proses Batik Tulis

Selain canting tulis, malam, wajan, dan kompor, seorang pebatik juga membutuhkan gawangan tempat menggantung kain yang sedang dikerjakan dan juga bangku kecil (dingklik).

25

Menghargai Batik

Canting tulis terdiri dari tiga bagian utama: gagang yang terbuat dari kayu/bambu, nyamplung tempat menampung lilin panas, dan cucuk (ujung canting).

Setelah pola ragam hias dijiplak ke permukaan kain mori, tahap berikutnya adalah klowong, mengikuti garis pola ragam hias dengan lilin panas.

26

Bab III

Ini adalah proses pembuatan batik tulis tradisional pola Sidomulyo yang menggunakan warna cokelat dan biru.

27

1.

2.

Menyiapkan kain mori untuk dibatik dengan dicuci, dikanji, dan di-kemplong.

Mbathik/klowongan: menggambar pola ragam hias menggunakan lilin panas dengan canting di atas kain mori.

3.

4.

Nembok: menutup bagian yang akan dibiarkan warna putih dengan lilin panas.

Medel: mencelup kain setelah tahap nembok ke dalam warna biru.

Menghargai Batik

5.

6.

Ngerik: mengerok lilin dari bidang yang akan diberi warna cokelat.

Mbironi: menutup bagian yang sudah biru dan tetap akan berwarna biru, sekaligus bagian yang akan menjadi isen-isen dengan lilin panas.

7.

8.

Nyoga: mencelup kain dalam warna cokelat.

Nglorod: merebus kain berlilin dengan air mendidih, sebagai tahap akhir dari proses pembuatan batik tradisional. 28

Bab III

Proses Batik Cap Ini adalah tahapan pembuatan batik cap, bila ingin membuat batik cap dengan berbagai warna, maka tahapan ini harus diulang-ulang dari awal. Canting cap terdiri dari berbagai jenis sesuai fungsinya, yaitu canting cap klowong dan canting cap nembok.

1.

2.

Gelar kain mori di atas meja khusus untuk mencap, yaitu meja yang sudah dialasi sehingga memiliki permukaan agak lunak. Siapkan cairan lilin panas dalam kompor sampai mencair dan mencapai suhu sekitar 70 derajat Celcius

Setelah cair, masukkan canting cap sekitar 1-2 cm dalam lilin panas.

3.

4.

Letakan canting cap di atas kain mori dengan agak ditekan sehingga cairan malam dapat meresap sampai tembus ke belakang kain.

Setelah proses pengecapan selesai, kain siap diwarnai.

5. Kain yang sudah kering dari pewarnaan, kemudian direbus (nglorod) untuk menghilangkan lilin.

29

Menghargai Batik

Betul bahwa membuat batik cap mempermudah dan mempercepat pembuatan batik, tetapi sesungguhnya memerlukan ketelitian dan ketepatan sehingga garis yang dihasilkan tidak terputus dan rapi.

Walaupun loyang dan kompor untuk canting cap terlihat kuno, tetapi konstruksi seperti ini sudah digunakan hampir dua abad untuk menjaga agar temperatur malam tidak terlalu panas, tetapi juga tidak terlalu dingin, berkisar 70 derajat Celcius.

Canting cap zaman sekarang banyak terbuat dari lembaran tipis plat tembaga yang dibentuk sesuai dengan ragam hias yang diinginkan.

30

Bab III

Proses pewarnaan sintetik yang menghasilkan warna soga.

31

Menghargai Batik

Membilas kain batik setelah proses nglorod (membersihkan lilin).

Terik sinar matahari harus dihindari kala menjemur kain batik.

32

Bab III

Pewarnaan: Alami dan Sintetis Dalam proses mewarnai kain batik dapat dilakukan dengan dua cara: menggunakan zat pewarna dari alam dan zat pewarna sintetis. Proses pewarnaan kain batik secara tradisional pada awalnya amat sederhana dan hanya menggunakan satu warna, merah-putih (bang-bangan) atau biru-putih (kelengan). Dalam perkembangannya zat warna nabati yang digunakan makin beragam, sampai sekarang. Menyiapkan pewarna alami sebenarnya cukup sederhana, tapi membutuhkan kerja keras dan amat tergantung pada sinar matahari. Berbagai tumbuhan di alam yang memiliki kandungan zat warna yang kuat menjadi andalan pewarnaan alami, antara lain: biru (tom/indigo), merah (akar mengkudu, kayu mahoni, secang), kuning (buah jelawe, kayu nangka, daun mangga kweni), dan cokelat (kulit dan kayut tingi). Sudah tentu bahan nabati ini masih dicampur zat pengunci antara lain seperti tawas, tunjung, kapur, dan lain-lain. Proses ini dapat makan waktu berminggu-minggu tergantung dari warna yang diinginkan dan teriknya sinar matahari untuk proses pengeringan setiap tahap pewarnaan. Penggunaan pewarnaan sintetis menawarkan kestabilan warna, waktu pengerjaan singkat, dan lebih mudah dalam pencampuran warna sehingga dapat menghasilkan nuansa warna yang lebih kaya. Ada empat jenis pewarna sintetis yang biasa dipakai untuk menghasilkan nuansa warna tertentu: naphtol (untuk warna-warna tua), indigosol (untuk warna pastel atau nuansa lembut), dan reaktif (warna menyala).

33

Menghargai Batik

Nuansa warna dengan menggunakan zat pewarna sintetis menghasilkan warna-warna bersaturasi kuat yang beraneka ragam.

Nuansa warna dengan menggunakan zat pewarna alam cenderung menghasilkan warna-warna lembut. Warna hijau ini dihasilkan oleh tanaman jalawe (kuning) dan indigo (biru).

34

Bab IV

MENJADI IDENTITAS BANGSA

Siapa yang sekarang bisa mengingkari batik sebagai salah satu produk unggulan dan kebanggaan nasional? Akhir-akhir ini tidak berlebihan jika menyebut bahwa batik sudah bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kepopuleran batik sekarang tidak lepas dari pemikiran tokoh-tokoh Indonesia yang sudah bisa melihat potensi batik jauh-jauh hari sebelum kebanyakan penduduk Indonesia. Gebrakan Ali Sadikin pada awal 1970-an lantas membuat batik sebagai pakaian nasional modern tersebar ke seluruh nusantara dan mentas di panggung nasional. Sekarang seluruh rakyat Indonesia sudah mengenakan batik tanpa melihat batik sebagai hasil karya bangsa yang diidentifikasikan dengan satu daerah. Kemunculan para seniman dan penggiat batik berhasil menempatkan batik di hati banyak orang Indonesia, bahkan di dunia. Yayasan Batik Indonesia, sebagai salah satu penggiat batik juga dapat melihat kerja kerasnya tidak sia-sia. Berbagai daerah di Indonesia, baik yang memiliki tradisi batik atau tidak, berlomba-lomba meminta pada YBI untuk mengajarkan bagaimana caranya membatik untuk mengangkat potensi daerah masing-masing. Tidak ada yang menyangka begitu banyak seniman batik yang kembali menggali tradisi lama yang sudah ada, menghidupkan-mengolah-memodifikasi demi menghasilkan suatu karya yang tidak melupakan akar sejarah bangsa sekaligus menciptakan potensi baru. Kalau sekarang batik mentas di panggung baik nasional maupun internasional, ini memang sudah sepantasnya karena batik adalah hasil karya kolektif kebanggaan Indonesia akhirnya bisa menjejak dengan mantap di Tanah Air karena keindahan dan sejarahnya.

36

Buat peta ini menjadi lebih hidup! Untuk mengaktifkan augmented reality, ikuti instruksi yang ada di akhir buku.

Bab V

BUNGA RAMPAI RAGAM HIAS BATIK INDONESIA

1.

Minangkabau

Batik Tanah Liek

Memiliki arti ‘tanah liat’, karena zaman dahulu diwarnai tanah liat. Batik pengaruh Cina ini sempat hilang, tetapi berhasil dihidupkan kembali pada pertengahan tahun 1990-an.

2.

jambi

Bungo Kaco Piring

Catatan pertama batik ada di Jambi ditulis pada awal abad ke-20, yang kemudian menjadi marak kembali pada 1980-an dengan diadakannya pelatihan untuk menggali kembali akar budaya.

3.

bengkulu

Batik Besurek

Diperkenalkan orang Arab dan India pada abad ke-17 kepada masyarakat Bengkulu. Ragam hiasnya berupa kaligrafi Arab, dalam bahasa Bengkulu besurek berarti bersurat atau tulisan.

4.

palembang

Batik Laseman

Dari namanya dapat diketahui bahwa batik Lasem merupakan salah satu yang populer di Palembang. Biasanya bercorak kental dengan pengaruh Cina, nuansa merah, biru, dan putih.

40

Bab V

5.

lampung

Kapal Naga

Ragam hias kapal naga merupakan pola populer dalam kain tapis Lampung. Batik ini merupakan sebuah usaha mengangkat budaya lokal dengan menggunakan teknik membatik.

6.

garut

Merak Ngibing

Merak Ngibing adalah pola hias merak yang sedang bersolek dan dijadikan sebagai salah satu ciri khas Garutan walaupun pola hias ini juga ada di daerah lain, seperti Madura dan Indramayu.

7.

Indramayu

Kain Sisihan

Awalnya, batik Indramayu hanya diwarnai biru tua atau merah tua dengan latar putih. Tetapi, pada akhir 1800-an, muncul warna cokelat kehitaman dengan hiasan bunga dan daun kapas.

8.

CIREBON

Mega Mendung

Ini merupakan pola hias pengaruh Cina; awan terdiri dari gradasi biru berlatar merah; garis awan dihasilkan dengan pewarnaan langsung menggunakan kuas, dan latar diwarnai dengan celup tong.

41

Bunga Rampai Ragam Hias Batik Indonesia

9.

CIREBON

Paksi Naga Liman

Pola Paksi Naga Liman dapat dilihat sebagai simbol dari percampuran budaya yang harmonis di Cirebon: Perso-India, Hindu, Cina, dan lokal.

10.

Cirebon

Taman Arum

Salah satu ragam hias Cirebon yang unik adalah menggambarkan taman istana dalam nuansa warna biru kehitamancokelat-krem dan taman ini dipenuhi tumpukan batu karang (wadas).

11.

Banyumas

Ayam Puger

Merupakan ragam hias khas Banyumas yang dalam perkembangan batiknya banyak mendapatkan pengaruh dari keraton Yogyakarta dan Surakarta.

42

Bab V

12.

PEKALONGAN

Batik Belanda (1840-1940)

Batik Belanda adalah karya pebatik Belanda atau Indo-Eropa yang banyak tinggal di pesisir utara Pulau Jawa. Pola coraknya khas, dominan bunga dalam warna cerah.

13.

pekalongan

Jlamprang (1890-1970)

Langgam Jlamprang pertama kali muncul disebabkan keinginan untuk meniru kain patola dari India. Batik ini banyak dikerjakan di Pekalongan di daerah kampung Arab.

14.

Solo

Semen Rante

Semen adalah salah satu pola kuno, ragam hias utama dari semen adalah meru (gunung Mahameru) yang merupakan persemayaman para dewa.

43

Bunga Rampai Ragam Hias Batik Indonesia

15.

SOLO

Parang Curiga

Ragam hias ini terdiri dari bentuk keris (curiga). Pola parang sendiri juga merupakan pola asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman keraton Mataram Kartasura (Solo).

16.

Solo

Buket Pakis

Pada akhir 1800-an Puri Mangkunegara memiliki ‘bengkel’ batik yang dikelola oleh Ny. Van Gentsch Gottlieb. Pola ini adalah salah satu yang dihasilkan pusat pembatikan tersebut.

17.

Yogyakarta

Lung Gurdha

Sawat (ekor dan sayap) dan lar (sayap tunggal) merupak stilisasi garuda, hewan mitologi Hindu. Zaman dulu ragam hias ini khusus untuk raja dan keluarganya.

18.

Yogyakarta

Peksi Piningit

Pola kawung menjadi pengisi latar, sementara ragam hias utama selang-seling diisi pola peksi piningit (burung) dan bintang delapan sebagai lambang keraton Yogyakarta.

44

Bab V

19.

Yogyakarta

Parang Rusak Seling Nitik

Pada batik ini, pola parang menyelingi beragam pola nitik yang dihasilkan canting tulis berujung persegi, konon untuk menghasilkan efek seperti tenun.

20.

TULUNGAGUNG

Buket Ceprik Pacit Ungker

Walaupun tradisi membatik di Tulungagung masih terhitung muda, tetapi batik dari daerah ini telah memiliki ciri khas.

21.

TUBAN

Lokcan

Lokcan adalah sebutan ‘selendang sutera’ dari pesisir utara Jawa pada awal abad 20. Pola coraknya: bunga kapas, tumbuhan merambat, dan burung hong yang umumnya berwarna mirip roti bakar. Contoh ini adalah lokcan Tuban di atas tenun gedhog diwarnai indigo.

22.

Madura

Barna’an

Batik ini padat dengan pola seperti atap surau bertumpuk yang berbatasan dengan bentuk geometris. Ini membuat pemakainya bebas memilih tampilan yang mana.

45

Bunga Rampai Ragam Hias Batik Indonesia

23.

MADURA

Tase’ Malajeh

Merupakan ragam hias khas dari Tanjung Bumi, tase’ berarti laut digambarkan dengan warna biru muda dan biasanya diwarnai dengan teknik pewarnaan gentongan.

24.

TORAJA

Batik Toraja

Toraja dari zaman dahulu sudah memiliki teknik mewarnai kain dengan celup rintang, tetapi menggunakan semacam bubur beras, bukan lilin panas (kain ma’a). Selain itu daerah ini memiliki ragam hias yang sekarang amat cocok untuk dijadikan batik.

25.

PAPUA

Batik Papua

Batik terbukti menjadi salah satu teknik pewarnaan yang dapat digunakan untuk melestarikan filosofi budaya. Sekarang proses batik cap sudah dilakukan di Papua dengan mengambil ragam hias lokal.

46

kiat-kiat mencuci dan menyimpan batik

47

Kain Batik (Pewarnaan Alami) Kain dikucek dengan air rendaman buah lerak atau sabun lerak. Jemur di tempat teduh sampai kering, jangan terkena sinar matahari.

Kain Batik (Pewarnaan Sintetis) Menggunakan deterjen biasa yang tidak mengandung pemutih, pewangi, ataupun zat tambahan lainnya. Dicuci sampai air cucian berwarna bening. Jemur di tempat teduh sampai kering, jangan terkena sinar matahari

Cara Penyimpanan Kain Batik Dilipat atau digantung. Uap kapur barus mempengaruhi warna, oleh karena itu gunakan akar wangi atau campuran bubuk cendana dan merica putih yang dimasukkan dalam kantong.

48

Yayasan Batik Indonesia (YBI) didirikan pada tanggal 28 Oktober 1994 dan diprakarsai oleh Ibu Jultin Ginandjar Kartasasmita, Bapak Ir. Firdaus Ali dan Bapak DR. Dipo Alam MEM. YBI memiliki misi sosial, budaya, dan ekonomi yang bertujuan untuk melestarikan, melindungi, mengembangkan, dan memasyarakatkan batik nasional sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Selama ini YBI aktif memajukan usaha kerajinan batik melalui kegiatan ekonomi bernilai tambah yang pada gilirannya akan mampu mendukung pemerataan dan peningkatan pendapatan, perajin / pengusaha batik kecil dan tradisional.

49

Ucapan Terima Kasih Yayasan Batik Indonesia mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kelancaran penulisan buku ini. Kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo dan Ibu Negara Hj. Iriana Joko Widodo kami mengucapkan terima kasih atas dukungannya dalam melestarikan, melindungi, dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Selain itu, kami pun berterima kasih kepada nara sumber, mitra, dan sahabat yang telah memberikan bantuannya dalam pembuatan buku ini: 1. Museum Batik Danar Hadi 2. Batik Komar 3. Galeri Batik Jawa 4. Parang Kencana 5. Batik Purnomo Pada akhirnya buku ini dapat dipersembahkan Yayasan Batik Indonesia untuk generasi muda Indonesia, tidak luput karena kerja keras dan keikhlasan para pembina, pengurus dan seluruh anggota YBI yang memahami seluk-beluk dunia batik dan budaya Indonesia.

Jultin G. Kartasasmita (Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia)

50

Appendix Daftar Pustaka Achjadi, Judi (ed.): Batik: Spirit of Indonesia. Jakarta. Yayasan Batik Indonesia. 1999. Achjadi, Judi: The Glory of Batik. Jakarta. BAB Publishing. 2010. Achjadi, Judi & Natanegara, E. A.: Tenun Gedhog: the Hand-loomed Fabrics of Tuban, East Java. Jakarta. Media Indonesia Publishing. 2010 Achjadi, J., Kartasasmita, J. & Natanegara, E. A.: Dunia Batik Seorang Jultin. Jakarta. Red and White Publishing. 2012. Doellah, H. Santosa: Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Solo. Danar Hadi. 2002. Doellah, H. Santosa & Natanegara, E.A.: Perjalanan 50 Tahun Batik Danar Hadi. Solo. Danar Hadi. 2017. Hitchcock, M. & Nuryanti, W. (ed): Building on Batik: the Globalization of a Craft Community, University of North London Voices in Development Management. London. University of London. 2000. Nordholt, Henk Schulte (ed.): Outward Appearances: Dressing State and Society in Indonesia. Jakarta. KITLV Press. 1998.

Daftar Foto Courtesy of Danar Hadi. Hal. 13, 14, 15, 16, 25, 26, 34 (atas) Photography by Timur Angin, Courtesy of Danar Hadi. Hal. 5, 24, 30, 31, 32 Photography by Priyanto Parto, Courtesy of Danar Hadi. Hal. 27, 28 Photography by Chris Bunjamin. Hal. 17, 18 Photography by Rinal Wiratama. Hal. 21, 22, 34 (bawah), 40, 41 (no. 5 & 8), 42 (no. 11), 43 (no. 13), 45 (no. 20), 46 (no. 23)

Daftar Kain Courtesy of Museum Batik Danar Hadi. Sampul, Hal. 43 (no. 12 & 14), 44 (no. 15 s/d 18), 45 (no. 19 & 22) Courtesy of Ibu Tumbu A. Ramelan. Hal. 40 (no. 3 & 4), 41 (no. 8), 42 (no. 11), 43 (no. 13) Courtesy of Ibu Jultin G. Kartasasmita. Hal. 41 (no. 6 & 7), 42 (no. 9 & 10) Courtesy of Bapak Komarudin Kudiya. Hal. 45 (no. 21), 46 (no. 24 & 25) Courtesy of Ibu Damayanti Hakim Tohir. Hal. 40 (no. 1 & 2) Courtesy of Ibu Rina Doddy. Hal. 46 (no. 23) Courtesy of Yayasan Batik Indonesia. Hal. 41 (no. 5) Courtesy of Yayasan Batik Losari. Hal. 34 (bawah)

Daftar Barang Courtesy of Galeri Batik Jawa. Hal. 17 & 18

51

Cara mengaktifkan peta augmented reality (hal. 37-38) : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pastikan ada aplikasi Facebook dalam ponsel, karena hanya bisa digunakan dengan fitur kamera Facebook. Buka aplikasi kamera di smartphone. Pindai QR Code yang tertera, dan klik tautan yang muncul. Ketika diminta, beri akses pada kamera Facebook dan pilih filter ‘Batik Indonesia’. Pastikan gambar peta Indonesia (hal. 37-38) yang terlihat di layar smartphone sejajar dengan peta Indonesia di buku. Selamat menikmati augmented reality yang terlihat di layar smartphone.

Pindai QR Code di bawah untuk mengakses buku ini dalam format digital.

52

Didukung oleh:

53

Related Documents

Batik Indonesia
January 2021 1
Batik Indonesia
March 2021 0
Batik Printing
January 2021 1
Katalog Batik Banyumas
January 2021 0
Geology Indonesia
February 2021 1
Bahasa Indonesia
January 2021 1

More Documents from "pujiast171001"

Batik Indonesia
January 2021 1
Batik Indonesia
March 2021 0
Revista Camgirl 4.pdf
February 2021 1
Kumpulan Resep Bakso
February 2021 0
Aneka Masakan Singkong
February 2021 2