Bimbingan Ukmppd (ukdi) - Neurologi

  • Uploaded by: Avicenna_MSC
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bimbingan Ukmppd (ukdi) - Neurologi as PDF for free.

More details

  • Words: 10,019
  • Pages: 248
Loading documents preview...
Neurologi UKDI MANTAP

dr. Gandhi A. Febryanto dr. Anindya K. Zahra dr. Akhmad Suryonurafif dr. Erwin Widi Nugraha dr. Alexey Fernanda N dr. M. Dzulfikar Lingga QM

Glasgow Coma Scale (GCS)

Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan penilaian status kesadaran secara kuantitatif. Skor maksimal adalah GCS=15, skor minimal adalah GCS=3

Pediatric Coma Scale (PCS)

Derajat Kesadaran Secara Kualitatif • Di dalam neurologi, secara kualitatif kesadaran dibagi menjadi : – Compos mentis = sadar penuh, respon terhadap semua jenis rangsangan (+) – Somnolen = kondisi penurunan kesadaran dimana pasien masih bisa merespon terhadap rangsangan verbal dan nyeri – Stupor = kondisi penurunan kesadaran dimana pasien tidak merespon terhadap rangsangan verbal, namun masih merespon terhadap rangsangan nyeri – Coma = unarousable unresponsiveness state, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun • Coma ≠ brain death. Pada coma, refleks batang otak masih bisa ada.

Etiologi Gangguan Kesadaran 1.

2.

3.

Proses Difus dan Multifokal – Metabolik (hipo atau hiperglikemia, gagal hati, gagal ginjal, keracunan (obat-obatan, alkohol) – Infeksi – Konkusio dll. Lesi Supratentorial Lateralisasi -> TTS – Hemoragik (EDH, SDH, ICH) – Infark (embolus, trombus). rauma – Tumor (primer, sekunder, abses). Lesi Infratentorial. umor – Hemoragik (serebelum, pons). – Infark batang otak. troke/Sirkulasi – Tumor serebelum. – Abses serebelum.

T T

S

Etiologi Gangguan Kesadaran • Mneumonic = “SEMENITE” – S  Sirkulasi = gangguan pembuluh darah otak (infark atau perdarahan) – E  Ensefalitis = infeksi sistem saraf pusat oleh bakteri, virus, atau fungi – M  Metabolik = gangguan metabolik sistemik yang menekan kerja otak, misal : koma hipoglikemia, koma uremikum, koma hepatikum – E  Elektrolit = gangguan keseimbangan elektrolit (misal hiponatremia) – N  Neoplasma = tumor primer atau tumor sekunder – I  Intoksikasi, misal intoksikasi opiat – T  Trauma = cedera kepala – E  Epilepsi

Pendekatan diagnostik pada pasien tidak sadar Membedakan secara cepat faktor penyebab apakah kerusakan stuktural atau metabolik dan penatalaksanannya. Komponen yang harus diperiksa pada tingkat kesadaran meliputi Pola pernafasan Ukuran dan reaksi pupil Pergerakan mata dan respon okulovestibuler Respon motorik

Additional note : Biot's respiration breathing characterized by irregular periods of apnea alternati ng with periods in which4 or 5 breaths of identical depth are taken;

Epilepsy • Bangkitan (Seizure)  terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak • Epilepsi  penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut : – Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan reflex dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam Bangkitan reflex : bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik e.g stimulasi visual, auditorik, somatosensorik, somatomotorik

Pedoman Tatalaksana Epilepsi (PERDOSSI, 2014)

Type of Epilepsy

Simpe Partial VS Complex Partial Seizures

Grand Mal (Generalized Tonic Clonic Seizure)

Absensce vs Complex Partial Seizure

Atypical absence seizures are similar to typical absence seizures, except they tend to begin more slowly, last longer (up to a few minutes), and can include slumping or falling down.The person may also feel confused for a short time after regaining consciousness (postictal confusion)

Status Epilepticus • Suatu keadaan kejang atau serangan epilepsi yang terus-menerus disertai kesadaran menurun selama >30 menit; atau kejang beruntun tanpa disertai pemulihan kesadaran yang sempurna

ANTI-EPILEPTIC DRUGS

OAE (Obat Anti Epilepsi) Lini Pertama (PERDOSSI)

(VPA=Asam valproat; LTG=Lamotrigine; CBZ=carbamazepin; PHT=phenytoin; PB=phenobarbital)

Treatment Recommendation “If complete seizure control is accomplished by an anticonvulsant, a minimum of 2 seizurefree years is an adequate and safe period of treatment for a patient with no risk factors”

“When the decision is made to discontinue the drug, the weaning process should occur for 3-6 months, because abrupt withdrawal may cause status epilepticus ” National Institute of Health and Clinical Excellence. The diagnosis and management of the epillepsies in adults and children in primary and secondary care. 2012

Efek Samping Obat Antiepilepsi Obat

Efek Samping

Fenitoin

Mual , ruam, bicara cadel, kebingungan, insomnia, sakit kepala, penyakit gusi, anemia defisiensi folat

Fenobarbital

Adiktif, mengantuk, pingsan, penyimpangan memori

Ethosuximide

Autoimmune / lupus

Carbamazepine

Ataxia,nystagmus, dysarthria, vertigo, sedatif

Asam valproat

Iritasi saluran cerna, mual, nafsu makan dan BB meningkat, tremor, rambut rontok, bengkak, trombositopenia, gangg. Fungsi hati

STROKE

Stroke • Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986)

Klasifikasi Stroke • Stroke non-perdarahan/ischemik/infark (SNH) – Berdasarkan arteri yang terlibat : • Large artery stroke • Lacunar stroke

– Berdasarkan tipe penyumbatan : • Thrombotic stroke • Embolic stroke  paling sering disebabkan cardiac emboli dari gangguan irama jantung (e.g : atrial fibrillation)

• Stroke perdarahan (SH) – Intracerebral hemorrhage (ICH) – Subarachnoid hemorrhage (SAH)

Terminologi dalam Serangan Iskemik • Transient Ischemic Attack (TIA) / mini stroke = defisit neurologis fokal akut yang timbul karena gangguan aliran darah otak sepintas dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu <24 jam • Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND) = defisit neurologis fokal yang timbul karena gangguan aliran darah otak dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu >24 jam dan <72 jam

• Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficits (PRIND) defisit neurologis fokal yang timbul karena gangguan aliran darah otak dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu >72 jam dan <7hari

Terminologi dalam Stroke Iskemik • Stroke In Evolution (Progressing Stroke) = defisit neurologis karena gangguan aliran darah otak yang terus memburuk setelah 48 jam • Completed Stroke = defisit neurologis karena gangguan aliran darah otak yang secara cepat menjadi stabil / menetap dan tidak berkembang lagi.

Perbedaan SH dan SNH

Stroke Ischemik (~80%)

• Infark akut (4 jam) • Gambaran gray-white junction hampir tidak kelihatan dan sulcus tidak tampak (edema cerebri fokal)

• Infark sub-akut (4 hari) • Perubahan zona gelap (hipodensitas) tampak jelas & “mass effect” (kompresi ventrikel)

CT SCAN pada stroke ischemik bukan merupakan gold standard, namun merupakan pemeriksaan penunjang awal untuk menyingkirkan adanya perdarahan

Intracerebral Hemorrhage (ICH)

• •

Dapat disebabkan karena trauma atau spontan. ICH spontan merupakan stroke hemorrhagik dan paling sering disebabkan oleh hypertensive hemorrhage pada deep penetrating branches dari arteri-arteri cerebral

Subarachnoid Hemorrhage (SAH)

• • • • •

Aneurisma arteri-arteri pada circulus arteriosus Willis Thunderclap headache  nyeri kepala terhebat yang pernah dirasakan pasien Muntah, kaku kuduk Tanda-tanda iritasi meninges (meningismus) Gambaran hiperdense (darah) yang mengisi hingga celah-celah sulci dan fissura

SINDROM VASKULAR PADA STROKE

Lobus dan Area (Broadmann) FRONTAL Gyrus precentralis (4) Area Broca (44,45) Area premotoris (6) Frontal eye field (8) Prefrontal (9-12) PARIETAL Gyrus postcentralis (1-3) Area asosiasi somatik (5,7)

TEMPORAL Korteks auditori primer/Heschl (41,42) Gyrus temporalis media dan inferior Area Wernicke (22) OKSIPITAL Korteks visual primer (17) Korteks asosiasi visual (18,19), tinggi (39)

Fungsi Pusat motoris primer Pusat bahasa motoris Gerakan manipulatif Scanning bola mata Kepribadian, inisiatif Pusat sensoris primer Stereognosis

Pusat pendengaran

Memori dan pembelajaran Pusat bahasa sensoris Pusat penglihatan Asosiasi visual

HOW TO DIAGNOSE APHASIA ?

Manajemen Stroke Ischemik Akut • Trombolisis r-TPA (recombinat tissue plasminogen activator) – Rekomendasi kuat untuk diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke ischemik akut ditegakkan – Trombolitik dengan t-PA intravena, bila diberikan dalam 3 jam paska onset, dapat memberikan benefit untuk stroke ischemik ( stroke atherothombotik/atheroembolik, cardioembolik, dan lacunar – Dosis r-TPA- = 0,9 mg/Kg, 10% sebagai bolus inisial, 90% dalam infus selama 60 menit – Antikoagulan atau antiplatelet tidak boleh diberikan dalam 24 jam Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI

Trombolitik Onset < 3 jam - jika diberikan segera outcome lebih baik „Stroke onset = dari saat terakhir tampak normal „Jangan diberikan jika glukosa darah <50 mg% Jangan diberikan jika tekanan darah >185/110 Risiko kecacatan  30% walaupun ~5% risiko ICH simtomatik < 3 jam

Merupakan batas mutlak  Tidak ada batasan luas lesi  Dapat diberikan pada pasien yg sebelumnya riwayat penggunaan warfarin dan INR < 1.7 



3 - 4.5 jam Jangan diberikan jika: • Usia > 80 tahun • NIHSS > 25 • DM, riwayat stroke sebelumnya • Riwayat pemakaian warfarin

Manajemen Stroke Ischemik Akut • Antihipertensi – Pada stroke ischemik, TD diturunkan 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama apabila TDS>220 mmHg atau TDD>120 mmHg – Pada pasien stroke ischemik akut yang akan mendapat trombolitik, tekanan darah diturunkan hingga TDS<185 mmHg dan TDD<110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS<180 mmHg dan TDD<105 mmHg selama 24 jam paska pemberian rTPA. – Obat antihipertensi yang dapat digunakan : labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem IV Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI

Manajemen Stroke Ischemik Akut • Antiplatelet – Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah onset dianjurkan untuk setiap stroke ischemik akut – Jika akan dilakukan trombolitik, tunda pemberian antiplatelet

• Antikoagulan – Secara umum, pemberian heparin, LMWH, dan heparinoid tidak bermanfaat pada stroke ischemik akut Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI

EVIDENCE

Manajemen Stroke Perdarahan Intracerebral Akut • Antihipertensi – Bila TDS>200 mmHg atau MAP>150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi IV secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit – Bila TDS>180 mmHg atau MAP>130 mmHg disertai dengan tanda dan gejala peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi IV secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan CPP≥60 mmHg Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI

Manajemen Stroke Perdarahan Intracerebral Akut • Antihipertensi – Bila TDS>180 mmHg atau MAP>130 mmHg tanpa disertai dengan tanda dan gejala peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi IV secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg – Bila TDS<180 mmHg dan TDD<105 mmHg, tunda pemberian antihipertensi Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI

Manajemen Stroke Perdarahan Subarachnoid (PSA) Antihipertensi • Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. • Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme • Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI

SECONDARY PREVENTION Lifestyle Modification

Blood Pressure Lowering • Semua pasien stroke/TIA mendapat antihipertensi kecuali terdapat hipotensi simptomatik

Antiplatelet Therapy • Long-term antiplatelet therapy diberikan pada semua penderita stroke iskemik/TIA yang tidak mendapat terapi antikoagulan • Dapat diberikan Aspirin+dipyridamole (atau aspirin saja pada pasien yang alergi dipyridamole) ATAU Clopidogrel

Anticoagulant Therapy • Diberikan pada penderita stroke iskemik/TIA yang memiliki atrial fibrilation/cardioembolic stroke

Cholesterol Lowering

JNC VII : PROGRESS study • For secondary stroke prevention, a diuretic (indapamide) and ACE inhibitor (perindopril or ramipril) are effective and complementary to other antiatherogenic and antithrombogenic therapies, including aspirin. • For primary stroke prevention, all major classes of antihypertensive drugs are effective

JNC VII : HOPE study • Control of hypertension in diabetics and treatment of high-risk diabetic patients with the ACE inhibitor ramipril prevent stroke • Ramipril, at a dose of 10 mg/day, achieved a significant 32% reduction in total stroke, and recurrent strokes were reduced by 33%.

Management of TIA • Evaluation within hours after onset of symptoms • CT scan is necessary in all patients • Antiplatelet therapy with aspirin (50-325 mg/d), consider use of clopidogrel, ticlopidine, or aspirin-dipyridamole in patients who are intolerant to aspirin or those who experience TIA despite aspirin use

Cilostazol EBM • Cilostazol (100 mg) 2 kali sehari menunjukkan efek yang signifikan terhadap kejadian stroke berulang dibandingkan plasebo (41,7% p= 0,0150; event rate/year cilostazol 3,37% vs plasebo 5,78%) dan efektif untuk mencegah lakunar infark pada differential analysis. (Japanese Guidelines, Class I, Level of evidence A) • Rasio terjadinya stroke serta rasio terjadinya perdarahan pada cilostazol secara signifikan lebih rendah bila dibandingkan aspirin. Penurunan relatif risiko terjadinya stroke, cilostazol vs aspirin adalah 25,7% p= 0,0357 (yearly late of cerebral infarction cilostazol 2,76% vs aspirin 3,37%). Penurunan risiko relative terjadinya perdarahan pada cilostazol terhadap aspirin sebesar 54,2% (p= 0,0004). Insiden perdarahan pertahun untuk cilostazol 0,77%, sedangkan aspirin 1,78% (Japanese Guidelines, Class I, Level of evidence A)

Dose : Manitol 20% : initial bolus of 0.25–1 g/kg (the higher dose for more urgent reduction of ICP) followed by 0.25–0.5 g/kg boluses repeated every 2– 6 h as per requirement.

MEMORI • Proses pengolahan informasi yang melibatkan struktur - struktur otak • Jenis-jenis memori – Short-term memory = e.g working memory – Long-term memory = declarative memory (explicit) VS non-declarative memory (implicit)

• Proses yang terlibat dalam memori : encoding, consolidation, storage, retrieval

ENCODING • Terjadi di area-area asosiasi neocortex • Informasi dari berbagai reseptor didaftarkan di area sensorik tinggi dan diasosiasikan satu sama lain • Working memory  cortex prefrontal dorsolateral

CONSOLIDATION •



• •

Penerimaan input dari area asosiasi neocortex dan area sensorik tinggi neocortex lainnya ke dalam cortex asosiasi limbik Cortex asosiasi limbik  gyrus subcallosus, gyrus parahippocampalis (cortex entorhinal, cortex perirhinal, cortex parahippocampalis), gyrus orbitofrontal, gyrus cingulate Cortex entorhinal  pintu masuk utama Informasi dari cortex asosiasi limbik (cortex entorhinal) di masukkan ke dalam formatio hippocampus

Formatio hippocampus = gyrus dentatus, hippocampus, subiculum. Formatio hippocampus penting dalam konsolidasi short-term memory menjadi long-term memory

PERIPHERAL NERVOUS SYSTEM

KONTROL GERAKAN BOLA MATA • Inervasi  LR6(SO4)3 Otot-otot extraocular • SR = superior rectus • MR = medial rectus • LR = lateral rectus • IR = inferior rectus • SO = superior oblique • IO = inferior oblique

UMN VS LMN weakness Tanda-tanda

Lesi UMN

Lesi LMN

Reflex fisiologis

Hiper-reflex

Hipo-reflex , areflexia

Reflex patologis

Positif

Negatif

Tonus

Hipertoni, clasp knife rigidity

Hipotoni, atoni

Trofi

Eutrofi

Atrofi

Fasikulasi

Negatif

Positif

Klonus

Positif

Negatif

Kekuatan Otot

Kekuatan 0  paralisis / plegia ; kekuatan 1-4  paresis

Trauma Medulla Spinalis • Klasifikasi trauma medulla spinalis ditegakkan dalam waktu 72 jam – 7 hari post trauma. • Klasifikasi berdasarkan American Spinal Injury Association (ASIA) : Grade

Tipe

Gangguan Medulla Spinalis

A

Komplit

Tidak ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5

B

Inkomplit

Fungsi sensorik masih baik, tapi motorik terganggu sampai S4-S5

C

Inkomplit

Fungsi motorik terganggu di bawah level, tetapi otototot motorik utama masih punya kekuatan < 3

D

Inkomplit

Fungsi motorik terganggu di bawah level, tetapi otototot motorik utama masih punya kekuatan > 3

E

Normal

Fungsi motorik dan sensorik normal

Trauma Medulla Spinalis • Complete spinal cord injury (grade A) – Unilevel – Multilevel

• Incomplete spinal cord injury (grade B, C, D) – – – – – –

Cervico medullary syndrome Central cord syndrome Anterior cord syndrome Posterior cord syndrome Brown Sequard syndrome (Hemicord syndrome) Conus medullary syndrome

• Complete cauda equina injury (grade A) • Incomplete cauda equina injury (grade B, C, D)

Transverse Cord Syndrome • Semua fungsi motorik dan sensorik di bawah lesi hilang atau terganggu parsial • Spastisitas pada otot-otot yang diinervasi oleh segmen di bawah lesi (kecuali pada syok spinal) • Reflex tendon dalam dan autonom yang berpusat pada segmen di bawah lesi tetap ada (kecuali pada syok spinal) • Penyebab : trauma, tumor, multiple sclerosis, mielitis transversa

Neuroanatomy Through Clinical Cases, 2nd Edition (Blumenfield, 2010)

Trauma Medulla Spinalis - Manajemen • Tatalaksana di IGD – Stabilisasi ABCDEs – Analgetik kuat bila perlu (e.g tramadol, morfin sulfat) – Pemberian kortikosteroid • Diagnosis ditegakkan < 3 jam paska trauma  Metilprednisolon 30 mg/kgBB bolus IV selama 15 menit. Tunggu 45 menit. Kemudian berikan infus metilprednisolon 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam • Diagnosis ditegakkan 3-8 jam paska trauma  metilprednisolon 30 mg/kgBB bolus IV selama 15 menit. Tunggu 45 menit. Kemudian berikan infus metilprednisolon 5,4 mg/kgBB/jam selama 47 jam • Diagnosis ditegakkan > 8 jam paska trauma  tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid

Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal (PERDOSSI, 2006)

Lesi Perifer atau Sentral?

Perifer

Atas Bawah

Ipsilateral

Sentral

Bawah

Kontralateral

CLUE = Lihat kerutan dahi !

Dimanakah letak lesi?

Paresis nervus facialis dextra tipe UMN

Paresis nervus facialis dextra tipe LMN

Bell’s Palsy • Paralisis nervus facialis (VII) akut, unilateral, perifer, dan mempengaruhi LMN. Idiopathic facial paralysis • Etiologi  masih kontroversial. Diduga neuritis akibat virus (reaktivasi HSV-1 & herpes zoster), inflamasi, autoimun, iskemik.

Bell’s Palsy • Manifestasi Klinis – Paralisis akut motorik otot wajah pada bagian atas dan bawah unilateral (dalam periode 48 jam) • Hilangnya lipatan nasolabilal dan dahi pada sisi yang lumpuh • Ketika pasien mengangkat alis, sisi yang terkenan tetap rata • Ketika pasien tersenyum, wajah menjadi distorsi dan terjadi lateralisasi ke sisi berlawanan terhadap sisi yang lumpuh

– Nyeri retroaurikular, otalgia, hiperakusis – Nyeri okular, dry eyes (akibat penurunan produksi air mata), lagoftalmus – Gangguan pengecapan pada 2/3 anterior lidah unilateral

Bell’s Palsy • Prognosis baik • Terapi steroid (dalam 72 jam paska onset)  prednison 1 mg/kgBB/hari atau 60 mg/hari selama 5 hari diikuti tapering off 10 mg/hari ,dengan durasi total pemberian steroid adalah 10 hari • Terapi antiviral e.g = asiklovir, valasiklovir, diberikan pada kecurigaan etiologi virus. – Asiklovir (PO) 5x400 mg, selama 10 hari (HSV-1) atau 5x800 mg (Varicella Zoster) – Valasiklovir 3x100 mg, selama 7 hari – Pemberian antiviral tanpa disertai terapi steroid terbukti tidak memberikan benefit Uptodate.com

RAMSAY HUNT SYNDROME (Herpes zoster oticus) “polycranial neuropathy” Reaktivasi VZV yang dormant di ganglion geniculatum

MOVEMENT DISORDER

MOVEMENT DISORDERS Insufficient movements • Akinesia/Bradykinesia = melambatnya gerakan volunter yang terjadi • Hypokinesia = berkurangnya jumlah gerakan yang normalnya terjadi • Rigiditas = tonus otot meningkat, kontraksi otot involunter yang dipertahankan

Too much movements (Hyperkinesia, Dyskinesia) • Jerky movements • Myoclonus • Chorea • Tic • Non-jerky movements • Dystonia • Tremor

Parkinson’s Disease (PD)

Penyakit Parkinson = bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh degenerasi neuron dopaminergik pada substantia nigra pars kompakta yang disertai adanya inklusi sitoplasma eosinofilik (Lewy Body) Parkinsonism = suatu sindrom yang ditandai dengan resting tremor, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin otak oleh berbagai sebab

Parkinson’s Disease • “TRAP”  Tremor, Rigiditas, Akinesia / bradykinesia, dan Postural instability • Tremor = resting “pill-tolling” tremor, 3-5 Hertz, terlihat saat extremitas dalam keaaan istirahat dan berkurang atau berhenti saat extremitas digerakkan. • Rigiditas = cogwheel rigidity (adanya interupsi tonus otot yang terputus-putus seperti gigi roda ketika extremitas digerakkan secara pasif.) – Rigiditas pada gangguan ganglia basal cenderung kontinyu dan terus ada sehingga disebut lead pipe rigidity. Cogwheel rigidity adalah salah satu tipe dari lead pipe rigidity – Berbeda dengan rigiditas pada gangguan corticospinal yang disebut clasp knife rigidity  Tonus resistif awalnya meningkat ketika otot-otot extremitas digerakkan, tetapi kemudian tonusnya berkurang

Parkinson’s Disease • Akinesia / Bradykinesia, bermanifestasi sebagai berkurangnya dan melambatnya gerakan spontan. – – – – –

Masked face / hypomimia  ekspresi wajah yang minimal Micrographia  tulisan menjadi kecil-kecil Hypophonia  suara menjadi lirih, bergumam Aprosodia  pembicaraan monoton Festinating gait / small shuffling gait / Parkinsonian gait  langkah berjalan yang kecil, tanpa disertai ayunan lengan normal – En bloc turning  gerakan seperti robot yang kaku pada truncus saat pasien berbelok

• Postural Instability  berkurangnya kemampuan untuk membuat reflex postural untuk menjaga keseimbangan

Lewy Body Lewy bodies are concentric, eosinophilic cytoplasmic inclusions (SCI) with peripheral halos and dense cores.

Present within pigmented neurons of substantia nigra. Characteristic of Parkinson Disease but not pathognomonic

Imbalance between Dopamine and Acetylcholine

Agents that Increase Dopamine Functions • Increasing the synthesis of dopamine = levodopa • Inhibiting the catabolism of dopamine (MAO-B inhibitor) = selegiline • Stimulating the release of dopamine = amphetamine • Stimulating the receptor sites directly (Dopamine agonist) = bromocriptine & pramipexole • Blocking the uptake and enhancing the release of dopamine = amantadine

Parkinson’s Disease •

“On” time – Suatu periode dimana medikasi dengan levodopa efektif dan gejala-gejala Parkinson tidak ada (dapat terkontrol)



“Off” time – Suatu periode ketika gejala-gejala Parkinson muncul kembali setelah “On” time karena efek dari levodopa yang tidak berlangsung lama



Wearing off phenomenon / end-of-dose akinesia – Gejala Parkinson muncul kembali dan menyebabkan pasien menjadi sulit atau tidak bisa bergerak (freezing) dan terjadi pada akhir waktu di antara pemberian interval dosis – Menyebabkan pasien ingin mengkonsumsi dosis levodopa berikutnya lebih awal dari waktu seharusnya



Delayed on – Adanya jeda yang lebih lama untuk memunculkan efek terapi setelah mengkonsumsi levodopa



On-off phenomenon – Perubahan gejala-gejala Parkinson secara mendadak dan tidak dapat diprediksi. Perubahan tersebut meliputi fluktuasi gerakan-gerakan involunter (diskinesia) / “On” phase, bergantian dengan gejala akinesia Parkinson / “Off” phase

Ganglia Basalis Disorders (ABC) Striatum

Athetosis

Chorea A.

Athetosis - Lesi pada PUTAMEN - Dyskinesia, gerakan menggeliat, memutar, lambat - Melibatkan otot-otot extremitas, wajah, dan batang tubuh

B.

Ballismus - Lesi pada NUCLEUS SUBTHALAMICUS - Biasanya unilateral = hemiballismus - Gerakan involunter seperti memukul / mencambuk dengan keras. - Melibatkan otot-otot proksimal extremitas

C.

Chorea -

Ballismus

Parkinson Disease

Lesi pada striatum “Menari” Gerakan cepat, jerky Melibatkan otot extremitas, wajah, batang tubuh, hingga otot-otot pernapasan

Chorea (Striatum Lesion) Chorea Huntington (pada Huntington Disease) • Atrofi pada striatum • Herediter autosomal dominan • Chorea progresif kronik disertai gangguan kognitif hingga dementia, dan gangguan psikiatrik • Manifestasi di umur 30-an, semakin tua semakin parah

Chorea Sydenham (pada Demam Rematik Akut) • Cross reaction (autoimmune) post infeksi GABHS (Group A Beta Hemolyticus Streptococcus)

Chorea vascular • Berhubungan dengan lesi iskemik atau hemorrhagik pada ganglia basal atau white matter di dekatnya. Sering bermanifestasi sebagai hemichorea

Chorea metabolik • Disebabkan oleh berbagai faktor : hipoglikemia, hipertiroidism, gagal ginjal, diet ketogenik

Drug-induced chorea • Disebabkan oleh levodopa (paling sering), antipsikotik, antiemetik, antiepilepsi (asam valproat, lamotrigine, hidantoin), calcium channel blocker (flunarizine, cinnarizine)

Non-jerky Movement Disorders Dystonia • Kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap/postur tubuh yang abnormal

Tremor • Physiological Tremor • Pathological Tremor

Movement Disorders • Ataxia (“lack of order”) – Kondisi tidak adanya koordinasi otot yang menyebabkan gangguan dalam keseimbangan, postur tubuh, koordinasi otot, kontrol bicara, dan gerakan mata – Ataxia cerebellar  karena disfungsi cerebellum. Manifestasi klinis : hipotonia antagonis, asinergi, dismetria, disdiakokinesia. Bisa bilateral atau unilateral – Ataxia sensorik  karena hilangnya input propriosepsi. Manifestasi klinis : unsteady "stomping" gait with heavy heel strikes, postural instability – Ataxia vestibular  disfungsi sistem vestibular yang mana pada kasus akut dan unilateral terdapat vertigo, mual, dan muntah

Tardive Dyskinesia • Gerakan-gerakan involunter repetitif, ritmis • Melibatkan otot-otot lidah, rahang, pipi, bibir, truncal, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, wajah, dan sistem respirasi • Buccolingual-facial-mastication syndrome merupakan manifestasi paling umum • Biasanya terjadi karena penggunaan antipsikotik

NEURO MUSCULAR DISORDER

Acute Flaccid Paralysis (AFP) • defined as sudden onset of weakness and floppiness in any part of the body in a child less than 15 years of age • Guidance of the global polio eradication - identification of all potential cases of AFP, the most obvious manifestation of polio infection - laboratory evaluation of stools from these cases to confirm poliovirus as the cause

CLINICAL SPECTRUM OF POLIOVIRUS INFECTIONS •Inapperent(sub-clinical) Infection This occurs approximately in 95 per cent of poliovirus infection. There are no presenting symptoms. Recognition only by isolation.

•Abortive Polio or Minor Illness Occurs approximately in 4-8 per cent of the infection. It causes only a mild or self limiting illness due to viraemia. The patient recovers quickly.

•Non paralytic polio Occurs approximately in one per cent of all infections. The presenting features are stiffness and pain in neck and back. The disease lasts for two to ten days. Recovery is rapid.

•Paralytic polio Occurs in less then one per cent of infections. The virus enters the brain and causes varying degree of disability.

Diagnosis of Polio • Paralisis flaccid (Lower Motor Neuron), Asimetris • Progresi yang cepat dari paralisis (1-2 hari) • Tidak ada defisit sensorik atau hilangnya sensasi propriosepsi • Kontrol autonom dan volunter dari bladder dan usus tidak terganggu • Biasanya ada riwayat demam • Hyperesthesia atau paresthesia pada ekstremitas and nyeri otot umum ditemukan. Terkadang ada nyeri tekan otot

Guillain-Barre Syndrome

Distinguishing between Polio & GBS

Myasthenia Gravis (MG) • Myasthenia (dari bahasa Yunani) berarti “kelemahan otot” dan gravis (Latin) berarti “serius” • Merupakan penyakit autoimun pada neuromuscular junction yang dicirikan oleh kelemahan dan mudah lelahnya beberapa kelompok otot skelet yang bersifat fluktuatif (biasanya memburuk pada sore hari) • Adanya antibodi IgG yang menempel pada reseptor acetylcholine (ACh) di neuromuscular junction • Acetycholine (ACh) merupakan neurotransmitter penting yang menstimulasi otot untuk kontraksi

Manifestasi Klinis • Tanda dan gejala utama : mudah lelahnya otot-otot skelet selama aktivitas (membaik setelah adanya periode istirahat) • Otot-otot yang terlibat : mata dan kelopak mata (90%), wajah, otot-otot mastikasi, otot-otot menelan, otot-otot bicara, dan otot-otot pernapasan • Kelemahan fluktuatif : biasanya otot akan semakin lemah ketika adanya ativitas dan memburuk saat siangsore • Tidak adanya defisit sensorik atau hilangnya refleks • Dapat dipicu oleh stress emosional, kehamilan, mesntruasi, penyakit sekunder, trauma, temperatur yang ekstrim, hipokalemia, ingesti obat-obatan yang memblok neuromuskular, bedah

Hallmark Signs & Symptoms of Myasthenia Gravis • • • • • • •

Eye lid drooping (ptosis) Blurred/Double Vision (diplopia) Impaired speech (dysarthria) Difficulty Swallowing (dysphagia) Voice impairment (dysphonia) Easily fatigued, quick recovery with rest Waddling gait

Diagnostic Studies • Assessment:  Wartenberg Test Have patient look up for 2-3 minutes; if MG, patient will have increased drop of eyelids  Tensilon Test In patient with MG, there is improved muscle contractility after IV administration of acetylcholineesterase inhibitor agent edrophonium chloride (tensilon). Keep atropine on hand to counteract effects of tensilon  Prostigmin / Neostigmin Test Prostigmin 0,5-1mg + SA 0,1 mg via IM/SC  EMG may show muscle fatigue  Serologic testing, presence of autoantibodies against the acetylcholine receptor (AChR-Ab), or against a receptorassociated protein, muscle specific tyrosine kinase (MuSK-Ab)

Diagnostic studies • Ice pack test – Can be used in patients with ptosis, particularly those in whom the edrophonium test is considered too risky. – Not helpful for those with extraocular muscle weakness. – Improving neuromuscular transmission at lower muscle temperatures – In the ice pack test, a bag (or surgical glove) is filled with ice and placed on the closed lid for two minutes. The ice is then removed and the extent of ptosis is immediately assessed. The sensitivity appears to be about 80 percent in those with prominent ptosis.

Therapeutic management • Symptomatic  Anticholinesterase inhibitors - prevents anticholinesterase from breaking down ACh; helps neurotransmission. Monitor dose. – Examples : Edrophonium, Neostigmine, and Pyridostigmine

• Chronic Immunomodulator  Immunosuppressants such as azathioprine and prednisone used to treat generalized MG when other medications fail to reduce symptoms • Rapid Immunomodulator  Plasmapheresis and IVIG removes ACh autoantibodies and short-term improvement. • Surgical  Thymectomy . Thymectomy is a widely accepted option for peripubertal and postpubertal children with generalized MG who have positive acetylcholine receptor antibodies or who are seronegative Uptodate.com

Myasthenic Crisis UNDER MEDICATION

 Exacerbation of disease = SEVERE generalized muscle weakness and respiratory failure + HTN  Severe bulbar (oropharyngeal) muscle weakness often accompanies the respiratory muscle weakness, or may be the predominant feature in some patients. When this results in upper airway obstruction or severe dysphagia with aspiration, intubation and mechanical ventilation are necessary.  Medical Emergency requiring a ventilator / assisted ventilation.

 GIVE anticholinesterase medications.

Cholinergic Crisis     

OVER MEDICATION Too high a dose of cholinergic treatment medications Muscles stop responding to the bombardment of ACh, leading to flaccid paralysis and respiratory failure and LOW BP Cholinergic Signs & Symptoms: hypersecretions/hypermotility STOP all anticholinesterase meds Treat with Atropine (anticholinergic)

DEMENTIA

Contrasting Features of Dementia and Delirium

Etiologies of Dementia

Alzheimer’s Disease

Hipotesis mengatakan pada Alzheimer terjadi defisiensi Asetilkolin. Berkurangnya Asetilkolin ini dikaitkan pd pembentukan B Amyloid yang mengganggu pembentukan dan pelepasan asetilkolin

Treatment of Alzheimer’s disease • Patients with Alzheimer disease (AD) have reduced cerebral content of choline acetyl transferase, which leads to a decrease in acetylcholine synthesis and impaired cortical cholinergic function. • Cholinesterase inhibitors increase cholinergic transmission by inhibiting cholinesterase at the synaptic cleft. • Four cholinesterase inhibitors, tacrine, donepezil, rivastigmine, and galantamine are currently approved for use in AD by the US Food and Drug Administration (FDA). • Tacrine, the first cholinesterase inhibitor approved, is essentially no longer used due to hepatic toxicity and severe, predominantly gastrointestinal side effects.

Vascular Dementia

Vascular dementia are particularly associated with “silent” lacunar infarcts

Frontotemporal Dementia (Pick Disease)

NEURO INFECTION

INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT Meningitis •Demam •Nyeri kepala •Kaku kuduk

Encephalitis •Demam •Penurunan kesadaran •Kejang

Meningitis vs Encephalitis • Encephalitis – Inflammation of brain parenchyma (white and gray matter) – It is almost always associated with inflammation of the meninges (meningoencephalitis) and may involve the spinal cord (encephalomyelitis) – Encephalitis will affect normal brain functions such as altered mental status, motor or sensory deficits, behavior or personality changes, speech or movement disorders.

• Meningitis – Inflammation of the meninges – Cerebral functions intact  no focal neurological deficits – Can be lethargic

Seizures can be present in both Seizures and postictal states can be seen with meningitis alone and should not be construed as definitive evidence of encephalitis

Meningitis

Meningeal signs •



Kernig’s sign  (+) bila ditemukan spasme dan resistensi harmstring saat dilakukan ekstensi pada sendi lutut saat panggul dan sendi lutut berada pada posisi fleksi 90 derajat Brudzinki’s sign – Brudzinki’s Neck sign (1) (+) bila ditemukan fleksi sendi lutut saat dilakukan fleksi pasif pada leher pasien – Brudzinki’s contralateral leg sign (2)  (+) bila ditemukan fleksi sendi lutut kontralateral saat dilakukan fleksi pasif sendi panggul dengan sendi lutut berada pada posisi ekstensi – Brudzinki’s Cheek sign (3)  (+) bila ditemukan fleksi pada sendi siku dengan “upward jerking” pada lengan saat diberikan penekanan pada zygoma – Brudzinki’s Symphisis sign (4)  (+) bila ditemukan fleksi sendi lutut bilateral saat simfisis pubis ditekan

LUMBAR PUNCTURE • A horizontal line joining the highest points of the iliac crests passes through the tip of the L4 spinous process and the L4-L5 IV disc. This is a useful landmark when performing a lumbar puncture to obtain a sample of cerebrospinal fluid.

Indication of Lumbal Puncture • To verify suspected infection of the CNS (meningitis, encephalitis) • To determine whether there is hemorrhage within the central nervous system, that is, for the diagnosis of subarachnoid hemorrhage if there is a high index of suspicion on clinical grounds and when computed tomography scanning is negative or unavailable • To obtain cells for cytologic examination when carcinomatous meningitis (seeding of the meninges with neoplastic cells) is a diagnostic possibility.

Contraindication of Lumbal Puncture • In patients in whom there is increased intracranial pressure—or when there is the possibility of an intracranial mass, especially in the posterior fossa— spinal puncture must be done extremely carefully or not at all • Infection (or suspected infection) at the site of lumbar puncture • Coagulation disorders in patients with thrombocytopenia, hemophilia, vitamin K deficiency, and so forth can be followed by subdural or epidural bleeding at the site of lumbar puncture.

Cerebrospinal Fluid Analysis

Peningkatan protein pada CSF juga dapat dilihat dengan Nonne Test / Nonne-Apelt Test dan Pandy Test. Kedua tes ini memiliki prinsip yang sama yaitu mendeteksi peningkatan kadar protein dalam CSF. Nonne Test dapat mendeteksi globulin, menggunakan reagen ammonium suphate. Pandy Test dapat mendeteksi albumin dan globulin, menggunakan carbolic acid atau phenol (Pandy reagent)

Encephalitis • Develops as a result of infections (viruses, bacteria, ricketsia, etc) • Encephalitis will affect normal brain functions such as altered mental status, motor or sensory deficits, behavior or personality changes, speech or movement disorders • Not usually demonstrable by CT • Diffuse swelling of cerebral tissue (hypodense zones poorly demarcated) • Compression of fluid spaces • Affected area can display contrast enhanced patches

ENCEPHALITIS

Diffuse swelling of cerebral tissue (hypodense zones poorly demarcated)

CNS TOXOPLASMA INFECTION

Congenital toxoplasmosis • Diffuse hydrocephalus • Multiple calcification at periventricular area and choroid plexus

Toxoplasmosis HIV • Nodular lesion ≥1 • Ring enhancement • Cerebral edema • 75% at basal ganglia

CEREBRAL ABSCESS • Brain abscess is a focal collection within the brain parenchyma, which can arise as a complication of a variety of infections, trauma, or surgery

CEREBRAL ABSCESS • In the early stage only irregular zone of low density and irregular enhancement are seen • Lesion develops a capsule, a ring of high density will be seen to surround the low density area • A ring-like enhancement appears in the same area after contrast medium administration • Mass effect causing midline shift and compression of the ventricle is marked

HEADACHE

International Headache Society Classification • Klasifikasi Nyeri Kepala: – Primary headache (benign disorders) • Migraine (with or without aura) • Tension (episodic or chronic) • Cluster headache • Other benign headaches • Drug rebound headache • Post traumatic – Secondary headache • Symptoms of organic disease

Don’t forget “SNOOP” red flags

Headache Chart Tipe

Tempat

Adams et al, 2001 Karakteristik klinik

Pola

Profil

Migren tanpa aura Migren dengan aura

Frontotempora l, uni/bilateral

Berdenyut, berat di belakang mata/telinga, menjadi nyeri tumpul dan menyeluruh

Saat bangun pagi/lebih siang, durasi 4-24 jam

Irreguler, interval minggu sampai bulan

Cluster headache

Orbitotemporal, unilateral

Nyeri hebat, tidak berdenyut

Malam hari, 1-2 jam setelah jatuh tidur

Setiap hari untuk beberapa minggu /bulan, berulang setelah beberapa minggu/tahun

Tension headache

Menyeluruh

Menekan, tidak berdenyut

Terus menerus Intensitas berubah dalam hari, minggu, bulan

Satu/lebih periode dari bulan sampai tahun

Iritasi mening

Menyeluruh/bif rontal/bioksipit al

Nyeri dalam menetap, hebat

Berulang, berkembang menit sampai jam

Episode tunggal

Tumor otak

Menyeluruh/un ilateral

Intensitas berubah, saat bangun, nyeri menetap

Menit sampai jam, memburuk pada pagi

Sekali, minggu sampai bulan

Arteritis temporal

Biasanya temporal

Berdenyut kemudian menetap nyeri dan panas, arteri menebal dan lunak

Berselang kemudian terus menerus

Menetap untuk minggu sampai bulan

Migraine

Migraine

Migraine Without Aura (Common Migraine) • Most common cause of migraine (80%) A. At least five attacks with the criteria B,C,D, and E B. Attack lasts 4 to 72 hours with or without treatment C. Has two of the following: unilateral location, pulsating quality, and moderate to severe intensity, aggravated by activity D. During headache associated with nausea/vomiting or photophobia/phonophobia E. History, physical and diagnostic tests that exclude related organic disease

Migraine With Aura (Classic Migraine) A. At least two attacks that fulfill criterion B B. At least three of the four characteristics: 1. one or more reversible aura symptoms indicating focal cerebral or brainstem dysfunction 2. at least one aura develops gradually over more than 4 minutes and no single aura lasts longer than 60 minutes 3. headache begins during aura or follows with a symptom-free interval of less than 60 minutes C. An appropriate history, physical, and diagnostic tests that exclude related organic disease.

Migraine Therapy • Abortive Therapy  causative – NSAID, opioid  nonspecific • NSAID pilihan = Asam asetilsalisilat 1000 mg (PO/IV), Diklofenak 50100 mg, paracetamol 1000 mg (PO/supp), ibuprofen 200-800 mg

– Ergot alkaloids, triptans  specific • Ergot alkaloids = Ergotamin tartrat 2 mg (PO/supp) • Triptans = Sumatriptan 25, 50, 100 mg (PO), 25 mg (supp), 10 & 20 mg (nasal spray), 6 mg (SC), Zolmitriptan, Naratriptan, Rizatriptan, etc

• Prophylactic Therapy  preventive – – – – –

Beta blockers (propanolol, atenolol, bisoprolol, metoprolol) Tricyclic antidepressants (amitriptilin) Calcium channel blockers (flunarizin, diltiazem) anticonvulsant (valproic acid, topiramate) 5-HT2 antagonism (methysergide)

Migraine Prophylactic Therapy • Should be started if patients have one of the following alone or in combination: – a high frequency of migraine attacks, ≥ 2/ month – Their abortive medications are not reliably effective, or – they have a high level of disability – Frequent, very long, or uncomfortable auras occur

Tension-type Headache (TTH) • The current pathophysiologic model of TTH – peripheral activation or sensitization of myofascial nociceptors  episodic TTH – sensitization of pain pathways in the central nervous system due to prolonged nociceptive stimuli from pericranial myofascial tissues  conversion of episodic to chronic TTH

Tension-type Headache (TTH) 2.1 Infrequent episodic TTH A. At least 10 episodes occurring on <1 d/mo (<12 d/y) and fulfilling criteria B-D B. Headache lasting from 30 min to 7 d C. Headache has 2 of the following characteristics: 1. bilateral location 2. pressing/tightening (non-pulsating) quality 3. mild or moderate intensity 4. not aggravated by routine physical activity D. Both of the following: 1. no nausea or vomiting (anorexia may occur) 2. no more than one of photophobia or phonophobia E. Not attributed to another disorder ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1)

©International Headache Society 2003/4

Tension-type Headache (TTH) 2.2 Frequent episodic TTH As 2.1 except: A. At least 10 episodes occurring on 1 but <15 d/mo for 3 mo (12 and <180 d/y) and fulfilling criteria B-D

ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1)

©International Headache Society 2003/4

Tension-type Headache (TTH) 2.3 Chronic TTH A. Headache occurring on 15 d/mo (180 d/y) for >3 mo and fulfilling criteria B-D B. Headache lasts hours or may be continuous C. Headache has 2 of the following characteristics: 1. bilateral location 2. pressing/tightening (non-pulsating) quality 3. mild or moderate intensity 4. not aggravated by routine physical activity D. Both of the following: 1. not >1 of photophobia, phonophobia, mild nausea 2. neither moderate or severe nausea nor vomiting E. Not attributed to another disorder ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1)

©International Headache Society 2003/4

Tension-type Headache Therapy • Abortive therapy – Simple analgesics : NSAID (Ibuprofen 400 mg, naproxen 220 mg or 550 mg, aspirin 650-100 mg), paracetamol 1000 mg – Combination simpe analgesic (paracetamol 250 mg, aspirin 250 mg, ibuprofen) with caffeine 65 mg – Combination with opioid and butalbital not recommended as initial therapy for TTH – Muscle relaxant, There are no adequate controlled trials evaluating muscle relaxants for the treatment of TTH

• Preventive therapy – Tricyclic antidepressants, for example amitriptyline

CLUSTER HEADACHE 3.1 Cluster headache A. At least 5 attacks fulfilling criteria B-D B. Severe or very severe unilateral orbital, supraorbital and/or temporal pain lasting 15-180 min if untreated C. Headache is accompanied by 1 of the following: 1. ipsilateral conjunctival injection and/or lacrimation 2.ipsilateral nasal congestion and/or rhinorrhoea 3.ipsilateral eyelid oedema 4.ipsilateral forehead and facial sweating 5. ipsilateral miosis and/or ptosis 6.a sense of restlessness or agitation D. Attacks have a frequency from 1/2 d to 8/d E. Not attributed to another disorder ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1)

©International Headache Society 2003/4

Cluster Headache Therapy • There is no definitive treament for cluster headache • The aims of therapy are reducing headache severity, shortening headache period, and preventing relaps • Abortive Therapy – Oxygen – Triptans, Ergot alkaloids – Narcotic not generally recommended

• Prophylactic Therapy – – – –

Calcium channel blockers (verapamil, diltiazem) Lithium Corticosteroids Tricyclic antidepressants (amitriptilin)

Trigeminal Neuralgia • Paroxysmal attacks of severe, short, sharp, stabbing pain → affecting one or more divisions of the trigeminal nerve • Precipitated by : chewing, speaking, washing the face, tooth-brushing, cold winds, or touching a specific “trigger spot” (e.g. Upper lip or gum) • Etiology : – Many remains unexplained – Compression of the nerve root by tumor of cerebellopontine angle – Demyelination

Trigeminal Neuralgia • Investigation – CT/MRI to exclude a cerebello-pontine angle lesion • Management – Carbamazepine (600-1600 mg/day) – Nerve block – Trigeminal ganglion/root injection with alcohol/phenol

– Microvascular decompression – Radiofrequency thermocoagulation

Space Occupying Lesion / Process (SOP) • Intracranial tumors – Primary (astrocytoma, glioblastoma, etc) – Metastastic (breast, lung, melanoma)

• Hematoma • Abscess • Aneurysms , arteriovenous malformations (AVMs) • Cyst - 3rd ventricle colloid cyst

Space Occupying Lesion / Process (SOP) • General Symptoms – Headache • A new headache with features suggestive of raised intracranial pressure • The classic brain tumour headache (eg, worst in the morning and worse on bending or Valsalva manoeuvre) is not as common as a tension-type presentation or migraine • Chronic headache is not due to any reason for the detection and others do not respond to simple medicines • Headache is more common in posterior fossa tumours and rapidly growing tumours.

– Mental status change – Weakness and/or ataxia – Generalized convulsion

Space Occupying Lesion / Process (SOP) • Localising sign  depend on the site – Occipital lobe = visual field defects – Frontal lobe = Anosmia (unilateral more common), change in personality, Broca aphasia, hemiparesis – Parietal lobe = Hemisensory loss, astereognosis, etc – Pituitary = Hemianopsia heteronym (bitemporal) – etc

Vertigo • Vertigo : persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya – Persepsi gerakan bisa berupa • Rasa berputar, disebut vertigo vestibular (karena masalah di dalam sistem vestibular) • Rasa goyang, melayang, mengambang, disebut vertigo non vestibular (karena gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual)  contoh : motion sickness Pedoman Tatalaksana Vertigo (PERDOSSI, 2012)

Vertigo • Berdasarkan letak lesi, vertigo vestibular dibagi menjadi : – Vertigo Vestibular Perifer  karena maslaah di labirin dan nervus vestibularis • Contoh penyebab : BPPV, Meniere’s disease, Neuritis vestibularis, Labirintitis, obat-obatan ototoksik, tumor nervus VIII, perilymph fistula

– Vertigo Vestibular Sentral  karena lesi di nukleus vestibularis di brainstem atau thalamus sampai cortex cerebri • Contoh penyebab : Polineuropati, mielopati, artrosis servikalis, trauma leher, presinkope, hipotensi ortostatik, hipoglikemia, penyakit sistemik

Vertigo : Perifer vs Sentral

Etiologi Vertigo

BPPV - ORGAN VESTIBULAR

BPPV – Dix Hallpike Maneuver

Manuver Dix-Hallpike digunakan untuk mendiagnosis BPPV dan mengetahui lokasi canalolithiasis, apakah pada canalis semicircular posterior kanan atau kiri

Diagnostic criteria employing the DixHallpike maneuver have been proposed for posterior canal BPPV ●Nystagmus and vertigo usually appear with a latency of a few seconds and last less than 30 seconds. ●It has a typical trajectory, beating upward and torsionally, with the upper poles of the eyes beating toward the ground. ●After it stops and the patient sits up, the nystagmus will recur but in the opposite direction. ●The patient should then have the maneuver repeated to the same side; with each repetition, the intensity and duration of nystagmus will diminish. The latency, transience, and fatigability, coupled with the typical mixed upbeat/torsional direction, establish this as PERIPHERAL VERTIGO

BPPV – Epley Maneuver Canalith Repositioning Treatment (CRT)

BPPV – Semont Maneuver Canalith Repositioning Treatment (CRT)

BRANDT & DAROFF EXERCISES

Evidences between Particle Repositioning Treatment • One study of 54 patients found that vertigo resolved in 18 of 28 patients (64 percent) using the modified Epley maneuver compared with 6 of 26 patients (23 percent) using the Brandt-Daroff exercises • Another study of 70 patients by the same group found that selftreatment with the modified Epley maneuver was more effective in abolishing vertigo than self-treatment with the modified Semont maneuver (response rate 95 versus 58 percent, respectively), likely because patients had more difficulty performing the latter • A randomized trial in 80 patients treated with the Epley procedure alone versus the Epley procedure supplemented by self-treatment with the modified Epley maneuver found that combined therapy resulted in a higher rate of symptom resolution (88 versus 77 percent Modified Epley Maneuver IS BETTER than Brandt-Daroff exercises and Semont maneuver Uptodate.com

Meniere’s Disease Penyebab : - hidrops endolimfatik

Meniere’s Disease • Terapi Non-farmakologis – Diet rendah Natrium (≤ 1500 mg/hari) – Diet rendah kafein, nikotin, alkohol, coklat – Rehabilitasi vestibular

• Terapi farmakologis – Simptomatik • Supresan vestibular (antihistamin = dimehidrinat, difenhidramin, meklizin, prometazin) • Benzodiazepin (diazepam, lorazepam, clonazepam) • Antiemetik (metoclopramide, granisetron, ondansetron)

– Diuretik, untuk mengurangi gejala vestibular • Hidroklorotiazide, triamteren

– Steroid • Prednison, metilpredinosolon, dexametason

• Terapi intervensi – Terapi destruktif = gentamisin intratimpanik, labirinektomi, vestibular neurektomi – Terapi non-destruktif = prosedur saccus endolimfatik (dekompresi, shunting dan sacculotomi, glukokortikoid intratimpanik

Medikamentosa Vertigo Calcium Channel Blocker • Mengurangi aktivitas ekstatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, meningkatkan aktivitas NMDA sepcific channel, dan bekerja langsung sebagai depressor labirin. Bisa untuk vertigo perifer dan sentral

Antihistamin • Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik, dengan akibat inhibisi nervus vestibularis

Histaminik • Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis

Golongan

Dosis Oral

Antiemetik Sedasi

Mukosa Gejala Kering Ekstrapiramidal

+

+

-

+

50 mg (3x1)

+

+

+

-

Antikolinergik Atropin Skopolamin

0,4 mg (3x1) 0,6 mg (3x1)

+ +

+

+++ +++

-

Monoaminergik Afetamin Efedrin

5-10mg(3x1) 25mg (3x1)

+ +

-

+ +

+ -

Histaminik Betahistin

6mg (3x1)

+

+

-

+

Benzodiazepin Diazepam

2-5mg (3x1)

+

+++

-

-

Antiepileptik Karbamazepin Fenitoin

200mg 100mg

-

+ -

-

-

Ca Channel Blocker Flunarizin (utk sentral & perifer) 5-10 mg (1x1) Antihistamin Difenhidramin Dimenhidrinat

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) • Herniasi matriks nukleus pulposus melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis • 95% HNP terjadi di lumbal (IV disc L4-L5 dan L5-S1). Di daerah cervical, paling sering di IV disc C6-C7 • Karena bentuk anatomisnya, HNP pada vertebra lumbal akan menekan radix saraf yang keluar di bawahnya. Contoh : L5-S1 disc herniation akan menyebabkan S1 radikulopati • HNP pada vertebra cervical akan menekan radix saraf pada level yang sama. Namun karena penamaan radix nervi cervicalis berbeda dengan yang lain, maka radix saraf yang tertekan akan sesuai dengan vertebra di bawahnya. Contoh : C6-C7 disc herniation akan menyebabkan C7 radikulopati

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) • HNP lumbal – Nyeri menjalar (nyeri radikuler) dari punggun hingga ke tungkai bawah atau kaki (ischialgia). Nyeri tungkai bawah lebih sakit daripada nyeri punggung – Nyeri diperberat dengan batuk, bersin, atau mengejan (Valsava maneuver) – Gerakan punggung terbatas (terutama antefleksi) karena nyeri – Tanda-tanda tegangan radiks • Straight leg raise (SLR = Lasegue test) (+) atau crossed SLR menandakan keterlibatan radiks L5,S1 • Femoral strecth test  menandakan keterlibatan radiks L2-L4

– Kelemahan motorik yang diikuti dengan penurunan refleks fisiologis patella dan Achilles – Perubahan sensorik (baal, kesemutan, rasa panas, rasa seperti ditusuk-tusuk) sesuai dermatom – Bila sudah berat, dapat disertai gangguan otonom seperti retensi urin

Pemeriksaan pada Low Back Pain •

Straigh leg raise test (Lasegue) test  mencari ada tidaknya ischialgia. – Positif bila terdapat nyeri radikular dan parestesia sesuai distribusi nervus ischiadicus ketika hip joint dielevasikan pada sudut 30-60 derajat dengan lutut ekstensi – Bila (+)  radikulopati L5, S1 – Nyeri saat elevasi <10 atau >60 derajat  bukan kompresi radiks – Bowstring sign  berkurangnya nyeri radikular ketika lutut difleksikan saat Lasegue test (+)

• •

Bragard test  mempertajam lasegue test (Lasegue + dorsofleksi ankle) Crossed straight leg raise test  Elevasikan tungkai yang asimptomatik menyebabkan gejala nyeri radikular tipikal pada tungkai yang simptomatik (spesifisitas >90% untuk kompresi radiks lumbosacral)

Lasegue test

Bragard test

Pemeriksaan pada Low Back Pain • Reverse straight leg raise (femoral stretch) test  pada posisi pasien pronasi, lutut difleksikan lalu hip diekstensikan ke atas, menyebabkan nyeri pada punggung bawah dan paha bagian depan. Bila (+)  radikulopati L2, L3, L4 • Patrick test  Eksorotasi hip dengan lutut fleksi 90 derajat (dan diletakkan pada lutut yang satunya) menyebabkan nyeri pada hip atau bokong. Bila (+)  patologi hip joint atau penyakit sacroiliac. Contra Patrick test

Femoral stretch test

Patrick test

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) • HNP cervical – Nyeri yang menjalar di area lengan pada distribusi radiks, diperburuk dengan ekstensi leher, rotasi ipsilateral, dan fleksi lateral – Tanda dan gejala lesi LMN (kelemahan motorik, penurunan refleks fisiologis biseps dan triseps) atau hipestesia sesuai dengan dermatom – Protrusi diskus cervical sentral menyebabkan mielopati dan radikulopati – Lhermitte test (+)  menekan atau kompresi kepala pasien untuk mendeteksi ada tidaknya penekanan di foramen intervertebralis bagian cervical.

Pemeriksaan Penunjang HNP •

Neuroimaging – Foto polos lumbosacral  untuk eksklusi diagnosis banding seperti spondilosis, spondilolistesis, fraktur, keganasan, infeksi, proses degenerasi, penyempitan disk space. Dapat melihat struktur tulang namun tidak bisa melihat herniated disk – CT SCAN  dapat menilai struktur tulang jauh lebih baik dibandingkan MRI dan foto polos, namun tidak bisa mengevaluasi radix saraf – MRI  dapat menvisualisasi soft tissue lebih baik dan informatif dibandingkan CT SCAN. Paling disarankan untuk penegakan diagnosis herniated disc – CT myelografi  jarang diindikasikan karena invasif. Dapat menvisualisasi radiks saraf spinal dan disarankan pada pasien herniated disc yang intolerasi atau memiliki kontraindikasi terhadap MRI.



Elektrodiagnosis – Nerve Conduction Study (NCS) dan elektromiografi (EMG) – Digunakan apabila temuan neuroimaging tidak konsisten dengan presentasi klinis pasien – NCS dan EMG memiliki diagnostik yang tinggi apabila dilakukan pada radikulopati dengan kelemahan otot yang sudah ada minimal 3 minggu – Pada radikulopati, NCS dan EMG dapat melokaslisasi radiks nervi spinal yang bermasalah

Pemeriksaan Penunjang HNP

CT myelogram Foto polos lumbosacral

CT SCAN  terdapat spondylolysis L2-L3

MRI  terdapat HNP pada IV disc L4-L5

TATALAKSANA HNP • Konservatif – Analgesik golongan NSAID – Modifikasi aktivitas (kurangi duduk yang terlalu lama, membungkuk, mengangkat barang) – Fisioterapi, program olahraga – Collar neck atau korset lumbal sementara selama 2 minggu – Injeksi kortikosteroid epidural pada kasus nyeri radikular yang hebat di lumbal

• Indikasi Bedah – Nyeri yang tidak tertahankan walaupun sudah menjalani terapi konservatif yang adekuat selama > 3 bulan – Hasil EMG  terdapat kompresi radiks – Defisit neurologis yang progresif – Prosedur = discectomy anterior servikal atau laminektomi

Cauda Equina Syndrome • • •

• • •



Terganggunya fungsi dari radixradix saraf dibawah vertebra L1-L2 Gangguan motorik sedang-berat, asimetris, atrofi Gangguan sensorik saddle anesthesi timbul lebih lambat, asimetris Nyeri menonjol, hebat, timbul dini, radikuler, asimetris Gangguan reflex bervariasi Gangguan sphincter timbul lambat, jarang berat, disfungsi seksual jarang Reflex bulbocavernosus dan anal jarang terganggu

Conus Medullaris Syndrome •

• • •

• • • •

Conus medullaris merupakan ujung inferior dari medulla spinalis, dibentuk terutama oleh segmen sacral Gangguan motorik ringan, simetris, tidak ada atrofi Gangguan sensorik saddle anesthesi muncul lebih awal, bilateral Nyeri jarang, relatif ringan, simetris, bilateral, pada perineum dan paha Reflex Achiles (-), reflex patella (+) Disfungsi sphincter terjadi dini dan berat Reflex bulbocavernosus dan anal (-) Gangguan ereksi dan ejakulasi

Saddle anesthesia : sensory loss in distribution of S2-S5

Low Back Pain (LBP) • LBP adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah (diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah) • LBP akut < 12 minggu, LBP kronik > 12 minggu • Klasifikasi LBP (menurut SPM Neurologi PERDOSSI) – LBP dengan tanda bahaya (red flags)  neoplasma, infeksi, fraktur vertebra, sindrom kauda equina – LBP dengan sindroma radikuler – LBP non-spesifik  90% dari seluruh LBP akut dan kronik

Low Back Pain (LBP) – Red Flags Kelainan

Red Flags

Kanker atau infeksi

-

Fraktur vertebra

- Riwayat trauma bermakna - Penggunaan steroid jangka panjang - Usia > 70 tahun

Sindroma kauda ekuina atau defisit neurologik berat

-

Usia <20 tahun atau > 50 tahun Riwayat kanker Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas Terapi imunosupresan Infeksi saluran kemih, IV drug abuse, demam, menggigil Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat

Retensi urin akut atau inkontinensia overflow Inkontinensia alvi atau atonia sfingter ani Saddle anesthesia Paraparesis progresif atau paraplegia

Low Back Pain (LBP) – Jenis Nyeri 3. Psychogenic clear that no somatic disorder is present

1. NociceptiveInflamatorik Caused by activity in neural pathways in response to potentially tissue-damaging stimuli

fracture / Postoperative Ongoing or impending injury

4. Mixed type Caused by a combination of both primary injury or secondary effects

2. Neuropathic Initiated or caused by primary lesion or dysfunction in the nervous sys.

sprain Inflamation / Infection Muscle Stretch

strangulated (scar tissue) Myofascial pain

inflamed (infection )

Infiltrated or compressed (tumors)

The Assessment of the Patient with Pain, Steven Richeimer, M.D. Director USC Pain Management, USC Medical Center, Los Angeles, CA, USA, 2007

Neuropathic Pain– ID Pain Score

If patients have more than one painful area, they are to consider the one area that is most relevant to them when answering the ID Pain questions. Scoring was from –1 to 5. If you score 2 or more, you may have neuropathic pain. Talk to your doctor. Higher scores are more indicative of pain with a neuropathic component

CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) • Mononeuropati kompresif fokal tersering • Disebabkan penekanan nervus medianus ketika berjalan di dalam carpal tunnel • Etiologi : multifaktorial (kompresi nervus medianus atau inflamasi) – Tenosynovitis pada tendotendo flexor di dalam carpal tunnel – Efek massa (neoplasma, kista ganglion, persistent median artery) – Rheumatoid arthritis – Osteofit pada wrist joint

CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) • Nyeri neuropatik dan paresthesia (baal dan kesemutan) pada distribusi nervus medianus (jari 1,2,3 dan setengah radial jari 4) • Gejala memburuk pada malam hari (dan dapat membangunkan pasien dari tidur). Gejala juga memburuk saat pergelangan tangan dipertahankan dalam posisi tertentu dan saat adanya gerakan repetitif pada pergelangan tangan • Flick sign  untuk mengurangi gejala, pasien sering mengibaskan pergelangan tangan • Pada kasus yang berat  kelemahan pada otot-otot thenar, menyebabkan ketidakmampuan dalam abduksi dan oposisi jempol (pasien menjadi sulit memegang gelas)

Provocative maneuver for Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Electrodiagnostic Testing for Carpal Tunnel Syndrome • Nerve Conduction Study (NCS) – Memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk konfirmasi diagnosis CTS – Dapat memperlihatkan gangguan konduksi nervus medianus di carpal tunnel • Kompresi saraf  demyelinasi fokal  delayed distal latencies and slowed conduction velocities • Serabut sensorik lebih sensitif terhadap kompresi sehingga dapat memperlihatkan perubahan konduksi lebih awal dibandingkan serabut motorik • Kompresi yang lebih berat  kerusakan axon  reduction of the median nerve compound motor or sensory action potential amplitude

• Electromyography (EMG) – Tidak terlalu berguna pada pasien yang memiliki tanda dan gejala klasik CTS dan sudah memiliki temuan NCS yang sesuai – Untuk eksklusi kondisi lain seperti polineuropati, plexopati, radikulopati

Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome (CTS) • Konservatif (untuk CTS ringan, sedang)  wrist splinting, injeksi steroid intra carpal tunnel, atau steroid oral – Bila respon inadekuat terhadap nocturnal wrist splinting  lanjutkan hingga 1 atau 2 bulan dan tambahkan injeksi metilprednisolon 40 mg. – Bila injeksi tidak bisa dilakukan, steroid oral  prednison 20 mg/hari selama 10-14 hari

• Bedah dekompresi  bila tidak merespon terhadap konservatif • Terapi CTS yang belum terbukti manfaatnya  nerve-gliding, ultrasound, stimulasi listrik, low-level laser therapy, , magnetic therapy, contrast bath, myofascial massage, NSAID, vitamin B6, diuretik Uptodate.com

Nerve Conduction Study (NCS) / Electroneurography (ENG)

Nerve Conduction Study (NCS) • Stimulating electrode diletakkan di kulit pada permukaan saraf • Recording electrode diletakkan pada titik kulit yang berbeda (namun masih dalam distribusi saraf yang sama)  melihat SNAP (compound sensory nerve action potential) atau pada otot yang diinervasi oleh saraf yang sama  untuk melihat CMAP (compound motor action potential) • Setiap saraf sudah memiliki nilai latensi atau conduction velocities SNAP dan CMAP yang standar. • Setiap saraf juga memiliki nilai amplitudo SNAP yang standar • Demyelinasi  slowed nerve conduction • Axonal damage  decreased SNAP amplitudes

Electromyography (EMG)

Electromyography (EMG) • Sebuah elektroda dimasukkan langsung ke dalam otot, kemudian MUP (motor unit action potential) direkam • EMG pattern dapat membedakan apakah kelemahan otot disebabkan oleh neuropathy atau myopathy • Neuropathic disorders  increased spontaneous activity (fibrillation potentials and positive sharp waves) / fasciculations – Fasikulasi disebabkan karena deinervasi kronis dari sel-sel otot. Deinervasi juga menyebabkan axon-axon motor didekat sel-sel otot mengalami sprouting dan menginervasi daerah otot yang lebih besar  motor unit menjadi lebih besar  Amplitudo dan durasi MUP menjadi lebih besar

• Myopathic disorders  penurunan amplitudo dan durasi MUP

Electromyography (EMG) • Ketika otot dikontraksikan secara volunter  EMG akan memperlihatkan pola continuous firing dari motor unit  normal recruitment pattern • Neuropathy  recruitment pattern memiliki amplitudo normal namun interrupted firing • Myopathy  recruitment pattern memiliki amplitudo yang turun namun continuous (or increased) firing

Ulnar Nerve Entrapment • Ulnar nerve neuropathy  dapat terjadi di elbow (UNE) dan wrist • Ulnar neuropathy at the elbow (UNE) dapat disebabkan karena kompresi nervus ulnaris di sekitar siku, paling sering di dalam cubital tunnel  Cubital Tunnel Syndrome. – Lokasi UNE lain yang lebih jarang  ketika melewati arcade of Struthers,caput medial triceps, septum intermuscular medial, epicondylus medial

• Ulnar neuropathy at the wrist dapat disebabkan karena kompresi nervus ulnaris di dalam Guyon tunnel  Guyon Tunnel Syndrome

Cubital Tunnel Syndrome • Kompresi nervus ulnaris di dalam cubital tunnel – Cubital tunnel  atap = Osborne ligament & aponeruosis FCU; lantai = posterior & tranverse band of medial collateral ligament and elbow joint capsule

• Gerakan siku akan menyebabkan nervus ulnaris teregang dan bergeser di dalam cubital tunnel. Fleksi siku juga menyebabkan perubahan bentuk cubital tunnel dari oval menjadi elips  menyempitkan cubital tunnel hingga 55 %

Cubital Tunnel Syndrome • Gejala  parestesia jari kelingking, setengah ulnar jari manis, punggung tangan sisi ulnar. – Diperberat oleh aktivitas yang menyebabkan fleksi siku dan pada malam hari (siku fleksi saat tidur)

• Tanda – – – –

Atrofi first web space (adductor pollicis) & interosseus muscles Clawing pada jari kelingking dan manis Hipestesia jari kelingking dan setengah ulnar jari manis Paralisis otot-otot intrinsik tangan (adductor pollicis, deep head of flexor pollicis brevis/FPB, interossei, lumbricales 4,5)  weakened grasp, weak pinch, Froment sign, Wartenberg sign, Jeanne sign, Masse sign • Masse sign  pendataran arcus palmaris karena kelemahan opponens digiti minimi

– Paralisis otot-otot ekstrinsik yang diinervasi nervus ulnaris  Pollock sign  tidak mampu fleksi DIP jari 4,5 – Tes provokatif  Tinel sign (+) pada cubital tunnel, Elbow flexion test (positif bila fleksi siku >60 detik memunculkan gejala cubital tunnel syndrome)

Cubital Tunnel Syndrome

Atrofi adductor pollicis

Claw hand pada jari 4,5

Froment Sign – Ulnar Nerve Palsy Paralisis pada adductor pollicis menyebabkan pasien memfleksikan interphalangeal joint (IP joint) jempol dibandingkan melakukan adduksi jempol untuk menjepit kertas. Fleksi IP joint merupakan kompensasi dari flexor pollicis longus (FPL) yang diinervasi oleh nervus medianus

Jeanne Sign – Ulnar Nerve Palsy

Ketika pasien diminta untuk membuat pinch, akan terjadi fleksi interphalangeal joint (IP joint) jempol disertai hiperekstensi metacarpophalangeal joint (MCP joint) jempol (Jeanne Sign). Hal ini merupakan gerakan kompensasi dari ekstensor pollicis longus (EPL) yang diinervasi oleh nervus radialis

Wartenberg Sign – Ulnar Nerve Palsy

Jari kelingking berada pada posisi abduksi dan tidak dapat diadduksikan. Deformitas ini disebabkan oleh tarikan otot ekstensor digiti minimi (EDM) yang diinervasi oleh nervus radialis. Adduksi jari kelingking tidak bisa dilakukan karena terdapat paralisis pada interosseus palmaris III (inervasi oleh nervus ulnaris). Tarikan ekstensor digiti minimi menyebabkan abduksi kelingking karena otot ini memiliki insersi pada basis phalanx proksimal aspek ulna jari 5.

Guyon Tunnel Syndrome • Nama lain : ulnar tunnel syndrome • Kompresi nervus ulnaris di pergelangan tangan ketika melewati Guyon tunnel – Guyon tunnel = saluran di antara pisiforme dan hook of hamate dengan atap berupa ligamentum pisohamatum

Guyon Tunnel Syndrome • Nyeri dan paresthesia pada jari 5 (kelingking) dan setengah medial jari 4 (manis) – Bila nyeri dan paresthesia melebar hingga pergelangan tangan dan setengah medial punggunf tangan  kemungkinan bukan Guyon tunnel syndrome melainkan high ulnar lesion (e.g : Cubital tunnel syndrome) • Clawing pada jari kelingking dan manis • Paralisis otot-otot intrinsik tangan (adductor pollicis, deep head of flexor pollicis brevis/FPB, interossei, lumbricales 4,5)  weakened grasp, weak pinch, Froment sign, Wartenberg sign, Jeanne sign, Masse sign

TAMBAHAN SOAL MATERI

• Pria 32 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri tajam pada punggung bawah yang menjalar hingga tungkai kanan. Nyeri bertambah ketika duduk dan batuk. Pemeriksaaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah a. Rontgen vertebra lumbosacral b. Myelografi c. CT Scan d. MRI. e. Lumbal pungsi

• Seorang laki-laki, usia 40 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa kencing dan sulit BAB sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang sudah berlangsung 4 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan paralisis ekstremitas bawah, hiporefleks, anestesia perianal, dan gangguan ereksi. Diagnosis paling mungkin adalah ... a. Spina bifida b. Tumor myelum c. Hernia nucleus pulposus d. Cauda Equina syndrome. e. Myelitis

• Wanita,berusia 40 tahun rajin mencuci dan memasak, datang dengan keluhan pada jari tangan kanan (ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah) kesemutan. Keluhan membaik bila tangan digerakan. Nyeri pada malam hari. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis dengan mengetuk pergelangan tangan kanan didapatkan nyeri menjalar ke telunjuk, ibu jari dan jari tengah. Apabila pergelangan tangan diketuk, nyeri semakin hebat. Apa dignosis pasien tersebut? a. Erb's palsy b. Saturday night palsy c. Todd's palsy d. Tarsal tunnel syndrome e. Carpal tunnel syndrome.

• Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan otot-otot intrinsik tangan mengecil dan lemah. Saraf manakah yang kemungkinan mengalami kelainan pada kasus diatas? a. b. c. d. e.

Nervus ulnaris. Nervus radialis Nervus brachialis Nervus axillaris Saraf-saraf thenar dan hypothenar

• Wanita,berusia 40 tahun rajin mencuci dan memasak, datang dengan keluhan pada jari tangan kanan (ibu jari,jari telunjuk dan jari tengah) kesemutan. Keluhan membaik bila tangan digerakan. Nyeri pada malam hari. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis dengan mengetuk pergelangan tangan kanan didapatkan nyeri menjalar ke telunjuk, ibu jari dan jari tengah. Phallen dan tinnel positif. Apa pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan? a. NCS. b. Pungsi lumbal c. EEG d. MRI e. CT-Scan

TERIMA KASIH

Related Documents