Contoh Apresiasi Cerpen Revisi

  • Uploaded by: muhammad
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Contoh Apresiasi Cerpen Revisi as PDF for free.

More details

  • Words: 1,390
  • Pages: 3
Loading documents preview...
APRESIASI CERPEN I. Identitas Cerpen 1. Judul 2. Nama Pengarang 3. Penerbit gumira4. Tahun penerbit 5. Tempat penerbit 6. Tebal halaman

: Rembulan Dalam Capuccino : Seno Gumira Adjidarma : http://reinvandiritto.blogspot.com/2012/09/cerpen-senoajidarma-rembulan.html : 18 September 2012 : Jakarta : 8 halaman

II. Sinopsis Cerpen Kisah cinta Hayati dan Sukab yang seharusnya tidak terjadi, karena di antara ke duanya sudah ada ikatan pernikahan baik itu Hayati dengan suaminya begitupun Sukab dengan istrinya.Namun karena terlanjur jatuh cinta keduanya memutuskan untuk pergi berlayar berdua dan bercinta di atas perahu cardik tersebut. Hayati dan Sukab tidak pulang selama beberapa hari, hal tersebut tentu membuat khawatir ibu Hayati yang sudah tua, ibu Hayati kemudian datang ke rumah Sukab dan berbicara dengan istri Sukab yang bernama Wella. Ternyata Wella sudah mengetahui bahwa suaminya pergi bersama Hayati, dan dia pun sudah mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Hayati. III.Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik. 3.1Analisis Unsur Intrinsik A. Tokoh dan Penokohan 1. Hayati : Pekerja keras, keras kepala, berjiwa liar 2. Sukab : Pekerja keras, pengkhianat 3. Nenek (Ibu Hayati) : Tegas, penuh rasa khawatir 4. Wellah : Memprihatinkan, menderita, sabar 5. Dulla : Tidak perduli, cuek 6. Anak Sukab : Bisu, memprihatinkan B. Alur/Plot 1) Jenis Alur : Campuran 2) Tahapan Alur a. Perkenalan Saat suatu pagi di daerah pesisir pantai, seorang wanita bernama Hayati menuruni tebing sambil membawa pikulan air sejak tadi subuh. b. Konflik Di pantai tiba-tiba terdengar derum suara mesin, Hayati langsung membawa pikulan air yang dibawa dari tadi dan meletakkannya di sebelah gubuknya. Hayati langsung berlari kearah pantai, yang ternyata sudah ada Sukab, namun larangan nenek tua itu sama sekali tidak digubris sama sekali oleh Hayati. Mereka berdua pun memutuskan untuk pergi berlayar dengan perahu cardik tersebut. c. Klimaks (puncak konflik) Karena masih tidak ada juga tanda-tanda kedatangan kembali Hayati dan Sukab, ibu Hayati merasa sangat khawatir. Ibu Hayati pun mencoba mencari-cari informasi dari warga lain perihal keadaan Hayati dan Sukab mungkin saja warga lain melihat perahu Sukab di tengah laut. Namun bukannya mendapat informasi Ibu Hayati pun malah mendapat perkataan yang sangat buruk tentang anaknya. Ibu Hayati pun akhirnya pergi ke rumah Sukab yang ternyata kondisi nya sangat memprihatinkan, hanya gubuk sederhana dengan perabotan yang lusuh dan tidak layak pakai.Di gubuk itu ternyata ada istri Sukab yang bernama Wellah yang sedang terkena malaria dan dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Ibu Hayati pun langsung bertanya keberadaan Sukab, namun ternyata Wellah sudah mengetahui kepergian suaminya dengan Hayati dan ternyata Wellah sudah mengikhlaskan apa pun yang terjadi pada suami dan pernikahan mereka. d. Peleraian Namun pada suatu malam, pada hari ketujuh, di tengah angin yang selalu ribut terlihat perahu Sukab mendarat juga, Hayati melompat turun begitu lunas perahu menggeser bibir pantai dan mendorong perahu itu sendirian ke atas pasir sebelum membuang jangkar kecilnya.Sukab tampak lemas di atas perahu.Di tubuh perahu itu terikat seekor ikan besar yang lebih besar dar perahu mereka. Tombak ikan bertali milik Sukab tampak menancap

di punggungnya yang berdarah, tentu ikan besar ini yang telah menyeret mereka berdua selama ini, setelah bahan bakar mesinnya habis,. Hayati tampak lebih kurus dari biasa dan keadaan mereka berdua memang lusuh sekali. Kulit terbakar, pakaian basah kuyup, dan gigi keduanya menyala-nyala karena semangat hidup yang kuat serta api cinta yang membara. Keduanya terdiam saling memandang. Keduanya mengerti, cerita tentang ikan besar ini akan berujung pada perceraian mereka masingmasing, yang dengan ini tidak bisa dihindari lagi. Namun keduanya juga mengerti, betapa bukan urusan siapapun bahwa mereka telah bercinta di atas perahu cardik ini. C. Tema “Percintaan yang seharusnya tidak pernah terjadi” D. Latar/Setting 1) Waktu Pagi Hari : Saat Sukab dan Hayati pergi Tengah Malam : Saat ibu Hayati mencari tahu keberadaan perahu cardik dan mendatangi rumah Sukab Malam hari : Saat perahu Sukab menepi 2) Tempat Di pinggir pantai : Saat Hayati dan Sukab bertemu Di gubuk : Ibu Hayati menemui Wellah Di tengah laut : Saat perahu Sukab berlayar E. Gaya Bahasa Ada di 4.3.1 F. Sudut Pandang Sudut pandang orang ketiga, karena penulis menceritakan kembali kisah Hayati ini dengan menggunakan kata “Dia” G. Amanat 1. Ibu akan selalu perduli terhadap anaknya 2. Jangan mencari gara-gara apalagi sudah berumah tangga 3. Harus menerima segala cobaan yang tuhan berikan. 4. Jika sudah mempunyai keluarga, tidak boleh membagi cinta kepada orang lain 5. Cinta yang sangat kuat akan sulit dipisahkan. 3.2Unsur Ekstrinsik A. Biografi penulis SENO GUMIRA ADJIDARMA Lahir : Boston, 19 Juni 1958 Pendidikan Formal : 1994 – Sarjana, Fakultas Film & Televisi, Institut Kesenian Jakarta 2000 – Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia 2005 – Doktor Ilmu Sastra, Universitas Indonesia Aktivitas dan kesibukan : Wartawa, Fotografer, Dosen, dan tentu saja Penulis Tertarik puisi-puisi mbeling-nya Remy Sylado di majalah Aktuil Bandung, Seno pun mengirimkan puisi-puisinya dan dimuat.Honornya besar.Semua pada ngenyek Seno sebagai penyair kontemporer. Tapi ia tidak perduli. Seno mengirim puisinya ke majalah sastra Horison.Tembus juga “Umurku baru 17 tahun, puisiku sudah masuk Horison.Sejak itu aku merasa sudah menjadi penyair,” kata Seno bangga.Kemudian Seno menulis cerpen dan essai teater. Jadi wartawan, awalnya karena kawin muda pada usia 19 tahun dan untuk itu ia butuh uang. Tahun itu juga Seno masuk Institut Kesenian Jakarta, jurusan sinematograf. “nah, dari situ aku mulai belajar motret.” Ujar pengagum pengarang R.A. Kosasih ini. Kalau sekarang ia jadi sastrawan, sebetulnya bukan itu mulanya. Tapi mau jadi seniman.Seniman yang dia lihat tadinya bukan karya, tetapi Rendra yang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, rambut boleh gondrong. “tapi, kemudian karena seniman itu harus punya karya maka aku buat karya,” ujar Seno disusul tertawa terkekeh. Sampai saat ini Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa. Cerpennya Pelajaran Mengarang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara lain: Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius(1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), sebuah Pertanyaan Untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Ppernah

Mati (1999). Karya lain berupa novel Matinya Seorang Penari Telanjang (2000). Pada tahun 1987, Seno mendapat Sea Write Award.Berkat cerpennya Saksi Mata, Seno menperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary, 1997. B. Faktor Sosial 1. Kehidupan nelayan yang sangat tenang 2. Kisah perselingkuhan yang sekarang banyak terjadi IV.

Analisis Diksi A. Gaya Bahasa (Majas) 1. Majas Personifikasi : majas yang memanusiakan benda mati. Contoh :Angin yang selalu berebutan 2. Majas Hiperbola : majas yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan. Contoh :Giginya tambah gemelutuk dalam perputaran roda mesin malaria 3. Majas Eufemismi: majas penghalus atau memberi kesan lebih sopan, tidak merendahkan/ menghina orang lain, dan untuk menghindari kesan tabu, jorok, atau fulgar. Contoh: Umur lima tahun belum bisa berbicara 4. Majas anafora : majas yang mengulang kata yang sama pada bagian awal. Contoh: Gerak ombak adalah hidup para nelayan. Gerak ombak adalah semangat pengabdianku.Gerak ombak adalah desakkan cintaku padamu. B. Idiom/Ungkapan 1. Mabuk cinta 2. Bibir pantai 3. Senja menggelap 4. Api cinta

= = = =

terlena oleh cinta pinggiran pantai menjelang malam, matahari terbenam rasa cinta yang sangat besar

C. Peribahasa 1. Kasih anak sepanjang galah kasih ibu sepanjang jalan.  Anak kadang tidak perduli kepada ibunya, tapi ibu selalu perduli apapun yang dilakukan oleh anaknya. 2. Jangan menggerak ular yang tidur  Jangan mencari gara-gara 3. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.  Dalam kehidupan semua sudah ada yang mengatur dan tidak dapat kita hindari 4. Jikalau kasihkan padi, buanglah rumputnya.  Jikalau sudah punya istri dan anak maka lupakanlah untuk memberi cinta kepada orang lain. 5. Hitam mata itu tidak bolehbbercerai pada putihnya.  Kalau sudah cinta akan sulitdipisahkan V.

Apresiasi Cerpen 1. Segi Sosial Dari segi social cerpen ini sangat bsik, karena mengangkat segi social warga pesisir pantai yang penuh dengan ketenangan dan keindahan yang membuat pembacabmembayangkan suasana yang hangat di pantai. 2. Segi Kebudayaan Cerpen ini sangat bagus, karena sangat menjunjung nilai kebudayaan masyarakat pesisir pantai dan menjunjung tinggi nilai moral. 3. Segi Keagamaan Segi geagamaan dalam cerpen ini sangat bagus, karena mengajarkan dan mengiungatkan kita bahwa jika sudah berumah tangga kita tidak boleh bermain api. 4. Segi Pendidikan Cerpen ini juga sangat bagus dalam segi pendidikan, karena mendidik kita akan hukum pernikahan yang ada di negara ini.

VI.

Ramalan Cerita Kemudian Hayati dan Sukab melanjutkan proses perceraian mereka. Setelah itu, Hayati dan Sukab tetap menerima hukuman dari masyarakat karena perbuatan yang telah mereka lakukan, mereka pun diusir dari kampung nelayan tersebut. Dalam masa-masa yang sulit tersebut, mereka tetap mempertahankan cinta mereka yang sangat kuat, dengan mengembara jauh, mereka menata kembali kehidupan mereka berdua dengan penuh kebebasan, dan rasa tenang.

Related Documents

Contoh Resensi Cerpen
January 2021 1
Cerpen
January 2021 2
Apresiasi Budauya
January 2021 0
Cerpen
January 2021 3

More Documents from "Eko Prabowo"