Diktat.docx

  • Uploaded by: Lusi Pardede
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Diktat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 80,541
  • Pages: 253
Loading documents preview...
IV. REKAMAN PERKULIAHAN DAN MASUKAN DARI BAPAK DOSEN Pertemuan II (15 agustus 2017) Gerrit singgih mengatakan berteologi kontekstual bukan seperti Linneman yang mengabaikan cara berteologi historis kristis yang sudah beratus tahun dieropa. Berteologi kontekstual bukanlah xemofabia/ anti teologi barat, berteologi kontekstual khusus di Indonesia menjadikan teologi barat sebagai satu pembelajaran teologia kontekstual di indonesia. Pertemuan III (22 Agustus 2017) Gerrit singgih berteologi dalam 2 konteks yaitu konteks alkitab secara keseluruhan, konteks pendengar masyarakat yang akan mendengar firman. Beberapa teolog mengabaikan kedua hal itu yaitu tahun 1920 bernama Shoki Col mengatakan berteologia melihat konteks alkitab dan pendengar. Pertemuan IV (11 September 2017) Rakyat yang tak berdaya karena pada tahun 80 korea masih dipengaruhi negara yang pernah menjajah mereka, Amerika dan Jepang yang mengakibatkan penderitaan yang lama, setelah merdeka pemerintahan dibawah resin tahun 70 pernah menembak ribuan mahasiswa pada saat demon, rakyat minjung maju menyumbangkan resin penguasa yang didaktor. Pertemuan V (19 September 2017) Galilea: kota yang kecil, miskin darisinilah awal dari missi bukan karena negara religius, isi pengutusan pergilah, jadikanlah menjadi murid, baptis, ajar, tapi dalam bahasa aslinya hanya menjadikan melakukan perintah Yesus. Pertemuan VI (10 Oktober 2017) Disertasi yang diakui di leiden yang ditulis Fraklin Simbolon dengan judul tanah dan hak warisan tanah buat perempuan batak, tanggung jawab istilah ibrani “kabas” menakhlukkan. Pertemuan VII (21 November 2017)

1|Diktat Dogmatika

Teologi ingatan, berdasarkan pesan sakramental itu lewat kebiasaan ibu Vietnam dimana jika ada saudara mereka yang meninggal ibu-ibu akan membawa secawan nasi dan 2 sumpit lalu dibawa kemakam. Pertemuan VIII (28 November 2017) Teologi han: menunjukkan orang yang susah, menderita. Tuhan lebih cenderung dekat dengan manusia han, mukjizat Tuhan lebih banyak terjadi bagi orang han. Pertemuan VIII (14 Maret 2017) Tentang dogmatika kontekstual yaitu pendamaian yang memiliki 3 dimensi yaitu Allah, manusia, ciptaan Allah. Seperti pada Kejadian 1:2, 8:22, 9 yang mengingatkan perjanjian Allah melangsungkan kosmos dengan baik. Kemudian mengingatkan keutuhan manusia

bertanggung

jawab

kelestarian

lingkungan,

kemudian

pendamaian

yang

berkesinambungan. Pertemuan IX (24 Maret 2017) Membahas tentang pengantar sejarah dogma kristen oleh Bernhard Lohse, Konsili Calcedon (451) ialah menyalakkan kristologi yang berkembang pada zamannya, kristologi monofisik dan duofisik dinyatakan sebagai ajaran sesat. Kristologi teotokos ialah menekankan Kristus lahir dari perawan Maria yang dikandung oleh roh kudus, ada juga aspek lain yaitu kristologi yang mengadopsi kristologi dari bapa-bapa gereja. Pertemuan X (25 April 2017) Membahas tentang iman kristen, kekudusan corporate personality ialah sebagai contoh pertobatan penjahat, kepercayaan kornelius. Gereja yanng benar adalah gereja yang menyatakan firman, sakramen yang baik, siasat yang baik. Adapun ciri eklesiologi yaitu sesuai dengan pengakuan iman rasuli dan konfensi HKBP adalah kudus, kekudusan bukan karena diri manusia tetapi karena perbuatan Allah kepada manusia untuk menuntun manusia meninggalkan hidup lama menjadi hidup baru, kekudusan oleh tuntunan roh kudus yang memampukan hidup manusia untuk menuju hidup baru, gereja yang kudus yaitu umat yang sanggup melawan keinginan kehidupan duniawi bukan karena dirinya tetapi karena anugerah. Kemudian gereja yang am yaitu ditambahkan sebagai avendik karena sudah berlangsung gereja oikumene. Sebab pada penyusunan agenda awal HKBP, sehingga tidak muncul kata Am karena di jerman protestan mendapat hukum siasat gereja. Tugas dan tanggung jawab 2|Diktat Dogmatika

ialah memelihara kesatuan di dalam gereja yanng oikumene, kemudian gereja memelihara kebersamaan.

V. TUGAS MINGGUAN Tugas dogmatika 1 (pengertian dogmatika menurut para ahli dan perbedaan dogmatika dan etika Pengertian Dogmatika Menurut 5 Tokoh 1. Menurut karl Barth, dogmatika ialah penyelidikan sendiri secara ilmiah (secara ilmu pengetahuan), yang dilakukan oleh gereja kristen mengenai isi pemberitaannya.1 2. Dogmatika ialah hasil penyelidikan firman Tuhan yang diterima gereja agar diperintahkan dan dipercayai.2 3. Menurut Schlatter, dogmatika ialah pengetahuan serta kepercayaan yang menyatukan kita menjadi suatu umat, dan dogmatika menyangkut hal masa kini yaitu diri sendiri.3 4. Dogmatika ialah pendapat, azas, keputusan, perintah, hukuman, peraturan.4 5. Menurut Gerald O’collins, dogmatika ialah pengujian dan penampilan secara koheren dan sistematis semua ajaran kristen yang meliputi Trinitas, inkarnasi, penebusan, dosa, anugerah, gereja, sakramen, eskatologis, dan semua ini harus dilakukan dalam terang iman dan dikerjakan oleh orang percaya.5 Perbedaan dogmatika dan etika: 1. Menyelidiki dan membuktikan apakah dogma-dogma Gereja sesuai atau tidak dengan Firman Tuhan. 2. Merumuskan pengertian-pengertian pokok di dalam Alkitab misalnya tentang Allah, Yesus Kristus, Keselamatan, Manusia, Roh Kudus, dll. Dengan demikian obyek perhatian Dogmatika bukan melulu dogma-dogma gereja saja.

1

Dr. G. C van NIFTRIK & Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),27

2

Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 4

3

Donald guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),

4

Prof. Dr. J.A.B. Jengenel, pembimbing ke dalam dogmatik kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 6

5

https://tounusa.wordpress.com/2011/10/02/dogmatika-fungsi-metode-dan-perkembangannya/

3|Diktat Dogmatika

3. Menanggapi dan menyanggah ajaran-ajaran atau pandangan dari luar kekristenan.

Sedangkan etika adalah: 5. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan. 6. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. 7. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

Tugas dogmatika ke-2 (makna dogma pendamaian 3 dimensi) Makna Dogma Perdamaian 3 Dimensi Sudah menjadi keharusan bahwasanya manusia menyadari asal-usul mereka sebagai makhluk-makhluk yang diciptakan menurut citra Allah. Yang terwahyukan sebagai makhluk relasional. Petunjuk tambahan mengenai pentingnya pertemanan antara manusia dengan non-manusia muncul didalam (Kej 2:18). Dimana manusia di perkenankan untuk menamai hewan-hewan bukan untuk memegang tampuk kuasa atas mereka melainkan sebagai bagian dari proses mengupayakan pertemanan. Didalam kebutuhan manusia akan sesuatu yang ada diluar dirinyalah yang mengindikasikan suatu kebenaran penting lainnya mengenai eksistensi manusia yakni bahwa manusia itu sifatnya terhingga dan kontinjens. Tetapi walaupun demikian manusia di pelihara melalui kasih Allah yang kekal. Salah satu modalitas utama yang digunakan Allah untuk memelihara manusia ialah hubungan mereka dengan dunia ciptaannya. Rahmat dan kebaikan Allah dikenal dan diwahyukan melalui penciptaan, yakni pada esensinya menjadikannya bersifat sakramental. Segenap ciptaan memiliki nilai secara hakiki dan juga sebagai wahyu dari sang pencipta. Pertemanan dengan unsur-unsur non manusia di dalam penciptaan mengimplikasikan manusia untuk memperluas imajinasi moral mereka. Semua bentuk jalinan hubungan manusia perlu untuk bersifat inklusif jalinan hubungan tersebut haruslah memperhatikan bagaimana berbagai tindakan dan keputusan yang dibuat di dalam satu jalinan hubungan itu 4|Diktat Dogmatika

akan mempengaruhi segala jalinan hubungan lainnya yang ada, antara manusia dengan Allah, antar manusia dengan manusia, manusia dengan non-manusia.6 Bagian dari keserupaan manusia dengan Allah ialah daulat kekuasaan atas segenap penciptaan. Pencitraan kembar berupa diberikannya daulat kekuasaan serta di perintahkannya manusia untuk menaklukkan bumi dan semua makhluk yanng ada didalamnya sangat terkait erat dengan aspek kedaulatan. Kedaulatan Allah seringkali ditegaskan dalam teks-teks kitab suci ibrani. Di sini sang citra dan rupa Allah yakni manusia dititipkan dengan kedaulatan. Dari perspektif mitos penciptaan pertama didalam alkitab kejadian tanpa kedaulatan dan kuasa semacam ini terhadap segenap penciptaan umat manusia niscaya tidak akan menjadi seperti Allah. Namun ada tema yang berseberangan di dalam kisah ini. Maka Allah pun menciptakan manusia menurut citra Allah, menurut citra illahi inilah dulu Allah menciptakan manusia, lelaki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kej 1:27). Satu-satunya alasan segala sesuatu itu ada ialah agape bebas dari Allah. Alam semesta menjadi ada karena Allah mengasihinya dan bersedia memberikan diri Allah sendiri kepadanya. Untuk menghargai seseorang atau sesuatu terlebih dahulu kita harus mengenalinya. Kita harus masuk kedalam hubungan dnegan orang atau makhluk, dengan lukisan atau dengan matahari terbenam. Dengan cara tertentu seseorang, suatu peristiwa, seekor makhluk atau sesuatu konsep itu haruslah dialami, otak kita harus dirangsang secara neurologis, jika kita ingin mengembangkan suatu hubungan yang mencakup juga dimensi efektif dan afektif kita. Mengenali adalah langkah pertama dari menghargai dan mencintai.7 Hubungan antara manusia dengan segenap penciptaan selama ini seringkalli dituangkan didalam tradisi yahudi dan tradisi kristen sebagai pengurus atau penjaga, yakni seseorang yang ditugasi oleh Allah untuk mengelola bumi. Dunia non-manusia selama ini telah diberikan kepada umat manusia demi kebaikan kita untuk digunakan secara bertanggungjawab untuk pengembangan diri, untuk menjawab tujuan kita dan dengan demikian menggenapi tujuan Allah dalam menciptakannya. Agar pastinya citra manusia sebagai penjaga ini melarang penggunaan secara sia-sia yakni eksploitasi alam oleh umat manusia semata-mata. Dunia ini digambarkan sebagai sebuah taman yang dilimpahkan ke dalam pemeliharaan kita untuk dirawat dan dibina.8

6

Dawn M. Nothwehr, OSF, Lingkungan Hidup II, (Medan: Bina Media Perintis, 2008), 174-179

7

Ibid, Dawn M. Nothwehr, 183-224

8

Ibid, Dawn M. Nothwehr, 185-1886

5|Diktat Dogmatika

Hubungan antara manusia dan ciptaan berasal dari berkat Allah dan perintah dalam Kejadian 1:28 untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk hidup. Ayat itu sangat bermakna karena segera mengikuti pernyataan Allah tentang tempat khusus manusia, laki-laki dan perempuan yang diciptakan sebagai gambar Allah. Banyak sarjana berusaha mencari hubungan langsung kedua ayat ini sehingga kesegambaran dengan Allah ditafsirkan sebagai tugas menguasai ciptaan. Perintah untuk memerintah sejajar dengan raja sebagai gembala yang kekuasaannya adalah untuk kepentingan/keuntungan gembalaannya. Perintah untuk “menaklukkan” seolah-olah mengisyaratkan kekuasaan yang sangat kuat atas bumi untuk tujuan manusia. Akan tetapi analisis eksegetis menunjukkan bahwa kata itu hanya menunjukkan pengusahaan bumi, bukan dorongan untuk memperlakukan binatang-binatang dengan kasar. Dalam sejarah penafsiran kristen tentang teks tersebut, kata-kata itu pernah diartikan sebagai surat izin untuk mengeksploitasi bumi bagi keuntungan manusia. Penafsiran seperti itu tampaknya didorong oleh keberhasilan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi dan kekuasaan manusia. Lynn White seorang spesialis di bidang teknologi menengah telah merintis gagasan tahun 1970-an bahwa kekristenan dipersalahkan karena krisis ekologis. Ia menganggap bahwa kekristenan membantu berkembangnya pandangan bahwa manusia mengatasi ciptaan yang lain dan bahwa manusia berhak menguasainya. White percaya bahwa gagasan mengenai penguasan manusia atas ciptaan lainnya dalam kitab kejadian telah ditafsirkan orang kristen selaku mandat “penguasaan” manusia yang selanjutnya telah diidukung pula oleh usaha ilmiah.9 Penafsiran tradisional yang mempertahankan superioritas manusia atas binatangbinatang menggambarkan gagasan tentang hubungan yang unik antara manusia dan Allah. Keunikan hubungan itu didasarkan atas pemahaman alkitab bahwa hanya manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah sebagaimana di jelaskan dalam Kejadian 1:27. Keunikan hubungan Allah dengan manusia ini telah menimbulkan pemahaman tentang penatalayanan. Manusia diciptakan sebagai gambar Allah karena peranannya selaku penatalayanan atau pelaksana atas ciptaan.10

Tugas dogmatika ke—3

9

Celia Deane Drummond, Teologi dan Ekologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 19-20

10

Ibid, Celia, 21

6|Diktat Dogmatika

(teologi hukum dan injil) Teologi Hukum dan Injil Law and gospel kontras yang ditekankan oleh Martin Luther (1483-1546) antara usaha sia-sia untuk diselamatkan dengan kekuatan dan jasa orang sendiri dan pembenaran yang datang dari iman saja, yang merupakan injil yang adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Dalam pemahaman ini bahkan hukum musa yang diberikan oleh Allah memperbesar kesadaran kita akan jeratan dosa yang mendasar. Sabda Allah menyatakan bahwa kita dibebaskan karena jasa Kristus yang dengan murah hati diimputasikan kepada kita dan bahwa dengan demikian kita dalam iman diikutsertakan dalam kebenaran Kristus. Meskipun pengertian hukum dan injil dimaksudkan sebagai prinsip untuk menafsirkan seluruh kitab suci dan kehidupan, kadang-kadang juga berakibat pada perlawanan yang terlalu keras antara PL dan PB.11 Mungkin setiap masalah dalam kehidupan orang percaya, bagaimanapun keadaannya, selalu berkaitan dengan masalah hukum dan Injil. Orang Kristen bisa merasa dirinya dirugikan, tidak dimengerti, dihina, dilecehkan, dimusuhi, atau pengalaman negatif apa saja, biasanya terjadi oleh karena ia tidak dapat menyelesaikan ketegangan antara hukum dan Injil didalam dirinya. Kedua entitas ini selalu hadir dalam jiwa manusia meskipun seorang telah dilahirkan barn oleh Roh Kudus. la bisa mengamini kehidupan dalam Injil tetapi

pada

saat

yang

sama

terjebak

dalam

jebakan

hukum

dosa.

Alkitab menyaksikan bahwa keselamatan dalam Yesus Kristus temyata tidak dengan sendirinya membebaskan orang percaya dari jerat hukum yang melumpuhkan ini. Alkitab menyaksikan bahwa hampir setiap individu orang beriman pernah terjebak didalamnya. Paulus juga pernah terjebak dalam hukum "daging" yang berulang-kali menyeretnya kedalam perhambaan dosa (Roma 7). Petrus pernah terjebak dalam hukum "budaya dan kewajaran" yang menjadikannya seorang yang munafik (Gal 2:11-14). Jemaat Galatia terjebak dalam hukum Taurat atau "Injil yang lain" yang menisbikan atau merelatifkan karya agung keselamatan Kristus yang sudah dianugerahkan. Jemaat Ephesus terjebak dalam hukum "religiusitas agama" sehingga mereka lupa bahwa segala jerih payah pelayanan mereka bukanlah manifestasi kasih mereka pada Tuhan Yesus Kristus (Wahyu 2). Berbagai jebakan hukum, bisa menjadi penghalang utama mengaplikasikan kehidupan dalam Injil yang sejati.

11

Gerald O’Collins, SJ & Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 106

7|Diktat Dogmatika

Meskipun demikian Alkitab juga menyaksikan bahwa manusia membutuhkan hukum. Bahkan individu Kristen tidak pernah bisa hidup tanpa hukum. Sebagai manusia yang sudah ditebus oleh darah Kristus, ia hams menyadari bahwa dirinya tidak pernah dapat hidup tanpa hukum. la yang sudah dimerdekakan dari hukum Taurat adalah ia yang telah masuk kedalam ikatan "hukum yang baru" (Mat 22:34-40) yang memerdekakan dari dosa. Sehingga kewaspadaan atas "jebakan hukum" harus ada, bukan oleh karena manusia tidak membutuhkan hukum, tetapi oleh karena "masih hidupnya dosa dalam spirit hukum yang lama yang belum digantikan dengan spirit hukum yang baru." Disebut spirit, karena isi dan aplikasi praktis antara yang lama dan yang baru sebetulnya sama saja. Setiap nokta dan iota dari Taurat tak boleh diabaikan, tetapi spiritnya harus baru. Spirit pemenuhan hukum haruslah spirit penggenapan hukum yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus (Mat 5:17-18). Spirit pemenuhan hukum yang baru itulah yang disebut Injil. Oleh sebab itu salah satu tanda dari keselamatan dalam Yesus Kristus adalah realita kehidupan dalam spirit pemenuhan hukum yang baru. Suatu anugerah, tetapi anugerah yang harus dikerjakan terus-menerus dengan takut dan gentar (Fil2:12) Kelengahan menghidupi spirit hukum yang baru adalah sumber dari kegagalan orang Kristen untuk mengatasi dosa-dosanya. Mungkin karena itulah gereja selalu mengalami kesulitan untuk menjadi kehadiran Kristus dimuka bumi, dan orangorang Kristen selalu jatuh bangun dalam dosa-dosanya. Mereka tidak sadar bahwa Injil yang mereka imani dapat dengan cepat berubah menjadi "sekedar simbol kosong" oleh karena spirit pemenuhan hukum yang lama berkuasa kembali. la masih orang Kristen, tetapi apa yang ia perjuangkan dan upayakan (mungkin dengan perencanaan dan strategi yang tepal sehingga hasilnya pun memuaskan dirinya) sebenarnya bukan kebenaran Allah, sehingga: Pemberitaan Injil menjadi proselitisme, Kesetiaan kepada Allah didemonstrasikan dengan spirit militan pembelaan doktrin.12 Hukum ialah sebuah perspektif yang kualitatif. Perspektif ini adalah penilaian Allah terhadap manusia berdasarkan anugerah-Nya. Di belakang hukum tidak ada realitas. Realitas dan segala sesuatunya dimulai dengan kualifikasi anugerah yang ada sebagai kualifikasi hukum. Secara khusus teologi tentang hukum allah dapat berdialog dengan teori postmodernisme yang mencoba berpikir tanpa menghukum.

12

http://www.konselingkristen.org/index.php/2014-12-01-01-17-30/spiritualitas-teologi/129-antara-hukum-

dan-injil

8|Diktat Dogmatika

Barth mengatakan bahwa hukum Allah tidak dapt diperbandingkan dengan hukum manusia. Karena hukum manusia adalah reaksi terhadap sesuatu. Manusia memberikan respons atas sesuatu yang terjadi. Hukum Allah juga tidak dapat direpresentasikan oleh manusia. Ini berarti bahwa hukum Allah tidak punya hubungan dengan penilaian atau hukum manusia. Teologi Barth mengatakan bahwa hukum Allah menghukum hukum manusia. Perbuatan ini adalah penghancuran hukum manusia. Barth mengalami tiga krisis besar dalam budaya Eropa: dua perang dunia dan perang dingin. Konteks ini memiliki maksud yang jelas yaitu bahwa manusia tidak boleh dan tidak dapat menghukum. Bilamana manusia menghukum sesamanya, tersedia hukuman Allah baginya. Allah tidak menghukum manusia ia menghukum hukuman manusia. Hukuman atas hukuman adalah anugerah. Manusia tidak menghukum berarti ia ikut anugerah Allah ini. Hukuman Allah mendahului hukuman manusia. Oleh sebab itu telah ada penilaian terhadap semua ungkapan dan pemikiran manusia yang melihat sejauh mana bahasa dan pemikiran manusia diwarnai oleh hukumannya. Gereja hanya dapat menyaksikan bahwa Allah telah menghukum manusia dalam Yesus Kristus. Apabila gereja melupakan landasan ini gereja hanya menciptakan penderitaan. Disini perbedaan antara hukuman Allah dan hukuman manusia menjadi jelas. Hukuman manusia

selalu

ekslusif

mematikan

atau

mengeluarkan.

namun

hukuman

Allah

menyelamatkan.13 Ketika manusia selalu mempertinggi diri sendiri untuk menghukum orang lain, Allah merendahkan dirinya dalam Kristus untuk menyelamatkan manusia.14 Tugas dogmatika ke-4 (ciri pengajaran doketisme dan ebiotisme) Ciri Khas Dogma Doketisme dan Ebiotisme Doketisme ialah kata yang berasal dari kata yunani dokein yang berarti rupa-rupanya saja, kelihatannya saja. Seperti contoh tubuh kristus dibumi ini hanya tubuh yang semu saja. Tubuh itu ditinggalkan-Nya lagi sebelum penyaliban, inilah yang disebut doketisme. Aliran ini mempertahankan bahwa Yesus Kristus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh. Ataupun dikatakan bahwa Cuma memiliki tubuh “surgawi” dan rupa-rupanya saja menderita dan mati. Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Pemecahan yang dikemukakan 13

Barth, Die Kirchliche Dogmatik, IV, 598, 600

14

Lucien Van Liere, Ph, D, Memutus Rantai Kekerasan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 167-169

9|Diktat Dogmatika

oleh doketisme berarti bahwa Yesus Kristus bukan sungguh-sungguh manusia. Doketisme bukanlah suatu mazhab atau perguruan tetapi suatu cara berpikir tentang Yesus Kristus yang sejak zaman para rasul timbul dalam banyak bentuk yang beraneka ragam. Suatu doketisme yang jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem gnostik dan pada markion, tetapi tidak sedikit pengarang gerejawi pada zaman patristika memperlihatkan kecondongan ke arah doketisme. Pola pemikiran ini dibantah gereja secara resmi pada konsili khalkedon.15 Ajaran ini mengatakan bahwa firman Allah hanya secara semu saja menjadi manusia. Tapi Yesus adalah manusia ialah yang menderita dan mati dan bangkit kembali. Pada zaman para rasul sudah ada ajaran ini dan ditentang oleh mereka (mis 1 Yoh 4:2).

16

dalam alkitab

tertulis bahwa firman telah menjadi manusia (Yoh 1:14) bahwa Ia Kristus Yesus telah menjadi manusia, ia menjadi darah dan daging (Ibr 2:14). Ia melepaskan manusia dari dosa dan hukumannya. Memang yang berdosa adalah manusia karena itu yang menggantikan dia harus juga manusia. Doketisme ini sangat kuat dalam tradisi umat islam yang sampai dengan hari ini mempertahankan bahwa yang mati di salib bukan Isa Almasih, melainkan orang lain, yaitu Yudas atau Simon dari Kirene atau pun Barabas. Menjelang akhir abad I doketisme rupanya sudah mesti dihadapi oleh 1 Yoh. Penulis karangan itu berpolemik dengan sejumlah orang kristen yang menyangkal bahwa Yesus Kristus anak Allah datang dalam daging dan Kristus surgawi tidaklah sama dengan manusia Yesus (1 Yoh 2:22). Mereka menyangkal bahwa anak Allah datang dalam darah (mati disalib) (1 Yoh 5:5-8). Rupanya orang-orang itu mengembangkan lebih lanjut beberapa unsur yang terkandung dalam karangan lain dari tradisi yang sama yaitu injil Yohanes. Doketisme dapat tampil dengan berbagai bentuk, lebih kurang kasar atau halus. Kadang-kadang Kristus hanya mempunyai rupa badan, lain kali kristus surgawi dibedakan dengan Yesus yang mempunyai badan tetapi untuk sementara waktu “didiami” oleh Kristus surgawi. Sebagai contoh diringkaskan saja bagaimana Yesus kristus tampil dalam karangan yang disebut kisah (Acta), Yohanes (rasul) sekitar tahun 150. Diceritakan bagaimana Yesus selagi hidup di dunia terus mengganti rupa. Kadang-kadang ia berupa anak kecil, lain kali berupa orang dewasa. Kalau diraba-raba kadang-kadang Yesus dirasakan keras tetapi kadang-kadang juga tidak dirasakan sama sekali. Yesus dapat menegaskan apa yang kini tampak bukanlah saya. Waktu disalibkan Yesus tampak oleh Yohanes dibukit Zaitun dan berkata. Menurut orang banyak dibawah situ saya disalibkan,

15

Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 187-188

16

Dr. R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 23

10 | D i k t a t D o g m a t i k a

ditususk dengan tombak dan diberi minum cuka dan empedu. Tetapi saya sebenarnya berbicara denganmu dan engkau mendengar aku.17 Menurut ajaran tipe kristologi ini Kristus adalah manusia tetapi hanya dalam penampilan-Nya yang mempersatukan diri-Nya sendiri hanya dalam waktu terbatas dengan manusia Yesus. waktu yang terbatas itu hanya sampai pada saat ia disalibkan. Sebelum meninggal dikayu salib Kristus ternyata sudah meninggalkan manusia Yesus. Doketisme mancapai titik puncaknya dalam abad-abad petama dan ke-2 M. Ide mula-mula yang secara kuat menunjuk pada kristologi dari gereja yang kemudian ditemukan dalam Paulus dan dalam Yohanes. Dalam Galatia 4:4 Paulus menulis tetapi setelah genap waktunya maka Allah mengutus anaknya, yang lahir dari seorang perempuan dan takhluk kepada hukum taurat. Dengan terang hal pra-ada Yesus dikemukakan disini. Ia adalah anak bapa bahkan sebelum Ia datang ke dalam dunia. Karena itu keanakannya tidak dapat hanya dihitung sejak kelahirannya secara duniawi. Tentang anaknya yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud dan menurut roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati bahwa ia adalah anak Allah yang berkuasa (Roma 1:3-4).

18

Doketisme agaknya

berkaitan dengan kepercayaan bahwa materialisme termasuk daging manusia adalah jahat. Diantara lawan-lawan keras terhadap doketisme adalah orang-orang kristen awal yang membela pandangan sejati tentang kemanusiaan penuh Yesus Kristus “Yesus tidak hanya “kelihatan” telah menderita dan wafat ia sungguh-sungguh menderita dan wafat dalam tubuh manusiawinya.19 Pergumulan dengan gnosis berupa doketisme diteruskan oleh Ignatius, uskup Antiokhia (kurang lebih 110). Ajaran doketisme itu diperlawankan dengan ajaran yang oleh Ignatius dianggap sebagai benar dan lanjutan kepercayaan kristen sejati. Ignatius sebenarnya menjadi waris pikiran Paulus tetapi ajaran Paulus itu ditinjau kembali. Ignatius menentang gnosis (berupa doketisme) namun demikian alam pikirannya yunani dan malah berdekatan dengan alam pikiran yang tampil pada para gnostik dan dalam karangan-karangan dari tradisi Yohanes. Ignatius menentang sejumlah orang kristen yang mengakui bahwa Yesus Kristus ilahi dan anak Allah ala yunani. Tetapi mereka tidak hanya menyangkal bahwa Yesus benarbenar menderita dan mati tetapi bahkan sungguh menjadi manusia. Berhadapan dengan

17

Dr. C. Groenen Ofm, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisisus, 1988), 91

18

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 94

19

Luis M. Bernejo, Makam Kosong, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 95

11 | D i k t a t D o g m a t i k a

pandangan itu Ignatius mengemukakan injil ialah kepercayaan jemah-jemaah yangn dipimpin olehnya, Ignatius sangat menekankan bahwa Yesus Kristus benar-benar manusia, diperkandung oleh perawan Maria, dilahirkan, dibabtiskan, sungguh-sungguh menderita dan mati.

Tugas dogmatika ke-5 (konsili calcedon dan kristologi theotokos) Kristologi Theotokos Salah satu gelar Maria yang paling penting adalah theotokos, bunda Allah yang secara harafiah berarti yang melahirkan Allah yang sedemikian di hormati di gereja timur. Gelar itu agaknya digunakan mulai tahun 220 oleh Hipolitus dari Roma dan kemudian menjadi populer dalam perlawanan melawan kaum Arian pada abad IV karena karena makna kristologis yang sedemikian jelas. Meski gelar itu ditolak oleh kaum Nestorian namun diterima oleh gereja universal sesudah rumusan (Efesus 431 dan Kalsedon 451). Bersamaan dengan teologi Maria adalah tempat penting yang diperolehnya dalam kesalehan dan devosi orang-orang kristiani awal. Salah sattu tandanya adalah kerapnya Maria ditampakkan dalam tulisan apokrif. Meski bahan-bahan ini kebanyakan merupakan lubang imaginasi saleh yang berusaha mengisi lubang dalam kisah Yesus dan Maria namun merupakan bukti bahwa Maria disebut-sebut. Jauh lebih bermakna ialah fakta bahwa orang-orang kristiani berdoa kepada Maria sebagai pengantara mulai abad ke 3. Tulisan tangan dari waktu itu memuat doa ini: kami mengungsi dibawah naunganmu, hai bunda Allah yang suci, janganlah memandang hina doa permohonan kami, tetapi bebaskanlah kami selalu dari segala bahaya, hai perawan yang

12 | D i k t a t D o g m a t i k a

mulia dan terpuji. Bentuk doa yang lain yang tampak masih populer dewasa ini adalah memorare.20 Sejak keputusan Konsili Nikea II tahun 381 di Konstantinopel tentang kedudukan Konstantinopel, yaitu ”Episkop Konstantinopel akan memiliki prerogatif kehormatan sesudah Episkop di Roma, karena Konstantinopel adalah Roma Baru” (Kanon 3), Alexandria selalu berusaha untuk menyaingi Konstantinopel. Secara kebetulan pada abad kelima ini yang menjadi Patriarkh di Konstantinopel adalah seorang Syria dari Antiokhia, bernama: Nestorius (kira-kira 386 - 451). Sebagai seorang Syria maka tradisi theologia Antiokhialah yang digunakan untuk memahami Kristologis, Tradisi theologia Antiokhia lebih menekankan pendekatan “literal, tata-bahasa, dan kesejarahan” atas Kitab Suci, sehingga dalam hal Kristus merupakan tradisi yang menekankan kemanusiaan Kristus. Sedang tradisi theologia Alexandria menekankan “alegori”, sehingga dalam Kristologi Alexandria lebih menekankan keilahian Kristus, Keduanya seharusnya saling mengisi, dan merupakan dua sisi yang utuh bagi pendekatan atas Kitab Suci. Karena mengikuti tradisi theologia Antiokhialah, maka Nestorius lebih menekankan kemanusiaan Kristus, sehingga menolak gelar “Theotokos” (“Sang Pemberi Lahir Secara Daging kepada Allah” yaitu Firman Allah (Kalimatullah) yang menjelma) yang telah beratus tahun digunakan di Gereja untuk menyebut Maryam. Menurut Nestorius yang dilahirkan Maryam hanyalah seorang “manusia” yang di dalamnya “Kalimatullah/Firman Allah” itu bersemayam, jadi bukan Kalimatullah/Firman Allah itu sendiri yang menjadi manusia, bertentangan dengan apa yang telah diakui dalam kedua konsili sebelumnya. Nestorius mengatakan yang dilahirkan oleh Maria itu bukan ke-Allah-an Yesus, tetapi hanya kemanusiaanNya saja. Jadi Maria tak boleh disebut Theotokos namun Anthropotokos (”Dia yang Melahirkan Manusia”) atau paling tinggi dengan sebutan Kristotokos (”Dia Yang Melahirkan Kristus”). Dengan demikian Nestorius mengajarkan bahwa dalam pribadi Yesus terdapat dua kodrat, kodrat ilahi dan kodrat manusiawi. Kedua kodrat tersebut terpisah berada dalam dua pribadi Yesus. Inilah ”Dyophysitisme” dari Nestorius. Kesempatan ini digunakan oleh Gereja Alexandria sekaligus untuk menghantam tradisi theologia Antiokhia dan kedudukan Konstantinopel yang dianggap menggeser kedudukan Alexandria itu, melalui St. Kyrillos dari Alexandria (kira-kira 378 - 444). Dia ingin menjatuhkan Nestorius sebagai Patriarkh Konstantinopel, dengan demikian 20

Thomas P. Rausch, Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam, Yogyakarta: Kanisius, 2001), 297

13 | D i k t a t D o g m a t i k a

mempermalukan Konstantinopel, serta melawan pemahaman theologianya dengan demikian menentang pemahaman Syria, Antiokhia, yang kebetulan kali ini Kristologi Nestorius itu memang tidak Alkitabiah, dan tidak rasuliyah. Dan inilah kesempatan yang baik. Jadi sebenarnya konflik ini adalah adalah konflik antara Alexandria (Mesir) dan Antiokhia (Syria) (bukan dengan unsur Yunani dalam Gereja Timur itu). St. Kyrillos menegaskan, bahwa memang layak menyebut Maryam sebagai “Theotokos”, karena Dia yang dilahirkan olehnya adalah “Firman” yang adalah “Allah”, yang “telah menjadi manusia” (Yohanes 1:1,14) atau ajaran St. Kyrillos dari Alexandria dikenal sebagai: ”mia physis ton theon logon sesarkomeni” (“satu kodrat Firman Allah yang menjelma”). Jadi Firman Allah itu sendirilah yang dilahirkan dalam penjelmaanNya sebagai manusia, maka Maryam memang melahirkan Firman Allah dalam penjelmaanNya sebagai manusia. Jadi Maryam memang “Theotokos”. Para pengikut Nestorius menolak tunduk dan bertobat pada peringatan St. Kyrillos ini. Sehingga dipimpin oleh St. Kyrillos sendiri pada tahun 431, di Efesus, sejumlah kecil Episkop mengadakan Konsili untuk meneguhkan ajaran Gereja Alexandria serta menolak ajaran theologia Syria, dari Nestorius ini, dimana ditegaskan bahwa Maryam adalah Theotokos, karena yang dilahirkan Maryam tak lain adalah “Firman Allah” yang sama dan yang satu, yang menjelma menjadi manusia. Baru pada tahun 433 sajalah keputusan Konsili ini diterima oleh segenap Episkop Timur, dan akhirnya diakui sebagai Konsili Ekumenis Ketiga. 21 Theotokos yaitu ia diperanakkan oleh sang bapa sebelum segala zaman sebagai Allah tetapi belakangan ini demi keselamatan kita, ia lahir dari anak dara Maria. Sebagai manusia kristus ini yang adalah anak Tuhan dan satu-satunya yang diperanakkan, diperkenalkan kepada kita dalam dua kodrat tanpa pengadukan, tanpa perubahan pembagian perceraian. Keutuhan kedua kodrat tidak hilang dengan adanya kesatuan malahan sebaliknya sifat-sifat yang jelas dari kedua kodrat itu tetap terpelihara. Kedua kodrat bersatu dalam satu oknum dan satu hypostasis. Kodrat itu tak tercerai atau terbagi menjadi dua oknnum tetapi keduanya merupakan satu anak satu-satunya diperanakkan yaitu Allah, firman dan Tuhan Yesus Kristus tepat seperti yang selalu disebutkan oleh para nabi mengenai dia dan diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri kepada kita, dan seperti pengakuan yang para bapa sampaikan kepada kita.22 21

http://monachoscorner.weebly.com/bidat-natur-yesus-kristus.html

22

Tony lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 51-52

14 | D i k t a t D o g m a t i k a

V. SAJIAN KELOMPOK Kelompok 1 Nama

:

Astuti Telaumbanua (14. 2909) Binsar P. Panggabean (14. 2910)

Semester

:

VI – C

Mata Kuliah :

Dogmatika I

Dosen

Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu

:

PEDOMAN DOGMATIKA (Dr. Dieter Becker) BAB 1 - 4

1.

PENDAHULUAN23

1.1

Dasar- Dasar Dogmatika Dogmatika seringkali terkesan mengalami ketidakpastian dan dianggap tidak

memiliki metode yang sistematis dan kritis. Hal itu dikarenakan pemakaian istilah theologia dalam dogmatika yang dimengerti dalam arti sempit yaitu hanya sebagai ajaran tentang ketritunggalan. Baru pada Abad Pertengahan istilah theologi menjadi identik dengan usaha ilmiah yang bersifat “sistematis” dan juga dipakai untuk menyebut bermacam-macam topik. Dr. Becker dalam bukunya Pedoman Dogmatika menyebutkan bahwa istilah dogma pada dasarya berarti suatu ketentuan hukum atau ajaran pokok di bidang filsafat. Dalam Katolikisme sesudah Konsili Trente (1545-1563) kata dogma diberi isi yang positif dan dipakai untuk menyebut ajaran gereja yang terdefinisi dan tetap. Dalam Konsili Vatikan I (1869-1870) terdapat dua syarat yang harus dipenuhi jika suatu kebenaran iman diberlakukan 23

Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 1-17.

15 | D i k t a t D o g m a t i k a

sebagai dogma, yaitu a) harus terdapat dalam sumber-sumber penyataan Alkitab dan tulisantulisan bapa-bapa gereja dan b) harus didefinisikan oleh pejabat gereja resmi. Kebenaran iman tersebut dianggap berlaku untuk selama-lamanya dan merupakan kewajiban terhadap Allah dan gereja. Dalam Protestantisme pemahaman tentang dogma dahulu dihubungkan dengan pentingnya kebenaran itu bagi keselamatan manusia, sedangkan pada masa kini terdapat dua posisi dalam memahami dogma, yaitu Pertama sebagai posisi yang menolak pemikiran tentang kebenaran iman yang harus dituruti (orang yang berpikir secara non-dogmatis) dimana dogma dianggap hanya sebagai obyek dari kritik ilmiah khususnya secara historis. Kedua adalah suatu sikap yang bersedia menerima kebenaran-kebenaran iman yang harus dituruti namun pemberlakuan dan formulasinya tidak bersifat “kekal” melainkan terusmenerus perlu diformulasikan kembali (berbeda dengan Katolikisme). Beberapa karya tulisan mengenai dogmatika antara lain karya Origenes yang berjudul De Principiis (Mengenai Dasar-Dasar) dapat dianggap sebagai “buku dogmatika” yang pertama. Petrus Lombardus dengan karyanya Sententiarum libri IV (Empat kitab mengenai kalimat dasar) menciptakan tipe klasik dogmatika di negara Barat. Thomas Aquinas dalam bukunya Summa Theologiae (Ringkasan Teologi) memiliki penerobosan rasional yang mengesankan dimana pengerjaannya dilakukan dalam tiga langkah, yaitu argumen- kontra argumen- pendapat Thomas sendiri. Ketika teologi Thomas tampak diatur dengan baik, di pihak lain teologi Martin Luther muncul sebagai teologi yang polemis dan profetis. Dengan tekanan pada meditatio (renungan), tentatio (godaan) dan oratio (dosa), teologi tersebut menampakkan diri sebagai “teologi eksistensial”. Kalau dogmatika Lutheran menekankan pasal tentang pembenaran orang berdosa sebagai topik fundamental ajaran gereja, maka dogmatika Ortodoksi mengenal cara pandang lain, yaitu : 

Pasal-pasal iman fundamental pertama, artinya pernyataan iman yang perlu diakui dan diketahui untuk menerima keselamatan (misalnya perjanjian Allah untuk menyelamatkan manusia, penebusan dalam Kristus, pembenaran melalui iman,dll)



Pasal-pasal iman fundamental kedua, artinya pernyataan iman yang tidak perlu diketahui dan diakui untuk menerima keselamatan, tetapi yang tidak boleh disangkal (misalnya trinitas imanen, dosa warisan, dll)

16 | D i k t a t D o g m a t i k a



Pasal-pasal iman non-fundamental, artinya pernyataan iman yang tidak perlu diketahui atau bahkan boleh dipertentangkan (misalnya kejatuhan dan kebinasaan para malaikat, ketidakmatian Adam sebelum kejatuhan, anti-Kristus,dll)

1.2

Diskusi Aktual

1.2.1 Tugas dan fungsi-fungsi dasar teologi dogmatika Teologi dogmatika bertugas mempertanggungjawabkan iman Kristen secara ilmiah. Ilmuwan dogmatika dalam pekerjaannya adalah sebagai anggota gereja, melakukan tugas dan pelayanan terhadap gereja. Dalam pengertian itu K. Barth melukiskan teologi dogmatika sebagai “pengujian diri gereja Kristen secara ilmiah mengenai Allah”. Teologi dogmatika sendiri pada dasarnya mempunyai dua fungsi, yakni : 

Fungsi yang reproduktif-tradisional Dalam hal ini dogmatika mempunyai tugas memadukan tafsiran Alkitab dan

penjelasan terhadap dogma-dogma kegerejaan. Dalam Katolikisme tugas-tugas dibatasi pada penjelasan dogma-dogma gereja sedangkan dalam pandangan Protestan dogmatika harus lebih daripada sekedar metode deskriptif saja. Tugas dogmatika ialah mencari dan menetapkan pernyataan-pernyataan yang normatif yang dibarengi dengan pengembangan kesadaran iman bersama-sama di dalam gereja. 

Fungsi yang produktif-kontekstual Hubungan dogmatika dengan situasi dan kondisi masa kini juga menjadi hal yang

tidak kalah penting. Dogmatika bukanlah sesuatu yang ditetapkan untuk selama-lamanya melainkan sesuatu yang harus dikembangkan secara kritis dan disesuaikan dengan situasi masa kini. Oleh P. Tillich metode ini dikatakan sebagai metode korelasi. Melalui cara ini, Tillich membawa jawaban-jawaban berita Alkitab dan pertanyaan-pertanyaan pemikiran modern ke dalam suatu hubungan timbal balik. Pertanyaan-pertanyaan pemikiran modern yang dimaksudkan adalah pertanyaan-pertanyaan eksistensial yaitu berupa filsafat secara khusus. Filsafat adalah konteks dalam mana teologi dikerjakan. Sistem pemikiran ini disebut Tillich sebagai “teologi apologetis”. Teologi apologetis diartikan sebagai teologi yang menjawab dimana secara sederhana metode ini menunjuk pada proses menjawab pertanyaanpertanyaan yang terdapat dalam situasi yang bersangkutan. 1.2.2. Dogmatika dalam rangka bidang-bidang teologi lainnya 17 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dogmatika bersama etika disebut sebagai teologi sistematika. Teologi sistematika dimengerti sebagai bidang dasar yang diperlukan di antara disiplin historika dan praktika dimana fungsi sistematika adalah meninjau kembali secara sistematis bahan-bahan yang diteliti dalam teologi historis dan- sesudah menjalani suatu proses penilaian yang kritismempercayakannya kepada teologi praktika untuk diolah terus. Ketiga bidang teologi historis (Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan sejarah gereja) menurut pandangan tertentu disusun sebagai ilmu pengetahuan pendukung bagi dogmatika dan etika sedangkan teologi praktika disusun kemudian sebagai teori dari praktik yang bersandar pada prinsip teologi sistematika tersebut. Tetapi penelitian semua bidang itu saling mempengaruhi satu sama lain. Dogmatika bekerja dengan persyaratan bahwa nats Alkitab barulah dapat menjadi Injil, manakala dapat didengar seolah-olah disampaikan kepada kita pada masa kini. Dengan kata lain, nats Alkitab barulah menjadi Firman Allah, kalau dianggap bersamaan dengan waktu kita, yaitu kalau kita langsung disapa oleh-Nya. 1.2.3. Beberapa petunjuk tentang metode dogmatika Dieter Becker dalam bukunya memaparkan pemikiran metodis yang didalamnya mencakup tiga langkah dasar yaitu : a.

Menentukan masalah dalam situasi sekarang Menentukan masalah yang dimaksud dalam hal ini adalah berarti melihat masalah-

masalah diskusi dogmatika dan situasi sekarang secara berkaitan dan juga perlu untuk memikirkan situasi masyarakat tertentu. Apa yang dianggap masalah dogmatis tidak boleh diputuskan dengan hanya melihat kebutuhan intern gereja. Yang sangat menentukan dalam hubungan ini adalah partisipasi para teolog dalam kehidupan jemaat, dalam mendengar khotbah, ikut serta dalam percakapan tentang iman, Injil, gotong royong dan lain sebagainya. b.

Mengerjakan masalah secara eksegetis dan historis Dogmatika sangat erat hubungannya dengan tradisi dogma yang sudah ada.

Dogmatika memetik hasil dari tradisi dogma dan meneruskan serta mengembangkannya. Untuk mendapat informasi eksegetis yang diperlukan, perlu dibaca hasil-hasil penelitian ilmu tafsir Alkitab yang sudah tersedia. Penelitian eksegetis itu perlu dilakukan secara mendetail dan luas sehingga dibutuhkan suatu penelaahan Alkitab secara menyeluruh yang berkaitan dengan aspek-aspek pokok, seperti kristologi, pembenaran, ketritunggalan, penyataan Allah di dalam Yesus Kristus dan lain sebagainya.

18 | D i k t a t D o g m a t i k a

c.

Menentukan tanggapan yang bersifat kontekstual Pada tahap ketiga ini bahan-bahan yang telah diteliti harus dikembangkan berdasarkan

dua aspek berikut yaitu terkait degan kesesuaiannya dengan Kitab Suci dan kesesuaiannya terhadap situasi masa kini. Dalam proses menentukan tanggapan dogmatis dikatakan bahwa dalam dogmatika Protestan dikatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus tidak boleh dikendalikan melalui pejabat gereja resmi. Yang diharapkan dalam dogmatika Protestan ialah interpretasi Alkitab dalam kesatuan dan persekutuan orang-orang percaya dimana jawabannya harus bisa diterima oleh kesadaran iman anggota-anggota gereja. 1.2.4. Dogmatika yang mengkontekstualisasikan Ch.de Jonge mengartikan “kontekstualisasi” adalah sebagai suatu usaha untuk menterjemahkan berita Injil sedemikian rupa sehingga berita ini dapat dipahami oleh orang yang hidup dalam konteks kebudayaan (bahasa, adat, juga agama) yang berbeda dari konteks pekabar Injil itu sendiri. Jadi, yang harus menyesuaikan diri adalah pemberita. Injil itu sendiri tidak boleh diadaptasikan. E.G Singgih sendiri menjelaskan kontekstualisasi berdasarkan beberapa segi berikut, yaitu : a.

Kontekstualisasi berkaitan dengan pengintegrasian kehidupan gereja dengan

kehidupan luas di sekitarnya. Kontekstualisasi adalah masalah “praksis” dimana perbuatan dan tindakan manusia mencapai kesatuan dengan kata, pikiran dan refleksinya. b.

Kontekstualisasi tidaklah sekedar masalah wujud luar melainkan masalah inti dan isi

gereja sehingga apabila ingin melakukan pengkontekstualisasian terkait arsitektur, liturgi ataupun musik gereja perlu mendalami seluk beluk pemahaman mengenai arti, makna dan hakikatnya. c.

Kontektualisasi berarti menghargai kebudayaan dan sejarah setempat serta dinamika

yang terdapat di dalamnya. Kalau “Kristus memenuhi dunia”, ini berarti bahwa sebagian dari kekayaan-Nya sudah ada juga di Asia, sebelum agama Kristen dibawa oleh missionaris Barat. Orang Asia juga dapat mengerti Injil karena di dalam dirinya sudah ada “prapengertian” atau “prapaham” mengenai hal-hal tersebut. Dari analisa sejarah Ch.de Jonge dibuktikan bahwa proses kontekstualisasi iman Kristen di Indonesia tidak hanya dipengaruhi sikap penolakan para missionaris terhadap kebudayaan pribumi tetapi juga akibat sikap orang pribumi Indonesia sendiri yang segan membawa kebudayaannya ke dalam gereja. Setiap teolog yang pernah mencoba mengkontekstualisasikan teologinya, pasti mendengar tuduhan sinkretisme. Namun Singgih mengutarakan bahwa kontekstualisasi bukanlah xenofobia (rasa takut akan orang asing) dan 19 | D i k t a t D o g m a t i k a

bukan dimulai dari “nol” melainkan bahwa kontekstualisasi adalah bertujuan agar ada saling mendekati, saling menghargai, saling belajar dari kekayaan masing-masing dan tidak mengharuskan unsur kebudayaan sendiri sebagai “kebenaran Injil” yang harus diterima kalau mau selamat. Kontektualisasi tidaklah bertentangan dengan persaudaraan universal di antara orang-orang beriman. 2.

ISI RINGKAS BUKU

2.2.

IMAN24

2.2.1. Dasar-Dasarnya Iman dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai kepercayaan dan pengharapan, sesuatu hal dianggap benar dan bahwa pengenalan tentangnya mengikat pemikiran. Pengertian lainnya yaitu iman sebagai suatu kepercayaan, diartikan juga dengan pengenalan, kepercayaan pribadi kepada Kristus dan kepada Allah dan bahwa iman bertentangan dengan hikmat manusia dan mengandung pengetahuan sendiri. Beberapa tahapan zaman dan istilah mengenai iman yang pernah berkembang antara lain : dalam Gereja Purba ditandai dengan adanya ungkapan Tertullianus “credo, quia absurdum” (“saya percaya, sebab hal itu tidak masuk akal”). Abad Pertengahan dengan rumusan Anselmus, “credo ut intelligan” (“saya percaya agar saya mengerti.”). Ada juga Thomas Aquinas yang berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara iman dan rasio atau akal budi, melainkan keselarasan. Thomas membedakan antara fides informis (iman tanpa bentuk) dan fides formata (iman dengan bentuk). Melalui itu, ia membuat perbedaan antara iman pengetahuan yang intelektual dengan iman kehendak yang ditentukan oleh kasih dan anugerah. Dalam Reformasi kembali diberlakukan bahwa iman pada hakikatnya adalah kepercayaan pribadi. Konfessi Augsburg memperkuat kata iman (fides) dengan kata kepercayaan pribadi (fiducia). Katekismus Besar, iman sejajar dengan kepercayaan. Dan di dalam rumus Konkord IV, 11 dikatakan bahwa iman adalah kerohanian yang merdeka. Masa Ortodoksi menjelaskan iman di dalam tiga bagian, yaitu yang pertama adalah notitia (pengetahuan), assensus (persetujuan), dan fiducia (kepercayaan). Kepercayaan bahwa Allah ada (Credere Deum) termasuk dalam notitia Dei, Percaya Allah (Credere Deo) diartikan sebagai assensus. Mempercayakan diri kepada Allah (Credere in Deum) diinterpretasikan sebagai fiducia. Pada zaman Pietisme pada abad ke-18, penekanan terjadi pada fides qua. Pada zaman Pencerahan ditandai dengan adanya bentuk kepercayaan yang dapat

24

Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 19-28.

20 | D i k t a t D o g m a t i k a

diimbangkan oleh rasio. Neoprotestanisme melanjutkan pemikiran Hegel bahwa iman berhubungan erat dengan pengetahuan.

2.2.2. Diskusi Aktual 

Tentang Hubungan antara Iman dan Pemikiran Kritis Iman tidak hanya berbicara mengenai aspek yang bersifat pribadi, melainkan juga

bersifat umum dan obyektif. K. Barth, pada masa mudanya menolak adanya hubungan antara akal budi dan kepercayaan. Posisi Barth ini menimbulkan reaksi antifalsafi yang mencurigai korelasi antara teologi dan akal budi. Namun, muncullah perkembangan teologi Eropa yang menyatakan bahwa tidak semua setiap pengertian falsafi harus dicurigai, sebab tidak ada salah satu teologi pun yang sama sekali dapat lepas dari pra-pengertian falsafi. R. Bultmann dalam teologinya membedakan secara tajam mengenai kepercayaan dan pengetahuan, namun juga sekaligus menghubungkan keduanya. R. Bultmann beranggapan bahwa berteologi dengan eksegese tidak perlu dihubungkan atau dipengaruhi oleh suatu filsafat. Hubungan yang sesuai antara kepercayaan dan pengetahuan dijawab oleh Bultmann dengan menggunakan “program demitologisasi” dan “interpretasi eksistensial” dari Perjanjian Baru. Bultmann menegaskan bahwa demitologisasi tidak berarti “mencocokan Injil” dengan ilmu pengetahuan modern melainkan harus mampu menampakkan batu sandungan yang ditemui dalam Alitab oleh manusia modern dan manusia segala zaman. Batu sandungan tersebut menurut Bultmann adalah bahwa Firman Allah memanggil manusia ke hadapan Allah dan keluar dari ketakutan dan jaminan hidup yang diciptakannya sendiri. 

Iman dan Pengakuan Pengakuan adalah cetusan kepercayaan secara individu maupun dengan persekutuan.

L. Shreiner mengatakan bahwa pada saat mengaku serta dinyatakan bahwa “keselamatan ada untuk orang-orang yang mendengar pengakuan itu” yakni kesaksian babhwa Kristus adalh Tuhan dan Juruselamat. Konfessi dipakai untuk naskah pengakuan kepercayaan kegerejaan yang sejak awalnya timbul secara tertulis seperti umpamanya Konfessi Augsburg dan Konfessi Westminster. 

Sekitar Pandangan tentang Iman di Asia H. Hadiwijono mengatakan bahwa iman Kristen perlu diusahakan adanya suatu

sistem. Ia menilai tidak benar pendapat yang menyatakana sudah cukup kalau orang Kristen

21 | D i k t a t D o g m a t i k a

hidup dari iman mereka saja seperi jemaat pertama. Tidak benar jika orang Kristen coba memakai Alkitab sebagai Kitab

Undang-Undang Ilahi yang memuat segala peraturan

keagamaan.

2.3.

PENYATAAN25

2.3.1. Dasar-Dasarnya Kata kerja menyatakan dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai menampakkan sesuatu yang sebelumnya masih terselubung. Istilah terminus teknikiusnya adalah apokalupto (membuka tabir) dan fanero (mewujudkan). Isi penyataan khususnya adalah anugrah Allah. Anugerah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus Penyelamat yang satu-satunya. Tetapi penyataan itu berisi juga murka Allah yang nyata bagi orang-orang tertentu. Di dalam sejarah dogma pengertian “penyataan inklusif”, yang beranjak dari pengenalan Allah yang kodrati (misalnya para apologet atau Thomas Aquinas), diperhadapmukakan dengan pengertian akan “penyataan yang eksklusif”, yang menolak korelasi dengan agama-agama. Bahwa penyataan terjadi dalam bentuk ganda, “Taurat dan Injil”, adalah pengertian dasar teologi Luther. Dia membedakan antara pengenalan yang alamiah dan umum akan Allah dengan pengenalan yang sebenarnya akan penyelamatan Allah. Yang pertama dimengerti sebagai pengenalan atas Taurat, sedangkan yang kedua diartikan sebagai pengenalan atas Injil. Apabila dalam taurat amarah Allah menjadi nyata, maka Injil menyampaikan pemgampunan dosa kepada manusia. Luther berdiri di dalam tradisi di mana hukum Taurat Allah diartikan sebagai pemberitahuan kehendak-Nya melalui perintah dan larangan dan manusia diwajibkan untuk memenuhinya. Secara khusus Luther menyamakan Kesepuluh Firman dengan hukum alam. Di dalam dasa Titah terungkap kehendak Allah yang tertoreh pada hati manusia. Namun Luther tahu juga bahwa sesudah kejatihan manusia, Taurat itu tidak lagi jalan menuju keselamatan. Pada saat Taurat menyebabkan pengenalan akan dosa di dalam manusia, maka pada saat yang sama hati manusia juga dibukakan untuk keselamatan dalam Kristus. Melalui Taurat, manusia merasakan jarak antara tuntutan Allah dan pemenuhannya. Taurat mengakibatkan ketakutan manusia terhadap kemarahan Allah yang mengancam setiap pelanggar perintah-Nya. Hukum taurat ini membawa manusia mencari perlindungan. Dengan demikian manusia digerakkan kepada Kristus yang menjanjikan perlindungan itu.

25

Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 30-41.

22 | D i k t a t D o g m a t i k a

Injil berisikan ajaran mengenai pengampunan dosa, yang diberikan kepada kita secara gratis, karena Kristus melalui iman. Di dalam khotbah Injil ditunjukkan jalan bagi manusia bagaimana menghindari kutukan yang dijatuhkan kepadanya. Injil menunjukan anugerah Allah kepada manusia. Di dalam istilah Injil Luther mengaitkan bermacam-macam perjanjian di dalam Alkitab dan mempersatukannya. Sebagaimana dalam Injil Luther memusatkan janjijanji Alkitab, demikian pula dia dapat menggabungkan perintah-perintah alkitabiah yang berbeda-beda menjadi satu-satunya hukum yang mengucilkan manusia di bawah penghukuman Allah yang tak dapat ditawar-tawar. Pembedaan antara hukum Taurat dan Injil bagi Luther tidak menjadi obyek perdebatan teologis abstrak. Ajaran Luther mengenai Taurat dan Injil tidak bisa kita mengerti tanpa melihat latar belakangnya, yaitu pengakuan dan pengampunan dosa (biecht). Pembedaan reformatoris antara hukum Taurat dan Injil itu dengan demikian adalah hasil dari suatu goncangan manusia yang mendalam. Manusia belum hidup pada suatu tempat yang sentosa, melainkan tetap tinggal dalam ketegangan antara hukuman dan belas kasihan Allah. Luther dapat menjelaskan dialektika antara hukum dan Injil melalui dua peristiwa, yaitu proklamasi hukum di gunung sinai dan pencurahan Roh pada hari pentakosta di Yerusalem. Dalam Artikel-artikel Schmalkaden II dan III Luther menjelaskan bahwa hukum mempunyai dua tugas; 1. Membatasi dosa-dosa, tetapi fungsinya yang termulia adalah 2. Menyatakan dosa warisan. Rumus Konkord VI, 1 dengan melampaui Artikel-artikel Schmalkalden mengenal “pemakaian ketiga dari hukum”, yaitu hukum yang diperkenalkan sebagai tolak ukur atau panduan bagi orang yang sudah dilahirkan kembali. Rumusanrumusan reformatoris itu mau mendukung khotbah. Ajaran reformasi itu menuju pada doa dan hendak dikelilingnya. Ortodoksi Lutheran membedakan antara penyataan umum (revelatio generalis) yang disampaikan kepada semua insan dan penyataan khusu (revalatio specialis) yang terjadi oleh Firman Allah. Revelatio generalis juga diartikan sebagai penyataan kodrati (melalui “Kitab Alam”). Dan revelatio specialis dipahami sebagai penyataan adikodrati (melalui kitab Suci). Bersama dengan Rumus Konkord, maka ortodoksi membedakan tiga cara pemakaian hukum (triplex usus legis): a. Usus politicus : penggunaan hukum di muka umum, yaitu hukum sebagai alat paksaan dari luar untuk membendung dosa-dosa kasar manusia b. Usus elenchticus : penggunaan hukum yang membuktikan kesalahan, yaitu hukum sebagai alat yang menggiring manusia ke pengenalan akan dosanya. 23 | D i k t a t D o g m a t i k a

c. Usus didacticus : penggunaan hukum sebagai petunjuk jalan, yaitu hukum sebagai pedoman bagi kehidupan orang yang sudah dilahirkan kembali.

2.3.2. Diskusi Aktual 

Penyataan sebagai titik tolak teologi modern Ajaran tentang dua cara pengenalan Allah diberi bobot dalam teologi di Barat Sejak

Abad Pertengahan. Gereja Katolik mengembangkan skema pemikiran tertentu, yaitu pembagian dari “alam dan anugerah”, dan melalui itu mencoba menghubungkan realitas dunia yang nampak bagi manusia dengan keselamatannya, dan dengan demikian meguraikan pengertian yang seragam akan dunia dan keselamatan. Juga skema Lutheran tentang “hukum Taurat dan Injil” ingin membuka pandangan manusia tentang dunia sekitarnya terhadap Allah dan sekaligus menghubungkannya dengan cara pertemuan yang Allah pakai untuk bertemu dengan manusia di dalam Yesus Kristus. 

Penyataan eksklusif atau inklusif, terbatas atau sinambung? Konsepsi penyataan K. Barth adalah konsepsi ekslusif. Suatu pengenalan akan Allah

secara Alamiah (revelatio generalis) sebelum dan di luar kristus diingkarinya. Menurut P. Althaus Alkitab sendiri menyaksikan bahwa kitab Suci bukan penyataan satu-satunya dan bahwa di samping penyataan Firman masih ada suatu penyataan berdasarkan karya Allah. Penyataan itu diartikan sebagai “penyaksian diri yang asali” oleh Allah kepada umat manusia, yakni “penyataan asal”. Menurut P. Tillich di dalam penyataan disingkapkan dimensi yang paling dalam dari kehidupan manusia dan keberadaanya menjadi transparan bagi dsara ilahi yang terdapat di dalamnya. “Penyataan adaalh manifestari dari apa yang sangan menyangkut manusia.” Sebagai “mendia” penyataan disebutkan Tillich, antara lain: 1. Alam, 2. Sejarah, kelompok-kelompok, individu-individu, dan 3. Firman. Juga menurut K. Rahner, “agama-agama bukan-Kristen” sebelum Kristus adalah “jalan keselamatan yang sah”. Barulah ketika berita kristus menghampiri seorang manusia sebagai suatu alternatif yang dapat diterima, maka baginya agama-agama lain terhapus sebagai jalan keselamatan yang sah. 

Penyataan dan agama-agama Pertanyaan

tentang

kriterium

kebenaran

dan

ketidakbenaran

agama-agama

memerlukan pertimbangan tersendiri. Masalahnya ialah bahwa bukan hanya iman Kristen saja yang beralaskan pad apa yang disebut penyataan, melainkan bahwa hampir semua agama

24 | D i k t a t D o g m a t i k a

lain hidup dengan keyakinan bahwa yang mutlak itu dikenal melalui penwakyuan. Teologi Lutheran pada masa selam cenderung menyejajarkan perbedaan antara hukum-hukum Taurat dan Injil dengan perbedaan antara kekristenan dan agama-agama lain. Pada masa kini pandangan demikian sudah semakin rinci. Harus diakui bahwa di satu pihak ada agamaagama yang secara teologis harus digolongkan “hukum”. Agama-agama itu adalah perwujudan kultis-simbolis dari suatu hubungan dengan Allah yang mementingkan karyaamal manusia. 

Sekitar pandangan tentang penyataan di Asia Menurut B. H. Situmorang, untuk mengetahui pengertian hukum Taurat bagi paulus

dalam Surat Roma, perlu diperhatikan tiga situasi, yaitu pertobatan, sehubungan dengan pertobatan dan setelah pertobatan.

2.4.

ALKITAB26

2.4.1. Dasar-dasarnya Jemaat Perjanjian Baru mengenal tiga otoritas yaitu: Perjanjian Lama, Para Rasul yang menyaksikan apa yang mereka lihat dan dengar, dan Tuhan sendiri. Istilah themelios (fundamen) dipakai untuk istilah para rasul dan Kristus. Perkataan para rasul merupakan fundamen yang menopang pendirian gereja tetapi juga ditopang oleh fundamen dasar yaitu Kristus. Tuhan adalah otoritas yang terakhir dan Dialah yang memberi otoritasNya kepada Perjanjian Lama dan para rasul, tetapi semua otoritas ini menyaksikan firman Allah. Kristus adalah dasar utama gereja yang menopang semuanya. Sesudah kematian para rasul tulisan tulisan yang mereka karang atau yang terkarang dibawah pengaruh mereka semakin dihargai. Sewaktu para rasul tidak mungkin lagi memberi nasihat langsung kepada jemaatnya maka tulisan tulisan ini mengambil alih tempatnya. Tiga peristiwa yang mendorong gereja purba menggabungkan tulisan tulisan tersebut menjadi kumpulan yang baku (kanon) yaitu: 1. Timbulnya tradisi tradisi rahasia rahasia aliran gnostik yang sesat dan tidak benar 2. Kumpulan tulisan yang dipersingkat oleh Marcion 3. Montanisme dengan pewahyuan yang baru. Dan hal ini menjadikan kanon tulisan tulisan gereja menjadi tolak ukur menilai segala peristiwa dan tradisi. Pada pertengahan kedua abad ke 4 kanon perjanjian baru yang

26

Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 43-51.

25 | D i k t a t D o g m a t i k a

berjumlah 27 kitab itu diterima secara umum. Dalam pembentukan kanon gereja harus memilih antara tradisi yang satu dengan tradisi yang lainnya. Gereja ingin berpihak pada tradisi yang asli dan mengesampingkan tradisi sekunder. Dalam hal ini prinsip reformasi apa yang lemudian disebut sola Scriptura sudah mulai berkembang. Pada masa reformasi orang dengan sadar ingin mendasarkan pandangannya pada Alkitab dan dengan demikian prinsip Alkitab(sola scriptura) menjadi prinsip formal gereja. Namun Luther menentang penafsiran alegoris dan mendukung pemahaman Alkitab yang harfiah. Baginya alkitab adalah satu satunya ratu yang luar biasa patut dipercaya melalui dirinya sendiri yang jelas dan dapat menerangkan dirinya sendiri. Alkitab tidak membutuhkan pengesahan dan penafsiran oleh gereja dan tradisi. Dengan demikian reformasi tidak menolak tradisi namun ditaklukkan dibawah kekuasaan Alkitab. Dengan itu konsili Trente memformulasikan kitab suci dan tradisi haruslah diterima dengan kasih dan penghargaan yang sama. Skriptologi Ortodoksi menekankan bahwa pada proses terjadinya Alkitab Allah bertindak sebagai pengarang utama, sedangkan manusia dipakai hanya sebagai alat didalam tangan-Nya. Dan mengenai akan ajaran sifat Alkitab, ortodoksi mengembangkan pandangan yang lebih dekat dengan pemikiran Luther. Dimana kitab suci berkuasa penuh (auctoritas), sudah cukup (sufficientia), sudah jelas (claritas) dan mecapai maksudnya (efficacia) yaitu keselamatan manusia. Disisi lain, Neoprotestantisme memperlakukan alkitab tidak lagi sebagai reservat kudus melainkan sebagai salah satu buku yang bersifat historis. Sementara ajaran insspirasi verbal, Alkitab dipandang sebagai kitab insani yang tidak boleh dibaca dan ditafsirkan secara berbeda dari buku buku lainnya. 2.4.2. Diskusi Aktual 

Apakah Alkitab itu firman Allah? Pandangan theologi yang baru mengatakan Alkitab tidak persis sama dengan firman

Allah akan tetapi Alkitab menyaksikan Firman Allah. Nats nats Alkitab bukanlah suara Allah melainkan hanya bagaikan selaput suara yang dipakai oleh-Nya. Firman Allah tidak hanya digemakan didalam Alkitab melainkan juga diluar Alkitab. Arti Firman Allah lebih luas daripada isi Alkitab. Menurut K. Barth, dalil Alkitab adalah firman Allah tidak dapat diputar balikkan menjadi penyataan Firman Allah adalah Alkitab. Dan dia membedakan tiga bentuk Firman Allah yaitu Firman Allah yang dinyatakan, tertulis dan disaksikan. Selain Bart, theolog Lutheran juga mengembangkan pengertian Firman Allah yang berdimensi tiga yaitu 26 | D i k t a t D o g m a t i k a

hanya Kristus sebagai Firman Allah, dimana Firman Allah mengalami Inkarnasi tetapi bukan kodifikasi dalam arti kata Firman Allah yang tertulis didalam Alkitab mengarah pada Firman Allah yang disaksikan terus menerus secara aktual. Otoritas Alkitab dalam pengertian formal sangat ditentang oleh E. Kasemann yang mengatakan bahwa roh memanifestasikan diri di dalam Alkitab. Jadi Alkitab hanyalah huruf saja apabila tidak di sahkan oleh Roh. Dan menurutnya otoritas Alkitab dialihkan dari otoritas Injil. 

Otoritas Perjanjian Lama Hubungan antara kedua perjanjian tidak dapat secara menyakinkan dijelaskan dengan

ungkapan nubuatan dan penggenapan didalam kurun perjanjian lama sendiri. Juga tidak memuaskan kalau perbedaan antara PB dan PL disejajarkan dengan perbedaan antara hukum Taurat dan Injil, sebab pembatasan diatara hukum taurat dan injil, antara Firman yang menghukum dan yang memberi tidak terdapat antara kitab Maleakhi dan Matius dan secara menyeling keduanya. Juga PL tidak sah jika dinnggap sebagai tahap pendahuluan dalam sejarah agama agama yang penting bagi PB, sebab dengan demikian PL tidak diberi otoritas yang selayaknya. Hubungan antara PL dan PB tidak boleh dilihat dalam pra ordinasi atau sub ordinasi saja melainkan harus dikoordinasikan . 

Masalah Kanon Suatu kitab dianggap kanonis jika menyaksikan Kristus dan merupakan kesaksian asli

yaitu yang berasal dari para rasul atau pada zaman mereka. Tetapi kedua kriteria itu belum menjawab semua permasalahan. Dengan mengambil keputusan tentang kanon gereja mengimani apa yang oleh ortodoksi disebut testimonium spiritus sancti internum yaitu alkitab sendiri yang menyahkan dirinya sebagai Firman Allah didalam hati orang percaya. K. Barth mengatakan Alkitab sendiri mengangkat dirinya menjadi kanon. 

Hak dan Pembatasan Kritik Alkitab Alkitab secara sah hanya dapat dikritik dari pusatnya yaitu dari karya penyelamatan

Allah dalam Kristus. Suatu kritik Alkitab dapat dilakukan hanya sebagai kritik Alkitab terhadap diri sendiri bertolak dari pusatnya. Kriteria penilaian apakah suatu pernyataan kanon adalah sah atau tidak adalah berdasarkan pertanyaan apakah suatu teks berpusat pada Kristus, apakah teks itu berasal dari ajaran para rasul, dan apakah sesuai kesaksian Roh Kudus di dalam hati orang percaya. 

Sekitar Pandangan tentang Alkitab di Asia

27 | D i k t a t D o g m a t i k a

Alkitab memuat pesan yang mesti di sampaikan kepada semua bangsa sepanjang zaman dalam berbagai konteks. Di asia terdapat banyak suku bangsa yang memakai bahasa sendiri sehingga masalah penerjemahan perlu di perhatikan khusus. Dengan demikian yang lebih di utamakan adalah makna bukan semata-mata mempertahankan bentuk pandangan yang disebut dikenal dengan “ penerjemahan dinamis” yang lebih funsional dan komunatif. Karena pesan Alkitab di ungkapkan dengan bentuk-bentuk yang lazim dalam bahasa penerimaan. Dengan demikian melalui terjemahan, Allah menyapa dan berdialog dengan manusia secara aktual. ALLAH27

2.5.

2.5.1 Dasar-dasarnya Di dalam Alkitab di dalam Keluaran 3: 14, Allah memperkenalkan diriNya sebagai yang selalu akan ada, tetapi sebagai yang selalu akan ada dalam bentuk yang Dia pilih sendiri dari waktu ke waktu yaitu: Allah tidak membatasi diri dengan bentuk wahyu tertentu. Allah dalam Perjanjian Lama: 

Di dalam PL Allah tidak mau mengikat diri



Allah dimengerti sebagai yang bebas menurut hakekatNya



Allah diartikan sebagai hakikatNya yang kudus (Yesaya dan Yehezkiel)



Allah pada dasarnya adalah Tuhan



Allah adalah yang betul-betul asing



Allah bukan manusia (Bilangan 23: 19)



Tekanannya diberikan pada transendensi Allah



Terdapat pernyataan-pernytaan imanensi, misalnya dalam bentuk-bentuk pewahyuan Allah berupa pesuruh, tabut, wajah, cahaya, firman, dll.

Allah dalam Perjanjian Baru 

Allah mengikat diri dengan Yesus Kristus



Allah dimengerti sebagai yang cukup bebas mengambil bentuk tertentu dalam Yesus Kristus

27



Allah sebagai yang hakekatNya mengasihi (1 Yoh. 4: 8 dan 16)



Pada dasarnya Allah adalah Bapa (Abba)



Allah adalah yang betul-betul menyerahkan diri kepada kita

Dieter, Becker. Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991. hlm. 52-69.

28 | D i k t a t D o g m a t i k a



Allah menjadi manusia



Terdapat pernyataan transendensi, dimana PB berbicara tentang paradox, bahwa justru Allah yang murka, dalam Kristus menjadi Allah yang menyelamatkan, bahwa Allah yang berbeda dengan manusia.

Allah dalam Helenisme Allah dimengerti sebagai hekekat yang trans-historis, tanpa waktu dan tidak bergerak. Pengertian Helenis itu mempengaruhi ajaran tentang Allah dalam gereja Purba. Misalnya: Augustinus dibawah pengaruh Neoplatonisme menyebut Allah sebagai “kebaikan yang murni belaka” (bonum solum simplex), atau sebagai “kebaikan yang paling tinggi” (sumnum bonum). Allah pada abad pertengahan: Sejak abad pertengahan, ajaran tentang Allah dari Thomas Aquinas menjadi penunjuk arah, ajaran ini turut dirumuskan oleh pengertian Allah yang bersifat Yunani-Helenis. Disini Allah diartikan sebagai: 

Penyebab pertama (causa prima)



Realitas murni tanpa campuran suatu potensi (actus purus)



Keberadaan belaka, keberadaan yang paling sempurna, dimana esensi dan eksistensi tidak berbeda (ipsum esse)

Allah pada zaman Ortodoksi Secara mendasar, J. Gerhard membedakan antara pengenalan Allah yang alamiah (notitia Dei naturalis) dengan pengenalan Allah yang dinyatakan (notitia Dei revelata) yang berdasarkan Alkitab. Menurut Hollaz, Allah dan cirri-ciriNya yang khas sesuai dengan tradisi (Dionisius Areopagus) dapat diperkenalkan dengan tiga cara: 

Via eminentia: melalui peninggian dunia, misalnya Allah adalah Maha kuasa



Via negationis: melalui peniadaan dunia, misalnya Allah adalah tidak terbatas, tidak badani



Via causalitalis: melalui hubungan sebab-akibat, yaitu dengan menyimpulkan sebab ilahi dari suatu akibat tertentu, misalnya Allah adalah asal kebaikan, asal hikmat, dll

Allah pada zaman modern 29 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pada zaman modern, bukti-bukti mengenai Allah mengalami penilaian yang berbeda. Di satu pihak konsep itu sangat dihargai dalam rangka suatu teologi naturalis, di pihak lain bukti-bukti Allah ditolak, misalnya oleh I. Kant yang menjelaskan akal budi kita hanya dapat menangkap dunia fenomen-fenomen dan bukannya apa yang melampauinya. Kant hanya menerima bukti Allah yang moralis, di mana eksistensi Allah disimpulkan ke luar dari tuntutan rasio praktis. 2.5.2. Diskusi Aktual Bukti Allah yang kosmologis bertitik tolak dari keberadaan dunia di tarik kesimpulan akan eksistensi pencipta dunia. Thomas Aquinas telah memberi tiga jalur argumentasi yaitu:  Di dunia ada gerakan-gerakan akibat suatu gerakan lain yang digerakkan oleh yang lain pula  Di dunia ada sebab-sebab yang masing-masing bergantung pada sebab yang lain.  Di dunia ada hal yang tidak perlu, hal-hal yang bisa ada tetapi tidak perlu. Ketiga jalur tersebut dipakai dalam teologi katolik Roma. Bukti-bukti ini masingmasing dapat disebut juga sebagai bukti Allah yang kinetis, kausal dan kontingaen. 

Bukti Allah yang henelogis: Dari tangga-tangga keberadaan yang makin encer menuju puncak pyramid keberadaan dimana keberadaan itu semakin padat. Dari situlah disimpulkan adanya suatu maksimum keberadaan yaitu Allah



Bukti Allah yang teologis: Dari susunan dunia yang baik, adanya suatu penyusun transdunia yang akan membawa dunia ke tujuannya.



Bukti Allah yang moral: Keberadaan Allah disimpulkan dari pengenalan akan Allah yang tertanam di dalam hati nurani manusia, sebagaimana tercermin daam undangundang moral.



Bukti Allah yang etnologis: Eksistensi Allah dibuktikan dari keyakinan semua bangsa akan adanya Allah.



Bukti Allah yang eudemologis: Dari kerinduan manusia akan kebahagiaan yang tidak pernah sampai kepada pemuasan disimpulkan, adanya suatu kebahagiaan yang transdunia, yaitu Allah.



Bukti Allah yang ontologis: Eksistensi Allah disimpulkan dari istilah Allah itu sendiri. Beberapa model ateisme modern yang memperlihatkan suatu usaha ilmiah yang

bermaksud memperlihatkan kepercayaan bukanlah upaya yang sewenang-wenang. Beberapa diantaranya yaitu: 30 | D i k t a t D o g m a t i k a

 Ateisme yang teoreteis: religi adalah suatu ilusi, teologi adalah antropologi. Allah manusia tidak lain dari pada hakikat yang diperilah oleh manusia sendiri, Allah hanya proyeksi keinginan manusia.  Ateisme proletar dimana Allah hanya dilihat sebagai manusia yang dimetafisikakan sehingga terbukalah kedoknya sebagai ilusi atau takhyul  Ateisme Faktis tidak mengingkari Allah secara teoreteis, melainkan pengaruhNya didalam dunia. Tidak dipermasalahkan apakah Allah ada atau tidak, namun yang jelas ia sudah mati dalam pandangan dunia.  Latar belakang perbedaan dari ateisme teoreteis dan faktis ialah tentang pengakuan keduanya tentang Allah, yang membedakan posisi Allah dalam kedua pendapat tersebut.

3.

TANGGAPAN DOGMATIS

3.1.

Iman



Edward W.A. Koehler Iman adalah karya Allah dan tindakan manusia. Pertobatan terjadi dalam kehidupan

manusia adalah dalam bentuk pemberian iman. Oleh karena itu, iman bukanlah hasil upaya manusia. Iman adalah “kerja kuasa Allah” (Kol 2:12) yang diberikan kepada manusia untuk percaya kepada Kristus (Fil 1:29). Hakekat iman terdiri dari beberapa hal, yaitu : a) Tidak ada orang yang bisa mempercayai apa yang tidak diketahuinya, b)Tidak ada orang yang menghendaki atau mempercayai sesuatu yang tidak dianggapnya sebagai kebenaran dan bisa dipercaya, c) Hanya menerima fakta dan pernyataan sebagai kebenaran bukanlah iman. 28 

Dr. R. Soedarmo Iman adalah percaya. Dan isi dari kepercayaan adalah Kristus. Kristus yang

dinyatakan dalam Firman Allah yang adalah Anak Allah maka dengan demikian isi kepercayaaan adalah Kristus, Anak Allah, Juruselamat kita. 29 

Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland

28

Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, Pematangsiantar: Akademi Lutheran Indonesia, 2006, hlm. 149151. 29 Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 205

31 | D i k t a t D o g m a t i k a

Beberapa hal yang menjadi pengertian dari percaya yaitu : Percaya berarti pengorbanan, Percaya berarti kebangkitan untuk memulai hidup yang baru, Percaya berarti kemenangan, Percaya berarti benar-benar percaya di tengah-tengah kegelisahan. 30 

Mgr. FX. Hadisumarta, O. Carm Iman akan Allah Pencipta berfungsi mengingatkan manusia sebagai ciptaan-Nya akan

tugas yang diberikan Allah kepadanya dimana salah satunya adalah dalam bentuk kebudayaan.31 3.2.

Penyataan



R. Soedarmo Dikatakan bahwa manusia tidak dapat mengenal Allah dan kehendak-Nya. Tapi dalam

kasih-Nya Allah menyatakan diri dan kehendak-Nya. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya yang berarti bahwa manusia memiliki pengenalan tentang Dia.32 

Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland Dalam Alkitab dan di dalam ilmu theologi, kata penyataan sering dihubungkan

dengan “penyataan Allah” yang berarti bahwa Allah menyatakan diri-Nya, yaitu membuat Ia dikenal oleh manusia. Menurut kesaksian Alkitab, Allah telah menyatakan diri dalam kedatangan Yesus Kristus di dunia ini dan bahwa Roh Kudus juga meyatakan bahwa Yesus ini adalah Sang Kristus, Kebenaran yang dari Allah.33 3.3.

Allah



Edward W.A. Koehler Tidak ada seorang pun pernah melihat Allah (Yoh 1:18). Bagi indera tubuh manusia,

Allah tak terlihat dan tidak dapat diraba. Namun, bila ada orang yang menyangkal keberadaan Allah maka adalah orang bodoh. Sebab apa yang yang tidak nampak daripadaNya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan. Dengan demikian dikatakan bahwa meskipun tidak melihat Allah, kita dapat mengenal-Nya dari hasil ciptaanNya. Meskipun Allah sungguh mewujudkan diri-Nya di dalam alam, namun alam dan dayadaya yang di dalamnya tidak bisa disamakan dengan Allah. Kepercayaan akan adanya Allah bersifat universal dan merupakan fakta yang tidak dapat disangkal. Suara hati manusia juga

30

Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 44-45. Mgr. FX Hadisumarta, Dialog antara Iman dan Budaya, Jakarta : Komisi Teologi KWI, 2006, hlm. 43. 32 R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014, hlm. 69. 33 Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm.57-58. 31

32 | D i k t a t D o g m a t i k a

menjadi saksi keberadaan Allah melalui anggapan bahwa manusia bertanggungjawab atas perbuatannya kepada suatu Kuasa yang lebih tinggi dari dirinya sendiri.34 

Dr. R. Soedarmo Allah dalam kesempurnaannya digambarkan memiliki sifat-sifat. Meskipun kata sifat

ini sebenarnya tidak dapat dipakai karena terlalu menjurus kepada manusia namun dapat diyakini bahwa segala sifat Allah adalah sempurna. Sifat-sifat tersebut yaitu :35 -

Allah adalah Esa, Kurios adalah kata yang dipakai dalam PB dan YHWH dalam PL. Yang dimaksudkan disini adalah Tuhan Perjanjian yang menampakkan hubungan antara Tuhan dan umat-Nya dalam Tuhan Yesus Kristus. Dalam hal ini juga dapat dilihat perbedaan mutlak antara Tuhan kita dengan Allah dalam agama apapun juga, yaitu bahwa Tuhan kita hanyalah yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus Kristus. Keesaan Tuhan, singularitas Dei juga menunjukkan simplicitas Dei. Simplisitas yang dimaksud adalah bahwa pda Tuhan tidak ada sifat-sifat yang berdampingan, tidak ada kejamakan. Pada-Nya segala sifat adalah ketunggalan.

-

Allah adalah Suci, yang berarti bahwa hanya Allah yang menjadi Kurios yang mutlak. Ilah-ilah lain adalah buatan manusia. Hanya Dialah yang harus disembah. Dan pelayanan terhadap Allah harus pelayanan yang suci. Segala alat, masa dan orangorag yang melayani dalam kebaktian terhadap YHWH harus suci dan bangsa yang melayani Allah juga harus suci adanya.

-

Allah adalah Adil dan Benar, dalam Kitab Suci adil dan benar dikatakan dalam satu kata, yaitu Tsadik dalam PL dan Dikaios dalam PB. Tsadik artinya benar sesuai dengan norma-norma dan adil dengan memelihara norma-norma.

-

Allah adalah Kasih, yang dipakai dalam Kitab Suci adalah agape yang artinya memilih yang dikasihi. Jadi : 1. Yang dikasihi tidak perlu mempunyai sesuatu yang diinginkan oleh yang mengasihi, 2. Bahwa norma yang berlaku disini bukanlah norma pada yang dikasihi, mealinkan norma dari dia yang mengasihi. Sifat kasih pada Allah yang diungkapkan dalam diri Yesus Kristus adalah unik. Sebabnya adalah karena Tuhan mengasihi manusia, maknanya adalah bahwa Ia merendahkan diri dan menjadi manusia. Inilah kasih-Nya bahwa “Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita. (1 Yoh 3:16)

34

Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, Pematangsiantar: Akademi Lutheran Indonesia, 2006, hlm. 2122. 35 Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 103-111.

33 | D i k t a t D o g m a t i k a

-

Allah Berkuasa, Kekuasaan berarti mempunyai hal untuk untuk berbuat sesuatu (wewenang), dan kecakapan untuk berbuat sesuatu. Kedua hal ini dimiliki oleh Allah. Kekuasaan adalah sifat Allah yang penting namun jangan sampai tekanan pada kekuasaan ini terlalu berat sehingga menimbulkan pandangan bahwa Allah adalah raja yang hanya memakai kekuasaan-Nya dengan semaunya. Pemikiran seperti ini haruslah dihindari.



Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland Dalam Alkitab dituliskan bahwa apabila manusa mau mengetahui siapa Allah dan

bagaimana Dia, lihatlah kepada Yesus Kristus. Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang telah menyatakan-Nya (Yoh 1:18). Dengan menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus, Allah telah memberi jawab atas pertanyaan mengenai siapa Dia dan bagaimanakah Dia.36 3.4.

Alkitab



R. Soedarmo Dikatakan bahwa Alkitab atau Kitab Suci disebut juga sebagai kanon. Tujuan Alkitab

adalah memberitakan keselamatan kepada semua orang. Oleh karena itu Alkitab harus dapat dibaca oleh semua orang, harus dapat dimengerti oleh orang yang terdidik dan orang yang tanpa pendidikan. Alkitab bukanlah buku ilmiah dalam bidang apapun.37 

Bernhard Lohse Dalam faktanya Kekristenan mempunyai kanon dari tulisan-tulisan suci sebagai dasar

ajaran dan pemberitaan yang bersifat lahiriah yaitu atas dasar contoh yang diberikan Yudaisme.38



Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland Dapat dikatakan bahwa berkat adanya Gereja, kita beroleh Alkitab. Sebaliknya, berkat

adanya Alkitab ada Gereja Kristen. Alkitab adalah sungguh firman Allah. Dan ketika membicarakan Alkitab sebagai salah satu bagian dari dogmatika maka haruslah kita senantiasa memperhatikan dua segi: Pertama, bahwa Roh Kuduslah yang sudah membuat pada masa lampau terdapat orang-orang yang mendengar firman Allah, lalu meneruskan serta 36

Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 74. R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014, hlm. 6. 38 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 29. 37

34 | D i k t a t D o g m a t i k a

menuliskannya, hingga terciptalah Alkitab. Kedua, Roh Kuduslah yang masih tetap membuat bahwa isi Alkitab menjadi bagi kita Firman Allah yang kini dan saat ini datang kepada kita. 39 

James Barr Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah merupakan satu kesatuan dalam

hal kewibawaannya. Siapa pun yang meragukan prinsip itu berarti menyatakan diri tidak terikat lagi kepada tradisi Kristen yang historis, yang dibangun atas dasar para nabi dan ara rasul.40 

Edward W.A. Koehler Allah memerikan Firman-Nya kepada manusia adalah dengan tujuan yang jelas yaitu :

a. Menyelamatkan manusia dari dosa dan kutukan melalui iman kepada Yesus Kristus, b. Mengajarkan dan mendidik anak-anak-Nya dalam kesucian hidup, c. Membesarkan kemuliaan-Nya. Terdapat banyak ragam peggunaan Alkitab antara lain: sebagai ajaran (doktrin), sebagai teguran, sebagai cara untuk membetulkan atau memperbaiki diri, untuk mendidik dan mengajar dalam kebenaran, dan untuk menghibur.41 4.

KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari ringkasan buku ini adalah sebagai

berikut: -

Istilah dogma pada dasarya berarti suatu ketentuan hukum atau ajaran pokok di bidang filsafat.

-

Teologi dogmatika bertugas mempertanggungjawabkan iman Kristen secara ilmiah.

-

Dogmatika bersama etika disebut sebagai teologi sistematika. Teologi sistematika dimengerti sebagai bidang dasar yang diperlukan di antara disiplin historika dan praktika

-

Iman diartikan sebagai kepercayaan dan pengharapan, Pengertian lainnya yaitu iman sebagai suatu kepercayaan, diartikan juga dengan pengenalan, kepercayaan pribadi kepada Kristus dan kepada Allah dan bahwa iman bertentangan dengan hikmat manusia dan mengandung pengetahuan sendiri.

-

Kata menyatakan (penyataan) diartikan sebagai menampakkan sesuatu yang sebelumnya masih terselubung. Istilah terminus teknikiusnya adalah apokalupto

39

Dr. G.C. van Niftrik dan Dr. B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 386. James Barr, Alkitab di Dunia Modern, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 14. 41 Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, Pematangsiantar: Akademi Lutheran Indonesia, 2006, hlm. 1520 40

35 | D i k t a t D o g m a t i k a

(membuka tabir) dan fanero (mewujudkan). Isi penyataan khususnya adalah anugrah Allah. Anugerah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus Penyelamat yang satusatunya. -

Pandangan theologi yang baru mengatakan Alkitab tidak persis sama dengan firman Allah akan tetapi Alkitab menyaksikan Firman Allah. Firman Allah tidak hanya digemakan didalam Alkitab melainkan juga diluar Alkitab. Arti Firman Allah lebih luas daripada isi Alkitab.

-

Di dalam Alkitab di dalam Keluaran 3: 14, Allah memperkenalkan diriNya sebagai yang selalu akan ada, tetapi sebagai yang selalu akan ada dalam bentuk yang Dia pilih sendiri dari waktu ke waktu yaitu: Allah tidak membatasi diri dengan bentuk wahyu tertentu.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Becker, Dieter.

Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 1991.

Koehler, Edward W.A.

Intisari Ajaran Kristen. Pematangsiantar : Akademi Lutheran Indonesia. 2006.

Soedarmo, R.

Ikhtisar Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Soedarmo, R.

Kamus Istilah Theologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2014.

Van Niftrik, G.C. Boland, B.J.

Dogmatika Masa Kini. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Hadisumarta, Mgr. FX.

Dialog antara Iman dan Budaya. Jakarta : Komisi Teologi KWI. 2006.

Lohse, Bernhard.

Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Barr, James.

Alkitab di Dunia Modern. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2010.

Kelompok 2 36 | D i k t a t D o g m a t i k a

Nama

:

Semester

:

Candra Wijaya Sihombing

(14.2843)

Dewi Dian Ayu Sinaga

(14.2913)

VI C

Mata Kuliah :

Dogmatika I

Dosen

Pdt.Dr.Jusen Boangmanalu

:

Pedoman Dogmatika (Dr.Dieter Becker) Bab V-XII A. Pendahuluan Dalam Kamus Istilah Teologi pengertian dogmatika adalah ilmu teologi yang mempelajari Alkitab dan merumuskan hal-hal yang dinyatakan di dalamnya dan mencari hubungan-hubungannya antara hal-hal yang tersebut. Lebih singkat dinyatakan bahwa dogma berperan bagaimana iman Kristen menjawab masalah yang ada di dunia secara ilmiah. Bagian yang dibahas adalah penciptaan, manusia, dosa, Yesus Kritus, anugerah, firman dan sakramen, gereja dan yang terakhir adalah hal-hal yang terakhir.

B. Isi Ringkasan Buku 1. Penciptaan42 1.1. Dasar-Dasarnya Riwayat penciptaan langit dan bumi (Kej.1:1) yaitu bara dalam Perjanjian Lama dipakai hanya bagi suatu tindakan Allah, dan suatu konsep creatio yang terjadi dari ketidakadaan. Allah adalah “pencipta” bukan “pejuang” yang harus bekerja keras untuk membentuk kosmos. Dalam Perjanjian Baru mengambil alih kepercayaan mengenai penciptaan itu misalnya seperti yang dikatakan Paulus bahwa “segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia”. Penciptaan dan pemeliharaan sangat erat kaitannya, dimana bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan karena bumi bukan hanya milik Tuhan tetapi juga tinggal di dalam tanganNya, tidak ada yang najis semuanya halal (Rom 14:14, 20; 1Kor.8:5). Dalam Perjanjian Baru Yesus juga dimengerti sebagai Pencipta Dunia (1Kor 8:6; Kolose 1:16; Yoh 1:3). Namun antara kebaikan penciptaan dengan anugerah penyelamat tidak dicampuradukkan, maka antara penciptaan dan penebusan perlu dibedakan. 42

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012. hlm. 70-82.

37 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pada zaman purba dan abad pertengahan pandangan Kristen mengenai dunia dipengaruhi oleh pemikiran Plato (dimana dunia indera merupakan gambar bayangan dari dunia ide) dan pemikiran Aristoteles yang menentang tanggapan Plato (dimana konsep dunia yang realistis yaitu ide-ide terdapat didalam benda-benda jasmani sendiri). Begitu juga dengan Neoplatonisme memformulasikan bahwa dunia itu bersifat panteis yaitu dua gerakan yang saling berhubungan “dunia keluar dari tangan Allah (emanasi) dan kembali kepadaNya (remanasi)”. Konfesi Augsburg diakuinya Allah sebagai pencipta dan pemelihara segala sesuatunya. Allah menciptakan dunia atas dasar “kebaikan” maka dunia tergantung pada Allah. Dalam pengakuan-pengakuan Lutheran dibedakan antara kebaikan penciptaan dengan anugerah penyelamatan. Maka dibedakan juga kerajaan Kristus dengan kerajaan dunia, dalam Konfesi Augsburg XVI dinyatakan bahwa segala undang-undang dan peraturan itu merupakan ketertiban yang telah ditetapkan oleh Allah. Penderitaan yang dibiarkan Allah menurut Apologia Konfesi Augsburg yaitu bukan hanya “hukuman” melainkan juga “tanda anugerah” bahkan dapat dianggap seperti sakramen. Ortodoksi menguraikan istilah penciptaan secara ganda: 1. Penciptaan langsung (creatio immediata) yaitu penciptaan dunia yang muncul dari ketidakadaan di hari penciptaan pertama. 2. Penciptaan tidak langsung (creatio mediata) yaitu penciptaan karya lain dengan menggunakan materi yang sudah ciptakan dari ketidakadaan pada hari yang pertama. Ada istilah yang digunakan ortodoksi yang memperlihatkan bagaimana kemudian Allah berperan di dunia setelah penciptaan yaitu Providentia, terlihat dalam pemeliharaan (conservatio), kerjasama (cooperatio) dan dari kepemimpinan (gubernatio). Mengenai yang jahat dalam kepemimpinan Allah dibedakan denga 4 cara : 1. Permissio, Allah membiarkan yang jahat namun sebenarnya tidak menginginkannya, menyetujuinya atau membuatnya. 2. Impeditio, Allah merintangi yang jahat. 3. Directio, Allah mengendalikan yang jahat ke arah yang baik dan 4. Determinatio, Allah membolehkan yang jahat hanya sampai pada batas tertentu. Konsep Deisme tentang Allah kita jumpai pada abad pencerahan, yang menguraikan bahwa Allah menciptakan “mesin dunia”. Sedangkan gagasan Panteisme akan Allah, berpangkal pada identitas Allah dengan dunia. Allah disamakan dengan alam seperti yang diajarkan pertama kali oleh B.Spinoza dan diteruskan oleh F.Schleiermacher dimana

38 | D i k t a t D o g m a t i k a

memandang segala peristiwa didunia adalah sebagai tindakan Allah. Allah diartikan sebagai “roh dunia” yang disamakan dengan “alam semesta”. 1.2. Diskusi Aktual 1.2.1. Hubungan antara Allah dan dunia Bagaimana Allah dengan dunia bisa berhubungan, jawabannya karena konsep Allah adalah sebagai pencipta dunia. Konsep bahwa dunia adalah ciptaan Allah mengandung dua aspek yaitu, pertama kita tidak boleh memandang relasi Allah dengan dunia itu sebagai koneksi yang menyatu dan yang kedua tidak boleh juga dianggap sebagai hanya yang terpisah. Hal ini dijelaskan oleh P.Althaus dimana konsep penciptaan merupakan gagasan bahwa Allah adalah pencipta dan dunia adalah makhluk ciptaanNya. Maka bagi Althaus bahwa : 1) Allah dan dunia tercerai secara hakiki, yaitu Allah tidak terkait dengan dunia. 2) “Dunia dalam pendiriannya dan adanya” dirajut oleh Allah, maka tidak ada identitas, kontinuitas diantara keadaan Allah dan dunia. Dunia hanya berada dihadapan Allah, maka konsep Neoplatonisme, Panteisme dan Idealisme dinilai tidak sesuai dengan konsep penciptaan. Dunia tidak menciptakan diri sendiri dan bukan buatan seorang “tukang” (demiurgos) sebagaimana yang dipaparkan oleh aliran Gnostik. Dunia keluar dari tangan Allah dan tinggal didalamNya juga sesudah kejatuhannya, maka pemikiran yang bersifat dualistis dan deistis tidak sesuai dengan konsep Allah sebagai pencipta dunia. 1.2.2. Mendayagunakan ciptaan F.Gogarten kemudian membedakan antara sekularisasi dengan sekularisme yang mana dalil utama berbunyi : Sekularisasi zaman modern tidaklah menghancurkan kepercayaan Kristen, melainkan merupakan konsekuensi yang sah darinya. Namun terkadang dunia dikuasai tanpa kepercayaan akan Allah dan secara semena-mena sekularisasi disalahartikan menjadi sekularisme. Kemudian Gogarten menerangkan bahwa sekularisasi adalah sebagai buah iman, sama seperti yang dimaksud Tillich yang memunculkan istilah “profanitas protestantis”, dimana anugerah “bekerja” didalam profanitas seolah-olah menjalankan tugas secara tersembunyi. Akan tetapi iman tidak menyucikan yang duniawi, akan tetapi ia mendayagunakannya. Menurut Bonhoefer, kita belajar percaya hanya melalui keterlibatan penuh mengurusi kehidupan di duna ini. Allah adalah ang tresenden di 39 | D i k t a t D o g m a t i k a

kehidupan kita, akan tetapi yang terdekat dengan kita. Konsep ini telah nyata terkandung dalam konsep dunia sebagai ciptaan. Di mana Allah membatasi diri dengan memberi tempat dan realias sendiri kepada suatu keberadaan yang lain serta berbeda dengan-Nya. Sekularisasi dapat ditanggapi sebagai akibat kondesendensi Allah di dalam Yesus Kristus. Sebab Allah turun ke dalam dunia kita sedemikian dalam melalui Yesus Kristus. 1.2.3. Penciptaan dan yang negatif (masalah teodise) Pengertian klasik mengenai teodise mengatakan bahwa Allah membiarkan yang jahat karena untuk meghukum dosa dan menuntun ke arah yang baik. Allah menggunakan kemalangan fisik dalam upaya mengatur dunia ini. Dalam Perjanjian Baru pengertian klasik itu tidak diterima dapat dibuktikan dalam (Yoh 9:2; Luk 13:2; Rom 8:28) dan dianggap sebagai kekecualian. Menurut P.Tillich kemalangan fisik adalah sebagai akibat alami dari keterbatasan segala ciptaan sedangkan menurut K.Barth kesengsaraan adalah “bayangan” yang ditampilkan melalui hukuman diri Allah pada kayu salib. Problem teodisi ayas semua teori karangan yang apologetis telah mengalami kegagalan, tanggapannya adalah tidak ada jawaban. Manusia sama sekali tidak tahu mengapa Allah membiarkan kejahatan di dalam dunia. Tidak ada artinya jika kita bertanya mengapa Allah membolehkan itu (teodise) tetapi ada manfaat yang besar jika kita bertanya mengapa manusia sendiri melakukan dan membiarkan kejahatan dalam lingkungannya (anthropodise). 1.2.4. Penciptaan dan mujizat Dalam teologi modern mujizat ditolak dalam pengertian tradisional, karena diartikan sebagai penerobosan hukum sebab-akibat penciptaan Allah. Istilah dari mujizat berarti “peristiwa yang menimbulkan keheranan”, dari segi pandangan Perjanjian Lama juga mendukung hal itu oleh M.Buber dimana mujizat adalah suatu kejadian yang imanen yang dilihat dari segi alami dan sejarawi sesuatu yang biasa tetapi dikerjakan secara luar biasa. kritik yang radikal muncul terhadap pengertian mujizat tersebut di dalam Perjanjian Baru yang dikemukan oleh R.Bultmann, ia berpendapat bahwa mujizat adalah keajaiban (mirakel) dan bagi kita masa kini tidak mungkin lagi karena segala kejadian alam merupakan peristiwa yang teratur, maka mujizat dipandang sebagai pemborosan hubungan yang teratur dari kejadian-kejadian alamiah. Bagi Bultmann satu-satunya mujizat adalah penyataan anugerah Allah untuk orang fasik yaitu pengampunan yang merupakan juga mijizat yang spiritualitas dan tidak dapat dipermasalahkan oleh ilmu pengetahuan alam.

40 | D i k t a t D o g m a t i k a

1.2.5. Penciptaan-pemeliharaan-penebusan Perbedaan antara penciptaan yaitu (creatio immediata) dengan pemeliharaan (creatio mediata) dapat dilihat dari kenyataan bahwa penciptaan itu keluar dari ketidakadaan. Ketergantungan antara penciptaan dengan pemeliharaan serupa dengan istilah penciptaan dan penebusan tidak boleh dipisahkan namun harus dibedakan satu sama lain. Maka penciptaan dengan penebusan erat kaitannya dimana penciptaan adalah permulaan penebusan dan penebusan adalah penyempurnaan penciptaan. Menurut P.Brunner awal dan akhir erat terjalin, “yang protologis dengan yang eskhatologis sama dengan nubuatan dan penggenapannya” atau seperti asal-usul dan tujuannya. Menurut K.Barth juga mengerti bahwa penciptaan itu berlandaskan penebusan bukan hanya penebusan berlandaskan penciptaan. Penciptaan adalah “tanda perjanjian”, suatu “sakramen” yang memberi petunjuk akan perjanjian itu. 1.2.6. Sekitar pandangan tentang penciptaan di Asia E.G.Singgih berpendapat bahwa manusia dengan alam di Asia merupakan dua subjek yang saling mempengaruhi, keduanya berjalan selaras sedangkan dibagian Barat ditekankan manusia sebagai penguasa alam terlihat manusia telah mencapai kedewasaannya. Pandangan ini semakin dibenarkan juga oleh E.Darmaputera bahwa tindakan manusia itu berlandaskan prinsip yang semata berorientasi pada kepentingan manusia itu sendiri. Menurut A.A.Yewangoe sikap manusia yang memanipulasi alam semesta tanpa batas masuk dalam pengaruh dosa. Baginya kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan alam semesta juga dikutuk. Dosa bukan hanya merusak hubungan manusia dengan Allah akan tetapi juga dengan alam. Hal seperti itu (kerakusan menguasai alam) dapat dikatakan juga hasrat untuk memperkosa alam karena potensi lingkungan alam itu terbatas dan dapat mengancam manusia itu sendiri. Maka dari itu perlu kesadaran antara manusia dengan alam, karena manusia dengan alam adalah kutub ciptaan yang tidak menyatu namun tidak terpisahkan, manusia bertanggungjawab memelihara alam bukan hanya menaklukan alam sebab potensi alam terbatas. 2. Manusia43 2.1. Dasar-Dasarnya 43

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm.84-100.

41 | D i k t a t D o g m a t i k a

Perjanjian Lama menyatakan bahwa manusia itu terdiri dari daging (basar) dan dari jiwa yang hidup (nefesy). Meskipun manusia dari debu ia diberi nafas hidup (nesyama). Priestercodex menyatakan manusia boleh dianggap sebagai “gambaran” dan “rupa” Allah (Kej.1:26a). Menurut ayat konteks ini kesegambaran Allah itu terlihat dalam manusia terdapat kekuasaannya atas bumi (dominium terrae) atau kemampuan untuk bertatap muka dengan temannya. Pada Perjanjian Baru diisyaratkan kesegambaran manusia dengan Allah (1 Kor 11:7; eikon; Yak 3:9: homoiosis). Kata jiwa (psuke) dalam Perjanjian Baru bukan diartikan seperti pada filsafat Yunani (sebagai sesuatu yang ada dalam manusia yang tidak dapat mati) melainkan istilah ini berarti manusia itu sendiri atau kehidupannya. Dalam Perjanjian Baru tidaklah mengikuti ajaran atau pendapat dari Plato (yang memisahkan jiwa dari tubuh dengan merendahkan nilai tubuh menjadi penjara jiwa dan Aristoteles, dimana PB melihat manusia itu tidak hanya dilihat sebagai makhluk yang berasio (animal rationale). Menurut Gereja Purba bagian Timur, manusia itu diartikan “trikhotomis” (dibagi atas tiga bagian: tubuh, jiwa dan roh) sedangkan di Barat “dikhotomis” (dua bagian: tubuh dan jiwa). Mengenai jiwa manusia ada dua aliran yang menjelaskan yaitu Tradusianisme (bahwa jiwa diwariskan oleh benih manusia) dan Kreasianisme (bahwa jiwa manusia diciptakan secara baru oleh Allah). Bapa-bapa gereja Yunani juga membedakan manusia sebagai eikon (diartikan rasionalistis serta kebebasan intelektual) dan homoiosis (sebagai usahanya guna mendapatkan kesempurnaan yang didukung oleh anugerah Allah). Pada abad Pertengahan, Thomas Aquinas mengartikan manusia sama seperti Aristoteles (animal rationale), manusia digambarkan sebagai gambaran Allah yang kodrati (yaitu gambar Allah yang dicerminkan oleh rasio dan kuasa-kuasa jiwa manusia) dan yang adikodrati (yang berarti bahwa dia menjadi anak Allah yang telah diampuni karena anugerah). Teologi M.Luther zaman reformasi keakuan manusia merupakan peranan yang menonjol, dia menekankan “aku” manusia yang theonom bukan autonom, dimana “diri” manusia yang percaya dan bukan yang alamiah. Luther memandang rasio manusia sebagai pemberian Allah. Istilah Imago dipusatkan antropologi Ortodoksi, Imago Dei dibedakan satu sama lain : 1) Imago Dei generaliter, manusia adalah gambar Allah dalam pengertian umum, sesudah kejatuhan dia tetap berada dalam kesamaan struktural. Ini terjadi sebab manusia itu memiliki jiwa rasional, akal budi dan kemauan. 2) Imago Dei specialiter, manusia adalah gambar Allah dalam pengertian khusus yang terdapat didalam keadilan dan kekudusan manusia yang telah kehilangan oleh sebab kejatuhan. 42 | D i k t a t D o g m a t i k a

Ortodoksi juga membedakan tingkatan keadaan manusia : 1) Status integritatis (keadaan selamat sebagaimana kondisi manusia sebelum kejatuhan) 2) Status corruptionis (keadaan di dalam kejahatan yang diakibatkan oleh kejatuhannya) 3) Status gratiae (keadaan dalam anugerah yang diperolehnya di dalam Kristus) 4) Status gloriae (keadaan di dalam pemuliaan, yaitu keadaan orang yang diselamatkan setelah kematiannya) 5) Status damnationis (keadaan di dalam penghukuman, yaitu keadaan orang yang binasa setelah kematiannya) Pada zaman modern manusia menjadi ukuran bagi segala sesuatu, I.Kant mengartikan pencerahan sebagai “keluarnya manusia dari ketidakdewasaannya yang disebabkan oleh dirinya sendiri”. Rumusan dari prinsip ini adalah cogito, ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahwa dia memiliki kesadaran yang boleh disamakan dengan Roh. 2.2.Diskusi Aktual 2.2.1. Dimana terdapat kemanusiaan (humanum) dari manusia? Menurut E.Brunner manusia itu sama sekali berbeda dengan binatang meskipun sebagian sejarah kejadiannya sama, perbedaan itu terlihat dari rasio, kebebasan dan daya cipta manusia. Dapat dikatakan hakikat manusia itu adalah campuran kapur, fosfor, zat lemas dll, di dalam Alkitab disederhanakan dengan menggunakan istilah: manusia adalah debu. Menurutnya juga bahwa manusia itu lebih dari hewan yaitu hewan mempunyai daya pikir tetapi tidak mempunyai akal budi, tidak memiliki kultur. Ciri khas manusia terdapat di dalam kasih “manusia adalah manusia sedemikian rupa sebagaimana dai hidup di dalam kasih”. Hakikat manusia ada dalam pertanggungjawabannya terhadap sesama manusia dan Allah, dan kita manusia jika firman Allah dihayati. 2.2.2. Manusia sebagai gambar Allah Dalam tradisi teologi humanum diartikan dengan gagasan manusia sebagai gambar Allah (imago dei). Teologi Protestan yang baru terus mempertahankan rancangan sebuah pandangan yang menyatakan bahwa Allah digambarkan oleh setiap manusia (imago generaliter). P.Tillich menyatakan bahwa sejak mulanya manusia memiliki persamaan wajah dengan Allah sebab “logosnya mempunyai analogi dengan logos ilahi, sehingga logos Allah dapat tampil sebagai manusia tanpa merusak kemanusiaan manusia”. E.Brunner menjelaskan 43 | D i k t a t D o g m a t i k a

bahwa kebersamaan wajah manusia dengan Allah ada 2 yaitu arti “formal” (bahwa manusia juga sebagai seorang berdosa lebih tinggi daripada seluruh makhluk yang lain) dan arti “material” (dimana pengisian struktur atas anugerah Allah di dalam hidup orang percaya). Kemudian Barth mengartikan imago dei sebagai pemberian anugerah saja bukan sesuatu yang didapat oleh manusia. Gambaran Allah satu-satunya adalah Kristus, manusia umunya dapat segambar dengan Allah melalui Dia, persamaan manusia dengan Allah juga yaitu manusia seperti Allah yang hidup dalam relasi sosial bukan terisolasi, individualistis. 2.2.3. Prapengertian falsafi akan hakikat manusia Filsafat modern berkeyakinan bahwa rumusan baru seperti existo atau coexisto, ergo sum lebih tepat. Eksistensialisme menekankan agar manusia menciptakan dirinya sendiri dengan mengalahkan segala bentuk kehidupan yang mengancamnya dan dapat keluar dari struktur yang memaksanya. Manusia belum mencapai humanum kalau ia dimengerti sebagai ego, menurut Buber manusia baru menjadi manusia di dalam pertemuan dari “aku” dan “engkau” (berarti ada didalam dialog), F.Rosenzweig menyatakan bahwa manusia adalah manusia berkat pertemuan yang bermitra dua. R.Bultmann mendapatkan hakikat bahwa manusia bukan di dalam rasionalitasnya melainkan di dalam kehendaknya. Antropologi K.Barth

memperlihatkan

kemiripan

terhadap

dialogisme

falsafi

manakala

Barth

menunjukkan manusia sebagai makhluk yang merealisasikan hakikatnya hanya dalam hubungan dialogis dengan sesamanya. Manusia menjadi manusia apabila ia disapa oleh firman Tuhan, manusia adalah “aku yang berpribadi” hanya melalui anugerah Allah saja.

2.2.4. Apakah maksud dan tujuan suatu teologi feminisme? Sejarah penyadaran manusia akan arti dan makna perbedaan jenis kelamin dimunculkan oleh langkah bari dari femenisme modern. Teologi feminisme bermaksud menciptakan suatu teologi pembebasan kepribadian sendiri secara utuh agar tidak salah pengertian akan persamaan hak guna akan pemikiran dan perbuatan. Teologi ini menuntuk agar terealisasikan di kaum pada ibu pengetahuan yang khas mengenai teologi, gereja dan masyarakat yang bersifat androsentris, patriarkhalis dan yang membekukan jenis kelamin. E.Schussler Fiorenza memperlihatkan bahwa penilaian yang rendah terhadap kaum ibu dalam riwayat penciptaan (Kej 2,3) tidak dapat diartikan sebagai peraturan penciptaan. Menurut R.R.Ruether hubungan yang terpecah antara laki-laki dan perempuan adalah akibat 44 | D i k t a t D o g m a t i k a

dosa dan kejahatan manusia, kedua belah pihak harus diperbarui dan diberi bentuk kesatuan yang baru. 2.2.5. Sekitar pandangan tentang manusia di Asia a. Sistem kasta dan peran manusia dalam struktur kemasyarakatan lama Di satu pihak ada orang yang memandang sistem kasta itu sebagai sesuatu yang baik dan lazim. Setiap orang akan menghasilkan buah dari perbuatannya sendiri dan di pihak lain ada orang yang menghukum sistem kasta. Didalam siatem kasta India, adat merupakan kuasa yang dominan untuk menuntut orang takluk terhadapnya. b. Mengenai teologi Minjung di Korea Selatan dan perkembangannya Teologi Minjung, minjung berasal dari bahasa Cina yaitu rakyat/orang banyak. Teologi ini mencoba menghubungan ajaran Alkitab dengan konteks situasi di Korea, dimana kebebasan berbicara dan berkumpul sangat dibatasi. Teologi ini menaruh perhatian pada perselisihan antara rakyat dengan yang berkuasa. c. Menuju suatu pandangan baru tentang kaum perempuan Di banyak negara di Asia kaum perempuan diberi peranan yang berbeda dari kaum lelaki, peranan kaum perempuan memang sangat terlihat tidak adil baik dalam pekerjaan, tanggungjawab dan pendidikan. Gereja di Indonesia juga mengikuti struktur pemikiran patriarkhalis melalui teologi yang salah, M.Katappo menuntut adanya kesamaan hak dan kedudukan antara pria dan wanita agar hubungan keduanya tidak lagi dalam bentuk penindasan. 3. Dosa44 3.1. Dasar-Dasarnya Pemahaman yang ada pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dosa itu dimengerti sebagai “ketidaktaatan”. Diungkapkan dalam PL dengan istilah pesya (pemberontakan), khatta (pelanggaran) dan awon (perbuatan yang tidak senonoh). Ketidaktaan berarti melawan Allah, melanggar hak dan hukum taurat Allah (1 Yoh 3:4) serta orang berdosa disebut juga merebut takhta Allah. Paulus tidak hanya menjelaskan hakikat dosa dengan istilah “ketidakpatuhan (parakoe, Rm 5:19)” tetapi juga sebagai “keinginan” yang tidak benar (epithumia, Rm 7:7). Dosa adalah kesalahan sendiri dan malapetaka, proses perbuatan dosa 44

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm.101-110.

45 | D i k t a t D o g m a t i k a

bukan manusia yang sebagai subjek akan tetapi dosa yang berdiam diri di dalam manusia, Paulus tidak memberi penjelasan yang detail mengenai penurunan dosa secara biologis. Pelagius berpendapat bahwa saat kelahirannya manusia lepas dari dosa dan sama seperti Adam sebelum kejatuhannya. Terhadap pandangan itu maka Augustinus mempertahankan dua pendapat yakni dosa adalah realitas yang tidak dapat dihindarkan manusia namun manusia harus tetap bertanggungjawab. Thomas Aquinas mengenal pembedaan dosa sebagai berikut: dosa yang dapat diampuni, dosa berat yang tidak dapat diampuni, dosa terhadap Allah, diri sendiri dan sesama, dosa asali, dosa perbuatan. Bagi Luther dosa yang utama adalah “ketidakpercayaan”, baginya nafsu (konkupisensia) tidak hanya mencakup bidang jasmaniah melainkan masuk ke dalam inti jati dirinya sendiri. Dosa warisan dan dosa perbuatan bertalian erat sehingga merupakan dosa yang sama, menurut artikel-artikel Schmalkalden dosa berasal dari Adam kemudian turun-temurun dimana perbuatahn dosa manusia sekarang hanya sebagai “buahnya”. Dosa adalah sintesis dari takdir dan kesalahan, ajaran tentang dosa warisan tidak melepaskan manusia dari tanggungjawab perbuatannya sendiri. Menurut Konfesi Augsburg (KA II) dosa diartikan sebagai berkurangnya rasa takut terhadap Allah dan yang mengaburkan iman sejatinya yang menimbulkan nafsu serta kecenderungan yang jahat dari manusia. Disebutkan juga dosa itu :penyakit menular sejak lahir” dan sekaligus “dosa yang sejati”. Para teolog mempergunakan skema terhadap paham ortodoksi dalam memahami dosa warisan terutama dalam jalur yag telah digariskan reformasi : 1) Dosa Asali (peccatum originale) melekat pada manusia sejak asalnya. 2) Dosa Perbuatan (peccatum actualia) tidak dibawa manusia sejak lahir tetapi dilakukannya. Dibedakan lagi menjadi dosa yang disengaja dan tidak disengaja. 3.2. Diskusi Aktual 3.2.1. Pengertian-pengertian dosa Dalam Kristologi ajaran tentang dosa (hamartiologi) harus diberi tempat sebab hanya melalui “Kristus” kita diberi cermin untuk mengenal diri kita sebagai orang-orang berdosa. Kemudian Barth menggelari Kristus sebagai: 1) Allah yang benar yaitu Allah yang merendahkan diri dan yang memperdamaikan 2) Manusia yang benar yaitu manusia yang dinaikkan oleh Allah dengan demikian telah diperdamaikan

46 | D i k t a t D o g m a t i k a

3) Penjamin dan saksi pendamaian kita. Kemudian yang sejajar dengan pemahaman itu Barth menyebutkan juga ada tiga bentuk dosa manusia yaitu keangkuhan, kemalasan dan kebohongan. Keangkuhan adalah bentuk dosa yang pertama akibat dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan manusia. Kemalasan berarti Allah sendiri tidak hanya menunjukan jalan kepada manusia, manusia juga tidak boleh melepaskan dirinya demi kepentingannya sendiri dengan menentang anugerah yang telah menuntun jalannya. Kebohongan merupakan penghancuran diri sendiri karena manusia sudah dibawah kekuasaan dosa dan telah membohongi Allah. Dosa tidak dapat membangun kecuali hanya mengakibatkan penderitaan atau maut. Ciri khas P.Tillich mengenai dosa berbeda dengan Barth baginya dosa itu bersifat religius. Jatuhnya manusia ke dalam dosa dipahami sebagai peralihan dari esensi ke eksistensi dari “ketidakbersalahan yang murni ke perealisasian diri”. Tillich menjabarkan bahwa dosa itu ditandai dengan adanya suatu gerakan ganda yaitu desakan manusia untuk menjauhkan diri dari Allah (ketidakpercayaan) dan desakan untuk membuat diri sendiri sebagai pusat dari pribadi dan dunianya sendiri (konkupisensia dan hibris). Dosa warisan adalah masalah rohani dan teologis dimana nisbah antara dosa turunan dan perbuatan yang salah bukanlah seperti nisbah antara sebab dan akibat, maka dosa warisan adalah kita dapat berdosa dengan bebas dan sekaligus tidak dapat lepas darinya. 3.2.2. Dosa dan manusia modern Tradisi Kristen menyatakan bahwa seseorang berdosa bila ia tidak mengasihi Allah dan sesamanya, dimengerti telah melanggar kesepuluh firman, dosa terhadap manusia berakar dalam dosa terhadap Allah. A.Plack menyatakan bahwa manusia secara alami adalah baik dan tidak jahat. Agresivitasnya (dorongan asli naluri manusia) tidak dibawa lahir, melainkan dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Kemudian etika modern juga menunjukan bahwa pengertian dosa semakin kabur dimana bukan lagi diartikan sebagai ketidakpercayaan dan permusuhan terhadap Allah. 3.2.3. Sekitar pandangan tentang dosa di Asia Ada beberapa penjelasan mengenai dosa dalam konteks berteologi di Asia seperti : 1) V.Chakkarai menerangkan dosa masuk kedalam kehidupan manusia melalui perumpamaan anak yang hilang, peristiwa itu seolah-olah manusia tidak mempunyai ketergantungan kepada Allah dan itulah sebagai permulaan dosa. Tetapi pada waktu 47 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang sama timbul kerinduan sang anak untuk kembali. Dosa adalah rantai (pasa) yang membelenggu jiwa manusia (pasu) untuk mencapai Allah. Jadi Allah tidak dapat dilihat sebagai pencipta dosa, manusialah yang harus bertanggungjawab atas dosadosanya. 2) M.M. Thomas memahami dosa sebagai pemberontakan spiritual manusia terhadap Allah, pengasingan total manusia dari Allah, tetangga, alam dan dirinya sendiri. Dosa juga dipahami sebagai egosentris diamana pribadi manusia itu ingin menguasai individu, kelompok dan menyalahgunakan alam. Maka dosa tidak dapat dihapuskan jika hanya melakukan hubungan intim dengan Tuhan secara rohani melalui askese melainkan juga mengaktualisasikannya dalam aspek sosial. Ada juga pandangan dari F.Magnis-Suseno bahwa pandangan dunia di masyarakat Jawa itu ternyata lebih erat hubungannya dengan soal malu daripada dengan soal dosa. 4. Yesus Kristus45 4.1. Dasar-Dasarnya Dalam kerugma Perjanjian Baru Allah telah melaksanakan keselamatan melalui Yesus Kristus. Kristologi adalah sateriologi, fungsi keselamatan yang dimaksud akan lebih jelas dirinci melalui gelar-gelar kristologis yang ada : gelar Kristus, Mesias dan Anak Manusia dipakai jemaat pertama orang-orang Kristen Yahudi. Ada gelar sebagai Tuhan dan Anak Manusia dipakai kekristenan Helenis. Ada juga digolongkan gelar-gelar Yesus lainnya seperti : -

Gelar karena hubungan karya-karya Yesus sewaktu hidupNya seperti Nabi, hamba Allah, imam besar.

-

Berdasarkan karya-karyaNya yang akan datang seperti Kristus, Anak Manusia.

-

Gelar yang mencakup karya-karya Kristus yang sekarang yaitu Tuhan dan Juruselamat.

-

Gelar yang menunjuk pra-eksistensiNya adalah firman, Anak Allah dan Allah. Dasar kerugma pada Perjanjian Baru itu adalah salib dan kebangkitan Kristus. Pada 1

Kor 15:14 diakatan “Andai kata Kristus tidak dibangkitkan , maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah jugalah kepercayaan kamu”.

45

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 112-136.

48 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pada awal gereja purba dipersoalkan mengenai kristologi bagaimana hubungan antara ketuhananNya dengan kemanusiaanNya. Ada pihak yang setuju ketuhanan Yesus tetapi memisahkan Dia dari Allah sebagai suatu makhluk ilahi di bawah Allah. Ada juga yang menekankan Yesus bukan Allah nomor dua selain Allah Bapa. Maka disatu pihak Yesus adalah bentuk pemunculan Allah buakn satu oknum yang berdiri sendiri(monarkianisme modalistis) dan sisi lain Yesus dikenal sebagai manusia yang dilengkapi dengan kekuatan ilahi (monarkianisme dinamistis).yang menyebut pertama kali Yesus sebagai “manusiaAllah” (theanthropos) yaitu dari teologi Origenes (185-254), dan pada abad ke-4 memuncaklah pertikaian tentang hubungan Kristus dengan Allah Bapa. Maka ada perbedaan pandangan teologi antara kedua ahli yaitu Arius dan Athanasius berikut perbedaannya : 

Pemikiran Arius:

-

Kristus lebih rendah dari Allah Bapa (“Allah kedua”)

-

Kristus adalah anak angkat Allah

-

Kristus diciptakan sebagaimana makhluk lain (seorang malaikat yang tertinggi)

-

Kristus adalah guru dan teladan bagi makhluk yang lain.



Pemikiran Athanasius:

-

Kristus adalah Allah sepenuhnya

-

Dia sehakikat dengan Allah Bapa (homoousios)

-

Kristus adalah dari kekekalan

-

Kristus disebut Juruselamat manusia dan dunia yang menyelamatkan dari kefanaan Hal ini melahirkan perselisihan di gereja Timur, maka Kaisar Konstantinus Agung

berusaha mendamaikan keduanya dengan mengadakan Konsili Nicea tahun 325 (Konsili Oikumenis I). Ternyata rumusan di Nicea ini belum selesai secara tuntas. Maka ada lagi rumusan Konsili Oikumenis II tahun 381 yang menguatkan keputusan Nicea bahwa Anak itu homoousios dengan Bapa, dimana Kristus adalah Allah sepenuhnya dan di dalam keallahanNya Ia sederajat dengan Allah Bapa. Pada konsili kedua ini Roh Kudus juga sehakikat dengan Allah Bapa. Lalau bapa-bapa Kappadokia merumuskan ajaran mia ousia dan treis hupostaseis dimana artinya Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus tidak bertindak secara terpisah. Rumusan yang diterima pada Konsili Efesus tahun 431 (konsili oikumenis III) menyebut Maria yang melahirkan Allah (theotokos), kemudian seorang kepala biara golongan Alexandria menyangkal bahwa tubuh Kristus homoousios dengan tubuh manusia lain. Kemudian pertentangan ini semakin hangat dibahas dalam Konsili Chalcedon tahun 451 (konsili oikumenis IV) dirumuskan bahwa Kristus bertabiat ganda dalam satu oknum. Kedua 49 | D i k t a t D o g m a t i k a

tabiat ini tidak bercampur, tidak berubah serta tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah. Ada aspek yang kuat dalam reformasi Lutheran mengenai hakikat Kristus yang bukan hanya hakikatNya yang perlu dipahami melainkan fungsi-Nya untuk manusia. Maka yang dimaksudkan adalah bukan hanya teori abstrak tentang Kristus melainkan memahami kesadaran tentang karya Kristus. Dikenal juga dengahn istilah hoc est christum cognoscere, beneficia eius cognoscere (“mengenal Kristus berarti mengenal karya-karya penyelamatanNya”). Dalam dogmatik Protestanisme Lama dibedakan ajaran tentang pribadi Kristus (kristologi) dan ajaran tentang pekerjaan-Nya (soteriologi). Tidak mungkin kita menggambarkan karya Kristus tanpa mengenal pribadi-Nya, maka kita tidak bisa menarik garis pemisah kedua topik ajaran dogmatis tersebut. Kemudian ia mengajarkan kesatuan yang utuh antara keallahan dan kemanusiaan dalam pribadi Yesus. Kemenangan Yesus dalam perjuangan hebat hanya dimungkinkan oleh keilahian-Nya. Luther menekankan arti dan makna Kristus dalam eksistensi manusia, pengakuan sesungguhnya pada Kristus hendaknya berdasarkan kesadaran dan keyakinan pentingnya Dia. Ajaran yang dirumuskan Ortodoksi Lutheran mengenai status exinanitionis atau status penurunan (merupakan turun dalam kerajaan maut). Ortodoksi juga mengembangkan ajaran ketiga jabatan Kristus yaitu sebagai Nabi, Imam dan Raja, khusunya adalah sebagai raja, Dia berkuasa di dalam kerajaan : kerajaan kuasa (Dia memerintah dunia secara keseluruhan), kerajaan anugerah (Dia memerintah di dalam gereja), dan kerajaan kemuliaan (Dia memerintah di sorga). Menurut A.Ritschl pendamaian itu dimulai dengan pembenaran berupa pengampunan dosa, pendamaian adalah kasih Allah yang mengampuni secara kekal. Melalui kepercayaannya orang beriman mengalami kesempurnaan Kristen berupa penguasaan rohani atas dunia. 4.2. Diskusi Aktual 4.2.1. Kristologi dari atas atau dari bawah Kristologi Gereja Purba mengambil titik berangkat dari ketuhanan Yesus yang praeksisten yaitu mengikuti struktur pemikiran dari atas kebawah. Kristus berasal dari atas bukan dari bawah. Dalam dogmatika Barth ia kurang mengutarakan jarak antara Allah dan manusia, melainkan lebih menekankan aspek “Allah bersama kita”. Dalam kristologinya Barth membedakan tiga langkah yaitu Kristus harus dimengerti sebagai “Allah yang benar”, yang kedua Barth menggambarkan Yesus sebagai “manusia yang benar yaitu yang ditinggikan oleh Allah dan dengan demikian diperdamaikan”, dan yang ketiga adalah Kristus 50 | D i k t a t D o g m a t i k a

sebagai penjamin dan saksi dari pendamaian itu. Yesus adalah manusia yang tidak lagi hidup dalam pengasingan dari diri sendiri melainkan dalam kesatuan dengan diri sendiri, dunia dan terutama dengan Allah. Fungsi Kristus adalah membawa “keberadaan baru” dari “keberadaan lama”. 4.2.2. Masalah kuburan yang kosong Perkembangan kepercayaan Kristen tidak terlepas dari peranan kebangkitan Yesus, salah satunya mengenai kuburan kosong dalam cerita Alkitab bagi kepercayaan Kristen. Menurut Bultmann “kebangkitan” haru ditafsirkan sebagai peristiwa yang berlangsung terusmenerus dan dapat dialami lagi dalam eksistensi manusia modern, dalam rumusan Perjanjian Baru tentang kebangkitan Yesus mengungkapkan pentingnya salib. Menurutnya juga kebangkitan bukanlah “mujizat yang ajaib”, peristiwa kebangkitan tidak dapat membuktikan tentang Kristus melainkan keyakinan manusia yang beriman. Pandangan yang lebih dekat dengan Perjanjian Baru ialah legenda kuburan kosong itu tidak hanya sekedar histori belaka, peristiwa ini sudah dicantumkan dalam laporan kebangkitan yang paling tua dalam 1Korintus 15:4. Kuburan kosong ini memang mengandung ketegangan antara kepercayaan dengan ketidakpercayaan. P.Brunner menyimpulkan “tidak ada jalan langsung dari kuburan kosong kepada kepercayaan akan Dia yang bangkit. Tetapi dengan kepastian kepercayaan ‘Dia telah bangkit’ kita langsung dibawa ke kuburan kosong”. Dengan demikian kepercayaan akan peristiwa kebangkitan tidaklah tanpa “bukti” dan dapat dipercayai dari saks-saksi pertama. Bagi orang berita tentang kebangkitan Yesus khususnya mengenai kuburan kosong menunjukkan aspek kejasmanian dari kebangkitan. Ini merupakan petunjuk bahwa Allah tidak hanya menyelamatkan jiwa manusia melainkan bersama tubuh Kristus juga mau menebus tubuh manusia. 4.2.3. Masalah Yesus yang historis Ada dua periode yang akan membahas mengenai Yesus yang historis di dalam sejarah teologi : 1. Periode pertama abad ke 19 teologi secara optimis bertitik tolak dari keyakinan bahwa melalui metode historis kritis kita dapat menyaring satu inti historis dari tulisantulisan Alkitab. Untuk membedakan antara apa yang diutarakan para rasul dalam tulisannya dengan apa yang diungkapkan oleh Yesus sendiri dai dalam hidupNya. 2. Periode kedua abad 20 memformulasikan kembali pertanyaan tentang Yesus yang historis, kali ini teologi bertitik tolak dari pemahaman bahwa kitab-kitab injil tidak 51 | D i k t a t D o g m a t i k a

laporan historis melainkan sesuai dengan khotbah dan pemberitaan. R.Bultmann mengemukakan bahwa “dunia yang mau dimengerti oleh iman, tidaklah dapat ditangkap dengan sarana ilmu pengetahuan”. Yesus yang historis tampil dengan kuasa yang luar biasa dengan kesadaran mewakili Allah yang berbicara dan bertindak untuk keselamatan manusia. 4.2.4. Tentang pengertian salib dan kebangkitan Menurut Perjanjian Baru keselamatan hanya didasarkan pada salib dan kebangkitan Kristus, keduanya ini saling menginterpretasikan dan tidak dapat dipisahkan namun digeraja sering sekali salah satunya lebih diutamakan. Bagi Bultmann dan muridnya pembicaraan tentang kebangkitan tidak lain dari pernyataan tentang pentingnya salib itu. Apabila kebangkitan dianggap lebih penting daripada salib maka timbul bahaya berupa suatu “triumfalisme teologis”, ini berarti kehidupan lebih kuatvdaripada kematian, karena salib tanpa kebangkitan bukanlah peristiwa penyelamatan. Kebangkitan tidak terjadi dengan mengesampingkan salib, melainkan didasarkan pada salib. 4.2.5. Tipe-tipe pengajaran tentang pendamaian Ada tiga pandangan mengenai pendamaian yang ditulis oleh Gustaf Aulen seorang peneliti Swedia : 1) Tipe “klasik”. Kristus sebagai pemenang Ini memperlihatkan Kristus sebagai pemenang atas maut dan iblis, usaha pendamaian ialah perjuangan dan kemenangan atas bantuan Allah melalui Kristus. Tipe ini menggunakan inkarnasi sebagai sentralnya dan sangat sesuai dengan Perjanjian Baru. 2) Tipe “latin”. Kristus sebagai satisfactor Diwakili oleh pengajaran tentang pemuasan atau satisfactio dari Anselmus (10331109) ia tidak setuju dengan tipe pertama, ia mengemukakan tentang satu hukum yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri. Dimana pendamaian adalah perbuatan Allah tetapi dilaksanakan dari pihak manusia. Tipe latin ini mengartikan pendamaian secara legalistik, ia menyatakan bahwa Allah harus menjadi manusia untuk menolong manusia. 3) Tipe “humanisme”. Allah sebagai maha pengasih Pengajaran pendamaian sangat berpengaruh pada zaman modern, pandangan yang mau mengerti Allah sebagai “raksasa penghisap darah” yang hanya mau mengampuni

52 | D i k t a t D o g m a t i k a

manusia bila diberikan darah ditolak;. Artinya murka Allah tidak harus diredakan karena Dia bukan pemarah melainkan pengasih. Dari ketiga pandangan diatas, hanya tipe klasiklah yang melihat pendamaian sebagai perjuangan dan kemenangan Allah yang didasarkan pada gagasan inkarnasi, sedangkan tipe kedua dan ketiga lebih mempermasalahkan tentang satisfactio di kayu salib secara positif atau negatif. Dia adalah pendamai bukan yang didamaikan, peristiwa salib tidak mengantar kepada kasih Allah melainkan diakibatkan oleh-Nya. Gagasan tentang satisfactio Kristus di salib menunjukan bahwa pendamaian bukanlah anugerah yang murahan, keselamatan dihasilkan pada kayu salib 4.2.6. Sekitar pandangan tentang Kristus di Asia V.Chakkarai seorang teolog India, Yesus yang historis adalah inkarnasi ilahi (avatar), peristiwa inkarnasi harus dilihat sebagai sesuatu yang dinamis, inkarnasi itu masih terus berjalan sampai sekarang. Di dalam Yesus logos menjadi manusia, dan menurut Chakkarai setelah menjadi manusia logos itu tetap tinggal di dalam manusia dan bekerja dalam hati orang-orang yang percaya kepadaNya. Salib Yesus harus diberi tempat yang sangat menonjol di dalam salib kita mengenal apa arti bakti yang sebenarnya, salib merupakan tanda penderitaan dan kematian Yesus Kristus berfungsi sebagai simbol keselamatan manusia. Chakkarai juga menyebutkan bahwa dalam salib “dua kuasa (sakti) agung bertemu satu sama lain” yakni inti terdalam eksistensi manusia (andam) dan makrokosmos (brahmandam). Menurut Song bila hendak berkristologi dalam konteks Asia sebaiknya kebudayaan Asia itu di hampiri di bawah terang karya Allah dalam Kristus. K.Koyama berpendapat bahwa salib harus dilihat sebagai “simbol penyangkalan diri”, ia menganjurkan supaya pikiran semangat perang salib itu ditempatkan dibawah terang pikiran yang disalibkan, supaya dengan demikiran pikiran itu disalibkan dan bangkit. Kemudian P.D.Latuihamallo menyatakan bahwa selain bukti nyata bahwa Allah adalah Tuhan dalam sejarah, kehadiran Kristus juga dimengertinya sebagai suatu gebrakan yang menghentikan manusia untuk aktif menunaikan tugasnya, yakni menyatakan kehendah Allah dalam realitas keseharian umat manusia termasuk dalam kehidupan sehari-hari. 5. Anugerah46 5.1. Dasar-dasarnya 46

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 139-152.

53 | D i k t a t D o g m a t i k a

Anugerah dalam bahasa Yunani yaitu Kharis yaitu pemberian yang tidak harus dibalas. Bersinonim dengan dorean yaitu ‘cuma-Cuma’ (Roma 3:24) .Sementara bahasa Ibrani ‘anugerah’ adalah Khinnam dari kata Khen. Anugerah dalam PB merupakan pemberian karena Kristus diberi kepercayaan. Perbuatan dalam kasih karunia Allah dalam Kristus diungkapkan dalam PB oleh istilah-istilah pokok berikut : Injil Sinopsis memakai kerajaan Allah atau kerajaan Sorga

(basileia tou theou atau basileia ton ouranon). Dalam injil

Yohanes dipergunakan terang (fos), kemuliaan (doxa), kehidupan (zoe). Sementara rasul Paulus dalam surat-suratnya memakai istilah lain yaitu perdamaian (katallage), kebenaran atau memberikan, pengangkatan sebagai anak (huiothesia) ,damai (oirene) perjanjian (diathekke) dan kekuasaan (dunamis). Suatu tipe ajaran tertentu akan Anugerah terdapat dalam Gereja Purba khususnya di Barat. Agustinus mengajarkan bahwa anugerah tidak tergantung pada syarat tertentu, melainkan harus diangggap sebagai pemberian belaka dari Allah. Pelagianisme mengajarkan bahwa manusia dapat memperoleh keselamatan berdasarkan kekuatan sendiri tetapi menurut Augustinus ia memperolehnya hanya oleh Anugerah. Ajaran keselamatan Augustinus bersifat “Monergitis” tetapi “semi-Pelagianisme” melukiskan ajaran keselamtan yang bersifat “Sinergitis” yaitu keselamatan

dimengerti

sebagai usaha bersama diantara kemauan bebas manusia dan anugerah Ilahi. Reformasi merumuskan anugerah sebagai pembenaran manusia dihadapan Allah dan hal ini tercakup dalam Konfesi Augsburg IV: “Bahwa kita tidak dapat memperoleh pengampunan dosa dan kebenaran dihadapan Allah oleh bakti, perbuatan baik kita, melainkan kita beroleh pengampunan dosa dan menjadi benar dihadapan Allah oleh Anugerah demi Kristus melalui Iman.Sementara itu ajaran Katolik Roma merumuskan anugerah sebagai Gratia praeveniens yaitu

mempersiapkan manusia bagi penerimaan

anugerah pembenaran. Kita dibenarkan sola fide (hanya oleh iman) dan bukan solitaria fide (karena iman yang terisah pisah darinperbuatan baik itu). 5.2. Diskusi Aktual 5.2.1. Pengertian anugerah secara “dualistis” atau “monistis” Ajaran Lutheran

tradisional tentang keselamatan yang berlandaskan ketegangan

hubungan diantara hukum taurat dan Injil, hal ini bisa dikatakan sebagai tipe Soteriologi yang dualistis. Pernyataan ini didukung oleh W.Elert yang mengatakan bahwa ajaran pembenaran tidak memaksudkan bahwa manusia membuktikan ketidakbersalahannya, melainkan sebaliknya manusia mengakui dosa-dosanya atau menerima hukumannya. Dalam konsepsi 54 | D i k t a t D o g m a t i k a

Elert berpandangan pembenaran sebagai hukuman atas “manusia lama” yang menerima kematian tetapi sebagai kebangkitan bagi mereka yang percaya. Suatu Soteriologi yang berifat monistis dipaparkan oleh K.Barth dalam ajarannya tentang perjanjian dan pemilihan. Tipe Soteriologi yang bersifat monistis itu berlandaskan ajaran tentang pernyataan di mana hukum dianggap sebagai bentuk injil dan dengan demikian sebagai bagiannya dan bukan sebaliknya. Firman Allah menurut K.Barth ialah anugerah, bahwa Allah berbicara dengan manusia itu dengan sendirinya .Barth memberi ulasan peristiwa perdamaian dengan 3 tahap: ”Pembenaran, pengudusan dan pemanggilan”, yang sekaligus sejajar dengan ketiga dimensi Kristologinya yaitu : harmamtologi, pneumatologi dan etika. Sementara itu Pul Tillich memaparkan tentang Soteriologi yang bersifat monistis, mengenai penerimaan keselamatan Tillich membedakan 3 istilah tradisional yaitu: ”Kelahiran kembali, pembenaran dan pengudusan”. Kelahiran kembali di intepretaskan sebagai “keikutsertaan dalam keadaan baru”. Pengudusan dilihat sebagai “perubahan oleh keadaan yang baru”. Ajaran Tillich mengenai keselamatan mencapai tujuannya ketika manusia didamaikan kembali dengan Allah sebagai dasar dari segala yang ada. 5.2.2. Percaya dan Berbuat Konsep para Reformator bahwa manusia dibenarka hanya oleh Iman bukan karena perbuatan (Sola fide). Konsep ini tidak boleh ditafsirkan secara Libertinistis yang terjadi dari zaman konsili Trente sampai sekarang, dengan mengatakan bahwa konsep ini ingin mengadakan bahwa terjadi pemisahan antara kepercayaan dan perbuatan. Hakikat gagasan Sola fide adalah gagasan yang tidak mengesampingkan dimensi berbuat dalam kehidupan orang percaya, percaya bukan hanya sebatas percaya saja. Jika ada kepercayaan (Iman) berarti disana ada kasih, pertobatan, kepatuhan, doa dan perbuatan (band Yak 2:26). Iman dan kasih bukan realitas yang terpisah melainkan merupakan aspek dalam dan luar dari realitas yang satu-satunya. 5.2.3. Anugerah dan Predestinasi Ajaran predestinasi ganda (Predestination gemina) dalam dogmatika masa kini tidak diterima lagi, karena ajaran itu menentang kasih sebagai hakekat Allah. Ajaran itu ingin memuji Allah tetapi efek sebenarnya dari ajaran ini adalah perbuatan Allah dianggap sebagai kesewenang-wenangan karena manusia tidak diberi lagi kepastian tentang keselamatannya. Juga pernyataan-pernyataan Paulus dalam surat Roma tidak dapat dimengerti dalam rangka

55 | D i k t a t D o g m a t i k a

ajaran Predestinasi ganda (band.10:13;11:25,32;9:13,15,21). Predestinasi dalam pengertian PB hanya tampak sebagai predestinasi untuk keselamatan. 5.2.4. Anugerah dan partisipasi manusia Teologi protestan masa kini mengatakan bahwa anugerah walaupun berkuasa penuh tidak

meniadakan kebebasan manusia untuk mengambil keputusan terhadapnya.

Keselamatan terjadi hanya oleh anugerah tetapi bukanlah tanpa manusia. Anugerah tidak memaksa kemauan manusia melainkan memberi kekuasaan (Flp 2:12;1 kor 15:10). Menurut P.Bruner: “Allah mencari hubungan perjanjian dengan manusia disertai pemberian tempat bagi kemitraan yang benar. Allah mau membangkitkan kasih manusia tetapi dia tidak memaksanya”. Gogarten dan Bultmannn mengatakan keterlibatan manusia dalam peristiwa keselamatan itu dengan menekankan manusia harus mengambil “keputusan”. Menurut Tillich anugerah adalah suatu hadiah ilahi yang tidak tergantung pada perbuatan amal manusia melainkan kerelaan manusia untuk menerimanya dan kerelaan itu merupakan anugerah yang pertama. 5.2.5. Pembenaran secara “Forensis” dan “Efektif”? Menurut pihak khatolik Roma bahwa Reformasi mengartikan pembenaran hanya secara Forensis yaitu sebagai ketidakberhitungan dosa secara lahiriah dan bukan secara efektif, yaitu sebagai pembaharuan di dalam serta pengudusan. Sedangkan teologi protestan masa kini semakin jelasa ditekankan bahwa menurut ajaran Reformatoris, manusia tidak hanya dianggap benar melainkan bahwa berdasarkan pengampunan dosa manusia betul-betul adalah benar. Dalam pembenaran manusia tidak hanya perbuatan Kristus yang diperhitungkan bagi manusia, tetapi juga mengarah kepada kelahiran kembali dan ketaatan baru. Lutheran memandang pembenaran dan keselamatan sebagai suatu keberangkatan ke depan atau suatu jalan menuju keselamatan (ordo solutis). Kharis tidak hanya dipandang sebagai pandanngan kemurahan Allah (Rm 4:3;6:22;Gal 3:6) melainkan juga sebagai suatu pemberian (Rm 5:17;Flp 3:9;1 kor 6:11). Pandangan M.Luther mengenai pembenaran manusia dikatakan bahwa manusia selaku benar dan sekaligus berdosa (simu iustus et peccator) sering disalahartikan menganggap bahwa benar dan dosa itu berdampingan, padahal maksud dari ucapan M.Luther ini mengarah kepada pengalaman hidup berdosa. Dengan memandang kepada Allah seorang Kristen telah tanpa dosa tetapi dengan memandang pada diri dan hidupnya di dunia ini, ia tetap menyadari diri sebagai seorang berdosa. 56 | D i k t a t D o g m a t i k a

5.2.6. Sekitar pandangan tentang Anugerah di Asia Menurut V.Chakkarai manusia memperoh anugerah ditandai dengan adanya kesatuan iman pada Kristus yang dapat diekspresikan dengan Bhakti(devosi). Bhakti menunduk kepada kerelaan untuk datang dalam persekutuan dengan Allah dan keikutsertaan mengambil bagian dalam penderitaan dan kematiann-Nya (Mat 10:39) menurut M.M.Thomas, keselamatan mencakup persekutuan dan kesatuan diantara sesama manusia. Keselamatan itu mempunyai dimensi social karena keselamatan dan kebebasan tidak dapat dipisah-pisahkan. Kebebasan merupakan isi dari keterlibatan Allah dalam masalah-masalah manusia di kayu salib. Menurut A.Sovik keselamatan harus dimengerti sebagai kebebasan, kemanusiaan dan identitas. Keselamatan sebagai kebebasan tidak hanya ditunjuk kepada orang-orang lemah dan tertindas akan tetapi berlaku juga bagi orang-orang yang berada dalam kebencian, ketakutan, tahanan serta orang-orang yang terkena manipulasi. Keselamatan sebagai identitas dilihat dari hubungan pribadi dengan sang pencipta karena tidak hanya dapat mengenal identitas melalui komunikasi terhadap sesama, tetapi yang terutama adalah karena hubungan kita dengan Allah. Menurut A.A Yewangoe dimensi perdamaian meliputi perdamaian dengan Allah, perdamaian diantara sesama manusia dengan perdamaian dengan alam semesta. 6. Firman dan Sakramen47 6.1. Dasar-dasarnya Menurut PB keselamatan disampaikan kepada orang yang percaya dengan melalui pemberitaan Firman, baptisan dan Perjamuan Kudus. Sehingga dalam ini firman dan sakramen dilihat dalam hubungan yang sangat erat. Firman memiliki sifat yang sakramental dan demikian juga bahwa sakramen-sakramen pada hakikatnya adalah peristiwa firman itu sendiri. Sakramen juga tergantung pada nama dan kata-kata Yesus (1Kor 6:11; 11:24; Mrk 14:22-25; Mat 28:19; Kis 8:16; 10:48; 19:5). Dalam Gereja Purba kata sacramentum (musterion) dihubungkan dengan satu kadar Kristen yaitu perbuatan, tanda atau rumusan yang dianggap mengandung rahasia. Pada abad pertengahan dikokohkan pandangan bahwa roti dan anggur betul-betul diubah menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu pada Konsili Lateran ke-4 pada tahun 1215. Jumlah sakramen naik turun antara lima (Gregorius VII) dan dua belas (Petrus Damiani). Lalu Petrus Lombardus mempertahankan menjadi tujuh sakramen dan disahkan oleh Konsili Florens (1439). Ketujuh sakramen itu ialah baptisan, 47

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 154-169.

57 | D i k t a t D o g m a t i k a

peneguhan, Perjamuan Kudus, pertobatan, pengurapan yang terakhir, penahbisan imam dan perkawinan. Pada masa Reformasi, sakramen-sakramen tidaklah mencapai tujuannya walau hanya melalui pelaksanaan yang benar seperti dalam teologi abad pertengahan, tetapi melainkan harus melalui kepercayaan ke perkataannya. Selain itu jumlah sakramen dibatasi pada tiga sakramen yang ditentukan oleh Kristus sendiri yaitu baptisan, Perjamuan Kudus dan pengampunan dosa yang dicantumkan dalam Apologi XIII, 4. Teologi reformed dan Lutheran sejak masa Reformasi bersma-sama menganut pandangan bahwa Allah sendiri mengikat diriNya pada firman dan sakramen sebagai media keselamatan. 6.2. Diskusi Aktual 6.2.1. Khotbah dan Sakramen Sakramen dengan jelas diberi kedudukan yang lebih tinggi daripada khotbah di dalam Katolikisme tradisional. Dengan tegas dapat dikatakan bahwa menurut ajaran Katolik Roma yang tradisional hanya sakramenlah merupakan “pengantar anugerah” dan dengan demikian berbeda dengan Firman yang diberitakan. Tetapi dalam pandangan umum Protestanisme pada akhir abad yang lalu, bahwa khotbah lebih tinggi dari sakramen. Tetapi kesimpulannya ialah bahwa pemberitaan dan sakramen bersama-sama adalah bentuk penyampaian Firman Allah. Keduanya ini mencapai hasil yang sama, walaupun bekerja dengan cara yang berbeda. Khotbah dan sakramen mempunyai nilai dan kepentingan yan sama. Walaupun sakramen berbeda dari pemberitaan lisan, sebab sakramen lebih kelihatan dan menyentuh indera manusia secara lebih intensif. 6.2.2. Perjamuan Kudus sebagai Korban Di dalam Gereja Katolik Roma sampai permulaan zaman modern pandangan yang menginterpretasikan Perjamuan Kudus sebagai upara korban semakin berpengaruh. Dengan demikian, korban Misa juga diartikan sebagai korban pendamaian. Maksudnya, dalam Perjamuan Kudus, Kristus dikorbankan secara baru yaitu secara tidak berdarah. Dalam ajaran tentang Perjamuan Kudus, gereja-gereja Protestan tidak melepaskan gagasan tentang korban secara prinsipal melainkan Perjamuan Kudus dilihat sebagai korban pujian dan tidak lagi sebagai korban pendamaian. Menurut pandangan ini, Perjamuan Kudus diartikan sebagai tanda ucapan syukur. Korban pendamaian Kristus di Kayu Salib adalah sempurna dan berlaku hanya sekali untuk selamanya. Buah-buahnya diterima oleh orang yang percaya 58 | D i k t a t D o g m a t i k a

dalam Perjamuan Kudus. Sehingga dalam hal ini, Perjamuan Kudus adalah upacara korban syukur di dalam mana korban salib dihadirkan. Dalam Perjamun Kuudus Kristus hadir sebagai yang dikorbankan sekali untuk selama-lamanya buat dosa-dosa kita, bukan seagai mengorbankan diri secara baru. Dalam Perjamuan Kudus terjadi penghadiran yang diingat dan bukan hanya peringatan akan suatu peristiwa yang historis. 6.2.3. Kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus Dalam kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus sejak masa Reformasi hangat dipersoalkan baik antara golongan Katolik Roma dan Protestan maupun di dalam Protestanisme sendiri yakini antara kaum Reformed dan Lutheran. Teologi Katolik Roma secara tradisonal menjelaskan ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus melalui ajaran transsubstansiasi, yang mana roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus. Tetapi pihak Protestan menganggap bahwa dalam Perjanjian Baru yang tidak berbicara mengenai penggantian zat roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan tentang penyatuan dari kedua-duanya (1 Kor 10:16). Di dalam dokumen tersebut tidak lagi di pertentangkan maksud Lutheran mengenai pengikatan diri Allah pada sakramen dan maksud Reformed yang mengenai kebebasan Allah terhadap segala perbuatan manusia. Sehingga dalam dalil utama 4 dikatakan bahwa Kristus membiarkan diri-Nya kita ambil dalam tubuh dan darah-Nya dengan roti dan anggur. Dalil-dalil Arnoldshain itu dengan tepat menekankan bahwa Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus dan kurang menekankan cara bagaimana Ia hadir. 6.2.4. Masalah Baptisan Anak-anak Baptisan menurut Alkitab adalah sekaligus karya Allah dan perbuatan manusia (Kis 2:38; 9:17-19; 16:31-33; Mrk 16:16). Baptisan adalah sesuatu yang diberi secara bebas, tetapi baptisan juga sesuatu yang berdasarkan iman. Kalau dalam teologi Lutheran baptisan pada hakikatnya diartikan sebagai pemberian, maka tidak boleh dilupakan bahwa yang dibaptis pada saat tertentu juga harus mengambil keputusan sendiri. Baptisan anak-anak adalah baptisan penuh, maka yang penting dalam pelaksanaan baptisan anak-anak adalah kepercayaan orang tua yang mewakilinya. Gereja yang membaptis anak-anak haruslah memberi perhatian yang cukup besar pada katekisasi orangtua sebelum baptisan. Tugas orangtua adalah memelihara si anak dengan baik untuk mempersiapkannya mengambil keputusan dalam peneguhan.

59 | D i k t a t D o g m a t i k a

6.2.4. Pengertian Tentang Perjamuan Kudus Menurut Dokumen Konvergensi Dewan Gereja-gereja se-Dunia di Lima (Peru) Kondisi Iman dan Tata Gereja dari Dewan Gereja-gereja se-dunia pada sidang rayanya di Lima (Peru) 1982 telah merumuskan pandangan-pandangan tentang Perjamuan di dalam tiga bagian: I. Institusi Perjamuan Kudus, II. Arti Perjamuan Kudus dan III. Perayaan Perjamuan Kudus. Dalam bagian tengah Perjamuan Kudus yang disebut Ekaristi, dipaparkan di bawah dalam lima segi: Perjamuan Kudus sebagai upacara syukur kepada Allah Bapa, sebagai peringatan akan Kristus, sebagai seruan akan Roh Kudus. Tanggapan dalam Trinitatis itu diikuti oleh dua bagian yaitu Perjamuan Kudus sebagai persekutuan orang percaya dan Perjamuan Kudus sebagai perjamuan kerajaan Allah. a. Corak Sakramental Sering sekali dan umumnya dokumen lima menyebut kata sakramen dan berbicara tentang kehidupan sakramental atau tentang integritas sakramental dari gereja dan sebagainya. Bahkan di mana istilah sakramen tidak ditemui, bahasa yang dipakai bersifat sakramental. Ini berlaku bagi pemakaian kata-kata seperti tanda, penghadiran, mewujudkan, menyatakan, memperlihatkan dan lain-lain. b. Corak Trinitaris Perjamuan Kudus dimengerti sebagai ucapan syukur kepada Allah Bapa. Perjamuan Kudus adalah peringatan akan kehidupan dan pengorbanan Yesus Kristus, akan penyalibanNya dan kebangkitan-Nya. c. Corak Eklesial Makan dari roti yang satu dan minum dari satu cawan di satu tempat tertentu, memperlihatkan dan mewujudkan kesatuan dari peserta Perjamuan Kudus itu sendiri dengan Kristus dan dengan sesama peserta di semua tempat dan waktu. d. Corak Eskhatologis dan kosmis, Kerajaan Allah sering dilambangkan sebagai suatu perjamuan. Perjamuan Kudus membuka mata kita bagi suatu pembaruan ciptaan yang dijanjikan Allah. Perjamuan Kudus adalah perayaan, di mana gereja menantikan kedatangan Kerajaan (Allah) dalam Kristus. e. Corak Etis Perjamuan Kudus merupakan tantangan dalam usaha mencari hubungan-hubungan yang lebih tepat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Segala macam ketidakadilan, rasisme, pemisahan dan pengurangan kebebasan ditantang secara radikal. 6.2.5. Sekitar Pandangan tentang Sakramen di Asia 60 | D i k t a t D o g m a t i k a

a. Baptisan Banyak gereja yang ada di Asia menggumuli masalah baptisan anak-anak. Konfesi HKBP menerangkan mengenai anak kecil pun harus dibaptiskan karena dengan pembaptisan itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang menerima anugerah pengorbanan Kristus, berhubungan juga dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan Yesus (Mrk 10:14; Luk 18:16). Dalam gereja-gereja di Asia baptisan sering dihubungkan dengan pemberian nama. Nama mempunyai nilai yang khusus dari sudut pandang teologis. Pemberian nama pada waktu pembaptisan dimengerti sebagai pernyataan akan tanda hidup baru, dimana kita mendapat bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Pemberian nama dalam baptisan dapat diterima, sebab penyebutan nama nantinya dapat diartikan sebagai peringatan akan pertobatan, pengampunan dan penyucian serta tanda kehidupan yang baru. Pada saat orang dipanggil dengan namanya, dia diingatkan kembali akan arti baptisan yang telah diterimanya. b. Perjamuan Kudus Bagi kalangan Gereja-gereja Protestan di Asia, ada tiga corak pemikiran tentang Perjamuan Kudus yang perlu dipertimbangkan. Pertama, masalah kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus. Kedua, pentingnya koinonia atau persekutuan dalam perayaan Perjamuan Kudus. Ketiga, kegembiraan dalam Perjamuan Kudus.

7. Gereja48 7.1. Dasar-dasarnya Dalam PB tampak suatu perkembagan gereja yang bergerak mulai dari gereja yang dibagun oleh roh kudus pada hari Pentakosta dan seterusnya kearah perkembangan gereja. Kata Yunani ekklesia dapat berarti “sidang rakyat” maupun “gereja”. Menurut Perjanjian Baru gereja terdapat dalam hubungan yang erat dengan Kristus (1 kor 3:11) dan tugasnya adalah mengabarkan kesaksian tentang dia. Sejak awalnya gereja telah memberi berbagai macam tugas jabatan yang kongret kepada individu-individu tertentu di dalamnya. Dengan

48

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 170-185.

61 | D i k t a t D o g m a t i k a

reformasi timbul suatu pengertian baru di bidang ekklesiologi dimana kita dapat membedakan butir-butir berikut : 1. Ciri-ciri khas gereja dalam pandangan protestan menjadi nyata di dalam kebaktian. Kebaktian boleh disebut dengan pertemuan anggota umat kristen untuk memuji Allah dan memberitakan injil, para warga jemaat saling mendoakan dan saling menguatkan. Dalam kebaktian itu, peristiwa hidup, kematian dan kebangkitan Yesus

Kristus

benar-benar di ingat dan di situ Roh Kudus hadir secara khusus. 2. Pandangan

mengenai

jabatan

diubah

berdasarkan

kesadaran

bahwasanya

pangampunan dosa terjadi hanya melalui kepercayaan kepada injil saja. Pelayan bukanlah penguasa atau hakim rohani melainkan seorang hamba dan bentara yang menyampaikan kabar baik. Luther mengemukakan dan mempertahankan imamat-am orang-orang percaya. 3. Reformasi juga menekankan perbedaan antara gereja dan Negara. Kuasa Rohani janganlah dicampurbaurkan dengan kuasa duniawi. 4. Pada hakekatnya gereja adalah persekutuan rohani dan dengan demikian tidak kelihatan bagi umum melainkan hanya kelihatan bagi orang yang beriman. 5. Satu-satunya patokan dalam gereja adalah firman Allah. Teologi ortodoks mengikuti perbedaan antara gereja yang tampak dan yang tidak tampak sebagai dua aspek dari gereja yang satu. Ecclesia invisibilis merupakan persekutuan orang yang sungguhsungguh percaya dan orang-oarang kudus yaitu gereja dalam arti yang sebenarnya. Ecclesia invisibilis adalah persekutuan orang-orang yang terpanggil yang masih tercampur baur dengan orang munafik dan jahat. Selain itu ortodoksi membedakan antara gereja yang berjuang di dalam kehidupan ini (ecclesia militans) dan gereja yang telah menang dalam kehidupan kekal (ecclesia triumphans). Pietisme sering mengutarakan kritik terhadap gereja. Tujuan yang ingin dicapai adalah mendirikan persekutuan kecil orang-orang yang benar-benar percaya di dalam gereja yang besar (ecclesiola in ecclesia). Pengertian tentang gereja ini mengarah pada bentuk persekkutuan sekte. 7.2. Diskusi Aktual 7.2.1. Ciri-ciri khas gereja yang benar Teologi Lutheran ajaran tentang berpangkal pada konfensi Ausburg VII dimana dikatakan: ”Gereja adalah Persekutuan semua orang percaya dimana injiil itu diajarkan 62 | D i k t a t D o g m a t i k a

dengan murni dan sakramen suci itu diselenggarakan sesuai dengan injil”. Yang disebut disini sebagai ciri-ciri khas gereja (notae ecclesiae) adalah injil dan Sakramen. Dengan demikian pemberitaan dan sakramen merupakan dua ciri khas yang mengkonstitusikan gereja. Dalam teologi Luther ajaran tentang gereja berpangkal pada Konfesi Augburg VII,dikatakan:gereja adalah persekutuan semua orang percaya dimana injil itu diajarkan dengan murni dan sakramen suci itu diselenggarakan sesuai dengan injil. Berdirinya gereja atas Firman Allah dan sakramen dapat dilihat sebagai Hukum Allah sedangkan semua aturanaturan lain dalam gereja adalah Hukum manusia. 7.2.2. Gereja yang kelihatan dan tidak kelihatan Perbedaan gereja yang kelihatan dan tidak kelihatan dimasukkan dalam diskusi teologis oleh Augustinus. Dalam PB tidak mengenal perbedaan antara gereja yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Hanya ada satu-satunya gereja dan gereja itu kelihatan .Dalam Eklesiologi harus diperhatikan juga suatu anasir dasar dari kristologi yaitu kondesendensi Allah. Allah mengidentifikasikan diriNya dengan gereja yang sering kelihatan secara tidak menyenangkan. Walaupun demikian Allah menunjukkan solidaritasNya terhadap orang berdosa, orang munafik dan orang-orang yang berpura-pura saleh. Di gereja selalu ada orang jahat dan munafik yang seolah-olah percaya dan menentang. 7.2.3. Kesatuan dan Kepelbagaian Gereja Dalam proses mencari kesatuan gereja telah diformulasikan beberapa pandangan yang berbeda. Menurut teori penambahan doktrin-doktrin yang berbeda dari berbagai konfesi dijumlahkan dan dianggap sebagai kepelbagaian aspek dari kebenaran yang satu-satunya. Teori penngurangan hanya mencatat apa yang diakui

masing-masing konfesi dam

mengesampingkan semua yang memisahkan mereka. Teori cabang memandang konfesikonfesi yang berbeda-beda itu sebagai cabang atau ranting yang berbeda-beda dari pohon. Kesatuan gereja berdasarkan terlaksananya pemberitaan Kritus sebagai dasar keselamatan yang satu-satunya. Dasar keselamatan di dalam Kristus adalah basis utama dari kesatuan gereja (1 kor 3:11). Apabila dasar keselamatan itu dipersoalkan dan diberitakan suatu injil yang lain, maka akan terjadi perpecahan kesatuan gereja. Oleh karena itu kesatuan gereja bukanlah angan-angan akan masa depan. 7.2.4. Gereja dan Jabatan

63 | D i k t a t D o g m a t i k a

Mengenal jabatan dapat kita bedakan dua posisi yang saling bertentangan dalam teologi protestan pada masa kini yaitu yang pertama kristus hanya menegakkan satu-satunya jabatan pelayanan yang berhadapan dengan jemaat. Jabatan itu diberikan kepada orang-orang tertentu saja. P.Bunner mengatakan jabatan pendeta pada dasarnya adalah seorang gembala. Jabatan ini tidak

diberikan kepada orang berdasarkan imamat am orang-orang percaya

melainkan secara langsung berdasarkan imamat agung Kristus kepada rasul. Tugas-tugas jabatan gembala ialah pemberitaan injil secara resmi, ketekisasi, penyelenggaraan sakramen dan tanggug jawab mengenai siapa yang boleh mengambil bagian dalam kebaktian, kepemimpinan kebaktian dan pengawasan secara umum terhadap semua pelayanan dalam jemaat. Oleh karena itu sebagai individu yang mengemban tanggung jawab secara keseluruhan. E.Kaseman dan U.Kuhn mengemukakan bahwa jabatan harus dilihat secara fungsional. Setiap anggota jemaat berhak melaksanakan “pelayanan perdamaian” (2 kor 5:18). Namun karena tidak mungkin semua orang melaksanakan semuanya maka tugas-tugas tertentu diambil alih oleh individu tertentu. Jabatan tidak boleh sebagaimana dalam teologi lutheran lebih tinggi dari pelayan-pelayan yang lain melainkan harus disamaratakan dengan tugas-tugas lain dalam jemaat. 7.2.5. Gereja dan Negara Dalam teologi Lutheran hubungan antara gereja dan negara lain dari pada dipaparkan oleh K.Barth yang diihat sebagai dua lingkaran yang hanya saling menyentuh dan mempunyai dua titik pusat yang berbeda dan yang berlawanan yaitu hukum taurat dan injil. Menurut tradisi Lutheran gereja dan negara harus dibedakan dengan tegas. Pembedaan itu tidak berarti bahwa gereja tidak memperlihatkan kondisi-kondisi politik atau mengasingkan diri dari hubungan dengan negara. Perbedaan tersebut dilakukan agar menjamin proses yang saling mempengaruhi di antara keduanya jangan telalu besar dan supaya yang satu tidak mengambil tugas yang lain. 7.2.6. Sekitar pandangan tentang gereja Asia Menurut E.G Singgih mengemukakan bahwa pergumulan menyeluruh gereja-gereja di Asia

berada pada tahap mencari suatu eklesiologi yang relevan bagi Asia. Singgih

mengatakan bahwa secara keseluruhan kehidupan bergereja di Asia menunjukkan suatu keterpisahan dari konteks kehidupan Asia yang ditandai dengan kemiskinan yang parah dan religiositas yang bermacam bentuk. Oleh karena itu tantangan-tantangan yang medesak bagi gereja-gereja di Asia adalah untuk menunjukkan bahwa gereja ”sangat dekat dan 64 | D i k t a t D o g m a t i k a

berpartisipasi dalam pergumulan dan pengharapan rakyat”. Menurut M.Thomas gereja harus menggumuli masalah-masalah ketidakadilan serta memperjuangkan supaya manusia diperlakukan sesuai dengan martabatnya. A.A.Yewangoe mengemukakan bahwa tanggung jawab dan kewajiban gereja adalah memihak kepada orang-orang miskin dan tertindas. Melibatkan diri dalam menangani masalah-masalah ketidak-adilan serta berusaha memperbaharui sistem sosial yang menggerogoti dan menyimpit martabat kemanusiaan orang banyak. 8. Hal-Hal Yang Terakhir49 8.1. Dasar-dasarnya Dalam PB pengertian eskhatologi yang bersifat menuju ke masa depan dibedakan daripada yang menyangkut masa sekarang. Lukas menyajikan eskhatologi yang sebagian esar bersifat ke masa depan. Lukas menantikan Kerajaan Allah dengan segera (Luk 11:20; 17:21), dimana ia bergantung kepada sumber yang lebih tua. Kematian dalam PB dimengerti sebagai awal dan akhir kehidupan (Yoh.11:25) kerugian (Rom 6:23) dan keuntungan (Fil 1:21) hukuman karna dosa (Mat 15:4) penebusan (Fil 1:23). Gagasan platonis bahwa jiwa tidak dapat dibinasakan oleh kematian, mempengaruhi PB (2 Kor 5:1-3; Mat 10:28). Dengan menentang aliran gnostik, Paulus memperjuangkan konsep tentang kebangkitan tubuh, namun Paulus berbeda pandangan dengan Yahudi, tidak mengartikannya secara jasmania, melainkan Paulus mempergunakan istilah soma pneumatikon (1 Kor 15:44). Dalam gereja purba ketegangan mendasar antara eskhatologi masa kini dan masa depan semakin kurang nyata. Sebagai gantinya muncul eskhatologi yang berpusat pada individu dan apostolikum gereja purba yang mengakui topik-topik eskhatologi yag berikut: kedatangan Krisus yang kedua kalinnya, penghakiman terakhir, kebangkitan daging dan hidup yang kekal. Pada abad pertengahan, Kristus pada artinya di artikan sebagai hakim, dan ketakutan akan penghukamanNya yang menjadi bagian utama kesalehan. Pada dasarnya Kristus diartikan kembali sebagai penyelamat dan bukan sebagai hakim. Pandangan Luther dipengaruhi oleh sikap eskhatologis yang menunggu kedatangan Kristus kedua kalinya dengan segera dan dalam segala hal diperhadapkan dengan yang terakhir. Eskhatologi abad ortodoksi tetap berada dalam alur-alur ajaran tentang eskhatologi yang telah di formulasikan oleh gereka purba dan skholastik. Pada abad modern, gagasan tentang suatu penghakiman yang terakhir kepada sesama manusia tidak ditentukan lagi. Cakrawala suatu penghakiman 49

Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012) hlm. 187-199.

65 | D i k t a t D o g m a t i k a

terakhir yang besar lalu diperkecil menjadi penghakiman yang intern dalam hati nurani setiap pribadi. Disatu pihak keabadian jiwa disetujui tetapi dipihak lain kerajaan Allah diinterpretasikan meluluh secara imanen dan etis. Menurut ahli yang bernama E. Feuerbach dan Karl Max eskhatologi membelokan perhatian manusia dari dunia ini dan mengarahkannya ke ilusi akan suatu dunia khirat yang lebih baik. 8.2. Diskusi Aktual 8.2.1. Eshkatologi secara presentis atau futuis Menurut R. Blutmann merancang suatu eskhatologi presentis yang bersifat eksistensian yang didalamnya masa keselamatan ada bagi orang-orang percaya. Bagi Blutmann eskhatologi bukanlah akhir yang mendatang dari sejarah melainkan sejarah sedang ditelan oleh eskhatologi. Dia juga mengatakan masa serakang diberi sifat yang eskhatologis melalui pertemuan dengan Kristus yang memberitakannya, sebab dalam pertemuan itu duia dan sejarah mencapai sasarannya dan seorang yang percaya sebagai makhluk baru telah kehilangan sifat duniawi. Dalam diskusi dogmatis masa kini, pertentangan antara eskhatologis masa kini dan masa depan seringkali dinilai membawa perspektif yang salah menurut PB, eskhaton sudah ada dan sekaligus baru mendekat. Eskhatologi PB tampak mengikuti konsep yang sekaligus. Karena eskhaton dalam PB dihubungkan dengan realitas Kristu yang hidup. Maka harus diartikan sebagai yang presentis dan futuris. Dengan Kristus yang sama itu, orang-orang percaya akan bersekutu kelak sebagaiana mereka sekarang sudah berada dalam persekutuanNya. 8.2.2. Konsepsi-konsepsi Eskhatologi yang “melampaui waktu” atau “yang imanenhistoris” Pandangan eskhatologi yang melampaui waktu dan transendental akhir-akhir ini diuraikan dalam ketiga posisi berikut oleh para ahli: 

Karl Barth Karl Barth mengatakan eskhaton mengatakan sesuatu yang transenden

secara

veertical membentur waktu, tetapi tidak masuk ke dalamnya. Kekekalan sama dekat dan jauhnya dengan waktu. Momen yang kekal berhadapan dengan setiap waktu dan di dalamnya terdapat maksud transendental dari setiap waktu. Pada saat itulah Barth tidak mau menerima suatu eskhatologi yang menyangkut akhirat. 

P.Tillich

66 | D i k t a t D o g m a t i k a

Tillich juga menyajikan gagasan eskhaton yang melampaui waktu yang mengatakan bahwa eskhaton hendaknya menerangkan bahwa dalam setiap saat kita berhadapan dengan yang kekal. Eskhaton bukanlah angan-angan tentang suatu bencana apokaliptis dalam ruang dan waktu yang tak terhingga jauh atau dekatnya. Eskathon berarti hubungan antara yang fana danyang kekal. 

J.Moltmann Moltmann menyajikan pemikiran eskhatologis lain yaitu yang dapat disebut tipe

imanen-historis. Moltmann tidak mau menerima pandangan seeolah-olah kita dihadapkan pada pilihan antara konsep eskhatologis yang futuris dan presentis. Eskhatologi dianggap sebagai dasar utama yang diatasnya sebagai ilmu teologi berorientasi dan satu-satunya sarana dan kunci untuk memasuki makna hakiki iman kristen. 8.2.3. Kematian Suatu pengertian modern sekular di Barat tentang kematian sering dipengaruhi oleh salah satu dari ketiga aliran berikut: a. Kematian disingkirkan dari kesadaran manusia menjadi hal yang tabu dan urusan pribadi. Kematian terjadi di luar kesadaran masyarakat dan hanya terdapat di rumah sakit, rumah jompo, dll. b. Kematian tidak lagi dirasakan sebagai hukuman Allah dan tindakan pengadilan melainkan sebagai kecelakaan dan kesialan”sudah menjadi nasib”. c. Bertentangan dengan kedua aliran tersebut di atas, sampai hari ini ada juga tendensi yang secara romantik mengartikan kematian sebagai salah satu pesta atau menghubungkannya dengan ide pengorbanan diri demi nilai dan luhur. Mungkin ada baiknya kalau teologi Protestan di dalam pengertiannya mengenai kematian mendasarkan pandangannya atas tiga ciri khas berikut: Pertama Kematian adalah suatu yang alamiah yakni manusia mengambil bagian dalam struktur kehidupan keseluruhan yang kompleks. Kematian adalah suatu garapan seni dari alam untuk mendorong evolusi semua kehidupan tanpa henti-hentinya. Kedua Kematian adalah kemalangan yang bertentangan dengan alam atau suatu hukuman(Rom 6:21) ,berkata-kata dalam kematian sebagai hukuman atas dosa. Kematian memaku manusia pada isi dan hasil dari kehidupannya secara tak terelakkan. Ketiga Kematian adalah panggilan untuk pulang kepada manusia. Hal ini bukan hanya hukum melainkan juga injil, bukan hanya panggilan melainkan juga penebusan (Flp 1:23). 67 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kematian tidak membawa menuju ketiadaan hubungan melainkan mengintensifkan hubungan dengan Kristus. Dalam kematian kita beroleh dalam bentuk yang tidak samar-samar lagi, apa yang telah miliki sekarang yaitu persekutuan dengan Kristus. 8.2.4. Kekekalan jiwa atau kebangkitan daging? Di pihak lain kekekalan jiwa ditolak sama sekali, disitu dipertahankan teori kematian yang utuh; artinya bahwa manusia meninggal secara total yakni tubuh maupun jiwanya. Pandangan bahwa sesudah kematian yang tinggal dari manusia adalah roh yang melayanglayang seperti kupu-kupu dari satu tempat ke tempat lain dinilai oleh K. Barth pada masa tuanya sebagai pandangan yang keliru dan menipu. Bertentangan dengan itu kebangkitan diberi arti sebagai penciptaan baru yang total, yang mengisyaratkan kematian sebagai titik akhir yang pasti dari eksistensi manusia yang fana. 8.2.5. Sekitar pandangan tentang hal-hal yang terakhir di Asia Pandangan gereja terhadap nenek moyang yang meninggal sebelum menjadi Kristen ini masih menganut agama suku, dapat ditinjau dari berita turunnya Yesus ke dalam neraka. Berdasarkan pemahaman ini dapat diambil keputusan bahwa pasti tidak salah kalau orangorang Kristen di Asia, terutama mereka yang keluar dari agama suku yang berpendapat nenek moyang mereka yang pada masa hidupnya belum diraih oleh pemberitaan Injil juga diberi kesempatan untuk bertobat dan diselamatkan.

C. Tanggapan Dogmatis C.1. Penciptaan Dunia Lama yang tidak memusingkan utnuk menemukan soal terjadinya kesukaran dunia tanpa keberatan orangpun menerimanya bahwa segala sesuatu telah diciptakan oleh Allah dalam enam hari. Dan orang membanyangkan waktu penciptaan itu ada pada kira-kira 4000 tahun sebelum kedatangan Kristus. Ada juga ahli theologia bangsa Inggris bernama John Lightfoot telah menghitung bahwa Adam diciptakan pada tanggal 23 Oktober tahun 4004 sebelum Masehi, jam 9 pagi. Mengenai bentuk dan susunan alam semesta dahulu kala orang berpegang pada gambaran yang ada dalam Alkitab (Maz 75:4). 68 | D i k t a t D o g m a t i k a

Anggapan ini ditolak oleh dunia baru seperti yang diajarkan oleh Copernicus bahwa mataharilah yang merupakan pusat sejumlah planit-planit dan salah satunya bumi kita. Anggapan itu merupakan pergumulan revolusi yang berabad-abad menggoncangkan gereja. Dunia baru menganggap cerita Alkitab tentang penciptaan alam semesta sebagai suatu cerita kuno bersifat dongeng, namun ilmu pengetahuan belum dapat membuktikan apa. Contohnya apabila ilmu pengetahuan mengatakan bahwa pada mulanya adalah “zat awal” yang daripadanya akan berkembang segala sesuatunya maka pertanyaannya dari manakah datangnya zat awal tersebut, bagaimana ia bergerak dan dapat menimbulkan kehidupan biologis dan psikir manusia? Hanya Alkitablah yang dapat menerangkan dari manakah datangnya hidup itu!50 Pekerjaan Tuhan susudah alam terjadi ada 2 aliran yang menjawab yaitu aliran deisme (Tuhan melespaskan alam sama sekali, dilepas jalan sendiri) dan aliran panteisme (inti-inti dari segala dunia ialah Tuhan sendiri). Namun kedua pandangan tersebut bertentangan dengan penyataan Kitab Suci yang menyatakan Tuhan ada di atas dunia (transenden) dan imanen.51 Tujuan dari penciptaan adalah KemuliaanNya namun bukan haus akan pujian, penghormatan dan pemujaan namun itu semua akan muncul akibat dari kelemahan dan ketidakcukupan kita. Alam semesta hanya bisa menjadi ungkapan sebuah tindakan kasih, sebab Allah tidak membutuhkan apapun.52

C.2. Manusia Masalah manusia dibicarakan pertama di dogmatika yang berhubungan juga dengan penciptaan.

Yesus

Kristus

adalah sungguh-sungguh

Allah dan

manusia dimana

kemanusiaanNya bukanlah semu saja sehingga keilahianNya harus dipentingkan dalam dogmatika. Allah menghendaki manusia itu hidup sebagai subjek (sebagai pribadi yang berbicara serta bertindak).53 Sejak zaman Plato hingga pada abad 19 pada umumnya hanya manusialah yang mempunyai sifat rasional, kerasionalan manusia adalah hasil dari evolusi. Klozt berpendapat bahwa hanya manusialah yang bisa diajar. Adam adalah manusia pertama 50

Dr.G.C.van Niftrik, Dr.B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. 110-112.

51

Dr.R.Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. 145.

52

Prof.Dr.Louis Leahy S.J, Manusia di Hadapan Allah 3 (Kosmos Manusia dan Allah). Yogyakarta: Kasianus dan

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986. 31, 43, 71-73. 53

van Niftrik, Boland, Dogmatika Masa. 130-144.

69 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang menerima nafas kehidupan dari ciptaan lainnya, walaupun manusia dikatakan mirip dengan binatang akan tetapi yang bisa membedakan itu adalah manusia adalah seniman sedangkan binatang tidak. Kemudian pada kenyataannya juga manusia adalah “orang berdosa”, Tuhan mengharapkan manusia itu bertanggungjawab dan patuh seiring dengan persyaratan ini Ia memberi manusia kebebasan untuk memilih apakah ia mematuhi penciptanya atau tidak.54 Tuhan Allah menjadikan manusia berbeda dengan menciptakan yang lainnya, misalkan saja saat menciptakan manusia Ia bermusyawarah, direncanakan dahulu diantara Bapa, Putera dan Roh Suci menyatakan bahwa pekerjaan menjadikan manusia itu lebih penting daripada makhluk lainnya. Hanya manusia yang dikatakan bahwa ia dijadikan menurut gambar dan teladan Allah, manusia bukan hanya memiliki jasad (berbadan kasar) melainkan juga diberi roh oleh Allah. Manusia jadi nabi Tuhan Allah, manusia tahu apa yang menjadi kehendak Allah, manusia dapat menjadi imam Allah. Imam adalah orang yang selalu penuh kebaktian selama hidupnya.55 C.3. Dosa Dosa adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, dosa selalu dilihat dalam hubungan manusia dengan Allah. Dosa bukan sesuatu yang memasuki hidup manusia melainkan arah dalam hati dan pikiran yang membelokkan arah itu 180 derajat bukan untuk melayani Tuhan tetapi diri sendiri. Karena benih rusak maka segala tanaman dan buah juga rusak. Hukuman dihilangkan Yesus Kristus (pendamaian) dan Roh Kudus memberikan kesucian kembali sehingga kerusakan hilang (penyucian).56 Dosa merusak gambar Allah pada manusia dan dalam dogmatika masalah dosa adalah yang tersukar Kitab Suci pun tidak memberikan keterangan yang jelas. Ada jawaban yang mengatakan bahwa sumber dosa itu benda, Allah sumber dari kebaikan dan benda adalah sumber kejahatan. Namun jatuhnya manusia adalah permulaan dari keselamatan. Didalam dogmatika dibedakan dosa warisan (kesalahan warisan dan kerusakan warisan) dengan dosa perbuatan. Di dalam manusia ada tenaga yang menarik dosa tenaga ini disebut sarx tetapi tidak dinyatakan bahwa yang menarik dosa itu hanya daging. Tuhan memperbolehkan datangnya dosa, dosa menjadi tanggungjawab manusia maka diperintahkan juga jangalah

54

Fritz Ridenour, Dapatkah Alkitab Dipercaya? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001. 153, 155, 164, 167-168.

55

Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. 139-142.

56

Dr.R.Soedarmo, Kamus Istilah Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014. 21-22.

70 | D i k t a t D o g m a t i k a

berbuat dosa.57 Menurut Pelagius ia tidak setuju apa yang dikatakan dalam dosa warisan karena tidak mungkin Allah menanggungkan dosa terhadap seseorang padahal itu dosa orang lain, kalau Ia bersedia mengampuni dosa-dosa yang orang itu sendiri perbuat. Pelagius memahami anugerah sebagai sesuatu yang lebih yaitu untuk pengampunan dosa, pendapat yang lazim juga muncul bahwa baptisan dapat menghapus dosa yang diperbuat sebelumnya dan orang Kristen diwajibkan tidak melakukan dosa baru lagi.58 C.4. Yesus Kristus Yesus dari bh.Ibr artinya Yahwe adalah penolong. Kitab-kitab injil ingin menunjukan bahwa Yesus adalah Sang Juruselamat melalui karyaNya walaupun dalam injil yang tidak sesuai dengan pikiran manusia.59 Pemahan Kristologi (menaruh perhatian terhadap masalah hubungan antara apa yang ilahi dan apa yang insani pada pribadi Yesus Kristus. Dalam PB tidak ada Kristologi yang dikembangkan secara konseptual dan intelektual, para murid dan penulis kitab injil tidak ada keraguan sedikitpun terhadap kemanusiaan Yesus hingga pada akhirnya melalui kesaksian mereka membuat iman mereka merasa pasti bahwa Yesus Kristus itu bukan hanya sekedar seorang melainkan yang diutus Allah. Tokoh Tertullianus memutuskan seperti juga kemudian Kristologi mengatakan bahwa di dalam inkarnasi Logos mengambil rupa daging manusia. Ada kemungkinan bahwa logos ilahi mengambil hakikat manusia. Tertullianus sangat berhati-hati untuk mempertanyakan kesatuan pribadi Yesus Kristus. Pada pihal lain ia mengatakan bahwa pun sebagai manusia, Yesus tetap merupakan Anak Allah yaitu logos ilahi.60 Kelahiran Kritus dari dara Maria adalah permulaan sebuah dari karya inkarnasi atau penjelmaan, kelhiran Kristu juga ditekankan oleh firman Tuhan sebuah kelahiran oleh perawan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmu kedokteran/biologi namun iman dan akidah Kristen tak usah meragukan kenyataan itu karena apa yang dikatakan Alkitab bukan mengenai kebenaran medis melainkan kebenaran dogmatis dan teologi kebenaran iman.61 C.5. Anugerah 57

Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. 141-155.

58

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Jakarta, 2001. 137-138.

59

Soedarmo, Kamus Istilah. 103-104.

60

Bernhard, Pengantar Sejarah. 90-99.

61

Presbiter Yohanes Bambang CW, Kristologi (Dalam Perspektif Gereja Timur). Mojokerto: Gereja Orthodox

Indonesia, 1996. 79.

71 | D i k t a t D o g m a t i k a

Anugerah Tuhan terlihat dari perjanjian penyelamatan Kristuslah yang dapat mendatangkan anugerah Tuhan. Tuhan menuntut kepada Kristus segala hal yang tidak dilakukan manusia agar kepada manusia diberikan anugerah.62 Anugerah terlihat juga ternyata pada khotbah di bukit yang diperuntukan untuk semua orang yang merupsksn ucapan dan ajaran Yesus, hal ini juga didukung oleh W.D.Davies bahwa khotbah dibukit itu bukan hanya tuntutan etika tetapi anugerah Allah juga. Maka dalam khotbah tersebut terjalin anugerah dengan perintah. Donal A.Hagner juga berpendapat bahwa penekanan tuntutan etis seimbang dengan penekanan kerajaan Allah adalah anugerah. Kita memerlukan anugerah ilahi agar selamat, anugerah Allah adalah penggerak dan penebusan oleh Kristus, “manusia yang tersesat oleh perbuatannya diselamatkan oleh anugerah Allah di dalam Kristus”. Beberapa kategori anugerah yaitu anugerah bersifat universal, aktif, tulus dan anugerah Allah itu berkuasa.63 C.6. Firman dan Sakramen Sakramen tidak diciptakan oleh manusia, Kristuslah yang menetapkannya tanpa nasihat atau pendapat siapapun. Sama seperti baptisan bukan sekedar air biasa, sakramen ini adalah roti dan anggur yang telah terkandung dalam firman Allah dan terikat padanya. Kemudian firman itulah yang membuatnya menjadi sakramen dan memisahkannya sehingga sakramen itu bukanlah roti dan anggur biasa, melainkan tubuh dan darah Kristus. Maka firman harus membuat unsur tersebut menjadi sakramen. Tujuan dari Perjamuan Kudus adalah pengampunan dosa, peneguhan iman.64 Augustinus mendefenisikan apakah sakramen yaitu “firman yang ditambahkan pada unsur dan kemudian menghasilkan sakramen seolah-olah sakramen menjadi firman yang kelihatan”. Menurut Hugo sakramen adalah unsur badaniah atau material yang ditempatkan dihadapan indera manusia tanpa menampilkan keserupaan dan memaknakan institusi dan berisi pengudusan beberapa anugerah yang nampak dan yang bersifat spiritual. Menurut Petrus Lombard sakramen adalah tanda anugerah Allah dan bentuk dari anugerah yang tidak nampak.65 Tugas gerejalah yang meluaskan Firman Tuhan dan meluaskan diri sendiri, dan alat yang digunakan untuk meneguhkan kepercayaan disebut sakramen. Sakramen juga

62

Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, 162-165.

63

Ed. Pdt.Dr.Jusen Boangmanalu, Teologi Martin Luther & Misi Kontekstual. Pematangsiantar: L-SAPA, 53-72.

64

Martin Luther, Katekismus Besar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. 208-212.

65

Bernhard, Pengantar Sejarah, 174, 192-193.

72 | D i k t a t D o g m a t i k a

digunakan untuk mengatakan segala sesuatu yang diperbuat dalam perkumpulan ibadat. Sakramen adalah tanda dan materai yang meneguhkan iman, yang ditentukan oleh Tuhan sendiri dan jumlahnya tidak lebih dari 2 (Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus). Bangsa Israel diharuskan mengkhitankan semua anak laki-laki berumur 8 hari, khitan menjadi cap atas kebenaran dari iman (Rom 4:11) maka imanlah yang menjadi pokoknya. Tanda baptis dipakai Tuhan untuk menandai Perjanjian-Nya yang baru, yang ditandai dengan baptis ialah : bahwa orang yang percaya dibenarkan atau diberi pengampunan atas segala dosanya, kelahiran yang baru atau kedua kali, kita ditanam pada tubuh Kristus, 66 C.7. Gereja Wujud dari perjanjian anugerah adalah gereja, kitab suci perjanjian baru mempergunakan kata ekklesia bagi gereja. Gereja harus mempunyai sebuah pengakuan bahwa terbentuknyaoleh karena Allah telah memanggil. Gereja adalah persatuan orang-orang yang mengecewakan namun tidak menggoyahkan pengakuan kita: “Saya percaya bahwa Allah telah mengumpulkan gereja”. Gereja mempunyai dua sudut (kelihatan dan yang tidak kelihatan), yang kelihatan (orang-orang yang berkumpul, orang-orang yang kerap kali kurang saling mengasihi) yang tidak kelihatan (gereja di dalam kepercayaan, persekutuan orangorang yang telah menjadi iusti, benar dan suci oleh karena Yesus Kristus. Jangan dipisahkan gereja yang tidak kelihatan dari gereja yang kelihatan.67 Reformasi teologi yang dilakukan Martin Luther berdampak pada pembaharuan gereja, dasarnya adalah (kembali pada dasar Alkitab, pembenaran oleh iman, imamat orang-orang percaya. Luther menegaskan bahwa gereja dan negara harus dipisahkan, ia mengingatkan bahwa pemerintah adalah ‘hamba Allah’ yang menerima kuasa untuk memenuhi tugas dan panggilan Allah dan tidak ditujukan kepada gereja. Orang Kristen harus lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia (Kis 5:29) dengan demikian kepatuhan itu diletakan di bawah kepatuhan kepada Tuhan. Gereja dan negara saling membutuhkan dalam melaksakan panggilannya.68 Gereja dipanggil untuk berbuah kepada masyarakatnya sendiri, gereja itu sendiri terpanggil untuk menghasilkan buah yang universal sejalan dengan memperkenalkan Allah sebagai Tuhan yang universal. Gereja dipanggil dan terpanggil untuk ikut serta dalam berbagai penderitaan, secara praxis gereja

66

Soedarmo, Iktisar Dogmatika, 231-239.

67

Ibid, 217-218.

68

Ed. Jusen Boangmanalu, Teologi Martin, 2-11.

73 | D i k t a t D o g m a t i k a

lebih berpartisipasi dalam perkembangan konteks kemasyarakatan. Gereja harus tetap berdiri dalam titik terang injil.69 C.8. Hal-hal Yang Terakhir Hal-hal yang terakhir berasal dari kata ta eschata yang akan terjadi pada akhir zaman, maka eskatologi adalah bagian dogmatika yang akan membahas pernyataan kitab suci tentang hal yang akan terjadi sesudah orang meninggal. Yang terpenting saat membahas ini adalah cara berpikir kita harus selalu teosentris, Kristus yang ada di sorga akan datang kembali dan akan mengadili segala orang maka segala orang akan dibangkitkan dari mati. Hidup manusia bermuara ke dalam maut, tiap orang akan mengalami mati. Orang mati akan pergi ke Sye-ul (pandangan PL) disana tidak ada lagi suatu perbuatan, disana Tuhan tidak dipermuliakan. Dalam PB ada kata yang mirip yaitu hades (tempat kemana segala orang datang sesudah mati) ini juga bukan neraka melainkan alam maut. Sesudah mati adalah pemisahan antara orang-orang.70 D. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dari ringkasan kedelapan topik ini adalah pada dasarnya mengenalkan kepada kita dasar utama seperti apa pandangan dogmatika terhadap karya-karya Allah di dunia ini. Dimulai dari penciptaan hingga ha-hal yang terakhir yang akan terjadi, khususnya pada awal kehidupan hingga akhir hidupnya. Berikut ini kesimpulan dari tiap topik : 1. Dalam penciptaan, orang pada zaman sekarang bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan menganggap kisah yang ada di Alkitab adalah dongeng namun ilmu pengetahuan belum dapat membuktikan apa-apa untuk menentang/menyanggah. 2. Dalam manusia akan berhubungan dengan penciptaan dimana manusia adalah ciptaan yang agak berbeda dibentuk dengan membutuhkan rencana dalam Bapa, Putera dan Roh Suci. Manusia diberi pilihan mau mengikuti ajaran penciptanya atau tidak dengan segala konsekuensinya. 3. Dalam dosa yang diperbuat manusia tidak lahir dari awal akan tetapi akibat pengaruh salah arah di hati dan pikiran manusia itu sendiri.

69

Ibid, 122-125.

70

Soedarmo, Iktisar Dogmatika, 248-251.

74 | D i k t a t D o g m a t i k a

4. Dalam Yesus Kristus dipercayai adalah logos yang mengambil rupa daging yaitu manusia, Ia bukan hanya sekedar manusia akan teteapi yang diutus Allah. 5. Dalam anugerah merupakan suatu bentuk perjanjian penyelamatan melalui Kristus dan anugerah bisa berbentuk perintah yang ditujukan kepada semua orang. 6. Dalam firman dan sakramen merupakan unsur yang menyatu dimana firman yang telah membentuk sakramen sebagai tanda dan materai peneguhan iman berbentuk anggur dan roti. 7. Dalam gereja wujud perjanjian anugerah dimana gereja berkewajiban mengahasilkan buah pada masyarakat. 8. Dalam hal-hal yang terakhir membahas hal apa yang akan terjadi setelah kematian manusia, namun tetaplah kita memiliki cara berpikir yang teosentris.

Daftar Kepustakaan Boangmanalu Jusen (ed) 2015

Teologi Martin Luther & Misi Kontekstual, Pematangsiantar: L-SAPA

Dieter Becker 2012

Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Leahy Louis 1986

Manusia Di Hadapan Allah 3, Yogyakarta: Kanisius & Jakarta: BPK GM

Lohse Bernhard 2001

Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Martin Luther 2012

Katekismus Besar, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Niftrik van & Boland B.J 2010

Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Presbiter Yohanes Bambang 1996

Kristologi, Mojokerto: Gereja Orthodox Indonesia

Ridenour Fritz 2001

Dapatkah Alkitab Dipercaya? Jakarta: BPK Gunung Mulia

Soedarmo R 1996

Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Soedarmo R 75 | D i k t a t D o g m a t i k a

2014

Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Kelompok 3 : 1. Fitri Suzana Gultom 2. Frido Nainggolan

Dosen

: Pdt. Dr. J. Boangmanalu.

Outline buku “DOGMATIKA MASA KINI” I.

Siapakah Dr. B.J. Boland? Bernard Johan Boland, lahir di Dinxperlo, Belanda, 1919. Setelah menyelesaikan

studinya pada zendingshogesschool di Oegstgeet (1941), ia mengikuti pendidikan bahasa Arab dan Islamologi di bawah pimpinan Dr. J. H. Kramer pada Rijksuniversiteit, Leiden. Dari tahun 1946-1959, ia bekerja untuk gereja Kristen Pasundan, sementara itu sejak tahun 1945 hingga tahun 1970 ia bekerja untuk BPK Gunung Mulia di Jakarta untuk menulis bukubuku bacaan teologi, yang hingga kini masih ada di antaranya yang dicetak ulang: Percakapan tentang Gereja ; Kunci Kitab Daniel ; Tafsiran Kitab Injil Lukas ; Dogmatika Masakini ; Intisari Iman Kristen, dll. Penulis memperoleh gelar Doktor Teologi pada tahun 1971 dari Rijksuniversiteit, Leiden, dengan disertasi berjudul The Struggle of Islam in Modern Indonesia.

II. Pembahasan 1. Pengantar Mengaku71 Mengaku adalah berpihak kepada kebenaran Ilahi dan menyatakan keyakinannya itu. Pengakuan meliputi penyerahan diri, sehingga pengorbanan-pun dibutuhkan di dalamnya. Mengaku dilakukan dengan cara: dilakukan atas dasar penghormatan kepada Tuhan ; 71

G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masakini, (Jakarta: BPK-GM, 1995), 28-40

76 | D i k t a t D o g m a t i k a

dilakukan pada saatnya hal itu dituntut oleh Tuhan ; memperdengarkan kesaksian Allah, bukan atas dasar kepentingan pribadi ; dilakukan dengan kebebasan. Percaya72 Berdasarkan kehidupan beriman Abraham, maka dalam kepercayaan ditemukan halhal berikut: Percaya berarti menurut untuk mengikut tuntunan Tuhan walau tidak tahu ujung jalannya ; pengorbanan ; kebangkitan untuk memulai hidup yang baru ; kemenangan ; keberanian untuk yakin di tengah-tengah kegelisahan. Bagi Abraham iman itu adalah hidupnya dan yang menentukan hidupnya. Kepercayaan kepada kebenaran yang dinyatakan Alkitab sebenarnya tidaklah bertentangan dengan apa yang dinyatakan ilmu pengetahuan. Sebab kebenaran yang dinyatakan Alkitab bukanlah suatu himpunan kebenaran sebagaimana dinyatakan ilmu pengetahuan. Melainkan kebenaran yang sama sekali berbeda dengan makna yang sangat dalam, yang memiliki daya untuk memperkembangkan kehidupan manusia. Oleh karena itu kebenaran yang dinyatakan oleh Alkitab layak untuk dipercayai. Pernyataan73 Istilah pernyataan menunjuk kepada sesuatu atau seseorang yang datang dari luar kepada manusia. Garisnya adalah dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Hal itu tentu snagat bertentangan dengan segala keberagamaan yang dipakai oleh manusia yang menyangka bisa menemui Allah di dalam diri manusia sendiri. itu merupakan inisatif Allah sepenuhnya. Inti pernyataan Allah adalah kedatangan Allah di dalam Yesus Kristus di suatu tempat dan di suatu waktu tertentu dalam sejarah dunia. Dengan perantaraan Alkitab Roh Kudus menyatakannya kepada kita.

2.

Allah Bapa

Allah74 Pada fasal pertama pengakuan iman umat percaya dinyatakan mengenai Allah. Hal itu dapat terjadi karena pekerjaan Roh Kudus yang menyatakan kepada kita kebenaran Allah. Oleh karena dalam pengakuan iman trsebut kita tidak berbicara tentang hakekat Allah dan sifat-sifatNya dengan memberikan suatu uraian secara akal budi atau secara filsafat, seolah72 73 74

Ibid., 41-56 Ibid., 57-73 Ibid., 74-91

77 | D i k t a t D o g m a t i k a

olah Allah menjadi salah satu “objek” bagi pemikiran kita manusia. Haruslah senantiasa kita insafi, bahwa pengakuan man itu berbicara tentang Allah yang hidupdan telah mendatangi manusia dengan berfirman kepada kita dan bertindak terhadap kita. Bahaya yang selalu mengancam adalah bahwa kepercayaan kepada Allah yang hidup itu kita ganti dengan hanya mempunyai suatu pengertian tentang Allah. Artinya, bahwa sebenarnya kita menganut sesuatu ilah, yang adalah ciptaan pikiran atau kesalehan kita. Namun, kemudian Karl Barth mengagetkan gerejaan tentang keberagamaan manusia. Dia mengatakan bahwa ada jarak yang tidak terbatas antara manusia dengan Allah. Allah merupakan rahasia. Ia mendiami terang yang tidak terhampiri, lewat batas akal budi kita, perasaan kita, keinginan-keinginan kita, kesalehan kita, keberagamaan kita. Sebagai khalik terhadap mahlukNya, Ia tetap tinggal merdeka serta berdaulat. Ia adalah Allah yang tidak dapat dimengerti, sekalipun Ia menyatakan diriNya. Allah menyatakan diriNya di dalam Yesus Kristus, dalam hal itu Ia mengambil suatu jalan, yang tidak dapat dicocokkan dengan logika dan kesalahan kita. Namun, meskipun Allah adalah yang lain sama sekali, bukan manusia (Hosea 11:9), telah datang menghampiri manusia, sehingga Dia bukanlah Allah yang jauh, yang tidak dapat didekati. Ia berkenan datang kepada kita. Allah adalah Roh. Ia sangat reali dan konkrit, sebab Dia bertindak. HidupNya adalah perbuatanNya. pernyataanNya adalah perbuatanNya. Allah adalah kasih. Itu terlihat dalam perbuatanNyayang telah mendatangkan keselamatan bagi manusia. Dia secara konkrit mengasihi mahluk ciptaanNya. Segala perbuatan kasih yang dilakukanNya adalah berdasarkan pada kedaulatanNya yang merdeka.

Bapa Yang Maha Kuasa75 Bapa dan AnakNya: Ungkapan “Allah Bapa” dalam pengakuan iman tidak ada sangkut pautnya dengan “teologi khalikah” ataupun suatu “penyataan am”. Melainkan di dalamnya terkandung makna kesatuan dengan Yesus Kristus, jadi yang dimaksud adalah Bapanya Yesus Kristus. Ungkapan itu menunjukkan hakekat Allah sendiri. Apabila Alla disebut sebagai Bapa dan Yesus Kritus disebut anakNya, maka yang dimaksudkan ialah bahwa ada suatu hubungan dan nisbah yang sangat istimewa antara keduanya. Hubungan antara Yesus dengan Allah berlainan dengan hubungan antara orang-orang dnegan Allah. Hubunga itu disebut dwi-tunggal. Yesus berkata “Aku dan Bapa adalah satu (Yoh 10:30)”. Keesaan itu 75

Ibid., 92-109

78 | D i k t a t D o g m a t i k a

tidak dapat dijelaskan secara manusiwi, misalnya sebagai suatu hubungan yang biologis, melainkan adalah keesaan secara Roh yang berlainan skelai sifatnya. Allah adalah asal bagi anak, tetapi tidak di dalam waktu dan sejarah, melainkan di dalam kekekalan. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Bapa dan anak-anakNya: Allah adalah Bapa sekalian manusia (mengandung arti bahwa Dialah yang menyebabkan kehidupan manusia, dan memainkan peranan Bapa bagi manusia) di dunia ini. Ia menyelenggarakan segala-galanya, menjaga segala sesuatu, mengatur serta memerintah atas semuanya, sekali-kali menghukumnya juga, tetapi Ia juga memaafkan banyak kesalahan. Namun, kebapaan itu hanya dapat dialami oleh orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Kemahakuasaan Allah yang adalah Bapa dinyatakan di dalam Yesus Kristus. Khalik Langit Dan Bumi76 Alkitab menyatakan cerita terjadinya alam semesta. Kebenaran yang dinyatakan di dalamnya sama sekali berbeda dengan kebenaran-kebenaran lainnya. Ilmu pengetahuan menerangkan teori terjadinya alam semesta, sehingga terkadang menimbulkan keraguan atas apa yang dinyatakan dalam Alkitab. Namun, bagaimanapun teori ilmu itu, tetap saja tidak dapat menjelaskan darimanakah datangnya “hidup” di dunia ini. Alkitab menjelaskannya. Alkitab bukanlah suatu buku pelajaran untuk ilmu sejarah, ilmu alam, dsb. Pengakuan iman sebenarnya tidak berbicara tentang terjadinya alam semesta atau penciptaan manusia, tetapi mau memperhadapkan kita kepada Allah sebagai yang dipuji. Persoalan dalam Alkitab adalah hubungan antara Allah dengan manusia. Soal itu menjadi soal kepercayaan, soal pengakuan, soal yang sangat menentukan bagi seantero hidup kita. Allah disebut sebagai “khalik”, itu bukanlah merupakan kebenaran geologis ataupun biologis, melainkan suatu pengakuan yang maksudnya ditujukan kepada seantero hidup kita kini dan di sini. Cerita itu adalah kesaksian, pemberitaan, dan khotbah yang mengatakan kepada kita, bagaimana sikap Allah terhadap dunia ini, dan oleh sebab itu bagaimana seharusnya sikap kita terhadap Allah. Manusia77 Segala permasalahan di dunia ini adalah menyangkut manusia. Kita harus menemukan apa artinya bahwa kita manusia. Dalam hubungan manusia dengan Allah , Allah 76

Ibid., 110-129

77

Ibid., 130-148

79 | D i k t a t D o g m a t i k a

menghendaki manusia itu hidup, hidup sebagai subjek yang artinya sebagai pribadi yang berbicara serta bertindak. Dalam anthropologia Kristen adalah berdasarkan Kristologia, sebagaimana Kristus hidup beserta Allah, demikianlah juga kita manusia sungguh-sungguh menjadi manusia karena persekutuan dengan Allah. Dalam hubungan manusia dengan sesama dapat dilihat karena adanya perjumpaan. Perjumpaan disini antara dua orang yang masing-masing menjadi subjek.

Pemahaman tentang manusia merupakan gambar dan

rupa Allah dapat dipahami dari 2 pemahaman yaitu a) Hidup dalam hubungan dengan Kristus dan dengan demikian dalam hubungan dengan Allah, b) Manusia dan Allah digambarkan sebagai Gereja dan Kristus yang merupakan suatu kesatuan. Dalam kehidupan manusia tidak terlepas antara hidup dan mati. Manusia tidak dapat dipisahkan antara tubuh dan jiwa, dan selanjutnya antara jiwa dengan roh. Para Malaikat78 Banyak pertanyaan dalam diri manusia, apakah benar Malaikat itu ada? Pada masa sekarang ini banyak orang modern yang tidak mau percaya kepada adanya malaikat, justru percaya kepada kuasa-kuasa jahat, malah seringkali pula mempunyai minat yang besar terhadap ilmu gaib. Para malaikat adalah abdi-abdi Allah, pesuruh-pesuruh Kerajaan Allah, yang diutus guna kepentingan orang-orang beriman untuk memperlihatkan kepada mereka Keselamatan itu (Ibr.1:14). Hanya dengan cara itulah dapat kita menaruh perhatian kepada apa yang dikatakan Alkitab tentang munculnya malaikat dan segera pula harus kita memindahkan minat kita dari malaikat itu kepada berita yang datang kepada kita.

Pemeliharaan, Pemerintahan, Pemilihan79 Dalam surat-surat pengakuan iman dan di dalam dogmatika dirumuskan bahwa Allah memelihara dunia ini serta memerintah atasnya. Pemeliharaan serta pemerintahan itu sejak dulu disimpulkan dalam pengertian Latin yaitu providentia yang artinya memandang ke depan, melihat terlebih dahulu terjadinya sesuatu, dan sebab itu juga; terlebih dahulu mengambil tindakan-tindakan, terlebih dahulu menyelenggarakan atau menyediakan sesuatu. Pada soal-soal terakhir ini sejak dahulu oaring sudah membicarakan mengenai pemilihan Allah. Kata Latin yang dipergunakan dalam hubungan ini adalah pradestinatio “menetapkan 78

Ibid., 149-167

79

Ibid., 168-183

80 | D i k t a t D o g m a t i k a

lebih dahulu.”Dilihat dari sudut bahasa , justru kata Latin hamper sama artinya dengahn bahsa Arab “takdir”. Maka apakah hal ini berarti bahwa juga terhadap nasib masing-masing manusia di dunia akhirat berlaku apa yang biasanya disebut orang “takdir Allah”. Tidak dapat dibuktikan bahwa Allah memelihara serta memerintah dunia ini dan juga menuntut hidup kita seindiri. Sebab percaya kepada “providentia” itu tidak timbul dari sebab melihat kepada dunia dan alam. Demikianlah kata “providentia” harus menjadi suatu pengakuan yang timbul dari kepercayaan. 3.

Yesus Kristus

Allah Serta Manusia80 Dalam Pengakuan Iman Rasuli ada pekataan “Aku Percaya kepada Allah Bapa yang Maha Kuasa khalik langit dan bumi, ini ada pada pasal pertama. Dan pada pasal kedua berbunyi tentang “Aku percaya kepada Yesus Kristus….”. Kata ini menunjukkan bahwa manusia ataupun kita orang Kristen mengakui kuasa Allah dan mengakui Yesus sebagai penyelamat. Pengakuan yang timbul dari Perjanjian Baru memberi kesaksian bahwa Allah telah mendatangi manusia dalam kedatangan Yesus Kristus, dan di dalam diri Yesus kita berjumpa dengan Allah sendiri. Kesaksian yang diberikan Perjanjian Baru membawa kita pada kesimpulan bahwa Yesus sama sekali tergolong kepada kita manusia maupun kepada Allah. Oleh karena itu timbullah pengakuan yang rangkap yaitu: a) Yesus adalah Allah dan b) Allah telah menjadi manusia.

AnakNya Yang Tunggal81 Berdasarkan kesaksian Alkitab dan sesuai dengan pengakuan gereja , Kristus adalah sungguh-sungguh Allah serta sungguh-sungguh manusia. Kepada nama Yesus dan gelarNya “Kristus” itu ditambahkan sekarang suatu gelar lagi: Ia disebut “Anak Allah”. Sebagaimana pernah dikatakan ungkapan-ungkapan “Allah Bapa” dan “AnakNya’ menunjuk kepada hubungan yang istimewa, bahkan yang eksklusif, antara Allah Bapa dengan “Yesus Kristus”. Maksudnya hubungan itu berbeda dengan hubungan manusia dan sesamanya. Pengakuan Nicea-Konstantinopel tidak saja menekankan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh

80

Ibid., 184-197

81

Ibid., 198-211

81 | D i k t a t D o g m a t i k a

Allah, tetapi serentak bahwa ia sungguh menjadi manusia. Itulah yang dimaksudkan jika kita bebicara tentang dua “tabiat” Kristus, tentang “tabiat Ilahi” dan “tabiat ManusiawiNya”. Gelar “Anak Allah” yang arti dan maksudnya menekankan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sunguh Allah. Tuhan Kita82 Yang dimaksudkan dengan kata Tuhan tentu merupakan sebutan kepada Allah. dalam pengakuan Iman kita Yesus kristus disebut Tuhan Kita. Itu berarti orang Kristen memuliakan Kristus sebagai Tuhan. Apabila Yesus Kristus disebut Tuhan, maka sebutan itu terjemahan dari bahasa Yunani yaitu “Kurios”. Yesus Krisatus sebagai Kurios artinya”: Dia yang mempunyai serta menjalankan kuasa pemerintahan; Dia yang berkuasa penuh atas hidup dan kematian kita; Dia yang berkuasa penuh atas bumi dan alam semesta, atas semua manusia, atas para malaikat dan kuasa-kuasa jahat, atas surga dan neraka. Pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, tentulah menitikberatkan ke-Ilahian Kristus dan menegaskan sekali lagi bahwa Ia sungguh-sungguh Allah. Sejak semula Gereja Kristen mengikrarkan “keesaan” Kristus dengan allah Bapa, Allahnya orang Israel. Dalam hakekat Allah yang Esa itu Yesus Kristus adalah “Anak Allah”, yang bersama-sama dengan Bapa serta Roh Kudus hidup dan memerintah dari kekal hingga kekal. Rahasia Inkarnasi83 Istilah Inkarnansi berasal dari kata Latin “incarnatio” (in artinya masuk ke dalam; caro/carnis artinya daging, Yunaninya “Sarx”), artinya ialah “masuknya Kristus ke dalam daging manusia”. Berhubung dengan istilah ini kita teringat kepada Yohannes 1:14. Pada ayat ini haruslah kita tekankan dua segi yang berikut yaitu: a.) Inkarnasi menyatakan bahwa firman Allah menjadi daging, yakni bahwa Allah telah menjadi manusia di dalam Yesus, b.) Inkarnasi bermaksud bahwa Firman Allah telah menjadi daging, bahwa Allah telah menjadi manusia, bahwa dalam diri Yesus Allah sendiri datang kepada kita. Inkarnasi berarti dari luar masuk ke dalam daging atau keadaan kedagingan. Di sekitar kelahiran Yesus Kristus terdapat rahasia ini : Yesus Kristus adalah Firman Allah, yang dari luar, dari atas, masuk ke dalam dunia manusia. Penderitaan84 82

Ibid., 212-225

83

Ibid., 226-139

82 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dalam menyelidiki isi kitab injil, segeralah ternyata kepada kita, betapa besarnya bagian yang mengenai hari-hari terakhir kehidupan Yesus. Menurut kitab injil, sedari semula pekerjaanNya, Yesus telah mengetahui dan juga mengalami bahwa hidupNya dibumi ini akan berupa penderitaan, dan menuju pada ajal yang mendasyatkan. Ia tahu bahwa Ia telah datang untuk menderita, dan Ia sendiri memberitahukanya kepada murid-muridnya (Mrk 8:31 ; 9:31 ; 10:45). Apa bila kita memandang kepada Kristus yang menderita itu, maka kita akan menemukan betapa beratnya dosa manusia. Menurut Katekismus Heidelberg, penderitaan Yesus berarti bahwa Ia “sudah menanggung murka Allah atas dosa-dosa umat manusia sekalian”. Dalam pengakuan iman dinyatakan bahwa Yesus Kristus menderita dibawah di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Itu menunjukkan adanya ketentuan waktu Yesus yang menyejarah, menunjuk pada kekafiran yang melawan Tuhan, dan merakili dunia pada umumnya, pemerintah dan dunia politik pada khususnya. Setiap hari Minggu nama Pontius Pilatus selalu disebut dalam kebaktian Gereja, dengan demikian: (1) kita dinasehati untuk mengakui kewibawaan pemerintah sebagaimana mestinya. (2) kepada kita diperingatkan bahwa tiap pemerintah terancam oleh kemungkinan

menjadi pemerintah yang jahat,

sebagaimana halnya dengan Pilatus. (3) kita dihiburkan, bahwa bagaimanapun juga, setiap kekuasaan duniawi ini adalah bersifat nisbi dan sementara. (4) haruslah nama itu mengingatkan kita kewajiban kita untuk mendoakan pemerintah supaya menjadi pemerintah yang dikehendaki oleh Tuhan (1 Tim 2:1-4).

Salib85 Salib merangkap gelap dan terang, kebinasaan dan kemenangan, maut dan hidup, neraka dan surga. Di dalam paradoks itulah terletak rahasia Salib: Salib menyatakan rahmat Allah, tetapi serentak juga keadilanNya, kesetiaan Allah serta murkaNya, kasih Allah serta kekudusanNya. Menurut akal manusia , Salib adalah “sebuah batu sandungan dan kebodohan”. Tetapi haruslah kita mendengar apa yang dikatakan Alkitab tentang Salib, agar kita mempercayai artinya. Bahwa sebenarnya Yesus Kristus telah disalibkan untuk kita dan sebagai ganti kita! Salib Kristus adalah inti Injil dan pusat pengakuan Kristen. Pokok 84

Ibid., 240-251

85

Ibid., 252-265

83 | D i k t a t D o g m a t i k a

pemberitaan Gereja ialah Yesus Kristus yang disalibkan (1 Kor 2:2). Juga kedua sakramen, yang “memperlihatkan” pokok pemberitaan Gereja, menyatakan kematian Kristus: oleh Baptisan, kita dibaptiskan (artinya : dilibatkan) ke dalam kematianNya serta disalibkan bersama Dia (Rm 6:3-6); pada Perjamuan Kudus senantiasa pula diberitakan kematian Kristus, dan kita ambil bagian dalam tubuh serta darah Dia yang disalibkan (1 kor 11:26; 10:16). Itulah sebabnya seantero hidup kita ditentukan serta disifatkan oleh Salib (bacalah, Gal 5:24; 6:14; Flp 3:10; 2kor 4:10-11; Kol 1:24). Turun Ke Dalam Kerajaan Maut86 Pusat Pengakuan Iman ialah pasal-pasal tentang kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya. Tetapi di antara pasal tentang kematian dan pasal tentang kebangkitan itu masih terdapat suatu ungkapan yang aneh yaitu “turun ke tempat orang mati”. Disekitar ayaayat tersebut , banyak terdapat kesukaran. Luther menganggap bagian Alkitab ini sebagai “suatu bagian yang ganjil dan suatu ucapan yang gelap”. Begitu juga tafsiran Calvin dibicarakan tentang “gelapnya bagian ini”. Apakah yang dikatakan Alkitab tentang hubungan antara Kristus dengan kerajaan Maut? Berhubung dengan pokok pembicaraan ini, di dalam Perjanjian Baru kita dapati pelbagai tanggapan: pertama :sesuai tanggapan orang Yahudi, Kristus sesudah kematianNya, telah turun kedalam kerajaan maut, sebagaimana halnya dengan setiap manusia. Kedua: maksud Perjanjian Baru ialah untuk memberitakan bahwa Kristus sungguh telah mengalahkan kerajaan maut (bacalah Why 1:18). Ketiga: Perkataan Petrus tentang pemberitaan Kristus kepada orang-orang mati di dalam kerajaan maut. Ke empat:di dalam Gereja Lama telah di temukan anggapan, bahwa orang-orang beriman, yang hidup dalam jangka waktu Perjanjian Lama, telah di bebaskan oleh Kristus dari kerajaan maut. Apabila ungkapan “turun kedalam kerajaan maut” itu kita isikan dengan Berita Alkitab tentang Yesus Kristus, maka arti Pengakuan Iman bagi kita sendiri dapat kita simpulkan: Pertama: Kristus telah masuk kedalam keadaan kematian, ke dalam kerajaan maut!. Kedua: Kristus tidak saja masuk kedalam terowongan gelap itu,akan tetapi ia telah menembusinya juga: melalui kegelapan tercapailah terang. Ketiga: Kristus telah menaklukkan kerajaan maut , artinya bahwa Ia telah mengalahkan dia yang tadinya berkuasa atas maut serta memegang kunci maut dan alam maut, yaitu si iblis (Ibr 2:14; Why 1:18). 86

Ibid., 266-275

84 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kebangkitan87 Didalam Pengakuan Iman ada tertulis bahwa ’pada hari yang ke tiga’ Yesus Kristus bangkit pula dari antara orang mati. Ungkapan “pada hari yang ke tiga” pertama-tama menekankan bahwa kebangkitan Yesus Kristus menekankan bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah suatu peristiwa yang nyata, bahkan adalah suatu perbuatan. Kebangkitan itu dapat dipandang sebagi perbuatan Allah Bapa yang telah membangkitkan Yesus Kristus. Kata-kata “pada hari yang ke tiga” selanjutnya menegaskan, bahwa disini terjadi suatu permulaan baru di dalam sejarah. Apakah faedahnya kebangkitan Kristus untuk kita?(katekismus Hesidelberg): (1) kemenangan atas dosa dan maut. (2) kebangkitan untuk memulai hidup yang baru pada masa kini. (3) penghargaan akan kebangkitan yang berbahagia pada masa depan. Kenaikan Ke Surga88 Ada dikatakan, bahwa Yesus Kristus naik ke surga. Jadi dimanakah surga itu atau apakah surga itu? Surga ialah “tempat” di mana Allah hadir secara khusus, di mana Ia “diam” dimana telah didirikannya “takhta”Nya, tempat yang “pusat”yang daripadanya ia berfirman dan bertindak dan memerintah. Kemanakah Yesus Kristus pergi? “kenaikan ke surga” berarti: Ia telah kembali ke ”tempat” dimana Allah “diam”dan ber ”takhta” dalam arti baru seperti yang dijelaskan tadi. “Kenaikan” itu berarti, bahwa Yesus Kristus, Tuhan yang telah disalibkan dan bangkit pula itu sudah ditinggikan oleh Allah, sehingga sepenuhnya Ia ambil bagian dalam kemuliaan Allah dalam kekuasaanNya, dan pemerintahanNya. Kenaikan Kristus memperingatkan kita, bahwa kita hidup diantara dua masa: di belakang kita terletak masa “melihat” (Yoh 1:14; 1Yoh 1:1-3), demikianlah huda di depan kita (1 kor 13:12; 1 Yoh 3:2). Tetapi masa kini adalah masa-selang kita “tidak lagi” melihat, kita “belum” melihat, kita disuruh “percaya”. Duduk Di Sebelah Kanan Allah89 Apabila dikatakan, bahwa Kristus sedang duduk di sebelah kanan Allah, hal ini berarti bahwa kepadaNya diberikan kehormatan serta kemuliaan yang paling tinggi, artinya bahwa

87

Ibid., 277-288

88

Ibid., 289-297

89

Ibid., 298-209

85 | D i k t a t D o g m a t i k a

Ia benar-benar mengambil bagian dalam kemuliaan Allah Bapa. Di dalam Alkitab seringkali kita baca tentang “tangan kanan Allah”. Secara konkrit umat Israel telah mengalami kekuasaan “tangan Allah” itu: Allah telah menyatakan kekuasaanNya dalam melepaskan dan menyelamatkan uymat Israel. Berdasarkan kesaksian Perjanjian Lama itu, kita insaf bahwa ungkapan”duduk disebelah kanan Allah” menyatakan bahwa Kristus memegang serta menjalankan Kuasa –Pemerintahan. Ia dinaikkan untuk menjabat suatu fungsi tertentu: Ia “dikuasakan” untuk menjalankan pemerintahan Allah! Kristus telah ditinggikan oleh tangan kanan Allah menjadi seorang Raja dan Juruselamat (Kis 5:31). Kedatangannya Sebagai Hakim90 Apakah kedatangan Kristus itu merupakan soal yang menakutkan? Didalam Katekismus Heidelberg dikatakan, bahwa penghiburan yang kita peroleh pada saat itu adalah: bahwa dalam segala kedukaan dan penganiayaan, dengan kepala tegak saya menantikan kedatangan Dia juga, yang dahulu mengahadapi pengadilan Allah guna kebaikan saya, dan yang sudah mengangkut semua kutuk Allah dari saya, untuk menjadi Hakim. Dia yang akan datang sebagai Hakin itu, justru Dia juga yang sudah menjadi pengganti kita dalam menanggung kutuk serta hukuman Allah, sehingga dibebaskanNya kita dari penghukuman. Demikianlah Kristus datang untuk menghakimi: yang menjadi persoalan: apakah kita percaya kepada Dia yang sudah mengangkut semua kutuk Allah dari kita? Itulah kepercayaan yang menyelamatkan. Kepercayaan demikian mempunyai konsekwensinya bagi hidup kita kini dan di sini. kepercayaan itu memberikan kita ketenangan hati terhadap segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dan dan di dalam hidup kita sendiri. Dengan itu haruslah menjadi nyata dalam hidup kita, bahwa kita mempertaruhkan harapan kita kepada Yesus Kristus. Ketiga Jabatan Kristus91 Ketiga Jabatan Kristus (munus triplex) maksudnya bahwa pekerjaan Kristus merangkumi jabatan nabi, jabatan Imam, dan jabatan Raja. Dalam PL selalau ada dikatakan tentang nabi, Imam, Raja diantara bangsa Israel. Dengan perantaraan itu Allah bertindak terhadap umatnya. Ajaran tentang ketiga jabatan itu menekankan kesatuan antara Pekerjaan Yesus Kristus dengan PribadiNya, ketiga jabatan itu menunjukkan anugerah yang berkelimpahan yang dinyatakan kepada umatNya, ajaran ini disampaikan sebagai sejarah 90

Ibid., 310-322

91

Ibid., 323-333

86 | D i k t a t D o g m a t i k a

Gereja sebagai suatu warisan yang berharga dan secara oikumenis menghubungkan dengan gereja. Kepercayaan Kristen ialah kepercayaan kepada Yesus Kristus. Mula-mula gereja Lutheran tidak mengakui ketiga jabatan tetapi menguraikan Kristologia , yakni ajaran tentang “kedua keadaan Kristus “status duplex” yaitu keadaan kerendahanNya dan keadaanya kemuliaanNya. Untuk Calvinis lajimnya sebagai ikhtisar untuk membicarakan pekerjaan Kristus. Ketiga jabatan Kristus tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Benarlah Yesus adalah Nabi, tetapi pemberitaanNya sebagai nabi sunggah menjadi satu dengan perbuatanNya sebagai imam. Kristus telah datang untuk melayani sebagai perantara antara Allah dengan umatNya. Sebagai nabi, imam dan raja seluruh pekerjaan Kristus dapat disimpulkan dalam pelayanan (Yunaninya : diakonia). Ketiga jabatan itu saling meresapi dan saling menentukan. Dalam keesaan itu ketiga jabatan ini mengarahkan perhatian kepada segenap pekerjaan Yesus Kristus. Demikian juga ketiga jabatan ini menunjuk juga kepada rahasia Ilahi yang terkandung dalam pribadi atau diriNya, yang satu. 4.

Roh Kudus

Allah Roh Kudus92 Roh Kudus adalah Allah sendiri yang datang kepada umatNya, yang menyatakan diriNya lewat tindakan. Allah menyatakan dirinya melalui Alkitab, jika di dalam Alkitab membicarakan tentang Allah Bapa, maka dibicarakan juga tentang Yesus Kristus dan Roh Kudus, demikianlah Allah menyatakan diriNya, yaitu dengan tiga nama yang menunjukkan kepada tiga cara beradaNya sebagai Allah Bapa, sebagai Allah Anak, sebagai Allah Roh Kudus, ketiga itu bukan menunjukkan tiga Allah melainkan Allah yang esa. Bagian kedua dan ketiga dalam Pengakuan Iman erat sekali terikat satu yang lain. Allah sudah bertindak (obyektif) di dalam sejarah, bagian kedua itu menyatakan bahwa di dalam Yesus Kristus, Allah telah datang ke dunia ini dan kepada umat manusia dalam rangka penyelamatan.

Bagian

ketiga

Pengakuan

Iman

menyatakan,

bahwa

kita

sendiri

(subyektif)yang dimaksudkan dalam pekerjaan Allah itu: oleh pekerjaan Roh Kudus di dalam hati dan hidup, maka kita dilibatkan dalam rangka penyelamatan Allah, sehingga benar-benar manusia ambil bagian dalam keselamatan itu.

92

Ibid., 335-350

87 | D i k t a t D o g m a t i k a

Di dalam Alkitab bahwa Roh Kudus diam dalam diri kita (Roma 8:9,11; 1 Kor 3:16; 6:19;2 Kor 6:16), karena itu adalah petaruh ataupun panjar yang kini diberikan kepada manusia sebagai jaminan tentang keselamatan yang dijanjikan (2 Kor 1:22; 5:5; Ef. 1:14), bersama-sama dengan roh orang beriman, Roh Kudus memberikan kesaksian kepada kita bahwa sungguh umat menjadi anak-anak Allah (Rom. 8:16), segala sesuatu diselidikiNya bagi kita dan di dalam kita, juga rencana keselamatan Allah (1 Kor 2:10). Oleh Roh Kudus , kasih Allah dicurahkan ke dalam hati manusia (Rom. 5:5). Kelahiran kembali serta pembaharuan manusia adalah pekerjaan Roh Kudus (Yoh. 3:3,8). kepada orang-orang beriman dikaruniakan Roh Kudus dan sungguh Ia dalam manusia (Yoh. 14:17; 2 Tim 4:13). Itulah sebabnya kita dapat menjadi “anak-anak Allah” yang boleh menyebut Allah itu”Bapa”oleh sebab percaya kepada Yesus Kristus (Rom. 8:15, Gal. 4:16). Gereja93 Gereja yang disebutkan dalam pengakuan Iman adalah gereja yang kelihatan dan tidak kelihatan, adalah tanpa memisahkan keduanya satu sama lain dan tanpa melebur satu sama lain dan merupakan suatu realitas rohani di dunia ini. Salah satu sebutan yang disebut Alkitab adalah bahwa gereja adalah Tubuh Kristus (Rm 12:4;1 Kor. 10:16). Berkenaan dengan itu diambil kesimpulan: tubuh bersifat kelihatan, Kristus telah datang sebagai manusia, oleh karena itu gereja benar-benar adalah suatu yang nyata kelihatan di dunia ini, dalam rangka penyelamatan akan tetapi tidaklah dapat dilihat yakni Tubuh Kristus adalah soal kepercayaan bahwa Kristus adalah manusia, dengan kata lain dimana Firman Allah telah menjadi “mendaging” (telah menjadi manusia) dalam manusia Yesus orang nazaret itu adalah Kristus . Persekutuan Yang Sungguh94 Persekutuan yang sungguh berasal dari bahasa Communio sanctorum yang telah dipergunakan dari gereja lama bagian Timur dapat disamakan dengan ungkapan Yunani: Koinonia ton Hagion yang artinya ikut serta di dalam apa yang kudus, turut ambil bagian di dalamnya, mengenai apa yang kudus dihubungkan bagi orang yang telah ambil bagian dalam sakramen. Persekutuan dengan apa yang Kudus menandakan “persekutuan dengan darah Kristus”, artinya bahwa kita dijadikan satu dengan Kristus di dalam kematianNya dan roti 93

Ibid., 351-371

94

Ibid., 372-383

88 | D i k t a t D o g m a t i k a

menandakan persekutuan dengan tubuh Kristus. Roh kudus membuat orang-orang beriman menjadi satu persekutuan yang dicirikan oleh ikatan dalam sejahtera dan kasih (Ef 4:3;Kol 3:14-15), Alkitab95 Berkat adanya Alkitab maka ada gereja. Gereja adalah berdasarkan kesaksian para nabi dan rasul, sebagaimana dismpan bagi kita di dalam bentuk Alkitab, berkat adanya Alkitab, selalu pulalah ada orang-orang yang menjadi percaya serta mempercayakan dirinya kepada Yesus Kristus artinya orang yang sudah mendengar suara Tuhan artinya orang yang sudah mendengar suara Tuhan yang memanggilnya untuk menjadi anggota jemaat Kristus di dunia ini. Membicarakan soal alkitab erhubungan dengan Roh Kudus dan pekerjaanNya. Roh Kuduslah yang sudah membuat bahwa masa lampau ada terdapat orang-orang yang mendengarkan Firman Allah lalu meneruskan dan menuliskan hingga tercipta Alkitab, Roh Kudus lah yang membuat bahwa isi Alkitab menjadi Firman Allah bagi kita, Allah yang hidup dan berfirman,disini Roh Kudus mau menyatakan kepada kia, apa artinya bagi kita sendiri bahwa Yesus Kristus telah datang , telah disalibkan dan bangkit dan bahwa kini telah menjadi Tuhan yang hidup serta memerintah dalam hidup kita. Dan hanya dalam percaya artinya pekerjaan oleh Roh Kudus dalam diri kita yang menjadikan Alkitab sebagai Firman Allah. Roh kudus lah yang ingin mempertemukan kita dengan Yesus Kristus sebagai Firman Yang Hidup yang kini dan di sini datang kepada kita dari Allah yang hidup. Injil Dan Hukum Allah96 Alkitab berisi Firman Allah yang hidup, Firman yang menjadi daging /manusia. Berita atau kesaksian itu yang disebut dengan Injil ynag memberitakan kabar baik tentang Yesus Kristus tentang kedatanganNya, tentang penderitaan dan kematianNya serta kebangkitanNya. Alkitab terdiri dari dua bagian yakni injil dan hukum. Gereja Kristen telah ditempatkan dalam dunia ini untuk memberitakan tentang hal itu. Di dalam pemberitaan ditegaskan bahwa Allah adalah bahwa Rahmani dan berkenan menyelamatkan kita. Injil dan hukum berpautan satu sama lain sebagai dwitunggal yang tidak dapat dipisahkan , sebab injil dan hukum adalah laksana dua wajah dari satu soal, dua perkataan

95

Ibid., 384-404

96

Ibid., 405-421

89 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang bersama-sama mengucapkan satu berita. Orang-orang yang terikat kepada Kristus adalah sungguh merdeka, hidup secara Kristen bukan berarti bahwa kita tahluk dalam suatu hukum keagamaan melainkan Roh Kudus berkuasa atas hidup kita, dimana Roh Tuhan ada, disanalah terdapat kemerdekaan (2 kor 3:17). Injil datang kepada kita dengan penuh kewibawaan serta kuasa sebab injil itu dibertakan kepada kita dalam bentuk hukum, Perjanjian Allah97 Dalam Alkitab kita menemukan Perjanjian Allah maka tentulah juga ada dua pihak antara Allah dan manusia. Bahwa Allah selaku pihak yang memberi atau mengadakan perjanjianNya dengan manusia dengan manusia selaku Pihak yang menerima. Dalam hal ini kita memahami Perjanjian sebagai sikap Allah terhadap kita manusia , yaitu sikap yang yaitu sikap yang dinyatakanNya dalam perbuatanNya untuk menghubungkan diri dengan manusia dalam rangka sejarah keselamatan. Alkitab memperlihatkan, bahwa perjanjian Allah timbul dari Kasih dan rahmatNya dan bahwa perjanjian ini tetap teguh karena kesabaran Allah dan kesetianNya. Inisiatif untuk mengadakan perjanjian itu selalu datang dari pihak Allah yang memberitakan tentang ketetapan Allah tentang kesabaran dan kesetiaan Allah di dalam rahmatNya terhadap umatNya. Berita Alkitab tentang perjanjian Allah mau menyakinkan bahwa, Allah di dalam rahmatNya tetap memegang kita serta tetap setia bahwa Allah di dalam RahmatNya tetap setia kendati dosa dan ketidak taatan kita, kabar ini datang dalam bentuk hukum. Baptisan dan Perjamuan98 Bila seseorang lahir diluar kalangan Kristen menjadi percaya kepada Tuhan Yesus dan mau bergabung dengan Gereja Kristen, maka akan di adakan suatu upacara yang kita sebut Pemandian, atau disebut juga Pembaptisan yang berasal dari kata kerja Yunani “babtizo” = membahasihi. Pendeta mencelupkan jari-jarinya ke dalam sebuah bejana berisi air, lalu membasahi dahi orang yang akan dibabtis itu. Kemudian pendeta akan membabtis atas nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat 28:19). Perbutan ini merupakan lambang. Air dipakai melambangkan pembersihan, demikian juga pembabtisan itu bersangkut paut dengan

97

Ibid., 422-435

98

Ibid., 436-465

90 | D i k t a t D o g m a t i k a

pembersihan manusia dari dosanya.

Dengan meminta Baptisan, kita mengaku percaya

kepada Dia yang telah mengerjakan pengampunan tersebut. Perjamuan Kudus adalah upacara khusus yang diadakan beberapa kali dalam satu tahun. Ini biasa dilakukan bagi angota Gereja yang sudah mengaku kepercayaannya ditengahtengah Jemaat atau dengan kata lain telah menjadi “anggota sidi”. Hal ini juga bersifat lambang: roti melabangkan tubuh kristus yang telah “dipecahkan” karena kita, sedangkan anggur itu menunjuk kepada darah Kristus yang ditumpahkan karena kita. Kedua upacara ini disebut sebagai sakramen yang dapat diartikan sebagai “benda suci” atau “perbuatan kudus” atau “rahasia suci”. Pengampunan dosa (pembenaran dan pengudusan)99 Kita harus mengerti bahwa kata “dosa” itu mempunyai arti yang lain dan isi yang jauh lebih besar. Kata dosa bukan saja berarti, bahwa manusia menlanggar hukum-hukum atau aturan tertentu. Dan kita tidak dapat menganisis perbuatan-perbuatan kita yang menunjuk kapada kesalahan dan menemukan arti dosa. “Dosa” tidaklah sama dengan kejahatan. Ya memang, segala kejahatan adalah dosa. Dosa bukanlah soal tubuh manusia, sifat atau pembawaan atau kodrat kita. Pendek kata dosa itu tidak boleh diartikan hanya sebagai etika manusia yang berbicara tentang berbagai pelanggaran akan kesusilaan, akhlak dan kesusilaan dan kesopanan, tetapi kata “dosa” adalah istilah theoligia yang langsung ada sangkutpautnya dengan hubungan manusia dengan Allah. Hanya dengan Firman Tuhan dan hanya dia yang percaya yang mengetahui dia berdosa atau tidak. Sebab justru dihadapan Allah ia menjadi seorang-orang yang berdosa. Pertobatan dan kelahiran kembali100 Pertobatan didasari oleh kata “tobat” pertama-tama mengikatkan kita kepada sesal dan penyesalan atas dosa kita. Sesal atau tobat tidak hanya mengenai tidak tanduk kita yang kelihatan, malainkan seluruh hidup kita, hati kita, batin kita yang sedalam-dalamnya. Dalam bahasa ibarani kata tobat (syub), yang berarti: berpaling dan kembali kepada Tuhan. Dalam Septuaginta kata Ibrani itu diterjemahkan dengan kata Yunani epistrophe, yag tepat sama artinya. Jadi dapat diartikan Pertobatan berarti melepaskan diri dari perhambaan penguasa-

99

Ibid., 466-487

100

Ibid., 488-500

91 | D i k t a t D o g m a t i k a

penguasa dunia dan dewa-dewa dunia ini, membelakangi mereka dan berpaling kepada Kerajaan yang mendatang. Bertobat artinya berpaling, mengubah segala sikap hidup, lalu memandang kepada Yesus Kristus dan bertanya kepada Dia. Tuhan apakah, yang harus kuperbuat? (Kis 22:10). Berbicara tentang “kelahiran kembali”, tidak boleh dibatasi hanya sebagai soal kebatinan dan jiwa manusia. Sama seperti “tobat” demikian juga dengan “kelahiran kembali” itu erat hubungannya denga Kerajaan Allah. Permintaan doa101 Jemaat Kristus hidup berdasarkan pengampunan dosa. Dengan percaya kepada Yesus Kristus, kita boleh menghadap Allah selaku orang-orang yang telah dibenarkan dan dikuduskan. Kedudukan ini, yang diberikan Allah kepada kita, yang merupakan alas dan dasar permintaan doa. Bagi orang, yang hidup dalam kemerdekaan anak-anak Allah, permintaan doa itu merupakan suatu perintah dan keharusan. Allah menuntut, agar kita berdoa kepadaNya saja dan mengharapkan segala pertolonggan dari Dia saja (Maz 50:15). Dalam kitab-kitab para nabi sering dibicarakan tentang permintaan doa sebagai perintah yang disertai janji Allah (Yes. 55:6, Yer. 29:12; 33:3). Dan Tuhan sendiri yang menyurus kita berdoa kepadaNya dengan mengajarkan Doa Bapa Kami. Kebangkitan daging102 Titik pangkal pembicaraan tentang “kebangkitan daging, yakni: kepercayaan kepda Yesus Kristus, yang telah disalibkan dan telah bangkit. Kebangkitan daging dam hidup yang kekal merupakan Keselamatan “di masadepan”.

Keselamatan disini mengarah kepada

eskatologi. Keselamatan yang diharapkan oleh Tuhan adalah pengharapan yang hidup. Kita percaya dan mempercayakan diri kepada Allah Bapa yang telah menyatakan Diri dalam Yesus Kristus dan dengan Peraturan Roh Kudus menjamin bagi kita Keselamatan yang sudah diwujudkan dalam kedatangan Kristus. Hidup yang kekal103 Hidup yang kekal atau hidup secara kekal berhubungan erar dengan penyataan Kerajaan Allah. Supaya kita dapat masuk kedalam Kerajaan Allah, untuk itulah Tuhan lahir

101

Ibid., 501-518

102

Ibid., 519-533

103

Ibid., 534-547

92 | D i k t a t D o g m a t i k a

kedunia dan mati untuk menebus dosa manusia dan untuk itu juga Kristus akan datang: supaya Kerajaan ini diwujudkan dengan terang-terangan dihadapan sekalian orang. Ini lah yang membuat hidup kita memeroleh makna dan isinya sesungguhnya. Hidup kita bukan hanya sekedar hidup melainkan ada hidup yang kekal yang akan digenapi di dalam Kerajaan Sorga yang sedang ada dan akan datang (Mat. 6:26). Inilah hidup yang sebenarnya, hidup yang sejati, hidup dalam arti sesungguhnya, hidup yang berisi dan bermakna, yakni: hidup sebagai orang-orang yang sudah menyambut berita Kerajaan Allah, sehingga kini dan di sini kehidupan mereka berpusat kepada Berita itu. Hidup demikianlah yang dapat disebut “hidup yang kekal” ataupun hidup secara kekal.

Allah Tritunggal104 Jika kita berbicara tentang “Ketritunggalan” maka haruslah terlebih dahulu kita sadari, bahwa kita berbicara tentang Allah. Allah itu adalah Allah yang hidup, tidak dapat diselidiki dengan akal-budi. Ketritunggaln ini merupakan rumusan Dogma yang dibuat oleh gereja. Dogma ini bukanlah penjelasan yang masuk akal, melainkan justru mau menjaga rahasia ilahi yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Menurut kesaksian Alkitab, sungguhada satu Allah yang esa; 2. Kedatipun demikian, ada tiga kali hal untuk berbicara tentang Allh, artinya dengan mempergunkan tiga nama, yang tidak boleh dipisah-pisah satu sama lain, tetapi toh harus dibedakan-bedakan satu sama lain. Jadi kita mengaku, bahwa Allah yang satu dan esa itulah yang bertindak, baik dalam penciptaan, baik dalam pendamaiaan, baik dalam kelepasan. Namun penyataan diri Allah yang esa seakan-akan bertindak tiga kali dengan cara yang berbeda: sebagai Khalik, sebagai Pendamai, dan sebagai Pelepas. Dan oleh karena Allah sungguh ada, sebagaimana Ia menyatakan diriNya, maka kita berbicara tentang tiga cara-berbeda di dalam hakekat Allah yang esa itu. Ketiga “cara-berbeda” itu dinamai: Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus. Dan ketiganya tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. III. Tanggapan teologis Keselamatan diperoleh oleh manusia dan seluruh alam semesta karena adanya pernyataan diri Allah kepada manusia yang didasarkan pada inisiatif bebas Allah. Hal itu 104

Ibid.547-561

93 | D i k t a t D o g m a t i k a

sama sekali bertentangan dengan adanya usaha manusia untuk mencari dan menggapai keselamatan dari Allah, karena jika demikian tentulah usaha itu tidak akan membuahkan hasil. “Pernyataan Allah” itulah yang menjadi keselamatan bagi manusia yang bersedia menyambutNya. Pernyataan itu didasarkan pada belas kasihan Allah terhadap kesengsaraan manusia di dunia akibat dosa-dosa. Di dalam perjanjian Lama dinyatakan bahwa Allah menyatakanNya. Pernyataan itu didasarkan pada belas kasihan Allah terhadap kesengsaraan manusia di dunia akibat dosa-dosa. Di dalam perjanjian Lama dituliskan bahwa Allah menyatakan namaNya YHWH (Keluaran 6:5). Pernyataan namaNya menjadi pengenalanNya bagi seluruh dunia melalui umatNya Israel, dalam rangka penyelamatan.105

Lebih

lanjut lagi, Karl Barth mengatakan bahwa penyataan diri Allah yang Esa sebagai penyelamat yang memerdekakan manusia dan seluruh dunia ada di dalam diri Anak TunggalNya. Firman Allah yang kekal memilih menguduskan dan menerima keadaan manusia untuk bersatu dengan diri Yesus Kristus. Sebagai Allah yang sejati dan sebagai manusia yang sejati Allah menyatakan firmanNya kepada manusia sebagai yang mendamaikan.106 Allahlah yang berinisiatif memberikan keselamatan bagi manusia. Berarti keselamatan itu sepenuhnya merupakan anugerah Tuhan. Namun, dalam kelanjutannya, keselamatan itu dapat terwujud di dalam diri orang yang menyambut keselamatan tersebut, yakni orang-orang percaya. Dalam hal ini iman atau kepercayaan adalah tangan yang diulurkan manusia untuk menerima kasih karunia Allah yang sangat besar.107 Ini sesuai dengan apa yang dkatakan Karl Barth:  Percaya berarti bahwa kepada kita dikaruniakan pertemuan dengan Allah yang hidup, dan dengan demikian kita ditempatkan dalam kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu kemerdekaan untuk mendengarkan firman anugerah/kasih karunia Allah di dalam Yesus Kritus sedemikian rupa, hingga kita berpegang teguh padanya, kendati segala sesuatu yang Nampak di hadapan kita.  Percaya berarti bahwa akal budi kita dengan demikian kita ditempatkan dalam kemerdekaan yang sesungguhnya,yaitu kemerdekaan untuk hidup dalam kebenaran yang dari Allah, dan dengan demikian juga untuk mengetahui makna kehidupan kita serta dasar dan tujuan segala sesuatu yang terjadi.

105

Christoph Barth, Theologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 148-161 Clifford Green, Karl Barth, Teolog kemerdekaan, (Jakarka-BPK-GM, 2003), 148-149 107 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 17-18 106

94 | D i k t a t D o g m a t i k a

 Percaya berarti bahwa kita mengambil keputusan, dan dengan demikian kita ditempatkan dalam kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu kemerdekaan untuk memberikan kesaksian tentang pengenalan dan pengetahuan akan kebenran yang dari Allah.

Iman atau kepercayaan menuntut penerimaan dengan sepenuh hati. Seorang beriman tidak lagi akan mempermasalahkan kebenaran Alkitab jika diperhadapkan dengan apa yang dinyatakan dalam ilmu pengetahuan, sebab dia tentu menyadari bahwa kebenaran yang dinyatakan oleh Alkitab adalah kebenaran yang sama sekali berbeda dengan kebenaran historis maupun biologis. Kebenaran Alkitab adalah satu-satunya kebenaran yang mampu menyejahterakan kehidupan manusia.108 Kepercayaan (sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab) dan ilmu pengetahuan mendekati misteri itu dengan suatu cara yang berbeda satu sama lain. Tidak sepantasnya keduanya dipertentangkan. Baik kepercayaan dan ilmu pengetahuan tidak dapat menyingkapkan secara total misteri penciptaan Allah atas alam semesta. Namun kebenaran Alkitab ingin menyatakan kebenaran yang menyejahterakan kehidupan manusia yakni Tuhanlah yang mengasalkan segala sesuatu, maka segala sesuatupun harus bersujud menyembah Tuhan Sang Pencipta.109 Kepercayaan orang-orang Kristen adalah buah dari pekerjaan Roh Kudus. Yesus melalui Roh Kudus mengumpulkan orang-orang percaya. Gereja merupakan persekutuan (communio), bukan suatu keadaan atau lembaga, melainkan suatu persitiwa dimana anggota jemaat yang dikumpulkan dan berkumpul itu bertindak secara aktif, yaitu umat yang hidup dari Tuhan Yesus Kristus yang hidup dalam perwujudan eksistensinya.110 IV. Kesimpulan Dalam setiap uraian subjudul dalam buku dogmatika masakini terlihat adanya penekanan atas Allah yang berkuasa, yang berinisiatif bebas untuk bertindak menyelamatkan umat-Nya. Sehingga dapat dipahami bahwa keselamatan yang diperoleh oleh umat manusia dalam keberimanannya adalah semata-mata anugerah Allah. Sebab manusia benar-benar lemah dan sugguh tidak dapat mengerjakan keselamatannya sendiri. oleh karena itu pekerjaan 108

Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2006)288-289

109

J.A.B. Jongeneel, Misteri Kepercayaan dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: BPK-GM, )op-cit., 38-40

110

Clifford Green, op-cit, 291-292

95 | D i k t a t D o g m a t i k a

manusia bukan lagi mengerjakan keselamatannya, melainkan menyambut keselamatan yang disediakan Allah ke dalam hidupnya dan seluruh dunia. Orang-orang percaya adalah rangorang yang mempercayai Allah Bapa di dalam Yesus Kristus atas tuntunan Roh Kudus.

V. Daftar Pustaka Barth, Christoph 2006,

Theologi Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM

Green, Clifford 2003

Karl Barth, Teolog kemerdekaan, JakarkaBPK-GM

Hadiwijono, Harun 2006

Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM

Jongeneel, J.A.B. 2000

Misteri Kepercayaan dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: BPK-GM

Urban, Linwood 2006

Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK-GM

Van Niftrik, G. C. & Boland,B. J. 1995

Dogmatika Masakini, Jakarta: BPK-GM

Nama Anggota Kelompok :Nehemia Sitinjak (14.2860) Patuan Manurung (14.2896) Mata kuliah

: Dogmatika I

Dosen

: Pdt. Dr. J. Boangmanalu

TEOLOGI SISTEMATIKA I 96 | D i k t a t D o g m a t i k a

(Nico Syukur Dister) I. Pendahuluan Nico Syukur Dister lahir di Maastricht, Belanda pada tahun 1939. Ia belajar filsafat dan theologi di Belanda, Belgia dan Jerman. Disertasi di Universitas Leuven, Belgia pada tahun 1972 dengan judul Koinsidensi Pertentangan dalam Filsafat Cusanus. Mengajar sebagai dosen tetap dari tahun 1973 sampai 1983 di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta untuk bidang Theologi Dasar dan mulai tahun 1983 sampai sekarang di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Fajar Timur Jayapura untuk bidang Sejarah Filsafat Barat dan Sejarah Theologi, selain untuk beberapa cabang Teologi Sistematika. Di samping itu mengajar sebagai dosen tidak tetap di Unika Atma Jaya Jakarta untuk bidang Psikologi Agama; di Universitas Cendrawasih Jayapura untuk bidang Sejarah Pemikiran Modern; dan di Sekolah Tinggi Theologia I.S. Kijne Jayapura untuk bidang Theologi Sistematika. Dari tangannya telah terbit berbagai publikasi di bidang Filsafat, Theologi dan Psikologi Agama. Dalam buku Nico Syukur Dister ia menggambarkan bahwa Teologi Sistematika merupakan rangkuman teologi kristiani khususnya teologi Kristen-Katholik. Menurut Nico Syukur Dister dalam teologi sistematika kopendium terdiri dari tiga bagian yaitu: Bagian Pertama, Prolegomena: Epistemologi Teologi: 1). Teologi Wahyu dan Iman. Bagian Kedua: Allah penyelamat: 2).Teologi Trinitatis. 3). Kristologi. 4). Pneumatologi. Bagian Ketiga: Ekonomi

Keselamatan.

5). Teologi

Penciptaan. 6).

Soteriologi.

7). Eklesiologi.

8).Sakramentologi. 9).Mariologi. 10).Eskatologi.

II. Isi Ringkas Buku 2.1. Theologi Wahyu dan Iman111 Teologi itu ilmu iman, maka caranya untuk memperoleh pengetahuan bukan hanya melalui sensus, ratio dan intellectus, yaitu masing-masing pengalaman indrawi, akal budi dan intuisi rohani. Ketiga cara ini sesuai dengan kemampuan triganda yang dimiliki manusia demi kodratnya. Ketiga ini merupaka prinsip pengetahuan pada umumnya sehingga berlaku untuk setiap ilmu, termasuk ilmu teologi. Pada hakikatnya wahyu merupakan inisiatif Allah dalam mendekati manusia begitu rupa sehingga Allah menganugerahkan diriNya kepada manusia. Supaya dapat diimani manusia wahyu itu harus disampaikan kepada manusia, dan 111

Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I, Kanisius, Yogyakarta 2004: hlm. 35-124

97 | D i k t a t D o g m a t i k a

penyampaian itu terjadi di dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Sejauh menjadi saranya penyampaian wahyu Allah, sejarah umat manusia sepantasnya disebut sejarah keselamatan, mengingat Allah mewahyukan diri demi keselamatan manusia. Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia sebab wahyu yang tidak ditanggapi manusia itu tidak mencapai sasarannya, dan sejauh itu bukanlah wahyu dalam arti yang penuh. Di dalam kitab suci, wahyu disampaikan kepada nenek moyang kita melalui perantaan para nabi. Pada hakikatnya, wahyu dalam kitab suci dapat diringkaskan dalam dua kata ini. Allah berbicara. Allah keluar dari keadannya yang tersembunyi, secara aktif menyatakan diri, memberi kesaksian tentang sikap, sifat, dan kehendakNya, membuat diriNya dikenal dan diakui. Dalam perjanjian lama wahyu Allah terjadi terutama melalui para nabi. Yang dinyatakan Tuhan, yaitu: Kehendaknya, diwahyukan Allah dalam hukum taurat: “Ia memberitakan firmanNya kepada Yakub, ketetapanNya, dan hukumNya kepada Israel” (Mzm. 147:19) Kemahakuasaan serta Kemuliannya, dinyatakan Alah dalam alam ciptaan: langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya (Mzm. 19:2). Dengan menjadikan langit dan bumi, Allah menyatakan diri sebagai Allah yang hidup, ketimbang ketakberdayaan berhala-berhala yang mati (Yos. 3:10, Ul. 5:23, Mzm. 96:5; 97:7) dan Keadilan Serta Kerahiman, Tuhan dinyatakn dengan memilih, membimbing, dan melindungi umatnya. Wahyu dalam perjanjian baru adalah wahyu dalam dan oleh Yesus Kristus Anak Allah (Mat. 17:5) wahyu perjanjian baru sifatnya unik karena dua alasan yaitu : Pertama, karena Yesuslah satu-satunya pembawa wahyu dalam arti yang sesungguhnya dan sepenuhnya. Kedua, karena Yesus merupakan satu-satunya “objek” wahyu. Yang dimaksudkan Paulus dengan wahyu ialah penyingkapan rencana Allah tentang keselamatan dalam Kristus (Rom. 16:25-27) dan juga tentang penghakiman yang adil. Tentu saja juga pada santo Paulus “wahyu” mengandung pemberitahuan serta pemerkayaan pengetahuan rohani, tetapi pahamnya tidak memiliki corak inteklektualistis yang kuat sebagaimana halnya di kemudian hari dalam teologi skolastik. Paham wahyu yang demikian diuraikan W. Grossouw dan J. de Fraine, SJ, secara lebih lanjut dalam butir berikut sambil merangkum teks-teks yang bersangkutan:

98 | D i k t a t D o g m a t i k a

1. Pelaku wahyu, dalam arti yang petama dan sesungguhnya ialah Allah yang dalam kedaulatan dan kebebasan kehendakNya yang maha kuasa, dalam kasih karuniaNya yang tak terhingga, dan menurut hikmatNya yang beraneka ragam telah merancangkan rahasia keselamatan itu. 2. Sasaran wahyu, bukan hanya pengaruniaan pribadi. Wahyu itu bukan ajaran rahasia yang hanya diperuntukkan bagi orang tertentu yang serahasia, seperti dalam agama misteri Helenis, melainkan suatu penyingkapan dalam arti yang sepenuh-penuhnya demi keselamatan umat manusia, 3. Wahyu yang masih dinantikan, ialah penyingkapan kemuliaan eskatologis yang akan terjadi pada parusia, yaitu pernyataan sang Kristus dengan semarak dan mulia bila Ia kembali di akhir zaman. Pada saat itu akan dinyatakan juga kemuliaan kita bersama dengan Dia. 4. Isi wahyu,

ialah misteri sang Kristus dan Yesus Kristus sendiri. Apa yang

selanjutnya dikatakan Paulus sebagai obkjek wahyu itu selalu berpautan dengan kenyataan keselamatan yang utama tadi, yakni kebenaran Allah yang membawa keselamatan, tata iman kepercayaan, arti Kristiani dari perjanjian lama, kemuliaan yang akan datang, murka Allah, manusia durhaka dan rahasia kedurhakaan, penyataan-penyataan pribadi yang diterima Paulus tidak diketahui apa isi penyataan yang disebut dalam 2 Korintus 12 :1-2.

Sikap manusia terhadap wahyu haruslah iman kepercayaan, yang oleh Yohannes kadang-kadang disebut melihat. Dalam Anak Allah yang telah menjadi mansuia itu wahyu pada hakikatnya sudah diberikan. Namun demikian pandangan Yohannes dan Paulus bersesuaian lagi bila Yohanes berbicara mengenai hari kedatanganNya, yaitu apabila Kristus akan menyatakan dirinya, kita akan sama seperti dia, sebab kita akan melihat dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Dapat dimengerti bahwa paham wahyu kodrati tidak kita temukan pada Yohannes. Ia hanya mengenal wahyu dalam arti yang penuh, yakni wahyu Anak dan wahyu Bapa melalui anak yang seluruhnya bersifat adikodrati dalam firman yang telah menjadi manusia. Dalam refleksi paska rasuli atas kenyataan wahyu, pemahaman tentangnya terungkap bukan hanya dalam terminology pewahyuan sendiri, tetapi juga dalam berbagai istilah lain. Apa yang telah diwahyukan Allah secara umum melalui alam ciptaannya dan sejarah bangsa Indonesia pada umumnya itu ditegaskannya sekali lagi secara khusus melalui kitab 99 | D i k t a t D o g m a t i k a

suci dan sejarah keselamatan. Kekhususan itu terletak dalam pemilihan suatu bangsa yang khusus, Israel, yang menghasilkan pengenalan akan Allah yanhg lebih tepat. Para pemikir Kristiani yang ortodoks menonjolkan ciri khas wahyu yang Kristiani dengan naik banding kepada ekonomi keselamatan, yakni kepada perwujudan historis dari rencana Allah untuk menyelamatkan bangsa. Iman menurut teologi dewasa ini yang endapan teologisnya disahkan Magesterium gereja dalam konstitusi Dei Verbum itu juga. Iman dipahami sebagai tindakan percaya artinya iman dengan mana, dan tindakan itu diartikan Vatikan II pertama-tama sebagai dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah. Bila dalam Alkitab Wahyu berarti bila Allah berbicara, maka pembicaraan itu berlangsung bukan hanya kata-kata para nabi, dan juru bicara lainnya, yang bertugas menafsirkan peristiwa sejarah, tetapi Allah berbicara pula melalui peristiwa-peristiwa itu sendiri yang ditafsirkan oleh orang-orang yang ditugaskanNya itu. Sikap beriman mengandaikan kehendak yang secara aktif mendengarkan apa yang difirmankan Allah. Oleh karena itu beriman berarti taat dan patuh keopada perintah Allah sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku. Dalam perjanjian lama beriman berarti juga menaruh percaya pada janji Allah. Wahyu Allah dalam perjanjian pertama mendapat bentuk konkret baik dalam hukum taurat maupun dalam janji keselamatan. Maka, beriman berarti percaya bahwa Allah akan menggenapi

apa yang

dijanjikannya itu (bdk. Kej. 15:6). Paham iman pada para bapa apostolic (tahun 90-165) masih sangat dekat dan mirip dengan iman dalam kitab suci. Di satu pihak, mereka menekankan sikap taat kepada hukum Ilahi, sehingga terdapat nuansa etis yang kuat. Hubungan dengan Kristus terungkap bukan hanya dalam pandangan bahwa dialah pemberi hukum, tapi juga dalam penegasan bahwa orang beriman bersatu dengan Kristus secara personal pneumatis. Dilain pihak, iman terarah kepada kebahagiaan eskatologis: iman dan harapan bersatu padu. Berbeda dengan para bapa apostolic yang ajarannya mengajarkan pendalaman iman qua talis, para apologet Yunani menghadapkan iman Kristiani pada budaya Helenis yang sejaman, lalu berusaha mempertanggungjawabkan iman Kristiani dihadapan budaya helenis. Termasuk juga jasa para apologet yaitu menunjukkan bahwa selayaknya manusia sebagai makhluk berbudi itu percaya akan wahyu Biblis tentang kebangkitan badan, nubuat para nabi, dan kedudukan serta peranan Kristus sebagai sabda Allah.

100 | D i k t a t D o g m a t i k a

Walaupun konsili Vatikan I mengeluarkan konstitusi dogmatis de Fide Catholica (tentang iman katolik), namun di dalamnya tidak diberikan uraian menyeluruh mengenai hakikat iman, yakni segi intelektual, segi pengetahuan, dan khususnya hubungan iman dan akal budi. Bagi vatikan I, beriman berarti percaya bahwa sesuatu hal benar. Iman dipandang konsili sebagai kebenaran-kebenaran oleh akal budi mansuia berdasarkan pemberitahuan dari pihak Allah yang mewahyukan kebenaran tersebut. Iman itu adalah anugrah Allah yaitu karya Roh Kudus, maupun tindakan manusia. Roh Kudus menerangi akal budi kita dan membimbing daya-daya kita. Keaktifan roh itulah yang disebut konsili “bantuan batiniah dari Roh kudus”, berkat mana manusia mendapat kenikmatan menyetujui warta injil secara benar. Kegiatan Roh Kudus itu tidak membuat manusia menjadi pasif dalam iman kepercayaan, iman tetap tindakan manusia juga. Sebagai makhluk berbudi, manusia percaya. Maka, dengan bebas, tanpa paksaan apapun, manusia menyerahkan diri kepada gerak Roh Kudus dan menyetujui pewartaan. Teologi fundamental dalam arti pertanggungjawaban teologi iman terhadap akal budi dikembangkan lebih lanjut dalam era antara vatikan I dan II, antara lain karena perhatian besar Vatikan I baik pada kewajaran maupun batas-batas teologi alamiah atau teoligi kodrati dalam konstitusi Dei Filius. Dalam rangka pertanggungjawaban iman itu, konsili vatikan I menuju kepada tandatanda lahiriah yang menyertai bantuan batiniah roh kudus, seperti nubuat dan mukzizat. Akan tetapi, apa yang dalam mempertanggungjawabkan iman di hadapan akal budi itu tak kalah pentingnya dalam mengacu kepada keselarasan misi pewartaan dengan kerinduan terdalam yang ada dalam hati manusia yang haus akan Allah sebagaimana dibuat oleh pemikir zaman modern. Tanggapan Dogmatis : “Theologi Wahyu dan Iman” Wahyu adalah Allah yang menyapa manusia. Tanggapan manusia yang diharapkan Allah sebagai jawaban atas wahyu Nya ialah iman kepercayaan atau penyerahan diri manusia kepada Allah pewahyu. Bila wahyu berarti Allah yang menyapa manusia, iman berarti bahwa manusia menjawab Allah secara positif. Dengan demikian jelaslah bahwa wahyu dan iman adalah paham yang korelatif. Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia, sebab wahyu yang tidak ditanggapi dengan iman, tidak mencapai sasarannya. Wahyu itu suatu fakta, karena pada kenyataannya Allah memang telah mewahyukan diriNya dan mengatakan rahasia kehendakNya melalui Kristus. Wahyu itu misteri, karena merupakan tindakan Allah sendiri, yaitu suatu aktivitas transenden yang berisikan kehendak atau rencana 101 | D i k t a t D o g m a t i k a

Allah untuk menyelamatkan manusia. Wahyu merupakan pengetahuan yang tidak boleh dipisahkan dari pribadi Allah sebagai subjek yang menyampaikan pengetahuan itu.112 Dengan demikian wahyu dapat kita katakan sebagai suatu anugerah dari Allah yang diterima oleh manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan yang ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya. Sebagaimana Allah telah menyatakan diri kepada manusia dan akan membuat suatu karya yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita manusia. Berbeda dengan wahyu yang diartikan sebagai Allah yang menyapa manusia, iman sering dianggap sebagai pembagian intelektual terhadap suatu dalil yang tidak dapat diperdebatkan lagi dipandang sebagai yang benar. Dengan mengatakan aku beriman kepada Allah berarti mengatakan bahwa Allah ada. Hal ini mengimplikasikan kemampuan untuk merumuskan konsep tentang Allah dan mengetahui sesuatu tentang seperti apakah

kira-kira hidup di

hadirat Allah yang kudus dan misterius itu. Dengan demikian sejumlah pengetahuan pada dasarnya terlibat dalam keputusan iman.113 2.2. Theologi Trinitas114 Pembahasan Allah adalah penyelamat menyangkut misteri Allah Tritunggal menjadi inisiator, mediator dan komunikator keselamatan manusia yang menyempurnakan hidup manusia melalui tindakanNya dalam sejarah keselamatan yang bersifat pewahyuan diri Allah Tritunggal. Pada kenyataannya, keselamatan itu dikerjakan Allah dengan penjelmaan sabdaNya yang kekal dan dengan perutusan Roh KudusNya. Pewartaan dan pengajaran gereja, syahadat merangkum secara singkat iman kepercayaan Kristiani terdiri dari tiga bagian yakni, Bapa, Putra, Roh Kudus menjadikan teologi Allah Tritunggal yang mendorong bertumbuh dan berkembang iman akan Bapa dan Putera, Yesus Kristus serta pengalaman kehadiran Roh Kudus. Menurut Lohse Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber bukan Kristiani. Tetapi yang penting disadari ialah perlunya mengembangkan ajaran tentang Allah Tritunggal dalam lingkungan filosofis dan religius supaya dapat memberikan ekspresi intelektual yang jelas kepada imannya. Dalam Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah yang Tritunggal

112

Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990:hlm. 85-90

113

Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 298-299

114

Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.125-180

102 | D i k t a t D o g m a t i k a

sehingga kurang menyampaikan ajaran tertentu selain membicarakan Kerajaan Allah. Akan tetapi dari Perjanjian Baru ditemukan akar-akar ajaran Trinitatis dimana konsep yang ditemukan tentang Allah itu sebagai berikut: Allah Perjanjian Baru adalah Allah Yang Esa. Agama asli yang terkenal dengan ketatnya monotheisme, Yahudi yang menimbulkan perlawanan dari bangsa lain yang mengenal adanya politheisme. Selain mempercayai adanya Allah dalam arti YHWH, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, orang Kristen pada masa itu juga mempercayai Yesus Kristus. Hal yang senada ditekankan oleh F Courth, justru perkembangan iman akan Yesus Kristus yang diandaikan dalam iman akan Allah Tritunggal. Peristiwa Yesus dalam sejarah umat manusia diperkenalkan misteri Trinitas. Pemicu untuk menyakinkan hal itu adalah peristiwa kebangkitanNya. Kemudian peristiwa dimulainya penampakan-penampakan. Hanya dalam rangka kepercayaan Allah, Sang Bapa, pengakuan iman itu dengan Yesus yang sudah bangkit itu dikenal adalah Anak Allah. Kristus yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa itu diyakini sebagai Juru Selamat yang bersatu dengan Bapa secara tak terpisahkan dan terbandingkan dan dengan itulah gambaran Allah. Dalam diri Yesuslah logos ilahi yang mula-mula bersama Allah menjelma menjadi manusia. Dapat dikatakan bahwa Yesus praada; Ia sudah ada sebelum tiba di bumi ini (Yoh. 1:1-18). Ada anggapan para penulis teks Perjanjian Baru yang berpikir bahwa Yesus sebagai sebagai Allah tanpa melepaskan Yesus juga manusia sejati. Disamping itu kedatangan dan salib Yesus mempunyai arti bagi seluruh umat di dunia. Pemahaman akan Yesus itu berkembang ditentukan oleh Roh Kudus. Bagi Santo Paulus Kristus dimuliakan dalam jemaat itu melalui pekerjaan Roh Kudus. Bentuk itu melambangkan kehadiran Allah ditengah-tengah manusia dan di dalam gereja. Dengan cara itulah Ia meneruskan karya penebusam Yesus. Petunjuk tentang perbedaan antara Kristus dan Roh Kudus diperoleh dalam Injil Yohanes dimana tertulis bahwa setelah Yesus pergi, Ia akan mengutus Roh Kudus sebagai “penolong yang lain” Perkembangan akan Kristus sedang berkembang pada gereja perdana dalam eksistensinya yang baru orang yang telah dibaptis itu ditentukan dari pihak Yesus maupun Roh Kudus tetapi Bapa juga terlibat dalam pemulihan eksistensi tersebut Dialah (Bapa) adalah sang inisiator. Sehingga Paulus merumuskan ucapan berkat : Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian (2 Kor. 13:13). 103 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dalam kehidupan gereja perdana mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan mengakui kehadiran Roh Allah di dalam gereja yang didasarkan dicurahkanNya Roh Kudus. Akan tetapi butuh waktu yang lama untuk menyadari pemahaman yang menyeluruh tentang Allah. Lohse menyebutkan beberapa hal mendasar diinsafi gereja mula-mula, lalu boleh dikatakan cikal-bakal ajaran Trinitas, antara lain: 1. Allah itu Esa, sehingga umat tidak percaya dua atau tiga allah 2. Allah yang Esa itu telah menyatakan diri dengan cara triganda sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus 3. Sang Bapa dan Putra tidak dapat disamakan satu sama lain begitu rupa sehingga perbedaan antara mereka hilang, seakan-akan Putra cuma sekedar suatu “topeng” yang di belakangnya sang Bapa bersembunyi. Pada abad II titik berat gereja (beserta theologisnya) berpindah dari lingkungan Palestina ke alam pikiran Yunani. Dengan demikian gereja diperhadapkan pada masalah inkulturasi, perlunya mengungkapkan iman kepercayaannya ke dalam suatu bahasa yang dimengerti orang yang berbudaya Hellenis. Pemikiran Yunani dengan pemikiran Ibrani, dimana bangsa Israel kebenaran itu diwahyukan melalui sejarah, sedangkan orang Yunani merupakan hal yang mengada. Konsep Allah sendiri berubah menjadi metafisis yang berpusat mengada. Penerapan konsep Allah ini, mengakibatkan perbedaan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus menjadi ber-hypostasis, artinya berdiri sendiri. Para apoleget gereja perdana bertindak sebagai perintis inkulturasi ketika mereka mempersatukan konsep Yunani logos dengan gagasan logos dalam prakata Injil Yohanes 1:1-18 dan memandangnya sebagai kepribadian sendiri. Jalan pikiran Yustinus Martinur menunjukkan bahwa Kristus adalah Allah yang lain membuatnya jatuh ke suatu pluralisme yang lebih mengarahkan kepada politheisme. Sehinnga harus berupaya keras untuk kepada monotheisme. Kaum monarkianisme ada dua macam, yang satu bersifat dinamistik berpendapat bahwa manusia Yesus berkaryalah suatu daya, suatu kekuatan yang ilahi tetapi impersonal. Yesus diangkat menjadi Putra Allah. Menurut Monarkianisme Modalistik, Allah itu satu pribadi saja. Putra dan Roh Kudus hanyalah cara Allah menampakkan diri. Doketisme menurut paham Gnostik, tubuh Kristus di bumi ini hanyalah tubuh yang semu. Tubuh itu ditinggalkanNya sebelum penyaliban. 104 | D i k t a t D o g m a t i k a

Ireneus mengupas pembahasan tentang Allah dimana keesaan Allah begitu kuat. Menurut ada dan kuasaNya, Allah hakekatnya Esa tetapi pelaksanaan penebusan terdapat pada Bapa dan Putra. Firman itu hypostaseis yang lahir daripadaNya sebelum dunia diciptakan. Putra lahir dari Bapa sebelum adanya waktu. Ireneus menolak spekulasi apa pun yang berusaha masuk lebih dalam tentang misteri kelahiran sang Putra ini. Sementara itu Tertualianus mengungkapkan baik keesaan Allah maupun ketiga pribadi yang berhubungan satu sama lain. Dalam hakikat yang satu terdapat tiga pribadi tetapi adanya tiga pribadi yang tidak berarti bahwa ada lebih dari satu Allah. Demi sejarah keselamatan, demi oikonomia ilahi diperlukan tiga pribadi sehingga terdapat diffrensiasi triganda dari keesaan. Dipihak lain ada juga kekurangan ajaran Tertulianus tentang Trinitas bila dipandang sari sudut dogma gereja yang resmi. Dengan tegas sang Putra disubordinasi kepada Bapa; tidak semartabat tetapi tidak lebih rendah derajatNya dari Bapa. Berdasarkan ajaran dasar trinitas mengenai identitas hakikat dan perbedaan Bapa, Putra dan Roh Kudus, maka ia menolak paham yang disebutkan oleh Monarkianisme dan Gnostisisme. Origenes menyatakan Allah itu satu tetapi ia kurang mampu menjelaskan kesatuan Allah itu. Ia berpendapat arti Bapa itu adalah Allah. Allah memang biasa diterapkan kepada Putra dan Roh Kudus tetapi keilahian mereka bersifat sekunder yang diturunkan dari Bapa, yang bersumber dari Bapa. Pendapatnya yang lain adalah Origenes menerima suatu penciptaan yang abadi. Menurutnya kebaikan dan kuasa Allah itu sempurna dan karena itu harus mempunyai objek-objek yang kepadanya kebaikan dan kuasa yang itu terarahkan. Menurut pandangan Arius Allah tidak selalu Bapa. Putra Allah pun pernah tidak ada. Baru dengan menciptakan Sang Sabda, Allah menjadi Bapa. Sabda itu dipandangnya sebagai Putra Allah. Jadi menurut Arius Sang Putra boleh saja disebut Allah keallahanNya tidak melekat pada keberadaanNya melainkan dianugerahkan kepadaNya. Gelar Tuhan dan Allah yang benar telah mengangkatnya menjadi Allah dengan melihat jasaNya. Akan tetapi adopsi ini tidak menghasilkan partisipasi yang real Ketuhanan tidak sebanding denganNya. Allah tidak mungkin ada bandinganNya. Sang Logos menduduki tempat tengah antara Allah dan dunia. Allah menciptakannya untuk menjadi sarana penciptaan dunia. Dan Roh Kudus merupakan ciptaan Logos yang pertama. Roh itu kurang ilahi lagi daripada Logos. Logos telah menjadi daging dalam arti bahwa menunaikan tugas suatu jiwa di dalam Yesus Kristus. Tanggapan dogmatis : “Theologi Trinitas”

105 | D i k t a t D o g m a t i k a

Ada tiga nama yang tidak boleh dipisah-pisahkan satu dengan yang lain tetapi memang harus dibedakan satu sama lain. Dimana Allah Bapa yang menyatakan soal penciptaan, pendamaian dan kelepasan menyangkut Yesus Kristus dan penyelesaian rencana Allah ditunjukkan oleh kepada Roh Kudus.115 Seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia tergantung kepada ketritunggalan Allah yang menjadikan pokok penegasan bahwa Allah itu kasih adanya. Allah tidak kesepian, yang memerlukan ciptaanNya sebagai objek kasihNya. Dalam ketritunggalan Allah itu tetap merupakan tugas yang harmonis dan sempurna dalam mengasihi secara kekal, membuat orang menjadi agung bahkan indah dan menarik. Sepanjang masa misteri yang mulia tersebut itu telah menggerakkan hati orang dan membawanya kepada puncak pujaan, ibadah, kasih dan pujian.116 Melalui Kristus yang tersalib, sebagai kacamata kita untuk melihat kenyataan-kenyataan dunia ini, maka kita akan menemukan bahwa justru di tempat-tempat yang menyedihkan dan penuh penderitaanlah Akan akan menemui kita117 Menurut pandangan Bapa Gereja pada masa gereja perdana doktrin tentang Allah itu bukan hanya satu adanya melainkan juga Allag itu tunggal artinya bahwa Allah tak terbeda-bedakan atau tidak kompleks. Namun, dengan menyatAkan bahwa Allah itu Tritunggal. Para Bapa Gereja mengetengahkan bahwa Allah berbeda dalam diriNya sendiri sehingga Dia kompleks bukan tidak terbedakan.118 2.3. Kristologi119 Suatu Kristologi yang secara konseptual dan intelektual telah dikembangkan lebih lanjut, belum terdapat dalam kitab-kitab PB. Yang ada adalah ungkapan kristologi yang bila dibandingkan dengan teologi Tritunggal-lebih berkembang daripada ungkapan yang menjadi titik tolak bagi ajaran Tritunggal di kemudian hari. Alasannya adalah perkembangan suatu Kristologi sangat dimajukan berkat pertemuan Kristen purba secara langsung dengan Yesus Kristus. Para murid Yesus, termasuk para pengarang Injil, tidaklah ragu-ragu sedikit pun akan kemanusian Yesus yang sungguh-sungguh. Akan tetapi, serentak mereka juga

115

G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini,BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 552-553

116

Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: hlm.91

117

Hans dan Reudi Weber, Kuasa: Sebuah Studi Teologi Alkitabiah, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997: hlm.149

118

Linwood Urban, Op.Cit., hlm. 55

119

Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.181-241

106 | D i k t a t D o g m a t i k a

berkeyakinan bahwa Yesus Kristus bukan sembarang utusan Allah, bukan hanya seorang utusan lain disamping sekian banyak. Konsep-konsep Kristologi yang semula sangat bervariasi, kemudian digabung-gabungkan sehingga yang yang tinggal ialah beberapa konsep saja, beberapa pola pemikiran yang dengan jelas berbeda satu sama lain. Dari pola-pola itu kita hanya mengikuti satu garis pemikiran saja, yakni garis pemikiran yang bertolak belakang dari keyakinan dwiganda para murid Yesus tadi, kemudian melalui Kristologi Paulus dan Yohanes dikembangkan menjadi Kristologi-Logos oleh para apologet serta bapa-bapa Gereja, akhirnya pada abad V menelurkan ajaran resmi tentang dua kodrat yang dimiliki oleh Pribadi Yesus Kristus yang satu dan sama. Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi. Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus. Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh “surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita dan mati. Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, numun tidak sedikit pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kea rah Dokestisme yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon. Sementara itu, dalam tulisan Paulus terdapat tiga teks yang penting sebagai dasar biblis bagi ajaran tentang Kristus sebagaimana kemudian ditetapkan oleh gereja. Ketiga teks itu adalah: Gal 4:4 dimana pra-eksistensi Yesus dinyatakan, dan Rm 1:3-4 serta Flp 2:5-11 yang menyebutkan bahwa Yesus mempunyai dua cara berada. Tulisan Yohanes juga mengandung gagasan-gagasan yang bersifat mendasar bagi perkembangan Kristologi kemudian. Injil Yohanes Perjanjian Baru menyediakan dasar untuk membangun suatu Kristologi-Logos di kemudian hari. Pembangunan itu terjadi karena PB sendiri mendorong kepada refleksi lebih lanjut. Untuk mewartakan Yesus Kristus kepada kaum cerdik cendikiawan yang pada zaman itu berbudaya Hellenis, para apologet mengambil alih konsep filsafat Yunani. Filsafat Stoa membedakan antara logos sejauh mendiami alam rohani dengan logos sejauh mengkonikasikan diri, artinya sejauh diungkapkan. Pembedaan ini membantu para apologet untuk menerangkan hubungan antara Bapa dengan Putranya.

107 | D i k t a t D o g m a t i k a

Tertullianus (Abad I dan II). Menurutnya bahwa masing-masing kodrat Yesus bersifat utuh, dengan cirri dan coraknya sendiri. Masing-masing pula mempunyai fungsinya sendiri yang berbeda-beda. Sang logos mengerjakan mukjizat, sedangkan kodrat insani menderita sengsara. Namun kelirulah kita kalau menganggap kedua “substansi” itu terpisah satu sama lain. Hanya ada satu Yesus kristus, Putra Allah dan sekaligus Putra Manusia. dengan demikian di dalam Pribadi yang satu dan tak terpisahkan itu hadirlah Allah dan manusia, Ketuhanan dan kemanusiaan, Roh Illahi dan daging insani. Origenes beranggapan bahwa juga jiwa insani Yesus sudah ada sebelum inkarnasi. Hanya berbeda dengan jiwa-jiwa pra-ada lainnya yang jatuh meninggalkan Allah, jiwa insani Yesussudah dalam keadaannya yang pra-ada-dipersatukan dengan Logos Illahi. Persatuan itu demikian eratnya sehingga jiwa yesus yang pra-ada itu memasukkan Logos seluruhnya ke dalam dirinya. Akibatnya, yaitu dari Logoslah jiwa yesus menerima dan kemuliannya. Dan, karena kesatuannya dengan Logos pula jiwa Yesus kehilangan kemampuan berbuat dosa. Pada waktu inkarnasi, Logos yang sudah dipersatukan dengan jiwa Yesus itu masuk kedalam Yesus. Sejak saat itulah jiwa Yesus memainkan peranan penengah antara Logos abadi dengan tubuh Yesus yang terbatas. Arius dan kawan-kawannya menyangkal adanya jiwa insani dalam Logos yang telah menjelma. Menurut mereka Logos sendiri mengisi tempat jiwa sehingga tubuh Yesus dalam dirinya sendiri tampa jiwa. Bagi Anthanasius ada tidaknya jiwa manusiawi pada Yesus bukanlah masalah yang penting menarik perhatiannya. Pada pokoknya Anthansius menganut Kristologi Firman daging, tetapi dari sudut pandang yang bertolak belakang dengan pandang Arius. Eustathius dari Antiokhia, merupakan teolog pertama yang berusaha mengembangkan Kristologi Sabda-manusia. Dalam gagasan yang dikembangkan Eustathius itu Apollinaris mengamati suatu dualisme yang kiranya memecah-belah kesatuan pribadi Yesus Kristus. apollinaris mengikuti ajaran filsafat Plato diamana manusia terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Menurut Apollinaris, dalam Kristus terdapat tubuh insani dan jiwa irasional, dan unsur ketiga adalah tempatnya dari Logos ilahi. Perguruan tinggi Antiokhia, yang terkenal dengan metode ilmiah yang mereka pakai dalam menyelidiki kitab Suci, terarah kepada apa yang bersifat historis. Menolak alegori dan menaruh tekanan pada keberadaan Yesus sebagai manusia di bumi ini, pada perkembangan serta historisitas-Nya. Mazhad Antiokhia mau menjaga agar baik yang ilahi maupun yang insani-historis pada Yesus Kristus diperhatikan

108 | D i k t a t D o g m a t i k a

Sebaliknya, dalam perguruan Aleksandria para mazhadnya lebih dipengaruhi oleh pemikiran Yunani yang filosofis dan yang terarah kepada apa yang melampaui pancaindra, kepada kenyataan rohani dan ilahi. Pemikiran itu secara prinsip mempertentangkan yang ilahi dengan yang insani. Pendekatan pemenuhan, memusatkan perhatian pada agama-agama di Asia, yang menganggap Kristus sebagai pemenuhan terakhir kerinduan manusia akan penebusan berkarya dalam semua agama. Pendekatan semi-kontekstual, memusatkan perhatiannya dalam perhatian pada kemiskinan. Mewartakan Kristus di Asia dan mengharapkan pewartaan itu dimengerti dalam konteks budaya Asia, maka gereja harus berani masuk dalam ungkapan-ungkapan soteriologis agamaagama non-Kristiani dalam menemukan intisari yang memerdekakan. -

Baptisan dalam Yordan Agama Asia, dimana peristiwa ini mengandung empat implikasi bagi Gereja: seperti Yesus, dihadapan beberapa arus tradisi keagamaan pada zaman-Nya ketika ia menjawab panggilan kenabian-Nya, membuat opsi yang tegas. Seperti Yesus mempertemukan dalam diri-Nya spiritualitas Yohanes Pembabtis sendiri (pengingkaran dunia yang radikal, semangat kesalehan yang sederhana dari kaum miskin). Seperti Yesus telah merendahkan diri justru dijamin kridibilitas dan wibawanya oleh Allah sendiri dihadapan kaum miskin. Seperti Yesus, dengan menceburkan diri seolah-olah lenyap dalam suatu arus spiritualitas nenek moyang diantara kaum sederhana.

-

Baptisan dalam Kalvari Kemiskinan Asia. Yordan hanyalah permulaan kalvari. Pembabtisan atau sikap kenabian yang pertama di Yordan ditengah kaum miskin, Yahweh itu membawa Yesus kepada sikap kenabiaan-Nya yang terakhir, yakni pengosongan diri-Nya di salib Golgota dalam kemiskinan yang menyedihkan. Di sanalah budaya-budaya Asia akan membuka perbendaharaan gelar-gelarnya, simbolsimbolnya, dan rumusan-rumusannya untuk mengungkapkan penemuan baru mereka.

Tanggapan dogmatis: “Kristologi” Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi. Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus. Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh “surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita 109 | D i k t a t D o g m a t i k a

dan mati. Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, namun tidak sedikit pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kearah Dokestisme yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon. Rahasia mengenai Pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus hanyalah dapat kita rumuskan dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat paradoks. Dengan kata lain: mengenai rahasia, kita hanya dapat berbicara secara dealektik. Maka didalam rumusannya bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan sungguh-sungguh manusia, masing-masing merupakan bagian dari kalimat yang ber-paradoks itu harus diberi tekanan yang sama: baik yang satu maupun yang lain, kedua-duanya benar 100%.120 Sebagaimana didalam kitab Injil Sinoptik, kitab Injil Yohanes mengidentifikasikan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Namun dalam kitab Injil ini, menjadi anak Allah tidaklah berarti menjadi seorang manusia, atau bahkan anak manusia sorgawi, tetapi Firman Allah, yang pada mulanya bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1-2). Firman Allah yang sama itu juga disebut sebagai perantaraa penciptaan. Selain dalam kitab Injil Yohanes, ide serupa juga tentang penciptaan akan ditemukan ditempat lain dalam PB. Contohnya, klaim yang sama mengenai Anak Allah muncul dalam surat Ibrani 1:2 dan Kolose 1:16 dan mengenai anak Allah, Kristus telah ada sebelum penciptaan (preexistent).121 Hubungan antara Yesus Kristus dengan Allah disatu pihak dan dengan pihak lainnya, menimbulkan

pertanyaan

mengenai

sifat-Nya.

Dari

PB

sudah

jelas

bahwa

“kemanusiawiaanya” Kristus sama nyata dan alaminya seperti penerimaan-Nya secara sadar akan dan arena jati diri-Nya dengan kehendak dan tujuan Allah. Sementara mengakui bahwa kesadaran seseorang akan tetap merupakan misteri bagi orang lain kendati kadang-kadang ada makna yang terungkap. Gambaran Kristus dalam PB tidak memberi petunjuk mengenai apapun mengenai adanya konflik dalam kesadaran diri-Nya, sebaliknya ditunjukkan dengan jelas keutuhan kepribadiaan-Nya serta sentralitas tujuan-Nya yang tidak mendua dengan tujuan Allah.122

120

G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 189

121

Linwood Urban,. Op.Cit., hlm. 48-49

122

Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996: hlm. 134-135

110 | D i k t a t D o g m a t i k a

2.4. Pneumatologi123 Pneumatologi berasal dari bahasa Yunani yaitu pneuma yang artinya “roh”. Maka Pneumatologi adalah ajaran tentang Roh Kudus (Allah). Kata “pneuma” dalam bahasa Ibrani adalah “ruah” berarti sekaligus angin dan napas yang merupakan daya kekuatan yang ditemukan dalam angin serta nafas yang tidak dapat diketahui dari mana dan kemana kekutan itu. Angin merupakan kekuatan yang membuat hal-hal lain bergerak. Napas adalah angin dalam manusia, yaitu daya dan vitalitas yang terungkap dalam napas. Pada zaman IsraelAwal yaitu pada zaman Hakim-Hakim, Roh diberikan secara Insidental yaitu Roh Allah berkarya dalam tokoh-tokoh pemimpin, seperti Otniel (Hak 3:10) ataupun Gideon (Hak6:33). Pada saat bangsa Israel dalam bahaya besar, Roh masuk kedalam orang tertentu untuk membebaskan umat Israel dari kedaan yang sukar. Karya Roh ini tercetus dan terarah pada suatu kesusahan yang jelas bagi semua orang. Pada zaman kerajaan paham tentang Roh mengalami perubahan karena tindakan Allah yang membebaskan dan memimpin dilembagakan dalam jabatan raja yang bertugas mewakili Allah di tengah umat-Nya. Dalam hal ini, Roh ada pada mereka dan dianugrahkan pada mereka dalam hubungan dengan hal menjadi raja atau keadaan mereka sebagai raja. Oleh karena itulah karya Roh pun ada segi “tetap” sejauh Roh Tuhan ada pada raja. Pada zaman Pembuangan dan sesudahnya, Roh dipahami sebagai yang dijanjikan kepada Umat seluruhnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Yeh 36:25-27 yaitu nabi Yehezkiel menghibur umat Israel dalam pembuangan dengan janji akan dicurahkannya Roh Allah kedalam hati seluruh umat. Dalam hal ini, kiasan bahwa Roh “dicurahkan” adalah melambangkan telah diubahnya keadaan manusia sebagai akibat dari pembaharuan batin yang akan tinggal tetap. Nabi Yoel juga secara eksplisit menubuatkan dicurahkannya Roh Allah atas semua orang (bnd YI 2:28-29). Seperti halnya pengarang Perjanjian Lama, begitu pula Matius dan Markus melihat Roh Kudus sebagai daya kekuatan Allah. Daya Ilahi ini ada pada Yesus, dan “dengan kuasa Roh Allah” itulah Yesus mengusir setan dan memaklumkan menyingsingkan fajar kerajaan Allah (Mat 12:28). Harapan bahwa zaman Mesias telah tiba, terdengar pula dalam Mrk. 1:8, dimana Yohanes Pembaptis berkata, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan

123

Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm. 243-307

111 | D i k t a t D o g m a t i k a

membaptiskamu dengan Roh Kudus”. Dicurahkannya Roh Kudus atas jemaat Kristen perdana telah memenuhi perkataan Sang Pembaptis. Mengenai hubungan antara Roh dan Yesus, dapat diamati bahwa dalam karangan Lukas, Yesus sejak semula memilki Roh Kudus (Luk. 1:35), dan sesudah dimuliakan oleh Bapa yang membangkitkan-Nya, Yesus menjadi pemberi Roh kepada para rasul dan kepada jemaat-nya (Kis2:33). Bagi Lukas, Yesus melebihi para pemimpin Kharismatik yang kedudukannya seluruhnya dibawah Roh. Bila pada perjanjian Lama para nabi dibawa , disuruh dan dirasuki Roh, maka dalam karangan Lukas Yesuslah yang membawa, menyatakan dan mengutus Roh. Menurut pandangan Lukas hubungan antara Roh dan Gereja adalahberkat perantaraan Yesus maka Gereja pun mendapat Roh Kudus (Luk 24: 49; Kis 2:33). Dengan demikian Lukas mengaitkan Kristologi dan Eklesiologi. Pada zaman Gereja, karya Yesus diteruskan oleh Roh Kudus, baik dalam gereja yang telah dibentuk dan sekarang menjadi missioner maupun dalam dorongan-dorongan spontan yang mengarahkan kepada tujuan yang dikehendaki oleh Allah (Kis 8:29; 9:31.39; 11:13). Pengalaman umat perdana tentang Roh Kudus yang amat kaya dan beraneka ragam itu dilukiskan secara menarik sekali dalam Kisah Para Rasul. Namun, untuk memahami pengalaman rohani yang beranekaragam itu,

Paulus menyebutkannya dalam ajarannya

tentang “Gereja sebagai tubuh Kristus” dimana tiap-tiap anggota dianugrahi karunia Roh yang khusus demi kebaikan tubuh seluruhnya. Dalam surat-suratnya jua dia mengataka bahwa Roh sebagai sumberpengenalan akan Yesus Kristus, Rahasia Allah, yang menghidupkan. Injil Yohanes mengatakan bahwa Roh Kudus sebagai penafsir peryataan diri Allah dalam Yesus Kristus, dan dengan demikian sebagai pengantar yang menuntun kita memasukialam misteri. Dalam tulisan-tulisan Yohanes dikatakan bahwa Roh Kudus merupakan sebagai pemimpin kedalam “selurus kebenaran”. Seluruh kebenaran itu terletak pada peryataan, pewahyuan, penafsiran Allah oleh sang Putra dalam kepenuhan universalnya yang kongkret. “seluruh kebenaran itu” sudah ada bila Sang Putra dengan seluruh eksistensiNya yang telah menjadi daging menyatakan kebenaran cinta kasih ilahikemuliaan penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh 1:14, 7) dan kesaksian yang benar(Yoh 5:31; 8:14).

112 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pada abad II para apoleget mengakui iman trinitaris (Allah Bapa, Allah Putra, serta Roh Kudus, bersatu dalam kuasa ). Sang logos dan Roh ada sejak kekal didalam Allah, sebelum diproyeksikan oleh Allah ke dalam ciptaan dan kedalam untuk memanifestasikan diriNya. Ireneus mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam ekonomi yakni dalam pelaksanaan historis dari rencana ilahi. Sang Sabda dan sang Hikmat (Roh Kudus) dipandang Ireneus secara kiasan sebagai Dua Tangan Allah yang bekerja sama dalam menjadikan alam ciptaan. Peranan Roh dalam proses pewahyuan ilahi, yaitu Roh mewahyukan Putra, yang pada giliranNya mewahyukan Bapa. Origenes mengatakan bahwa Bapa itu adalah Allah, sedangkan Putra adalah Allah urutan kedua. Putra dan Roh Kudus dikaitkan dengan Bapa sebagai sumber ke-Allahan. Dalam hal ini, persekutuan antara Bapa, Putra dan Roh Kudus sudah ada sejakkekal dan mengenal kelahiran abadi Sang Putra dari Bapa, juga Roh Kudus dari Bapa, yakni melalui Putra.

Dari ketiga pendapat para tokoh diatas, lain halnya dengan pendapat Kaum Arian yang menyangkal Ketuhanan Putra Allah dan Roh Kudus. Diantara para penganut Konsili Nicea ada yang mengakui bahwa Putra sehakikat dengan Bapa, tetapi Roh Kudus tidak (kaum semi Arian). Makedonianisme yaitu ajaran kaum Pneumatomakhoi (penentang Roh) mengatakan bahwa Roh yang dalam Alkitab dibedakan dengan Bapa dan Putra karena itu hanya ciptaan saja, begitu pula karya Roh terhadap manusia bersifat ciptaan. Ada juga yang menganggap Roh Kudus semacam zat tengah yang dijadikan Allah dengan kedudukan antara Allah dan alam ciptaan ini. Menghadapi pandangan kaum Arian, Semi-Arian dan Pneumatomakhoi, para teolog ortodoks mempertahankan Ketuhanan Roh Kudus yaitu salah satunya adalah Cyrillus dari Yerusalem menandaskan bahwa seperti Putra, begitu pula Roh Kudus ikut serta dalam ketuhanan Bapa. Dia mengatakan bahwa pribadi Roh Kudus meupakan pribadi tersendiri dan menarik perhatian pada tindakan personal yang dikenakan kepada-nya. Heribert Muhlen merupakan ahli teologi modern yang paling berjasa dalam memajukan teologi Roh Kudus dalam kalangan Gereja barat. Untuk ajaran tentang Roh Kudus, Muhlen merincikan tiga sudut pandang utama yaitu: 1) dilihat dari segi teologi Trinitas, Roh Kudus dapat disebutkan sebgai kita/kami-Nya yang berpribadi antara Bapa dan Putra, sebagai kedekatan mutlak dalam hubungan antarpribadi yang di hayati Bapa dan Putra satu sama lain. 2) dipandang dari sudut sejarah keselamatan, Roh Kudus terutama tampak pada pengurapan 113 | D i k t a t D o g m a t i k a

Yesus. Pengurapan ini merupakan diutusnya Roh Kudus ke dalam kodrati insan Yesus yang dipribadikan Logos. Dengan demikian, pengurapan tersebut secara logis lebih kemudian dari pada inkarnasi logos itu sendiri, dan hal ini mamang sesuai dengan struktur keberalasan di dalam Allah Tritunggal. Dapat dikatakan bahwa diurapinya Yesus dengan Roh Kudus merupakan cara aktus-kita/kami yang intratrinitas itu menjadi tampak di dalam sejarah keselamatan. 3) dalam perjanjian rahmat, Roh kudus mempunyai hubungan langsung dari pribadi ke pribadi dengan kita ini. Tanggapan Dogmatis : ”Pneumatologi” Arius memahami Roh Kudus sebagai yang sama sekali tidak mempuyai kesamaan, baik dengan Bapa maupun dengan Anak. Juga diantara para teolog lain, ketidakpastian mengenai ajaran tentang Roh Kudus lebih besar dari pada dari pada ketidak pastian yang menyangkut homoousios Anak. Benar, bahwa beberapa teolog seperti Cyrilus dari Yerusalem mengirangirakan ortodoksi yang kemudian dalam ajaran mereka mengenai Roh Kudus. Bahkan diantara para penganut Konfesi Nicea tetap banyak terdapat ketidak pastian mengenai pesoalan kedudukan Roh Kudus dalam Trinitas. Keilahian Roh Kudus secara khusus ditolak oleh apa yang disebut kaum Pneumatomakian yang berkumpul disekitar Makedonius (342460M). Ketidakpastian akan ajaran Roh Kudus oleh para teolog dan penolakan keilahian Roh Kudus oleh kaum Arian dan kaum Pneumatomakian sehingga Athanasius membuat suatu pemahaman tentang kedudukan Roh Kudus. Athanasius mengatakan bahwa menurut kesaksian Alkitab yang tidak diragukan, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiah, tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas. Roh Kudus, kata Athanasius, berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu, sedngkan ciptaan bersifat fana, tergantung pada waktu dan tempat. Jadi Athanasius menyimpulkan bahwa, tanpa keraguan sedikit pun, Roh Kudus adalah Allah. Athanasius secara khusus menekankan hubungan antra Roh Kudus dengan Anak. Sebagaiamana pengetahuan tentang Roh melalui Anak, demikian jugalah Roh tidak dapat dilepaskan dari Anak. Ia adalah Roh dari Anak, yang diutus oleh Anak. Segala sesuatu yang termasuk pada Roh juga termasuk pada Anak, sebagaimana tertulis dalam Yohanes 16:13-14.124

124

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2001:hlm.77-78

114 | D i k t a t D o g m a t i k a

Zaman baru kerajaan Allah dimulai dan ditetapkan oleh Yesus dalam kematian, kebangkitan dan kematian-Nya. Jadi pencurahan Roh Kudus pada hari pentakosta adalah kedatangan kerajaan Allah kedalam sejarah manusia yang dimulai oleh kemenangan Yesus. Inilah Alasan Yesus untuk mengatakan jika ia tidak pergi maka Roh Kudus tidak akan datang (Yoh 16:7).125 Dalam hal ini, memanglah Roh Kudus harus dibedakan dari Yesus Kristus yang sudah dipermuliakan itu. Akan tetapi pada pihak lain, haruslah segera dipertimbangkan bahwa Kristus dan Roh Kudus tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Pekerjaan Roh Kudus dicirikan oleh Keesaan-Nya dengan Kristus, Roh Kudus tidak berkata diriNya sendiri (Yoh 16:13). Roh Kudus bersaksi tentang Yesus Kristus (Yoh 15:26). Ia akan memuliakan Aku, kata Yesus, sebab ia akan memberikan kepadamu apa yang diterimannya dari padaKu (Yoh 16:14). Dengan perantaraan Roh Kudus dan Alkitab, Kristus sendiri berbicara kepada kita. Roh Kudus dapat disebut Roh Kristus (Gal 4:6; Rm. 8:9; Flp 1:19; 1 Ptr 1:11). Yesus sendiri berkata kepada murid-muridNya: “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Di mana Roh kudus bekerja, di situ Kristus diberitakan dan dimuliakan. Demikianlah orang-orang beriman dapat menguji segala roh dan membedakan antara Roh Kudus dan pelbagai roh palsu : Roh Kudus datang dari Kristus dan mau memimpin kita kepada Kristus (1 Yoh 4:1-3).126 Roh Kudus diutus memasuki hati orang beriman dan Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh orang beriman (Gal. 4:6; Rm 8:16). Maka orang beriman dipanggil untuk hidup dalam hubungan dengan Allah sebagai anak Allah yang sejati. Mereka boleh menyebut Allah sebagai Bapanya.127

III. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan 

Wahyu dapat kita katakan sebagai suatu anugerah dari Allah yang diterima oleh manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan yang ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya. Sebagaimana Allah telah menyatakan diri kepada manusia dan akan membuat suatu karya yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita manusia.

125

Bruce Milne, Op.cit., hlm. 248-249

126

G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 343

127

Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2010: hlm. 361

115 | D i k t a t D o g m a t i k a



Pemahaman tentang theologi Trinitas ini sebenarnya bentuk jalinan kerja sama untuk menyatakan bahwa Allah, Putra dan Roh Kudus adalah satu bagian/hakekat yang memberikan inisiator, mediator dan komunikator kepada hidup manusia yang dilakukan rangka rencana penebusan, pelepasan yang mengikat janji kepercayaan yang monotheisme.



Kristologi merupakan pemahaman yang menyatakan misteri tentang pekerjaan, historikal yang menyang kut tentang Yesus. Disisi lain menyangkut eksistensiNya sebagai Allah dan sebagai manusia.



Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiah, tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas. Roh Kudus berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada.

Saran Dalam pembahasan buku ini, maka kelompok melihat dari sisi positif dan negatif dari buku ini. Hal positif buku ini: 

Menggambarkan secara sistematis penjelasan masing-masing bagian bab dengan cukup baik dan cukup luas dijabarkan, meskipun pada pembahasan ini tidak sampai akhirnya melainkan dilanjutkan pada buku bagian yang kedua.



Dengan membaca buku Teologi Sistematika maka diharapkan pembaca menjadi bertumbuh dan diperkuat oleh imannya dan percaya kepada Yesus Kristus bukan menjadi sesat karena keinginantahuan mendalami Alkitab



Dengan membaca buku ini maka akan menemukan Tradisi Kristiani.

Hal negatif buku ini: Dalam buku ini, digambarkan bahwa kekhasan tradisi Kristiani diberi tempat sentral namun skema-skema lama serta kemungkinan-kemungkinan ekpresi yang ketinggalan zaman tidak dipertahankan lagi. Dengan demikian, Setelah mengupas keseluruhan isi buku maka kami dari kelompok menganjurkan kepada seluruh pengontrak mata kuliah Dogmatika I supaya lebih memahami maksud dan tujuan pembahasan ini secara lebih objektif. Semoga apa yang telah kami bahas diatas menjadi tambahan wawasan kita dan kiranya berguna dipelayanan kita nantinya.

116 | D i k t a t D o g m a t i k a

Daftar Pustaka Dister, Nico Syukur 1990

Pengantar Teologi

Jakarta (BPK Gunung Mulia)

2004

Teologi Sistematika I

Yogyakarta (Kanisius)

Iman Kristen

Jakarta (BPK Gunung Mulia)

Hadiwijono, Harun 2010 Hans dan Weber, Reudi 1997

Kuasa: Sebuah Studi Teologi Alkitabiah Jakarta (BPK Gunung Mulia)

Lohse, Bernhard 2001

Pengantar Sejarah Dogma Kristen Jakarta (BPK Gunung Mulia)

Milne, Bruce 2003

Mengenali Kebenaran

Jakarta (BPK Gunung Mulia)

Niftrik G.C van dan Boland, B.J., 2008

Dogmatika Masa Kini

Jakarta (BPK Gunung Mulia)

Urban, Linwood 2003

Nama

Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen Jakarta(BPK Gunung Mulia)

: Daniel Kevin Sinaga Jhonathan Sitanggang

Mata kuliah : Dogmatika I (Perbaikan Sajian) Dosen

: Pdt. Dr. J. Boangmanalu

117 | D i k t a t D o g m a t i k a

TEOLOGI SISTEMATIKA I (Nico Syukur Dister) IV. Siapakah Nico Syukur Dister? Nico Syukur Dister lahir di Maastricht, Belanda pada tahun 1939. Ia belajar filsafat dan theologi di Belanda, Belgia dan Jerman. Disertasi di Universitas Leuven, Belgia pada tahun 1972 dengan judul Koinsidensi Pertentangan dalam Filsafat Cusanus. Mengajar sebagai dosen tetap dari tahun 1973 sampai 1983 di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta untuk bidang Theologi Dasar dan mulai tahun 1983 sampai sekarang di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Fajar Timur Jayapura untuk bidang Sejarah Filsafat Barat dan Sejarah Theologi, selain untuk beberapa cabang Teologi Sistematika. Di samping itu mengajar sebagai dosen tidak tetap di Unika Atma Jaya Jakarta untuk bidang Psikolgi Agama; di Universitas Cendrawasih Jayapura untuk bidang Sejarah Pemikiran Modern; dan di Sekolah Tinggi Theologia I.S. Kijne Jayapura untuk bidang Theologi Sistematika. Dari tangannya telah terbit berbagai publikasi di bidang Filsafat, Theologi dan Psikologi Agama.

V. Isi Ringkas Buku 2.1. Theologi Wahyu dan Iman128 Teologi itu ilmu iman, maka caranya untuk memperoleh pengetahuan bukan hanya melalui sensus, ratio dan intellectus, yaitu masing-masing pengalaman indrawi, akal budi dan intuisi rohani. Ketiga cara ini sesuai dengan kemampuan triganda yang dimiliki manusia demi kodratnya. Ketiga ini merupaka prinsip pengetahuan pada umumnya sehingga berlaku untuk setiap ilmu, termasuk ilmu teologi. Pada hakikatnya wahyu merupakan inisiatif Allah dalam mendekati manusia begitu rupa sehingga Allah menganugerahkan diriNya kepada manusia. Supaya dapat diimani manusia wahyu itu harus disampaikan kepada manusia, dan penyampaian itu terjasdi di dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Sejauh menjadi saranya penyampaian wahyu Allah, sejarah umat manusia sepantasnya disebut sejarah keselamatan, mengingat Allah mewahyukan diri demi keselamatan manusia.

128

Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I, Kanisius, Yogyakarta 2004: hlm. 35-124

118 | D i k t a t D o g m a t i k a

Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia sebab wahyu yang tidak ditanggapi manusia itu tidak mencapai sasarannya, dan sejauh itu bukanlah wahyu dalam arti yang penuh. Di dalam kitab suci, wahyu disampaikan kepada nenek moyang kita melalui perantaan para nabi. Pada hakikatnya, wahyu dalam kitab suci dapat diringkaskan dalam dua kata ini. Allah berbicara. Allah keluar dari keadannya yang tersembunyi, secara aktif menyatakan diri, memberi kesaksian tentang sikap, sifat, dan kehendakNya, membuat diriNya dikenal dan diakui. Dalam perjanjian lama wahyu Allah terjadi terutama melalui para nabi. Yang dinyatakan Tuhan, yaitu: Kehendaknya, diwahyukan Allah dalam hukum taurat: “Ia memberitakan firamanNya kepada Yakub, ketetapanNya, dan hukumNya kepada Israel” (Mzm. 147:19) Kemahakuasaan serta Kemuliannya, dinyatakan Alah dalam alam ciptaan: langit menceritakan kemuliaan Allah , dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya (Mzm. 19:2). Dengan menjadikan langit dan bumi, Allah menyakatan diri sebagai Allah yang hidup, ketimbang ketakberdayaan berhala-berhala yang mati (Yos. 3:10, Ul. 5:23, Mzm. 96:5; 97:7) dan Keadilan Serta Kerahiman, Tuhan dinyatakn dengan memilih, membimbing, dan melindungi umatnya. Wahyu dalam perjanjian baru adalah wahyu dalam dan oleh Yesus Kristus Anak Allah (Mat. 17:5) wahyu perjanjian baru sifatnya unik karena dua alasan. Pertama, karena Yesuslah satu-satunya pembawa wahyu dalam arti yang sesungguhnya dan sepenuhnya. Kedua, karena Yesus merupakan satu-satunya “objek” wahyu. Yang dimaksudkan Paulus dengan wahyu ialah penyingkapan rencana Allah tentang keselamatan dalam Kristus (Rom. 16:25-27) dan juga tentang penghakiman yang adil. Tentu saja juga pada santo Paulus “wahyu” mengandung pemberitahuan serta pemerkayaan pengetahuan rohani, tetapi pahamnya tidak memiliki corak inteklektualistis yang kuat sebagaimana halnya di kemudian hari dalam teologi skolastik. Paham wahyu yang demikian diuraikan W. Grossouw dan J. de Fraine, SJ, secara lebih lanjut dalam butir berikut sambil merangkum teks-teks yang bersangkutan: 5. Pelaku wahyu, dalam arti yang petama dan sesungguhnya ialah Allah yang dalam kedaulatan dan kebebasan kehendakNya yang maha kuasa, dalam kasih karuniaNya yang tak terhingga, dan menurut hikmatNya yang beraneka ragam telah merancangkan rahasia keselamatan itu.

119 | D i k t a t D o g m a t i k a

6. Sasaran wahyu, bukan hanya pengaruniaan pribadi. Wahyu itu bukan ajaran rahasia yang hanya diperuntukkan bagi orang tertentu yang serahasia, seperti dalam agama misteri Helenis, melainkan suatu penyingkapan dalam arti yang sepenuh-penuhnya demi keselamatan umat manusia, 7. Wahyu yang masih dinantikan, ialah penyingkapan kemuliaan eskatologis yang akan terjadi pada parusia, yaitu penytaan sang Kristus dengan semarak dan mulia bila Ia kembali di

akhir zaman. Pada saat itu akan dinyatakan juga kemuliaan kita

bersama dengan Dia. 8. Isi wahyu,

ialah misteri sang Kristus dan Yesus Kristus sendiri. Apa yang

selanjutnya dikatakan Paulus sebagai obkjek wahyu itu selalu berpautan dengan kenyataan keselamatan yang utama tadi, yakni kebenaran Allah yang membawa keselamatan, tata iman kepercayaan, arti Kristiani dari perjanjian lama, kemuliaan yang akan datang, murka Allah, manusia durhaka dan rahasia kedurhakaan, penyataan-penyataan pribadi yang diterima Paulus tidak diketahui apa isi penyataan yang disebut dalam 2 Korintus 12 :1-2.

Sikap manusia terhadap wahyu haruslah iman kepercayaan, yang oleh Yohannes kadang-kadang disebut melihat. Dalam Anak Allah yang telah menjadi mansuia itu wahyu pada hakikatnya sudah diberikan. Namun demikian pandangan Yohannes dan Paulus bersesuaian lagi bila Yohannas berbicara mengenai hari kedatanganNya, yaitu apabila Kristus akan menyatakan dirinya, kita akan sama seperti dia, sebab kita akan melihat dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Dapat dimengerti bahwa paham wahyu kodrati tidak kita temukan pada Yohannes. Ia hanya mengenal wahyu dalam arti yang penuh, yakni wahyu Anak dan wahyu Bapa melalui anak yang seluruhnya bersifat adikodrati dalam firman yang telah menjadi manusia. Dalam refleksi paska rasuli atas kenyataan wahyu, pemahaman tentangnya terungkap bukan hanya dalam terminology pewahyuan sendiri, tetapi juga dalam berbagai istilah lain. Apa yang telah diwahyukan Allah secara umum melalui alam ciptaannya dan sejarah bangsa Indonesia pada umumnya itu ditegaskannya sekali lagi secara khusus melalui kitab suci dan sejarah keselamatan. Kekhususan itu terlatak dalam pemilihan suatu bangsa yang khusus, Israel, yang menghasilkan pengenalan akan Allah yanhg lebih tepat. Para pemikir Kristiani ayng ortodoks menonjolkan ciri khas wahyu yang Kristiani dengan naik banding

120 | D i k t a t D o g m a t i k a

kepada ekonomi keselamatan, yakni kepada perwujudan historis dari rencana Allah untuk menyelamatkan bangsa. Iman menurut teologi dewasa ini yang endapan teologisnya disahkan Magesterium gereja dalam konstitusi Dei Verbum itu juga. Iman dipahami sebagai tindakan percaya artinya iman dengan mana, dan tindakan itu diartikan Vatikan II pertama-tama sebagai dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah. Bila dalam alkitab Wahyu berarti bila Allah berbicara, maka pembicaraan itu berlangsung bukan hanya kata-kata para nabi, dan juru bicara lainnya, yang bertugas menafsirkan peristiwa sejarah, tetapi Allah berbicara pula melalui peristiwa-peristiwa itu sendiri yang ditafsirkan oleh orang-orang yang ditugaskanNya itu. Sikap beriman mengandaikan kehendak yang secara aktif mendengarkan apa yang difirmankan Allah. Oleh kerena itu beriman berarti taat dan patuh keopada perintah Allah sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku. Dalam perjanjian lama beriman berarti juga menaruh percaya pada janji Allah. Wahyu Allah dalam perjanjian pertama mendapat bentuk konkret baik dalam hukum taurat maupun dalam janji keselamatan. Maka, beriman berarti percaya bahwa Allah akan menggenapi

apa yang

dijanjikannya itu (bdk. Kej. 15:6). Paham iman pada para bapa apostolic (tahun 90-165) masih sangat dekat dan mirip dengan iman dalam kitab suci. Di satu pihak, mereka menekankan sikap taat kepada hukum Ilahi, sehingga terdapat nuansa etis yang kuat. Hubungan dengan Kristus terungkap bukan hanya dalam pandangan bahwa dialah pemberi hukum, tapi juga dalam penegasan bahwa orang beriman bersatu dengan Kristus secara personal pneumatis. Dilain pihak, iman terarah kepada kebahagiaan eskatologis: iman dan harapan bersatu padu. Berbeda dengan para bapa apostolic yang ajarannya mengajarkan pendalaman iman qua talis, para apologet Yunani menghadapkan iman Kristiani pada budaya Helenis yang sejaman, lalu berusaha mempertanggungjawabkan iman Kristiani dihadapan budaya helenis. Termasuk juga jasa para apologet yaitu menunjukkan bahwa selayaknya manusia sebagai makhluk berbudi itu percaya akan wahyu Biblis tentang kebangkitan badan, nubuat para nabi, dan kedudukan serta peranan Kristus sebagai sabda Allah. Walaupun konsili Vatikan I mengeluarkan konstitusi dogmatis de Fide Catholica (tentang iman katolik), namun di dalamnya tidak diberikan uraian menyeluruh mengenai hakikat iman, yakni segi intelektual, segi pengetahuan, damn khususnya hubungan iman dan akal budi. Bagi vatikan I, beriman berarti percaya bahwa sesuatu hal benar. Iman dipandang 121 | D i k t a t D o g m a t i k a

konsili sebagai kebenaran-kebenaran oleh akal budi mansuia berdasarkan pemberitahuan dari pihak Allah yang mewahyukan kebenaran tersebut. Iman itu adalah anugrah Allah yaitu karya Roh Kudus, maupun tindakan manusia. Roh Kudus menerangi akal budi kita dan membimbing daya-daya kita. Keaktifan roh itulah yang disebut konsili “bantuan batiniah dari Roh kudus”, berkat mana manusia mendapat kenikmatan menyetujui warta injil secara benar. Kegiatan Roh Kudus itu tidak membuat manusia menjadi pasif dalam iman kepercayaan, iman tetap tindakan manusia juga. Sebagai makhluk berbudi, manusia percaya. Maka, dengan bebas, tanpa paksaan apapun, manusia menyerahkan diri kepada gerak Roh Kudus dan menyetujui pewartaan. Teologi fundamental dalam arti pertanggungjawaban teologi iman terhadap akal budi dikembangkan lebih lanjut dalam era antara vatikan I dan II, antara lain karena perhatian besar Vatikan I baik pada kewajaran maupun batas-batas teologi alamiah atau teoligi kodrati dalam konstitusi Dei Filius. Dalam rangka pertanggungjawaban iman itu, konsili vatikan I menuju kepada tandatanda lahiriah yang menyertai bantuan batiniah roh kudus, seperti nubuat dan mukzizat. Akan tetapi, apa yang dalam mempertanggungjawabkan iman di hadapan akal budi itu tak kalah pentingnya dalam mengacu kepada keselarasan misi pewartaan dengan kerinduan terdalam yang ada dalam hati manusia yang haus akan Allah sebagaimana dibuat oleh pemikir zaman modern. 2.2. Theologi Trinitas129 Pembahasan Allah adalah penyelamat menyangkut misteri Allah Tritunggal menjadi inisiator, mediator dan komunikator keselamatan manusia yang menyempurnakan hidup manusia melalui tindakanNya dalam sejarah keselamatan yang bersifat pewahyuan diri Allah Tritunggal. Pada kenyataannya, keselamatan itu dikerjakan Allah dengan penjelmaan sabdaNya yang kekal dan dengan perutusan Roh KudusNya. Pewartaan dan pengajaran gereja, syahadat merangkum secara singkat iman kepercayaan Kristiani terdiri dari tiga bagian yakni, Bapa, Putra, Roh Kudus menjadikan teologi Allah Tritunggal yang mendorong bertumbuh dan berkembang iman akan Bapa dan Putera, Yesus Kristus serta pengalaman kehadiran Roh Kudus. Menurut Lohse Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber bukan Kristiani. Tetapi yang penting disadari ialah perlunya mengembangkan ajaran tentang Allah Tritunggal dalam 129

Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.125-180

122 | D i k t a t D o g m a t i k a

lingkungan filosofis dan religius supaya dapat memberikan ekspresi intelektual yang jelas kepada imannya. Dalam Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah yang Tritunggal sehingga kurang menyampaikan ajaran tertentu selain membicarakan Kerajaan Allah. Akan tetapi dari Perjanjian Baru ditemukan akar-akar ajaran Trinitatis dimana konsep yang ditemukan tentang Allah itu sebagai berikut: Allah Perjanjian Baru adalah Allah Yang Esa. Agama asli yang terkenal dengan ketatnya monotheisme, Yahudi yang menimbulkan perlawanan dari bangsa lain yang mengenal adanya politheisme. Selain mempercayai adanya Allah dalam arti YHWH, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, orang Kristen pada masa itu juga mempercayai Yesus Kristus. Hal yang senada ditekankan oleh F Courth, justru perkembangan iman akan Yesus Kristus yang diandaikan dalam iman akan Allah Tritunggal. Peristiwa Yesus dalam sejarah umat manusia diperkenalkan misteri Trinitas. Pemicu untuk menyakinkan hal itu adalah peristiwa kebangkitanNya. Kemudian peristiwa dimulainya penampakan-penampakan. Hanya dalam rangka kepercayaan Allah, Sang Bapa, pengakuan iman itu dengan Yesus yang sudah bangkit itu dikenal adalah Anak Allah. Kristus yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa itu diyakini sebagai Juru Selamat yang bersatu dengan Bapa secara tak terpisahkan dan terbandingkan dan dengan itulah gambaran Allah. Dalam diri Yesuslah logos ilahi yang mula-mula bersama Allah menjelma menjadi manusia. Dapat dikatakan bahwa Yesus praada; Ia sudah ada sebelum tiba di bumi ini (Yoh. 1:1-18). Ada anggapan para penulis teks Perjanjian Baru yang berpikir bahwa Yesus sebagai sebagai Allah tanpa melepaskan Yesus juga manusia sejati. Disamping itu kedatangan dan salib Yesus mempunyai arti bagi seluruh umat di dunia. Pemahaman akan Yesus itu berkembang ditentukan oleh Roh Kudus. Bagi Santo Paulus Kristus dimuliakan dalam jemaat itu melalui pekerjaan Roh Kudus. Bentuk itu melambangkan kehadiran Allah ditengah-tengah manusia dan di dalam gereja. Dengan cara itulah Ia meneruskan karya penebusam Yesus. Petunjuk tentang perbedaan antara Kristus dan Roh Kudus diperoleh dalam Injil Yohanes dimana tertulis bahwa setelah Yesus pergi, Ia akan mengutus Roh Kudus sebagai “penolong yang lain” Perkembangan akan Kristus sedang berkembang pada gereja perdana dalam eksistensinya yang baru orang yang telah dibaptis itu ditentukan dari pihak Yesus maupun Roh Kudus tetapi Bapa juga terlibat dalam pemulihan eksistensi tersebut Dialah (Bapa) adalah sang inisiator. Sehingga Paulus merumuskan ucapan berkat : Kasih karunia Tuhan 123 | D i k t a t D o g m a t i k a

Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian (2 Kor. 13:13). Dalam kehidupan gereja perdana mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan mengakui kehadiran Roh Allah di dalam gereja yang didasarkan dicurahkanNya Roh Kudus. Akan tetapi butuh waktu yang lama untuk menyadari pemahaman yang menyeluruh tentang Allah. Lohse menyebutkan beberapa hal mendasar diinsafi gereja mula-mula, lalu boleh dikatakan cikal-bakal ajaran Trinitas, antara lain: 1. Allah itu Esa, sehingga umat tidak percaya dua atau tiga allah 2. Allah yang Esa itu telah menyatakan diri dengan cara triganda sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus 3. Sang Bapa dan Putra tidak dapat disamakan satu sama lain begitu rupa sehingga perbedaan antara mereka hilang, seakan-akan Putra cuma sekedar suatu “topeng” yang di belakangnya sang Bapa bersembunyi. Pada abad II titik berat gereja (beserta theologisnya) berpindah dari lingkungan Palestina kea lam pikiran Yunani. Dengan demikian gereja diperhadapkan pada masalah inkulturasi, perlunya mengungkapkan iman kepercayaannya ke dalam suatu bahasa yang dimengerti orang yang berbudaya Hellenis. Pemikiran Yunani dengan pemikiran Ibrani, dimana bangsa Israel kebenaran itu diwahyukan melalui sejarah, sedangkan orang Yunani merupakan hal yang mengada. Konsep Allah sendiri berubah menjadi metafisis yang berpusat mengada. Penerapan konsep Allah ini, mengakibatkan perbedaan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus menjadi ber-hypostasis, artinya berdiri sendiri. Para apoleget gereja perdana bertindak sebagai perintis inkulturasi ketika mereka mempersatukan konsep Yunani logos dengan gagasan logos dalam prakata Injil Yohanes 1:1-18 dan memandangnya sebagai kepribadian sendiri. Jalan pikiran Yustinus Martinur menunjukkan bahwa Kristus adalah Allah yang lain membuatnya jatuh ke suatu pluralisme yang lebih mengarahkan kepada politheisme. Sehinnga harus berupaya keras untuk kepada monotheisme. Kaum monarkianisme ada dua macam, yang satu bersifat dinamistik berpendapat bahwa manusia Yesus berkaryalah suatu daya, suatu kekuatan yang ilahi tetapi impersonal. Yesus diangkat menjadi Putra Allah. 124 | D i k t a t D o g m a t i k a

Menurut Monarkianisme Modalistik, Allah itu satu pribadi saja. Putra dan Roh Kudus hanyalah cara Allah menampakkan diri. Doketisme menurut paham Gnostik, tubuh Kristus di bumi ini hanyalah tubuh yang semu. Tubuh itu ditinggalkanNya sebelum penyaliban. Ireneus mengupas pembahasan tentang Allah dimana keesaan Allah begitu kuat. Menurut ada dan kuasaNya, Allah hakekatnya Esa tetapi pelaksanaan penebusan terdapat pada Bapa dan Putra. Firman itu hypostaseis yang lahir daripadaNya sebelum dunia diciptakan. Putra lahir dari Bapa sebelum adanya waktu. Ireneus menolak spekulasi apa pun yang berusaha masuk lebih dalam tentang misteri kelahiran sang Putra ini. Sementara itu Tertualianus mengungkapkan baik keesaan Allah maupun ketiga pribadi yang berhubungan satu sama lain. Dalam hakikat yang satu terdapat tiga pribadi tetapi adanya tiga pribadi yang tidak berarti bahwa ada lebih dari satu Allah. Demi sejarah keselamatan, demi oikonomia ilahi diperlukan tiga pribadi sehingga terdapat diffrensiasi triganda dari keesaan. Dipihak lain ada juga kekurangan ajaran Tertulianus tentang Trinitas bila dipandang sari sudut dogma gereja yang resmi. Dengan tegas sang Putra disubordinasi kepada Bapa; tidak semartabat tetapi tidak lebih rendah derajatNya dari Bapa. Berdasarkan ajaran dasar trinitas mengenai identitas hakikat dan perbedaan Bapa, Putra dan Roh Kudus, maka ia menolak paham yang disebutkan oleh Monarkianisme dan Gnostisisme. Origenes menyatakan Allah itu satu tetapi ia kurang mampu menjelaskan kesatuan Allah itu. Ia berpendapat arti Bapa itu adalah Allah. Allah memang biasa diterapkan kepada Putra dan Roh Kudus tetapi keilahian mereka bersifat sekunder yang diturunkan dari Bapa, yang bersumber dari Bapa. Pendapatnya yang lain adalah Origenes menerima suatu penciptaan yang abadi. Menurutnya kebaikan dan kuasa Allah itu sempurna dan karena itu harus mempunyai objek-objek yang kepadanya kebaikan dan kuasa yang itu terarahkan. Menurut pandangan Arius Allah tidak selalu Bapa. Putra Allah pun pernah tidak ada. Baru dengan menciptakan Sang Sabda, Allah menjadi Bapa. Sabda itu dipandangnya sebagai Putra Allah. Jadi menurut Arius Sang Putra boleh saja disebut Allah keallahanNya tidak melekat pada keberadaanNya melainkan dianugerahkan kepadaNya. Gelar Tuhan dan Allah yang benar telah mengangkatnya menjadi Allah dengan melihat jasaNya. Akan tetapi adopsi ini tidak menghasilkan partisipasi yang real Ketuhanan tidak sebanding denganNya. Allah tidak mungkin ada bandinganNya. Sang Logos menduduki tempat tengah antara Allah dan dunia. Allah menciptakannya untuk menjadi sarana penciptaan dunia. Dan Roh Kudus merupakan ciptaan Logos yang pertama. Roh itu kurang ilahi lagi daripada Logos. Logos telah menjadi daging dalam arti bahwa menunaikan tugas suatu jiwa di dalam Yesus Kristus. 125 | D i k t a t D o g m a t i k a

2.3. Kristologi130 Suatu Kristologi yang secara konseptual dan intelektual telah dikembangkan lebih lanjut, belum terdapat dalam kitab-kitab PB. Yang ada adalah ungkapan kristologi yang bila dibandingkan dengan teologi Tritunggal-lebih berkembang daripada ungkapan yang menjadi titik tolak bagi ajaran Tritunggal di kemudian hari. Alasannya adalah perkembangan suatu Kristologi sangat dimajukan berkat pertemuan Kristen purba secara langsung dengan Yesus Kristus. Para murid Yesus, termasuk para pengarang Injil, tidaklah ragu-ragu sedikit pun akan kemanusian Yesus yang sungguh-sungguh. Akan tetapi, serentak mereka juga berkeyakinan bahwa Yesus Kristus bukan sembarang utusan Allah, bukan hanya seorang utusan lain disamping sekian banyak.

Konsep-konsep Kristologi yang semula sangat bervariasi, kemudian digabung-gabungkan sehingga yang yang tinggal ialah beberapa konsep saja, beberapa pola pemikiran yang dengan jelas berbeda satu sama lain. Dari pola-pola itu kita hanya mengikuti satu garis pemikiran saja, yakni garis pemikiran yang bertolak belakang dari keyakinan dwiganda para murid Yesus tadi, kemudian melalui Kristologi Paulus dan Yohanes dikembangkan menjadi Kristologi-Logos oleh para apologet serta bapa-bapa Gereja, akhirnya pada abad V menelurkan ajaran resmi tentang dua kodrat yang dimiliki oleh Pribadi Yesus Kristus yang satu dan sama.

Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi. Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus.

Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh “surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita dan mati. Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, numun tidak sedikit pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kea rah Dokestisme yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon.

130

Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm.181-241

126 | D i k t a t D o g m a t i k a

Sementara itu, dalam tulisan Paulus terdapat tiga teks yang penting sebagai dasar biblis bagi ajaran tentang Kristus sebagaimana kemudian ditetapkan oleh gereja. Ketiga teks itu adalah: Gal 4:4 dimana pra-eksistensi Yesus dinyatakan, dan Rm 1:3-4 serta Flp 2:5-11 yang menyebutkan bahwa Yesus mempunyai dua cara berada. Tulisan Yohanes juga mengandung gagasan-gagasan yang bersifat mendasar bagi perkembangan Kristologi kemudian. Injil Yohanes Perjanjian Baru menyediakan dasar untuk membangun suatu Kristologi-Logos di kemudian hari. Pembangunan itu terjadi karena PB sendiri mendorong kepada refleksi lebih lanjut.

Untuk mewartakan Yesus Kristus kepada kaum cerdik cendikiawan yang pada zaman itu berbudaya Hellenis, para apologet mengambil alih konsep filsafat Yunani. Filsafat Stoa membedakan antara logos sejauh mendiami alam rohani dengan logos sejauh mengkonikasikan diri, artinya sejauh diungkapkan. Pembedaan ini membantu para apologet untuk menerangkan hubungan antara Bapa dengan Putranya.

Tertullianus (Abad I dan II). Menurutnya bahwa masing-masing kodrat Yesus bersifat utuh, dengan cirri dan coraknya sendiri. Masing-masing pula mempunyai fungsinya sendiri yang berbeda-beda. Sang logos mengerjakan mukjizat, sedangkan kodrat insani menderita sengsara. Namun kelirulah kita kalau menganggap kedua “substansi” itu terpisah satu sama lain. Hanya ada satu Yesus kristus, Putra Allah dan sekaligus Putra Manusia. dengan demikian di dalam Pribadi yang satu dan tak terpisahkan itu hadirlah Allah dan manusia, Ketuhanan dan kemanusiaan, Roh Illahi dan daging insani. Origenes beranggapan bahwa juga jiwa insani Yesus sudah ada sebelum inkarnasi. Hanya berbeda dengan jiwa-jiwa pra-ada lainnya yang jatuh meninggalkan Allah, jiwa insani Yesussudah dalam keadaannya yang pra-ada-dipersatukan dengan Logos Illahi. Persatuan itu demikian eratnya sehingga jiwa yesus yang pra-ada itu memasukkan Logos seluruhnya ke dalam dirinya. Akibatnya, yaitu dari Logoslah jiwa yesus menerima dan kemuliannya. Dan, karena kesatuannya dengan Logos pula jiwa Yesus kehilangan kemampuan berbuat dosa. Pada waktu inkarnasi, Logos yang sudah dipersatukan dengan jiwa Yesus itu masuk kedalam Yesus. Sejak saat itulah jiwa Yesus memainkan peranan penengah antara Logos abadi dengan tubuh Yesus yang terbatas.

Arius dan kawan-kawannya menyangkal adanya jiwa insani dalam Logos yang telah menjelma. Menurut mereka Logos sendiri mengisi tempat jiwa sehingga tubuh Yesus dalam 127 | D i k t a t D o g m a t i k a

dirinya sendiri tampa jiwa. Bagi Anthanasius ada tidaknya jiwa manusiawi pada Yesus bukanlah masalah yang penting menarik perhatiannya. Pada pokoknya Anthansius menganut Kristologi Firman daging, tetapi dari sudut pandang yang bertolak belakang dengan pandang Arius. Eustathius dari Antiokhia, merupakan teolog pertama yang berusaha mengembangkan Kristologi Sabda-manusia.

Dalam gagasan yang dikembangkan Eustathius itu Apollinaris mengamati suatu dualisme yang kiranya memecah-belah kesatuan pribadi Yesus Kristus. apollinaris mengikuti ajaran filsafat Plato diamana manusia terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Menurut Apollinaris, dalam Kristus terdapat tubuh insani dan jiwa irasional, dan unsur ketiga adalah tempatnya dari Logos ilahi.

Perguruan tinggi Antiokhia, yang terkenal dengan metode ilmiah yang mereka pakai dalam menyelidiki kitab Suci, terarah kepada apa yang bersifat historis. Menolak alegori dan menaruh tekanan pada keberadaan Yesus sebagai manusia di bumi ini, pada perkembangan serta historisitas-Nya. Mazhad Antiokhia mau menjaga agar baik yang ilahi maupun yang insani-historis pada Yesus Kristus diperhatikan

Sebaliknya, dalam perguruan Aleksandria para mazhadnya lebih dipengaruhi oleh pemikiran Yunani yang filosofis dan yang terarah kepada apa yang melampaui pancaindra, kepada kenyataan rohani dan ilahi. Pemikiran itu secara prinsip mempertentangkan yang ilahi dengan yang insani.

Pendekatan pemenuhan, memusatkan perhatian pada agama-agama di Asia, yang menganggap Kristus sebagai pemenuhan terakhir kerinduan manusia akan penebusan berkarya dalam semua agama. Pendekatan semi-kontekstual, memusatkan perhatiannya dalam perhatian pada kemiskinan. Mewartakan Kristus di Asia dan mengharapkan pewartaan itu dimengerti dalam konteks budaya Asia, maka gereja harus berani masuk dalam ungkapa-ungkapan soteriologis agamaagama non-Kristiani dalam menemukan intisari yang memerdekakan. -

Baptisan dalam Yordan Agama Asia, dimana peristiwa ini mengandung empat implikasi bagi Gereja: seperti Yesus, dihadapan beberapa arus tradisi keagamaan pada zaman-Nya ketika ia menjawab panggilan kenabian-Nya, membuat opsi yang tegas. Seperti Yesus mempertemukan dalam diri-Nya spiritualitas Yohanes Pembabtis sendiri

128 | D i k t a t D o g m a t i k a

(pengingkaran dunia yang radikal, semangat kesalehan yang sederhana dari kaum miskin). Seperti Yesus telah merendahkan diri justru dijamin kridibilitas dan wibawanya oleh Allah sendiri dihadapan kaum miskin. Seperti Yesus, dengan menceburkan diri seolah-olah lenyap dalam suatu arus spiritualitas nenek moyang diantara kaum sederhana. -

Baptisan dalam Kalvari Kemiskinan Asia. Yordan hanyalah permulaan kalvari. Pembabtisan atau sikap kenabian yang pertama di Yordan ditengah kaum miskin, Yahweh itu membawa Yesus kepada sikap kenabiaan-Nya yang terakhir, yakni pengosongan diri-Nya di salib Golgota dalam kemiskinan yang menyedihkan. Di sanalah budaya-budaya Asia akan membuka perbendaharaan gelar-gelarnya, simbolsimbolnya, dan rumusan-rumusannya untuk mengungkapkan penemuan baru mereka. 2.4. Pneumatologi131 Pneumatologi berasal dari bahasa Yunani yaitu pneuma yang artinya “roh”. Maka

Pneumatologi adalah ajaran tentang Roh Kudus (Allah). Kata “pneuma” dalam bahasa Ibrani adalah “ruah” berarti sekaligus angin dan napas yang merupakan daya kekuatan yang ditemukan dalam angin serta nafas yang tidak dapat diketahui dari mana dan kemana kekutan itu. Angin merupakan kekuatan yang membuat halhal lain bergerak. Napas adalah angin dalam manusia, yaitu daya dan vitalitas yang terungkap dalam napas. Pada zaman Israel-Awal yaitu pada zaman Hakim-Hakim,

Roh diberikan secara

Insidental yaitu Roh Allah berkarya dalam tokoh-tokoh pemimpin, seperti Otniel (Hak 3:10) ataupun Gideon (Hak6:33). Pada saat bangsa Israel dalam bahaya besar, Roh masuk kedalam orang tertentu untuk membebaskan umat Israel dari kedaan yang sukar. Karya Roh ini tercetus dan terarah pada suatu kesusahan yang jelas bagi semua orang. Pada zaman kerajaan paham tentang Roh mengalami perubahan karena tindakan Allah yang membebaskan dan memimpin dilembagakan dalam jabatan raja yang bertugas mewakili Allah di tengah umat-Nya. Dalam hal ini, Roh ada pada mereka dan dianugrahkan pada mereka dalam hubungan dengan hal menjadi raja atau keadaan mereka sebagai raja. Oleh karena itulah karya Roh pun ada segi “tetap” sejauh Roh Tuhan ada pada raja. 131

Nico Syukur Dister, Op.cit.,hlm. 243-307

129 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pada zaman Pembuangan dan sesudahnya, Roh dipahami sebagai yang dijanjikan kepada Umat seluruhnya. Hal ini dapat kita lihat dalam Yeh 36:25-27 yaitu nabi Yehezkiel menghibur umat Israel dalam pembuangan dengan janji akan dicurahkannya Roh Allah kedalam hati seluruh umat. Dalam hal ini, kiasan bahwa Roh “dicurahkan” adalah melambangkan telah diubahnya keadaan manusia sebagai akibat dari pembaharuan batin yang akan tinggal tetap. Nabi Yoel juga secara eksplisit menubuatkan dicurahkannya Roh Allah atas semua orang (bnd YI 2:28-29). Seperti halnya pengarang Perjanjian Lama, begitu pula Matius dan Markus melihat Roh Kudus sebagai daya kekuatan Allah. Daya Ilahi ini ada pada Yesus, dan “dengan kuasa Roh Allah” itulah Yesus mengusir setan dan memaklumkan menyingsingkan fajar kerajaan Allah (Mat 12:28). Harapan bahwa zaman Mesias telah tiba, terdengar pula dalam Mrk. 1:8, dimana Yohanes Pembaptis berkata, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan membaptiskamu dengan Roh Kudus”. Dicurahkannya Roh Kudus atas jemaat Kristen perdana telah memenuhi perkataan Sang Pembaptis. Mengenai hubungan antara Roh dan Yesus, dapat diamati bahwa dalam karangan Lukas, Yesus sejak semula memilki Roh Kudus (Luk. 1:35), dan sesudah dimuliakan oleh Bapa yang membangkitkan-Nya, Yesus menjadi pemberi Roh kepada para rasul dan kepada jemaat-nya (Kis2:33). Bagi Lukas, Yesus melebihi para pemimpin Kharismatik yang kedudukannya seluruhnya dibawah Roh. Bila pada perjanjian Lama para nabi dibawa , disuruh dan dirasuki Roh, maka dalam karangan Lukas Yesuslah yang membawa, menyatakan dan mengutus Roh. Menurut pandangan Lukas hubungan antara Roh dan Gereja adalahberkat perantaraan Yesus maka Gereja pun mendapat Roh Kudus (Luk 24: 49; Kis 2:33). Dengan demikian Lukas mengaitkan Kristologi dan Eklesiologi. Pada zaman Gereja, karya Yesus diteruskan oleh Roh Kudus, baik dalam gereja yang telah dibentuk dan sekarang menjadi missioner maupun dalam dorongan-dorongan spontan yang mengarahkan kepada tujuan yang dikehendaki oleh Allah (Kis 8:29; 9:31.39; 11:13). Pengalaman umat perdana tentang Roh Kudus yang amat kaya dan beraneka ragam itu dilukiskan secara menarik sekali dalam Kisah Para Rasul. Namun, untuk memahami pengalaman rohani yang beranekaragam itu,

Paulus menyebutkannya dalam ajarannya

tentang “Gereja sebagai tubuh Kristus” dimana tiap-tiap anggota dianugrahi karunia Roh yang khusus demi kebaikan tubuh seluruhnya. Dalam surat-suratnya jua dia mengataka

130 | D i k t a t D o g m a t i k a

bahwa Roh sebagai sumberpengenalan akan Yesus Kristus, Rahasia Allah, yang menghidupkan. Injil Yohanes mengatakan bahwa Roh Kudus sebagai penafsir peryataan diri Allah dalam Yesus Kristus, dan dengan demikian sebagai pengantar yang menuntun kita memasukialam misteri. Dalam tulisan-tulisan Yohanes dikatakan bahwa Roh Kudus merupakan sebagai pemimpin kedalam “selurus kebenaran”. Seluruh kebenaran itu terletak pada peryataan, pewahyuan, penafsiran Allah oleh sang Putra dalam kepenuhan universalnya yang kongkret. “seluruh kebenaran itu” sudah ada bila Sang Putra dengan seluruh eksistensiNya yang telah menjadi daging menyatakan kebenaran cinta kasih ilahikemuliaan penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh 1:14, 7) dan kesaksian yang benar(Yoh 5:31; 8:14). Pada abad II para apoleget mengakui iman trinitaris (Allah Bapa, Allah Putra, serta Roh Kudus, bersatu dalam kuasa ). Sang logos dan Roh ada sejak kekal didalam Allah, sebelum diproyeksikan oleh Allah ke dalam ciptaan dan kedalam untuk memanifestasikan diriNya. Ireneus mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam ekonomi yakni dalam pelaksanaan historis dari rencana ilahi. Sang Sabda dan sang Hikmat (Roh Kudus) dipandang Ireneus secara kiasan sebagai Dua Tangan Allah yang bekerja sama dalam menjadikan alam ciptaan. Peranan Roh dalam proses pewahyuan ilahi, yaitu Roh mewahyukan Putra, yang pada giliranNya mewahyukan Bapa. Origenes mengatakan bahwa Bapa itu adalah Allah, sedangkan Putra adalah Allah urutan kedua. Putra dan Roh Kudus dikaitkan dengan Bapa sebagai sumber ke-Allahan. Dalam hal ini, persekutuan antara Bapa, Putra dan Roh Kudus sudah ada sejakkekal dan mengenal kelahiran abadi Sang Putra dari Bapa, juga Roh Kudus dari Bapa, yakni melalui Putra. Dari ketiga pendapat para tokoh diatas, lain halnya dengan pendapat Kaum Arian yang menyangkal Ketuhanan Putra Allah dan Roh Kudus. Diantara para penganut Konsili Nicea ada yang mengakui bahwa Putra sehakikat dengan Bapa, tetapi Roh Kudus tidak (kaum semi Arian). Makedonianisme yaitu ajaran kaum Pneumatomakhoi (penentang Roh) mengatakan bahwa Roh yang dalam Alkitab dibedakan dengan Bapa dan Putra karena itu hanya ciptaan saja, begitu pula karya Roh terhadap manusia bersifat ciptaan. Ada juga yang menganggap Roh Kudus semacam zat tengah yang dijadikan Allah dengan kedudukan antara Al;lah dan alam ciptaan ini. Menghadapi pandangan kaum Arian, Semi-Arian dan Pneumatomakhoi, 131 | D i k t a t D o g m a t i k a

para teolog ortodoks mempertahankan Ketuhanan Roh Kudus yaitu salah satunya adalah Cyrillus dari Yerusalem menandaskan bahwa seperti Putra, begitu pula Roh Kudus ikut serta dalam ketuhanan Bapa. Dia mengatakan bahwa pribadi Roh Kudus meupakan pribadi tersendiri dan menarik perhatian pada tindakan personal yang dikenakan kepada-nya. Heribert Muhlen merupakan ahli teologi modern yang paling berjasa dalam memajukan teologi Roh Kudus dalam kalangan Gereja barat. Untuk ajaran tentang Roh Kudus, Muhlen merincikan tiga sudut pandang utama yaitu: 1) dilihat dari segi teologi Trinitas, Roh Kudus dapat disebutkan sebgai kita/kami-Nya yang berpribadi antara Bapa dan Putra, sebagai kedekatan mutlak dalam hubungan antarpribadi yang di hayati Bapa dan Putra satu sama lain. 2) dipandang dari sudut sejarah keselamatan, Roh Kudus terutama tampak pada pengurapan Yesus. Pengurapan ini merupakan diutusnya Roh Kudus ke dalam kodrati insan Yesus yang dipribadikan Logos. Dengan demikian, pengurapan tersebut secara logis lebih kemudian dari pada inkarnasi logos itu sendiri, dan hal ini mamang sesuai dengan struktur keberalasan di dalam Allah Tritunggal. Dapat dikatakan bahwa diurapinya Yesus dengan Roh Kudus merupakan cara aktus-kita/kami yang intratrinitas itu menjadi tampak di dalam sejarah keselamatan. 3) dalam perjanjian rahmat, Roh kuduh mempunyai hubungan langsung dari pribadi ke pribadi dengan kita ini. VI.

Tanggapan Dogmatis

3.1. Theologi Wahyu dan Iman Ada dua pembahasan yangmasih harus terus didiskusikan, yaitu: 1. apakah wahyu merupakan suatu dalil, sebagaimana yang dipahami mereka yang telah membahas selama ini; atau apakah wahyu merupaakan suatu kesadaran akan Allah, ketimbang kebenaran Allah? 2. apakah peranan yang dimainkan akal budi dalam memilih diantara mereka yang mengklaim berbicara dalam nama Allah atau yang mengklaim melihat secara jelas ke dalam realitas yang paling luhur itu?

Wahyu adalah Allah yang menyapa manusia. Tanggapan manusia yang diharapkan Allah sebagai jawaban atas wahyu Nya ialah iman kepercayaan atau penyerahan diri manusia kepada Allah pewahyu. Bila wahyu berarti Allah yang menyapa manusia, iman berarti bahwa manusia menjawab Allah secara positif.dengan demikian jelaslah bajwa wahyu dan iman 132 | D i k t a t D o g m a t i k a

adalah paham yang korelatif. Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia, sebab wahyu yang tidak ditanggapi dengan iman, tidak mencapai sasarannya. Wahyu itu suatu fakta, karena pada kenyataannya Allah memang telah mewahyukan diriNya dan mengatakan rahasia kehendakNya melalui Kristus. Wahyu itu misteri, karena merupakan tindakan Allah sendiri, yaitu suatu aktivitas transenden yang berisikan kehedak atau rencana Allah untuk menyelamatkan manusia. Wahyu merupakan pengetahuan yang tidak boleh dipisahkan dari pribadi Allah sebagai subjek yang menyamapaikan pengetahuan itu.132 Dengan demikian wahyu dapat kita katakana sebagai suatu anugrah dari Allah yang diterima oleh manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan yang ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya. Sebagaimana Allah telah menyataka diri kepada manusia dan akan membuat suatu karya yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita manusia. Berbeda dengan wahyu yang diartikan sebagai Allah yang menyapa manusia, iman sering dianggap sebagai pengiaan intelektual terhadap suatu dalil yang tidak dapat diperdebatkan lagi dipandang sebagai yang benar. Dengan mengatakan aku beriman kepada Allah berarti mangatakan bahwa Allah ada. Hal ini mengimplikasikan kemampuan untukmerumuskan konsep tentang Allah dan mengetahui sesuatu tentang seperti apakah kira-kira hidup di hadirat Allah yang kudus dan misterius itu. Dengan demikian sejumlah pengetahuan pada dasarnya terlibat dalam keputusan iman.133

3.2. Theologi Trinitas Ada tiga nama yang tidak boleh dipisah-pisahkan satu dengan yang lain tetapi memang harus dibedakan satu sama lain. Dimana Allah Bapa yang menyatakan soal penciptaan, pendamaian dan kelepasan menyangkut Yesus Kristus dan penyelesaian rencana Allah ditunjukkan oleh kepada Roh Kudus.134

132

Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990:hlm. 85-90

133

Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 298-299

134

G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini,BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 552-553

133 | D i k t a t D o g m a t i k a

Seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia tergantung kepada ketritunggalan Allah yang menjadikan pokok penegasan bahwa Allah itu kasih adanya. Allah tidak kesepian, yang memerlukan ciptaanNya sebagai objek kasihNya. Dalam ketritunggalan Allah itu tetap merupakan tugas yang harmonis dan sempurna dalam mengasihi secara kekal, membuat orang menjadi agung bahkan indah dan menarik. Sepanjang masa misteri yang mulia tersebut itu telah menggerakkan hati orang dan membawanya kepada puncak pujaan, ibadah, kasih dan pujian.135 Melalui Kristus yang tersalib, sebagai kacamata kita untuk melihat kenyataan-kenyataan dunia ini, maka kita akan menemukan bahwa justru di tempat-tempat yang menyedihkan dan penuh penderitaanlah Akan akan menemui kita136 Menurut pandangan Bapa Gereja pada masa gereja perdana doktrin tentang Allah itu bukan hanya satu adanya melainkan juga Allag itu tunggal artinya bahwa Allah tak terbeda-bedakan atau tidak kompleks. Namun, dengan menyatAkan bahwa Allah itu Tritunggal. Para Bapa Gereja mengetengahkan bahwa Allah berbeda dalam diriNya sendiri sehingga Dia kompleks bukan tidak terbedakan.137 3.3. Kristologi Kaum Ebionit merupakan sisa orang Kristen Yahudi yang menghayati banyak tradisi kuno Gereja perdana. Mereka menganggap Yesus sebagai manusia belaka, anak Yosef dan Maria, yang pada waktu pembabtisan di sungai Yordan itu digabungkan dengan zat ilahi. Kaum Ebonit tetao mematuhi hukum Taurat, dan menolak surat-surat Paulus. Doketisme mempertahankan bahwa Yesus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh “surgawi” (dalam arti: halus, dan bukan materil), dan rupa-rupanya saja menderita dan mati. Salib itu hanya untuk mengelabui mata orang tak beriman. Suatu Doketisme yang sangat jelas dan tegas terutama terdapat dalam sistem Gnostik dan pada Markion, numun tidak sedikit pengarang gerejawi pada zaman Patristika memperlihakan kecondongan kea rah Dokestisme yang kemudian dibantah pada konsili Khalkedon. Rahasia mengenai Pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus hanyalah dapat kita rumuskan dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat paradoks. Dengan kata lain: mengenai rahasia, kita hanya dapat berbicara secara dealektik. Maka didalam rumusannya bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan sungguh-sungguh manusia, masing-masing merupakan bagian dari kalimat

135

Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: hlm.91

136

Hans dan Reudi Weber, Kuasa: Sebuah Studi Teologi Alkitabiah, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997: hlm.149

137

Linwood Urban, Op.Cit., hlm. 55

134 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang ber-paradoks itu harus diberi tekanan yang sama: baik yang satu maupun yang lain, kedua-duanya benar 100%.138 Sebagaimana didalam kitab Injil Sinoptik, kitab Injil Yohanes mengidentifikasikan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Namun dalam kitab Injil ini, menjadi anak Allah tidaklah berarti menjadi seorang manusia, atau bahkan anak manusia sorgawi, tetapi Firman Allah, yang pada mulanya bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1-2). Firman Allah yang sama itu juga disebut sebagai perantaraa penciptaan. Selain dalam kitab Injil Yohanes, ide serupa juga tentang penciptaan akan ditemukan ditempat lain dalam PB. Contohnya, klaim yang sama mengenai Anak Allah muncul dalam surat Ibrani 1:2 dan Kolose 1:16 dan mengenai anak Allah, Kristus telah ada sebelum penciptaan (preexistent).139 Hubungan antara Yesus Kristus dengan Allah disatu pihak dan dengan pihak lainnya, menimbulkan

pertanyaan

mengenai

sifat-Nya.

Dari

PB

sudah

jelas

bahwa

“kemanusiawiaanya” Kristus sama nyata dan alaminya seperti penerimaan-Nya secara sadar akan dan arena jati diri-Nya dengan kehendak dan tujuan Allah. Sementara mengakui bahwa kesadaran seseorang akan tetap merupakan misteri bagi orang lain kendati kadang-kadang ada makna yang terungkap. Gambaran Kristus dalam PB tidak memberi petunjuk mengenai apapun mengenai adanya konflik dalam kesadaran diri-Nya, sebaliknya ditunjukkan dengan jelas keutuhan kepribadiaan-Nya serta sentralitas tujuan-Nya yang tidak mendua dengan tujuan Allah.140

3.4. Pneumatologi Arius memahami Roh Kudus sebagai yang sama sekali tidak mempuyai kesamaan, baik dengan Bapa maupun dengan Anak. Juga diantara para teolog lain, ketidakpastian mengenai ajaran tentang Roh Kudus lebih besar dari pada dari pada ketidak pastian yang menyangkut homoousios Anak. Benar, bahwa beberapa teolog seperti Cyrilus dari Yerusalem mengirangirakan ortodoksi yang kemudian dalam ajaran mereka mengenai Roh Kudus. Bahkan

138

G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 189

139

Linwood Urban,. Op.Cit., hlm. 48-49

140

Douglas J. Elwood, Teologi Kristen Asia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996: hlm. 134-135

135 | D i k t a t D o g m a t i k a

diantara para penganut Konfesi Nicea tetap banyak terdapat ketidak pastian mengenai pesoalan kedudukan Roh Kudus dalam Trinitas. Keilahian Roh Kudus secara khusus ditolak oleh apa yang disebut kaum Pneumatomakian yang berkumpul disekitar Makedonius (342460M). Ketidakpastian akan ajaran Roh Kudus oleh para teolog dan penolakan keilahian Roh Kudus oleh kaum Arian dan kaum Pneumatomakian sehingga Athanasius membuat suatu pemahaman tentang kedudukan Roh Kudus. Athanasius mengatakan bahwa menurut kesaksian Alkitab yang tidak diragukan, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiah, tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas. Roh Kudus , kata Athanasius, berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu, sedngkan ciptaan bersifat fana, tergantung pada waktu dan tempat. Jadi Athanasius menyimpilkan bahwa, tanpa keraguan sedikit pun, Roh Kudus adalah Allah. Athanasius secara khusus menekankan hubungan antra Roh Kudus dengan Anak. Sebagaiamana pengetahuan tentang Roh melalui Anak, demikian jugalah Roh tidak dapat dilepaskan dari Anak. Ia adalah Roh dari Anak, yang diutus oleh Anak. Segala sesuatu yang termasuk pada Roh juga termasuk pada Anak, sebagaimana tertulis dalam Yohanes 16:13-14.141 Penerimaan Roh Kudus oleh Anak terlihat jelas pada saat baptisan-Nya ketika “turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati keatasnya” (Luk 3:22). Peran Roh Kudus dimulai pada waktu pembuahan dan kelahiran Yesus (Luk 1:25) dan diteruskan selama pelayanan-Nya (Mat 4:1; 12:28). Hal ini sama sekali tidak mengurangi keilahian Yesus, namun sama seperti kita, Yesus juga adalah manusia dan oleh karena itu kita dapat melihat ketergantungan Yesus kepada Roh kudus sebagai contoh atau panutan bagi ketrgantungan hidup kita juga kepadanya. Yohannes pembaptis menubuatkan bahwa pelayanan Yesus akan meliputi pembaptisan dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat 3:11). Hal ini di hubungkan dengan puncak pelayanan-Nya. Zaman baru kerajaan Allah dimulai dan ditetapkan oleh Yesus dalam kematian, kebangkitan dan kematian-Nya. Jadi pencurahan Roh Kudus pada hari pentakosta adalah kedatangan kerajaan Allah kedalam sejarah manusia yang dimulai oleh kemenangan Yesus. Inilah Alasan Yesus untuk mengatakan jika ia tidak pergi maka Roh Kudus tidak akan datang (Yoh 16:7).142 Dalam hal ini, memanglah Roh Kudus harus dibedakan dari Yesus Kristus 141

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2001:hlm.77-78

142

Bruce Milne, Op.cit., hlm. 248-249

136 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang sudah dipermuliakan itu. Akan tetapi pada pihak lain, haruslah segera dipertimbangkan bahwa Kristus dan Roh Kudus tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Pekerjaan Roh Kudus dicirikan oleh Keesaan-Nya dengan Kristus, Roh Kudus tidak berkata diriNya sendiri (Yoh 16:13). Roh Kudus bersaksi tentang Yesus Kristus (Yoh 15:26). Ia akan memuliakan Aku, kata Yesus, sebab ia akan memberikan kepadamu apa yang diterimannya dari padaKu (Yoh 16:14). Dengan perantaraan Roh Kudus dan Alkitab, Kristus sendiri berbicara kepada kiata. Roh Kudus dapat disebut Roh Kristus (Gal 4:6; Rm. 8:9; Flp 1:19; 1 Ptr 1:11). Yesus sendiri berkata kepada murid-muridNya: “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Di mana Ro kudus bekerja, di situ Kristus diberitakan dan dimuliakan. Demikianlah orang-orang beriman dapat menguji segala roh dan membedakan antara Roh Kudus dan pelbagai roh palsu : Roh Kudus datang dari Kristus dan mau mamimpin kita kepada Kristus (1 Yoh 4:1-3).143 Roh Kudus diutus memasuki hati orang beriman dan Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh orang beriman (Gal. 4:6; Rm 8:16). Maka orang beriman dipanggil untuk hidup dalam hubungan dengan Allah sebagai anak Allah yang sejati. Mereka boleh menyebut Allah sebagai Bapanya.144 VII.

Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan 

Wahyu dapat kita katakana sebagai suatu anugerah dari Allah yang diterima oleh manusia yang percaya kepadaNya. Karena wahyu merupakan suatu penglihatan yang ditunjukkan kepada orang-orang yang diyakinya dapat menyampaikan firmanNya. Sebagaimana Allah telah menyataka diri kepada manusia dan akan membuat suatu karya yang besar untuk umat manusia, yaitu sebuah karya penyelamatan bagi kita manusia.



Pemahaman tentang theologi Trinitas ini sebenarnya bentuk jalinan kerja sama untuk menyatakan bahwa Allah, Putra dan Roh Kudus adalah satu bagian/hakekat yang memberikan inisiator, mediator dan komunikator kepada hidup manusia yang dilakukan rangka rencana penebusan, pelepasan yang mengikat janji kepercayaan yang monotheisme.

143

G.C van Niftrik dan B.J. Boland, Op. Cit.,hlm. 343

144

Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2010: hlm. 361

137 | D i k t a t D o g m a t i k a



Kristologi merupakan pemahaman yang menyatakan misteri tentang pekerjaan, historikal yang menyang kut tentang Yesus. Disisi lain menyangkut eksistensiNya sebagai Allah dan sebagai manusia.



Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiah, tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan ke-Allahan yaitu Trinitas. Roh Kudus berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada.

KELOMPOK V Nama

: Hanna Devika Damanik Hanna Priska

(14.2851) (14.2884)

Mata Kuliah : Dogmatika Dosen

: Pdt. Dr. J. Boangmanalu

SEJARAH DOGMA KRISTOLOGI (C. GROENEN) 1. Pengantar Buku yang berjudul sejarah dogma kristologi yang diringkas dalam tulisan ini merupakan buku yang ditulis oleh C. Groenen yang berisikan tentang pendahuluan, isi. Buku ini berisikan tentang bagaimana sejarah dogma kristologi tersebut. Untuk lebih mengetahuinya maka dalam paper ini kami akan membahas bagaimana itu sejarah dogma kristologi. 2. ISI 2.1.Etimologi “Kristologi”145

145

Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, Medan: Universitas HKBP Nomensen, 2014, hlm. 1-

4.

138 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kata Kristologi berasal dari kata Yunani kristou dari kristos yang berarti Kristus yang diurapi, diminyaki atau diartikan sebagai Mesias; dan akhiran kata logi dari logos yang berarti firman, perkataan, ilmu atau pengetahuan sehingga Kristologi adalah studi atau pengetahuan mengenai pribadi dan karya Yesus sebagai Kristus, termasuk inkarnasiNya. Teolog Karl Rahner menyebutkan bahwa kristologi tidak terpisahkan dari teologi dimana kristologi tidak hanya berbicara mengenai kemanusiaan Yesus, tetapi juga ke-Tuhanan Yesus, dimana dalam pembicaraan ke-Tuhanan Yesus sudah pasti terkait dalam bagian studi teologi. Pemikiran yang mirip diungkapkan oleh Tillich, bahwa memahami “teologi” pastilah terkait untuk menjelaskan logos dari theos. Dalam dogma Kristen menurut Tillich, logos telah menjadi daging melalui pernyataan ilahiNya dalam Yesus Kristus. Maka Tillich berkata: “Christian theology is based on the unique event Jesus the Christ,” dimana Yesus Kristus dinyatakan sebagai inti dari pemberitaan Kristen. Sebab itu teologi Kristen yang benar menurut Tillich haruslah membicarakan “New Being in Jesus as the Christ”. Pada periode pertama menurut catatan sejarah dogma Kristen, kristologi diajarkan awalnya dalam “bentuk lisan” di lingkungan jemaat Kristen dimana para murid Yesus dan saksiNya melakukan pemberitaan Yesus melalui percakapan, dialog, atau dalam bentuk cerita yang kemudian dituliskan oleh para penulis dalam “kitab Injil”. Para periode kedua, proses perumusan kristologi berpadanan dengan proses kanonisasi kitab-kitab Perjanjian Baru, yang diedit dari tradisi lisan, dan diberi bentuk tertulis sekitar tahun 70-an. Kristologi dalam bentuk tertulis ini memiliki proses yang cukup lama, yang terjadi dan dimulai setelah peristiwa kebangkitan Yesus dimana peristiwa kebangkitan Yesus dijadikan pengalaman baru terhadap para murid-Nya dalam memahami Yesus, yang selanjutnya pengalamanpengalaman baru itu dibahasakan dalam bentuk pemberitaan tertulis dan kemudian dikanisasikan dalam bentuk Injl sehingga inilah tahapan periode kedua kristologi yang bersamaan dengan proses kanonisasi kitab Injil. Dalam periode selanjutnya dimana masa peralihan kristologi dari dunia Yahudi-Palestina ke dunia Yunani pada abad pertama Masehi dimana jemaat kristen menghadapi tantangan dan hambatan yang cukup berat sehingga mengalami upaya kontektualisasi. Dogma kristologi pada zaman itu harus dikontekstualkan dengan menggunakan bentuk visualisasi bahasa, gambar atau kode pada zaman Romawi, karena seperti pada zaman Kaisar Nero, banyak umat kristen ditangkap dan dianiaya, sehingga mereka berlindung di lorong-lorong pemakaman 139 | D i k t a t D o g m a t i k a

umum yang lazim disebut “katakombe”. Pada makam dan tembok-tembok di sekitar lorong pemakaman itu dituliskan gambar “ikan” sebagai kode atau sandi untuk melambangkan visualisasi pengakuan iman. Kata Yunani untuk “ikan” terdiri dari lima huruf, yaitu ICHTUS yang dimana singkatan dari “Iesus Christos Theos Uios Soter” yang berarti Yesus Kristus Putra Allah Juruselamat. Kristologi kerugmatis model ini pun tetap berkembang dan diteruskan di kalangan umat Kristen, baik yang tercemin di dalam rumusan hasil konsili maupun di berbagai bentuk kredo dan dogma gereja. Upaya kontekstualisasi kristologi itu berciri dan bersifat praxis, dan spontanitas dilakukan oleh umat kristen bersamaan dengan konteks tantangan eksternal yang dihadapi pada zaman itu. Kristologi sebuah cabang dari teologi, khususnya teologi dogmatis. Kristologi ialah logos mengenai Kristus, pemikiran Yesus Kristus, sasaran iman kepercayaan kristen. Bagaiman umat kristen dapat boleh dan mesti menkonseptualkan dan membahasan iman kepercayaannya kepada Yesus Kristus dan orang kristen sudah hampir 2000 tahun berusaha memikikan Yesus Kristus, menkonseptualkan dan membahasnya dan dari segi itu Yesus Kristus jelas menempuh sejarahnya. Bila dalam kristologinya umat kristen begumul dengan Yesus Kristus maka apa yang sebenarnya digumuli ialah relevansi Yesus Kristus bagi manusia sepanjang sejarah. Dan itulah sebabnya mengapa diri Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan dari karyanya, penampilan, keterlibatan. Maka kristologi tidak dapat dipisahkan dari soteriologi kalaupun soteriologi tidak dapat dipisahkan dari kristologi namun kristologi lebih utama.146 2.2. Fenomena Yesus Yesus yang diberi gelar dan nama ‘Kristus’ dan yang menjadi sasaran iman kepercayaan kristen, Yesus Kristus yang pernah ada tetap sampai sekarang dan hingga akhir zaman, Dia itulah yang menjadi sasaran iman kepercayaan. Secara positif ditegaskan bahwa kepercayaan kristen terikat pada saat tertentu dan pada tokoh tertentu dalam sejarah umat manusia. Keselamatan umat manusia bergantung pada kejadian real dimuka bumi ini dan bukanlah pada ajaran tertentu atau pada pikiran manusia sendiri. orang yahudi yang bernama Yesus itu berasal dari sebuah desa bernama Nazaret (Kis 10:37). Didaerah Palestina yang bernama Galilea (Mrk 1:9), suatu daerah yahudi tetapi dengan cukup banyak penghuni yang tidak berbangsa dan tidak beragama yahudi (Mat 4:15). Di Nazaret itu Yesus rupanya

146

Dr. C. Groenen Ofm, Sejarah Dogma Kristologi, (Yogyakarta: Kanisisus, 1988), 13

140 | D i k t a t D o g m a t i k a

menjadi tukang kayu, jadi Yesus berasal dari lapisan rendah masyarakat tetapi tidak dari kalangan proletariat. Pada waktu berumur ± 30 tahun (Luk 3:23), Yesus tampil kedepan dengan meninggalkan tempat asalnya, keluarga, mungkin Yesus terpengaruh dengan seorang tokoh yang bernama Yohanes yang bergelar sebagai pembabtis yang pada masa itu tampil didaerah Yudea. Yohanes yakin bahwa penghakiman Allah mendekat dan orang hanya bisa terluput dan bertobat dan menjalani pembasuhan sebagai adanya di sungai Yordan. Kelakuan dan tindakan Yesus didukung oleh pewartaannya dalam cara mengajar Yesus sudah berbeda dengan guru-guru agama. Yesus tidak mendasarkan diri dan ajarannya pada tradisi, pada alkitab yahudi dan tafsirannya. Dalam mewartakan kerajaan Allah dan kehendak Allah Yesus menggunakan berbagai cara seperti tradisional di lingkungannya Ia memakai pepatah, tekateki, petuah dan sebagainya. Tetapi Ia terutama menggunakan jenis sastra yang disebut perumpamaan di satu pihak dalam hal itu Yesus berdekatan dengan para ahli alkitab yang juga gemar akan perumpamaan. Melalui perumpamaan Yesus menggambarkan kerajaan Allah yang mendekat dan sedang terjadi dalam pewartaannya pun Yesus penuh kuasa dan kalau kerajaan Allah yang melalui pemberitaan Yesus mendekati manusia ditolak, maka kerajaan penyelamatan itu berubah menjadi penghakiman (Mat 22:1-13).147

2.3. Dari Yerusalem ke Atena perkembangan kristologi pada generasi kristen pertama 

Titik tolak kristologi: pengalaman paska

Pengalama paska pertama-tama meyakinkan sejumlah orang bekas pengikut Yesus (Mat 28:17) bahwa Allah membenarkan Yesus (1 Tim 3:16). Yesus dahulu bukanlah seorang durhaka, penjahat, penipu yang pantas di salibkan. Yesus ternyata punya hubungan akrab dengan Allah. Dalam tradisi Yahudi memang ada orang yang di angkat oleh Allah seperti Henokh dan Elia. Dalam tradisi Yahudi ada orang mati yang dihidupkan kembali, tetapi membangkitkan orang tidak sama dengan menghidupkan kembali orang yang kemudian meneruskan hidupnya di dunia. Pengalaman paska itu meyakinkan bekas pengikut Yesus bahwa Yesus dalam pewartaan dan tindakannya dahulu tidaklah keliru, dengan demikian pengalaman paska menyingkapkan selubung dari kehidupan dan diri Yesus dahulu. Atas 147

Ibid 17

141 | D i k t a t D o g m a t i k a

dasar pengalaman paska seluruh kehidupan Yesus dapat ditinjau kembali dibawah tindakan Allah yang terakhir. 

Sarana-sarana pemikiran dan pengungkapan teologis

Mengingat asal usul dan ciri corak sumber yang tersedia (PB) tidak mengherankan, bahkan wajar sekali didalam perjanjian baru hasil generasi kristen yang pertama ditemukan berbagai macam kristologi dan soteriologi. Belum ada suatu instansi umum yang bisa mengatur iman kepercayaan kristen itu. Umat kristen menyaring sejumlah karangan perjanjian baru yang dijadikan tolak ukur bersama. Tetapi apa yang disaring sendiri sudah serba majemuk dan mencerminkan kemajemukan dan kekayaan kristologi umat kristen semula. 

Yesus Kristus dalam tradisi kristen Yahudi

Yesus yang melaui kebangkitannya dinyatakan sebagai utusan Allah dan anak manusia, menjadi pelaksana rencana penyelamatan Allah. Dalam tradisi Yahudi perjanjian lama penciptaan dan penyelamatan Allah dikaitkan dengan hikmat kebijaksanaan Allah. Hikmat kebijaksanaan itu tidak lain kecuali rencana penciptaan dan penyelamatan Allah. Dalam tradisi Yahudi memang tidak ada pikiran bahwa Mesias akan menderita dan ditolak oleh bangsa-Nya sendiri. Allah kini jelas menyatakan Yesus sebagai Mesias. Maka penderitaan dan kematian Yesus tidak dapat sesuai dengan kehendak dan rencana Allah. Dengan demikian kematian Yesus pun dapat diartikan dan dipahami sebagai ‘korban peneguh perjanjian’. Gagasan perjanjian memang suatu yang penting sekali dalam tradisi Yahudi dengan isilah sosio-politis mau diungkapkan bahwa antara Allah dan umat israel terjalin hubungan luar biasa dan istimewa. Kematin-Nya disalib menjadi tanda bukti kesetiaan Yesus dan pengaminannya terhadap tawaran Allah. Dengan demikian Yesus disalibkan dalam artian sebagai korban artinya sarana peneguh perjanjian baru antara Allah dan umat.



Yesus Kristus masuk dunia Yunani

Ada beberapa gagasan yang penting dalam alam pikiran Yahudi tetapi kurang dapat di pahami oleh orang-orang Yunani yang tidak hidup dalam tradisi religius Yahudi itu. Karena itu tidak mengherankan bahwa beberapa gagasan dari kristologi tidak lagi dipakai atau 142 | D i k t a t D o g m a t i k a

dikembangkan. Ada dua gelar Kristus yang sudah tradisional yang dipakai oleh orang Yunani yaitu gelar anak Allah dan Tuhan. 

Yesus anak Maria dan anak Allah

Yang menyebut Yesus anak Maria bertitik tolak pengalaman dengan Yesus orang Nazaret baik sebelum mati di salib maupun sesudahnya. Yesus yang tadinya mati tetap dipahami sebagai yang menghubungkan manusia dengan Allah. Ada dua sebutan yang ditemukan dalam PB Yesus Kristus kadang disebut anak Maria (Mrk 6:3), tetapi lebih sering disebut sebagai anak Allah.148 2.4. Yesus Kristus mencari tempat di dunia Yunani (abad II-III) 

Situasi pada awal abad II

Kekristenan yang tidak seragam itu sudah menjadi dua cabang tiap cabang kekristenan yahudi dan yunani menempuh perkembangannya sendiri. dan perkembangan yang berbeda itu pun menyangkut refleksi atas fenomena Yesus. 

Yesus Kristus pada kekristenan Yahudi

Kekristenan Yahudi terutama menggabungkan diri dengan Petrus, Yohanes dan teristimewa dengan Yakobus saudara Tuhan. Umat kristen keturunan Yahudi hilang dari lingkup umat kristen. Pemikirannya mengenai Yesus Kristus tidak sempat matang, utuh dan lengkap bila pemikiran iman kristen Yahudi berat sebelah, maka pemikiran yunani berat sebelah dalam kristologinya. 

Yesus Kristus pada kekristenan Yunani

Kekristenan Yahudi selama abad kedua semakin mundur, kepercayaan kristen semakin meluas dan berakar di dunia yunani. Kalaupun mungkin bahwa kepercayaan kristen sudah sampai di Etiopia dan India. Selama abad ke-2 berkembang umat kristen yang berkebudayaan yunani jelas jauh dari sedikit banyak simpang siur, namun demikian tidak sedikit orang dan jemaat kristen dalam pemikirannya mengenai fenomena Yesus dalam pikiran yunani dan sinkretisme dan religiusnya.149 2.5. Yesus Kristus di dunia Yunani 148

Ibid 29

149

Ibid 72

143 | D i k t a t D o g m a t i k a



Menuju konsili Nikea

Biasanya konsili Nikea dihubungkan dengan dogma mengenai Allah Tritunggal, tetapi itu sebenarnya kurang tepat yang dipertaruhkan dan diperdebatkan bukan Allah Tritunggal melainkan Yesus Kristus. Maksud konsili Nikea ialah menyaring dari kekaburan dan perbedaan pendapat yang berkecambuk, apa yang sebenarnya sejak awal tradisi di imani umat kristen dan dalam praktek (khususnya ibadah baptisan ) dihayati dan diakui. 

Dari Konsili Nikea tahun 325 ke Konsili Efese tahun 341

Sinode Negara (Konsili Nikea) menghimpun kurang lebih 300 uskup kaisar konstantinus menganggap sidang itu penting sehingga ia secara pribadi hadir. Meskipun konsili Nikea belum berhasil secara konseptual menjernihkan relasi Yesus Kristus dalam ke pra-adaannya dengan Allah, namun tanpa ambivalensi apapun konsili menempatkan Yesus Kristus dipihak Allah yang keesaan-Nya dipertahankan. Tidak ada dua Allah dan Yesus Kristus bagaimana pun juga ada di hak Allah bukan dipihak ciptaan saja, dan Yesus Kristus lah yang beperan dalam pencipaan segala sesuatu 2.6. Yesus Kristus mantap dalam kebudayaan baru 

Peralihan

Kristologi atau soteriologi yang diwariskan kepada gereja dikawasan timur ialah kristologi seperti yang dirumuskan oleh konsili Kalkedon dan konstantinopolis 3. Teologi para pujangga gereja kawasan timur berperan sebagai tafsiran atas apa yang dirumuskan konsili-konsili dahulu. Dari segi soteriologisnya kristologi itu melihat penyelamatan secara positif, sebagai pengilahian manusia. Jelaslah kristologi yang dibentangkan dalam pengakuan iman itu ialah kristologi konsili Kalkedon yang diwarnai sedikit oleh pendekatan Augustinus, sebaliknya soteriologi yang cukup menekankan dosa dan realitas hal ikhwal manusia Yesus Kristus dan segi eskatologisnya. 

Yesus Kristus dalam masyarakat feodal menjadi Tuhan feodal

Feodalisme sosial politik menjadi semacam”Alam pikiran” struktur dasar pemikiran orang termasuk mereka yang kristen. Tidak ada banyak refleksi yang mendalam, warian teologis spekulatif banyak dipelihara tetapi ditempakan dalam rangka alam pikiran feodal dan Kristus di feodalkan. Manusia mempunyai relasi dengan Kristus seperti seorang hamba, feodal mempunyai relasi dengan tuannya, rajanya, maharajanya. Menurut Augustinus 144 | D i k t a t D o g m a t i k a

soteriologi pada segi negatif adalah dosa dan ia mengembangkan segi negatif itu, sedangkan menurut Ansemus soteriologi itu ialah penyelamatan yaitu mengilahian manusia. 

Kristologi Alternatif

Kristologi alternatif khususnya yang terkandung dalam devosi rakyat tidak jarang merupakan suatu proses terhadap kristologi spekulatif dan ilmiah. Bisa jadi kristologi alternatif anti intelektul tetapi ada juga sejumlah teolog yang sekaligus mendukung kristologi alternatif dan berusaha memasang jembatan antara kristologi ilmiah dan kristologi alternatif itu. Misalnya bonaventura tidak hanya mnulis karya teologi kristen teapi juga karya deviosional. Kristologi alternatif di teruskan dan di majukan oleh Teresia dari Avilla tahun 1582. Ia mengharapkan agar suatu kristologi spekulatif lebih seimbang dan lebih lengkap terutama lebih konkrit sehingga Yesus Kristus yang dipikirkan sungguh menjadi hidup dalam kehidupan umat manusia. 

Yesus Kristus tidak terbagi

Menurut Anselmus Yesus Kristus menjadi pengganti manusia, baik dalam dosa maupun dalam rahmat. Rahmat Allah yang membenarkan manusia berdosa sesungguhnya berupa Yesus Kristus di salib, Allah dan rahmatnya memang suatu paradoks yang tidak terselami oleh akal manusia. Yesus Kristus tetap Yesus Kristus konsili Kalkedon atau konstantinopolis sebagaimana ditafsirkan oleh para skolastisi dahulu. 2.7. Yesus kehilangan arah 

Dunia yang berubah

Yesus Kristus tetap saja sama baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya (Ibr 13:8). Tetapi manusia tidak selalu sama. Dan yang kehilangan arah justru manusia dalam pikirannya tentang Yesus Kristus. Adapun umat kristen sejak abad ke-3 memikirkan Yesus Kristus yang diwartakan perjanjian baru dalam rangka metafisik yunani, dalam rangka metafisik Plato Yesus Kristus disamakan dengan logos, illahi, cerminan, gambaran sempurna Allah sendiri. Logos itu tampil dibumi dengan Yesus Kristus guna mengilahikan dunia, khususnya manusia. Demikian timbul kesadaran akan perubahan dan perkembangan yang ditempuh dunia termasuk manusia di segala bidang. Lama kelamaan terjadilah suatu perubahan radikal disegala bidang kehidupan (politik, nasionalisme, ekonomi, prakapitalisme, kapitalisme, industri, masyarakat.). semua perubahan sekaligus merupakan hasil dan sebab suatu alam pikiran baru yang melihat dunia secara lain daripada alam pikiran lama. 145 | D i k t a t D o g m a t i k a

Manusia mencari dan menemukan pegangan dan kemantapan dalam dunia. Kosmos yang diyakini serba teratur dan mantap oleh karena akhirnya berurat berakar dalam prisip mutlak. Allah yang menurut iman kristen menciptakan dan mnyelenggarakan segala sesuatu, tetapi alam pikiran baru yang menjadi berbalik dari Allah dan kosmos kepada manusia sendiri. Alam pikiran baru menjadi antroposentris dan bukan objek melainkan subjek (menjadi paling penting dan utama). Jelaslah dalam alam pikiran baru yang dijelaskan diatas, Dan dengan metafisik yunani atau skolastik tidak berfungsi lagi. Kalaupun istilah kadangkadang dipertahankan namun makna istilah berubah sama sekali, kristologi yang terungkap dalam alam pikiran metafisik yunani itu menggunakan gagasan kaudrat (natura) dan diri (persona) gagasan persona oleh skolastik dipahami sebagai ‘persona snaturae ratinalis individua substantia’ (diri adalah kuadrat akali yang khusus - tidak dapat dikomunikasikandan mandiri-berdiri sendiri, otonom). 

Umat kristen menjadi bingung tentang Yesus Kristus

Para pemikir dikalangan umat kristen reformasi paling peka dan terbuka didunia baru, berdasarkan pandangan Luther dan Calvinus para pemikir reformasi kurang terikat pada tradisi, para dogma tradisional. Sejak awal reformasi berusaha menafsirkan kitab suci dengan menekankan arti harafiah dan menolak tafsiran allegoris. Menurut D.F.Strauss ia mengatakan Yesus masih dapat digali dari perjanjian baru yaitu Yesus dibesarkan di Nazaret, dibaptis oleh Yohanes pembaptis, mengumpulkan pengikut. Yesus dilawan oleh kaum farisi akibat kebencian dan iri hati mereka, Yesus mati disalibkan. Strauss sebenarnya seorang penganut filsafat idealisme tetapi ia mampu merintis bahwa kepercayaan kristen bukanlah Yesus historis apalagi Yesus Kristus dari dogma melainkan idea abadi. Dengan demikian diri Yesus sebagai tokoh individual walaupun manusia sekalipun hilang dari iman kristen dalam alam pikiran Hegel memang yang real dan bermakna dan justru ideal seperti diwartakan umat kristen. 

Akhirnya pemikir-pemikir Khatolik menjadi terhanyut

Gejolak yang melanda kristologi umat kristen yang berpangkal pada reformasi selama abad XIX dan awal abad XX, khususnya di Eropa, untuk sementara waktu dapat di tangkis oleh gereja Khatolik. zaman pencerahan dan Rasionalisme, idealisme, empirisme, positivisme, serta historisisme, oleh sementara pemikir reformasi di tampung secara positif. Dalam alam pikiran baru itu mereka berusaha mewartakan Yesus Kristus sedemikian rupa sehingga revelansinya untuk manusia modern itupun kentara. Dengan subur di 146 | D i k t a t D o g m a t i k a

perkembangkan satu cabang dalam Theologi Khatolik yaitu “Apologetika”. Cabang teologi itu berupa pembelaan tradisi Khatolik yang kerap masih relatif baru terhadap rasionalisme, idealisme, historisisme dan sebagainya. Sebagai sarana positif dihidupkan kembali filsafat atau Teologi jarang pertengahan khususnya dalam versi Thomas Aquinas dalam rangka pemikiran skolastik, Thomisme dengan pengakuannya terhadap peranan akal manusia dalam pengolahan iman (Fidens Quaerens Intellctm) ditolak lah reaksi ekstern terhadap rasionalisme dan sebagainya yaitu Fideisme, tradisonalisme. Akan tetapi fideisme, tradisionalisme, dan ontogelisme ditolak bersama dengan rasionalisme dan sebagainya oleh pimpinan gereja Khatolik. Dengan nada sedikit lebih positif konsili vatikan (I Tahun 1870) memperteguh arah devensif tersebut. Sebab maksud utama konsili itu ialah menetapkan dan menyatakan ajaran tradisional terhadap semua kesesatan, dapat dipahami bahwa dalam suasana devensif semacam itu kristologi/soteriologi tetap tinggal pada jalur lama. Sehingga teolog-teolog besar tetap tinggal dijalur yang sama mereka tidak mengembangkan tradisi yang lain. Namun ada juga pemikir Khatolik yang tidak menganut neo-skolastik itu dan berusaha mengembangkan pikiran baru. Kendati sikap negatif dan devensif tersebut para pemikir khatolik terpengaruh oleh alam pikiran modern itu kritik dari pihak rasionalisme dan positivisme dan historisme terhadap tradisi sebagian besar berdasarkan penyelidikan historis tradisi tidak terkecuali Alkitab. Kitab suci itu sendiri tidak bisa dijadikan dasar ajaran sebab ternyata hasil usaha manusia. Dalam rangka apologetika itu mulailah berkembang apa yang boleh disebutkan sebagai kristologi dari bawah. Salah satu bab dari apologetika itu ialah De Christo Legato Divino. Bab ini secara rasional mau membuktikan bahwa Yesus benar-benar utusan Allah yang membawa Wahyu Ilahi. Tetapi lama-kelamaan kristologi dari bawah mempengaruhi kristologi dogmatis juga. Dalam rangka apologetika para pemikir khatolik juga mulai menulis riwayat hidup Yesus. Sayanglah semua karya itu bernada polemis dan apologetis dan kurang dimanfaatkan oleh para dogmatisi. Akibatnya kristologi positif dan spekulatif berkembang terlepas satu sama lain sedangkan kristologi positif itu tetap diawasi oleh kristologi spekulatif. Dan kristologi dogmatis itu tidak mengalami perubahan yang berarti. Itu misalnya dapat dilihat dalam kristologi/soteriologi yang di karang P.Galtier (D.Incartione et Redemptione, 1947) yang cukup laris dikalangan khatolik. Alam pikiran Teologi dalam gereja khatolik sedikit demi sedikit berubah. Perubahan itu merupakan hasil dari pendekatan historis yang mau tidak mau mesti ditoleransikan oleh teologi spekulatif dan hukum gereja. 147 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kitab suci mulai dipelajari dengan metode kritis historis namun semakin jelas disadari bahwa kitab suci suatu buku manusiawi dan historis bukan semacam gudang kebenaran iman, kitab suci semakin direhabilitasikan dalam kehidupan gereja dan teologi. Maka para ahli kitab khatolik merasa lega dan terbebaskan dari belenggu. Dalam menafsirkan alkitab mereka mulai memakai metode yang selama abad XIX dan XX diperkembangkan diluar rangka umat khatolik. Hanya para ahli kitab dan teologlah yang merasa lega oleh karena dapat mewartakan Yesus kepada dunia modern mesti menghadapi dunia yang amat membingungkan oleh karena dunia itu kehilangan arah. Ada suatu ciri yang muncul para kebanyakan kristologi yaitu banyak mengusahakan suatu kristologi dari bawah dengan tekanan pada manusia. Kristologi dari bawah itu mengandaikan bahwa masih mungkin dan perlu orang menembus pewartaan Perjanjian Baru dan kembali kepada Yesus historis, Yesus itulah yang mau dijadikan ukuran kristologi seperti berkembang pada umat kristen maka Yesus historis yang digali para ahli dari Perjanjian Baru selalu cukup hipotetis dan macam-macam Yesus historis yang tampil. Pada tahun 1935 Deodat Basly sudah melontarkan suatu pendekatan baru yang diistilahkan sebagai Asspmtus homo kristologi sangat ditekankan bahwa Yesus Kristus benar-benar seorang manusia utuh lengkap meskipun pendekan Deodat itu secara resmi ditolak namun ia mencetuskan suatu debat antara para teolog yang semakin sengit. Pada tahun sekitar 1950-1960 masalah itu diperdebatkan dan pertimbangan utama yang dikemukan ialah Yesus yang maha tahu, lagsung sadar akan keilahiannya bukan lagi seorang manusia, senasib dengan manusia lain. 

Yesus Kristus di Indonesia

Kalau umat condong melihat Yesus Kristus sebagai manusia, ternyata ia lebih dari manusia, kalau mau dilihat sebagai nabi, ia lebih dari nabi, kalau mau digelari Mesias, ia ternyata lebih dari Mesias, kalau mau dinilai sebagai malaikat, ia nampak lebih dari malaikat.akhirnya umat sampai menyebutnya Allah dan disitu berhenti Iman yang dengan manusia mencapai Yesus Kristus, tentu boleh malah mencari pemahaman tegasnya pemahaman ilmiah ialah teologi, turut berperan untuk mengantar manusia secara menyeluruh kepada Yesus Kristus tetapi teologi, kristologi itu hanya sarana. Kristologi tidak membicarakan Yesus Kristus sendiri tetapi pikiran umat tentang dia dalam kristologi baik yang spontan maupun yang refleksif ilmiah Yesus Kristus melalui konsep-konsep menjadi bahasa logos, kata mengenai Yesus Kristus dan maksudnya ialah mengarahkan Iman kepada sasarannya. Selama 500 tahun Yesus Kristus sudah diwartakan dan imani ditanah yang 148 | D i k t a t D o g m a t i k a

disebut Indonesia, luas membentang dewasa ini sudah imani jutaan orang Indonesia meskipun suatu minoritas saja dan Yesus Kristus benar-benar hidup dalam hati mereka sambil dikasihi dan sedapat-dapatnya ditaati. Tetapi ketika Yesus Kristus mulai diberitakan kepada Manusia di Indonesia, ia sudah ratusan tahun dipikirkan oleh umat Kristen dan direnungkan dalam rangka dunia lain, dalam rangka kebudayaan Yunani, Latin, Jerman, dibelahan utara barat bumi ini melalui sarana yang khas itu manusia Indonesia diantar kepada Yesus Kristus yang tercapai dengan Iman dan Kasih. Nyatanya kristologi berkembang dalam batas dunia utara-barat itu sehingga secara konseptual dan linguistis Yesus Kristus, yang memang melampaui batas itu menjadi terkurung. Mau tidak mau Indonesia yang beriman memikirkan dan berhak memikirkan sasaran imannya Yesus Kristus. Manusia Indonesia itu menempuh sejarahnya sendiri, lain daripada yang ditempuh manusi Barat yang sekian lamanya menganggap dirinya “Pusat” dan “Tuan” semesta dunia. Manusia Indonesia tidak/hanya sedikit digembleng oleh kebudayaan dan alam pikiran Yunani, Latin, Jerman, dunia Barat. Manusia Indonesia tidak melewati zaman pencerahan, rasionalisme, idealisme dan positifisme. Boleh dikatakan bahwa situasi nyata di Indonesia dewasa ini mendesak para pemikir yang beriman akan Yesus Kristus mulai secara ilmih memikirkan sasaran iman umat kiranya sudah tiba saatnya para teolog manusia sebagai pelayat umat mulai menyusun suatu kristologi yang sesuai dengan manusi Indonesia dewasa ini. Pemikiran itu tentu saja mesti melayani pewartaan dan pemberitaan didalam rangka umat dan diluar rangka itu. Agama memang subur di Indonesia, didukung oleh Negara yang menyangkal bahwa negara Sekular kalaupun tidak mau menjadi negara konvensional dewasa ini orang banyak berbicara dan menulis tentang kontekstualisasi teologi dan inkulturasi seluruh gereja (khatolik) dan dalam gereja khatolik tendensi itu didukung oleh pusat di Roma. Teolog perlu menyusun suatu kristologi yang sesuai dengan orang Indonesia yang sekarang bukan dengan orang Indonesia yang 200 tahun lalu. Refleksi teologi adalah suatu refleksi sekunder, refleksi ilmiah atas pra-ilmiah. Refleksi macam itu tidaklah mungkin juga kalau pada bangsa Indonesia termasuk umat Kristen tidak ada tingkat rekleksif yang cukup tinggi khususnya refleksi yang illahi maka teolog perlu bertanya sejauh mana ada di Indonesia semacam filsafat. Refleksi filosofis itu mesti dicari dalam mitologi di Indonesia dan dalam kesustaraan baik yang kuno maupun yang modern iman kristen tercetus oleh pendengaran, pemberitaan. Yesus Kristus datang dari luar dunia dan dari luar Indonesia. Ia bukan suatu produk sejarah atau evolusi. Orang boleh saja menerima bahwa Yesus Kristus dalam Roh Kudus berkarya 149 | D i k t a t D o g m a t i k a

dimana-mana dan sepanjang sejarah, bahwa sejarah umat manusia seluruhnya sejarah penyelamatan dan Allah menyatakan diri dalam seluruh sejarah bahkan orang boleh berkata tentang kristen anonim, namun iman kristen tetap “ex audito” tanpa pemberitaan yang didengar karya Kristus itu tidak dapat diidentifikasikan dan Allah itu bukan Allah seperti menjadi nyata dalam Yesus Kristus suatu peristiwa historis dengan dampak abadi dan universal menurut iman kristen. Kitab suci bercirikan historis, kumpulan karangan dan tiap-tiap karangan itu tampil pada saat tertentu dalam sejarah dan dalam konteks sosial, spritual, kebudayaan tertentu. Kitab suci mewartakan Yesus Kristus sebagaimana ditangkap dan interpretasikan dengan pelbagai cara oleh umat semula dalam konteksnya sendiri. kitab suci tentu saja tidak memuat suatu kristologi teologia, ilmiah tetapi jelas memuat kristologi kontekstual. Dalam kitab suci hanya terdapat reflesi primer, pra-ilmiah, tidak sistematis. Tetapi diluar kitab suci tidak ada jalan untuk berkenalan dengan Yesus Kristus sebagaimana diimani dan diandalkan iman kristen. Orang boleh berusaha kembali kepada “Yesus historis” atau “Yesus yang sesungguhnya”. Tetapi Yesus itu amat ambivalen dan dapat diartikan dengan pelbagai cara kitab suci juga dalam kristologinya historis dan kontekstual dan konteks itu bukan konteks manusia Indonesia pada abad XX . maka kitab suci tidak dapat begitu saja diulang-ulang untuk mewartakan Yesus Kristus di Indonesia dan membangun suatu kristologi kontekstual. Kitab suci membutuhkan interprestasi. Teolog tidak dapat tidak berhadapan dengan masalah hermeneutik masalah pemahaman kitab suci yang tepat dan eksistensial. Selama abad terakhir hermeneutik dan exsegese dalam konteks barat dikuasai oleh metode kritis historis. Perbedaan yang dalam metode kritis historis itu suka dibuat antara “Yesus historis”, “Yesus yang sesungguhnya” dan Kristus kepercayaan yang kemudian dengan susah payah dipersatukan kembali, secara teologis tidak relevan, tidak ada dalam kitab suci, tidak ada dalam syahadat dan tidak ada dalam dogma hanya ada satu Yesus Kristus. Metode lain yaitu strukturalisme, semiotik, holistik barang kali lebih sesuai dan lebih berguna bagi teologi. Maka teolog yang ingin menyusun suatu kristologi otentik dan kontekstual di Indonesia perlu memperhatikan pelbagi faktor. Semua faktor itu dapat di padatkan dalam konteks nyata umat kristen di Indonesia dan pewartaan otentik. Dan kristologi kontekstualnya teolog turut memasang jembatan antara uamt kristen pada abad XX di Indonesi dan umat kristen dimasa yang lampau sampai awalnya dan dengan demikian ia turut menjamin identitas historis umat kristen serantak teolog mesti melayani “koinonia”, persekutuan dan persatuan umat kristen aktual secara mendatar artinya persekutuan dalam 150 | D i k t a t D o g m a t i k a

iman dengan umat kristen yang kini berada dalam konteks lain. Dan dalam rangka ini barulah teolog Indonesia yang mau menyusun kristologi kontekstual mesti memasang telinganya untuk mendengar bagaimana dalam konteks lain, konteks Eropa, Asia, Afrika, Amerika Latin dan sebagainya para pemikir kristen berusaha memikirkan Yesus Kristus dan begitu melayani pewartaan dan iman umat setempat. Dan komunikasi antara teolog-teolog yang berkarya dalam konteks yang berbeda dan yang buah pikirannya disajikan dalam rupa dan bentuk yang dapat saling berlain-lainan. Akhirnya teologi mesti melayani “Diakonia” pelayan praxis umat teologi pembebasan kembali menyadarkan para teolog bahwa teologi termasuk kristologi tidak boleh menjadi atau tinggal teori belaka teologi harus selalu pastoral dan terarah kepada praxis teologi atau kristologi ditentukan oleh praxis yang tercetus olehnya. Maka seharusnya para pemikir Indonesia berteologi ditengah umat. Dari dalam praxis. Praxis itu menjadi sarana hermeutik bagi teolog. Begitu terhindar terpisahnya kristologi ilmiah, dari kristologi yang hidup dalam hati dan praxis umat. Ada baiknya juga para teolog Indonesia memikirkan sedikit cara mana mau menyajikan buah pikirannya yaitu tentang Yesus Kristus, mungkin sekali cara “Barat”, abstrak, spekulatif filosofis, intelektualis, konseptual kurang cocok untuk Indonesia. Pikiran sementara teolog barat begitu berbelit dan dituangkan dalam bahasa yang begitu sukar sehingga tidak lagi dapat ditangkap “awam” meskipun cendekiawan. Baiklah para teolog mengingat bahwa bahasa yang paling cocok dengan Allah dan rahasianya ialah bahasa kiasan, simbolis, metaforis, bukan bahasa konseptual jelaslah tugas membangun suatu kristologi kontekstual, Indonesia sejati dan kristen tulen hanyalah tugas teolog Indonesia semata-mata. Setelah sekian banyak pemikir dalam konteks lain bergumul dengan Tuhan kita Yesus Kristus, sudah tiba giliran para pemikir Indonesia dengan sabar dan rendah hati, dengan resiko bahwa sebentar keliru dan dengan caranya sendiri melayani Tuhannya itu serta umat-Nya di Indonesia, dengan demikian Yesus Kristus semakin “menjelma” di Indonesia semakin meresap ke dalam hati dan budi orang Indonesia. Dan Yesus Kristus dan dengan diserap oleh hati dan budi Indonesia serentak akan mengubah hati dan budi orang Indonesia. Sebab dengan Yesus Kristus masuklah sesuatu yang sungguh-sungguh baru yang mengubah manusia termasuk struktur pemikirannya, dan menjadi matanglah iman praxis

151 | D i k t a t D o g m a t i k a

mereka yang dirangkul oleh kasih Yesus Kristus yang tetap sama baik kemarin maupun hari ini dan untuk selama-lamanya (Ibr 13:8) bagi Dia kemuliaan sampai selamanya.150 3. Tanggapan Dogmatis 3.1. Kristologi Yudaisme151 Kristologi Yudaisme maksudnya membicarakan dan mengenal kesiapaan Yesus dari sudut pandang dan pemahaman keyahudian. Kristologi ini merupakan kesaksian singkat Yesus di luar Alkitab. Beberapa pandangan ringkas dari tokoh teolog Yahudi yang pernah menuliskan tentang kesiapan Yesus itu termasuk gambaran visualisasi yang muncul dari kalangan Yahudi modern, diantaranya adalah Josephus (37-100 M) seorang sejarawan Yahudi dari keluarga iman dan pernah menulis dua karya besar. Dalam karya pertamanya yang berjudul Jewish War, menceritakan seputar pemberontakan orang Yahudi melawan kekaisaran Roma sekitar tahun 66-70-an. Karya keduanya berjudul Jewish Antiquities ditulis awal tahun 90-an, yang mana menceritakan sejarah kuno bangsa Yahudi sejak penciptaan hingga zaman revolusinya. Dalam karyanya yang kedua ini ada diuraikan sekilas tentang kesiapan Yesus dimana Yesus disebut seorang manusia arif dan bijaksana, melakukan banyak tanda mujizat semasa hidupNya. Yesus juga dinyatakan sebagai guru bagi pencari kebenaran dan juga disebut Kristus. Jika dicermati dan dikritisi kristologi Yudaisme sebagaimana kesaksiaan Josephus di atas, dan dibandingkan dengan penelitian dari Geza Germes berjudul Jesus and the World Judaism, maka dapat digolongkan ciri khas kristologi Yudaisme dalam bentuk tiga dasar: Pertama, lebih menekankan kemanusianNya. Kedua, adanya ketertutupan untuk melihat dan memahami hakikat ke-Allahan-Nya. Ketiga, model kristologi Yahudi tetap mempertahankan dan mengembangkan penelitiaian “Yesus yang historis”.

3.2. Kristologi dan Perjanjian Lama152

150

Ibid 112

151

Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, 5-8.

152

Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, 8-12.

152 | D i k t a t D o g m a t i k a

Jemaat Perjanjian Baru mengenal tiga otoritas dimana yang pertama Kitab Perjanjian Lama, kedua, para rasul yang menyaksikan apa yang mereka lihat dan dengar, dan yang ketiga adalah Tuhan sendiri. Dalam kaitan kristologi dan PL, Yesus pada zamanNya menggunakan kitab PL, dan sering mengutip nas yang dikatakanNya digenapi olehNya atau dihubungkan dengan pekerjaanNya, sehingga teolog-teolog, seperti France, Visher, Karl Barth, Childs dan sebagainya tetap memahami pemberitaan PL melalui konsep kristologi. Adanya mata rantai kristologi PB yang terus berkesinambungan sejak munculnya pengharapan akan datangnya Mesias Israel sampai pada zaman penghakiman kelak, yakni kristologi eskatologis menurut pengakuan iman Kristen. Kristologi dan ajaran Trinitas merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu terhadap yang lain. Setiap afirmasi kristologi senantiasa mengandung suatu pemahaman tertentu mengenai trinitas, demikian sebaliknya. Kristologi menaruh perhatian terhadap masalah hubungan antara apa yang ilahi dan apa yang insani dalam pribadi Yesus Kristus. Kristologi mengungkapkan bahwa Allah hadir dalam diri Yesus. Bagi para murid dan penulis kitab-kitab Injil tidak ada keraguan sedikit pun terhadap kemanusiaan Yesus. Mereka telah mengenal Kristus “menurut daging”. Ini dibuktikan dengan pengalaman mereka di pengadilan dan pengutukan bersama Yesus sendiri, yang pada akhirnya mereka menyaksikan sendiri penderitaan dan kematian Yesus. Para murid juga meyakini bahwa Yesus Kristus bukanlah hanya sekedar Seorang lain yang diutus Allah. Mereka mengetahui bahwa di dalam Dia, Allah bertemu dengan kita dalam satu cara yang unik dan yang tidak dapat dibandingkan dengan cara lain.153 Ada beberapa pandangan terhadap pemahaman tentang kristologi: 154 Ebionisme yaitu paham ini menyangkal atau tidak mempercayai atau tidak meyakini akan ketuhanan dalam diri Yesus. Ia adalah anak dari Yusuf dan Maria. Ia dipandang sebagai nabi yang ditentukan menjadi Mesias. Doketisme yaitu Aliran ini tidak mempercayai kemanusiaan dalam diri Yesus. Yesus Kristus hanya tampaknya saja mempunyai tubuh, atau hanya mempunyai tubuh surgawi. Salib dipandang hanya untuk mengelabuhi mata orang yang tidak beriman. 3.3. Kristologi Uniert 153

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 90-91.

154

Nico Syukur, Teologi Sistematika I (Allah Penyelamat), (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 187-188.

153 | D i k t a t D o g m a t i k a

Injil pertama, yaitu kitab Markus, ditulis sekitar tahun 67-70, dan maksudnya untuk memperlihatkan Yesus sebagai “Anak Allah”.155 Markus mengarahkan perhatian para pembaca kepada orangnya, kepada Diri pribadi Yesus dengan kalimat yang terkenal : “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah” (Mrk 1:, 1:11, 5:7 ) dan menjelang akhir dari Injilnya, Markus mencatat tentang pengakuan pasukan Roma yang mengawasi tempat penyaliban Golgata, “Sungguh, Orang ini adalah Anak Allah” (Mrk 15:39). Dengan gelar “Anak Allah” itu Markus ingin menekankan bahwa sejak semula Yesus mempunyai makna yang jauh lebih mendalam dan abadi daripada yang dapat diungkapkan oleh kata-kata “manusia” saja. Injil

Yohanes

pula

yang

memakai

gelar

“Anak

Allah”,

karena

untuk

memproklamasikan siapa sebenarnya Yesus, Guru dari Nazaret itu, ia menggali lebih dalam lagi, baik dari kebudayaan Ibrani maupun Yunani. Apabila Allah bersabda, maka kita menerima amanat pribadi dari Allah dan bukan keterangan tentang Allah. Menurut Yohanes, Firman yang kekal itu pernah masuk ke dalam dunia; Firman itu menjadi manusia (Yoh 1:14, bnd. Pula “hikmat” dari Ams, bab 8, dalam mana hikmat itu diperlihatkan sebagai seorang oknum yang dekat sekali kepada Tuhan. Oleh karena itu, mungkin pengertian itulah yang merupakan latar belakang dari penggunaan kata “Firman” dalam Yoh 1).156 Dengan demikian penulis Injil Yohanes menitikberatkan betapa azas yang hakiki untuk mengerti dunia ini, yaitu logos, telah menjadi manusia dalam diri seorang yang bernama Yesus, yang berasal dari Nazaret, propinsi Galilea. Dalam hal ini kata logos firman itu adalah sebagai pengalaman Yohanes dengan Yesus sebagai Guru dan kemudian sebagai Kristus yang Bangkit dan bukan akibat berpikir secara rasional. Lepas dari Yesus yang bergelar “Tuhan” itu Yohanes tidak akan mengetahui sesuatu apa tentang Allah. Kristologi menurut Bapa Gereja dan Abad Pertengahan yang mengguluti dogma tentang Yesus Kristus bahwa pemikiran berawal dari surga, “di atas”. Dengan berawal dari kepercayaan bahwa ini adalah Sabda Allah, kita menelusuri perihal turun-Nya ke dalam dunia kita, mengagumi cinta kasih Allah yang mendorong-Nya untuk mengidentifikasikan diri dengan kita dan kesusahan-kesusahan kita. Sedangkan dalam kristologi Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) menceritakan tentang Yesus dan pemikiran mulai “di atas” bumi dan “di bawah” bumi. Berawal dari ingatan tentang Yesus dari Nazaret dan pengaruh-Nya, 155

Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 12.

156

Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya, 13.

154 | D i k t a t D o g m a t i k a

kita menelusuri perihal bangkit-nya melalui kematian dan kebangkitan masuk ke dalam kemuliaan Allah, dengan di tantang untuk mengikuti jejak-Nya dalam hidup sebagai umat beriman. 3.4. Kristologi dari Atas Jenis kristologi ini adalah jenis kristologi yang menonjol dalam tradisi Kristiani. Pemikirannya bermula dari surga dengan ajaran bahwa Pribadi Kedua Allah Tritunggal Yang Mahakudus, Sabda Allah sudah ada sejak kekal dalam kesatuan dengan Bapa dan Roh Kudus. Kristologi ini menelusuri turunnya Sabda kekal ke dalam dunia, dalam keterpesonaan memandang misteri penjelmaan Sang Sabda menjadi manusia. Sebagai Sabda yang menjelma menjadi manusia, Yesus Kristus menyatakan cinta serta belas kasih Allah dan melalui identifikasi diri-Nya dengan eksistensi manusiawi yang mencapai puncaknya pada salib dan kebangkitan, ia memulihkan keserupaan manusia dengan Allah yang telah dirusak oleh dosa.157 Sehingga turunnya Sabda kekal ke dalam dunia untuk ada dan hidup sebagai manusia adalah peristiwa penebusan yang terunggul; jati diri metafisis Yesus Kristus adalah dasar landasan fungsi-Nya sebagai Penebus bangsa manusia. Dengan demikian pola kristologi ini memperoleh paradigma alkitabiahnya dalam Injil Yohanes (Yoh 1:1,14). Paus Yohanes Paulus II dengan sangat bagus menggunakan pola pemikiran “kristologi dari atas”, dengan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Sabda Allah, telah menjadi manusia” “Allah memasuki sejarah umat manusia dan sebagai menusia, tetapi sekaligus Tunggal!”. Kristus, Anak Allah yang hidup, sungguh-sungguh menjadi manusia demi kepentingan kita: “Ia bekerja dengan tangan manusiawi, ia berfikir dengan akal budi manusiawi. Ia bertindak dengan kehendak manusiawi dan dengan hati manusiawi-Nya, Ia mencintai. Karena lahir dari Perawan Maria, Ia sungguh-sungguh telah menjadi salah seorang di antara kita, menyerupi kita dalam segala sesuatu kecuali dalam hal dosa. Dengan demikian pada tahap pengembangan mengenai kristologi, langkah yang sangat penting yang akan membawa pemahaman kristologi tersebut memasukkan kepedulian akan keadilan sosial ke dalam perutusan Gereja di dalam dunia. Langkah ini adalah menentukan hubungan antara Kristologi dan gereja menurut metafora jalan: “Yesus Kristus

157

Elizabeth Allah. Johnson, Kristologi Di Mata Kaum Feminis: Gelombang Pembaharuan Dalam

Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 96.

155 | D i k t a t D o g m a t i k a

ialah jalan utama bagi gereja. Sehingga kepedulian dan keterlibatan kita dalam perkaraperkara adalah hakekat iman itu sendiri, jika kita sungguh-sungguh menjadi kagum dan terpesona akan kabar baik bahwa bangsa manusia telah ditebus oleh Kristus dan sangat berharga di hadapan Allah. Inilah salah satu Kristologi dari atas yang bermuara pada tindakan demi keadilan sebagai integral dari iman itu sendiri. Kristologi ini bermula di surga, menurut turunnya Sabda kekal, Anak Allah, ke dalam dunia, menyadari akibat peristiwa penebusan atas martabat setiap manusia dan segenap bangsa manusia, dan kemudian mengikuti Sang Penebus di jalan salib cinta kasih untuk mewujudkan terpenuhinya penebusan ini dalam keadaan konkret hidup kita bersama. 3.5.Kristologi dari Bawah Kristologi ini mengawali pemikiran di dunia, dengan mengenang Yesus dari Nazaret yang hidup-Nya sungguh-sungguh menyejarah dan sungguh-sungguh bebas. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh namanya, kristologi ini menelusuri naiknya Yesus Kristus kepada Dia yang dipanggil-Nya Abba, dengan perasaan terpesona oleh misteri dialektis kematian dan kebangkitan. Kematian kelam seorang manusia yang merasa diri ditinggalkan, mengalami kesepian yang pekat dan anugerah Allah berupa kehidupan yang baru dan mulia. Dengan demikian Kristus yang bangkit dari kematian adalah permulaan ciptaan baru. Sesungguhnya dalam diri Yesus Kristus penebusan yang dijanjikan sudah mulai terwujud, meskipun kepenuhannya masih menunggu saatnya. Dengan demikian, naiknya Yesus yang melayanidisalibkan-bangkit dan masuk ke dalam hidup Allah adalah peristiwa penebusan yang paling unggul.158 Hidup Yesus Kristus selama di dunia ini, yang membuahkan penebusan kita, merupakan dasar tetap dan ukuran yang perlu untuk semua pemakluman tentang jati diri-Nya yang paling dalam. Pola Kristologi ini mendapatkan paradigma skriptualnya dalam Injil sinoptik Matius, Markus, dan Lukas. Pemikiran tentang kristologi dimulai dari bawah, dibumi, dengan mengingat hidup Yesus menurut Injil dan disini menemukan dasar untuk melihat bagaimana Kristus yang bangkit terus bekerja di dunia dewasa ini. Perasan Yesus selama hidup-Nya di dunia yang

158

Elizabeth Allah. Johnson, Kristologi Di Mata Kaum Feminis: Gelombang Pembaharuan Dalam

Kristologi, 96-97

156 | D i k t a t D o g m a t i k a

merupakan pola atau model menjadi sumber terang dan tenaga yang menggerakkan perutusan Gereja sendiri di dalam dunia. Dengan demikian, dalam kristologi dari atas, fokusnya terletak pada penjelmaan Sabda kekal Allah yang menebus umat manusia. Kita diajak untuk merenungkan identifikasi Sabda yang telah menjadi manusia dengan kemanusiaan setiap orang yang menganugerahkan kepada kita masing-masing martabat tertinggi. Sedangkan dalam kristologi dari bawah, fokusnya terletak pada Yesus Kristus yang bangkit yang disalibkan sebagai akibat suatu jenis pelayanan yang sangat khusus. Meskipun kristologi dari atas lebih bersifat filosofi dan kristologi dari bawah lebih berorientasi sejarah, keduanya tidak hanya tidak saling menyisihkan, tetapi diperlukan demi kepenuhan pengakuan iman Gereja. Namun, dalam kedua jenis kristologi itu garis dasarnya adalah pandangan bahwa Gereja dikaruniai Roh Kristus dan dipanggil untuk menjadi murid dengan perutusan yang memiliki pola jalan Yesus Kristus. 3.6.Kristologi menurut Martin Luther Dalam Katekhismus kecil Dr. Martin Luther pada fasal yang kedua tentang keselamatan manusia yang berisikan : “Aku Percaya kepada Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari gadis perawan Maria, yang menderita dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapak Yang Maha Kuasa dan akan turun dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.159 Ini berarti bahwa kita yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah sesungguhnya yang diperankan Bapak-Nya dari kekekalan dan juga Dia adalah manusia yang sesungguhnya yang lahir dari gadis perawan Maria, Dia adalah Tuhanku, yang menebus dan terkutuk ditebus-Nya dan dimenangkan-Nya kita manusia dari segala dosa dari kematian dan dari kuasa iblis, bukanlah dengan emas atau perak, melainkan dengan darah-Nya yang kudus. Dan mahal dan dengan penderitaan dan kematianNya yang tidak dikarenakan dosa-Nya, supaya aku menjadi milik-Nya dan hidup menjadi warga kerajaan-Nya, serta melayani-Nya di dalam keadilan yang kekal, tidak berdosa, penuh berkat, juga sama seperti Dia bangkit dari kematian, hidup dan memerintah untuk selama-lamanya. 159

Martin Luther, Katekhismus Kecil, (Jakarta: PT Indo Expose Progress, 2004), 8.

157 | D i k t a t D o g m a t i k a

Menurut Luther, jabatan imam di dalam Perjanjian Lama telah disempurnakan, digenapi, sekaligus di akhiri oleh Tuhan Yesus Kristus, Imam Besar Agung itu. Dengan kematian dan kebangkitan Kristus, manusia tidak lagi membutuhkan manusia lain untuk berperan sebagai imam, yaitu perantaran mereka dengan Tuhan, baik untuk memanjatkan doa (permohonan, pengakuan dosa dan sebagainya) maupun untuk mempersembahkan korban. Yesus Kristus telah menjadi Imam sekaligus korban yang paling sempurna, sekali untuk selamanya. Berdasarkan imamat dan pengorbanan Kristus, semua orang percaya adalah imam. Inilah yang disebut Luther (bersama para reformator lainnya) Imamat Am Semua Orang Percaya.160 3.7.Kristologi menurut Yohanes Calvin Dalam Yoh 1:14 dikatakan “Firman itu telah menjadi daging” berarti Dia yang tadinya Anak Allah telah menjadi anak manusia, tidak karena percampuran zat, melainkan karena kesatuan pribadi. Keilahian itu terikat dan bersatu dengan kemanusiaan sendemikian rupa hingga masing-masing tabiat itu tetap menyimpan ciri-ciri khasnya sendiri, tetapi dari keduanya itu terwujud juga satu Kristus. Jiwa itu memang bukan tubuh dan tubuh bukan jiwa. Meskipun begitu, dia yang terdiri dari kedua unsur itu merupakan satu manusia, tidak lebih. Jadi ada dua tabiat yang berbeda-beda yang membentuk pribadi orang itu.161 Dalam hal ini untuk menyatakan substansi Kristus yang sebenarnya ialah terdapat dalam ayat-ayat yang menyangkut kedua tabiat itu sekaligus, misalnya dalam Injil Yohanes. Dalam Injil itu dapat terlihat bahwa Bapa telah memberiNya kuasa untuk mengampuni dosa (Yoh 1:29), untuk membangkitkan kebenaran, kesucian dan keselamatan; bahwa Ia ditetapkan menjasi Hakim atas orang-orang yang hidup dan yang mati, supaya Ia dihormati sama seperti Bapa dihormati (Yoh 5:21). Sehingga dengan demikian Ia akan disebut sebagai Terang dunia, Gembala yang baik, satu-satunya Pintu dan Pokok anggur yang benar (Yoh 9:5, 10:7dst, 15:1 dst). Menurut Calvin ada tiga jabatan Kristus162 yang menjadi dasar untuk melawan kaum bidat-bidat yang juga menyebut nama Kristus. Kristus memang terdapat pada mereka menurut namaNya tetapi bukan menurut kenyataanNya. Sehingga supaya iman mendapatkan 160

Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK – Gunung Mulia, 2008),

47 161

Yohanes Calvin, Institutio, (Jakarta : BPK- Gunung Mulia, 1985), 95.

162

Yohanes Calvin, Institutio, 97.

158 | D i k t a t D o g m a t i k a

dalam diri Kristus dasar keselamatan yang mantap, dan dengan demikian bertumpu padaNya, maka harus ditetapkan suatu azas yaitu bahwa tugas yang diberikan kepadaNya oleh Bapa, terdiri dari tiga bagian. Sebab Ia deberikan untuk menjadi Nabi, Raja dan Imam. Jabatan Kristus sebagai nabi bertujuan supaya kita tahu bagaimana dalam pokok ajaran yang dibawaNya terdapat semua unsur hikmat yang genap. Ia telah diurapi dengan Roh supaya Ia menjadi pemberita dan saksi dari anugerah Bapa dan tidak dengan cara yang lazim, sebab Ia membedakan dari guru-guru lainnya yang pernah memegang jabatan yang sama. Jabatan Kristus sebagai Raja bahwa Kristus memperlengkapi pengikut-pengikutNya dengan segala sesuatu yang perlu demi keselamatan jiwa yang kekal dan memberi mereka kekuatan yang membuat mereka tak terkalahkan oleh segala serangan dari musuh-musuh rohani. Sehingga karena orang percaya oleh kekuatan Raja mereka tegak tak terkalahkan dan karena mereka dilimpahkan kekayaanNya yang rohaniah, maka sepantasnyalah mereka dinamakan orang Kristen. Jabatan Kristus sebagai Imam bertujuan supaya menjadi Pengantara yang bebas dari segala noda, yang oleh kesucianNya memperdamaikan Allah dengan kita. Kristus bertindak sebagai imam tidak hanya supaya, menurut hukum kekal mengenai perdamaian, dibuatNya Bapa bersikap baik dan lemah-lembut terhadap kita, tetapi juga supaya kita diterimaNya sebagai teman sejabatan yang begitu mulia (Wah 1:6).163 Dalam pengakuan HKBP, tanpa dapat dihindarkan, jabatan-jabatan di dalamnya didasarkan pada prinsip munus triplex Christi. Hal itu berarti karena sebagai akibat pengaruh Etisisme dari ajaran Pietisme yang paling ditonjolkan adalah keteladanan Yesus Kristus, sehingga karya Kristus sebagai imam, nabi dan raja tidak ditampilkan dengan tepat. 164 Diatas segalanya harus ditekankan bahwa Yesus bukan hanya Raja dalam gereja-Nya melainkan juga untuk seluruh dunia. Pendapat itu akan bertambah penting artinya karena dalam sikap hidup pietistik terdapat bahaya, yaitu bahwa “dunia ini dengan segala corak keangkuhan dan keserakahannya” merupakan hal yang negatif dan harus dijauhi. Dalam hal inilah gereja dengan sikapnya yang pietistik, tidak mau mencampuri urusan politik dan segala “perkara duniawi” karena manganggap tabu. 3.8.Kristologi dalam konfesi HKBP

163

Yohanes Calvin, Institutio, 98-99.

164

Andar M. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, (Jakarta: BPK – Gunung Mulia,

1996), 264-265.

159 | D i k t a t D o g m a t i k a

Tidak ada satu pun kristologi disusun sepanjang sejarah yang sungguh-sungguh memuaskan dan dapat mempertahankan diri. Adapun sebabnya bukan karena kenyataan bahwa alam pikiran manusia berubah, tetapi juga oleh karena “obyek” kristologi, yaitu Yesus Kristus melampaui pikiran, perkataan dan bahasa manusia. Dalam tradisi agama suku, keberagamaan itu mendapat pengkuannya yang resmi dalam ‘kepercayaan kepada kemahakuasaan ilahi’ seperti yang nyata dalam sila pertama pancasila. Kebudayaan kita mengenal Allah yang tidak di kenal itu yakni “Sang Mahakuasa, yang memberi buah kandungan”. Dengan demikian kepercayaan kepada kemahakuasaan ilahi itu merupakan “perspektif batiniah dan tujuan adat”. Sehingga yang dipanggil bukanlah Allah yang telah menyatakan nama-Nya, melainkan bahwa ‘kepercayaan kepada kemahakuasanaan ilahi’, meyebutkan nama-dewa Batak-purba itu dalam arti suatu “monoteisme yang deistis”.165 Meskipun ‘Zaman’ merupakan faktor utama dalam perubahan keadaan, namun itu bukanlah faktor yang satu-satunya. Dalam “pengalaman dan pertimbangan” itu, akan bekerja kepercayaan Kristen. Inilah yang merupakan ciri zaman sekarang yang digambarkan sebagai waktu-peralihan. Dengan bertolak dari sini, dapat dipahami pemakaian nama-nama Allah dari Alkitab dan nama-nama dari adat Batak yang tempaknya tidak dihubungkan satu sama lain. Kenyataan ini merupakan tanda peralihan dari konsep agama suku tantang dewa kepada konsep Kristen yang sadar tentang Allah. Nama dewa Batak-purba biasanya dipakai bilamana kehidupan dan persekutuan di lihat dan ditafsirkan dengan bertolak dari sudut sifatnya sebagai ciptaan saja. Dosa, kesalahan dan keselamatan tidaklah dibicarakan. Di lain pihak ia memandang kesalahan yang berpusat pada Kristus dan yang bersifat soteriologis sebagai ini hakiki kekristenan. Demikianlah kepercayaan kepada Kristus yang muncul dalam pengakuan iman rasuli bagian kedua tak terikat secara sadar kepada kepercayaan akan Allah. Yang belakangan ini tetap dikuasai oleh pandangan-pandangan pra-kristen. Suatu oandangan Kristen tentang Allah atas dasar firman Allah barulah dapat diperoleh apabila orang belajar mengenal pekerjaan Roh Kudus. 166 Oleh karena itu, bila gereja suku belajar memahami dirinya sebagai hasil karya Roh Kudus dan ditengah dunianya bertobat menjadi tubuh Kristus, maka terbukalah jalan untuk memanggil Allah, Bapa Yesus Kristus, sebagai Tuhan persekutuan adat. Jadi bukan melalui 165 166

Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2003), 159. Lothar Schreiner, Adat dan Injil, 160.

160 | D i k t a t D o g m a t i k a

penggantian nama Tuhan, melainkan melalui bertambahnya pengenalan akan penyataan Allah dalam Roh, disitulah kepercayaan kepada keselamatan adak dihubungkan dengan kepercayaan kepada pemeliharaan ilahi yang wajar. dengan demikian maka Injil akan menjadi berlaku dalam agama Kristen atau agama baru. Gereja HKBP dalam konfesinya pada tahun 1951 menyatakan bahwa Yesus adalah Allah anak yang menjadi manusia, dilahirkan oleh perawan Maria yang diperkandungkan oleh Rohul Kudus, diberikan nama Yesus. Jadi terdapat dua sifat di dalam Dia : pada-Nya terdapat Ketuhanan dan Kemanusiaan. Ia adalah Allah yang benar dan manusia yang benar, Ia menderita kesengsaraan waktu pemerintahan Pilatus, ia tersalib pada kayu salib, untuk melepaskan kita dari dosa, dari maut dan dari kuasa Iblis. Ia adalah kegenapan korban perdamaian kepada Allah untuk segala dosa manusia. Ia turun ke neraka setelah dikuburkan, bangkit dari mati pada hari yang ketiga, naik ke sorga duduk di sebelah kanan Allah Yehowa, BapaNya yang mulia selama-lamanya. Ia ada di sorga membela kita, merintah atas segala sesuatu sampai kembali kelak ke bumi menghakimi yang hidup maupun yang mati.167 Mat.28:18; Ef.1:20-22; 1:7; Yoh.3:16; Ibr.9:14; Fil 2:4-6, merupakan ayat yang dapat kita pakai untuk menolak dan melawan ajaran dari Roma Katolik yang mengatakan : 1) Bahwa Maria, ibu dari Tuhan Yesus, yang disebut Kudus, membela kita kepada Allah. 2) Para pastor berkuasa lagi mengorbankan tubuh Kristus di dalam misa. 3) Paus di Romalah wakil Kristus di dunia. Matius 23:8-10, juga kita menolak ajaran orang yang menyamakan sepenuhnya Tuhan Yesus dengan para Nabi di dunia ini. Sedangkan dalam konfesi HKBP tahun 1996 konsep tentang kristologi lebih diperjelas lagi dimana didalamnya dijelaskan bahwa Allah Bapa menyatakan dirinya melalui Yesus Kristus, Anaknya yang tunggal itu, juruslamat manusia dan dia memateraikan keslamatan melalui rohNya. Allah anak adalah Yesus Kristus yang di dalamnya Allah Bapa yang mengosongkan dirinya dan menjadi manusia, yang dilahirkan oleh Maria, dikandung dari Roh Kudus sebelum ada mengenal suami. Dialah Tuhan yang melindungi dan menyelamatkan manusia. Peristiwa itu terjadi melalui penderitaan yang dialaminya hingga kematianNya di kayu salib. Dialah kesempurnaan korban pendamaian oleh Allah karena dosa manusia. Dia turun ke dalam maut, bangkit kembali dari kematian pada hari yang ketiga, naik

167

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Panindangion Haporseaon (Pengakuan Iman), Tarutung: Kantor

Pusat HKBP, 2000, 36-37.

161 | D i k t a t D o g m a t i k a

ke surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Karena itulah Dia ditinggikan oleh Allah dan kepadaNya diberikanNya nama diatas segala nama. 4. Kesimpulan Kristologi ialah logos mengenai Kristus, pemikiran Yesus Kristus, sasaran iman kepercayaan kristen. Dimana dalam kristologi ini kita mengetahui sejarah Yesus Kristus, dimana dia yang dikatakan dulu orang yang hina yang layak disalibkan dari krsitologi ini ternyata Yesus itu bukan layak untuk disalibkan sebab dia memiliki hubungan yang dekat dengan Allah. Rahasia mengenai pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus hanyalah dapat dirumuskan dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat berlawanan. Maksudnya selalu ada dua garis atau segi yang saling bertentangan. Hal ini sama saja seperti dua orang yang berbicara satu sama lain, yang satu mengemukakan kebenaran yang pertama sedangkan yang lain mengemukakan kebenaran yang kebalikannya, namun kedua kebenaran itu adalah sama-sama benar tetapi pertentangan itu tidak dapat dilebur antara yang satu dengan yang lain. Mengenai Yesus Kristus bukanlah suatu oknum yang derajatNya terletak antara Allah dengan manusia, tetapi Ia benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Yesus bukan sembarang utusan Allah tetapi Dia adalah Allah yang menjumpai kita dengan cara yang unik. Ia bersifat Ilahi, Mark 1:1; 15:39; Mat 16:16. hal ini mereka yakini setelah Yesus bangkit. Juga sesuai dengan kristologi Paulus dalam Gal 4:4; Rm 1:3-4; Filp 2:5-11, secara duniawi Yesus sama dengan kita. Tetapi dengan secara surgawi Dia jauh melebihi kita. Menurut daging, Yesus Kristus lahir dari Maria garis keturunan Daud tetapi menurut Roh, Ia dinyatakan anak Allah yang berkuasa. Dalam Yoh 1:14 juga ada suatu pengakuan yang menyatakan Firman itu telah menjadi daging.

Tambahan dari bapak dosen: Mengenai

pribadi

Yesus

Kristus

dan

pekerjaanNya,

Alkitab

seakan-akan

memperlihatkan kepada kita dua garis atau dua segi : pertama Yesus sama sekali tergolong kepada kita manusia. Ia telah datang dalam keadaan yang serupa dengan keberdosaan manusia (Rom 8:3). Ia dilahirkan oleh seorang perempuan (Galatia 4:4), Yesus juga menyatakan solider dengan manusia dalam segenap dosanya; karena itu Ia minta dibabtiskan. 162 | D i k t a t D o g m a t i k a

Ia turut serta dalam kehidupansehari-hari : merasa lapar (Mat 4:2) dan haus (Yoh 19:28), mengunjungi sebuah pesta perkawinan (Yoh 2:1 dyb) dan menangis di kubur seorang sahabat (Yoh 11:35). Ia telah mati dan dikuburkan, sebagaimana manusia telah ditentukan satu kali akan mati (Ibr 9:27). kepadaNya berlaku apayang dinubuatkan tentang Nabi Tuhan yang menderita : Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada (Yes 53). Kedua Yesus ini sama sekali tergolong Allah. HKBP dalam merumuskan pemahamannya mengenai kristologi sudah mengalami banyak pergumulan. Mulai dari pemahaman yang dibuat oleh teolog-teolog dari luar gereja sampai konsili-konsili gereja juga menyinggung masalah kristologi dan masih banyak lagi pergumulan yang dialami HKBP dalam merumuskan pemahaman tentang kristologi dalam Pengakuan Imannya. Sehingga dalam konfesinya HKBP telah mengalami revisi antara tahun 1951 dan 1996 yang mungkin dianggap baik dari tahun sebelumnya. Dari kedua isi pengakuan ini sama-sama menekankan bahwa Yesus Kristu adalah Allah Anak. Akan tetapi untuk memperjelas pemahaman Allah Anak tersebut maka pada tahun 1996 Pengakuan Iman tersebut di diperjelas dengan mengatakan bahwa Allah mengosongkan dirinya dan menjadi manusia. Dengan demikian kristologi yang sungguh-sungguh harus terarah kepada praksis diaman, teolog harus mengetahui konteks yang memahami kristologi tersebut. Sehingga Pengakuan Iman HKBP harus dilihat juga dalam konteks masyarakat batak. Maka harus ada kerjasama antara berbagai ahli dalam merumuskan pemahaman tentang kristologi tersebut sehingga dengan demikian akan terlihat jelas nantinya bagaimana pemahaman kristologi terwujud dalam kehidupan umat Kristen.

Nama Kelompok

: Rido Frihandi Silalahi Putra Hasudungan Marpaung

Mata Kuliah

: Dogmatika I

Dosen

: Pdt. Dr. J. Boangmanalu

163 | D i k t a t D o g m a t i k a

( 14.2934 ) ( 14.2854 )

PENGANTAR SEJARAH DOGMA KRISTEN Oleh Bernhard Lohse I. Sekilas Tentang Pengarang 1.1. Siapakah Bernhard Lohse Bernhard Lohse adalah seorang guru besar dalam bidang sejarah gereja dan sejarah Teologi pada universitas Hamburg, Jerman Barat. Ia juga seorang penulis buku dogmatika Kristen.168 Bernhard Lohse cukup berpengaruh dalam mengembangkan teologi Lutheran , namun pemikirannya cukup ideologis dan tetap memberi perhatian terhadap tradisi-tradisi lain.169 1.2. Dogma Dan Sejarah Dogma 1.2.1. Kekristenan Tanpa Dogma170 Sejak zaman Pencerahan, dogma dipahami sebagai batu sandungan yang menghalangi banyak dari penghayatan iman yang hidup. Namun ideologi-ideologi modern telah menjadi bagian dari perlawanan terhadap dogmatika Kristen tersebut. Adolf Von Harnack sebagai penulis buku sejarah dogma berpendapat bahwa perkembangan dogma sepanjang

abad

adalah suatu proses keruntuhan dan hanya dengan membalik proses inilah tercipta iman yang tidak dogmatis yang merupakan ciri khas dari gereja mula-mula. Paus di umumkan sebagai dogma pada konsili Vatikan I ditahun 1879 dan hal itu diktritik tajam oleh para teolog Katolik dari Jerman dan Perancis dengan tiga alasan untuk membebaskan Kristen dari dogma antara lain : 1) Seseorang dapat menjadi seorang Kristen yang baik dan sungguh-sungguh tanpa mempercayai dogma-dogma tertentu. Pemikiran ini disuarakan oleh sejak zaman Pietisme oleh Gottfried Arnold.

168 169

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2004: Sampul Belakang Artikel dari A.A Yewangoe, “ Kata Pengantar dari penerjemah dalam Lohse, opcit ., VIII dalam buku

Kristologi Lintas Budaya Batak, Hlm.95. 170

Ibid,hlm.1-4.

164 | D i k t a t D o g m a t i k a

2) Dogma-dogma seringkali bertumbuh dalam suatu situasi tertentu dan tidak dapat diulang dalam caranya karena dogma-dogma seperti itu secara historis bersifat satu kesatuan. 3) Alkitab berorientasi pada objektivitas karena Alkitab yang mengantar orang kepada tuntutan untuk membebaskan keKristenan dari dogma. 1.2.2. Apakah Dogma ?171 Akibat dari pemahaman dogma-dogma sebagai dalil-dalil ajaran maka para teolog memberikan suatu definisi dari pengertian dogma antara lain : 1) Yesuit, A. Deneffe mendefinisikan dogma sebagai suatu kebenaran yang sejauh isi yang dimaksudkan objektif, dinyatakan oleh Allah dan didefinisikan oleh gereja, entah melalui dekrit konsili, atau melalui suatu keputusan ex cathedra dari Paus yang secara umum diajarkan dalam gereja. 2) Adolf Harnack mengatakan dogma adalah doktrin-doktrin dari iman Kristen yang diformulasikan secara logis dan diungkapkan bagi tujuan-tujuan ilmiah 3) Friedrick Loofs menekankan bahwa dogma adalah dalil-dalil iman yang oleh suatu persekutuan gerejawi. 4) Walter Kohler dan Martin Werner setuju bahwa dogma semestinya dipahami sebagai sekedar ungkapan yang bersifat umum dari iman Kristen oleh persekutuan Kristen, berkenaan dengan isi penyataan Kristus. 5) Karl Barth mendefinisikan dogma seperti yang ditandainya memperlihatkan persesuaian dari proklamasi Gereja dengan penyataan yang disaksikan dalam Alkitab. Pemahaman Katolik Roma mengenai dogma pada keputusan Konsili Nicea tahun 325 M merumuskan bahwa dogma merupakan suatu konfessi (pengakuan iman) yang memperkenalkan pembedaan antara Kerygma dan dogma-dogma Kristen sebagai dalil-dalil iman. Makna didaktis dari dogma yang ditekankan oleh formula Chalcedon tahun 451 ialah pengajaran mengenai pengakuan suatu dalil iman yang dinyatakan bukanlah watak dari gereja purba. Demikian halnya pemahaman kaum Protestan tidak pernah mengakui secara resmi konsep tentang dogma-dogma sebagai dalil-dalil iaman yang tidak dapat keliru. Walaupun Luther dan para reformator lainnya mengaku kewibawaan keputusan-keputusan konsili gereja purba, namun hal itu bukan karena diberi kewibawaan , baik secara teologis

171

Ibid, hlm. 6-10

165 | D i k t a t D o g m a t i k a

maupun hukum kanon tetapi karena mereka yakin bahwa keputusan-keputusan itu sesuai dengan Alkitab. 1.2.3. Kesinambungan Sejarah Dogma172 Sejauh menyangkut sejarah dogma maka tidak dapat diragukan bahwa Yesus tidak merasa puas dengan hanya sekedar berupaya mengajarkan ajaran itu tetapi perlu adanya pengakuan murid-muridNya dan orang-orang kepadaNya (Mat 16 : 15). Pengakuan Petrus terhadap diri Yesus sebagai ’’Anak Allah yang hidup ’’ merupakan dogma yang pertama, maka sejak konfesi Petrus ini tidak ada satu waktu pun untuk berhenti mengungkapkan iman mereka dalam bentuk suatu konfesi. Kesinambungan dalam perkembangan sejarah dogma nyata, jikalau perkembangan aktual dari sejarah dogma dipandang dari masa-masa permulaannya ke masa kini. Menurut Ferdinand Christian Baur, sejarah dogma adalah suatu interaksi yang berkesinambungan antara roh dan diri. Melalui tesis, antitetis, dan sintetis roh tiba pada kesadaran dirinya dan seiring dengan menyingkapan keberadaannya yang benar, sehingga unsur-unsur asali yang hadir dalam keKristenan sejak dari permulaan secara berangsur-angsur diangkat kearah keadaran. Bagi Karl Barth sendiri menyatakan bahwa sejarah dogma adalah suatu lanjutan tanda-tanda yang berciri sendiri yang menunjuk pada kebenaran penyataan. 1.2.4. Kewibawaan Dogma-dogma173 Pemikiran dalam berbagai persekutuan (jemaat) bahwa kewibawaan dogma-dogma tidaklah melemah oleh kenyataan masa lampau tetapi dogma itu tidak dapat disejajarkan dengan kewibawaan pemimpin gerejawi dan para ahli teologi. Sebenarnya baik kaum Katolik Roma maupun kaum Protestan keduanya mengklaim kewibawaan yang lebih besar bagi kepurusan-keputusan doktinal mereka. Kaum Katolik Roma berkata bahwa-bahwa dogmadogmanya tidak dapat keliru. Dan beberapa ahli teologi Katolik hal infallibitas dogma – dogma initidak mengimpilasikan suatu finalitas dan kesempurnaan dari dogma-dogma yang didefinisikan. Didalam Protestanisme infallibilitas dari afirmasi-afirmasi ajaran injili yang seperti itu telah ditetapkan hanya oleh beberapa orang yang berdiri dipinggiran. 1.2.5. Dogma-dogma Mestilah Diinterpretasikan174 172

Ibid, hlm.10-14

173

Ibid, hlm.15

166 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dogma-dogma atau konfesi-konfesi, yang telah diikrarkan pada masa lampau perlu di interpretasikan yakni harus diterjemahkan sebagaimana adanya, apabila keputusan-keputusan itu dikehendaki dapat dipahami pada masa kini. Tugas penerjemahan itu adalah untuk memastikan bagaimana dogma-dogma tertentu memperoleh asal usulnya dan kemudian mendiskusikan pertanyaan-pertannyaan tentang bagaimanakah dogma-dogma itu pada zamannya telah memenuhi fungsinya sebagai yang menunjuk kepada Kristus.

Dengan

demikian bahwa teolog sistimatislah yang diberi kepercayaan untuk menerjemahkan dogmadogma, juga gereja melalui kotbah dan konfesinya mesti meneruskan tugas ini kepada setiap generasi baru. 1.2.6. Dapatkah Timbul Dogma-dogma Baru ? Sejak abad ke 16 telah ada tiga dogma yang ditetapkan, pada abad ke 19 dogmadogma tentang Maria dikandung tanpa noda, dan infalibilitas Paus. Pada abad 20 ditentukan pula dogma mengenai kenaikan Maria Kesorga. Secara khusus bahwa setiap dogma baru tentang Maria akan mempertinggi bahaya, bahwa gereja Katolik Roma akan merasa dirinya didakwa, dakwaan yang lebih keras dari pada yang selama ini dialaminya, demi penyembahan kepada Maria melepaskan sikap Kristosentrisnya. Gereja-gereja non Katolik menjawab tentang dogma-dogma baru, misalnya gereja Ortodoks Timur memandang keputusan-keputusan Konsili Nicea pada tahun 787 sebagai dogma terakhir. Pihak Protestanisme tidak mengakui satu dogmapun, apabila dogma-dogma itu dipahami sebagai yang tidak dapat keliru. II. ISI RINGKAS BUKU 2.1. Kanon dan Pengakuan Iman 2.1.1. Pembentukan kanon Perjanjian Lama 175 Berbicara tentang kanon, Lohse berkata itu disebabkan karena maknanya yang sangat penting. Kenyataan bahwa kekristenan mempunyai kanon dari tulisan-tulisan suci sebagai dasar pemberitaan dan ajaran yang dapat diterangkan, setidak-tidaknya dari titik pandang yang bersifat lahiriah, yaitu atas dasar contoh yang diberikan Yudaisme. Sebagaimana dikatakan bahwa Yudaisme telah melengkapkan kanon Perjanjian Lama pada saat-saat Yesus

174

Ibid, hlm.20

175

Ibid, hlm.30-31

167 | D i k t a t D o g m a t i k a

hidup, walaupun belum selesai (fixed) hingga pada sinode Yahudi yang diadakan di Jamnia sekitar tahun 100 M. Namun pemahaman Kristen dan Yahudi terhadap Perjanjian Lama adakalanya dikatakan berbeda, tetapi Yesus menghendaki pemberitaan maksud asali Allah, yang sekarang ini menyatakan diri dalam Dia. Sejarah penulisan Kitab Perjanjian Baru ditulis sebelum tahun 100 M, yang gereja kemudian secara teratur dipakai oleh gereja-gereja dalam kebaktian-kebaktian, dipandang sebagai kriteria bagi bacaan jemaat, juga dipakai dalam pengajaran katekisasi. Tentu juga dipergunakan dengan maksud-maksud teologis. Lebih menegangkan lagi, seorang pemimpin bidat, Swedenborg yang sudah mempermandikan seseorang, menyerahkan Alkitab dengan tangan kiri dan dengan kitab karangannya ditangan kanan . Dosen teologi bernama Yopie M. Rattu mengutip dari J. Verkuil mendefinisikan Bidat sebagai berasal dari kata Arab bid(a)ah yang berarti “menyimpang dari ajaran yang sebenarnya . Kanon Perjanjian Lama dipahami oleh orang Yahudi sebgai miliknya dan bukan milik gereja dan Kanon Perjanjian Baru tidak dianggap sebagai satu kesatuan atau yang berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Pendirian ini diungkapkan oleh Yustinus Martyr. Maka disebut bahwa Perjanjian Lama adalah milik gereja dan bukan milik Yahudi, karena makna dari teks-teks Perjanjian Lama digenapi di dalam Yesus Kristus. Dua metode yang dipergunakan gereja purba untuk membuka rahasia pemahaman yang lebih dalam dari Alkitab. Hal yang pertama disebutkan, interpretasi alegoris dan interpretasi tipologi. Terhadap kedua metode ini dan pada saat yang sama adalah juga mungkin untuk memperlihatkan bahwa pemahaman teks tidak hanya dibatasi pada periode asal usul teks tersebut tetapi ia juga menunjuk pada masa yang akan datang. Interpretasi ini dianggap sesuai dengan rencana Ilahi terhadap sejarah, yang terentang dari penciptaan sampai kepengadilan terakhir, mencapai klimaknya dalam Yesus Kristus. 2.1.1. Pembentukan Kanon Perjanjian Baru176 Boleh dikatakan bahwa kanon Perjanjian Baru dimulai pada abad ke 2 M. Penulis surat 2 Petrus yang berasal dari tahun 120 hingga 150 M, orang pertama yang mulai berbicara tentang Perjanjian Baru yaitu Irenaeus dari Lyon. Demikian halnya batasan-batasan kanon Perjanjian Baru setidak-tidaknya dalam bentuk pendahuluan telah ditetapkan sekitar tahun 200 M. Kanon Perjanjian Baru pada akhirnya ditetapkan secara tepat pada suatu rangkaian sinode pada abad ke 4 M. Pembentukan kanon Perjanjian Baru dipengaruhi Marcion yang 176

Ibid, hlm.33

168 | D i k t a t D o g m a t i k a

mempunyai pertalian dengan ide-ide aliran gnostik tertentu, menciptakan kanonnya sendiri. Demikian pula banyak tulisan lain yang kemudian oleh gereja dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru yang mencakup Injil Lukas dan sepuluh surat Paulus sebagai kanon yang pertama. Bertolak belakang dari titik pandang sejarah pembentukan kanon Perjanjian Baru bersama-sama dengan perkembangan ajaran suksesi Apostolis menjadi titik akhir dari gerakan Kekristenan Purba kearah gereja Katolik mula-mula. Dengan demikian terdapatlah norma-norma dasar bagi ajaran dan tatanan. 2.1.2. Alkitab dan Tradisi177 Alkitab dan Tradisi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Penulis-penulis Kristen mula-mula mempunyai dalil-dalil iman tertentu dan pola-pola tertentu dan pola-pola kehidupan tertentu. Konsep baru mengenai tradisi ini dipengaruhi oleh kontroversi dengan gnostisisme mengenai persoalan apakah yang dimaksud dengan tradisi yang benar. Perkataan tradisi pertama sekali ditemui pada akhir abad ke 2 M oleh Irenaeus. Kuasa tradisi adalah satu dan sama dalam semua, sehingga semua gereja mengabarkan dan mengabarkan dan menyampaikan ajaran-ajarannya. Bagi Irenaeus tradisi ini orang bebas untuk menilainya, tradisi ini pada saat yang sama dibuat secara pneumatologis, artinya seluruh gereja diarahkan oleh Roh Kudus, tidak ada pertentangan antara tradisi lisan dan tradisi tulisan, sebab keduanya berasal dari Rasul-rasul. 2.1.3. Pengakuan Iman (Credo)178 Sesungguhnya dalam abad pertama tidak satupun formula yang diakui sebagai satu pengakuan iman yang tidak menimbulkan pemahaman ambigu. Pada abad ke 2 M, gereja memiliki berbagai formula pengakuan Iman. Sebagaimana terdapat dalam tulisan-tulisan Irenaeus dan Tertulianus, dimana mereka mengacu pada formula-formula tertentu, dan tidak mempunyai kesamaan. Satu dari pengakuan-pengakuan iman paling tua yang dikanonisasikan dalam gereja adalah Pengakuan Iman Babtisan Romawi yang tua, yang disebut sebagai Romanum. Menurut rekonstruksi Hans Lietzmann, bentuk mula-mula dari konfesi ini dapat dibaca sebagai berikut : Aku percaya didalam Allah Bapa (yang) Mahakuasa ; dan di dalam Yesus Kristus,……(lih., hlm 41). Dalam bentuk ini, konfesi Romawi yang tua mungkin tidak lebih tua dari pertengahan abad ke-2 M. 177 178

Ibid, hlm. 37 Ibid, hlm. 40-41

169 | D i k t a t D o g m a t i k a

Sisispan Kristologis yang terdapat dalam pasal kedua mungkin ditujukan kepada bidat-bidat Kritologis tertentu, terutama doketisme, tetapi juga terhadap kaum adopsionis Monarkionisme (lih. bab II). Makna kredo bagi sejarah dogma adalah pengakuan iman yang bersnagkut paut dengan baptisan, yang biasanya menggunakan metode Tanya-jawab. Jadi terhadap pribadi yang bakal dibaptiskan ditanyakan, ’’apakah saudara percaya di dalam Allah, Yesus Kristus ?’’ dan sebagainya. Pada saat baptisan berlangsung jelaslah bahwa kredo-kredo itu berhubungan dengan pengajaran kepada katekumen (peserta Katekisasi). 2.2. Ajaran Tentang Trinitas 2.2.1. Pengakuan Iman (Kredo)179 Sejak semula orang Kristen tentu saja tidak hanya percaya kepada Allah dalam artian sebagaimana orang Yahudi mempercayaiNya, tetapi juga mereka percaya kepada Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Bagi gereja Purba, Yesus Kristus adalah Mesias. Sebagaimana Injil Yohanes berkali-kali menekankan, pengikut-pengikutNya yang mula-mula memandang Dia satu ikatan dengan Allah Bapa atau serupa dengan Allah Bapa (2 Kor 4:4, Kol 1:15). Dengan afirmasi-afirmasi inilah, bersifat ofensif, dan orang-orang Kristen mengungkapkan Iman mereka temui dalam Yesus Kristus sebagai Allah sendiri. Afirmasi-afirmasi Perjanjian Baru tentang Roh Kudus tidak begitu jelas seperti halnya mengenai Yesus Kristus. Diketahui bahwa, Roh Kudus dikatakan datang melalui nabi-nabi dan bahwa Ia telah turun pada waktu baptisan Yesus supaya memperlengkapi Dia dalam pekerjaanNya. Roh Kudus yang diyakini disini sebagai pribadi yang lain dari Yesus Kristus artinya bahwa didalam Roh, Yesus sendiri datang kepada murid-muridNya sebagai Parakletos. Tentu saja sangat layak dan penting dalam perkembangan dogma. 2.2.2. Jejak-jejak Langkah Pertama Ajaran Tentang Trinitas180 Irenaeus dalam pembicaraannya mengenai Allah ada dua segi dasar yang menonjol. Pertama bahwa keberadaan Allah bersifat batiniah dan kedua Allah yang bersifat progresif dalam sejarah keselamatan. Dan kadang-kadang Irenaeus menekankan keesaan Allah itu hanya sekedar penampilan-penampilan dari satu Allah atau Allah ditampilkan sebagai satu.

179

Ibid, hlm.46

180

Ibid, hlm. 53-54

170 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dengan cara ini Irenaeus mengembangkan segi-segi dasariah dari suatu ajaran tentang Trinitas dan memang ajaran inilah yang dikembangkan pada abad ke-2 M. Tertulianus seorang teolog dari Kartago dan seorang teolog gereja yang pertama menuliskan dalam bahasa latin, mengungkapkan hal ajaran tentang Allah merupakan tiga pribadi yang berhubungan satu sama lain, tiga pribadi tersebut ada dalam substansi, namun tetaplah hanya ada satu Allah. Sementara Origenes mengenai ajaran Trinitatis ditandai oleh dua segi dasar. Pertama, sama seperti Irenaeus dan Tertulianus, ia memberi tekanan besar pada keesaan Allah, ia juga menekankan perbedaaan-perbedaan antara ketiga pribadi itu. Untuk ketiga pribadi dari Keallahan itu Origenes mempergunakan konsepsi hypostasism mereka.

Origenes juga

berpegang pada pendapat bahwa ketiga pribadi itu adalah satu kesatuan dan keserasian kehendak. 2.2.3. Arius181 Arius berasal dari Mazhab Lucian dari Antiokhia, ia menekankan keunikan dan transendensi Allah. Satu konfesi dari Arius mengaku satu Allah yang tidak diperanakkan, yang satu-satunya kekal, yang satu-satunya tanpa awal, yang satu-satunya benar, yang tidak dapat mati, bujaksana, yang satu-satunya baik, satu-satunya Tuhan. Kesatuan Bapa dan Anak secara substansi menurut Arius, tidak ada. Bagi Arius, ini merupakan bidat yang terburuk. Karena ia beranggapan Allah itu bukanlah Bapa. 2.2.4. Konsili Nicea182 Konfesi Nicea yang berasal dari tahun 325 M. Itu berbunyi sebagai berikut : Kami percaya dalam satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa, …..(lih, hlm 65) konfesi Nicea ini bertujuan untuk menolak ajaran Arius, dan dengan penekanan yang besar Konsili ini menegaskan bahwa anak bukanlah diciptakan tetapi dilahirkan. Konsep “dilahirkan” dimaksudkan untuk meniadakan atau menghapuskan ide bahwa Anak diciptakan dari sesuatu yang tidak ada, dan demikian juga untuk menghapuskan pemikiran bahwa ada saatnya Allah sebagai Bapa seorang diri, yaitu memperoleh kedudukan sebagai Bapa. Makna positif dari konfesi Nicea bahwa “anak berasal dari substansi Bapa”. Ungkapan ini sebenarnya

181

Ibid, hlm. 60

182

Ibid, hlm.63

171 | D i k t a t D o g m a t i k a

memperkuat Keilahian Anak, artinya bahwa Yesus adalah Ilahi penuh maksudnya bahwa posisi Anak ditempatkan pada sisi Allah. 2.2.4. Lebih dari Lima Dasawarsa Kontroversi183 Diantara sekian banyak orang sesudah beberapa abad terlibat dalam kontroversi, khususnya diwilayah timur kerajaan Romawi, maka diantaranya yang menonjol adalah Athanasius dan sering disebut sebagai seorang kampiun yang sesungguhnya dari Nicea. Menurutnya bahwa ajaran Trinitatis mempunyai dua makna, yang pertama pemahamannya Homoousios merupakan tradisi barat yang berlaku pada para bapa konsili yang berlatarbelakang Yunani. Dia menjelaskan bahwa homoousios itu adalah keilahian logos yang mengacu pada kesaan Allah. KeIlahian Anak identik dengan keIlahian Bapa bahkan kepenuhan keIlahian Bapa ad lah keberadaan (to enai) dari Anak artinya Bapa dan Anak adalah satu. Pemahaman yang kedua mengenai Soteriologi atau ajaran tentang penebusan, Maka penebusan yang sesungguhnya melalui Kristus merupakan sentral dalam ajarannya. Ajarannya mengenai penebusan seringkali berpacu pada yang bersifat fisik yaitu bahwa ajaran itu merupakan pemulihan dan kekekalan hakikat manusia. 2.2.5. Keilahian Roh Kudus184 Menurut kesaksian Alkitab bahwa Roh kudus bukanlah merupakan hakikat mahlukiah, tetapi termasuk satu dengan Allah. Menurut Athanasius Roh Kudus berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu dan Athanasius juga menyimpulkan bahwa Roh kudus adalah Allah dan tidak dapat dipisahkan dari Anak. 2.2.6. Interpretasi yang Benar dari Ajaran tentang Trinitas185 Sejak tahun 395 Masehi Augustinus seorang bapa gereja latin yang populer, ia mengembangkan intrerpretasi tentang ajaran Trinitas dalam bukunya mengenai Trinitas sebagai karyanya yang terbesar pada abad ke-4 M. Dalam karyanya itu ia menekankan Keesaan Allah. Ia mengatakan bahwa Trinitas adalah satu Allah, bukan setiap pribadi dari 183

Ibid, hlm.70-71

184

Ibid, hlm. 63

185

Ibid, hlm. 83

172 | D i k t a t D o g m a t i k a

tiga pribadi artinya bahwa ketiga pribadi Trinitas itu senantiasa bekerja dalam satu konser yang mempunyai hubungan yang kekal. 2.3. Kristologi 2.3.1 Saat-Saat Permulaan186 Istilah Kristologi berasal dari Kristen mula-mula yang membawa ajaran tentang dua tabiat yaitu Kristologi Ebionit adalah orang-orang Kristen Yahudi yang setia kepada tradisi gereja purba mula-mula yang dipengaruhi oleh Yahudi dan Gnostik, lalu memisahkan diri dari gereja, karena mereka bertentangan dengan Paulus dan Yohanes Pembaptis. Ebionit artinya yang miskin, nama yang mula-mula diberikan gereja purba di Yerusalem (Gal 2 : 10 ; Rom 15:26). Mereka percaya bahwa Yesus adalah Anak manusia yaitu keturunan Yusuf dan Maria. Mereka beranggapan bahwa Yesus benar-benar manusia yang diperlengkapi Allah dengan karunia-karunia khusus. Selain kaum Ebionit, tabiat Kritologi yang satu ini disebut Doketisme menurut ajaran golongan ini, Kristus adalah manusia tetapi hanya dalam penampilanNya, yang mempersatukan diriNya sendiri hanya dalam waktu terbatas dengan manusia Yesus. Waktu yang terbatas itu hanya sampai pada saai Dia disalibkan. Tipe tabiat ini ditemukan dalam Marcion dan dalam sistim-sistim gnostis pada abad ke-2 dan abad ke-3 M. 2.3.2. Apollinaris dari Laodekia187 Apollinaris dari Laodekia seorang yang teguh mempertahankan konfesi Nicea, teman seperjuangan Athanasius yang banyak memahami mengenai Kristologi. Dia mengatakan ; “jikalau kita memanggil Dia manusia, dilahirkan Maria, disalibkan, maka kita menyebut Dia manusia bukan Allah”. Dengan demikian Kristus yang menjadi manusia bukan yang bisa terbagi-bagi, tubuh Kristus bersatu dengan logos artinya bahwa logos itu menggantikan roh, jadi yang ditemukan dalam diri Yesus adalah antara manusia dengan Allah.

2.3.3. Konsili Chalcedon.188 186

Ibid, hlm. 90

187

Ibid, hlm. 102

173 | D i k t a t D o g m a t i k a

Setelah keilahian Sang Putera ditetapkan dalam Konsili Nicea, timbullah persoalan baru yakni hubungan antara keilahian dan kemanusiaan-Nya. Pada saat ini muncullah berbagai pandangan seperti Apollinaris yang berpendapat bahwa Logos itulah roh Yesus, Theodore dari Mopsuestia dan Nestorius dari Konstantinopel yang mengatakan bahwa Logos itu hanya sekedar moral yang tinggal di dalam Yesus dan ini sama dan dinikmati oleh semua orang percaya, Cyrillius dari Alexandria maupun Eutycus yang mengatakan bahwa natur manusia Yesus diambil dari natur ilahi-Nya. Pandangan-pandangan ini menimbulkan perdebatan-perdebatan besar baik secara langsung maupun lewat surat-surat maupun bukubuku. Pertikaian ini semakin memanas dengan diadakannya Konsili Efesus (tahun 431). Cyrillius dan para pengikutnya juga mengadakan suatu muktamar/sidang sinode

dan

mengutuk Nestorius. Sebagai reaksi, Nestorius pun menggelar suatu kontra- sinode yang menyerang kembali sinode Cyrillius. Persoalan-persoalan dan pertikaian-pertikaian ini memicu munculnya konsili besar di Chalcedon (tahun 451), suatu kota yang terletak di pantai timur Bosphorus, berhadapan denagn Konstantinopel. Konsili ini dikenal juga sebagai Konsili Oikumenis (KO) IV. (KO I adalah Nicea-Konstantinopel, KO II adalah Konsili Efesus, KO III adalah Sidang Sinode Cyrillius). Dalam KO IV ini terjadilah diskusi-diskusi yang panjang dan sulit yang berlangsung di gereja Yunani yang akhirnya mempertahankan kesatuan dalam pribadi Kristus dan dua natur yang ada dalam diri-Nya. (Cerita lengkap tentang ini dapat dibaca dalam buku : Pengantar Sejarah Dogma Kristen karangan Bernhard Lohse, hal.115-126) Dalam buku bernhard Lohse sendiri tidak banyak membahas tentang Kristologi konsili Chalcedon, hanya saja bernhard lohse sendiri menanggapi konsili Nicea dengan begitu saja tetapi harus tetap bergerak maju ke arah penjelasan-penjelasan ajaran mengenai Allah supaya gereja tidak lagi bersifat eklusif tetapi terbuka memposisikan seluruh dalil ajaran atau konfesi di sepanjang sejarah Gereja untuk ditafsirkan dan dikontekstualkan untuk masa kini. Konsili chalcedon sendiri dalam buku bernhard Lohse tidak banyak membahas mengenai konsili ini. Sebagai tambahan perbaikan sajian kelompok maka dalam buku Kristologi Lintas Budaya Batak karangan Pdt. Dr. Jusen Boang manalu yang menjelaskan yang terlaksana pada tahun 451 yang berisikan pandangan Bapa Gereja yang dianggap benar atau ortodoks. Rumusan kristologi chalcedon ini sering dinilai sebagai “ penengah “ dari kemajemukan kristologi yang 188

Ibid, hlm 106

174 | D i k t a t D o g m a t i k a

bersifat kontroversial pada jamannya. Namun jelas ada pandangan yang tidak diakomodasi, seperti Cyrillus dan Alexandria mengenai kesatuan, termasuk pandangan golongan Antiokhia yang menekankan kata Logos berdiam dalam manusia Yesus. Secara umum rumusan kristologi chalcedon adalh bersifat helenisasi yang mengutamakan fungsi ontologis . ada upaya kontekstualisasi kristologi dalam hubungan kebudayaan yunaniyang dijelaskan secara teologi kontemporer dan secara tidak langsung telah menyebut Nestorianisme sebagi Bidat.189 2.4. Ajaran Tentang Dosa dan Anugerah 2.4.1 Iman dan Perbuatan190 Sejarah perkembangan ajaran Kristen dimulai dengan ajaran tentang dosa dan anugerah. Kemudian perkembangan selanjutnya adalah bapa–bapa gereja merumuskan tentang tema-tema yang baru sesuai dengan perkembangan zaman. Tema-tema yang muncul adalah pokok-pokok ajaran mengenai Allah, atau Trinitatis, atau dua tabiat Kristus. Hal yang baru sekarang adalah greja mulai mendiskusikan tema tentang konsep manusia dan juga pokok yang berhubungan dengan penebusan. Upaya yang dibuat sekarang adalah penegasan tertentu yang berbeda dengan ajaran Allah. Dalam melakukan itu iman Kristen memperlihatkan baik kekhususannya maupun perbedaanya dengan agama-agama lain, khususnya Yudaisme. Secara umum Yudaisme hanya mengenal satu dogma saja yaitu: bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah dan disamping dia tidak ada ilah-ilah lain. Hal ini serupa dengan Iman Kristen, tetapi Yahudi tidak mengakui adanya dosa warisan sedangkan iman Kristen mengakui adanya dosa warisan itu. Sebenarnya ajaran Kristen tentang dosa dan anugerah dikembangkan dalam aspek-aspek yang menentukan yang berlandaskan dari presfektif Kristologi, sehingga tidak hanya teori semata. Hal ini jugalah yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat antara teolog-teolog, seperti Augustinus dengan Pelagius. Mereka mengatakan bukan mengenai apakah Yesus Kristus benar-benar telah menebus atau tidak menebus kita, yang menjadi permasalahan adalah apakah Kristus adalah penebus kita secara eksklusif atau keselamatan kita masih tergantung pada orang lain atau hal lain. Hal ini lah perdebatan mengenai ajaran tentang dosa dan anugerah, yang memperlihatkan bahwa keduanya itu dapat kita percayai dengan mengandalkan iman percaya kita. 189

Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu, Kristologi Lintas Budaya Batak, Medan, 2014. Hlm102-104.

190

Ibid, hlm.127

175 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pada abad ke-2 para Gnostik berpendapat bahwa penebusan yang diberikan oleh yesus Kristus hanya mengenai sebagian dari keberadaan manusia, yaitu substansi rohnya, yang dipenjarakan dalam materi yang tidak bersifat rohani. Menurut mereka manusia ditebus apabila ia tiba pada pengenalan akan dirinya sendiri dan dengan demikian mengambil prakarsa untuk kembali ke Allah penebusnya itu. Penekanannya ialah “ pengenalan atau pengetahuan ”, dalam kehidupan sehari-hari kaum gnostik menginjinkan kebebasan penuh,sementara yang lainnya mempraktekkan kehidupan yang asketis dan penyagkalan diri. Dalam hal inilah bapa-bapa gereja harus menjelaskan ajaran-ajaran tentang Allah sebelum kaum gnostik mempengaruhi iman Kristen mengenai dosa dan anugerah. 2.4.2. Pendapat Para Tokoh Mengenai Dosa191  Yustinus Martyr Dosa dipahami sebagai suatu kesesatan dalam hal melupakan hal-hal yang baik. Asal-usul dari dosa, ia katakan dari perbuatan setan-setan yang melalui kuasa mereka memaksa manusia untuk tunduk kepada mereka.  Tertulianus Tertulianus mengatakan bahwa kejahatan memang ada pada jiwa manusia, dan hampir merupakan suatu kesatuan yag tidak terpisahkan dengan hakikat manusia itu sendiri. Atas alasan ini ia mengantakan bahwa anak-anak kecilpun tidak bisa dianggap bersih lagi dari dosa. Mengenai penebusan tertulianus agaknya memahami perjanjian Baru dengan baik, tetapi berulang-ulang formulasi-formulasi yang berasal dari dirinya menekankan Kristus sebagai seorang pemberi hukum yang baru. Sejak itu ia berkotbah (mengkotbahkan) hukum dan janji yang baru mengenai kerajaan sorga...192

 Pelagius

191

Ibid, hlm.134-148

192

Ibid, hlm. 132..

176 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pelagius lahir di Inggris, sekitar abad ke-4193, pusat teologi pelagius adalah pandangannya mengenai kemaha-hadiran Allah dan kebenaran Allah. Inilah suatu konsep yang kurang ia temukan dalam alkitab dan lebih menggunakan filsafat. Sesunggunhyan ia memandang mengenai kebenaran Allah sebagai suatu kebenaran yang menuntut dan mengadili. Allah tidak akan menuntut apa yang tidak dapat dipenuhi manusia, sebab Allah adalah hakim yang adil bagi seluruh manusia. Tidak seorangpun manusia yang luput dari pandangannya, karena itu secara prinsipil manusia berada dalam kedudukan untuk hidup sesuai dengan hukum-hukum Allah. Kalau ini tidak benar maka tidak akan ada penghukuman terhadapa orang yang tidak benar. Dengan demikian tuntutan Allah terhadap manusia tidak dapat dibenarkan. Pelagius mengambil masalah-masalah dogmatis, supaya dapat memberkan tuntutantuntutan yang bersifat praktis terhadap penekanan yang dibutuhkan untuk pembaharuan. Pembaharuan yang dimaksud adalah dosa warisan, ia menolak bahwa sesuatu yang dipahami sebagai dosa warisan yabg diwarisi oleh setiap manusia dari Adam dengan cara reproduksi seksual. Menurutnya tidak mungkin Allah menanggungkan dosa terhadap seseorang, dosa yang diperoleh dari orang lain, sebab Allah sendiri mengampuni dosa orang lain tersebut. Oleh karena hal inilah ia diusir dari roma, sebab bapa-bapa gereja menganggap ajaran itu adalah sesat.  Augustinus pada tahun 410, terjadi kontroversi yang tajam mengenai dosa dan anugerah, pada saat itu Augustinus berusia 50 tahun. Dan ia mantan guru retorika yang mendalami warisan intelaktual klasik, yang pada zamannya hanya ada beberapa orang saja. Sejak Augustinus menjadi seorang Kristen ia mulai mengetahui dan menerima konsep-konsep mengenai dosa dan anugerah yang pada waktu itu memang lazim di daerah barat. Augustinus berpendapat bahwa dosa tidak hanya mendatangkan kematian bagi manusia, tetap juga kehendak untuk melakukan kehendak baru. Tidak seorangpun dengan kemauannya sendiri dapat melepaskan diri dari rentetan dosa dan kehendak untuk berbuat dosa. Keselamatan dari keberdosaan itu hanya mungkin dari anugerah yang diberikan melalui pemilhan Allah. Bagi Augustinus, dosa bersifat ganda, pada suatu pihak adalah kecongkakan, dan pada pihak lain adlah nafsu. Dalam status aslinya manusia dapat menghindari dosa. Tetapi untuk dapat melakukan itu manusia membutuhkan bukan saja 193

Ibid. hlm.135

177 | D i k t a t D o g m a t i k a

suatu kehendak saleh terus-menerus, tetapi juga membuthkan bantuan anugerah ilahi. Karena itu adam dapat tidak tetap berdosa, apabila ia senantisasa menerima bantuan anugerah dari Allah yang dijanjikan kepadanya. oleh karena kecongkakan dari Adam maka ia jatuh kedalam dosa karena lebih menuruti kehendak hatinya dari pada menuruti Allah. Karena Adam bukanlah sekedar dari individu, tetapi juga nenek moyang dari seluruh umat manusia, maka ini menginplikasikan bahwa seluruh anak cucunya juga harus tetp berada dalam kondisi keberdosaan yang sama. Hal inilah yang bertentangan dengan ajaran Pelagius tentang yang dikatakan dengan dosa warisan yang menyebabkan terjadinya kontroversi yang sangat hangat. 2.4.3. Hasil dari Kontroversi Pelagius dan semi-Pelagianisme194 Sejak ajaran Agustinus diberitakan, maka terjadilah perdebatan antara dirinya dengan Pelagianus, yang mengakibatkan ketegangan antara bapa-bapa gereja. Untuk menanggapi hal itu mereka mengadakan konsili-konsili atau pun sinode. Konsili-konsili tahun itu terjadi pada tahun 418, 431 dan 529, yang berisikan penegasan-penegasan iman Kristen yang dijelaskan secara dogmatis dan memperoleh tempat bersama-sama dengan ajaran tentang Allah dan Kristologi. Sedangkan tentang dosa maka mereka menerima adanya dosa warisan, dan pengampunannya membutuhkan anugerah dari Allah. Oleh karena itulah mereka sepakat untuk mengutuk ajaran dari Pelagianus. 2.5. Firman dan Sakramen 2.5.1 Gereja Mula-mula195 Keputusan-keputusan yang telah didiskusikan diatas, dalam hubungannya dengan kontroversi-kontroversi besar mengenai ajaran tentang Trinitatis, kristologi, dan tentang dosa dan

anugerah

merupakan

suatu

kesatuan

sejauh

keputusan-keputusan

tersebut

menghubungkan baik timur maupun barat. Bukanlah suatu kebetulan kalau tugas dogmatis yang besar yang dihadapi gereja. Sesuai dengan hakikatnya gereja adalah suatu persekutuan yang hanya mencakup hanya pria dan wanita yang tidak melakukan dosa-dosa yang mematikan. Hanya orang yangmempunya iman sajalah yang dapat melakukan sakramen yang

194

Ibid, hlm. 149-167

195

Ibid, hlm.168

178 | D i k t a t D o g m a t i k a

sah. Namun, sisa anggota gerja lainnya berpendapat bahwa kekudusan pribadi dari seorang imam tidak pra siarat bagi keabsahan sakramen-sakraamen. Alasannya karena dalam sakramen-sakramen, hal yang menentukan adalah bahwa sakramen tersebut dikukuhkan oleh Kristus. Sakramen berasal dari bahas latin “sacramentum”, yang mempunayai makna khusus dalam perkembangan minat teologi, kalau diperhatikan dari bahasa yunani yaitu, “mysterion” yang artinya “rahasia-rahasia” yang lain, maka kata latin sakramentum mengandung berbagai makna yang mengarahkan perhatinanya terhadap sakramen-sakramen tersebut. 2.5.2. Firman dan Sakramen dalam ajaran Augustinus196 Menurut augustinus defenisi sakramen adalah ” firman ditambahkan pada unusur dan dengan demikian menghasikan sakramen seolah-olah sakramen itu sendiri merupakan Firman yang kelihatan”. Menurutnya “kata” dalam definisinya sndiri menganai sakaramen sementara roti dan air anggur adalah “unsur-unsur”. Tetapi lebih dari itu, nyata juga dalam ajaran augustinus pemahaman simbolisnya menganai sakramen-sakramen. Berkali-kali ia berkata bahwa “tanda” dari tubuh kristus. Tuhan tidak ragu-ragu menyatakan, “inilah tubuh-Ku” ketika ia memberikan tanda dari tubuhnya. Kadang-kadang ia menekankan bahwa roti maupun anggur adalah suatu citra dari tubuh dan darah Kristus. Mengenai perjamuan kudus, augustinus membedakan antara apa yang bersifat sakramen dan efeknya. Dalam hal inikuasa atau kekuatan sakramen dilihat sebagai sesuatau yang bersisi dua. Pertama, sakramen mempunyai daya yang menyebabkan seorang tetap di dalam Kristus. Kedua, dalam hubungannya dengan gereja. Atas dasar konsep augustinus mengenai perjamuan kudus menjadi sesuatu yang bersifat simbolis. Katanya, “bahwa Tuhan berkata-kata mengenai daging dan darah-Nya, dan dalam anugrah pemberian itu Ia menjanjikan kepada kita kehidupan yang kekal. 2.5.3. kontroversi-kontroversi mengenai ekaristi selama abad pertengahan197  Kontroversi pertama mengenai perjamuan kudus mencul sebagai suatau akibat dari satu buku yang dikarang oleh Paschasius Radbertus (tahun 790-856), seorang rahib dari konven korbi di Prancis. Yang merupakan pokok-pokok persoalan pada masa itu adalah antara dua konsep menganai perjamuan kudus. Radbertus mengatakan bahwa perjamuan kudus itu cenderung kearah yang lebih realistis, sedangkan 196

Ibid, hlm.174

197

Ibid,hlm.180-181

179 | D i k t a t D o g m a t i k a

Ratramnus mengatakan bahwa perjamuan kudus itu cenderung kepada simbolis. Namun tidak ada keputusan yang dicapai.  Tahun 1050-1079, dalam kontroversi kedua ini mengenai ekaristi, Berengar dipaksa untuk meninggalkan interpretasi simbolisnya dan menandatangani suatu permula yang menyatakan bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh adalah tubuh dan darah Kristus sebagai hasil dari konsekrasi. Hal ini berarti, penetapan ajaran yang sudah dipegang teguh oleh. Ambrosius, bahwa melalui konsegrasi suatau perubahan dalam unsur-unsur akan terjadi. Maka oleh karena itu timbulah suatu pandangankristosentris menganai perjamuan kudus.

Dalam perkambangan selanjutnya pada tahun 1439 terjadi konsili florense yang mensahkan adanya tujuh sakramen (babtisan, konfirmasi, perjamuan, pertapaan, pengurapan, pentahbisan, pernikahan). Kemudian pada abad ke-16 muncullah kritik dari luther mengenai ajaran tentang sakramen yang tujuh tersebut. Luther menekankan kata-kata institusi, yang ia sifatkan sebagai suatu janji yang diterima hanyalah di dalam iman. Kerena menurut perjanjian baru, hanya babtisan dan perjamuan saja yang didirikan oleh kristus, maka hanya kedua ini sajalah yang dipelihara sebagai sakramen-sakramen oleh gerejagereja reformasi 2.6. Pembenaran198 Pada tahun 1483-1546 Luther mencapai pemahaman reformasinya mengenai kebenaran allah dan pembenaran manusia. Pandangan inilah yang menyelasaikan masalah pribadi Luther, hal ini dicapai melalui studinya terhadap alkitab. Makna kritis sekrang disesuaaikan dengan alkitab yang beracuan pda gereja dan tradisi, berarti bahwa pengakuanpengakuan iman yang diwarisi perlu diuji dan di inteprerasikan dari titik pandang alkitab. 2.6.1 Manusia di hadapan Allah199 Menurut rasul paulus (roma4;5), adalah Allah yang menghakimi orang fasik. Bukan manusia yang mencari Allah, melainkan allahlah yang mencari manusia yang didalam anugrah-Nya yang menyelamatkan itu mendatangi manusia. Di hadapan allah manusia tidak dapat menunjukkan jasa-jasanya atau amal yang sudah ia perbuat, tidak ada hal lain yang 198

Ibid, hlm. 198

199

Ibid, hlm 202

180 | D i k t a t D o g m a t i k a

dapat dibuat manusia selain dari pada hanya mengijinkan dirinya menjadi seorang penerima oleh karena iman. Di dalam Kristus, Allah bukanlah hakim tetapi bapa. Tidak ada hal lain yang dapat dibuat menusia selain dari pada berterima kasih menerima anugrah Allah tersebut. 2.6.2 Hakikat berganda dari pengakuan iman200 Gereja selalu menganggap dirinya sebagai yang dipercayakan untuk tugas lengakuan iman. Menurut Luther, pengakuan iman mendapatkan watak yang baru. Alasanya adalah bahwa, pengakuan iman juga dihubungkan secara erat dengan pandangan reformasinya yang baru.Pengakuan-pengakuan iman mempunyai dua maksud, yaitu untuk mengakui dosa dan untuk memuji Allah. 2.6.3. Kontroversi mengenai perjamuan terakhir 201 Pada tahun 1484-1531 terjadi kontroversi mengenai perjamuan terakhir antara Luther dan Zwingli. Kontroversi yang paling utama adalah penafsiran yang benar terhadap kata-kata institusi (permula-permula). Luther secara khusus memperhatikan mekna atau arti sederhana dari kata-kata institusi tersebut yang menjanjika dan memberikan pengampunan dosa. Luter menemukan makna ini dalam kata “untukmu” yaitu bahwa bukan roti dan anggur saja yang terdapat dalam perjamuan, tetapi juga Kristus sendiri dengan tubuh dan darah-Nya. Dengan demikian maka kata itu mempunyai hubungan dengan roti dan cawan kepada skramen. Roti dan anggur mencakup tubuh dan darah Kristus, tubuh dan darah mencakup perjanjian baru yaitu pengampunan dosa dan pengampunan dosa mencakup kehidupan kekal dan keselamatan. Sedangkan Zwingli mencatat bahwa ide mengenai hal tubuh kristus secara jasmaniah berlawanan dengan apa yang tertulis dalam yohanes 6:63. Ia menginterpretaikan kata-kata ini bahwa daging tidak berguna, hanya roh saja. Ia merasa bahwa perjamuan mempunyai sangkut paut dengan hal-hal yang bersifat rohanian dan hal ini mempunyai akibatnya terhadap roh manusia.

DOGMA DIDALAM KATOLISME MUTAKHIR

200

Ibid, hlm. 209

201

Ibid, hlm. 216

181 | D i k t a t D o g m a t i k a

Pemahaman Tentang Dogma202 Gereja Katolik adalah satu-satunya persekutuan Kristen yang dalam zaman modern ini mengumumkan dalil-dalil iman yang dipahami sebagai dogma yang mengikat. Dengan adanya keputusan para konsili-konsili Yang lebih tua menetapkan adanya tiga buah dogma pada abad ke-19 dan ke-20, Bahkan dogma-dogma yang lebih tua yang berasal dari abad pertengahan, tetap mempunyai hubungan yang erat dengan Alkitab dan terhadap iman yang dipunyai gereja sejak dari mula pertama. Konsep tentang Maria tanpa noda (immaculata) Dogma-dogma tentang maria, yaitu pemahaman tentang umat manusia yang ditebus dan tentang gereja. Menurut ajaran katolik mutakhir, empat pernyataan mengenai Maria merupakan bagian-bagian iman yang diperlukan bagi keselamatan. Yang dimaksud adalah, bahwa Maria melahirkan Allah. Artinya, ialah ibu Allah; bahwa Maria tetap perawan, bahkan kalaupun Dia melahirkan Yesus; bahwa Dia dikandung immaculata atau tanpa noda. Bahkan Dia diangkat kesorga. Ada kemungkinan juga bahwa gereja

katholik roma Roma

menetapkan menetapkan dogm-dogma yang lain mengenai mariologi. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, baik Matius maupun Lukkas, melaporkan bahwa Yesus dilahirkan oleh perawan Maria, yang suci. Pada abad ke-2 umat Khatolik mengagumi kesalehan Maria, pada mulanya kesalehan itu terbatas pada lingkungan Gnostisisme asketistik tertentu 203. Mereka menganggap bahwa keperawanan maria itu adalah kekal. Perkembangan selanjutnya adalah umat Khatolik mengadakan penyembahan terhadap Maria, yang mengatakan bahwa ia adalah ibu suci, ratu sorgawi, pengantara dalam setiap kesulitan. Infallibilitas Paus Pada abad pertengahan infallibilitas Paus sangat sulit untuk diterima secara universal. Alasan mengapa infallibilitas paus sulit diterima karena para Paus awalnya tidak mengakui dekrit gereja Khatolik yaitu “sebagai suatu konsili umum yang dihimpun secara sah didalam roh kudus, mewakili Gereja Khatolik”204. Maka ia mempunyai kewibawaan lansung dari Kristus. Martin Luther mengkritik akan pretensi Paus yang menempatkan dirinya sebagai pengganti Kristus, yaitu dengan memproklamasikan ‘yaitu menyalahgunakan Firman Allah 202

Ibid, hlm. 252

203

Ibid, hlm. 256

204

Ibid, hlm.263

182 | D i k t a t D o g m a t i k a

sesuai dengan kepentingannya sendiri. Namun serangan Luther terhadap kepausan tidak mempunyai pengaruh terhadap perkembangan teori-teori kepausan selanjutnya didalam Gereja Khatolik Roma. Sebaliknya selama periode modern berbagi faktor mengarah pada suatu peruncingan titik-titik pandangan mengenai kekuasaan Paus dengan alasan, hanya Paus sajalah pimpinan tertinggi gereja yang mempunyai hak untuk membuat keputusan-keputusan yang mengikat mengenai Iman dan moral. Walaupun terdapat perlawanan yang besar terhadap dogma seperti itu khususnya di Jerman dan Austria, mayoritas besar dari pada uskup dan para teolog tunduk kepada ajaran Paus tersebut. Pengangkatan Bunda Maria ke Sorga Dogma yang lain lagi ialah pada tahun 1950, Paus Pius XII menetapkan dogma khatolik roma yang paling akhir yaitu bahwa Maria, sesudah mengggenapi hidupnya di bumi ini, maka ia diangkat ke sorga, hal ini berdasarkan pengecualian hukuman terhadapnya karena Maria sendiri sangat terberkati, dan pengandungannya yang tidak bernoda, dengan alasan tersebut ia tidak tunduk terhadap hukum kehancuran tubuh dalam kubur dan tidak perlu menunggu sampai pada saat terakhir demi penebusan tubuhnya. Pada dasarnya ajaran ini mendapat penolakan, karena bukti dogma ini atas dasar Alkitabiah dan tradisi bahkan sangat sulit dikumpulkan. Khatolik Roma menjawab penolakan itu dengan mengatakan bahwa tidak perlu buktibukti dari Alkitab dan tradisi untuk mengangkat dalil-dalil kepada suatu status ajaran dogmatis. Yang harus dilakukan adalah kesadaran yang hidup dari gereja Kristus yang sekarang hidup sudahlah cukup. DOGMA DALAM PROTESTANISME Abad Ortodoksi Permulaan zaman ortodoksi mencakup kembali pada pertengahan abad ke-16 yaitu kritik Luther mengenai ajaran sakramen dari abad pertengahan tidaklah pertama-tama diarahkan kepada jumlah tujuh atau kepada ajaran ‘transubstansiasi’ tetapi terhadap upaya yang menjadikan anugerah sebagai sesuatu dan yang memahami hubungan sakramental kepada Allah dalam terminologi-terminologi yang legalistis. Timbulnya Pemikiran Historis

183 | D i k t a t D o g m a t i k a

Berbagai banyak dogma atau ajaran gereja yang dimunculkan oleh para petinggi gereja atau oleh Paus pada saat itu mengakibatkan banyaknya pemikiran atau kritikan dari berbagai kaum intelektual. Pendiri metode ajaran historis-kritis dalam teologi adalah Johann Salomo Selmer (1725-1791)205, guru besar teologi di Halle. Dalam studinya yang banyak membuktikan adanya perkembangan yang berangsur-angsur dari kanon Alkitab. Dengan berbuat demikian ia membantah ajaran ortodoksi mengenai insfirasi verbal Alkitab, baginya Kanon tidak lagi merupakan suatu konsep dogmatis melainkan konsep sejarah. Isi alkitab tidaklah sungguh-sungguh dijabarkan dari penyenduhan (infusi), dan dia juga berkata bahwa Alkitab dan Firman Allah atau Kristus sendiri tidaklah identik. Para teolog ortodoks berpendapat bahwa kegagalan untuk mempertahankan kewibawaan Alkitab secara literal (harafiah), akan menggoncangkan dasar-dasar yang paling dasariah, sementara Selmer mengatakan bahwa kebenaran Alkitab atau agama tidak dapat dibuktikan dengan bukti-bukti lahiriah. Satu-satunya bukti adalah berasal dari roh kudus dan kuasa. Dalam hal ini haruslah dibutuhkan pertanggungjawaban pribadi dengan iman. Jika sejarah dogma dihubungkan dengan protestantisme maka perlu juga menuliskan kesarjanaan Alkitab modern. Hanya terdapat suatu garis tunggal yang membentang dari ortodoksi, yaitu ajarannya mengenai insfirasi, melewati pemikiran historis masa pencerahan, menuju ke masalah Yesus yang historis. Dalam hal ini sejarah dogma telah mencakup kedalam keseluruhan jajaran penyelidikan teologis, demikian juga ke dalam deretan proklamasi gereja. Masalah-masalah

modern

mengenai

demitologisasi

amanat

Perjanjian

Baru,

dan

Hermeneutika, yaitu pemahaman yang benar dan interpretasi terhadap Alkitab, adalah hasilhasil; dari perkebangan penyelidikan tersebut. Jadi pemikiran historis adalah suatu gejala modern, dan pemikir-pemikr terbaik dari segal periode sejarah gereja mengatakan bahwa iman tidaklah dihabiskan dalam dalil-dalil metafisik. DEKLARASI BARMEN Deklarasi barmen atau sinode yang berhimpun sebagai sinode konfesional yang pertama dari Gereja protestan Jerman, dari tanggal 29 sampai dengan 31 mei 1934. dibawah ini adalah pernyataan-pernyataan yang penting dari hasil sinode atau deklarasi Barmen :

205

Ibid, hlm 290

184 | D i k t a t D o g m a t i k a



Yesus kristus, sebagaimana Ia disaksikan didalam Alkitab, adalah Firman Allah yang satu yang mesti kita dengarkan dan yang mesti kita percayai dan taati dalam hidup maupun dalam kematian.



Sebagaimana Yesus Kristus adalah jaminan Allah mengenai pengampunan dosa kita, maka demikianlah juga dalam cara yang sama dan dengan keseriusan yang sama Ia adalah Allah yang agung atas keseluruhan hidup kita.



Gereja Kristen adalah persekutuan dari saudara-saudara, dimana Yesus Kristus hadir dan bertindak sebagai Tuhan dalam Firman dan sakramen melalui roh kudus. Sebagai Gereja orang-orang yang berdosa yang diampuni.



Menjalankan pelayanan yang dipercayakan kepada mereka dan dikenakan kepada seluruh jemaat.



Menaati segala pekerjaan didunia ini dengan kuasa Allah yang menopangnya selalu.



Amanat gereja yang didalamnya pelayanan Firman dan Karya-Nya sendiri melalui khotbah.

KEESAAN GEREJA Didalam Gereja Khatolik Roma, masalah keesaan Gereja menduduki tempat yang sentral didalam protestantisme modern. Selama abad yang terakhir ini terdapatlah semacam perpaduan dari berbagai gereja protestan. Namun pada jaman kita ini keesaan Gereja menjadi tema sentral dari sejarah Gereja dan dari sejarah dogma, hampir sama seperti pada masa lampau dimana ajaran mengenai Trinitas, kristologi, dan ajaran mengenai doasa dan anugerah, atau masalah pembenaran merupakan tema sentral pula. GERAKAN OIKUMENE206 Gerakan ini tumbuh sejak permulaan pada abad ke-20, mengajak Gereja-gereja untuk saling mendekat satu sama yang lain. Sejak semula gerakan ini telah menggerakkan dinamikanya sendiri, yang melampaui ide-ide yang diungkapkan dalam konstitusinya. Dinamika itu nyata, pertama-tama dalam kenyataan bahwa, terutama atas permintaan Gerejagereja ortodoks timur, maka formulasi yang lain dari artikel pertama dari kostitusi “BASIS” dengan sesuatu yang lebih tua.

206

Ibid, hlm.308

185 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kedua, segala karya gerakan oikumenis telah diarahkan pada pelaksanaan suatu ukuran yang bertambah diantara Gereja-gereja. Dalam hunbungan ini, pernyataan toronto (1950), yaitu Gereja, Gereja-gereja dan dewan Gereja-gereja se-dunia, mempunyai makna yang mengesankan.kewibawaaan DGD adalah sersuatu yang murni bersifat spiritual. Prasuposisi-prasuposisi DGD adalah bahwa, menurut Perjanjian Baru, Gereja adalah satu, dan bahwa setiapGereja masalh hubungan terhadap Gereja-gereja lain yang menjadi bahan diskusi. Hasil sidang di Toronto untuk mengintegrasi dewan Pekabaran Injil se-Dunia kedalam DGD yang disahkan. Dengan demikian dimensi missioner ditekankan lebih kuat lagi apabila dibandingkan dengan sebelumnya. Salah satu pernyataan sidang Raya di New Delhi ialah kekeliruan apabila sidang itu dipandang sebagai salah-satu upaya untuk membujuk gereja-gereja untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehidupan gereja, yaitu bahwa tujuan gereja oikumenis ialah keesaan penuh umat Kristen, dan pengakuan ketritunggalan Allah diterima Gereja-gereja se-dunia. Jadi generasi muda masa kini didalam gereja adalah generasi masa lampau yang dihadapmukakan dengan tugas untuk memberikan jawaban melalui kesaksian di dalam kata dan perbuatan terhadap pertanyaan yang Tuhan sendiri pernah ajukan terhadap murid-muridnya ‘menurut kamu, siapakah Aku?’. Jawabannya harus sesuai dengan Iman, maka ia akan diberikan dalam keesaan dengan Iman dan pengakuan Iman bapa-bapa yang mendahului kita. III. TANGGAPAN DOGMATIS 3.1. Sejarah Perkembangan Dogmatika Istilah “dogmatika” diperkenalkan pertama kali pada abad ke-17, tepatnya tahun 1659, ketika L. Fr. Reinhart menulis sebuah buku teologis yang berjudul Synopsis Teologie ae (Ikhtisar Teologi Dogmatis). Pada awalnya apa yang disebut dogmatika pada saat ini memiliki

berbagai

istilah,

tergantung

pada

individu

yang

mengembangkannya.

Pada perkembangan selanjutnya, di abad kedelapan belas, S. J. Baumgarten menerbitkan bukunya dengan judul Evangelische Glaubenslehre (Ajaran Iman Evangelis 1759-1760), yang memperkenalkan nama “ajaran iman,” yang lalu diikuti oleh F. D. E. Schleiermacher, penulis

buku

Der

Christliche

Glaube

(Iman

Kristen

I,

II)

tahun

1821-1822.

Bapak-bapak Rasuli dan kaum apologet abad kedua dan abad ketiga sesudah Kristus secara langsung memihak kepada penggunaan kata dogma yang nyata dalam Kisah Para Rasul 16:4. Mereka juga tidak hanya menghubungkan kata ini dengan “ajaran Kristen”, melainkan juga dengan “kehidupan Kristen.”Namun kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kata 186 | D i k t a t D o g m a t i k a

“dogma” lebih sering dihubungkan dengan “ajaran Kristen” bahkan “ajaran gereja-gereja” daripada “kehidupan Kristen.” Terjadi suatu proses yang menyebabkan terjadinya pemisahan yang hebat antara “kehidupan” dan “ajaran” bahkan antara “praktek” dan “teori” dan menyamaratakan dogma dengan “ajaran gereja.” Hal ini tampak jelas terutama di dalam gereja Katolik Roma. Dalam karangan I Klug umpamanya, seorang teolog Roma yang termasyur pada masa antara perang dunia yang pertama dan yang kedua, ia mendefinisikan dogma sebagai “sebuah dalil yang dinyatakan oleh gereja sebagai kebenaran wahyu dan yang pada waktu yang sama dirumuskan.”207 3.2. Tempat Dogmatika Di Dalam Seluruh Ilmu Teologi Dogmatika dapat diumpamakan sebagai ranting dalam “pohon” ilmu teologi. Ada banyak ranting di dalam “pohon” tersebut yang juga disebut teologi sehingga masing-masing ranting itu kemudian perlu memakai nama sifat, umpamanya historika, praktika dan lain-lain. Maka nama-nama ini disebut teologi historika, teologi praktika, teologi biblika, teologi dogmatika dan sebagainya.Istilah “dogmatika” maupun “teologi” sering dipertukarkan dan dikacaukan dalam penggunaannya sehingga terjadi kerancuan. Padahal dalam bentuk yang sederhananya, istilah ini artinya “perintah”, “ketetapan,” “keputusan,” “resolusi,” “doktrin,” “opini” dan “azas.” Kata kerja dalam bahasa Yunani untuk istilah “dogma” ini adalah dogmatizo, artinya menetapkan atau menitahkan. Sumber dogmatika adalah Alkitab, seperti halnya juga dengan teologia. Tapi penekanan dalam dogmatika adalah penetapan atau keputusan gereja tentang pokok-pokok ajaran Kristen. Itu sebabnya denominasi-denominasi gereja dapat memiliki dogma masing-masing yang berbeda dan bahkan mungkin ada bagianbagian yang bertentangan. Sedangkan teologia mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan dogmatika sebab tidak dibatasi oleh tembok-tembok denominasi. Karena itu dalam perkembangan kemudian, dogmatika diterima sebagai suatu cabang dari teologi.Relasi antara dogmatika dengan disiplin ilmu teologi lain dapat digambarkan sebagai berikut: Kitab Suci, Hermeneutika, Teologi Biblika, Historika, Praktika. Dari bagan di atas terlihatlah bagaimana teologi dogmatika menempati kedudukan yang sama dengan teologi sistematika. Memang keduanya sering dianggap sinonim, padahal jelas keduanya berbeda. Dogma menunjuk pada suatu proposisi doktrinal yang disusun berdasarkan studi eksegetikal Alkitab dan menunjukkan suatu derajat atau keputusan dari 207

J.L. Ch Abineno , Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1989: hlm 45

187 | D i k t a t D o g m a t i k a

gereja, sementara teologi sistematika tidak perlu melibatkan pernyataan berotoritas dari gereja. Teologi membahas doktrin-doktrin yang sama dan biasanya dalam garis besar dan cara yang sama seperti teologi sistematik, tetapi dari posisi teologis tertentu dan merupakan identifikasi dari gereja. Jadi, bisa disimpulkan bahwa dogmatika adalah bagian dari ilmu teologi yang bertugas untuk: pertama, menyelidiki dan membuktikan apakah ajaran gereja dan dogma-dogmanya, baik pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang, sesuai dengan firman Allah atau tidak. Kedua, menghidupkan firman Tuhan untuk masa kini serta membuktikan relevansinya. Dan ketiga, menanggapi dan menyanggah ajaran luar lainnya. Seorang teolog modern yang cukup terkemuka, Karl Barth, merumuskan peranan dogma sebagai “usaha” yang secara kritis mempersoalkan persesuaian antara pemberitaan gereja (sebagaimana dilaksanakan dan harus dilaksanakan oleh manusia) dengan pernyataan Allah yang disaksikan oleh Alkitab. Dari ketiga fungsinya tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa peranan dan tugas dogmatika amat luas dan menentukan.208 3.3. Ketentuan Dogma Ditentukan oleh Gereja Dogma mempunyai kuasa dan ditentukan oleh gereja. Namun, hanya Alkitablah yang menjadi sumber dogma. Memang gereja dapat menentukan dogma, tetapi tiap-tiap orang percaya boleh membandingkan dogma-dogma dengan Kitab Suci, dan kalau terdapat dogma yang tidak sesuai firman Tuhan, maka harus diusahakan supaya dogma itu dibuang atau diubah oleh gereja. Di sinilah letak perbedaan antara gereja Protestan dan gereja Katolik di mana gereja Roma Katolik meletakkan dasar kepastian dogma sepenuhnya kepada gereja. Hal ini merupakan implikasi dari pandangan Roma Katolik tentang gereja bahwa gereja tidak dapat tersesat. Hal ini dimulai pada abad pertengahan ketika gereja Katolik mengembangkan ajaran depositum fidei, yakni suatu konsepsi bahwa kepada gereja telah dipercayakan sejumlah perbendaharaan kebenaran sehingga tidak ada satu pun dari perbendaharaan ini yang hilang, tetapi dapat dikembangkan secara eksplisit. Konsekuensi dari hal ini adalah Katolisisme modern mengklaim dogma-dogmanya infalibilitas sebagaimana

tampak

dalam

Konsili

Trente

dan

Konsili

Vatikan

I.

Di lain pihak, gereja-gereja Protestan tidak percaya kepada “suatu gereja yang tak dapat bersalah” yang mempunyai “jabatan yang tak dapat bersalah,” yang berkuasa untuk merumuskan “ucapan-ucapan yang tak dapat bersalah.” Protestanisme tidak memahami dogma sebagai kebenaran wahyu yang ilahi, yang dirumuskan oleh gereja supaya berlaku 208

Dieter Becker,. Pedoman Dogmatika, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1993: hlm. 54

188 | D i k t a t D o g m a t i k a

sampai kekal, melainkan sebagai kebenaran iman yang insani, yang masa kini secara eksistensial diakui oleh jemaat Kristen dan anggota-anggotanya atau sebagai “keselarasan penyampaian gereja dengan wahyu yang disaksikan dalam Alkitab” (Karl Barth). Inilah yang menjadikan dogma dalam gereja Protestan sifatnya relatif. Selain dari pada itu, perumusan bentuknya disusun oleh manusia sehingga tidak sekuat penyataan Tuhan. Kita menyadari bahwa penyataan Tuhan dalam, lebar, dan tingginya melebihi akal budi manusia. Dari sebab itu tak mungkin penyataan Tuhan seluruhnya, secara habis-habisan dijadikan dogma. Hal ini dapat digambarkan seperti: terang matahari tidak dapat diterima semuanya oleh sebuah rumah, hanya sebagian kecil dari sinar matahari yang dapat ditangkap olehnya. Jadi jelas, bahwa

dogma

bukan

Firman

Allah

sendiri,

maka

tidak

mutlak

adanya.

Objek dogmatika bukanlah dogma-dogma gereja, melainkan Kitab Suci secara keseluruhan. Dogma-dogma ialah rumusan-rumusan dari pengertian-pengertian yang pokok di dalam Kitab Suci. Tetapi perlu disadari bahwa masih banyak isi Kitab Suci yang belum atau tidak akan menjadi dogma. Isi ini harus diselidiki juga. Harus kita sadari bahwa segala pernyataan Tuhan dalam Alkitab merupakan suatu keselarasan, suatu kesatuan. Kalau kita tidak melihat kesatuan ini (sebab di dalam Kitab Suci memang terdapat hal-hal yang kelihatannya sering bertentangan) maka kesatuan itu harus dicari. Dogmatika ini juga memiliki hubungan yang erat sekali dengan etika. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Alasannya adalah karena lama kelamaan terlalu banyak yang harus dibicarakan dalam dogmatika, maka orang menceraikan sebagian dari dogmatika disebut etika yang dapat dikatakan sebagai berikut: pelaksanaan pernyataan Kitab Suci di dalam sikap orang percaya terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya.209 3.4. Metode Dogmatika Metode yang harus dipakai dalam merumuskan dan mempelajari dogma adalah Memandang Kitab Suci sebagai sumber dogmatika, Tidak objektif. Ada pautan, penunjuk arah yang harus dipakai oleh penyelidik dogmatika, yaitu pengakuan gereja, agar tidak sia-sia saja dan agar dogmatika dapat memperkaya pengakuan-pengakuan gereja dan tidak malah mempermiskinkannya. Meskipun, kalau perlu, pengakuan dapat dikritik juga, Orang yang mengerjakan juga harus dipandang penting. Dengan singkat harus dinyatakan, bahwa orang yang menyelidiki dogmatika harus percaya akan Kitab Suci sebagai firman Tuhan. Metode 209

, Paul Enns, The Moody Handbook of Teologi 1 , SAAT, Malang 2004: hlm 35

189 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang dianjurkan banyak orang dan yang kelihatannya secara ilmiah, yaitu dengan dasar keobjektifan sebenarnya tidak mungkin dipakai sebab, Keobjektifan di dalam agama tidak mungkin. Kita tak dapat berdiri di luar segala agama, kemudian menyelidiki agama itu. Orang yang tidak percaya tidak dapat membicarakan kepercayaan Cara objektif merendahkan penyataan Tuhan sebab menjadikan pernyataan ini relatif. Dengan demikian kesimpulan dapat ditarik, bahwa orang yang mempelajari dogmatika itu harus orang yang percaya akan Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.210 IV. Kesimpulan KESIMPULAN 1. Dogma adalah

membahas apakah ajaran Kristen yang benar.

Untuk itu dalam

memenuhi tugasnya ada tiga langkah yang masing-masing dapat dibedakan : Menentukan masalah dalam situasi sekarang, mengerjakan masalah secara eksegetis dan historis, menentukan tanggapan yang bersifat kontekstual. 2. Iman dan kredo dikemukakan dalam sejarah dogma merupakan suatu langkah penting dalam arah perkembangan dalam ajaran gereja tentang Trinitatis, sebab keduanya mengikhtisarkan iman kristen secara singkat. 3. Banyak pendapat para tokoh mengenai kesiapan Allah dan juga mengenai kebenaran, hal inilah yang mungkin memperlambat perkembangan

gereja, karena selalu

membahas atau membuat prinsip kebersamaan. Daftar Pustaka Abineno, J.L. Ch; 1989

Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Becker,Dieter. 1993

Pedoman

Dogmatika.

Jakarta:

Enns, Paul.

210

Tony Lane, Runtut Pijar, BPK Gunung Mulia Jakarta 2003: hlm. 79

190 | D i k t a t D o g m a t i k a

BPK

Gunung

Mulia.

2004

The Moody Handbook of Teologi 1. Malang: SAAT,. Hadiwijono, Harun.

Lane, Tony Runtut Pijar. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Lohse, Bernhard 2004

Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu 2014

Kristologi Lintas Budaya Batak, Medan : Universitas HKBP Nomensen

Nama Kelompok

: Sahat Paruliantua Siregar Vrizt Rianto Ompusunggu Yogi Tri Putra Simamora

Mata Kuliah

: Dogmatika I

Dosen Pengampu

: Pdt. Dr. J. Boangmanalu

Outline buku “IMAN KRISTEN” AJARAN TENTANG PENYATAAN TUHAN ALLAH I. Siapakah Harun Hadiwijono? Harun Hadiwijono dilahirkan di Wirosari (Grobogan) pada tanggal 19 maret 1915. setelah menyelesaikan sekolahnya di sekolah menengah, ia belajar teologi di Yogyakarta hingga tahun 1941. kemudian dia bekerja sebagai guru agama di rumah sakit Bethesda. Pada tahun 1945-1946, dia menjadi pendeta di Gereja Kristen Jawa Gondokusuman, Yogyakarta. Sejak tahun 1946 dia menjadi dosen di Duta Wacana. Tahun 1950-1952, ia belajar teologi di Vrije Universiteit di Amsterdam dan dia mendapat gelar Doctorandus dalam ilmu Teologia. 191 | D i k t a t D o g m a t i k a

Tahun 1960-1962 ia berada di Serampore India guna mempelajari agama Hindu dan Budha, akhirnya pada tahun 1967, ia memperoleh gelar doctor dalam ilmu teologia di Vrije Universiteit dengan disertasi tentang “MAN IN THE PRESENT JAVANESE MYSTICISM”. Disekolah theologi Duta Wacana ia menjabat rektor pada tahun 1963-1964; 1968-1972; 1975-1978. 211 II. Pembahasan 2.1.Hakekat, Kemungkinan Dan Tujuannya 2.1.1. Hakekat Penyataan Allah Penyataan Allah adalah tindakan Allah untuk menyatakan dan memperkenalkan diriNya kepada manusia, agar manusia mempunyai pengetahuan dan pengenalan akan Allahnya. Semua agama meyakini bahwa Allah yang mereka sembah memperkenalkan diri kepada manusia mungkin melalui bisikan illahi, artinya bahwa Tuhan itu membisikkan kehendakNya didalam hati sanubari manusia,baik manusia itu berfungsi sebagai imam atau pendeta, rsi, nabi, atau guru kyai, agar mereka mengenal Tuhan walau tidak mengenal secara sempurna dan dari pengenalan itulah muncul niat untuk menyembah Tuhan yang memperkenalkan diri tersebut. Didalam agama suku meyakini bahwa para pendeta atau para imamnya dapat mengosongkan diri dengan mengeluarkan jiwa atau rohnya dari tubuhnya yang memudahkan dewa masuk kedalam tubuhnya, kemudian dia akan mengutus rohnya ketempat dewa atau roh untuk mendapatkan petunjuk dan mengetahui apa kehendak dari dewanya tersebut, inilah salah satu yang disebut perkenalan dengan bisikan illahi. Didalam agama Hindu sendiri, bahwa Siwa maupun Wisnu, memperkenalkan dirinya atau kehendaknya kepada manusia dengan bisikan-bisikanya, yang kemudian dibukukan didalam kitab Weda. Menurut kitab Purana ada bermacam-macam sebab, yang menjadikan rsi menerima bisikan illahi itu, yaitu pada saat zaman tiada kepuasan, pada zaman ada ketakutan karena bencana alam atau sebab-sebab yang lain, atau karena sang rsi mengalami ketakutan. Pada saat-saat demikian bisikan illahi diberikan, yang menjadikan orang mengenal Tuhannya dan mengetahui kehendak-kehendaknya. 211

Harun Hadiwijona, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Kanisius, Yogyakarta 1980: Cover Belakang

192 | D i k t a t D o g m a t i k a

Berbeda dalam agam Islam, malam Lailatu-Qadar, atau malam kebesaran (17 Ramadhan) Allah melalui perantaraan malaikat Jibril membisikkan perintahNya kepada nabi Muhammad di bukit hira. Suara illahi itu didengar didalam hatinya, yang kemudian dibukukan didalam Al-Quran. Dalam Alkitab, terutama dalam Perjanjian Lama Allah berfirman kepada Abraham supaya ia pergi dari negerinya dan dari sanak saudarnya serta dari rumah bapanya ke negeri yang akan ditunjukkan Allah kepadanya dengan janji, bahwa Allah akan menjadikan Abraham menjadi bangsa yang besar, dan menjadikan dia berkat bagi bangsa (Kej. 12:1-3), Allah juga memperkenalkan diriNya melalui karya-karyaNya, baik dalam bentuk penampakan, maupun perbuatn-perbuatn besar yang menakjubkan. Semua itu adalah sarana Allah untuk memperkenalkan diri atau menyatakan diriNya kepada manusia. Didalam Perjanjian Baru, kata apokaluptein “mengambil tutup” atau ”mengambil selubung”, kata phaneroun “terbuka”, karena disingkapkan selubungnya. Dengan demikian kedua kata ini hendak menjelaskan bahwa kata pertama menunjukkan perbuatan dan kata kedua menunjukkan hasil penyingkapan selubung tadi. Dari urain itu, yang diungkapkan dengan istilah penyataan atau perkenalan disini adalah gagasan, bahwa sesuatu yang semula tertutup akan diketahui karena selubungnya telah disingkapkan. Jika kata-kata ini dikenakan kepada Allah maka maksudnya ialah bahwa Allah yang semula tidak dikenal oleh manusia, sekarang dapat dikenalnya, sebab telah terbuka selubungnya. Hanya saja pembukaan selubung itu menurut Alkitab bukanlah tindakan manusia melainkan karna Tuhan Allah sendiri. Dalam pengertian penyataan yang diajarkan Alkitab terkandung gagasan, bahwa Tuhan Allah keluar dari tempat persembunyianNya, dan memperkenalkan diriNya kepada manusia, Ia menyingkapkan selubung yang menutupiNya. Oleh karena itu yang dimaksud dengan penyataan Allah itu bukanlah bisikan ilahi, melainkan perkenalan atau pergaulan Allah dengan manusia yang dilakukan dengan firman dan karyaNya. 2.1.2. Kemungkinan Akan Adanya Penyataan Allah Pada abad ke 4 SM, Plato memberikan pandangan yaitu hendaknya Tuhan jangan dipandang sebagai manusia, Tuhan harus dipandang sebagi “keberadaan” sejati (the real of being), jat yang bersifat rohani dan akali serta yang tidak berubah. Yang penting bagi dia bahwa cara berada Tuhan harus di ubah, dari cara berada yang bersifat jasmani (material )

193 | D i k t a t D o g m a t i k a

menjadi cara yang akali atau rohani (immaterial). Zat yang illahi berada secara transenden, sebab tabiatnya adalah suatu kenyataan yang sukar ditembus oleh akal manusia. Dalam Alkitab tegas dijelaskan bahwa tiada jalan dari pihak manusia kepada Allah. Pada mulanya Allahlah yang berinisiatif mencari dan memperkenalkan diriNya kepada Israel. Israel sendiri mengenal Allah bukan karena Israel mempergunakan akal pikirannya sendiri untuk menyelami alam semesta, juga bukan karena Israel menyelami lubuk hatinya, melainkan karena Tuhan memperkenalkan diriNya atau menyatakan diriNya kepada Israel. 2.1.3. Tujuan Penyataan Tuhan Allah Tuhan Allah jauh lebih tinggi dari manusia, Tuhan Allah memanggil manusia supaya mengabdi kepadaNya dan menaati perintah-perintahNya. Tujuan terakhir dari penyataan Tuhan Allah bukanlah kebahagiaan manusia, melainkan kemuliaan dan kehormatan Tuhan Allah sendiri. “sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”

(Rm. 11:36). Barang siapa mencari Allah,

dialah yang berbahagia dan mendapat hidup sejati didalam mencari dan melayani Tuhan Allah. 2.2. ALAT-ALAT PENYATAAN ALLAH 2.2.1 Macamnya Pertama-tama Tuhan Allah menampakkan diri pada Israel melalui tanda-tanda yang menjadika Israel bahwa Tuhan Allah hadir. Penampakkan ini dalam bahasa Yunani disebut theophani. Di sini Tuhan Allah menampakkan diriNya dengan tanda-tanda yang dapat dihayati oleh Israel, sehingga Israel sadar bahwa mereka berhadapan dengan Allah sendiri. Theophani atau penampakan Allah ini bukanlah kehadiran Allah yang tanpa keaktipan dan tanpa waktu, melainkan dengan menampakkan diri ini Tuhan allah hadir dengan nyata, atau mendantangi umatNya serta berada ditengah-tengah umatNya. Maka penampakan diri ini merupakan perbuatan Allah yang historis, baik yang mendatangkan hukuman maupun pertolongan. Selanjutnya Tuhan Allah menyatakan diriNya kepada bangsa Israel dengan mukjizat atau dengan perbutan-perbuatanNya yang menakjubkan. Segala perbuatan atau karya Allah sebenarnya adalah mukjizat. Tuhan Allah akan berfirman dengan firman atau sabda yang

194 | D i k t a t D o g m a t i k a

dapat didengar guna menyatakan atau memberitahukan kehendakNya. Israel dapat mengenal Tuhan Allahnya dengan sebenarnya, bukan secara teori, melainkan berdasarkan pengalaman. 2.2.2. Tempat Kristus di dalam penyataan Tuhan Allah. Penyataan Allah dengan menampakkan diri adalah dengan mukjizat serta dengan firman-Nya adalah dengan karya Allah di dalam sejarah umat-Nya yang penuh dengan dinamika. Penyataan Allah adalah melalui karya-karya-Nya. A. Di dalam PL Di dalam PL digunakan kata dabar yang berarti perkataan yang telah berisikan latar belakang atau dasar yang terkandung di dalam perkataan itu. Kata dabar sifat pentingnya adalah kebenaran (Bnd. 2 Sam 7:28 berbunyi: “segala firman-Mu lah kebenaran”). Firman Tuhan Allah adalah firman yang bekerja bukan firman yang mati. Hal ini berarti firman Tuhan tidak kembali dengan hampa melainkan akan melaksanakan dengan apa yang di kehendaki oleh Tuhan Allah. Seperti hujan dan salju yang turun dari langit tidak akan kembali, melainkan akan mengairi bumi dan membuatnya subur sehingga memberikan hasil yang di harapkan. Selanjutnya firman Tuhan adalah firman yang bekerja, disebutkan sebab dia berfirman maka semuanya jadi, Dia memberi perintah maka semuanya ada. Pekerjaan Tuhan adalah juga firma-Nya umpamanya mengatakan bahwa langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Di dalam PL diambil kesimpulan bahwa firman Tuhan Allah adalah firman yang bekerja, dan sebaliknya, bahwa pekerjaan atau karya Tuhan Allah adalah pekerjaan yang berbicara. Jadi dengan demikian firman Tuhan Allah tidak boleh dibedakan dengan karya-Nya, sedangkan karya Tuhan Allah juga tidak boleh dibedakan dengan firman-Nya. Keduanya adalah sama, mewujudkan suatu segi dari satu kenyataan. Oleh karena itu maka alat penyataan yaitu firman dan karya-Nya, firman Tuahan adalah alat komunikasi-Nya dengan manusia.

B.

Di dalam PB Didalam PB penyataan Allah dengan firman-Nya itu diwujudkan di dalam diri Tuhan

Yesus Kristus. Tuhan Yesus memberitakan firman kepada orang banyak. Firman yang Dia beritakan itu injil kerajaan Allah. Disini sepertinya Yesus di sejajarkan dengan dengan para nabi namun tidak persis sama. di dalam PL para nabi memberitakan firman yang dari Allah dan firman Allah yang bekerja, akan tetapi disini Firman Yesus adalah firman yang bekerja 195 | D i k t a t D o g m a t i k a

sendiri. Firman-Nya telah menyembuhkan para orang sakit dan telah membawa kabar kegirangan. Perlu di perhatikan di dalam bagian injil ini adalah, bahwa firman Kristus dilihat dan di dengar. Firman itu dapat dilihat dalam karya-Nya yang menyembuhkan dan dapat di dengar dalam pemberitaan kabar baik. Di dalam Yohannes dikatakan bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah firman, yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah dan Allah adanya, tetapi yang kemudian menjadi manusia dan di dalam diri Tuhan Yesus itu Allah berfirman kepada manusia. Oleh karena itu apa yang dikatakan dan di kerjakan Yesus Kristus adalah alat Allah untuk berfirman kepada manusia. Tuhan Yesus Kristus adalah alat penyataan Allah yang sempurna atau dengan-Nya Allah memperkenalkan diri dengan sempurna. Di dalam Yohannes 14:9 dikatakan bahwa barang siapa telah melihat Dia, ia telah melihat Bapa. Demikian Tuhan Yesus Kristus sebagai firman yang pada mulanya ada pada Allah dan bersama-sama dengan Allah dan yang kemudian menjadi manusia, adalah penyataan Allah yang sempurna. 2.2.3. bukan Eksklusivisme Sekalipun Tuhan Yesus Kristus akhir dan puncak penyataan Tuhan Allah, namun hal itu tidak berarti, bahwa Kristus adalah satu-satunya penyataan Tuhan Allah. Zaman dahulu Allah berulang kali berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantara nabi-nabi maka kemudian Allah berbicara kepada manusia melalui perantara anak-Nya. Maka dengan demikian penyataan penyataan Tuhan Allah dari zaman nenek moyang hingga zaman Tuhan Yesus di pandang sebagai suatu rentetan kejadian-kejadian yang terjadi di dalam suatu sejarah yang panjang dengan cara yang bermacam-macam dan menyatakan hal yang bermacam-macam juga. Jika Tuhan Allah memperkenalkan dirinya ketika zaman nenek moyang, setiap waktu, di selaraskan dengan keadaan orang yang menerima penyataan-Nya itu. Umpamanya setelah Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa Allah menyatakan dirinya sebagai pembalas hukum dan sebagai pengasih. Kepada Abraham Allah menyatakan dirinya sebagai yang maha kuasa yang dapat memberikan anak kepada Abbraham meski Sarai disebut mandul. Di Horeb Allah memperkenalkan dirinya sebagai yang maha kuasa kepada Musa sebagai Allah perjanjian. Demikian seterusnya. Tuhan Allah menyatakan diri bukan hanya didalam Kristus saja, selanjutnya dapat diuraikan, dari Alkitab kita mengetahui bahwa Israel mengenal Allah adalah Allah yang berbuat yang dengan nyata bertindak di dalam sejarah, maka terdengarlah pemberitaan, 196 | D i k t a t D o g m a t i k a

bahwa Tuhan Allah yang maha kuasa di dalam sejarah itu adalah Tuhan Allah yang maha kuasa di dalam alam semesta. Kata bara selain digunakan untuk menyatakan karya “penjadian” juga di pergunakan untuk mengungkapkan mukjizat-mukjizat Tuhan Allah (lihat Kel.34:10; Bil. 16:30; Yer. 31:22 dsb). Setelah Israel mengenal Tuhan Allahnya melalui perantara-perantara firman dan karya-Nya yang ditujukan kepada mereka maka terbukalah mata Israel dan dapatlah mereka melihat Tuhanya di dalam segala karya-Nya. Alam semesta yang semula seolah-olah bisu sekarang dapat berbicara oleh karena itu Mazmur berkata ”ya Tuhan Tuhan Kami, betapa mulianya nama Mu di seluruh bumi” (Mzm. 8:2). Dan Mzm. 19 mengatakan langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Bukan hanya alam semesta sebagai hasil karya Allah saja yang menyatakan atau memperkenalkan Tuhan Allah kepada manusia melainkan, juga karya pemeliharaan Allah terhadap ciptaanya. 2.2.4. pembedaan penyataan Tuhan Allah. Tuhan Allah menyatakan dirinya melalui firman dan karya-Nya guna menyelamatkan umat manusia dan penyataan itu dapat dirangkumkan dalam penyataan dengan firman-Nya yang berpuncak pada diri Yesus Kristus. Disamping itu penyataan Tuhan melalui hasil karyaNya di dalam alam semesta, baik di dalam alam semesta itu sendiri, maupun segala kejadian yang terjadi di dalam alam semesta itu. Penyataan dua macam ini sering disebut penyataan yang khusus dan penyataan yang umum. Yang dimaksud dengan penyataan yang khusus adalah penyataan yang diberikan Tuhan Allah melalui firman dan karya-Nya yang berpusat pada Kristus. Penyataan ini disebut khusus karena hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman saja, dan dapat menyelamatkan manusia. Yang dimaksud dengan penyataan yang umum adalah penyataan Tuahan Allah yang dengan perantara firman dan karya-karyaNya di dalam alam semesta, di dalam sejarah juga di dalam hati sanubari manusia. Penyataan ini disebut umum karena di peruntukkan bagi manusia pada umumnya, tanpa kecuali dan penyataan ini tidak dapat menyelamatkan manusia. Istilah khusus dan umum menunjukkan bahwa perbedaan penyataan Allah itu ditentukan oleh mereka yang ,menjadi sasaran atau objek penyataan itu, artinya pembedaan penyataan itu disesuaikan dengan mereka yang diberikan penyataan. Cara membedakan penyataan yang semikian itu di dalam sejarah ternyata telah dapat menimbulkan salah paham, sering ada tuduhan seolah-olah ajaran tentang penyataan yang umum itu mengajarkan bahwa manusia dengan akalnya sendiri dapat mengenal Tuhan Allah seperti yang sering disebut 197 | D i k t a t D o g m a t i k a

teologi naturalis. Oleh karena itu lebih baik membedakan penyataan itu tidak melalui sasaran penyataan itu akan tetapi pembedaan penyataan itu melalui sifat penyataan itu. Oleh karena itu disini dikatakan pembedaan penyataan itu disebut penyataan langsung dan penyataan tidak langsung. Penyataan langsung adalah penyataan yang secara langsung diberikan oleh Tuhan Allah kepada manusia dengan perantara firman dan karya-Nya yang berpusat pada Kristus, dan penyataan yang tidak langsung adalah penyataan yang diberikan oleh Tuhan Allah dengan firman dan karyaNya akan tetapi dengan melalui alam smesta sebagai buah karyaNya. A. Penyataan tidak langsung a. Pengetahuan tentang Allah Telah diuraikan diatas bahwa penyataan tidak langsung ialah penyataan Tuhan Allah yang diberikan dengan karyaNya di dalam alam semesta dan di dalam karya pemeliharaanNya. Pemeliharaan ini bersuara terus menerus, artinya karya penyataan Allah disepanjang umat manusia secara terus menerus sejak dahulu kala terus menerus menyatakan atau memeperkenalkan dirinya dengan karyaNya di dalam alam dan di dalam sejarah. Yang menjadi persoalan apakah dapat ditarik kesimpulan bahwa orang kafir juga mengenal Tuhan Allah? Dalam Rm. 1:19 disebutkan ”karena apa yang mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakan kepada mereka”. Ayat ini seolah olah menegaskan bahwa orang kafir juga mengenal Allah. Dalam 1 Kor. 1:21 mengatakan bahwa duna ini (manusia yang dikuasai dosa) tidak mengenal Allah oleh hikmatnya sendiri dalam Gal 4:8 mengatkan, bahwa orang-orang Galatia dulu sebelum percaya, mereka tidak mengenal Allah dan memperhambakan diri pada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah. Dengan demikian orang kafir memang menerima penyataan Allah, artinya Tuhan Allah terus menerus menyapa mereka dengan karyaNya yang besar, dengan kemurahanNya dan sebagainya. Akan tetapi orang kafir tidak mengenal Allah yang sejati penyataan Allah yang tadi terus menerus tetapi penyataan itu ditindas oleh manusia dan diganti dengan kedustaan dan kelaliman. b. Teologi naturalis Yang dimaksud dengan teologi naturalis adalah bahwa pengetahuan tentang Tuhan Allah dapat di peroleh dengan menggunakan akal manusia. Dasar ajaran ini adalah dengan demikian, sebelum manusia jatuh kedalam dosa ia memiliki 2 hal yaitu keadaan yang kodrati atau keadaan manusia sebagai mahluk dengan hukum-hukum kodratnya dan keadaan 198 | D i k t a t D o g m a t i k a

yang adikodrati yang melebihi keadaanya yang kodrati itu. Sebagai mahluk yang kodrati manusia adalah mahluk yang lengkap yang memiliki akal kesusilaan. Jalan yang dapat dilalui akal untuk mendapatkan pengetahuan akan Allah ialah: 

jalan causalitas, yaitu jalan dengan mencari sebab-sebab segala sesuatu. Dengan jalan itu akhirnya akal akan sampai kepada sebab yang pertama. Adapun sebab yang pertama itu adalah Tuhan Allah.



Jalan negationis, yaitu jalan penyangkalan, yang denganya akal manusia akan sampai kepada pengetahuan, bahwa Tuhan Allah tidak sama dengan para mahluk .



Jalan eminentiae, yaitu jalan melalui hal-hal yang tampak menonjol yang menjadikan akal manusia akan sampai kepada pengetahuan, bahwa Tuhan Allah jauh lebih tinggi dari pada para mahluk.

B. Penyataan Yang Langsung Penyataan atau perkenalan Allah secara langsung yaitu Yesus Kristus, yaitu firman yang telah menjadi manusia. Hakekat Tuhan Allah diperkenalkan dengan cara bermacammacam, yang semua melukiskan hakekat illahi dalam segala seginya. Hakekat Allah itu di ungkapkan dalam segal firman dan karyaNya. Segala pengungkapan hakekat Allah yang dengan firman dan karyaNya itu dapat rangkumkan dalam suatu ungkapan, yaitu bahwa dengan semuanya itu Tuhan Allah menyatakan atau memperkenalkan KasihNya. 2.2.5. Alkitab sebagai penyataan Tuhan Allah. A. perlunya ada Alkitab Demi keselamatan seluruh umat manusia di segala zaman dan tempat itu penyataan Tuhan Allah harus diteruskan dari keturunan yang satu kepada keturunan yang lain. Seandainya itu hanya diteruskan secara lisan di sepanjang sejarah umat manusia, tentu penyataan itu dapat ditambahi atau dikurangi oleh manusia yang meneruskannya. Dan inilah yang menjadi dasar pembukuan Firman Tuhan, sebagai kesaksian tentang apa yang telah difirmakan oleh Tuhan Allah demi keselamatan umat manusia. Selanjutnya, dapat dikemukakan, bahwa pembukuan penyataan Tuhan Allah itu menjadikan kita, orang-orang yang hidup setelah zaman Tuhan yesus dapat bersekutu dengan Tuhan Allah dan bermaksud agar supaya kita, orang-orang yang hidup sesudah zaman Tuhan Yesus Kristus, dapat percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dan oleh karenanya mendapat hidup yang kekal. (Yoh. 20:31, 21:25). 199 | D i k t a t D o g m a t i k a

B. Pengilhaman Alkitab Dalam 2 Tim. 3:16 disebutkan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermamfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran dan dalam 2 Ptr. 1:21, yang mengatakan, bahwa nubuat-nubuat dalam kitab suci tidak itu tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah. Yang menjadi persoalan selanjutnya ialah bagaimana kerja-sama antara Roh Kudus dan manusia itu? Apakah di dalam soal pengilhaman ini manusia hanya pasif saja, hanya berfungsi sebagai mesin, atau apakah manusia di sini juga aktif, bekerja sendiri, dan sebagainya? Usaha-usaha yang telah pernah dikemukakan sebagai pemecahan persoalan ini ada bermacam-macam, yaitu umpamanya : 1). Pengilhaman yang mekanis Yang dimaksud dengan pengilhaman yang mekanis ialah bahwa manusia di dalam pengilhaman tadi hanya berfungsi sebagai mekanik atau mesin, segala inisiatif dan keaktifan pokok ada pada Tuhan Allah. pandangan seperti ini umpamanya dikemukakan oleh para orang Kristen yang berpendirian, bahwa Alkitab diilhamkan secara harfiah, kata demi kata. Tiap kata dan ungkapan dianggap sebagai diilhamkan atau dihembuskan oleh Allah, atau dibisikkan oleh Allah. oleh karena itu Alkitab harus diterima seperti apa adanya, tidak boleh diubah sama sekali. Menurut pandangan kami pengilhaman yang mekanis ini tidak mungkin diterapkan kepada Alkitab, sebab : a) Luk. 1:3, Lukas menyurat injilnya yang ditujukan kepada Teofilus setelah ia menyelidiki segala peristiwa dengan seksama. Jadi injil Lukas merupakan hasil penyelidikan yang seksama. b) apa yang didiktekan tentu memberikan hasil yang sama. Namun, di dalam Alkitab berbeda karena setiap penulis kitab memiliki cara penulisan yang berbeda dengan penulis kitab yang lainnya.

200 | D i k t a t D o g m a t i k a

C) dari Alkitab juga bahwa bakat para penulis juga dipergunakan. Umpamnya : Daud sebagai penyair, lain caranya menyaksikan pertemuannya dengan Tuhan Allah disbanding dengan Musa atau Paulus. Dari hal ini bahwa para penulis Alkitab tidak hanya berfungsi sebagai corong atau sebagai mesin saja. Sebab mereka mengadakan penyelidikan sendiri, menentuikan maksudnya sendiri dan memilih caranya sendiri di dalam pekerjaan menyaksikan penyataan Tuhan Allah itu. 2. Pengilhaman yang negative atau pasif Pengilhaman yang negative atau pasif mmengajarkan agar hanya mengilhami para penulisnya dan hal ini tidak sesuai dengan gagasan dalam Alkitab bahwa yang diilhamkan adalah tulisan-tulisannya atau alkitabnyua, bukan penulisnya (Bnd, 2 Tim. 3:16). 3. pengilhaman yang dinamis Pengilhaman yang dinamis menekankan bahwa Penulis yang memiliki kedekatan hubungan dengan Yesus Kristus maka hasil tulisannya lebih dipercaya. Namun, hal ini tidak sesuai dengan gagasan Alkitab sendiri. Sebab Alkitab sendiri menunjukan bahwa ada juga orang-orang, yang sekalipun tidak tergolong orang beriman, namun dipergunakan oleh Tuhan Allah untuk menyatakan kehendakNya seperti halnya Bileam (Bil. 24:17), dan Kayafas (Yoh. 11:50). 4.Pengilhaman yang organis Pengilhaman yang organis mengungkapkan bahwa Tuhan Allah memakai manusia sebagai alatNya. Untuk mendekati arti ungkapan organis itu dapat kita lihat dari Kis. 9:15, di mana Tuhan Yesus memerintahkan kepada Ananias supaya pergi mengunjungi Saulus dan menyembuhkan matanya. Di sini Saulus, yang kemudian bernama Paulus, menjadi alat pilihan Kristus untuk memberitakan namaNya atau untuk memberitakan Injil atau Firman Allah. Bagi kita yang hidup pada zaman sekarang ini hal itu berarti, bahwa tafsiran yang benar adalah hal yang menentukan. Bukan segala uraian yang diambil dari Alkitab adalah Firman Tuhan. Uraian itu adalah Firman Tuhan jika meneruskan kerygama atau berita yang benar dari Alkitab. C. Sejarah penyusunan alkitab 201 | D i k t a t D o g m a t i k a

1.Perjanjian Lama Menururt tradisi Yahudi, Kitab Perjanjian Lama dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Taurat, yang meliputi Kitab-kitab kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan; Nabinabi yang meliputi Kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim, Samuel I, II, Raja-raja I, II, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan dua belas nabi kecil (Hosea s/d Maleakhi); Ketubim atau surat-surat, yang meliputi mazmur, Ayub, Amsal, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra-Nehemia, Tawarikh I, II. Pengumpulan Kitab-kitab Perjanjian Lama menjadi satu hingga menjadi pedoman bagi hidup dan kepercayaan Yahudi tidak terjadi sekaligus, melainkan memakan waktu yang lama. Selain daripada itu pengumpulan tadi juga disertai pergumulan, yang disbabkan karena orang harus memilih di antara sekian Kitab yang ada, itulah sebabnya maka di samping kitabkitabyang dijadikan pedoman atau norma hidup dan kepercayaan itu masih ada kumpulan kitab-kitab yang disebut apokrif (samar). 2.Perjanjian Baru Gereja yang pertama telah menerima Kitab Perjanjian Lamasebagai Firman Allah. Selanjutnya gereja pada ab

ad-abad pertama mengadakan penyelidikan, pertimbangan,

pemilihan dari sekian banyak tulisan yang ada. Dimulai dari tulisan-tulisan yang memuat cerita tentang Tuhan Yesus dan karya-Karyanya sehingga menghasilkan keempat Injil dan kemudian dilanjutkan dengan pemilihan surat-surat para rasul. Baru setelah ada rapat-rapat gerejani yang berulangkali akhirnya pada akhir abad keempat diputuskan untuk menerima 27 kitab yang kita miliki sebagai Kitab Perjanjian Baru. D. Sifat-sifat alkitab 1) Alkitab adalah berkuasa atau beribawa Gereja R.K. didasarkan atas pendangannya mengenai Gereja adalah satu-satunya lembaga yang memiliki kuasa yang tidak dapat diganggu-gugat, karena Gereja tidak dapat salah. Maka kuasanya terhadap Alkitab juga tidak diganggu-gugat. Gereja-gereja Reformasi berpendapat, bahwa Gereja tidak berada di atas Alkitab, sebab Gereja dapat tersesat, seperti yang ternyata dari sejarah Gereja. Maka Gereja berada di bawah Alkitab, dan Alkitab mewujudkan instansi di atas Gereja.

202 | D i k t a t D o g m a t i k a

2) Alkitab adalah cukup Gereja R.K berpendapat bahwa ada dua macam tradisi, yaitu : tradisi yang menjelaskan lebih lanjut isi Alkitab, dan tradisi yang menambah kekurangan Alkitab. Dalam praktiknya tradisi yang menambah kekurangan Alkitab itulah yang menguasai kehidupan Gereja, sehingga kuasa atau wibawa Alkitab menjadi kabur, tetapi kuasa atau wibawa Gereja menjadi bertambah-tambah. Gereja-gereja Reformasi berpendapat bahwa Alkitab adalah cukup, artinya cukup untuk memimpin orang kepada hidup yang kekal (bnd. Yoh. 20:30; Why. 22:18,19; 2 Tim. 3:16). III. Tanggapan Theologis Perlu kita ketahui, diluar pernyataan Kita Suci orang juga mempunyai kesadaran tentang Tuhan. Dengan artian bahwa Tuhan juga memberikan pernyataan di luara Kitab Suci. Di luar Kitab Suci, orang dapat menerima suatu pengenalan tentang Allah lewat hati dan pikiranya.212 Hal ini terlihat dari adanya agama-agama di dunia ini. Inilah yang disebut dengan pernyataan umum (pernyataan tidak langsung). Akan tetapi makna dari pernyataan umum ini disalah artikan dan menjadi sesat. Sehingga pernyataan umum jadi menjurus ke pengertian Teologi Naturalis, yang mengatakan bahwa pikiran manusia dapat mencapai pengenalan yang selengkap-lengkapnya tentang Allah meskipun pengenalan ini bukan yang memberi kebahagiaan yang kekal. “Pandangan ini masih dianut oleh Gereja Roma Katolik hingga sekarang”.213 Oleh karean dosa pernyataan umum menjadi samara-samar. Meskipun masih ada tetapi orang tidak dapat melihat pernyataan itu dengan terang. Oleh karena itu perlu ada pernyataan khusus yang dapat mengembalikan terang pernyataan umum. Melalui Alkitab kesaksian penyataan khusus (penyatan langsung) telah disampaikan kepada kita. Kesaksian itu diberitakan oleh para nabi dan rasul yang menunjuk kepada Yesus Kristus. Di dalam

212

Dengan akal budinya manusia menarik kesimpulan tentang adanya Tuhan, lalu ia menciptakan baginya

suatu sistem keagamaan yang masuk akal, kadang-kadang dengan mempergunakan isi kitab suci. Dengan memperoleh alkal budi, manusia menciptakan sesuatu “agama akal-budi, suatu agama yang terdiri dari pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan akal budi. Sistem keagaman seperti itu disebut theologika khalika, ayng berdasarkan apa yang terdapat di dalam alam khalika dan didalam manusia sendiri. 213

R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009: hlm. 16

203 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dialah Allah telah datang kepada manusia untuk menyatakan dirinya secara langsung. 214 Itulah kesaksian Alkitab, yang mengatakan bahwa Yesus Kristus itu adalah firman yang menjadi daging (Yoh. 1:1-14). Dialah Firaman yang sesungguhnya, firman yang dinyatakan. Jadi siap yang berkata tentang penyataan (tentang Yesus Kristus) berarti ia berkata tentang satu pernyataan, penyatan yang satu-satunya, pernyataan yang telah berlangsung satu kali di suatu tempat dan di suatu waktu yang tertentu.215 Jadi kalau kiata berkata tentang pernyataan Allah, berarti kita berkata tentang Yesus Kristus Penyatan Allah di dalam diri Yesus kristus merupakan pokok dari kesaksian Alkitab, yang datang kepada kita melaui perantaraan pemberitaan Gereja. Gereja telah menerjemahkan dan menyimpan Alkitab bagi kita dan menerangkan berita Alkitab bagi kita. Roh Kudus berkenan mempergunakan pemberitaan Gereja untuk membuat firman Allah bias didengar oleh kita sebagai kebenaran yang dari Allah. Dengan demikian Penyataan Allah sepenuhnya pekerjaan Allah pekerjaan Allah. Allah yang berinisyatif untuk memperkenalkan diri kepada umat-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, Dieter. 2008

Pedoman Dogmatika, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

Hadiwijono, Harun. 2009

Inti Iman Kristen, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

Soedarmo, R. 2009

Itisar Dogmatika, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

van Niftrik.G C. & B.J. Boland. 2008

Dogmatika Masa kini, (BPK Gunung Mulia, Jakarta)

214

lih. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009: hlm. 38

215

lih. G.C. van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa kini, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 69

204 | D i k t a t D o g m a t i k a

Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri Ebenhaizer I.Nuban Timo Pengantar Dalam investigasi dalam misteri Alllah sebagaimana yang disaksikan Alkitab dibantu oleh berbagai kajian dan kesaksian para pendahulu dan sesama orang percaya (dengan memperhatikan prinsip thinking together our fellow believers) menuntun saya sampai kepada sampai kepada kesadaran sekaligus keyakinan bahwa ada dasar yang kuat dalam Allah bagi upaya berteolog dan berdogmatikan yang kontekstual. 1.

Dogma sebagai tata bahasa pemberitaan gereja[1] Tempat Dogmatika Dalam Ilmu Teologi Dogmatika adalah bagian yang tak terpisah dari disiplin ilmu teologi ummnya, ilmu

teologi dibagi dalam empat rumpum, yaitu:biblika,historia,sitematika,praktika. Pada masa lalu dogmatika disebut sebgai napas dari ilmu teologi. Dogmatika dianggap napas ilmu teologi karena dialah yang menjabarkan nilai-nilai, prinsip serta kaidah-kaidah iman yang ditarik dari rumpun biblika dijadikan pedoman bagi rumpan praktika dan sitorika. Paham tradisional ini dapat digambarkan dalam bagan berikut. Dogma, Doktrin, dan Dogmatika Dogma adalah pengajaran gereja tentang penyataan Allah (kebenaran) dan penerimaan gereja atas kebenaran itu sabagai ketetapan yang patut ditaati. Alkitab bersasksi tentang penyataan Allah. Dogma merampung kesaksian Alkitab akan penyataan Allah dalam bentukdalil-dalil yang bersifat padat. Oleh karena itu dogma bersifat universal atau interdenominasilonal. Doktrin menunjukan dalil atau ajaran,rumusan tentang kebenaran kristen yang dirumuskan gereja dan berlaku hanya dalam satu tradisional atau komunitas kristen. Doktrin bercorak denominasional. Dalam hubungan ini patut kita catat apa yang dikatakan deneffe. Semua dogma adalah doktrin adalah dogma. Doktrin adlah kumpulan pengajaran tentang

205 | D i k t a t D o g m a t i k a

kepercayaaan atau keyakinan yang mencerminkan karakter khusus dari suatu komunitas yang merumuskan doktrin tersebut. Dogmatika adalah tugas gereja yang dilakasanakan oleh orang-orang yang diperyakana secara khsusus oleh gereja. Dalam upaya denga ini, Karl Barth memebedakan dua kategori teolog atau dogmatikus :reguler dan ireguler. Tanggapan kelompok Dapat dikatakan bahwa dogmatika adalah usaha gereja untuk memeriksa pemberitannya akan pernyataan Allah secara metodis,sistematis,dan konheren.dan hasil dari usaha tersebut dikondisikan oleh pengalaman historis ,budaya,dan status ekonomi.dari latarbelakang ini dogmatika menurut keit adalah sebuah ilmu yang pluralistik.216 2.

Dogma tentang allah[2] Tempat Ajaran tentang Allah dalam Dogmatika Karl Barth, teolog besar abad ke-20, yang memimpin pemberontakan terhadapa warisan

teologi abad ke-19 dan berusaha sekuat tenaga untuk mengubukan untuk selama-lamanya merode berteologi yang diperkenalkan Schleirmacher, menempatkan ajaran tentang Allah dalam bagian awal karya Monumentalanya: Church Dogmatics (Dogmatika Gereja). Dengan penempatan ini, barth hendak menegaskan bahwa seluruh percakapan dalam dogmatika baru bermakna apabila Allah dijadikan dasar, titik tolak, dan pemberisi isi dari percakapan itu. Jelasnya, kepalaan Allah perlu terus-menerus ditegaskan dalam dogmatika berubah menjadi diskusi tentang agama kalau ia kehilangan Allah sebagai hipotesa percakapan. Allah Adalah Roh Yang Bepribadi Allah adalaha awaal mula segala sesuatu, tetapi pada saat yang sama merupakan realitas yang tak terpahami dan terhampiri. Ia berdaya di luar jangkuan pemahaman dan penalaran manusia. Allah itu tersembunyi keberadaan-Nya bahkan tempat tinggal-Nya saja tidak seorang pun tahu. Alllah adalah satu realitas yang bersifat Absconditus, melampaui semua kondisi dan kapasitas indrawi, singkat kata Allah adalah Roh. Allah adalah Roh yang tersembunyi, jika diaktakan bahwa ia tersembunyi itu terjadi karena Tuhan mau 216

Keit Ward,religion and Revalation:(Oxford:Clarendon Press,1994),hlm,45.

206 | D i k t a t D o g m a t i k a

menyembunyikan diri-Nya, Alllah yang tersembunyi itu pada saat yang sama mau bertumbuh dan bersama-sama dengan manusia. Hal yang paling diakau adalah dalam momen penyataan menurut para pemikir kristen sejak awal berdirinya adalah secara sederhana, akomodasi artinya cara Allah berbicara kepada manusia dengan memeprtimbangkan kemampuan manusia untuk terlibat dalam kumunikasi itu. Jadi Allah mengedaptasikan diri atau membuat diri-Nya dikenalam manusia dalam bentuk-bentuk yang akrab dengan penglaman manusian. Maksud , upaya menggambarkan Allah sebagai saru pribaditidaklah bermaksud menyamakan Allah dengan mansuian atau menempatkan Allah pada satu tempat tertentu di dalam alam, melainkan untuk menegaskan kesediaan dan kemampuan Allah untuk berelasi dengan yang lain, yang secara kulitatif berada dengan diri-Nya. Roh adalah makhluk gaib. Ada saat di mana roh-roh gaib itu menampilkan diri dalam bentuk probadi dengan cara menjadikan diri seseorang sebgai medium. Allah Satu dalam Subtstansi tiga dalam pribadi Tertulianus menekankan bahwa tiga pribadi yang disaksikan Alkitab bagi kita (Bapa,Anak, dan Roh kudus) sesungguhnya adalah satu dalam substansi, yakni Allah.Allah adalah satu, tetapi Dia memeprekenalkan diri kepada kita dalam tiga pribadi: Bapa,Anak,dan roh kudus. Ungkapan latin yang dipakai Tertulianus untuk itu adalah una substantia tres personae, Allah tidak terbagi dalam sustansi betapapun berbeda dalam pribadi. Gereja mengaku percaya keapda Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus tidaklah berarti bahwa Gereja menyembah tiga Allah. Gereja hanya percaya dan menyembah satu Allah yang hadir sejak kekal maupun di dalam sejarah dalam tiga pribadi. Pada konsep teologis tentang pribadi yang patut menjadi rujukan dalam memeberi isi bagi kata pribadi dalam pengertian antropologi. Arti pribadi sebagaimana nyata dalam Allah. Pribadi adalah being in relation. Penjelasan ini memang aneh, tetapi bukankah sudah kita katakan tadi bahwa Allah itu adalah pribadi yang ada di antara yang lain. Allah selalu bersifat finitum non capax infinity, yang terbatas tidak mungkin dapat menampung yang tidak terbatas secara penuh dan sempurna. Dogma Trinitas Modalistis

207 | D i k t a t D o g m a t i k a

Penggagas dari model ini adalah Sabeliu (kira-kira tahun 200). Sebalius mengajarkan bahwa Allah yang satu ini juga dalam rentang waktu yang tidak sama. pada awa sekali Allah hadir dalam sejarah dengan mengambil rupa sebgai sang bapa yang menciptakan langit dan bumi. Dogma trinitas yang modalistis memang mencoba menjelaskan Allah sebgai pribadi yang ada di anata yang lain, tetapi gagal memebdakan pribadi Allah sebagai pribadi yang ada di antara yang lain, tetapi gagal memebedakan pribadi Allah dari pribadi-pribadi yang lain. Ia lebih memebri perhatian pada perbedaan peran dalam diri Allah yang satu. Dogma Trinitas yang Modalitas juga berbahaya bagi pengembangan kehidupan bersama dalam masyrakat yangh mengandaikan adanya kejamakan dan kemajemukan. Dogma Trintas Subordinatif Dikatakan “Subordinatif” karena ketiga pribadi ilahi yang disaksikan digambarkan sebagai yang memiliki kader keilahian yang berbeda dalam digambarkan sebgai yang memiliki kader keilahian yang berbeda dalam kualitas dan kader. Aurius mengajrkan bahwa Sang Bapa sajalah yang benar-benar Allah. Ia adlah pribadi yang transenden, kekal, mutlak, dan benar. tentang Yeususkristus Sang Anak, arius mengakui keberadaan-Nya sejak kekal bersama sang bapa, namun ia tidak setara dengan sang Bapa karena Dia adalah ciptaan yang dibentuk sang Bapa sebeblum permulaan waktu. Dalam pengajaran ini jelas tidak sesuai dengan kesaksian Alkitab mengenai Yesus Kristus atau Sang Anak karena dia lebih suka memilih prinsip thingking before atau Outside revelation.Dengan jelas Alkitab menegaskan adanya kesatuan substansi antara Sang Bapa dan Sang anak, seperti nyata dalam penegasan berikut: ia ada bersama-sama Allah dan adalah Allah (Yoh1;1) Jika kita merumuskap penempatan Yesus sebgai yang lebih rendah dari Sang Bapa, sebgaimana disebutkan dalam Yohanes 14;28. Mengikuti kata-kata tertualinus, perendahan diri iru bukan dalam hal substansi, melainkan bentuk; bukan dalam kuasa, melaikan aspek (nec substansi forma, nec potestate sed special) dengan cara ini, Allah memperlihatkan kemuliaan-Nya yang sejati. Kemuliaan Allah yang sejati, menurut Barth, berbeda dari konsep manusia tentang kemuliaan, yakni dipenuhi kebesaran keagungan, dan kemahakuasaaan. Konsep ini benar, melainkan sangat statis. Dogma Trinitas: God’s Triple Self Repetition 208 | D i k t a t D o g m a t i k a

Dogma yang ini adalah hasil rekontruksi Karl Barth berdasarkan prinsip thiniing after the Bible dan thinking together the apostolic fathers. Allah Sang Bapa (paternitas) adalah pribadi pertama sekaligus sumber dan dasar dari deallahan. Ia adalah pribadi yang anonim, tidak meiliki nama, sebuah misteri. Didalam kekekalan, Sang Bapa mengulang diri-Nya untuk hadir secara baru. Sang Bapaada bersama-sama dengan Sang Anak bukan sebgai dua Allah, melainkan satu Allah dengan dua pribadi berbeda.Hasil dari pengulangan diri Sang Bapa dan Sang Anak adlah hadirnya pribadi ketida, yakni roh kudus yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak (ex patre fillioque). Ketritunggalan dalam Agama-Agama Asli Suku meto percaya bahwa Uis Neno, ia adlah pencipta langit dan bumi, juga pemberi kehidupan dana kesajukan. Uis Neno tidak kasat mata. Kebradaan sebgai yang tidak kasat mata ini memebuat ia disebeut Uis Neno Mnanu (raja langit yang tinggi). Namun jika melihat dalam masyrakat Batak-Toba Ph.O.L Tobing menegaskan jika kita menukik sampai dasar kepamahaman dan kehidupan masyarakat primitif tanpa Allah pencipta Allah semesta yang disaksikan Alkitab tidak lain dari Ilah tertinggi yang hidup dalam nuranii dan penyembahan bangsa-bangsa primitif. Orang primitf adalah kaum yang berpikit totalitas dan partisipatif. Keberadaan roh-roh yang lebih rendah posisinya yang berperan sebagai mediator antara ilah tertinggi dan manusia, harus dipahami dalam penfertian orang primitf mengenai arti representasi dan parisipasi. Roh-roh itu merepresentasi secara penuhg dan total olah tertinggi. Mereka juga berpartisipasi secara penuh dalam kuasa dan pemeliharaan ilah tertinggi. Oleh karena itu rohroh yang menjadi perantara ilah tertinggi, mewakili ilah tertinggi. Pribadi Yang berbineka dalam Refleksi Didalam Allah ada keesaan, tetapi juga kebienkaan. Keesaan dan kebinekaan dalam Allah itulah yang dinyatakan Allah dalam karya-karya-Nya. Hal ini dapat kita lihat banyak arti.dari upaya kita membahasakan Allah dalam tiga kata adlah bahwa Allah itu lebih besar daripada kata-kata kita dan semua bentukupaya kita untuk menggabarkan keberaan-Nya. Allah ada di surga dan kita hanya ciprtaan. Kata-kata atau bahsa yang kita gunakan untuk menggambarkan Dia juga adalah ciptaan.

209 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kita membahasakan Allah sebuah Spekulasi. Allah yang tidak terbatas itu sadar sepenuhnya akan keterbatasan tadi, tatapi di dalam kemurahan-Nya ia berkenan menggunakan bahasa kita yang terbatas untuk mengomunikasikan diri-Nya. Karl Barth menggamabrkan: hal yang sama dalam kata-kata yang lain. Ya mengatakana hal yang sama dengan kata-kata yang lain samapai tiga kali. Gereja dalam upaya yang sungguh-sungguh untuk menanggapi Allah yang menyatakan diri, mengaku percaya kepada Allah sebagai “Tuhan yang ada di atas kita”. Dia lebih besar dari pada semua gagasan, pikiran, dan pandangan kita. Pengakuan ini dirumuskan secara konkret dalam akuan percaya kepada “ Allah selaku sang Bapa”. Relevensi ajaran trinitas dalam kebinekaan masyrakat Relevansi Bagi Kehidupan Bersama Relevansi sangat bermakna bagi kedidupan bersama di dalam masyrakat majemuk seperti Indonesi. Persolan yang dialami banyak orang beragam di inodesia berkaitan dengan paham tentngan Allah yang dikembangkan dalam satu agama, sering dianggap segagai yang bersifgat final dan normatif. Hal ini sering sekali mengakibatkan otoritarianisme religius, mendiktekan kehidupan dan iman orang dari agama lain dengan pengakuan iman, doktrin dan hukum-hukum yang berasal dari agamanya. Orang yang suka mengafirkan saudara yang berada agama salulalu bersumber dari pandangan yang statis tentang Allah. Orang-orang ini beranggapan bahwa mereka dapat beranggapan bahwa mereka dapat berbicara tentang Allah dalam saru saja. Percakapan tentang Allah dalam kata-kata yang lain, yang berbeda dengan kata yang mereka kenal, dianggap kafir. Relevansi bagi Misi Kristen dalam dunia non-Kristen Manusia dalam duni kepada siapa Gereja diutus untuk menanamkan berita paskaah dan pentakosta alaha manusia yang “pluralis”. Injil kristus harus pula diberikan dalam dunia nonKristen. Ini sebuah perekerjaan yang tidak gampang, tetapi juga tak terhindarkan. Dunia nonKristen juga merupakan ladang misi. Injil Kristus harus diemaikan juga di ladang itu. Sekurang-kurangnya ada dua sikap terhadapa dunia non-Kristen yang bertumbuh dalam Gereja saat membvawa masuk berita paskah dan pentakosta ke dalam dunia. Injil yang intisarinya adalah berita Paskah dan pentakosta disampaikan sebgai sebuah kuasa yang

210 | D i k t a t D o g m a t i k a

menaklukkan

dan

menghancurkan

semua

paham

keprcayaan,

budaya,

pesan,konsep,simbol,ritus, dan paktik-praktik religius yang ada di dunia non-Kristen. Injil ditampilkan sebgai “pedang” yang selalu terhunus untuk membunuh dan membinasakan semua yang lain. Para misionaris pergi ke negeri-negeri yang jauh sebgai panglima dengan memeabwa mandat menembak di tempat apa saja yang berada di luar bingkai berpikir Kristen.Nama Yesus diberitakan kepda semua agama dan budaya sebgai yang berkuasa penuh. Tidak ada yamg setara dengan nama itu, apa bila melebihinya. Atribut-atribut Allah Tritunggal Allah adalah kenyataan yang berpribadi. Di dalam pernyataan ia tidak hanya mengomunikasikan ide-ide atau kebenaran tentang didi dan kehendak-Nya, melainkan ia meperkenlaknaya diri-Nya bukan sekedar verbalistis, melainkan faktual. Allah menyakan diri dalam wujud pribadi yang dapat dilihat, dipegang, dan menjadi mitra berkomunikasi. Manusia sebagaimana disaksiakan Alkitab adalah wujud dari pribadi yang dilengkapai dengan berbagai kecakapan, antara lain: berbicara, mendengar, melihat, membaui, dan bebrbelas kasih. Manusia dengan kecakapan-kecakapan ini menurut Alkitab adlah ciptaam yang dibentuk Allah seturut dengan gambar dan rupa Allah sendiri. Manusia adalah perumpamaan Allah. Atau, dalam bahasa yang lebih akrab bagi pengalaman kita, manusia adalah replika atau fotokopi dari Allah. Ada dua hal yang patut kita perhatikan saat kita mengatakan bahwa manusia adalah fotokopi Allah. Pertama, apa yang kelihatan pada lembaran fotokopi menunjuk pada teks aslinya. Jelasnya, ada hubungan yang tidak tersangkal antara hasil fotokopi dan benda aslinya. Unkapan yang lebih keren untuk itu adalahada kontinuitas antara yang asli dan hasil fotokopi . kedua, berapapun ada keterkaitan erat atau kontinuitas antara teksasli dan duplikatnya melalui proses fotokopi, tetapi, kulaitasnya tidak sebanding dengan aslinya. Allah berbicara Ini merupakan salah satu atribut dominan dalam kesaksian Alkitab tentang pergaulan Allah dan manusia dalam sejarah. Allah adalah pribadi yang berbicara. Ungkapan ibrani adalah wayyomer elohim. Ada lebih dari 5.000 kali ungkapan ini digunakan dalam perjanjian lama. Yang artinya Allaah berfirman, berbicara, berkata-kata. Pada setiap kesempatan peribadahan, umat yang berkumpul menaikkan doa kepada Allah. Tak putus-putusnya mereka menaikan seruan. Allah bahkan berbicara sampai sebelum memulai karya penciptaan, 211 | D i k t a t D o g m a t i k a

yakni didalam kekekalan. Di dalam kekekalan Allah adalah Allah yang berbicara. Karl Barth berkata, sejatinya dan sesungguhnya firman Allah adalah firman yang dikatakan leh Allah dan kepada Allah dalam persembunyian yang kekal. Di dalam kekekalan, Allah berbicara kepada diri-Nya dan tantang diri-Nya. Isi dari perkataan Allah tersebut ialah firman. Ituberarti isi kata-kata Allah adalah Yesus kristus. Allah berbicara artinya Allah brdiam sepenuhnya dalam apa yang ia katakan, yakni firman-Nya. Allah menjadi satu, tidak bisa dipisahkan dengan apa yang ia katakan. Karen firman adalah apa yang Allah katakan kepada kita maka Allah berbicara, artinya Allah mau ada untuk kita, imanuel. Dengan demikian, perkataan Allah bukan kata-kata kosong. Jika Allah berbicara, ia ngomong pokok-pokok dan buka pokoknya ngomong. Kata-kata Allah itu adlah firman, yakni kekuatan yang menghidupan, kuasa yang menciptakan ketertiban dak keteraturan. Artinya, kata-kata yang diucapkan Allah buka sekedar sebuah bunyi, melainkan kemampuan untuk mengadakan sesuatu. Kata-kata Allah adalah kata-kata yang bertindak. Allah juga berbicara dalam sejarah dan masih terus berbicara sampai sekarang. Daya cipta dan energi pemberi kehidupan yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan Allah pada waktu lalu tetap sama atau tidak berubah. Khasiat yang terkandung dalam kata-kata Allah tidak berkurang atau mengalami degradasi nilai. Firman Allah tidak rusak dimakan ngengat dan lapuk dalam rentangan zaman. Kata-kata Allah tidak pernah usang kuaasnya. Sebaliknya, kuasa dari kata-kata Allah itu terus-menerus diperbarui. Jika Allah berbicara kebenaran dinyatakan, kehidupan baru bertumbuh, yang rusak diperbaiki, yang hancur dipulihkan, yang mati dibangkitkan. Kata-kata Allah memiliki daya penyembuhan. Allah Mendengar Mendengar bagi Allah merupakan bukan sebuah keutamaan yang lebih rendah kualitasnya daripada berbicara. Tidak dalam pandangan manusia, mendengarkan sering dianggap lebih rendah daripada berbicara. Namun, tidak demikian halnya bagi Allah. Kedua atribut atau sifar ini sama kualitasnya dan saling mengisi, sama seperti tiga pribadi di dialam Allah yang saling mengisidan mendiami tanpa bercampur dan tidak dipisahkan. Keberadaan Allah sebagai yang terus-menerus berbicara tidak mengurangi atau melemahkan kemampuan-Nya untuk mendengar. Kemampuan Allah untuk berbicara sama tinggi voltasenya dengan kesediaan dan kemampuan Allah mendengar. Malah Allah jauh 212 | D i k t a t D o g m a t i k a

lebih bersedia mendengar daripada kita bersedia berkata-kata kepada-Nya. Maksud dari Allah mendengar adalah ia mempunya waktu bagi kita. Ia Tuhasn atas, bumi, laut, dan segala isinya. Dalam kesibuka-Nya emngendalaikan segala sesuatu itu, Allah tetap mempunyai waktu untuk mendengarkankita. Inilah sebabnya mengapa kita harus berdoa. Doa adalah sikap hidup yang benar dihapan Allah yang mendengarkan. Tuhan mendengar artinya Dia memahami dan mengerti apa yang disampaikan. Itu karena Allah mendengar dengan penuh perhatian. Allah mendengar dengan hati. Jika kita dikatakan bahwa Allah menjadikan Yesus Kristus sebagai jawaban atas semua persoalan manusia, jawaban itu bukan asal-asalan. Allah tidak sekededar hanya memebrikannya saja Dapatlah kita tahu bahwa Allah mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati artinya bertindak, Allah tidak mendengarkan secara pasif. Ia mendengarkan secara aktif. Allah mendengarkan, artinya ia siap diganggu oleh aneka rupa suara, seruan, kecemasan, ketakutan, keputusan, permintaan, dan harapan bahkan juga protes serta penolakan. Allah tidak hanya mendengarkan satu ragam suara saja. Allah menyukai keheningan, tetapi Ia tidak anti kebisingan. Bahkan Allah berkenan turun dari kebesara-Nya untuk mendengar dan Melihat sendiri apa yang dialalmi Israel dalam tangan Firman. Allah mendengarkana artinya ia tidak memebutuhkan pembisik. Para penguasa sering tidak bisa mendengar dan melihat sendiri apa yang terjadi di tengah-tengah rakyat. Mereka membutuhkan pembisik yang menggambarkan keadaan yang dimiliki rakyat, tidak dapat dipunngkiri bahwa para pembisik tentulah juga memiliki kepentingan dengan informasi yang disampaikannya. Allah Melihat Allah tidak dapat dilihat namun Allah dapat melihat secara lluar biasa. Penglihatan Allah. Lebih tajam dari satelit. Allah melihat artinya, Allah mengetahui dan enggenal kita satu persatu, masing-masing dengan nama, potensi, dan keterbatasam kita. Kristus adalah kepadala, yang sulung, yang pertama bangkit, dan yang lebih utama dari segala sesuatu. Jadi, kristus adlah dasar keberadaan kita. Dengan melihat kepda kristus, maka Allah, pada saat yang sama, bisa melihat setiap orang. Allah melihat artinya ia mengnenal kita dengan baik sekali. Melihat terdiri atas tiga tingkata; melihat realitas, melihat probabilitas, dan melihat progrevitas. Tingkatan pertama 213 | D i k t a t D o g m a t i k a

adalh melihat sesuatu apa adanya. Tingkatan kedua melihat potensi yang tersembunyi dibalik realitas itu. Tingaktan ketiga dari melihat adalah bertindak untuk mengerjakan perubahan berdasarkan potensi-potensi yang terkandung dalam realitas itu. Kemampuan melihat rangkap tiga ini melekat pada Allah. Allah memeiliki mata setelit memebuat kita tidak dapat berkata lain tentang hidup kecuali sebagai pengucapan syukur. Tidak selalu dalam bentuk pesta besar-besarn. Yang paling penting adlah dalam bentuk pealyanan yang tulus keapda sesama, karena Allah melihat hati yang bersyukur, bukan sekedear pesta syukurannya. Allah Memabaui Alkitab mengatakan bau busuk adalah kebencian Allah. Bau busuk adalah hasil dari pemberontakan dan kejahatan terhadap Allah dan sesama. Bau busuk adlah pengkhianatan terhadap Tuhan. Itu lahir dari kehidupan yang bertolak belakang dedngan kehendak Allah. Bau busuk yang diberikan Tuhan atas Mesir berhubungan dengan sikap Firaun yang tidak adil terhadap para budak di Mesir, sekaligus tindakan tidak bernar terhadap diri dan ucapanucapannya. Allah menyukai bau padang. Padang adalah tempat orang bekerja keras dan mengeluarkan keringat untuk memeperoleh nafkah bagi keuarga. Mereka ini bekerjea denga tengganya sendiri untuk mengumpulkan bekal untuk hari esok. Mereka ini memakan hasil jerih payah tanggannya sendiri. Roti kemalsan dan anggur hasil pemerasan jauh dari meja makan meeka. Hidup orang-orang seperti ini menyebarkan aroma keharuman yang menykakan hari Allah. Begitu juga bahan untuk kurban persembahan yang diperoleh secara terhormat menjadi hal yang meyukakan hati Tuhan, seperti yang baru saja kita lihat dalam kitab Amos. Allah mengkehendaki kita menjalani hidup begitu rupa sehingga bau harum yang kita hasilkan. Orang-orang yang bekerja dengan jujur, memperhatikan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan kekudusan ketika mati pun bau harumlah yang mereka tinggalkan. Bau harum sebagai sinyal bagi hidup yang dibangun atas kebeanran, kejujuran, kerja keras, dan kesetiaan, juga diisyrakatkan dalam banyak kesusastaan hikmat masyrakat dalam berbagai budaya.

214 | D i k t a t D o g m a t i k a

Keutamaan hidup dalam Allah yang membaui nyata dalam kesip-sediaan kita untuk hidup dalam kekudusan: baik dalam menanggapi pangilan, dalam berdoa, dan juga dalam bersyukur, yakni yang menyebarkan aroma berkenan keapda Allah. Semua godaan untuk menjadi serupa dengan duni patut ditepis. Hidup dalam kekudusan artinya menyebarkan aroma kesuakaan Allah adalah yang mengasilkan buah kebaikan. Kekudusan itu tampak dalam momitmen untuk menjalani hidup di dalam kebenaran dan keadilan, kerja keras, dankejujuran. Menjadi bernar, adil, dan jujur dalam hidup dan bekerja sering memebuat pelakunya tergilas, tetapi dari hidup seeprti itu terpancar aroma semerbak wangi yang menyamarakkan kehidupan, bukan hanya di bumi, melainkan juga di sorga. Allah berbelas kasih Hanya orang-orang yang yang saling mengasihi yang biasa mengangis dan meneteskan air mata. Kasih mereka yang menyatu dalam air mata bersumber dari pengalaman penderitaan dan kesengsaraan, sebgaimana digambarkan kitamori. Mereka mengangis bersama-sama karena hati mereka diliputi cinta kasih. Dalam tangisan itu air mata mereka menyatu dan berubah menjadi air yang dari dalamnya mereka menimba kekuatan utnuk mengahadapi maslah dan terus menjalani kehidupan. Allah tidak memeiliki kasih, karena ia adalah kasih. Kasih bukan sekedar sebuah wujud keberadaan, melainkan kasih adlah gerakan keberadaan. Ia mengangis karena mengasihi kita karea hati Allah tergerak. Ia menangis bersama-sama dengan kita. Tangisan dan air mata-Nya menyatu dengan tangisan dan air mata kita dan memebentuk mata air keselamtan bagi kita. Jika alkitab berkata bahwa Allah berbelas kasih, itu bukah sebuah persaan emosiaonal atau sentimental sesat. Allah mengasihi bukan karena ada apa-apanya. Allah mengasihi mengada-ngada. Betapapun demikian, kasih Allah yang apa adanya itu sangat kuat. Salib memeprlihatkan tak terukur besarnya dunia dan manusia. Kasih Allah yang teramat besar itu dapat kita jelaskan dari dua sudut pandang: positif dan negatif. Positif diaktakan. Ia mengasihi tanapa menuntut apa pun dari ktia sebagai prasyarat. Itulah “agape”, kasih yang tidak bersyarat. Kasih yang mengorbankan diri. Kasih Allah yang besar itu nyata secara positif dari kesiaan-Nya untuk habis-habisan memeprtahankan dan menyelamatkan kehidupan untuk itu, Allah sia mati danmemang mati di kayu salib. Secara negatif, kasih Allah yang besar itu tampak dalam apa yang di Alkitab diungkakpakan dengan 215 | D i k t a t D o g m a t i k a

kata cemburu. Kemurahan Allah itu laksana api yang sekai bernyala baru bisa pada seletah empat turunan. Allah berusaha habis-habisan dalam kecemburuan untuk mendapatkan anakanak-Nya yang tersesat karena ksih Allah bersifat kekal. Domba yang sesat itu, walalupun hanya seekor, akan dicari hingga dibawa pulang dengan selamat kekandang dan bergabung dengan yang lain. Ia tidak akan pernah mundur dari kasih. Iman akan berlalu. Pengharapan akan berakhir, tetapi kasih akan tinggal tetap. Allah adalah sekaligus Ibu dan Bapa Perhatian Allah sebagai ibu digambarkan dengan ungkapan yang menyentu sukma. Kebapaan dan keibuan Allah itu melampaui kebebapaan dan keibuan duniawi yang kita kenal dalam realitas sosial. Perbedaan itu terletak dalam beberapa hal. Pertama, keibuan dan kebapaan Allah bersifat inklusif, merangkul, dan menyatukan. Ia menrbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidakbenar. Kasih Allah tidak diskriminatif keibuan dan kebapaan Allah itu buka atribut yang ditambajkan kemudian kepada Allah. Keibuan dan kebapaan Allah adalah kekal Perbedaan itu digambarkan Yesus daenngan memebri surgawi kepada Allah. Demikianlah di dalam Yesus Kristus kita mengenal Allah sebgai ibu dan bapa surgawi bagi kita, bahkan kita boleh datang kepada-Nya dengan membaawa segala persoalan, ketakutan, harapan, dan permohonan. Ia pasti menjawab kita menurut kasih setia-Nya. Jenis kelami Allah Tritunggal Perjanjian lama dan baru menggambarkan Allah sebagai laki-laki. Bahasa maskulin sangat dominan dalam pemberitaan Alkitab tentang Allah. Kata ibrani Elohim yang dipakai untuk Allah tergolong dalam jenis maskulin. Mayoritas gambaran, pencipta bercorak maskulin perjanjian baru bersaksi bahwa Yesus Kristus yang merupakan Penjelamaan Allah dalam rupa manusia adalah seorang laki-laki. Walaupun begitu, mengatakan bahwa jenis kelamin Allah adalah laki-laki merupakan kesimpulan yang prematur. Ada dua alasan untuk ini. Pertama, kej 1:27 menunjukan dengan jelas bahwa manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adlah laki-laki dan perempuan tidaklah tepat mengatakan bahwa Allah itu laki-laki. Kedua meskipun tidak

216 | D i k t a t D o g m a t i k a

dominan, ada cukukp banya gambaran geminim dalam Alkitab yang dikenakan keapda Allah. Dalam beberapa teks PL Allah digambarkan sebgai yang memliki rahim Sebutan Allah sebagai bapa atau ibu adlah sebuah analogi yang berujuan menampilkan peran Allah sebgai yang melahirkan, merawat, membesarkan, dan menghidupakan dunia dan segenap ciptaan. Allah sendiri adlah roh, netral, aseksual. Seksualitas adlah atribut yang ada dalam kenyaan ciptaan. Allah yang aseksual ini menciptakan manusia dalam seksualitas yang berbeda karena dua alasan. Pertama, itu adalah bukti kasih dan kemurahan-Nya kepada ciptaan. Kedua, supaya seksualitas menjadi salah satu pengikat yang mempersekutukan dua makhluk yang berada itu demi mencerminkan persekutuan yang ada dalam diri Allah. Sebutan Allah sebagai bapa atau ibu adalah sebuah anologi yang bertujuan menampilkan peran Allah sebgai yang melahirkan, merawa, membesarkan, dan menghidupkan dunia dan segenap ciptaan. Allah sendiri adlah roh, netral, aseksual. Seksualitas adalah atribut yang ada dalam kenyataan ciptaan. Arti dogma tentang Allah bagi Dunia dan Manusia Alkitab tidak ada sama sekali mengatkan bahwa Allah berada jauh dari manusia, merupakan pribadi yang abstrak dan anti sejarah. Allah sebagaimanan ditegaskan, mendengar, melihat, membaui, dan berbelaskasihan. Atribut ini bersifat kekal, buka sesuatu yang ditambahkan kemudian kepada-Nya. Ini berarti manusia ingin bertemu dengan Allah tidaklah perlu kita mencari dia di satu dunia yang lain, yang melampaui diartikulasikan dalam banyak nyanyian rohani populer merupakan pengajaran yang sama jauh menyimpang dari kesaksian Alkitab. Allah tidak berada di bumi yang lain. Tidak ada bumi yang lain. Hanya ada satu bumi. Ketelibatan Allah dalam setiap momen perubahan dan dinamika dunia, sekaligus kepeaan-Nya terhadap dinamika yang manusia jalani merupakan penghiburan besar bagi orang-orang percaya. Artinya, manusia yang menaruh harapan pada Allah tidak akan terbebas dari melut dan dinamika kehidupaan yang terus berubah dan penuh bahaya, tetapi mereka tidak perlu takut apalagi putus harapan, sebab Tuha mengendan, melihat, mebaui, dan bebrbelas kasih terhadap mereka.

217 | D i k t a t D o g m a t i k a

Berada bersama Tuhan di dalam sejarah dan memiliki Tuhan yang peka terhadap pergumulan manusia serta siap menolong manusia dalam berbagai kesukaran dan kesulitan tidak berarti orang-orang percaya hanya menunggu tindakan penyelamatan Allah. Allah memang memeberi makan makan burung pipit, tetapi bukan dengan cara mengantar sepuluh bulir disetiap pagi ke serang burung pipit itu. Tanggapan kelompok Kontekstual

sama

sekali

tidak

berarti

meninggalkan

warisan

pemikiran

klasik.kontekstualisasi berarti memikirkan kembali warisan dogmatika yang sebelumnya dari perspektif yang baru yakni pengalaman gereja dalam ruang dan waktu tertentu. 3.

Dogma tentang penciptaan[3] Articulus fidei Karya Allah sebagai Pencipta. Dengan ini kita berada dalam artikel pertam dari

pengakuan iman gereja. Jadi, perhatian kita beralih kepada satu realitas yang berbeda dengan Allah. Ini tidak berarti bahwa Allah tidak lagi menjadi perhatian. Jadi dalam membicarakan ajaran kristen tentang penciptaan, kita tetap berada dalam kawasan iman. Keberadaan dari realitas yang berbeda dengan Allah adalah sebuah relaitas sebgai pokok pengakuan iman. Kita tidak berbicara tentang keberadaan langit dan mbumi menurut geologi, biologi, dan sebagainya. Teori-teori itu perlu, tetapi hanya sebagai sebuah gaung, bukan sebgai pokok bahasa utama. Yang kita katakan tentang ciptaan adalah yang kita denganr dari Allah, sang pencipta. Sebagai acta credo, pencipta adalah karya Allah tritunggal. Tiga pribadi ilahi hadir bersama-sama dan menjadi subjek dari karya penciptaan, penciptaan, karena itu, adlah sejarah karya Allah Sang Bapa, Allah anak, dan Allah Roh Kudus. Memang dalam kredo penciptaan dihubungkan secara khusus dengan pekerjaan Allah Bapa, tetapi itu tidak berarti bahwa Allah Anak dan Allah Roh Kudus absen. Allah bapa sebagai subjek karena seperti sudah kita sebutkan di atas, Dia adalah sumber dan fondasi dari keAllahan Sang Anak dan Roh Kudus, sekaligus sumber dari semua yang lain yang disebut ciptaan. Sebagai sumber, Allah Bapa adalh pelaku utama karya penciptaan.

218 | D i k t a t D o g m a t i k a

Sang Bapalah yangmenciptakan segala sesuatu. Peran Allah Anak dalam Karya Sang Bapa adalah besar dan tujuan dari kehidupan ciptaan. Tentang peranan Allah Roh Kudus dalam karya penciptaan adalah sebagai berikut. Ia membuat semua yang diciptakan Allah bapa dengan eprantaraan Allah Anak yang sekaligus juga adalah dasar dan tujuan penciptaan menyadari keberadaan mereka sebgai yang bergantung kepada Sang Bapa dan Sang Anak Proklamsi rangkap empat Pertama proklasmi tentnagn kebaikan Allah. Allah itu baik dan semua yang dikerjakan atau dihasilkan-Nya adalah baik. Kebaikan Allah bukan sekedar sebuah atribut moral, tetapi juga etis dan sosial. Artinya, kebaikan Allah tidak tersebunyi dalam hati-Nya, melainkan terwujud dalam karya-Nya menciptakan manusia untuk menjadi sasaran kebaikan dan cinta kasih-Nya. Kedua, proklamasi tentang kebaikan dari bekerja. Manusia adalah mahkluk yang bekerja (Homo laborans). Namun, ada beberapa asumsi negatif yang mengendap dalam kesadaran dirinya saat memandang pekerjaannya. Kerja juga dilihat sebagai kutukan atas kehidupan. Hidup hanya kita isi dengan bersenang-senang, ibarat dalam sebuah tamsya yang indah. Karena bekerja juga adalah akibat dosa, maka bekerja marupakan hal yang hina dan nista Ketiga, proklamasi tentang kebaikan alam. Bumi ini baik. Akan tetapi, ada kalanya terjadi berbagai bencana yang memprak-prandakan kehiduapan dan membuh banyak orang. Bencabenca itu ada yang disebabkan kehidupan manusia, seperti perang dan polusi udara, tetapi lebih banyak bencana terjadi karena gejala alam. Keempat, kebaikan manusia dan relasinya di antara mereka. manusia pada dasarnya adalah baik. Kalau nantinya manusia menjadi singa bagi sesamanya, itu adalah sebuah penyimpangan dari kodrat aslinya, yakni diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Bukan Tuhan yang menjadi penyebab dari penyimpangan itu. Manusia hidup dalam relasi. Tujuh Polemik Dalam Kisah penciptaan Pertama, kisah penciptaan mengandung di dalamnya polemik melawan konsep creatio spontanea, pencipta sebagai sebuah kebetulan. Bumi ini lahir karena adanya benda-benda 219 | D i k t a t D o g m a t i k a

angkasa yang saling bertabrakan. Akibat dari tabrakan tersebut ialah adanya langit dan bumi. Demikian intisari dari teori Big Bang. Jadi, ciptaan dan karena sebuah kebetulan atau terjadi secara spontan dan tanpa perencanaan. Adanya ciptaan adalah sebuah insiden. Kedua, polemik terhadapa sakralisasi atau demitologisasi dan sekularisasi alam. Sikap manusia terhadap alam umunya dapat kita kategorikan dalam dua kelompok. Pertama, dunia atau alam dianggap sakral dan bersifat ilahi. Alam memiliki kekuatan-kekuatan yang bersifat ambivalen: dapat memberkati namun juga mengancam kehidupan manusia. Benda-benda fisik yang ada disekitar manusia memiliki roh atau daya ilahi yang iikut memengaruhi baik buruknya kehidupan manusia. Dunia dan kenyataan-kenyataan di sekitar manusia dianggap sebgai makhluk berpiribadi. Manusia hidup di antara makhluk-makhluk, bukan di antara benda-benda. Paham ini mengemuka dalam praktik berikut: supaya memeperoleh panen yang baik petani memebri sajian berupa makanan kepada kebunnya, linggis, cangkul, dan peralatan lainnya. Ketiga, polemik terhadap pengalihan manusia. Dogma penciptaan juga merupakan polemik terhadap pengilahian manusia oleh manusia yang lain sekaligus juga penolakan terhadap paham tentang manusia sebgai pemilik dan pemerintah atas segenap ciptaan Keempat, polemik terhadap perbudakan manusia oleh Allah. Manusia diciptakan sebgai makhluk yang setara satu sama lain. Pesan ini merupakan polemik terhadapa penindasan manusia yang satu terhadap manusia lainnya. Dogma penciptaan sebgaimana yang dirumuskan gereja dengan bersumebr pada Alkitab tersebut menolak gagasan perendahan manusia sebagai budak dewa-dewa. Kelima, polemik melawan determinisme. Istilah derminisme berhubungan dengan kata kerja determine, yang artinya pengaturan yang bauk dan tetap. Determinisme mengajarkan bahwa pada saaat penciptaan, Allah sekligus menetapkan hukum-hukum tata hidup yang tetap bagi segenap ciptaan. Kehidupan selanjutnya dari makhluk ciptaan berjalan dalam bingkai hukum dan tata hidup itu. Keenam, polemik melawan teologi Allah Mati. Selain paham determinisme ada juga paham ateisme radikal dan evolusi. Mengenai paham ateisme radikal, Nietzshe berkata bahwa Allah sudah mati. Kematian Allah sungguh berfaedah, karena dengan itu manusia bisa menjadi dewasa. Manusia bisa mengembangkan bakat, talenta, dan kemampuan220 | D i k t a t D o g m a t i k a

kemampuannya secara maksimal sehingga tampil sebgai manusia unggul tanpa takut lagi kepada Allah, manusia harus memebunuh Allah dari hidupnya. Ketujuh, polemik melawan evolusi fisik. Paham evolusi dikembangkan oleh seorang sarjana beragama Kristen. Sejak St irenaeus dari Lyon, menerangkan bahwa manusia diciptakan dengan kurang lengkap agar ia dapat memebantu pembentukan dirinya sendiri. Pemikiran ini diambil alih oleh Charles Darwin. Dia mengajarkan bahwa makhluk hidup memiliki perkembangan yang terus-menerus, mulai dari primata yang paling rendah sampai ke primata yang tertinggi. Primata yang tertinggi adalah manusia. Kabar sukacita (injil) bagi ciptaan Pertama, penciptaan adalah kenyataan yang dikehendaki Allah. Ia adalah buah dari cinta kasih yang ada dalam Allah. Dasar bagi karya penciptaan adalha kasih karunia Allah. Itu sebabnya Allah tidak akan membuang bahkan menolak ciptaan, betapapun ia jatuh dalam dosa dan terperangkap dalam jerat maut. Allah terus bekerja untuk menyelamatkannya. Kedua, ciptaan adalah kenyataan yang ada disamping Allah dan berbeda dengan Allah bukan untuk menjadi pesuruh Allah, tetapi untuk dicintai dan dikasihi oleh Allah. Perbudakan atau penindasan oleh satu orang terhadap orang yang lain juga ditentang oleh Allah. Untuk itu Allahtidak membiarkan ciptaan untuk mengurus nasibnya sendiri. Ketiga, ciptaan belum selesai dibentuk. Allah masih terus bekerja untuk membarui ciptaan-Nya. Ini terjadi bukan hanya karena adanya dosa yang mau merusak ciptaan itu. Jauh hari sebelum dosa muncul, Allah sudah sudah merencanakan keberadaan ciptaan itu. Jauh hari sebelum dosa muncul, Allah sudah merencanakan keberadaan ciptaan untuk menjadi partner-Nya di dalam perjanjian. Itu sebabnya Allah terus bekerja untuk memebarui ciptaanNya. Kabar suka citanya ialah bahwa ciptaan tidak akan dibinasakan. Kepadanya akan diberikan wujud yang baru. Hidup tidak berakhir saat kematian. Keempat, penciptaaan sebagai ebuah akta dalam sejarah sekaligus permulaan sejarah pergaulan antara Allah dan manusia. Penciptaan adalah sebuah akta sejarah sekaligus permulaan dari sejarah dunia dan manusia. Penciptaan terjadi didalam sejarah. Penciptaan berkarakter historis. Ciptaan tidak dibentuk di luar sejarah dan kemudian dibawaa masuk kedalam sejarah. Waktu turut diciptakan, waktu tidak ada sebelum dunia ada, tetapi ikut

221 | D i k t a t D o g m a t i k a

didalamnya jadi Allah adlah Tuhan bukan hanya atas langit dan bumi tetapi juga atas waktu dan sejarah. Allah berada di kepala waktu. Ciptaan sebagai persiapan kepada perjanjian Penciptaan adalah sebuah lebera acto dei. Artinya, Allah menciptakan langit dan bumi sebgai sebuah tindakan yang bebas, bertolak dari cinta kasih, karena ia memiliki sesuatu di luar diri-Nya untuk dikasihi dan dicintai. Jadi penciptaan buka hanya bertolak atau berdasarkan cinta kasih Allah. Ia juga bertujuan untuk Allah menyatakan cinta kasih-Nya kepada ciptaan. Allah adalah yang bersifat totum perpatem. Artinya , di dalam karya penciptaan terbayang semua hal yang akan Allah lakukan, namun semuanya belum terselesaikan. Kita melihat semua melalui satu bagian. Ada satu akta lain di depan yang dikehendaki Allah untuk dinikmati bersama dengan ciptaan-Nya. Ada dua versi tentang penciptaan langit dan bumi ternyata merupakan antisipasi bagi terwujudnya perjanjian. Untuk jelasnya, kita perhatikan kedua versi itu satu persatu. 1)

Versi kaum priest Tahap pertama berlangsung dari hari pertama sampai hari ketiga. Di situ Allah

memisahkan dan menaruh batas-batas terhadap hal-hal yang dipisahkannya. Gelap yang mulanya menutupi permukaan bumi dipisahkan dan dibatasi ruang lingkupnya. Gelap itu ditempatkan pada malam, lalu Allah menaruh batas yang membedakan malam dan siang. Pemisahan dan penetapan batas ini memungkinkan terlaksannya perayaan sabat. Pada hari kedua, Allah memisahkan semua air yang menyelimuti bumi. Ada air yang diperintahkan keatas dan ada air yang disuruh ke bawah. Lalu Allah mernaruh batas. Sedangkan hari kedua, Allah memisahkan semua air yang menyelimuti bumi. Hari ketiga, Allah memisahkan segala air di bawah. Hari keempat, Allah menciptakan benda-benda penerang untuk menguasai siang dan menguasai malam. Pada hari kelima, Allah memeprcantik pekerjaan yang sudah dilaksankan pada hari kedua. Pada hari keenam, Allah menciptakan di mana Allah menghadirkan manusia yang akan menjadi partner-Nya di dalam perjanjian.

222 | D i k t a t D o g m a t i k a

2)

Versi kaum Yahwis Menurut Priest, pada hari keenam, setelah selesai membentuk manusia, Allah melihat

semua yang suda dikerjakan-Nya. Allah memandang semua amat baik. Akan tetapi manusia tida menyul Allah ke dalam sabat itu. Rupanya pada pihak manusia terjadi insiden, kejadian yang tidak diharapkan. Insiden itu adalah dosa. Tanggapan kelompok Karya keselamatan yang dilakukan akan menaruh batasan bagi diriNya supaya kehendak dan keputusan Allah sang Bapalah yang menjadi nyata.sehingga Yesus diberi Allah segala kuasa dan kemuliaan yang datang keGetsmani dalam semangat memahami dirinya. 4.

Dogma tentang pendamaian[4] Tempat tentang pendamaian Pendamaian berada di titik pusat pemberitaan gereja. Karl barth menyebutkan dogma ini

sebgai jantung hatinya. Ia disebut demikian karena karya itu menjadikan karya penciptaan Sang bapa sebgai asumsi dasarnya, dan karya penyelamatan oleh Roh Kudus sebgai tujuan. Pendamaian

menunjukan

pembaruan

keberadaan

kita

dengan

Allah.

Pendamaian

menunjukkan pemabruan keberadaan kita dengan Allah. Dalam penciptaan Allah menyediakan basis dan kondisi. Dalam pendamain, Allah menonkatigkan virus yang merusak perwujudan perjanjian, yakni dosa. Dan dalam penyelamatan, manusia yang sudah didamikan itu diangkat masuk kedalam perjanjian. Sekarang percakapan kita tiba pada karya pendamaian yang diantisipasi oleh Allah dalam karya penciptaan dan yang dimaksudkan sejak kekal di dalam primal history. Yesus kristus disebut-sebut sebagai pelaku utama karya pendamaian cerita hidup-Nya dikisahkan begitu rupa oleh Matius dan Lukas sehingga kita dapat melihat dengan jelas kehadiran Yesus Kristus sebagai pemenuhan karya penciptaan. Matius memulai kisah pelayanan Yeusu Kristus dengan menunjukkan silsilah Yesus yang dalam bahasa Yunani berbunyi:Biblos geneseos, artinya kita kejadian Yesus. Pendamai atau modiator itu haruslah juga benar-benar manusia, artinya mewakili manusia secara penuh dalam berhadapan dengan tuntutan hukum untuk penyelesaian sengketa itu. 223 | D i k t a t D o g m a t i k a

Manusia dalam kepapaan dan kenistaan akibat pemberontakannya tidak dapat kuat berdiri di hadapan Allah untuk mempertenggujawabkan pemberontakan dan melunasi utang dosanya. Pentingnya kesetaraan Yesus kristus sang perantara itu dengan manusia berhubungan dengan kondisi berikut. Oleh karena manusia adalah pihak yangmemberontak melawan Allah, maka hukuman atas pemberontakan itu harus ditanggungkan ke atas manusia. Kata ibrani kerajaan maut adalah sheol, bumi bawah. Itu adalah tempat siksaan dan kesengsaraan. Di sana manusia terpisah dari saudara-saudara dan terbuang dari hadapan Allah. Ia hanyalah bayangan-bayangan saja. Yang mengerikan dari Sheol adalah disana tidak ada lagi pujian kepada Allah, wajah Allah tidak ditemukan di sana dan perayaan sabat pun tidak dikenal. Sheol adalah tempat manusia ada sebagai non-being karena terpisah dari sesama dan juga dari Allah. Paskah merupakan satu peristiwa yangbermakna ganda: perfectum, yang mana artinya ialahsesuatu yang akan terjadi di masa depan. Jadi pada hari Minggu paskah, Ia sudah bangkit dari orang mati. Yesus kristus bangkit antara orang mati. Ini peristiwa yang menjadi titik pusat iman kristen. Kebangkitan Yesus itu terjadi pada hari ketifa dihitung dari hari ketika ia mengembuskan napas terakhir. Penyebutan hari ketiga ini penting. Alkitab bersaksi bahwa kenaikan Yesus ke surga bukan sebuah peristiwa mistis, yakni semacam pengalaman spritual. Bukan juga sebuah kiasa belaka, yakni semacam pengalaman spritual. Bukan juga sebuah kiasan belaka, kenaikan Yesus ke surga adalah sebuah peristiwa nyata. Murid-murid melihat Yesus terangkat dari tengah-tengah mereka. bahwa Yesus Kristus kembali kepada Sang Bapa, yakni naik ke surga. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan pentingnya Yesus naik ke surga. Naik kesurga artinya Yesus dipermuliakan Atau Ia kembali menerima kemuliaah yang ditanggalkan-Nya. Dengan kembali kemuliaan yang ada pada-Nya sejak kekal sebagai yang mengatasnamakan kita. Yesus juga naik kesurga, artinya ia pergi untuk meggelar seluruh perkaya yang sudah dia jalai sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Sang Bapa yang mengutus-Nya demi memeproleh pengesahan dari sang Bapa. Salah satu urgensi kenaikan Yesus ke surga yang saya sebutkan adalah Yesus kembali kepada bapa untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pendamaian yang Dia terima. Yesus naik ke surga itu dipercayakan untuk duduk di kanan Sang Bapa. Artinya, Yesus Kristus diberikan kehormatan serta kemuliaan dan kuasa-memerintah. Sehubungan 224 | D i k t a t D o g m a t i k a

dengfa pertanyaan tentang bagaiman reaksi Sang Bapa dengan laporan pertangungjawaban Yesus. Kedatangan kembali Yesus Kristus sebagai Hakim. Dua orang yang berpakaian putih yang menemui murid-murid sesaat setelah Yesus naik ke surga berkata kepada mereka. kedatangan kembali Yesus Kristus bukan sebua kejadian spritual, yakni Dia datang kembali dalam kehadiran Roh Kudus seperti yang diajarkan oleh Warren atau J.M. Campbell. Alkitab memang mengatakan bahwa kehadiran Roh Kudus dalam dunia merupakan kedatangan kembali Kristus secara baru. Kedatangan yesusu kembali Yesus Kristus adaalha satu peristiwa masa depan. Ia akan datang secara fisik. Istilah dogmatika untuk itu adalah parousia Dalam kedatangan-Nya yang pertama ia takluk di bawah hukum. Dalam kedatangan kembali sebagai hakim, Yesus Kristus akan menegakkan hukum dan keadilan. Ia akan menghakmi tiap-tiap orang dan memberi upah yang pantas kepada masing-masing dengan mengacu pada komitmen mereka terhadap new story of man yang sudah dinyatakan di dalam kebangkitanNya. Yesus kristus adalah raja yang memerintah. Ia menajalankan kekuasaan atas segala makhluk sekaligus memulihkan kekuasaan Allah atas dunia yang telah dirusak oleh dosa. Yesus kristus juga adalah Nabi yang ditetapkan Allah untuk mendengarkan dan memperdengarkan firman Allah kepada umat. Mendengarkan dan memperdengarkan firman merupakan dua elemen yangmelekat dalam diri jabatan nabi. Yesus Kristus juga adalah imam yang menjalankan tugas sebagai nabi yang menghadirkan Allah di hadapan manusia, Yesus Kristus juga adalah imam yang menjadi wakil manusia di hadapan Allah. Tanggapan kelompok Pendamaian artinya hukuman terhadap dosa yang dijatuhkan keatas Yesus sehingga Ia menjadi dosa karena manusia dan kebenaran Yesus kristus dijatuhkan keatas manusia sehingga manusia menjadi benar karena kristus. 5.

Dogma tentang penyelamatan[5] Sisi subjektif karya pendamaian Yang dimaksud dengan subjektig ialah karya yang terjadi diluar manusia, tanpa manusia

atau tidak melibatkan manusia. Karya itu diselesaikan Allah di dalam kristus atas nama 225 | D i k t a t D o g m a t i k a

manusia dan untuk keselamatan manusia. Sejauh itu manusia hanya berdiri sebagai penonoton. Allah melakukan itu karena Allah setia pada diri-Nya dan pada perjanjian yang sudah ditetapkan-Nya sejak kekal, yakni untuk menjadi sekutu umat-Nya. Dari kekal sampai kekal Allah adlah imanuel. Ungkapan imanuel juga mengandung arti, yakni Allah selalu mengikutsertakan manusia dalam karya-karya Nya Tempat dogma keselamatan Dogma tentang keselamatan berada dalam ruang lingkup pekerjaan Roh kudus. Dalam ruang lingkup itu Gereja mengakui: Aku percaya kepada kembali mengucapkan frasa: aku percaya... kalimat aku percaya diucapkan dihubungkan dengan pekerjaan Sang Bapa. Kalimat itu kembali diucapkan secara implisit dalam hubungan dengan Yesus Kristus untuk merampungkan karya pendamaian. Partisipasi manusia dalam pendamaian Peristiwa ini dimungkinkan oleh Allah melalui Karya Roh Kudus. Artinya, Roh Kudus yang tampil pada karya penciptaan sebagai God’s crative power, kembali memainkan peran itu lagi dalam akta pendamian. Ia berperan memapukan manusia untuk ambil bagian dalam keselamatan. Ia melakukan itu dengan cara masuk di dalam manusia, bekerja bersama dan melalui roh manusia sehinhha manusia dapat mengakan: YA kepada Allah. Roh kudus sebagai yang mempersekutukan Roh kudus yang memampukan manusia dari dalam diri manusia untuk menjawab: Ya kepada Allah yang sudah lebih dahulu mengatakan Ya kepada manusia dalam karya Kristus. Roh kududs masuk dan berdiam di dalm manusia itu. Ia menjadi deus in nobis (Allah dalam kita). Dari dalam manusia. Ia menggerakan manusia untuk menanggapi karya Allah yang objektif itu. Atas dasar ini, Barth menamakan karya penyelamatan (redemption) sebagai gratia interna. Sedangkan pendamaian (reconciliation) sebagai gratia externa, sedangkan karya penciptaan merupakan external basis untuk keduanya. Jalan masuk kepada keselamatan Yesusu kristus adalah jalan sekaligus pintu bagi manusia untuk masu kedalam keselamtan dan ambil bagian dalam perjanjian sebagai mitra Allah. Dalam bab-bab terdahulu saya telah 226 | D i k t a t D o g m a t i k a

membicarakan secara panjang lebar siapa Yesus Kristus dan karya-Nya. Manusia dipilih Allah di dalam Yesus Kristus untuk diikusetakan dalam karya-karyanya bukanlah pertamapertama pribadi-pribadi. Yesusu kristus yang adalah imanuel selalu mau mengikutsertakan manusia dalam karya-Nya. Manusia yang dipanggil Allah menjadi sekutu-Nya adlah pertamtama manusia dalam persekutuan. Orde keselamatan Dalam arti ini keselamatan itu adalah anugrah Allah. Dan sekarang kami tambahkan bahwa keselamatan yang adalah anugerah itu tidak datang kepada kita secaara acak atau serampangan. Pemeberian keselamatan oleh Allah berlaku menurut orde atau daftar alir yang ditentukan Allah. Orde itu adalah Allah-Persekutuan-Individu. Keselamatan diberikan Allah buka pertama-pertama kepada pribadi, melainkan kepada gereja atau persekutuan. Orde ini tercermin juga dalam kredo, secara khusus artikel ketiga yang berbicara tentang penerapan semua yang sudah dikerjakan Allah di dalam kristus ke dalam manusia. Persekutuan dan individu Persekutuan merupakan basisi dari pertumbuhan iman, kasih, dan pengharapan dari tiap individu orang percaya. Dalam hubungan ini, persekutuan disebut sebagai bentuk fundamental dari gereja. Respons individu kepada Allah berupa kesediaan untuk hidup dalam iman, kasih, dan harap akan Allah, ditempatkan dalam format persekutuan. Iman, kasih,dan harap kepda Allah adalah soal personal. Keselamatan diberikan Allah melalui satu orde atau daftar alir, yakni dari Allah kepada persekutuan, baru ke individu-individu. Individu beroleh keselamatan karena keterikatannya pada persekutuan keselamatan. Kerajaan Allah, yang merupakan persekutuan keselamatan ke dalam mana manusia diundang masuk oleh Allah di dalam kristus, dan dimampukan oleh Roh Kudus untuk menjawab undangan itu, merupakan bentuk hidup masa depan yang sudah mulai menerobos masuk ke dalam masa kini dari kerajaan Allah itu. Gereja bukanlah kerajaan Allah. Ia adalah regnum gratiae, persekutuan yang menerima dan mengakkan pemerintahan Yesus Kristus secara spiritual.Dua tugas yang diperankan oleh Israel dan Gereja, betapapun berada, tidak boleh dipisahkan. Pemberitaan Israel harus didengarkan bersama-sama dan diterima sebgai satu kesatuan dengan pemberitaan Gereja.

227 | D i k t a t D o g m a t i k a

Gereja adalah perwujudan Israel secara baru. Ia adalah creatur spiritium sanctum. Perwujudan historynya sebagai satu umat terjadi pada peristiwa pentakosta. Ia datang buka untuk menggantikan Israel, melainkan untuk menjadi pemenuhan Israel. Bentuk kehidupan umat Allah dalam perjanjian lama bersama dengan semua pangajaran dan ketentuannya, mencapai penggenapannya dalam Geeja. Gereja dan israel: perwujudan sementara dari kerohanian Allah Kerajaan Allah, yang merupakan persekutuan keselamatan ke dalam mana manusia diundang masuk oleh Allah di dalam kristus, dan dimampukan oleh Roh Kudus untuk menjawab undangan itu, merupakan bentuk hidup masa depan yang sudah mulai menerobos masuk ke dalam masa kini dari kerajaan Allah itu. Gereja bukanlah kerajaan Allah. Ia adalah regnum gratiae, persekutuan yang menerima dan mengakkan pemerintahan Yesus Kristus secara spiritual.Dua tugas yang diperankan oleh Israel dan Gereja, betapapun berada, tidak boleh dipisahkan. Pemberitaan Israel harus didengarkan bersama-sama dan diterima sebgai satu kesatuan dengan pemberitaan Gereja. Gereja adalah perwujudan Israel secara baru. Ia adalah creatur spiritium sanctum. Perwujudan historynya sebagai satu umat terjadi pada peristiwa pentakosta. Ia datang buka untuk menggantikan Israel, melainkan untuk menjadi pemenuhan Israel. Bentuk kehidupan umat Allah dalam perjanjian lama bersama dengan semua pangajaran dan ketentuannya, mencapai penggenapannya dalam Geeja.

Gereja sebagai ibu orang percaya Inilah keyakinan iman Gereja tentang asal-usulnya. Ia dibentuk oleh Allah di dalam Kristus melalui kuasa roh kudus untuk tiga fungsi yaitu: merawat pertumbuhan iman bereka ayng dibenarkan oleh Allah melalui pemberitaan firman. Kemudian untuk mengefektifkan pengudusan manusia melalui perayaan sakramen. Ketiga memimpin penugasan orang percaya lewat konstitusi gerejawi. Dengan adanya gereja, orang-orang yang dibenarkan, dikuduskan, dan ditugaskan oleh Allah di dalam Yesus Kristus tidak dibiarkan hidup terlantar tanpa bimbingan. Dua aspek perayaan keselamatan dalam gereja 228 | D i k t a t D o g m a t i k a

Aspek persekutuan yang diselamatkan dituntun untuk ambil bagian di dalam persekutuan ini perlu dipahami dari latar belakang kejatuhan dalam dosa yang ditandai dengan sloth, ketertuutpan, atau keterasingan sebgaimana yang sudah kami gambarkan dalam bagian kedua buku ini. Aspek individual, berkata keselamtan yang menjadi bagian individu dalam Gereja, sebagaimana yang dirumuskan dalam kredo ata tiga: pengampunan dosa, kebangkitan daging, dan kehidupan yang kekal.calvin mengelompokan duan bagian yaitu: berkat yang sudah mulai direalisasikan pada masa kini, yakni sejak seseorang ambil bagian dan persekutuan tubuh krutus. Dan yang baru akan dinyatakan kelak, yakni ketika yesus Kristus datang kembali sebagai bagian orang-orang yang hidup dalam percaya keapda Yesus Kristus. Tanggapan kelompok Kasih adalah agenda etis yang harus manusia jalani manakala dalam credenda ia mengakui Allah sebagai pencipta.Kasih itu sebagaimana sudah menunjukan dalam nyata dan kesediaan manusia untuk menaruh batas bagi keinginan dirinya sebagai bentuk imitatio di. 6.

Dogma tentang hal-hal terakhir[6] Nama Eskatolog Ada beberapa referensi Alkitab yang dirujuk untuk penamaan antara lain Yesaya 2:2 dan

Mikha 4:1 yang berbicara mengenai hari-hari terakhir (eschatai hemerai) atau 1 Petrus 1:20: zaman tetakhir (eschaton ton chronon) dan 1 Yohanes 2:18 : waktu yang terakhir (eschate hora). Eskatologi adalah percakapan tentang hal-hal terakhir. Yang dimaksuda dengan halhal terakhir dalam eskatologi adalah tujuan atau maksud dari setiap pekerjaan Allah, baik dalam penciptaan, pendamaian, dan penyelamatan. Allah selalu di depan kita Perbedaan tentang zaman akhir dan akhir zaman ajaran Kristen dengan agama lain antara lain: pertama, zaman akhir sudah dimulai pada masa kini (1 Yoh 2:18-19). Zaman akhir menunjuk pada suatu peristiwa atau waktu, sedangkan akhir zaman menunjuk pada peristiwaperistiwa yang akan terjadi pada peristiwa waktu itu. Akhir zaman merupakan suatu periodisasi waktu yang berkarakter dialketis:sudah datang tetapi belum selesai. 229 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kedua, fokus perhatian Kristen saat berbicara tentang zaman akhir dan akhir zaman bukan masalah apa melainkan siapa. Zaman akhir bersangkut paut dengan satu nama yaitu Yesus Kristus. Dasar tujuan keberadaan ciptaan ada didalam nama Yesus Kristus. Dasar dan tujuan dari ciptaan adalah Allah yang memperkenalkan diri kepada Musa dengan nama AKU ADA YANG AKU AKAN ADA (Kel 3 :14). Dimanakah keberadaan Allah yang beserta kita? Melihat pada Yesus Kristus, Allah itu serentak berada di pre-temporal, supra temporal, dan post temporal (sebelum ada waktu, didalam waktu sebagai Tuhan, dan setelah waktu berlalu). Allah yang sama berada dalam waktu sebagai Tuhan. Isi ajaran Kristen tentang eskatologi tidak lain dan tidak bukan adalah Allah. Ia mendahului manusia dalam semua waktu dan periode waktu. Ia ada bersama manusia didalam sejarah sebagai Tuhan. Dia juga ada dimasa depan sebagai tujuan dari kehidupan sebagai ciptaan. Tiga peridioisasi waktu Bila diperiksa nubuat para nabi Perjanjian Lama, terdapat dua periodisasi waktu, masa kini (Ibrani, olam hazzeh, Yunani: aion houtus) dan masa depan (Ibrani: olam habba, Yunani: ainon mellon). Yang dimaksud para nabi dalam nubuatan mereka tentang masa depan adalah saat kedatangan Mesias. Masa kini yang ada dalam pemahaman para nabi, adalah periode sebelum kedatangan Mesias. Dalam PB masa Mesianis seperti yang dinubuatkan oleh para nabi PL, digambarkan sebagai sebuah peristiwa rangkap dua: ada perbedaan antara kedatangan Mesias yang pertama dan yang kedua. Periode kedatangan Mesias yang pertama disebut masa kini. Sementara kedatangan Mesias untuk kedua kali disebut sebagai masa depan. Saat ini kita diperhadapkan dengan dua perbedaan yang berbeda mengenai masa kini dan masa depan. Pertama, menurut para nabi masa kini adalah rentang waktu sejarah manusia sebelum kedatangan Mesias. Masa depan ditandai dengan kedatangan Mesias. Kedua, para rasul dan umat dala PB melihat peridodisasi waktu secara berbeda. Apa yang disebut para nabi sebagai masa kini malah dianggap sebagai masa lalu oleh para rasul dan umat PB. Apa yang dinamakan sebagai masa depan oleh para nabi dan umat PL dinamakan masa depan,

230 | D i k t a t D o g m a t i k a

dialami sebagai dua babak. Babak pertama adalah kedatangan Mesias dalam kerendahan. Babak keduaadalah kedatangan Mesias dalam kemuliaan. Diantara kedua masa ini ada satu masa lagi yaitu kedatangan kembali Yesus Kristus dalam Roh Kudus (Pentakosta). Ini adalah masa gereja untuk memberitakan kebangkitan kepada segala makhluk. Kontruksi domatis terhadap waktu Percakapan tentang waktu dilakukan dari tiga sudut pandang. Pertama, waktu dari sudut pandang Allah atau waktu Allah. Waktu Allah disebut dengan eternal present. Yang artinya waktu Allah itu tidak memiliki masa lalu, kini, dan masa depan. Kedua, waktu dari sudut pandang manusia atau waktunya manusia. Ini adalah waktu yang diciptakan oleh Allah dan diberikan kepada manusia. Waktu manusia memiliki tiga babak yang terus mengalir: masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ketiga, percakapan tentang waktu dari sudut pandang karya keselamatan yang dikerjakan Yesus Kristus, yaitu waktu keselamatan (salvation history - Heilgeschiedenis). Masa lalu adalah masa dimana kita sudah berdiam didalam Allah, walaupun kita belum ada. Masa kini adalah saat dimana kita dimampukan untuk hidup dalam iman. Masa depan adalah saat dimana kita tetap ada dalam tangan Allah, betapapun kita tidak ada lagi. Dari sudut pandang paskah, yang disebut masa lalu adalah rentangan waktu yang mendahului kebangkitan Yesus Kristus. Masa itu terbentang kebelakang, yaitu dari peristiwa kebangkitan Yesus ke peristiwa penciptaan langit dan bumi. Masa ini adalah waktu dimana Allah berada dalam perjalanan menjumpai manusia berdosa untuk menawarkan keselamatan. Dari sudut pandang kebangkitan Yesus Kristus, yang disebut masa kini adalah rentangan yang berlangsung antara kenaikan Yesus Kristus ke surga sampai kedatangan-Nya kembali. Ini adalah masa dimana orang percaya diberi kepercayaan oleh Allah untuk memberitakan kepada dunia dan semua manusia tentang dimulainya zaman baru dan kemanusiaan baru, supaya dunia dan semua manusia boleh ambil bagian dalam gerakan pembahruan dan perubahan manusia dan dunia. Sedangkan yang disebut masa kini adalah waktu baru yang akan datang bersamaan dengan kedatangan kembali Yesus Kristus. Inilah waktu dimana Allah akan memberi nilai kepada semua aktivitas dan karya manusia.Dilihat dari perspektif kebangkitan Yesus, zaman 231 | D i k t a t D o g m a t i k a

akhir itu bukan baru akan terjadi pada saat kedatangan kembali Yesus Kristus. Zaman akhir sudah mulai sejak kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati dan akan mencapai kepenuhannya pada saat kedatangan kembali Yesus Kristus. Tiga babakan eskatologi Umat pada masa pra-paskah melihat kedatang Mesias sebagai zaman akhir, sementara umat yang hidup pada masa post-paskah menggambarkan kedatangan kembali Yesus Kristus sebagai akhir zaman. Rentang waktu yang disebut akhir zaman dimulai dengan kedatangan Mesias, yaitu Yesus Kristus yang terjadi pada peristiwa kebangkitan. Hal-hal terakhir sudah mulai menjadi nyata saat kedatangan Yesus Kristus, dan akan mencapai puncak perwujudan secara sempurna dan utuh pada kedatangan kembali Yesus Kristus. Bertolak dari pemahaman ini,

eskatologi

merupakan

sebuah

peristiwa

rangkap

tiga,

yaitu: paskah,

pentakosta, dan parousia. Zaman akhir sudah mulai pada peristiwa Paskah, berulang lagi dalam peristiwa Pentakosta, dan masih akan mencapai perwujudan final diParousia. Tanggapan kelompok Dalam bab ini ditegaskan bahwa kita sebagai umat Tuhan agar tetap hidup didalam kasih iman dan pengharapan akan Allah.Ia memulai karyanya tanpa meminta perstujuan dari manusia namun Ia juga meminta partisipasi manusia dalam karyaNya.Ia bertindak untuk membuat manusia ambil bagian dalam karya-karyaNya dan juga memperhitungkan karyanya manusia pada saat penyelesaain akhir. 7.

Tanggapan dogmatis Manusia yang dikatakan pada dogmatika yang berhubungan juga dengan penciptaaan

yang di berikan Allah. Yesus kristus Adalah sungguh-sungguh Allah dan Manusia dimana kemanusiannya bukanlah semu saja sehingga keilahinya dipentingkan dalam dogmatika. Karena manusia hidup sebagai subjek.[7] Model Spritualitas bahwa tindakan ekstenal atau lahiriah lebih penting dari tindakan internal atau batin. Istilah tindakah lahirian ini mengacu pada ritual-ritual atau amal baik eperti berpuasa, memberi sedekah,dan pertobatan fisik. Kemudian sikap adalah bahwa dari memulai semua karya kebaikan dan Tuhan memberi ganjarannya. Jika dirumuskan secara

232 | D i k t a t D o g m a t i k a

teologis, keyakinan ini sangat dekat dengan bidah pelagian., dikap ini untuk menenteramkan Tuhan karena dosa seseorang atau untuk merebut kembali hati-Nya[8] .Tentang keesaan Allah. Bahwa sebagai tambahan terhadap penekananya atas keesaan Allah, menkeankan perbedaan-perbedaan antara ketiga pribadi. Namun apa bila dikatakan secara tepat, maka hanya Bapalah Allah, walaupun nama “Allah” dapat saja diterapkan kepada Anak dan Roh kudus. Keilahian Anak dan Roh Kudus dijabrtkan dari bapa.[9] Tri tunggal merupakan satu alasan mengapa gereja berhasil membuat kemajuan yang berarti di kalangan orang kristen bahkan kepada orang lain. Oleh karena itu lah Allah ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan keunikan Allah yang hanya dapat mencairkan atau meniadakeesaan tersebut

[1] Ebenhaizer I.Nuban Timo.Allah menahan diri tetapi pantang berdiam diri.Jakarta: BPK Gunung Mulia,2015. Hlm 3-71 [2] Ibid 72 [3] Ibid 158 [4] Ibid 236 [5] Ibid 325 [6] Ibid 425 [7] Van Niftrik,Bolan,domatika masa130-144 [8] Thomas Keating,intim bersama Allah. Yogyakarta:Kasinus, hal25-26 [9] Benhard lohse, pengantar sejarah dogma kristen.jakarta: BPK gunung mulia,2008

Kelompok IV 233 | D i k t a t D o g m a t i k a

Nama

: Cintya Crisna Pardede

(14.2911)

Dendri Halomoan Pasaribu Mata Kuliah

: Dogmatika I

Dosen Pengampu

: Pdt. Dr. Jusen Boangmanalu

(14.2912)

DOGMATIKA REFORMED (Herman Bavinck) I.

Pengantar Buku yang berjudu Dogmatika Reformed yang diringkas dalam tulisan ini merupakan

buku jilid I yang ditulis oleh Herman Bavinck berisikan tentang pendahuluan, definisi dan metode yang disebut juga sebagai “prolegomena teologi”. Buku jilid pertama ini menekankan tentang komitmen yang kuat oleh Bavinck tentang ortodoksi Reformed.

II.

Isi 2.1 Pengantar Kepada Dogmatika 2.1.1

Teologi Dogmatik sebagai Sains217

Dogma merupakan kebenaran-kebenaran yang dipaparkan secara tepat di dalam Kitab Suci sebagai hal yang harus dipercayai. Dogma adalah pengetahuan bahwa Allah telah menyatakan dalam firman-Nya kepada gereja-Nya. Dogmatika adalah sains tentang Allah, bukan tentang iman atau tentang agama. Tugas seorang pakar dogmatika adalah memikirkan pikiran-pikiran Allah yang melampaui pikiran-pikirannya sendiri dan juga menelusuri kesatuannya. Teologi dogmatik bertugas untuk memberi penjelasan ilmiah tentang kebenaran agama dengan didasarkan pada Kitab Suci. Tujuan dari sains adalah kebenaran, oleh karena itu apabila dogmatika bertujuan menjadi sains yang sesungguhnya maka dogmatika tidak boleh hanya menjelaskan tentang hakikatnya melainkan harus menunjukkan suatu hal yang dianggap sebagai kebenaran, ia harus mengemukakan dioti (oleh karena) dan bukan oti (adalah), bukan realitas, melainkan kebenaran, bukan suatu hal yang riil, melainkan apa yang ideal, yang logis, dan yang niscaya.

217

Herman Bavinck, Dogmatika Reformed (Surabaya: Momentum, 2009) 19.

234 | D i k t a t D o g m a t i k a

2.1.2

Metodologi dan Pengorganisasian Teologi Dogmatik218

Bahan yang digunakan untuk membangun teologi dogmatik bersumber dari Kitab Suci, ajaran gereja, dan pengalaman Kristen. Metode dogmatik yang baik haruslah memberi perhatian terhadap ajaran gereja dan pengalaman Kristen bersamaan dengan Kitab Suci. Teologi dogmatik hanya mungkin bagi orang yang hidup dalam persekutuan dengan sebuah gereja Kristen. Dogmatika tidaklah sama dengan simbolika. Dogmatika menyampaikan apa yang harus dipercayai sebagai kebenaran sekalipun hal itu mungkin berbeda dengan pengakuan gereja yang ada pada saat itu sedangkan simbolika menjelaskan pengakuan iman Kristen, meskipun begitu keduanya tetaplah saling mendukung. Dalam perkembangannya, metode untuk berteologi ada dalam berbagai pilihan seperti metode analitis, metode historis-genetis, dan metode sintetis-genetis. Berbagai metode yang ada memiliki kekurangannya masing-masing akan tetapi metode yang paling baik dilakukan dalam berteologi adalah metode sintetis-genetis yang meniru tentang bagaimana dogma Kristen telah muncul secara organik dan Kitab Suci secara keseluruhannya. Selain daripada metode tradisional dan alkitabiah yang telah disebutkan, muncul di kemudian hari metode yang berpusat pada doktrin gereja atau pengajaran Kitab Suci, akan tetapi berdasarkan kepada subjek si orang percaya mengenai kesadaran Kristen, tiga filsuf yang memiliki pandangan ini adalah Kant, Scheiermacher, dan Hegel.

2.2 Sejarah dan Literatur Teologi Dogmatik 2.2.1

Pembentukan Dogma: Timur dan Barat219

Gereja pada awalnya menyampaikan dogma mereka melalui tulisan-tulisan surat dan melalui kredo yang sederhana. Periode awal masa pembentukkan dogma terjadi pada abad ke-2 hingga abad ke 3-4. Perkembangan yang besar mengenai dogmatik terjadi di daerah timur, secara khusus mengenai kristologi, perkembangan ini banyak terjadi pada sekitar abad-4 sampai abad ke-8. Gereja timur memberikan penekanan terhadap pembebasan manusia dari dosa untuk mengambil bagian dalam natur ilahi. Berbeda dengan timur, teologi di barat justru berpusat pada tema-tema seperti ketaatan, kesalahan, dan pengampunan. 2.2.2 218

Ibid, 23.

219

Ibid, 133.

Dogmatika Katolik Roma220

235 | D i k t a t D o g m a t i k a

Metode skolastik banyak digunakan di gereja barat sesudah abad 10. Skolastisisme yang berkembang di gereja barat pada dasarnya adalah teologi ilmiah. Scholastik tidak memandang bahan-bahan yang ada dalam teologi seperti Kitab Suci secara kritis dan skeptis melainkan dengan menggunakan iman seperti anak-anak sehingga iman menjadi titik tolak dari skolatisisme. Pada abad pertengahan, metode skolastik mencapai keredupannya karena studi tentang sumber-sumber asli sangatlah diabaikan oleh metode ini, selain itu skolastisisme juga semakin redup karena kebergantungannya secara metode terhadap logika Aristoteles di dalam pengerjaan bahan dogmatik secara dialektis dan sistematik hingga di kemudian hari sistem skolastik ini semakin sering menyebabkan kesalahan yang serius. Skolatissime melewati tiga periode, yaitu lama, pertengahan, dan baru. Perbedaan antara skolastisisme lama dan baru ialah skolatisisme yang baru lebih erat terikat dengan teologi positif, pada abad pertengahan teologi positif hampir diabaikan sama sekali. 2.2.3

Dogmatika Lutheran221

Pakar dogmatika Lutheran yang pertama sesungguhnya bukanlah Martin Luther, melainkan Philipp Melanchthon dan karyanya Loci Communes (1521). Luther bukan orang sistematik, akan tetapi ia mewariskan karya dogmatika. Dogma Lutheran dibahas dan dikembangkan secara skolastik dalam bentuk definitifnya pada abad ke-17. Akan tetapi diantara tahun 1700-1730 muncul suatu periode dimana kesalehan subjektif digunakan sebagai titik fokus yang disebut dengan Pietisme. Selain Pietisme, pada tahun 1760 muncul juga kecenderungan rasionalisme yang dipelopori oleh filsafat Descartes. Oleh karena munculnya rasionalisme, dogmatika hampir kehilangan seluruh titik tolak, metode, dan juga isinya. Dogmatika menjadi sebuah kumpulan ide-ide rasional tentang Allah, kebajikan dan juga kekekalan. Meskipun demikian, pihak ortodoksi gerewai melakukan perlawanan terhadap pengaruh filsafat terhadap teologi, orang-orang dari kaum Lutheran seperti Guericke, Rudelbach, dll juga orang-orang dari persatuan yang positif seperti Kahnis, Luthardt, dll bekerja keras untuk kembali memulihkan teologi Lutheran. 2.2.4

Dogmatika Reformed222

Teologi Reformed dipeopori oleh Zwingli. Zwingli adalah tokoh reformator yang memiliki banyak persamaan dengan Luther, akan tetapi meskipun demikian terdapat

220

Ibid, 167.

221

Ibid, 187.

222

Ibid, 207.

236 | D i k t a t D o g m a t i k a

perbedaan diantara keduanya dalam hal asal-usul, pendidikan, karakter, dan juga pengalaman. Pada tahun 1592 ketika Zwingli meninggal, Calvin yang berpihak pada Zwingli menjadikan perpecahan di antara Lutheran dan Protestanisme Reformed. Perbedaan yang paling dapat dilihat ialah bahwa Kristen Reformed berpikir secara teologis, sedangkan Lutheran pada antropologis. Bagi kaum Reformed, pemilihan adalah jantung gereja, sedangkan dalam Lutheran berpandangan bahwa pembenaran adalah prinsip yang menentukan jatuh atau bangunnya gereja. Ciri khas kaum Reformed dapat dilihat dari sejumlah kredo. Di dalam teologi yang disampaikan Zwingli, masih terdapat kekosongan yang dikemudian hari diperkuat dengan teologi Calvin yang juga diterima di Swiss dan menyebar ke Prancis, Belanda, Inggris, dan Skotlandia, sedangkan di Jerman, teologi refomasi tidak terlalu bergantung kepada Calvin. Dalam teologi Reformed, metode skolastik juga muncul pada akhir abad ke-16 ketika orang-orang mulai kehilangan rasa tertariknya terhadap dogma yang sederhana. Pada abad ke-17, muncul prinsip-prinsip yang membuat teologi Reformed mengalami kemerosotan, yaitu prinsip yang bertitik-tolak intelektual dan estetis. Abad-abad setelah itu teologi Reformed terus mengalami kemerosotan di berbagai negara, salah satunya adalah di Jerman dimana teologi ini mulai merosot pada abad ke-18 sejak munculnya pengaruh filsafat Kant dan Schleiermacher, dll. 2.3 Fondasi-fondasi Teologi Dogmatik (Principia)223 Teologi tidak memiliki fondasinya sendiri melainkan teologi baru dapat menjalankan tugasnya sesudah terlebih dahulu membiarkan filsafat memeriksa dan menilai dasa dan haknya untuk eksis, para teolog tidak dapat dari awal mengambil posisi dalam kekristenan melainkan mengambil posisi di luar kekristenan dan di dalam gereja secara umum agar dapat melanjutkan dengan penguraian doktrin-doktrin Kristen. Untuk dapat memahami tentang prinsip pertama dari teologi maka dibutuhkan pemahaman tentang apa yang dipahami seabgai prinsip dasar yang juga disebut dengan principia. Aristoteles mendefinisikan principia menjadi tiga tipe yaitu; prinsip keberadaan, eksistensi, dan mengetahui. 2.3.1

Fondasi-fondasi Ilmiah224

Pada dasarnya orang Kristen mengenal tiga prinsip dasar yaitu; Allah adalah fondasi esensial (pricipium essendi), Kitab suci adalah fondasi kognitif (principium 223

Ibid, 243.

224

Ibid, 245.

237 | D i k t a t D o g m a t i k a

cognoscendi externum), dan Roh Kudus adalah prinsip internal dari mengetahui (principium cognoscendi internum). Akan tetapi secara sejarah terdapat dua mazhab yang saling berlawanan yang berkembang pada beberapa waktu lalu, yaitu rasionalisme dan empirisme yang justru memiliki prinsip berbeda dari apa yang telah disebutkan di atas. Rasionalisme berpandangan bahwa pengetahuan dihasilkan dari kegiatan berpikir dan pengetahuan ilmiah itu merupakan produk dari pemikiran manusia dan bukan datang dari luar manusia sedangkan empirisme berpandangan bahwa sumber pengetahuan adalah persepsi inderawi manusia, jika di dalam rasionalisme dunia objektif membiarkan dirinya diarahkan oleh pemikiran manusia maka dalam empirisme justru kesadaran manusia terhadap dunia luar dibuat menjadi tunduk, empirisme berpandangan bahwa seluruh proses pengerjaan pengetahuan dikerjakan oleh kemampuannya dalam persepsi. Meski mazhab rasionalisme dan empirisme sempat dianut oleh banyak orang, tetapi hal ini ditolak oleh para pemikir Kristen, salah satunya ialah Augustinus. Pemikiran empirisme menyatakan bahwa pikiran manusia adalah papan kosong yang pasif dan kesadaran manusia secara penuh dikuasai oleh faktor di luar dirinya, akan tetapi pandangan ini ditepis oleh Augustinus yang mengatakan bahwa pikiran manusia memiliki naturnya sendiri dan karenanya pemikiran manusia tidak dapat dikatakan sebagai papan tulis kosong yang pasif melainkan dunia yang diciptakan di luar manusia adalah fondasi eksternal dari pengetahuan manusia (principium cognoscendi externum) dan terdapat juga fondasi internal dari pengetahuan manusia (principium cognoscendi internum) yang berfungsi untuk membuat pengetahuan menjadi bagian dari kesadaran manusia yang sekaligus juga diyakini sebagai karunia pikiran dari Allah.

2.3.2

Fondasi-fondasi Religius225

Agama tidak berbeda dengan sains dimana keduanya sama-sama memiliki fondasi-fondasi (principia). Agama di dalam esensinya banyak sekali diberi pandangan oleh berbagai pihak, akan tetapi pada dasarnya esensi agama adalah mengetahui, bukan merasa ataupun bertindak, mengetahui di dalam hal ini ialah mengetahui tentang Allah melalu pikiran yang finit atau yang ilahi yang mengetahui mengenai dirinya secara objektif melalui sekaligus dalam pikiran yang finit. Di dalam perkembangannya, agama dianggap sebagai pengetahuan, pandangan ini kemudian menyebabkan agama dianggap lebih rendah dari filsafat oleh Hegel sebab baginya agama adalah pengetahuan yang 225

Ibid, 279.

238 | D i k t a t D o g m a t i k a

hanya cocok bagi orang-orang yang tidak berpididikan. Akan tetapi kemudian muncul berbagai pemahaman lainnya yang pada akhirnya menentang pemikiran Hegel dan menyimpulkan bahwa hubungan di antara agama dan filsafat tidak seharusnya digambarkan dengan tingkatan yang lebih rendah atau tinggi sebab pada akhirnya seorang yang sangat baik di dalam filsafat/ para filsuf itu tidak dapat melampaui agama sekalipun dengan semua pengetahuannya dan disimpulkan juga bahwa pengetahuan tidak akan dapat menggantikan agama. Berdasarkan hal itu juga para ahli lain justru mendefinisikan agama sebagai perilaku moral dan menempatkan kedudukan agama itu sendiri di dalam kehendak manusia. Definisi yang menyatakan bahwa agama merupakan perilaku moral dipandang oleh pihak-pihak lain bukan hanya sebagai sebuah fondasi saja melainkan juga sebagai prinsip dan norma dari agama sekaligus juga teologi. Selain pandangan yang menyatakan mengenai esensi agama sebagai pengetahuan dan moralitas, agama juga diberi pandangan sebagai perasaan, pandangan ini berkembang pada sekitar abad ke-19. Perasaan yang dimaksudkan oleh pandangan ini adalah perasaan yang bukan ada dengan sifat terpisah melainkan ada sebagai natur dan juga bersifat pasif. Berdasarkan beberapa pandangan tersebut maka dapat dikatakan bahwa agama tidak hanya terbatas pada suatu hal, melainkan mencakup manusia secara penuh karena hal ini berkaitan dengan Allah, relasi antara agama dengan Allah harus bersifat total dan sentral. Oleh karena hal itulah agama juga memiliki hubungan dengan berbagai kekuatan, secara khusus kepada sains/ pengetahuan, moralitas, dan juga seni/ perasaan. 2.4 Penyataan (Principium Externum) 2.4.1

Ide Tentang Penyataan226

Penyataan bukan merupakan suatu hal yang ada di dalam Agama Kristen saja, melainkan juga ada pada seluruh agama, C.P Tiele mengatakan bahwa setiap agama melakukan penyataan dirinya melalui orakel-orakel dan nabi-nabi mereka dan juga melalui tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban yang dapat diamati untuk menyatakan tentang ilah-ilah/ dewa-dewa mereka. Tiele mengatakan bahwa ide mengenai penyataan merupakan suatu hal

yang umum di dalam agama-agama meski mungkin

diinterpretasikan secara berbeda. Bagi dogma Kristen, penyataan yang telah diberikan oleh Allah melalui firman-Nya sudah merupakan suatu hal yang pasti, oleh karena itu

226

Ibid, 339.

239 | D i k t a t D o g m a t i k a

tidak lagi diperlukan lagi pemikiran yang lebih mendalam terkait dengan konsep penyataan di dalam dogma Kristen. Pada abad ke-19, ide tentang penyataan di dalam teologi dan filsafat sangat dihormati. Selain itu, seorang tokoh bernama Rothe di dalam teologi mediasi menekankan gagasan tentang manifestasi sebagai elemen dari penyataan. Manifestasi yang dimaksudkan oleh Rothe ialah manifestasi yang diiringi dengan pengilhaman, dan melalui pengaruh pengilhaman inilah penyataan Allah yang sempurna dalam rupa Kristus dapat dipahami melalui Roh-Nya. Filsafat mengatakan bahwa penyataan dan agama adalah dua sisi yang berasal dari satu hal yang sama. Bidang filsafat menyatakan bahwa penyataan tertinggi dari Allah dapat dilihat didalam roh manusia, penyataan ini terjadi dari proses sejarah. Akan tetapi meski banyak orang yang dapat menerima konsep tentang penyataan ini, masih terdapat juga orang-orang yang tidak menerimanya, oleh karena itu konsep dan esensi tentang penyataan ini tidak dapat secara penuh dikatakan diterima oleh semua orang. Penyataan secara umum dapat dikatakan sebagai suatu pengkomunikasian ataupun pengumuman tentang sesuatu yang masih tidak diketahui dan dalam bidang agama, penyataan mencakup tiga elemen, yaitu; 1. Eksistensi suatu keberadaan ilahi yang memiliki pribadi yang merupakan sumber dari pengumuman

2. Suatu kebenaran, fakta, atau peristiwa yang belum diketahui hingga pada waktu pengumumannya 3. Seorang manusia sebagai penerima pengumuman tersebut. 2.4.2

Penyataan Umum227

Penyataan “natural” (agama, teologi) dan “supernatural” sudah terbentuk distingsinya sejak masa awal gereja oleh para bapa gereja. Penyataan natural dan supernatural menurut John dari damaskus diartikan sebagai pengetahuan “bawaan” (innate) dan yang “dipelajari” (acquired), John menempatkan kedua hal ini secara berdampingan, akan tetapi dalam skolastisisme distingsi antara teologi natural dan supernatural

justru secara progresif dibuat semakin kuat dan menghasilkan suatu

kekontrasan yang besar. Reformasi mengambil distingsi antara penyataan natural dan supernatural meskipun secara prinsip memberikan arti yang berbeda. Oleh karena 227

Ibid, 161.

240 | D i k t a t D o g m a t i k a

manusia sudah digelapkan oleh dosa, manusia menjadi tidak dapat memahami penyataan Allah, oleh karena itu dibutuhkan dua hal untuk membuat manusia dapat secara benar memahami tentang penyataan, yaitu: 1. Allah sekali lagi memasukkan kebenaran-kebenaran yang dapat diketahui melalui alam dalam penyataan khusus 2. Untuk dapat kembali melihat Allah di dalam alam, manusia harus diterangi oleh Roh Allah Manusia membutuhkan penyataan khusus Allah di dalam Kitab Suci agar ia dapat memahami penyataan umum Allah di dalam alam secara obyektif, sedangkan menurut Calvin apa yang dibutuhkan oleh manusia secara subyektif untuk dapat melihat Allah melalui perbuatannya adalah kacamata iman. Kitab Suci pada dasarnya tidak memberikan distingsi antara penyataan natural dan supernatural melainkan menggunakan istilah yang sama bagi keduanya, sebab menurut Kitab Suci, seluruh penyataan dan termasuk yang ada di dalam alam adalah supernatural. Penyataan pertama dalam karya Allah adalah penciptaan, Allah pertama kali menampakkan diri ke luar dan menyatakan diriNya adalah di dalam penciptaan. Penyataan adalah selalu merupakan suatu tindakan anugerah. Meski sempat melewati pasang surut pandangan tentang penyataan umum, akan tetapi pada akhirnya penyataan umum masih tetap sangat dibutuhkan sebagai suatu dasar yang teguh yang di atasnya penyataan khusus membangun dirinya. Tanpa penyataan umum, penyataan khusus kehilangan hubungan dengan seluruh eksistensi dan kehidupan kosmis. 2.4.3

Penyataan Khusus228

Penyataan khusus merupakan suatu penyataan yang dibutuhkan oleh bukan hanya Agama Kristen, melainkan semua agama. Agama Kristen mendasarkan dirinya kepada penyataan khusus, dan penyataan khusus itu ada dalam sebuah kitab, yaitu Kitab Suci. Kitab Suci mengungkapkan penyataan khusus itu di dalam berbagai konsep seperti dalam Kej 5:7, Luk 1:79, Tit 2:11. Penyataan khusus merupakan penyataan tentang keselamatan dan akibatnya memberikan subjek dan sarana, isi dan tujuan penyataan. Subjek dalam penyataan khusus adalah Allah sebab Allah adalah sumber penyataan dan Ia juga adalah isi dari penyataan itu sendiri, hal ini sedikit berbeda dari penyataan umum karena dalam 228

Ibid, 389.

241 | D i k t a t D o g m a t i k a

penyataan umum justru keilhaian Allah yang lebih muncul ke permukaan. Mengenai sarana-sarana, sarana yang digunakan dalam penyataan khusus ialah theofani, nubuat, dan mukjizat yang secara bersama-sama memperlihatkan korespondensi dengan penyataan umum, selain itu, penyataan khusus juga menggunakan sarana-sarana yang analoginya muncul di dalam berbagai agama. Bukan hanya theofani, nubuat, dan mukjizat, penyataan khusus juga menggunakan undi, mimpi, dan penglihatan sebagai sarananya. Terdapat tiga hal yang dapat membantu melihat isi dari penyataan khusus, yaitu; 1. Kitab Suci menjelaskan bahwa penyataan khusus ini berisikan karakter historis dan menyingkapkan isinya secara perlahan-lahan dan melampaui waktu selama berabad-abad 2. Deskripsi isi dari penyataan ini dapat disimpulkan bukan secara ekslusif terdiri dari firman dan pengajaran, dan juga bukan hanya ditujukan kepada intelek manusia 3. Tujuan penyataan khusus adalah Allah itu sendiri oleh karena Allah tidak dapat menempatkan tujuan akhir di dalam diri ciptaan, akan tetapi hanya bisa berhenti pada diriNya sendiri. Seperti yang telah disebutkan, tujuan dari penyataan khusus adalah Allah sendiri, akan tetapi untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan karya Roh. Karya Roh dibutuhkan agar manusia dapat mengenal dan menerima penyataan Allah. 2.4.4

Penyataan di dalam Alam Semesta dan Kitab Suci229

Penyataan yang telah dibahas dalam poin-poin di atas yang ada di dalam Kitab Suci telah disalahmengerti melalui dua cara, yaitu; oleh supernaturalisme dan naturalisme. Naturalisme menganggap dunia dan segala hal yang dapat dilihat atau dirasa atau apapun yang dapat ditangkap oleh indra-indra adalah segala yang ada, oleh karena itu supernaturalisme dibutuhkan untuk meneguhkan realitas Allah. Supernaturalisme tidak boleh digunakan terhadap segala hal yang kapasitasnya lebih tinggi dari dari manusia, supernaturalisme juga tidak boleh disamakan dengan mukjizat sebab tidak semua hal yang bersifat supernaturalisme adalah mukjizat. Meskipun demikian, supernatural/ penyataan khusus harus dipahami sebagai suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan hubungannya terhadap alam, sejarah, dunia, dan umat manusia.

229

Ibid, 425.

242 | D i k t a t D o g m a t i k a

Kitab Suci menentang segala hal yang naturalis dan rasionalis dan mengarahkannya hanya kepada Allah. Penyataan yang terlihat di dalam Kristus tidak bertentangan dengan alam, melainkan hanya dengan dosa, dan penyataan tidak bertentangan dengan ciptaan sebab ciptaan itu sendiri adalah suatu penyataan. Hingga saat ini penyataan masih tetap ada dalam seluruh hasil karya Allah yang ada di alam dan dalam sejarah, kuasa Allah terlibat dan dipahami melalui ciptaan-ciptaanNya. Penyataan supernatural (khusus) tidak berlawanan dengan alam sehingga setiap orang mempercayai kehadiran Allah di dalam dunia ini. 2.4.5

Pengilhaman Kitab Suci230

Pengilhaman Kitab Suci dapat ditemukan di dalam Perjanjian Lama sebagai bukti. Terdapat banyak kutipan ayat dalam Perjanjian Lama yang menyingkapkan pengilhaman Kitab Suci, beberapa di antaranya ialah sebagai berikut; 1. Kesadaran para nabi akan panggilan Tuhan di dalam hidup mereka (Kel 3:1, 1 Sam 3, dst) 2. Kesadaran para nabi bahwa Allah telah berbicara kepada mereka dan bahwa mereka telah menerima penyataan dari Dia (Kel 4:12, Ul 18:18, dst) 3. Kesadaran para nabi yang jelas dan kuat sehingga mereka memberi tahu tempat dan waktu Allah berbicara kepada mereka (Yes 6:13-14, Yer 3:6, dst) 4. Para nabi membuat distingsi yang tajam antara apa yang telah dinyatakan Allah kepada mereka dan apa yang timbul dari dalam hati mereka sendiri (Bil 16:28, 1 Raj 12:33, dst) 5. Kesadaran para nabi bahwa apa yang mereka beritakan bukanlah perkataan mereka sendiri, melainkan firman Tuhan dan meski firman itu disampaikan kepada mereka, tetapi mereka harus memberitakannya (Yer 20:7, Kel 3:4, dst) 6. Para nabi menuntut otoritas yang sama bagi firman tertulis mereka seperti bagi firman yang diucapkan (Yes 6) 7. Para nabi tidak menginferensi penyataan mereka dari Taurat (Hos 1:1-3, 6:7) 8. Tempat Nabi Musa yang unik diantara para nabi (Kel 33:11, Bil 12:6-8, dst) 9. Semua kitab historis dalam Perjanjian Lama ditulis oleh para nabi dengan semangat profetik (1 Taw 29:29, 2 Taw 9:29, dst)

230

Ibid, 467.

243 | D i k t a t D o g m a t i k a

10. Secara ketat berkaitan dengan kitab-kitab puisi yang telah dimasukkan dalam kanon, kitab-kitab tersebut seperti tulisan-tulisan yang ada dalam Perjanjian Lama lainnya dan bersifat religius etis. 11. Tulisan-tulisan yang beragam dalam Perjanjian Lama menjadi berotoritas ketika muncul dan diketahui. Selain berdasarkan kesaksian Perjanjian Lama, pengilhaman Kitab Suci juga memiliki kesaksian di dalam Perjanjian Baru mengenai Perjanjian Lama itu sendiri, yaitu seperti berikut; 1. Perjanjian Lama dan Baru memiliki rumusan pengutipan yang bervariasi, akan tetapi rumusan itu selalu memberi petunjuk bahwa bagi penulis Perjanjian Baru, Perjanjian Lama memiliki asal-usul ilahi dan mengandung otoritas ilahi. (Mat 8:4, 19:8, dst) 2. Yesus dan para rasul beberapa kali secara pasti meneguhkan dan mengajarkan otoritas ilahi Kitab Suci Perjanjian Lama (Mat 5:17, Luk 16:17, dst) 3. Yesus dan para rasul tidak pernah bersikap kritis kepada isi dari Perjanjian Lama dan menerima total keselutuhan kitab-kitab itu (Mat 13:14) 4. Bagi Yesus dan para rasul, Perjanjian Lama adalah fondasi doktrin, sumber solusi, dan tujuan semua argument secara dogmatik. 5. Perjanjian Lama secara konsisten dikutp dalam Perjanjian Baru dari versi LXX (Mat 2:15, 8:17, dst) 6. Terdapat keragaman besar dalam penggunaan materi Perjanjian Lama di dalam Perjanjian Baru yang terkadang berfungsi sebagai bukti dan peneguh bagi kebenaran tertentu. (Mat 4:4, Yoh 10:34, dst)

Bukti kesaksian terkait dengan pengilhaman Kitab Suci bukan hanya ada bagi Perjanjian Lama, melainkan juga dalam Perjanjian Baru, kesaksian itu ialah; 1. Kesaksian Yesus diterima sebagai suatu yang ilahi di dalam Perjanjian Baru (Yoh 1:18, 17:6) 2. Yesus memilih para rasul untuk meyakinkan kepada semua orang secara murni akan diriNya sebab Ia tidak meninggalkan apapun dalam bentuk tulisan, para rasul itu adalah orang-orang yang diberikan oleh Bapa secara khusus kepada-Nya (Yoh 17:6) 3. Para rasul secara terbuka menjadi saksi dengan diperlengkapi oleh Roh Kudus setelah hari Pentakosta (Yoh 20:22, Kis 1:8, dst) 244 | D i k t a t D o g m a t i k a

4. Paulus yang memiliki panggilan tersendiri di antara para rasul lainnya (Gal 1-2, 1 Kor 1:10-4:21) 5. Otoritas tulisan-tulisan apostolik di dalam gereja-gereja sejak awal (Kis 15:2, Kol 4:16, dst) 6. Prinsip yang terdapat di dalam baik Perjanjian Lama maupun Baru menuntun gereja untuk mengakui bahwa kanonitas tulisan-tulisan Perjanjian Lama dan Baru tidak dapat ditentukan secara pasti. Selain daripada bukti-bukti yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya Kitab Suci sudah diakui sebagai Firman Allah oleh semua gereja sejak awal. Dalam gereja mula-mula kitab-kitab dalam Perjanjian Lama sudah diakui otoritas keilahiannya sekalipun tradisi Yahudi masih ditolak. Demikian juga dalam masa gereja di abad pertengahan dimana Kitab Suci sudah dikatakan “dinafaskan oleh Allah” oleh John dari Damaskus. Meskipun demikian pengilhaman Kitab Suci tidak selalu dapat diterima oleh semua orang, hal ini terlihat dari sejarah ketika Khatolik Roma masih menolak tipe pengilhaman Kitab Suci, namun pada akhirnya protestanisme bangkit melalui para reformatornya menerima Kitab Suci sebagai nafas Allah dan suatu yang menafaskan Allah seperti apa yang telah diwariskan dari gereja mul-mula. 2.4.6

Atribut-atribut Kitab Suci231

Doktrin mengenai atribut gereja sudah berkembang sebagai hasil pergumulan reformasi melawan Katolisisme Roma dan Anabaptisme. Muncul sebuah pemahaman yang berbeda antara Roma dan Reformasi mengenai Kitab Suci berdasarkan pandangan Katolik-Roma mengenai Kitab Suci dan gereja, perbedaan itu menyangkut berbagai aspek seperti Apokrifa Perjanjian Lama, edisi Vulgata, eksposisi Kitab Suci, tradisi, dll. Untuk melawan perkembangan pandangan itu, para reformator kemudian menempatkan doktrin atribut-atribut Kitab Suci dengan karakter polemis, doktrin ini kemudian secara perlahan dimasukkan ke dalam dogmatika dalam bentuk sistematik dan metodis. Calovius dan Quenstedt membedakan antara atribut-atribut yang primer dan sekunder. Hal-hal yang termasuk dalam atribut primer adalah otoritas kebenaran, kesempurnaan, kejelasan, kuasa untuk menilai, dan juga efektivitasnya, sedangankan atribut yang sekunder adalah keniscayaan, integritas, kemurnian, autentisitas, dan izin yang diberikan kepada semua untuk membaca Kitab Suci. 231

Ibid, 543.

245 | D i k t a t D o g m a t i k a

Otoritas Kitab Suci selalu diakui di dalam gereja. Gereja lahir dan dibesarkan di bawah pengaruh otoritas Kitab Suci, Augustinus mengatakan bahwa apa yang ditulis oleh para rasul harus diterima keakan itu ditulis sendiri oleh Kristus. Roma pada suatu waktu menyatakan bahwa Kitab Suci sepenuhnya bergantung kepada gereja yang dalam hal ini berarti individu manusia, akan tetapi Reformasi melawan hal ini dengan menempatkan Kitab Suci untuk dipercaya berdasarkan kesaksian Kitab Suci itu sendiri. Selain perbedaan pandangan yang terjadi mengenai kebergantungan Kitab Suci, terdapat juga perbedaan pandangan yang dikemukakan Roma pada abad ke-17 mengenai dasar otoritas Kitab Suci akan tetapi pada akhirnya pembahasan ini berhenti dengan pernyataan bahwa pada dasarnya dasar dari otoritas Kitab Suci adalah pengilhamannya. Mengenai hubungan di antara Kitab Suci dan gereja, Reformasi menyatakan bahwa pada dasarnya gereja tidak pernah hidup dari dirinya sendiri melainkan bergantung kepada firman Allah. Meskipun gereja bisa saja berusia lebih tua dari firman yang tertulis (seperti: Kitab Suci), akan tetapi sudah pasti gereja masih lebih muda dibandingkan dengan firman yang lisan. Sebelum kanonisasi dalam Kitab Suci selesai dilakukan, memang harus diakui bahwa banyak orang yang tetap percaya kepada firman Allah sekalipun itu hanya disampaikan secara lisan bahkan hingga waktu kematiannya tanpa berkeinginan untuk memeriksa sendiri apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, akan tetapi Kitab Suci tetap sangat penting sebab Kitab Suci adalah satu-satunya sarana yang memadai untuk melawan kerusakan yang terjadi terhadap fiman lisan.

2.5 Iman (Principium Internum) 2.5.1

Iman dan Metode Teologis232

Agama merupakan suatu hal yang telah ditanamkan di dalam diri seseorang sejak masa kecil. Agama lebih berakar di dalam diri manusia dibandingkan hal lain. Kapasitas religius yang ada tersebut merupakan suatu hal yang konkret dan di tanamkan di dalam diri manusia, oleh karena itu di kemudian hari muncullah kegiatan teologis di dalam gereja yang bekaitan dengan kapasitas religius manusia, yaitu; -

Metode Historis-Apologetis Apologetika merupakan suatu hal yang sudah sejak lama ada sama dengan penyataan. Orang-orang/ para Apologet menilai diri mereka berkewajiban untuk memikirkan dasar-dasar dimana kebenaran Kekristenan berpijak, di dalam

232

Ibid, 601.

246 | D i k t a t D o g m a t i k a

tulisannya mereka mengemukakan semua argument yang dikemudian hari, dalam bentuk yang dielaborasi dan sistematik, secara konsisten berfungsi sebagai pembelaan bagi Kekristenan. -

Metode Spekulatif Dalam pandangan ini agama menyelubungi dirinya dengan forma-forma dan simbol-simbol yang dalam signifikannya yang dalam hanya dapat dipahami melalui rasio spekulatif. Metode spekulatif ini juga disambut oleh Schleiermacher, ia menggunakan titik tolak subyektif yang sama dengan Hegel tetap mengambil posisinya bukan dalam rasio, melainkan dalam perasaan. Metode spekulatif mempunyai beberapa keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode apologetic di era rasionalis.

-

Metode Religius-Empiris Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh Schleiermacher. Terdapat alasan-alasan sehingga metode ini ada, yaitu; 1. Schleiermacher sudah mengajar kepada para mahasiswanya bahwa agama bukanlah tentang perihal megetahui ataupun melakukan, tetapi tentang suatu keadaan tertentu tentang perasaan dan yang sesuai dengan hal ini bahwa dogmatika merupakan deskripsi tentang keadaan pikiran-pikiran yang saleh 2. Sampai pada taraf kemajuan kritik Alkitab, perujukan kepada Kitab Suci tidak lagi terlihat memberi jaminan yang cukup bagi kebenaran yang mereka akui 3. Orang-orang memegang keyakinan bahwa dengan mengambil posisinya dalam pengalaman religius, teologi Kristen akan mendapatkan kembali statusnya yang terhormat di mata sains sekuler. Alasan-alasan di atas telah meyakinkan sebagian besar teolog untuk menerapkan metode religius-empiris.

-

Metode Etis-Psikologis Metode ini memiliki kemiripan dengan metode relgius-empiris sehingga sering digunakan secara bersamaan, distingsi pada kedua metode ini ialah metode religius-empiris lebih dekat kepada pemikirian Schleiermacher sedangkan metode etis-psikologis lebih kepada Kant.

247 | D i k t a t D o g m a t i k a

2.5.2

Iman dan Dasar Iman233

Istilah iman menempatkan manusia di dalam kesadaran dan oleh karena kesadaran itu hubungan dengan cara manusia memperoleh pengetahuan di bidang lain menjadi terpelihara. Kitab Suci menyebut iman sebagai prinsip yang internal, oleh karenanya melalui penyebutan itu Kitab Suci berpandangan dengan cara yang sama dan mengakui bahwa penyataan Allah dapat menjadi pengetahuan hanya melalui pikiran yang sadar. Penyataan Allah ada dalam entuk Injil, janji, janji tentang pengampunan dan keselamatan, akan tetapi jika itu dari pihak Allah, maka tidak ada hal yang dapat menyeimbangkan perbuatan itu kecuali dengan tindakan mempercayainya, yaitu melalui iman. Oleh karena itu iman adalah prinsip internal pengetahuan (pricipium internum cognoscendi) mengenai penyataan dan demikian juga tentang agama dan teologi. Iman bukanlah suatu hal yang di tambahkan di dalam diri manusia, melainkan itu merupakan suatu hal yang natural, normal, dan manusiawi. Mempercayai dengan iman merupakan sebuah cara yang umum yang dilakukan orang-orang untuk mendapatkan pengetahuan dan kepastian. Menurut Kitab Suci, iman membawa kepastiannya sendiri, iman adalah sebuah jaminan oleh karena didasarkan kepada kesaksian dan janji Allah. Akan tetapi kepastian iman tidaklah dikenal di dalam sains. Filsafat Yunani mengakui dua hal jenis kepastian, yaitu yang diperoleh dari persepsi indrawi dan yang didapat melalui refleksi. Kepastian yang didapatkan melalui persepsi indrawi biasanya hanya menghasilkan opini saja, akan tetapi yang didapat melalui refleksi membawa pengetahuan. Pembahasan mengenai kepastian pernah dipandang dari dua sisi yang berbeda oleh Roma dan para Reformed. Sejak zaman Augustinus, konsep tentang jaminan keselamatan sudah ditolak oleh Khatolik Roma, mereka mengatakan bahwa jaminan keselamatan hanya berlaku kepada segelintir orang melalui penyataan khusus dan jaminan keselamatan tidak integral dengan natur iman yang dimiliki manusia. Akan tetapi para teolog Lutheran dan Reformed justru mempercayai iman sebagai “persetujuan yang teguh,” suatu “pengetahuan yang pasti,” yang menghilangkan semua keraguan dan ketidakpastian.

233

Ibid, 681.

248 | D i k t a t D o g m a t i k a

2.5.3

Iman dan Teologi234

Iman dan teologi adalah dua hal yang memiliki perbedaan, akan tetapi keduanya tetap memiliki koneksi dan ikatan, Augustinus mengungkapkan hal ini dengan mengatakan bahwa “Buah iman adalah pemahaman”, ia mengatakan bahwa setiap hal yang telah dipegang di dalam keteguhan iman juga bisa dilihat melalui terang rasio, dan Allah juga tidak membenci rasio. Iman adalah persetujuan pada kebenaran-kebenaran yang dinyatakan, sedangkan teologi adalah pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran itu. Iman di dalam pandangan Reformasi adalah suatu anugerah Allah di dalam Kristus, dan teologi adalah persoalan yang berkaitan dengan esensi kekristenan. Iman dan teologi memang memiliki kemiripan, yaitu keduanya sama-sama berprinsip pada firman Allah, memiliki objek yang sama yaitu pengetahuan tentang Allah, dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah. Teologi sebagai sains berperan sebagai dasar iman, dan iman memberi bahan-bahan pemikiran kepada teologi. Menurut Kant, teologi tidak memiliki isi secara terpisah dari dan tanpa melalui iman, ketika teologi melepaskan iman, maka teologi melepaskan dirinya sendiri sebagai teologi. Akan tetapi meskipun demikian, tetap terdapat perbedaan di antara iman dan teologi baik dalam isi maupun ruang lingkupnya. Tugas pikiran teologi yang berpikir adalah mengumpulkan dan merekapitulasi seluruh kebenaran di dalam satu sistem, kebutuhan tertinggi dalam teologi adalah kebenaran dan sistem pengetahuan tentang Allah.

III.

Tanggapan Dogmatis 3.1 Penyataan Penyataan yang ada di dalam Kitab Suci menurut Dr. R. Soedarmo adalah penyataan

yang mutlak yang berarti tidak dapat dibandingkan atau dialirkan dari tempat yang lain, akan tetapi kemudian muncul pemikiran yang mengatakan bahwa Allah juga memberikan penyataan di luar Kitab Suci sehingga muncullah pemakaian kata penyataan umum dan penyataan khusus. Setelah pemakaian istilah penyataan umum dan khusus muncul, timbullah pengertian tentang teologi naturalis yaitu penyataan lengkap yang datang dari Allah yang berasal dari alam dan dapat dicapai. Pandangan ini memiliki pemahaman bahwa manusia dapat mencapai pengenalan akan Allah dengan selengkap-lengkapnya dan pemahaman ini masih ada hingga saat ini di Roma Khatolik.235 234

Ibid, 731.

235

R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015) 16-17.

249 | D i k t a t D o g m a t i k a

Bruce Milne di dalam bukunya mengatakan bahwa penyataan berarti melepaskan selubung dari hal yang tersembunyi, akar kata untuk penyataan adalah gala yang berarti “keadaan telanjang” (bnd. Kel 20:26). Menurut Milne, penyataan adalah suatu yang dibutuhkan manusia oleh karena dua alasan, yaitu; karena manusia adalah ciptaan, dan karena manusia telah berdosa. Penyataan umum menurut Milne adalah penyataan Allah yang dilakukan kepada semua orang dan dimana-mana, sedangkan penyataann khusus adalah penyataan yang dinyatakan oleh Allah tentang diriNya secara lengkap dan lebih jelas melebihi penyataan umum, penyataan khusus berpusat kepada mukjizat penjelmaan yang diketahui melalui kata-kata Alkitab yang diilhami Allah, dan karenanyalah penyataan khusus dapat ada dalam berbagai bentuk. 236 Berbicara mengenai penyataan berarti berpusat keapda kedatangan Allah di dalam Yesus Kristus di suatu tempat dan di suatu waktu di dalam sejarah dunia. Penyataan Allah merupakan pekerjaan Allah yang Tritunggal, yang sering disebut Bapa, Anak, dan Roh Kudus; Ketiganya yang esa.237 Karl Barth yang merupakan seorang tokoh revolusi teologia juga berbicara mengenai penyataan, Barth berpandangan bahwa pusat penyataan adlaah Firman Allah yang adalah Yesus Kristus. Barth sama sekali tidak mengakui adanya penyataan lain di luar Yesus Kristus dan sangat menekankan mengenai pusat penyataan itu. Di dalam Kristus atas pandangan Barth, Allah menyatakan bahwa Allah sendiri tidak bersedia untuk membiarkann manusia berada di dalam dosa. Akan tetapi kelihatannya pandangan Karl Barth yang begitu menekankan bahwa tidak ada penyataan di luar penyataan Kristus dalam alam merusak realitas keberadaan penyataan umum (Kis 14:7 dan Roma 1:19-20).238

3.2 Iman Iman berarti “kepercayaan akan kebenaran Yesus Kristus yang disalibkan dan telah bangkit.” Iman mendasari semua pengalaman Kristen yang sejati. Iman bertumpu pada realitas objektif dan dasar iman itu adalah Kristus menurut Bruce Milne.239 Bukan hanya Milne, Dr. Nico Syukur OFM di dalam bukunya juga mengatakan bahwa iman bersumber dari wahyu Allah. Melalui wahyu, Allah menyapa manusia, Ia memperkenalkan diriNya kepada manusia dan mengajak manusia untuk ikut serta dalam kehidupan Allah itu sendiri,

236

Bruce Milne, Mengenal Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000) 35-43.

237

G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 60.

238

Harvie M. Conn, Teologi Kontemporer (Malang: Departemen Literatur SAAT, 1999) 32-37.

239

Bruce Milne, Mengenal Kebenaran, 259.

250 | D i k t a t D o g m a t i k a

dan tanggapan manusia atas ajakan Allah tersebut adalah iman kepercayaan. Iman dan wahyu adalah korelatif.240 3.2.2 Iman dan Teologi Teologi memperoleh pengetahuannya bukan hanya berdasarkan pengalaman indrawi, pikiran, akal budi dan intuisi rohani, tetapi yang terutama juga berdasarkan dari wahyu Allah.241 Teologi adalah refleksi hidup beriman dari individu manusia. Melalui teologi, manusia hendak menyadari keterlibatannya di dalam wahyu dan iman kepada Tuhan, melalui teologilah manusia menjawab wahyu secara sadar.242

3.3 Pengilhaman Kitab Suci Kitab Suci yang dipercayai oleh orang Kristen yang disebut dengan Alkitab diciptakan oleh Roh Kudus dalam artian para penulis Alkitab telah digerakkan dan didorong oleh Roh Kudus untuk berbicara atau menulis sehingga Alkitab itu ada. Menurut Calvin apabila berbicara mengenai pengilhaman Kitab Suci maka harus ditekankan mengenai pekerjaan Roh Kudus yang bukan hanya sudah ada sejak masa lampau ketika terjadinya Alkitab, melainkan juga sampai pada saat ini. Ketika berbicara mengenai pengilhaman Alkitab maka haruslah manusia mengaku bahwa Alkitab adalah Firman Allah dan mengaku percaya kepada Roh Kudus dengan menaruh seluruh pengharapan kepadaNya yang telah sungguh-sungguh bersedia terlibat langsung ke dalam dunia manusia. Mengenai kewibawaan dari Alkitab itu sendiri, Alkitab merupakan kesaksian manusia maupun Firman Allah yang telah disampaikan oleh para penulis berdasarkan apa yang telah mereka dengar dan saksikan pada suatu waktu tertentu di masa lampau.243

IV.

Kesimpulan Buku Dogmatika Reformed yang dikarang oleh Herman Bavinck secara

keseluruhan memaparkan tentang pemikiran para Reformator yang berkaitan dengan dogmatika. Dari uraian yang panjang dalam buku ini, dapat disimpulakan bahwa; - Dogmatika adalah sains tentang Allah, bukan tentang iman atau tentang agama. Dogmatika menyampaikan apa yang harus dipercayai sebagai kebenaran

240

Nico Syukur, Pengantar Teologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) 85.

241

Nico Syukur, Pengantar Teologi, 85.

242

B.S Maridatmadja SJ, Beriman Dengan Bertanggungjawab (Yogyakarta: Kanisius, 1985) 56.

243

G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 384-400.

251 | D i k t a t D o g m a t i k a

- Teologi tidak memiliki fondasinya sendiri, setidaknya pada dasarnya orang Kristen mengenal tiga prinsip dasar yaitu; Allah adalah fondasi esensial (pricipium essendi), Kitab suci adalah fondasi kognitif (principium cognoscendi externum), dan Roh Kudus adalah prinsip internal dari mengetahui (principium cognoscendi internum). - Otoritas Kitab Suci selalu diakui di dalam gereja. Gereja lahir dan dibesarkan di bawah pengaruh otoritas Kitab Suci - Iman dan teologi memang memiliki kemiripan, yaitu keduanya sama-sama berprinsip pada firman Allah, memiliki objek yang sama yaitu pengetahuan tentang Allah, dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah. Teologi sebagai sains berperan sebagai dasar iman, dan iman memberi bahan-bahan pemikiran kepada teologi. -

Herman Bavinck di dalam bukunya tidak mengatakan bahwa para reformed tidak menyatakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyataan melalui hukum dan injil, akan tetapi Luther di dalam buku karya B.F. Drewes menganggap bahwa kebenaran Allah berarti adalah hukuman akan tetapi kemudian ia menjadi mengerti mengenai arti Injil yaitu dimana kebenaran Allah dianugerahkan kepada manusia dengan cuma-cuma hanya oleh melalui iman. Luther disadarkan melalui pembacaan yang ia lakukan dalam kitab Roma 1:17 dimana Paulus menuliskan bahwa di dalam Injil kebenaran Allah adalah nyata.244

Daftar Pustaka

Conn, Harvie M. 1999

Teologi Kontemporer, Malang: Departemen Literatur SAAT.

Maridatmadja SJ, B.S. 1985

Beriman Dengan Bertanggungjawab, Yogyakarta: Kanisius.

Milne, Bruce 2000

244

Mengenal Kebenaran, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

B.F. Drewes, Julianus Mojau, Apa itu Teologi?: Pengantar ke dalam Ilmu Teologi (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2007) 46.

252 | D i k t a t D o g m a t i k a

Soedarmo, R. 2015

Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Syukur, Nico 2002

Pengantar Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Van Niftrik, G.C., Boland, B.J. 2010

Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

VIII. KESAN DAN PESAN Melalui pembelajaran ini banyak hal yang saya dapat mengenai dogmatika. Pengetahuan saya semakin bertambah mengenai dogmatika. Saya merasa bangga dan senang mengikuti mata kuliah ini. Saya juga tertarik dengan cara pengajaran yang diberikan oleh bapak dosen terhadap kami, karena melalui itu kami diajak untuk dapat bekerja sama dan menemukan hasil yang memiliki tujuan dan arah yang sama. Oleh sebab itu layaklah saya mengucap terimakasih buat bapak dosen yang telah bersedia selama satu semester ini membimbing kami dan mengajari kami. Kiranya Tuhan Yesus Kristus beserta kita.

253 | D i k t a t D o g m a t i k a

More Documents from "Lusi Pardede"