Farmakologi Obat-obatan Emergency

  • Uploaded by: Fauzi Satria
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Farmakologi Obat-obatan Emergency as PDF for free.

More details

  • Words: 2,872
  • Pages: 70
Loading documents preview...
Farmakologi obat-obatan emergency

Oleh: Ari Gunawan

Pembimbing: dr. Imai Indra Sp. An

Pendahuluan  Obat-obatan

emergency adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.



Keadaan emergency:

A.

Ekstra Hospital

B.

Intra hospital

Lanjutan… Macam-macam obat emergency: 1. Sulfas atropin

8. Aminophillin

2. Epinefrin (Adrenalin) 9. Amiodarone 3. Efedrin

10. Diazepam

4. Dobutamin

11. Deksamethason

5. Dopamin

12. Narlokson dan Naltrekson

6. Norepinefrin 7. Nitrogliserin

Tinjauan Kepustakaan 1. Sulfas atropin (anti muskarinik) 

Anti muskarinik terbagi atas 3 klpk: 1.

Alkaloid antimuskarinik

2.

Derivat semisintetisnya

3.

Derivat sintetis

 Atropin

(campuran α dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium.

Sulfas Atropin Farmakodinamik:  Berkerja

mllui reseptor kolinergik (reseptor nikotinik dan muskarinik)

 Reseptor

nikotinik: Neuronal dan Muskular

 Reseptor

muskarinik (M1 – M5)

 Hambatan

oleh atropin bersifat reversibel.

SSO: Asetil cholin binding site

Sintesis Ach

Efek atropin SSP: 

Dosis kecil

Merangsang SSP



dosis yg sgt besar depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi, depresi dan paralisis Med.Ob.

Sistem CV: 

Efek bifasik: Dosis kecil: Bradikardi Dosis besar: Takikardi

Efek atropin Mata 

Midriasis dan siklopegia pada dosis > 1 mg



Me

TIO penderita glaukoma

Saluran napas 

Mengurangi sekret sal. Napas



Efek Bronkodilator lemah

Saluran cerna 

Antispasmodik



Me

sekresi air liur dan lambung

COA

Efek atropin Otot polos lain 

Relaksasi otot detrusor dan konstriksi sfingter uretra Retensi urin



Pada saluran empedu dan uterus lemah.

efek

Farmakokinetik 

Atropin mudah diserap di semua tempat, kecuali di kulit.



Sebagian di metabolisme di hepar dan sebagian lagi diekresi di ginjal dalam bentuk asal.



Waktu paruh sekitar 4 jam.

Indikasi dan kontraindikasi 

Sesuai dengan mekanisme kerjanya.



Diantaranya: Rhinitis akut, koriza, parkinsonisme, premedikasi anestesi, keracunan organofosfat.

Efek samping: Sesuai dengan efek farmakodinamiknya, spt: mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, memburuknya penglihatan pada penderita glaukoma.

Dosis  Premedikasi

anestesi:

Anak-anak: 0,01-0,02 mg/kgBB SC/IV Dewasa: 1 mg SC/IV 

Spasme saluran cerna: Anak 2-6 thn 0,25 mg SC single dose Anak > 6 thn 0,5 mg SC single dose

Dewasa 0,25-1 mg SC dapat diulang per 6 jam tanpa melebihi 2 mg/hr. 

Keracunan organofosfat:

Anak-anak: 0,02 sampai 0,05 mg/kgBB secara IM atau Injeksi IV pelan. Dewasa: 2 mg secara IM atau injeksi IV pelan.

Lanjutan…

Sediaan: 0,25 mg/mL

2. Epinefrin (adrenalin)  Merupakan 

prototipe obat kelompok adrenergik.

Epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik: α1, α2, β1 dan β2.

Farmakodinamik 

CV: Konstriksi arteriol kecil, hipotensi sekunder, epinefrin reversal, inotropik dan kronotropik positif.



Sal. Cerna: Tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang

Farmakodinamik  Uterus:

Tonus dan konstraksi uterus dihambat.



Kandung kemih: Retensi urin.



Pernapasan: bronkodilatasi, sekresi bronkus dan kongesti mukosa



SSP: Tidak mempunyai efek menstimulasi SSP ttpi kadang-kadang dapat timbul kegelisahan, cemas nyeri kepala dan tremor.



Mata: Midriasis



Metabolik: Menstimulasi glikogenolisis, menghambat sekresi insulin, sekresi glukagon Me kadar lemak bebas dan gliserol dalam darah.

Farmakokinetik 

Absorbsi: Pada pemberian oral epi tidak mencapai dosis terapi krn sbgn bsr dirusak oleh enzim COMT dan MAO.



Biotransformasi dan ekresi: Epi didegradasi di hati dan diekresi melalui ginjal.

Penggunaan klinis 

Syok anafilaktik.



Memperpanjang kerja anestetik lokal.



Merangsang jantung pada pasien henti jantung.



Menghentikan perdarahan kapiler.

Efek samping 

Dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut, tremor dan palpitasi.



Penyuntikan IV dosis besar dapat menimbulkan perdarahan otak.



Epinefrin dapat menimbulkan aritmia ventrikel.

Sediaan: 1 mg dalam ampul 1 mL

dosis 1. Kardiopulmoner arrest: encerkan 1 ampul 1 mg dalam 9 mL aqua bidest untuk mendapatkan larutan 0,1 mg epinefrin per mL. 

Anak-anak dan dewasa: 0,01-0,02 mg/kgBB/IV injeksi, diulangi tiap menit jika belum ada respon.

2. Shok anafilaktik 

Anak-anak: 0,25 mg diencerkan dalam 9 mL aqua bidest, diberikan secara IV pelan, mL per mL, tergantung tekanan darah dan nadi, sampai perbaikan terjadi.



Dewasa 1 mg diencerkan dalam 9 mL aqua bidest, diberikan secara IV pelan, mL per mL, tergantung tekanan darah dan nadi, sampai perbaikan terjadi.

Dosis 3. Hipotensi yang diinduksi oleh spinal anestesi (yang tidak berespon terhadap efedrin): encerkan 1 ampul yang berisi 1 mg dalam 9 mL aqua bidest untuk mendapatkan larutan 0,1 mg epinefrin per mL. 

Dewasa 0,1-0,2 mg (1-2 mL larutan yang telah diencerkan)/IV injeksi, diulangi tiap menit sampai tekanan darah stabil.



Durasi: Tergantung respon klinis

3. Efedrin 

Merupakan alkaloid yg terdapat dlm tumbuhan ma-huang.

Farmakodinamik 

Efek serupa dengan epi, tetapi efedrin bukan katekolamin.



Efek CV serupa dengan epi tetapi berlangsung 10 kali lbh lama.



Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tapi belangsung lebih lama.

indikasi 

Hipotensi yang diinduksi oleh regional anestesi (Spinal dan Epidural anestesi)



Pengobatan pilihan utama anafilaktik shok pada wanita hamil

Sediaan dan posologi 

Oral: kapsul 25 mg



Parenteral: 50 mg/mL dan 30 mg/mL

Dosis: 

Encerkan 1 ampul 30 mg dalam 9 mL aqua bidest untuk mendapatkan larutan berisi 3 mg efedrin per mL.



Dewasa 3-6 mg secara injeksi IV pelan (1-2 ml larutan yang diencerkan), diulangi tiap menit hingga tekanan darah stabil.

4. Dobutamin  Memiliki

struktur senyawa yang mirip dopamine.



Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik.



Resistensi perifer relatif tidak berubah.

Indikasi: 

Gagal jantung

Efek samping: 

Takikardia



Aritmia

Sediaan dan posologi 

Sediaan: Parenteral 12,5 mg/mL dalam vial 20 mL dan 25 mg/mL dalam vial 10 mL.



Dosis: awal 100-200 mcg/mnt, ditingkatkan secara bertahap sampai respon klinis yang diinginkan tercapai (2,5-10 mcg/kgBB/mnt)

Lanjutan…

5. Dopamin 

Dopamin merupakan katekolamin endogen yang menimbulkan banyak efek biologis yang diperantarai oleh interaksi dengan reseptor dopamin spesifik (D1 – D5 )



D1 menginduksi relaksasi otot polos oleh karenanya dopamin merupakan vasodilator.



Reseptor D2 bersifat menghambat aktivitas adenilil siklase yang membuka kanal kalium dan mengurangi influx kalsium.

Lanjutan…

Farmakodinamik 

Dopamin merupakan prekursor NE, mempunyai kerja langsung dan melepaskan NE endogen.



Pada kadar rendah, dopamine bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium, dan pembuluh darah koroner.



Pada dosis yg sedikit tinggi dopamin meningkatkan kontraktilitas miokard.

Sintesis NE

Indikasi  Terutama

berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dengan gagal ginjal yang berat.

Sediaan: Parenteral: 10, 40, 80, 160 mg/mL dalam ampul 5 mL untuk injeksi; 80, 160, 320 mg/100 mL dalam dextrose 5% atau aquabidest. Dosis: Awal: 2-5 mcg/kgBB/mnt Maintenance: < 20 mcg/kgBB/mnt

6. norepinefrin 

Juga dikenal sebagai levarterenol, larterenol atau l-noradrenalin, dan merupakan neurotransmitter yang dilepas oleh serat pasca ganglion adrenergik.



NE merupakan 10-20% dari kandungan katekolamin dalam medulla adrenal, dan sampai 97% pada feokromositoma.

farmakodinamik 

NE terutama bekerja pada reseptor α, tetapi efeknya sedikit lebih lemah dibandingkan epi.



Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolik, tekanan sistolik, dan biasanya juga tekanan nadi.



Refleks vagal memperlambat denyut jantung.



Aliran darah koroner meningkat.



Efek metabolik NE mirip Epi tetapi hanya timbul pada dosis yang lebih besar.

Sediaan dan posologi 

Sediaan: 1 mg/mL dalam ampul 4 mL.



Dosis: encerkan 4 mL dalam 1000 mL Dex 5% berikan secara infus IV dengan kecepatan awal 2-3 mL/mnt, maintenance 0,5-1 mL/mnt.

7. Nitrogliserin 

Manfaat nitrat organik sebagi antiangina telah dikenal sejak 1867.

Farmakokinetik 

Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral.



Metabolisme oleh nitrat reduktase dalam hati.



Mengalami efek lintas pertama dlm hati.



Pada pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai dalam 4 menit, waktu paruh 1-3 menit.

Farmakodinamik 

Secara in vivo merupakan pro drug yg menjadi aktif setelah dimetabolisme (NO, EDRF dan PGl2 dr endotel)



Efek CV:

Mempengaruhi tonus vaskular, Nitrat menimbulkan venodilatasi (Venous pooling), preload kebutuhan oksigen miokard Arteriol:

Dilatasi arteriol temporal dan meningeal menimbulkan kemerahan di muka (flushing) dan sakit kepala berdenyut. Tidak

menimbulkan steal phenomenon pada A.coroner.

IndikASI 1. Angina Pektoris 

Untuk angina variant dikombinasi dengan antagonis Ca++

2. Infark Jantung 

Mengurangi luas infark



Memperbaiki fungsi jantung



Di kombinasikan dengan Lisinopril

3. Gagal jantung kongestif 

Dikombinasikan dengan hidralazin

Efek samping 

Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral.



Dapat terjadi hipotensi postural.



Ketergantungan nitrat organik dapat terjadi, penghentian obat harus dilakukan bertahap agar tidak timbul rebound angina.

Sediaan dan posologi 

Sediaan: Ampul 10 mg/10 mL dan 50 mg/10 mL.



Angina yang tidak stabil: dosis awal 10 mcg/mnt, dengan peningkatan 10 mcg/mnt dengan interval 30 mnt tergantung pada besarnya kebutuhan.

8. Aminofilin (Theophylline ethylenediamine) 

Derivat xantin yang terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan.

Farmakodinamik: 

Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase (PDE) sehingga mencegah pemecahan cAMP dan cGMP masing-masing menjadi 5-AMP dan 5-GMP.



Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif pada reseptor adenosin.

Lanjutan…

farmakodinamik  Teofilin

juga memiliki efek antiinflamasi dan menghambat penglepasan mediator dari sel radang.



SSP: Teofilin dan kafein merupakan perangsang SSP yang kuat.



Sistem CV:

Jantung: pada kadar terapi 10-20 µg/mL menyebabkan kenaikan moderat denyut jantung. PD: Dilatasi PD Sirkulasi otak: Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan PO2 di otak.

Lanjutan…  Sirkulasi

koroner: Secara eksperimental terbukti bahwa xantin menyebabkan vasodilatasi A. koroner.



TD: Efek xantin thd TD tdk dpt diramalkan.

Otot polos: Relaksasi otot polos bronkus Diuresis: Semua xantin meninggikan produksi urin. Sekresi lambung: menyebabkan kenaikan sekresi lambung yang berlangsung lama. Metabolik: Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma danjuga meninggikan metabolisme basal.

farmakokinetik  Metilxantin

cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rectal atau parenteral.



Menghasilkan kadar puncak plasma dalam waktu 2 jam sedangkan kafein dalam waktu 1 jam.



Metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu.



Eliminasi metilxantin terutama melalui metabolisme dalam hati.



Sebagian besar diekskresi bersama urin dalam bentuk asam metilurat atau metilxantin.

indikasi 1. Asma Bronkial  Pada

pasien asma, diperlukan kadar terapi teofilin sedikitnya 5-8 µg/mL. Toksis mulai dosis 15 µg/mL dan lebih sering > 20 µg/mL.



Loading dosis 6 mg/kgBB, diberikan secara infus perlahan-lahan selama 20-40 menit.



Dosis dipertahankan 0,5 mg/kgBB/jam.



Kombinasi dengan agonis β2-adrenergik meningkatkan efek bronkodilatasi teofilin.

Lanjutan… 2. Penyakit paru obstruksi kronis (COPD)  Teofilin

juga banyak digunakan pada penyakit ini dengan tujuan yang sama dengan pengobatan asma.



Tetapi, gejala lain yg menyangkut sistem CV: H.Pulmonal, gagal jantung kanan pada cor pulmonale, tidak diperbaiki oleh teofilin.

3. Apneu pada bayi baru lahir 

Pada bayi prematur sering terjadi episode apneu yg berlangsung lbh dari 15 detik.



Dosis: kadar plasma 3-5 µg/mL yaitu 2,5-5 mg/kgBB dan dipertahankan dgn dosis 2 mg/kgBB/hari.

Sediaan  Berbentuk

kristal putih, pahit dan sedikit larut dalam air.



kapsul/kapsul lunak teofilin 130 mg; tablet teofilin 150 mg; tablet salut selaput lepas lambat berisi teofilin 125 mg, 250 mg, dan 300 mg; sirup/eliksir yang berisi teofilin sebanyak 50 mg/5 mL, 130 mg/15 mL dan 150 mg/15 mL.



Teofilin juga tersedia dalam kombinasi tetap dengan efedrin untuk asma bronkial.



Aminofilin merupakan garam teofilin untuk penggunaan IV, tersedia dalam ampul 10 mL mengandung 24 mg aminofilin setiap mililiternya.

9. Amiodaron 

Merupakan Anti aritmia kelas III.

Farmakokinetik: 

Amiodaron diabsorbsi secara lambat dan tidak sempurna pada pemberian per oral



Bioavailabilitasnya adalah sekitar 30% dan berbeda antar individu.



Pada pemberian per oral kadar puncak tercapai setelah 5-6 jam.



Waktu paruhnya panjang yaitu 25-60 hari.

Lanjutan… Sediaan, dosis dan cara pemberian:  Amiodaron

HCl tersedia sebagai tablet 200 mg.



Loading dose: 600-800 mg/hari (selama 4 miggu).



Maintenance dose: dimulai dengan 400-800 mg/hari.

Penggunaan terapi: 

Amiodaron dapat digunakan untuk fibrilasi atrium berulang dan untuk takikardia ventrikel yang tak stabil dan berkelanjutan.

Efek samping  ES

meningkat scr nyata stelah 1 tahun pengobatan, berupa:

1.

Efek pada paru-paru

2.

Gangguan fungsi hati

3.

Mikrodeposit pada kornea

4.

Fotosensitivitas kulit

5.

Bertambah beratnya aritmia terjadi pada 2-5% pasien.

6.

Amiodaron menghambat konversi tiroksin menjadi triiodotironin, hipertiroid??

10. Diazepam  Sifat

fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya.



Benzodiazepin menurut lama kerjanya dapat dibagi dalam:

1.

Senyawa yang bekerja sangat cepat.

2.

Senyawa yang bekerja cepat.

3.

Senyawa yang bekerja sedang.

4.

Senyawa yang bekerja lama.

Lanjutan…

Farmakokinetik 

Benzodiazepin dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma.



Setelah pemberian benzodiazepine ambilan ke dalam otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya terjadi sangat cepat.



Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan disekresi ke dalam ASI.



Metabolisme benzodiazepine terjadi dalam 3 tahap, yaitu: (1) desalkilasi; (2) hidroksilasi; dan (3) konjugasi.

Farmakodinamik 1.

SSP: Benzodiazepin tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturate atau anestesi umum.

2.

Pernapasan: Benzodiazepin dosis hipnotik tidak berefek pada pernapasan orang normal.

3.

Sistem CV: Efek benzodiazepine pada sistem kardiovaskular umumnya ringan, kecuali pada intoksikasi berat. TD HR

4.

Sal. Cerna: Diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan saluran cerna yang berhubungan dengan adanya ansietas.

Efek samping  Kepala

ringan, malas/tak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotorik, gangguan koordinasi berfikir, bingung, disatria, dan amnesia retrogard.



ES yg lbh umum: lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual dan muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada.



Efek samping psikologik yang sering timbul akibat pemberian benzodiazepin adalah sesekali meningkatkan insiden mimpi buruk, pasien menjadi banyak bicara, cemas, mudah tersinggung, takikardia dan berkeringat.

Indikasi dan dosis 1. Kejang: 

Anak-anak: 0,5 mg/kgBB per rectal atau 0,3 mg/kgBB secara injeksi IV lambat, tetapi tidak melebihi 10 mg.



Dewasa: 10 mg per rectal atau secara injeksi IV lambat.



Jika kejang tidak berhenti dalam 5 menit setelah pemberian pertama, ulangi sekali lagi.

Lanjutan… 2. Tetanus: Dosis bervariasi, tergantung derajat beratnya penyakit. Sebagai informasi: anak-anak dan dewasa 0,1-0,3 mg/kgBB secara injeksi IV pelan, diulangi stiap 1-4 jam, di bawah pengawasan ketat tenaga medis. 3. Agitasi, delirium tremens: Dewasa 5-10 mg secara injeksi IM, diulangi setelah 1 jam bila perlu. Sediaan: Ampul 10 mg (5 mg/mL, 2 mL) untuk IM atau injeksi IV yang sangat lambat atau infuse.

11. Deksamethason 

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.

Farmakokinetik: 

Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorbsi cukup baik.



Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi.



Glukokortikoid dapat diabsorbsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang synovial.

farmakodinamik 

Metabolisme: Perubahan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak seperti terjadinya glukoneogenesis di hati, glikogenesis, merangsang lipogenesis.



Sistem CV: Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung maupun tidak langsung.



Otot rangka: Mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan baik, tp bila hormon ini berlebihan akan terjadi penurunan kapasitas kerja otot.

Lanjutan… 

SSP: Efek steroid thd SSP dapat dilihat dari timbulnya perubahan mood, tingkah laku, EEG.



Elemen pembentuk darah: Glukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah.



Efek anti-inflamasi: Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi. Karena fungsinya ini maka Kortikosteroid sering disebut life saving drug dan sering menimbulkan masking effect.

Sediaan dan dosis Sediaan: 4 mg deksamethasone fosfat dalam ampul 1 mL (4 mg/mL) secara IM, injeksi IV atau infus. Dosis: 

Sindrom inflamasi pada infeksi berat.

Dosis dan situasi sangat bervariasi tergantung pada derajat beratnya infeksi dan respon klinis:





Anak-anak: 0,2-0,4 mg/kgBB/hari



Dewasa: dosis awal 0,5-24 mg/hari

Maturasi paru janin

Diberikan pada ibu: 6 mg melalui injeksi IM tiap 12 jam selama 2 hari (dosis total: 24 mg)

12. Nalorfin, Nalokson dan naltrekson  Nalorfin

(Antagonis parsial), Nalokson (antagonis opioid murni), Naltrekson dapat diberikan PO dan masa kerja yg lbh lama dari Nalokson.

Farmakokinetik: 

Nalokson hanya dapat diberikan parenteral dan efeknya segera terlihat setelah penyuntikan IV (1-2 jam).



Naltrekson efektif setelah pemberian per oral, tetapi langsung mengalami metabolism lintas pertama, kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam

Lanjutan…

Lanjutan… 

Naltrekson lebih poten dari nalokson dmn 100 mg secara oral dapat menghambat efek euphoria yang ditimbulkan oleh 25 mg heroin IV selama 48 jam.

Farmakodinamik: 

Semua efek agonis opioid pada reseptor µ diantagonis oleh nalokson dosis kecil (0,4-0,8 mg) yang diberikan IM atau IV.



Antagonisme nalokson terhadap efek agonis opioid sering disertai dengan terjadinya fenomena Overshoot.

Indikasi Adapun indikasi penggunaan antagonis opioid adalah sbb: 1.

Untuk mengatasi depresi napas akibat overdosis opioid.

2.

Pada bayi yg baru dilahirkan dimana ibu mendapat opioid.

3.

tentamen suicide dengan suatu opioid; dalam hal ini nalokson merupakan obat terpilih.

Sediaan dan posologi Sediaan:  Nalorfin:

Tersesdia utk pggunaan parenteral yaitu 0,2 mg nalorfin/mL untuk anak, 5 mg nalorfin/mL untuk orang dewasa.



Nalokson tersedia dalam nalokson 0,4 mg/mL dalam ampul 2 mL, 10 mL dan yang mengandung 40 µg (20 µg/mL) untuk penggunaan pada anak.



Naltrekson tersedia dalam tab 50 mg.

Dosis: 

0,4 mg dalam ampul 1 mL (0,4 mg/mL) untuk injelsi IV, IM atau infus dalam natrium klorida 0,9% atau glukosa 5%.

Lanjutan…  Neonatus:

dosis awal 10 µg/kg secara injeksi IV, diikuti dengan 10 µg/kg secara injeksi IM tiap 90 menit.



Anak-anak: 5-10 µg/kg secara injeksi IV, diulangi bila perlu setelah 2-3 menit, hingga ventilasi spontan adekuat. diikuti dengan infus berkelanjutan 1-5 µg/kg/jam, atau 5-10 µg/kg secara injeksi IM tiap 90 menit.



Dewasa: 1-3 µg/kg secara injeksi IV, diulangi apabila perlu setelah 2-3 menit, hingga ventilasi spontan yang adekuat kembali, diikuti dengan infus berkelanjutan 1-5 µg/kg/jam, atau 5-10 µg/kg secara injeksi IM tiap 90 menit.

Terima Kasih

Related Documents

Farmakologi
March 2021 0
Farmakologi Fisioterapi
January 2021 1
Ambulans Emergency
February 2021 0
Farmakologi Stroke
February 2021 1
Emergency Provisions
January 2021 1

More Documents from "ritu"