Gangguan Kepribadian Histrionik

  • Uploaded by: Trisna Dwi Lestari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Kepribadian Histrionik as PDF for free.

More details

  • Words: 3,807
  • Pages: 19
Loading documents preview...
2

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sang penguasa seluruh alam, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan makalah gangguan kepribadian histrionik ini tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang gangguan kepribadian, khususnya gangguan kepribadian histrionik, dan bagaimana menghadapi masalah ini dalam praktik kedokteran. Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked.KJ., M.Sc, Sp. KJ, selaku pembimbing penulis atas segala bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini. Oleh karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi masukan yang berarti dalam perbaikan proses pembelajaran.

Medan, Maret 2015

Penulis

3

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................................2 DAFTAR ISI.........................................................................................................3 BAB 1

PENDAHULUAN................................................................................4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5 2.1. Kepribadian....................................................................................5 2.1.1. Definisi Kepribadian, Karakter, dan Temperamen..............5 2.1.2. Perkembangan Kepribadian................................................6 2.2. Gangguan Kepribadian...................................................................6 2.2.1. Definisi Gangguan Kepribadian..........................................7 2.2.2. Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian........................8 2.2.3. Klasifikasi Gangguan Kepribadian.....................................9 2.2.4. Etiologi Gangguan Kepribadian..........................................9 2.2.4.1. Faktor Genetik.......................................................9 2.2.4.1. Faktor Biologis....................................................10 2.2.4.1. Faktor Psikoanalisis.............................................11 2.3. Gangguan Kepribadian Histrionik ...............................................11 2.3.1. Definisi..............................................................................13 2.3.2. Epidemiologi dan Komorbiditas.......................................13 2.3.3. Etiologi..............................................................................13 2.3.4. Karakteristik Kepribadian Histrionik................................13 2.3.5. Pedoman Diagnostik.........................................................16 2.3.6. Diagnosis Banding............................................................17 2.3.7. Prognosis...........................................................................17 2.3.8. Terapi.................................................................................18 2.3.8.1. Psikoterapi...........................................................18 2.3.8.2. Farmakoterapi......................................................18

BAB 3

KESIMPULAN..................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................20

4

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam berkehidupan, seseorang sejak dini memiliki kecenderungan ataupun kebiasaan untuk menggunakan suatu pola yang relatif serupa dalam menyikapi suatu masalah yang sedang dihadapinya yang apabila diperhatikan lebih lanjut, cara ataupun metode penyelesaian itu tampak sebagai sesuatu yang memiliki pola khusus dan dapat ditengarai sebagai ciri atau tanda dalam mengenali seseorang tersebut. Fenomena inilah yang dikenal sebagai karakter atau kepribadian.2 Gangguan kepribadian harus dibedakan dengan ciri kepribadian, Ciri kepribadian adalah pola perilaku yang berlangsung lama, berhubungan dengan lingkungan dan diri sendiri, dan keluar dalam bentuk konteks sosial dan pribadi. Ciri kepribadian juga masih bersifat fleksibel dan gambaran klinisnya tidak memenuhi kriteria atau pedoman diagnostik, dan bersifat lebih ringan dari gangguan kepribadian. Ketika pola perilaku ini secara bermakna menjadi maladaptif dan menyebabkan hendaya yang serius dalam fungsi pribadi dan sosial, hal ini dinamakan gangguan kepribadian.2,7 Salah satu gangguan kepribadian yang ada ialah gangguan kepribadian histrionik. Menurut DSM-IV-TR, data terbatas dari studi pada populasi umum menunjukkan prevalensi sekitar 2 hingga 3%. Penanda utama dari gangguan kepribadian histrionik adalah dramatisasi diri yang menyebar dan berlebihan, emosionalitas yang berlebihan, dan mencari perhatian.1

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepribadian Kata kepribadian (personality) berasal dari bahasa Latin ‘persona’, yang awalnya merujuk pada topeng teater yang digunakan oleh pemain drama kuno. Dalam berkehidupan, seseorang sejak dini memiliki kecenderungan ataupun kebiasaan untuk menggunakan suatu pola yang relatif serupa dalam menyikapi suatu masalah yang sedang dihadapinya yang apabila diperhatikan lebih lanjut, cara ataupun metode penyelesaian itu tampak sebagai sesuatu yang memiliki pola khusus dan dapat ditengarai sebagai ciri atau tanda dalam mengenali seseorang tersebut. Fenomena inilah yang dikenal sebagai karakter atau kepribadian.2,5 2.1.1.

Definisi Kepribadian, Karakter, dan Temperamen

Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan karakter atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang biasa; sifatnya stabil dan dapat diramalkan.2 Adapun Allport3 mendefinisikan kepribadian sebagai pengaturan dinamis dalam diri seorang individu atas sistemsistem psikofisik yang menentukan penyesuiannya terhadap lingkungan. Ia lebih lanjut mengembangkan definisi ini dengan menjelaskan bahwa istilah ‘pengaturan dinamis’ menegaskan bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang teratur (unitas multipleks) yang secara konstan berkembang dan berubah. Ungkapan ‘dalam diri seorang individu’ berarti bahwa kepribadian adalah apa yang berada di balik suatu tindakan spesifik seseorang. Istilah ‘psikofisik’ mengingatkan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata bagian dari mental ataupun bagian dari neural, tetapi merupakan kombinasi antara keduanya. Kata ‘menentukan’ menunjukkan bahwa sistem-sistem yang menyusun kepribadian akan menuntun kepada perilaku-perilaku ekspresif dan adaptif. Ekspresi ‘penyesuaian terhadap lingkungan’ memiliki maksud yang signifikan baik secara fungsional maupun

6

evolusioner bahwa kepribadian berperan sebagai suatu cara mempertahankan diri, atau lebih umumnya disebut dengan adaptasi.3 Kepribadian yang normal sendiri biasanya didefinisikan (1) secara langsung, dengan yang menggunakan kriteria kesehatan ideal; (2) secara tidak langsung, sebagai lawan dari kepribadian yang menyimpang; atau yang paling sering (3) secara statistik, dengan perilaku-perilaku yang paling umum pada lingkungan yang ada.3 Istilah lain yang sering dibingungkan dengan kepribadian ialah karakter dan temperamen. Karakter adalah ciri kepribadian yang dibentuk oleh proses perkembangan dan pengalaman hidup. Adapun temperamen dipengaruhi oleh faktor genetik atau konstitusional yang terbawa sejak lahir, bersifat sederhana, tanpa motivasi, baru stabil sesudah anak itu usia beberapa tahun.2 2.1.2.

Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor berikut:2 - konstitusi (genetik, dan temperamen) - perkembangan - pengalaman hidup (lingkungan keluarga, lingkungan budaya). 2.2. Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian harus dibedakan dengan ciri kepribadian, walaupun dalam diagnosis multiaksial tetap dicatat dalam Aksis II, namun hanya gangguan kepribadian yang diberikan kode diagnostik sesuai pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III (PPDGJ-III). Ciri kepribadian adalah pola perilaku yang berlangsung lama, berhubungan dengan lingkungan dan diri sendiri, dan keluar dalam bentuk konteks sosial dan pribadi. Ciri kepribadian juga masih bersifat fleksibel dan gambaran klinisnya tidak memenuhi kriteria atau pedoman diagnostik, dan bersifat lebih ringan dari gangguan kepribadian. Ketika pola perilaku ini secara bermakna menjadi maladaptif dan menyebabkan hendaya yang serius dalam fungsi pribadi dan sosial, hal ini dinamakan gangguan

7

kepribadian. Manifestasi gangguan kepribadian mudah ditemukan pada remaja dan terus berlanjut sampai usia dewasa.2,7 Dalam psikiatri, sekitar setengah pasien psikiatrik yang mendapatkan terapi kesehatan mental menderita gangguan kepribadian, yang seringnya berkomorbiditas dengan kondisi Aksis I.3,4 Berbagai survei mendokumentasikan bahwa gangguan kepribadian mempengaruhi sejumlah persentase populasi umum yang signifikan, dengan prevalensi diperkirakan sekitar 10%-13%.4 Gangguan kepribadian mewakili suatu beban yang menyusahkan bagi masyarakat. Pada seorang individu dengan gangguan kepribadian, terjadi disfungsi dalam hubungan keluarga, pekerjaan, dan fungsi sosial. Orang dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan diri sendiri yang bersifat berakar mendalam tidak fleksibel dan bersifat maladaptif. Lebih lanjut lagi, gangguan kepribadian dapat pula berkaitan dengan tindakan kriminal, penyalahgunaan zat, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, perceraian, problem pemeliharaan anak, dan sering datang ke klinik gawat darurat. Gangguan kepribadian juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berbagai kelainan psikiatrik, termasuk gangguan mood, gangguan pengendalian rangsang, gangguan makan, dan juga gangguan kecemasan.2-4 Selain merupakan beban masyarakat, gangguan kepribadian sendiri telah menjadi beban ekonomi bagi negara. Suatu studi menyebutkan bahwa biaya pelayanan kesehatan dan sosial dari orang-orang dengan gangguan kepribadian yang menjumpai dokternya adalah sekitar £ 704 juta per tahun di Inggris. Dan ketika kehilangan produktivitas juga diikutsertakan, maka biaya tersebut meningkat hingga menjadi £ 7,9 juta per tahunnya.9 Adapun pada makalah ini maka gangguan kepribadian pada klaster B yaitu gangguan kepribadian histrionik yang akan dibahas lebih lanjut. 2.2.1.

Definisi Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian ialah ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel dan maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan yang subjektif.2 Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 4 th edition Text Revision (DSM-IV-TR)3,4, gangguan kepribadian didefinisikan sebagai suatu pola perilaku dan pengalaman dalam diri yang bertahan lama yang

8

menyimpang secara nyata dari ekspektasi budaya seseorang, yang pervasif, beronset saat masa remaja atau dewasa muda, stabil dari waktu ke waktu, dan menyebabkan ketidakbahagiaan dan perburukan.1,3,4 Pola tersebut bermanifestasi pada dua (atau lebih) area berikut: 3,4 1. Kognisi (yakni cara dalam merasakan dan menafsirkan diri sendiri, orang lain, dan peristiwa); 2. Afektivitas (yakni jarak, intensitas, kelabilan, dan kesesuaian respon emosional); 3. Fungsi interpersonal; serta 4. Pengendalian rangsang. 2.2.2.

Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian

Adapun kriteria diagnostik dari DSM-IV-TR untuk gangguan kepribadian dapat dilihat pada tabel berikut:1,2 Tabel 1. Kriteria Diagnostik Umum DSM-IV-TR untuk Suatu Gangguan Kepribadian1 A. Suatu pola perilaku dan pengalaman dalam diri yang bertahan lama yang menyimpang secara nyata dari ekspetasi budaya seseorang. Pola ini bermanifestasi pada dua (atau lebih) area berikut ini: 1. kognisi (yakni cara dalam merasakan dan menafsirkan diri sendiri, orang lain, dan peristiwa) 2. afektivitas (yakni jarak, intensitas, kelabilan, dan kesesuaian respon emosional) 3. fungsi interpersonal 4. pengendalian rangsang. B. Pola yang bertahan lama tersebut bersifat tidak fleksibel dan pervasif terhadap keadaan pribadi dan hubungan sosial yang luas. C. Pola yang bertahan lama tersebut menyebabkan penderitaan atau perburukan yang secara klinis bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, ataupun area-area penting lainnya. D. Pola tersebut stabil dan berlangsung lama, dan onsetnya dapat ditelusuri kembali setidaknya pada masa remaja atau dewasa muda. E. Pola yang bertahan lama tersebut tidak lebih baik dilaporkan sebagai

9

manifestasi ataupun konsekuensi dari gangguan mental lainnya. F. Pola yang bertahan lama tersebut bukanlah karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) ataupun karena suatu kondisi medis umum (misalnya trauma kepala). (Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association 2000) 2.2.3.

Klasifikasi Gangguan Kepribadian

Subtipe gangguan kepribadian yang diklasifikasikan dalam DSM-IV-TR antara lain: skizotipal, schizoid dan paranoid (Klaster A dengan gambaran aneh dan menyendiri); narsisistik, ambang, anti-sosial, dan histrionic (Klaster B dengan gambaran dramatis, impulsif, dan tidak menentu); dan obsesif-kompulsif, dependen, dan menghindar (Klaster C dengan gambaran cemas dan ketakutan). Banyak orang menunjukkan sifat-sifat yang tidak terbatas pada gangguan kepribadian tunggal. Ketika seorang pasien memenuhi kriteria untuk lebih dari satu gangguan kepribadian, para klinisi harus mendiagnosis masing-masing gangguan kepribadian tersebut yang dicatat pada Axis II.1 2.2.4. Etiologi Gangguan Kepribadian 2.2.4.1. Faktor Genetik Pada suatu studi pada 15.000 anak kembar di Amerika Serikat, pada kembar monozigotik persamaan dalam gangguan kepribadian beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan pada kembar dizigotik, hal itu juga ditemukan walaupun kembar monozigotik itu dibesarkan terpisah sejak kecil. Persamaannya meliputi: ciri kepribadian, temperamen, pilihan atau minat pekerjaan dan penggunaan waktu senggang serta sikap sosial.1,2 Gangguan kepribadian klaster A lebih umum dijumpai pada saudara biologis pasien dengan skizofrenia daripada pada kelompok kontrol. Gangguan kepribadian skizotipal secara bermakna banyak ditemukan pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan skizofrenia daripada pada kelompok kontrol.

10

Sedangkan hubungan kekeluargaan antara gangguan kepribadian skizoid atau paranoid dengan keluarga yang menderita skizofrenia tidaklah demikian.1,2 Gangguan kepribadian klaster B tampaknya memiliki latar belakang faktor genetik. Gangguan kepribadian anti-sosial dihubungkan dengan gangguan penggunaan alkohol. Gangguan mood, khususnya depresi umum ditemukan pada gangguan kepribadian ambang. Hubungan kuat ditemukan antara penderita gangguan kepribadian histrionic dengan gangguan somatisasi.1,2 Latar belakang genetik tampaknya juga dijumpai pada gangguan kepribadian klaster C. Pasien dengan gangguan kepribadian menghindar sering menujukkan derajat kecemasan yang tinggi. Ciri-ciri obsesif kompulsif umum lebih umum dijumpai pada saudara kembar monozigotik daripada dizigotik.1,2 2.2.4.2. Faktor Biologis a. Hormon Orang dengan ciri impulsid sering menunjukkan kadar testosterone, 17estradiol dan estron yang tinggi. Pada penderita gangguan kepribadian ambang dan orang yang menderita depresi, beberapa menunjukkan kadar dexamethasone suppression test (DST) yang abnormal.1,2 b. Platelet Monoamin Oksidase Studi menunjukkan bahwa mahasiswa dengan kadar monoamine oksidase (MAO) yang rendah lebih banyak menghabiskan waktu pada aktivitas sosial dibandingkan dengan yang kadar MAO-nya tinggi. Kadar MAO yang rendah juga ditemui pada penderita gangguan kepribadian skizotipal.1,2 c. Smooth Pursuit Eye Movements Gerakan mata yang ‘jumpy’ (tidak mulus) ditemukan pada orang introvert, memiliki rasa rendah diri, dan sering menarik diri dalam pergaulan, juga pada penderita gangguan kepribadian skizotipal.1,2 d. Neurotransmiter Kadar endorfin yang tinggi sering ditemukan pada orang plegmatis. Kadar 5-hydroxyindolacetic acid (5-HIAA), suatu metabolit serotonin, yang rendah ditemukan pada orang yang mencoba bunuh diri dan pasien yang impulsive serta agresif. Peningkatan kadar serotonin (misal karena pengobatan) mengubah beberapa ciri kepribadian, dimana serotonin

11

dapat mengurangi depresi, impulsivitas, dan memberikan rasa nyaman. Adapun peningkatan dopamin dapat menimbulkan euforia.1,2 e. Elektrofisiologi Pada orang dengan gambaran kepribadian ambang dan anti-sosial sering dijumpai gelombang lambat pada pemeriksaan elektroensefalogram (EEG).1,2 2.2.4.3. Faktor Psikoanalisis Freud menghipotesiskan bahwa beberapa ciri kepribadian berkaitan dengan fiksasi pada salah satu fase perkembangan psikoseksual. Reich selanjutnya menambahkan istilah ‘character armor’ untuk menggambarkan gaya pertahanan karakter dalam melindungi dirinya dari impuls internal dan dari kecemasan interpersonal pada hubungan yang signifikan.1,2 Selain pertahanan karakter, gambaran lainnya ialah ‘internal object relation’.

Selama

masa

perkembangan,

melalui

introjeksi,

anak

menginternalisasikan orang tua ataupun orang lain yang bermakna sebagai sesuatu yang berada dalam dirinya dan kemudian terjadi identifikasi. Proses inkorporasi tersbut menyebabkan sifat atau ciri orang tuanya menjadi sifat atau ciri anak tersebut.1,2 Selanjutnya kita perlu memperhatikan mekanisme pertahanan yang terjadi ketika ego menggunakannya dalam mengatasi konflik dengan empat area ‘inner life’ dalam dirinya, antara lain: insting (keinginan atau kebutuhan); realitas; orang yang penting; dan hati nurani. Pada gangguan kepribadian yang menggunakan mekanisme pertahanan yang sangat efektif, kecemasan dan depresi tidak akan terlihat. Inilah sebabnya upaya mengubah perilaku dan menghilangkan mekanisme pertahanan ini pada orang dengan kepribadian akan sangat sukar, karena kecemasan dan depresi tadi akan timbul.1,2 2.3. Gangguan Kepribadian Histrionik Secara harfiah, kata histrionic berasal dari bahasa latin, yaitu "histrionicus" yang berarti “pertaining to be an actor”. Penanda utama dari gangguan kepribadian histrionik adalah dramatisasi diri yang menyebar dan berlebihan, emosionalitas yang berlebihan, dan mencari perhatian. Dibalik itu semua, para penderita seringnya tidak dapat mempertahankan hubungan yang dalam dan bertahan lama. Gangguan kepribadian ini cenderung terjadi di kalangan orang-

12

orang yang mengalami perpisahan dengan pasangannya dan dihubungkan dengan depresi serta kesehatan fisik yang buruk.5,6 Secara sadar, pasien histrionik ingin terlihat sebagai orang yang atraktif, menawan, hangat, intuitif, sensitive, dan murah hati. Selain itu, pasien ini juga tampak ekshibisionis, mencari perhatian, menggoda, manipulatif, dan sering berdramatisasi berlebih, mudah terluka, tidak memikirkan perasaan orang lain, dan merengek dengan episode-episode tangisan atau kemarahannya. Pasien ini memiliki kapasitas untuk mengalami suatu keadaan emosional setelah keadaan yang lain pada waktu yang sangat cepat. Dapat dikatakan, pengalaman afektivitas mereka itu mirip dengan anak kecil yang dapat secara cepat berganti dari tertawa menjadi menangis.5,6 Pasien histrionik menunjukkan dirinya terhadap dunia dalam tiga domain. Pertama adalah ‘dramatik’, antara lain ekshibisionis, berlebih-lebihan, labil secara emosional, sangat bersemangat, dan sangat murah hati. Yang kedua adalah ‘manipulatif’ yang mana dunia interpersonalnya dikendalikan dan gratifikasi diambil dari sana, seperti mencari perhatian, tidak memilih-milih dalam hal bersosial, suka menuntut, mudah terluka, tidak memikirkan yang lain, dan dependen. Yang ketiga adalah yang berhubungan dengan aspek ‘fungsi ego’, biasanya pasien histrionik sering impulsif, menyebar, tidak teratur, mudah bosan, jarang tepat waktu, dan sulit untuk dipercaya.5,6 Mereka cenderung memperbesar pikiran dan perasaan mereka, membuat segalanya terdengar lebih penting dibandingkan kenyataannya. Perilaku menggoda sering ditemukan baik pada pria maupun wanita. Mereka mungkin berpikir bahwa dengan melakukan impuls seksual mereka, mereka dapat menentramkan diri mereka bahwa mereka menarik bagi jenis kelamin yang lain. 3

2.3.1. Definisi Gangguan kepribadian histrionik didefinisikan sebagai pola perilaku berupa emosionalitas berlebih dan menarik perhatian, bersifat pervasif, berawal sejak usia dewasa muda.2

13

2.3.2.

Epidemiologi dan Komorbiditas

Menurut DSM-IV-TR, data terbatas dari studi pada populasi umum menunjukkan prevalensi sekitar 2 hingga 3%. Tingkat sekitar 10 hingga 15% telah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan terapi kesehatan mental. Gangguan kepribadian ini lebih sering dijumpai pada perempuan daripada pada laki-laki. Beberapa studi menemukan adanya hubungan gangguan kepribadian ini dengan gangguan somatisasi dan gangguan penggunaan alkohol. Gangguan yang paling sering menyertainya ialah gangguan kepribadian narsisistik, ambang, antisosial dan dependen. Suatu studi menyebutkan bahwa gangguan kepribadian ini berhubungan kuat dengan perilaku merokok yang tergantung nikotin, baik sekarang

ataupun

dulu.

Pasien

histrionik

mungkin

memiliki

disfungsi

psikoseksual; wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami impoten.1-3,8 2.3.3.

Etiologi

Selain genetik, teori psikoanalisa berpendapat bahwa emosionalitas dan ketidaksenonohan perilaku secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orangtua, terutama ayah kepada anak perempuannya. Sedangkan ekspresi emosi yang berlebihan dipandang sebagai simtom-simtom konflik tersembunyi tersebut dan kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu harga diri yang rendah.5 2.3.4. Karakteristik Kepribadian Histrionik a. Dramatisasi diri Gaya berbicara, tampilan fisik, dan tingkah umum pasien ini adalah dramatik dan ekshibisionistik. Pola berbahasanya condong pada penggunaan kata-kata superlatif. Pasien sering melebih-lebihkan supaya mendramatisasi suatu hal dan tidak peduli tentang kebenaran jika suatu distorsi lebih baik dalam menyertai dramanya. Pasien ini sering kali atraktif dan terlihat lebih muda daripada usia mereka. Pada kedua jenis kelamin, tedapat ketertarikan gaya

14

dan fashion yang kuat. Wanita sering mendramatisir femininitas sedangkan pria mendramatisir maskulinitas.6 b. Emosionalitas Meskipun pasien histrionik kesulitan merasakan perasaan cinta dan keintiman yang mendalam, tampilan luarnya cukup bertolak belakang. Pasien ini sangat menarik dan berhubungan dengan orang lain dengan penuh kehangatan, meskipun emosinya labil dan mudah berubah-ubah. Ia menganggap remeh hubungan, meskipun sebenarnya ia merasa nyaman. Pada suatu hubungan dimana pasien tidak mendapatkan kontak emosi, dia merasakan penolakan dan kegagalan dan sering menyalahkan individu lain dan menunjukkan kekecewaan yang nyata yang dapat berlanjut menjadi depresi atau kemarahan yang dapat diekspresikan sebagai temper tantrum. Hubungan dengan pasien ini dapat berubah dnegan cepat, dari mencintai orang menjadi membencinya sebagaimana pada anak-anak yang dapat berpindah dari menangis menjadi tertawa dalam jangka waktu yang singkat.6 c. Merangsang Pasien ini menciptakan kesan dengan menggunakan tubuh sebagai ekspresi cinta, tapi ini hanyalah capaian hasrat untuk dianggap diterima, dikagumi dan dilindungi daripada untuk merasakan keintiman ataupun hasrat seksual. Pasien akan berespon secara antagonis kompetitif apabila terdapat orang lain yang memakai peralatan yang sama untuk mendapatkan perhatian.6 d. Dependen Pasien pria lebih sering menunjukkan perilaku pseudo-independen, yang mana dapat dikenali sebagai suatu pertahanan karena respon emosional akan ketakutan atau kemarahan yang berlebihan. Sedangkan pasien wanita menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat bergantung dan tidak berdaya, yang mengharapkan dokter akan memandunya pada tiap tindakannya. Ia juga posesif dalam berhubungan. Pasien ini membutuhkan perhatian yang besar dari sekelilingnya dan tidak mampu menghibur dirinya sendiri. Kebosanan merupakan masalah konstan bagi pasien ini karena mereka menganggap diri mereka membosankan.6

15

Tabel 2. Kepribadian Histrionik: Domain Fungsional dan Struktural 5

e. Sugestibel Meskipun sugestibel, pasien kadang hanya sugestibel terhadap sugesti-sugesti yang ia anggap benar.6 f. Masalah pernikahan dan seksual Pada pasien wanita ia mungkin dapat mengalami anorgasmik dan pria cenderung mengalami impotent.6 g. Gangguan somatik Keluhan somatic melibatkan sistem organ multipel biasanya dimulai pada saat kehidupan remaja pasien dan berlanjut sepanjang hidup. Simtom secara

16

dramatis digambarkan dan meliputi sakit kepala, nyeri punggung, gejala konversi, dan pada wanita sering dengan nyeri panggul dan gangguan menstruasi.6 2.3.5.

Pedoman Diagnostik

Kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian histrionik menurut DSM-IV-TR ditampilkan pada tabel berikut ini:1 Tabel 3. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Untuk Gangguan Kepribadian Histrionik1 Suatu pola pervasif dalam mencari perhatian dan emosionalitas yang berlebihan, yang dimulai pada saat awal usia dewasa dan hadir dalam berbagai konteks seperti yang ditunjukkan dari lima (atau lebih) konteks berikut: 1. Tidak merasa nyaman pada situasi dimana ia bukanlah pusat perhatian 2. Interaksi dengan yang lain sering ditandai dengan perilaku seduktif dan provokatif secara seksual yang tidak sesuai 3. Menunjukkan pergantian emosi yang sangat cepat dan ekspresi emosi yang dangkal 4. Secara konsisten menggunakan penampilan fisik untuk menggambarkan perhatian terhadap dirinya 5. Memiliki gaya berbicara yang sangat impresionistik dan kurang detail 6. Menunjukkan dramatisasi diri, teatrikal, dan ekspresi emosi yang berlebihan 7. Sugestibel, sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain 8. Menganggap hubungan lebih intim daripada yang sebenarnya Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric 2000.  Association; Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri: Adapun berdasarkan PPDGJ-III, diagnosis gangguan kepribadian a) Ekspresi yangpedoman dibuat-buat (self dramatization) seperti bersandiwara histrionik dapat emosi mengikuti berikut: (theariticality) yang dibesar-besarkan (exaggerated) b) Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan c) Keadaan afektif yang dangkal dan labil d) Terus-menerus mencari kegairahan (excitement). Penghargaan (appreation) dari orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian e) Penampilan atau perilaku ”merangsang” (seductive) yang tidak memadai

17

Gambar 1. Pedoman diagnosis gangguan kepribadian histrionik.10 2.3.6.

Diagnosis Banding

Membedakan antara gangguan kepribadian histrionik dan gangguan kepribadian ambang sedikit sulit, namun, pada gangguan kepribadian ambang, percobaan bunuh diri, gangguan identitas dan episode-episode psikotik lebih terlihat. Meskipun keduanya dapat didiagnosis pada pasien yang sama, dokter tetap harus menegakkan keduanya. Gangguan somatisasi (sekarang dikenal dengan gangguan somatoform) sering dihubungkan dengan gangguan kepribadian histrionik. Pasien dengan gangguan psikotik ringan dan gangguan disosiatif dapat meyertai diagnosis gangguan kepribadian histrionik.1,2 2.3.7.

Prognosis

Sejalan dengan usia, orang dengan gangguan kepribadian histrionik menunjukkan gejala yang lebih sedikit, karena mereka kekurangan energy pada tahun-tahun awal, perbedaan jumlah gejala lebih tampak daripada kenyataannya. Pasien umumnya mencari sensasi, dan mereka mungkin dapat bermasalah dengan hokum, penyalahgunaan zat, dan bertingkah kacau.

2.3.8. 2.3.8.1.

Terapi Psikoterapi

Pasien dengan gangguan kepribadian ini sering tidak menyadari tentang perasaannya yang sesungguhnya; oleh sebab itu mereka perlu dibantu untuk

18

mengenali dan mengklarifikasi persaan mereka yang sesungguhnya. Psikoterapi yang berorientasi dengan psikoanalitik, baik secara kelompok ataupun individu, mungkin merupakan pilihan terapi yang cocok untuk pasien dengan gangguan kepribadian histrionik.1,2 2.3.8.2. Farmakoterapi Farmakoterapi dapat diberikan sebagai tambahan ketika simtom-simtom yang ada dijadikan sebagai target pengobatan (misalkan: penggunaan antidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat antiansietas untuk kecemasan, dan obat antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi).1,2

BAB 3 KESIMPULAN

19

Dalam psikiatri, sekitar setengah pasien psikiatrik yang mendapatkan terapi kesehatan mental menderita gangguan kepribadian, yang seringnya berkomorbiditas dengan kondisi Aksis I.3,4 Berbagai survei mendokumentasikan bahwa gangguan kepribadian mempengaruhi sejumlah persentase populasi umum yang signifikan, dengan prevalensi diperkirakan sekitar 10%-13%.4 Gangguan kepribadian mewakili suatu beban yang menyusahkan bagi masyarakat. Pada seorang individu dengan gangguan kepribadian, terjadi disfungsi dalam hubungan keluarga, pekerjaan, dan fungsi sosial. Orang dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan diri sendiri yang bersifat berakar mendalam tidak fleksibel dan bersifat maladaptif. Lebih lanjut lagi, gangguan kepribadian dapat pula berkaitan dengan tindakan kriminal, penyalahgunaan zat, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, perceraian, problem pemeliharaan anak, dan sering datang ke klinik gawat darurat. Gangguan kepribadian juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berbagai kelainan psikiatrik, termasuk gangguan mood, gangguan pengendalian rangsang, gangguan makan, dan juga gangguan kecemasan.2-4 Beberapa studi menemukan adanya hubungan gangguan kepribadian ini dengan gangguan somatisasi dan gangguan penggunaan alkohol. Pasien histrionik mungkin memiliki disfungsi psikoseksual; wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami impotent.1-3 Pasien dengan gangguan kepribadian ini sering tidak menyadari tentang perasaannya yang sesungguhnya; oleh sebab itu mereka perlu dibantu untuk mengenali dan mengklarifikasi persaan mereka yang sesungguhnya. Psikoterapi yang berorientasi dengan psikoanalitik, baik secara kelompok ataupun individu, mungkin merupakan pilihan terapi yang cocok untuk pasien dengan gangguan kepribadian histrionik.1,2

DAFTAR PUSTAKA

20

1.

Sadock BJ, Sadock VA, 2007. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry, 10th ed. Philadelphia:

2.

Lippincott Williams and Wilkins. Puri, BK., Laking PJ, dan Treasaden IH, 2011. Buku Ajar Psikiatri

3.

Edisi 2. Jakarta: EGC. Sadock BJ,

Sadock

VA,

2000.

Kaplan

and

Sadock’s

Comprehensive Textbook of Psychiatry, 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 4. Martin A, Volkmar FR, 2007. Lewis's Child and Adolescent Psychiatry: A Comprehensive Textbook, 4th Edition .Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 5. Millon T, Grossman S, Millon C, Meagher S, dan Ramnath R, 2004. Personality Disorders in Modern Life Second Edition. New Jersey: 6.

John Wiley & Sons, Inc. MacKinnon RA, MMichels R, dan Buckley PJ, 2009. The Psychiatric Interview in Clinical Practice. Virginia: American Psychiatric

7.

Publishing. Andri

AAAA,

Kusumawardhani.

Neurobiologi

Gangguan

Kepribadian Ambang: Pendekatan Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. 8.

Majalah Kedokteran Indonesia, 2007; 57(4). Zvolensky MJ, Jenkins EF, Johnson KA, Goodwin RD. Personality Disorders and Cigarette Smoking among Adults in the United States. J

Psychiatr Res. 2011 June ; 45(6): 835–841. 9. Tyrer P, Mulder R, Crawford M, Newton-Howes G, Simonsen E, Ndetei D, Koldobsky N, Fossati A, Mbatia J, Barrett B. Personality disorder: a new global perspective. World Psychiatry 2010;9:56-60. 10. Maslim R, 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Related Documents


More Documents from "Andini"