Hematopneumotoraks

  • Uploaded by: Grace Rani
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hematopneumotoraks as PDF for free.

More details

  • Words: 3,607
  • Pages: 29
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN Hemopneumotoraks adalah istilah kedokteran yang menggambarkan kombinasi dari dua kondisi: pneumotoraks, atau adanya udara di dalam kavitas pleura, dan hemotoraks, atau adanya darah di dalam kavitas pleura.1 Hemopneumotoraks merupakan pneumotoraks yang jarang terjadi, namun amat mengancam nyawa karena cepat menyebabkan kolapsnya pernafasan dan hilangnya volume darah karena masuk ke dalam rongga pleura. Ini merupakan salah satu penyebab pasien memiliki tanda-tanda hipovolemia yang signifikan.1 Antara 80-100% pasien dengan hemopneumotoraks muncul dengan episode awal dari pneumotoraks, sementara itu 10-12% muncul dengan pneumotoraks berulang, dan 10% telah memiliki penumotoraks kontralateral sebelumnya.1 Hemotoraks, pneumotoraks, atau keduanya dapat terjadi jika dinding toraks mengalami cedera atau trauma. Untuk memahami kondisi ini, perlu untuk memahami peran penting dari rongga pleura terlebih dahulu. Rongga pleura terletak secara anatomi di antara membran visceral (membran yang melekat pada paru) dan membran parietal (membran yang melekat pada dinding dada). Rongga pleura mengandung cairan pleura. Cairan tersebut memegang membran visceral dan parietal secara bersamaan melalui tegangan permukaan. Karena kondisi tersebut, ketika otot interkostal menggerakkan tulang rusuk ke arah luar, paru akan tertarik keluar, menyebabkan penurunan tekanan di dalam paru dan menarik udara untuk masuk ke dalam bronkus saat kita mengambil nafas. Rongga pleura dipertahankan konstan dengan tekanan negatif. 2 Jika dinding dada dan rongga pleura mengalami trauma atau tusukan, darah, udara, atau keduanya dapat memasuki rongga pleura. Udara atau darah masuk ke dalam rongga pleura untuk menyeimbangkan tekanan atmosfer. Akibatnya, aliran cairan terganggu dan kedua membran tidak saling melekat. Ketika tulang rusuk bergerak ke arah luar, paru tak dapat tertarik ke arah luar, sehingga paru tak bisa mengembang dan tekanan di dalam paru tidak pernah

1

turun. Tidak adanya penurunan tekanan dalam paru menyebabkan udara tak bisa masuk ke dalam bronkus, sehingga timbul gangguan respirasi. Paru yang rongga pleuranya mengalami cidera akan kolaps atau mengecil.2 Berikut ini akan dibahas suatu tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang rehabilitasi medik pada pasien hemopneumotoraks.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Hemotoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Sumber perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar, paling sering berasal dari arteri intercostalis dan arteri mammaria interna. Hemopneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat darah dan udara di rongga pleura.3 2. Anatomi Sistem Respiratorius a. Dinding Toraks Dinding toraks terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka dinding toraks membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa organ rongga abdomen. Kerangka toraks terdiri dari vertebra thoracica dan discus intervertebralis, costae dan cartilago costalis, serta sternum. Beberapa otot pernafasan yang melekat pada dinding dada antara lain: a. Otot-otot inspirasi: M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior superior, dan M scalenus. b. Otot-otot ekspirasi: M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior inferior, M. subcostalis. 4

3

4

b. Traktus Respiratorius Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring, trakea, bronkus (primarius, sekundus, dan tertius), bronkiolus, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus. Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior). Masing-masing paru diliputi oleh sebuah kantung pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-paru termasuk permukaannya dalam fisuran sementara pleura parietalis melekat pada dinding toraks, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi sedikit cairan pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernafasan.4

5

3.

Fisiologi Sistem Respiratorius Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan

paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor torakal dan abdominal. Faktor torakal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke 6

alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.1 Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari paru-paru ke atmosfer.1 4. Kelainan Paru a. Kelainan Paru Obstruktif Obstruksi adalah gangguan saluran pernapasan baik struktural (anatomis)/fungsional yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Kelainan ini dapat diketahui/deteksi dengan:  Pemeriksaan fisik (auskultasi dijumpai ekspirasi memanjang atau lebih dari 3 detik.  Spirometri (VCR ≥ 80% dan FEV1R ≤ 70%)  Pemeriksaan dengan peak flow rate (PFR) rendah  Gambaran flow volume curve (kurva melandai dan memanjang)  Pengukuran volume statik paru (VR, KPT, KRF semuanya memanjang) Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada keadaan:  Kelainan intraluminer (lumen bronki normal tetapi dijumpai massa dalam lumen tersebut misalnya tumor, benda asing, sekret).  Lumen bronki yang menebal (misalnya asma, bronkitis kronis, perokok).  Pada emfisema. Sebenarnya disini tidak ada obstruksi tetapi jaringan 7

penyangga yang berkurang, maka akan memudahkan kolapsnya jalan napas sehingga bila makin kuat penderita melakukan ekspirasi lumen semakin tertutup.pada emfisema, alveolus saling bergabung sehingga terjadi obstruksi relatif karena udara dalam alveoli yang menjadi besar harus keluar saluran napas/bronkiolus yang besarnya tetap (fenomena sedotan minum) b. Kelainan Paru Restriktif Restriktif adalah gangguan pengembangan paru dengan deteksi sebagai berikut:  Semua volume statis paru mengecil yaitu kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (KPT), volume residu (VR), volume cadangan ekspirasi (VCE), kapasitas residu fungsional (KRF).  Vital Capacity Ratio (VCR) ≤ 80% dan FEV1R ≥ 70%. 

Gambaran flow volume loop sama dengan normal hanya ukurannya lebih kecil.

 Pada kelainan restriktif paru menjadi kaku sehingga daya tarik ke dalam lebih besar maka dinding dada mengecil, costa/iga menyempit dan volume paru mengecil. Kelainan restriktif paru dapat dijumpai pada keaadan berikut:  Kelainan Parenkim Paru o Tumor paru o Pneumonia (karena infiltrasi sel radang dan alveoli terisi cairan) o Abses paru o Atelektasis o Kelainan fibrosis

8

o Kelainan paru fibrosis o TB paru o Pneumokoniasis (asbestosis, silikosis) o Penyakit kolagen (reumatoid arthtritis, scleroderma, SLE, sarkoidosis) o Penyakit interstitial paru  Kelainan Pleura o Efusi pleura o Pneumotoraks o Pleuritis sicca/schwarte o Tumor pleura  Kelainan dinding dada/tulang o Fraktur costa o Obesitas o Peklus akskavatus o Skoliosis, kifosis/Gibbus  Kelainan neuromuskular (miasthenia gravis) 

Kelainan mediastinum (kardiomegali, tumor mediastinum, efusi perikardial)

 Kelainan diafragma (hernia diafragma, parese diafragma,asites, kehamilan).5 5. Etiologi 9

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan dasar etiologinya seperti Spontan pneumotoraks, dibagi menjadi 2 yaitu, spontan pneumotoraks primer (primary

spontaneous

pneumothorax),

spontan

pneumotoraks

sekunder

(secondary spontaneous pneumothorax), pneumotoraks trauma, dan iatrogenik pneumotoraks. Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hematothorax dapat juga terjadi pada pasien yang memiliki: -

Sebuah cacat pembekuan darah

-

Trauma tumpul dada

-

Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark)

-

Kanker paru-paru atau pleura

-

Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paruparu )

-

Penempatan dari kateter vena sentral

-

Operasi jantung

-

Tuberkulosis

6. Patofisiologi Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh trauma yang secara langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh benda tajam seperti pisau,atau pedang, dan juga bisa disebabkan oleh benda tumpul. Mekanisme

terjadinya

pneumotoraks

trauma

tumpul,

akibat

terjadinya

peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak, sehingga menyebabkan alveolar menjadi ruptur akibat kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul tersebut, pecahnya alveolar akan menyebabkan udara menumpuk pada pleura visceral, menumpuknya udara terus menerus akan menyebabkan pleura visceral rupture atau robek sehingga menimbulkan pneumotoraks.6 Mekanisme terjadinya hemopneumotoraks pada trauma tajam disebabkan

10

oleh penetrasi benda tajam pada dinding dada dan merobek pleura visceral dan pleura parietal sehingga sumber perdarahan yang umumnya berasal dari A. Interkostalis dan A. Mamaria interna serta udara masuk melalui luka ke dalam rongga pleura sehingga terjadi hemopneumotoraks.2 7. Diagnosis a. Pemeriksaan Fisik Pada anamnesis pasien secara spontan mengeluhkan nyeri dada dan sesak napas yang muncul tiba-tiba. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sesak napas, takipneu, takikardia, pergerakan dada yang asimetris, sonor, hipersonor, atau redup pada saat auskultasi, dan menurun atau menghilangnya suara napas pada paru yang mengalami pneumotoraks. Dapat ditemukan krepitasi. Dan tanda dan gejala lanjut yang terjadi seperti, penurunan kesadaran,

deviasi

trakea

kearah kontralateral, hipotensi, adanya distensi dari vena leher, sianosis. Kadang dapat ditemukan gejala anemia atau syok hipovolemik akibat hemotoraks.7 b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto rontgen thoraks untuk melihat gambaran darah dan udara pada rongga pleura. Pada foto rontgen thoraks juga dapat ditemukan pergeseran mediastinum dan fraktur iga bila hemopneumotoraks disebabkan oleh trauma. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dilakukan untuk melihat apakah pasien mengalami anemia.7 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey). Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah:

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan

diagnostik,

penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan). Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergensi. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan

11

penyelamatan nyawa. Algoritma:  Pneumotoraks <30% atau hematotoraks ringan (300cc) → terapi konservatif, observasi  Pneumotoraks >30% atau hematotoraks sedang (300-800cc) → drainase cavum pleura dengan WSD  Pneumotoraks residif lebih dari dua kali, pertimbangkan torakotomi  Hematotoraks masif (> 800cc atau 5cc/ kg per jam) → torakotomi  Fraktur iga segmental dan multiple tanpa distress napas → konservatif.8 a. Pembedahan Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):  Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah kejadian trauma.  Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut  Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut  Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:  ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut  ≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut  ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam I.

Tube thoracostomy Tube thoracostomy yakni dengan memasukkan alat drainase ke dalam dada melalui insisi yang dibuat diantara tulang rusuk dan spasium interkostalis. Chest tube harus dimasukkan untuk mendrainase darah dan udara dari rongga pleura, sehingga rongga pleura dapat kembali ke kondisi bertekanan negatif dan berfungsi secara normal.8 a) Water Seal Drainage

12

Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara dan/atau cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura/lubrikan. WSD mengalirkan/mendrainase udara

atau

cairan

dari

rongga

pleura

untuk mempertahankan

tekanan negatif rongga tersebut.

Pemasangan Chest Tube

13 Jenis-Jenis WSD

II.

Thorakotomi Thorakotomi dilakukan pada 10% pasien trauma dada. Trauma yang berpenetrasi sering menyebabkan pendarahan arterial yang menyebabkan butuh dilakukan tindakan pembedahan. Umumnya, pembedahan perlu dilakukan untuk menutup bekas trauma yang menyebabkan darah dan udara masuk ke rongga pleura (contoh: luka tusuk, fraktur tulang rusuk).8

b. Program Rehabilitasi Medik I.

Chest Therapy Chest therapy adalah salah satu terapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Chest therapy sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Tujuan pokok chest therapy pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus, mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Kontra indikasi chest therapy dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang

14

iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.9 a) Latihan Napas/Breathing Exercise Pasien penyakit paru akut dan kronik perlu diajarkan untuk mengontrol aktifitas pernafasannya untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerja respirasi. Breathing exercise didesain untuk memperbaiki fungsi otot-otot respirasi, meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi. Exercise aktive ROM pada shoulder dan trunk akan membantu ekspansi toraks, memfasilitasi deep breathing dan sering digunakan untuk menstimulasi reflex batuk. Breathing exercise adalah bagian dari program treatment yang didesain untuk meningkatkan status pulmonal, endurance dan fungsi ADL. Tergantung pada problem klinik pasien, breathing exercise sering dikombinasikan dengan pengobatan, postural drainage, penggunaan alatalat respirasi terapi, dan program conditioning. Indikasi Breathing Exercise 1. Penyakit paru akut atau kronis a. Penyakit paru obstruktif kronis b. Pneumonia c. Atelectasis d. Emboli pulmo e. Gangguan respirasi akut. 2. Nyeri pada area toraks dan abdomen setelah pembedahan atau trauma. 3. Obstruksi jalan nafas akibat bronchospasme atau menahan sekresi. 4. Penyakit CNS yang mengarah kepada kelemahan otot : a. High spinal cord injury. 15

b. Myophatic progresif akut dan kronik atau penyakit nurophatic. 5. Abnormalitas orthopedic berat yang mempengaruhi fungsi respirasi seperti scoliosis dan kiposis. 6. Penanganan stress. Tujuan Breathing Exercise a. Meningkatkan ventilasi. b. Meningkatkan efektifitas mekanisme batuk. c. Mencegah atelektasis d. Meningkatkan kekuatan, daya tahan dan koordinasi otot-otot respirasi. e. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine. f. Koreksi pola-pola nafas yang tidak efisien dan abnormal. g. Meningkatkan relaksasi. h. Mengajarkan pasien bagaimana melakukan tindakan bila terjadi gangguan nafas Jenis-Jenis Breathing Exercise 1. Diaphragmatic Breathing

16

Diberikan pada penderita gangguan respirasi yang sedang mengalami serangan sesak nafas. Contoh : penderita asma yang sedang kambuh. Pada saat serangan asma, otot nafas atas akan mengalami kekelahan karena bekerja keras untuk bernafas. Maka perlu diistirahatkan agar sesak tidak bertambah. Oleh karena itu penggunaan teknik ini akan membantu mengurangi serangan sesak.

Prosedur: 1) Bernafas dengan perut. 2) Dada dan bahu harus rileks. 3) Saat inspirasi, kembungkan perut. 4) Saat ekspirasi, kempiskan perut. 5) Terapis mengontrol dengan memegang perut dan dada pasien. Yang harus bergerak hanya perut, dada harus diam. 2. Segmental Breathing a. Lateral costal expansion b. Posterior basal expansion c. Right middle lobe d. Pursed lip breathing Diberikan pada pasien yang sedang tidak mengalami serangan sesaknafas. Contohnya: penderita asma yang sedang tidak kambuh. Prosedur:

17

1)Posisi 2)

Pasien

pasien tarik

nafas

melalui

hidung

rileks. dan

tahan

2-3

detik.

3) Lalu pasien diminta menghembuskan nafas lewat mulut (mulut dimonyongkan)

selama

6-8

detik.10

b) Postural Drainase

18

Merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam

sebelum

tidur

pada

malam

hari.

PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating.9 c) Clapping/Perkusi

19

Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuan melepaskan sekret yang tertahan atau melekat pada bronkus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk kedua tangan deperti mangkok. Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.9 d) Vibrating/Tapping/Tapotage

20

Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Sesama postural drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan nafas yang besar sedangkan

perkusi

melepaskan/melonggarkan

sekret.

Vibrasi

dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar. Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis.9 e) Batuk Efektif

21

Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan merangsang terbukanya sistem kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkan volume paru, dan memfasilitasi pembersihan saluran napas. Manfaat batuk efektif adalah untuk mengeluarkan sekret yang menyumbat jalan nafas dan memperingan keluhan saat terjadi sesak nafas pada penderita jantung. Batuk efektif dilakukan pada pasien seperti COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma, chest infection, pasien bedrest atau post operasi. Batuk yang tidak efektif dapat menyebabkan kolaps saluran napas, ruptur dinding alveoli, dan pneumotoraks. Cara Batuk Efektif 1. Tarik nafas dalam 4-5 kali 2. Pada tarikan selanjutnya nafas ditahan selama 1-2 detik 3. Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukan dengan kuat 4.

Lakukan empat kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan

5. Perhatikan kondisi penderita.9

22

23

BAB III LAPORAN KASUS 1. Identitas Nama

: Tn.LI

TTL/ Umur

:13April 1984 / 32 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tompaso Baru

Agama

: Kristen Protestan

Suku

: Minahasa

Pekerjaan

: Buruh bangunan

Tanggal pemeriksaan : 19 Desember 2016 2. Anamnesis a.

Keluhan utama Sesak dan nyeri dada kanan.

b.

Riwayat Penyakit Sekarang Sesak dan nyeri dada kanan dialami ± 9 hari yang lalu. Awalnya pasien mengalami luka tusuk pada dada kanan. Pasien telah dilakukan pemasangan slang pada dada kanan dan sesak mulai berkurang. Pasien saat ini bisa duduk sendiri di tempat tidur tapi kadang sesak saat melakukan aktifitas. Demam (-), sakit saat napas (-).

c.

Riwayat Penyakit Dahulu (-) d. Riwayat Obat Yang Diminum (-) e. Riwayat Penyakit Keluarga (-) f. Riwayat Kebiasaan  Merokok sejak usia 15 tahun (+)  Alkohol (+) g. Riwayat Sosial Ekonomi

24

Pasien merupakan seorang buruh bangunan, pasien tinggal di Tompaso Baru. Penghasilan per bulan ± 3,6 juta rupiah. Pasien mempunyai 1 orang anak berusia 1 tahun. Biaya kesehatan ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial /BPJS. 3. Pemeriksaan Fisik a. Status Generalis Keadaan umum : Cukup Kesadaran

: Compos mentis Glasgow Coma Scale (GCS) : Eye4Motoric6 Verbal5

Tinggi Badan

: 162 cm

Berat Badan

: 59 kg

Body Mass Index: 59/(1,62 x 1,62) = 22,48 Kg/m2 (Normal) Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 98x/menit

Respirasi

: 24x/menit

Suhu

: 36,6 0C

Kepala

: Normosefal

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ Normal

Telinga

: Sekret tidak ada

Hidung

: Septum tidak ada deviasi, sekret tidak ada

Mulut

: Bibir tidak sianosis, lipatan nasolabial (+)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Toraks

: Bentuk simetris, retraksi tidak ada Inspeksi

: Bentuk simetris, retraksi tidak ada, tampak

luka operasi pada dada kanan, terpasang slang WSD. Palpasi Auskultasi

: stem fremitus kanan sedikit menurun : suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-),

Wheezing (-/-), suara napas ↓/N Cor

: Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

25

Abdomen

Perkusi

: batas-batas jantung normal

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II normal, bising (-)

: Inspeksi

: datar

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-)

Movement

: terbatas karena nyeri

Tabung WSD

: tampak

4. Pemeriksaan Penunjang  Foto rontgen toraks:

Bayangan berawan pada toraks, mediastinum terdorong ke kiri, dan tampak slang WSD terpasang pada hemitoraks dextra. Hasil laboratorium: Hematologi Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit

Nilai Rujukan 4000-10000 /μL 4,70-6,10 106/μL 11,5-16,5 g/dL 37,0-47,0 % 150-450 103/μL

Hasil 19600 /μL 4,93 106/μL 14,6 g/dL 43,2 % 329 103/μL

Interpretasi Meningkat Normal Normal Normal Normal

26

MCH MCHC MCV

27,0-35,0 pg 30,0-40,0 g/dL 80,0-100,0 fL

29,6 pg 33,8 g/dL 87,5 fL

Normal Normal Normal

5. Resume Laki-laki 32 tahun mengeluh sesak dan nyeri dada kanan datang dengan sesak dan nyeri dada kanan dialami ± 9 hari yang lalu. Awalnya pasien mengalami luka tusuk pada dada kanan 9 hari yang lalu. Pasien telah dilakukan pemasangan slang pada dada kanan dan sesak mulai berkurang. Pasien saat ini bisa duduk sendiri di tempat tidur tapi kadang sesak saat melakukan aktifitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak luka operasi pada dada kanan, terpasang slang WSD. Stem fremitus kanan sedikit menurun. Suara napas kanan menurun. Movement terbatas karena nyeri. 6. Diagnosis Hemopneumotoraks on WSD Hari ke-9 7. Problem Rehabilitasi  Sesak  Nyeri dada  Keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari 8. Penatalaksanaan Program Rehabilitasi Medik:

 Chest therapy, breathing exercise  Latihan batuk efektif  Latihan ROM ekstremitas superior dan inferior  Latihan berdiri di samping tempat tidur  Psikologi  Sosial medik 9. Prognosis Quo ad vitam

: Bonam 27

Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

28

1. Bowman JG. Pneumothorax, tension and traumatic. 2009. Cited on December 20,

2016. Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/827551-

overview. 2. ADAM Inc. Hemothorax. 2009. Cited on December 20, 2016. Available at http://www.healthscout.com/ency/1/000126.html. 3. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995. 4. Moore KL. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. 2002 5. Sirait M. Hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan porsea tahun 2010. 2010. Cited on December 20, 2016. Available at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17738/4/Chapter

%20II.pdf. 6. I Wayan Ade P. Identifikasi awal dan bantuan hidup dasar pada pneumotoraks. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2013. 7. Bell RM, Krantz BE. Initial assessment. In Mattox KL, Feliciano DV, Moore EE (eds): Trauma, 4th edition. New York, McGrawHill. 2000 8. IKABI. ATLS. American College of Surgeon 7th edition. 2004. 9. Lester MK. Airway-clearance therapy guidelines and implementation. Respir Care. 2009 Jun; 54(6): 733–753. 10. Vijai P. Diaphragmatic and pursed lip breathing. 2008. Cited on December 20, 2016. Available at http://www.mindpub.com/art574.htm.

29

Related Documents

Hematopneumotoraks
January 2021 1
Hematopneumotoraks
January 2021 3

More Documents from "Hemakanen Nair"

Hematopneumotoraks
January 2021 1
Ka Andal Pulau N
February 2021 1
Cartilla Timoteo Final
February 2021 0
Toolsnotesby.pdf
January 2021 2