Hipertensi Dan Tatalaksana Menurut Jnc 8

  • Uploaded by: keynechrista
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hipertensi Dan Tatalaksana Menurut Jnc 8 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,375
  • Pages: 22
Loading documents preview...
REFERAT Hipertensi dan Penatalaksanaannya menurut Joint National Committee (JNC) VIII

Pembimbing: dr. Febie Chriestya, Sp. PD, M.Sc.

Penyusun: Keyne Christa Monintja Angelina

2013-061-111 2013-061-112

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta Periode 26 Oktober – 9 Januari 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan refrat ini. Referat dengan judul “Hipertensi dan

Penatalaksanaannya menurut Joint National Committee (JNC) VIII” ini merupakan salah satu tugas pada kepaniteraan klinik penulis dalam Ilmu Penyakit Dalam di RS Atma Jaya, Jakarta.. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Febie Chriestya, Sp.PD, M.Sc sebagai pembimbing dalam referat ini yang telah meluangkan waktunya untuk menuntun penulis dalam penyusunan dan presentasi referat ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dan mendukung penulis dalam proses pembuatan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan. Karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan yang masih terdapat dalam referat ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat berguna untuk memperbaiki kekurangan dalam referat penulis di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia kedokteran dan menambah pengetahuan mengenai hipertensi dan penatalaksanaannya. Atas perhatian dan waktu yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 15 November 2015

Penulis

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................................i KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii DAFTAR TABEL ..............................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................v 2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................2 2.1 Definisi..............................................................................................................2 2.2 Etiologi..............................................................................................................2 2.3 Klasifikasi.........................................................................................................2 2.3 Faktor Risiko.....................................................................................................3 2.4 Patofisiologi......................................................................................................7 2.5 Diagnosis...........................................................................................................9 2.6 Tatalaksana......................................................................................................11 2.7 Komplikasi......................................................................................................17 BAB III KESIMPULAN...............................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................19

DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5

Halaman Klasifikasi hipertensi.........................................................................................2 Batasan kadar lipid dalam darah.......................................................................6 Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi awal...............................................11 Obat anti hipertensi beserta dosisnya..............................................................14 Strategi penggunaan obat anti hipertensi........................................................14

3

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4

Halaman Faktor risiko hipertensi.....................................................................................1 Patofisiologi hipertensi.....................................................................................7 Peran natrium dan kalium dalam patofisiologi hipertensi................................8 Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa...............................................13

4

5

BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum ditemukan dalam praktik pelayanan primer. Pada tahun 2008 terdapat 40% orang dewasa berusia 25 tahun ke atas yang tersebar di seluruh dunia, didiagnosis dengan hipertensi. Angka ini telah meningkat sejak tahun 1980 sebesar 600 juta hingga tahun 2008 mencapai 1 milyar.1 Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita hipertensi tahun 2008 yang berusia 25 tahun ke atas sebesar 41%. Angka ini menempati peringkat kedua tertinggi di daerah Asia Tenggara setelah negara Myanmar.2 Peningkatan prevalensi hipertensi dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi, usia, serta perilaku sebagai faktor risiko seperti diet tidak sehat, penggunaan alkohol yang membahayakan, kurangnya aktivitas fisik, berat badan yang berlebiha dan paparan terhadap stress secara persisten. Tingginya tekanan pada pembuluh darah menyebabkan jantung harus 1

bekerja lebih keras dalam usahanya untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Apabila kondisi ini tidak diatasi maka hipertensi dapat menuju pada serangan jantung, pembesaran jantung dan pada akhirnya kegagalan jantung. Tingginya tekanan pembuluh darah dapat juga menyebabkan darah bocor ke dalam otak, menjadi stroke. Hipertensi juga dapat menyebabkan kegagalan ginjal, kebutaan, ruptur tekanan darah, dan gangguan kognitif.1 Selama lebih dari 30 tahun terakhir telah dilakukan upaya dalam meningkatkan kesadaran, pencegahan, penatalaksanaan terhadap hipertensi mengingat kontribusi penyakit ini dalam angka kematian. Sejak publikasi pertama tahun 1997 lalu, kini di tahun 2013, kembali dipublikasikan sebuah pedoman penatalaksanaan hipertensi pada dewasa (2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults, Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)) yang dibuat oleh para ahli berdasarkan systemtic review dan uji klinis.,. Pedoman ini menyediakan pendekatan berbasis bukti dalam rekomendasi, target serta terapi penatalaksanaan hipertensi pada dewasa yang sesuai bagi petugas pelayanan primer.3 Oleh karena itu, dalam referat ini akan dibahas mengenai hipertensi serta butir-butir rekomendasi pengelolaan penyakit hipertensi yang tercantum dalam JNC 8, sebagai upaya pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan sesuai standar kompetensi dokter pelayanan primer.

BAB II 1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.4 2.2 Etiologi Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetik dan interaksi lingkungan.5 Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan adrenal,penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik, endokrin, dan obat-obatan.4 2.3 Klasifikasi Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih kunjungan pasien rawat jalan.6 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.

Klasifikasi Normal Pre-hipertensi Hipertensi tingkat 1 Hipertensi tingkat 2

Tekanan darah sistolik

Tekanan darah

(mmHg) < 120 120 – 139 140 –159 ≥ 160

diastolik (mmHg) dan < 80 atau 80 -89 atau 90 – 99 atau ≥ 100

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi4

2.4 Faktor risiko Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko berkembangnya hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang mengandung banyak garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan alkohol hingga di tingkat yang membahayakan, kurangnya aktivitas disik, serta pengelolaan stress yang rendah. Gaya hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pekerjaan dan kehidupan individu.1 2

Faktor sosial • Globalisa si • Urbanisas i • Usia • Pendapat an • Pendidika n

Gaya hidup • Diet tidak sehat • Rokok • Alkohol • Kurangny a aktivitas

Metaboli k • Tekanan darah tinggi • Obesitas • Diabetes • Peningkat an kadar lemak darah

Gambar 1. Faktor risiko hipertensi1

Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor yang dapat dan tidak dapat dikendalikan. I.

Faktor yang tidak dapat dikendalikan a. Usia Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian Hasurungan pada lansia menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97 kaliMeskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 65 tahun. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku.7,8 b. Jenis Kelamin Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria 3

lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi dari pada wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.7 c. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan risiko kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan anaknya menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah satu dari orang tuanya yang menderita hipertensi maka kemungkinan anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.8 d. Genetik Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul manifestasi klinis.8 II.

Faktor yang dapat dikendalikan a. Kebiasaan Merokok Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap maka kejadian hipertensi akan semakin meningkat. Seseorang yang menghisap lebih dari satu pak rokok sehari meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2 kali lipat daripada mereka yang tidak. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Selain itu merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot jantung. Merokok pada penderta hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.9 b. Konsumsi Garam Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam

patogenesis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari akan mengurangi risiko kejadian hipertensi, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari 4

prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.9 c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.9,10 d. Olahraga Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.10 e. Psikososial dan stress Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus maka tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.10 f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga meningkatkan tekanan darah.10

5

Komponen Lipid Kolesterol total

Kolesterol LDL

Kolesterol HDL Trigliserida

Batasan (mg/dl) <200 200-239 >240 <100 100-129 130-159 160-189 >190 <40 >60 <150 150-199 200-499 >500

Klasifikasi Yang diinginkan Batas tinggi Tinggi Optimal Mendekati optimal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi Rendah Tinggi Normal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi

Tabel 2. Batasan kadar lipid dalam darah10

g. Obesitas Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan indeks massa tubuh berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak menyebabkan hipertensi, namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Orang dengan obesitas memiliki risiko 5 kali lipat lebihbesar untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dengan berat badan yang normal. .Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.10 2.5 Patofisiologi \

Gambar 2. Patofisiologi hipertensi11

6

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan resistensi vaskular (peripheral vascular resistance). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.11 Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. 11 Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output.11 Gambar 3. Peran natrium dan kalium dalam patofisiologi hipertensi 12

2.6 Diagnosis Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan: 1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi. 2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan. 3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.13 Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.10 2.6.1

Anamnesis Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,

riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran

7

tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang di kontrolateralnya.10 2.6.2

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan

tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan dianjurkan pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri sehingga dapat mengevaluasi hipotensi postural. Pasien yang berusia kurang dari 30 tahun sebaiknya juga diukur tekanan arterinya di ekstremitas bawah, setidaknya satu kali. Laju nadi juga dicatat.6 Palpasi leher dilakukan untuk meraba pembesaran tiroid dan penilaian terhadap tanda hipo- atau hipertiroid serta memeriksa adanya distensi vena. Pemeriksaan pembuluh darah dapat menggambarkan penyakit pembuluh darah dan sebaiknya mencakup funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis dan arteri femoralis serta palpasi pada pulsasi femoralis dan kaki. Retina merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa secara langsung. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi dan penyakit aterosklerosis, terjadi perubahan progresif pada pemeriksaan funduskopi, yaitu adanya peningkatan refleks cahaya arteriol, defek pertukaran arteriovenosus, hemoragik, eksudat, dann pada pasien dengan hipertensi maligna dapat ditemukan papiledema. 6 Pemeriksaan pada jantung dapat menunjukkan abnormalitas dari laju dan ritme jantung, peningkatan ukuran, heave perikordial, murmur serta bunyi jantung ketiga dan keempat. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis yang membesar dan bergeser ke lateral. Pemeriksaan paru dapat ditemukan rhonki basah halus dan tanda bronkospasme.Pemeriksaan abdomen untuk menemukan adanya bruit renal atau abdominal, pembesaran ginjal atau adanya pulsasi aorta yang abnormal. Bruit abdomen, khususnya bruit yang lateralisasi dan melebar sepanjang sistol ke diastol, meningkatkan kemungkinan adanya hipertensi renovaskular. Dilakukan juga pemeriksaan pada ekstremitas untuk mengevaluasi edema atau hilangnya pulsasi arteri perifer. Pemeriksaan fisik sebaiknya termasuk pemeriksaan saraf.6,14 Cara pemeriksaan tekanan darah10 a) Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi meter yang dipasang/dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Penurunan lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi jantung) ke

8

posisi hampir vertikal dapat menghasilkan kenaikan pembacaan dari kedua tekanan darah sistolik dan diastolik. b) Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat selama 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil. c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop. d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat pada bunyi yang kelima (Korotkoff V). 2.6.3

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita hipertensi meliputi

pengurukan funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lemak dapat diulang kembali setelah pemberian agen antihipertensi dan selanjutnya sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium ekstensif diperlukan pada pasien dengan hipertensi yang resisten terhadap obat dan ketiga evaluasi klinis mengarah pada bentuk kedua dari hipertensi. 6,14

Sistem Ginjal

Pemeriksaan Urinanalisis mikroskopik, eksresi albumin, serum

Endokrin Metabolik

BUN dan/atau kreatinin Serum natrium, kalium, kalsium, dan TSH Glukosa puasa atau HbA1c, profil lipid (kolesterol

Lainnya

total, HDL dan LDL, trigliserida) Darah lengkap, rontgen dan elektrokardiogram Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang sebagai evaluasi awal 6,14

2.7 Tatalaksana 2.7.1 Tatalaksana Farmakologis Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:  Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada 9

kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <150 

mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg. Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah



diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun). Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah



sistolik <140 mmHg. Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140



mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg. Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140



mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg. Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide, penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor



blocker (ARB). Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes melitus terapi



inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat kanal kalsium. Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk memperbaiki outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal kronis dengan hipertensi



tanpa memandang ras ataupun penderita diabetes melitus atau bukan.) Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari golongan yang sama (golongan diureticthiazide, CCB, ACEI, atau ARB). Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan 2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat untuk

10

mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari golongan yang lain dapat digunakan.3

Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa3

11

Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta dosisnya yang dapat digunakan.

Tabel 4. Obat anti hipertensi beserta dosisnya3

2.7.2

Tabel 5. Strategi penggunaan obat anti hipertensi3 Tatalaksana Non Farmakologis 12

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal: I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis. Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.15 II.

Olahraga dan aktifitas fisik Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. Melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%. Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan

III.

hipertensi.16 Perubahan pola makan a. Mengurangi asupan garam Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat 13

pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.16 b. Diet rendah lemak jenuh Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.16 c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung IV.

magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.16 Menghilangkan stress Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.13

2.8 Komplikasi I. Jantung Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal II.

jantung.6 Otak Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari 14

stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden III.

baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik.6 Ginjal Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.6

2.9 Pencegahan Pencegahan dan kontrol dari hipertensi membutuhkan dukungan politik sebagai peran dari pemerintah dan para pembuat kebijakan. Petugas kesehatan, komunitas peneliti akademis, lembaga masyarakat, sektor privat, serta keluarga dan penderita hipertensi sendiri semuanya ikut berperan.

BAB III KESIMPULAN

Hipertensi merupakan penyakit yang sangat umum ditemui dan dikenal sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan faktor genetik. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi tergantung dari gaya hidup pasien. Sasaran pengobatan hipertensi

untuk

menurunkan

morbiditas

dan

mortalitas

kardiovaskuler dan ginjal. Berdasarkan JNC VIII target tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mmHg untuk kelompok usia >40 tahun dan kurang dari 150/90 mmHg untuk kelompok usia >60 tahun. Terapi untuk hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu terapi 15

farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi non farmakologis antara lain mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama dengan obat farmakologi. Untuk terapi farmakologi beberapa golongan obat yang dapat dipakai antara lain ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker, beta blocker, penghambat kanal kalsium, dan diuretik tipe thiazide. Penggunaan obat antihipertensi dapat dikombinasikan ataupun dengan menaikkan dosis obat secara bertahap sampai mencapai target tekanan darah. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gagal jantung, gagal ginjal serta penyakit serebrovaskular.

DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent Killer, Global Public Health Crisis [Internet]. 2013 [diakses pada 15 November 2015]. Tersedia dari:

http://chronicconditions.thehealthwell.info/search-results/global-brief-

hypertension-silent-killer-global-public-health-crisis?source=relatedblock 2. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East Asia Region: an overview. Regional Health Forum. 2013; 17(1): 7-14. 3. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA: 2013. 4. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003; 42: 1206–52. 5. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev Genet. 2006 Nov; 7(11):829–40. [PMID: 17033627].

16

6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New York: McGrawHill: 2008. 7. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko hipertensi studi ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis].Jakarta: Program Studi Epidemiologi Program Pasca Sarjana FKM-UI; 2006. 8. Hasurungan, JA.Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Kota Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2002. 9. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical Education and Research: 2008. 10. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006. 11. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006. 12. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of Hypertension. N Engl J Med 2007; 356: 1966-78. 13. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7. 14. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C, Schlichte A, Woolley T. Institute for Clinical Systems Improvement. Hypertension Diagnosis and Treatment. Updated November 2014. 15. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med J Indon. 2001; 10(1): 29-33. 16. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2002.

17

Related Documents


More Documents from "VisitOn.T.witte.r"