Hubungan Kantor Pusat Cabang Antar Cabang

  • Uploaded by: Faiza
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hubungan Kantor Pusat Cabang Antar Cabang as PDF for free.

More details

  • Words: 1,900
  • Pages: 10
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Didalam perkembangan usaha, perusahaan dapat beroperasi bukan hanya didalam lingkungan suatu kota, akan tetapi dapat juga beroperasi ke luar kota, ke luar daerah ataupun ke luar negeri. Pada umumnya sebagai titik tolak perkembangan suatu usaha tersebut adalah perluasan daerah pemasaran. Pada saat meluasnya daerah pemasaran, maka akan menimbulkan masalah bagi pimpinan perusahaan. Akan tetapi masalah tersebut bisa diatasi dengan berbagai cara yang paling efektif dan ekonomis antara lain mengangkat pedagang keliling atau petugas bagian penjualan yang langsung mendatangani para langganan, penggunaan katalogus dengan pengiriman pesanan perpos dengan sistem konsinyasi dan lain-lain. Terkadang, cara tersebut tidak sesuai harapan pimpinan berhubung sangat besarnya perkembangan daerah pemasaran. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dibentuk pusat-pusat penjualan di dalam daerah tertentu yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan pemasaran. Pusat-pusat yang dibentuk dapat berupa agen atau cabang yang mempunyai fungsi pembelian ataupun penjualan. Dengan tema “Hubungan Kantor pusat - cabang dan antar cabang” akan membahas tentang persoalan-persoalan khusus didalam akuntansi yang akan timbul pada saat perusahaan menggunakan sistem ini. Dan hubungan tersebut menyangkut dalam hal pengiriman (transfer) uang antar cabang, pengiriman barang-barang antar cabang, barangbarang untuk cabng dinota diatas harga pokok. Perlu kita ketahui pada sistem operasinya pada suatu cabang dalam hubungannya dengan kantor pusat adalah sebagai berikut; 1) Beroperasi sebagai unit usaha terpisah, dan di bawah pengendalian kantor pusat. 2) Modal kerja (berupa uang tunai, barang-barang dagangan, aktiva lainnya ) diberi oleh kantor pusat. 3) Barang dagangan dapat dibeli dari pihak ketiga, untuk jenis barang yang tersedia dari kantor pusat. 1

4) Aktivitas penjualan yang dilaksanakan, dimulai untuk mendapatkan pembeli: mengirimkan barang / jasa ; membuat faktur penjualan ; menagih piutang ; menyimpan dalam rekening banknya sendiri. 5) Pembatasan keleluasaan cabang operasi dapat dilakukan kantor pusat, seperti; -

Penerimaan kas dari hasil penjualan, pengumpulan piutang, setiap harinya harus disetorkan atas nama rekening kantor pusat dalam jumlah yang utuh.

-

Pembentukan dana kas kecil untuk pengeluaran kas di cabang. Pada Akuntansi suatu cabang dalam pencatatan kegiatan kantor cabang yang

dilakukan oleh kantor pusat bersifat seperti agen, desentralisasi akuntansi (pelaksanaan jurnal, buku besar atau seperangkat buku yang terpisah) pada kantor pusat. Pencatatan data akuntansi kantor cabang diperoleh kantor pusat melalui dokumen asli dan ringkasan memo transaksi yang dilengkapi voucher, duplikat sebagai arsip cabang. Kedua pada pencatatan kegiatan kantor cabang yang dilakukan kantor pusat dan kantor cabang, pencatatan data akuntansi kantor cabang diperoleh kantor pusat melalui duplikat jurnal, pencatatan dokumen asli ke dalam jurnal dilakukan oleh kantor cabang. Pencatatan yang dilakukan kantor pusat ke dalam rekening kantor cabang yang terpisah atau dimasukkan ke dalam buku besar umum kantor pusat. Pada akhir periode akuntansi, kantor pusat melakukan penyesuaian (adjusment) dan menutup pembukuan (closing) rekening kantor cabang untuk menetapkan besarnya laba-rugi cabang. Yang ketiga pada pencatatan kegiatan kantor cabang dilakukan kantor cabang, pencatatan data transaksi ke dalam jurnal dan pemindah pembukuan ke dalam buku besar umum. Laporan keuangan disusun secara periodik untuk di kirim ke kantor pusat, dan laporan keuangan ini diperiksa oleh internal auditor kantor pusat.

1.2 Rumusan Masalah 1) Apa hubungan kantor pusat, cabang dan antar cabang ? 2) Apa karakteristik dari kantor cabang ? 3) Bagaimana penyelenggaraan akuntansi di tingkat cabang ?

2

1.3 Tujuan 1) Untuk mengetahui hubungan kantor pusat, cabang dan antar cabang. 2) Untuk mengetahui karakteristik dari kantor pusat dan kantor cabang. 3) Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan akuntansi di tingkat cabang.

3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 UNIT BANKING SYSTEM DAN BRANCH BANKING SYSTEM Pada Unit Banking System, berlakunya pola operasional perbankan pada ruang lingkup unit tersebut saja, berdiri sendiri dan mempunyai kewenangan yang mencakup kegiatan sebatas di bank yang bersangkutan. Pada sistem ini bank tidak membuka cabang diluar wilayah kerja kerja/distrik/propinsi. Bank yang menganut sistem ini di Indonesia misalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank yang menganut sistem ini secara umum memiliki ciri-ciri organisasinya relative kecil, ruang lingkup operasi terbatas, delegasi wewenang masih terbatas, keputusan kredit lebih tidak

berbelit-belit

dan

langsung

cepat

karena

prosedurnya

ditangani direkturnya. Kelemahan pada sistem ini

bisa mengakibatkan terhimpunnya kekuasaan/sentralistik. Branch Banking System, yaitu sistem perbankan yang terdiri dari kantor pusat, kantor cabang dengan manajemen modern yang terpadu, terencana, dan ada desentralisasi kewenangan yang luas serta wilayah operasionalnya sangat luas/tidak pada wilayah tertentu saja. Contoh sistem ini adalah yang dianut oleh bank-bank nasional (Bank Mandiri, Bank Syariah, Bank BNI, dll). Ciri-ciri bank yang menganut sistem ini adalah: 1. Bank

lebih

fleksibel

untuk

melakukan

diversifikasi

produk

yang

lebih

bervariatif guna mendukung jaringan cabang/operasional yang lebih luas. 2. Bank dapat melakukan intermediary lokasi sehingga dapat tumbuh lebih cepat dan dapat mengambil peran yang lebih besar dalam perekonomian. 3. Bank dapat melakukan ekspansi fisik ke daerah ekonomi baru (terutama pusatpusat pertumbuhan) sehingga meningkatkan kemampuan ekonomi kerakyatan setempat. 4. Kantor pusat membuat perencanaan jangka panjang, cabang-cabang membuat rencana jangka pendek. 5. Delegasi wewenang lebih jelas dan mantap terutama dalam memutuskan kredit berdasarkan status cabang. Biasanya ada cabang kels I, II dan seterusnya yang memiliki kewenangan pengucuran kredit yang berbeda. 6. Sistem ini lebih memungkinkan untuk mengjangkau pasar terdekat dengan adanya 4

cabang-cabang. Branch Banking System memberikan beberapa kelebihan, namun kelemahan terutama ketika cabang menerima permohonan kredit yang bukan kewenangannya (diatas plafond yang ditentukan cabang). Proses perkreditan menjadi lebih lama karena harus melalui kantor pusat. Disamping itu dengan sistem ini akan merugikan bank bila delegasi wewenang dari kantor pusat ke cabang tidak diikuti kemampuan manajerial maupun kemampuan SDM dalam menyajikan informasi secara cepat dan akurat. Untuk itu disamping kemampuan manajerial, keahlian akuntansi menjadi tuntutan pada setiap cabang. Cabang sebagai unit bisnis akan berdiri sendiri tetapi sebagai bentuk usaha merupakan bagian dari pusat. Oleh karena itu akuntansi cabang harus diintegrasikan dengan kantor pusat.

2.2 KARAKTERISTIK KANTOR CABANG Kantor cabang dikelola oleh seorang pimpinan cabang atau direktur cabang yang bertanggung jawab langsung kepada direktur utama (top management) di kantor pusat. Untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan cabang, pimpinan cabang harus melaporkan setiap aktivitas cabang setiap waktu tertentu agar kantor pusat bisa mengambil keputusan tertentu. Laporan-laporan keuangan cabang bisa digunakan oleh kantor pusat untuk menilai kinerja cabang atau alat control terhadap cabang, meskipun disadari sebagai unit bisnis bahwa kantor cabang berdiri sendiri. Karakteristik kantor cabang sebagai unit bisnis yang berdiri sendiri adalah: 1. Kantor cabang berdiri karena didirikan oleh kantor pusat sehingga akan dibiayai oleh kantor pusat misalnya diberikan modal kerja berupa uang tunai, diberikan aktiva tetap (gedung, tanah, kendaraan) maupn aktiva lainnya hingga siap beroperasi. 2. Kantor cabang memiliki kewenangan untuk bertransaksi dengan pihak ketiga. Transaksi itu baik yang menyangkut penghimpunan dana mapun penempatan dana (misalnya penempatan kredit perbankan). 3. Dalam hal membelanjai aktivitas cabang, kantor cabang dapat mendanai dari sumber dana yang dimiliki kantor cabang. Namun demikian bila tidak mencukupi akan meminta bantuan kantor pusat. 4. Kantor cabang mempunyai kewenangan untuk menganalisis permintaan kredit, 5

memutuskan pemberian kredit (sampai dengan volume tertentu), menyelanggarakan administrasi kredit sampai kembalinya kredit (dilunasi), serta hal yang menyangkut penyelamatan kredit di tingkat cabang. Namun demikian keputusan kredit harus tunduk pada standar perkreditan yang telah ditentukan oleh pusat. 5. Kantor cabang dapat mengelola uang tunai dari hasil penghimpunan dana maupun dari pelunasan kredit serta melakukan transaksi-transaksi pembayaran atas nama inisiatif kantor cabang.

2.3 PENYELENGGARAAN AKUNTANSI Penyelenggaraan akuntansi di tingkat cabang sebenarnya relative sama dengan akuntansi pada bank sebagai badan usaha, yang membedakan adalah kantor cabang bank tidak memiliki rekening modal. Sebagai pengganti rekening modal adalah Rekening Antar Kantor (RAK)-Kantor Pusat. Rekening ini untuk menampung selisih antara aktiva dengan pasiva pada kantor cabang bank. RAK Kantor pusat pada sisi kredit merupakan modal bagi kantor cabang, namun bagi kantor pusat merupakan investasi pada cabang. Hubungan antara kantor pusat dengan kantor cabang tercermin pada pencatat transaksi di kantor cabang yaitu RAK kantor pusat dan di kantor pusat akan mencatat RAK-kantor cabang. Contoh: kantor pusat di Jakarta telah mentransfer dana Rp 300.000.000 ke kantor cabang Surabaya. Pencatatannya sebaga berikut: Pencatatan di kantor cabang Surabaya Rekening Dr. Kas Cr. RAK Kantor Pusat

Debit (Rp) 300.000.000

Kredit (Rp) 300.000.000

Pencatatan di kantor pusat (Jakarta) Rekening Dr. RAK Kantor cabang Cr. Kas

Debit (Rp) 300.000.000

Kredit (Rp) 300.000.000

Transaksi tersebut menunjukkan investas kantor pusat pada cabang sebesar Rp 300.000.000 dan modal kantor cabang sebesar Rp 300.000.000. Apabila terjadi mutasi aktiva pada kantor cabang, kantor pusat tidak akan mencatatnya. Hal ini sebagai konsekuensi kantor cabang sebagai unit bisnis yang diberi kewenangan untuk 6

mengelola aktiva mauun pasivanya. Contoh kantor cabang menggunakan dana dari kantor pusat tersebut untuk membeli kendaraan opearsional secara tunai Rp 125.000.000, maka pencatatan transaksi ini hanya terjadi di kantor cabang. Rekening Dr. Kendaraan Cr. Kas

Debit (Rp) 125.000.000

Kredit (Rp) 125.000.000

2.4 HUBUNGAN ANTAR KANTOR CABANG Hubungan antara kantor cabang pada bank yang sama akan terjadi sebagai akibat transaksi yang dilakukan antar cabang. Transaksi antar cabang akan mengakibatkan hubungan hutang-piutang antar cabang. Hubungan hutang-piutang ini akan menimbulkan biaya bunga bagi kantor cabang yang mempunyai kewajiban terhadap cabang lain, dan akan menimbulkan pendapatan bunga RAK bagi kantor cabang yang memiliki piutang terhadap kantor cabang lain. Akuntansi untuk transaksi antar cabang sangat tergantung sistem yang dianut oleh bank yang bersangkutan. Bila bank menganut pencatatan secara sentralisasi, maka setiap transaksi antar cabang akan mengakibatkan pendebetan atau pengkreditan RAK Kantor pusat, namun bila bank menganut desentralisasi maka masing-masing kantor cabang akan mendebet atau mengkredit RAK kantor cabang. Praktik yang sering dilakukan bank selama ini adalah desentralisasi dalam pencatatan transaksi antar kantor cabang. Contoh pencatatan transaksi antar kantor dengan sistem sentralisasi : Tanggal 10 April 2006 Bank BRI Cabang Bandung mentransfer dana sebesar Rp 50.000.000 ke cabang Semarang atas beban nasabah giro Danang. Transfer tersebut untuk keuntungan nasabah giro Bambang di Bank BRI Semarang. Kantor pusat Bank BRI di Jakarta.  Pencatatan transaksi antar kantor, bank dengan sistem sentralisasi: Jurnal di Bank BRI Bandung: Rekenin g Dr. Giro Danang Cr. RAK Kantor Pusat

Debit (Rp) 50.000.000

Kredit (Rp) 50.000.000

7

Jurnal di Bank BRI Semarang: Rekening Dr. RAK Kantor Pusat (Jakarta) Cr. Giro Bambang

Debit (Rp) 50.000.000

Kredit (Rp) 50.000.000

Jurnal di Bank BRI kantor pusat Jakarta: Rekening Dr. RAK Kantor Cabang Bandung Cr. RAK Kantor Cabang Semarang

Debit (Rp) 50.000.000

Kredit (Rp) 50.000.000

 Pencatatan transaksi antar kantor, bank dengan sistem desentralisasi, maka setiap transaksi antar cabang akan dibukukan langsung oleh kantor cabang: Jurnal di Bank BRI Bandung: Rekeni Dr. Giro Danang ng Cr. RAK Cabang Semarang

Debit (Rp) 50.000.000

Kredit (Rp) 50.000.000

Jurnal di Bank BRI Semarang: Rekenin g Dr. RAK Cabang Bandung Cr. Giro Bambang

Debit (Rp) 50.000.000

Kredit (Rp) 50.000.000

8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pada hubungan kantor pusat cabang dan antar cabang memakai 2 sistem yaitu unit banking system dan branch banking system. Pada Unit Banking System, berlakunya pola operasional perbankan pada ruang lingkup

unit tersebut saja, berdiri sendiri dan

mempunyai kewenangan yang mencakup kegiatan sebatas di bank yang bersangkutan. Branch Banking System, yaitu sistem perbankan yang terdiri dari kantor pusat, kantor cabang dengan manajemen modern yang terpadu, terencana, dan ada desentralisasi kewenangan yang luas serta wilayah operasionalnya sangat luas/tidak pada wilayah tertentu saja. Kantor cabang dikelola oleh seorang pimpinan cabang atau direktur cabang yang bertanggung jawab langsung kepada direktur utama (top management) di kantor pusat. Untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan cabang, pimpinan cabang harus melaporkan setiap aktivitas cabang setiap waktu tertentu agar kantor pusat bisa mengambil keputusan tertentu. Penyelenggaraan akuntansi di tingkat cabang sebenarnya relative sama dengan akuntansi pada bank sebagai badan usaha, yang membedakan adalah kantor cabang bank tidak memiliki rekening modal. Sebagai pengganti rekening modal adalah Rekening Antar Kantor (RAK)-Kantor Pusat.

9

DAFTAR PUSTAKA  

Dr. Taswan, 2013, Akuntansi Perbankan Transaksi Dalam Valuta Rupiah, Yogyakarta : UPP STIM YPPN Santoso, Ruddy Tri, 1997, Prinsip Dasar Akuntansi Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset

10

Related Documents


More Documents from "Hady Nurjaya"

Kitab Ism
February 2021 1
Soura Giasin
February 2021 3
Asmaa_allah_housna.pdf
February 2021 0
Zara Case Study
February 2021 6