Institut Kristen Borneo

  • Uploaded by: Gabriella Swastika
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Institut Kristen Borneo as PDF for free.

More details

  • Words: 11,578
  • Pages: 35
Loading documents preview...
Institut Kristen Borneo Mata Kuliah Bobot Smester/Periode Program Study Waktu Pertemuan Dosen Pengampu

: : : : : :

Study Perjanjian Lama 4 SKS 2014 / 2015 S-2 Teologi Block Teaching Dr. Adolf Antjura, MTh

1. Penjelasan Kuliah Perkuliahan ini mengacu pada prinsip-prinsip dalam melaksanakn dan mengembangkan pemikiran teologis secara signifikan. Mata kuliah ini, menjelasakan materi-materi perkuliahan Study Perjanjia Lama di Institut Kristen Borneo. Pokok bahasan mengacu pada peningkatan kemampuan pemikiran secara teologis khususnya dalam mengembangkan wawasan yang bersangkut paut dengan pendidikan Tinggi Teologia. Mata kuliah Study Perjanjian Lama ini adalah melakukan suatu upaya pendekatan bagi para mahasiswa yang didasarkan pada integritas dalam mempersiapkan para mahasiswa masuk dalam pelayanan Gereja, keluarga, di dalam sekolah dan luar sekolah sesuai dengan konteks. Mata kuliah Study Perjanjian Lama membiracarakan pengertian dan pengetahuan dari sudut pandang perspektif Alkitabiah serta sudut pandang Psikologis dan sosiologis dalam pengkajian teologis.

2. Tujuan Perkuliahan Perkuliahan ini mengacu pada dua tujuan : Pertama. Tujuan umum, melengkapi mahasiswa dan para hamba Tuhan dalam pendekatan Kristiani. Mata kuliah Study Perjanjian Lama mendorong mahasiswa berpikir lebih tajam, lebih luas, lebih dalam dan lebih jauh kedepan untuk mempraktekan pengetahuan teologis dalam pelayanan. Kedua. Tujuan khusus, dalam proses pembelajaran ini, diharapkan setiap mahasiswa memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Setiap mahasiswa meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam memecahkan masalah melalui mata kuliah studi Perjanjian Lama secara teologis, sistematika, logis dan tuntas (komprehensif). Meningkatkan pendekatan integritas dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan dalam perencanaan serta pelaksanaan tugas pelayanan kedepan sesuai panggilan Tuhan.

1

Untuk meningkatkan disiplin ilmu pengetahuan suksesnya sangat bergantung pada kemampuan para mahasiswa dalam mengawinkan dan menghamonisasikan tugas panggilan pelayanan ditengah jemaat dan masyarakat luas. 3. Metodologi Perkuliahan Perkuliahan ini dilangsungkan dengan metode dan pendekatan ceramah, diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok dan tugas mandiri berupa makalah dan bacaan dari buku-buku penunjang. 4. Tugas Mahasiswa Membuat makalah 15 halaman 1. Menemukan pluralitas 2. Langkah-langkah dalam proses pemaknaan study Perjanjian Lama 3. Peristiwa-peristiwa dalam PL. 4.Prespektif study PL 5. Implikasinya dalam pelayanan 5. Penilaian a. Kehadiran penuh (nilia 20 %) absen 1 (nilai 15 %) absen 2 (nilai 10 %) absen 3 (nilai 0 %) b. Partisipasi dikelas (nilai 20 %) c. Presentasi Paper (nilai 20 %) d. Paper makalah (nilai 20 %) e. Bacaan buku (nilai 20 %) 6. Garis Besar Pokok Bahasan

a. Dasar Alkitabiah - Problematika Study Perjanjian Lama - Perbedaan - Persamaan - Dunia Alkitab dan masa kini b. Hakekat study PL - Asumsi-asumsi dasar - Sejarah eksistensi agama - Mutlak kualitas agama - Eksistensi ke Tuhanan - Pengetahuan tentang kebenaran Ilahi - Fakta tentang penyataan - Batasan penyataan yang efektif 2

- Identifikasi seluruh Alkitab - Definisi teologi studi PL

c. Studi Perjanjian Lama Dasar Alkitabiah -

Hermenutika Eksegese Perjanjian Lama Presentasi Sistematika Histotikal

d. Studi Perjanjian Lama Memiliki Sumber Alkitab - Sejarah perkembangan Perjanjian Lama

-

Periode persiapan Dari reformasi s/d zaman pencerahan Para reformtor Zaman ortoksi Zaman pietisme Zaman pencerahan

e. Tesis Antitesis - Dari pencerahan kepada teologi dialektis - Teologi rasional dan filosofis - Aliran sejarah agama-agamaa - Teologi studi PL dihidupkan kembali oleh teologi dialektis - Gerakan Teologi Biblika Metode-Metode Tingkat pertama - Tradisional - Kritik Sastra

3

1. Deskripsi

Pentingnya Mempelajari Study Perjanjian Lama Pejanjian Lama adalah kumpulan buku yang dikarang lebih dari dua ribu tahu silam. Pertanyaan diajukan apakah Perjanjian Lama masih perlu dipelajari pada zaman modern ini. Jika kita memasuki melenium baru, ada pendapat bahwa yang lama perlu dibuang, karena yang lama sudah berlalu. Bagaimana dengan Perjanjian Lama? apakah masih perlu? apakah sudah usang? akapah tidak ada buku-buku baru yang lebih penting untuk dibaca dan dihayati pada abad ke dua puluhatau abad modern saat ini? Tentu saja pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab dengan mengajukan beberapa pokok: . a. Perjanjian Lama merupakan Alkitab milik Tuhan Yesus - Tuhan Yesus memahami sejarah Perjanjian Lama ( Yoh. 3:14; bnd. Bil 21:4-9) - Tuhan Yesus mendasarkan pengajaran-Nya pada Perjanjian Lama (Mat. 5:17; bdn. Mark. 11: 17); - Tuhan Yesus menggunakan Perjanjian Lama untuk menetang dan mengusir Iblis (lihat Mat. 4:1-11). - Tuhan Yesus menyatakan bahwa nubuat-nubuat Perjanjian Lama digenapi dalam diri-Nya (Luk. 4:16-21, Yoh. 15: 25). b. Perjanjian Lama sering dikutip Perjanjian baru, ada 2650 kutipan dari Perjanjian Lama di dalam Perjanjian Baru, yaitu lebih dari 350 kutipan dan 2300 kutipan tidak langsung. c. Perjanjian Lama merupakan dasar untuk memahami Perjanjian Baru antara lain - Dari segi bahasa (Yunani Perjanjian Baru, banyak dipengaruhi oleh bahasa Perjanjian Lama), - Dari segi sejarah Perjanjian Lama dilanjutkan oleh Perjanjian Baru - Dari segi teologi, tema-tema teologi seperti: penciptaan alam semesta, manusia, hingga kejatuhan dalam dosa,serta hukuman yang diberikan Tuhan kepada manusia, pertobatan, kurban, keselamatan dsb. menjadi dasar Perjanjian Baru. d. Baik Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru menyatakan, mengenakan Allah yang Esa. Allah Israel adalah sama dengan Bapa Yesus Kristus: - Dari sifat-Nya sama mahakuasa, mahakudus, maha pengasih dsb. - Dari rencana-Nya sama (untuk keselamatan manusia dan penyempunaan 4

dunia ciptaan-Nya) - Dari tutntutan-Nya sama (hidup suci, memiliki kasih kepada Allah dan sesama). e. Perjanjian Lama dan Perjanjan Baru merupakan Firman Allah. Allah berbicara (berfirman) melalui (perjanjian Baru, untuk menyatakan kasih-Nya dan menyampaikan kehendak-Nya kepada manusia. f. Perjanjian lama mengandung sastra yang indah, termasuk cerita yang termasyur; seperti cerita Yusuf, Rut, Daud, Elia, Yunus, Ester dan masih banyak tokoh Alkitab Pernjanjian Lama seperti kitab puisi yang bagus seperti kitab Ayub, Mazmur Yesaya, dll. Bahasa Perjanjian Lama Sebagian besar Perjanjian Lama dikarang dalam bahasa Ibrani, sedangkan bahasa Aram digunakan dalam Ezra 4:8-6:18; 7:12-26; Yeremia 10: 11; dan Daniel 2: 4-7:28. Kedua bahasa tersebut digolongkan dalam rumpun bahasa Semit yang ditemukan di Timur tengah menurut kejadian 10. Dalam rumpun bahasa yang sama terdapat juga bahasa Arab. Semua bahasa Semit tersebut dituliskan dari kanan ke kiri sesuai dengan keiasaan pada zaman kuno. Susunan Perjanjian Lama Merupakan hal yang sangat penting bagi kita mengetahui susunan dalam mempelajari (studi) setiap buku dalam Perjanjian Lama. Demikian juga dengan Alkitab, dalam hal ini perlub diketahui suatu istilah, yaitu "kanon" yang berarti susunan kitab-kitab dalam Alkitab atau daftar isi Alkitab. Ada dua kanon Perjanjian Lama yang penting, yakni "kanon Ibrani dan kanon Yunani". Isinya sama hanya susunan kitabnya berbeda. Kanon Ibrani ialah daftar isi yang berlaku untuk Alkitab dalam bahasa Ibrani. Kanon Ibrani ini terdiri atas 24 kitab yang dibagi atas tiga kelompok. Kanon Ibrani dalam susunan Alkitab Bahasa Ibrani a. Taurat (tora) : 1. Kejadian, 2. Keluaran, 3. Imamat, 4. Bilangan, 5. Ulangan b. Nabi-nabi (nevi'im) nabi2 yang dahulu. 1. Yosua, 7. Hakim-hakim, 8. Samuel, 9. Raja-raja. nabi kemudian, 10. Yesaya, 11. Yeremia, 12. Yehezkiel, dua belas c. Kitab-kitab bahasa Ibrani (ketuvim) 14. Mazmur, 15. Amsal, 16. Ayub, 17. Kidung Agung, 18. Rut, 19. Ratapan, 20. Pengkhobah, 21. Ester, 22. Daniel, 23. Ezra, 24. Nehemia, 25. Tawarikh. Kanon Yunani Susunan Alkitab Bahasa Indonesia 5

Taurat : 1. Kejadian 2. Keluaran 3. Imamat 4. Bilangan 5. Ulangan Sejarah : sejarah yang pertama 6. Yosua 7. Hakim-hakim 8. Rut 9. 1 Samuel 10. 2 Samuel 11. 1 Raja-raja 12 . 2.Raja-raja Sejarah yang kedua 13. 1 Tawarikh 14. 2. Tawarikh 15. Ezra 16. Nehemia 17. Ester Sastra 18. Ayub 19. Mazmur 20. Amsal 21. Pengkhotbah 22. Kidung Agung Nubuat nabi-nabi besar 23. Yesaya 24. Yeremia 25. Ratapan 26. Yehezkiel 27. Daniel Nubuat nabi kecil 28. Hose 29. Yoel 30. Amos 31. Obaja 32. Yunus 33. Mikha 34. Nahum 6

35. Habakuk 36. Zefanya 37. Hagai 38. Zakharia 39. Maleakhi

I. Study Perjanjian Lama : Hakekat dan Sejarah Perkembangannya A. Problematika dalam studi Perjanjian Lama Mempelajari Perjanjian Lama, berarti mempelajari sejarah masa lalu, mempelajari dunia yang berbeda dengan konteks kita masa kini. Perbedaan ke dua zaman ini menjadi akar persoalan dalam studi Perjanjian Lama. Menemukan arti suatu teks dan makna ayat itu pada masa kini merupakan masalah mendasar dalam studi Perjanjian Lama Problematika studi Perjanjian Lama ini dilihat oleh para Ahli Alkitab dalam dua aspek yaitu adanya perbedaan dan persamaan yang terdapat di antara dunia Perjanjian Lama dengan dunia masa kini.

1. Perbedaan Seorang teolog Jerman, Gottold Lessing mengatakan: terdapat ‘jurang yang ngeri’ antara dunia Alkitab (teks asli, arti asli) dengan dunia masa kini yang tidak mungkin dapat dijembatani, sehingga tidak mungkin bagi kita untuk mencari arti dari suatu teks (arti asli) dan maknanya bagi kehidupan masa kini. Menurut Lessing, kitab Suci (khususnya Perjanjian Lama) terikat kepada lingkungan sejarah kunonya. Semua pernyataan di dalam Perjanjian Lama diwarnai oleh kepercayaan primitif dari orangorang yang menulisnya. Pemikiran Lessing ini telah “mengotori” pemikiran para ahli tentang tentang Alkitab, Alkitab hanya merupakan produk dari zamannnya yang tidak lagi dibutuhkan pada zaman moderen ini. Alkitab tidak lagi berbicara secara otoritatif kepada para pembacanya pada masa kini. Dunia Alkitab dan dunia masa kini dapat digambarkan sebagai berikut : J urang

Dunia Alkitab Dunia masa kini Antara dunia Alkitab berbeda dengan dunia masa kini 1. Latar belakang sejarah 2. Geografis 3. Budaya 4. Bahasa 5. Politik 6. sistim pemerintahan 7. Agama dan kepercayaan 7

Pikiran Gottold Lessing ini melahirkan relativisme historis yang kemudian dikembangkan oleh Friedrich Schleiermacher (1768-1874) dengan pandangannya antara lain, ”Pengertian akan Allah tidak terdapat dalam pembacaan Alkitab. Tiap-tiap orang terikat oleh pra-pengertiannya dan tidak mungkin masuk ke dalam pengertian sama dengan penulis zaman dahulu. Maksud yang berarti bagi kita adalah maksud yang kita temukan dalam teks terlepas dari konteks dan maksud asli”. Sejalan dengan perkembangan itu, Ilmu Anthropologi menemukan sekian banyak manusia di bumi dengan keaneka ragaman kebudayaan dan system penghargaan yang melahirkan filsafat Relativisme budaya. Pandangan ini antara lain mancatat, “Tidak ada kebudayaan yang mutlak oleh karena itu kebudayaan membuktikan bahwa manusia dapat hidup berbeda dari manusia yang lain. Kebudayaan hanya berlaku atau benar dalam kebudayaan itu sendiri. Tidak mungkin sesuatu diambil dari kebudayaan menilai sesuatu dari kebenaran yang lain”. Konsep Relativisme Kebudayaan dan Relativisme sejarah merupakan satu kendala dalam penafsiran Alkitab masa kini. Tentang hal itu Barr mencatat, “bahwa tidak ada sifat manusia yang universal, sehingga peraturan-peraturan yang berlaku untuk satu kebudayaan sama sekali tidak bisa digunakan dalam konteks yang lain”. Arti dan nilai-nilai yang berlaku untuk masa kini sangat berbeda dari arti dan nilai pada jaman kuno. Dengan demikian kita tidak mungkin dapat memahami arti asli dari satu teks. Untuk menjembatani kesenjangan antara arti asli dari satu teks dengan maknanya bagi kita masa kini, para Sarjana Alkitab Moderen mencoba memberikan tiga pendekatan: 1. Arti asli (dengan metode apapun) identik dengan arti masa kini. 2. Arti asli, mengandung gagasan-gagasan yang harus diterjemahkan untuk memperoleh makna masa kini. 3. Arti asli = cara orang Kristen dahulu menggunakannya, sehingga makna masa kini = cara ayat-ayat tersebut digunakan oleh Kristen modern (Reader Respon) Pendekatan ke tiga ini didukung oleh J. A. Clines yang mengatakan tidak mungkin berbicara tentang ‘arti teks’ dari teks apa saja dan kita bebas untuk menafsirkan teks yang kita pilih.

2. Persamaan seluruhnya Pandangan Gottold Lessing tentang “jurang yang ngeri” telah menimbulkan persoalan hermeneutik sampai masa kini. Pandangan tersebut mendapat penolakan dari para teolog Injili, yang memberikan asumsi tentang adanya persamaan di antara Perjanjian Lama dengan dunia masa kini. Namun pendekatan yang telah diberikan terhadap Perjanjian Lama inipun tidak dapat diterima. Untuk menemukan persamaan antara 8

Perjanjian Lama dengan dunia masa kini para ahli Alkitab juga menjadikan rasio manusia sebagai ukuran dalam mengevaluasi Alkitab Perjanjian Lama. (contoh-contoh pemikiran Teolog ini akan dibahas dalam bagian yang berikut) Untuk menjembatani gap yang terdapat antara Perjanjian Lama dengan dunia masa kini. Maka kita harus bertitik tolak kepada pekerjaan Roh Kudus yang menginspirasikan para Penulis Perjanjian lama. Roh Kudus yang sama adalah Roh yang mengiluminasi pembaca Alkitab masa kini. Roh Kudus berkuasa untuk “menyeberangkan” pembaca masa kini untuk dapat memahami apa yang terjadi pada dunia kuno (Perjanjian Lama). Bertitik Tolak dari keyakinan terhadap pekerjaan Roh Kudus, kita paling tidak menemukan “tiga jembatan” yang menghubungkan dunia masa kini dengan dunia Kuno

a. Dunia Perjanjian Lama memiliki Allah yang sama dengan dunia masa kini Berdasarkan pemahaman ini pertama-tama kita harus menolak pemahaman relativisme sejarah yang membedakan Allah Perjanjian Lama (kuno) dengan Allah dalam Perjanjian Baru (sebutkan perbedaan-perbedaan Allah menurut pandangan ini). Allah menjadi jembatan yang utama karena Allah adalah Allah yang tidak berubah. Ia Allah yang tidak berubah dalam keberadaan-Nya, kesempurnaan-Nya, tujuan-Nya, dan janjijanji-Nya. Allah adalah Allah yang konsisten yang telah mengikatkan dirinya dalam perjanjian-Nya dengan manusia yang berlaku di sepanjang masa. Perjanjian Lama mencatat kesetiaan Allah terhadap Perjanjian-Nya di sepaanjang sejarah antara lain: Kej.17:7; Ul.29:13; 2Sam.7:13-16; 1Raja.8:15-16,56; Ibr.6:16-20)

b. Dunia Perjanjian Lama adalah dunia yang sama dengan dunia masa kini Dunia Perjanjian Lama adalah sejarah yang riil yang pertama-tama di apklikasikan dalam dunia perjanjian Lama itu sendiri (contoh Yosua1:1-12:24 dan 1Raj.23:2627;24:3-4). Mereka mengaplikasikan peristiwa-peristiwa pada zamannya karena mereka mengalami dampak atau akibat dari setiap peristiwa itu. Peristiwa Perjanjian Lama itu terus berkembang dan membuka jalan sampai kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada zaman moderen ini. Peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama itu telah meninggalkan “tanda” bagi kita pada masa kini. Kita hidup di dunia yang sama yang telah diciptakan oleh Allah. Dunia Perjanjian Lama memiliki persoalan yang sama dengan dunia masa kini meskipun bentuk-bentuknya yang berbeda.

c. manusia Perjanjian Lama adalah “manusia yang sama” dengan manusia masa kini Manusia Perjanjian Lama dengan manusia masa kini memiliki hakekat yang sama paling tidak dalam dua hal. - manusia yang sama karena diciptakan oleh Allah menurut gambar dan rupa-Nya. 9

Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, sehingga persoalan dan kebutuhan dasar manusia sepanjang sejarah pada hakekatnya adalah sama (apa itu?) - manusia yang sama yang memiliki keunikan dari ciptaan lainnya. Keunikan manusia ini merupakan implikasi gambar dan rupa Allah yang terdapat pada manusia. Manusia memiliki kemampuan berbahasa (linguistic abilities), kapasitas mental (mental capacity) dan sifat moral (moral nature). Melalui pendekatan ini, gap antara dunia kuno dengan dunia masa kini dapat dijembatani. Jembatan ini dapat digambarkan sebagai berikut: Allah, Dunia dan Manusia + Dunia, Dunia kuno danmasa kini Terlepas dari semua pandangan dan teori para ahli Alkitab, dalam mempelajari Perjanjian Lama, kitapun diperhadapkan dengan persoalan lain: 1.Mengetahui arti asli, berarti mengetahui tujuan penulis Persoalannya : Hampir keseluruhan kitab dalam Perjanjian Lama tidak menjelaskan tentang penulis-penulis tiap-tiap kitab secara eksplisit, apakah satu kitab ditulis oleh satu pengarang atau lebih (seperti Mazmur, Pentateukh, Yesaya dll). Dari mana kita dapat mengetahui arti teks berdasarkan tujuan seseorang atau lebih dari penulis yang tidak diketahui pengarangnya? 2. Mengetahui arti asli berarti mengetahui maksud penulis Persoalan : Apakah maksud penulis identik dengan pengarang Ilahi Untuk menjawab pertanyaan ini biasanya para sarjana Alkitab konservatif mengacu kepada tulisan Rasul Petrus: ‘yang terutama....’ (2 Ptr. 1:20-21). Berdasarkan teks ini jelas, bahwa dibalik semua penulis manusia ada seorang pengarang tunggal yang memiliki maksud dan tujuan dalam semua tulisan. Beberapa contoh kasus: Hosea 11:1 Dari uraian di atas, maka kita menemukan berbagai persoalan hermeneutik: • Kita tidak mengetahui pengarang-pengarang dari kitab-kitab Perjanjian Lama • Beberapa kitab ditulis oleh satu orang atau lebih dalam waktu tertentu • Kita tidak mengetahui suatu apapun tentang pengarang kecuali melalui karangan mereka • Tujuan Ilahi dalam setiap karangan yang ditulis oleh para penulis kadang-kadang lebih dari yang dimaksud oleh pengarang.

II. Hakekat Study Perjanjian Lama Bagian dari Teologi Alkitabiah A. Asumsi-asumsi dasar Allah memimpin sejarah manusia. Dia menciptakan manusia untuk kemuliaan diri-Nya melalui karya-Nya. Dia meneruskan pemeliharaan dan terus menguasai segala sesuatu dalam kuasa-Nya. Dengan inisiatif-Nya Allah menyatakan tujuan-Nya melalui manusia. Ia berkomunikasi dengan manusia secara langsung atau melalui vision atau ilham. 10

Dalam sejarah, Allah memperlengkapi manusia dengan suatu catatan atau laporan tentang segala sesuatu yang dikehendaki-Nya bagi manusia. Dalam Perjanjian Lama misalnya dimulai dengan Hukum Taurat yang diberikan melalui Musa di gunung Sinai dan dalam perkembangan selanjutnya dalam sejarah Israel. Fakta-fakta ini menjadi satu pondasi bagi Teologia Alkitab (Biblika). Teologia Alkitab adalah sesuatu yang sungguh-sungguh dan nyata (benar) yang disajikan oleh Alkitab. Teologia Biblika yang dibangun berdasarkan pengajaran Alkitab paling tidak memiliki 7 (tujuh) asumsi dasar antara lain : (The Theology of The Older Testament; 1976, 15-16)

1. Sejarah Eksistensi Agama Manusia dalam setiap periode atau zaman memiliki suatu perangkat nilai-nilai yang diakui dalam kehidupanya. Phenomena ini nampak dalam seluruh kebudayaan, sehingga setiap orang dapat mengevaluasi nilai-nilai atau agama yang diyakini atau yang diinginkannya. Pada prinsipnya tidak ada manusia yang Ateis secara teori, kecuali ateis secara praktis

a. Mutlak, Kualitas agama yang diyakini bersifat mengikat sebagai perlawanan terhadap skeptisisme, (tidak ada agama atau keyakinan yang tidak memiliki klaim yang tidak mutlak, jika tidak mengapa ia harus meyakininya) seseorang harus membuat suatu komitmen secara pribadi terhadap keyakinan (nilai-nilai yang dipercayai). Apa yang diyakininya bersifat mutlak. Contoh: Mikha 6:8, asumsi tentang suatu realitas sebagai ‘pengetahuan yang baik’ dan ‘pentingnya manusia memelihara itu’. Tidak ada agama nomor dua, atau agama yang tidak “missioner”

b. Eksistensi KeTuhanan sebagai kebenaran yang utama, sebagai perlawanan terhadap naturalis ateisme. Nilai yang tertinggi adalah pribadi Allah (Kej.1:1), sehingga standar moral tidak dapat menggantikan Allah. Secara umum semua manusia tanpa kecuali menyadari bahwa adanya “ultimate being” (keberadaan yang utama) di luar dirinya

c. Pengetahuan Tentang kebenaran Ilahi, sebagai perlawanan terhadap Agnosticism. Allah telah menyatakan diri sehingga manusia dapat mengenal-Nya. Tetapi tidak berarti bahwa manusia dapat mengenal Allah secara keseluruhan (Ayub 11:7b, Mzm.139:6, Rm.11:33), tetapi bukan berarti Allah tidak dapat menyatakan kebenaran-Nya terhadap manusia (1 Raj. 18:1), termasuk menyatakan diri-Nya sendiri.

11

d. Fakta Tentang penyataan, Allah telah menyatakan diri-Nya sehingga dapat diketahui oleh manusia (Rm. 1:19). Dari diri manusia yang terbatas dan juga karena akibat dosa manusia dalam pikirannya (Ef. 4:17-19), manusia tidak menemukan Allah melalui pencahariannya sendiri (Ayb. 11:7a).

e. Batasan Penyataan yang efektif terhadap Alkitab, sebagai perlawanan kepada rasionalistik, liberalisme dan penyembahan berhala. Pernyataan Allah secara umum nampak kepada seluruh budaya, sejarah dan hati manusia (Mzm. 19:1; Rm. 1:20). Manusia berdosa, bagaimanapun diikat kepadanya (Rm. 1:21, 28). Penyataan umum memiliki arti yang sesungguhnya bagi manusia (Mzm. 19:7; 119:8) hanya ketika Roh Kudus Allah menerangi manusia melalui penyataan khusus tentang Alkitab.

f. Identifikasi Seluruh Alkitab dengan penyataan Seluruh Alkitab adalah Firman Allah oleh karena itu Alkitab tanpa salah dalam inspirasi terhadap teks asli (Kis. 24:14)

B. Definisi Teologia Studi Perjanjian Lama Pemahaman terhadap definisi teologia pada saat ini sangat rancu dan sulit untuk didefinisikan. Tidak ada satu definisi yang diakui dan diterima secara umum. Von Rad menjelaskan, bahwa tidak ada satu susunan seperti yang nampak saat ini sebagai satu pokok tentang …Teologia Perjanjian Lama. Manakah yang benar, teologia tentang Perjanjian Lama atau teologia Perjanjian Lama? Perbedaan dan pemakaian secara berganti (interchangeability) dari kedua istilah tersebut tidak memiliki perbedaan secara mendasar. Teologia tentang studi Perjanjian Lama menempatkan penekanan utama pada teologia yang terdapat di dalamnya atau mengikat kepada Perjanjian Lama.. Studi teologia adalah bersifat deskriptif dan sejarah. Jika Teologia Perjanjian Lama adalah pokok maka teologi adalah yag terutama, Perjanjian Lama hanyalah merupakan salah satu cabang teologi moderen yang minat utamanya berhubungan dengan Perjanjian Lama. Teologia bersifat deskriptif artinya penjelasan itu didasarkan atas apa yang Allah kerjakan dan dilaporkan dalam Perjanjian Lama. Teologia Perjanjian Lama bersifat teologis artinya teologia Perjanjian Lama itu tidak hanya concern dengan sejarah Israel, atau menceritakan kembali apa yang dikerjakan Allah untuk Israel. Perjanjian Lama adalah Alkitab yang dinspirasikan dan memiliki berita yang berasal dari Allah yang berlaku bagi segala waktu dan tempat. 12

Teologia adalah suatu “refleksi atas”, “suatu penafsiran” atau “suatu ide” dari materimateri teologi dalam Perjanjian Lama yang tetap relevan bagi kita. Roland de vaux lebih lanjut menulis, “Alkitab adalah laporan tentang “tulisan-tulisan kudus” bukan karena hal ini berisi tentang “sejarah kudus”, tetapi secara prinsip karena Kitab Suci ditulis di bawah inspirasi Allah, untuk megekspresikan, memelihara dan menyampaikan maksud penyataan Allah kepada Manusia. Pokok suatu teologi tidak terbatas seperti yang dimaksudkan oleh Von Rad, tetapi mendefinisikan teologia itu seperti yang diyakini oleh mengenai hubungannya dengan Allah dan keyakinan Israel atas intervensi Allah dalam sejarah. Para Teolog menerima Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, pencarian disini adalah usaha yang dilakukan terhadap apa saja yang disaksikan oleh Allah dan diajarkan-Nya melalui sejarah kepada semua orang”. Meskipun definisi teologia sulit dan tidak satupun yang diterima secara baku, tetapi secara singkat Teologia Perjanjian Lama dapat diuraikan secara singkat: studi dan presentasi yang mempelajari tentang apa yang dinyatakan oleh Allah yang bersumber kepada Perjanjian Lama. (John H Sailhamer, p 17) Berdasarkan definisi tersebut di atas, nampaklah bahwa Teologia Perjanjian Lama itu sebagai suatu disiplin ilmu yang disajikan dalam suatu bentuk yang sistimatis dan bersumber kepada penyataan Allah pada Perjanjian Lama. Sebelum melihat beberapa variable yang membentuk teologia Perjanjian Lama, maka perlu ditekankan bahwa dasar, focus maupun tujuan dari suatu teologia adalah Allah sendiri. Allah menjadi dasar dan focus teologi , belajar teologia itu berarti belajar tentang Allah dan belajar dari Allah. Jika Belajar teologia hanya belajar tentang Allah dan tidak belajar dari Allah, itu bukanlah suatu teologi. Allah bukan sebagai hanya sebagai objek (seolaholah Allah dapat diteliti berdasarkan ilmu pengetahuan) dari suatu teologi serperti definisi teologia “Ilmu tentang Allah” yang merupakan produk filsafat. Sebaliknya Allah menjadi subjek tetapi sekaligus menjadi objek (karya Allah) suatu teologia. Dengan demikian teologia hanya dapat dibangun di atas penyataan Allah. Tanpa penyataan Allah, tidak ada teologia, penyataan Allah menjadi sumber bagi suatu teologia. Kebenaran yang mendasar dalam Teologi Perjanjian Lama dalah realitas Allah yang secara aktif mengkomunikasikan kehendak-Nya dalam sejarah (Kel.20:1; 1Raj.18:24,39). Allah sunguh-sugguh membebaskan bangsa Israel dari Mesir. Allah menjawab Elia, sehingga orang Israel dan orang kafir dapat mengetahui Dia adalah Yahweh. Teologi Alkitab memiliki hubungan dengan Allah dan penyataan-Nya : - Perjanjian Sinai, Allah mengikat dirinya sendiri untuk menyelamatkan Israel (Kel.6:7, 19:4) - Tindakan-tindakan dan kebenaran-kebenaran Allah yang dinyatakan (fasif dan aktif) - Allah berbicara dalam berbagai waktu dan berbagai cara (Ibr.1:1) Teologi Perjanjian Lama menunjukkan berbagai sisi pribadi Allah yang aktif berkarya dalam sejarah. 13

Dari definisi di atas ada beberapa aspek yang dapat dijelaskan antara lain:

1. Studi Perjanjian Lama Ditinjau Dari Ciri yang pertama direfleksikan oleh teologia Perjanjian Lama melalui definisi itu ialah studi tentang Perjanjian Lama. Teologia Perjanjian Lama dihasilkan oleh studi Perjanjian Lama. Dalam studi Perjanjian Lama paling sedikit ada empat area studi Alkitab yang dimasukkan sebagai refleksi teologia ke dalam suatu tingkatan sebagai tugas dari studi Perjanjian Lama.

a. Hermeneutik Alkitab atau hermeneutik studi Perjanjian Lama adalah subjek yang menjadi dasar dari suatu teologia Perjanjian Lama. Jika hermeneutik dihubungkan dengan ilmu pengetahuan atau seni menafsirkan teks, maka kita dapat melihat bahwa keputusan yang dibuat dalam berteologia akan dipengaruhi suatu teologia yang didasarkan kepada teks Alkitab. Studi Perjanjian Lama diangkat ke permukaan dari teks Alkitab melalui ilmu hermeneutik. Salah satu hal yang paling unik dalam Alkitab yang membedakannya dengan literaturliteratur dunia ialah karena hermeneutik Alkitab yang bersifat khusus.

b. Bahasa dan Terjemahan Perjanjian Lama adalah kitab yang ditulis dalam bahasa yang berbeda sama sekali dengan bahasa kita atau bahasa Inggris. Seseorang pertama-tama harus memutuskan arti teks dan terjemahannya sebelum dalam suatu perkembangan lain dapat dibuat dalam teologia Perjanjian Lama. Pada saat yang sama, haruslah diakui bahwa tugas membaca dan menterjemahkan Alkitab itu sendiri adalah suatu teolog. Sebelum suatu teks dapat diterjemahkan, teks itu harus dipahami dan ditafsirkan. Bagaimanapun tidak menyenangkan bagi kita, proses memahami suatu teks atau suatu bagian teks dan kemudian menterjemahkannya adalah sesuatu tugas untuk mencari sesuatu yang tersembunyi dalam teks itu.

c. Eksegese. Studi Perjanjian Lama merupakan suatu ringkasan dari berbagai bagian teologia. Eksegese merupakan tugas interpretasi dan pemahaman arti yang spesifik dari teks Alkitab. Setiap bagian dari Perjanjian Lama harus dipahami sebelum keseluruhannya dapat disusun ke dalam suatu teologia studi Perjanjian lama secara lengkap. Tiap bagian dari Perjanjian lama harus merupakan bagian dari keseluruhan. Arti dari suatu bagian teks harus menjadi arti dari keseluruhan teks. Pada saat yang sama, pemahaman dari keseluruhan teks harus melalui pemahaman dari suatu bagian. Eksegese (memahami bagian teks), merupakan bagian yang integral dari sebagian tugas dari Perjanjian Lama (memahami seluruh teks) dan Teologia Perjanjian Lama itu didasakan kepada Eksegese. Eksegese adalah jalan yang menuntun kepada suatu 14

teologia studi Perjanjian lama, sebaliknya teologia Perjanjian Lama adalah terang yang menjelaskan kepada eksegese.

d. Penuntun Eksegesis Lengkap Garis besar ini memberikan sejumlah besar ulasan dan petanyaan yang dimaksud untuk menolong saudara memikirkan semua altenatif dalam mengerjakan eksegesis dengan teliti. Ulasan dan pertanyaan itu telah dikemukakan sebagai perbandingan dan tidak perlu diikuti seluruhnya. Sebetulnya beberapa pertanyaan saling melengkapi dan beberapa yang lain mungkin berlebihan. Beberapa mungkin topic tidak relevan dengan maksud anda atau lingkup kebutuhan eksegesis yang khusus pada perikop tertentu. Karena itu, hendaknya selektif. Kesempingkanlah hal-hal yang tidak berkaitan dengan bagian Alkitab yang sedang diselidiki serta titik beratkan hal-hal yang berkaitan dengannya.

e. Terjemahan Carilah dalam sebuah leksikon, misalnya leksikon karangan Holladay, semua kata yang cakupan maknanya masih anda ragukan. Bacalah berbagai atikel yang panjang lebar dalam leksikon-leksikon yang besar misalnya karya Koehler-Baumgartner atau karya Brow-Driver-Briggs. Dalam memeriksa studi kata secara detail (studi konsep) dalam alat bantu yang disebutkan dalam bagian, ingatlahj kata-kata tidak mempunyai bermacam-macam arti. Sebuah kata Ibrani jarang sekali dapat dipadankan dengan tepat satu kata bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, tetapi mungkin pengertiannya mencakup secara menyeluruh atau sebagian dari beberapa kata Indonesia yang berbeda, oleh karena itu penerjemahan selalu menyangkut pilihan. Sewaktu meneruskan penafsiran bagian Firman Tuhan itu, khususnya waktu saudara memeriksa dengan teliti data yang berkaitan dengan tata bahasa dengan kosa kata , maka akan diperoleh pengetahuan cukup untuk memperbaiki terjemahan percobaan. Pemilihan kata untuk suatu tempat tertentu dalam bagian itu hendaknya cocok juga dengan konteksnya secara keseluruhan. Semakin banyak mengetahui mengenai seluruh bagian Firmanm itu semakin tanggap untuk memilih kata-kata yang tepat dalam tiap bagian terjemahan itu. Setiap bagian kecil harus sesuai dengan seluruh bagian Alkitab itu. Ketika kita mengambil kepusan berkaitan dengan sastra dan teologi dalam bagian Alkitab tersebut, maka kita akan ,mengerti lebih dalam tentang keputusan-keputusan yang harus diambil untuk membuat terjemahan yang baik. Cobalah menilai penggunaan sebuah kata dalam kontyeks yang lebih luas dari kitab itu seluruh Perjanjian Lama, serta konteks yang lebih luas dan berdekatan dalam bgia itu sendiri pasal itu dan pasal-pasal sebelumnya atau sesudahnya bagian tersebut. Setelah penyelidikan selesai dan siap untuk menulis konsep terakhir temaptkanlah terjemahan yang final itu segera sesudah teks Ibrani. Setyelah itu berilah catatan kaki untuk menerangkan pilihan susunan kata yang mungkin menimbulkan rasa heran atau 15

yang tidak jelas bagi pembaca. Akan tetapi, tidak perlu menjelaskan satu kata yang juga dipilih oleh bebrapa terjemahan modern. Gunakanlah catatan kaki untuk member tahu kemungkinan-kemungkinan lain dalam penerjamahan suatu kata atau ungkapan yang di anggap bermanfaat.

d. Pengantar Perjanjian Lama Studi Perjanjian Lama juga difokuskan kepada pertanyaan dan isu-isu pengantar tentang identitas tiap-tiap kitab. pengantar studi Perjanjian Lama menjelaskan tentang penulis, waktu, penerima (alamat), situasi latar belakang sejarah, politik, agama dan kondisi-kondisi yang ada dalam konteks dari setiap kitab. Dalam jangkauan yang lebih luas, pengantar Perjanjian Lama juga mencatat tentang isu-isu dan penyelesaianpenyelasaian tiap persoalan dari setiap kitab. Perkembangan dari suatu teologia termasuk teologia studi Perjanjian Lama tidak terlepas dari keseriusan kita untuk memahami isu-isu pengantar Perjanjian Lama itu sendiri. Pengantar Perjanjian Lama merupakan kerangka dasar dalam membangun suatu teologia Perjanjian Lama, penyelesaian pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam studi pengantar Perjanjian Lama akan menentukan suatu kepastian dalam teologi Perjanjian Lama itu sendiri.

2. Presentasi Suatu topik yang diperdebatkan dalam Study Perjanjian Lama ialah tentang model presentasi yang sesungguhnya. Teolog Biblika yang mula-mula memakai hal ini untuk berbicara tentang kemampuan untuk memahami Alkitab dan kemampuan untuk menjelaskan Alkitab. Bagaimana seseorang memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang dikatakan oleh para penulis Alkitab dan tentang teologia mereka.Ada sejumlah cara yang dapat dipakai untuk mempresentasikan setiap materi dan susunan presentasi yang dipilih oleh teolog-teolog Perjanjian Lama dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelompok antara lain :

a. Sistematika Untuk menyusun suatu teologia secara sistimatis biasanya para teolog menempatkan teologia dibawah tiga pokok atau tema besar, yaitu : Allah-Manusia-Keselamatan. Topik yang pertama tentang Allah didiskusikan dengan seluruh bagian yang berhubungan dengan keberadaan Allah dan sifat-sifatnya. Kemudian diikuti dengan diskusi tentang umat manusia dan keselamatan. Tetapi disisi yang lain para teolog juga menyusun teologia dibawah pokok yang mereka anggap sebagai tema penting dalam Perjanjian Lama,seperti halnya, Perjanjian, Allah, Hukum Taurat, penebusan dan lain-lain

b. Historikal Perjanjian Lama di bangun diatas dasar narasi-narasi sejarah yang menceritakan tentang rentang sejarah yang sangat penjang dari Penciptaan sampai kepada bagian 16

yang terakhir dalam Perjanjian Lama sebelum Kristus. Mempelajari Perjanjian Lama, berarti belajar dari suatu waktu dan fakta yang khusus tentang sejarah bangsa Israel. Tetapi lebih jauh, harus dilihat bahwa tujuan Perjanjian Lama lebih dari pada sekedar mempelajari sejarah dan agama Israel. Perjanjian Lama berhubungan dengan peristiwa-peristiwa dan gagasan yang objektif melalui suatu periode yang panjang. Contoh. Hosea 11:3, bangsa Israel dibangkitkan dan dihukum. Kronologis adalah faktor yang penting dalam teologi Perjanjian Lama. Untuk mengetahui kapan peristiwa itu terjadi, kita harus mempelajari peristiwa-peristiwa yang mendahului (konteks) sehingga dapat melihat hubungan-hubungan setiap peristiwa Salah satu pokok penting dalam Perjanjian Lama, Allah menyelamatkan manusia dari dosanya. Hosea.11:8, Menjelaskan tujuan Allah adalah untuk membawa manusia kembali kepada diri-Nya melalui Yesus Kristus (II Kor.5:19). Sejarah penyataan Allah memiliki hubungan dengan penebusan-Nya karena: - Penebusan Allah di sepanjang sejarah manusia ( Perjanjian Lama) hanya ada di dalam Kristus (Yoh14:6). Alkitab hanya menunjukkan satu rencana keselamatan di dalam Kristus. - Tindakan penebusan Allah berkembang, jalan keselamatan dipersiapkan sampai genap waktunya Allah menyatakan diri di dalam Yesus Kristus (Gal.4:4). Keselamatan mencapai puncaknya di dalam Kristus (Ibr.1:1). Kristus menjadi pokok penting baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru (Kis.10:42). Manusia membutuhkan keselamatan yang dinyatakan di dalam Alkitab. Dalam konteks sejarah, cobalah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sementara mengadakan penyelidikan; Apakah yang melatari belakang perikop Alkitab yang ditafsirkan? Peristiwa-peristiwa apakah yang sebenarnya menimbulkan hal ini? Adkah jalan peristiwa atau perkembangan penting di Israel atau di kawasan lain di dunia zaman dahulu mempun yai sangkut paut dengan bagian Firman Tuhan ini, atau dengan bagian dari isinya? Adakah perikop-perikop lain yang paralel atau yang serupa di dalam Alkitab yang tampak berhubungan dengan keadaan-keadaan sejarah yang sama? Apakah hal ini menambah pengertian kita? Dalam keadaan-keadaan sejarah yang bagaimanakah perikop itu ditulis dalam keadaan sejarah yang sangat berbeda? Jika tidak apa sebabnya? Apakah perikop tersebut mengakhiri atau membantu perkembangan suatu peristiwa atau konsepsi?. Mulai dari saat ini dan seterusnya perhatikan bagaimana informasi yang telah diperoleh mengenai bagian Alkitab itu berpengaruh atas penafsirannya. Jelaskan bagaimana informasi sejarah ini membatu seseorang untuk mengerti atau mengapresiasikan perikop itu. Jangan lupa untuk memanfaatkan data arkeologis apa pun yang mungkin ada mengenai perikop itu. Dalam beberapa hal tidak mungkin untuk menentukan latar belakang sejarah dari perikop-perikop puitis, seperti Mazmur-Mazmur atau AmsalAmsal. Jika demikian jelaskan hal itu kepada pembaca. Uraikanlah implikasi-implikasi 17

akibat kurangnya konteks sejarah yang jelas untuk perikop yang hendak dipastikan. Dimanakah kedudukan peristiwa-peristiwa yang ditulis perikop Firman Tuhan ini dalam kehidupn bangsa Israel? Kebiasaan social dan kebiasaan umum mana yang mempengaruhi isi perikop tersebut? Bagaimanakah hal-hal tersebut menjelaskan perikop tersebut relevan dengan bangsa Israel kuno yaitu terikat dengan adat istiadat ataukah itu berguna dan mempunyai arti penting dewasa ini? Dalam cakupan waktu dan lingkungan kebudayaan Israel.

3. Penyatuan Allah Dari Definisi di atas istilah Teologia menemukan artinya dalam hubungan dengan konsep tentang penyataan. Teologia Perjanjian Lama concern dengan penyataan yang diberikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama. Berbicara tentang Perjanjian Lama sebagai penyataan tidak hanya berarti berbicara tentang masa lalu. Jika Allah sudah berbicara dalam teks Alkitab, maka tidak ada alasan untuk membatasi apa yang dikatakan oleh Allah itu hanya sebagai perkataan untuk masa lalu. Jika Allah sudah berbicara, itu tidak hanya menjadi bagian ketika Ia berbicara. Jika Allah sudah berbicara, suara-Nya tetap terdengar sampai hari ini. Oleh sebab itu, Perjanjian Lama adalah Penyataan tentang kehendak Allah, dan suatu teologia Perjanjian Lama harus menjadi suatu presentasi, atau restatement dari perkataan Allah itu.

4. Study Perjanjian Lama memiliki sumber dari Alkitab. Daniel berkata,“Saya mengetahui melalui kumpulan kitab“ (9:2) Alkitab satu-satunya sumber bagi teologi Perjanjian Lama. Teologia hanya dapat dibangun di atas dasar penyataan Allah yang telah tertulis dalam Alkitab. Diluar Alkitab teologia yang dibangun akan berdampak kepada disipilin ilmu antropologi, psikologi atau “gi” yang lain

a. Konteks Alkitabiah Sampai tahap ini harus dimulai mempersatukan untuk sementara di dalam pikiran, penemuan-penemuan pokok dari bagian-bagian sebelumnya, dengan maksud memusatkan perhatian pada pesan khusus dari perikop yang diselidiki, karena pesan itu berhubungan secara lebih luas dengan “:pesan” dari konteksnya yang lebih luas. Dengan kata lain, Anda jangan hanya memperhatikan segi-segi khusus dari perikop itu. Sekarang perlu diperhatikan segi-segi khusus dari perikop itu. Sekarang perlu diperhatikan, bagaimana perikop itu sebagai suatu kesatuan yang utuh benar-benar cocok dengan kumpulan kebenaran lebih luas yang perlu diperhatikan. Mungkin akan berguna bagi kita bila meringankan untuk diri sendiri apa yang dianggap sebagaio pesan perikop itu termasuk pokok implikasi yang jelas, atau hal-hal seperti itu. Suatu ringkasan seperti itu , tentu bersifat sementara namun menolong untuk ri memusatkan perhatian pada arti perikop itu dipandang dari segi Alkitab dan teologi. Ketika prosedur yang dipaparkan dengan singkat di bawah ini, direncanakan untuk ,membantu untuk memulai menetapkan hubungan bagaian yang diselidiki dengan 18

bagian yang selebihnya dari Alkitab. Tiga prosedur yang dipaparkan dalam langkah akan menolong menghubungkan bagian tersebut dengan teologi dogmatic yang lebih umum. Analisis pemakaian perikop itu di tempat lain dalam Alkitab, apakah bagian yang sedang diselidiki itu atau sebagian daripadanya dikutip atau disinggung di tempat lain dalam Alkitab? Bagaimana? Mengapa? Jika dikutip lebih dari sekali, bagaimana dan mengapa hal itu terjadi? Dan apakah rujukan dalam bagian lain dari lain dalam Alkitab menolong untuk mengerti bagaimana bagaian lain Alkitab menolong untuk mengerti bagaimana bagian yang sedang diselidiki itu ditafsirkan. Funsi dogmatis perikop itu sebgai pangajaran atau penyampaian berita dalam Kitab, kelompok kitab, Perjanjian Alkitab. Apakah perikop itu mempunyai hubungan khusus dengan kitab-kitab pseudepigrafa, atayu tulisan-tulisan lain di luar kanon Alkitab yang isi maupun [perspektifnya menjelaskan perikop itu. Bagaimana perikop itu atau komponenkomponen bila dibandingkan dengan ayat-ayat lain di Alkitab yang membicarakan persoalan-persoalan yang sama. Apa kemiripan dan perbedaannya? Perlu membicarakan pertanyaan-pertanyaan ini dengan banyak bagian dari perikop tersebut jika kita menilai bahwa banyak bagian mengemukakan pernyataan-pernyataan tegas secara terpisah. Tetapi sasaran utamanya ialah selalu untuk melihat pesan dari bagian itu sebagai satu kesatuan yang serasi dan memberikan kontribusi terhadap penyataan Alkitab secar keseluruhan. Makna perikop untuk mengerti Alkitab, adakah ayat-ayat lain yang bergantung pada perikop yang sedang diseliki? Adakah unsur-unsur lain dalam Alkitab yang berguna untuk memahami perikop itu? Mengapa dan bagaimana? Apakah perikop itu mempengaruhi arti atau nilai dari perikop-perikop lain Alkitab, dengan cara yang melintasi batasan sastra atau sejarah? Apakah perikop itu berkaitan dengan masalahmasalah yang diuraikan melalui cara yang sama atau berbeda dalam bagian-bagian lain dari Alkitab? Apakah perikop itu ada terutama untuk menegaskan apa yang sudah diketahui dalam bagian-bagian lain dari Alkitab?

b. Posisi Perikop Secara Teologis Tempat yang cocok untuk perikop yang sedang diselidiki itu di dalam seluruh kumpulan wahyu yang membentuk teologi kristiani. Dengan perjanjian yang mana perikop ini cocok? Apakah aspek-nya baik sebagian maupun seluruhnya hanya berlaku dalam Perjanjian Lama misalnya, beberapa persembahan kurban yang menyangkut pemujaan? Jika demikian, apakah kebiasaan itu masih relevan sebagai suatu contoh sejaarah mengenai kekudusan, standar keadlian kehadiran abadi, kemahatinggian, belas kasihan Allah. Alasan mengapa disiplin ini disebut teologi. Secara harafia berarti studi mengenai kedudukan Allah karena semakin baik orang memahami tentang Allah maka ia semakin mengerti arti hidup, kebenaran-kebenaran dan kebiasaan-kebiasaan apa yang perlu atau penting ini, dan nilai-nilai apa yang I banmyak tentang Allah dari perjanjian itu digantikan Perjanjian Baru. Apakah perikop itu 19

Lama dan Perjanjian Baru dan tidak terikat sama sekali pada salah satu Perjnjian itu? Dengan doktrin mana perikop itu berhubungan? Apakah itu menyangkut konsepsi doktrin mengenai Allah, manusia, dosa , keselamatan, gereja, akhir zaman? Apakah bagian berhubungan dengan bidang-bidang doktrin ini karena perbendaharaan kata atau pokok persoalannya, atau karena sesuatu yang kurang jelas. Suatu perikop yang memperlihatkan sifat kasih Allah kepada manusia dan tidak menyebut kasih Allah secara langsung.

c. Analisis Sumbangan Teologis Apakah perikop itu membantu pemecahan masalah-masalah doktrin atau mendukung solusi-solusi yang ditawrkan di bagian lain dalam Alkitab? Seberapa besar atau seberapa kecil sumbangan dari perikop ini? Bagaimana dapat memastikan bahwa bagian itu bila dipahami dengan betul, mempunyai makna teologis yang hendak dikaitkan dengannya. Apakah pandangan ini cocok dengan pandangan para sarjana atau teologi lain yang juga pernah mempelajari perikop itu? Apakah dari segi teologi lain yang juga pernah mempelajari perikop itu sesuai dengan seluruh system kebenaran yang terdapat dalam teologi Kristiani. Suatu asumsi dasar yang penting ialah bahwa teologi yang benar harus konsisten secara keseluruhan dan tidak bertentangan. Bagaimana perikop yang sedang diselidiki ini sesuai dengan keseluruhan teologi. Dalam hal apa perikop itu penting untuk keseluruhannya teologi? Apakah ada sesuatu berfungsi untuk mengimbangi atau mengoreksi pandangan teologis yang meyesatkan atau yang ekstrem. Apakah ada sesuatu dalam perikop itu Nampak sulit untuk dihubungkan dengan ekspresi tertentu dari teologi Kristen? Alkitab adalah yang terpenting sedangkan system-sistem teologi tidak terlalu penting.

d. Penerapan Teologi Eksegesis Semua orang setuju bahwa eksegesis berusaha untuk menentukan arti dari sebuah perikop Alkitab. Bagaimanapun, banyak penafsir menganggap tanggung jawab mereka hanya menyangkut masa lampau; bahwa eksegesis beruhasa menemukan arti teks itu pada masa lalu, bukan arti teks itu sekarang. Pembatasan sewenang-wenang seperti itu terhadap eksegesis adalah tidak memuaskan karena tiga alas an; Pertama, pembatasan itu mengabaikan alas an pokok mengapa begitu banyak orang melakukan eksegesis atau tertarik pada hasilhasil eksegesis. Mereka ingin mendengar dan menaaati firman Tuhan seperti yang terdapat dalam teks Alkitab itu. Dengan kata lain, eksegesis merupakan latihan intelektual yang kosong bilamana dipisahkan dari penerapan. Kedua, pembatasan hanya membicarakan satu aspek dari arti itu, yakni aspek sejarah seakan-akan firman Tuhan ditujukan kepada generasi-generasi secara tewrpisah-pisah dan tidak juga untuk kita dan orang-orang yang hidup sesudah kita pada masa akan dating. 20

III. Sejarah perkembangan Study Perjanjian Lama Sejarah Teologia studi Perjanjian Lama sangat panjang, menarik dan penuh dengan liku-liku. Meskipun disipilin Teologia dalam bentuknya yang moderen paling tidak sudah berusia dua ratus tahun, tetapi akar teologia Perjanjian Lama harus kembali kepada Perjanjian Lama itu sendiri . Sebagian besar Sarjana Alkitab menghubungkan sejarah Teologia Perjanjian Lama kepada Johann Philipp Gabler, yang dianugrahi dengan gelar Doktor Teologia di Universitas Aldorf tahun 1787 oleh karena sumbangannya terhadap perkembangan dalam bidang Perjanjian Lama (meskipun Ia sendiri tidak pernah menulis Teologi Perjanjian Lama). Teologia Perjanjian Lama merupakan bagian dari Teologia Biblika ( pada zaman Gabler tidak ada perbedaan antara Teologia dogmatika/sistimatika dan Biblika) sehingga perkembangan teologia Perjanjian Lama sebagai bagian dari disiplin teologia secara menyeluruh merupakan perkembangan Teologia Biblika. Teologia Perjanjian Lama mengalami perkembangan dalam beberapa periode:

1. Periode Persiapan Study Perjanjian Lama pertama-tama tidak harus dihubungkan dan dipahami dengan zaman Gabler, tetapi pada Perjanjian Lama itu sendiri. Sejarah Teologia Perjanjian Lama telah eksist jauh sebelum jaman Gabler. Perjanjian Lama sudah dipahami di dalam zamannya sebagai penyataan Allah dan Perjanjian Lama dipakai oleh para penulis Alkitab (Perjanjian Lama) yang kemudian sebagai sumber teologianya. (Mazmur 78; Yer. 26:18; Ezr. 7:10; Neh. 8:1-8). Nabi Hagai harus mengetahui tentang Nubuatan Nabi Yeremia tentang Allah yang akan menggerakkan “cincin materai-Nya” dari tangan tangan nenek moyang Konya (Yer.22:24-25) ketika Ia berkata Allah akan membuat Zerubabel, anak anak Konya, seperti “cincin materai” (Hag.2:23). Yeremia berbicara tentang suatu “Perjanjian Baru” (Yer.31:31-34). Nabi yang lain berbicara tentang nabi suatu “keluaran baru” (Yes.43:1421; 48:20; 52:12) dan “Daud yang baru” (Yer.23:5-6; Yeh.34:23-24; 37:24-27). Komunitas Qumran menafsirkan bahan-bahan dari Perjanjian Lama secara teologis. Mereka menulis beberapa tafsiran atau hymne yang didasarkan kepada tema-tema dari Perjanjian Lama. Perjanjian Baru, memakai Perjanjian lama secara teologis, dua puluh tujuh kitab dalam Perjanjian Baru menunjukkan hubungan secara langsung dengan Perjanjian Lama. Yesus Kristus secara konsisten berbicara tentang Perjanjian Lama sebagai dasar dan penjelasan bagi pengajaran dan pelayanan-Nya (Mat. 5:17; Luk 17, 21; 24:27). Penulis PB (para rasul) mempelajari Perjanjian Lama sebagai nubuatan keselamatan (Kis. 3:24). Mereka menekankan kebenaran tentang berbagai aktifitas Allah dalam sejarah Israel (Kis. 7, 13:16-41). Mengambil Perjanjian Lama sebagai bagian yang besar dalam khotbah-khotbah mereka terhadap gereja mula-mula dalam Perjanjian Baru (Kis. 2:16, 25; Mat. 1:22). 21

Perkembangan metode penafsiran Alkitab secara harafiah telah di kenal pada zaman itu, tetapi penafsiran ini banyak diselewengkan dengan legalistik para Pharisi. Tradisi Yahudi mencoba membatalkan keaslian Firman Allah (Mrk. 7:13) dan menurunkannya kepada kebenaran diri sendiri. Orang Yahudi menolak keselamatan di dalam Kristus, menutup diri dari kebenaran Alkitab ( Perjanjian Lama) sebagai penyataan Allah. Perkembangan sejarah teologia Perjanjian Lama nampak jelas dalam kehidupan dalam Teologia Bapa-bapa gereja. Pengertian tentang sejarah penyataan Allah sebagai karya keselamatan Allah dalam sejarah Perjanjian Lama diyakini sebagai teologia yang sesungguhnya. Irenaeus (AD. 180), murid Policarpus yang adalah murid Rasul Yohanes tidak hanya mendirikan fondasi bagi teologia gereja, dia juga dicatat seorang teolog biblika secara khusus menekankan kesatuan yang ditemukan dalam penyataan Allah yang berkembang. Agustinus dalam bukunya city of God (AD. 425) membuat suatu analisa terhadap pernyataan Perjanjian Lama dalam lima periode sejarah. Tetapi Bapa gereja ini juga mewarisi metode Alegoris dari Alexandria Yudaisme dalam menafsirkan Alkitab Pada abad ke empat sampai dengan Abad ke 16, thn.500-1500 (Abad pertengahan), minat terhadap Perjanjian Lama ditandai dengan munculnya empat sistim penafisran yaitu : arti literal atau historical, allegorical, moral atau tropological, dan spiritual atau analogical. Contoh dari keempat metode penafsiran ini dapat kita lihat dalam peristiwa pemberian “manna di padang gurun”. Ø secara literal :manna adalah makanan ajaib yang diberikan oleh Allah untuk memelihara bangsa Israel di padang gurun. Ø secara Alegoris :manna adalah berkat sakramen dalam Perjamuan kudus, Ø secara tropological :manna adalah substansi Roh dari hari ke hari melalui kehadiran Roh Kudus. Ø secara analogical, : manna adalah “makanan dari surga yang memberkati jiwa “atau menggambarkan kesatuan yang sempurna dengan Kristus” Contoh lain : Kota Yeruslem menurut metode penafsiran ini dapat diartikan sebagai berikut : Analogical --------------------- à Yerusalem : Kota surgawi Alegorical --------------------- à Yerusalem : Gereja Tropological ----------------------à Yerusalem : Jiwa manusia Literal --------------------à Yerusalem : Kota Yehuda

2. Dari reformasi s/d zaman pencerahan a. Para reformator Para reformator abad ke 16 menerapkan prinsip ‘sola scriptura’ (hanya Alkitab saja) dan 22

sui ipsui interper ‘Alkitab menafsirkan dirinya sendiri’ menjadi semboyan reformasi sekaligus juga menjadi dasar untuk teologia biblika ( Perjanjian Lama) di kemudian hari. Prinsip-prinsip ini menolak ‘kebenaran gereja’, ‘Paus’ atau ‘orang-orang kudus’ yang ditetapkan sebagai penafsir atas gereja. Penafsiran menurut prinsip ini hanya datang dari Alkitab yang harus memberikan kebenaran hikmat tentang diri-Nya sendiri (Ams. 2:6). Prinsip ini juga membatalkan Alegoris yang mendominasi pada abad pertengahan dan dalam zaman ini Alkitab lebih cenderung ditafsirkan secara harafiah

b. Zaman ortodoksi Pada zaman ini muncul teologia biblika yang pertama (th. 1640). Teologia biblika dalam zaman ini menyusun ayat-ayat dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru untuk mendukung teologia sistematika yang menjadi ratu di antara cabang ilmu teologia zaman itu. Dengan kata lain, di buat rumusan-rumusan teologia dan kemudian dicari ayat-ayat pendukung. Dalam periode ini teologia biblika bertugas untuk mendukung teologia sistematika. Atau dengan kata lain Teologia Biblika menjadi ayat pandukung bagi teologi Sistimatika

c. Pietisme Pietisme membawa suatu perkembangan dengan semboyan ‘Back to the bible’. Perkembangan ini sebagai reaksi dan antisipasi terhadap teologia ortodoks yang sangat kaku. Teologia biblika harus dilepaskan dari teologia sistematika sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan teologia biblika dipahami sebagai dasar bagi teologia sistematika.

3. Zaman pencerahan Pada zaman pencerahan terjadilah suatu pendekatan yang baru sama sekali kepada kepada teologia biblika disebabkan oleh ciri-ciri zaman itu: a. Segala sesuatu yang bersifat supranatural ditolak. Akal manusia dipandang sebagai kriteria/hakim tertinggi dalam usaha menemukan dan merumuskan kebenaran. Ia juga diakui sebagai sumber utama untuk memperoleh pengetahuan. Akibat perkembangan ini ialah bahwa Alkitab sebagai rekaman sempurna dari Wahyu Allah ditolak b. Berkembangnya hermeneutika Alkitab yang baru, yaitu metode historis kritis. Yang berkuasa di antara para teolog liberal sampai hari ini. c. Kritik liberaris yang radikal diterapkan juga pada Alkitab. Salah satu pelopornya ialah dokter medis dari Perancis Jean Astruc yang mulai untuk membagi Pentateukh atas ‘sumber-sumber’ yang fiktif. d. Keyakinan akan inspirasi ilahi dari Alkitab ditolak. Alkitab mulai dipandang sebagai salah satu dari sekian dokumen kuno di dunia ini. Pelopor paham yang baru ini ialah seorang teolog reasionalis Johann Salomo Semler (1725-1791). Ia menegaskan bahwa ‘Firman Allah sama sekali tidak sama dengan Alkitab’ sehingga tidak lagi dapat dikatakan bahwa ‘Alkitab adalah Firman Allah’. Itu berarti bahwa: 23

a) tidak semua bagian Alkitab berdasarkan wahyu dan ispirasi Allah sendiri; b) Alkitab adalah dokumen historis yang biasa c) Alkitab harus diselidiki dengan metode-metode historis dan itu berarti dengan metode-metode yang kristis. Berdasarkan aksioma-aksioma ini maka teologia biblika pada zaman pencerahan menjadi ilmu yang historis yang lagi bertentangan dengan teologia sistematika, walaupun kali ini pertentangan itu dari segi lain. Pada tahun 1792 Von Ammon menulis sebuah teologia biblika berdasarkan ide-ide dari Semler, dan dari dua ahli filsafat di Jerman yaitu Lessing dan Kant. Buku yang dikarangnya itu sebenarnya merupakan ‘teologia filosofis’. Di dalam tulisannya nampak bahwa ia menganggap Perjanjian Baru lebih tinggi dari Perjanjian Lama. Gagasan ini merupakan langkah pertama ke arah pemisahan antara ‘teologia Perjanjian Baru’ dan “teologia Perjanjian Lama’ Johann Philipp Gabler (1753-1826), seorang teolog dari aliran rasionalisme pada tahun 1787 memberikan definisi penting, yang mengakibatkan bahwa teologia biblika terlepas sama sekali dari teologia sistematika dan kemudian berdiri sendiri sebagai cabang ilmu sejarah. Gabler menulis: ‘teologia biblika bersifat historis mengingat bahwa ia meneruskan apa yang penulis-penulis suci pikirkan tentang perkara-perkara ilahi; sebaliknya teologia sistematika bersifat didaktis (mengajar), mengingat bahwa ia mengajarkan apa yang dipikirkan teolog itu tentang perkara-perkara ilahi sesuai dengan kemampuannya, waktunya, zamannya, alirannya, tempatnya dan hal-hal lain seperti itu’ Gabler menetapkan prinsip-prinsip dalam membuat teologia Perjanjian Lama : pertama, Teologia Biblika dimulai dari studi tiap-tiap bagian Alkitab dengan membedakan setiap bagian itu berdasarkan prinsip penafsiran historical-Gramatikal. Kedua, kita harus membedakan setiap bagian Alkitab satu dengan yang lain, tidak ada perbedaan atau persamaan dari tiap-tiap bagian itu. Ketiga, dia harus sistimatis atau menyusun ide-ide secara umum tanpa mendistorsi atau menghilangkan perbedaan-perbedaan. Pendekatan Gabler sebagai seorang rasionalist terhadap teologia biblika berdasarkan tiga prinsip: 1) Inspirasi ilahi dianggap tidak ada, sebab: “Roh Allah sama sekali tidak memusnahkan dalam tiap orang suci kemampuannya sendiri untuk mengerti dan ukuran pemahamannya secara alamiah terhadap perkara-perkara ilahi..” Yang menentukan di sini bukanlah ‘otoritas ilahi’ melainkan ‘hanya apa yang orang-orang itu pikirkan’ 2) Teologi Alkitab bertugas mengumpulkan secara teliti berbagai gagasan dari setiap penulis Alkitab, karena Alkitab tidak berisi gagasan satu orang saja. Tugas ini hanya akan dapat dilaksanakan melalui metode penelitian sejarah, satra dan filsafat. 3) Sebagai salah satu disipilin ilmu, teologi Alkitab harus membedakan antara beberapa periode yang lama dengan yang baru. Mana yang berlaku pada zaman ini mana yang 24

tidak Gabler memiliki pengaruh bagi para Sarjana Alkitab terkemudian yang menghasilkan tulisan-tulisan tentang Teologia Biblika. Salah satu dari teolog itu adalah George Lorenz Bauer. George Lorenz Bauer (1796), orang pertama yang menyusun dan mempublikasikan teologi Perjanjian Lama secara historis kritis, Bauer menyusun bukunya ke dalam tiga bagian antara lain : Teologi, Anthroplogi dan Christologi. Faham rasionalisnya, sangat mempersoalkan masalah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Ke dua orang ini mendirikan cabang teologi Perjanjian Lama dan teologi Perjanjian Baru. Menurut Bauer, “segala ide tentang penyataan Allah yang suprnatral melalui teophani, mujijat, nubuatan-nubuatan harus ditolak, sebab segala sesuatu bertentangan dengan akal dan dengan mudah dapat disejajarkan dengan apa yang terdapat di antara bangsa-bangsa yang lain”. Tokoh lain ialah Schleiermarcher (1768-1834), seorang Pastor yang sangat berpengaruh di Berlin. Ia memiliki pandangan yang sangat merendahkan Perjanjian Lama. Bagi Schleiermacher, “Perjanjian Lama adalah peristiwa yang kebetulan terjadi (historical accident) yang dikembangkan oleh orang Kristen dari pakaian Yudaisme” Hegel adalah tokoh Filsafat yang merupakan kolega dari Schleiermarcher di Universitas Berlin. Ciri-ciri yang mendasar dari filsafat Hegel ialah character Dialektikal. Teori Hegel “segala sesuatu di dalam dunia memiliki oposisi, setiap tesis memiliki antitesis, tiap tesis dan antitesis membentuk sintesis dan menjadi tesis baru pada tingkatan yang lebih tinggi “Menurut Hegel, ide berkembang dari sesuatu yang sederhana kepada tingkatan yang lebih tinggi, dan merupakan kunci untuk memahami rahasia dunia. Filsafat Hegel mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk teologi Contoh pengaruh filsafat Hegel kepada teologia antara lain tentang pandangannya terhadap Agama Kristen (Sintesis) yang merupakan hasil perpaduan antara agama purba (tesis) dengan agama Yahudi (antitesis)

4. Sintesis antitesis dan Tesis Antitesis Tokoh lain yang mempengaruhi perkembangan study teologia Perjanjian Lama ialah Soren Kierkegaard. Ia menolak pandangan Hegel dengan teori Dialekticalnya dan penekankannya justru atas rasionalism dari eksistensialism dari pengalaman manusia. Isu sentral bagi Kierkegaard adalah “apakah artinya menjadi orang Kristen – di dalam kekristenan? Dia melihat bahwa di dalam kebenaran kekeristenan, manusia tidak menemukan kebenarannya. Dalam tulisannya ia menolak dengan keras Hegelianism, dan dengan usahanya ia mencoba mencapai kebenaran melalui akal manusia. Bagi dia berbicara tentang kemasukakalan kekeristenan adalah penghianatan, karena subjeknya ialah penyataan Allah yang tidak terbatas kepada standar manusia. Kekeristenan dianggap tidak teruji melalui pikiran manusia. Itu adalah suatu skandal dan menjadi batu sandungan, kepada intelektual manusia

25

5. Dari pencerahan kepada teologia dialektis A. Secara garis besar ada 4 perkembangan: a.

Teologia Study Perjanjian Lama dipengaruhi atau dikuasai oleh beberapa sistem filsafat b. Teologia Study Perjanjian Lama filosofi itu ditantang oleh sarjana-sarjana Alkitab konservatif c. Teologia Study Perjanjian Lama digelapkan oleh apa yang disebut sejarah agama d. Teologia Study Perjanjian Lama dihidupkan kembali oleh teologia dialektif a. Teologia Study Perjanjian Lama dipengaruhi /dikuasai oleh beberapa sistem filsafat M.M.L. de Wette (1831) -> metode rasionalisme -> historis kritis Immanuel Kant (filosof Jerman), filsafat Kant yang dipakai oleh de Wette ke dalam Perjanjian Lama untuk memperoleh manfaatnya -> kewajiban-kewajiban etis yang diambil untuk dimanfaatkan. Wilhelm Vatke (1835), dia menerima fislsafat Hegel (Jerman), yaitu tentang tesis, antitesisdansintesis.

B.Teologia rasional dan filosofis Pada pertengahan abad ke 19 ada sejumlah teolog yang mempersoalkan sahnya pendekatan kepada Alkitab yang historis kritis. Yang paling terkemuka diantara mereka adalah Prof. E. W. Hengstenberg (1829 - 1835) seorang teolog Alkitabiah di Jerman yang sangat produktif, karyanya yang paling terkenal ialah ‘Christology of the old Testament’ (dua jilid). Dari judul buku tersebut, sudah nampak kesatuan antara dua perjanjian /testament. Pada pihak lain Prof. G.F. Oehler di Universitas Tuebingen, Jerman memang tidak setuju dengan Schleiermacher, yang menolak Perjanjian Lama tetapi ia juga tidak setuju dengan Hengstenberg yang katanya ‘penyamarataan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru’. Oehler sendiri sebenarnya mempertahankan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian baru dengan sekaligus mengakui perbedaan antara ke duanya. Definisinya tentang teologi Perjanjian Lama,“ adalah ilmu historis yang didasarkan pada eksegese gramatis-historis dan bertugas untuk mengungkapkan kembali inti tulisantulisan Alkitab menurut peraturan-peraturan bahasa yang sedang diteliti sambil memperhatikan baik situasi kondisi historis yang berlaku pada saat tulisan-tulisan ini dibuat maupun situasi kondisi tiap-tiap penulis suci“ Pertengahan abad ke 19 juga menyaksikan timbulnya aliran ‘sejarah keselamatan’ yang meyakini inspirasi ilahi dari seluruh Alkitab. Pelopornya ialah ke dua teolog Johann T. Beck dan J. Ch. Konrad Von Hofmann. Yang mereka maksudkan dengan pendekatan ‘sejarah keselamatan’ ialah: (i) Inti seluruh Alkitab ialah sejarah bagaimana Tuhan (mau) menyelamatkan manusia. 26

(ii) Teologi Study Perjanjian Lama bertugas untuk menguraikan sejarah keselamatan dalam Kristus sebagaimana diungkapkan dalam Perjanjian Lama (iii) Tiap-tiap kitab mempunyai tempat yang logis dalam sistem sejarah keselamatan (iv) Alkitab dipandang bukan sebagai perbendaharaan ayat-ayat emas yang diperlukan untuk teologi sistematika, melainkan sebagai kesaksian tentang perbuatan-perbuatan Allah yang berlangsung dalam sejarah sampai kepada penggenapannya pada zaman akhir.

C. Aliran sejarah agama-agama’ Periode ini dikenal sebagi “periode kematian bagi Teologia Study Perjanjian Lama” yang dimulai dengan karya Julius Wellhausen “ Prolegomena Zur Geschicte Israels atau ‘prolegomena to the history of Israel’ pada tahun 1878. Puncak dari pikiran Wellhausen ialah pendekatan terhadap genetic dan perkembangan sejarah Israel dan agama-agama. Dia mempercayai bahwa Agama Israel dalam Perjanjian Lama adalah agama yang natural seperti agama-agama di sekitar Israel. Lebih lanjut menurutnya, beberapa bagian kitab dalam Perjanjian Lama seperti kitab Yosua, Hakim-Hakm, Samuel dan Raja-Raja memiliki sedikit saja pemahaman atau pengertian tentang Pentateukh. Menurut Wellhausen, segala sesuatu berkembang dari sesuatu yang sederhana kepada sesuatu yang utuh atau sempurna, dari sesuatu yang bebas kepada yang otoriter atau terikat (Wellhausen dipengaruhi Fisafat Hegel). Segala bentuk-bentuk perayaan, kurban-kurban, merupakan bagian dari kebiasaan bangsa-bangsa kafir di sekitar Israel yang mereka sadur kepada agama mereka. Wellhausen berpendapat bahwa kita tidak menemukan satu teologia dalam Perjanjian Lama, tetapi berbagai teologia yang berbeda-beda, yang mengikuti garis perkembangannya masing-masing.

D. Secara lebih terperinci Ciri-ciri karyanya sebagai berikut: (a) ‘Sumber P’ dalam Pentateukh dianggap ditulis jauh kemudian hari, yaitu pada zaman pembuangan di Babel. (b) Sejarah Israel diubah dan direkontruksikan sama sekali karena hasil-hasil kritik pentateukh. (c) ‘Agama Israel’ dianggap mengalami perkembangan dari yang primitif dan nyata sampai kepada pandangan yang ‘filosofis’ dan abstrak. Pandangan ini timbul karena teori perkembangan dari Hegel dan Darwin. Pada akhir abad ke 19 teori evolusi dalam semua bidang ilmu pengetahuan dianggap sebagai kunci gaib untuk mengungkapkan segala rahasia sejarah. Akibat pandangan ‘evolusi agama’ ini untuk teologi Perjanjian Lama ialah bahwa Perjanjian Lama dipandang sebagai refleksi Yahudi terhadap pandangan sejumlah agama-agama kafir. Akibatnya ialah bahwa tidak ada lagi kesatuan Perjanjian Lama, 27

karena Perjanjian Lama dianggap sebagai koleksi bahan-bahan dari zaman-zaman dan latar belakang yang berbeda-beda. Berdasarkan perkembangan di atas maka tidak mungkin lagi untuk merumuskan suatu ‘teologi Perjanjian Lama’, yang dapat hanyalah suatu ‘sejarah agama-agama’. Selama empat dasa warsa lebih pandangan inilah yang berkuasa. Dalam periode ini kita dapat mencatat penyebab kematian Teologia yang pertama dan yang terutama adalah akibat dari karya Wellhausen, yang menekankan “berbagai teologia” dalam Perjanjian Lama dan “menolak kesatuan teologia” itu. Sebab kedua ialah perlawanan para Sarjana Alkitab yang memiliki preposisi yang salah (merendahkan Perjanjian Lama) dan memasukkan pikiran mereka ke dalam Perjanjian Lama. Penyebab ketiga ialah bahwa secara umum interes atau minat terhadap Perjanjian Lama sangat rendah dalam teoloogia secara per se pada abad kedua puluh.

E. Study Teologia Perjanjian Lama dihidupkan kembali oleh teologia dialektis Setelah perang dunia I para teolog cenderung untuk meninggalkan keyakinan akan peranan suatu ‘evolusi agama’ dan kembali menekankan peranan ‘wahyu’ dalam Perjanjian Lama. Hal ini karena keganasan manusia terhadap manusia selama perang dunia I tersebut menghancurkan kepercayaan bahwa manusia makin lama makin baik dan sempurna. Juga kesimpulan tentang siapa yang menyebabkan pecahnya perang dunia I yang berbeda-beda bahkan bertolak belakang satu dengan yang lain yang dihasilkan oleh para ahli sejarah dari negara-negara Eropa, itu menghancurkan kepercayaan orang bahwa ada ilmu pengetahuan yang sungguh ilmiah dan obyektif. Ternyata ilmu pengetahuan sendiri juga sangat subyektif dan tidak terlepas dari pandangan dan pendirian pribadi sang ilmuwan. Itu semua membawa sejumlah teolog dari aliran ‘teologi dialektis’ yang antara lain mengutamakan transendensi Allah untuk menekankan peranan ‘wahyu’ dalam teologi Manusia mulai mencari sumber kekuatan dan pelindung bagi mereka di dalam Firman Allah. Karl Barth menjelaskan perubahan dalam teologi sesudah tahun 1918 antara lain: “Secara actual, akhir abad ke-19 merupakan “the good old days” yang datang bagi teologia dalam segala sesuatu seperti yang terjadi pada waktu yang lain pada tahun 1914. secara kebetulan atau tidak, sesuatu yang memiliki makna terjadi setiap tahun. Ernst Troeltsch, seorang teolog sistematika yang berpengaruh dan kemudian menjadi pemimpin yang sangat terkenal dalam dunia pendidikan moderen berhenti dari sekolah teologianya masuk ke sekolah filsafat. Suatu hari, pada awal Agustus 1914 saya ingat sebagai suatu hari yang gelap. Kurang lebih 33 orang pemikir Jerman mempengaruhi opini masyarakat melalui proklamasi mereka untuk mendukung kebijakan perang dunia kedua yang dikeluarkan oleh Wilhelm II dan penasihat-penasihatnya. Di antara para pemikir itu saya menemukan seseorang yang paling saya hargai dari seluruh guru-guru 28

teologia saya yang sangat saya hormati,… bagi banyak orang atau jika bukan bagi semua orang, teologia datang lagi kembali seperti air yang mengalir atas kehidupan kita pada waktu mengalami kekeringan” Terbitnya ‘Teologi Perjanjian Lama’ karangan Edward Koenig pada tahun 1922 menandai permulaan ‘kebangkitan kembali’ teologi studi Perjanjian Lama sebagai cabang ilmu teologi. Teologinya ini mempunyai beberapa ciri khas: (a) Pandangan yang tinggi mengenai Perjanjian Lama (b) Penolakan terhadap teori evolusi agama corak Wellhausen (c) Tuntutan agar eksegese dilakukan berdasarkan metode gramatis – histories Satu lagi alasan bagi pembaharuan atau bangkitnya minat terhadap Perjanjian Lama sesudah perang dunia I adalah banyaknya teolog dan politikus di Jerman mulai menyerang Perjanjian Lama sebagai bagian kampanye anti Semit. Selama akhir abad kedua puluh, pergumulan gereja di Jerman difokuskan kepada perhatian atas Perjanjian Lama dan mulai memancing gagasan yang radikal pada hakekat dan relevansinya (Perjanjian Lama) Namun demikian semua teolog pada zamannya dan sesudahnya mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Beberapa karya ‘teolog Perjanjian Lama’ terkemuka yang diterbitkan sejak 1922 ialah antara lain karangan Walter Eichrodt (1933 - 39),yang mempertahankan bahwa teologi Perjanjian Lama tetap bersifat historis, Gerhardus Vos yang mengarang ‘Biblika Theology’ (1948), Th Vriezen (1949), Gerhard Von Rad (1957 - 60), J. B. Payne (1962 ) dan Walter Kaiser (1978).

6. Gerakan Teologia Biblika Setelah melewati berbagai periode dalam perkembangannya, Teologia Perjanjian Lama atau teologia Biblika memasuki suatu era yang oleh Robert Dentan disebut sebagai “masa keemasan” (Golden Age) teologia Perjanjian Lama. Menurut Dentan masa keemasan ini dimulai dengan Otto Baab’s “The Theology of Old Testament” dan karya Th.C. Vriezen “An Outline of Old Testament Theology” pada tahun 1945. Apa yang disebut Dentan sebagai masa keemasan Teologia Perjanjian Lama , disebut oleh Brevard Childs sebagai gerakan Teologi Biblika ( Biblical Theology Movement) melalui karyanya “Biblical Theology in Crisis”. Menurutnya gerakan teologia Perjanjian Lama dimulai setelah Perang Dunia ke-2. Menurut Childs, gerakan Teologia Perjanjian lama mencapai suatu kesadaran di sekitar lima tema pokok antara lain: 1. Penemuan kembali dimensi teologia 2. Kesatuan seluruh Alkitab 3. Penyataan adalah bersifat sejarah 4. Pendekatan terhadap Alkitab melalui studi linguistik 5. Perjanjian Lama bersifat kontra dengan lingkunganya 6. Penekanan kepada sejarah sebagai arena wahyu Ilahi 29

Setelah era gerakan Teologi Biblika, kehadiran teologi study Perjanjian lama masa kini mengalami perkembangan yang sangat luar biasa dalam diskusi teologi. Kehadiran teologia Study Perjanjian Lama sebagai bagian dari teologi biblika tidak lepas dari karya para sarjana Alkitab dalam berbagai tulisan. Kehadiran teologi studi Perjanjian Lama sama halnya dengan disiplin teologia lainnya (Sistimaika, Historika, Praktika dan lain-lain) selalu ditempatkan pada dua sisi. Sisi pendukung dan oposisi. IV Metode - Metode Studi Perjanjia Lama David J.A. Clines, berpendapat bahwa metode adalah sarana untuk mencapai tujuan. Jadi sebelum berbicara tentang metode dalam studi Perjanjian Lama kita harus berbicara tentang tujuan-tujuannya. Banyak bahkan, kebanyakan, orang mempelajari Alkitab dengan tujuan-tujuan religius dalam benak mereka. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang Alkitb, karena mereka percaya itu akan memperdalam iman mereka, menyampaikan kehendak Tuhan bagi mereka dan seterusnya. Namun studi Alkitab dalam PL itu sendiri tidak akan memncapai tujuan-tujuan itu, meskipun rasanya agak mengherankan apabila studi itu sendiri tidak memberikan banyak manfaat rohani. Studi ilmiah Alkitab telah dan harus menjadi satu kegiatan yang dalam sehingga setiap orang dengan atau tanpa, keyakinan apapun, dapat terlibat dan dapat bekerja sama. Tujuan jangka pendek studi Alkitab PL haruslah memiliki tujuan yang memungkinkan, tetapi tidak menuntut praduga-praduga religiuis. Bagi banyak orang, tujuan jangka pendeknya mungkin hanyala sebuah tahapan antara dalam perjalanan menuju tujuan religius, akhir tetapi bagi orang lain mungkin tujuan itu sendiri sudah cukup Tujuan utama dalam studi Alkitab Perjanjian lama adalah pemahaman. Tujuan-tujuan seseorang lainnya dalam mempelajari Perjanjian lama, misalnya lulus dalm ujuan, bahkan tujuan-tujuan akhir seperti memperdalam iman seseorang, paliong-paling dapat dianggap sebagai tujuan-tujuan sekunder dalam studi ilmiah Perjanjian lama. Karena hanya sebagian tujuan seperti memahami yng cocok dengan sifat pokok permasalahannya dan dengan sifat studi ilmiah. Studi Perjanjian Lama atau kitab suci Ibrani itu memang ada. Apabila sampai merumusknnya pemahamn itu baik terhadap sebagian maupun keseluruhan Perjanjian lama, menyebut perumusan atau penulisan itu sebagai itu sebagai penfsiran. Untuk dapat memahami dengan baik dan benar perlu menuliskannya dalam kata-kata,. paling tidak dalam benak seseorang mungkin dapat mengatakan bahwa "penafsiran" haruslah menjadi tujuan utama dari study Perjanjian Lama. Namun demikian saya lebih suka mengatakan "memahami", karena hal itu mengarahkan perhatian kita pada proses=proses pemahaman ketimbang "penafsiran" yang mengarahkan perhatian pada kristalisasi penafsiran tersebut. Sebuah istilah lain, yng sering dijumpai dalam studi-studi biblika, perlu diperkenalkan pada bagian ini, yakni eksegese. "Eksegese" tidak lain dari penafsiran, tetapi istilah ini, 30

biasanya dipakai khusus untuk penafsiran yang menjelaskan frasa demi frasa atau ayat demi ayat dari satu bagian Alkitab yang lebih panjang. Apabila dalan menafsirkan setuju bahwa tujuan utama study Perjanjian lama, adalh pemahaman yang diungkapkan dalam penafsiran entah dalam kerangka yang lebih luas atupun eksegese yang lebih sempit, maka dapat melanjutkan dengan pertanyaan metode-metode apakah yang dapat melanjutkan dengan pertanyaan, metode-metode apakah yang tepat agar kita memperoleh perhatian. Perlu dibedakan antara tingkat kedua, yang tidak terutama dimaksudkan untuk menafsirkan teks Alkitab, namun sering mempunyai sumbangan yang berharga bagi penafsiran. A. Metode Tingkat Pertama Dalam study Perjanjian lama, tafsiran Alkitab telah lama berkembang, bahkan sejak bagian-bagian Alkitab itu sendiri-sendiri disusun. Malah setiap pendengar atau pembaca adalah penafsir bagi apa yang didengar atau dibacanya, jika tidak ia tidak akan memahami apa yang didengar dan dibacanya. Metode-metode tertentu yang telah berhasil dalam penafsiran Alkitab mendapatkan nama-nama yang akrab dikenal oleh para ahli Alkitab meskipun asing bagi para ahli dalam bidang penafsiran teks-teks sastra lainnya, bahkan juga teks-teks religius. Untuk membicarakan metode-metode tradisional dalam keilmuan biblika dan kemudian tiga metode lainnya yang lebih dikenal akrab oleh para mahasiswa bidang sastra lainnya. Semua metode yang dibahas dalam bab ini tidklah sama sekali berbeda dengan metode-metode lainnya. Sebagian memumpunyai prosedur yang cukup jelas, sementara yang lainnya lebih merupakan pendekatan atau sikap terhadap teks. Tak ada urutan yang telah ditetapkan sebelumnya agar metode-metode ini dapat diterapkan dengan hasil yang sebaik-baiknya. Begitu pula hal ini tidak dapat meramalkan, metode mana yang akan memberikan hasil yang terbaik. Seringkali malah orang tidak sadar bahwa ia menggunakan sebuah metode tertentu. 1. Metode Tradisional Dalam Ke Ilmuan Biblika a. Eksegese gramatika-historis. Hal ini sebenarnya bukanlah sebuaah metode, melainkan lebih merupakan sebuah cara hidup bagi kebanyakan ahli Alkitab. Istilah ini mengacu pada usaha untuk menafsirkan bagian manapun sesuai dengan makna kata-katanya yang alamiah (gramatika) dan sesuai dengan kemungkinan maksud si pengarang pada zamannya (historis). Sebagai sebuah metode, ia pertama-tama berfungsi sebagai peringatan terhadap penafsiranpenafsiran yang sembarang atau yang dibuat-buat, seperti yang sering (namun tidak selalu dijumpai pada penafsiran para Reformasi. Dengan demikian sementara sebuah penafsirn studi Perjanjian Lama yang alegoris sering menjumpai dalam nama Yerusalem sebuah acuan terselubung pada jiwa orng Kristen yang saleh atau pada kota sorgawi, metode gramatika-historis bersikeras mengatakan bahwa "Yerusalem" dalam Perjanjian lama selalu mengacu pada kota kuno dengan nama itu, kecuali ada 31

alasan kuat untuk sebuah pengertian lain. Contoh tentang nubuatan Habakuk disususun oleh para anggot komunitas / paguyuban naskah Laut Mati di Qumran tampaknya menafsirkan orangh-orang yang benar dan fasik yang di acu oleh Habakuk (pada akhir abad ke 7 sM). Pendekatan semacan ini tampaknya cukup jelas bagi kita, tetapi dapat dicatat bahwa hal itu justru menyebabkanb kerugian akan pemahaman dan bukan keuntungan. Dengan demikian, pernyataan Allah dalam Kejadian 1:26; "Baiklah Kita menjadikan manusia dalam rupa dan gambar Kita dengan segera menafsirkan oleh para Bapa gereja sebagai upacara Allah Bapa kepada oknum-oknum lain dari Tritunggal. Sebagai ahli eksegese dari aliran gramatika-historis perlu dibantah bahwa si pengarang Kej. 1 tahu menahu tentang dokrin Tritunggal dan karena itu menyangkal bahwa itulah arti yang dimaksud. Namun demikian meskipun banyak usul yang telah diajukan namun belum menemukan penafsiran bentuk plural (kita; kami), yang sepenuhnya memuaskan. Meskipun muncul masalah demikian pendekatan gramatika-historis diterima secara universal, terutama karna metode ini memberikan sebuah kriterium untuk menilai antara tafsiran-tafsiran yang bersaingan. Namun tidaklah begitu jelas bagi para ahli masa kini, seperti juga halnya bahkan beberapa dekade lalu, bahwa makna sebuah bagian Alkitab haruslah dibatasi pada makna yang dimaksudkan si penulis". Keraguan ini muncul sebagai karena para pengarang (khususnya) penyair tidak selalu memaksudkan sebuah makna semata-mata dan sebagian lagi penerapan ulang dari kata-kata seorang nabi ( dalam nubuatannya terhadap situasi-situasi di kemudian hari sebuah proses yang sudah berlengsung pada periode Perjanjian lama dan lebih diperjelas ketika masuk dan tampak dalam Perjanjian Baru. b. Kritik Teks Eksegere gramatika-historis menafsirkan teks; tetapi apakah teks ini? Jelas tidak mempunyai naskah-naskah asli dari kitab manapun dalam Alkitab. Naskah-naskah Ibrani tertua berasal dari abad ke 2 sM, tetapi kebanyakan fragmentaris (terpotongpotong). Alkitab Ibrani lengkap dan yng dapat ditentukan tertua usianya berasal dari abad ke 11 M. Sementara semua bukti menunjukkan bahwa secara keseluruhan teksteks asli tulisan-tulisan Alkitab itu telah disalin dengan setia selama berabad-abad, namun dalam penulisan kata-katanya yang sendiri ada ribuan variasinya. Misalnya dalam kitab Ayub atau Amos; tetapi ada kemungkinan untuk merenkontrusinya sebuah teks yang lebih baik (artinya kemungkinan besar mengikuti yang asli) ketimbang bertahan dalam naskah apapun yang tertinggal. Disiplin ilmu yang berusaha mencari di balik nbaskah-naskah Abad pertengahan itu pengungkapan kata yang tepat dari kitab-kitab dalm Alkitab dikenal sebagai kritik teks. Dalam banyak seginya ini adalah sebuah disiplin yang sangat ketat obyektif, yang menguraikan aturan-aturan lengkap untuk mengevaluasi sebuah [potongan apapun dari kenyataan tekstual. Namun dari sudut pandangan lain, ini adalah sebuah bentuk penafsiran, karena hakim terakhir bagi evaluasi terhadap potongan kenyataan tekstual manapun adalah penilaian si ahli (atau para ahli). 32

Dalam kitab Amos 6:12 misalnya, naskah Ibrani dan terjemahan berbunyi Apakah orang membajak dengan lembu? dalam deretan pertanyaan yang semestinya dijawab dengan tidak. Emendasi (usul koreksi) dari bahasa Ibrani menghasilkan makna dibajak orangkah laut dengan lembu? yang merupakan sebuah kata Ibrani menjadi dua dan memberikan huruf hidup yang berdeda sehingga yang diucapkan dan bukan yang diucapkan babb qarim). Situasi yang lain muncul ketika versi-versi kuno setuju untuk berbeda dengan teks Ibrani. Sebuah contoh terkenal terjadi dalam Kejadian 4:8 dimana naskah-naskah Ibrani berbunyi Kain berkata kepada Habel adiknya", namun tidak menjelaskan apa yang dikatakannya (kata kerja Ibrani memang berarti "berkata" dan bukan "berbicara"). Teks Samaria Pentateukh, Septuaginta dalam bahasa Yunani, Vulgata dalam bahasa latin, dan dua dari tiga targum Aram (terjemahan parafrasa) lebih kurang menyebutkan "Baiklah kita pergi ke padang". Di sini satu-satunya aturan yng dapat diberikan oleh seorang ahli kritik teks melaui melaui nasihatnya tidaklah begitu membantu ia akan mengatakan bahwa teks Samaria dan Yunani meskipun setuju untuk menolak teks Ibrani Kejadian, tidak dengan sendirinya harus lebih diterima. Jadi pada akhirnya para ahli harus memutuskan apakah mereka berpendapat bahwa versi-versi kuno telah mempertahankan sebuah frasa yang secara kebetulan terhapus dari teks Ibrani atau apakah versi-versi kuno telah membuat tambahan kepada teks Ibrani karena mereka, seperti hanya sekarang dibingunkn oleh teks itu. c. Kritik Redaksi Redaktur adalah istilah dalam study-study Alkitab untuk yang di tempat lain disebut "penyunting" Istilah ini berasal dari tahapan dalam kritik biblika ketika para pengarang kitab-kitab (misalnya Kitab-Kitab Injil) pada hakikatnya dianggap sebagai pengumpul atau penyuntung sumber-sumber dan bukan pengarang kitab-kitab dalam Alkitab semakin dipandang lebih dari sekedar penyunting, istilah yang agak menyesatkan "kritik redaksi" masih diterapkan untuk penelitian tentang sudut pandangan, atau maksud yang khas dari si pengarang yang diungkapkan dalam bentuk dan penyusunan karyanbya, isinya, prinsip pemilihan dan penolakan bahan, maupun dalam pernyataanpernyataan yang jelas dari si pengarang. Para sarjana berbahasa Inggris belum menerima istilah Jerman yang kadang-kadang digunakan, untuk study semacam itu kritik Tendesz atau "tendensi" meskipun istilah ini jauh lebih tepat. salah satu contoh tentang di mana kritik "redaksi" atu "tendensi" dapat diterapkan dengan hasil yang baik adalah karya sejarah yang membentang dari Yosua sampai dengan II Raja-raja, yang dikenal sebagai "Sejarah Deuteronomitstis", karena gaya dan pandangan si pengarang banyak persamaannya dengan Kitab Ulangan. Seorang pembaca catatan sejarah ini yang teliti tidak akan membayangkan bahwa ini hanyalah sekedar sebuah catatan masa lampau melainkan akan menemukan di dalamnya petunjuk-petunjuk terhadap niat, maksud atau kecenderungan si pengarang.

33

Kritik Redaks dalam pengertiannya yang paling sempit adalah study tentang bagaimana si pengarang menggunakan sumber-sumbernya. Dalam hal Sejarah Deuteronomistis, sumber-sumbernya kebanyakan hipotesis, meskipun sama sekali masuk akal apabila menduga bahwa bagian-bagian dari kumpulan cerita, entah tertulis maupun lisan, tentang para nabi. Apabila sumber-sumbernya dapat direkomendasikan dengan pasti dan bila penysunan oleh si pengarang-nya sendiri. Betapapun memahaminya, kritik redaksi adalah bagian dari pendekatan gramatikahistoris, dan bukanlah benar-benar sebuah metode yang dapat ditempatkan sejajar denganntya. Namun perhatianny lebih pada makna tulisan secara keseluruhan kentimbang pada bagian-bagian kecil yang menjadi perhatian eksesgese. Kemenonjolannya dalam dekade-dekade belakangan ini lebih besar kentimbang pada rincian ayat demi ayat, namun bagian-bagian yang besar dan kecil itu toh harus dipelajari secara seimbang dan hati-hati. 2. Metode Kritik Sastra a. Membaca dengan cermat Praktek membaca dengan cermat (close reading) kadang-kadang ditolak karena hubungannya dengan aliran kritik Baru dari para kritik sastra Inggris dan karena cara berlebihan dari sebagian pemakainnya. Tetapi para kritikus dari setiap aliran secara tersirat maupun tegas-tegas terlihat dalam suatu tindakan yang amat mirip dengan "membaca cermat" yakni penelitian yang sangat hati-hati dan terinci terhadap semua aspek dari teks : bahasa, gaya, metafora, image yang hubungannya dalam tanggapan keseluruhan untuk menguji suatu pertimbangan, sambil memperhtikan sifat tanggapan pada pucuk atau titik pusat yang ini, atau yang lainnya dalam susunan lengkap di mana puisi (atau karya sastra tersebut berarda). Tidak perlu diherankan bahwa puisi adalah pokjok yang lebih menguntungkan dalam membaca secara cermat ketimbang prosa. Sebuah contoh dari Alkitab yang segera dapat kita ambil untuk membaca secara cermat adalah puisi Hosea yangb indah tentang Yahweh dan istri-Nya yang berzinah , Israel (Hos. 2:1-22). Apabila kita memusatkan perhatian pada image utama puisi itu, yakni hubungan tersebu, maka kita akan merasakan dominannya petunjuk-petunjuk tentang pemilihan istrinya untuk menjadi suami anak-anaku. b. Gagasan Karya Seni Sastra Betapun bentuknya study Perjanjian lama tidak dapat diragukan lagi bahwa ia adalah sebuah karya sastra. (mis. silsilah pada awal I Tawarikh), kecuali barang kali apabila apa didasarkan pada definisi seorang minimalis tentang sastra sebagai apa yang ditulis. Tetapi sebagian besar adalah sastra terutama dalam bentuk cerita dan puisi dengan dengan kualitas yang beraneka ragam.

34

(i) Tekanan yng pertama ini muncul secara independen dalam studi-studi Alkitab dan perkembangannya kritik redaksi.Dalam kritik sastra, perlu menyembingkan penekanan pada pembacaan yang cermat, yang bila tidak dikendalikan oleh keseluruhan pandangan dapat dengan mudah membawa pemahaman untuk mendapatkan hasilhasil yang tidak mencelakakan kepada penafsiran yang atomistis (sangat kecil). George Herbert, mengatakan bahwa manusia mencuri buahnya, tetapi say harus memanjat pohonnya (Kristus adalah tokoh Prometheus, memanjat diambil dari dongen tentang jeck yang menahan kacang sampai ke langit, si anak yang mencuri dari kebun buah-buhan ayahnya adalah lambang hubungan seksual yng sumbang. menurut William Empson, keseluruhan pandangan yang harus selalu terbuka pada perbaikan dalam terang dalam rincian yang paling sedikit haruslah mempunyai hak untuk mengucapkan kata terakhir dalam penafsiran. Ambisi terarkhir adalah mencari makna, intisari, pesan, fungsi dan maksud (kadang-kadang istilah tepat daripada yang lainnya). Prinsipo ini telah sering diabaikan atau secara tegas ditolak dalam banyak kritik Alkitab. Prinsip ini masih dipuji sebagai suatu tour de force apabila seorang ahli memberikan penafsiran tentang Kitab Ayub yang memperhintungkan semua bagiannya. (ii) Tekanan kedua pada pendekatan "karya seni sastra" bahwa karya itu harus dipelajari terutama sebagaimana adanya, adalah tempat berpijak yang sama bagi kebanyakan kritikus sastra Inggris, misalnya, namun cukup revolusioner untuk studistudi Alkitab. Para ahli Perjanjian lama umumnya menekankan bahwa sebuah tulisan Perjanjian lama hanya dapat ditafsirkan dalam terang sejarah dan dari sini mereka menuntuk rekontruksi historis yang paling terinci sebagai sbuah prasyarat penafsiran. Tetapi pernyataan yang lebih moderat dari kritikus sastra telah berpaling kepada ekstrem yang sebaliknya, dan memperjuangkan "otonomi" sepenuhnya bagi karya seni sastra.Sementara setiap potongan informasi luar mempunyai potensi untuk berkarya bagi penelitian lebih lanjut untuk menemukan pengertian yang diinginkan melalui pendekatan yang dilakukannya.

35

Related Documents


More Documents from "Kelana Kemalin "