Jurnal Adaptasi Sel

  • Uploaded by: Ika Salamah
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Adaptasi Sel as PDF for free.

More details

  • Words: 10,680
  • Pages: 35
Loading documents preview...
Kamis, 03 April 2014 Jurna 2 Patologi 'jejas sel dan dan adaptasi sel'

JURNAL BELAJAR PATOLOGI A. IDENTITAS JURNAL Mata Kuliah

: Patologi

Dosen

: Yuli Hartanto, M.Pd

Nama Mahasiswa

: Sri Endang Satriani

Nim/Kelas

: 11.01.14.0182/ VIB

Hari/Tanggal

: Senin/24 Maret 2014

Pertemuan

: 2 (Dua)

Pokok Sub Bahan

: Perubahan Patologi Sel dan Jaringan

B. PENDAHULUAN Pada pertemuan kali ini dalam Mata kuliah Patologi yang berlangsung pada pukul 17.20 WIB. Yang dibimbing oleh Bapak Yuli Hartanto,M.Pd. dan dengan presentasi kelompok 1(Pertama) yang topik pembahasan yaitu mengenai perubahan patologi sel dan jaringan. C. MATERI 2.1 Pengertian ilmu patologi anatomi Patologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit terutama perubahan struktur dan fungsi dari sel, jaringan, dan organ akibat penyakit. Patologi anatomi dibagi menjadi dua yaitu ; a. Patologi anatomi umum Mempelajari reaksi dasar dari sel dan jaringan terhadap stimulus atau rangsangan abnormal, yang merupan dasar dari semua penyakit. b. Patologi anatomi khusus Mempelajari respons spesifik jaringan dan organ tertentu terhadap stimulus atau rangsangan yang diketahui 2.2 Bahan dan teknik pemeriksaan patologi anatomi Bahan pemeriksaan patologi anatomi yang diperlukan untuk diagnosis, dapat berupa ; 1) Biopsi Potongan jaringan atau bahan lain yang didapat dari tubuh penderitadan digunakan untuk menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik sehingga dapat ditentukan diagnosis selanjutnya yang diperlukan untuk membuat rencana atau tindakan perawatan . Bahan biopsi dapat diperoleh melalui berbagai cara, misalnya eksisi, biopsi jarum, punch biopsy dan endoskopi.

2) Sitologi Bahan sitologi berupa cairan tubuh yang abnormal; dalam keadaan normal tidak dijumpai adanya cairan tersebut dalam tubuh, misalnya sputum, cairan keputihan, cairan asites, air seni, darah, bahan dari permukaan lesi mulut dan sekret lain. 3) Hasil operasi Bahan ini diambil dari tubuh saat dilakukan operasi. Umumnya dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya keganasan , luas kelainan serta penyakit lain yang belum ditemukan sebelum atau pada waktu operasi. Beberapa teknik atau cara pemeriksaan yang digunakan dalam patologi anatomi adalah sebagai berikut; 1. Makroskopik ; pemeriksaan perubahan secara visual dan perabaan. 2. Mikroskopik/histopatologik; pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya. 3. Sitologik; pemeriksaan terhadap perubahan yang terjadi dalam sel secara individual. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui perubahan struktur setiap sel yang ditemukan , biasanya digunakan untuk mendeteksi kanker, kelainan genetik, dan kelainan harmonal. 4. Mikroskop elektron Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pada organel ultrastruktural dalam sel, biasanya digunakan dalam penelitian. 5. Otopsi atau abduksi Adalah bedah mayat klinis yang dilakukan dalam ilmu forensik (otopsi kehakiman) dan patologi anatomi. Dalam pandangan patologi anatomi , melalui teknik ini dapat dikrtahui penyakit-penyakit baru, teknik perawatan yang baru, dan kesalahan agnosis. Tujuan otopsi adalah membandingkan diagnosis dan perawatan sebelim individu meninggal dengan keadaan yang ditemikan setelah dilakukan otopsi. Selanjutnya hal ini akan dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan mengenai penyakit ini dan perawatannyapun dapat menjadi lebih baik. 2.3 1. 2. 3. 4.

Aspek dasar terjadinya proses penyakit Dalam patologi anatomi, terdapat 4 aspek yang mendasari proses terjadinya penyakit ,yaitu ; Etiologi : dapat diartikan sebagai penyebab dari suatu penyakit. Faktor penyebab ini dapat dibagi menjadi 2 antara lain faktor intrinsik atau genetik dan faktor yang didapat (acquired). Patogenesis : adalah mekanisme perjalanan penyakit sebagai raksi sel atau jaringan terhadap faktor etiologi , mulai dari stimulus pertama hingga bentuk akhir suatu penyakit. Perubahan morfologi : penyakit sering kali menimbulkan perubahan struktur sel atau jaringan yang khas. Gejala klinis : adalah perubahan morfologi jaringan atau organ yang menyebabkan gangguan fungsi normal dari jaringan atau organ tersebut.

Jejas sel Sel normal memiliki fungsi dan struktur yang terbatas dalam metabolisme, diferensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel di sekitarnya dan tersediannya bahan- bahan dasar metabolisme. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik normal yang dikenal dengan istilah homeostasis normal.

Bila suatu sel mendapatkan rangsangan atau stimulus patologik, secara fisiologi k dan morfologik, sel akan mengalami adaptasi, yaitu perubahan sel sebagai reaksi terhadap stimulus dan sel masih dapat bertahan hidup serta mengatur fungsinya.reaksi adaptasi dapat berupa hipertrofi, atrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi. Bila stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel terhadap stimulus maka timbul jejas sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversibel). Namun, jika stimulus menetap atau bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang menetap (ireversibel) yaitu sel akan mati atau nekrosis. Sel yang mati merupakan hasil akhir dari jejas sel yang biasanya disebabkan oleh iskemia, infeksi, dan reksi imun. Adaptasi, jejas, dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal sel. a) Kematian sel Perubahan gambaran morfologi kematian sel dibagi menjadi dua, yaitu ; 1. Nekrosis atau nekrosis koagulasi Jenis kematian sel yang umum dijumpai setelah sel terpapar stimulus eksogen, seperti iskemi dan rangsang kimia yang menyebabkan pembengkakan sel, selanjutnya sel pecah terjadi denaturasi koagulasi protein sitoplasma dan hancurnya organel sel. 2. Apoptosis Peristiwa apoptosis dijumpai secara teratur selama proses embriogenesis dan proses fisiologik (contoh hancurnya sel endometrium pada proses menstruasi), sel-sel yang tidak diinginkan akan dibuang. Apoptosis juga dapat ditemukan dalam keadaan patologik dan kadang kala disertai nekrosis. Gambar morfologi penghancuran dan fragmentasi kromatin:

Adaptasi

Jejas reversibel

Sel normal

1.

2. 3.

4. 5. 6. 7.

Sel yang telah mati Penyebab jejas sel baik yang sementara maupun yang menetap dapat berasal dari eksternal dan internal , seperti faktor genetik dan faktor enzim yang mengganggu fungsi metabolisme. Secara garis besar, penyebab jejas dapat digolongkan sebagai berikut ; Hipoksia , merupakan penyebab umum dari jejas sel dan kematian sel yang menyerang respirasi aerobik eksudatif. Misalnya, peredaran darah berkurang (iskemia) akibat arteriosklerosis atau trombi, kegagalan sistem kardiovaskular, anemia yang menimbulkan gangguan pada gangguan oksigen , keracunan karbon monoksida yang menimbulkan karbon monogsihemoglobin sehingga menghambat pengangkutan oksigen ,dll. Bahan fisik , dapat berupa mekanik, termis, aktinis, (misalnya sinar ultraviolet), dan elektrik. Bahan kimia, bahan kimia baik dalam bentuk makanan maupun obat-obatan dapat pula menyebabkan jejas pada sel. Bahan kimis seperti glikosa dan garam hipertonik menimbulkan jejas sel; racun seperti arsen, sianida atau garam merkuri menyebabkan kematian sel dalam waktu yang singkat. Organisme , organisme penyebab jejas sel dapat bervariasi mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit, bahkan cacing. Reaksi imunologik, keadaan yang paling parah yaitu kematian dapat disebabkan oleh reaksi imunologik seperti pada reaksi anafilaktik ataupun reaksi antigen endogen yang menimbulkan penyakit autoimun. Kelainan genetik, defek pada genetik sering menyebabkan jejas sel , antara lain ditemukan pada sindrom down dan anemia sel sabit. Gangguan nutrisi , ketidakseimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel , antara lain defisiensi protein, vitamin, dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis

b) Adaptasi sel Adaptasi ini dapat dibagi menjadi dua yaitu adaptasi fisiologik dan adaptasi patologik. Adaptasi fisiologik merupakan reaksi sel terhadap stimulus normal oleh hormon atau bahan kimia endogen, seperti pembesaran kelenjar mammae dan induksi laktasi pada kehamilan. Adaptasi patologik adaptasi sel terhadap stimulus abnormal. Jadi, adaptasi merupakan tahap antara sel normal dengan sel yang sakit. Sel dapat beradaptasi melalui atrofi, hipertrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi.  Atrofi, adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati. Istilah atrofi tidak dapat dapat digunakan bila suatu organ tubuh membesar kerena suatu sebab dan kemudian menjadi normal kembali , keadaan ini disebut resolusi. Contohnya, uterus yang pada kehamilan ukurannya membesar dan setelah melahirkan , ukurannya akan menyusut menjadi normal kembali. Atrofi dapat disebabkan oleh penurunan beban kerja , hilangnya inervasi saraf, berkurangnya vaskularisasi , nutrisi yang tidak adekuat , hilangnya stimulus endokrin , dan usia lanjut.

Umumnya, atrofi terjadi pada sel yang jarang mengalami pembelahan seperti sel otot, tetapi pada atrofi numerik terjadi pada jaringan yang sel-selnya sering membelah terutama pada kelenjar. Jadi, atrofi numerik adalah perubahan ukuran organ atau jaringan menjadi lebuh kecil akibat jumlah sel parenkim berkurang. Contohnya, penderita yang diberikan kortikosteroid jangka panjang , akan mengalami atrofi pada korteks adrenal karena berkurangnya sel-sel korteks.  Atrofi fisiologik , adalah atrofi yang merupakan proses normal pada manusia. Misalnya pada atrofi senilis, organ tubuh individu lanjut usia akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atrofi menyeluruh (general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan (starvation) . penyebab atrofi senilis adalah hilangnya rangsang tubuh, berkurangnya vaskularisasi darah akibat arteriosklerosis, dan berkurangnya rangsang endokrin. Vaskularisasi berkurang akibat arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu pula dengan rangsang endokrin yang berkurang pada periode menopause , menyebabkan payudara menjadi kecil , ovarium dan uterus menjadi tipis dan kriput.  Atrofi patologik , dapat dibagi menjadi beberapa kelompok , antara lain atrofi disuse atau atrofi inactivity, atrofi desakan, atropi endokrin, atrofi vaskular , atrofi payah, atrofi serosa (serous), dan atrofi coklat. 1. Atrofi disuse adalah atrofi yang terjadi pada organ yang tidak beraktivitas dalam jangka waktu lama, misalnya otot tungkai yang oleh suatu sebab harus difiksasi (digips) sehingga tidak dapat digerakkan untuk jangka waktu lama. Bila fiksasi dilepas maka tungkai akan menjadi lebih kecil daripada tungakai sisi lainnya. Begitu pula dengan atrofi pada otot karena hilangnya persarafan pada penyakit poliomielitis. Atrofi ini terjadi akibat hilangnya impuls tropik yang dinamakan atrofi neurotropik. 2. Atrofi desakan ,terjadi pada suatu organ tubuh yang mendesak dalam jangka waktu lama. Atrofi desakan dapat dibagi menjadi fisiologik dan patologik. Contoh atrofi desakan fisiologik adalah jaringan gingiva yang terdesak akibat gigi yang akan erupsi pada anakanak. Sedangkan contoh atrofi desakan patologik adalah desakan sternum oleh aneurisma aorta sehingga menyebabkan sternum menjadi lebih tipis; atau desakan organ akibat tumor. 3. Atrofi endokrin , terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang hormon tertentu. Keadaan atrofi akan timbul jika hormon tropik berkurang atau bahkan tidak ada. Keadaan ini dapat ditemukan pada penyakit simmond yaitu kelenjar hipofisis tidak aktif sehingga menyebabkan atrofi kelenjar tiroid, adrenal, dan ovarium. 4. Atrofi vaskular , terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga dibawah nilai kritis. 5. Atrofi payah (exhaustion atrophy) . kelenjar endokrin yang terus menerus menghasilkan hormon secara berlebihan akan mengalami atrofi payah. 6. Atrofi serosa ,dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air atau lendir karena berkurangnya lemak adiposa dan meningkatnya substansi dasar interselular. 7. Atrofi coklat, juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati. Organ ini akan menjadi lebih kecil dan berwarna coklat tua akibat pengendapan pigmen lipofusin pada sel.  Hipertrofi Hipertrofi adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami hipertrofi tidak dijumpai sel-sel yang baru, hanya sel yang menjadi lebih besar. Sel menjadi lebih besar bukan karena penambahan cairan intraselular seperti pada degenerasi albumin , melainkan

karena sintesis komponen atau struktur sel bertambah. Secara umum, hipertrofi disebabkan oleh permintaan fungsi yang meningkat dan stimulus hormon spesifik. Hipertrofi dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik. Hipertrofi fisiologik contohnya adalah hipertrofi otot rangka atau tungkai pada pengemudi becak, dan hipertrofi otot rangka pada binaragawan. Hepertrofik otot lurik ini disebabkan oleh kerja otot yang berlebihan (permintaan fungsi yang meningkat). Hipertrofi patologik disebabkan oleh keadaan patologik seperti pada penderita hipertensi dan stenosis mitralis atau stenosis aorta sehingga otot jantung menjadi lebih besar.  Hiperplasia Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal. Pada hiperplasia terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sering kali hiperplasia dan hipertropi terjadi bersamaan dan saling berhubungan erat. Hiperplasia dapat dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik Hiperplasia fisiologik terjadi karena sebab yang fisiologis atau normal dalam tubuh. Hiperplasia ini di bagi menjadi hiperplasia hormonal dan hiperplasi dan hiperplasia kompensasi. Contoh hiperplasia hormonal, epitel kelenjar mammae pada wanita pubertas mengalami hiperplasia sehingga terjadi pembesaran buah dada; uterus pada wanita hamil akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi. Contoh hiperplasia kompensasi , jika dilakukan parsial hepatektomi akan menyebabkan aktivitas mitosis sel hepatosit meningkat. Contoh lain pada penyembuhan luka , terjadi proliferasi sel fibroblas dan pembuluh darah yang dipicu oleh faktor pertumbuhan (growth facto) Hiperplasia patologik disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihan atau efek berlebihan dari hormon pertumbuhan pada sel sasaran. Contoh hiperplasia karena rangsang hormonal endometrium menyebabkan hiperplasia glandularis kistika endometrium. Perlu diperhatikan bahwa hiperplasia patologik dapat berkembang menjadi tumor ganas. Pada penderita hiperplasia endometrium memiliki resiko tinggi menjadi adenokarsinoma endometrium. Faktor pertumbuhan yang memicu terjadinya hiperplasia juga dapat menimbulkan keadaan patologik , contoh pada kutil yang disebabkan infeksi virus seperti virus jenis papiloma. Kemampuan tiap sel tubuh untuk mengadaka hiperplasia tidak sama. Sel yang mudah melakukan daya hiperplasia adalah sel epitel kulit, sel epitel usus halus, sel hepatosit, fibroblas dan sel sumsum tulang . sel yang masih memiliki daya hiperplasia walaupun rendah adalah sel tulang, sel tulang rawan dan sel otot polos. Sedangkan sel yang tidak memiliki daya hiperplasia adalah sel saraf , sel otot jantung, dan sel otot rangka.  Metaplasia Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain. Metaplasia juga dapat dikelompokkan menjadi epitelial dan jaringan ikat. Metaplasia epitelial sering terjadi pada sel epitel kolumnar yang berubah menjadi sel epitel skuamosa. Misalnya , (1) iritasi kronis pada saluran pernapasan individu perokok , sel epitel kolumnar bersilia di trakea dan bronkus sering berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis; (2) batu saluran kelenjar liur, pankreas atau duktus biliaris akan menyebabkan sel epitel kolumnar bersekresi berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis yang tidak berfungsi; (3) defisiensi vitamin A menyebabkan metaplasia skuamosa dari sel epitel traktus respiratorius. Bila iritasi yang menyebabkan proses metaplasia tetap berlangsung, hal ini dapat memicu perubahan menuju keganasan dari sel metaplastik. Bentuk keganasan dari sel epitel skuamosa disebut karsinoma. Misalnya , pada barret’s esofagitis, terjadimetaplasia sel epitel skuamosa berlapis dari esofagus berubah menjadi sel epitel kolumnardari gaster, dan jika menjadi suatu neoplastik maka disebut sebagai adenokarsinoma.

Metaplasia jaringan ikat terjadi pada sel mesinkim. Contoh pada sel fibroblas yang memiliki kapasitas pluripoten dan dapat berubah menjadi sel osteoblas atau kondroblas sehingga membentuk tulang atau kartilago di tempat yang tidak seharusnya ada. Hal ini biasa dijumpai pada fokus jejas, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi tanpa penyebab yang jelas.  Induksi Induksi merupakan hipertrofi pada retikulum endoplasmik, tempat kemampuan adaptasi sel terjadi pada bagian subseluler. Misalnya, pada individu yang menggunakan obat tidur (hipnotikum) dalam jangka waktu lama, retikulum endoplasmik sel hepatosit akan melakukan adaptasi hepertrofi terhadap obat tidur ini. Hal ini disebabkan oleh barbiturat akan didetoksifikasi di hepar sehingga untuk dapat tidur memerlukan dosis obat yang semakin besar.  Didplasia dan Anaplasia Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun. Ciri khas displasia adalah hilangnya orientasi sel, sel berubah bentuk dan ukuranya, ukuran dan bentuk inti berubah, hiperkromatik dan gambaran mitosis lebih banyak daripada normal. Contoh displasia epitel skuamosa berlapis pada serviks uteri adalah sel epitel skuamosa berlapis pada serviks menebal, disorientasi epitel skuamosa , dan gambaran mitosis yang abnormal. Keadaan displasia sel juga dijumpai sel epitel traktus respiratorius yang mengalami metaplasia skuamosa. Didplasia tidak selalu berubah menjadi tumor ganas karena jika penyebab displasia disingkirkan, sel epitel akan (reversibel). Anaplasia adalah perubahan ke arah kemunduran dari sel dewasa menjadi sel yang lebih primitif. Sel-sel yang baru ini nampak sangat berbeda daripada sel normal, baik dalam struktur, bentuk, ukuran, kromatin, mitosis dan orientasi sel. Jadi, anaplasia merupakan ciri khas sel tumor ganas dan bersifat menetap (ireversibel). Sel yang mengalami anaplasia, memiliki karakteristik sebagai berikut; 1. Ukuran sel bervariasi, dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil. 2. Pleomorfik (variasi dalam ukuran, bentuk sel, dan nukleus). 3. Hiperkromatik (nukleus mengandung lebuh banyak DNA). 4. Kromatin nampak kasar dan menggumpal, nukleolus nampak jelas. 5. Perbandingan antara nukleus dan sitoplasma nampak abnormal 1:1(normal 1:4 atau 1:6). 6. Mitosis abnormal. 7. Amitotik mitosis ( pembelahan inti sel yang tidak diikuti pembelahan sitoplasma sel) sehingga terbentuk sel dengan satu atau lebih nukleus yang dsebut sel datia neoplastik atau sel datia tumor. Sel datia tumor memiliki dua nukleus atau lebih, tetapi tidak terlalu banyak (kurang dari 7) dan menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia lain yangt menyerupai sel dtia tumor adalah sel datia benda asing dan sel datia langhanz. Sel datia benda asing memiliki banyak nukleus dan tidak menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia langhanz khas di jumpai pada penyakit tuberkulosis, memiliki inti yang banyak dan tersusun di perifer, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran atau huruf U atau berkumpul dalam atau kutup (pool). Sel datia lanhanz dan sel datia benda asing terbentuk karena fusi dari sel makrofag. D. INDENTIFIKASI PERMASALAHAN SERTA SOLUSINYA Adapun pertanyaan yang dapat menujukan relevansi dan keterkaitan atas konsep yang dipelajari pada pertemuan pertama ini yaitu : 1.

Saida : Contoh penyakit yg mengalami Perubahan morfologi n perubahan struktur sel atau jaringan yang khas.

Jawababn :  Indra Bagis : Kanker payudara.  Endang : Cacar 2.

Endang : Uraikan secara Ditail maksud dr pnjelasan : Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi atau peradangan menahun. Jawaban :

 Dosen : Jadi displasi seperti halnya penyakit tumor yg belum begitu ganas jadi bias diangkat. 3.

Yunita : Bagaimana Adaptasi Sel Abnormal terhadap sel normal ? Jawaban :

 Dosen : Adaptasinya sel dapat melalui Atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Atrofi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tidak mati. Hipertrofi adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula. Hiperplasia adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal. Metaplasia adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain. E. REFLEKSI DIRI Sebagai bentuk refleksi diri saya, pada pemaparan/penyampaikan

materi dari

kelompok 1(Pertama) sudah saya mengerti dan paham. Dimana pembahasannya banyak mengkaji mengenai aspek terjadinya penyakit, jejas sel dan adapatasi sel. . Dengan mempelajari materi ini, disini saya sangat paham bahwa aspek terjadinya penyakit itu ada 2 yaitu : Internal (Genetik) dan Eksternal (Lingkungan).

http://endankbiologi.blogspot.com/2014/04/jurna-2-patologi-jejas-sel-dandan.html

1. Atropi adalah pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel. Hal ini bisa disebabkan karena berkurangnya beban kerja, hilangnya persarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat dan penuaan.Harus ditegaskan walaupun menurun fungsinya,sel atrofi tidak mati.

2. Hipertrofi adalah penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan ukuran organ, dapat fisiologik ataupun patologik. Penyebabnya antara lain peningkatan kebutuhan fungsional ataupun rangsangan hormonal spesifik. 3. Hiperplasia adalah meningkatnya jumlah sel dalam organ atau jaringan, bisa patologik maupun fisiologik, yang disebabkan karena hormonal dan kompensatorik. 4. Metaplasia adalah perubahan reversibel; pada perubahan tersebut satu jenis sel dewasa digantikan oleh jenis sel dewasa lain.( Robbins,Kumar,Cotrans.2003.Buku ajar patologi.edisi 7 )

KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Hipertrofi Otot ini dengan baik sebagai tugas Biologi kelas XI ipa1 Makalah Hipertrofi Otot ini membahas tentang penjelasan lengkap tentang Hipertrofi Otot yang pembahasan secara lengkap di uraikan dan di jelaskan dalam makalah ini. Saya mengucapkan mengucapkan terima kasih kepada : 1.

Ibu Lis selaku guru pembimbing Biologi di kelas XI ipa1

2. ini

Sumber-sumber bacaan yang telah membantu dalam penyusunan makalah

Makalah Hipertrofi Otot ini sangatlah jauh dari kesempurnaan dalam pengerjaannya. Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Singaraja, 16 Oktober 2013

PENYUSUN

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Otot merupakan alat gerak aktif, karena otot memiliki kemampuan untuk berkontraksi. Kontraksi otot ini menyebabkan tulang yang dilekatinya dapat bergerak. Selain itu, otot mempunyai peranan dalam memberikan bentuk luar tubuh bersama dengan rangka. Otot mempunyai tiga sifat dalam menjalankan tugasnya sebagai alat gerak aktif, yaitu kontraksibilitas, ekstensibilitas, dan elastisitas. Gerakan otot untuk memendek dari ukuran semula (kontraksi) sehingga tulang berubah posisi, hal ini disebut kontraksibilitas. Sedangkan, ekstensibilitas merupakan gerak kebalikan dari kontraksibilitas, yaitu kemampuan otot untuk memanjang atau kembali ke ukuran semula (relaksasi) yang menyebabkan tulang kembali ke kedudukan semula. Sifat ketiga adalah elastisitas, yaitu kemampuan otot dari berkontraksi menjadi relaksasi atau sebaliknya. Secara makroskopis, kumpulan otot diselimuti oleh jaringan ikat berupa selaput transparan yang dinamakan fascia. Ujung-ujung kumpulan otot tersebut diikat oleh tendon (jaringan ikat antara tulang dan otot) pada tulang. Perlekatan otot pada tulang ini membagi otot menjadi dua macam, yaitu origo dan insersio. Secara garis besar Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif yang menggerakkan tulang. Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu otot lurik, otot polos dan otot jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu organisme maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut. Terdapat beberapa kelainan pada otot manusia, yaitu bisa dikelompokan menjadi : a) Atrofi Otot, berupa penurunan fungsi otot karena otot mengecil atau karena kehilangan kemampuan berkontraksi atau lumpuh. b) Hipertrofi otot, kebalikan dari atrofi otot, yaitu menjadi lebih besar dan kuat karena sering digerakkan atau peningkatan ukuran dari sel-sel otot c) Hernia Abdominal, terjadi apabila dinding otot abdominal sobek dan menyebabkan usus melorot masuk kerongga perut. d) Kelelahan Otot, karena kontraksi secara terus-menerus dan bisa terjadi kram atau kejang-kejang. e) Stiff (kaku leher), terjadi karena hentakan atau kesalahan gerak sehingga leher menjadi kaku dan sakit jika digerakkan. Dari kesekian kelainan pada otot manusia, yang paling sering kita lihat adalah kelainan otot yang disebut Hipertrofi otot, dimana terjadi penebalan sel-sel atau serabut-serabut sel pada otot yang menyebabkan terjadinya Hipertrofi otot. Dalam komunitas

binaraga dan kebugaran dan bahkan dalam buku-buku akademik hipertrofi otot kerangka dideskripsikan dalam satu dari dua jenis: sarkoplasma atau miofibrillar. Mengacu pada teori ini, pada hipertrofi sarkoplasma, volume cairan sarkoplasma dalam sel otot meningkat tanpa diiringi peningkatan pada kekuatan otot, dimana pada hipertrofi miofibrillar, protein kontraktil aktin dan miosin meningkat dalam jumlah dan menambah kekuatan otot dan juga peningkatan kecil pada ukuran otot. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut : a)

Apakah definisi dari Hipertrofi Otot?

b)

Apa saja rangsangan Hipertrofi Otot?

c)

Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi Hipertrofi?

d)

Apa perbedaan antara Hipertrofi miofibrillar dengan Hipertrofi sarkoplasma?

BAB IIPEMBAHASAN 2.1 Definisi Hipertrofi Otot Hipertrofi otot adalah peningkatan ukuran dari sel-sel otot. Ini berbeda dari hiperplasia otot, yang adalah pembentukan sel-sel otot baru. Hipertrofi adalah pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot. Semua hipertrofi adalah akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran masing-masing serat otot, yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal

atau hampir maksimal.

hipertrofi otot

Dalam komunitas binaraga dan kebugaran dan bahkan dalam buku-buku akademik hipertrofi otot kerangka dideskripsikan dalam satu dari dua jenis: sarkoplasma atau miofibrillar. Mengacu pada teori ini, pada hipertrofi sarkoplasma, volume cairan sarkoplasma dalam sel otot meningkat tanpa diiringi peningkatan pada kekuatan otot, dimana pada hipertrofi miofibrillar, protein kontraktil aktin dan miosin meningkat dalam jumlah dan menambah kekuatan otot dan juga peningkatan kecil pada ukuran otot.

2.2 Rangsangan Hipertrofi Otot Segolongan rangsangan bisa meningkatkan volume sel-sel otot. Perubahan ini terjadi sebagai respon adapatif yang berfungsi meningkatkan kemampuan untuk membangkitkan tenaga atau menahan kelelahan dalam kondisi anaerobik. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal Bagaimana kontraksi otot yang sangat kuat dapat menimbulkan hipertrofi? Telah diketahui bahwa selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot

berlangsung jauh lebih cepat daripada kecepatan penghancurnya, sehingga menghasilkan jumlah filamen aktin dan miosin yang bertambah banyak secara progesif di dalam miofibril. Kemudian miofibril itu sendiri akan memecah di dalam setiap serat otot untuk membentuk miofibril yang baru. Jadi, peningkatan jumlah miofibril tambahan inilah yang terutama menyebabkan serat otot menjadi hipertrofi. Secara fisiologis, latihan tidak boleh terjadi hipertrofi. Hal ini dikarenakan bahwa jika terjadi hipertrofi maka energi yang dibutuhkan semakin besar dan dapat mengakibatkan kelelahan otot (terjadi penumpukan asam laktat). Semakin banyak asam laktat, konsentrasi H+ meningkat , dan pH menurun. Peningkatan konsentrasi ion H+ akan menghambat kegiatan fosfofruktoksinase, enzim yang terlibat dalam glikolisis sehingga mengurangi penyediaan ATP untuk energi.

2.3 Faktor yang dapat mempengaruhi Hipertrofi Beberapa faktor biologis seperti umur dan nutrisi bisa mempengaruhi hipertrofi otot. Selama lelaki dalam pubertas, hipertrofi terjadi pada kecepatan yang meningkat. Hipertrofi alami normalnya berhenti pada pertumbuhan maksimal pada remaja akhir. Hipertrofi otot bisa ditingkatkan melalui latihan kekuatan dan latihan anaerobik yang berintensitas tinggi serta berdurasi pendek lainnya. Latihan anaerobik yang berdurasi panjang, berintensitas rendah secara umum tidak menghasilkan hipertrofi jaringan yang efektif; malah, atlet daya tahan meningkatkan penyimpanan lemak dan karbohidrat dalam otot, seperti neovaskularisasi. Pada dasarnya perlu suplai asam amino yang cukup untuk menghasilkan hipertrofi otot. 2.4 Perbedaan antara Hipertrofi miofibrillar dengan Hipertrofi sarkoplasma? Hipertrofi sarkoplasma adalah karakteristik dari otot-otot binaragawan khusus sementara hipertrofi miofibrillar adalah karakteristik dari altet angkat besi Olimpic. Dua bentuk adaptasi ini jarang terjadi dengan bergantung sepenuhnya satu sama lain. Seseorang bisa mengalami peningkatan besar-besaran pada cairan diiringi peningkatan sedikit pada protein, peningkatan besar-besaran pada protein diiringi peningkatan kecil pada cairan, atau kombinasi keduanya yang relatif seimbang. Berbeda dengan teori ini perlu dicatat bahwa ketika dilihat dalam mikroskop, otot-otot diisi sepenuhnya dengan miofibrils, tidak peduli apakah otot dari binaraga atau pengangkat besi yang digunakan. Juga, sebenarnya sangat sedikit bukti aktual yang mendukung bahwa bagian nonmiofibrillar dari sarkoplasma pernah berkembang. Lawan dari teori ini menasehatkan bahwa penyebab dari dugaan popular ini adalah dua: Pertama, ini diperoleh dari pemecahan pada penggunaan otot ketika mengukur sintesis protein. Ini adalah teknik dimana protein otot dipisahkan secara biokimia ke dalam pecahan miofibrillar, sarkoplasmic, membrane dan mitokondria untuk sintesis protein.

Validitas dari pemisahan ini dengan kurang baik divalidasi dan juga, hasil dari pemecahan ini dan pengukuran sintesis protein isotop stabil sesudahnya yang biasa tidak menunjukan apa-apa tentang kelebihan relatif dari pemecahan protein-protein ini (seperti perubahan pada sintesis protein yang secara definisi relatif (cth. perubahan 50% pada sebuah zat yang terdapat 1% otot masih tidak berarti dalam konteks fisiologi)). Ke-dua, pendukung sarkoplasmic/miofibrillar menggunakan teorinya untuk menjelaskan mengapa bianraga memiliki kekuatan yang relatif tak sebanyak strongman. Tapi teori ini tidak perlu menjelaskan perbedaan ini. Perubahan fisiologi yang berhubungan dengan latihan dengan volume yang sangat tinggi dan kadar kelelahan otot menghasilkan adaptasi neuromuskular yang berbeda dari yang dialami pada latihan kekuatan dengan beban mekanik yang sangat tinggi dan sedikit kelelahan otot.

BAB IIIPENUTUP 3.1 Kesimpulan a) Hipertrofi otot adalah peningkatan ukuran dari sel-sel otot, atau bisa disebut juga pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot.

b) Segolongan rangsangan bisa meningkatkan volume sel-sel otot. Perubahan ini terjadi sebagai respon adapatif yang berfungsi meningkatkan kemampuan untuk membangkitkan tenaga atau menahan kelelahan dalam kondisi anaerobik. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal contohnya seperti para binaragawan yang memberikan rangsangan yang maksimal pada ototototnya agar dapat memperbesar sel-sel otot dengan cara latihan mengangkat beban-beban yang berat dan lain-lain. c) Beberapa faktor biologis seperti umur dan nutrisi bisa mempengaruhi hipertrofi otot. Selama lelaki dalam pubertas, hipertrofi terjadi pada kecepatan yang meningkat. Hipertrofi alami normalnya berhenti pada pertumbuhan maksimal pada remaja akhir. Hipertrofi otot bisa ditingkatkan melalui latihan kekuatan dan latihan-latihan seperti yang dilakukan oleh para binaragawan, seperti fitness, angkat besi, dan mengangkat beban-beban yang berat. d)

Perbedaan dari Hipertrofi sarkoplasma dengan hipertrofi miofibrillar adalah :

Ø Hipertrofi sarkoplasma adalah karakteristik dari otot-otot binaragawan khusus sementara Ø hipertrofi miofibrillar adalah karakteristik dari altet angkat besi Olimpic. Dua bentuk adaptasi ini jarang terjadi dengan bergantung sepenuhnya satu sama lain. 3.2 Saran

Kita telah mengetahui definisi dari Hipertrofi Otot yaitu peningkatan ukuran dari sel-sel otot, atau bisa disebut juga pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot. Sebagai seorang manusia khususnya laki-laki pasti menginginkan memiliki otot yang kekar dan besar, cara mendapatkan otot yang kekar dan besar adalah dengan cara membisakan otot kita untuk melakukan kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal seperti melakukan latihan yang sama seperti yang dilakukan oleh para biaragawan. Contoh dari hipertrofi otot dapat dilihat pada macam-macam olahraga profesional, sebagian besar olahraga yang berhubungan dengan kekuatan seperti tinju, binaraga, rugby, pegulat profesional dan macam-macam bentuk senam. Atlet-atlet ini berlatih secara ekstensif pada kekuatan dan juga latihan daya tahan otot dan kardiovaskular.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org http://www.sibarasok.com http://wawan-junaidi.blogspot.com http://putramahadewa.wordpress.com http://benuailmu.blogspot.com/ - See more at: http://www.benuailmu.com/2013/10/vbehaviorurldefaultvmlo.html#sthash.CLn1sMVT.dpuf

1. 1.2 Adaptasi Selular Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi selular. Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu: a) Hipertrofi Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel. Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri

atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantung jadi lebih berat. b) Metaplasia Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, selsel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula. Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas. Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena pasti akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis. contoh kasus peradangan kronis pada jaringan Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ). Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa

pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. Gastritis akut gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut / tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster. c) Atrofi Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008). Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis. Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsanrangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.

1. Atrofi senilis Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus kering. 2. Atrofi Lokal Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu. 3. Atropi inaktivitas Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis. Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan ( 4. Atrofi desakan Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang

lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis. Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973). 5. Atrofi endokrin Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium. Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut. 1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang 2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf 3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin 4. Kekurangan nutrisi 5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan organ tersebut). Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut. Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati. Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.

d) Hiperplasia Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar. `1.2.1. Artrofi (e) Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008). Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973). Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973). Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh. Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein saat proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan mengakibatkan terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh. Terganggunya proses sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat dirobosom tidak berfungsi maka lama-kelamaan ribosom akan semakin sedikit dan jumlah volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang. Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami komplikasi dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat terjadi depresi, berisiko hipotermia, imunitas menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi infeksi, penyembuhan penyakit dan luka lebih lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk mengetahui seseorang kekurangan gizi dapat diperiksa dengan menghitung indeks massa tubuh, yaitu dengan menghitung berat badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). Nilai normal pada wanita adalah 19-24, dan pria adalah 20-25. Di bawah nilai tersebut dikatakan kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan kelebihan gizi.

f) Atrofi pada Testis Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis yaitu peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai dengan gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah pada korda spermatic (saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening, dan saluran sperma) yang dapat menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut mengalami kegagalan fungsi untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam menghasilkan keturunan. - Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari (Quartilosia, 2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus serebrum menjadi lebih kecil/menciut sedangkan sulkusnya melebar. Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita alzheimer. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada otaknya mati. Atrofi pada Otot Bisep Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi ini disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan untuk mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami penyusutan. Atrofi ini disebut atrofi inaktivitas patologik. Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang lebih fatal yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya diantaranya yaitu, dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis, perawat, atau dokter; latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang (obat-penyakit.com, 2010). Penyebab terjadinya atrofi Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.

Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan. Contohnya yaitu proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami. Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa kita identifikasi menurut jenisnya. 1.2.2 Hiperplasia dan Hipertrofi (g) Perbedaan Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar. Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas, Patologis : Hipertensi. Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar. Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar prostat. h. Pada kondisi apakah yang menyebabkan kelainan diatas? kondisi diatas merupakan hipertropi patologis jantung. pada gambar tersebut terjadi peningkatan ukuran sel atau pebengkakan jantung yang ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini disebabkan beban kerja jantung meningkat. Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan. Penyakit ini dapat terjadi pada orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan di dalam darah) atau penderita hemokromositoma (suatu tumor yang menghasilkan adrenalin). i. Pahami bahwa hipertrofi yang terjadi pada otot skelet binaragawan dan hipertrofi yang terjadi pada sel organ vital seperti jantung memberi dampak yang sangat berbeda bagi klien. Menurut anda apakah dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita? Dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari normal dan lebih tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan balik ke dalam vena-vena paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paru-paru, sehingga penderita mengalami sesak nafas

yang sifatnya menahun. Penebalan dinding ventrikel juga bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah, sehingga mencegah pengisian jantung yang sempurna. Gambar 1 Gambar 2 j. Menurut anda apakah hiperplasia merupakan proses fisiologis atau patologis? Menurut saya gambar 1 merupakan proses hiperplasia fisiologis dan salah satu contohnya adalah terjadinya pembesaran endometrium seperti pada gambar di atas. Pembesaran endometrium merupakan hiperplasia fisiologis karena respons pembesaran endometrium memang dibutuhkan ketika siklus menstruasi normal. Sedangkan gambar 2 merupakan hiperplasia patologis dan contohnya adalah terjadinya perbesaran kelenjar prostat seperti pada gamabr di atas. Proses pembesaran kelenjar prostat merupakan hiperplasia patologis yang disebabkan oleh proses hiperplasi yang tidak terkontrol dan bersifat parasit. 1.3. Jejas Sel Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel. Lima (5) dari beberapa penyebab umum jejas sel antara lain: 1) kekurangan oksigen 2) kekurangan nutrisi 3) infeksi sel 4) respon imun yang abnormal 5) Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia (bahan-bahan kimia beracun). Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu p) jejas reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel). apakah penyebab cedera (jejas) sel yang paling sering terjadi ? Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan penyebab jejas sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemiamerupakan penyebab tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat (seperti pada pneumonia), berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah (seperti pada anemia atau keracunan CO Sehingga menghalau pengikatan oksigen)

tanda-tanda kerusakan jejas mekanisme jejas sel : respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi, dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula sebaliknya.. jadi jejas tersebut bisa terlihat atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar toksin yang terkandung didalam jejas tersebut. Respon imun yang abnormal respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu keadaan yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi pada fase vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi lokal faktor-faktor pertumbuhan yang menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi sisntesis kolagen. Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan untuk sel tersebut. misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan merugikan bagi tubuh. 1.3.1. Degenerasi Hidropik: Mola Hidatidosa Mola hidatidosa (hydatiform mole) sering disebut sebagai ‘kehamilan buah anggur’. Sediaan diambil dari hasil curretage ibu hamiltrimester II yang mengalammi abortus. r) Mekanisme yang mendasari terbentuknya Mola adalah: Degenerasi, adalah suatu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang mengakibatkan perubahan morfologik akibat jejas nonfatal pada sel. Pada telaah biomolekular, terjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan dalam organel sel yang menyebabkan perubahan morfologik sel. Selain itu, terjadi kerusakan yang menimbulkan fragmentasi. Fragmen ini dapat meningkatkan tekanan osmotik cairan intrasel karena mengandung lemak dan protein. Inilah awal terjadinya degenerasi albumin. Apabila proses berlanjut disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai timbulnya pembengkakan vesikel, tampak lah vakuola intrasel yang dinamakan degenerasi vakuoler/hidropik. Degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis dinamakan mola hidatidosa, karena seluruh stroma vili yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang menggembung mirip buah anggur atau kista

hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform mole). Mekanisme yang mendasari terjadinya degenerasi ini yaitu kekurangan oksigen (hipoksia), adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik. Menurut Anda, apakah janin ibu hamil tersebut dapat hidup? s) Tidak, karena pada dasarnya yang mengalami perkemabngan dalam rahim tersebut bukanlah janin, melainkan gelembung-gelembung pembesaran kapiler. Pada kehamilan anggur (kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terbentuk akibat kegagalan pembentukan janin) ini biasanya tidak ditemukan atau tidak dapat diidentifikasi adanya janin atau embryo serta tidak terdengar denyut jantung bayi. Berdasarkan referensi yang saya ambi dari http://fk-unsyiah.forumotion.com/t252mola-hidatidosamola , terdapat dua jenis mola, yaitu hidatidosa klasik / komplet (tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin) dan mola hidatidosa parsial / inkomplet (terdapat janin atau bagian tubuh janin). Perkembangan janin pada kondisi ini terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama. Selain itu, mola hidatidosa ini bersifat irreversibel dimana seluruh stroma vili yang avaskuler telah larut menjadi cairan yang mengisi bentuk vili yang menggembung. Pada mola hidatidosa janin gagal dibentuk, di sisi lain justru gelembung-gelembung mirip anggur terus berkembang. pada akhirnya janin tidak mampu bertahan hidup. Beberapa faktor yang sering dikaitkan sebagai penyebab hamil anggur ini yaitu mutasi genetik (buruknya kualitas sperma atau ovum), kehamilan di mana janin akan mati dan tak berkembang, kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi yang kurang baik. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola. I.3.2 Kematian Sel: Nekrosis Terdapat 2 jenis kematian sel yaitu apotosis dan nekrosis. Ingatlah perbedaan utama antaraapoptosis dan nekrosis! Yaitu : apoptosis : kematian sel periodik yang telah dipersiapkan penggantinya, atau terprogram Nekrosis : merupakan kematian sel jaringan akibat jejas saat individu masih hidup,

juga merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma t). Nekrosis merupakan jejas sel irreversible akibat proses enzimatik dari kematian elemen-elemen sel, denaturasi protein, dan autolisis. Apakah perbedaan nekrosis koagulativa dan liquefactive? u) Nekrosis koagulatif : terjadi koagulasi (penggumpalan) unsur protein intrasel yang umumnya terjadi pada daerah infark dengan disertai ekstravasi eritrosit. Nekrosis liquefactive : terjadi pada otak yang disebabkan enzim proteolitik sel lekosit sehingga nekrosis neuron yang kaya litik ini mudah mencairkan substansi sekitarnya. Contoh nekrosis koagulativa dan nekrosis liquefactive Nekrosis koagulativa terjadi pada organ jantung tetapi bentuk dan warnanya berubah sedangkan nekrosis liquefactive mengakibatkan sel pada organ jantung menjadi meimilki cairan, sel gosong dan kemudian menghilang. REFERENSI Ed. 2. (Terj. Brahm U.P.).Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto Complete Hydatidiform Mole.http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2450418886/. (2 Maret 2012). Complete Hydatidiform Mole.http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406013/. (2 Maret 2012). Complete Hydatidiform Mole. http://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406497/in/photostream/. (2 Maret 2012). Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2003). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Proccesses. 6th Ed. (Terj. dr. Brahm U. Pendit, dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. http://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-denganpembesaran-uterus-yang-abnormal Robbins & Cotran. (2009). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. (2007). Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto. Pujasari, Hening. “Cellular Adaptation, Injury, and Death”. Applicaton pdf. http://scele.ui.ac.id/file.php/1457/PujasariAdaptationInjuryDeathofCells Week2.pdf. (1 Maret 2012) Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC Pringgo, S.,dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta : Sagung Seto http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ002.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:19 WIB http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ003.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:27 WIB http://www.spesialis.info/?penyebab-hipertrofi-kardiomiopati,719 Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tjarta, A. (2002). Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto http://uknowtama.webr.ly/blog/2013/01/dasar-adaptasi-jejas-cedera-dankematian-sel

November 24, 2009 Overtraining Filed under: Tugas Kuliah — Tag:adaptasi fisiololgik, adaptasi kadio vaskular, dampak, overtraining, Pengertian — tegartia @ 12:17 pm

2.1. Adaptasi Fisiologik Adaptasi fisiologik terhadap kerja fisik dapat dibagi dalam adaptasi akut dan kronik. Adaptasi akut merupakan penyesuaian tubuh pada saat kerja dilakukan dan adaptasi kronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatu periode program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya mekanisme penyesuaian dari alat/organ tubuh bergantung pada usia, suhu, lingkungan, berat ringan beban, lamanya, cara melakukan danjumlah organ yang terlibat selama kerja fisik tersebut. 2.2

Overtraining

Overtraining adalah suatu proses tentang latihan yang berlebihan di dalam penampilan atlet yang mendorong kea rah overtraining sindrom. Overtraining adalah suatu kekacauan fisik yang ditandai kelelahan di dalam latihan, ketidakmampuan untuk menerima beban pelatihan, gangguan tidur dan perubahan di dldam suasana hati. Walaupun penampilan atlet biasanya secara klinis tidak menunjukkan kelelahan, tetapi ada bukti yang menurut beberapa pengamat yang menunjukkan seorang atlet mengalami overtraining yaitu meliputi penurunan fungsi neutrophil, system kekebalan tubuh, konsentrasi yang menurun. Lebih dari itu timbulnya gejala seperti infeksi/peradangan pada pernafasan. Semua perubahan ini tampak karena diakibatkan karena latihan yang berlebihan, dibanding dari efek overtraining sindrom itu sendiri. Sekarang tidak ada penanda untuk overtraining sindrom, penanda terbaik yang dikenali adalah menurunnya pengeluaran air kencing, tingkatan laktat darah meningkat, capaian dalam olahraga menjadi lemah. Mekanisme yang mendasari overtraining sindrom belum diketahui dengan jelas. Overtrainning sindrom adalah masalah serius yang ditandai oleh capaian yang berkurang, kelelahan yang meningkat, rasa sakit pada otot, gangguan suasana hati, merasa kehabisan tenaga. Hasil diagnosa pada umumnya dipersulit, tideak danya ukuran diaghnosa yan tepat, dan dokter harus mengesampingkan penyakit lain sebelum hasil diagnosa dapat dibuat. Pencegahan adalah perawatan yang terbaik. Penegahan dan Perwatan Overtraining Pencegahan adalah perawatan yang terbauik untuk overtraining. Sebaliknya pada saat pemberian latihan yang cukup berat, istirahatnya pun harus seimbang dengan daya latihan. Pemberian gizi dan tidur yang cukup merupakan cara untuk menyembuhkan overtraining. Tetapi seperti pijatan dan mandi sauna dapat mempercepat kesembuhan.

2.3. Kelaziman Overtraining dan Dampak pada Hasil/Prestasi. Kelaziman overtraining sindrom sukar unutk diketahui, untuk itu memerlukan survey atlet dalam kelompok besar dari beberapa macam olah raga dalam periode waktu yang cukup lama. Lebih dari itu istilah overtraining menimbulkan suatu reaksi kuat dari atlet dan pelatih, adalah kurang mengidentifikasi atlet ketika overtraining. Kelaziman dalam olah raga unutk mendapatkan daya tahan yang tinggi maka menuntuk volume latihan yang keras dan tinggi. Atlet berprestasi tinggi di dalam latihan dari empat sampai enam jam per hari, enam hari perminggu unutk beberapa bulan tanpa ada waktu yang kosong. Itu dipercaya dipercaya bahwa ketidakmampuan/ketidakseimbangan antara volume latihan yang tinggi tanpa istirahat yang cukup akan membawa pada kondisi overtraining sindrom. Dapat diartikan bahwa olehraga hamper bisa dipastikan unutk menyebabkan overtraining. 2.4. Adaptasi Kadio Vaskular Adaptasi fisiolobik terhadap kerja fisik dapat dibagi menjadi dua yakni adaptadi akut dan kronik. Adaptasi akut merupakan penyesuaian tubuh yang terjadi pada saat kerja dilakukan. Adaptasi kronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatu periode program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatykan terjadinya mekanisme penyesuaian dari alat/organ tubuh berbantung kepada usia, suhu lingkungan, berat ringan beban, lamanya, cara melakukan, dan jumlah organ yang terlibat selama kerja fisik. Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik selama kerja fisik adalah menghantar darah ke jaringan yang aktiftermasuk oksigen dan nutrien dan mengangkat produk metabolik dari jaringan tersebut ke alat ekskresi. Untuk melakukan tugas tersebut ada paramter yang bisa digunakan yakni frekuensi denyut jantuing yang merupakan parameter sederhana yang mudah diukur dan cukup informatif unutk faal kadiovaskuler. Pada kenyataan istirahat keadaan denyut jantung berkisar anatara 60-80 permenit. Hal ini mudah di deteksi dengan cara palapasi meupun menggunakan alat seperti pulse meter.Cardiac monitoring dan sebagainya, tempat pengukuran dapat di radialis carotis dan pada aspek jantung sendiri. Frekuensi denyut jantung terendah diperoleh pad keadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikit meningkat dan pada posisi berdiri meningkat lebih tinggi dari posisi duduk. Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang mengurangi jumlah arus balik vena ke jantung yang selanjutnya mengurangu jumlah isi sekuncup. Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka frekuensi denyut jantung meningkat, curah jantung = frekuensi denyut jantung X isi sekuncup. Sebelum seseorang melakukan gerak fisik, frekuensi denyut jantung prakerja

meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat. Hal ini merupakan refleks anticipatory yang mungkin melalui sekresi catecholamihne dari medula kelenjar adrenal. Begitu kerja fisik dimulai, frekuensi denyut jantung segera meningkat. Terdapat hubungan linier antara frekuensi denyut jantung dengan intensitas kerja. Makin baik kondisi seseorang akan diperoleh frekuensi denyut jantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang sama. Pada suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi denyut jantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan tersebut disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensi maksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan faktor usia. (frekuensi maksimal denyut jantung = 220 – usia dengan standar deviasi ± 10 denyut). Apabila seseorang telah melakukan latihan yang rutin dalam waktu yang sudah lama, tetapi merasa kemajuan akan hasilnya sangatlah lambat lama kelamaan orang tersebut akan menghabiskan waktu lebih lama di gym dengan anggapan semakain banyak dia sering latiahn maka hasilnya akan kelihatan lebih cepat. Latihan yang berlebihan apalagi disertai dengan diet rendah kalori yang ketat, dapat menyebabkan suatu kondisi yang disebut overtraining. Tanda-tanda klasik dari overtraining terjadi apabila seseorang melakukan latihan keras secara terus menerus di gym, tetapi performa latihannya tidaklah menjadi semakin bagus dan meningkat malahan menjadi semakin buruk dan menurun. Performa yang menurun ini biasanya disertai juga dengan perubahan pada mood dengan gejala-gejala gangguan fungsi biokimia serta fisiologis pada tubuh, seperti di antara sakit pada sendi dan otot, kelelahan dan juga kehilangan selera makan. Secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa kondisi overtraining merupakan kondisi di mana tubuh kurang istirahat unutk melakukan proses pemulihan secara latihan. Selain itu, overtraining sebenarnya juga menimbulkan suatu sindrom psikologis, dimana mereka yang overtraining karena beban latihan cenderunhg menjadi cepat cemas dan kebingungan sedangkan mereka yang overtraining oleh latihan aerobik dapat mengalami depresi. Jika overtraining mengarah ke penurunan performa latihan dalam jangka panjang, ada lagi istilah overreaching yang merupakan panurunan performa juga namun jangka waktu yang pendek atau sementara saja. Overreaching ini sering terjadi pada para atlit yang memang diwajibkan untuk melakukan secara rutin, kondisi ini disebabkan karena intensitas latihan yang terlalu berlebih di suatu sesi latihan, misalnya pada atlit binaragawan terjadi karena pada saat latihan ia mengangkat beban terlalu benar atau melakukan set dan repetisi yang terlalu banyak. Overreaching terjadi sementara saja, tapi apabila mengalaminya terusmenerus nantinya juga akan mengarah ke overtraining. Latihan sebenarnya selalu mengakibatkan semacam bentuk ”cidera” yang disebut

penyesuaian mikrotrauma (adaptive microtrauma). Alasan mengapa ini disebut suatu penyesuaian atau adaptasi pada tulang menjadi semakin kuat seiring dengan latihan anda. Cidera peyesuaian mikroutama pada tubuh ini menghasilkan zat semacam hormon yang disebut cytokines, zat ini dapat memberi anda peringatan awal apabila anda akan memasuki overtraining. Cytokines dapat mempengaruhi reseptor-reseptor pada otak yang selanjutnya mempengaruhi mood anda. Bahkan telah ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan antara cytokines dengan depresi. Mereka yang memiliki kandungan cytokines pada tubuh yang cenderung lebih mudah yang menjadi sedih dan pemurung dan semakin tinggi levelnya semakin parah pula efeknya. Perubahan pada mood ini merupakan tanda-tanda yang paling awal dari overtraining. Jadi sebelum nantinya mengarah ke penurunan performa latihan segera perhatikan mood anda akhir-akhir ini. Memang overtraining bukanlah satu-satunya alasan mengapa mood anda berubah, tetapi apabila sekarang anda merasa sedikit bersemangat, bimbang atau tertekan tanpa sebab yang jelas, cobalah untuk mengingat kembali pola latihan anda akhir-akhir ini. Efek Buruk Overtraining Di pusat-pusat kebugaran yang menjamur, seorang personal trainner selalu menyemangati untuk mengangkat beban terberat untuk memperbesar masaa otot. Ada benarnya jika semakin berat beban yang diangkat maka semakin besar pula otot yang dikembangkan. Mungkin akan lebih memaksakan diri untuk berpindah ke berat beban ssecepat mungki dengan repetisi sebanyak-banyaknya. Sangat disayangkan tidak semua orang memiliki stamina sekuat Hercules dan bukan pula atlit angkat berat atau kuli bangunan profesional. Tubuh memiliki batas toleransi. Bila batas ini dilampaui kesehatan tubuh yang terkena imbasnya. Sistem kekebalan tubuh yang pertama kali mendapat efek buruk overtraining. Fakta ini ditemukan oleh Dr. Roy Shepard beserta tim dari Universitas Toronto-Kanada. Overtraining juga menyebabkan produksi radikal bebas yang berlebihan. Radikal bebas bisa merusak sel tubuh dan membuka pintu masuk penyakit jantung, kanker, penuaan dini dan yang terutama sistem kekebalan tubuh. Bodybuilding menempatkan insomnia dan jam tidur yang terganggu pada urutan pertama gejala overtraining. Setelah berolah raga, tubuh membutuhkan waktu kurang lebih empat jam untuk bisa dibawa ke alam mimpi. Kalau berniat tidur pada pukul sepuluh malam, maka harus sudah berhenti olehraga jam enam sore. Ciri berikutnya dalah waktu yang lebih lama untuk penyembuhan luka. Tentunya hal ini terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh. Hilkang selera makan, perasaan lelah

berkepanjangan nyeri otot dan hilangnya libido merupakan tanda-tanda overtraining yang lebih nyata. Bila porsi latihan cukup, makja tubuh akan memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan di atas. Hal pertama yang dilakukan bila sudah terlanjur mengalami gejal-gejala overtraining adalah beristirahat. Berikanlah satu minggu penuh untuk tubuh beristirahat dan memulihkan diri. Penuhi juga asupan gizi yang dibutuhkannya. Makanan yang mengandung vitamin E dan C serta makanan yang mengandung karoten sangat dianjurkan untuk dimakan karena merupakan anti oksidan. Antioksidan bekerja dengan menyeimbangkan radikal bebas sehingga sistem kekebalan tubuh tubuh dapat diperbaiki. Menghindari overtraining memang sangat sulit karena bisa meragukan apakah tubuh lelah atau tidak bersemangt. Yang jelas jika tubuh sudah tidak kuat lagi mengangkat beban jangan paksakan diri. Kurang tidur dan kurang istirahat juga bisa berkontribusi dalam menyukseskan tubuh untuk overtraining.oleh karena itu jangan korbankan waktu istirahat. Ketahuilah bahwa otot mengembangkan dirinya di saat beristirahat bukan di saat latihan. Istirahat melalui tidur yang cukup akan mempersiapkan energi anda agar mampu mengangkat beban di hari berikutnya. Kita harus memastikan tangki nutriei mampu untuk menyokong latihan, intinya adalah keseimbangan. Bila protein yang dimasukkan ke dalam tubuh lebih banyak dibandingkan latihan, maka kelebihan protein ini akan kjeluar melalui urin.\ tetapi bila stok protein kurang akan menyebabkan overtraining. Menghindari overtraining bukan berarti mengurangioptimalisasi latihan, hanya perlu untuk mnjadwal ulang latihan. Tidak perlu tujuh minggu untukl latihan di gym. Empat hari dalam seminggu sudah cukup untuk mengoptimalisasi latihan. Contohnyha bisa berlibur dari gym di hari senin. Sebagai gantinya kita bisa melatih otot dada dan trisep nsetiap hari selasa, di hari rabu bisa berlatih otot kaki dan mengambil istirahat di hari kamis. Kembali ke gym pada hari jum’at untuk melatih otot punggung dan bisep. Dalam memahami otot tubuh, kita tidak perlu berlatih berlebihan hanya karena ingin cepat-cepat memiliki bentuk tubuh sempurna. Bila anda melakukan dengan benar dan teratur maka tubuh akan menjadi apa yang anda ingingkan pada waktunya

Binaraga adalah kegiatan pembentukan tubuh yang melibatkan hipertropi otot intensif. Dengan melakukan latihan beban dan diet protein tinggi secara rutin dan intensif, seseorang dapat meningkatkan massa otot. Seseorang yang menekuni aktivitas ini disebut binaragawan

(pria) atau binaragawati (wanita). Selain menjadi gaya hidup untuk membentuk tubuh sekaligus menjaga kesehatan, binaraga juga dapat dipertandingkan dalam berbagai kontes atau sebagai salah satu cabang olahraga yang kerap dipertandingkan di pesta olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional atau Sea Games. Dalam kompetisi binaraga, para binaragawan memamerkan otot tubuh mereka dihadapan dewan juri yang menilai penampilan fisik mereka. Dewan juri ini akan memberikan nilai berdasarkan kriteria tertentu; seperti massa otot, simetri tubuh, definisi otot, serta penampilan yang mencakup koreografi, musik, dan tema. Otot tubuh ditonjolkan melalui serangkaian proses yang disebut "cutting phase"; serangkaian kombinasi dari pengurangan kadar lemak tubuh, penggelapan warna kulit (dilakukan dengan berjemur di bawah sinar matahari), pembaluran minyak pada tubuh, ditambah efek penyinaran panggung yang akan membantu dewan juri untuk melihat definisi otot secara lebih jelas. Binaragawan terkenal di dunia seperti Arnold Schwarzenegger, Charles Atlas, Steve Reeves, Reg Park, Devin McKillop, dan Lou Ferrigno, sedangkan binaragawan terkenal di Indonesia antara lain Levi Rumbewas, Asrelawandi, Ade Rai, dan Ricky Syamsuri. Kini, juara tiga kali berturut-turut Jay Cutler adalah penyandang gelar Mr. Olympia sebagai binaragawan teratas di dunia.[1] Selain itu terdapat gelar binaraga bergengsi lainnya seperti Mr. Universe. Otoritas binaraga dunia adalah International Federation of BodyBuilding & Fitness (IFBB), sedangkan otoritas binaraga nasional Indonesia adalah Persatuan Angkat Besi, Angkat Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI). Latihan beban

Latihan beban mengakibatkan sobekan mikro pada jaringan otot yang dilatih; secara umum disebut mikrotrauma. Sobekan kecil ini menimbulkan rasa pegal dan sakit setelah latihan yang disebut delayed onset muscle soreness (DOMS) yaitu sakit otot yang tertunda. Tubuh kemudian memperbaiki kerusakan otot ini dengan menumbuhkan jaringan otot baru untuk menyambung sobekan kecil ini, hal inilah yang menyebabkan otot tumbuh membesar. Secara normal, rasa sakit ini terasa satu atau dua hari setelah latihan. Akan tetapi ketika otot tubuh telah mulai terbiasa dengan latihan, maka rasa sakit itu cenderung berkurang.[3] Latihan beban bertujuan membangun jaringan otot dengan memicu dua jenis hipertropi; hipertropi sarkoplasmik dan hipertropi myofibrilar. Hipertropi Sarkoplasmik menciptakan otot yang lebih besar sehingga menjadi tujuan latihan binaraga daripada hipertropi myofibrilar yang lebih bersifat kelenturan dan kekuatan atletis. Sarkoplasmik dipicu dengan meningkatkan repetisi (perulangan), sementara myofibrilar dipicu dengan mengangkat beban yang lebih berat.[4] Keduannya secara bersama dapat meningkatkan ukuran dan kekuatan otot (dibandingkan dengan orang yang tidak latihan beban sama sekali). Akan tetapi sifat penekanannya berbeda. Banyak pelatih memilih untuk secara silih berganti menggunakan dua metode ini. Hal ini dimaksudkan agar mencegah tubuh beradaptasi (dengan mempertahankan beban lebih yang

progresif), mungkin dengan menekankan metode sesuai kebutuhan mereka, misalnya seorang binaragawan yang terbiasa latihan dengan metode hipertropi sarkoplasmik dapat suatu waktu beralih ke hipertropi myofibliar agar dapat melampaui batas plateau yakni suatu titik dimana latihannya sudah membentur batas. Latihan beban dilakukan dengan mengangkat alat beban seperti dumbel dan barbel. Latihan binaraga ini biasanya dilakukan di pusat kebugaran. Gizi

Susu protein, terbuat dari bubuk protein (tengah) dan susu (kiri), adalah suplemen umum binaraga.

Pertumbuhan otot tingkat tinggi, pemulihan dan perbaikan otot seorang binaragawan memerlukan diet (pola makan) khusus. Secara umum binaragawan memerlukan kalori lebih banyak dari orang biasa serta memerlukan protein lebih banyak untuk membantu pembentukan massa otot. Pengaturan pola makan ditambah latihan kardiovaskuler untuk mengurangi lemak tubuh dilakukan menjelang pertandingan untuk memperjelas definisi otot. Rasio energi makanan dari karbohidrat, protein, dan lemak dapat berbeda-beda sesuai tujuan sang binaragawan.[5] Suplemen

Peran penting gizi adalah membangun otot dan menghilangkan lemak, untuk mencapai hal ini binaragawan kerap memerlukan berbagai jenis makanan suplemen atau pelengkap.[6] Berbagai produk digunakan untuk meningkatkan ukuran otot, meningkatkan metabolisme untuk membakar lemak, meningkatkan kesehatan sendi, dan mencegah kekurangan gizi. Kreatin mungkin adalah salah satu suplemen yang paling banyak digunakan. Suplemen lainnya antara lain Fat burner untuk pembakar lemak, dan Amino untuk asupan protein. Istirahat

Meskipun stimulasi terhadap otot muncul saat latihan di sasana kebugaran, pertumbuhan otot muncul kemudian saat istirahat. Tanpa istirahat dan tidur yang cukup, otot tidak dapat pulih dan tumbuh dengan baik. Tidur delapan jam sehari dianjurkan bagi binaragawan, meski kebutuhan tidur berbeda tiap orang. Sebagai tambahan banyak atlet binaraga melakukan tidur siang untuk meningkatkan kemampuan tubuh membangun otot, beberapa bahkan memecah jam tidurnya kedalam beberapa kali tidur dalam sehari.

1.

^ http://www.flexonline.com/2009_mr_olympia_final_results/news/958

2.

^ Homepage "Sandow: Historic Photographs of Early Bodybuilders The Sandow Museum: History of Bodybuilding - A Tribute to Eugen Sandow".

3.

^ MacDougall JD, Elder GC, Sale DG, Moroz JR, Sutton JR (1980). "Effects of strength training and immobilization on human muscle fibres". European journal of applied physiology and occupational physiology 43 (1): 25–34. doi:10.1007/BF00421352. PMID 7371625.

4.

^ "Weight Training Intensity or Volume for Bigger Muscles?". Diakses 2009-12-12.

5.

^ Manore, MM; Thompson J, Russo M (March 1993). "Diet and exercise strategies of a world-class bodybuilder". Int J Sport Nutr. (Dept. of Family Resources & Human Development, Arizona State University) 3 (1): 76–86. PMID 8499940.

6.

^ Philen RM, Ortiz DI, Auerbach SB, Falk H (1992). "Survey of advertising for nutritional supplements in health and bodybuilding magazines". JAMA 268 (8): 1008–11. doi:10.1001/jama.268.8.1008. PMID 1501305.

Related Documents

Jurnal Adaptasi Sel
January 2021 1
Jurnal Sel
January 2021 1
Jurnal Pembelahan Sel
January 2021 1
Makalah Adaptasi
February 2021 1

More Documents from "Puspita Eka Setiawan"