Kasus Dan Asuhan Keperawatan Labiopalatoskizis

  • Uploaded by: Fitrii Nurhayatii
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kasus Dan Asuhan Keperawatan Labiopalatoskizis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,152
  • Pages: 15
Loading documents preview...
Kasus dan Asuhan Keperawatan Labiopalatoskizis BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Labiopalatumskizis ditemukan pada hampir 50% kasus. Sumbing bibir saja merupakan 25 % kasus, dapat terjadi pada 1 diantara 200-1000 kelahiran dengan predileksi ras yang bervariasi. Sumbing palatum saja lebih sedikit dibandingkan sumbing bibir, insidennya antara 1 di antara 1.500-3000 kelahiran. Bibir sumbing dengan atau tanpa sumbing palatum lebih sering terjadi pada pria dan sumbing palatum saja lebih sering pada wanita. (Janti. 2008) Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1.47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2.1/1000 penduduk di Jepang. Insiden labioskizis dnegan tau tanpa palatoskizis lebih kurang 1 dalam 800 kelahiran hidup. Insidensi palatoskizis saja adlaah 1 dalam 2000 kelahiran hidup. Labioskizis saja atau tapa palatoskizis lebih sering pada wanita. (Wong, 2008) B. Tujuan 1. Tujuan umum Mahasiswa/i mengetahui dan memahami konsep Labiopalatoskizis serta asuhan keperawatannya. 2. Tujuan khusus a. Agar diketahuinya definisi dari labiopalatoskizis. b. Agar diketahuinya etiologi dari labiopalatoskizis. c. Agar diketahuinya patofisiologi dari labiopalatoskizis. d. Agar diketahuinya klasifikasi dari labiopalatoskizis. e. Agar diketahuinya manifesttasi dari labiopalatoskizis. f. Agar diketahuinya gambaran klinis dari labiopalatoskizis. g. Agar diketahuinya terapi dan prognosis dari labiopalatoskizis. h. Agar diketahuinya komplikasi dari labiopalatoskizis. i. Agar diketahuinya pencegahan dari labiopalatoskizis. j. Agar diketahuinya asuhan keperawatan dari labiopalatoskizis. BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Labio palato skizis adalah kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan fungsi bicara, pengunyahan, dan penelan yang sangat berat. Serig kali terjadi peningkatan pravelensi

B.

1. 2. 3. 4. 5. C.

gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pedengaran. (Janti, 2008) Bibir sumbing adalah kelainan bawaan adanya celah diantara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kelainan ini terjadi saat pembentukan janin. Kadang kala meluas mencapai langitlangit, bahkan sampai merusak estetika cuping hidung. (Rizki 2013) Labiapaloskizis adalah kelainan bawaan berupa bibir palatum (langit-langit) sumbing, akibat dari kegagalan proses penutupan maxila dan premaxila selaam embrio, kelainan ini diduga terjadi akaibat infeksi cirus yang diterima ibu pada kehamilantrimester I tepatnya minggu ke 7 sampai 12. (Dwienda R, dkk. 2014). Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/palatum) merupakan malformasi fasial yang terjadi dalam perkembangan embrio. Keadaan ini sering dijumpai pada semua populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena. Keduanya dapat terjadi secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara bersamaan. Etiologi Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduanya daat dijelaskan dengan hipotesis multifaktor. Teori multifaktor yang diturunkan menyatakan bahwa gen-gen yang berisiko berinteraksi satu dengan lainnya dengan lingkungan, menyebabkan cacat pada perkembangan janin. Sumbing bibir dan palatum merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum. Sebagian besar ahli embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing sehingga struktur anatomi normal tidak terbentuk. (Janti,. 2008) Penyebab pasti bibir sumbing memang belum diketahui secara pasti. Namun faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, seperti obat-obatan, penyakit, infeksi yang dialami ibu saat mengandung, serta ibu hamil yang mengonsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa mengandung. Resiko terkena kasus ini akan semakin tinggipad anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang dapat menderita kelainan ini serta kekurangan asam folat. (Rizki, 2013) Etiologi labiapalatoskizis menurut (Dwienda R, dkk. 2014) , yaitu : Belum diketahui secara jelas. Bisa terjadi akibat kelainan kromosom Mutasi genetik Toksikosis selama kehamilan Palatoskiziz terjadi lebih sering ditemukan pada perempuan karena penyatuan palatum pada fetus perempuan lebih lambat beberapa minggu. Patofisiologi Biasanya sumbing bibir dan palatum disertai kelainan bawaan lain, misal hidrosefalus (peningkatan tekanan intrakranial), sindaktilia (jari-jari saling melekat), atau polidaktilia (jari-jari berlebih). (Janti, 2008)

Sumbing bibir dapat terjadi bilateral pada regio insisif lateral dan kaninus. Lebih sering terjadi unilateral, sisi kiri lebih sering dari sisi kanan. Bila terjadi bilateral, mirip dengan bibir kelinci. Sumbing dapat sempurna meluas ke dasar hidung atau tidak sempurna sempurna sebagai lekukan pada bibir atas. (Janti, 2008) Labioskizis terjadi karena kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis maksilaris dan mediana, palatoskizis merupakan fisura pada garis tengah palatum akibat kegagalan penyatuan kedua sisinya. (Wong, 2008) Labiopalatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan remaksilaris selama awal usia embrio. Labiskizis dan palatoskiziz merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda selam proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehailan antara minggu ke tujuh dan kedelapan. Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses perkembangan, yaitu pada kehamian antara minggu ke tujuh dan kedua belas. Dalam proses migrasi ke posisi horizontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan ini, atau bila lidah tidak berhasil turun dalam waktu yang cukup singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut namun palatum tidak menyatu. (Wong, 2008) Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga sumbing bibir dapat terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjai bersama-sama dan bervariasi dalam berajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar sampai ke bagian akhir dari palatum lunak. Variasi dapat pula dimulai dari tarik ringan pada sudut mulut atau bifid uvula sampai deformitas berat berupa sumbing bibir yang meluas ke tulang alveolar dan seluruh palatum secara bilateral. (Janti, 2008) Variasi yang terjadi merupakan refleksi dari deviasi rangkaian perkembangan palatum yang dimulai pada minggu ke-8 pada regio premaksila dan berakhir pada minggu ke 12 ada uvula di palatum lunak. Jadi, jika faktor penyebab bekerja pada minggu ke 8, sumbing akan terjadi lebih posterior dan juga anterior termasuk alveolus, palatum kerad dan palatum lunak, serta vulva, membentuk cacat yang serius. Sebaliknya, jika penyebab bekerja dekat akhir periode perkembangan (minggu ke 11), sumbing yang terlihat hanya pada palatum lunak bagian posterior, menyebabkan terjadinya sumbing sebagian atau hanya pada uvula sebagai cacat ringan yang tidak membutuhkan terapi. (Janti, 2008) Sumbing yang hanya mengenai bibir dinamakan cheilochisis. Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6-7 intrauteri, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal dengan terjadinya kegagalan penetrasi dari sel mesodemal pada grove epitel dianntara prosecus nasalis medialis dan lateralis. Lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dan lebih sering pada bagian kiri dari pada kanan. (Janti, 2008) Saat usia kehamilan mencapai usia 6 minggu, bibir atas dan langit-langti ronggaa mulut bayi dalam kansungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada dikedua sisi dari lidah dan bersatu di tengah-tengah. Apabila jaringan jaringan ini gagal bersatu maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. (Rizki, 2013)

Penyatuan dengan pembentukan prosesus fronto nasal Faktor resiko mengganggu perkembangan Gagal menyatu Celah kecil s/d kelainan hebat Labiopalatoskizis Prosesus maksilaris tumbuh ke dua arah Anterior Medial

Sumber : Janti 2008 & Rizki 2013. D. Klasifikasi Menurut (Janti, 2008) umumnya, sumbing bibir dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar, yaitu : 1. Sumbing bibir 2. Sumbing palatum

3. Sumbing bibir dan palatum unilateral 4. Sumbing bibir dan palatum bilateral

E. Manifestasi klinis Bayi dengan bibir sumbing akan mengalami kesulitan dalam koordinasi, pengolahan nafas, dan kesulitan mengisap saat menyusui. Akibatnya, anak akan bingung saat sedang makan atau minum. Bahkan kadang terlihat seperti berhenti nafas, malas makan, padahal anak takut menelan karena tahu akan tersedak. (Rizki, 2013) F. Gambaran klinis Klasivikasi untuk bibir sumbing dan palatum digunakan secara luas oleh klinikus untuk menggambarkan vasriasi bibir sumbing dan palatum. Klasifikasi ini terbagi dalam empat kategori utama berdasarkan derajat sumbing. Sumbing bibir dapat bervariasi , dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung. (Janti, 2008) elas I : Takik unilateral pada tepi merah dan meluas sampai bibir. elas II : Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidakmengenai dasar hidung. elas III : sumbing unilateral pada daerah merah bibir yang meluas melalui bibir kedasar hidung. elas IV : Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna aau merupakan sumbing yang sempurna. enurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam empat tipe klinis, yaitu : elas I : sumbing yang terbatas pada palatum lunak. elas II : cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui foramen insisivum dan terbatas hanya pada palatum sekunder. elas III : Sumbingg pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sumbing tidak koomplet meliputi palatum lunak dan bagian palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas uvula sampai foramen insisivum digaris tengah dan prosesus alveolaris unilateral juga termasuk kelas III elas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta prosesus alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak. G. Terapi dan prognosis. Prognosis bergantung pada derajat sumbing. Pertimbangan estetik serta gangguan bicara dan pendengaran merupakan problem signifikan yang kemudian terjadi. Dibutuhan terapi yang bersifat kronologis, sering kali membutuhkan konsep tim multidisiplin. Tim untuk menangani anomali kraniofasial atau sumbing palatum terdiri atas dokte bedah mulut, bedah umum, tenaga sosial kesehatan, ahli perkembangan anak, serta ahli terapi pendengaran dan bicara. (Janti, Sudiono. 2008) Umumnya bibir sumbing diperbaiki sedini mungkin selama masa bayi, sebelum memasuki fase anak, dan berat bayi minimal 5 kg dengan kadar Hb 10 mg/dl. Sering kali cheiloplasty dibutuhkan kemudian. Penutupan sumbing palatum lunak dengan sliding flap pharyngeal, dianjutkn pada usia 1 tahun untuk membantu mendorong perkembangan bicara yang

H.

I.

1.

2. 3. J. 1. 2. 3. a. b. 4. a. 1) 2) 3) b. 1)

normal. Oburator palatal sering dibuat untuk bayi dengan sumbing palatum yang mengalami kesukaran menyusu atau mengalami gangguan masuknya makanan atau cairan melalui rongga hidung. Evaluasi bicara dan pendengaran yang dini sangat dianjurkan dan alat bantu pendengaran sering digunakan untuk mencegah timbulnya masalah belajar pada anak dengan sumbing palatum yang sering kali juga mendapat serangan otitis media. (Janti, Sudiono. 2008) Komplikasi. Cheilognatopalatoschisis terjadi pada lebih dari 50% semua kelainan sumbing dan merupakan gangguan paling berat bagi bayi baru lahir, karena dapat menyebabkan komplikasi pneumonia aspirasi akbat salah telan.(Janti, Sudiono. 2008) Komplikasi lain yang tejadi adalah gangguan pertumbuhan gigi, gangguan bicara, dan gangguan psikolog. Jika menjalar sampai sudut mata kelainan ini disebut celah oblik wajah. (Janti, Sudiono. 2008) Bila pada bayi palato bayi akan kesukaran minum, walaupu bayi dapat mengisap tetapi berbahaya tersedak. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi. Pencegahan Cara pencegahan terjadinya bibir sumbing menurut (Rizki, 2013) , antara lain. Konsumsi asam folat sebanyak 400 mikrogram setiap hari selama satu bulan sebelum konsepsi dan selama dua bulan pertama kehamilan. Hal ini dapat mengurangi resiko cleft lip dan cleft palate. Memperhatikan konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelainan misalnya obat anti-epiilepsi, seperti phenytoin dan sodium valproate. Hindari konsumsi minuman beralkohol dan merokok. Pengkajian Identitas Biodata pasien dan biodata penanggung jawab. Keluha utama Klien tidak mampu menelan dan menyusui, terlihat adanya celah di bibir dan palatum. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan kehamilan Pasien menderita insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional. Riwayat kesehatan keluarga Anggota keluarga ada yang mengalami labiopalatoskizis. Pengkajian fisik Mata Keadaan konjungtiva Keadaan sclera Keadaan lensa Hidung Kepekaan penciuman

2) c. 1) 2) 3) d. 1) 2) e. 1) 2) f. 1) g. 1) 2) h. 1) 2)

Adanya polip/hambatan lain pada hidung, adanya pilek. Mulut dan bibir Warna bibir Apakah ada luka Apakah ada kelainan Leher Keadaan vena jugularis Adanya pembesaran jaringan limfe Dada Bentuk dan irama napas Keadaan jantung dan paru-paru Ekstremitas Tonus otot kuat atau lemah Kulit Warna kulit Turgor kulit Makanan/cairan Berat badan Intake dan output

5. Labiopalatoskizis Celah kecil s/d kelainan hebat Gagal menyatu Faktor resiko mengganggu perkembangan Penyatuan dengan pembentukan prosesus fronto nasal Medial Anterior Prosesus maksilaris tumbuh ke dua arah Pathway/WOC

Gg Menghisap dan menelan Gg. Nutrisi Kurang dari kebutuhan

Resiko masuk makanan atau minum ke sal pernafasan. Resiko aspirasi Gg. Pola Menyusui Gg. Menelan Operasi Defisit pengetahuan terkait diagnosis Ansietas

6. Analisa data a. Pre_op Data Ds :

Etiologi kesulitan menelan

Masalah Keperawatan Gg Nutrisi Kurang dari

Keluarga kalien mengatakan bahwa berat badan klien menurun Do: Klien tampak lemah, klien terlihat kurang nafsu makan, klien tampak kurus Ds: Terlihat susah menelan Terlihat adanya belahan di palatum dan labio

Do : Keluarga mengatakan bahwa cemas melihat kondisi pasien Ds: Keluaga tampak panik dan raut wajah cemas

↓ sulit makan ↓ nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

kebutuhan

Celah di palatum Resiko Aspirasi ↓ Saluran makan dan saluran pernafasan terbuka ↓ Resiko aspirasi Kurang pengetahuan Ansietas keluarga dengan prognosis penyakit ↓ Tidak mampu melakukan penatalaksanaan ↓ ansietas

b. Post op Data Ds: Keluarga mengatakan pernafasan pasien cepat. Do: Frekuensi nafas <40x/menit Menggunakan otot bantu pernafasan Do: Pasien terlihat gelisah, menangis

Etiologi Proses anastesi ↓ Penurunan fungsi pernafasan ↓ Ketidakefektifan jalan nafas

Masalah Keperawatan Ketidak efektifan jalan nafas

Proses pembedahan ↓ Anastesi menghilang ↓ Nyeri

Nyeri

Ds: Peningkatan suhu tubuh, peningkatan kadar leukosit

Adanya perlukaan pasca operasi ↓ Pajanan mikroorganisme ↓ Infeksi

Resti infeksi

7. Diagnosa Keperawatan a. Pra bedah 1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan gangguan dalam pemberian makan 2) Resiko aspirasi berhubungan dengan adanya celah di palatum. 3) Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan. 4) Resiko gangguan perkembangan berhubungan dengan kelainan kongenital. 5) Ketidak efektifan pola menyusu berhubungan dengan abnormalitas anatomi (labiopalatoskizis) 6) Gangguan menelan berhubungan dengan kelainan anatomis. b. Pasca bedah 1) Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan efek anestesia, edema pascaoperasi, serta produksi lendir yang berlebihan 2) Nyeri yang berhubungan dengan pembedahan 3) Resiko tinggi infeksi pasca bedah berhubunga dengan perlukaan. c. Intervensi keperawatan a. Pra bedah Diagnosa Keperawatan Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan gangguan dalam pemberian a. makan

NOC / Tujuan Intervensi KH NIC Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi a. Pantau intake dan asuhan keperawatan output klien ...x... jam status nutri b. Pantau BB klien pasien teratasi. c. Pantau respon menelan pasien KH: Tidak terjadi d. Berikan nutrisi penurunan berat sesuai kebutuhan badan sedikit demi sedikit b. Klien memiliki e. Kolaborasikkan energi yang adekuat pemberian nutrisi melalui intravena. Resiko aspirasi Setelah dilaukan Kewaspadaan a. Panatu tingkat berhubungan dengan asuhan keperawatan aspirasi kesadaran, adanya celah di ...x... jam resiko b. Pantau status parupalatum aspirasi tidak ada. paru

KH: a. Menunjukkan peningkatan kemampuan menela. b. Menolerasnsi pemberian makan per enteral tanpa aspirasi. c. Memiliki bunyi paru yang bersih dan jalan nafas yang paten

c.

d.

e.

Ansietas (orang tua) Setelah dilakukan Penurunan Ansietas a. yang berhubungan asuhan keperawat dengan pembedahan. ...x... jam ansietas b. orang tua berkurang atau tidak ada. KH: a. Memiliki c. pengetahuan terkain prognosis klien b. Merencanakan strategi koping untuk d. situasi klien c. Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif e. secara tepat

(sebelum/sesudah pemberian makan dan obat) Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama 30 menit setelah pasien makan Kolaborasikan untuk tindakan bedah pada labiopalatoskizis. Pantau tanda tanda infeksi setelah pasca bedah Pantau tingkat ansietas keluarga Sediakan informasi faktual mengangkut diagnosis klien dan terapi klien. Instruksikan keluarga tentang penggunaan teknik relaksasi Jelaskan semua prosedur, termasuk efek yang dialami selam prosedur . Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.

b. Post bedah Diagnosa NOC / Tujuan Intervensi Keperawatan KH NIC Aktivitas Nyeri akut yang Setelah dilakukan Managemen nyeri a. Lakukan pengkajian berhubungan dengan asuan nyeri pembedahan keperawatan...x...jam b. Observasi isyarat nyeri berkurang. nonverbal ketidaknyamanan KH: a. Klien tidak gelisah c. Ajarkan penggunaan

b. TTV normal c. Klien menangis

tidak d.

Resiko tinggi infeksi pasca bedah berhubunga dengan perlukaan.

Setelah dilakukan Pengendalian asuhan keperawatan Infeksi ...x... jam resiko infeksi berkurang. KH: a. Pasien tidak menunjukkan gejala infeksi

a.

b.

c.

d. e. f.

teknik nonfarmakologis (terapi bermain) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal. Pantau ttanda dan gejala infeksi (suhu tubuh, penampilan luka, dl) Kaji faktor yang dapat meningkatkan resiko kerentanan terhadap infeksi (malnutrisi, status imun, dll) Ajarkan keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk ruangan pasien. Bersihkan lingkungan dengan benar Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan

BAB III TINJAUAN KASUS A. Kasus Ny. A datang kerumah sakit dengan anaknya bernama An. B yang berumur 2 bulan dengan keluhan terdapat belahan pada bibir dan langit langit yang menyebabkan bayi susah menelan dan menyusui. Pasien terlihat kurus kerena nafsu makan berkurang. Hasil pemeriksaan didapatkan konjungtiva anemis.TTV didapatkan TTD ↓ , pernafasan 36x/menit, nadi ↑, suhu 36,8oC. Keluarga terlihat cemas melihat kondisi anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN A. Pengkajian 1. Identitas Nama klien : An. B Usia : 2 tahun Nama wali : Ny. A 2. Keluhan utama Terdapat belahan di bibir dan langit-langi. Bayi susah menelan dan menyusui 3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Pasien terlihat lemah, dan kurus serta nafsu makan menurun. b. Riwayat kesehatan keluarga 4. Pengkajian fisik a. Konjungtiva anemis b. Pasien terlihat kurus c. TTD ↓ , d. pernafasan 36x/menit, e. nadi ↑, f. suhu 36,8oC 5. Analisa data Data Ds : Keluarga kalien mengatakan bahwa berat badan klien menurun Do: Klien tampak lemah, klien terlihat kurang nafsu makan, klien tampak kurus Ds: Terlihat susah menelan Terlihat adanya belahan di palatum dan labio

Etiologi kesulitan menelan ↓ sulit makan ↓ nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Masalah Keperawatan Gg Nutrisi Kurang dari kebutuhan

Celah di palatum ↓ Saluran makan dan saluran pernafasan terbuka

Resiko Aspirasi

↓ Resiko aspirasi 6. a. b. c. d. 7.

Diagnosa pre_op. Nutrisi kurang dair kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu makan. Resiko aspirasi berhubungan adanya celah pada palatum dan bibir Ansietas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap diagnosis klien Resiko gangguan pertubuhan berhubungan dengan kelainan kongental. Intervensi Diagnosa Nutrisi kurang dair kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu makan. c.

d.

Resiko aspirasi berhubungan adanya celah pada palatum dan bibir a.

b.

NOC/ Tujuan KH Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam status nutri pasien teratasi. KH: Tidak terjadi penurunan berat badan Klien memiliki energi yang adekuat Setelah dilaukan asuhan keperawatan 1x24 jam resiko aspirasi tidak ada. KH: Menunjukkan peningkatan kemampuan menela. Menolerasnsi pemberian makan per enteral tanpa aspirasi.

NIC Manajemen a. Nutrisi b. c. d.

e.

Intervensi Aktivitas Pantau intake dan output klien Pantau BB klien Pantau respon menelan pasien Berikan nutrisi sesuai kebutuhan sedikit demi sedikit Kolaborasikkan pemberian nutrisi melalui intravena.

Kewaspadaan a. Panatu tingkat kesadaran, aspirasi b. Pantau status paru-paru (sebelum/sesudah pemberian makan dan obat) c. Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama 30 menit setelah pasien makan d. Kolaborasikan untuk tindakan bedah pada labiopalatoskizis. e. Pantau tanda tanda infeksi setelah pasca bedah

c.

Memiliki bunyi paru yang bersih dan jalan nafas yang paten

8. Keterkaitan antara teori dan kasus Pada kasus menyatakan bahwa bibir dan palatum klien terdapat celah, klien sulit untuk menghisap dan menelan sehingga mengalami penurunan nafsu makan serta penurunan berat badan yang ditandai tubuh pasien kurus. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh teori milik (Rizki, 2013), ia mengatakan bayi dengan bibir sumbing akan mengalami kesulitan dalam koordinasi, pengolahan nafas, dan kesulitan mengisap saat menyusui. Akibatnya, anak akan bingung saat sedang makan atau minum. Bahkan kadang terlihat seperti berhenti nafas, malas makan, padahal anak takut menelan karena tahu akan tersedak.

Related Documents


More Documents from "uumi antari"