Kepemilikan Dalam Islam

  • Uploaded by: Andhika Febrya Dharma
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kepemilikan Dalam Islam as PDF for free.

More details

  • Words: 2,161
  • Pages: 10
Loading documents preview...
1

KONSEP KEPEMILIKAN DALAM ISLAM 1. Pembahasan A. Pengertian Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa Arab almilk yaitu penguasaan terhadap sesuatu terhadapnya dan bebas melakukan tasharuf padanya. Almilk juga berarti sesuatu yang dimiliki. Milik juga merupakan hubungan seseorang dengan harta yang diakui oleh hukum syara’, yang menyebabkan mempunyai kekuasaan khusus pada harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, kecuali adanya larangan syara’.1 Pendapat lain dikemukakan oleh Dr. Abdul Salam Al-Abadi. Menurutnya kepemilikan adalah hak khusus manusia terhadap barang yang diizinkan untuk memanfatkan dan mengalokasikan tanpa batas hingga terdapat alasan yang melarangnya. Secara terminologi, kepemilikan berarti benda yang dikhususkan pada seseorang terhadap benda atau harta yang dimilikinya. Baik menguasai secara fisik atau manfaat. Tidak ada satupun yang dapat membatasi kepemilikan tersebut kecuali ada hukum syara’ yang melarang. B. Pandangan Islam mengenai kepemilikan Dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dalam Islam, diterangkan pada Q.S AlMaidah ayat 120 : “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S Al-Maidah ayat 120) Ayat tersebut menerangkan dengan jelas, bahwa segala sesuatu atas apapun yang ada di bumi dan langit adalah milik Allah. Hal ini disebabkan karena Dia yang telah menciptakan segalanya. Namun manusia memiliki hak untuk dapat mengelola dan memanfaatkan atas sumber daya yang telah diciptakan oleh Allah SWT sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifah yang dijelaskan pada Q.S Al-Baqarah ayat 30 : 1 Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gala Media Pratama, 2000) Hal 31 Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

2

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan

memuji

Engkau

dan

mensucikan

Engkau?"

Tuhan

berfirman:

"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S Al-Baqarah ayat 30) Namun dalam Q.S Al-Hadid ayat 7 dijelaskan bahwa : “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasulNya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya.[4] Maka orangorang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Q.S Al- Hadid ayat 7) Islam juga mengatur hubungan manusia yang satu dan lainnya tentang pemanfaatan atas sumberdaya yang dikelola. Tanpa mengurangi pengakuan kepemilikan atas harta pribadi, namun dalam kajian fiqh diperhatikan secara khusus tentang bagaimana cara yang dijalani oleh manusia untuk mendapatkan harta tersebut. Maka Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa pada tiap-tiap harta yang dihasilkan terdapat sebagian hak orang lain yang harus dikeluarkan dalam bentuk sedekah maupun zakat. Hal ini sangat jelas demi menghilangkan kesenjangan sosial maupun ekonomi dalam tubuh masyarakat. Dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188 : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)

kamu membawa

(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Q.S Al-Baqarah ayat 188) Dan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah S.A.W bersabda :

Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

3

“Harta seorang muslim haram dipergunakan oleh muslim lainnya, tanpa ada kerelaan hati pemiliknya” (HR. AlBukhari dan Muslim) Dalam Al-Qur’an dan Hadist diatas, sangat jelas mengenai aturan atau ramburambu mengenai tata cara memperoleh kepemilikan melalui jual beli, ijarah, wakaf, infaq maupun warisan wajib tanpa cara bathil. Karena dalam Islam telah mengatur mengenai sebab-sebab kepemilikan yang akan saya jelaskan kemudian. C. Jenis-jenis Kepemilikan Secara umum ulama fiqh membagi kepemilikan menjadi 2 bentuk, yaitu : 2  Al-Milk Al-Tamm (Kepemilikan yang sempurna) Yaitu, apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak terkait dengan harta tersebut dibawah penguasaannya. Jenis kepemilikan ini memiliki sifat (a) mutlak, (b) tidak



dibatasi, dan (c) tidak boleh digugurkan oleh orang lain Al-Milk An-Naqish (Kepemilikan tidak sempurna) Yaitu apabila dalam kepemilikannya terdapat kepemilkan sesorang atas manfaat harta tersebut namun masih dibawah penguasaan orang lain. Dengan kata lain, atas harta tersebut terdapat pihak yang merasakan manfaat harta tersebut namun tidak memiliki fisik harta tersebut.

2 Ibid, Hal. 34 Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

4

D. Klasifikasi Kepemilikan dalam Islam Mengenai klasifikasi kepemilikan menurut ketentuan Ibnu Taimiyah, yaitu : 3  Hak Milik Individual / Private Property (Al-Milkiyyat Al-Fardiyah) Tentang akuisisi hak milik secara individual, Ibnu Taimiyah secara sederhana menjelaskan dengan rinci untuk kepentingan yang dibenarkan oleh syariat. Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya, menggunakan secara produktif, memindahkannya dan melindungi dari pemubadziran.

Akan

tetapi

hak

tersebut

dibatasi

oleh

sejumlah

batasan diantaranya: (a) tidak boleh menggunakannya dengan tabdzir, (b) tidak boleh menggunakannya dengan semena mena dan (c) tidak boleh bermewah pemalsuan,

mewahan. Dalam transaksi, ia tidak boleh menggunakan penipuan dan curang dalam timbangan. Juga dilarang

mengeksploitasi orang-orang yang membutuhkan dengan cara menimbun barang, dan lain sebagainya. Penjelasan Ibnu Taimiyah menunjukkan bahwa ia cenderung menghargai hak milik atas kekayaan yang berfungsi sosial. Ketika

seorang

individu

tidak melakukan kewajiban sosial atas hak

miliknya, maka negara berhak melakukan intervensi atas hak milik pribadi individu tersebut.4 Kewajiban lain atas hak milik individu adalah kewajiban memberikan pinjaman harta kepada orang lain yang membutuhkan , baik secara suka rela (bi thariq al tabarru`) ataupun dengan mengambil keuntungan (bi thariq al ta`widh). Kewajiban finansial yang tidak memberikan keuntungan terbagi menjadi 4 jenis yaitu: pembayaran zakat, menjamu tamu, menyantuni 

sanak kerabat, dan membantu orang yang membutuhkan bantuan. 5 Kepemilikan Umum / Public Property (Al-Milkiyyat Al-‘Ammah) Kepemilikan umum atau kolektif adalah hak milik

yang

biasanya diperlukan untuk kepentingan sosial. Jika harta kekayaan dimiliki 3 Dr. A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, (trjm) H. Anshari Thayib, (Surabaya, Bina Ilmu, 1997) hal. 138 4 Ibid, hal 139 5 Ibid, hal 140 Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

5

oleh dua orang atau lebih, maka mereka bisa menggunakannya sesuai dengan aturan yang mereka tetapkan. mengembangkan

Apabila

salah

satu

pihak

berusaha

jumlah harta tersebut untuk kepentingan bersama, maka

pihak yang lain harus memberikan kontribusinya dan bekerja sama untuk itu. Contoh tentang hak milik secara kolektif adalah wakaf, yaitu ketika sebuah harta kekayaan disumbangkan untuk tujuan tertentu atau untuk kelompok masyarakat tertentu, maka ada kewajiban bahwa harta tersebut harus digunakan sesuai dengan maksudnya. Namun Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa harta wakaf bisa digunakan untuk kepentingan lain 

apabila memberi manfaat yang lebih besar.6 Kepemilikan Negara / State Property (Al-Milkiyyat Al-Daulah) Negara mempunyai kewajiban untuk bekerja keras

bagi

kemajuan ekonomi masyarakat, mengembangkan sistem keamanan sosial dan mengurangi kesenjangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan individu. Lebih jauh Imam Mawardi menjelaskan bahwa tugas negara adalah meneruskan misi Rasulullah S.A.W dalam menjaga agama dan mengemban amanat kehidupan dunia. 7 Dijelaskan konsep kepemilikan dalam Islam memiliki perbedaan dengan pemikiran kaum sosialis atau komunis, dimana Islam mengakui hak milik pribadi sebagai sebuah gharizah atau tabi`at manusia itu sendiri. 8 E. Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam Mengenai sebab atau cara memperoleh kepemilikan menurut ketentuan syara’, yaitu :9  Ihrazul Mubahat 6 Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan, (Magistra Insania Press, Yogyakarta,2004) h. 143

7 Dr. A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, (trjm) H. Anshari Thayib, (Surabaya, Bina Ilmu, 1997) hal. 144 8 ibid, hal 146 9 Hasbi Ash-Shiddiqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, (Semarang, Pusataka Rizki Putra, 2001) hal. 12. Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

6

Ihrazul mubahat adalah memiliki sesuatu (benda) yang menurut syara’ boleh dimiliki atau disebut juga dengan Istila’ al-Mubahat. Istila’ alMubahat adalah cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Al-Mubahat adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dilindungi (dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan hukum (mani’ al-syar’iy) untuk memilikinya. Contoh, air yang masih berada dalam sumbernya, ikan yang berada di lautan, hewan dan pohon kayu di hutan, dan lainnya. Tujuan penguasaan atas al-Mubahat (Harta Bebas) dengan tujuan untuk dimiliki dengan cara : a. Ihya’ al-mawat yaitu membuka tanah (ladang) baru yang tidak dimanfaatkan, tidak dimiliki, dan berada diluar tempat tinggal orang lain. b. Berburu hewan Allah menghalalkan perburuan apabila pemburu sedang berihram. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika

kamu

sedang

mengerjakan

haji.

Sesungguhnya Allah

menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (Q.S AlMaidaah ayat 1) 

Al-Uqud (Perjanjian) Akad berasal dari bahasa arab yang artinya perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul sesuai dengan ketentuan syara’ yang menimbulkan pengaruh terhadap objek akad. Akad merupakan sebab kepemilikan yang paling kuat dan paling luas berlaku dalam kehidupan menusia yang membutuhkan distribusi harta kekayaan.

Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

7



Al-Khalafiyah (Pewarisan) Al-Khalafiyah atau pewarisan memiliki 2 jenis, yaitu : a. Khalafiyah Syakhsyun’an Syakhsyin (Warisan) Penggantian atas seseorang oleh orang lain. Misalnya dalam hal hukum waris seorang ahli waris menggambarkan posisi pemilikan orang yang wafat terhadap harta yang ditinggalkan. b. Khalafiyah Syaa’in ‘an syaa’in (Menjamin Kerugian) Penggantian harta atas benda yang lainnya, seperti yang berlaku pada tadlmin (pertanggungan). Apabila ketika seseorang merusak atau menghilangkan harta benda orang lain, atau pada ta’widl (pengganti kerugian) ketika seseorang mengenakan atau menyebabkan kerusakan



harta benda orang lain Al-Tawallud Minal Mamluk (Berkembang Biak) Adalah adalah sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lainya. Setiap peranakan atau sesuatu yang tumbuh dari harta milik adalah milik pemiliknya. Prinsip ini hanya berlaku pada harta benda yang dapat menghasilkan sesuatu (produktif), Contohnya bertelur, melahirkan, menghasilkan air susu, dan lain-lain. Dari sebab-sebab kepemilikan diatas, dapat dianalisa bahwa terkandung nilainilai filosofis:10 a. Nilai rahmat (kemurahan). Diperolehkannya seseorang

memiliki

sesuatu yang mubah,

seperti air, rumput, pepohonan di hutan, binatang buruan, dan lain-lain, dengan syarat sesuatu itu tidak berada dalam pemilikan/kekuasaan orang lain serta maksud untuk memiliki sesuatu tersebut, menunjukkan begitu besar kemurahan Allah pada manusai yang dengan pemilikan secara mudah tanpa ganti rugi itu menjadikan ia memiliki kemudahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup serta menunjukkan perannya sebagai khalifah menempuh

sekaligus

hamba

cara pemilikan

Allah.

Lebih dari itu, kebolehannya

seperti ini merupakan perwujudan dari

prinsip Islam “rahmatan lil ‘alamin”. b. Nilai penghargaan, kepastian dan kerelaan.

10 M. Sularno, Konsep Kepemilikan Dalam Islam: Kajian dari Aspek Filosofis dan Potensi Pengembangan Ekonomi Islam, Al-Mawardi Edisi IX Tahun 2003 Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

8

Aqad/transaksi dikategorikan sebagai suatu cara memperoleh hak milik menurut Islam. Dalam akad terdapat dua atau lebih pihak yang melakukan perjanjian, masing-masing pihak dihargai memiliki

posisi

yang sama, masing-masing memiliki sesuatu yang bernilai sejak awal yang sama-sama dihargai dalam akad, hal ini mencerminkan bahwa dalam ketentuan Islam terkandung nilai penghargaan terhadap setiap kepemilikan. Selanjutnya di dalam akad yang terdapat persyaratan ijab dan qabul dan syarat-syarat lain menunjukkan adanya nilai kepastian hukum dalam kepemilikan serta nilai kerelaan. c. Nilai tanggungjawab dan jaminan kesejahteraan keluarga. Salah satu cara yang diatur Islam untuk memperoleh pemilikan adalah melalui khalafiyah syakhsy menempati

‘an

syakhsy

atau

kewarisan.

Waris

kedudukan muwaris (orang yang mewariskan) dalam

memiliki harta yang ditinggalkan

oleh

muwaris.

Pewarisan harta

utamanya merupakan konsekuensi dari hubungan nasab dan pernikahan. Hak mewarisi bagi waris sangat kuat posisinya, muwaris harus memperhatikan nasib warisnya. Sehingga untuk berwakaf, sedekah, hibah, dan lain-lain, ada batas maksimalnya (1/3), hal ini mencerminkan nilai jaminan/komitmen Islam pada kesejahteraan keluarga lewat pengaturan kepemilikan.

Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

9

2. Kesimpulan Konsep kepemilikan dalam islam terdapat dalam surat Al Baqarah 188, Al Maidah 120, Al Hadid 7 yang merupakan landasan dasar yang mengatur hak milik. Hak milik merupakan hak khusus terhadap harta baik secara fisik ataupun manfaat, tanpa ada yang membatasinya kecuali hukum syara’. Islam sangat mengahargai kebebasan penggunaan hak milik selagi dalam hukum syara’ dan tidak ada yang dirugikan. Walaupun sesungguhnya hak milik sejati adalah milik Allah dan manusia hanya diberikan amanah untuk mengelola secara bijaksana. Islam Juga mengatur cara memperoleh kepemilikan dengan tidak memperbolehkan mendzalimi pihak lain dan harus mendahulukan kepentingan orang banyak (Maqasid Syariah). Konsep kepemilikan dalam ekonomi islam membantu menghilangkan ketidakadilan dalam penguasaan harta seseorang oleh individu, umum dan negara sehingga tiap golongan dapat memanfaatkan dan memiliki harta kekayaan secara adil dan merata. Klasifikasi kepemilikan dalam Islam meliputi tiga bentuk, yaitu: Hak milik individual (al-milkiyyat al-fardiyyah/privat property), 2) Kepemilikan umum (al- milkiyyat al-‘ammah/public property), 3) Kepemilikan negara (al-milkiyyat aldaulah/state property)

Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

10

DAFTAR PUSTAKA Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan, (Magistra Insania Press, Yogyakarta, 2004) Dr. A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, (trjm) H. Anshari Thayib, (Surabaya, Bina Ilmu, 1997) Hasbi Ash-Shiddiqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, (Semarang, Pusataka Rizki Putra, 2001) Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gala Media Pratama, 2000) M. Sularno, Konsep Kepemilikan Dalam Islam: Kajian dari Aspek Filosofis dan Potensi Pengembangan Ekonomi Islam, Al-Mawardi Edisi IX Tahun 2003

Andhika Febrya Dharma / Perbankan Syariah / Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (109046100251)

Related Documents


More Documents from "testimelina"