Klasifikasi Dan Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Korpus Tibia

  • Uploaded by: Archgear
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Klasifikasi Dan Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Korpus Tibia as PDF for free.

More details

  • Words: 4,003
  • Pages: 16
Loading documents preview...
rKlasifikasi dan Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Korpus Tibia Ivan Laurentius S 102011265 / C6 Mahasiswa FK UKRIDA Semester 4 FK UKRIDA 2011 Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 E-mail: [email protected]

Pendahuluan Saat suatu gaya / tekanan yang melebihi batas kemampuan suatu ekstremitas terus bekerja terhadap ekstremitas tersebut, maka cedera musculoskeletal dapat terjadi. Gaya / tekanan yang normal dapat saja menimbulkan fraktur tulang dan/atau kerusakan persendian bila gaya / tekanan ini bekerja pada titik lemah suatu tulang atau persendian; atau bila tulang telah dilemahkan akibat penyakit tertentu. Gaya / tekanan yang berulang juga dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang dengan cara me-“makan” kandungan kristal mineral di dalamnya secara bertahap.1

Anamnesis Beberapa elemen penting dalam menanyakan riwayat pasien meliputi dara demografi pasien (usia, jenis kelamin, ras), morbiditas, dominansi tangan (bila ada cedera pada ekstremitas atas), mekanisme terjadinya luka, alergi terhadap pengobatan, riwayat merokok dan konsumsi alkohol.2 Riwayat terjadinya fraktur dapat memperjelas situasi hingga penentuan diagnosis dapat lebih baik. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan: 

Pasien jatuh dapat disebabkan oleh hilangnya rasa keseimbangan atau oleh ketidaksadaran sementara dari jantung atau masalah neurologis yang perlu ditindaklanjuti.



Fraktur akibat luka ringan atau tekanan dalam batas yang normal dapat mengindikasikan terjadinya fraktur patologis.



Bagaimana terjadinya fraktur dapat menjadi indikasi untuk pemeriksaan cedera tulang lainnya; fraktur pada tumit akibat jatuh dari ketinggian dapat disertai dengan cedera pada vertebra atau gelang panggul. 1



Waktu berapa lama sejak terjadinya cedera harus ditanyakan dengan jelas dan dipertimbangkan mengingat hubungannya dengan komplikasi seperti infeksi pada fraktur terbuka atau iskemia distal pada luka vaskular. Selama tidak terdapat cedera saraf, ekstremitas degan fraktur akan terasa sakit akut dan

perlu dilakukan fiksasi agar tidak dapat digerakkan (imobil) sedapat mungkin. Akan tetapi, pada kondisi di mana riwayat tidak bisa didapat dari pasien langsung – bila pasien tidak sadar atau ada luka lain yang harus diprioritaskan – maka riwayat yang didapat dari orang lain sangat diperlukan.3

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada fraktur tulang pada umumnya mencakup tindakan inspeksi, palpasi, dan pergerakan (Range of Movement / ROM). Untuk pemeriksaan inspeksi dan palpasi, perlu diperhatikan adanya beberapa hal berikut: 

Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatic dan cedera jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.



Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampat jelas.



Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.



Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadu di sebelah distal dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.



Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung-ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.4



Gaya berjalan abnormal dapat disebabkan oleh: 

Pemendekan tulang;



Nyeri;



Gangguan otot;



Gangguan sendi;



Gangguan neurologis.5 2

Pada pemeriksaan pergerakan sendi dapat dilakukan berdasarkan regio sendi yang terlibat: 1. Pemeriksaan sendi pinggul Carilah kelainan kulit atau musculoskeletal dan perhatikan postur kedua tungkai. Pinggul merupakan sendi dalam dan nyeri tekan dapat bersifat difus dan sulit melokalisasikannya. Periksalah fleksi pinggul dengan mengangkat paha ke atas kearah dinding abdomen bawah. Kemudian fleksikan sndi pinggu normal sampai lordosis lumbal dihilangkan (apabila tangan tidak dapat disisipkan antara tempat tidur dan vertebra lumbalis). Jika bagian paha lain terangkat selama melakukan tes ini, deformitas fleksi yang terfiksasi ditemukan pada sendi pinggul tersebut yang mencegah ekstensinya yang normal. Ekstensi dapat juga diperiksa dengan pasien tidur tengkurap dengan mengangkat tungkai yang lurus secara aktif maupun pasif untuk dievaluasi. Adduksi pinggul dapat diperiksa dengan menyilangkan masing-masing tungkai secara bergantian. Abduksi dapat diperiksa dengan meminta pasien untuk mendorong ke luar masingmasing lututnya sambil melawan tahanan. Cegah gerakan pelvis yang dapat mengganggu pemeriksaan dengan menempatkan tangan pada krista iliaka pada sisi yang berlawanan dari tungkai yang diperiksa. Rotasi internal dan eksternal dapat diperiksa ketika pinggul dalam keadaan fleksi, pada posisi “anatomi” yang normal, atau pada ekstensi. Rotasi dapat diperiksa dengan memposisikan tungkai bahwah pada sudut tegak-lurus terhadap paha dan kemudian merotasikan paha dengan menggerakkan pergelangan kaki setengah lingkaran.

2. Pemeriksaan Sendi Lutut Cari kelainan musculoskeletal, efusi, dan postur sendi. Rasakan suhu sendi, nyeri tekan local, da nada tidaknya krepitasi pada gerakan sendi tersebut atau gerakan patella. Periksa fleksi, ekstensi, dan rotasi. Robekan meniscus sendi lutut biasanya terjadi bila sendi lutut secara bersamaan menahan berat tubuh dan dalam keadaan fleksi. Pemeriksaan melibatkan: 

Pembengkakan (kejadian cepat jika terdapat perdarahan di dalam sendi) yang berkurang dalam beberapa hari 3



Nyeri tekan di atas meniscus yang terkena



Spasme otot di sekitarnya



Nyeri yang berat pada awalnya



Hilangnya ekstensi sendi umum terjadi



Pengecilan otot dapat terjadi kemudian

Tanda McMurray ditemukan pada robekan meniscus posterior. Dengan lutut pasien dalam keadaan fleksipemeriksa memegang tumit dengan salah satu tangan, dan dengan tangan lainnya, letakkan ibu jari pada salah satu sendi lutut dengan jari tengah berada pada sisi yang lain. Memutar tibia pada femur sewaktu sendi ditarik secara progresif akan menghasilkan bunyi klik, clunk, atau hentakan pada posisi tertentu. Integritas ligament cruciatum dapat diperiksa dengan memegang tungkai bawah dengan lutut dalam posisi fleksi 20° dan memnentukan jumlah gerakan atau rasa nyeri ketika tungkai bawah digerakkan ke anterior atau ke posterior dengan tumpuan pada femur (tes Lachman). Pada keadaan normal, seharusnya tidak ditemukan nyeri atai gerakan abnormal.

3. Pemeriksaan Pergelangan kaki dan kaki Perhatikan kelainan musculoskeletal, pemakaian sepatu yang tidak noyang tidak normal atau kalus (kulit yang menebal dan mengeras). Untuk memeriksa dorsoleksi pergelangan kaki dan fleksi plantar, gunakanlah satu tangan untuk menyangga tungkai bawah dan tangan yang lain memfleksikan dan mengekstensikan sendi pergelangan kaki. Inversi dan eversi dapat diperiksa dengan memegang tumit dan melakukan gerakan yang relevan. Sendi metatarsal dapat difleksikan, diekstensikan, dan digerakkan ke samping sampai beberapa derajat. Ibu jari kaki dapat difleksikan dan diekstensikan.5

Pemeriksaan Penunjang Investigasi radiologi dimulai dengan anteroposterior dan lateral X-ray dari os. tibia dan os. fibula. X-ray pada kedua persendian di atas dan bawah kedua tulang ini perlu dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya kerusakan lainnya. Radiograf harus diperiksa dengan hatihati untuk menentukan lokasi dan morfologi fraktur dan untuk mendeteksi adanya garis fraktur kedua yang terjadi sewaktu tindakan operasi. CT scan dan MRI relative jarang diperlukan. Scan

4

tulang Technetium dan MRI dapat dilakukan pada pasien dengan nyeri konstan untuk mendiagnosa fraktur stress pada batang tibia yang tidak terlihat pada radiograf.2 Angiogram perlu dilakukan bila diduga terjadi luka vaskular pada beberapa skenario berikut: dislokasi lutut; tangan pucat dan dingin dengan pengisian kapiler distal yang buruk; luka akibat trauma berenergi besar di daerah rawan terjadi luka vaskular (misalnya fossa poplitea).2

Diagnosis Fraktur pada korpus tibia dapat diklasifikasikan secara deskriptif: terbuka atau tertutup, lokasi anatomi (proksimal, tengah, atau distal), jumlah fragmen dan posisi (comminutif, butterfly fragmen), konfigurasi (transversa, spiral, oblique), angulasi (varus / valgus, anterior / posterior), pemendekan, dislokasi (dilihat persentase kontaknya korteks tulang), rotasi, dan luka terkait.2

Klasifikasi Fraktur Tulang Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain: 

Fraktur komplet – fraktur yang mengenai tulang secara keseluruhan.



Fraktur inkomplet – fraktur yang mengenai tulang secara parsial.



Fraktur simple (tertutup) – fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.



Fraktur compound (terbuka) – fraktur yang menyebabkan robeknya kulit.

Fraktur terbuka dan tertutup dapat bersifat komplet atau inkomplet. Istilah lain dapat juga digunakan untuk menjelaskan fraktur, berdasarkan sudut patahan atau apakah tulang melengkung atau bengkak tanpa patah.4 Bentuk dari permukaan yang terbentuk dari fraktur dipengaruhi besar dan arah gaya perusak yang diterapkan. Gaya-gaya perusak ini kemudian dipelajari untuk menentukan proses reduksi nanti serta untuk mengindikasikan sejauh mana kerusakan jaringan lunak yang terjadi. 

Fraktur transversa – fraktur ini disebabkan oleh gaya langsung (setempat) dan biasanya disertai dengan kerusakan jaringan setempat.



Fraktur oblique dan spiral – fraktur ini disebabkan adanya gaya torsi yang bekerja terhadap tulang tersebut. Kerusakan jaringan lunak di sekitarnya dapat pula terjadi.

5



Fraktur Greenstick – fraktur tulang inkomplet pada anak karena tulang anak yang lebih kuat akibat lebih banyak jaringan penyambung dan lebih sedikit mineral dibanding tulang dewasa.



Fraktur comminutive – pada fraktur ini terdapat lebih dari dua fragmen fraktur tulang; kerusakan jaringan lunak yang signifikan cukup sering terjadi.



Fraktur terbuka dan tertutup – fraktur tertutup (simple) merupakan fraktur tulang yang tidak berkontak langsung dengan lingkungan luar. Sebalikna, fraktur terbuka merupakan fraktur tulang yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar. Fraktur terbuka dapat lebih diklasifikasikan dalam tabel 1.



Fraktur patologis – pada fraktur patologis, tulang telah dilemahkan terlebih dahulu dengan penyakit lainnya, sehingga tulang tersebut dapat mengalami fraktur akibat aktivitas hidup sehari-hari yang wajar. Penyakit umum yang dapat menyebabkan fraktur patologis ditunjukkan pada tabel 2.3

Klasifikasi Fraktur Terbuka Tipe I

Luas Luka < 1 cm

Asosiasi 

Trauma relatif ringan



Kerusakan jaringan

Risiko Infeksi 0–2%

lunak minimal

II

> 1 cm



Trauma relatif ringan



Kerusakan jaringan

0 – 10 %

lunak minimal

III

Ukuran apa pun



Trauma berat



Kerusakan jaringan lunak berat



Kontaminasi pada

> 10%

luka militer atau agrikultur. Fraktur Tipe III dapat diklasifikasi lebih jelas untuk kepentingan tatalaksana medis: Tipe IIIA – adanya lapisan kulit yang cukup untuk menutup fraktur tulang terbuka Tipe IIIB – tidak adanya kulit yang cukup untuk menutup fraktur, devaskularisasi tulang mungkin terjadi Tipe IIIC – terjadi lesi neurovascular yang perlu diperbaiki Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka3

6

Penyebab Fraktur Patologis Kelas

Contoh

Kongenital

Osteogenosis imperfekta

Infeksi

Osteomyelitis kronis

Kelainan metabolisme

Osteomalasia Hiperparatiroid Osteoporosis

Neoplasma benign

Kista tulang Enkondroma

Neoplasma malignant

Tumor tulang Karsinoma metastatic (biasanya pada payudara, ginjal, prostat, tiroid, paru-paru)

Penyebab lainnya

Paget’s disease Tabel 2. Penyebab Fraktur Patologis5

Penyebab Fraktur Tulang Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Jatuh dan olahraga adalah penyebab umum frakutr traumatic. Pada anak, penganiayaan harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi fraktur, terutama apabila terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau apabila riwayat fraktu saat ini tidak meyakinkan. Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang remah. Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stress dapat terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress, yang juga disebut fraktur keletihan (fatigue fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan aktivitas fisik yang baru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu dapat merasa mampu melakukan aktivitas yang melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stress yang paling sering terjadi pada individu yang melakukan olahraga daya tahan seperti pelari jarak jauh. Fraktur stress dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai respon terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang mengalami fraktur stress harus didorong untuk mengikuti diet sehat-tulang dan diskrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang.4 7

Manifestasi Klinis Pada fraktur tulang, berikut beberapa manifestasi klinis yang dapat terjadi: 

Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.



Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampat jelas.



Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.



Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadu di sebelah distal dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.



Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung-ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.4

Penatalaksanaan Pilihan untuk pengobatan fraktur adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu: mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. 1. Terapi konservatif: 

Proteksi Saja Misalnya Mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.



Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik



Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misalnya pada fraktur supra condylair, fraktur colles, fraktur Smith.Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi local dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabiol dalam gips. 8

Misalnya: fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penduh dan fleksi pergelangan 

Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksai sehingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel / traksi Byrant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitive, bilamana tidak maka diteruskan dengan imbobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitih harus traksiskeletal berupa balanced traction.

2. Terapi operatif Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image intensifier, c – arm); 1. Reposisi tertutup – Fiksasi eksterna Setelah reposisi baik berdasarkan control radiologis intraoperative maka dipasang alat fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna dapat model sederhana seperti Roger Anderson, Judet, screw dengan bone cement atau Ilizarov yang lebih canggih 2. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti dengan fiksasi interna. Misalnya: reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus pada anak diikuti dengan pemasangan parallel pins. Reposisi terutup fraktur collum pada anak diikuti pinning dan imobilisasi gips. Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.

Terapi operatif dengan membuka frakturnya. 1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna 

ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

Keuntungan cara ini adalah: 

Reposisi anatomis



Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar

Indikasi ORIF 9



Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi; misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.



Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup; misalnya fraktur avulsi dan fraktur dislokasi.



Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan; misalnya fraktur Monteggia, fratur Galeazzi, fraktru antebrachii, fraktur pergelangan kaki.



Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberikan hasil lebih baik dengan operasi; misalnya fraktur femur.

2. Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi. Misalnya: 

Fraktur caput radii pada orang dewasa



Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone

3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprostesis Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya.

Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi, maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atrofi otot dan kekaukan sendi, serta imobilisasi dini.

3. Pengobatan Fraktur Terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit: 

Pembidaian / menghentikan perdarahan dengan perban tekan



Menghentikan perdarahan besar dengan klem

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).6 Pemberian antibiotik dan profilaksis Tetanus harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus darurat. Pada fraktur terbuka derajat I dan II perlu diberikan antibiotik Sefalosporin generasi pertama. Pada fraktur terbuka derajat III perlu 10

diberikan antibiotic Sefalosporin generasi pertama dan aminoglikosida; tetapi rekomendasi terbaru menunjukkan perlu dilakukan pemberian ceftriaxone. Untuk luka akibat bekerja di persawahan dengan risiko kontaminasi yang besar, pemberian penisilin juga dilakukan di samping ceftriaxone.2

4. Tindakan Debridement dan Posisi Terbuka 1. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin. 2. Antibiotika untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis tinggi. 3. Kultur danresistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka/ 4. Tourniquet disiapkan tetapi tidak perlu ditiup. 5. Setelah dalam narkose seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur 6. Luka di irigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi (jet lavage). 7. Tindakan desinfeksi dan pemasangan duk (draping). 8. Eksisi luka lapis demi l;apis. Eksisi kulit, subkutis, fassia, otot. Otot-ootot yang tidak vital dieksisi. Tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada periosteum dibuang. Fragmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas dipertahankan. 9. Bila letak luka tida menguntungkan maka untuk reposisi terbuka dibuat insisi baru yang biasa dipergunakan, misalnya fraktur femur dengan fragmen distal menembus dekat lipat paha, untuk reposisi terbuka dipakai approach posterolateral biasa. 10. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup setelah satu minggu setelah oedema menghilang. Luka untuk reposisi terbuka dijahit primer. 11. Fiksasi yang baik adalah fiksasi eksterna. Bagi yang sudah berpengalaman dan di rumnah sakit dengan perlengkapan yang baik, penggunaan fiksasi interna dapat dibenarkan. Bila fasilitas tidak memadai, gips sirkuler dengan jendela atau traksi dapat digunakan dan kemudian dapat direncanakan untuk fiksasi interna setelah luka sembuh (delayed internal fixation). Pemakaian antibiotika diteruskan untuk 3 hari dan bila diperlukan debridement harus diulang.6

11

Untuk fraktura korpus tibia yang tertutup, reduksi dicapai secara manual di bawah anesestesi umum atau spinalis serta imobilisasi yang diberikan oleh gips tungkai yang panjang. Fluoroskopi membantu tercapainya reduksi. Reposisi bertujuan mendapatkan kembali panjang serta mengoreksi keselarasan total dan sudut. Dengan reduksi yang memuaskan, maka memikul berat badan dapat dimulai dalam 3 sampai 4 minggu atau bila ada kalus fraktura yang adekuat. Penyembuhan padat bisa timbul paling dini 12 sampai 14 minggu pada pasien muda, tetapi penyatuan tertunda sampai 6 bulan tidak jarang ditemukan. Untuk fraktura korpus tibia terbuka, debridemen segera, irigasi, dan antibiotika diperlukan. Penutupan luka primer biasanya tidak diindikasikan. Kehilangan kulit tidak jarang ditemukan pada trauma keras, serta penutupan tertunda dengan graft sebagian ketebalan mungkin diperlukan. Kebutuhan untuk perawatan luka ini bisa membuat pentalaksanaan gips sulit dilakukan. Fiksasi dapat dicapai dengan pin rangka transversa di atas dan di bawah fraktura yang dilekatkan ke rangka luar yang memungkinkan jalan ke luka. Fiksasi bedah pada fraktura tibia diindikasikan, bila reduksi adekuat tidak dapat dicapai atau dipertahankan dengan metode tertutup dan bila perawatan pasien keseluruhan akan dipermudah dengan ambulasi dini. Plat dan batang intra medulla telah digunakan untuk fiksasi interna. Intervensi bedah untuk fraktura tertutup memberikan risiko infeksi dan harus dipertimbangkan terhadap risiko terapi tertutup. Karena pasien fraktura tibia dapat dimobilisasi segera menggunakan tongkat ketiak, maka intervensi bedah kurang direkomendasikan.7

Penyembuhan Tulang Hampir semua fraktur dapat dan akan mengalami penyembuhan tanpa intervensi bedah pada situs terjadinya patahan. Akan tetapi, ahli bedah meningkatkan kemampuan tubuh untuk perbaikan ini; dan tindakan bedah ini memerlukan pengetahuan menyeluruh atas mekanisme dan proses menyatunya tulang. Masa penyembuhan tulang ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap di mana tahap-tahap ini berlangsung secara kontinu tanpa batas tegas dalam berbagi tingkat pada tergantung pada tulang dan situasi yang terlibat. 1. Pembentukan haematoma Fraktur tulang dapat merobek pembuluh darah di sekitar jaringan lunak, periosteum, dan medulla. Haematoma terbentuk di sekitar dan di antara ujung-ujung tulang ini. Osteosit pada bagian fraktur tulang kemudian akan mengalami deficit nutrisi yang berakhir pada kematian sel 12

lokal. Bila fragmen tulang benar-benar terpisah darah supply darahnya, ia akan mengalami nekrosis avaskular.

2. Proliferasi dan organisasi sel (fase inflamatoris) Tahap berikutnya adalah reaksi inflamasi akut dengan vasodilatasi, eksudat plasma, dan migrasi sel inflamasi akut ke dalam tubuh. Haematoma yang ada ini dibentuk oleh jaringan granulasi ini dengan pembuluh kapiler tipis ke jaringan ikat longgar.

3. Pembentukan kalus Sel terspesialisasi datang dari tiga tempat berikut yang kemudia menginvasi jaraingan granulasi tadi: 

Endotel kapiler



Endosteum dan periosteum yang rusak



Sirkulasi sistemik, yang menyuplai sel yang mampu berdiferensiasi menjadi sel pembentuk tulang

Sel-sel ini kemudian terstimulasi dan membentuk secara acak massa jaringan fibrosa, kartilago, dan tulang muda yang membungkus kalus yang dapat terlihat secara radiologis pada minggu ke-2 pada anak-anak dan minggu ke-3 pada orang dewasa. Fase awal reformasi tulang ini memerlukan sedikit pergerakan; kondisi tulang yang benar-benar stasis dapat mengeliminasi proses penyembuhan tulang. Kalus yang terbentuk acak pada awalnya bersifat lemah dan fleksibel sehingga tekanan pada fraktur di tahap dapat menimbul rasa nyeri saat terjadi pergerakkan. Kalus kemudian secara progresif diganti – dari 3 minggu setelah fraktur pada anak-anak ke depan dan 4 minggu setelah fraktur pada dewasa ke depan – oleh tulang dewasa dengan struktur Havers yang cukup kuat untuk mengimobilisasi situs fraktur dan menghasilkan penyatuan (union) tulang. Kriteria penyatuan (union) tulang dapat dilihat pada tabel 3.

Kriteria Union pada Fraktur Tulang Secara Klinis 

Hilangnya tenderness tekanan langsung pada situs fraktur



Sedikit atau tidak ada rasa nyeri saat situs fraktur tertekan akibat angulasi atau rotasi 13



Hilangnya pergerakan pada situs fraktur

Secara Radiologi 

Tidak adanya bekas patahan pada situs fraktur dan adanya trabekula tulang yang kontinu sepanjang tulang situs fraktur tersebut



Tanda-tanda radiologis biasanya baru timbul beberapa minggu setelah bukti klinis Tabel 3. Kriteria Union pada Fraktur Tulang3

Saat fraktur dinilai sudah menyatu, immobilisasi – biasanya dengan bidai eksternal – harus dihentikan. Pada umumnya, bidai eksternal perlu digunakan selama 4-8 minggu pada fraktur tulang cancellous dan 6-8 minggu pada fraktur tulang panjang orang dewasa. Fraktur pada anak-anak sembuh dalam waktu kurang lebih setengah dari waktu ini.

4. Konsolidasi dan remodelling Dalam beberapa bulan berikutnya, tulang baru yang telah terbentuk dengan serat kolagen pada garis terjadinya fraktur. Tulang sekarang telah kembali pada kekuatan mulanya dan fraktur bisa dikatakan telah terkonsolidasi. Pada fraktur dengan imobilisasi (fiksasi eksterna) terlalu kuat, waktu yang diperlukan untuk konsolidasi dapat meningkat secara signifikan. Selama dua tahun ke depan, bekas-bekas penyembuhan tulang akan menghilang secara gradual dan tulang semakin mengalami remodeling terutama pada bagian situs fraktur.3

Komplikasi 

Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah dapat menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini meninbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau 14

terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas atau kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia, dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak. 

Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sum-sum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi system saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.4



Malunion: biasanya terjadi pada fraktur kominutiva sedang immobikisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk memperbaiki perlu dilakukan osteotomy.



Delayed union: terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan ionfeksi atau pada fraktur yang comminutiva. Hal ini dapat diatasi dengan operasi tandur alih tulang spongiosa.



Non-union: disebabkan karena kehilanga segmen tulang tibia disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone grafting menurut cara papineau.



Kekakuan sendi: hal ini disebabkan karenan pemakaian gips yang terlalu lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak. Hal ini dapat diatasi dengan fisioterapi.6

Kesimpulan Fraktur tulang dapat diklasifikasi berdasar mekanisme terjadinya fraktur dan kondisi fraktur tulang tersebut (os tibia). Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan mencakup inspeksi, palpasi, dan uji pergerakan; dengan pemeriksaan penunjang terutama pada foto X-ray anteroposterior dan lateral. Penatalaksanaan berpusat pada tindakan reposisi dan fiksasi (debridement & antisepsis pada fraktur terbuka) untuk mengoptimalkan proses penyembuhan tulang. Namun penatalaksanaan juga perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kemungkinan terjadinya komplikasi (sindrom kompartemen, embolus lemak, mal/non/ delayed union).

15

Daftar Pustaka 1. Bulstrode, CJK. Musculoskeletal system at a glance.Massachusetts: Blackwell Publishing; 2007.p.88-9. 2. Doherty GM, editors. Current Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. Singapore: The McGraw-Hill Companies; 2010. 3. Henry MM, Thompson JN, editors. Clinical Surgery. 2nd ed. Edinburgh: Elsevier Saunders; 2005.p.677-80. 4. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.335-9. 5. Welsby PD. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Klinis.Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h. 172-7 6. Reksoprodin S, editor. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara;1994.h.508-14;55-57. 7. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.384-5

16

Related Documents


More Documents from "Jamaluddin Ahmad A.M"