Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN DISTRESS SPIRITUAL Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa I Dosen pengampu; Ns. Eyet Hidayat, SPd, SKp. MKep, Sp.Kep.J.
Disusun Oleh : Andhini Gumiwang Distyanto
(CKR0180082)
Ficka Khotimah
(CKR0180091)
Muhammad Gari Akbar
(CKR0180101)
Reza Romdona
(CKR0180106)
Syamsul Nizar Aminudin
(CKR0180112)
Kelas: Keperawatan Reguler C
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN Jl. Lkr. Bayuning No.2, Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 45561
2020 1
DISTRESS SPIRITUAL A. Masalah Utama Gangguan Kebutuhan Spiritual (Distress Spiritual) B. Proses Terjadinya Masalah 1. Definisi Distress Spiritual Spirituality berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas atau udara.spirit memberikan hidup,menjiwai seseorang. Spirit memberikan arti penting ke hal apa saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan seseorang ( Dombeck,1995). Spirituality adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta, kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan dengan sesama. (Perry Potter, 2003). Menurut Florence Nightingale, Spiritual adalah proses kesadaran menanamkan kebaikan secara alami, yang mana meemukan kondisi terbaik bagi kualitas perkembangan yang lebih tinggi. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Spiritualitas dalam keperawatan, adalah konsep yang luas meliputi nilai, makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cinta, peduli, bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih; sadar akan adanya kualitas otoritas yang lebih tinggi, membimbing spirit, atau transenden yang penuh dengan kebatinan, mengalir dinamis seimbang dan menimbulkan kesehatan tubuh-pikiran-spirit. Distress spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005). Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan 1
dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan. Pengelolan Asuhan Keperawatan Spiritual pada pasien tentunya memerlukan dukungan berbagai aspek, tidak hanya berkaitan dengan kemampuan perawat dalam menggali aspek spiritual tetapi juga sangat ditentukan oleh manajemen atau situasi pengelolaan bangsal yang mendukung. Dalam menciptakan bangsa yang mampu memberikan pelayanan spiritual dibutuhkan kerjasama yang baik antara perawat, dokter, perawat rohani dan bagian-bagian lain yang terkait. Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry, 2009). Mickley (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Stoll (1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi yaitu dimensi vertical dan dimensi horizontal. Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut : 1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan. 2. Menemukan arti dan tujuan hidup. 3. Menyadari kemampuan untuk menggunakkan sumber dan kekuatan diri sendiri. 4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri dan dengan Yang Maha Tinggi Kebutuhan
spiritual
adalah
kebutuhan
untuk
mempertahankan
atau
mengambalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan tuhan. Definisi lain mengatakan bahwa distress spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Varcarolis, 2000). 2
Dalam kata lain distress sering berkaitan dengan stres, yang dimaksud stres (hans selye,1950) adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respons tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaanya dengan baik,maka ia disebut mengalami distress (Hawari, 2001 :17). Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distress spiritual adalah kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya. Karakteristik Distres Spritual menurut Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu : a. Hubungan Dengan Diri 1. Ungkapan kekurangan
Harapan
Arti dan tujuan hidup
Perdamaian/ketenangan
Penerimaan
Cinta
Memaafkan diri sendiri
Keberanian
2. Marah 3. Kesalahan 4. Koping yang buruk b. Hubungan Dengan Orang Lain 1. Menolak berhubungan dengan tokoh agama 2. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga 3. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung 4. Mengungkapkan pengasingan diri c. Hubungan Dengan Seni, Musik, Literatur, Dan Alam
3
1. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi, mendengarkan musik, menulis) 2. Tidak tertarik dengan alam 3. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan d. Hubungan Dengan Kekuatan Yang Lebih Besar Dari Dirinya 1. Ketidakmampuan untuk berdo’a 2. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan 3. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan 4. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama 2. Penyebab / Etiologi Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut : 1. Pengkajian Fisik --> Abuse 2. Pengkajian Psikologis -> Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002). 3. Pengkajian Sosial Budaya --> dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998). Adapun faktor penyebab Predisposisi dan Presipitasinya yaitu sebagai berikut : a. Faktor Predisposisi Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang adalah 1. Tahap perkembangan seseorang Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda, ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak
4
2. Keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan orang tua. 3. Latar belakang etnik dan budaya Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu 4. Pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji imannya. 5. Krisis dan Perubahan Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal. 6. Terpisah dari ikatan spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. 5
Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritual. 7. Isu moral terkait dengan terapi Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan. 8. Asuhan Keperawatan Yang Kurang Sesuai Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama. b. Faktor Presipitasi 1. Kejadian Stressful Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujun hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkukngan dan Dzat yang Maha tinggi. 2. Ketegangan Hidup Beberapa ketegangn hidup yang berkontribusi terhadap terjadinya distress spiritual adalah ketegangandalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
6
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarg, kelompok maupun komunitas. 3. MANIFESTASI KLINIS Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah spiritual. 1.
Verbalisasi distress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Misalnya seorang istri mengatakan, “Saya merasa bersalah karena saya seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung.” Biasanya klien meminta perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahu pemuka agama untuk mengunjunginya. Peawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang distress yang dialami klien.
2.
Perubahan perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Ada yang bereaksi dengan mengintrospeksi diri dan mencari alasan terjadinya suatu situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi tersebut, tetapi ada yang bereaksi secara emosional dan mencari informasi serta dukungan dari keluarga atau teman.
3.
Perasaan bersalah, rasa takut, depresi, dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual.
7
Berikut pasien yang perlu bantuan spiritual adalah: 1. Pasien kesepian Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan tuhan, tidak ada yang menyertainya selain tuhan. 2. Pasien ketakutan dan cemas Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling besar adaalah bersama tuhan. 3. Pasien menghadapi pembedahan Menghadapai pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual. 4. Pasien yang harus mengubah gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke arah yang lebih baik, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual. 4. AKIBAT Akibat dari distress spiritual adalah stress, hidup selalu gelisah, cemas, hampa, harga diri rendah, kehilangan arah, berperilaku buruk, depresi dan sebagainya.
8
C. POHON MASALAH
Pernyakit akut, kronis, terminal
Faktor Predisposisi
Harga diri rendah
Perasaan bersalah, rasa takut, depresi
Ansietas
Perubahan perilaku
Ketidak efektifan koping
Isolasi diri
Verbalisasi stress
Keputusasaan
Distress Spiritual
9
D. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif. Dalam buku ajar ini akan digunakan proses keperawtan menurut Craven (1996) pada dasarnya, informasi awal yang perlu digali secara umum adalah sebagai berikut. Pertama, Afiliasi agama : a)
Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secaraaktif atau tidak aktif.
b) Jenis patisipasi dalam kegiatan agama. Kedua, keyakinan agama atau spiritual mempengaruhi : a) Praktik kesehatan diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara agama. b) Persepsi penyakit hukuman cobaan terhadap keyakinan. c) Strategi koping. Ketiga, nilai agama atau spiritual mempengaruhi a) Tujuan dan arti hidup b) Tujuan dan arti kematian. c) Kesehatan dan pemeliharaannya. d) Hubungan dengan Tuhan ,diri sendiri dan orang lain. 1. Pengkajian data subjektif pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle (1996) mencakup 4 area, yaitu : 1) Konsep tentang tuhan atau ketuhanan. 2) Sumber harapan dan kekuatan. 3) Praktik agama dan ritual. 4) Hubungan antara keyakinan spritual dan kondisi kesehatan. Pertayaan yang dapat diajukan perawat untuk memperoleh informasi tentang pola fungsi spritual klien antara lain, sebagai berikut : a) Apakah agama atau Tuhan merupakan hal penting dalam kehidupan anda ? b) Kepada siapa anda biasanya meminta bantuan ? c) Apakah anda merasa kepercayaan ( agama ) membantu anda? Jika ya ? jelaskan bagaimana dapat membantu anda ?
10
d) Apakah sakit ( atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami) telah mengubah perasaan anda terhadap Tuhan atau praktik kepercayaan yang anda anut ? Fish dan shelly dalam Creven dan Hirnle (1996) juga menambahkan beberapa pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif yaitu : a) Mengapa anda berada di rumah sakit ? b) Apakah kondisi yang anda alami telah mempengaruhi cara anda memandang kehidupan? c) Apakah penyakit yang anda telah mempengaruhi hubungan anda dengan orang yang paling berarti dalam kehidupan anda? d) Apakah kondisi sakit, yang anda alami telah mempengaruhi cara anda melihat diri sendiri ? e) Apa yang paling anda butuhkan saat ini ? Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spritual anak, antara lain sebagai berikut a) Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan ? b) Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut ( selain kepada orang tua ? c) Apakah kegemaran yang dilakukan yang dilakukan ketika sedang merasa bahagia /gembira ?ketika sedang bersedih ? d) Engkau tahu siapakah Tuhan itu ? seperti apakah Tuhan itu ? 2. Pengkajian data objektif. Pengkajian data objektif dilakukan melalui melalui pengkajian klinis yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi hubungan interpesonal dan lingkungan pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi. Perawat perlu mengobservasi aspek berikut ini untuk mendapatkan data objektif atau data klinis
11
a) Afek dan sikap Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi ? b) Perilaku 1. Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan ? 2. Apakah klien sering mengeluh tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama ? c) Verbalisasi 1. Apakah klien menyebut Tuhan, doa , rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya (walaupun hanya sepintas)? 2. Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama ? 3. Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematiaan, kepedulian terhadap arti kehidupan, konflik batin tentang kenyakinan agama, kepedulian tentang hubungan dengan penguasa, pertanyaan tentang arti keberadaannya di dunia, arti penderitaan atau implikasi terhadap nilai normal/etik? d) Hubungan interpersonal 1. Siapa pengunjung klien ? 2. Bagaimana klien berespon terhadap pengunjung ? 3. Apakah pemuka agama datang mengunjungi klien ? 4. Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan dengan tenaga keperawatan ? e) Lingkungan 1. Apakah klien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya ? 2. Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan ? Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distress spiritual adalah sebagai berikut 1. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung. 2. Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas. 3. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan /agama. 12
4. Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian. 5. Klien yang akan dioperasi. 6. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama. 7. Mengubah gaya hidup. 8. Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan. 9. Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama. 10. Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spritual. 11. Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritannya merupakan hukuman dari Tuhan. 12. Mengekspresikan kemarahannya terhadap Tuhan. 13. Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama. 14. Sedang mengadapi sakaratul maut. E. DIAGNOSA KEPERAWATAN Distress Spiritual Definisi : Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, music, literatur, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar daripada diri sendiri. Batasan karateristik : a. Hubungan dengan diri sendiri 1) Marah. 2) Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah). 3) Mengungkapkan kurangnya motivasi. 4) Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri. 5) Mengungkapkan kekurangan harapan. 6) Mengungkapkan kekurangan cinta. 7) Mengungkapkan kekurangan makna hidup. 8) Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup. 9) Mengungkapkan kurangnya ketenangan (mis, kedamaian). 10) Merasa bersalah. 11) Koping tidak efektif. 13
b. Hubungan dengan orang lain 1) Mengungkapkan rasa terasing. 2) Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting. 3) Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual. 4) Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem pendukung. c. Hubungan dengan seni, literatur, music, alam 1) Tidak berminat terhadap alam. 2) Tidak berminat membaca literatur spiritual. 3) Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya (mis, menyanyi/mendengarkan music/menulis). d. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri 1) Menungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya. 2) Mengungkapkan telah diabaikan. 3) Mengungkapkan ketidak berdayaan. 4) Mengungkapkan penderitaan. 5) Ketidakmampuan berintrospeksi. Faktor yang Berhubungan : a. Menjelang ajal ; ansietas. b. Sakit kronis, kematian. c. Perubahan hidup, kesepian. d. Nyeri. e. Keterasingan diri. f. Keterasingan sosial. g. Gangguan sosiokultural
14
F. NCP Diagnosa Keperawatan Distress Spiritual Definisi
:
Tujuan dan Kriteria Hasil NCP - Mampu mengontrol Spiritual Support
Gangguan
kemampuan untuk mengalami
kecemasan -
Mampu
Mengontrol
dan mengintegrasikan makna
tingkat
dan
Ievel stress
tujuan
hidup
melalui
hubungan dengan diri sendiri,
-
orang lain, seni, musik, litelatur, alam, dan atau kekuatan yang
-
kematian
Marah
-
Mengungkapkan dapat
menerima
-
(kurang -
Mengungkapkan kurangnya motivasi
-
-
kurang
pasrah)
dapat
kurang
memaafkan
diri
sendiri -
Mengungkapkan kekurangan harapan
-
Mengungkapkan
-
Memanfaatkan alat untuk memonitor
atau
mengevaluasi
menghadapi
kesejahteraan rohani. -
Berpartisipasi
dan
dalam
Mendorong
individu
untuk
meninjau
pengambilan keputusan
kehidupan masa lalu dan
untuk
fokus pada peristiwa dan
mendapatkan
pelayanan kesehatan
hubungan yang memberi
Penerimaan
kekuatan
terhadap
Mampu
spiritual
dan
dukung.
beradaptasi
-
Perlakukan
individu
terhadap
dengan bermartabat dan
ketidakmampuan fisik /
hormat -
Adaptasi anak terhadap
Mendorong
pratinjau
hidup melalui kenangan -
Mendorong
partisipasi
Psikososial
dalam interaksi dengan
kekurangan cinta
penyesuaian: perubahan
anggota keluarga, teman,
Mengungkapkan
hidup.
dll
kekurangan makna hidup
-
Kesehatan spiritual
Mengungkapkan
-
Menunjukkan
kekurangan tujuan hidup -
memproses
hospitalisasi -
untuk
dan kepedulian empatik
cacat fisik -
komunikasi
membangun kepercayaan
status kesehatan -
Mengungkapkan
dan
Penerimaan
Batasan karakteristik :
Gunakan terapeutik
informasi kesiapan
-
depresi
Mampu
lebih besar daripada diri sendiri. Hubungan dengan diri sendiri
-
Mengungkapkan kurangnya
-
harapan
cukup
arti hidup -
Terlibat
Menyediakan privasi dan waktu
untuk
kegiatan spiritual dalam
-
Mendorong
partisipasi 15
ketenangan
(mis,
lingkungan sosial
dalam
kedamaian)
pendukung
-
Merasa bersalah
-
Koping tidak efektif
-
-
Mengungkapkan
rasa
-
Menolak interaksi dengan
sesuai
yang
dianggap
-
Menolak interaksi dengan
-
perspektif
Memberikan kesempatan untuk
Mengungkapkan
dengan
diskusi
tentang
berbagai
sistem
kata-kata telah terpisah dari
kepercayaan
sistem pendukung
pandangan dunia
dengan
seni,
-
litelatur, music, alam Tidak
berminat
Jadilah
dan
terbuka
untuk
ekspresi individu yang terhadap
alam
-
Berbagi
spiritual sendiri, sesuai
Hubungan
-
Bagi keyakinan sendiri tentang arti dan tujuan,
pemimpin spiritual
-
citra
dipandu
penting
-
dan
terasing orang -
Ajarkan metode relaksasi, meditasi,
Hubungan dengan orang lain -
kelompok
menjadi perhatian -
Mengatur kunjungan oleh
Tidak berminat membaca
penasihat
litelatur spiritual
individu
Ketidakmampuan mengungkapkan
kondisi
spiritual
-
Bermain dengan individu
-
Menyediakan
musik
kreativitas sebelumnya (mis,
spiritual,
menyanyi/mendengarkan
program radio atau TV ke
music / menulis)
individu
Hubungan dengan kekuatan
-
Jadilah
sastra,
terbuka
atau
untuk
yang lebih besar dari pada
ekspresi
individu
dirinya sendiri
kesepian
dan
-
ketidakberdayaan
Mengungkapkan kemarahan terhadap
kekuatan
yang
-
Mendorong
kehadiran 16
lebih besar dari dirinya -
Mengungkapkan
kapel telah
diabaikan -
-
artikel
spiritual yang diinginkan,
ketidakberdayaan
sesuai dengan preferensi
Mengungkapkan
individu -
Ketidakmampuan
Mengacu pada penasehat spiritual pilihan individu
-
Gunakan klarifikasi nilai
Ketidakmampuan
teknik untuk membantu
mengalami
individu
pengalaman
memperjelas
religiusitas
keyakinan dan nilai-nilai,
Ketidakmampuan
yang sesuai
berpartisipasi -
Menyediakan
Mengungkapkan
berintrospeksi -
jika
diinginkan -
penderitaan -
layanan,
dalam
-
Selalu
siap
aktivitas keagamaan
mendengarkan
Perubahan yang tiba-tiba
individu
dalam praktek spiritual
-
Faktor Yang Berhubungan
untuk perasaan
Mengungkapkan
empati
dengan perasaan individu
-
Menjelang ajal, Ansietas
-
-
Sakit kronis, Kematian
penggunaan
-
Perubahan hidup, kesepian
meditasi, doa, dan tradisi
-
Nyeri
keagamaan lain nya dan
-
Keterasingan diri
ritual
-
Keterasingan sosial
-
Gangguan sosiokultural
-
Memfasilitasi individu
Mendengarkan
dengan
seksama
komunikasi
individu,
dan
mengembangkan
rasa
waktu untuk berdoa atau ritual spiritual -
Yakinkan individu yang perawat
akan
tersedia 17
untuk
mendukung
individu dalam saat-saat penderitaan -
Jadilah
terbuka
untuk
perasaan individu tentang penyakit dan kematian -
Membantu individu untuk mengekspresikan dengan benar
dan
mengurangi
kemarahan dengan cara yang tepat
REFERENSI : https://docuri.com/download/spiritual_59c1cc43f581710b2861b8dd_pdf Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
18