Lp Dss

  • Uploaded by: Ayuu Indahh Yuk'ind
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Dss as PDF for free.

More details

  • Words: 4,420
  • Pages: 23
Loading documents preview...
KONSEP DASAR TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN DENGAN DENGUE SYOK SYNDROME

Oleh : LUH PUTU RETIKAWATI (P07120213007) TINGKAT 4 SEMESTER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV REGULER 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF DENGAN DENGUE SYOK SYNDROME

A. DEFINISI Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemoragic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis haemoragic (Suhendro, dkk., 2007). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty (Suriadi. 2010). Dengue Syok Syndrome (DSS) sebagai manifestasi klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan ditandai syok yang dapat mengancam kehidupan penderita. Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/syok/renjatan. Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD). B. ETIOLOGI 1. Virus dengue Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709). Virus dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :

a. Menginfeksi lebih banyak sel. b. Membentuk virus progenik. c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat. d. Menghindari respon imun mekanisme efektor. 2. Vektor Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor, yaitu nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya. Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya. Nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (viban). Sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembangbiak pada genangan air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah seperti di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. 3. Host Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue haemoragic fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. C. KLASIFIKASI WHO (1999) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011), yaitu :

a. Derajat 1 Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif. b. Derajat 2 Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan, muntah darah dan berak darah. c. Derajat 3 Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan). d. Renjatan berat (DSS)/Derajat 4 Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur. D. MANIFESTASI KLINIS Masa tunas/inkubasi selama 3-15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut: a) Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah lesu suhu badan

antara 38ºC sampai 40ºC atau lebih. b) Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang. c) Kadang-kadang perdarahan di hidung (mimisan).

d) Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah e) Tes Torniquet positif f) Adanya perdarahan yang petekia, akimosis atau purpura g) Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lambung h) Bila sudah kronis, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin Berkeringat Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya i) Hematemesis atau melena j) Trombositopenia ( =100.000 per mm3) k) Pembesaran plasma yang erathubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari:

-

Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin

-

Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah pengobatan

-

Tanda-tanda

pembesaran

plasma

yaitu

efusi

pleura,

asites,

hipoproteinaemia E.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Darah a. Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI). b. Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier, dkk., 2012). Hemoglobin meningkat lebih dari 20%. Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga. Masa perdarahan memanjang. Protein rendah (hipoproteinemia). Natrium rendah (hiponatremia). SGOT/SGPT bisa meningkat. Asidosis metabolik. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan.

c. d. e. f. g. h. i. j. 2. Urine Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, dkk., 2011). 3. Foto Thorax Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring. 4. USG Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai pertimbangan karena tidak menggunakan sistem pengion (Sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas. 5. Diagnosis Serologis a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Uji HI)

Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (> 48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologiepidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4 kali lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala, dkk., 2011). b. Uji Komplemen Fiksasi (uji CF) Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun). c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT), yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibodi HI tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala, dkk., 2011). d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA) Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala, dkk., 2011). e. Identifikasi Virus Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang

berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala, dkk., 2011). 6. Uji Torniquet Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/tes kerapuhan kapiler merupakan metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien. Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi trombositopenia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD menurut WHO. Langkah tes torniquet : a. Pra Analitik 1) Persiapan pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus. 2) Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah vena. Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler turun akan timbul petechie di kulit. 3) Alat bahan : Tensimeter, stetoskop, timer, spidol. b. Analitik 1) Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD). 2) Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3 cm. 3) Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS + TD), pertahankan tekanan ini selama 5 menit. 4) Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam lingkaran yang dibuat. c. Post Analitik 1) < 10 : Normal/negatif 2) 10-20 : Dubia (ragu-ragu) 3) >20 : Abnormal (positif) F.

PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Pre Hospital Penatalaksanaan pre hospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara, yaitu : pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik di tempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus :

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1). b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/ tempayan, dan lain-lain (M2). c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3). Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk dengan cara : a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram Abate (± 1 sendok makan peres) untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid (± 1/4 sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas atau di apotik. b. c. d. e. f. g.

Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar. Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk. Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,

tetapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut (WHO, 1999) : a. Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih banyak lebih baik). b.

Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen karena

dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan. c. Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan (pocari sweet).

d. Minuman lain yang disarankan : Jus jambu merah untuk meningkatkan trombosit. e. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang banyak. f. Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini : 1) Dewasa : 50 cc/kgBB/hari 2) Anak :  Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/hari  Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/hari  Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari Jenis minuman yang direkomendasikan untuk menghindari pasien dari kekurangan cairan, antara lain : jus buah, air kelapa muda, air heksagonal, alang-alang. Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena sangat berbahaya. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini : a. Demam tinggi (lebih 39oC atau lebih) b. c. d. e. f. g.

Muntah terus-menerus Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran Kejang Perdarahan hebat, muntah atau berak darah Nyeri perut hebat Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus,

kencing berkurang atau tidak ada sama sekali 2. Intra Hospital Penatalaksanaan untuk pasien DHF dapat dilakukan tindakan, yakni: - Tirah baring - Pemberian makanan lunak - Pemberian cairan melalui infus - Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, NaCl) ringer lactate

merupakan

cairan

intra

vena yang

paling

sering

digunakan,

mengandung Na + 130 mEq/liter, K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter, Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter

- Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik, Anti konvulsi jika terjadi kejang - Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR) - Monitor adanya tanda-tanda renjatan - Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut - Periksa HB, HT, dan Trombosit setiap hari

Konsep Asuhan Keperawatan Intensif dengan Dengue Syok Syndrom (DSS) A.

Pengkajian Keperawatan A. Pengkajian 1. Identitas Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal MRS, nomor rekam medik, dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Merupakan gangguan yang paling dirasakan pasien sehingga memerlukan pertolongan. Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, terdapat petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, nyeri epigastrium, epistaksis, nyeri pada sendi-sendi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun. 3. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengkajian tentang perjalanan timbulnya keluhan sehingga klien meminta pertolongan. Riwayat kesehatan biasanya menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun. 4. Riwayat penyakit sebelumnya Pengkajian tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya, apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dll. Ada kemungkinan pasien yang telah terinfeksi penyakit DHF/DSS bisa terulang terjangkit DHF/DSS lagi, tetapi penyakit ini tidak ada hubungan dengan penyakit yang pernah diderita dahulu. 5. Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian tentang penyakit yang pernah dialami keluarga. Riwayat adanya penyakit DHF/DSS pada anggota keluarga yang lain sangat

menentukan. Penyakit DHF dibawa oleh nyamuk jadi bila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini dalam satu rumah besar kemungkinan tertular karena penyakit ini ditularkan lewat gigitan nyamuk. 6. Pengkajian B6 1) B1 (Breathing) Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan O2. Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan faringitis karena demam yang tinggi, suara napas tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran. 2) B2 (Blood)

Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 keluhan mendadak demam tinggi 2-7 hari badan lemah, pusing, mual muntah, derajat 3 dan 4 orang tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran gelisah dan kejang. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif, merupakan satu-satunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya volume plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, trombositopenia dan diatesis hemoragic. Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. 3) B3 (Brain)

Anamnesa pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi derajat 1 dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3 dan 4. Pemeriksaan fisik : Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang penurunan tingkat kesadaran (compos mentis, ke apatis, ke somnolent, ke sopor

ke koma) atau gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologis sering terjadi pada derajat 3 dan 4. 4) B4 (Bladder)

Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing. Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria),warna berubah pakat dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4. 5) B5 (Bowel)

Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu makan, haus, sakit menelan, derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu hati. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hiperemia tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan Nyeri tekan, sakit menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrik, hematemesis dan melena. 6) B6 (Bone) Anamnesa : pasien mengeluh otot, persendian dan punggung, kepanasan, wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2, derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama. Pemeriksaan fisik : Nyeri pada sendi, otot, punggung dan kepala, kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai tanda kesakitan, pegal seluruh tubuh derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan. 7. Pengkajian Fisik Head to Toe a. Kepala Wajah biasanya tampak merah. Pada mata, konjungtiva pucat atau ptechie (perdarahan bawah kulit/selaput lendir), sclera ikterus atau tidak, refleks kornea, ukuran pupil. Pada hidung kaji ada tidaknya epistaksis. Pada mulut kaji apakah ada perdarahan pada gusi dan kaji

membrane mukosa mulut. Kaji kesimetrisan daun telinga, ada tidaknya serumen maupun perdarahan. b. Leher Kaji adakah pembesaran vena jugularis, pembesaran arteri karotis, dan pembesaran kelenjar tiroid. c. Thoraks 1) Jantung Inspeksi ada tidaknya penonjolan daerah jantung, letak ictus cordis. Palpasi impuls apical. Perkusi untuk menentukan batas-batas jantung. Auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 dan kaji apakah ada bunyi jantung S3 atau S4. 2) Paru Inspeksi kesimetrisan paru, ada tidaknya nyeri tekan epigastrik, biasanya disertai nafas dangkal. Pada stadium DSS : palpasi vocal fremitus kurang bergetar, perkusi paru pekak, dan suara nafas vesikuler yang lemah. d. Abdomen Inspeksi ada tidaknya ptechie. Kaji kesimetrisan perut, ada tidaknya lesi dan nyeri tekan, auskultasi bising usus. e. Ekstremitas Kaji ada tidaknya ptechie dan ekimosis, akral, ada tidaknya adakah edema, sianosis maupun varises. B.

Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit, dehidrasi 2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit ditandai dengan faktor risiko gangguan mekanisme pengaturan 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan. 4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis 5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses 6.

penyakit Risiko perdarahan ditandai dengan faktor risiko koagulopati inheren (trombositopenia)

7. Risiko syok hipovolemik ditandai dengan adanya faktor risiko hipovolemia Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Risiko

Rencana Keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi NOC : Electrolyte Management

ketidakseimbangan

Electrolyte Balance

elektrolit

1. Monitor

ditandai Setelah dilakukan asuhan

dengan faktor risiko keperawatan selama gangguan

jam

kadar

mekanisme

seimbang dengan

pengaturan

hasil : 1. Nilai natrium

...x...

elektrolit kriteria

pemeriksaan dalam

batas

normal 2. Nilai klorida

pemeriksaan dalam

batas

normal 3. Nilai kalsium

pemeriksaan dalam

batas

ketidakseimbangan elektrolit. 2. Pertahankan kepatenan saluran intravena. 3. Menjaga intake dan output yang adekuat 4. Pertahankan cairan elektrolit per intravena

dengan

pemeriksaan

magnesium dalam batas

konstan, secara tepat. 5. Atur elektrolit tambahan. 6. Konsul dengan ahli pemberian

medikasi

gejala dari cairan dan elektrolit tetap atau memburuk.

dalam batas normal pemeriksaan dalam

batas

normal 7. Nilai kalium

pemeriksaan dalam

batas

normal NOC : NIC : Thermoregulation berhubungan dengan Fever Treatment Setelah dilakukan tindakan Hipertermia

elektrolit

tingkat elektrolit secara tepat. 8. Monitor banyak kehilangan cairan

5. Nilai pemeriksaan fosfat

klorida

dalam

secara tepat. 7. Ambil specimen untuk analisis

normal

6. Nilai

kecepatan

elektrolit. 9. Konsul pada ahli jika tanda dan

normal 4. Nilai

gejala

penyakit

(demam keperawatan

berdarah dengue)

selama

….

Pasien hipertermia teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Tidak

terjadi

peningkatan suhu tubuh 0

> 37,5 C 2. Tidak terjadi perubahan warna kulit ( memerah ), 3. Nadi tidak teraba atau lemah

1. Pantau

temperatur,

perubahan

warna kulit secara teratur 2. Pantau hasil laboratorium seperti WBC, hemoglobin, hematokrit 3. Pantau intake output cairan yang masuk ke tubuh 4. Menganjurkan

klien

untuk

meningkatkan

hidrasi

cairan

peroral 5. Lakukan hangat

pemberian pada

kompres

klien,

yang

difokuskan pada kompres dahi, lipatan paha, lipatan ketiak serta pada

tempat



tempat

yang

terdapat pembuluh darah yang besar 6. Kolaborasi obatan Nyeri

 Pain Level

antipiretik,



seperti

1. Lakukan pengkajian nyeri secara

dengan agen cidera biologis

obat

paracetamol NIC: Pain Management

akut NOC :

berhubungan

pemberian

Setelah dilakukan tindakan

komprehensif termasuk lokasi,

keperawatan

….

karakteristik, durasi, frekuensi,

mengalami

kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari

Pasien

selama

tidak

nyeri, dengan kriteria hasil: 1. Mampu

mengontrol

nyeri

(tahu penyebab

nyeri,

mampu

menggunakan

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi

nyeri,

mencari bantuan) 2. Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas,

ketidaknyamanan 3. kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan

dan

kebisingan 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 6. Ajarkan tentang teknik farmakologi:

napas

non dala,

frekuensi

dan

tanda

nyeri) 3. Menyatakan

rasa

nyaman setelah nyeri berkurang 4. Tanda vital

relaksasi,

distraksi,

hangat/ dingin 7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Tingkatkan istirahat 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa

dalam

lama nyeri akan berkurang dan

rentang normal 5. Tidak mengalami

antisipasi ketidaknyamanan dari

Resiko

gangguan tidur infeksi NOC

NIC

ditandai

dengan  Imunne Status

Infection Control

prosedur

factor

risiko  Knowledge: Infection - Bersihkan

pertahanan

tubuh

control

dlingkungan

setelah

dipakai pasien lain

sekunder yang tidak  Risk control adekuat

kompres

- Pertahankan teknik isolasi

Setelah dilakukan tindakan - Batasi pengunjung bila perlu keperawatan Pasien infeksi,

selama

tidak

…. - Instruksikan pada pengunjung untuk

mengalami

dengan

kriteria

hasil:

mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

- Klien bebas dari tanda - Gunakan sabun antimikroba untuk dan gejala infeksi - Mendeskripsikan penularan

cuci tangan proses - Cuci tangan setiap sebelum dan

penyakit,

faktor

yang - Gunakan

mempengaruhi penularan serta pelaksanaannya - Menunjukkan kemampuan mencegah

sesudah tindakan keperawatan baju,

sarung

tangan

sebagai alat pelindung - Pertahankan

lingkungan

aseptic

selama pemasangan alat untuk - Ganti letak IV perifer dan line timbulnya

infeksi

central dan dressing sesuai dengan petinjuk umum

- Jumlah leukosit dalam - Gunakan kateter intermiten untuk batas normal - Menunjukkan hidup sehat

menurunkan perilaku

infeksi

kencing - Tingkatkan intake nutrisi

kandung

- Berikan terapi antibiotic bila perlu - Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal - Monitor

perhitungan

granulosit,

WBC - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Batasi pengunjung - Inspeksi

kulit

dan

membrane

mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi - Laporkan kecurigaan infeksi - Laporkan kultur positif Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan factor (gangguan

biologis system

gastrointestinal akibat viremia).

NOC:

NIC

 Nutritional

status:  Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi makanan Adequacy of nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi  Nutritional Status : untuk menentukan jumlah kalori food and Fluid Intake  Weight Control dan nutrisi yang dibutuhkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama….

ketidakseimbangan kurang

dari

tubuh

teratasi

nutrisi

kebutuhan dengan

criteria hasil: 1. Adanya BB

peningkatan

sesuai

dengan

tujuan 2. BB ideal

sesuai

dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi

pasien 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat harian. 5. Monitor

catatan jumlqh

makanan nutrisi

dan

kandungan kalori  Nutrition monitoring 1. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah 2. Monitor lingkungan makan 3. Jadwalkan

pengobatan

selama dan

kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 5. Tidak

tindakan tidak selama jam makan 4. Monitor turgor kulit 5. Monitor kekeringan, rambut

terjadi

kusam, total protein, Hb dan

penurunan BB yang

kadar Ht 6. Monitor mual dan muntah 7. Monitor pucat, kemerahan, dan

berarti 6.

kekeringan jaringan konjungtiva 8. Monitor intake nuntrisi 9. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi 10. Kolaborasi dengan dokter tentang

kebutuhan

suplemen

makanan

seperti NGT/ TPN

sehingga

intake

cairan

yang

adekuat dapat dipertahankan. 11. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan 12. Kelola pemberan anti emetik:..... 13. Anjurkan banyak minum 14. Pertahankan terapi IV line 15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik Risiko perdarahan NOC :  Blood lose severity ditandai dengan  Blood koagulation factor risiko : Setelah dilakukan tindakan koagulation inheren keperawatan (mis trombositopenia)

selama

cavitas oval NIC : Bleeding precaution 1. Monitor ketat

perdarahan …. 2. Monitor vital

: Risiko perdarahan pasien teratasi dengan kriteria hasi: 1. Risiko perdarahan tidak terjadi pada pasien 2. Mengetahui factor yang menyebabkan

papila

risiko

lidah

dan

tanda-tanda sign

terutama

tekanan darah 3. Monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit 4. Instruksikan kepada pasien untuk meningkatkan dan

minuman

intake

makanan

terutama

yang

perdarahan meningkat mengandung vitamin K 3. Tidak terjadi perdarahan 5. Catat kadar hemoglobin dan 4. Tekanan darah dalam hematokrit pasien batas normal 6. Instruksikan pasien untuk tidak

5. Hemoglobin

dan

mengedan terlalu keras saat BAB

hematokrit dalam batas normal 6. Plasma, PT, PTT dalam Risiko ditandai faktor hipovolemi

batas normal syok NOC : dengan risiko:

 Syok prevention  Syok management

NIC : Syok Prevention 1. Monitor

status

warna

1. Nadi dalam batas yang

jantung, HR, ritme, nadi perifer,

dalam

batas normal 3. Frekuensi napas dalam batas yang diharapkan 4. Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan 5. Natrium serum, kalium serum, klorida serum, kalsium

serum,

normal

denyut

dan kapiler refil 2. Monitor hemodinamik

invasi

yang sesuai 3. Monitor tanda dan gejala asites 4. Monitor tanda awal syok 5. Tempatkan pasien pada posisi supine,

kakielevasi

untuk

peningkatan preload dengan tepat 6. Berikan cairan iv dan atau oral yang tepat 7. Ajarkan keluarga dan pasien

magnesium serum, pH darah serum dalam batas

suhu,

BP,

Kriteria Hasil : diharapkan 2. Irama jantung

kulit,

sirkulasi

tentang

tanda

dan

gejala

datangnya syok 8. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok Syok Management 1. 2. 3. 4.

Monitor fungsi neurologis Monitor fungsi renal Monitor tekanan nadi Monitor status cairan, input dan

output 5. Catat gas

darah

arteri

dan

oksigen 6. Monitor EKG 7. Pantau tren dalam parameter hemodinamika 8. Monitor nilai

laboratorium,

koagulasi profil, dan profil kimia 9. Masukkan dan memelihara besarnya kobasan akses IV

DAFTAR PUSTAKA Bagian Patologi Klinik. 2009. Peran Pemeriksaan Laboratorium dalam Diagnosa Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang. Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. 2012. A Three-Component Biomarker Panel for Prediction of Dengue Hemorraghic Fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. Missouri : Elsevier Mosby. Depkes, RI. 2006. Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah Penyakit Demam Berdarah Dengue. Terdapat pada www.denpasarkota.go.id. Diakses pada 18 April 2013. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions and Classifications 2015-2017. Tenth Edition. Oxford : Wiley Blackwell. Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika : Jakarta. Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press. Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press.

Pembimbing Praktik (CI)

Denpasar, 20 Desember 2016 Mahasiswa

(…………………………………) NIP.

Pembimbing Akademik (CT)

(Ns. I Made Sukarja, S.Kep., M.Kep.) NIP.196812311992031020

( Luh Putu Retikawati ) NIM. P07120213007

Related Documents

Lp Dss
March 2021 0
Lp Dss
March 2021 0
Lp-dss-icu
March 2021 0
Sistemas Dss
January 2021 1
New Dss Bijmantratmak
January 2021 1
Astm E 562 Dss
January 2021 0

More Documents from "arifin rizal"

Lp Dss
March 2021 0
Indikator Mutu Admen
January 2021 1