Lp Gastritis

  • Uploaded by: Zumrotul Mina
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Gastritis as PDF for free.

More details

  • Words: 5,668
  • Pages: 26
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS DI RUANG ADENIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh Syamsiyatul M., S.Kep. NIM. 102311101010

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2017

1

1. Kasus Gastritis 2. Proses terjadinya masalah A. Anatomi dan Fisiologi Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen bawah diafragma. Regia lambung terdiri atas bagian jantung, fundus, badan organ, dan bagian pilorus (Sloane, 2003).

Gambar 1. Anatomi lambung

a. Bagian jantung lambung adalah area disekitar pertemuan esofagus dab lambung (pertemuan gastroesofagus) b. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esofagus c. Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi di bawah fundus, yang membentuk dua pertiga bagian lambung. Tepi medial badan lambung yang konkaf disebut kurvatur kecil, tepi lateral badan lambung yang konveks disebut kurvatur besar. d. Pilorus lambung menyempit di ujung bawah lambung dan membuka ke duodenum. Antrum pilorus mengarah ke mulut pilorus yang dikelilingi sfingter pilorus muskular tebal. Dinding lambung terdapat tiga lapisan jaringan dasar (mukosa, submukosan, dan jaringan muskularis) beserta modifikasinya. a. Muskularis eksterna pada bagian fundus dan badan lambung mengandung lapisan otot melintang tambahan. Lapisan otot tambahan ini membantu keefektifan pencampuran dan penghancuran isi lambung.

2

b. Mukosa membentuk lipatan-lipatan (ruga) longitudinal yang menonjol sehingga memungkinkan pereganggan dinding lambung. Ruga terlihat saat lambung kosong dan akan menghalus saat lambung meregang terisi makanan. c. Ada kurang lebih 3 juta pit lambung diantara ruga-ruga yang bermuara pada sekitar 15 juta kelenjar lambung. Kelanjar lambung yang dinamakan sesuai letakknya, menghasilkan 2-3 liter cairan lambung. Cairan lambung mengandung enzim-enzim pencernaan, asam klorida, mukus, garam-garaman, dan air.

Gambar 2. Bagian dalam lambung

Fungsi lambung antara lain: a. Penyimpanan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval waktu yang panjanf antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan dapat terakomodasi dibagain bawah saluran. b. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum. c. Gigesti protein. Lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida. d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya sendiri. e. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas. f. Produksi faktor intrinsik

3

Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal. Vitamin

B 12

didapat

dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin

B 12

dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin

B 12

diabsorbsi. Lambung berfungsi mensekresi enzim pencernaan, yaitu: a. Kelenjar jantung ditemukan diregia mulut jantung. Kelenjar ini hanya mensekresi mukus. b. Kelenjar fundus (lambung) terdiri dari tiga sel. 1) Sel chief (zimogenik) mensekresi pepsinogen yang diubah menjadi pepsin, yaitu untuk memecah protein menjadi ukuran yang lebih kecil lagi yaitu pepton agar dapat diangkut oleh pembuluh darah. Kelenjar ini mensekresi lipase yang menhidrolisi lemak susu menjadi asam lemak dan gliserol dan renin lambung mengendapkan kasein/protein susu dari air susu. 2) Sel parietal mensekresi asam klorida (HCL) dan faktor intrinsik. Fungsi HCL atau asam klorida adalah untuk mengubah pH lambung sehingga menjadi lebih asam atau pHnya turun 1-3. Hal itu dapat menyebabkan terbunuhnya kuman yang masuk bersama makanan, mengaktifkan enzim yang dihasilkan pepsin, mengatur membuka dan menutupnya klep antara lambung dan duodenum, dan merangsang sekresi getah usus. Bila makanan yang masuk ke lambung sedikit, produksi HCL sedikit pula. Bila makanan yang masuk ke lambung banyak maka produksi HCL banyak pula. Bila dalam keadaan emosi atau stres dapat terjadi jumlah makanan yang masuk sedikit, tetapi sekresi HCL berlebihan. Hal itu dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan selaput lendir lambung, yaitu menimbulkan radang atau ulkus. 3) Sel leher mukosa ditemukan pada bagia leher semua kelenjar lambung. Sel ini mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCL atau autodigesti. c. Kelenjar pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenjar ini mensekresi mukus dan gastrin, suatu hormon peptida yang berfungsi untuk merangsang sekresi lambung, meningkatkan motilitas usus dan lambung, mengkonstriksikan sfingter esofagus bawah dan merelaksasi sfingter pirolus. B. Pengertian Price (2006:422) menyatakan bahwa gastritis merupakan suatu keadaan peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau local. Gastritis adalah sebuah gangguan sistim pencernaan yaitu berupa peradangan mukosa lambung. 4

Gastritis adalah inflamasi mukosa perut yang terjadi ketika perut terekspose dengan bahan yang dpat mengirirtasi seperti obat-obatan, rokok, makanan penyebab alergi, atau racum kimia.

Gambar 1. Gastritis Kronis Erosif

Misnidiarly (2009:49) mengartikan gastritis sebagai luka pada lambung tejadi karena ketidakseimbangan faktor agresif seperti sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri H.pylori dengan faktor defensive/faktor pelindung mukosa seperti produksi prostaglandin, gastric mukus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa. Singkatnya merupakan sebuah penyakit di saluran pencernaan yang ditunjukkan dengan adanya kerusakan pada mukosa lambung yang bisa terjadi karena asam lambung berlebih, infeksi H.pylori, maupun produk prostaglandin yang berkurang. Gastritis erosive atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung di mana terjadi erosi atau lserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai sistem pembuluh darah lambung atau duodenum; dapat terjadi secara akut atau kronis

C. Klasifikasi Gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. 5

a. Gastritis Akut Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Price, 2005). Gastritis akut terjadi akibat respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000). Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001). 1) Gastritis Akut Erosif Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui. Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001). Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2001). 2) Gastritis Akut Hemoragik Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stressgastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit,

6

stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya (Suyono, 2001). Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995). b. Gastritis Kronik Gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal. Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui. Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut (Suyono, 2001). Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi : 1) Gastritis kronik superfisial Apabila dijumpai sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik. 2) Gastritis kronik atrofik

7

Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis. 3) Atrofi lambung Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi. 4) Metaplasia intestinal Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjarkelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1) Gastritis Kronis Tipe A Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Price, 2005). Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam. Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A). 2) Gastritis Kronis Tipe B 8

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Pricce, 2005). Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi

Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan

limfoplasmasitik pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum. Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B). Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001). Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosalambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi yangmenunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. KeberadaanHelicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal.

3) Gastritis kronis tipe AB 9

Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan bertambahnya usia (Suyono, 2001). D. Etiologi a. Pola Makan Gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat (Baliwati, 2004). b. Frekuensi Makan Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung. Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001). c. Jenis Makanan Jenis makanan adalah

salah satu penyebab terjadinya gastritis. Misalnya

makanan pedas. Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan

mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu

selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis. d. Porsi Makan Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang

pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun.

10

Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004). e. Rokok Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan. f. AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid) Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001). Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. g. Stress Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005). h. Alkohol Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol. Penyebab gastritis (Mansjoer, 2001) adalah: a. Gastritis akut

11

1) Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung. 2) Alkohol Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal. 3) Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung: trauma dan luka bakar. 4) Stres. Stres fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan perdarahan pada lambung. b. Gastritis kronis Pada gastritis kronis penyebab tidak jelas, tetapi berhubungan dengan Helicobacter pylori, apalagi ditemukan ulkus pada pemeriksaan penunjang. E. Patofisiologi 1) Gastritis Akut Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan 2) Gastritis Kronis Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel 12

permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. F. Tanda dan gejala 1) Gastritis akut Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Ulserasi superfisial

yang

dapat

terjadi

dan

dapat

menimbulkan

Hemoragi,

ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari. Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan sampai asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. 2) Gastritis Kronik Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah. Kebanyakan tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kesil mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.

13

G. Penatalaksanaan 1) Gastritis akut Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 Inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifo protektor berupa sukralfat dan prostaglandin. Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin Mukosa. Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas, karena tidak ada bukti klinis yang dapat menunjukkan manfaat tindakan tersebut untuk menghenti-kan perdarahan saluran cerna bagian atas, pemberian antasida, antagenis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut.Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut dilakukan dengan menghindari alkohol dan makanan sampai gejala, dilanjutkan diet tidak mengiritasi. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila Gastritis dihubungkan dengan alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya perforasi. 2) Gastritis Kronik Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral). Gastritis kronis Tipe A disebut juga gastritis 14

altrofik atau fundal, karena mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya auto antibodi terhadap sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A. Penyebab utama gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter Pylory. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan Gastritis Tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B.12.. H. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai macam tes, diantaranya : a. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas b. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik c. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida d. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau cidera e. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis. f. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, Mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam noktura penyebab ulkus duodenal. 15

g. Feses: tes feses akan positifH. PyloryKreatinin: biasanya tidak meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan. h. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah besar diberikan. i. Natrium:

dapat

meningkat

sebagai

kompensasi

hormonal

terhadap

simpanan cairan tubuh. j. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi setelah trasfusi darah. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis. I. Komplikasi Komplikasi yang terjadi dari gastritis (Mansjoer, 2001) adalah: a. Gastritis akut 1) Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis dan melena. Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemi yang bisa mengakibatkan kematian. 2) Terjadi ulkus, apabila prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan hampir sama dengan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. b. Gastritis kronis 1) Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap vitamin. 2) Anemia pernisiosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor intrinsik dalam serum atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan terhadap vitamin B 12

.

3) Gangguan penyerapan zat besi. 4) Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Prince, 2005).

16

BAB 3. PATHWAYS

Stress (hormone kortisol)

Infeksi bakteri Hellicobacter Pyllory

Menekan sistem imun

Tinggal di mukosa lambung

Endotoksin bakteri maupun virus

trauma, pembedahan GI track, ulcus, kemoterapi-radiasi

Luka pada lapisan lambung

Hiposekresi HCl

Infeksi mikroorganisme

Makanan berbumbu kuat (lada, cuka, mustard), Kafein, alcohol, aspirin, zat korosif

Obat NSAID

Mengurangi prostalgladis sebagai protector dinding lambung

Iritasi mukosa lambung

Kerusakan mukosa bikarbonat (lapisan penyangga keasaman lambung)

Hipersekresi HCl Mual, muntah

Inflamasi mukosa lambung

17

anoreksia

drainase gaster

ulkus

demam

Kerusakan mukosa ke

hematemesis

Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh hipovolemik

Resiko syok

melena

Penurunan kadar Hb

Hipertermi

Nyeri spigastrik

Gangguan rasa nyaman

Kekurangan volume cairan

keletihan

Intoleransi aktivitas

18

A. Pengkajian 1. Data dasar Adapun data dasar yang dikumpulkan meliputi : a. Identitas klien Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnose medis. b. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. c. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah sakit dan riwayat pemakaian obat. d. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi adakah keluarga yang

mempunyai

penyakit

keturunan seperti hipertensi, jantung, DM, dan lain-lain. e. Riwayat psikososial Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya. f. Pola kebiasaan sehari-hari Meliputi cairan, nutrisi, eliminasi,

personal

hygiene,

istirahat tidur, aktivitas dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.

2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik yaitu palpasi,

19

inspeksi, auskultasi dan perkusi. Menurut Doengoes, 2000 adapun hasil pengkajiannya yaitu : a. Aktivitas/istirahat Gejala : lemah, lemas, gangguan pola tidur dan istirahat, kram abdomen, nyeri ulu hati. Tanda : nyeri ulu hati saat istirahat. b. Sirkulasi Gejala : keringat dingin (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik) c. Eliminasi Gejala : bising usus hiperperaktif atau hipoaktif, abdomen teraba keras. Distensi perubahan pola BAB. Tanda : feses encer atau bercampur darah (melena), bau busuk,konstipasi. d. Integritas ego Gejala : stress (keuangan, hubungan kerja). Perasaan tidak berdaya. Tanda : ansietas, misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar. e. Makanan dan cairan Gejala : anoreksia, mual dan muntah, nyeri ulu hati, kram pada abdomen, sendawa bau busa, penurunan berat badan. Tanda : membrane mukosa kering, muntah berupa cairan yang

berwarna

kekuning-kuningan,

distensi

abdomen,

kram pada abdomen. f. Neurosensori Gejala : pusing, pandangan berkunang-kunang, kelemahan pada otot Tanda : lethargi, disorientasi (mengantuk) g. Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri epigastrium kiri samping tengah atau ulu hati, nyeri yang digambarkan sampai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih. Tanda : meringis, ekspresi wajah tegang. h. Pernafasan Gejala : sedikit sesak i. Penyuluhan

20

Gejala : faktor makanan, pola makan yang tidak teratur, diet yang salah, gaya hidup yang salah. j. Pemeriksaan Diagnostik Menurut priyanto, 2006 pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien gastritis adalah : a. Pemeriksaan darah seperti Hb, Ht, Leukosit, Trombosit. b. Pemeriksaan endoskopi.

B. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut berhungan dengan mukosa lambung teriritasi 2. Ketidakseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh (kehilangan aktif) berhubungan dengan perdarahan, mual, muntah dan anoreksia 3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan ancaman kematian 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat kurang pajanan pengetahuan terkait penyakit

21

C. Perencanaan keperawatan No. 1.

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Nyeri akut berhungan dengan NOC: mukosa lambung teriritasi a. Pengendalian nyeri b. Tingkat nyeri DS: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama... nyeri akut  Laporan secara verbal teratasi dengan kriteria hasil: a. Tidak ada gangguan tidur DO: b. Tidak ada gangguan konsentrasi  Posisi untuk menahan c. Tidak ada gangguan hubungan interpersonal nyeri d. Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara  Tingkah laku berhati-hati verbal e. Tidak ada tegangan otot  Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)  

Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)



Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)



Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)



Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)



Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,

Intervensi NIC:

Manjemen nyeri 1. Menentukan pe nyeri seperti karakteristik, frekuensi, k intensitas atau skala dan faktor p terjadinya nyeri 2. Observasi ekspres verbal yang menun ketidaknyamanan 3. Gunakan komunikasi ter untuk me pengalaman terhadap nyeri da penanganannya 4. Identifikasi penge pasien dan key tentang nyeri.

Distraksi 1. Tawarkan kepada teknik distraksi terapi musik, menga dengan cara ber cakap atau bercerita penga mengingat massa indah/positif, t membayangkan s humor, atau teknik dalam 2. Jelaskan ke stimulasi yang dig terhadap pe misalnya menden musik dan membaca 3. Identifikasi dengan jadwal kegiatan menyenangkan 22

menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) 

2.

Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Ketidakseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh (kehilangan aktif) berhubungan dengan perdarahan, mual, muntah dan anoreksia DS :  Haus DO:  Penurunan turgor kulit/lidah  Membran mukosa/kulit kering  Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi  Pengisian vena menurun  Perubahan status mental  Konsentrasi urine meningkat  Temperatur tubuh meningkat  Kehilangan berat badan secara tiba-tiba  Penurunan urine output  HMT meningkat  Kelemahan

berjalan-jalan, be dengan keluarga teman 4. Anjurkan pasien mempraktekkan distraksi sebelum nyeri, jika pasien ma 5. Evaluasi dokumentasikan dari distraksi

NOC: NIC 1. Keseimbangan cairan 1. Monitor status 2. Hidrasi ( kelembaban me Setelah dilakukan tindakan mukosa, nadi a keperawatan selama... tekanan darah ortos Ketidakseimbangan volume cairan: jika diperlukan kurang dari kebutuhan tubuh teratasi 2. Monitor hasil la dengan kriteria hasil: sesuai dengan a. Mempertahankan urine output cairan (BUN , sesuai dengan usia dan BB, BJ, osmolalitas urin, al urine normal total protein ) b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 3. Monitor vital dan pernafasan dalam batas setiap 15menit – 1 normal 4. Kolaborasi pem c. Tidak ada tanda dehidrasi, cairan IV elastisitas turgor kulit baik, 5. Anjurkan k membran mukosa lembab, tidak untuk membantu ada rasa haus yang berlebihan makan d. Orientasi terhadap waktu dan 6. Atur kemun tempat baik tranfusi e. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas 7. Pasang kateter normal perlu 8. Monitor intak urin output setiap 8

23

3.

4.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah DS:  Nyeri abdomen  Muntah  Kejang perut  Rasa penuh tiba-tiba setelah makan DO:  Diare  Rontok rambut yang berlebih  Kurang nafsu makan  Bising usus berlebih  Konjungtiva pucat  Denyut nadi lemah Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan ancaman kematian DO/DS: 

Insomnia



Kontak mata kurang



Kurang istirahat



Berfokus pada diri sendiri



Iritabilitas



Takut



Nyeri perut



Penurunan TD dan denyut

NOC: NIC: a. Status nutrisi: nutrisi adekuat Kaji adanya alergi maka b. Status nutrisi: makanan dan 2. Monitor adanya pen cairan BB dan gula darah 3. Yakinkan diet Setelah dilakukan tindakan dimakan menga keperawatan selama... tinggi serat Ketidakseimbangan nutrisi: kurang mencegah konstipas dari kebutuhan tubuh teratasi 4. Kolaborasi dengan dengan kriteria hasil: gizi untuk mene 1. Mempertahankan berat badan jumlah kalori dan 2. Mengungkapkan tekad untuk yang dibutuhkan pas mematuhi diet 5. Kolaborasi dengan 3. Memiliki nilai laboratorium tentang keb suplemen makanan (albumin serum, hematokrit, NGT sehingga hemoglobin dan jumlah limfosit cairan yang adekua dalam batas normal) dipertahankan. NOC: Kontrol ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama... ansietas teratasi dengan kriteria hasil: Kriteria hasil: 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas 3. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan 4. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan

NIC: Penurunan kecemasan 1. Kaji tingkat kece dan reaksi fisik tingkat kecemasan 2. Berikan informasi diagnosa prognosi tindakan 3. Gunakan pendekata sentuhan 4. Temani pasien mendukung keaman penurunan rasa taku 5. Sediakan aktifitas menurunkan ketegan 6. Intruksikan kema klien untuk mengg teknik relaksasi

24

nadi 

Diare, mual, kelelahan



Gangguan tidur



Gemetar



Anoreksia, mulut kering





Kesulitan bernafas



Bingung



Bloking pembicaraan



5.

Peningkatan TD, denyut nadi, RR

dalam

Sulit berkonsentrasi

Kurang pengetahuan NOC berhubungan dengan informasi Pengetahuan: proses penyakit tidak adekuat kurang pajanan Setelah dilakukan tindakan pengetahuan terkait penyakit keperawatan selama... kurang pengetahuan teratasi dengan Kriteria hasil: DS:Menyatakan secara verbal a. Pasien dan keluarga menyatakan adanya masalah pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program DO:ketidakakuratan mengikuti pengobatan instruksi, perilaku tidak b. Pasien dan keluarga mampu sesuai melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NIC 1. Kaji pengetahuan pasi keluarga 2. Jelaskan patofisiolo penyakit dan bag hal ini berhungan anatomi dan dengan cara yang tep 3. Gambarkan tanda gejala yang biasa m pada penyakit denga yang tepat 4. Gambarkan penyakit dengan car tepat 5. Sediakan informasi pasien tentang k dengan cara yang tep

25

DAFTAR PUSTAKA Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna : Gastritis (Dyspepsia atau Maag). Jakarta : Pustaka Populer OBDA Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing Price,S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

26

Related Documents

Lp Gastritis
January 2021 1
Lp Gastritis
February 2021 1
Lp Gastritis
February 2021 1
Sap Gastritis
February 2021 0
Askep Gastritis
January 2021 0
Kuesioner Gastritis
January 2021 1

More Documents from "Dwi Jayanti Meiana Dewi"