Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN “HALUSINASI” RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN DI RUANG 23 EMPATI
Disusun Oleh: THALIA HANA SEPTIARA MULYANA NIM. 201820461011091
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
Telah disetuji pada : Hari
:
Tanggal
:
DISUSUN OLEH THALIA HANA SEPTIARA MULYANA 201820461011091
PEMBIMBING AKADEMIK
PEMBIMBING LAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI A. KONSEP DASAR 1. PENGERTIAN Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan Jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak depresif dan delerium. (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal (persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien. (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) 2. ETIOLOGI Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk (2018), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Faktor Predisposisi a. Faktor genetis Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosomkromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%. b. Faktor neurobiologis Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter Skizofrenia
diduga
juga
disebabkan
ketidakseimbangan neurotransmitter.
oleh
adanya
Dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotonin. 2) Teori virus Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia. 3) Psikologis Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya. 2. Faktor Presipitasi 1)
Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2)
Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3)
Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem
syaraf
pusat,
kurangnya
latihan,
hambatan
untuk
menjangkau pelayanan kesehatan. 4)
Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial,
tekanan
kerja,
kurang
ketrampilan dalam
bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan. 5)
Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan
sosialisasi,
perilaku
agresif,
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
ketidakadekuatan
3. JENIS-JENIS HALUSINASI Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit tertentu,seperti skizofrenia.Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan narkoba ,demam,depresi atau demensia,berikut ini jenis jenis halusianasi yang mungkin saja mengintai pikiran manusia. (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) a. Halusinasi Pendengaran (Audio) 70% Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi yang salah dari bunyi, musik, kebisingan atau suara. Mendengar suara ketika tidak ada stimulus pendengaran adalah jenis yang paling umum dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental.Suara dapat didengar baik di dalam kepala maupun di luar kepala seseorang dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut datang dari luar kepala, suara bisa datang berupa suara wanita maupun suara pria yang akrab atau tidak akrab. Pada penderita skizofrenia gejala umum adalah mendengarkan suara suara dua orang atau lebihyang berbicara pada satu sama lain, ia mendengar suara berupa kritikan atau komentar tentang dirinya, prilaku atau pikirannya. b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20% Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan isi dari halusinasi dapat berupa apa saja tetapi biasanya orang atau tokoh seperti manusia. Misalnya seseorang merasa ada orang berdiri di belakangnya c. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius) Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa biasanya pengalaman ini tidak menyenangkan. Misalnya seorang individu mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus menerus. Jenis halusinasi ini sering terlihat di beberapa gangguan medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental d. Halusinasi penciuman (Olfaktori) Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada.bau ini biasanya tidak menyenangkan seperti mau muntah, urin, feses asap atau daging busuk. Kondisi ini juga sering disebut sebagai Phantosmia dan dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan saraf di bagian indra penciuman.Kerusakan mungkin ini mungkin disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak atau paparan zat zat beracun atau obat obatan
e. Halusinasi sentuhan (Taktil) Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh. Halusinasi sentuhan ini umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak di bawah atau pada kulit. f. Halusinasi somatik Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau pergeseran sendi.pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami penyerahan oleh hewan pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut. 4. TANDA DAN GEJALA Tanda gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018): a. Bicara,senyum dan tertawa sendiri b. Mengatakan mendengar suara c. Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis e. Tidak dapat memusatkan konsentrasi f. Pembicaraan kacaw terkadang tidak masuk akal g. Sikap curiga dan bermusuhan h. Menarik diri, menghindar dari orang lain. i.
Sulit membuat keputusan
j.
Ketakutan
k. Mudah tersinggung l.
Menyalahkan diri sendiri/orang lain
m. Tidak mampu memenuhu kebutuhan sendirin. n. Muka merah kadang pucat o. Ekspresi wajah tegang p. Tekanan darah meningkat q. Nadi cepat r. Banyak keringat 5. RENTANG RESPON HALUSINASI Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra ibualaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Respon adaptif
Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Berhubungan sosial
Respon maladaptif
Distorsi pikiran Ilusi Reaksi emosi berlebihan/kurang Perilaku aneh/tidak biasa Menarik diri
Gangguan pikir/delusi Halusinasi Sulit berespon emosi Perilaku disorganisasi Isolasi sosial
Gambar : Rentang respon halusinasi (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) 6. TAHAP-TAHAP HALUSINASI Pada gangguan jiwa,Halusinasi pendengaran merupakan hal yang paling sering terjadi, dapat berupa suara suara bising atau kata kata yang dapat mempengaruhi perilaku sehingga dapat menimbulkan respon tertentu seperti berbicara sendiri,marah,atau berespon lain yang membahayakan diri sendiri orang lain dan lingkungan. Tahap-tahap halusinasi sebagai berikut (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018): a. Sleep disorder Sleep desorder adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum muncul halusinasi. 1.
Karakteristik : Seseorang merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
2.
Perilaku : Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal dan menganggap hayalan awal sebagai pemecah masalah
b.
Comforthing Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan: pasien cemas sedang. 1.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan cemas.
2.
Perilaku : Klien terkadang tersenyum, tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi
c. Condeming Condeming adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan:
pasien cemas
berat. 1.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang presepsikan.Klien mungkin merasa dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
2.
Perilaku : Ditandai dengan meningkatnya tanda tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah,rentang perhatian dengan lingkungan berkurang dan terkadang asyik dengan pengalaman sendiri dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
d.
Controling Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa: pasien cemas berat 1.
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halisinasi dan menyerah pada halusinasi trsebut.
2.
Perilaku : Perilaku klien taat pada perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain, respon perhatian terhadap lingkungan berkurang, biasanya hanya beberapa detik saja.
e. Conquering Concuering adalah tahap halusinasi panik umumnya menjadi melebur dalam halusinasi
1. Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika mengikuti perintah halusinasi. 2. Perilaku : Perilaku panik, resiko tinggi mencederai, bunuh diri atau membunuh orang lain. 7. POHON MASALAH Resiko perilaku kekerasan
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Isolasi sosial (menarik diri)
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) 8. AKIBAT YANG DITIMBULKAN Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya
(Wahyudi,
Oktaviani, Dianesti dkk. 2018). 9. MEKANISME KOPING PENDERITA GANGGUAN HALUSINASI Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor: pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu
(Wahyudi,
Oktaviani, Dianesti dkk. 2018): a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya b. Proyeksi
:
Menggambarkan
dan
menjelaskan
persepsi
yang
membingungkan c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas. 10. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara Dianesti dkk. 2018): a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
(Wahyudi, Oktaviani,
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi sebaiknya pada permulaan dilakukan secara individu dan usahakan terjadi kontak mata jika perlu pasien di sentuh atau dipegang b. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuasif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya serta reaksi obat yang diberikan. Salah
satu
penyebab
munculnya
halusinasi
adalah
akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur. Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur: Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah: a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil. Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari. Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping: Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia
atau
hipopireksia,
gejala
ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi. b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar Indikasi: Manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak. Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan. Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan
otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan. c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia. Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan. Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015). c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. d. Memberi aktifitas kepada pasien Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolahraga, bermain, atau melakukan kegiatan untuk menggali potensi keterampilan dirinya e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat kesinambungan dalam asuhan keperawatan. B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa menurut (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk. 2018) berisi tentang hal-hal dibawah ini :
1. Identitas klien 2. Keluhan utama atau alasan masuk 3. Faktor predisposisi Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi a) Hubungan sosial Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. b) Spiritual Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran pasien. 4. Status mental menurut Hartono (2010) : a) Pembicaraan klien meliputi
nada suara rendah, lambat,
kurang bicara, apatis. b) Penampilan diri meliputi pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan. c) Aktivitas motorik klien meliputi kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya. d) Emosi klien berupa emosi dangkal (mudah tersinggung) e) Afek pada klien meliputi dangkal, tak ada ekspresi wajah. f) Interaksi selama wawancara klien meliputi cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, diam. g) Persepsi klien meliputi tidak terdapat halusinasi atau waham h) Proses berpikir klien meliputi gangguan proses berpikir jarang ditemukan. i) Kesadaran pada klien dapat berubah, tidak sesuai dengan kenyataan. j) Memori atau ingatan pada klien tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu dan orang. k) Kemampuan penilaian kien dapat berupa tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat. l) Tilik diri tak ada yang khas
5.
Kebutuhan sehari-hari Seperti makan, BAK/BAB, mandi, berpakaian, dan istirahat tidur
C. MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah 4. Resiko perilaku kekerasan D. INTERVENSI SP HALUSINASI PASIEN DAN KELUARGA NO SP PASIEN
SP KELUARGA
1
Sp 1 keluarga
Sp 1 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien 2. Membantu gangguan
1. Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga mengenai masalah
pasien
menyadari
sensori
persepsi
halusinasi.
pengertian halusinasi, 2. jenis
halusinasi
yang
dialami
pasien,
3. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi.
3. tanda dan gejala halusinasi dan 4. cara-cara
4. Mengidentifikasi halusinasi : isi,
merawat
pasien
halusinasi.
frekuensi, ibuaktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon 5. Menjelaskan
cara
mengontrol
halusinasi: menghardik, minum obat,
bercakap-
cakap,
melakukan kegiatan 6. Melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik 7. Melatih latihan
klien
memasukkan
menghardik
dalam
jadibual kegiatan harian klien 2
Sp 2
Sp 2 keluarga
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
1. Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien 2. Berikan
kesempatan
kepada
keluarga untuk memperagakan cara
3. Jelaskan akibat bila obat tidak
merawat pasien dengan halusinasi
digunakan sesuai program.
langsung dihadapan pasien.
4. Jelaskan akibat bila putus obat. 5. Jelaskan cara mendapatkan obat. 6. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar ibuaktu, benar dosis dan kontinuitas. 3
Sp 3
Sp 3
1. Evaluasi ke jadwal harian
1. Membantu
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakapcakap dengan orang lain.
membuat
jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) 2. Menjelaskan
3. Menganjurkan kepada klien agar
keluarga
follow up pasien
setelah pulang
memasukan kegiatan ke jadwal kegiatan harian klien. 4
Sp 4 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian. 2. Melatih
pasien
mengontrol
halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
yang
mampu
klien
lakukan. 3. Menganjurkan klien memasukan kegiatan
ke
jadwal
kegiatan
sehari-hari klien. Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori: halusinasi Tum
:Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi :
Membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
Menyapa dengan ramah klien
mempererkenalkan diri dengan sopan
Tuk 2
Bertanya nama lengkap klien
Buat kontrak yang jelas
Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
: Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (* dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi: o Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap ) o Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya o Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi) o Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama. o Katakan bahwa perawat akan membantu klien
Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : o Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang ) o Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.
Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya
Tuk 3
: Klien dapat mengontrol halusinasi
Intervensi :
Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
Diskusikan cara yang digunakan klien,
Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut
Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (
“saya tidak mau
dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat halusinasi terjadi)
Menemui
orang
lain
(perawat/teman/anggota
keluarga)
untuk
menceritakan tentang halusinasinya.
Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah di susun.
Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika berhasil beri pujian
Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
Tuk 4
: Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi :
Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan topik )
Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah)
Pengertian halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi
Proses terjadinya halusinasi
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
Obat- obatan halusinasi
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi )
Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di rumah
Tuk 6
: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi :
Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
Pantau klien saat penggunaan obat
Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Diagnosa 2 : Isolasi sosial Tum
: klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tuk 1
:klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
Beri salam terapeutik
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berkenalan
Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Buat kontak interaksi yang jelas
Tuk 2
: klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi :
Mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri
Memberi
kesempatan
kepada
klien
untuk
perasaan yang menyebabkan klien tidak mau bergaul.
mengungkapkan
Berikan
pujian
terhadap kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaannya Tuk 3
: klien dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
Intervensi :
Mengkaji pengetahuan klien tentang keuntungan memiliki teman
Memberi kesempatan klien untuk berinteraksi dengan orang lain
Mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
Memberi pujian terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain tentan kerugian apabila tidak
Mengkaji pengetahuan klien berinteraksi dengan orang lain
Tuk 4
: Klien Dapat Melaksanakan Interaksi Sosial secara bertahap.
Intervensi :
Mengkaji kemapuan klien membina hubungan dengan orang lain
Memperagakan cara berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain
Mendorong klien untuk berinteraksi dengan orang lain
Memberi pujian klien terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Membantu klien mengevaluasi keuntungan menjalin hubungan sosial
Mendiskusikan jadwal harian dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu, yaitu berinteraksi dengan orang lain
Tuk 5
:Klien Dapat Mengungkapkan Perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi :
Mendorong klien mengungkapkan perasaannya bila berinteraksi dengan orang lain
Mendiskusikan
bersama
klien
tentang
perasaannya
setelah
berinteraksi dengan orang lain
Memberi pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan keuntungan berinteraksi dengan orang lain
Tuk 6
: Klien dapat menggunakan system pendukung atau keluarga.
Intervensi :
Membina hubungan saling percaya kepada keluarga
Mendiskusikan tentang : a. Perilaku menarik diri b. Penebab perilaku menarik diri c. Akibat yang terjadi apabila perilaku menarik diri tidak ditanggapi d. Cara keluarga menghadapi perilaku menarik diri e. Mendorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien dalam berkomunikasi dengan orang lain
Tuk 7
: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Intervensi :
Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
Pantau klien saat penggunaan obat
Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
Diagnosa 3 : Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah Tum
:Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal dan mampu meningkatkan harga dirinya.
Tuk 1
: klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi
:
Bersalaman panggil nama
Menyebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
Menjelaskan maksud hubungan interaksi
Menjelaskan kontrak yang akan dibahas
Melakukan kontak singkat tapi sering
Tuk 2
: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Intervensi
:
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Setiap bertemu hindarkan diri memberi penilaian negatif
Mengutamakan memberi pujian positif
Tuk 3
:Kklien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Intervensi
:
Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih dimiliki dapat digunakan sebelum sakit
Mendiskusikan
kemampuan
yang
dapat
dilanjutkan
penggunaannya Tuk 4
:Klien dapat menetapkan, merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi
:
Merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan
Mengingatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Memberi contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
Tuk 5
:Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi klien dan kemampuannya.
Intervensi
:
Merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan
Memberi kesempatan pada klien untuk melakukan kegiatan yang direncanakan.
Memberi pujian atas keberhasilan klien
Tuk 6
: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Intervensi
:
Mendiskusikan mengenai tanda-tanda harga diri rendah
Menganjurkan keluarga klien mengenal tanda-tanda dan cara menghargai klien
Keluarga tidak membedakan dengan anggota keluarga yang lain
Diagnosa 4 : Gangguan konsep diri: Resiko perilaku kekerasan Tum
:Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
Tuk 1
: klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi
:
Beri salam setiap berinteraksi.
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi
Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Buat kontrak interaksi yang jelas
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien
Tuk 2
: Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya Intervensi
:
Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya
Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien
Tuk 3
: Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Intervensi
:
Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi
Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan
Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
Tuk 4
: Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya Intervensi
:
Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya.
Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi
Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami teratasi
Tuk 5
: Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Intervensi
:
Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada:
Diri sendiri
Orang lain/keluarga
Lingkungan
Tuk 6
: Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan Intervensi
:
Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat
Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien.
Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:
Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain.
Sosial: latihan asertif dengan orang lain.
Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan agamanya masing-masing
Tuk 7
: Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Intervensi
:
Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
Latih klien memperagakan cara yang dipilih:
Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.
Jelaskan manfaat cara tersebut
Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.
Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
Anjurkan
klien
marah/jengkel
menggunakan
cara
yang
sudah
dilatih
saat
Tuk 8
: Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan Intervensi
:
Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk perilaku kekerasan.
Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan
Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
Peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan)
Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang
Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan
Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan.
Tuk 9
: Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
Intervensi
:
Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat
Jelaskan kepada klien:
Jenis obat (nama, warna dan bentuk obat)
Dosis yang tepat untuk klien
Waktu pemakaian
Cara pemakaian
Efek yang akan dirasakan klien
Anjurkan klien:
Minta dan menggunakan obat tepat waktu
Lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa
Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
DAFTAR PUSTAKA 1. Fitria, Nita. 2011. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
2. Wahyudi, A, I., Oktaviani, C., Dianesti, E, N., dkk..2018. Strategi Pelaksanaan dengan Halusinasi. E-Journal Universitas Rustida Banyuwangi