(makalah Ijarah) Completed

  • Uploaded by: Iyan Julan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View (makalah Ijarah) Completed as PDF for free.

More details

  • Words: 2,511
  • Pages: 11
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Islam Adalah yang agama fleksibel. Selain kegiatan aqidah yang tidak dapat diotak-atik di dalamnya terdapat suatu kegiatan muamalah yang banyak menjadi lapangan ijtihad para ulama mujtahid. Ketika terjadi kesulitan Islam selalu menawarkan solusi kemudahan. Yang biasa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. seperti contah dalam bermuamalat, seseorang yang ingin melakukan usaha tanpa memiliki lahan atau objek yang dapat diusahakannya sedang ia hanya memiliki modal, atau sebuah keluaraga ingin mengunjuki sanaknya yang jauh yang tidak memungkinnkan mereka untuk memakai kendaraan umum, orang-orang yang demikian dapat bemuamalah dalam pengaplikasian Ijarah atau yang biasa kita kenal dengan sewa-menyewa. Dalam ijarah penyewa berhak untuk menggunakan manfaat objek sewanya semaksimal mungkin, namun hal ini tidak berarti objek sewa menjadi milik mutlak si penyewa. Dalam pemaksimalan manfaat penerima manfaat tentu harus membalas pemberi manfaat baik itu berupa manfaat lain atau berupa ujrah yang biasa kita kenal dengan upah. Dalam pembayarannya dapat ditentukan melalui kesepakatan yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi. tidak hanya dalam kehidupan seharihari, aplikasi ijarah ini telah pula diterapkan pada banyak lembaga keuangan yang ada, baik itu perbankan atau lembaga keuangan syariah lainnya. Dalam makalah ini penulis memaparkan sedikit banyaknya rumusan masalah dalam Ijarah seperti; 1. Apa pengertian Ijarah ? 2. Apa dasar hukum Ijarah ? 3. Bagaimana sifat akad Ijarah ? 4. Bagaiman aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

Kelompok 5 | Ijarah

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ijarah

Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa atau imbalan. Merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain. 1 Sedangkan menurut terminologi para ulama berbeda-beda dalam memberikan definisi walaupun memiliki makna yang saling berdekatan. Ulama Hanafiyah,mendefinisikan ijarah adalah:

َ‫عَقَدََعَلَىَمَناَفَعََبَعَوََض‬ “Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan” Sementara ulama malikiyah mendefinisikannya dengan.

َ‫تَمَلَيَكََبَعَوَضََمَنَافَعََشَيَءََمَبَاحَةََمَدَةََمَعَلَوَمَة‬ “Pemilikan manfaat dengan suatu imbalan terhadap sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu”.2 Menurut Dr.Muhammad Syafi’i Antonio, ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, [antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir)] tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.3 Hal ini sependapat dengan pengertian Ijarah menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena

1

Nasrun Haroen, Fiqh muamalat, (Jakarta: Gaya media pratama ,2007)hlm.228. AH.Azharudin latif,Fiqh Muamalat,UIN Jakarta Press(Jakarta:2005).hlm.120 3 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Kencana(Jakarta:2012)hlm.247 2

Kelompok 5 | Ijarah

2

termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.

B. Dasar hukum

a. Al-Qur’an

َ‫فَإَنََاَرَضَعَناَلَكَمََفَأَتَوَهَنََاَجَوَرَهَن‬ “jika mereka telah menyusukan anakmu maka berilah upah mereka”. (QS.at-Thalaq)

َ‫ؤانَاردتُّمَانَتسترضعواَاولَدكمَفالجناحؤعليكمَاذاَسلمتمَمآءاتيتمَبالمعروفَقلىَواتقوللاْاه‬ َ.‫َللاْاَبماتعلمونَبصي ٌر‬ ‫واعلمواان ه‬ Artinya: “Dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan ”. (Q.S. Al-Baqoroh:233) b. Hadits

َ‫مَنََاسَتَجَارََأَجَيَرَاَفَلَيَعَلَمَهََأَجَرَه‬ “siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya” (HR’ Abd ar-razzaq dan Baihaqi)4

َ‫َاعطواَالجيرَاجرَهَقبلَانَيجفَعرقه‬:‫عنَابنَعمرَانَالنبيَصَقال‬ Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa Rasullullah bersabda: “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering””. (HR Ibnu Majah)5

C. Rukun dan Syarat Ijarah

a. Rukun Ijarah Menurut ulama hanafiyah : 1. Ijab 2. Qabul Menurut jumhur ulama : 1. Orang yang berakad (Mu’jjar dan Musta’jir) 2. Sewa/imbalan 3. Manfaat

4

Nasroen Harun, Fiqh muamalat,Gaya media pratama (Jakarta:2007)hlm.231 Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Terjemah Belughul-Maram, (Bandung: Diponegoro,2006), hadsit no (937), hlm. 407 5

Kelompok 5 | Ijarah

3

4. Sighat (ijabqabul) b. Syarat-syarat ijarah : 1. untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidain), menurut ulama syafi’iyah dan hanabilah telah baligh dan berakal sedangkan ulama hanafiyah dan malikiyah berpendapat bahwa orang tidak harus baligh tetapi anak yang baru mumayyizpun boleh berakad ijarah namun harus dengan persetujuan walinya. 2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad ijarah. 3. Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui. 4. Objek al-ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsungdan tidak ada cacatnya. 5. Objek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. 6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa atau menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa. 7. Objek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan seperti rumah,kendaraan, dan alat-alat perkantoran. 8. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas,tertentu,dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.6

D. Ketentuan obyek ijarah

1. Obyek ijarah harus merupakan manfaat dari penggunaan barang dan/jasa yang bisa dinilai dan dilakukan dalam kontrak serta tidak diharamkan. 2. Kemampuan memenuhi manfaat harus nyata sesuai dengan syariat. 3. Manfaat harus dikenali secara spesifik seperti jangka waktu dan identitas fisik sehingga dapat menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang dapat menimbulkan sengketa. 4. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar oleh penyewa terhadap yang disewa sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli bisa juga dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. 5. Pembayaran jasa atau upah boleh berupa bentuk jasa (manfaat lain) yang jenisnya sama dengan obyek kontrak. 6. Kelenturan (flexibility) dalam menentuan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.7

E. Manfaat dan Risiko yang harus Diantisipasi 6 7

Nasrun Haroen, Fiqh muamalat, (Jakarta: Gaya media pratama ,2007)hlm.232-235. Fatwa 09/DSN-MUI/IV/2000

Kelompok 5 | Ijarah

4

Manfaat dari transaksi ini adalah keuntungan sewa yang diperoleh pihak bank dan kembalinya uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 1. Default; nasabah tidak melakukan cicilan dengan sengaja. 2. Rusak; aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank. 3. Berhenti; nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian pada nasabah.8

F. Kewajiban dan Hak pemberi sewa dan penyewa dalam ijarah

a. Kewajiban pemberi sewa (mu’ajjir) sebagai pemberi manfaat dari barang dan/jasa: 1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. 2. Menanggung biaya pemeliharaan barang. 3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. b. Hak pemberi sewa (mu’ajjir) sebagai pemberi manfa’at dari barang dan/jasa: 1. memperoleh pembayaran sewa dan/atau biaya lainnya dari penyewa (musta’jir). 2. mengakhiri akad Ijarah dan menarik objek Ijarah apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan. c. Kewajiban penyewa (musta’jir) sebagai pemerima manfaat: 1. Membayar sewa atau upah dan bertangung jawab unruk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak. 2. Menanggung biaya pemelliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil). 3. Jika brang rusak bukan kerena kelalaian/penyalahgunaan pihak penyewa, maka ia tidak berkewajiban membayar ganti rugi. d. Hak penyewa (musta’jir) sebagai penerima manfaat: 1. Menerima objek ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan. 2. Menggunakan objek ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratanpersyaratan yang diperjanjikan. G. Berakhirnya Akad Ijarah 1. 2. 3. 4.

8

Objek hilang atau musnah. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad. menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang boleh membatalkan

Dr.M.Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktik, (Jakarta: Gema Insani,2001).hlm.119

Kelompok 5 | Ijarah

5

akad ijarah hanyalah apabila obyeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.9

H. Al-ijarah Al-Muntahia Bit-tamlik (Financial Lease with Purcase option)

a) Pengertian al-Ijarah al-Muntahania bit-Tamlik Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-mutahania bit-tamlik (IMBT) adalah sejenis transaksi yang memadukan kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya lagi adalah akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan akad ijarah biasa. Contoh bentuk dari al-ijarah al-muntahania bit-tamlik adalah semisal kedua belah pihak yang bertransaksi sepakat untuk melakukan al-ijarah dan janji untuk menjual. 10. Pemindahan kepemilikan terjadi dengan satu dari dua akad berikut : 1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. 2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghinbahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa11 Masalah yang sering muncul dalam IMBT dalam prakteknya pada Bank Syariah ini adalah Mengenai aturan loan to value (LTV) pada skema bagi hasil, pembiayaan bersama dan sewa dalam syariah. Para praktisi mengamati Ada dua akad yang menjadi kendala dalam penerapan kebijakan uang muka kredit, pertama akad musyarakah mutanaqishah. Kedua, akad ijarah muntahiya bittamlik. Musyarakah mutanaqishah merupakan turunan akad musyarakah. Definisinya, perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu aset. Kerjasama ini mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, serta menambah kepemilikan pihak lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Dalam konteks pembiayaan rumah, bank syariah dan nasabah akan bekerjasama dalam pengadaan rumah, lalu terjadi pengambilalihan porsi kepemilikan bank oleh nasabah dengan mengangsur. Sedangkan dalam skim ijarah muntahiya bittamlik, bank akan meminjamkan dana ke nasabah untuk membeli rumah, lalu rumah menjadi milik bank. Nasabah baru memiliki rumah itu jika masa ijarahnya selesai dan memenuhi seluruh kewajiban. Pengambilalihan bisa berdasarkan akad jual beli atau hibah.12

9

Diakses dari http://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/definisi-ijarah.html Dr.M.Syafi’i Antonio,M.Ec, Bank Syariah dari teori ke praktek,(Jakarta: Gema Insani, 2001),hlm.108 11 Ali Muhayatsyah, S.E.I., M.E.I. Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dalam Instrumen Keuangan Syariah.(Makalah) 12 Ibid 10

Kelompok 5 | Ijarah

6

b) Ketentuan al-ijarah al-muntahania bit-tamlik 1. Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam al-ijarah almuntahania bit-tamlik. 2. Perjanjian untuk melakukan akad al-ijarah al-muntahania bit-tamlik harus disepakati ketika akad ijarah disepakati. 3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. 4. Pihak yang melakukan akad al-ijarah al-muntahania bit-tamlik harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual-beli atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai. 5. Janji kepemilikan yang dilakukan diawal akad ijarah adalah wa’ad yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilakukan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. 6. Jika salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelsaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakan melalui jalan musyawarah.13

Skema al-Ijarah

PENJUAL SUPLIER

OBJEK SEWA

A.Milik

B.Milik

NASABAH 3.Sewa Beli

1.Pesan Objek Sewa

2.Beli Objek Sewa

BANK SYARIAH

c) Ijarah Pada Instrumen Sukuk Sukuk ijarah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad ijarah. Berdasarkan Fatwa DSN.No.41/DSN-MUI/2004, ketentuan obligasi syari’ah dengan akad ijarah sebagai berikut : a. Akad yang digunakan dalam obligasi syari’ah ijarah adalah ijarah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.9/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang pembiayaan ijarah, terutama mengenai rukun dan syarat akad. 13

Fatwa 27/DSN-MUI/III/2002

Kelompok 5 | Ijarah

7

b. Sesuai yang menjadi obyek ijarah harus berupa manfaat yang diperboleh diperbolehkan. c. Jenis usaha yang dilakukan emiten tidak boleh bertentangan dengan syari’ah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.20/ DSNMUI/IX/ 2000 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syari’ah dan No.40/ DSN-MUI/ X/ 2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syari’ah di bidang pasar modal. d. Emiten dalam kedudukannya sebagai penerbit obligasi dapat mengeluarkan OSI baik asset yang telah ada maupun asset yang akan diadakan untuk disewakan. e. Pemegang OSI (Obligaasi Syari’ah Ijarah) sebagai pemilik asset (a’yan) atau manfaat (manafi’) dalam menyewakan (ijarah) asset atau manfaat yang menjadi haknya kepada pihak lain dilakukan melalui emiten sebagai wakil. f. Emiten yang bertindak sebagai wakil dari pemegang OSI dapat menyewa untuk dirinya sendiri atau menyewakan kepada pihak lain. g. Dalam hal emiten bertindak sebagai penyewa untuk dirinya sendiri,maka emiten wajib membayar sewa dalam jumlah dan waktu yang disepakati sebagai imbalan (iwadh ma’lum) sebagaimana jika penyewaan dilakukan kepada pihak lain. h. Pengawasan aspek syari’ah dilakukan oleh DSN atau tim ahli syari’ah yang ditunjuk oleh DSN-MUI, sejak proses emisi obligasi syari’ah ijarah dimulai. i. Kepemilikan obligasi syari’ah ijarah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad. Secara teknis, obligasi syari’ah ijarah dapat dilakukan dengan dua cara:  Emiten dapat bertindak sebagai wakil investor yang berkedudukan sebagai penyewa (musta’jir), sedangkan property owner (pemilik properti) sebagai pihak yang menyewakan (mu’jir).  Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali obyek sewa kepada emiten. Prinsip dasar pembagian hak dan kewajiban dalam obligasi syari’ah ijarah, sebagai berikut:

Hak dan Kewajiban dalam Obligasi Syariah Ijarah Pihak Menyewakan (Mu’jir) Pihak Penyewa (Musta’jir) Menerima upah (ujrah) sesuai dengan Memanfaatkan barang dan atau jasa sesuai kesepakatan yang disepakati Menyediakan barang atau jasa yang Membayar harga sewa (ujrah) sesuai yang disewakan disepakati dalam akad ijarah Bertanggungjawab menjawab keutuhan Menanggung biaya pembiayaan barang barang serta menggunakan sesuai dengan yang disewakan atau jasa yang diberikan kesepakatan Menanggung biaya yang sifatnya ringan Menjamin bila terjadi cacat pada barang 9tidak material) atau sesuai kesepakatan yang disewa akad Kelompok 5 | Ijarah

8

Bertanggung jawab atas kerusakan yang bukan disebabkan oleh kelalaian penyewa Menyatakan secara tertulis bahwa Mu’jir menyerahkan pemanfaatan atas barang yang disewakan

Bertanggung jawab atas kerusakan atas kelalaian pengguanaan Menyatakan secara tertulis bahwa Musta’jir menerima hak pemanfaatan atas suatu barang yang dimiliki (mu’jir)

Penerbitan sukuk diterbitkan dengan suatu underlying asset (jaminan aset) dengan prinsip syari’ah yang jelas. Penerbitan sukuk memerlukan sejumlah aset tertentu yang akan menjadi obyek perjanjian (underlying asset). Aset yang menjadi obyek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat berupa asset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun. Fungsi underlying asset tersebut adalah untuk menghindari riba dan sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkan di pasar sekunder serta untuk menentukan jenis struktur sukuk. Berkaitan dengan emiten yang menerbitkan sukuk, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah core business yang halal, memiliki investment grade yang baik dilihat dari fundamental usaha dan keuangan yang kuat serta citra yang baik bagi publik.14

14

Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance: Religion, Risk and Return, (Kluwer Law International, 1998), hlm. 85. Lihat dalam Kamal Zubair, “Instrumen Investasi Pasar Modal (Analisis Perbandingan Obligasi dan Sukuk),” call for paper dalam International Seminar and Symposium on Implementation of Islamic Economics To Positive Economics in The World as Alternative of Conventional Economics System: Toward Development in The New Era of The Holistic Economics, UNAIR, Surabaya, 1-2 Agustus 2008, hlm. 13.

Kelompok 5 | Ijarah

9

BAB III PENUTUP

Kesimpulaannya adalah Ijarah merupakan suatu akad yang memaksimalkan manfaat objek transaksinya tanpa menjadikan objek tersebut sebagai milik mutlak dari penerima manfaat. Dalam kesepakatannya melibatkan pemberi dan penerima manfaat yang masing-masing dari mereka mempunyai hak dan kewajiban dalam akad tersebut. Pengaplikasiaanya dalam lembaga keuangan pada umumnya mereka menerapkan ijarah muntahia bit-tamlik karena lebih sederhana dalam pembukuannya.

Kelompok 5 | Ijarah

10

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar. Belughul-Maram. Bandung: Diponegoro,2006. Antonio, M.Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani,2001. Haroen, Nasrun. Fiqh muamalat. Jakarta: Gaya media pratama,2007. latif, AH.Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press,2005. Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana 2012. Fatwa 09/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa 27/DSN-MUI/III/2002 http://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/definisi-ijarah.html

Kelompok 5 | Ijarah

11

Related Documents


More Documents from "amazokabali"