Makalah Skizofrenia

  • Uploaded by: danifahma
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Skizofrenia as PDF for free.

More details

  • Words: 6,818
  • Pages: 30
Loading documents preview...
BAB 1 PENDAHULUAN Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala psikotik yang khas (waham , halusinasi , perilaku buruk ) dan oleh kemunduran fungsi sosial , fungsi kerja , dan perawatan diri . Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin , merupakan suatu penyakit yang lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal .1

Studi menunjukkan bahwa genetika, lingkungan awal, neurobiologi, proses psikologis dan sosial merupakan faktor penyumbang penting; beberapa obat rekreasi dan resep tampak menyebabkan atau memperburuk gejala. Penelitian psikiatri saat ini difokuskan pada peran neurobiologi, tapi tidak ada penyebab organik tunggal telah ditemukan. Sebagai hasil dari kombinasi banyak kemungkinan gejala, ada perdebatan tentang apakah diagnosis merupakan suatu kelainan tunggal atau sejumlah sindrom diskrit. Untuk alasan ini, Eugen Bleuler disebut penyakit schizophrenias (jamak) ketika ia menciptakan nama itu. Meskipun etimologinya, skizofrenia adalah tidak sama dengan gangguan identitas disosiatif, sebelumnya dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda atau kepribadian ganda, yang telah keliru bingung. 1 Kelainan ini diduga terutama mempengaruhi kognisi, tetapi juga biasanya memberikan kontribusi untuk masalah kronis dengan perilaku dan emosi. Orang dengan skizofrenia cenderung memiliki tambahan (komorbiditas) kondisi, termasuk depresi mayor dan gangguan kecemasan; terjadinya penyalahgunaan zat seumur hidup adalah sekitar 40%. Masalah sosial, seperti jangka panjang, kemiskinan pengangguran dan tunawisma, yang umum. Selanjutnya, rata-rata harapan hidup orang dengan gangguan tersebut adalah 10 sampai 12 tahun kurang daripada mereka yang tidak, karena meningkatnya masalah kesehatan fisik dan tingkat bunuh diri lebih tinggi. 1

BAB II LAPORAN KASUS Skenario 1 Ny.S , 27 tahun , dibawa ke UGD RS Trisakti oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba berteriak – teriak , mengamuk , dan hendak memukul suaminya dengan linggis . Skenario 2 Ketika ditanya apa sebabnya , ia mengatakan ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya . Pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain serta hendak mencelakakannya . Penampilan pasien agak lusuh , dandanannya kurang rapi dan kurus . Kedua tangan tremor, jalannya pelan dan agak kaku , wajahnya tidak berekspresi seperti topeng . Skenario 3 Kejadian seperti diatas pernah dialami pasien sejak 3 tahun terakhir walaupun hanya kadang-kadang saja . Sebelum mengamuk biasanya pasien menyendiri dalam kamar , melamun m kadang-kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau . Pasien pernah berobat ke dokter puskesmas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat ,tapi obat tersebut tidak diminum secara teratur . Karena tidak dapat dipertahankan lagi dirumah pasien dibawa ke RS trisakti . Skenario 4 Perkembangan Ny.S pada masa anak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti , pasien mempunyai perawakan kurus , jarang bergaul , mudah tersinggung , temannya yang akrab hanya satu , dua orang saja . Pasien menikah usia 23 tahun , punya 2 anak laki-laki yang berusia 3 tahun dan 1 tahun , pasien jarang mengurus anaknya sendiri . Skenario 5 1. Pemeriksaan status mental - Terdapat waham curiga , waham kebesaran , waham kejar . - Halusinasi auditorik - Asosiasi longgar - Afek tumpul dan tidak serasi - Perilaku gaduh gelisah 2. Pemeriksaan diagnosis lanjut - Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal - Pemeriksaan neurologic tidak didapatkan tanda rangsang meningeal - Nervus cranialis dalam batas normal - Susunan saraf motorik : tampak resting tremor , bradikinesia , cogwheel +/+ , mask face - Susunan saraf sensorik dalam batas normal - Refleks fisiologis +/+ - Refleks patologis -/- Laboratorium urin dan darah tidak ada kelainan

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Identitas Nama Umur Pekerjaan Ras Status pernikahan

: Ny.S : 27 tahun ::: sudah menikah

3.2. Keluhan Utama Diantar keluarganya dengan keluhan berteriak-teriak , mengamuk , dan hendak memukul suaminya dengan linggis . 3.2.1. Riwayat gangguan sekarang o Pasien didapatkan halusinasi auditorik dimana pasien mendengar suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya o Pasien curiga suaminya berselingkuh dan terdapat waham kejar bahwa perempuan itu hendak mencelakakannya o Terdapat kelainan berupa abulia dimana pasien tidak bisa merawat penampilan dirinya 3.2.2. Riwayat gangguan sebelumnya o Sejak masa kanak dan remaja perkembangan pasien tidak ada kelainan fisik berarti o Kejadian seperti diatas pernah dialami pasien sejak 3 tahun terakhir walaupun hanya kadang-kadang saja . Sebelum mengamuk biasanya pasien menyendiri dalam kamar , melamun m kadang-kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau . Pasien pernah berobat ke dokter puskesmas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat ,tapi obat tersebut tidak diminum secara teratur . 3.2.3. Riwayat pengobatan o Pasien pernah berobat ke dokter puskesmas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat ,tapi obat tersebut tidak diminum secara teratur . 3.2.4. Riwayat kehidupan pribadi o Pasien menikah usia muda dan mempunyai 2 orang anak dan tidak mengurus anaknya o Suaminya sudah menganggur selama 3 bulan karena di PHK 3.2.5. Riwayat sosial sekarang o Pasien jarang bergaul , mudah tersinggung , temannya yang akrab hanya satu , dua orang saja .

3.2.6. Anamnesis tambahan Riwayat penyakit psikiatri 1. Apa pasien pernah menderita ini sebelumnya? 2. Kapan pasien menderita ini sebelumnya? 3. Apa yang menebabkan pasien seperti ini ? Riwayat kehidupan pribadi 1. Bagaimana keharmonisan keluarga? 2. Riwayat penyalahgunaan obat atau alcohol? 3. Bagaimanakah sikap pasien sebelumnya Riwayat keluarga 1. Apakah ada keluarga dengan keluhan yang sama? 2. Bagaimana pernikahan orang tua?

3.3. Daftar masalah 3.4. Status mental2

3.4.1. Deskripsi Umum a. Penampilan Penampilan pasien agak lusuh, dandanannya kurang rapi dan kurus Interpretasi

: Ditinjau dari cara berpakaian/dandanan pasien, dapat

dikatakan bahwa kondisi pasien yang sakit berat mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kerapian penampilan. b. Perilaku dan aktivitas motorik Perilaku gaduh gelisah. c. Sikap terhadap pemeriksa (tidak ada keterangan) 3.4.2 Alam Perasaan a.

Mood (suasana perasaan)

b.

Afek (ekspresi afektif)

:-



Stabilitas

: labil (mudah dirangsang)



Echt/ unecht

: echt (sungguh-sungguh; tidak didramatisasi)



Dalam/dangkal : dangkal (intensitas kurang)



Keserasian

: tidak serasi (terdapat ketidakserasian antara

perasaan, pikiran dan perbuatan yang dilakukan pasien) 3.4.3 Bicara Karakteristik fisik dari pasien berbicara saat wawancara tidak diketahui pada skenario kasus. 3.4.4 Gangguan Persepsi 1.

Halusinasi 

:

Halusinasi auditorik 2nd order  ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya.

2.

Ilusi

:-

3.

Depersonalisasi

:-

4.

Derealisasi

:-

3.4.5

Pikiran

1.

Bentuk Pikir 

Bentuk pikiran pasien terganggu  tidak sistematis, tidak logis, dan tidak informatif

2.

Proses Pikir 

ganggguan asosiasi (asosiasi longgar)  aliran pikiran berupa perpindahan ide dari satu subyek ke subyek lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan (mudah diketahui dengan melihat tulisan pasien).

3.

Isi pikir 

waham curiga  pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain serta henak mencelakakkannya.



waham kejar/ persekutorik  keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu, atau disika.



waham kebesaran  gambaran kepentingan, kekuatan, atau identitas seseorang yang berlebihan.

3.4.6

Sensorium dan Kognisi

a.

Kesiagaan dan tingkat kesadaran 

Kesadaran biologis  compos mentis



Kesadaran psikologi  terganggu



Kesadaran sosiokultural  terganggu

b.

Orientasi

:-

c.

Daya ingat

:-

d.

Konsentrasi dan pikiran

:-

e.

Kemampuan baca dan tulis

:-

3.4.7

Pengendalian Impuls (tidak diketahui)

3.4.8

Tilikan (tidak diketahui)

3.4.9

Reliabilitas (tidak diketahui)

3.5 pemeriksaan neurologis  tidak didapatkan tanda rangsang meningeal  nervus cranialis dalam batas normal  susunan saraf motorik - tampak resting tremor disebut juga parkinsonisian tremor dan gerakannya seperti pill rolling atau menghitung uang . Tremor dapat timbul dari satu ekstremitas saja dan menyebar . Sering ditemukan pada parkinson syndrome.3 - bradikinesia ialah gerakan menjadi lambat dan makin lama bisa terjadi akinesia . Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi wajah sehingga menyebabkan muka seperti topeng (mask face).4 - cogwheel fenomena adanya tahanan yang hilang timbul apabila melakukan gerakan pasif .

4 5 6 7

susunan saraf sensorik dalam batas normal susunan saraf otonom dalam batas normal refleks fisiologis +/+ refleks patologis -/-

Interpretasi Pada pemeriksaan kesadaran biologis pasien mengalami delirium yang ditandai dengan adanya gaduh gelisah . Delirium adalah suatu sindrom bukan penyakit diaman onset terjadinya akut . Sindrom ini disertai dengan pasien yang menjadi gaduh gelisah sehingga aktivitas psokomotor pasien meningkat . Pada pemeriksaan neurologis , tidak didapatkannya tanda rangsang meningeal menandakan bahwa tidak adanya kelainan pada selaput otak yang mungkin disebabkan oleh trauma . Refleks fisiologis pada kaki kanan dan kiri didapatkan positif yang menandakan bahwa keadaan ini normal , dan reflek patologis yang negatif juga menandakan keadaan yang normal . Pada pemeriksaan saraf mtotorik didapatkan tangan yang tremor , resting tremor , mask face , cogwheel fenomena , bradikinesia , mask face yang merupakan gejala pada parkinson . Parkinson yang terjadi pada pasien bisa merupakan parkinsin disease atau parkinsonism dimana pasien bisa mendapatkan gejala-gejala seperti diatas karena mengkonsumsi obat-obatan yang tidak teratur . Kelompok kami mencurigai bahwa pasien mendapat obat antipsikotik berupa haloperidol yang mempunyai efek ekstrapiramidal +4 dan harus diminum bersamaan dengan triheksifenidil untuk mengurangi gejala ekstrapiramidal berupa parkinsonism namun ternyata pasien tidak minum obat secara teratur sehingga kemungkinan terjadi gejala-gejala tersebut . 3.6 Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium tidak didapatkan adanya kelainan 3.7 Diagnosis kerja Berdasarkan hasil anamnesis , pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang , pemeriksaan status mental , danlaboratorium yang dilakukan maka diagnosis multiaksial pada kasus ini sebagai berikut :4 3.8 Patofisiologi5 3.9 Penatalaksanaan6 3.10. Prognosis

Untuk menentukan prognosis pada pasien gangguan mental emosional, kita harus mengidentifikasi faktor-faktor yang mengarah ke prognosis baik dan buruk pada pasien.

Prognosis baik

Prognosis buruk

Usia tua

Onset muda

Faktor pencetus jelas

Tidak ada faktor pencetus

Onset akut

Onset tidak jelas

riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik

riwayat sosial / pekerjaan pramorbid buruk

Gejala gangguan mood (terutama gangguan

Perilaku menarik diri

depresi) Menikah

Tidak menikah, cerai, janda/duda

Riwayat keluarga gangguan mod

Riwayat keularga skizofrenia (keturunan)

Gejala positif

Gejala negatif

Sistem pendukung yang baik

Sistem pendukung yang buruk

Perhatian keluarga baik

Perhatian keluarga buruk

Riwayat pengobatan baik

Riwayat pengobatan buruk

Tanda dan gejala neurologis negatif

Tanda dan gejala neurologis positif

Kehidupan premorbidnya baik

Kehidupan premorbid buruk

Jarang kambuh

Sering kambuh

Dari kasus didapatkan pada pasien : Prognosis baik

Prognosis buruk

1. Menikah

1. Onset umurnya jelek (27th)

2. Tidak ada herediter

2. Kepribadian premorbid yang buruk serta gejala ini sudah berlangsung 3tahun lalu 3. Riwayat pengobatan yang buruk

Dari hasil interpretasi faktor-faktor tersebut maka kelompok kami bahwa hasil prognosis pasien ini adalah dubia ad malam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

SKIZOFRENIA Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, „miskin‟ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.

Epidemiologi Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural. Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.

Etiologi Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : -

Faktor Genetik

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.

-

Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia Universitas Sumatera Utara berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan.

-

Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang

digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya.

Kriteria Diagnostik Skizofrenia Kriteria diagnostik di Indonesia menurut PPDG-III yang menuliskan bahwa walaupun tidak ada gejala-gejala patognomonik khusus, dalam praktek dan manfaatnya membagi gejala-gejala tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersama-sama yaitu: A.Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitas berbeda atau thought insertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu diluar dirinya (withdrawal) dan tought broadcasting yaitu isi pikiran tersiar keluar sehingga orang lain mengetahuinya.

B. Waham atau Delusinasi 1) Delusion of control yaitu waham tentang dirinya sendiri dikendalilkan oleh suatu kekuatan tertentu 2) Delusion of influen yaitu waham tentang dirinya sendiri dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar 3) Delusion of passivity yaitu waham tentang gerakan tubuh, pikiran maupun tindakan tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar. 4) Delusion of perception yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar yang bermakna sangat khas dan biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

C. Halusinasi Auditorik 1) Suara halusinasi yang berkomentar terus menerus terhadap perilaku pasien. 2) Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka senndiri (dia antara berbagai suara yang berbicara). 3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah bagian tubuh.

D. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya dianggap tidak wajar dan mustahil seperti waham bisa mengendalikan cuaca. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas.

E. Halusinasi yang menetap dari setiap panca indara baik disertai waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas atau ide-ide berlebihan yang menetap atau terjadi setiap hari selama bermingu-minggu atau berbulan-bulan secara terus menerus.

F. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.

G. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh, gelisah (excitement) sikap tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea, negattivisme, mutisme dan stupor.

H. Gejala-gejala negative seperti apatis, bicara jarang serta respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau neuroleptika.Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non psikotik prodormal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam muttu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri dan penarikan diri secara social. Selain itu ahli membagi skizofrenia menjadi dua bagian yaitu gejala positif dan gejala negative. a. Termasuk gejala positif adalah 1) Disorganisasi pikiran dan bicara : penderita bisa menceritakan keadaan sedih denngan mimic muka yang gembira atau sebaliknya. 2) Waham : penderita merasa dirinya seorang pahlawan atau orang besar dan bertindak seperti pahlawan atau orang besar. 3) Halusinasi : melihat, mendengar atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. 4) Agitasi atau mengamuk : hal ini sering membuat penderita dikurung atau dipasung. b. Termasuk gejala negative adalah 1) Tidak ada dorongan kehendak atau inisiatif atau apatis. 2) Menarik diri dari pergaulan social : penderita merasa senang jika tidak menjalani kehidupan social. 3) Tidak menunjukan reaksi emosional.

Pola Perjalanan Penyakit a. Skizofrenia paranoid Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi. Sebagai tambahan, halusinasi dan waham harus menonjol, sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relative tidak nyata. Halusinasi yang mengancam atau member perintah halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau yang bersifat seksuaal. Waham dapat berupa hampir setiap jenis tetapi waham dikendalikan, di pengaruhi atau keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam adalah yang paling khas.

b. Skizofrenia Hebefrenik Kriteria umum skizofrenia yang harus dipenuhi. Biasanya diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda. Kepribadian premorbid secara kas, tetapi tidak selalu,pemaludan menyendiri. Untuk diagnosis hebefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinnu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa perilaku yang kas seperti perilaku tidak tanggung jawab, mannerism, senyum sendiri memang benar bertahan.

c. Skizofrenia katatonik Kriteria suatu diagnosis skizofrenia dan katatonik yang harus dipenuuhi. Gejala katatonik yang bersifat sementara dapat terjadi pada setiap subtype skizofrenia, tetapi untuk diagnosis skizofrenia katatonik satau atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : stupor (amat berkurang aktivitas terhadap lingkungan dan gerakan, kegelisahan, sikap tubuh yang tidak wajar, perlawanan terhadap intruksi, sikap tubuh yang kaku, terhadap perintah dan mempertahankan posisi tubuh yangdilakukan dari luar dan gejala otomatisme terhadap perintah dan preserverasi kata atau kalimat.

d. Skizofrenia tak terinci Memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia, tidak memenuhi untuk kriterianskizofrenia paranoid, hebefrenik dan katatonik, tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

e. Depresi pasca skizofrenia Diagnosis ditegakkan hanya kalau pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi criteria umum skizofrenia selama 12 bulan terakhir), beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada dan gejala-gejala depresi yang menonjool dan mengganggu, memenuhi sedikitnya episode depresi dan telah ada untuk waktu sedikitnya 2 minggu.

f. Skizofrenia residual Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi : 1) Gejala negative skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek tumpul, sikap pasif, miskin dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal buruk seperti kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, perawatan diri dan kinerja social buruk. 2) Sedikitnya ada riwayat pisode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi criteria diagnostic untuk skizofrenia. 3) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekkuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom negative skizofrenia. 4) Tidak dapat demensia atau penyakit otak organic lain, depresi kronis, atau insttitusionalisasi yang dapat menjelaskan hendaya negative tersebut.

g. Skizofrenia simpleks Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan, karena tergantung pada pemestian perkembangan yang berjalan perlahan, profresif dari gejala negative yang kas dari skizofrenia residual tanpa riwayat halusi nasi, waham atau manifestasi lain tentangadanya suatu episode psikotik sebelumnya dan disertai perubahan perilaku yang bermakna yang bermanifestasi sebagai kkehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara social.

Pencegahan dan Pengobatan Skizofrenia a. Pencegahan Pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat “eklektik holistik” yang mencakup tiga pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, dan sosial budaya, dan dari ketiga pilar tersebut dapat diketahui kepribadian seseorang. Dalam melengkapi

pendekatan holistik tersebut, menambah satu pilar sehingga menjadi empat pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, social budaya dan psikoreligius. Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofrenia dan kekambuhanya. 1) Organobiologis a. Bila ada silsilah keluarga menderita skizofrenia sebaiknya menikah dengan keluarga yang tidak memiliki silsilah skizofrenia. b) Walaupun dalam keluarga tidak ada sil-silah menderita skizofrenia sebaiknya tidak menikah dengan yang tidak memiliki silsilah skizofrenia dan merupakan keluarga jauh. c) Sebaiknya penderita atau bekas penderita skizofrenia tidak saling menikah.

2) Psikoedukatif Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental-emosional dan mental-intelektual anak yaitu: a) Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain. b) Sikap kedua adalah sikap terbuka. c) Sikap ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri terhadap hal-hal yang mengecewakan, kalau tidak anak akan sulit bergaul dan belajar di sekolah.

b. Pengobatan Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis atau menahun) maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relative lama berbulan bahkan sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan. Terapi yang komprehensif dan holistic telah dikembangkan sehingga klien skizofrenia tidak lagi mengalami diskriminasi dan lebih manusiawi dibandingkan dengan pengobatan sebelumnya. Adapun terapi yang di maksut adalah : 1) Psikofarma Obat anti psikotik yang sering disebut dengan neuroleptik ditujukan untuk menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan psikofarma yang sering digunakan di Indonesia (2001) terbagi dua golongan typical dan golongan atypical. kelebihan obat atypical antara lain : Dapat

menghilangkan gejala positif dan negatif, memulihkan fungsi koqnitif, efek samping Extra pyramidal symptoms.

2) Electro Convulsive Terapy Electro Convulsive Terapy diberikan kepada penderita skizofrenia kronik. Tujuannya adalah memperpendek serangan skizofrenia,mempermudah kontak dengan penderita, namun tidak dapat mencegah serangan ulang

3) Psiko religius Menurut Larson, penelitian yang termuat dalam Religious commitment and Health menyatakan bahwa agama amat penting dalampencegahan agar seorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penderitaan dan mempercepat penyembuhan.

4) Psikososial Agar tumbuh kembang anak sehat baik fisik, psikologik, social dan spiritual, hendaknya diciptakan rumah tangga yang sehat dan bahagia agar supaya kepribadian anak menjadi matang dan kuat sehingga tidak mudah jatuh sakit.

PARKINSON Parkinsonism Dari beberapa sumber parkinsonism, dapat didefenisikan sebagai berikut: 1.

Sindrom yang ditandai dengan adanya tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan

hilangnya reflex postural akibat penurunan kadar dopamine oleh berbagai macam sebab. Disebut juga dengan sindrom Parkinson.

2.

Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai dengan tremor ritmis, bradikinesia,

kekauan otot, dan hilangnya refleks tubuh. Gangguan gerakan terutama terjadi akibat defek pada jalur dopaminergik (penghasil dopamin) yang menghubungkan subtansia nigra dengan korpus striatum (nukleus kaudatus dan letikularis). Ganglia basalis merupakan bagian dari sisitem ekstrapiramidal yang mempengaruhi awal, modulasi, akhir pergerakan dan mengatur gerakan automatis.

Epidemiologi Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia. Prevelensi penyakit parkinson di Eropa dan Amerika mencapai sekitar 2000 dari 100.000 penduduk berusia diatas 70 tahun, tetapi hanya 8 per 100.000 penduduk di bawah 50 tahun. Kedua jenis kelamin terkena dengan perbandingan yang hampir sama. Pada umumnya Penyakit parkinson lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2, di mana suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit parkinson terjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa (0,98 % hingga 1,94%); menengah terdapat pada ras Asia (0,018 %) dan prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika (0,01). Angka prevalensi parkinson di Indonesia belum dapat diketahui secara pasti. Akan tetapi mengingat umur harapan hidup makin lama dan makin tinggi yaitu dari tahun 1990-2025, maka Indonesia akan mengalami kenaikan jumlah penduduk usia lanjut sebesar 41,4%. Maka dapat diperkirakan sekitar tahun 2015 – 2020 angka harapan hidup orang Indonesia selama hidupnya mencapai 70 tahun lebih. Akibatnya prevalensi penyakit yang ditemukan pada golongan usia lanjut mengalami kenaikan.

Klasifikasi Sindroma parkinson (parkinsonisme) dapat di klasifikasikan sebagai berikut: 1.

Primer atau idiopatik atau paralysis agitans

- Penyebab tidak diketahui

- Sebagian besar merupakan penyakit parkinson - Ada peran toksik yang berasal dari lingkungan - Ada peran faktor genetik, bersifat sporadis - Contoh: Penyakit Parkinson & Juvenile Parkinsonism

2.

Sekunder atau akuisita

- Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat -

Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)

- Terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (mptp), mn (mangan), co (karbon monoksida), sianida, dan lain-lain. - Efek samping obat penghambat reseptor dopamin (sebagian besar obat anti psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin (reserpin). - Pasca stroke (vaskuler) -

3.

Lain-lain: hipotiroid, hipertiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus bertekanan normal

Sindroma parkinson plus Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti: Progressive Supraneural

Palsy, Multiple System Atrophy, Cortical-Basal Ganglionic Degeneration, ParkinsonDementia-ALS Compleks of Gunam, Progressive Palidal Atrophy, Diffuse Lewy Body Disease (DBLD)

4.

Kelainan Degeneratif diturunkan (heredodegenerative disorder) Gejala parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga berhubungan dengan

penyakit neurologi lain yang faktor keturunan memegang peranan peran sebagai etiologi, seperti: Penyakit Alzheimer, Penyakit Wilson, Penyakit Hantinton, Demensia frontotemporal pada kromosom 17q21, X-linked distonia parkinsonism (di Filipina disebut Lubag) Parkinsonisme dapat digolongkan atas dua kategori yaitu, parkinsonisme primer dan parkinsonisme sekunder (berhubungan dengan infeksi, obat, toksin, penyakit vascular, trauma dan tumor otak).

Etiologi Penyakit parkinson terjadi jika sel saraf (autonom) yang mengatur gerakan mengalami jejas atau mati. Dalam keadaan normal, neuron ini menghasilkan dopamin, suatu neurotransmiter saraf yang diperlukan untuk mengatur gerakan otot. Kekurangan zat tersebut akan

menimbulkan gangguan dalam gerakan seperti halnya yang terjadi pada penyakit parkinson.

Faktor Resiko 1.

Faktor genetik

2.

Faktor Lingkungan

3.

Umur (proses menua)

4.

Ras

5.

Cedera kranioserebral

6.

Stres Emosional

Patofisiologi Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 4050% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan. Pada penderita penyakit parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmiter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi. (Robert Silitonga, 2007) Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik

akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah talamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah GABAnergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.

Patogenesis Hipotensis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuroN SNc adalah Stres oksidatif. Stress oksidatif akan membahayakan integritas neuron sehingga mempercepat degenerasi neuron. Sumber peningkatan stres oksidatif ini masih belum jelas namun mungkin saja melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan metabolisme dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan reactive oxygen species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan besi reaktif, dan gangguan jalur pertahanan antioksidan. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (protofibrils). formasi ini menumpuk, tidak dapat di degredasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain: •

Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-

oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric radical. •

Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan

akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel. •

Perubahan akibat proses inflasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis

sel-sel SNc

Gejala klinis Gejala prodormal •

Awitan tersembunyi dan non spesifik, umur 50-70 tahun



Degenerasi neuron 1 dekade sebelum gejala utama muncul



Lelah, letih, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan,

kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik (gangguan kepribadian, ansietas atau depresi) sebelum muncul gejala motorik •

Motorik: kelemahan umum, kekakuan pada otot gangguan kordinasi ringan



Gejala parkinsonism ringan seperti tremor intermiten pada satu atau beberapa jari dan

rigiditas asimetris → curigai gejala Parkinson. Trias Parkinson : 1.

Tremor

2.

Rigiditas

3.

Bradikinesia

Gejala umum •

Gejala mulai pada satu sisi (hemiparkinsonism)



Tremor saat istirahat



Tidak didapatkan gejala neurologis lain



Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis



Perkembangan lambat



Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis



Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit

Gejala khusus: 1. •

Gejala Motorik Pada penyakit Parkinson (TRAP) Tremor: 1. Laten; 2. Saat istirahat; 3. Bertahan saat istirahat; 4. Saat gerak disamping

adanya tremor saat istirahat; 5. Meningkat saat emosi; 6. Multi bidang; 7. Sifat kasar (4-6 kali/3-7 detik); 8. Mulai dari tangan; •

Rigiditas



Akinesia/Bradikinesia: 1. Kedipan mata berkurang; 2. Wajah seperti topeng; 3. Hipofonia

(suara kecil); 4. Air liur menetes; 5. Akatisia/Takikinesia (gerakan cepat tidak terkontrol); 6. Mikrografia (tulisan semakin kecil); 7. Cara berjalan: langkah-langkah kecil; 8. Kegelisahan motorik (sulit duduk atau berdiri) •

Hilangnya refleks postural. Didiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria:

1. Klinis; 2. Menurut Koller; 3. Menurut Gelb 2.

Gejala non motorik pada penyakit parkinson



Inkontinensia



Demensia



Depresi



Dysphagia



Gangguan tidur



Konstipasi



BerkeringaT

Keterangan: 1.

Tremor Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-

kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksiekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor). Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyanggoyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit Parkinson mungkin dicetuskan ritmik dari alfa motor neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat. 2.

Rigiditas Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan

terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat. Gejala kekakuan (rigiditas) tersebut adalah jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti breakdance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang

membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.

3.

Bradikinesia/Akinesia Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat

pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunterpun menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik, labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma motoneuron.

4.

Hilangnya refleks postural Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium

penyakit parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37%penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

5.

Wajah Parkinson Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta

mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.

6.

Mikrografia Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan

rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

7.

Sikap Parkinson Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil menggeser dan makin menjadi cepat

(marche a petit pas), yang khas pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalamposisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.

8.

Bicara monoton Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir

mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara mengurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.

9.

Disfungsi otonom Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif neuron di

ganglia simpatetik, Sehingga dapat mengakibatkan: •

Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan

hipotensi ortostatik. •

Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic



Pengeluaran urin yang banyak



Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual,

perilaku, orgasme.

10.

Gerakan bola mata Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak

bola mata menjadi terganggu.

11.

Refleks glabela Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela (diatas pangkal hidungnya)

berulang-ulang. Pasien dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda Mayerson‟s sign

12.

Demensia Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson. Penderita banyak yang

menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial merupakan defisit kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik termasuk nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap gangguan intelektual.

13.

Depresi Hal ini dapat terjadi disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan

yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun penderita tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.

14.

Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

15.

Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)

16.

Gangguan sensasi,



Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,



Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic,

suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan •

Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia),

Penegakan diagnosa Diagnosis penyakit parkinson dibuat terutama berdasarkan gambaran klinis, disamping adanya pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan, MRI, PET, SPECT dan respon pengobatan terhadap levodopa (L-dopa) atas indikasi untuk menyingkirkan diagnosis dengan penderita parkinsonism yang didasarkan atas adanya suatu gejala.

Kriteria diagnosis klinis 1.

Didapatkan 2 dari 3 tanda kardial (utama) gangguan motorik: tremor, rigiditas,

bradikinesia, atau

2.

Tiga dari empat tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia, ketidak stabilan postural

Pada setiap kunjungan pasien juga perlu dilakukan pengamatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui perkembangan penyakitnya tersebut, hal ini yang perlu dinilai adalah sebagai berikut; -

Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi

hipotensi ortostatik. -

Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan,

menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.

3.

Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis

kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya. Kriteria diagnosis klinis modifikasi (Kriteria Hughes) •

Possible (mungkin): adanya salah satu gejala tremor, rigiditas, akinesia atau bradikinesia,

gangguan postural. Tanda-tanda minor yang membantu ke arah diagnosis klinis possible: myerson signs, menghilang atu berkurangnya ayunan lengan, refleks menggenggam •

Probable (kemungkinan besar): kombinasi dari dua gejala tersebut diatas (termasuk

gangguan refleks postural), salah satu dari tiga gejala pertama asimetris. •

Definite (pasti): setiap kombinasi 3 dari 4 gejala; pilihan lain: setiap dua dengan satu dari

tiga gejala pertama terlihat asimetris.

Penatalaksanaan TERAPI MEDIKAMENTOSA Ada 6 macam obat utama yang dipergunakan untuk penatalaksanaan PP, yaitu: Obat yang Mengganti Dopamin (Levodopa, Carbidopa) Obat ini merupakan obat utama, hampir selalu digunakan untuk terapi PP. Di dalam badan levodopa akan diubah sebagai dopamin. Obat ini sangat efektif untuk menghilangkan gejala karena langsung mengganti DA yang produksinya sangat menurun akibat degenerasi SNc. Efek samping obat ini antara lain, mual, dizziness, muntah, hipotensi postural, dan konstipasi. Obat ini juga mempunyai efek samping jangka lama yaitu munculnya diskinesia (gerakan involunter yang tidak dikehendaki

seperti korea, mioklonus, distonia, akatisia). Ada kecenderungan obat ini memerlukan peningkatan dosis bila dipakai sendirian. Pada pemakaian obat ini juga dikenal fenomena “On-Off” atau disebut fenomena “Wearing Off. Oleh sebab itu pemakaian obat ini harus dipantau dengan baik. Dosis: Levodopa (dopar) 2000-500 mg/hari dalam dosis terbagi, Carbidopa (Lydosyn) Sp. 100 mg/hari dalam dosis terbagi, Carbidopa-Levodopa (Sinement) 40/400-200/2000 mg/hari dalam dosis terbagi. ---

Antikolinergik (Benztropin, Triheksifenidil, Biperiden) obat ini menghambat aksi neurotransmiter otak yang disebut asetilkolin. obat ini membantu mengkoreksi keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Efek samping obat ini antara lain mulut kering dan mata kabur. Sebaiknya jenis obat ini tidak diberikan pada penderita PP yang berusia diatas 70 tahun, karena dapat mengakibatkan penurunan daya ingat dan retensio urin pada laki-laki. Dosis: Benztropin Mesilat (Cogentin) 0,5-8 mg/hari dosis terbagi, Triheksilpenidil (Artane) 2-20 mg/hari dosis terbagi. Kane et al, 1994; Nadeau SE, 1997)

Penghambat Monoamin Oxsidase/MAO (Selegilline) Peranan obat ini untuk mencegah degradasi dopamin menjadi 3-4 dihydroxyphenilacetic di otak. Karena MAO dihambat maka umur dopamin menjadi lebih panjang. Biasanya dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopacarbidopa. Selain itu obat ini bisa berfungsi sebagai anti depresi ringan (merupakan obat pilihan pada PP dengan gejala depresi menonjol). Efek samping obat ini berupa penurunan tekanan darah dan aritmia. Dosis: Selegilin (Eldepril) 10 mg/hari sekali sehari

Amatadin Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja dibagian lain otak. Obat ini dulu dipakai sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui ternyata dapat menghilangkan gejala PP dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena onoff) dan diskinesia pada penderita penderita PP lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagi kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamin. Efek samping obat yang paling menonjol mengakibatkan mengantuk. Obat ini dieliminasi lewat ginjal Dosis: Amantadin (Symmetrel) 100-300 mg/hari

Penghambat Catechol-0-Methyl Transferase/COMT (Tolcapone, Entacopone) Ini merupakan obat yang relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamin oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini dapat memperbaiki fenomena on-off. Memperbaiki kemampuan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS). Efek samping obat ini berupa gangguan terhadap fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati secara serial pada penggunanya. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin menjadi merah oranye. Selain obat utama tersebut diatas sering juga diberikan obat-obat neuroprotektif seperti antioksidan dan obat-obat yang memperbaiki metabolisme otak. Obat lain yang sering digunakanm juga adalah obat antidepresi dan ansietas (berdasarkan indikasi yang tepat).7

BAB V KESIMPULAN

Ny. S 27 tahun datang dengan keluhan berteriak-teriak , merasa mendengar suara-suara (halusinasi) , gejala parkinsonism , dan waham . Gejala sudah pernah dialami 3 tahun terakhir dan diberi dua obat 2 tahun lalu namun pasien tidak meminumnya secara teratur yang membuat terjadinya gejala ekstrapiramidal . Pada pemeriksaan status mental , pasien penderita skizofrenia tipe skizoid yang berulang yang terakhir kalinya dicetuskan oleh keadaan ekonomi karena suaminya yang di PHK 3 bulan lalu . Tata laksana yang diberikan adalah pasien di tenangkan terlebih dahulu dengan injeksi haloperido 0,5mg kemudia melakukan terapi untuk gejala yang lainnya .

DAFTAR PUSTAKA 1. Skizofrenia di indonesia . available at www.medicastore.com accesed on november 10th.2012.

2. Sadock BJ, sadock VA. Buku ajar psikiatri Klinis . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2003. p. 53

3. Tremors . availabe at www.e.medicinehealth.com. Accesed on november 10th . 2012 .

4. Bradikinesia . available at www.e.medicine.health.com . Accesed on november 10th . 2012 . 5. Diagnosis multi aksial ya

6. Elvifra D.Sylvia, Kusuma Gitayanti. Buku ajar psikiatri universitas indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia.;2010.p. 175-7 7. Tata laksana parkinson dan schizofrenia . available at www.infokesehatan.com .Accesed on november 10th . 2012.

8. Rahayu RA. Penyakit Parjinson. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.851-7.

Related Documents

Makalah Skizofrenia
February 2021 0
Skizofrenia
March 2021 0
Referat-skizofrenia
March 2021 0
Referat Skizofrenia
March 2021 0
Referat Skizofrenia
March 2021 0
Referat Skizofrenia
March 2021 0

More Documents from "Herry"

Makalah Skizofrenia
February 2021 0