Makalah Tes Alergi _sekti Linda Y_141.0091

  • Uploaded by: Dea Imoed Cllu Cyank
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Tes Alergi _sekti Linda Y_141.0091 as PDF for free.

More details

  • Words: 5,701
  • Pages: 31
Loading documents preview...
MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI “ TES ALERGI ”

DISUSUN OLEH : SEKTI LINDA YUNITA SARI NIM : 141.0091

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA PRODI S-1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2017 – 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat Menyelesaikan Makalah Keperawatan

Sistem Imun Dan Hematologi “ Tes Alergi ” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Ibu IIS FATIMAWATI, M.Kes selaku Dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Sistem Imun Dan Hematologi yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai tes alergi dan bagaimana SOP yang benar dalam melakukan tes alergi. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Surabaya, 3 Februari 2017

Penyusun

TES ALERGI

1.1 Alergi 1.1.1 Pengertian Alergi

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Alergi adalah perubahan reaksi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit atau keadaan sangat peka terhadap keadaan tertentu.  Secara medis Alergi adalah kegagalan kekebalan tubuh dimana seseorang menjadi lebih sensitive dalam bereaksi terhadap imunnya terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (pembentuk sistem imun). 1.1.2 Penyebab Alergi 1. Makanan Sebenarnya, ada banyak jenis makanan yang dapat menimbulkan reaksi alergi, namun, yang paling umum adalah susu sapi, kedelai, telur, gandum, kacang tanah, ikan, dan udang. Makanan-makanan tersebut adalah penyebab alergi sebesar 90 %. 2. Bahan Kimia Bahan-bahan kimia seperti latex dapat menyebabkan reaksi alergi. Biasanya, zat-zat kimia ini menyebabkan reaksi alergi jika bersinggungan atau terkena kulit. Keadaan ini dalam bahasa medis dikenal dengan sebutan eksim atau dermatitis kontak alergica. Gejala-gejala yang ditimbulkan dapat berupa pembengkakan, merah, gatal, dan panas pada kulit. 3. Keturunan Alergi dapat menurun dari orang tua atau keluarga yang lainnya. Pada anak kembar identik, persentase untuk alergi dengan zat yang sama adalah 70 %, sedangkan yang kembar tidak identic, hanya 40 % saja. Alergi yang diturunkan oleh orang tuanya dengan tingkat resiko adalah sebagai berikut : -

Kedua orang tua tidak mengidap alergi, maka anak-anaknya tetap

-

memiliki kemungkinan alergi sebesar 15 % Jika salah satu orang tua mengidap alergi, maka kemungkinan anak-anak

-

mengidap alergi naik menjadi 20-40 % Jika kedua orang tua mengidap alergi, maka kemungkinan anaknya mengidap alergi adalah 60-80 %.

4. Debu dan bulu binatang 5. Serbuk Bunga 6. Jamur 7. Obat-Obatan tertentu 1.1.3 Tanda Tanda Alergi 1. Bersin-bersin, sulit untuk bernapas, dan hidung berair (pilek) 2. Muka tampak bengkak 3. Sakit perut, diare, mual dan muntah 4. Sakit kepala dan mata berkunang-kunang 5. Detak jantung meningkat, penurunan tekanan darah, syok, dan hilang kesadaran 6. Kulit gatal, bengkak, merah, dan panas 1.2 Tes Alergi 1.2.1 Pengertian Tes Alergi Tes alergi adalah prosedur pemeriksaan kulit atau pemeriksaan darah yang dilakukan untuk menentukan zat yang dapat menyebabkan reaksi alergi (alergen) 1.2.2

Indikasi Pemeriksaan Tes Alergi Indikasi untuk pemeriksaan tes alergi Kondisi Rhinitis

Indikasi Gejala

tidak

dapat

dikontrol

dengan

pemberian medikamentosa dan diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis alergen sehingga

kemudian

hari

alergen

dapat

dihindari Asma

Asma persisten pada pasien yang terpapar alergen di dalam ruang

Dugaan alergi makanan

Sebelumnya

didapatkan

sistemik terhadap makanan

dugaan

reaksi

Dugaan alergi obat

Sebelumnya

didapatkan

dugaan

reaksi

sistemik terhadap obat dan indikasi klinis untuk obat yang diduga Dugaan alergi gigitan

Sebelumnya

didapatkan

dugaan

binatang

sistemik terhadap sengatan binatang

reaksi

1.2.3 Metode Pemeriksaan Tes Alergi Pemeriksaan untuk diagnosis alergi inhalan dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro untuk alergi terhadap alergen yang spesifik. Tes ini diindikasikan tidak hanya pada pasien alergi saja, namun juga pada terkena alergen yang spesifik. Tes pada inhalasi relatif lebih sederhana, sejak mekanisme terjadinya diketahui (IgE – mediator reaksi tipe I) dan reaksi alergi inhalasi bisa didapatkan dalam beberapa menit. Bagaimanapun bisa didapatkan sebuah hasil yang positif walaupun tanpa gejala klinik. a. Metode In Vivo Berbagai metode in vivo digunakan dalam penelitian sistem immunoglobulin maupun sistem seluler. tes alergi secara in vivo terdiri atas dua kategori : uji kulit dan uji tantangan pada organ (tes provokasi). Uji kulit merupakan cara in vivo utama dalam mengenali IgE atau antibodi reagenik. Reaksi ini terjadi beberapa menit setelah masuknya alergen. Alergen berinteraksi dengan antibodi reagenik yang melekat pada sel pelepas zat mediator. Akibatnya terjadi suatu peradangan atau pembengkakan segera, demikian pula suatu reaksi fase lambat. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan suatu jarum atau garukan dan injeksi intradermal. 1. Pemeriksaan Tes Kulit Uji kulit sampai saat ini masih dilakukan secara luas untuk menunjang diagnosis alergi terhadap alergen-alergen tertentu. Metode ini dapat dilakukan secara massal dalam waktu singkat dengan hasil cukup baik. Prinsip test ini adalah adanya IgE spesifik pada permukaan basofil atau sel matosit pada kulit akan merangsang pelepasan histamin, leukotrien dan mediator lain bila IgE tersebut berikatan dengan alergen yang digunakan pada uji kulit, sehingga

menimbulkan

reaksi

positif

berupa

bentol

(wheal)

dan

kemerahan

(flare). Tetapi uji kulit tidak selalu memberikan hasil positif walaupun pemeriksaan dengan cara lain berhasil positif, terutama alergi terhadap obat. Tujuan tes kulit pada alergi adalah untuk menentukan macam alergen sehingga dikemudian hari bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar pemberian imunoterapi.  Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi antara lain : - Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan -

alergi oleh karena allergen inhalan, makanan atau bisa serangga. Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa

-

serangga. Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada

dermatitis kontak. a. Scracth : Epicutaneus Tes Ini merupakan tehnik yang paling awal ditemukan oleh Charles Blackley pada tahun 1873. Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2 mm pada kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.  Keuntungan : o Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik o Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat o Konstrate yang digunakan

nilai ekonominya lebih baik dan

mempunyai daya hidup yang lama.  Kerugian : o Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi) o Lebih menyakitkan o Tidak reproducible sebagai intradermal skin test

Karena kurang reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini tidak direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dari AMA Council Of Scientific Affairs. b. Prick : Epicutaneus ( Skin Prick Test ) Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Grant pada tahun 1926. Hal ini digambarkan dimana satu tetesan konsentrat antigen ke dalam kulit . kemudian jarum steril 26 G melalui tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial sehingga tidak berdarah. Variasi dari tes ini adalah dengan menggunakan applikator sekali pakai dengan delapan mata jarum yang bisa digunakan. Digunakan secara simultan dengan 6 antigen dan control positif (histmin) dan kontrol negative (glyserin).

Tes ini untuk

memeriksa alergi terhadap allergen hirup dan makanan, misalnya : debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting, dan lain-lain. Hasilnya dapat diketahui dalam waktu 30 menit. Bila positif alergi terhadap allergen tertentu akan timbul merah gatal.  Keuntungan : o Cepat o Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal o Relative lebih aman  Kerugian : o Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi o Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah (false – negatif) o Grade pada kulit bersifat subjektif Prick tes merupakan jalan cepat untuk menyeleksi antigen yang banyak. Jika skin tes positif, kemudian pasien lebih sering alergi, tetapi konversi yang didapat tidak benar. Jika pasien mempunyai sejarah yang positif dan negative pada prick test, maka dokter harus menggabungkan prosedur dengan pemeriksaan tes intradermal.

 Kontraindikasi Skin Prick Test - Penderita dengan riwayat yang meyakinkan adanya reaksi anafilaksis -

terhadap allergen. Penderita dengan gejala alergi terhadap makanan sampai dengan

-

gejala yang timbul stabil. Penderita dengan penyakit kulit misalnya urtikaria, SLE dan lesi

yang luas pada kulit.  Persiapan tes cukit (Skin Prick Test)  Persiapan yang harus dilakukan antara lain : 1. Persiapan alat dan bahan : - Emergensi Kit - Tensimeter - Stetoskop - Oksigen - Ekstrak allergen (cek tanggal kadaluwarsa ) - Jarum no. 26 /lancet 2. Persiapan pasien : - Menghentikan pengobatan antihistamin 3 hari sebelum tes atau 5 – 7 hari sebelum tes. Menghentikan pengobatan lain seperti trisiklik antidepressant,

-

stabilizer sel mast, ranitidine, anti muntah atau beta bloker, antihistamin topical, cream imunomodulator, dan topical steroid minimal 7 hari sebelum tes. Steroid oral dan obat inhalasi untuk -

asma tidak perlu dihentikan. Usia : Minimal usia yang melakukan tes ini adalah usia 4 tahun - Pada penderita dengan keganasan, limfoma, sarkoidosis, diabetes neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas

terhadap tes kulit ini. 3. Persiapan pemeriksa : - Tehnik dan keterampilan pemeriksa perlu dipersiapkan agar tidak terjadi interprestasi yang salah akibat tehnik dan -

pengertian yang kurang dipahami oleh pemeriksa. Keterampilan tehnik melakukan cukit Tehnik menempatkan lokasi cukitan karena ada tempat yang reaktivitas tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari lokasi yang reaktifitasnya tinggi sampai rendah : bagian bawah punggung > lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi

radial > pergelangan tangan.  Prosedur Tes Cukit

Sebelum melakukan tes cukit pada penderita dilakukan terlebih dahulu inform consent. Pada penderita dewasa yang telah mengerti dapat dijelaskan secara langsung prosedur pemeriksaan dan apa yang akan mereka rasakan. Sedangkan pada penderita yang masih kecil maka diberikan penjelasan kepada orang tua mereka. Tes cukit sering kali dilakukan pada bagian volar lengan bawah. Pertama dilakukan desinfeksi dengan alkohol pada area volar dan ditandai area yang akan ditetesi dengan ekstrak allergen. Tanda yang diberikan mempunyai jarak antara satu dengan yang lain sekitar 2-3 cm. Ekstrak allergen diteteskan satu tetes larutan allergen (histamine/control positif) dan larutan kontrol (buffer/control negative) menggunakan jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet. Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 0 menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15 – 20 menit dengan menilai bentol yang timbul.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

 Keterangan : a. Lengan atas yang diteteskan zat allergen b. Penetesan allergen c. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet d. Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit e. Reaksi pada pemeriksaan skin prick test  Interprestasi tes cukit Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee

of

Northern

(Scandinavian) Society

of

Allergology dengan membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut : Hasil

Interprestasi

Negatif ( - )

Besar bentol = besar kontrol

++ ( 2 + ) / + ( 1 + )

Besar bentol antara bentol histamine dan

+++ ( 3 + )

kontrol Besar bentol = bentol histamine

++++ ( 4 + )

Besar bentol 2x bentol histamin

Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001) seperti dikutip Rusmono sebagai berikut : -0

: reaksi (-)

- 1+

: diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)

- 2+

: diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)

- 3+

: diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)

- 4+

: diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.

 Kesalahan yan sering terjadi pada Skin Prick Test : a.

Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )

b.

Terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.

c.

Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang, memungkinkan terjadinya false-negative.

d.

Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.

 Kelebihan Skin Prick Test dibandingkan dengan tes kulit yang lain : 1.

Karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika dibandingkan dengan zat pembawa berupa air.

2.

Mudah dilaksanakan dan bisa diulang bila perlu.

3.

Tidak terlalu sakit dibandingkan suntikan intradermal

4.

Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume yang masuk ke kulit sangat kecil.

5.

Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam.

c. Intradermal test

Robert Cooke memberikan gambaran pertama kali untuk tes intradermal pada tahun 1915. Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika terdapat kenaikan sensitivitas merupakan

tujuan pokok dari pemeriksaan (misalnya ketika skin prick test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai riwayat yang cocok terhadap paparan). Tes intradermal lebih sensitive namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin prick test terhadap sebagian besar alergen, tetapi

lebih

baik

daripada

uji

kulit

lainnya

dalam

mengakses

hipersensitivitas terhadap Hymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau alergen dengan potensi yang rendah. Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun. Hasil pemeriksaan bisa didapatkan hanya dalam waktu 15-20 menit. Intradermal memiliki sirkulasi darah yang minimal dan obat obat akan diabsorbsi secara perlahan (sangat lambat). Bermanfaat untuk skin tes karena beberapa klien akan mengalami reaksi anafilaktik jika obat masuk kedalam tubuh secara cepat. Menggunakan jarum ukuran kecil (1/4-1/2 inci)

atau

jarum

khusus

tes

tuberculin

Sudut penyuntikan 5-150 G untuk menyuntikkan secara intradermal sebagian dari antigen. Tempat penyuntikan: permukaan kulit yang terang, sedikit rambut, tidak ada lesi dan oedem Jumlah cairan yang disuntikkan 0,01-0,1

cc

batasan dari konsentrasi ekstrak adalah 1 : 500 sampai 1 : 1000. Test di nilai setelah 10 – 15 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca setelah 24 – 48 jam. Eritem dan bentol merupakan tanda dan tingkatan dalam skala subjektif adalah 0 - +4

 Tujuan 1. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter. 2. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian obat. 3. Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes). 4. Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( dengan skin test ).

 Keuntungan : - Lebih sensitive (dapat mendeteksi alergi dengan kadar rendah) - Lebih reproducible dalam satu tempat  Kerugian : - Lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif - Tingkat dalam respon lebih bersifat subjektif - Tidak ada standarisasi dalam banyaknya dosis atau konsentrasinya - Mungkin dapat muncul reaksi positif palsu pada sensitivitas tinggi Tes

intradermal

merupakan

tes

yang

baik,

sensitive

dan

lebih reproducible. Keakuratan lebih jelas didapatkan pada percobaan dengan berbagai macam dilusi dari ekstrak allergen. Tetapi mempunyai kekurangan dalam standarisasi protokol tes.  Prinsip 1. Sebelum memberikan obat perawat harus mengetahui diagnosa medis pasien, indikasi pemberian obat, dan efek samping obat, dengan prinsip 10 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu pemberian, benar cara pemberian, benar pemberian keterangan tentang obat pasien, benar tentang riwayat pemakaian obat oleh pasien, benar tentang riwayat alergi obat pada pasien, benar tentang reaksi pemberian beberapa obat yang berlainan bila diberikan bersama-sama, dan benar dokumentasi pemakaian obat. 2. Untuk mantoux tes (pemberian PPD) diberikan 0,1 cc dibaca setelah 23 kali 24 jam dari saat penyuntikan obat. 3. Setelah dilakukan penyuntikan tidak dilakukan desinfektan. 4. Perawat harus memastikan bahwa pasien mendapatkan obatnya, bila ada penolakan pada suatu jenis obat, maka perawat dapat mengkaji penyebab penolakan, dan dapat mengkolaborasikannya dengan dokter yang menangani pasien, bila pasien atau keluarga tetap menolak pengobatan setelah pemberian inform consent, maka pasien maupun keluarga yang bertanggungjawab menandatangani surat penolakan untuk pembuktian penolakan therapi. 5. Injeksi intrakutan yang dilakukan untuk melakukan tes pada jenis antibiotik, dilakukan dengan cara melarutkan antibiotik sesuai ketentuannya, lalu

mengambil 0,1 cc dalam spuit dan menambahkan aquabidest 0,9cc dalam spuit, yang disuntikkan pada pasien hanya 0,1cc. 6. Injeksi yang dilakukan untuk melakukan test mantoux, PPD diambil 0,1 cc dalam spuit, untuk langsung disuntikan pada pasien.  Prosedur 1. Persiapan a. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemberian obat b. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien c. Alat dan bahan 1) Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter 2) Daftar obat pasien 3) Spuit 1 cc atau 0,5 cc disposible. 4) Jarum sesuai kebutuhan, gergaji ampul bila perlu. 5) Perlak dan alas 6) Kapas alkohol atau kapas yang sudah dibasahi NaCl 0,9% dalam tempatnya 7) Handschoen 8) Nierbeken 2. Pelaksanaan 1) Mencuci tangan 2) Berdiri di sebelah kanan/kiri pasien sesuai kebutuhan. 3) Cek daftar obat pasien untuk memberikan obat 4) Membawa obat dan daftar obat ke hadapan pasien sambil mencocokkan nama pada tempat tidur dengan nama pada daftar obat. 5) Meenginjeksi pasien sesuai dengan nama pada daftar obat

6) Jaga privasi pasien 7) Injeksi intrakutan dilakukan dengan cara spuit diisi oleh obat sesuai dosisnya. 8) Menentukan lokasi injeksi yaitu 1/3 atas lengan bawah bagian dalam. 9) Membersihkan lokasi tusukan dengan kapas normal saline atau kapas alcohol bila diperlukan, kulit diregangkan tunggu sampai kering. 10) Lubang jarum menghadap keatas dan membuat sudut antara 5150 dari permukaan kulit 11) Memasukan obat perlahan-lahan sampai berbentuk gelembung kecil, dosis yang diberikan 0,1 cc atau sesuai jenis obat. 12) Setelah penyuntikan area penyuntikan tidak boleh didesinfeksi. 13) Bila injeksi intrakutan dilakukan untuk test antibiotik, lakukan penandaan

pada

area

penyutikan

dengan

melingkari

area

penyuntikan dengan diameter kira kira 1inchi atau diameter 2,5 cm. Penilaian reaksi dilakukan 15 menit setelah penyuntikan. Nilai positif jika terdapat tanda tanda rubor, dolor, kalor melebihi daerah yang sudah ditandai, artinya pasien alergi dengan antibiotik tersebut. 14)

Bila injeksi ditujukan untuk mantoux test tuberkulin test, dapat dinilai hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24 jam, positif bila terdapat rubor dolor kalor melebihi diameter 1 cm pada area penyuntikan.

15) Beri penjelasan pada pasien atau keluarga untuk tentang penilaian pada daerah penyuntikan dan anjurkan untuk tidak menggaruk, memasage

atau memberi

apapun pada

daerah

penyutikan.

Menyimpan obat obat sisa dan daftar obat pasien ketempatnya 16) Mengobservasi keadaan umum pasien 17) Melepaskan handschoen, mencuci tangan. 18) Membuat pendokumentasian mencakup: · Tindakan dan respon pasien

· Nama jelas perawat yang melakukan tindakan, waktu penyuntikan dan waktu penilaian, dan lokasi penyuntikan. d. Pacth Test Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat yang memberikan alergi

jika terjadi kontak langsung dengan kulit.

Metode ini sering digunakan oleh para ahli kulit untuk mendiagnosa dermatitis kontak yang merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2 – 3 hari. Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan menggunakan skin prick tes memberikan hasil yang negative.  Daerah tempat tes : Pilihan utama: punggung, oleh karena: a. Lapisan tanduk cukup tipis sehingga penyerapan bahan cukup besar b. Tempatnya luas sehingga banyak bahan yang bisa diteskan secara serentak (bisa sampai 50 bahan atau lebih) c. Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas, baik disengaja maupun tidak d. Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor, sehingga kontaknya dengan kulit cukup terjamin e. Jika terjadi dermatitis atau sampai terjadi sikatriks tidak tampak dari luar oleh karena terlindung.  Pilihan lain : a. Lengan atas bagian lateral b. Lengan bawah bagian volar  Bahan tes Mungkin bahan itu berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut dilakukan secara langsung mungkin akan memberikan reaksi yang tidak kita diharapkan, misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau

cair dilarutkan atau dicampurkan dalam bahan tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang timbul benarbenar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi. Bahan pelarut atau vehikulum yang dipilih yaitu: a. Air b. Ethyl alkohol absolut c. Acetone d. Isobuthyl ketone e. Methyl ethyl ketone f. Buthyl atau ethyl ketone g. Olium olivarium h. Parafin cair i. Vaselin kuning Konsentrasi yang digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian. Menurut pengalaman para peneliti dermatitis kontak. Ada beberapa zat yang sering menimbulkan dermatitis kontak, sehingga Kelompok Riset Dermatitis Kontak Internasional

(ICDRG

=

International

Contact

Dermatitis

Research Group) menetapkan standar untuk tes dengan bahan-bahan tersebut, dengan pelarut dan konsentrasi yang ditetapkan. Setiap melakukan uji tempel, bahan-bahan tersebut hampir selalu disertakan. Berikut daftar alergen standar uji tempel yang dianjurkan oleh ICDRG (hanya menampilkan 5 contoh): a. Kalium bichromat 0,5% dalam vaselin b. Cobalt chloride 1% dalam vaselin c. Nickel sulfat 5% dalam vaselin d. Formaldehyde 2% dalam air e. Para phenylene diamine 1% dalam vaselin

 Bahan Penutup Untuk uji tempel tertutup digunakan bahan penutup yang merupakan suatu kesatuan, disebut Unit Uji tempel, yang terdiri atas: a. Kertas saring berbentuk bulat atau persegi, dengan diameter kirakira 1 cm. b. Bahan impermeabel dengan diameter kira -kira 2,5 cm. c. Plester dengan diameter kira-kira 4,5 cm. Ketiga-tiganya diusahakan dibuat dari bahan yang non-alergik. Menurut selera pabrik pembuatnya, ketiga bahan tadi mungkin sudah dibuat dalam satu kesatuan atau mungkin terpisah. Kertas saring digunakan untuk meresapkan bahan, bila bahan itu berupa cairan, sedangkan kalau bahannya padat ini tidak begitu perlu. Bahan impermeabel bisa kertas cellophane atau lembaran aluminium. Kegunaannya yaitu supaya resorpsi bahan ke dalam kulit bisa lebih sempurna, lagi pula untuk menjaga agar konsentrasi bahan tidak berubah. Plester digunakan agar bahan tersebut tetap melekat. Beberapa pabrik membuat Unit uji tempel dengan bentuk dan model yang berbeda, tetapi tujuannya sama. Antara lain: Al-test, Silver Patch, Finn chamber, dan lain -lain.  Prosedur : Yang harus dipersiapkan pada saat melakukan pemeriksaan adalah : 1. Persiapan pasien - Bagian punggung tempat akan dilakukan pemeriksaan jangan terkena sinar matahari kurang lebih 4 minggu sebelum pemeriksaan. - Memakai baju yang sudah tua ; tanda dari ujung pulpen dapat melumuri baju - Jangan berenang, menggaruk atau melakukan latihan, sebab tempelan bisa lepas. - Biarkan punggung tetap kering, jadi jangan mandi, jangan berkeringat jika tidak dibutuhkan. - Hindari pemakaian kosmetik, cream dan detergen untuk sementara waktu supaya tidak memberikan hasil positif palsu. - Menyuruh seseorang untuk mengatakan jika ada perubahan pada tanda yang telah diberikan dipunggung.

2. Persiapan Bahan Mungkin bahan itu berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut dilakukan secara langsung mungkin akan memberikan reaksi yang tidak kita diharapkan, misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau dicampurkan dalam bahan tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang timbul benarbenar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi. Bahan pelarut atau vehikulum yang dipilih yaitu: a. Air b. Ethyl alkohol absolut c. Acetone d. Isobuthyl ketone e. Methyl ethyl ketone f. Buthyl atau ethyl ketone g. Olium olivarium h. Parafin cair i. Vaselin kuning Konsentrasi yang digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian. Menurut pengalaman para peneliti dermatitis kontak. Ada beberapa zat yang sering menimbulkan dermatitis kontak, sehingga Kelompok Riset Dermatitis Kontak Internasional (ICDRG = International Contact Dermatitis Research Group) menetapkan standar untuk tes dengan bahan-bahan tersebut, dengan pelarut dan konsentrasi yang ditetapkan. Setiap melakukan uji tempel, bahan-bahan tersebut hampir selalu disertakan. Berikut daftar alergen standar uji tempel yang dianjurkan oleh ICDRG (hanya menampilkan 5 contoh): a. Kalium bichromat 0,5% dalam vaselin

b. Cobalt chloride 1% dalam vaselin c. Nickel sulfat 5% dalam vaselin d. Formaldehyde 2% dalam air e. Para phenylene diamine 1% dalam vaselin -

Bahan Penutup Untuk uji tempel tertutup digunakan bahan penutup yang merupakan suatu kesatuan, disebut Unit Uji tempel, yang terdiri atas: a. Kertas saring berbentuk bulat atau persegi, dengan diameter kirakira 1 cm. b. Bahan impermeabel dengan diameter kira -kira 2,5 cm. c. Plester dengan diameter kira-kira 4,5 cm. Ketiga-tiganya diusahakan dibuat dari bahan yang non-alergik. Menurut selera pabrik pembuatnya, ketiga bahan tadi mungkin sudah dibuat dalam satu kesatuan atau mungkin terpisah. Kertas saring digunakan untuk meresapkan bahan, bila bahan itu berupa cairan, sedangkan kalau bahannya padat ini tidak begitu perlu. Bahan impermeabel bisa kertas cellophane atau lembaran aluminium. Kegunaannya yaitu supaya resorpsi bahan ke dalam kulit bisa lebih sempurna, lagi pula untuk menjaga agar konsentrasi bahan tidak berubah. Plester digunakan agar bahan tersebut tetap melekat. Beberapa pabrik membuat Unit uji tempel dengan bentuk dan model yang berbeda, tetapi tujuannya sama. Antara lain: Altest, Silver Patch, Finn chamber, dan lain -lain.

3. Cara Penempelan Bahan ditempelkan pada kulit dengan jarak satu sama lain cukup jauh sehingga jika terjadi reaksi tidak saling mengganggu. Menempelnya

cukup

lekat,

tidak

penyerapan bahan lebih sempurna.

mudah

lepas,

sehingga

(a)

(b)

Keterangan : a. Alergen dimasukkan ke dalam ruang aluminium b. Logam aluminium di tempelkan di punggung

Reaksi iritasi terdiri dari sweat rash, follicular pustules dan reaksi seperti terbakar. Reaksi yang meragukan berupa warna merah jambu dibawah kamar tes. Reaksi positif lemah berupa warna merah jambu yang sedikit menonjol atau plak berwarna merah. Reaksi positif kuat berupa papulovesicle dan reaksi ekstrem berupa kulit yang melepuh atau luka. Reaksi yang relevan tergantung dari jenis dermatitis dan allergen yang spesifik. Interprestasi

dari

hasil

pengalaman dan latihan.

yang

didapatkan

membutuhkan

Keterangan : A & B Hasil positif dari tes tempel (Pacth Tes) C. Reaksi ++ D. Reaksi +++ 4. Lamanya Tes Penempelan dipertahankan selama 24 jam untuk memberi kesempatan absorbsi dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari 24 jam, tetapi menurut para peneliti waktu 24 jam sudah memadai untuk kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar. 5. Penilaian atau Interpretasi atau Pembacaan Setelah 48 jam bahan tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 1525 menit kemudian, supaya kalau ada tandatanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari Unit uji tempel yang menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang. Cara penilaiannya ada

bermacam-macam pendapat. Yang dianjurkan oleh ICDRG sebagai berikut : + atau  : hanya eritem lemah: ragu-ragu +

: eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah

++

: eritem, infiltrasi, papul, vesikel: positif kuat

+++

: bula: positif sangat kuat

-

: tidak ada kelainan : iritasi

NT

: tidak diteskan

 . Efek samping Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen  Interpretasi Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan terdapat

gangguan

pada

sistem

imunitas

selular,

maka

dapat

dipertimbangkan pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo. 2. Pemeriksaan Uji Provokasi Hidung ( Nasal Provocation Test ) Tes ini merupakan cara menilai yang paling baik untuk rhinitis alergi. Hanya ini metode yang digunakan dengan menempatkan secara langsung allergen spesifik terhadap mukosa hidung. Metode ini menimbulkan gejala utama atau tanda dari pasien dengan cara mengontrol antigen yang diduga dapat menimbulkan alergi dengan aplikasi langsung ke membrane mucous hidung. Dan evaluasi dari respon pasien di catat. Tehnik ini meliputi aplikasi

yang selektif atas solution allergen ke kepala turbin inferior. Sebelumnya dilakukan rhinomanometri dan 20 menit setelah pemberian allergen. Untuk mengkonfirmasi efek alergi dari zat yang dites dengan menampakkan reduksi yang significant dari kemampuan hidung untuk pembengkakan mukosa yang reaktif. Sejak tes provokasi meliputi penempatan allergen secara langsung pada turbin, mungkin dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat atau mungkin syok anafilaksis, dan sepantasnya alat emergency tersedia pada ruang pemeriksaan. b. Metode In Vitro Setelah sifat-Sifat IgE diketahui pada tahun 1968, Maka dimungkinkan pembentukan antisera terhadap kelas immunoglobulin ini. Hal ini membuka jalan untuk pelaksanaan peneraan imun. Telah ditemukan beberapa cara pemeriksaan in vitro

terhadap

alergi,

yang

pertama

sekali

yaitu

metode

ujiRadioalergosorbent (RAST) yang kemudian mendapat modifikasi, Enzymelinked immunoassay (ELISA) dan beberapa metode baru yang terus ditemukan sesuai dengan perkembangan teknologi. Namun pada penulisan ini hanya dibahas mengenai metode pemeriksaan RAST dan ELISA.  Indikasi untuk tes secara in vitro - Pasien yang tidak respon terhadap control lingkungan dan pengobatan -

konservatif. Kekhawatiran pada bayi dan anak yang sensitive terhadap reaksi atopi Pasien yang tidak mungkin diberhentikan pengobatan yang mungkin

-

mempengaruhi pada pemeriksaan uji kulit Pasien dengan reaksi yang jelek pada imunoterapi Evaluasi individu yang sensitive ketika diprakarsai imunoterapi pada pasien

atopi. - Pemindahan pasien alergi pada imunoterapi - Sensitive terhadap racun - Diagnosis reaksi sensitive IgE pada makanan  Kontra indikasi untuk tes secara invitro - Pasien dengan positif riwayat sensitivitas dimana dengan terapi non spesifik 

dapat efektif untuk mengurangi gejala. Pasien atopi yang asimtomatik terutama dalam imunoterapi Pasien dengan gejala namun pada uji kulit negative Pasien dengan total IgE level dibawah 10 U/ml Pasien dengan diagnosis gangguan penghantar non IgE Keuntungan tes secara in vitro

- Mengurangi variabilitas dari respon kulit - Mengurangi efek dari obat - Dapat selesai dalam satu tes darah; mengurangi tes kulit yang lama - Lebih spesifik daripada tes uji kulit - Menyediakan penilaian kuantitatif dari alergi sehingga dapat digunakan sebagai dasar menetapkan dosis awal imunoterapi - Aman pada pasien dengan penggunaan beta bloker  Kekurangan tes secara invitro - Lebih mahal dalam biaya - Dibutuhkan alat laboratorium khusus dan pelatihan terhadap tehnisi - Kurang sensitif dibandingkan dengan tes uji kulit. 1. Metode RAST (Radio Allergo Sorbent Test) Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan.  Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan. Merupakan metode yang sering dipakai dengan menggunakan allergen tidak larut ke dalam suatu cakram kertas selulosa (alegosorben) yang mengikat IgE spesifik (dan klas antibody lain) dari serum selama masa inkubasi pertama. Fase padat terikat immunoglobulin kemudian dicuci dan pada inkubasi kedua ditambahkan suatu anti IgE berlabel isotop I-125 (fc) atau anti IgE berlabel enzim (fc). Setelah pencucian selanjutnya radioaktivitas yang terikat IgE pada cakram kemudian dihitung, atau pada antibody yang berlabel enzim, dilakukan suatu inkubasi substrat agar dihasilkan suatu produk berwarna atau berfluoresensi. Radioaktivitas terikat cakram atau kuantitas produk yang dihasilkan aktivitas enzim dihubungkan dengan IgE terikat cakram memakai sumber serum rujukan dari specimen yang tidak diketahui diinterpolasikan terhadap serum ini. Perlu ditekankan bahwa system penilaian untuk semua proses ini belum sepenuhnya dikaitkan dengan gambaran klinis. Secara umum nilai yang tinggi dapat ditemukan pada beberapa pasien non alergi namun dapat pula tidak ditemukan pada

individu alergi. Demikian pula nilai yang rendah dapat ditemukan pada individu alergi seperti juga individu non alergi. Seluruh hasil perhitungan harus diinterprestasikan dalam kaitannya dengan anamnesis. Setelah dimodifikasi selama bertahun-tahun, RAST orisinil kini telah dipasarkan untuk pengukuran IgE spesifik dalam serum manusia. Hasil-hasil relative dari system yang lebih baru ini masih belum dinilai. Pada dasarnya, kebanyakan system peneraan mempunyai system yang serupa dengan RAST. Bermacam-macam modifikasi tehnik radioimmumoassay (RIA) telah

dikembangkan

untuk

menyederhanakan

dan

memudahkan

penggunaannya serta meningkatkan sensitivitas maupun spesifitas. Dalam garis besar ada 2 macam metode, yaitu metode yang berdasarkan reaksi antigen antibody dalam larutan (liquid fase) dan yang berdasarkan reaksi antigen antibody pada benda padat atau partikel (solid phase). Pada umumnya tehnik RIA dalam larutan menggunakan prinsip kompetitif, yaitu mereaksikan antigen (Ag) yang tidak dilabel dan terdapat dalam specimen, bersama Ag yang dilabel I (Ag*) dengan antibody (Ab) spesifik, sehingga Ag berlabel (Ag*) dan Ag dalam specimen akan berkompetisi untuk mengikat Ab membentuk kompleks Ag*-Ab-Ag. Apabila kadar Ag* sebelum reaksi diketahui, maka sisa Ag* yang tidak bereaksi atau yang terikat pada kompleks dapat diukur radioaktivitasnya dan hasilnya merupakan parameter kadar Ag dalam specimen. Di samping tehnik kompetitif, ada juga tehnik non kompetitif dengan cara melekatkan Ag atau Ab pada suatu partikel kemudian mereaksikannya dengan specimen yang diuji. Apabila yang diuji adalah antigen, maka partikel dilapisi dengan Ab spesifik, kemudian direaksikan dengan specimen. Setelah itu ditambahkan Ab berlabel 125I (Ab*), kemudian

kompleks

Ab-Ag-Ab*

dipisahkan

dan

diukur

radioaktivitasnya. Banyaknya Ab* yang terikat merupakan ukuran untuk kadar Ag dalam specimen. Tehnik ini disebut tehnik sandwich dan merupakan tehnik yang banyak digunakan. Suatu modifikasi tehnik sandwich adalah setelah specimen direaksikan dengan partikel berlapis

Ab, ditambahkan Ab spesifik yang tidak berlabel, baru kemudian dibubuhkan anti – Ig universal berlabel I (anti – Ig*). 2. Metode Elisa ( Enzyme Linked Immunosorbent Assay ) Prinsip tehnik ELISA sama dengan tehnik RIA, hanya saja pada tehnik ELISA indicator (label) yang digunakan adalah enzim dan bukan radioisotope. Kelebihan tehnik ELISA adalah : cukup sensitive, reagen mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan reagen RIA, dapat menggunakan spektrofotometer biasa dan mudah dilakukan automatisasi, dan yang paling penting adalah tidak mengandung bahaya radioaktif. Seperti halnya pada tehnik RIA, pada tehnik ELISA juga dikenal metode kompetitif dan non kompetitif. Apabila Ab digunakan untuk melapisi partikel maka metode ini sering disebut capture, karena antigen dalam specimen seolah ditangkap oleh matriks yang dilapisi Ab. Fase solid atau partikel yang dapat digunakan bermacam-macam, diantaranya plastic, nitroselulosa, agarose, gelas, polyacrylamida, dan dekstran. Bergantung pada apa yang ingin diuji, pada tehnik ELISA harus ada antibody atau antigen yang dikonjugasikan dengan enzim dan substrat yang sesuai. Enzim yang paling disukai untuk digunakan adalah fosfatase alkali (AP) dan horseradish peroxidase (HRP) sedangkan substrat yang paling sering

digunakan

adalah o-phenylenediamine (OPD),

dan tetramethylbenzidine (TMB). Substrat para-nitrophenylphospate (pNPP) dapat dipilih apabila enzim yang digunakan adalah fosfatase alkali. Hidrolisis substrat oleh enzim biasanya berlangsung dalam waktu tertentu dan reaksi dihentikan dengan membubuhkan asam atau basa kuat. Karena banyaknya antibody berlabel enzim (AbE) yang terikat pada kompleks Ag - AbE sesuai dengan kadar Ag dalam specimen, maka banyaknya enzim yang terikat pada kompleks dan intensitas warna yang timbul setelah substrat dihidrolisis oleh enzim yang terikat pada kompleks Ag - AbE merupakan untuk kadar Ag yang diuji.

KESIMPULAN  Istilah alergi dikemukan pertama kali oleh Von Pirquet pada tahun 1906 yang pada dasarnya mencakup baik respon imun berlebihan yang menguntungkan seperti yang terjadi pada vaksinasi, maupun mekanisme yang merugikan dan menimbulkan penyakit.  Penyakit alergi umum didapatkan dalam praktek sehari-hari, dan akhir-akhir ini telah terjadi peningkatan dalam angka kejadian alergi.  Diperlukan metode yang baik dalam mendeteksi alergi dan dikenal dua jenis pemeriksaan yaitu secara in vivo dan secara invitro  Pemeriksaan secara in vivo terdiri dari uji kulit (scratch test, skin prick test, intradermal test, dan patch test) dan uji provokasi.

 Sedangkan secara in vitro banyak jenis metode yang telah dikembangkan namun yang sering digunakan adalah metode RAST (RIA) dengan menggunakan radioisotope dan metode ELISA yang menggunakan enzim.  Pemeriksaan secara in vivo lebih sensitive daripada secara invitro.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bernstein IL, Li JT, Bernstein DI, Hamilton R, et al. American Academy of Allergy, Asthma and Immunology; American College of Allergy, Asthma and Immunology. Allergy diagnostic testing: an updated practice parameter. Ann Allergy Asthma Immunol. 2008;100(3 Suppl 3):S1-S148 2. Handayani, wiwik. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan

imunologi.

Jakarta : salamba medika 3. Tanjung A, Yunihastuti E. Prosedur diagnostik penyakit alergi. 2010.Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing 4. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. 2010.Urtikaria dan angioedema Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing

5. Rengganis I, Yunihastuti E. 2010.Alergi makanan. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing 6. Sundaru H, Sukamto. 2010. Asma bronkial. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing 7. http://www.medkes.com/2014/04/prosedur-dan-komplikasi-dari-tes-alergi.html 8. https://www.vbook.pub.com/document/97179251/ALERGI 9. http://www.ilmudasar.com/2016/10/Pengertian-Tipe-Penyebab-Pencegahan-JenisTanda-Reaksi-Alergi-adalah.html 10. http://www.ayahbunda.co.id/balita-gizi-kesehatan/beberapa-jenis-tes-alergi 11. https://www.docdoc.com/id/info/procedure/uji-alergi 12. http://nersriutami.blogspot.co.id/2013/03/skin-test.html 13. https://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-imunologi/pemeriksaanuntuk-penyakit-alergi/ 14. https://nawalahusada.wordpress.com/2009/02/19/petunjuk-bagi-pasien-untuk-tesalergi-skin-prick-testing/ 15. https://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/12/03/tes-alergi-uji-kulit-alergi-ujitusuk-prick-test-sel-uji-gores-scratch-test-dan-pacth-test-uji-tempel/ 16. http://medicastore.com/artikel/255/Tes_Alergi.html 17. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/PH-1-1-01pdf.pdf 18. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/ 003519 .htm. 19. http://www.klinikdrindrajana.com/article/tes_alergi.html 20. www.allergyinatlanta.com

Related Documents


More Documents from "izzati"

Asinan Sawi
February 2021 0
Bayam Duri
January 2021 0
Buku Sdidtk Bab V-vii
March 2021 0
_2_inestable_-_kata_kokoh
January 2021 0
Laporan Plendisk Tutor 6
January 2021 1