Loading documents preview...
MENDIRIKAN PERUSAHAAN STARTUP (3/77) STARTUP bukanlah miniatur perusahaan KORPORAT! --Jargon startup
Perencanaan bisnis pada korporat bersifat final dan dieksekusi dari manajemen puncak hingga ke bawah (Top to Bottom). STARTUP tidak mengenal perencanaan bisnis tetapi MODEL BISNIS. Dari namanya sekilas sudah terlihat perbedaannya, korporat MENGEKSEKUSI rencana bisnis sementara startup MENGUJI model bisnis (Bottom to top). Dalam koridor STARTUP, perencanaan bisnis hanya bisa dieksekusi oleh organisasi yang memiliki cukup sejarah dan stabil.
Pada dasarnya, STARTUP juga menganut prinsip konservatif “Jual-lah apa yang pihak lain ingin beli terlebih dulu, bukan apa yang bisa diproduksi!” Konsekuensinya, respon pasar adalah yang utama. Ini yang menegaskan bahwa di awal-awalnya STARTUP lebih
berkonsentrasi
mengembangkan
pasar
(CUSTOMER
DEVELOPMENT) dibanding pengembangan produk (PRODUCT DEVELOPMENT). Hal Ini tidak lazim di KORPORAT. Lalu, apa yang dimaksud dengan Model Bisnis pada STARTUP? Produk akhir yang dihasilkan STARTUP merupakan hasil respon positif pasar. Cara paling tidak beresiko mencapai hal ini adalah dengan menciptakan model demi model yang di VALIDASI pasar hingga respon positif diperoleh. Konsep STARTUP memberi jalan bahwa PASAR sudah bisa diarahkan atau dibentuk walau PRODUK NYATA nya, belum ada! Contoh cukup sederhana yang sering kita lihat adalah model pre-order sales. Semisal seseorang menjual T-shirt via sosmed dengan menunjukkan model/prototype desain terlebih dulu (sementara produk fisik belum ada) dan jika order minimal untuk 1 batch produksi tercapai (misal 24 pcs) maka T-Shirt akan diproduksi. Tentunya para konsumen sudah membayar terlebih dahulu. Berbeda dengan business plan yang bersifat global dan final, model business cenderung senantiasa berubah karena hasil pengujian atas model tergantung umpan balik berupa VALIDASI dari pasar. Selama validasi model belum menuai respon positif
dari pasar maka selama itu pula model mesti diperbaiki dan dilempar ke pasar kembali berulang-ulang. Hal inilah yang menyebabkan
TIMELINE
dalam
STARTUP
menjadi
bias.
Sehingga WAKTU peluncuran perdana produk (LAUNCHING) tidak dapat ditentukan tetapi upaya mempercepatnya mungkin dilakukan. Akhirnya, SPEED lebih penting dibanding TIMELINE dalam STARTUP. Bukankah SPEED adalah fungsi TIME juga?
Business Development pada STARTUP pada dasarnya mirip KORPORAT. disini
Setidaknya ada 4 perencanaan pengembangan
(DEVELOPMENT
PLAN)
:
Organisasi,
Produk,
Pasar/Customer dan Keuangan. Berdasarkan asumsi PASAR & PRODUK yang belum jelas, STARTUP memiliki model Business Plan yang bersifat GRADUAL (bukan final) dikenal dengan fase PROTOTYPE, SEED (benih), fase EARLY STAGE, SERIES A, SERIES B hingga fase ke Pasar Bursa (IPO). Pada setiap fase METRIK 4 DEVELOPMENT PLAN tsb berbeda beda. Hal ini dapat dilihat pada contoh bagan di awal tulisan ini. Dari bagan diatas terlihat seluruh perencanaan bersifat gradual & resiko bisnis ter-blok menurut tahap-tahap pengembangannya, satu bentuk efisiennya organisasi STARTUP. Inilah penyebab STARTUP menganut prinsip : jika mesti gagal, gagal-lah secepatnya! Sudah jamak pada STARTUP di fase-fase awalnya hanya di gawangi beberapa orang dan dengan modal beberapa
ribu dollar USD. Sebut saja UNICORN (Valuasi > Rp 13,5 Trilyun) seperti Facebook, Snapchat, Linkedln, Dropbox, Whatsapp, Alibaba, Airb&b, Grab Indonesia, Gojek Indonesia, dsb. Jadi, perusahaan STARTUP wajib mini diawal operasionalnya dan jika tidak demikian tentunya tidak sesuai TERUTAMA dengan konsep CUSTOMER DEVELOPMENT nya.
-Mahendra T. Sitepu