Modul Geoinderaja 2017

  • Uploaded by: Dinan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Modul Geoinderaja 2017 as PDF for free.

More details

  • Words: 27,359
  • Pages: 177
Loading documents preview...
LABORATORIUM GEOINDERAJA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2017

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya modul praktikum ini. Modul praktikum ini pada dasarnya untuk mengarahkan dan melatih praktikan seoptimal mungkin dalam mengenali bentuk-bentuk lahan, proses geologi atau geomorfologi, material penyusun atau litologi melalui ekspresi peta topografi, citra foto dan citra landsat serta radar. Hal ini guna mendasari bekal keilmuan mahasiswa dalam mempelajari cabang-cabang disiplin ilmu lainnya terutama berkaitan dengan ilmu geomorfologi, litologi dan stratigrafi terbatas, struktur geologi dan berbagai aplikasi lainnya.

Segala kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan modul praktikum ini dimasa yang akan datang. Semoga modul praktikum ini dapat membantu dan bermanfaat bagi praktikan khususnya mahasiswa jurusan Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

Yogyakarta, Februari 2017

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii STRUKTUR ORGANISASI LABORATORIUM GEOINDERAJA 2016/2017 .......... iv STAFF ASISTEN DAN PENDUKUNG ................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 BAB II POLA PENGALIRAN ................................................................................... 5 BAB IV INTERPRETASI GEOLOGI ...................................................................... 55 BAB V MOZAIK FOTO .......................................................................................... 81 BAB VI PEMROSESAN CITRA ............................................................................ 84 BAB VII INTERPRETASI CITRA LANDSAT ....................................................... 126 BAB VIII INTERPRETASI CITRA RADAR DAN LIDAR ...................................... 128 BAB IX FOTOGRAMETRI ................................................................................... 150 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 172

iii

STRUKTUR ORGANISASI LABORATORIUM GEOINDERAJA 2017/2018

Ketua Jurusan Dr. Ir. Dwi Fitri Yudiantoro, M.T

Kepala Laboratorium Dr. Ir. Bambang Kuncoro, M.T

Dosen Pengampu 1. Ir. Suroso Sastroprawiro M.Sc 2. Drs. Hadi Purnomo, M.Si 3. Ir. Sugeng Raharjo, M.T 4. Ir. Joko Hartadi, M.T 5. Dr. Ir. Bambang Kuncoro P., M.T

Dr. Ir. H. Bambang Kuncoro, M.T Assisten Laboratorium

iv

STAFF ASISTEN DAN PENDUKUNG LABORATORIUM GEOINDERAJA T.A. 2016/2017

Koordinator Asisten I

: Reza Abiokta

Koordinator Asisten II

: Prima Putra Setiawan

Sekretaris I

: Wike Rosalina

Sekretaris II

: Fitrah

Bendahara I

: Putri Vaerina L

Bendaraha II : Matheus Vito Divisi Pendidikan

: - Bayo Febri - I Nyoman Sutiawan

- Lula Tewqil A - Heru Asbi R - Mahdy Arib Z - Wahyu Setyo N

Divisi Inventaris

: - Ramonda

- Athanasius Galuh - Wisnu Harimurti - C. Enggar Suryo - Julio Hosang - Oki Sanjaya

Pendukung

: - Zulfa Y.R - Ahmad Munawar - Nicko Satya - Azwar Thamrin - Dadang Rian K

- Argya Gilang K - Gian A. Adiwinata - Nur Fadhilah R

v

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Batasan dan Pengertian Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek,daerah atau gejala dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979). Citra menurut Hornby, 1974 (dalam Sutanto 1985) : 1. Keserupaaan atau tiruan seseorang atau suatu barang terutama yang dibuat dari kayu, batu dan sebagainya. 2. Gambaran/kesan mental atau gagasan konsep tentang suatu barang atau seseorang. 3. Gambaran yang tampak pada cermin atau melalui lensa kamera. Citra dalam pengertian penginderaan jauh merupakan gambaran yang terekam oleh kamera dan atau oleh alat sensor lainnya. Citra di dalam bahasa inggris disebut sebagai image atau imagery, sehingga oleh Ford (1979) diberi batasan: 1. Image merupakan gambaran suatu subyek atau suatu perwujudan umumnya berupa peta, gambaran atau foto. 2. Imagery ialah gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan alat penginderaan jauh. Interpretasi Citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifiksi obyek tersebut (Estes dan Simoneti, 1975 dalam Sutanto 1985). Sehingga dapat di jelaskan bahwa interpretasi citra adalah: 1. Berupaya melalui proses penalaraan atau mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti penting obyek yang tergambar pada citra. 2. Berupaya mengenali objek yang tergambar pada citra dan menerjemahkan kedalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, pertanian, kehutanan ekologi, hidrologi, dan lain–lain.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 1

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

3. Terdapat tiga rangkaian kegiatan utama dalam interpretasi citra yaitu : a. Deteksi Bersifat global, yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek misal sungai, bukit, lembah, gawir, dan lain – lain. b. ldentifikasi Bersifat agak terperinci, yaitu upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup misal adanya gosong sungai, bukit terisoloasi, lembah antiklin, gawir sesar dan lain–lain. c. Analisis Bersifat terperinci, yaitu tahap pengumpulan keterangan lebih lanjut. Interpretasi cltra untuk survei geologi adalah mempelajari keadaan geologi untuk daerah melalu pengamatan dengan menggunakan citra penginderaan jauh. Sasaran mempejari geologi adalah memerikan dan menafsirkan tentang gambaran fisik permukaan bumi, menjelaskan kejadian, menerangkan sejarah evolusi bumi yang tercermin pada sifat–sifat batuan dan proses–proses yang bekerja didalamnya.

1.2 Kedudukan Interpretasi Citra Untuk Geologi Kedudukan geologi citra bukan merupakan alternative dari suatu kerja lapangan tetap merupakan suatu teknik (alat) dalam survey geologi untuk memberikan kelengkapan dalam geologi lapangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa: 1. Kerja lapangan mutlak harus tetap dilaksanakan. 2. Pemakaian citra didalam geologi bersifat membantu dan tidak dapat menggantikan pekerjaan geologi lapangan. 3. Dengan menggunakan citra, maka pekerjaan geologi akan dipercepat lebih murah dan lebih teliti.

1.3.Tujuan Interpretasi Citra Dalam Geologi Ada dua hal pokok yang ingin dicapai dengan melakukan interpretasi citra untuk survey geologi, yaitu: 1. Mengetahui parameter–parameter geologi seperti tebal lapisan, jurus dan kemiringan, pergeseran sesar, beda tinggi dan besarnya kelerengan dengan melakukan pengukuran–pengukuran. 000 2. Mengenal dan mempelajari kenampakan dan geiala–gejala geologi untuk memperoleh informasi tentang pola pengaliran, bentuklahan, litologi, stratigrafi secara terbatas, dan struktur geologi.

1.4 Cara Interpretasi Citra 1.4.1. Cara Belajar Interpretasi Citra 1. Membawa citra kelapangan dan mambandingkan apa yang terlihat pada citra dengan keadaan di lapangan yang sebenarnya. Hubungan antara keadaan

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 2

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

dilapangan dengan kenampakanp pada citra harus dikenali, lalu dicatat secara cermat teliti dan lengkap. 2. Pekerjaan dari studio atau laboratorium, yaitu dengan cara membandingkan citra dengan peta geotogi yang rinci, sebaiknya skala peta geologi dan skala citra sama. 3. Belajar dengan bimbingan dari ahli geotogi citra yang baik.

1.4.2. Pada Waktu Melakukan Interpretasi 1. Harus disadari bahwa apa yang tampak pada citra adalah suatu keadaan yang telah dipengaruhi oleh sekian banyak proses alam atau sifat fisik batuan itu sendiri. 2. Apa yang tampak dipengaruhi oleh iklim, tumbuhan penutup, tanah penutup,erosi dan sedimentasi, warna alam benda pada citra, sifat refleksi benda yang terekam, sifat fisik batuan, struktur geologi, dan pelapukan.

1.4.3. Pertanyaan Pada Waktu Interpretasi Pada saat menafsirkan selembar citra, maka harus memunculkan pertanyaanpertanyaan seperti : 1. Apa yang tampak pada selembar citra? 2. Apakah bentuk yang tampak merupakan hasil dari struktur geologi, batuan, erosi, pengendapaan atau campuran? 3. Apakah bentuk – bentuk tersebut mempunyai makna geologi tertentu?

Sehingga dapat disimputkan bahwa: 1. Ahli geologi citra harus dilatih untuk dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut dengan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, lakukanlah interpretasi citra berdasarkan data/fakta yang terekam. 2. Hubungan antara bentuklahan dan geologi merupakan hal yang paling penting untuk dikuasai oleh ahli geologi citra.

1.4.4. Tahapan Interpretasi Untuk mengamati keadaan geologi melalui citra penginderaan jauh, selain diperlukan pengetahuan geologi yang cukup, juga dilaksanakan secara bertahap , yaitu : 1. Detection : pengamatan 2. ldentification : pengenalan 3. Deliniation : penggambaran 4. Determination : penentuan 5. Measurement : pengukuran

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 3

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

1.5 Makna Mempelajari Citra Untuk Survey Geologi Terutama untuk penerapan studi mengenai pola pengaliran, geomorfologi, litologi, struktur geologi, stratigrafi terbatas, geohidrologi, vulkanologi, geologi teknik, geologi tata lingkungan, potensi sumberdaya mineral atau bencana alam dengan menggunakan citra. Akan tetapi selembar citra tidak boleh dinilai terlalu tinggi karena citra tidak mempunyai arti didalamnya tanpa kita melakukan lebih banyak interpretasi dari citra itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa: 1. Selembar citra akan memberikan keterangan yang berbeda kepada setiap ahli geologi. 2. Makin terampil seorang ahli geologi berhadapan dengan citra, maka makin banyaklah keterangan yang dapat diperolehnya. 3. Makin dalam latar belakang pengetahuannya dibidang geo|ogi, maka makin banyaklah keterangan yang dapat dicerna, sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal dari citra itu sendiri. Menurut Prof. Dr. Klompe, bahwa hasil optimum yang dicapai dalam ilmu geologi pada hakekatnya disebabkan oleh tiga aspek yang harus berimbang yaitu: 1. Kajian Lapangan, untuk koleksi data. 2. Kajian Laboratorium, untuk mengolah data. 3. Kajian Pustaka, untuk secara kritis membuka pribadi kita bagi pendapat orang lain. Selanjutnya tiga tingkat pengetahuan yang harus diketahui dalam penerapan penginderaan jauh untuk survey geologi, yaitu: 1. Pengetahuan ilmiah dalam bidang geologi sampai pada tingkat tertentu. 2. Pengetahuan mengenai kondisi lingkungan fisik daerah yang dikaji meliputi iklim, kondisi fisiografi, keadaan geologi regional, hidrologi, tanah, tumbuhan penutup, dan penggunaan lahan. 3. Pengetahuan teknis ilmu penginderaan jauh. Di dalam menarik kesimpulan pada interpretasi citra digunakan: 1. Prinsip convergen of evidence, yaitu pembuktian yang mengarah ke satu titik. 2. Prinsip berpikir kreatif, yaitu menghubungkan hal–hal yang sebelumnya tampak tidak berhubungan menjadi lebih bermakna.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 4

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB II POLA PENGALIRAN

2.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam indikator pola pengaliran, yaitu pola pengaliran dasar, pola pengaliran ubahan, penyimpangan aliran, tekstur pengaliran, bentuk lembah dan tempat mengalir. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada peta topografi. Tujuan acara pola pengaliran adalah agar praktikan dapat: 1. Menentukan macam-macam indikator pola pengaliran berikut interpretasinya berdasarkan peta topografi, foto udara dan citra landsat. 2. Menjelaskan makna geologi dari berbagai indikator pola pengaliran. 3. Menjelaskan karakteristik sungai dari berbagai indikator pola pengaliran.

2.2 Landasan Teori Pola pengaliran adalah rangkaian bentuk aliran-aliran sungai pada daerah lemah tempat erosi mengambil bagian secara aktif serta daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan berkumpul (A.D. Howard, 1967). Kalimat di atas dapat dipahami sebagai: 1. Rangkaian bentuk aliran-aliran sungai: terdapat lebih dari satu aliran sungai dan terdiri atas aliran utama, cabang, dan ranting sungai. 2. Pada daerah lemah: atau zona lemah, yaitu bidang perlapisan, bidang kekar dan sesar atau bidang diskontinuitas. 3. Tempat erosi mengambil bagian secara aktif: artinya terdapat daya tahan terhadap erosi yang berbeda-beda, tergantung batuannya (litologi). 4. Daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan berkumpul: faktor lereng dan bentuklahan. Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola pengaliran merupakan fungsi dari: 1. Topografi (kelerengan). 2. Bentuklahan. 3. Tingkat erosi (resistensi batuan). 4. Litologi (ukuran butir-pelapukan). 5. Struktur geologi (kekar, sesar, lipatan, dan perlapisan batuan). 6. Iklim (curah hujan dan vegetasi) serta infiltrasi (peresapan).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 5

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3 Analisa Pola Pengaliran Menurut A.D. Howard (1966), analisa pola pengaliran adalah alat yang sangat penting sebagai dasar penafsiran geologi foto terutama didaerah berelief rendah. Pada foto udara berskala besar memungkinkan untuk mengamati cabangcabang sungai kecil dan permukaan erosi yang halus, karena sangat mudah teramati oleh foto udara. Pada foto udara skala kecil akan memberikan gambaran umum pola pengaliran. Pola pengaliran pada hakekatnya menggambarkan daerah yang lunak, tempat erosi mengambil bagian yang aktif, dan merupakan daerah rendah sehingga air permukaan dapat terkumpul dan mengalir. Adakalanya resistensi batuan relatif sama, sehingga tidak ada tempat mengalir yang tertentu dan erosi mejadi luas. Hal ini mencerminkan bahwa pola pengaliran dikendalikan oleh resistensi batuan, struktur geologi dan proses yang berlangsung di daerah tersebut. Pembahasan pola pengaliran meliputi pola dasar, pola ubahan, penyimpangan aliran, bentuk lembah dan sungai berdasarkan tempat mengalirnya. Teknik penginderaan jauh dapat digunakan untuk menyadap data fisiografik melalui pendekatan kenampakan fisik permukaan, karena pada dasarnya teknik penginderaan jauh menggambarkan obyek-obyek fisik yang tampak langsung di permukaan bumi (Sutanto, 1985). Obyek-obyek dipermukaan bumi dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu tanah atau batuan, air atau sungai dan vegetasi. Menafsirkan pola pengaliran dengan menggunakan citra berperan dan membantu mengungkapkan adanya: 1. Perbedaan dan sebaran jenis batuan, struktur geologi. 2. Variasi kelerengan, bentuk lahan dan proses geomorfologi yang mengendalikan daerah tersebut.

2.3.1 Pola Dasar Pola dasar memiliki ciri yang bersifat umum dan sering berasal dari perkembangan pola dasar yang lain. Kebanyakan dikontrol oleh struktur regional (Zernitz, 1932) dan dapat dikelompokan menjadi 8 pola utama, yaitu pola pengaliran dendritik, parallel, trelis, rectangular, radial, concorted, annular, multibasinal dan pola ubahannya (Gambar 1.1 menurut Howard, 1966). Pembagian oleh Howard ini telah banyak mendasari buku-buku geologi yang membahas mengenai pola pengaliran. Pada gambar 4.2, mengenai pola dasar dan pola ubahan (Von Bandat, 1962) serta penyimpangan aliran dan kendali geologinya (Inaba, 1989).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 6

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3.1.1 Pola Pengaliran Dendritik Rangkaian bentuk aliran sungainya mirip dengan ranting pohon dimana anak sungai yang bentuknya tidak teratur atau melengkung akhirnya menyatu pada sungai utama pada sudut yang tajam dan searah dengan alirannya. Makna geologinya mencerminkan: 1. Sedikit dipengaruhi atau dikendalikan oleh kelerengan, struktur geologi dan perbedaan jenis batuan. 2. Terjadi pada material kedap air dan teksturnya relatif halus, terutama pada batuan lempung dan serpih. 3. Berkembang pada daerah dengan variasi sudut lereng kecil, lereng yang landai dan berelief rendah, seperti daratan sampai daratan bergelombang lemah atau perbukitan bergelombang lemah. 4. Berkembang pada daerah yang sedikit atau lemah kontrol strukturnya, seperti pada daerah yang lapisannya horiozontal, miring landai atau terlipat lemah. 5. Dapat berkembang pada batuan metamorf, batuan beku dan batuan sedimen asalkan daya tahan terhadap erosinya seragam atau soil yang seragam. Ubahan dari pola pengaliran dendritik adalah sub-dendritik, pinnate, anastomotik, distributary (dichomotic).

2.3.1.2 Pola Pengaliran Parallel Rangkaian bentuk alirannya memperlihatkan penjajaran sungai-sungai besar, sedangakan anak-anak sungainya dapat didekati dengan pola pengaliran dendritik. Berkembang pada daerah dengan kelerengan yang besar, sehingga air bergerak cukup cepat sepanjang batuan yang berbeda resistensinya, dan sudut yang dibentuk antara anak sungai dan sungai utama umumnya hampir sama. Pola ini merupakan peralihan pola dendritik dengan trellis. Makna geologinya mencerminkan: 1. Sungai utama yang sejajar, umumnya dikontrol oleh adanya sesar atau rekahan. 2. Berkembang pada batuan bertekstur halus–sedang, seperti batulempung, serpih, batupasir sangat halus sampai halus. 3. Dapat pula berkembang pada batuan dengan resistensi yang berbeda-beda, seperti pada sayap antiklin. 4. Juga pada daerah berlereng terjal, seperti lereng pegunungan. Ubahan dari pola pengaliran parallel adalah pola pangaliran sub-parallel dan colinear.

2.3.1.3 Pola Pengaliran Trellis Rangkaian alirannya dibentuk oleh sungai-sungai parallel sampai sub parallel dengan cabang sungai yang pendek-pendek yang mengalir kedalam sungai

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 7

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

utama dengan sudut tegak lurus. Sungai-sungai utamanya umumnya subsekuen sedang cabang-cabanya obsekuen dan resekuen. Makna geologinya mencerminkan: 1. Resistensi batuannya tidak sama. 2. Umumnya pada batuan sedimen yang terlipat, misalnya pada sayap antiklin atau sinklin atau pada batuan yang mengalami pensesaran menjadi blok-blok yang sejajar. 3. Pola sejajar pada pola ini lebih menunjukan struktur batuan daripada jenis batuannya itu sendiri dengan sungai utama mengikuti arah jurus perlapisannya. Ubahan dari pola trellis adalah sub-trellis, directional trellis, recurved trellis, fault trellis dan joint trellis.

2.3.1.4 Pola Pengaliran Rectangular Rangkaian aliran dibentuk oleh cabang-cabang sungai yang berkelok, berliku dan menyambung membentuk sudut hampir tegak lurus. Bedanya dengan pola trellis, sudut yang dibentuk jarang tepat 90˚, juga antara satu sungai dengan sungai yang lainnya jarang dapat ditarik suatu garis lurus. Makna geologinya mencerminkan: 1. Berkembang pada daerah sistem kekar dan sesar yang saling berpotongan. 2. Arah anak sungai dan sungai utama dikendalikan oleh kekar atau sesar, baik yang membentuk sudut tegak atau miring. 3. Umumnya pada daerah berbatuan beku, mungkin pula pada batuan malihan atau batuan sedimen keras yang sistem kekarnya berkembang baik. 4. Ubahan dari pola rectangular adalah pola pengaliran angulate.

2.3.1.5 Pola Pengaliran Radial Rangkaian bentuk sungai-sungai yang mengalir dan menyebar dari satu pusat ketinggian dengan arah memencar dan banyak dijumpai pada gunungapi di Indonesia. Makna geologinya mencerminkan: 1. Umumnya berkembang pada kerucut gunungapi, kubah (Dome) atau bukut kerucut yang terisolasi. 2. Material disekitar pusat sebaran dapat terdiri dari tufa bertekstur halus dan kasar, terutama pada daerah gunugapi atau terdiri dari batuan sedimen berlapis. Ubahan dari pola pengaliran radial adalah pola pengaliran centripetal.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 8

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3.1.6 Pola Pengaliran Annular Cabang sungai mengalir tegak lurus sungai induk subsekuen yang melingkar, Pada struktur kubah dan cekungan, diatrema dan kemungkinan pada intrusi stock yang tererosi, Sungai dikontrol pola sesar atau kekar pada "bedrock".

2.3.1.7 Pola Pengaliran Multibasinal Rangkaian bentuk sungai-sungai yang mengalir menuju kecekungan, biasanya menghabis pada cekungan tersebut dan selanjutnya mengalir dengan sistem drainase bawah tanah dan banyak dijumpai pada daerah daerah karbonat di Indonesia. Makna geologinya mencerminkan: 1. Umumnya berkembang pada daerah yang mempunyai jenis batuan karbonat (batugamping, dolomit, dll), aktif gerakan tanah dan vulkanik 2. Terbentuknya pola pengaliran ini mencerminkan terjadinya proses pelarutan yang intensif dan dipengaruhi oleh iklim, komposisi litologi dan ketebalan batuan. 3. Pada daerah endapan antar bukit, ditandai dengan adanya cekungancekungan kering atau terisi air yang saling terpisah, aliran yang terputus dan arah aliran yang berbeda-beda. 4. Difinisi diatas berlaku untuk semua depresi yang belum diketahui bentuk polanya

2.3.1.8 Pola Pengaliran Contorted Rangkaian bentuk sungai-sungai yang mengalir terdiri dari aliran cabang sungai yang mengalir relatif tegak lurus terhadap sungai induk subsekuen yang melengkung, dibedakan dari “recurved trellis” dengan ciri daerahnya yang tidak teratur, kontrol struktur sesar atau daerah tersebut labil. Makna geologinya mencerminkan: 1. Adanya kontrol sesar, atau daerah tersebut labil 2. Adanya lipatan menunjam

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 9

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 2.1 Pola Dasar (A.D. Howard, 1967)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 10

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3.2

Pola Pengaliran Ubahan

2.3.2.1 Colinear Dicirikan oleh kelurusan sungai atau aliran yang selang seling antara muncul dan tenggelam. Pola ini umumnya dijumpai pada daerah kelurusan loess dan pematang pasir.

2.3.2.2 Subtrellis Dibedakan dengan pola trellis hanya pada derajat kelurusan dan kemenerusan yang dominan, perbedaan antara subtrellis dan subparallel biasanya berdasarkan pertimbangan belaka.

2.3.2.3 Directional Trellis Anak sungai yang menuju ke sungai utama lebih panjang pada satu sisi dibanding satu sisi yang lain. Umumnya dijumpai pada daerah homoklin yang turun pelanpelan, tetapi juga dilereng landai pada pematang pantai yang parallel.

2.3.2.4 Recurved Trellis Membentuk kurva yang melengkung disekitar ujung-ujung lipatan yang menunjam, perbandingan panjang anak sungainya memungkinkan perbedaan antara sinklin dan antiklin. Arah aliran sungai yang lebih panjang biasanya menunjukan arah penurunan. Polanya lebih teratur dan sistematis, biasanya pada daerah yang luas dibanding pola contorted didaerah metemorfis.

2.3.2.5 Fault Trellis Menunjukan graben dan horst yang bergantian, pola ini lebih jarang jaraknya dibandingkan dengan pola trellis pada lapisan miring atau terlipat dengan kecenderungan kearah pengaliran dendritik diantara sesar-sesar.

2.3.2.6 Joint Trellis Diakibatkan oleh kekar yang ditandai oleh alirannya yang pendek-pendek, luruslurus dan sejajar.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 11

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3.2.7 Angulate Pola menyudut ini ditandai oleh macam-macam kelokan yang bersudut tajam dan anak sungai yang berkelit - kelit seperti kawat berduri (Zernitz, 1932, p 517). Cabang-cabang kecil sejajar dikendalikan oleh kekar yang banyak dijumpai pada batuan berbutir seperti batupasir dengan kedudukan hampir horizontal.

2.3.2.8 Centripetal Pola ini merupakan ubahan dari pola pengaliran radial dengan arah aliran menuju pusat depresi yang tertutup atau hampir tertutup (Davis, 1889). Biasanya berhubungan dengan kawah, kaldera dan macam-macam depresi yang beragam. Dibeberapa daerah seperti “Pan belt” di Afrika Selatan terdapat komplek pola pengaliran centripetal, pola disini dapat disebut multi-centripetal.

2.3.2.9 Complex Diusulkan oleh Zernitz, 1932. Dijumpai pada daerah kendali strukturnya yang berbeda-beda pada daerah yang berdekatan atau suatu kumpulan dari pola yang tidak sama tetapi letaknya berdekatan karena disebabkan oleh struktur geologi, topografi, dan litologi.

2.3.2.10 Compound Istilah ini dipakai oleh D.W. Johnson, 1931. Untuk aliran yang terdiri dari dua pola yang kontemporer atau lebih didaerah yang sama seperti misalnya kombinasi pola-pola radial dan annular yang merupakan sifat kebanyakan dari kubah.

2.3.2.11 Palimpsest Howard, 1962. Memberikan nama untuk aliran atau sungai tua yang sudah ditinggalkan dan membentuk dasar bagi pola yang sekarang. Cotohnya adalah dataran pantai barat Taiwan, sungai Misouri, sungai Ohio dengan lembah-lembah pra glasial yang ditinggalkan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 12

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 2.2 Pola Ubahan (A.D. Howard, 1962)

Gambar 2.3 Macam-macam Pola Dasar (Von Bandat, 1962)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 13

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 2.4 Macam – macam Pola Ubahan (Von Bandat, 1962) serta penyimpangan aliran dan kendali geologinya (Inaba, 1989)

2.3.3

Penyimpangan Pola Aliran Sungai

Penyimpangan aliran sungai adalah penyimpangan bersifat lokal dari keseluruhan pola yang tidak sesuai dengan kondisi topografi dan kendali struktur geologi regional. Berbagai penyimpangan pola pengaliran sungai telah menjadi bahan diskusi yang menarik, karena akan menjadi sangat penting terutama pada daerah datar. Analisa penyimpangan pola pengaliran dapat memberikan petunjuk adanya gejala struktur geologi, litologi dan proses geomorfologi yang pernah berlangsung.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 14

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Howard, 1966. Telah melokalisir berbagai penyimpangan aliran sungai seperti terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.4 Macam – macam penyimpangan aliran (A.D. Howard, 1966) (A). Dendritik ith radial annular enclave; (B). Dendritik trellis in-fluence; (C). Rectilinearity; (D). Local Meandering; (E). Compressed meanders; (F). Local braided; (G). Pinched Valleys; (H). Annomalous Flare in Valey; (I). Annomalous pond, Alluvial Filland wars; (J). Annomalous curves and turns; (K). Flying Leeves and (L). Varlation in leeve idth.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 15

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3.3.1 Rectilinearity Adalah bagian sungai yang lurus dan panjang, tetapi secara umum menyimpang dari pola umum daerah tersebut, hal ini ditafsirkan adanya rekahan atau tanggul yang mudah tererosi.

2.3.3.2 Meander Yang Muncul Tiba-Tiba Dan Bersifat Lokal De Blieux telah menguraikan penyimpangan sungai secara menarik diladang minyak Lafitte, Jeferson Paris, kira-kira 15 mil selatan New Orleans. Gangguan adanya meander yang tiba-tiba ini dapat dihubungkan dengan reduksi naik yang disebabkan oleh munculnya kubah sepanjang sungai.

2.3.3.3 Meander Yang Tertekan De Blieux dan Sheperd (1951) menguraikan adanya meander yang tertekan dan terpotong, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan setempat, yaitu adanya kubah.

2.3.3.4 Bentuk Teranyam Dan Lokal Terdapat didaerah New Orleans yang juga disebabkan adanya kubah garam scully. Bentuk teranyam biasanya menunjukan ketidakmampuan sungai membawa beban kasar, hal ini bisa disebabkan oleh: 1. Beban kasar lokal atau berkurangnya arus sungai 2. Berkurangnya jumlah air oleh adanya aliran bawah permukaan setempat 3. Atau adanya faktor geologi atau hidrologi lainnya.

2.3.3.5 Penyempitan Atau Perluasan Lembah Sungai Penyimpangan atau perluasan lembah yang secara tiba-tiba. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya pengangkatan sedikit yang disebabkan oleh adanya struktur lokal.

2.3.3.6 Penyimpangan Danau, Rawa Atau Endapan Alluvial Adanya kolam, danau, rawa atau endapan alluvial disepanjang sungai menunjukan bahwa pembentukannya disebabkan oleh turun atau naiknya daerah setempat kearah hilir atau faktor gerakan tanah.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 16

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.3.3.7 Lebar Tanggul Alam yang Menyimpang Tanggul alam yang melebar menurut De Blieux disebabkan oleh faktor selain pengendapan seperti amblesan, percabangan atau perhubungan sungai. Tetapi juga bisa disebabkan aleh adanya struktur terbenam seperti kubah.

2.3.3.8 Tanggul yang Terpisah Dibanyak bagian delta Missisipi, lembah sungai yang terlama telah turun dibawah permukaan rawa dan hanya sedikit saja yang bertahan muncul dipermukaan. Gejala ini timbul bisa ditafsirkan adanya kubah.

2.3.3.9 Pelengkungan dan Kelokan Sungai Yang Berirama Umumnya dijumpai pada daerah datar, misalnya adanya kubah, sesar aktif, batuan yang resisten atau membentur jurus perlapisan.

2.3.4 Tekstur Pengaliran Tekstur pengaliran pada foto udara termasuk parameter yang mudah diamati dan perlu, karena terstur pengaliran dikendalikan oleh: 1. Iklim, vegetasi, dan besar butir akibat pelapukan 2. Kemampuan peresapan 3. Topografi dan kelerengan 4. Tingkat erosi Berdasar bermacam pengendali tekstur di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran butir memegang peranan yang penting. Istilah tekstur pengaliran dipakai dalam arti yang relatif untuk menunjukan jarak antar sungai orde 1, yaitu halus, sedang, kasar, sedang. Oleh karena itu, pemakaian istilah tekstur tanpa keterangan tidak dapat dibenarkan, tidak hanya karena istilahnya menjadi bermacam-macam bagi orang yang berbeda pemahamanya juga karena skalanya yang berbeda-beda. Pembagian tekstur menurut way (1920) berdasarkan pada skala 1:20.000, yaitu: 1. Tekstur halus a. Apabila jarak antar anak sungai orde 1 lebih kecil dari 0,25 inci b. Memperlihatkan sebaran aliran yang banyak dengan jaringan yang rapat karena meliputi sungai-sungai kecil yang banyak sekali. c. Cirinya disusun oleh batuan berukuran butir halus seperti batulempung, serpih, batulanau, tuff, atau pada material kedap air.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 17

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2. Tekstur kasar a. Apabila jarak antar anak sungai orde 1 lebih besar dari 2 inci b. Memperlihatkan pola sebaran aliran yang kecil yang lebih panjang dengan jaringan yang lebih renggang, lembah-lembah sungai terpisah lebih lebar. c. Cirinya disusun oleh material yang lolos air seperti pasir, krikil, dan batuan lapuk yang butir-butirnya berukuran kasar. 3. Tekstur sedang a. Apa bila jarak antar anak sungai orde 1 antara 0,25-2 inci b. Cirinya berada diantara ciri-ciri tekstur pengaliran yang kasar dan halus.

2.3.5 Bentuk Lembah Bentuk lembah berhubungan dengan resistensi batuan, resistensi batuan dipengaruhi oleh ukuran butir, komposisi, dan proses yang mengendalikannya. Bentuk lembah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Bentuk lembah sempit seperti huruf “V” dengan dinding terjal, umumnya disusun oleh batuan berbutir kasar, seperti breksi, batupasir kasar. 2. Bentuk lembah agak sempit membentuk huruf “V” landai sampai “U” agak terjal dengan dinding agak landai-terjal, umumnya disusun oleh batuan berbutir sedang, sepertu batupasir sangat halus sampai sedang. 3. Bentuk lembah melandai membebtuk huruf “U” landai dengan dinding landai, umumnya disusun oleh batuan berbutir halus, seperti batulempung. Jenis sungai berdasarkan tempat mengalirnya dapat dibagi menjadi: 1. Alluvial stream, yaitu sungai mengalir diatas endapan alluvial. 2. Bedrock stream, yaitu sungai yang mengalir diatas batuan dasar. 2.4 Macam Sungai Berdasarkan Sifat Aliran: a. Sungai eksternal: sungai yang mengalir di atas permukaan bumi. b. Sungai internal: sungai jenis ini biasanya dijumpai didaerah kapur, sungai bawah tanah mengalirkan air hujan yang meresap kedalam tanah kapur. Karena kapur mudah larut dalam air, terbentuklah terowongan – terowongan hingga air mencapai lapisan kedap air, dan akhirnya menjadi sungai dibawah tanah.

2.5 Macam Sungai Berdasarkan Kandungan Air: a. Episodik (Ephemeral): sungai yang terdapat di daerah gurun, hanya berair setelah hujan lebat. b. Periodik (Intermiten): sungai yang kandungan airnya tergantung musim, di musim hujan debit airnya besar, jika musim kemarau debit airnya kecil sampai kering. c. Permanen (Parenial): sungai yang memiliki debit air yang tetap.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 18

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.6 Sungai Berdasarkan Struktur Asing Terdapat 2 jenis sungai berdasarkan struktur asing, yaitu: a. Superimposed: sungai semula mengalir diatas dataran alluvial. Jika terjadi rejuvinasi, maka sungai mengikis endapan alluvial hingga menyingkap lapisan di bawahnya tanpa mengubah aliran sungai. b. Antesedan: sungai yang mengalir, terjadi rejuvinasi tetap pada alirannya, meski selama itu terjadi perubahan struktur, misal sesar atau lipatan. Struktur geologi lebih muda dari pada lembah, tetapi struktur terbentuk secara perlahan. Berbekal citra, maka dapat dilakukan interpretasi: 1. Pola pengaliran dasar dan berbagai ubahannya: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi. 2. Penyimpangan aliran: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi. 3. Tekstur pengaliran: mengungkap makna litologi dan resistensinya. 4. Bentuk lembah: mengungkap makna litologi dan resistensinya. 5. Tempat mengalirnya: mengungkap makna litologi dan resistensinya. Dengan mengamati dan menganalisis pola pengaliran, maka dapat ditafsirkan kondisi lereng, bentuklahan, litologi, resistensi, dan struktur geologi.

2.7 Prosedur Kerja 2.7.1 Pola Pengaliran Tahapan kerja interpretasi pola pengaliran: 1. Plot aliran sungai (batang, cabang, ranting sungai), yang mencerminkan suatu pola pengaliran dasar atau ubahan tertentu, termasuk alur liar. 2. Lakukan untuk beberapa pola pengaliran dasar atau ubahan yang lain. 3. Plot semua objek di foto apa adanya. 4. Perhatikan ciri-cirinya, baik karakteristik pola kontur maupun sudut antara ranting/cabang dan sungai utama, jarak dan panjang batang sungai, bentuk aliran (lurus, lengkung, atau meliuk), dan rangkaian bentuk aliran sungai. 5. Perhatikan dengan teliti jika ditemukan kelurusan-kelurusan, rapat-renggang, besar-kecil kemudian di plot. 6. Tentukan faktor-faktor yang mengendalikan pola pengaliran tersebut, yaitu faktor lereng, bentuklahan, litologi, atau struktur geologi.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 19

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

7. Buat diagram roset untuk arah sungai utama, cabang, atau ranting sungai dari masing-masing pola pengaliran yang sudah Saudara plot (Gambar 1.4).

Gambar 2.5 Contoh diagram kipas batang sungai pada pola pengaliran radial, parallel, trellis, dan rectangular.

2.7.2 Tempat Mengalirnya Aliran Sungai Tahapan kerja interpretasi tempat mengalirnya sungai: 1. Tentukan batang sungai yang termasuk bedrock stream dan alluvial stream pada lembar kerja peta topografi Saudara. Bedrock stream adalah aliran sungai yang mengalir di atas batuan dasarnya dan alluvial stream adalah aliran sungai yang mengalir di atas endapan aluvial. 2. Lakukan untuk beberapa batang sungai yang lain. 3. Perhatikan karakteristik pola kontur, bentuk aliran (lurus, lengkung, atau meliuk), rangkaian bentuk aliran sungai, lebar batang sungai, dan bentuklahan disekitarnya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 20

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2.7.3 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang diperlukan dan diperunakan didalam interpretasi pola pengaliran adalah: 1. Foto udara pankromatik hitam, skala 1:40.000 atau 1:50.000 2.

Plastik transparan

3.

Kapas, aceton, dan cellotype

4.

Stereoskop cermin

5.

Spidol OHP marker ukuran fine biru, hitam, merah.

6.

Penggaris dan busur derajat

2.7.4 Tahapan Interpretasi 1. Gambarkan dengan spidol biru: a. Aliran sungai secara lengkap, baik sungai yang aliran airnya jelas, sungai yang tertutup vegetasi, lembah, atau alurnya. b. Seluruh tubuh perairan seperti danau, rawa atau lokva. 2. Gambarkan dengan sepidol hitam: a. Batas satuan bentuk lahan fluvial yang berkembang disepanjang aliran sungai b. Batas pola pengaliran c. batas tafsiran struktur geologi dan tekstur pengaliran. 3. Tentukan pola pengaliran dan penyimpangan pola pengaliran sungai bila dijumpai, lalu tafsirkan apa makna geologinya. 4. Hitung jarak antar sungai orde 1, lalu tentukan tekstur pole pengalirannya (skala 20.000) lalu tafsirkan makna geologinya. 5. Amati bentuk lembah lalu tafsirkan kendali litologi yang mrmpengaruhinya. 6. Amati apakah sungai yang mengalir diatas endapan alluvial atau diatas batuan dasarnya. 7. Setelah parameter diatas saudara tentukan, selanjutnya tafsirkan kendali geologinya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 21

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB III GEOMORFOLOGI

3.1 Maksud dan Tujuan Maksud interpretasi geomorfologi adalah melakukan interpretasi terhadap indicatorindikator pola pengaliran dan aspek-aspek geomorfologi serta berdasarkan unsurunsur pengenalan dan penafsiran. Tujuan interpretasi geomorlogi adalah: 1. Menentukan satuan bentuklahan berikut proses-proses geologi yang mempengaruhi. 2. Menentukan ciri-ciri dari masing-masing bentuklahan. 3. Dapat menginterpretasi bentuk asal berdasarkan pengamatan pola pengaliran baik dasar, maupun ubahan, kelerengan dan resistensi batuan.

3.2 Aspek-aspek Geomorfologi Menurut Verstapen (1977) dan Van Zuidam (1983) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu : 1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi: a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi, bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah, bukit, dataran, gunung, gawir, teras, beting, dan lain-lain. b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, dan pola pengaliran. 2. Morfogenesa: asal usul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta proses–proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi, litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh. Morfogenesa meliputi : a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan yang ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan (denudasi), misal mesa, cuesta, hogback dan kubah. b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi, punggungan antiklin, gawir sesar dll. c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai, lahan kritis.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 22

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan dan prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi. Penekanannya pada evolusi (ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan. 4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau berdasarkan parameter bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan dengan batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.

3.3 Prosedur Praktikum Morfologi 3.3.1 Prosedur Deskripsi Bentuklahan Tahapan pemerian atau deskripsi bentuklahan: 1. Amati citra pada lembar kerja citra Saudara. 2. Tentukan indikator pola pengaliran dan aspek-aspek geomorfologi untuk mengetahui bentuklahan, litologi, stratigrafi secara terbatas, dan struktur geologi. 3. Tentukan bentuklahan yang ada secara deskriptif, antara lain bentuk lembah, bukit, punggungan, dataran, gunung, gawir/lereng terjal, teras, beting, dll. 4. Catat karakteristik pola garis kontur dari beberapa bentuklahan yang Saudara peroleh. Pola garis kontur dapat rapat-renggang, lurus, meliuk, tertutup, atau tidak teratur sesuai kenampakan pola garis kontur pada peta topografi.

3.3.2 Pembuatan Peta Lereng Pembuatan peta lereng dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: 1. Metode Pola Kerapatan Kontur Metode ini berdasarkan pada rangkaian bentuk kerapatan garis kontur. Kondisi lereng di lapangan akan lebih terwakili dan lebih baik lagi bila menggunakan peta topografi berskala besar. Cara ini sangat mudah, cepat, dan cukup representatif. Prinsipnya adalah dengan membagi variasi pola kerapatan garis kontur. Berikut ini adalah langkah kerja metode pola kerapatan garis kontur: a. Amati pola garis kontur pada lembar kerja peta topografi Saudara. b. Batasi variasi kerapatan garis kontur: rapat sekali, rapat, renggang, agak renggang, hingga sangat renggang tergantung kondisi pola garis konturnya (Gambar 1.1). Tarik garis tegak lurus terhadap pola kerapatan garis kontur pada setiap pola kerapatan garis kontur. Garis tegak lurus tersebut adalah jarak horizontal, lalu ukur jaraknya (M). c. Hitung beda tinggi antara titik tertinggi dan terendah sepanjang garis M, disebut sebagai H. d. Persen lereng dapat dihitung dengan membagi beda tinggi (H dalam meter) dengan M (jarak horizontal dalam meter), lalu dikali 100%.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 23

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

e. Untuk menghitung derajat lereng, caranya dengan menggunakan perhitungan tangen terhadap jarak datar dan vertikal.

Gambar 3.1 Pembagian variasi pola kerapatan garis kontur.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 24

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2. Metode Wenworth Prinsip metode ini adalah membuat jaring bujursangkar/grid. Kemudian tarik garis tegak lurus pola umum kontur yang memotong grid bujursangkar. Semakin kecil ukuran grid, maka tingkat ketelitiannya menjadi semakin tinggi, tetapi memerlukan waktu yang lama apabila dikerjakan secara manual. Sudut lereng dlitentukan dengan rumus: B =

( N – 1) x IK x 100 % JH x SP

Dimana: B = sudut lereng SP = skala peta JH = jarak horisontal

N = jumlah kontur yang terpotong garis sayatan IK = interval kontur (m)

Tabel 3.1 Klasifikasi lereng. No

LERENG (…o)

LERENG (…%)

1

0o – 2o

2

TINGKAT

WARNA

0% - 2%

Flat or almost flat

Medium dark green

2o – 4o

2% - 7%

Gently sloping

Light green

3

4o – 8o

7% - 15%

Sloping

Light yellow

4

8o – 16o

15% - 30%

Moderately steep

Orange yellow

5

16o – 35o

30% - 70%

Steep

Light red

6

350 – 55o

70% - 140%

Very steep

Medium dark red

7

>55o

>140%

Extremely steep

Medium dark purple

Tabel 3.2 Klasifikasi lereng dan satuan relief (Van Zuidam,1983) Relief(m) No

Satuan relief

Lereng

1

Topografi datar - hampir datar

0-2

<5

2

Topografi bergelombang

3-7

5-50

3

Topografi bergelombang berlereng miring

8-13

12-78

4

Topografi bergelombang/berbukit berlereng sedang

14-20

50-200

5

Topografi berbukit terkikis dalam berlereng terjal

21-55

200-500

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 25

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

3.3.3 Prosedur Penampang Morfologi Tahapan pembuatan penampang morfologi: 1. Amati peta topografi pada lembar kerja peta topografi Saudara. 2. Tarik garis pada peta usahakan tegak lurus terhadap pola memanjang garis kontur (Gambar 2.2). 3. Kemudian buat penampang morfologi berdasarkan skala peta yang digunakan (Gambar 2.3). 4. Lakukan lagi dan buat beberapa penampang morfologi yang lain.

Gambar 3.2 Garis penampang morfologi pada sebuah lembah.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 26

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.3 Pembuatan penampang morfologi.

3.6. Bentuk Asal Struktural 3.6.1. Landasan Teori Struktur geologi adalah faktor dominan yang mengontrol atau mengendalikan evolusi (ubahan angsur) bentuk-bentuk permukaan bumi dan struktur geologi tersebut tercermin dalam bentuklahannya (Thornbury, 1954). Berdasarkan konsep dasar geomorfologi tersebut di atas, maka: 1. Struktur geologi yang dimaksud adalah lipatan, sesar, kekar, bidang perlapisan, ketidakselarasan, dan kekerasan batuan serta segala sifatsifat yang memberikan perbedaan bentuk erosi. 2. Struktur geologi adalah faktor dominan yang mengontrol evolusi bentukbentuk permukaan bumi (bentuklahan), termasuk karakteristik pola garis konturnya. 3. Struktur geologi tersebut tercermin dalam bentuklahan, artinya struktur geologi yang ada dapat menghasilkan bentuklahan yang berbeda-beda.

3.6.1.1. Lapisan miring Lapisan miring ditunjukkan oleh kemiringan lapisan batuan ke satu arah atau yang mengarah pada daerah yang lebih landai (dip slope). Kemiringan lapisan batuan pada peta topografi dicirikan oleh adanya gawir terjal (ditunjukkkan dengan pola garis kontur yang rapat) dan landai (pola garis kontur yang renggang). Arah kemiringan lapisan batuan searah dengan kemiringan landai dari topografinya (Gambar 3.1) dan karakteristik pola pengalirannya (6.2).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 27

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.4 Pola kontur pada lapisan miring (Military Maps & Air Photograph)

Bentuklahan penyusunnya antara lain pegunungan monoklin atau homoklin, punggungan monoklin atau homoklin, perbukitan monoklin atau homoklin, cuesta, hogback, dan flat iron.

Gambar 3.5 Kenampakan lapisan miring yang dikontrol oleh pola pengaliran

Homoklin Bentangalam yang dibentuk oleh lapisan miring dimana memiliki kedudukan dengan arah dan besarannya relatif seragam. Bentangalam ini berasosiasi dengan salah satu sayap lipatan baik antiklin ataupun sinklin.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 28

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Monoklin Bentangalam yang dibentuk oleh lapisan miring dimana memiliki kedudukan dengan arah dan besarannya sama. Bentangalam ini berasosiasi dengan salah satu sayap lipatan baik antiklin ataupun sinklin. Cuesta Bentangalam yang dibentuk akibat proses tektonisme yang menyebabkan lapisan memilki kemiringan dipslope 10˚-15˚. Hogback Bentangalam yang dibentuk akibat proses tektonisme yang menyebabkan lapisan memilki kemiringan dipslope 15˚- 45˚ Flat Iron Bentangalam yang dibentuk akibat proses tektonisme yang menyebabkan lapisan memilki kemiringan dipslope >45˚

3.6.1.2. Lapisan Horisontal Lapisan horisontal dicirikan oleh permukaan yang relatif datar dengan garis kontur yang jarang, tebing-tebingnya dapat terjal, berundak dengan pola kontur yang relatif seragam karena dikontrol oleh litologi yang sama. Bentuklahan penyusunnya adalah dataran tinggi (plateau). Plateau, Mesa, Butte Plateau merupakan bentangalam yang berbentuk dataran yang batuan penyusunnya relative horizontal. Dijumpai didaerah yang kondisi geologinya relative stabil atau kecil terhadap pengaruh tektonik., sehingga lapisan batuannya relative horizontal. Adanya proses pengangktandengan tidak mengakibatkan perlipatan batuan serta diikuti proses erosi atau denudasi yang intensif sehingga terbentuk dataran yang tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya, dengan susunan batuannya relative horizontal. Berdasarkan genetiknya Plateau, Messa, Butte adalah bentuk bentangalam yang proses pembentukannnya sama hanya dibedakan berdasarkan ukurannya. Dimana plateau lebih luas, Messa dengan ukuran relative kecil daripada plateau sedangkan butte merupakan bagian paling terkecil, sehingga dikenal sebagai sisa –sisa bentang alam messa. Lipatan dan kubah Pada kemiringan dua arah yang berlawanan dapat disebut sebagai lipatan, yaitu antiklin atau sinklin, sedangkan kemiringan tiga arah dapat disebut sebagai lipatan menunjam (Gambar 3.3; 3.4; 3.5, dan 3.6). Pada kemiringan kesegala arah, yaitu mempunyai arah kemiringan lapisan batuan kesegala arah, dapat disebut sebagai dome atau kubah (Gambar 3.7). Bentuklahan penyusunnya antara lain pegunungan lipatan (antiklin dan sinklin), perbukitan antiklin atau sinklin, lembah antiklin atau sinklin, serta perbukitan atau pegunungan dome (kubah).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 29

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.5 Pola kontur yang memperlihatkan pola lengkungpada sebuah antiklin menunjam (atas) dan gambaran tiga dimensinya (Military Maps & Air Photograph)

Gambar 3.6 Pola kontur pada antiklin menunjam, perhatikan pola garis konturnya, kerapatan dan pelengkungannya, serta pola pengalirannya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 30

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.7 Pola kontur yang memperlihatkan kemiringan lapisan batuan dua arah berhadapan dan pola lengkung diujungnya pada sebuah sinklin menunjam (atas) dan gambaran tiga dimensinya (Military Maps & Air Photograph).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 31

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.8 Pola kontur yang memperlihatkan kemiringan lapisan batuan dua arah berhadapan dan pola lengkung diujungnya pada sebuah antiklin menunjam dan sinklin (atas) dan gambaran tiga dimensinya (Military Maps & Air Photograph)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 32

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.9 Pola kontur yang menunjukkan kemiringan lapisan batuan tiga arah, secara keseluruhan merupakan bentuk struktur kubah (Military Maps & Air Photograph)

Sesar Sesar pada peta topografi ditunjukkan oleh adanya kelurusan atau off set dari punggungan, bukit, lembah, aliran sungai, atau gawir. Bentuk-bentuk tersebut tercermin pada pola konturnya. Bentuklahan penyusunnya adalah pegunungan atau perbukitan blok (Gambar 6.8 dan 6.9), perbukitan sesar, dan gawir sesar.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 33

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Pengamatan melalui karakteristik pola pengaliran sangat membantu di dalam interpretasi sesar pada peta topografi. Struktur kekar pada peta topografi ditandai oleh adanya kelurusan gawir, lembah bukit dan celah atau berdasarkan pola pola pengaliran atau pola batangbatang sungainya (Gambar 6.9).

Gambar 3.10 Pola kontur yang menunjukkan struktur sesar tangga (step fault) pada suatu pegunungan blok (Military Maps & Air Photograph).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 34

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.11 Kontrol pola pengaliran terhadap pegunungan blok (horst dan graben) serta perkekaran

Perbedaan Resistensi Batuan Perbedaan resistensi batuan pada peta topografi ditunjukkan oleh adanya perbedaan kerapatan garis kontur.

3.7. Bentuk Asal Fluvial 3.7.1 Landasan Teori Proses fluviatil adalah proses yang terjadi di alambaik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi (sheet water). Macam-macam proses Fluviatil : a. Erosi b. Transportasi c. Sedimentasi Dalam siklus fluviatil, berkurang dan bertambahnya bentuklahan dapat terjadi karena kombinasi proses pelapukan, mass wasting,dan erosi oleh air pada permukaan tanah, baik yang terkonsentrasi dalam saluran (channel) atau tidak (banjir). Siklus bentangalam merupakan suatu deretan sistematis, sehingga setiap tahap siklus ditandai oleh bentangalam dengan kumpulan bentuklahan yang khas. Sewaktu satu siklus berjalan, dapat terjadi perubahan yaitu pengurangan dan penambahan bentuklahan. Siklus dapat dibedakan menjadi youth, maturity, dan old age. Terdapat kemungkinan bahwa daratan yang terangkat direduksi sampai stadium akhir yang dikenal dengan istilah base level, yaitu limit (batas) dari erosi vertikal.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 35

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Base level dapat dibedakan menjadi: 1. Ultimate base level: permukaan air laut. 2. Local base level: batas erosi vertikal suatu daerah yang di tentukan oleh sungai yang gradded di daerah tersebut. 3. Temporary base level: terjadi kalau terdapat batuan yang sangat keras atau danau di suatu daerah yang membatasi erosi vertikal sungai. Perubahan bentuklahan dapat terjadi karena: 1. Medium alamiah (pelaksana atau agent) adalah sesuatu yang dapat mengerosi dan mengangkut bahan-bahan di permukaan bumi. Agen geomorfologi tersebut antara lain air permukaan yang terkonsentrasi (sungai, danau, rawa dll) serta air permukaan yang tidak terkonsentrasi. 2. Adanya kombinasi pelapukan, mass wasting, dan erosi oleh air pada permukaan tanah, baik yang terkonsentrasi dalam saluran (sungai) maupun tidak (banjir). 3. Sewaktu atau sesudah pengangkatan dan dapat berjalan cepat atau lambat. 4. Bentuklahan yang dihasilkan tergantung kepada struktur geologi, proses geomorfologi, dan tahap silklus fluvial. Menurut Way (1920),tekstur pengaliran adalah jarak terdekat antar sungai-sungai orde1 yang dinyatakan secara relatif, yaitu halus, sedang, dan kasar pada skala 1:20.000 (Gambar 3.3.1 dan Tabel 3.3.1). Semakin dekat jarak antar sungai orde 1, maka tekstur pengalirannya semakin halus dan sebaliknya. Tekstur pengaliran merupakan fungsi dari litologi dan resistensi batuan (tingkat erosi).

Gambar 3.12 Tekstur pengaliran halus, sedang, dan kasar (kiri ke kanan).

Tabel 3.3 Penentuan tekstur pengaliran pada skala1:20.000 (Way,1920). Teksturpengaliran Jaraksungaiorde1(inchi ataucm) Halus

< 0,25 inchi atau < 0,635cm

Sedang

0,25 –2 inchi atau 0,635 –5,08cm

Kasar

> 2inchi atau > 5,08cm

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 36

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Tektur Pola Pengaliran :

Analisa Pola Kerapatan Sungai adalah Indeks yang menunjukan jumlah panjang sungai dalam suatu wilayah aliran. Kerapatan sungai akan kecil pada wilayah batuan permeable kecepatan sungai berguna mengetahui gambaran tingkat erosi suatu sungai. Dapat dihitung dengan rumus : Keterangan D = Drainage Densiti L = Panjang Sungai A = Luas Area Metode Stahler (Skala 1: 25.000) No

Jenis Densitas

Kecepatan Reaksi

Karakteristik

1

Coarse

<5

Limpasan kecil, permeable kokoh.

2

Medium

5 – 13,7

Limpasan sedang, batuan agak permeabel

3

Fine

13,7 – 155,3

Limpasan besar kondisi batuan impermeabel

4

Ultrafine

.155,3

Limpasan besar, batuan impermeable, erosi besar, daerah tidak stabil.

batuan

2.7.1. Macam-macam Bentuklahan Fluvial Sungai Teranyam (braided stream) Terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar-datar, alurnya luas, dan dangkal. Sungai teranyam atau anastomosis, terbentuk karena adanya erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai, sehingga terjadi pengendapan pada bagian hilir atau alurnya dan membentuk gosong sungai. Karena adanya gosong sungai yang banyak, maka alirannya memberikan kesan teranyam (Gambar 3.3.2.).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 37

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.13 Sungai teranyam atau Anastomotic

Gosong sungai (channel bar dan point bar) Endapan sungai yang terdapat pada tengah (channel bar) atau tepi (point bar) dari alur sungai (Gambar 3.3.3). Gosong sungai bisa berupa kerakal, berangkal, dan pasir.

Gambar 3.13 Gosong tepi (point bar).

Dataran limpah banjir (floodplain) dan tanggul alam (natural levee) Dataran yang terbentuk di sepanjang aliran sungai akibat bermigrasinya sungai. Apabila terjadi banjir, maka dataran tersebut akan menerima luapan banjir beserta materialnya (Gambar 3.3.4). Sungai stadia dewasa mengendapkan sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan dan kiri sungai. Seiring dengan proses yang berlangsung secara menerus tersebut, maka akan terbentuk akumulasi sedimen yang tebal, sehingga akhirnya membentuk tanggul alam (Gambar 3.3.5).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 38

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.14 Dataran limpah banjir yang berkembang pada sungai stadia tua.

Gambar 3.15 Tanggul alam yang berkembang pada sungai stadia tua.

Kipas aluvial (alluvial fan) Sungai dengan muatan sedimen besar yang mengalir dari lereng bukit atau pegunungan, lalu masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi pengendapan material secara cepat. Hal ini terjadi karena perubahan gradien lereng dan kecepatan yang drastis, sehingga, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir (Gambar 7.5). Selanjutnya dikenal sebagai kipas aluvial dan biasanya terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan lempung yang merupakan lapisan pembawa air yang baik

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 39

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.16 Kipas aluvial

Meander dan danau tapal kuda atau meander terpotong Meander adalah bentuk kelokan sungai pada dataran banjir (Gambar 6.6), daerah alirannya disebut sebagai meander belt. Meander terbentuk karena adanya pembelokan aliran sungai akibat pengikisan pada tebing sungai bagian luar (under cut) dan sedimentasi pada tebing bagian dalam (slip of slope). Pembelokan terjadi karena ada batuan atau endapan yang menghalangi arah aliran sungai, sehingga alirannya membelok dan terus melakukan penggerusan ke batuan yang lebih lemah. Danau tapal kuda adalah sebuah danau yang terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh pelurusan sungai (Gambar 3.3.7). Apabila bentuk tapal kuda tersebut tidak berair, maka disebut dengan meander terpotong (Gambar 3.3.8).

Gambar 3.17 Meander sungai (atas) dan danau tapal kuda (bawah).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 40

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Teras Sungai Faktor yang mempengaruhi pembentukan teras sungai adalah perubahan base level of erosion dan perubahan iklim. Teras sungai dapat dimanfaatkan untuk mengetahui proses – proses yang telah terjadi dimasa lalu, merupakan morfologi yang sering dijumpai pada sungai.

3.8. Bentuk Asal Vulkanik 3.8.1 Landasan Teori Bentukan asal vulkanik secara spesifik sangat mudah diidentifikasikan dari peta topografi, bentuklahan vulkanik di bentuk dari akumulasi lava fragmenfragmen produk vulkanik yang sangat berbeda daripada bentukan asal lainnya (Van Zuidam, 1983) Berdasarkan konsep dasar geomorfologi tersebut di atas, maka: 1. cara untuk mengidentifikasi melalui peta topografi bedasarkan tekuk lereng dan pola kontur 2. akumulasi lava dan produk vulkanik memberi peranan yang spesifik pada permukaan bumi yang dapat di lihat dari pola kontur

3.8.2 Batasan Bentang alam gunungapi mempunyai bentuk yang sangat khas sehingga sangat mudah dikenal melalui foto udara atau peta topografi. Kumpulan bentukbentuk gunungapi dibangun oleh aliran lava yang telah membeku sesuai dengan bentuk alam itu sendiri. Bentuk - bentuk ini disamping melalui tahapan rangkaian erosi dari muda hingga tua, juga sangat dipengaruhi oleh tipe-tipe kerangka dan material yang dikeluarkan. Hal ini akan dicerminkan oleh tekstur morfologi yang lebih kasar yang berarti pengikisan lebih lanjut. Tekstur gunungapi yang lebih halus menandakan adanya timbunan rempah-rempah yang lebih muda. Semua ini dapat tercermin dari variasi pola kontur pada peta topografi dari penafsiran perbedaan umur relatif satuan morfologi gunungapi. Demikian untuk gunungapi yang berdekatan atau pada kawah ganda dengan material yang dikeluarkan , pada kedua kawah tersebut akan nampak saling memotong pola konturnya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 41

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

3.8.3 Jenis Erupsi Gunungapi Gunungapi yang kita kenal mempunyai beberapa tipe letusan, antara lain: 1. Eksplosif dicirikan oleh tekanan gas yang tinggi. Menghasilkan material lepas (piroklastik) yang cenderung membentuk gunungapi kerucut. 2. Effusif dicirikan dengan tekanan gas rendah. Cenderung menghasilkan gunungapi strato (berlapis). Lava mengendap disekitar Crater sebagai dome, dataran lava, dan sebagainya. 3. Campuran terjadi antara ltusan eksplosif dan effusive. sebagai contoh : Gunung Merapi di Jawa Tengah. 3.8.4 Tipe – tipe Gunungapi Tipe Gunungapi menurut Lacrous (1190) dan Sapper (1931) sebagai berikut: 1. Tipe Icelandic adalah erupsi rekah dengan aliran magma basa yang mengandung sedikit gas, dengan volume lava besar. Aliran berupa lembar – lembar membentang sebagai kawasan luas membentuk dataran (plain / Plateau). 2. Tipe Hawaiian Bentuk retakan, kaldera, lubang–lubang letusan, lava mengandung gas mengalir menimbulkan bunga–bunga api serta abu kemudian mengendap membentuk kubah lava. 3. Tipe Strombolian Bentukan inin ditandai oleh puncak kepundan berbentuk kerucut berlapis (strato cones). Eksplositasnya secara terus menerus dengan pelepasan gas-gas serta lava beku yang merupakan bomb rombakan lava dan semburan abu awan lava yang menjulang tinggi. 4. Tipe Vulkanian Bentukan ini ditandai dengan bentuk kerucut berlapis (stratovolcanoes) dengan pipa sentral sebagai pusat erupsi, yang mengeluarkan lava kental, gas, abu dan awan panas, pumice, bomb. Materi yang dilontarkan membentuk bunga kol yang tegak menjulang vertical, pengendapan abu sepanjang lereng dinamakan “Pseudovulkanis“. 5. Tipe Vesuvian Tipe letusan ini lebih hebat dari pada tipe strombolian dan volkanian. Hembusan berulang–ulang yang berbahaya bersumber dari dapur magma, kawah kepundan yang relative sempit dan pipa stratocone membentuk awan bunga kol yang menjulang abu tinggi sehingga menimbulkan hujan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 42

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

6. Tipe Plinian Kekuatan Erupsi lebih dahsyat dibandingkan tipe vesuvian. Hembusan gas yang membawa aliran secara vertical dengan tinggi bermil–mil dengan pangkal yang sempit, mengembang keatas. Umumnya kandungan abu rendah, tubuh stratovulkano. 7. Tipe Pelean Mempunyai lava yang sangat kental, dihamparkan oleh letusan eksplosif. Terjadi perlapisan stratovolcanic yang tertumpangi kubah lava. Gas yang terlepas tampak pada lereng–lereng yang rusak atau tersingkap oleh timbulnya kubah lava. Tipe letusan memberikan kenampakan khas yaitu terjadinya “Nuee Ardantes“ (guliran lava blok, gas dan abu atau guguran material rombakan yang berpijar dalam kecepatan tinggi).

3.8.5 Morfologi Gunungapi Morfologi ini bertujuan untuk melengkapi usaha penelitian geologi didaerah gunungapi terutama dalam penentuan perkembangan atau evolusi gunungapi. Pola kontur morfologi gunungapi pada umumnya konsentrik dengan berbagai variasi yang tergantung pada tingkat aktivitas stadia, jenis gunungapi, bentuk pusat erupsi.

3.8.6 Beberapa Contoh Produk Gunungapi Beberapa contoh dari produk gunung api akibat dariaktifitas magmatisme adalah: 1. Cider cones, adalah bentuk kerucut yang dibentuk dari hasil letusan yang berupa tufadan breksi vulkanik, dengan kemiringan kerucut lebih dari 40 o. 2. Adventive cones, adalah bentuk kerucut yang hasil pembentukaanya berhubungan langsung dengan kegiatan aktivitas gunungapi. 3. Composite cones atau stratovulkanik, adalah bentuk kerucut yang dibentuk bergantian antara erupsi letusan dan aliran lava. 4. Gunungapi sekunder, sebagai hasil gunungapi yang baru tumbuh didasar kaidera. 5. Gunungapi tahapan tua kadang-kadang menghasilkan vulcanic neck.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 43

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.18 Pola Kontur daerah gunungapi

Gambar 3.19 Perubahan tekuk lereng (break in slope, 1 dan 2), gunung berapi strato merupakan sempandan antara jenis keluaran Gunung Berapi. H.D. Tjia (1969).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 44

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.20 Perkembangan Morfologi Gunungapi

3.9. Bentuk Asal Karst 3.9.1 Landasan Teori Menurut Esteban (1996), kars adalah suatu sistem yang merupakan kesatuan pengeringan alamiah air meteorik dalam sistem terbuka yang berinteraksi dengan formasi batuan. Mengacu Keputusan Menteri ESDM No: 1456 K/20/ Mem/2000, karst juga diartikan sebagai bentangalam pada batuan karbonat yang bentuknya sangat khas, yaitu dicirikan oleh terdapatnya bukit-bukit kecil, dolina atau daerahnya berupa cekungan-cekungan, gua, dan sungai-sungai di bawah permukaan tanah. Bentuk asal karst terbentuk akibat proses karstifikasi. Menurut Milanovic (1992), proses karstifikasi adalah kejadian eksodinamik yang melibatkan air dan mengakibatkan struktur massa batuan mudah larut, berubah secara berkesinambungan. Karsifikasi dapat terjadi pada tubuh batuan mulai dari permukaan yang bersentuhan langsung dengan atmosfer, hingga kedalaman 200-250 m. Mengacu Kep-Men ESDM No: 1456 K/20/ Mem/2000, karstifikasi adalah proses alam yang menyebabkan terbentuknya kars akibat peresapan dan pelarutan air (hujan) pada lapisan batugamping yang terjadi secara alami selama ruang dan waktu geologi. Istilah karst dikemukakan oleh para ahli geologi untuk menerangkan gejala rupabumiyang diakibatkan oleh proses kimia dan fisika pada kawasan berbatugamping atau batuan yang mudah larut. Meskipun demikian, tidak berarti setiap tempat yang terdapat batugamping akan terbentuk topografi karst. Berikut ini adalah faktor pengontrol dan faktor pendorong. Faktor Pengontrol menentukan dapat tidaknya proses karstifikasi berlangsung, sedangkan factor pendorong menentukan kecepatan dan kesempuranaan karstifikasi.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 45

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Faktor pengontolnya adalah sebagai berikut : 1. Tebal lapisan batugamping>200 m, agar memungkinkan terbentuknya bentuklahan kars yang sempurna. 2. Harus terdapat batuan mudah larut (batugamping) di permukaan atau sedikit di bawah permukaan. 3. Batuan ini harus kompak, banyak memiliki rekahan-rekahan atau berlapis dan sebaiknya berlapis tipis. 4. Terdapatnya lembah-lembah utama pada ketinggian lebih rendah dari batuan yang mudah larut ini. 5. Memiliki iklim basah dan hangat, agar memungkinkan terjadinya proses pelarutan dan pembentukan kars. 6. Harus terdapat sekurangnya curah hujan yang sedang. 7. Adanya proses tektonik (pengangkatan) yang perlahan dan merata di kawasan batugamping. Faktor pendorong adalah sebagai berikut: 1. Temperature 2. Vegetasi Ukuran bentukan bentuklahan Kars dipengaruhi oleh: 1. Karakteristik mekanik (strenght), fisik (porositas dan permeabilitas), kemurnian mineral atau kimianya. 2. Perekahan (fracturation) adalah proses mekanis yang menimbulkan rekahan dan celahan pada batugamping. Faktor lain adalah sesar, lipatan, bukaan pada bidang batas perlapisan, peringanan beban akibat erosi dan pelapukan. 3. Melalui rekahan/celahan inilah air hujan dan air permukaan akan masuk, kemudian mengakibatkan terjadinya proses pelarutan pada batugamping. Monroe (1907), membedakan Topografi Kars berdasarkan pada perbedaan bentuk-bentuk permukaan yang paling dominan pada suatu kawasan kars. Bloom (1979) membagi menjadi topografi kars mayor terdiri atas dolina, uvala, polje, kars valley; topografi kars minor terdiri atas lapies, gua kars, fito kars, speleothems, dan topografi kars sisa atau residual kars terdiri atas kegel kars, tower kars. Karst adalah bentangalam yang sangat spesifik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Dapat menghasilkan bentuklahan yang berkembang di permukaan (eksokars) dan di bawah permukaan (endokars): 1. Eksokars adalah semua fenomena yang dijumpai di atas permukaan tanah kawasan kars, yaitu bentuk negatif atau cekungan seperti doline, uvala, polje, dan bentuk positif atau bukit seperti conical hill (Gambar 1). 2. Endokars adalah semua fenomena yang dijumpai di bawah permukaan tanah kawasan kars, yang paling sering dijumpai adalah gua, sungai bawah tanah, saluran, dan terowongan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 46

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Klasifikasi menurut Cvijic 1914 Membagi topografi karst berdasarkan perkembangan holokarst, mesokarst dan karst transisi. a. Holokarst merupakan perkembangan karst paling sempurna, baik dari sudut pandang bentuk lahannya maupun hidrologi bawah permukaan. b. Mesokarst adalah karst dengan perkembangan tidak sempurna atau parsial dengan hanya mempunyai sebagian ciri bentuk lahan karst. Berkembang dibatugamping dan tidak murni dan tipis. c. Karst transisi berkembang dibatuan karbonat relative tebal, yang memungkinnkan perkembangan karst bawah tanah, akan tetapi batuan dasar yang impermeable tidak sedalam di holokarst

Gambar 3.21 Kenampakan topografi karst pada peta topografi yang memperlihatkan bentukan positif (garis kontur konsentris yang mencirikan bukit) dan negatif (gariskontur bergerigi yang menunjukkan lembah)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 47

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Macam-macam bentuklahan di daerah karst Dolina (doline) Cekungan membundar atau depresi tertutup di permukaan yang terjadi akibat proses pelarutan, runtuhan, atau amblegan (Gambar 8.1 dan 8.2). Bentuknya seperti mangkuk, garis tengah 10-100 m, dan kedalamannya berkisar 2–100 m. Sudut dinding dolina berkisar antara 20o-30o, kadang-kadang lebih curam bahkan berupa tebing tegak seperti pada depresi runtuhan (collapse sink). Perbedaan geometri tersebut disebabkan perbedaan kontrol struktur geologi, tingkat pelarutan, atau gabungan keduanya. Dengan diameter 10 -400 m menurut hal ini menurut Sweeting 1972.

Gambar 3.22 Dolina di Cina(www.speleogenesis.com)

Gambar 3.23 Bermacam-macam dolina berdasarkan proses terbentuknya (Bogli, 1980 dan White, 1988)

Uvala Uvala adalah depresi berukuran besar dan memanjang (uvala dari kata oval yang berarti lonjong), merupakan gabungan dari beberapa doline akibat proses pelarutan lanjut. Uvala juga terjadi akibat depresi besar karena runtuhnya atap sungai di bawah tanah yang dicirikan oleh dinding relatif curam. Banyaknya uvala pada suatu bentang alam kars, menunjukkan bahwa daerah tersebut berada pada

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 48

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

stadium dewasa. Ukuran uvala adalah 500 – 1000 m dan kedalaman 100-200 m dengan ukuran tidak teratur hal ini menurut Sweeting 1972. Polje Depresi tertutup dengan ukuran sangat besar melebihi ukuran uvala. Polye terjadi dari perluasan uvala atas proses solusi dan runtuhnya dinding yang telah lapuk.Bentuk polye memanjang dengan dasar relatif datar dan ditutupi oleh endapan aluvial, sumbu panjang searah jurus perlapisan atau struktur geologi. Polje bertebing curam dengan pelarutan secara lateral relatif lebih besar, dan mempunyai pengaliran di bawah permukaan kedalaman >1000 m dengan ukuran tidak teratur hal ini menurut Sweeting 1972. Sinks atau Sinkhole Sinks adalah tempat masuknya air ke dalam tanah atau disebut pula dengan ponour. Awalnya berukuran kecil, kemudian berkembang lebih lanjut akibat peristiwa runtuhnya atap rongga bawah dekat permukaan atau runtuhnya dinding sinkhole. Doline merupakan bentuk sinkhole yang telah tertutup oleh lapisan kedap air.

Gambar 3.24 Macam-macam bentulahan Karst

Rise atau voclus Rise adalah tempat timbul atau keluarnya airtanah, pada peta topografi diketahui sebagai adanya mata air atau hulu sungai. Luweng Luweng adalah depresi pada lahan kars yang berbentuk silindris, mulutnya benarbenar membundar, seperti sumur, dinding vertikalnya memotong relative tegak lurus terhadap struktur perlapisan batuan. Bagian alas dari suatu luweng biasanya merupakan batuan dasar. Sebuah luweng sering kali mempunyai system pengeringan di bagian alasnya. System pengeringan yang ada berupa saluransaluran kecil yang berhubungan dengan suatu saluran pengering utama di bawah permukaan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 49

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Pinnacle Pelarutan sepanjang kekar dan rekahan membuat masa batuan menjadi lebih rendah dan menyisakan blok-blok batugamping yang terisolasi satu sama lain, yang dikenal dengan istilah pinakel. Ketinggian sebuah pinakel dapat dimulai dari beberapa meter hingga puluhan meter dari permukaan tanah di sekitarnya. Pinakel biasanya mempunyai lereng terjal dan penampang horizontal bagian atasnya berbentuk elips. Bukit-bukit Residual Bukit-bukit residual merupakan morfologi positif berbentuk kerucut atau kubah yang terisolasi dikitari oleh dataran. Pada umumnya mereka memiliki lereng cukup terjal atau lebih dari 450. Morfologi demikian, dihasilkan oleh proses karstifikasi yang telah cukup lanjut. Kerucut dan Menara Kars Bukit-bukit residual dengan lereng vertikal yang disebut menara. (Turmkars = tower kars), atau dengan lereng miring yang disebut kerucut (Kegelkars = cone kars). Ketinggian kerucut-kerucut dan menara-menara kars sangat bervariasi, di daerah yang satu dengan di tempat lainnya berbeda, mulai dari puluhan meter hingga ratusan meter.

3.10. Bentuk Asal Marine dan Aeolian 3.10.1 Landasan Teori Pantai merupakan daerah yang terletak di bagian tepi dari kontinental. Yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan model pantai adalah gelombang (wave) dan arus (current), sedangkan gelombang pasang surut (tides) kecil pengaruhnya. Gelombang terbentuk antara lain karena adanya pergerakan air, besar kecilnya kecepatan angin berpengaruh terhadap besar kecilnya gelombang. Bentang alam pantai dikontrol oleh aksi alamiah yang belkeda secara terusmenerus. Pada dasarnya dapat dikelompokkan dua macam alksi alamiah yaitu yang bersifat menghancurkan (destruktif dan yang bersifat membangun dengan cara pengendapan (konstruktif/depositional).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 50

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

3.10.2. Beberapa Kenampakan Hasil Erosi Pantai a. Dataran abrasi, yaitu suatu dataran hasil pengendapan dari abrasi gelombang laut. b. Geos, yaitu celah sempit dan dalam yang terdapat pada tepi pantai. c. Lengkungan alamiah yang terbentuk sebagai akibat hempasan gelombang laut. d. Stacks, yaitu gelombang alamiah yang terpisah dari daratan karena runtuh. e. Goa pantai yang terbentuk karena hempasan gelombang laut yang menghantam zona-zona yang lemah pada tebing pantai.

3.10.3 Beberapa Kenampakan Hasil Pengendapan Pantai a. Spit, yaitu endapan pantai dengan satu bagian tergabung dengan daratan dan bagian yang lain menjorok ke laut b. Tombolo, yaitu endapan tipis yang menghubungkan pulau dengan daratan. c. Headland, yaitu batuan daratan yang resisten dari erosi gelombang air laut. d. Bars, yaitu hampir sama dengan spit tetapi disini bars menghubungkan headland yang satu dengan yang lain. e. Beach, yaitu daratan yang cukup luas, tersusun oleh endapan pasir.

3.8.4 Klasifikasi Pantai A. Klasifikasi pantai menurut Johnson, (1919): Klasifikasi ini berdasarkan genesanya sebagai berikut: a. Pantai emergence, pantai ini terbentuk jika terjadi pengangkatan daratan sehingga terjadi pengunduran garis pantai, dasar laut mendalam secara perlahan dan teratur. b. Pantai submergence, pantai ini terbentuk jika air laut menggenangi daratan, sehingga terjadi kemajuan garis pantai, dasar laut mempunyai kedalaman yang tidak teratur, yang merupakan lembah-lembah dan bukit-bukit lama. c. Pantai netral, pantai ini terjadi karena adanya pengendapan alluvial/sungai. Delta, dataran alluvial dan dataran outwash, merupakan ciri-dri dari pantai netral. d. Pantai compound (campuran), pantai yang terbentuk oleh adanya proses pengangkatan dan penurunan. B. Klasifikasi pantai menurut Shepard, (1948): Klasifikasi ini dikaitkan pada bermacam-macam faktor yang berhubungan dengan pembentukannya dan perbedaan bentuk-bentuk awal (initial) dan bentuk sequential (berikutnya). Pantai primer, berstadia muda dan yang dihasilkan oleh proses bukan asal laut (nonmarine agencies).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 51

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

1. Pantai karena erosi dari daratan baik oleh erosi sungai maupun glasial sebelum mengalami pengangkatan. a. Pantai erosi fluvial yang tenggelam. b. Tenggelamnya lembah-lembah glasial. 2. Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat. a. Pantai hasil pengendapan fluvial:  Pantai delta.  Pantai dataran alluvial yang menurun. b. Pantai pengendapan glasial  Sebagai morena yang tenggelam.  Sebagai drumline yang tenggelam. c. Pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin. d. Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang luas. 3. Bentuk pantai akibat aktivitas vulkanisme. a. Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. b. Pantai amblesan vulkanik dan pantai kaldera. 4. Bentuk pantai akibat pengaruh diastrophisme atau tektonik. a. Pantai yang terbentuk karena patahan. b. Pantai yang terbentuk karena lipatan. Pantai sekunder, berstadium dewasa dan dihasilkan oleh proses-proses laut. 1. Bentuk pantai karena erosi laut. a. Pantai yang berliku-liku karena erosi gelombang. b. Pantai,terjal yang lurus karena erosi gelombang. 2. Bentuk pantai karena pengendapan laut. a. Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang memotong teluk. b. Pantai yang maju karena pengendapan laut. c. Pantai dengan gosong lepas pantai

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 52

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.25. Morfologi hasil sedimentasi (A). Bars; (B). Tombolo; (C). Salt Marshes

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 53

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3.25. Tipe-tipe Garis Pantai

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 54

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB IV INTERPRETASI GEOLOGI

4.1. Interpretasi Geologi 4.1.1 Maksud Maksud interpretasi geologi adalah melakukan interpretasi detil terhadap indikatorindikator pola pengaliran dan aspek-aspek geomorfologi serta berdasarkan unsurunsur dasar pengenalan dan penafsiran.

4.1.2. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai di dalam interpretasi geologi adalah: 1. Mengetahui bentuklahan dan proses-proses geomorfologi yang mempengaruhinya. 2. Mengetahui litologi dan hubungan statigrafi secara terbatas berdasarkan indikator pola pengaliran dan aspek-aspek geomorfologi. 3. Mengetahui struktur geologi dan kaitannya dengan fenomena bentuklahan serta indikator pola pengaliran dan aspek-aspek geomorfologi. 4. Dapat membuat peta geologi tentatif berdasarkan interpretasi foto udara dan landsat.

4.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang diperlukan dan dipergunakan didalam interpretasi pola pengaliran adalah: 7. Foto udara pankromatik hitam, skala 1: 40.000 atau 1: 50.000 8. Plastik transparan 9. Kapas, aceton, dan cellotype 10.Stereoskop cermin 11.Spidol OHP marker ukuran fine berwarna biru, hitam, merah. 12.Penggaris dan busur derajat

4.3 Tahapan Interpretasi 1. Gambarkan dengan spidol biru:

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 55

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

a. Seluruh aliran sungai secara lengkap, baik sungai yang aliran airnya jelas, sungai yang tertutup vegetasi, lembah atau alurnya. b. Seluruh tubuh perairan seperti danau, rawa atau lokva. 8. Gambarkan dengan spidol hitam a. Batas satuan bentuk lahan fluvial yang berkembang disepanjang aliran sungai b. Batas pola pengaliran c. Batas tafsiran struktur geologi dan tekstur pengaliran. 9. Tentukan pola pengaliran dan penyimpangan pola pengaliran sungai bila dijumpai, lalu tafsirkan apa makna geologinya. 10. Hitung jarak antar sungai orde 1, lalu tentukan tekstur pole pengalirannya (skala 20.000) lalu tafsirkan makna geologinya. 11. Tentukan aspek-aspek geomorfologi berikut makna geologinya. 12. Amati bentuk lembah lalu tafsirkan kendali litologi yang mempengaruhinya. 13. Amati apakah sungai yang mengalir diatas endapan alluvial atau diatas batuan dasarnya. 14. Setelah parameter di atas saudara tentukan, selanjutnya tafsirkan kendali geologinya. 4.4 Pelaporan 1. Setelah parameter-parameter di atas sudah saudara tentukan, antara lain apa dan bagaimana pola pengalirannya, penyimpangan aliran, tekstur aliran, bentuk lembah, tempat pengaliran dan tubuh perairan kemudian saudara masukkan parameter tersebut kedalam tabel yang telah ditentukan. 2. Terakhir buat penjelasan dan uraian mengenai hubungan atau parameter analisis pola pangaliran, litologi, struktur geologi, dan proses geomorfologi yang mengendalikannya. 3. Sertakan pula plastik trasparansi didalam laporan saudara.

4.5 Geomorfologi Melakukan interpretasi geomorfologi berdasarkan unsur-unsur pengenalan dan penafsirannya. Dengan pejelasan sebagai berikut: 4.5.1 Unsur-unsur Pengenalan: 1. Rona (Tone/Color Tone) Rona adalah tingkat kehitaman atau tingkat kegelapan obyek pada citra. Jadi, rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Menurut Ray (1965), rona adalah ukuran relatif banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh obyek dan terekam pada citra hitam putih. Rona dapat diartikan sebagai warna benda. Warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 56

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

dari spektrum tampak. Warna menunjukan tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya. Klasifikasi Rona Menurut Sabins (1978): Cerah (light) - Putih (white) - Cerah (light) Sedang (Intermediet) - Cerah abu-abu (grey light) - Abu-abu cerah (light gray) - Abu-abu (gray) - Abu-abu gelap (dark gray) - Gelap abu-abu (gray dark) Gelap - Gelap (dark) - Hitam (balck) Rona foto udara dipengaruhi oleh: 1. Kedudukan benda yang difoto terhadap matahari 2. Warna dari pada benda yang difoto 3. Sifat memantulkan sinar dari permukaan batuan 4. Bayangan awan 5. Kekompakan batuan dan batuan induk segar 6. Tanah hasil pelapukan batuan 7. Kelembaban dari pada batuan atau tanah penutup dan tubuh air 8. Tumbuhan penutup 9. Bentuklahan budaya 10. Kepekaan filter film dan pemrosesannya Warna dari pada benda yang dipotret 1. Batuan berwarna gelap umumnya berona gelap, se-dangkan batuan putih mempunyai rona lebih terang. 2. Batuan basalt berona gelap; batuan granit terang; batugamping, batupasir, sekis, dan basalt berona terang; batulempung, batuserpih, batusabak, dan sekis bermika berona kelabu; amfibolit berona gelap. Sifat memantulkan sinar dari permukaan batuan Permukaan batuan halus memantulkan sinar datang se cara langsung (rona lebih terang), pada permukaan ba-tuan kasar kurang memantulkan sinar (rona lebih gelap) Pada batuan yang baru saja mengalami longsor akan mempunyai rona yang terang, sedangkan batuan yang sudah lama mengalami erosi akan tampak lebih gelap. Bayangan awan 1. Apabila posisi kapal terbang di atas awan, maka awan tampak putih terang, sedangkan bayangan nya tampak sangat gelap. 2. Apabila posisi kapal terbang di bawah awan, awan tidak tampak pada foto udara, tetapi bayangannya yang tampak.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 57

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

3. Pengaruh bayangan adalah mempergelap rona batuan itu sendiri. Kekompakan batuan 1. Batuan kompak umumnya mempunyai rona agak gelap dibanding rona batuan yang sama, tetapi sudah lepas. 2. Contoh batupasir yang mengalami longsoran, bagian yang tidak longsor nampak sedikit gelap dari pada bagian yang longsor. 3. Permukaan yang halus memantulkan banyak cahaya. Ronanya pada foto udara lebih cerah daripada permukaan yang kasar, sebaliknya pada cerita SLAR atau SIR. Kelembaban dari pada batuan atau tanah penutup 1. Batuan yang lembab pada umumnya mempunyai rona yang lebih gelap dari batuan yang sama tetapi kering. 2. Foto udara yang dibuat pada waktu musim penghujan, ronanya tampak merata gelap. Akibatnya perbedaan warna maupun sifat fisik batuan kurang kontras perbedaan ronanya pada foto udara. 3. Untuk kepentingan geologi, sebaiknya foto udara di buat pada musim kering. Keseragaman rona tersebut dibagi menjadi: 1. Mottled 2. Uniform 3. Banded 4. Scrabbled Mottled tone: rona gelap dan cerah berubah-rubah dalam jarak yg relatif dekat. Hal ini dapat disebabkan perubahan kandungan air tanah atau tekstur tanah. Rona gelap merupakan daerah depresi lebih basah, rona cerah lebih kering. Biasanya yang menunjukkan rona ini adalah batugam ping bertopografi karst, coastal plain dataran pantai, cekungan infiltrasi pada teras, dan dataran banjir Banded tone: rona gelap dan cerah bergantian meru-pakan berkas atau pita yang lurus atau meliuk-liuk spt: 1. Daerah kering dan basah yang berhubungan dengan meander scroll di dataran banjir. 2. Ancient outwash channels 3. Pematang pantai dan bukit pasir linier 4. Gawir batuan sedimen berlapis 5. Batuan metamorfik berfoliasi Scrabbled tone: rona gelap dan cerah dengan bentuk tidak menentu dan ukuran luas bervariasi, dijumpai di daerah bertekstur halus tetapi tidak teratur, seperti di: 1. Daerah kering dengan deposit alkali pada permukaan bumi. 2. Aliran lava Volkanik muda.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 58

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2. Bentuk Merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo,1979). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. Bentuk tertentu pada foto udara sangat erat hubungannya dengan keadaan geologi. Shape ialah bentuk luar, sedang form merupakan susunan umum atau struktur yang bentuknya lebih terperinci. 3. Tekstur Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand and Kiefer, 1979). Tekstur adalah pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes and Simonett, 1975). Tekstur yaitu perubahan rona pada citra yang dihasilkan oleh sekelompok kenampakan satuan yang terlalu kecil un- tuk diamati secara individual (Colwell dlm Ray, 1960, h.9). Tekstur adalah derajat kekasaran atau kehalusan yang ditunjukkan oleh citra foto (Avery, 1997).Tekstur berkaitan dengan rona, bentuk, ukuran, dan pola. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, rata, banded, berbintik-bintik, granular, linier, blocky, matted (seperti tikar) dan wolly. Ciri-ciri objek geologi berdasarkan Tekstur: 1. Batuan ubahan kebanyakan dapat dikenal dari teksturnya yang tampak seperti serabut halus. 2. Perlapisan batuan sedimen memperlihatkan tekstur banded. 3. Permukaan air yang tenang bertekstur halus. hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus. 4. Dua aliran lava yang berlainan umur. Lava yg lebih tua sudah banyak tererosi, sedangkan yang lebih muda masih kelihatan lebih halus. Pada foto udara, lava yang lebih tua akan tampak bertekstur lebih kasar, sedangkan yg lebih muda tampak lebih halus. 5. Endapan aluvial sangat mudah dikenal pada foto udara, umumnya bertekstur halus. 6. Tekstur halus biasanya dijumpai di pada batuan homogen misalnya batulempung. 7. Tekstur kasar biasanya dijumpai pada batuan heterogen seperti konglomerat, breksi, batuan beku dan batugamping berelief tinggi.

Gambar 4.1 Tekstur Halus dan Tekstur kasar

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 59

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4. Pola Pola alam adalah rangkaian bentuk bentuk geologi, topografi, dan vegetasi pada permukaan bumi. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai banyak obyek alamiah maupun bentukan manusia. Polanya bisa lurus, melengkung, tidak menerus, atau zig-zag.

Gambar 4.2 Pola garis lurus atau melengkung biasanya berhubungan erat dengan struktur geologi

Gambar 4.3 Penyebaran kampung/permukiman yang memanjang mengikuti lereng gunung atau sepanjang aliran sungai.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 60

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

5. Ukuran Atribut ukuran obyek dapat berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Ukuran obyek merupakan fungsi skala, karena itu ukuran harus selalu diingat skalanya. Ukuran obyek geologi kadang-kadang sangat menolong penafsiran geologi. Erosion scrap pada batuan sedimen miring, biasanya berlereng lebih terjal dari pada dip slope nya. Ukuran penting pula untuk mengetahui pergeseran sesar atau interval-interval lain seperti misalnya ketebalan statigrafi. 6. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail yang berada di daerah gelap. Bayangan banyak di pergunakan dalam penafsiran dibidang pertanian dan geografi. Misal untuk mengukur tinggi pohon dan mengenal jenis bangunan, cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya. Bayangan kadang dapat untuk mengenal obyek geologi: 1. Sumbat gunung berapi tanpa mempergunakan ste-reoskop, dari bayangannya tampak berupa kerucut. 2. Gawir batas kaldera juga tampak dari bayangannya. 3. Adanya bayangan, maka lereng terjal atau gawir (escarpment) tampak lebih jelas. 7. Hubungan Sekitar Menafsir geologi dari foto udara pada daerah yang sem-pit dan tidak diketahui hubungannya dengan daerah se-kitarnya adalah sangat sukar. Cara mengatasinya adalah apabila hubungannya dengan daerah sekitarnya dapat terlihat. 4.5.2 Unsur Penafsiran - Vegetasi - Budaya - Pola pengaliran - Relief/Topografi 4.6 Interpretasi Litologi dan Stratigrafi 4.6.1 Batasan dan Pengertian Interpretasi Litologi Karakteristik foto udara untuk suatu jenis batuan dipengaruhi oleh iklim, kedudukan lapisan dan relief. Atas dasar tersebut, maka karakteristik jenis batuan pada foto udara sangat bervariasi. Meskipun kriteria-kriteria yang bersifat umum dapat dipergunakan untuk mengenalinya. Pada daerah berbatuan sedimen lebih banyak memberikan informasi litologi dan struktur bila dibandingkan dengan daerah berbatuan beku atau metamorf. Lapisan batuan sedimen yang berlapis dengan sifat yang berbeda, jika tersingkap akan

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 61

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

memperlihatkan perbedaan topografi antara batuan yang resisten dan batuan yang kurang resisten. Seandainya efek topografi tidak begitu jelas, maka perbedaanya masih dapat dikenali dari vegetasi atau perbedaan rona pada masing-masing lapisan batuan. Pada daerah berbatuan beku dalam, mempunyai kecenderungan mencakup daerah yang luas atau sempit memanjang dan homogen, tidak menunjukkan perlapisan, tetapi sering mempunyai sistem kelurusan tertentu. Pada daerah berbatuan beku luar, biasanya ditandai oleh bentuklahan khusus seperti kerucut gunungapi, kawah, kaldera dan pada gunung api strato ditandai oleh punggungan sebagai pencerminan dari aliran lava.

Pada daerah berbatuan metamorf ditandai oleh kelurusan yang sejajar atau agak sejajar yang disebabkan oleh foliasi, tetapi ada beberapa yang sangat masif menyerupai batuan beku. Topografinya umumnya memperlihatkan bentuk yang tidak teratur. 4.6.2 Dasar Teori Interpretasi foto udara untuk litologi dilakukan berdasarkan pendekatan kriteria dasar pengenalan dan kriteria dasar penafsiran. Ada yang dapat langsung diindera, yaitu kenampakan fisik, sehingga dapat untuk membedakan jenis batuannya. Oleh karena itu, unsur pengenalan dan unsur penafsiran dapat diterapkan. Yang tidak dapat diindera langsung adalah faktor ganesanya, oleh karena itu perlu dilakukan uji lapangan (field check). Untuk menafsirkan batuan dapat didasarkan pada: 1. Karakteristik bentuklahan 2. Ekspresi topografi 3. Pola pengaliran Jika singkapan batuan jarang, daerah berelief rendah, material penutup permukaan tebal, tersebar luas dan permukaan topografinya kurang mencerminkan keadaaan geologinya, maka analisis rinci mengenai morfologi dan pola pengaliran diharapkan dapat memberikan petunjuk litologinya. 4.6.2.1 Batuan Sedimen Untuk kepentingan interpretasi foto udara, maka batuan sedimen dapat dibagi menjadi (lihat Gambar 6.1 dan Tabel 6.1): 1. Batuan sedimen klastik berbutir kasar 2. Batuan sedimen klastik berbutir halus 3. Batuan sedimen karbonat

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 62

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4. Batuan sedimen berlapis horizontal 5. Batuan sedimen berlapis miring / terlipat 4.6.2.1.1 Batuan Sedimen Klastik Berbutir Kasar Seperti breksi, konglomerat dan batupasir dengan ciri pada foto udara adalah sebagai berikut : 1. Topografi a. Pada iklim basah: perbukitan masif dengan kemiringan terjal. Umumnya lebih resisten, sehingga membentuk caprockpada batuan disekelilingnya dengan batas sebaran jelas dan tajam. Residual soil umumnya tipis pada bagian puncak dan pada bagian bawahnya menjadi lebih tebal. b. Pada iklim kering: soil sangat tipis, sehingga bentuk kekar sangat jelas. Sering memperlihatkan tebing yang curam. Pada perlapisan mendatar, puncak-puncak bukitnya mempunyai ketinggian yang hampir sama. 2. Pola Pengaliran a. Pada iklim basah: dendritik dengan tekstur kasar sampai sedang, tetapi tergantung pada pola rekahan, sehingga kadang menunjukkan pola engaliran angular atau rectangular. b. Pada iklim kering: karena dikontrol oleh tipisnya soil dan pola rekahan yang berkembang, maka pola pengaliran umumnya dendritik sampai subangular dengan tekstur sedang-kasar. 3. Rona a. Pada iklim basah: cerah adanya banding yang menunjukkan perlapisan atau perselingan dengan batuan sedimen lainnya. b. Pada iklim kering: cerah dan kadang banded 4. Alur Liar a. Pada iklim basah: umumnya sedikit dengan bentuk V b. Pada iklim kering: jarang dan tidak beraturan. 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: tidak begitu lebat tapi seragam, terdapat jenis tumbuhan yang berbeda pada sisi tebing karena kandungan air yang berbeda. b. Pada iklim kering: vegetasi jarang, kadang lebat disepanjang lembah. Pola pemukiman cenderung mengikuti lembah utama.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 63

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4.6.2.1.2 Batuan Sedimen Klastik Berbutir Halus Termasuk dalam kelompok ini adalah batulempung, lanau, serpih dan napal. Ciriciri pada foto udara adalah sebagai berikut: 1. Topografi a. Pada iklim basah: membentuk bukit rendah dengan puncak membulat atau perbukitan menggelombang. Pembentukan soil umumnya sangat tebal. b. Pada iklim kering: umumnya membentuk lereng terjal dengan lembah yang dalam, bukit membulat. Bidang perlapisan dapat diamati dengan jelas. 2. Pola Pengaliran a. Pada iklim basah: dendritik dengan tekstur sedang sampai halus, peranan pola struktur pengaliran kurang. b. Pada iklim kering: dendritik dengan tekstur halus, menunjukkan kecepatan limpasan sungai cepat dan batuan yang kedap air. 3. Rona a. Pada musim basah: abu-abu gelap dan mottled, disebabkan oleh perbedaan kelembaban dan kandungan organik. b. Pada iklim kering: abu-abu cerah sampai abu-abu gelap dan seragam, disebabkan warna soil dan kandungan mineralnya. 4. Alur Liar a. Pada iklim basah: bergelombang dengan slope landai. b. Pada iklim kering: bergelombang dengan lereng yang agak terjal, bentuknya agak vertikal. 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: sedikit tetumbuhan b. Pada iklim kering: umumnya jarang, biasanya ditutupi oleh ilalang dan belukar.

4.6.2.1.3 Batuan Karbonat Termasuk dalam kelompok ini secara khusus adalah batugamping. Ciri-ciri pada foto udara sebagai berikut: 1. Topografi a. Pada iklim basah: akibat pelarutan menyebabkan terbentuknya karst (dolena, uvala, lokva, dll). Pada batuan dengan kemiringan landai

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 64

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

atau datar akan membentuk bukit-bukit kerucut atau membulat (conical hills) b. Pada iklim kering: umumnya membentuk cap dengan puncak rata, tidak memberikan bentuk karst topografi. 2. Pola Pengaliran a. Pada iklim basah: umunya internal, aliran sungai terputus-putus. Sungai utamanya memberikan bentuk kelokan runcing mengikuti adanya sistem rekahan yang terdahulu. b. Pada iklim kering: angular-dendritik dengan tekstur sedang sampai halus. Sungai-sungai umumnya intermitten. 3. Rona a. Pada iklim basah: berbintik-bintik (mottled) gelap sampai abu-abu. Bintikbintik hitam disebabkan oleh adanya air yang terperangkap didaerah sinkhole. b. Pada iklim kering: abu-abu terang, seragam (uniform). 4. Alur Liar a. Pada iklim basah: bergelombang dengan rona yang cerah mengelilingi sinkhole. b. Pada iklim kering: tidak jelas 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: jarang, tetapi berkat usaha penghijauan, maka tumbuhan dapat lebat seperti di Wonosari sekitarnya. b. Pada iklim kering: sangat jarang

4.2.6.1.4 Batuan Sedimen Berlapis Tipis dan Mendatar Ciri-ciri pada foto udara adalah sebagai berikut: 1. Topografi a. Pada iklim basah: memberikan ekspresi berbentuk teras, batuan yang resisten (batupasir) membentuk lereng yang terjal. Puncak-puncak perbukitan ketinggiannya hampir sama. b. Pada iklim kering: bukit-bukit dengan lereng berteras / undak yang jelas terlihat. Batuan yang lebih resisten membentuk tebing yang lebih landai.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 65

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2. Pola Pengaliran a. Pada iklim basah: dendritik dengan tekstur sedang, hampir mirip pola pengaliran pada serpih didaerah iklim basah. b. Pada iklim kering: dendritik dengan tekstur halus 3. Rona a. Pada iklim basah: abu-abu sedang, uniform b. Pada iklim kering: abu-abu halus dengan banding yang rapat, bentuk banding ini menunjukkan adanya perlapisan. 4. Alur Liar a. Pada iklim basah: bergelombang b. Pada iklim kering: tidak jelas 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: didaerah lebih lebat daripada dipuncak, umumnya tetumbuhan uniform. b. Pada iklim kering: tetumbuhan jarang, yang ada sebagian besar adalah semak dan ilalang. 4.2.6.1.5 Batuan Sedimen Berlapis Tebal dan Mendatar Ciri-ciri pada foto udara adalah sebagai berikut: 1. Topografi a. Pada iklim basah: adanya bentuk teras dengan puncak-puncak bukit yang hampir sama ketinggiannya. Batupasir berlereng terjal, serpih berlereng landai, dan adanya batupasir memperlihatkan efek pelarutan pada batuan tersebut. b. Pada iklim kering: perbukitan dengan ketinggian hampir sama, memperlihatkan bentuk undak. Batugamping dan batupasir menunjukkan lereng terjal, sedangkan serpih berlereng landai. 2. Pola Pengaliran a. Pada iklim basah: dendritik dengan tekstur sedang sampai kasar. Adanya batugamping akan menyebabkan bentuk-bentuk akibat pelarutan seperti sinkhole dan natural tunnel dengan sungai utama sering mempunyai pola angular. b. Pada iklim kering: umumnya dendritik dengan tekstur sedang sampai halus. 3. Rona a. Pada iklim basah: menunjukkan adanya banding.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 66

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

b. Pada iklim kering: adanya banding, vegetasi pada batuan dengan permeabilitas buruk dapat menyebabkan rona lebih gelap dari batuan sekitarnya yang mempunyai permeabilitas lebih baik. 4. Alur Liar a. Pada iklim basah: sangat bervariasi, tetapi pada umumnya bergelombang. Batugamping memberikan bentuk alur dengan warna yang terang. b. Pada iklim kering: tidak jelas. 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: vegetasi tumbuh dengan baik. b. Pada iklim kering: tetumbuhan sedikit, sebagian besar ditutupi oleh ilalang atau semak belukar.

4.2.6.1.6 Batuan Sedimen Berlapis dengan Kemiringan Ciri-ciri pada foto udara adalah sebagai berikut: 1. Topografi a. Pada iklim basah: perlapisan antar batuan yang resisten memberikan bentuk perbukitan yang sejajar dan tajam. Perselingan antara kedua macam batuan yang resisten dan tidak resisten akan memberikan bentuk perselingan antara perbukitan yang curam dan yang landai. b. Pada iklim kering: membentuk perbukitan yang sejajar dan runcing.

2. Pola Pengaliran a. Pada iklim basah: umumnya dendritik dan trellis dengan tekstur sedang sampai halus. Perselingan antara batuan resisten dan tidak resisten akan memeberikan pola yang berbeda, apabila terdapat rekahan akan mempunyai pola pengaliran angular. b. Pada iklim kering: trellis dengan tekstur sedang sampai halus. Dalam skala besar, apabila mempunyai sudut lereng yang seragam, maka akan menunjukkan pola pengaliran paralel. 3. Rona a. Pada iklim basah: abu-abu dan menunjukkan adanya banding akibat soil yang berbeda. b. Pada iklim kering: banding pada batuan dengan permeabilitas dan silika tinggi, ronanya lebih cerah. Adanya vegetasi dapat mengaburkan rona yang ditimbulkan batuan dibawahnya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 67

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4. Alur Liar a. Pada iklim basah: sangat bervariasi. b. Pada iklim kering: tidak jelas. 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: vegetasi sangat bervariasi. b. Pada iklim kering: tetumbuhan sedikit, sebagian besar ditutupi oleh ilalang atau semak belukar. Tabel 4.1. Karakteristik Batuan Sedimen Dalam Foto Udara (D.S. Way, 1973) Litologi Topografi Rona Lembah Pola Penutup

4Batupasir Iklim Basah

Masif, lereng curam Tabular,

Ikllim Kering Datar

Dendritik Kasar

Cerah

Angular, Dendritik sedang- Cerah halus Banding

Berbentuk Hutan V Terbuka Beberapa Tidak Ada

Serpih BatulempungIlkim Basah Iklim Kering

Batugamping Iklim Basah

Bukit landai Dendritik sedang-halus Dendritik Bukit sedang-halus membulat curam

Mottled kusan Cerah banding

Topografi karst

Mottled

Internal

Berbentuk Terolah U Terbuka Tebingnya curam Putih

Terolah

Melingkar

Iklim Kering Angular–den- Cerah Bukit tabulardritik sedang datar Iklim Tropis

Laboratorium Geoinderaja 2017

Terbuka

Tidak Ada

Internal Topografi Karst tropis

Beberapa tidak Ada

Cerah seragam

Terbuka/ hutan

Hal. 68

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 4.4..Diagram yang menunjukkan karakteristik foto yang menonjol dari tipe batuan sedimen utama (J.M.F. Mekel).

4.6.2.2 Batuan Beku 4.6.2.2.1 Batuan Beku Ekstrusif Berasosiasi dengan bentuklahan gunung berapi: aliran lava, kerucut lava atau abu, kawah, maar, dataran tufa, volcanic neck dan dyke (Tabel 6.2.) Bentuk vulkanik pada foto udara dicirikan dengan: 1. Topografi: cider cones mempunyai bentuk membulat yang merupkan indikasi aktivitas vulkanik, bila tererosi akan terlihat adanya bentuk jenjang vulkanik atau retas yang melingkar. 2. Pola pengaliran: secara keseluruhan radial dengan anak sungai kadangmenunjukkan pola paralel. 3. Rona: abu-abu gelap 4. Alur liar: bergelombang dengan arah penyebaran paralel, mempunyai rona yang lebih gelap dan sekitarnya 5. Vegetasi: sangat bervariasi Aliran basalt pada foto udara dicirkan dengan: 1. Topografi: yang landai, bila tererosi akan memberikan bentuk mesa atau plateau.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 69

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2. Pola pengaliran: paralel dengan tekstur kasar. 3. Rona: gelap dan kadang berbintik, bintik-bintik ini disebabkan oleh adanya soil yang tidak homogen. 4. Alur liar: tidak menentu 5. Vegetasi: pada aliran basalt muda umumnya jarang ditumbuhi oleh vegetasi, tetapi pada bentuk aliran basalt yang tua vegetasinya bisa sangat lebat. Tufa fragmental pada foto udara dicirikan dengan: 1. Topgrafi: perbukitan terjal, penyebaran relatif mendatar karena ketinggian bukit tidak merata. 2. Pola pengaliran: dendritik dengan tekstur halus. 3. Rona: abu-abu gelap sampai abu-abu cerah. 4. Alur liar: berbentuk V dengan ukuran yang berbeda-beda. 5. Vegetasi: bervariasi dari jarang hingga lebat, tergantung iklim. Aliran berlapis pada foto udara dicirikan dengan: 1. Topografi: perbukitan dengan lereng berbentuk undak. 2. Pola pengaliran: dendritik-paralel, anak sungai umumnya lengkung seperti sabit. 3. Rona: berwarna cerah dan dikelilingi oleh warna gelap. 4. Alur liar: bervariasi. 5. Vegetasi: sangat lebat pada daerah iklim basah (humid) dan sebaliknya sangat jarang pada daerah iklim kering (arid).

4.6.2.2.2 Batuan Beku Intrusif Batuan beku ini disebabkan oleh sifatnya yang homogen, sehingga akan Nampak masif dan tanpa banding seperti pada batuan sedimen dan malihan. Batuan Beku Intrusif pada foto udara dicirikan oleh: 1. Topografi a. Pada iklim basah: intrusi plutonik memberikan bentuk topografi masif membulat kadang seperi kubah dengan lereng agak terjal, bongkah-bongkah akan terakumulasi pada dasar lembah. b. Pada iklim kering: intrusi batuan plutonik memberikan bentuk yang kasar, membulat dengan tebing yang tajam, bongkah berserakan dipuncak atau dasar perbukitan yang nampak sebagai bintik-bintik kecil. 2. Pola pengaliran a. Pada iklim basah: dendritik dengan tekstur sedang.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 70

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

b. Pada iklim kering: dendritik dengan tekstur halus, sudut anak sungai yang bergabung umumnya. 3. Rona a. Pada iklim basah: abu-abu gelap, uniform, pada daerah yang kekarnya berkembang, ronanya akan gelap. b. Pada iklim kering: abu-abu cerah kadang banded. 4. Alur Liar a. Pada iklim basah: berbentuk huruf U, karena soil bersifat lempung pasiran dengan daya tahan terhadap erosi sedang. b. Pada iklim kering: tidak jelas. 5. Vegetasi a. Pada iklim basah: pada topografi kasar, vegetasinya lebat. b. Pada iklim kering: umumnya jarang, disebabkan sangat tipisnya soil didaerah tersebut umumnya tetumbuhan terakumulasi didaerah rekahan Ciri-ciri dyke pada foto udara: 1. Topografi: lebih resisten dari batuan di sekelilingnya (yang diterobos), sehinggga memberikan bentuk perbukitan yang tajam, membulat, memanjang dan kadang membentuk kurva. Bila batuan intrusif kurang resisten dibanding dengan batuan di sekitarnya, maka akan terbentuk suatu depresi. 2. Pola pengaliran: karena ukurannya kecil biasnya tidak membentuk pola pengaliran tertentu. 3. Rona: kontras terhadap sekelilingnya 4. Alur liar: tidak berkembang 5. Vegetasi: bervariasi dari jarang hingga lebat. 4.6.2.3 Batuan Metamorf Mengidentifikasikan batuan metamorf dari foto udara bukanlah hal yang mudah, karena tidak dapat dikenali berdasarkan bidang perlapisan dan struktur perlapisan seperti pada batuan sedimen. Tetapi pada batuan metamorf lebih mudah mengenal struktur kelurusan karena adanya foliasi. Menurut Allum (1960), lineament yang disebabkan oleh perlapisan dapat dibedakan lineament yang disebabkan oleh cleavage atau foliasi. Ciri-ciri pada foto udara yang mungkin dapat membantu adalah:

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 71

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

1. Bentuk topografi umumnya kasar. 2. Pola pengaliran biasanya mengikuti pola rekahan. 3. Perbedaan rona yang khas dari tumbuhan pada metamorf yang disebabkan oleh kelurusan yang relatif kecil dan penyebaran tumbuhan yang berbeda akibat adanya bidang foliasi dan kekar-kekar sangat membantu dalam mengidnetifikasi. 4. Umumnya jenis-jenis pola pengaliran sungai lebih berguna sebagai indikasi untuk mengenali struktur geologi daripada litologi, karena tidak ada satu jenis pola pengaliran yang dapat dipakai sebagai indikasi. 5. Tipe tetumbuhan sangat berguna untuk membedakan jenis batuan, tetapi ini juga tergantung pada iklim setempat.

4.6.3 Interpretasi Statigrafi Interpretasi stratigrafi dari citra bersifat sangat terbatas, yaitu menentukan hubungan relatif dari satuan-satuan berdasarkan pola sebaran dan hubungan kontak kedudukan dari satuan-satuan batuan tersebut. 4.6.3.1 Hubungan Selaras Adalah proses pengendapan yang berlangsung menerus tanpa adanya gangguan (deformasi tektonik). Pada citra dikenali dari pola sebaran satuan-satuan batuan yang menerus dan pola kedudukan yang sama atau hampir sama. Kenampakan seperti hampir sama dengan kenampakan pada ketidakselarasan (disconformity). 4.6.3.2 Hubungan Tidak Selaras Adalah proses pengendapan yang tidak menerus akibat adanya gangguan (deformasi tektonik), yaitu proses pengangkatan, perlipatan, pensesaran dan kadang disertai dengan intrusi. Ditandai oleh adanya lapisan batuan berinteraksi dengan atmosfir dan proses erosi bekerja pada lapisan batuan tersebut. Dari bermacam jenis ketidakselarasan, maka ketidakselarasan sejajar (disconformity) adalah yang sulit dikenali dari citra, karena lapisan diatas dan dibawah bidang ketidakselarasan saling sejajar. Pada buka ketidakselaran bersudut (angular unconformity) lebih mudah dikenali dari citra, yaitu: 1. Adanya garis kontak satuan batuan yang tidak beraturan. 2. Adanya perbedaaan morfologi yang mencolok atau ketidakselarasan morfologi. 3. Adanya kedudukan lapisan batuan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 72

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4. Atau adanya lapisan batuan yang tidak terlipat (relatif horizontal) menutupi sebaran lapisan batuan yang terlipat (pada bagian tengah maupun tepi antiklin atau sinklin). 4.6.3.3 Kedudukan Perlapisan Batuan 4.6.3.3.1 Lapisan Horizontal Pola sebaran bidang perlapisan (bidang kontak) dikendalikan oleh topografinya, yaitu sejajar atau agak sejajar dengan elevasi. Pada foto udara dikenal melalui: 1. Pola singkapan akan mengikuti garis kontur, dicerminkan oleh rona kontras yang sebarannya tertutup atau mengikuti elevasi. 2. Pada lapisan yang berselang-seling antara batuan resisten dan yang kurang resisten akan terlihat pada perbedaaan kelerengan. 3. Lapisan horizontal yang tebal dan resisten, pada bagian tepinya (kontak) akan tampak sebagai gawir. 4. Bila bidang kontak memotong lembah, maka pola singkapannya akan membentuk huruf V kearah hulu lembah. 5. Pola pengalirannya dendritik.

4.6.3.3.2 Lapisan Vertikal Pola singkapan batuan tidak dikontrol oleh topografi, tetapi lurus memotong bukit dan lembah, arahnya ditentukan oleh jurus bidang perlapisan. Pada foto udara dikenal dari pola pengaliran trellis. 4.6.3.3.3 Lapisan Miring Pola singkapan ditentukan oleh topografi dan kedudukan lapisan batuan dan sebarannya mengikuti hukum V. 4.6.4 Interpretasi Struktur Geologi Penafsiran harus berbekal pengetahuan yang cukup tentang unsur-unsur dan jenis struktur geologi, agar penafsiran struktur geologi melalui foto udara dapat memberikan hasil maksimal. Dalam interpretasi struktur geologi dari foto udara, maka aspek pola pengaliran, bentuklahan dan perlapisan batuan memegang peranan yang penting. Umumnya bentuklahan suatu daerah dikendalikan oleh batuan didaerah tersebut dan juga struktur geologi yang ada. Jika hubungan antara struktur geologi dan karakteristik morfologi tidak jelas, maka untuk penafsiran struktur geologi digunakan pendekatan berdasarkan analisis pola pengaliran dan geomorfologi, yaitu:

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 73

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

1. Analisis pola pengaliran, penyimpangan aliran dan tekstur pengaliran. 2. Perubahan pola punggungan, lembah atau sudut lereng secara tiba-tiba. 3. Perbedaan kedudukan perlapisan yang dapat dengan mudah dikenali pada batuan sedimen berlapis. 4. Perbedaan resistensi atau bentuklahan secara tiba-tiba dan memperlihatkan kelurusan. 5. Perubahan rona yang kontras, tumbuhan yang khusus, atau penggunaan lahan. 4.6.4.1 Tahap Interpretasi 1. Persiapkan bahan dan alat interpretasi dengan jalan: Tentukan titik tengah dan titik kontrol hingga berhimpit dan memperlihatkan kenampakan tiga dimensi, kemudian dicellotape agar posisi foto udara tetap, lalu ditutupi plastik transparansi. 2. Setelah semua persiapan selesai, mulailah interpretasi dengan jalan: a. Gambar aliran sungai dan tubuh perairan lainnya secara lengkap dengan spidol warna biru. b. Tarik satuan batuan dengan sipdol warna hitam. Penarikan batas dengan memperhatikan karakteristik unsur-unsur pengenalan dan penafsiran, pola pengaliran, tekstur pengaliran, bentuk lembah dan bentuklahan. c. Kemudian tentukan kenampakan struktur yang ada pada foto udara, antara lain kedudukan perlapisan, kelurusan (sesar), atau lipatan dengan spidol warna hitam. d. Buatlah penampang geologi yang memotong semua satuan batuan dan struktur geologi (lebih dari satu), sehingga dapat menunjukkan stratigrafi secara relatif dan struktur geologinya. e. Isikanlah setiap karakteristik setiap batuan kedalam tabel. f.

Ukurlah panjang dan arah semua kelurusan yang ada lalu masukkan kedalam diagram roset / bunga (jika mungkin).

4.6.4.2 Struktur Kekar Karakteristik kekar pada foto udara memperlihatkan pola lurus (kelurusan) pada jarak yang pendek-pendek, misal aliran sungai yang lurus, jalur vegetasi yang lurus, atau perbedaan rona yang lurus. Pada foto udara dicirikan oleh : 1. Kelurusan rona yang membentuk pola sistematik saling berpotongan. 2. Ukuran kelurusan relatif pendek, sejajar atau berpotongan. 3. Pola pengaliran yang dikendalikan kekar, antara lain rectangular, annular, joint trellis dan angulate.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 74

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4. Kekar akan menunjukkan jalur lurus dan rona gelap yang disebabkan kelembaban yang tinggi dan kombinasi dengan bertambahnya vegetasi 4.6.4.3 Sesar Sesar akan mudah dikenali apabila mempunyai efek morfologi yang nyata seperti adanya kelurusan yang merupakan kenampakan khas, alihan (offset), loncatan (gap), berakhirnya secara mendadak suatu lapisan dan kedudukan perlapisan, terbentuknya gawir sesar, vegetasi yang rapat, atau penjajaran mata air. Pada foto udara dicirikan oleh : 1. Perbedaan rona atau tekstur yang dibatasi oleh garis lurus. 2. Ukuran kelurusan relatif panjang. 3. Pembelokan sungai yang menyiku secara mendadak atau pembelokan secara berirama. 4. Adanya kelurusan : a. Lereng terjal dan lurus (gawir sesar, gawir garis sesar) b. Mata air dan danau. c. Kawah gunungapi dan intrusi berbentuk dyke. d. Kelurusan vegetasi yang alamiah. 5. Adanya gejala alihan (offset) atau gap, baik rona, tekstur, maupun bentuk. 6. Kenampakan bidang segitiga (triangular facet) 7. Perbedaan pola pengaliran atau pola erosi. 8. Adanya beberapa pola pengaliran yang dikontrol oleh adanya struktur sesar seperti rectangular, angulate, fault trellis, dan joint trellis. 4.6.4.4 Lipatan Pada daerah lipatan memeperlihatkan hubungan yang nyata antara bentuk topografi dan struktur lipatannya. Pada foto udara dicirikan oleh: 1. Adanya pola, baik rona, tekstur atau bentuk yang zig-zag. 2. Rona banded yang memperlihatkan pola garis sejajar, melengkung atau menunjam. 3. Pola pengaliran contorted, trellis atau recurved trellis. 4. Pola pengaliran annular dan radial memperlihatkan struktur kubah hanya dibedakan pada tingkat erosinya, dimana pada pola pengaliran annular tingkat erosinya lebih intensif. 5. Gejala penyimpangan arah /bentuk aliran sungai yang dipengaruhi oleh kubah (dome) atau lipatan, antara lain:

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 75

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

a. Lebar tanggul alam yang menyimpang b. Local braiding c. Tanggul yang terpisah d. Pembentukan rawa pada daerah aliran sungai. e. Gejala meandering setempat (local meandering) f.

Gejala meander yang tertekan (compressed meander)

g. Penyimpangan pada daerah limpah banjir (flood plain) 6. Kenampakan hogback melingkar, menunjukkan adanya suatu kubah.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 76

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 4.5 Bentuk lahan yang diakibatkan oleh sesar normal atau naik (A) dan sesar mendatar (B).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 77

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 4.6

Interpretasi sesar berdasarkan kondisi kemiringan lapisan (A) dan perbedaan atau pergeseran rona/spektrum (B)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 78

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 4.7 Interpretasi sesar berdasarkan berbagai pergeseran dan perbedaan pola kemenerusan perlapisan batuan

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 79

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4..5. Pelaporan Setelah hasil interpretasi diperoleh, maka kegiatan selanjutnya adalah membuat laporan. Pelaporan berisikan tentang: a. Sebutkan satuan batuan dan struktur geologi yang saudara dapatkan serta ciriciri tiap satuan batuan dan struktur geologi dari foto udara. b. Adakah hubungan antara vegetasi dan penggunaan lahan dengan satuan batuan dan struktur geologi yang terdapat pada foto udara.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 80

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB V MOZAIK FOTO

5.1. Pengertian Menurut Sutanto(1989), mosaik adalah sejumlah foto yang bertampalan untuk menggambarkan suatui daerah tertentu secara utuh. Lembaran utuh ini dibuat dengan menghilangkan tampalan dan menyambung tiap foto secara cermat. Foto Mosaik mempunyai beberapa kelebihan terhadap peta, antara lain : 1. Menyajikan sejumlah besar objek yang secara relatif sesuai dengan letak planimetrinya. 2. Objeknya lebih mudah dikenali karena tergambar secara piktoral. 3. Biaya pembuatan mosaik untuk daerah yang luas dan untuk berbagai tujuan akan jauh lebih murah, dibanding biaya pembuatan peta tanpa menggunakan foto udara. Karena objeknya lebih mudah dikenali, maka foto mosaik sangat berguna untuk menjelaskan kondisi sesaat atau rencana pembangunan kepada pihak yang terbiasa dengan peta. Kelemahan foto mosaik antara lain karena ia bukan merupakan gambaran planimetrik yang benar. Kegunaan foto mosaik selain untuk kepentingan survey geologi berikut bidang terapannya, maka yang paling banyak adalah dalam bidang perencanaan penggunaan lahan dan perencanaan rekayasa. Mosaik menyajikan gambaran lengkap secara komprehensif dan dapat dibuat dengan cepat. Perujudanperujudan yang diperlukan untuk proyek dan juga perujudan yang akan mempengaruhi proyek itu dapat segera ditafsirkan. Alternatif rencana dapat disiapkan sehubungan dengan jenis tanah, pola pengaliran, perujudan geologi, dan penggunaan lahannya. Dengan dimungkinkannya kajian rinci ini, maka dapat dipilih rencana menyeluruh yang tebaik. Foto mosaik dapat dibedakan atas tiga jenis (Wolf, 1983 dan Ligterink, 1972 dalam Sutanto, 1989) : 1. Mosaik terkontrol. 2. Mosaik tak terkontrol. 3. Mosaik setengah terkontrol 5.1.1. Mosaik Terkontrol Mosaik terkontrol memenuhi spesifikasi tertentu tentang ketelitian peta dan dapat digunakan sebagai peta dalam penyadapan data jarak dan luas. Ia merupakan mosaik yang paling teliti diantara jenis mosaik diatas. Mosaik terkontrol dibuat dari foto udara vertikal yang telah mengalami proses rektifikasi dan penisbahan. Rektifikasi dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan oleh kemiringan pesawat, sedang penisbahan dimaksudkan untuk menyeragamkan skala diseluruh bagian foto.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 81

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Pada daerah datar, mosaik terkontrol umumnya dibuat berdasarkan metoda keping berlubang (islotted template). Penyusunan berpedoman pada titik ikat yang disesuaikan dengan titik kontrol medan. Koordinat titik ikat ini digambarkan pada lembaran tersendiri berdasarkan dengan skala yang dikehendaki. Kemudian negatif fotonya direktifikasi, yaitu dengan menyesuaikan terhadap kordinat titik ikat itu. Dengan menggunakan alat yang disebut rectifer, gambaran titik tertentu yang diberi tanda pada negatif dibuat berimpit dengan titik yang telah ditentukan kordinatnya. Bila bahan ini diganti dengan emulsi fotografik yang bahannya tidak mengkerut, maka akan diperoleh positif yang proyeksinya vertikal. Dengan demikian berarti dihilangkannya perbedaan skala antara tiap negatif dan juga kesalahan oleh kemiringan pesawat. Mosaik terkontrol dibuat dengan memadukan positif yang telah dikoreksi ini. Bagi daerah pegunungan, cara keping berlubang kurang memadai untuk penyusunan mosaik terkontrol. Pada umumnya terpaksa digunakan instrumen rumit yaitu orthophotoscope untuk menghilangkan kesalahan oleh kemiringan pesawat dan relief pada tiap foto Bila pada mosaik terkontrol diberi sistem grid dan huruf, mosaik ini disebut peta foto. Pada peta foto sering digambarkan perujudan tertentu seperti jalan, jalan kereta api, dan perujudan lain yang penting. 5.1.2. Mosaik Tak Terkontrol Mosaik tak terkontrol dibuat memotong dan menyusun foto suatu daerah tanpa penyesuaian skala serta ukuran lainnya. Untuk itu tidak diperlukan titikkontrol medan dan tidak dilakukan reftifikasi terlebih dahulu terhadap foto yang akan digunakan dalam penyusunan mosaik. Mosaik tak terkontrol dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum daerah yang bersangkutan, tetapi tidak dapat digunakan untuk pengukuran. Pergeseran letak oleh relief sering menimbulkan deformasi yang serius dan kadang menyebabkan kekosongan dibeberapa tempat. Mosaik tak terkontrol yang kualitasnya memadai hanya dapat diperoleh bagi daerah datar yang fotonya benar-benar vertikal. 5.1.3. Mosaik Setengah Terkontrol Penyusunan mosaik setengah terkontrol merupakan gabungan antara spesifikasi mosaik terkontrol dan mosaik tak terkontrol. Ia dapat disusun dengan menggunakan titik kontrol medan, tetapi fotonya tanpa direktifikasi maupun penisbahan. Kombinasi lainnya ialah fotonya direktifikasi, tetapi tanpa kontrol medan. Ketelitiannya terletak antara mosaik terkontrol dan mosaik setengah terkontrol. Foto mosaik juga dapat dibedakan berdasarkan kegunaannya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 82

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Atas dasar ini foto mosaik dibedakan menjadi mosaik indeks dan mosaik jalur, yaitu : 1. Mosaik indeks juga sering disebut dengan indeks foto, dibuat secara kasar tanpa pemotongan dan perekatan. Pembuatannya dilakukan dengan menyusun lalu memotretnya menjadi satu lembar foto. Kegunaannya yaitu sebagai pedoman bagi nomor foto dan daerah liputannya dengan mengamati mosaik indeks, maka dapat diketahui foto yang mana yang harus diambil dari arsip untuk maksud tertentu. Mosaik indeks merupakan mosaik tak terkontrol. 2. Mosaik jalur merupakan susunan foto dari sepanjang jalur tunggal. Ia sangat bermanfaat untuk perencanaan dan pembuatan desain proyek rekayasa yang memanjang seperti jalan, jalur telekomunikasi, listrik, waduk dll. Mosaik jalur dapat berupa mosaik terkontrol, setengah terkontrol, atau tak terkontrol.

Gambar 5.1. Bagan Alir Tahapan Interpretasi Foto Udara

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 83

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB VI PEMROSESAN CITRA

6.1. Pengertian Lillesand dan Kiefer (1997), menyatakan bahwa prinsip dasar dalam penginderaaan dengan energi gelombang elektromagnetik untuk sumber daya alam ada 2 yaitu pengumpulan dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfir, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor wahana satelit atau pesawat terbang dan hasil pembentukan data dalam bentuk piktoral dan atau numerik. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan analisis data piktoral dan atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik.





Keunggulan yang ditawarkan oleh teknik ini jika dibandingkan dengan metode konvesional survei lapangan antara lain: Memberikan gambaran yang sinoptik (Synoptik Value): sebuah citra Landsat misalnya, dapat memberikan informasi detail mengenai ciri dan pola suatu lahan atau obyek di muka bumi seluas 185 x 185 km, dimana hal ini tidak dapat diberikan oleh teknik lain. Citra juga dapat memberikan gambaran pendahuluan suatu areal sehingga merupakan saringan dalam memilih daerah yang akan diteliti secara lebih rinci. Hal ini akan menghemat waktu dan biaya karena dapat mengurangi penelusuran data besar yang diperlukan sebelum suatu penelitian yang meliputi suatu areal dilakukan. Peliputannya bersifat global (Worldwide Coverage): daratan dan perairan dangkal di bumi dapat dipantau.



Peliputan yang berulang (Repetitive Coverage): informasi peliputan global tersebut dapat diperoleh setiap 16 hari, sehingga dapat digunakan pula sebagai alat monitoring.



Keseragaman waktu (Uniformity Over Time): satelit melewati suatu titik di permukaan bumi hampir selalu tepat pada waktu lokal yang sama. Hal ini menyebabkan kita dapat melakukan pemantauan suatu target dengan iluminasi cahaya yang relatif sama.



Analisis berbagai panjang gelombang (Multispectral Analisys): data yang diperoleh serentak dalam beberapa panjang gelombang melalui sistem optik yang sama. Hal ini menyebabkan kita dapat membuat tumpang tindih (Overlay) beberapa saluran/band sehingga membentuk suatu citra komposit (Lillesand dan Kiefer, 1997).



Analisis berbagai panjang gelombang (Multispectral Analisys): data yang diperoleh serentak dalam beberapa panjang gelombang melalui sistem optik

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 84

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

yang sama. Hal ini menyebabkan kita dapat membuat tumpang tindih (Overlay) beberapa saluran/band sehingga membentuk suatu citra komposit (Lillesand dan Kiefer, 1997).

6.2. Pengolahan Citra Digital Dalam melakukan pengolahan citra digital multispektral, meliputi beberapa tahapan sebagai berikut: a. Koreksi Geometrik (Geometric Correction); bertujuan untuk mengoreksi data citra terhadap sistem koordinat bumi, supaya informasi data citra telah sesuai dengan keberadaanya di bumi. Ada dua istilah koreksi geometrik:  

Registrasi; proses koreksi geometrik dari citra belum terkoreksi dengan citra yang sudah terkoreksi. Rektifikasi; proses koreksi geometrik antara citra belum terkoreksi dengan peta.

b. Koreksi Radiometrik (Radiometric Correction); bertujuan untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan pantulan dan pancaran spektral obyek yang sebenarnya. c. Penajaman Citra (Image Enhancement); bertujuan untuk memperjelas kenampakan citra dengan memanipulasi nilai spektral pada citra sehingga memudahkan dalam melakukakan interpretasi. Teknik penajaman ini terbagi atas dua : 



Penajaman Titik (spectral enhancement); mengubah nilai kecerahan tiap piksel pada citra secara terpisah untuk menonjolkan kecerahan obyek tertentu. Metodenya melalui perentangan nilai spectral secara linear (linear stretching). Penajaman Lokal (spatial enhancement); pengubahan nilai poksel yang berkaitan dengan nilai piksel sekelilingnya untuk mengubah tekstur citra secara keseluruhan. Metodenya melalui penyaringan nilai citra terhadap nilai sekelilingnya (filtering).

d. Pemotongan Citra (Image Cropping); bertujuan untuk mendapatkan batasan wilayah/kawasan yang hendak dikaji. Pemotongan dilakukan karena umumnya data satu scene citra mencakup wilayah yang luas, misalnya path/row 114/64 mencakup wilayah Sulawesi Selatan yang sebagian besar daerah bagian Selatan. Kadang tidak semua data yang tercakup dalam scene tersebut kita dibutuhkan. Selain itu dengan pemotongan citra bertujuan untuk memperkecil besar file yang kita gunakan dan mempercepat proses-proses pengolahan citra. e. Komposit Citra (Image Composit); merupakan modifikasi saluran/kanal/band citra untuk menonjolkan beberapa aspek. Pemilihan

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 85

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

band didasarkan atas kebutuhan pengolahan data. Misalnya untuk memperlihatkan penutup lahan kawasan pesisir dan laut, maka disarankan menggunakan komposit citra 321, maksudnya band 3 diberi warna merah, band 2 diberi warna hijau, dan band 1 diberi warna biru, yang biasa disebut dengan Red, Green, Blue (RGB). f. Klasifikasi (Classification)  Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) adalah klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya.  Klasifikasi Tak Terbimibing (Unsupervised Classification) adalah klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya. Klasifikasi tak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digita citra.

g. Orientasi Medan (Ground Truth) dan Uji Ketelitian Orientasi Medan (Ground Truth); dilakukan guna menyakinkan kebenaran hasil interpretasi dan membetulkannya jika terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam menginterpretasi. Selain itu dalam orientasi medan ini dilakukan penambahan data yang diperlukan dan yang tidak disadap dari citra. Uji Ketelitian; dilakukan untuk menguji kebenaran hasil interpretasi citra digital atau peta tentatif dengan kondisi sebenarnya di lapangan h. Interpretasi ulang/akhir (Re-Interpretation); dilakukan setelah orientasi medan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 86

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

i.

Annotasi dan Pencetakan; Annotasi dilakukan untuk membuat lay out atau tampilan citra yang akan dicetak agar sesuai dengan kaidah-kaidah kartografi. Pencetakan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung mencetak di kertas maupun dalam bentuk file.

6.3. Tutorial QGIS 6.3.1. Membuat data Vektor Membuat data vector terlebih dahulu kita mengklik Toolbar New untuk membuat sebuah proyek baru setelah itu ikuti tahap berikut :  Klik new shapefile layer  Setelah itu akan muncul layer sbb:



Pilih type Garis/Line, setelah itu klik. Tentukan CRS, maka akan seperti berikut :



Pilih system koordinat WGS84, EPSG : 4326, klik Ok.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 87

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Setelahitu, Klik ok lagi, maka akan muncul dialog SAVE “

 

Untuklatihaninikitakasihnama file testvektor, laluklik OK Di dekstop QGIS maka akan muncul hasil save tadi :



Setelahituklikpadatestvektorlalu, klik toolbar edit



feature Lalu tambahkan

Laboratorium Geoinderaja 2017

pada

layer

display

untuk

, laluklik toolbar add membuat

garis

Hal. 88

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Untuk mengakhiri garis maka klik Kanan, setelah itu akan muncul



Isi id misalnya dengan nomor 1, klik Ok



Setelah selesai maka klik lagi toolbar edit

 

Lalu klik save untukmenyimpan Dan hasilnyauntukpembuatanVektor Line :

, maka akan keluar dialog

6.3.2. Membuat Data Raster  Sediakan gambar raster berformat jpg/png/tiff  Adanya data koordinat padagambar raster tersebut  Contoh data raster : Diperoleh data Koordinat Sbb: Titik 1: Lon :120.34403242 Lat :-8.62251272 Titik 2: Lon :120.53198676 Lat: -8.62295431 Titik 3 Lon :120.53117295 Lat :-8.78860035 Titik 4 Lon : 120.34205179

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 89

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Lat :-8.78731356 

Setelah diperoleh data tersebut, pada QGIS pilih menu Raster lalu pilih Georeferencer

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 90

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Setelah itu klik pada toolbar open raster

 

Setelah terbuka seperti gambar diatas maka pilih toolbar add point Setelah itu, inputkan data koordinat ke empat titik koordinat tersebut sesuai keempat posisi masing-masing Longitude Latitude  Setelah keempat titik koordinat tersebut diinputkan maka klik toolbar setting

, lalu pilih raster

transformation

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 91

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Lalu klik untuk menentukan referensi koordinat  Pilih WGS 84 EPSG: 4326, klik Ok  Setelah itu, tentukan posisi output raster dengann ama file raster modifikasi  Setelah ditentukan posisi output lalu klik OK.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 92

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Setelah semua OK, maka klik toolbar start georeferencer



Jika berhasil maka akan tampil pada layer list sesuai dengan nama output raster tadi Setelah itu, close dialog georeferencer tadi, lalu klik save point bila muncul dialog untuk menyimpan ulang. Jika semuanya berhasil maka akan di dapat data raster jpg/png/tiff dengan data koordinat.Cek dengan menggerakan kursor pada raster, maka di kotak informasi koordinat akan berubah sesuai pergerakan kursor.

 

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 93

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

6.3.3. Membuat data Spasial (Raster dan Vektor) Dalam tahap ini kita akan menandai pusat erupsi pada data raster dan menandai struktur gunungapi. 6.3.3.1. Membuat data vector polygon pada raster  Pertama-tama kita akan mengedit pada file vektor yang sudah ada, caranya  

Klikpada file test vektor, lalu klik toolbar edit Lalupilih menu vektor, lalu pilih tools geometri lalu pilih lines to poligons



Setelah itu akan muncul kotak dialog, setelah itu pilih file test vector tadi

  

Lalu klik navigasi,untuk output shape Lalu simpan dengan nama file pusat erupsi, setelah selesai, klik save Lalu klik Ok

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 94

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Jika berhasil maka akan muncul pada layer list



Klik pada file pusat erupsi tadi, laluklik toolbar edit

 

Setelah itu klik add feature Lakukan trace pada titik di bawah ini



Setelah selesai, klik kanan lalu masukan id, misalnya 2,(usaha kan untuk id selalu berbeda dari sebelumnya)

 

Lalu klik Ok

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 95

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Untuk melihat hasil trace, pindahkan posisi posisi file raster modifikasi ke posisi bawah, dengan cara mendrag dan geser kebawah



Maka hasil trace pusat erupsi akan muncul

  

Beri tanda untuk pusat erupsi lainnya, dengan klik add feature Lakukan kembali proses trace dan input id. Jika telah selesai pada klik file pusat erupsi pada layer list lalu klik toolbar edit

lalu save

6.3.3.2. Membuat data vektor line pada raster Karena sudah membuat contoh line sebelumnya, untuk membuat line kita tinggal aktifkan toolbar edit

pada file test vektor yang ada di layer list,

lalu klik toolbar add feture .  Setelahpersiapan di atasmakatentukan circle dari gunung api pada raster tersebut  Setelah itu lakukan trace sesuai kelurusan gunung api pada raster



Setelah selesai, klik kanan lalu masukan id, misalnya 3,(usahakan untuk id selalu berbeda dari sebelumnya)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 96

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Klik ok jika sudah.

6.3.3.3. Memperjelas vektor line  Tahap selanjutnya ialah memperjelas vektor line diatas  Klik kanan pada di layer list pilih file test vektor, lalu pilih properties

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 97

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Di properties ubah warna dan lebar



Ubah warna menjadi terang, misalnya merah terang



Setelah, itu ubah lebar garis menjadi 1,0

 

Setelah itu klik Apply Jika telah selesai pada klik file test vector pada layer list lalu klik toolbar edit

lalu save

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 98

Modul Praktikum Geoinderaja 2017



Jika selesai maka hasil akan seperti berikut : Data vektorpoligon yang menunjukanpusaterupsi

Data vektor line yang menunjukanstrukturgunungapi

 Jika telah selesai klik toolbar save as untuk menyimpan proyek ,  Simpan dengan nama file latihan dan berformat .QGS

6.3.2. Tutorial SNAP (ORTHORECTIFICATION) Tujuan dari tutorial ini adalah untuk memberikan pengguna penginderaan jauh pemula dan berpengalaman dengan petunjuk langkah demi langkah tentang bekerja dengan data ALOS PALSAR dengan SNAP. Dalam tutorial ini Anda akan memproses kalibrasi data, multilook, speckle filter, deskew, terrain correction. Contoh Data Data yang akan kita gunakan adalah ALOS PALSAR SLC Level 1.1 (Slant Range, Single-Look Complex) Single-Pol (HH) sebagai data SAR, dapat di peroleh di: https://vertex.daac.asf.alaska.edu/ Buka Produk Tahap 1 – BukaProduk: gunakan simbol Open Product di sebelah atas toolbar dan caril okasi data yang kita akan gunakan dalam format data CEOS. p

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 99

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 1. Bukaproduk

Tahap 2 – Melihat produk data: dalam Products View kita akan melihat data produk yang dibuka. Didalam band produk kita akan melihat dua polarisasi: 

HH

Untuk setiap polarisasi, itu semua merupakan data complex dengan band i dan q kuga band virtual intensity.

Gambar 2. Tampilan data produkpada folder band

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 100

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 3. Hasilproduk Intensity HH

6.3.2.1. Kalibrasi Data Supaya data SAR bekerja dengan benar, pertama-tama data harus dikalibrasi. Hal ini dilakukan khususnya ketika mempersiapkan data untuk mosaicking dimana kita akan menghasilkan produk data yang memiliki beberapa incidence angles dan tingkat kecerahan relatif. Kalibrasi radiometric mengoreksi gambar SAR sehingga nilai-nilai pixel benar-benar mewakili backscatter radar daripantulan permukaan. Tahap 3–Kalibrasi data: Darimenu Radar, arahkankursor mouse menuju menu Radiometric dan pilih Calibrate.

Gambar 4. Menu radiometric calibrate

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 101

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 5. Radiometric calibration

Jika tidak dipilih source bands (band yang menjadi data awal yang akan diproses) manapun, oprasi kalibrasi akan otomatis memilis semua band. Hilangkan tanda centang ‘save in complex’ sehingga oprasi kalibrasi akan menghasilkan band Sigma 0. Setelah kalibrasi ,produk baru akan dihasilkan berisi band yang telah dikalibrasi Sigma 0.

Gambar 6. Hasil radiometric calibration band HH

6.3.2.2. Multilooking Proses Multilook dapat digunakan untuk menghasilkan produk dengan ukuran gambar piksel nominal. Multiple looks dapat dihasilkan dari rata-rata

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 102

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

sel resolusi sepanjang range dan atau azimuth yang akan meningkatkan resolusi radiometric tetapi menurunkan resolusi spasial. Hasilnya, gambar akan memiliki lebih sedikit noise dan perkiraan luas jarak pixel setelah dikonversi dari slant range ke ground range. Tahap 4 - Multilook : Dari menu Radar, pilih multilooking.

Gambar 7. Pilihmultilooking

Pada dialog multilook di kolom source bands kita tidak memilih band spesifik sehingga nanti yang akan diproses adalah semua band. Selanjutnya pilih independent looks bila kita ingin menentukan range dan azimuth looks sesuai yang kita inginkan, tetapi apabila kita memilih GR square pixel maka pixselnya akan berbentuk persegi dan sesuai dengan ground range, lalu klik run.

Gambar 8. Dialog Multilooking

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 103

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 9. HasilMultilooking band HH

Speckle Filtering Speckle disebabkan oleh interferensi konstruktif dan destruktif acak menghasilkan salt dan peppernoise pada gambar. Speckle filtersditerapkanpada data untukmengurangijumlah noise akantetapimengurairesolusipadagambar. Tahap 5 – Speckle Filterring: Pilih produk data hasil mult looked dan kemudian pilih speckle filtering/single product dari menu radar.

Gambar 10. Menu speckle filtering

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 104

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Di dalam dialog speckle filter, pilih refined lee.

Gambar 11. Dialog speckle filter

Klik run untuk diproses

Gambar 12. Hasildari speckle filtering

ALOS Deskewing Untuk data ALOS Level 1.1, data didisribusikan dalam geometri yang terbalik. Sehingga secara umum data harus dilakukan deskewed untuk memindahkan data ke dalam geometri Doppler seperti geometri sebelum melakukan standar proses SAR. Tahap 5 – Deskewing:PilihALOS Deskewingdari menuGeometry

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 105

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 13. Menu ALOS Deskewing

Gambar 14. Dialog ALOS Deskewing

Gambar 15. Hasildari ALOS Dewskewed

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 106

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

6.3.2.3. Terrain Correction

 

   

Terrain Correction akan menggeocode citra dengan mengkoreksi distorsi geometric SAR menggunakan digital elevation model (DEM) dan membuat produk proyeksi peta. Geocoding mengubah citra atau gambar dari Slant Range atau Ground Range Geometry kedalam sistem proyeksi peta. Terrain Geocoding memerlukan Digital Elevation Model (DEM) untuk mengkoreksi efek yang ada pada geometri SAR seperti foreshortening, layover dan shadow. Foreshortening Periode waktu lereng diterangi oleh pulsa di transmisikan dari energi radar menentukan panjang lereng pada citra radar. Hal ini menyebabkan pemendekan kemiringan daerah pada citra radar dalam semua kasus kecuali ketika sudut local kejadian (θ) adalah sama dengan 90˚. Layover Ketika bagian atas kemiringan daerah lebih dekat dengan platform radar dari bagian bawah sebelumnya akan disimpan lebih cepat dari yang terakhir. Urutan di mana titik sepanjang daerah dicitrakan menghasilkan gambar yang muncul terbalik. Radar layover tergantung pada perbedaan dalam kisaran jarak miring antara bagian atas dan bawah dari fitur tersebut. Shadow Belakang lereng menjadi kabur dari sinar pencitraan tidak menyebabkan daerah kembali atau radar shadow. Efek distorsi ini dapat dilihat di bawah ini. Jarak antara 1 dan 2 dapat terlihat lebih pendek dari yang seharusnya dandan gelombang kembali untuk nomor 4 dapat terjadi sebelum gelombang kembali untuk nomor 3, hal ini terjadi karena efek dari ketinggian.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 107

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 16. Efekgeometri SAR

Tahap 6- Terrain Correction: dari menu radar =>geometric =>Terrain Corection dan pilih Range- Doppler Terrain Correction.

Gambar 17. Menu Range-Doppler Terrain Correction

Sebagai setingan awal, terrain correction akan mengguanakan DEM SRTM 3 sec. Software secara otomatis akan menentukan DEM diperlukan dan didownload dengan otomatis dari internet. Output standar proyeksi peta adalah Lintang dan bujur geografik.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 108

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 18. Dialog Range-Doppler Terrain Correction

Gambar 19. HasilRange-Doppler Terrain Correction

6.3.2.4. Membuat Subset Untuk mengurangi jumlah proses yang diperlukan, kita bias membuat subset di sekitar daerah yang diinginkan. Tahap 7 – Membuat subset:Klik kanan mouse pada gambar dan pilih spatial subset from view dalam menu yang tampil.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 109

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 20. Menu Spatial Subset

Ataubisa juga pada menu Raster pada Toolbar lalu pilih subset.

Gambar 21. Menu subset

Maka akan muncul tampilan dialog subset seperti gambar di bawah ini.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 110

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 22. Dialog subset

Pada subset kali ini kita akan melakukannya dengan cara memasukkan koordinat darah yang diinginkan di gambar di dialog specify product subset =>pilih spatial subset =>geo coordinates, masukkan koordinat sebagai berikut:    

North West South East

: -7.00 : 107.72 : -7.23 : 107.95

Lalu klik run, maka hasilnya akan tampak seperti gambar di bawah ini.

Gambar 23.Hasil subset

Tahap 8 – Membuat citra dalam skala desibel: Klik-kanan dalam produk explorer band Sigma0_HH dan pilih Linear to/from dB.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 111

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 24. Pilih linear to/from dB

Maka band virtual 10*log10(sigma0_HH).

baru

akan

terbentuk

dengan

persamaan

Gambar 25. Band baru Sigma0_HH_db.

Klik-dua kali pada Sigma0_HH_db untukmembukan band tersebut.

Gambar 26. Band sigma0_HH_db

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 112

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

6.3.3. Tutorial SNAP (POLARIMETRIC) 6.3.3.1. Membuat Gambar RBG Tahap 8– Membuat subset: Klik kanan mouse pada produk data subset dan pilih Open RGB image windows dalam menu yang tampil.

Gambar 27. Menu RGB

Gunakan kombinasi intensity_HH untuk R, intensity HV untuk G, dan Intensity VV untuk B

Gambar 28. RGB (intensity HH, intensity HV, intensity VV)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 113

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 29. Hasil RGB (intensity HH, intensity HV, intensity VV)

6.3.3.2. Polarimetric Matrix Generation Semua menu untuk polarimetrik bekerja dengan matrik coherency atau covariance sebagai inputnya. Dengan produk Full Pol SLC seperti pada data ALOS PALSAR, kita bias menggunakan operator matrix generation untuk mengubah produk menjadi covariance matrix T3. Tahap9 – Membuat matrikT3: Pilih Polarimetric Matrix Generation dari menu Polarimetric.

Gambar 30. Menu Polarimetric Matrix Generation

Pilih polarimetric matrix T3 lalu klik run.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 114

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 31. Dialog Polarimetric Matrix Generation

Maka akan muncul matrik T3 pada kolom product expoler

Gambar 32. Produkmatrik T3

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 115

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 33. Gambar band T11 darimatrikT3

6.3.3.4. Polarimetric Speckle Filtering Untuk membersihkan bintik-bintik noise yang melekat di dalam gambar SAR, kita dapat menggunakan speckle filter. Untuk polarimetric speckle filtering pada SNAP filter yang tersedia adalah:    

Boxcar Improved Lee Sigma Refined Lee Intensity Driven Adaptive Neighbourhood (IDAN)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 116

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Tahap 10 - Apply a Speckle Filter: Pilih Polarimetric Speckle Filter dari menu Polarimetric.

Gambar 34. Menu polarimetric speckle filter

Dalam processing parameter tab, pilih Refined Lee speckle filter.Lalu klik run.

Gambar 35. Dialog polarimetrix speckle filter

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 117

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 36. Hasil band C22 daripolarimetrix speckle filter

6.3.3.5. Polarimetric Decompositions Polarimetric decompositions, memungkinkan memisahkan kontribusi dari hamburan yang berbeda dan dapat digunakan untuk mengekstrak informasi tentang proses hamburan.Polarimetric decomposition yang terdapat di SNAP antara lain:        

Sinclair Pauli Freeman-Durden Yamaguchi Van Zyl Cloude H-a Alpha Touzi

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 118

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Tahap11 - Produce a decomposition: Pilih Polarimetric Decomposition dari menu Polarimetric.

Gambar 37. Menu Polarimetric Decomposition

Pada processing parameter di dialog polarimetric decomposition untuk pilihan decomposition pilih Pauli Decomposition.

Gambar 38. Dialog polarimetric decomposition

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 119

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 39. Hasil RGB dari Pauli decomposition

Tahap12–Mengubah data hasil RGB menjadi file gambar: untuk mengubah tipe data, pilih convert data type dari menu Raster.

Gambar 40. Menu convert data type

Dalam dialog convert data type, pilih output UNIT8 menggunakan scaling linear clipping 95 % dari histogram.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 120

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 41. Dialog convert datatype

Setelah diubah tipe datanya, baru kita simpan hasil polarimetrik dengan format file gambar. Dari menu File, pilih export=>other =>view as image

Gambar 42. Menu menyimpandalambentuk format gambar

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 121

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 43. Pauli decomposition

Gambar 44.Sinclair decomposition

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 122

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 45. Freeman-Durden decomposition

Gambar 46. Yamaguchi decomposition

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 123

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 47. Van Zly decomposition

Gambar 48.Cloude decomposition

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 124

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 49. H-A-Alpha decomposition

Gambar 50. Touzi decomposition

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 125

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB VII INTERPRETASI CITRA LANDSAT

7.1. CITRA LANDSAT 7.1.1. Tujuan 1. Mengenal dan mengetahui kenampakan - kenampakan geomorfologi yang dapat direkam oleh citra Landsat. 2. Membuat peta satuan geomorfologi atas dasar genetiknya. 3. Penafsiran litologi dan struktur geologi 4. Pembuatan peta geologi.

geologi

dan

7.1.2. Dasar Teori Citra Landsat merupakan gambaran permukaan bumi yang diambil dari luar angkasa dengan ketinggian kurang lebih 818 km dari permukaan bumi, dengan skala 1 : 250.000 Pada satu lembar citra landsat dapat meliputi daerah seluas sekitar 185 km x 185 km. Citra landsat merupakan citra yang dihasilkan dari beberapa spektrum dengan panjang gelombang yang berbeda, yaitu : 1. Saluran 4 dengan panjang gelombang 0,5 – 0,6 m pada daerah spektrum biru, baik untuk mendeteksi muatan sedimen ditubuh perairan, gosong, endapan suspensi dan terumbu. 2. Saluran 5 dengan panjang gelombang 0,6 – 0,7 m pada daerah spektrum hijau, baik untuk mendeteksi vegetasi, budaya, dll. 3. Saluran 6 dengan panjang gelombang 0,7 – 0,8 m pada daerah spektrum merah, baik untuk mendeteksi relief permukaan bumi, batas air dan daratan. 4. Saluran 7 dengan panjang gelombang 0,8 – 1,1, m pada daerah dengan infra merah, yang lebih kecil untuk mendeteksi relief permukaan bumi bila dibandingkan dengan saluran 6. Warna pada citra merupakan nilai refleksi dari vegetasi, tubuh perairan atau tubuh batuan permukaan bumi. Oleh karena itu, interpretasi geologiu melalui citra landsat lebih didasarkan pada perbedaan nilai refleksi tersebut. 7.1.3. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penafsiran citra landasat adalah : 1. Citra Landsat warna majemuk lembar Jawa Tengah 2. Peta Geologi lembar Jawa Tengah 3. Transparansi 4. Kapas, aceton, dan cellotype 5. Spidol OHP berwarna fine 6. Kaca pembesar (tersedia di Laboratorium GCPJ) 7. Penggaris

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 126

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

7.1.4. Prosedur Penafsiran 1. Tindihkan lembar transparansi pada citra landsat dan cellotype -lah agar tidak berubah posisinya. 2. Dengan spidol biru, gambarkanlah seluruh pola pengalirannya. 3. Tentukanlah seluruh bentuklahan atas dasar genetiknya. 4. Berdasarkan warna citra, pola pengaliran dan bentuklahannya, buatlah deliniasi satuan batuan dengan spidol warna merah. 5. Gambarkanlah semua kelurusan yang ada dengan spidol warna hitam. 7.1.5. Pelaporan Laporan hasil penafsiran geomorfologi dan geologi dengan citra landsat ini meliputi : 1. Ada beberapa satuan bentuklahan dan sebutkan karakteristiknya pada citra landsat ? 2. Ada berapa macam satuan batuan dan sebutkan karakteristiknya pada citra landsat ? 3. Ada berapa macam struktur geologi dan sebutkan karakteristiknya pada citra landsat ? 4. Bagaimana kaitan antara pola vegetasi dengan bentuklahan, satuan batuan dan struktur geologinya ?

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 127

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB VIII INTERPRETASI CITRA RADAR DAN LIDAR

8.1. CITRA RADAR 8.1.1. Tujuan 1. Membuat peta penafsiran geologi dan citra radar yang meliputi sebaran batuan dan material permukaan, perlapisan, serta struktur geologi (sesar dan liptan) berdasarkan kenampakan kelurusan. 2. Memperoleh pengetahuan dalam dasar pemetaan struktur geologi dengan citra radar SAR. 8.1.2. Dasar Teori 1. Energi gelombang mikro dipancarkan dari suatu antena, kemudian energi mengenai suatu obyek dan dipantulkan. Energi pantulan ini ditangkap oleh sensor dan direkam dalam tape. 2. Dalam mengenali obyek, perlu diketahui karakteristik obyek dengan menggunakan rona sebagai unsur penafsiran. Rona tergantung pada intensitas tenaga gelombang mikro yang dipantulkan oleh obyek. 3. Untuk intensitas atau kekuatan tenaga pantulan berdasarkan pengaruh dari : a. Sifat obyek yang diindera (sifat-sifat medan) b. Sifat sistem radar 8.1.3. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dipergunakan selama praktikum adalah : 1. Citra Radar Amadeus Basin Australia dari INTERA 2. Transparansi 3. Kapas, aceton, dan cellotype 4. Spidol OHP berwarna fine 5. Kaca pembesar (tersedia di Laboratorium GCPJ) 6. Penggaris

8.1.4. Prosedur Interpretasi 1. Penampang stratigrafi memperlihatkan urutan batuan sedimen yang tersingkap di Amadeus Basin. 2. Pada peta lokasi menunjukkan : a. Kontak singkapan yang khas dari tiap formasi. b. Batupasir merupakan batuan yang resisten terhadap erosi dan membentuk punggungan serta morfologi tinggi. Pada citra radar tampak cerah. c. Batulanau merupakan batuan yang kurang resisten terhadap erosi dan membentuk lembah dengan permukaan halus. Pada citra radar tampak lebih gelap. Pola berbintik-bintik memperlihatkan sebaran pasir lepas (Ws = wind-blown sand) 3. Tumpang susunkan transparansi diatas citra radar dan peta lokasi, kemudian buat peta geologi yang dilakukan secara bertahap :

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 128

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

a. Plot pola pengaliran semaksimal mungkin. b. Tarik kemenerusan batas formasi pada daerah yang tidak tertutup oleh endapan pasir lepas (Ws) c. Plot kedudukan (jurus dan arah kemiringan) pada lokasi yang tampak jelas (dilingkari). d. Berdasarkan kedudukan yang telah dibuat dan penarikan batas sebaran formasi, kemudian tariklah sumbu-sumbu antiklin dan sinklin. e. Bila ada dan mampu diamati, tariklah kelurusan-kelurusan (sesar) yang ada f. Selanjutnya buatlah penampang geologinya. 8.1.5. Pelaporan Interpretasi Citra Radar 1. Metoda Penelitian citra radar untuk geologi telah dilakukan dibeberapa negara, meliputi pemetaan geologi regional, pemetaan geologi untuk eksplorasi hidrokarbon dan eksplorasi mineral. Metode interpretasi citra radar untuk geologi sama dengan metode interpretasi foto udara. Namun, harus dimengerti bahwa sistem dari keduanya berbeda prinsip dan geometrinya. Foto udara merupakan proyeksi central, sedangkan citra radar tergantung pada arah penyinaran. Radar merupakan sistem aktif, memancarkan energi sendiri, sehingga bayangan dan orientasi distorsi dari pusat keluar dan bayangannya tergantung dari posisi matahari. Dua buah obyek yang mempunyai bentuk dan tinggi yang sama pada citra radar bentuknya akan berbeda di near range dan far range. Jika sudut penyinaran sangat berbeda akan terlihat tingginya berbeda, hal ini disebabkan kesalahan persepsi dari perbedaaan panjang bayangan. Bayangan pada citra radar adalah daerah yang tidak terkena energi radar, sehingga tidak ada sama sekali signal yang terekam pada antena. Maka bayangan pada citra radar 100 % hitam. Tahap pertama penafsiran geologi adalah pola pengaliran. Pola pengaliran dikontrol oleh kondisi geologi dibawahnya, baik batuan maupun struktur geologinya. Faktor lain yang mempengaruhi pola pengaliran adalah iklim, topografi dan kondisi air tanah. Relief juga merupakan faktor penting dalam penafsiran geologi. Lereng yang menghadap keantena merupakan faktor penting untuk rona pada citra. Dengan incident angle kecil, signal radar yang kembali lebih tinggi daripada bersudut besar. Kandungan delektrik juga mempengaruhi signal yang dipantulkan rougnees surface juga mempengaruhi rona pada daerah datar. 2. Pengenalan Batuan Dari Citra Radar Batuan sedimen, batuan ubahan, batuan terobosan, batuan volkanik dan endapan permukaan dapat dikenali dengan citra radar, berdasarkan atas kenampakan morfologi dan dibantu dengan data yang sudah ada. Kenampakan morfologi meliputi ketahanan batuan terhadap erosi, sistem rekahan, pola pengaliran,

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 129

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

perlapisan, bentang alam dan lainya. Tanpa dibantu dengan data lainnya sulit untuk menentukan jenis litologinya. Endapan alluvial biasanya dibedakan dengan batuan dasar, namun material penyusunnya (pasir, lanau, lempung dan lain-lain) tidak dapat dikenali. Adanya vegetasi menyulitkan mengenal jenis batuan. Dalam hutan chnopy yang lebat umumnya tidak tembus oleh energi radar, meskipun dimuka telah disebut band L dapat menembus hutan canopy. Namun untuk hutan yang vegetasinya sehingga parmukaan tanah akan memantulkan energi, sehingga jenis batuannya dapat dikenali berdasarkan kenampakan morfologinya. Tumbuhan penutup seperti padang rumput secara relatif tidak tertembus oleh energi radar dengan panjang gelombang yang lebih panjang. 3. Pemetaan Struktur Geologi Radar sangat sensitif terhadap kenampakan geomorfologi, struktur geologi sering terekspresikan pada kenampakan geomorfologi. Citra radar dapat mengenali struktur geologi dengan sangat baik, pada citra radar pengenalan terhadap struktur geologi lebih mudah daripada pengenalan jenis batuan. 4. Perlapisan Batuan Dalam batuan sedimen perselingan lapisan batuan yang keras akan membentuk topografi yang menonjol, sedangkan batuan yang lunak akan membentuk topografi cekung. Batuan yang keras akan membentuk punggungan yang merupakan elemen penting dalam penafsiran batuan sedimen. Kemiringan lapisan berkembang dan membentuk flat iron bentuk V pada singkapannya, dimana pada sisinya merupakan lembah yang memotong jurus batuan. Tetapi adanya fareshotening dan loyover, maka bentuk kemiringan lapisan dapat menyesatkan. Dengan pengenalan arah jurus dan kemiringan, maka akan dapat diketahui adanya struktur perlipatan. 5. Kelurusan (Lineament) Disebabkan adanya rekahan, sesar, atau kekar biasanya dicerminkan oleh kenampakan morfologi lembah, bentuk sungai lereng yang terpotong secara tibatiba, adanya pergeseran elemen dan yang lainnya. Kenampakan tersebut lebih bagus terlihat pada citra radar dari foto udara dan citra landsat. Elemen-elemen sesar muncul dengan kenampakan lebih tegas, sebagai contoh pada lereng yang sangat terjal, dapat sebagai corner reflektor yang memantulkan signal radar kuat. Pada lapisan pasir yang tipis dan kering sering kenampakan struktur geologi dibawahnya tidak tampak pada citra landsat, sebab pantulan sinar matahari pada pasir sangat kuat. Radar dengan panjang gelombang lebih panjang mampu menembus lapisan tipis pasir kering dan sesar ditandai dengan corner reflektor maka kenampakan sesar tersebut akan lebih jelas. Deteksi dari kenampakan geomorfologi pada citra radar merupakan fungsi dari arah penyinaran. Kenampakan yang tegak lurus arah penyinaran akan tampak lebih jelas, kenampakan yang menyudut juga akan terlihat, tetapi kenampakan yang sejajar akan sulit untuk dikenali.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 130

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 8.1. Kolom Stratigrafi daerah Amadeus Basin

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 131

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 8.2. Peta Lokasi Daerah Amadeus Basin

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 132

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 133

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

8.2. CITRA LIDAR 8.2.1. Pengertian Pemetaan Light detection and ranging (LIDAR) adalah metode terpercaya untuk mengumpulkan secara akurat dan tepat mengenai informasi gambaran spasial bumi yang mencakup bentuk dan karakteristik permukaan bumi. Pemetaan terbaru teknologi ini mampu memeriksa keadaan alam dalam cakupan yang besar dengan akurasi, presisi, dan fleksibilitas yang lebih baik dari teknologi sebelumnya. Lidar telah menjadi metode untuk menngumpulkan data elevasi yang akurat. Teknik “remote sensing” ini relatif mirip dengan radar, namun Lidar menggunakan sinar laser dibandingkan dengan gelombang radio.

Figure 8.31 diagram skematis penerbangan lidar menunjukkan pemindaian garis yang menghasilkan garis yang parallel Lidar sering juga disebut dengan LADAR atau ”Lasar Altimetry”, adalah akronim dari Light Detection and Ranging. Hal ini menunjuk terhadap teknologi penginderaan jauh yang memancarkan panas, memfokuskan sinar dan mengukur waktu yang dibutuhkan refleksi untuk terdeteksi oleh sensor. Informasi ini untuk memperhitungkan jarak terhadap objek. Dalam hal ini, lidar dapat disamakan dengan radar, kecuali lidar ini mengacu pada tenaga sinar laser. Tiga dimensi koordinat dapat dihitung berdasar: 1. Perbedaan waktu antara sinar laser yang dipancarkan hingga diterima kembali. 2. Sudut dimana sinar ditembakkan. 3. Lokasi absolut dari sensor diatas permukaan bumi. Teknologi remote sensing dibedakan menjadi 2 tipe yakni: 1. Sistem pasif : mendeteksi radiasi yang dibentuk oleh energy dari sumber eksternal misalnya matahari. 2. Sistem aktif : mendeteksi radiasi yang dibentuk oleh energy dari sumber internal (alat itu sendiri), contohnya LiDAR.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 134

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Kelemahan dari teknologi LiDAR ini adalah tidak bisa menembus awan maupun hujan.Instrument lidar dapat secara lebih akurat karena memiliki sampling rates lebih dari 150kHz (150,000 pulse per detik). Data LiDAR dapat memiliki akurasi absolut kira kira 6-12 inci 8.2.2. Tipe Data LiDAR Seperti data elevasi, lidar dapat tersimpan dalam beberapa format. Native data diterima sebagai point yang dapat diproses untuk membuat format DEM atau TIN yang dapat membuat kontur. 1. Point Data ini biasanya tersimpan dalam format LAS dimana “merupakan format file binary yang informasi spesifik terhadap LiDAR”. Tidak hanya nilai x,y,z, data LiDAR sendiri dapat membawa informasi waktu, jalur udara, dan klasifikasi poin setiap titiknya.

Figure 8.42 Point lidar yang menggambarkan perbedaan data atribut

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 135

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

2. Digital Elevation Model (DEM) Data DEM termasuk dalam data raster dengan format GeoTiff/ TIN.

Figure 8.53 repretsentasi format surface 3. Hillshade Hillshading adalah teknik yang membantu variasi dalam data elevasi. Artinya menirukan bagaimana keadaan tanah jika matahari menyinari target dari sudut tertentu. Efek ini dapat terbentuk dari banyak program yang secara normal dipakai untuk pengolahan data elevasi. Foto udara yang telah ter-hillshaded dalam gambar di bawah ini menyoroti tekstur dalam permukaan TIN dan mengungkap ketidaksempurnaan dalam jalan yang tidak jelas. Teknik ini berguna selama tinjauan kepastian kualitas dan visualisasi dari data LiDAR.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 136

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Figure 8.64 Hillshade TIN 4.Kontur Kontur merupakan bagian dari data vector dan paling sering didapatkan dari prakonstruksi DEM atau TIN. Kontur yang didapat secara langsung dari data LiDAR bisa dibilang akurat namun tidak “bersih” dan kadang membutukan level interpolasi, simplifikasi, smoothing, atau editing manual untuk menyusun produk yang dapat lebih mudah diintepretasi oleh mata manusia. Dalam proses cleaning dan editing vector, posisi kontur dapat sedikit bergantian dan sedikit futir mungkin dapat dihilangkan. Pembentukan breaklines manual secara akurat dibutuhkan untuk mendapat kontur dengan akurasi dari data LiDAR; hal ini merupakan proses yang memakan biaya besar. Teknik fotogrametri biasanya dipakai untuk membuat breaklines tiga dimensi bersama dengan fitur spesifik. Teknik ini sering disebut dengan “lindgrametri”. Lindgrametri menggunakan intensitas nilai dari point lidar sebagai “foto” yang telah diproses, menggunakan point elevasi, kedalam foto tiga dimensi. Foto tiga dimensi kemudian dapat digunakan untuk menggambarkan breaklines. Hasilnya, imagery yang tersebar tidak harus diterbangkan dimana breaklines dibutuhkan; meski begitu, hasil lindgrametri beraklines biasanya tidak memiliki resolusi setinggi fotogrametri asal.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 137

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Figure 8.7. meter contours generated from lidar data Meskipun kontur yang terbentuk kurang akurat dibandingkan data yang sudah ada, dalam pembuatannya sudah mendefinisikan apa arti data lidar, serta dapat mengetahui keakuratan dari data lidar tersebut. Pembuatan kontur ini secara langsung dapat digunakan dalam dunia keteknikan untuk mendukung sebuah proyek yang sedang dikerjakan, dimana lebih diutamakan data vertikal daripada data horizontal. 8.2.3. Kesimpulan Data yang dihasilkan dari lidar termasuk kedalam data kasar yang diproses melalui data kontur dan data permukaan (DEM). Data yang dihasilkan meliputi data tinggian, klasifikasi lereng, intensitas lereng, dll. Data permukaan (DEM) dibuat untuk memreprentasikan bentuk muka bumi secara kasar dan dapat dikembangkan menjadi data 3-dimensional sehingga dapat mendukung kerja dalam dunia keteknikan. 8.2.4. Kegunaan Data Lidar 1. Sebagai Input Data SIG Perangkat lunak yang paling umum digunakan dalam pengolahan data lidar adalah ArcGIS. ArcGIS merupakan perangkat lunak yang sangat berguna dan bersifat flexible dalam menampalkan data-data lidar, generasi kontur dan dapat melakukan analisa-analisa dengan baik. Perangkat lunak lain yang sering digunakan termasuk Global Mapper and AutoCad Map (Land Survey). Sebagai tambahan ada pula perangkat lunak lain berbasis lidar yang berupa plug-in ArcGIS seperti LAStools, yang menyediakan analisa data lidar menggunakan perhitungan algoritma dan dapat diexport menjadi format umum GIS dan CAD. Mengerjakan data lidar dalam ArcGIS diperlukan kehati-hatian dan kemampuan khusus. Data lidar dapat direpresentasikan berupa beberapa format berbeda seperti

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 138

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

titik, garis dan polygon. Bagaimanapun, tidak semua format kompatibel terhadap ArcGIS, maka pengguna harus paham terhadap format yang sedang dikerjakan dan versi perangkat lunak yang digunakan. 2. Kontur Kontur dapat dibuat menggunakan ArcGIS melalui menu Spatial Analyst or 3D Analyst atau dapat didownload secara online berupa data dengan format .shp or .dxf. Bagaimanapun cara kontur didapatkan, diperlukan data permukaan untuk membuatnya. Data permukaan dapat dibuat menggunakan banyak cara dimana menghasilkan data yang berbeda-beda seperti lokasi, geometri, dan tampilan kontur. Dengan menggunakan ArcGIS data kontur dapat dengan mudah dimanipulasi untuk mengakali beberapa kontur yang “tidak masuk akal” dikarenakan factor luar seperti proses antropogenik, dll.

Gambar 8.8. Kontur yang Digenerasi berdasarkan Data Lidar di ArcGIS

3. Titik Format vektor lainnya adalah titik, yang juga merupakan format asli lidar data. Dua format file yang umum untuk titik adala LAS dan ASCII. Ada masalah mengenai ukuran dan format ketika menggunakan format vektor titik di ArcGIS yang dapat mempersulit processing. Versi terbaru dari ArcGIS (di atas 8.8) memiliki wadah data baru yang secara signifikan membantu dalam penggunaan format vektor titik LIDAR. Sebuah file format vektor titik LIDAR untuk area yang berukuran relatif kecil dapat memegang 1.000.000-2.000.000 poin, jika dalam format shapefile dapat lumayan memperlambat aplikasi. Untuk alasan ini, penting untuk mengurangi tingkat kedetilan dari proyek atau hanya memilih jenis hal yang Anda tertarik (misalnya, jika tertarik topografi saja, meminimalkan poin hanya tanah diklasifikasikan, atau kembali terakhir).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 139

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Table 8.1. Interval kontur (CI) dan standar akurasi variasi pada CentimetersvRMSE (NSSDA 1998) [cm]

Longitude,Latitude,Elevation -75.998765,36.463294,12.54 -75.998766,36.463293,12.36 Pembukaan sebuah file titik ASCII secara umum membutuhkan sebagai berikut: 1. Menkonversikan ke sebuah format text yang dibatasi , database, atau format pengolah angka. 2. Menambahkan data tabular (pada ArcGIS: File > Add Data > Add XY Data) dan menspesifikan koreksi x, y, dan z lapangan dan sistem koordinat.. File titik LAS merupakan LAS point files are format biner yang dapat dibaca oleh ArcGIS (sebelumnya ke 10.1) tetapi sebelum pemprosesan membutuhkan menggunakan tools ArcGIS. Beberapa kegunaan bebas tersedia untuk membantu membawa data LAS ke ArcGIS. Tersimpel disebut reader LAS ke ArcGIS (www.geocue.com/support/utilities.html), yang mana memungkinkan ArcGIS membaca file-file LAS (Figure 4-8), dengan fasilitas ini, file-file LAS muncul ketika mengamati file data dalam ArcCatalog atau ketika menambahkan data dalam ArcMap. Pilihan lainnya adalah LiDAR LAStools memproses toolbox (from http://rapidlasso.com) bahwa memungkinkan pendayagunakan koleksi efisien tools LAS command-line tools dari ArcGIS. Toolbox secara sederhana ditambahkan untuk ArcToolbox, dan perbedaan tools pemprosesan tersedia untuk menghasilkan 3 dimensional multi-point dan titik shapefiles, kontur, DEMs, dan lainnya. Tercatat bahwa secara bebas tersedia untuk tujuan evaluasi tetapi perijinan pembatasan penggunaan kondisi tertentu (see http://lastools.org/LICENSE.txt). Bidang atribut tabel untuk berkas dimuat sebagai .dbf (Figure 4-2) dan dengan pembaca LAS (Figure 4-3) menyoroti perbedaan antara teknik teknik untuk mengambil data ke GIS. Pembaca reader dan program LAStools “las2shp” menjadikan titik titik koordinat 3D (titikZ; Figures 4-3); (Figure 4-2) tetapi termasuk sebuah ketinggian lapangan dalam tabel bahwa dapat diseleksi untuk mendefinisikan sebuah simbologi.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 140

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Figure 8.9. Informasi atribut kontur diimpor dari database

Figure 8.10.. Informasi atribut LAS– termasuk elevasi, klasifikasi, intensitas, dan number

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 141

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Figure 8.11. Titik-titik yang diwarnai oleh nilai intensitas (Gambar 8.11.) atau digunakan untuk analisis lebih lanjut dengan salah satu ekstensi ArcGIS untuk membuat permukaan atau kontur (Lihat "Permukaan"). Sebuah DEM sederhana dapat dibuat dengan menggunakan ArcToolbox (Konversi Peralatan> Untuk Raster> Fitur untuk Raster) jika Analyst Spasial atau ekstensi 3D Analyst tidak tersedia. Intensitas juga dapat dilambangkan jika tersedia di titik atribut untuk membuat "gambar samar." Permukaan (Grids) - produk LIDAR yang paling umum adalah grid atau raster tinggi permukaan. Permukaan dikembangkan dari data LIDAR yang mempunyai highlight yang tinggi (akurasi tinggi pada daerah yang luas), dan merupakan dasar untuk mengembangkan beberapa bentuk produk turunan. Beberapa kode data atau deskripsi digunakan untuk menjelaskan elevasi atau permukaan permukaan. Tiga istilah sering disebut ketika menggambarkan produk elevasi adalah: 1. Ketinggian digital Model (DEM), 2. Model medan digital (DTM), dan 3. Model permukaan digital (DSM). Istilah "DEM" biasanya digunakan sebagai gambaran umum dari permukaan elevasi. Hal ini sering digunakan dalam hubungannya dengan deskripsi tertentu atau tambahan, seperti DEM bumi yang datar atau topo-bathy DEM, yang menyediakan informasi lebih lanjut. Sebuah "DTM" umumnya produk dari bumi yang datar untuk membuktikan respresentasi permukaan bumi, atau dimaksudkan untuk memberikan representasi terbaik, dan dapat menggabungkan informasi tambahan (misalnya, breaklines) untuk lebih mewakili permukaan. Sebuah "DSM" adalah istilah yang lebih umum didefinisikan dan dapat mencakup semua jenis produk yang mewakili permukaan, apakah tanah datar atau permukaan di sepanjang puncak-puncak pohon.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 142

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Sebagian besar aplikasi elevasi bumi disajikan dengan baik oleh Dems atau DTM. Seperti ditunjukkan sebelumnya, ini membutuhkan penghapusan poin yang jatuh pada non-medan fitur (misalnya, pohon, mobil, rumah). Jenis proses, untuk sebagian besar, ditangani dengan menggunakan software LIDAR-spesifik; Namun, ada beberapa ekstensi software LIDAR-spesifik yang bekerja dalam ArcGIS yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan poin dan membuat DEM bumi. ArcGIS, dengan 3D Analyst atau Analyst Tata Ruang, dapat interpolasi Dems dari data titik, dan ArcGIS tanpa ekstensi dapat membaca dan menampilkan beberapa format DEM yang berbeda dibuat dengan perangkat lunak terpisah. Analisis DEM (misalnya, menghitung perbedaan ketinggian, menghasilkan aspek dan kemiringan grid, menghasilkan profil 3D, atau menciptakan kontur), bagaimanapun, memerlukan salah satu ekstensi. Seperti disebutkan, ArcGIS dapat menangani beberapa format grid termasuk GeoTiffs (tif), Esri Grids, dan Erdas Imagine (.img) file. Untuk format umum lainnya, "Konversi Tools" toolbox memiliki sebagian kemampuan jaringan atau raster impor yang dibutuhkan. Yang paling umum digunakan untuk data LIDAR termasuk ASCII untuk Raster dan mengambang (.flt) ke alat Raster. Jika analisis direncanakan, sebagian besar pengguna perlu memiliki 3D Analyst atau Analyst Tata Ruang. Gambar 4-14 dan 4-15 diciptakan di ArcGIS menggunakan 3D Analyst untuk pertama kali membuat TIN (Triangulasi jaringan yang tidak teratur) kumpulan data dan kemudian dikonversi ke grid (raster). Data diambil dari set point data yang telah diklasifikasikan. DSM (Gambar 8.12.) dibuat menggunakan semua poin, dan DTM (Gambar 8.13.) diciptakan dengan memilih yang memenuhi klasifikasi, yang merupakan kelas standar untuk titik tanah

Gambar 8.12. Digital Surface Model

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 143

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 8.13. Digital Terrain Model or Bare-Earth DEM

Selanjutnya "visualisasi" analisis permukaan di ArcGIS dengan penggunaan 3D Analyst atau Analyst Spasial termasuk menciptakan citra hillshade (Gambar 8.14.). Hillshading membawa keluar aspek yang lebih halus dari data dan dapat membantu menyoroti fitur yang lebih kecil dan juga kelemahan atau aspek pengumpulan data. Misalnya, pola garis horizontal berjalan pada sekitar 45 derajat pada Gambar 8.14 mungkin merupakan arah scanning dari sensor LIDAR. Data memiliki penampilan dan mungkin hasil dari sedikit masalah dalam instrumen pengukuran inersia (IMU). Baris hanya beberapa sentimeter tetapi muncul cukup baik untuk lebih baik atau lebih buruk. Kontur dibuat dari data tersebut mungkin akan memiliki penampilan zigzag (terutama di daerah datar). Raster Hillshade dibuat dalam ArcGIS tidak memiliki "elevasi" nilai-nilai; melainkan mereka adalah gambar hanya hitam dan putih. lapisan Hillshade bisa dibuat semi-transparan dan menutupi data elevasi untuk membuat "komposit" DEM (Gambar 8.14). Selain itu, gambar hillshaded komposit juga dapat dibuat oleh mengalungkan orthoimages lebih grid elevasi

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 144

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 8.14. Hillshade dari arah berbeda dari sudut matahari

Akhirnya, analisis umum dari sebuah permukaan adalah pembentukan kontur (Gambar 4-19), dimana dapat mencakup pembentukan garis pantai (misalnya, ketinggian mewakili ketinggian air rata-rata atau rata-rata permukaan laut). Seperti disebutkan sebelumnya, kontur yang dihasilkan dari data LIDAR tidak akan biasanya memiliki penampilan yang halus, karena data berisi fekuensi “noise” yang tinggi secara signifikan (yaitu, banyak poin berdekatan dengan sedikit variasi nilai elevasi). Kontur dapat dihasilkan baik menggunakan 3D Analyst atau Spatial Analyst (Surface> Contour). Sementara kontur adalah produk yang populer, perlu dicatat bahwa banyak data yang hilang dan bahwa kontur adalah teknik "penyederhanaan". Ini adalah contoh dari beberapa teknik "visualisasi" sederhana yang dapat menguntungkan sebagian besar aplikasi; analisis lebih lanjut akan tergantung pada penggunaan tertentu atau aplikasi data. visualisasi tiga dimensi dengan cepat menjadi lebih umum dan tidak membawa aspek yang lebih intuitif untuk data. 8.2.7. Ringkasan Menggunakan data LIDAR di beberapa program GIS memang memiliki kesulitan yang melekat yang berasal dari sejumlah besar data yang disediakan bahkan untuk daerah kecil. Titik dapat dimuat dalam beberapa format; Namun, banyaknya mereka

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 145

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

dapat menciptakan masalah penggunaan. Solusi sederhana adalah untuk mendapatkan data sebagai DEM (raster) yang sudah dibuat sebelumnya atau sebagai kontur (garis); keduanya secara umum lebih mudah digunakan daripada titik kasar. Setelah permukaan terbentuk, analisis yang berbeda dapat dilakukan untuk keduanya visualisasi dan tujuan analitik. Untuk memaksimalkan penggunaan analisis dan pengoperasian dalam batas-batas set data, penting untuk memeriksa metadata untuk akurasi dan, juga, proses yang digunakan untuk menghasilkan data mentah. Bab ini menyoroti Platform ArcGIS ESRI dan metode terkait yang diberikan digunakan secara luas dalam komunitas pengelolaan pesisir. 8.6. Elemen dari Interpretasi Visual Gambar Meskipun sebagian besar orang telah memiliki pengalaman substansial dalam menafsirkan foto konvensional dalam kehidupan sehari-hari mereka (misalnya foto, koran) interpretasi citra sering berangkat dari interpretasi citra sehari-hari dalam tiga hal penting: (1) penggambaran fitur dari overhead, sering terlihat asing, perspektif ; (2) penggunaan frekuensi panjang gelombang di luar bagian terlihat dari spektrum; dan (3) penggambaran permukaan bumi pada skala dan resolusi yang terlihat asing. Sementara faktor-faktor ini mungkin tidak signifikan terhadap juru interpretasi gambar yang berpengalaman, mereka dapat merupakan tantangan besar untuk analis gambar pemula. Sebuah studi sistematis citra satelit biasanya melibatkan beberapa karakteristik dasar dari fitur yang ditampilkan pada sebuah foto. Karakteristik yang tepat berguna untuk setiap tugas tertentu dan cara di mana mereka dianggap tergantung pada bidang aplikasi. Namun, sebagian besar aplikasi mempertimbangkan karakteristik dasar berikut, atau variasi dari mereka: bentuk, ukuran, pola, nada (atau warna), tekstur, bayangan, situs, dan asosiasi. 1. Bentuk mengacu pada bentuk umum, konfigurasi, atau garis besar dari objek individu. Dalam kasus foto stereoskopik, tinggi objek juga mendefinisikan bentuknya. Bentuk beberapa objek yang begitu khas bahwa gambar mereka dapat diidentifikasi hanya dari kriteria ini. Bangunan Pentagon dekat Washington DC adalah contoh klasik. Semua bentuk yang jelas ini tidak diagnostik, tapi setiap bentuk memiliki beberapa arti untuk juru interpretasi foto. 2. Ukuran objek pada foto-foto harus dipertimbangkan dalam konteks skala gambar. Sebuah gudang penyimpanan kecil, misalnya, mungkin disalahartikan sebagai gudang besar jika ukuran tidak diindahkan / dipertimbangkan ukuran relatif antara objek-objek pada foto dengan skala yang sama juga harus diperhatikan. 3. Pola berkaitan dengan penataan ruang benda. Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan adalah karakteristik dari banyak objek, baik alami dan buatan, memberikan benda pola tertentu yang membantu ahli interpretasi dalam mengenali mereka. Teater drive-in outdoor (teater yang mobil bisa masuk didalamnya), misalnya, memiliki tata letak tertentu dan pola ruang parkir yang membantu dalam identifikasi. Teater Drive-in telah salah diidentifikasi

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 146

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

sebagai subdivisi perumahan oleh interpreter pemula yang tidak hati-hati mempertimbangkan ukuran, bentuk, dan pola. Demikian juga, tata ruang yang mengatur pohon di kebun sangat berbeda dengan pohon yang tumbuh di hutan.

4. Rona mengacu pada kecerahan relatif atau warna objek pada citra. Tanpa perbedaan rona, bentuk, pola, dan tekstur dari benda-benda tidak dapat dipahami. Citra berwarna memungkinkan seorang ahli interpretasi untuk mengeksploitasi perbedaan rona. 5. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada gambar. Tekstur dihasilkan oleh agregasi fitur unit yang mungkin terlalu kecil untuk dilihat secara individual pada gambar, seperti daun pohon dan bayangan daun. Ini adalah produk dari masing-masing bentuk individual, ukuran, pola, bayangan dan rona. Hal ini menentukan kelancaran visual secara keseluruhan atau kekasaran fitur citra. Saat skala foto itu berkurang, tekstur dari setiap objek atau daerah tertentu menjadi lebih halus progresif dan akhirnya menghilang. Ahli Interpretasi sering dapat membedakan antara fitur dengan reflektansi yang sama berdasarkan perbedaan tekstur.

6. Bayangan adalah hal penting untuk ahli interpretasi dalam dua hal yang berlawanan: (1) bentuk atau garis besar bayangan memberikan sebuah kesan tampilan profil objek (yang membantu penafsiran) dan (2) objek di dalam bayang-bayang mencerminkan sedikit cahaya dan sulit untuk membedakan dari foto-foto (yang menghalangi interpretasi). Misalnya, bayangan yang dihasilkan oleh berbagai jenis pohon atau fitur budaya (jembatan, silo, menara, dll) pasti dapat membantu dalam identifikasi pada gambar. Juga, bayangan yang dihasilkan dari daerah dengan perbedaan elevasi , terutama dalam kasus gambar yang sudut mataharinya rendah, dapat membantu dalam menilai variasi topografi alam yang mungkin membantu dalam diagnosa berbagai bentang alam geologi. 7. Site atau tempat merujuk ke lokasi topografi atau geografis dan merupakan bantuan yang sangat penting dalam identifikasi jenis vegetasi. Misalnya, jenis pohon tertentu akan tumbuh di tempat-tempat dataran tinggi yang kering, sedangkan jenis pohon lainnya diperkirakan akan terjadi pada tempat dataran rendah yang basah. Juga, berbagai jenis pohon hanya terjadi di daerah-daerah geografis tertentu. 8. Asosiasi mengacu pada terjadinya fitur tertentu dalam hubungannya dengan sesuatu yang lain. Misalnya, bianglala mungkin akan sulit untuk diidentifikasi saat dibangun di sebuah lapangan dekat gudang gandum, tapi akan mudah untuk diidentifikasi ketika di daerah yang dianggap atau dikenal sebagai sebuah taman hiburan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 147

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

8.7. Proses pendekatan dalam Interpretasi (Approaching the Interpretation Process) Tidak ada satu pun, cara yang tepat dalam pendekatan proses interpretasi. Bahan citra tertentu dan peralatan interpretasi yang tersedia akan mempengaruhi bagaimana tugas interpretasi tertentu dilakukan. Di luar faktor-faktor ini, tujuan spesifik interpretasi akan menentukan proses interpretasi yang digunakan. Banyak aplikasi yang memerlukan seorang analis gambar (Interpreter) untuk mengidentifikasi dan menghitung berbagai perbedaan objek yang terjadi di daerah studi. Misalnya, jumlah dapat dipakai untuk barang-barang seperti kendaraan bermotor, tempat tinggal perumahan, perahu rekreasi, atau hewan. Aplikasi lain dari proses interpretasi sering melibatkan identifikasi kondisi anomali. Sebagai contoh, ahli interpretasi mungkin survei di daerah yang luas dan mencari fitur seperti sistem septik yang gagal, sumber dari pencemaran air yang masuk ke sungai, daerah hutan yang diserang oleh serangga atau penyakit tertentu, atau bukti tempat yang memiliki potensi data geologi yang signifikan. Banyak aplikasi interpretasi citra melibatkan deliniasi unit areal berlainan sepanjang gambar. Misalnya, pemetaan penggunaan lahan, jenis tanah, atau tipe hutan membutuhkan ahli interpretasi untuk menguraikan batasbatas antara daerah satu jenis dengan yang lainnya. tugas-tugas semacam dapat menjadi masalah ketika batas antara lainnya tidak jelas, tapi tak menentu atau gradasi dari satu jenis daerah ke daerah lain. Dua masalah yang sangat penting harus ditangani sebelum ahli interpretasi melakukan tugas meliniasi unit areal terpisah pada foto. Yang pertama adalah definisi kriteria yang akan digunakan untuk memisahkan berbagai kategori fitur yang terjadi dalam foto-foto atau citra. Misalnya, dalam pemetaan tata guna lahan seorang ahli interpretasi harus mengetahui betul didalam pikiran apa karakteristik khusus yangmenentukan apakah suatu daerah itu perumahan, komersial, atau industri. Demikian pula, jenis proses pemetaan hutan harus melibatkan definisi yang jelas tentang apa yang merupakan area yang akan digambarkan dalam spesies, tinggi, atau spesies kepadatan tertentu. Isu penting kedua di deliniasi unit areal tertentu pada foto adalah pemilihan unit pemetaan minimum/minimum mapping unit (MMU) untuk diimplementasikan dalam proses. Hal ini mengacu pada entitas terkecil pada ukuran areal yang akan dipetakan sebagai daerah diskrit. Pemilihan MMU akan menentukan tingkat detail yang disampaikan oleh interpretasi. Setelah kriteria dan MMU telah ditentukan, ahli interpertasi dapat memulai proses menggambarkan batas-batas antara jenis fitur. Pengalaman menunjukkan bahwa dianjurkan untuk menggambarkan jenis fitur yang paling sangat kontras pertama dan bekerja dari umum ke khusus. Sebagai contoh, dalam upaya pemetaan tata guna lahan akan lebih baik untuk memisahkan daerah pemukiman dari air dan pertanian sebelum

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 148

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

memisahkan kategori yang lebih rinci dari masing-masing jenis fitur ini berdasarkan perbedaan halus. Dalam aplikasi tertentu, ahli interpretasi mungkin memilih untuk menggambarkan daerah citra sebagai bagian dari proses delineasi. Ini adalah wilayah dengan rona cukup seragam, tekstur, dan karakteristik gambar lainnya. Ketika awalnya diliniasi, jenis fitur identitas daerah ini mungkin tidak diketahui. Observasi lapangan atau kebenaran dasar lainnya kemudian dapat digunakan untuk memverifikasi identitas masing-masing daerah. Sayangnya, tidak selalu satu-ke-satu korespondensi antara munculnya daerah gambar dan kategori pemetaan. Namun, penggambaran daerah seperti sering berfungsi sebagai alat stratifikasi dalam proses interpretasi dan dapat berharga dalam aplikasi seperti pemetaan vegetasi (di mana daerah gambar sering sesuai langsung ke kelas vegetasi)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 149

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

BAB IX FOTOGRAMETRI 9.1 Batasan dan Pengertian Fotogrametri merupakan seni ilmu, dan teknologi perolehan informasi terpercaya tenteng obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran, penafsiran citra foto dan pola gradasi tenaga elektromagnetik serta fenomena lain (Thomson dan Gruner 1980 dalam Sutanto 1989). Pada interpretasi citra (foto udara) fotogrametri diperlukakan karena: 1. Untuk menentukan letak relatif obyek atau fenomena menentukan ukuran lainnya. 2. Untuk menggambarkannya pada peta.

dan

untuk

Dalam praktikum ini fotogrametri diperlukan sebagai alat bantu untuk menentukan aspek kuantitatif informasi geologi pada foto udara. Oleh karena itu berdasarkan tujuan fotogrametri untuk survey geologi dan tersediannya alat, maka hanya dipraktekkan fotogrametri dasar yang menggunakan instrument dan perhitungan sederhana. Bukan fotogrametri yang sebenarnya yang menggunakan instrument khusus dengan perhitungan yang rumit.

9.2. Tujuan Tuiuan praktikum acara fotogrametri adalah agar praktikan: 1. Mampu melakukan pengukuran dan perhitungan paralak baik secara monoskopik maupun stereoskopik. 2. Mampu melakukan perhitungan beda tinggi. 3. Mampu mengembangkan dasar perhitungan beda tinggi dan jarak datar untuk menghitung parameter kuantitatif lainnya. Seperti menentukan arah jurus dan besarnya kemiringan lapisan, tebal lapisan batuan, dan lereng.

9.3. Skala Foto Udara Vertikal Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan jarak sebenarnya dilapangan. Skala foto sangat diperlukan untuk menentukan ukuran obyek maupun untuk mengenalinya.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 150

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

9.4.1. Cara menentukan Skala Foto Udara Vertlkal Ada beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertical : 1. Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Rumus yang dipergunakan dengan cara ini adalah sebagai berikut :

𝑆=

𝑓 𝐻

Keterangan : S = Skala f = fokus H = tinggi terbang Berdasarkan rumus diatas, maka skala foto udara vertical : a. Adalah berbanding lurus terhadap panjang focus kamera. b. Berbanding terbalik terhadap tinggi terbang diatas bidang rujukan. c. Seragam disembarang tempat, apabila daerah yang difoto berupa bidang datar, tinggi terbang tetap dan pemotretannya benar – benar vertikal. 2. Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan. Cara ini hanya dapat dilakukan bila kita membawa foto udara ke lapangan, atau kalau kita tahu jarak sesungguhnya obyek dilapangan dari obyek yang tergambar pada foto. Skala dihitung berdasarkan rumus: 𝑆=

𝑑𝑓 𝑑𝑙

Keterangan: S = Skala df = jarak pada foto dl = jarak dilapangan Contoh: Jarak ab pada foto udara 3 cm dan jarak AB di lapangan 24 cm, maka perhitungan skalanya

3 cm S=

= 1 : 8.000 24.000 cm

3. Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui skalanya. Rumus skala foto udara dengan cara ini adalah:

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 151

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Df 1/Pf Dp

=

=

Pf Pf

=

Dp 1/Pp Df Pp atau Pf x Df = Dp x Pp Dp

Df

X Pp

Keterangan : Pf : Penyebut skala foto Pp : Penyebut skala peta Df : Jarak pada foto Dp : Jarak pada peta Contoh : Jarak ab pada foto = 2 cm dan jarak AB pada peta = 4 cm, skala peta 1 : 25.000, maka skala foto adalah: 4 Pf

=

2

X 25.000 = 50.000, jadi skala foto udara 1: 50.000

9.4.2. Paralak Paralak stereoskopik adalah perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralak ini disebut juga dengan paralak absolut atau paralak total (Ligteri 1972). Paine (1981) mengemukakan definisi lain, yaitu bahwa paralak absolute adalah perubahan letak topografik yang terjadi pada foto udara bertampalan. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralak absolute suatu titik adalah perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu X, berpangkal dari sumbu Y kearah titik–titik bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing – masing foto udara itu benar-benar vertical dan dengan tinggi terbang yang sama. Pada gambar 3.1. Titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralak absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya (tanpa tanda negatif).

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 152

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Jadi nilai paralak absolut titik A, B, U, pada foto yaitu Pa, Pb, dan Pu besarnya: Pa = Xa1+Xa2 Pb = Xb1+Xb2 Pu = u2u1= b2 atau basis foto. Karena titik u terletak pada titik utama foto kiri, maka paralaknya pada foto kiri = 0

9.4.3. Basis Foto Basis foto adalah jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah ratarata dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut, rumusnya:

Paralak Titik A,B,dan U

Gambar 9.1. Paralak Titik a,b, dan u

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 153

r

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

9.5 Tahapan 9.5.1 Pengukuran Paralak Secara Stereoskopik Pengukuran paralak dilakukan dengan menggunakan batang paralak atau meter paralak (parallax bar/meter) terdiri dari dua keeping kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark). Masing – masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya. Batang itu juga dapat digerakkan dengan memutar sekrup micrometer. Pemutaran sekrup ini berarti memperpanjang atau memperpendek jarak antara dua kaca. Pengukuran paralak dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan stereoskopis, Tanda apung kaca kiri diletakkan pada titik yang akan diukur paralaknya difoto kiri. Tanpa melihatnya dengan stereoskop, tanda apung kanan diletakkan pada titik yang akan diukur paralaknya difoto kanan. Kemudian barulah diamati dengan stereoskop sehingga dua titik apung lebur menjadi satu dan menempel pada titik yang diukur paralak. Keadaan ini dicapai dengan memutarmutar serkrup mikrometer. Dua titik apung yang telah lebur menjadi satu titik belum tantu menempel pada titik yang diukur. Hal ini harus diusahakan benar hingga menempel. Hanya dalam keadaan demikian pembacaan paralak pada sekrup micrometer benar. Perhatikan Gambar 3.2 dibawah ini:

Gambar 9.2. Peleburan titik apung dan penempelan pada titik yang di ukur ( Sutanto, 1989)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 154

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Dari gambar diatas ini peleburan titik apung telah dicapai pada A2, tetapi titik ini masih mengapung diatas permukaan tanah. Paralak yang terbaca terlalu besar. Bila sekrup micrometer diputar akan tercapai peleburan pada A1, maka pembacaan ini benar. Bila diputar lagi, dapat pula terjadi peleburan pada titik A3 yang menembus tanah, maka pembacaan ini salah. Batang paralak ini disajikan pada gambar 3.3 dibawah ini:

Gambar 9.3. Batang paralak Keterangan: 1 = kaca; 2 : tanda apung; 3 : = Skala untuk pembacaan paralak pada batang (mm), misalnya terbaca angka 11 lebih sedikit, berarti pembacaan paralak 11 mm; 4 : Sekrup Mikrometer, missal terbaca 46, berarti pembacaan paralak – 11,46 mm.

9.5.2 Beda Paralak Beda tinggi antara dua titik yang tergambar dapat diukur berdasarkan beda paralaknya. Paralak suatu titik dapat diukur dan dinyatakan dengan formula:

Formula par alak p = beda paralak b = base foto Formula beda tinggi H = tinggi terbang h = beda tinggi

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 155

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Contoh perhitungan beda tinggi : Berdasarkan formula beda tinggi diatas dapat dihitung beda tinggi, data yang diperoleh dari foto udara adalah tinggi terbang (H) = 3,840 m, b = 65 mm, dan P = 2 mm. H 3,840 h = xp= x 2 = 118 m b 65 Selaniutnya perhitungan beda tinggi juga dapat dilakukan dengan NOMOGRAM (Gambar 3.4) Nomogram telah dirancang sesuai dengan formula di atas yang penggunaannya dapat dilakukan dengan mudah. Pada gambar tersebut juga terlihat ada dua skala dan satu garis vertikal tanpa skala. Skala 1 bagian kanan untuk harga tinggi terbang (H) dan skala 1 bagian kiri untuk harqa beda tinggi, sedangkan skala 2 bagian kanan adalah harga beda paralak dan skala 2 bagian kiri harga base foto. Contoh penggunaan Nomogram: Diketahui H: 3.840 m b = 65 mm dan p = 2 mm, maka urutan penggunaan Nomogram adalah sebagai berikut : 1. Cari harga H = 3,840 m pada skala 1 bagian kanan, lalu ditandai. 2. Cari harga p = 2 pada skala 2 bagian kanan, lalu tandai. 3. Cari harga b = 65 mm pada skala 2 bagian kiri lalu tandai. 4. Tariklah garis yang dimulai dari harga H skala1 bagian kanan melaui harga p skala 2 bagian kanan hingga bertemu dengan garis 3, kemudian melalui harga b pada skala 2 bagian kiri hingga bertemu dengan harga h pada skala 1 bagian. Harga n (beda tinggi) yang dicari dapat dibaca pada skala 1 bagian kiri ters Di samping itu paralak dapat pula dinyatakan dengan formula:

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 156

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 9.4. Beda tinggi berdasarkan beda paralak (Wolf, 1983)

Pada gambar 3.4 di atas, beda tinggi antara titik A dan titik C sebesar hA - hC. Beda paralaknya merupakan selisih pA – PC yang pada foto sebesar pa - pc. Titik C merupakan titik control yang ketinggiannya diatas bidang rujukan diketahui. Dengan demikian maka titik A dapat diketemukan setelah beda tingginya terhadap titik C diperoleh dari formula beda tinggi. Di dalam mengukur paralak dengan paralak bar, mula-mula pasangan foto disetel dibawah pengamatan stereoskopis. Kemudian titik apung kiri diletakkan pada foto kiri dan titik apung kanan pada foto kanan, dengan posisi yang memungkinkan gerak kaca apung ke kiri dan ke kanan sama besar. Setelah posisi ini tercapai, sekrup batang paralak dimatikan dan titik apung kiri diusahakan tetap tempatnya pada titik kiri yang diukur paralaknya. Dengan demikian maka apabila sekrup milimeter diputar, hanya tanda apung kanan saja yang bergerak. Kemudian dicari angka tetap batang paralak (C) yang besarnya tetap bagi satu penyetelan stereoskopik. Untuk menentukan besarnya angka tetapan ini, marilah kita perhatikan Gambar 3.5 berikut ini.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 157

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 9.5. Gambar batang paralak dan penempatannya (Wolf, 1983)

Untuk penyetelan stereoskopik pada gambar diatas maka jarak antara dua titik utama tetap (=D). Setelah tanda apung kiri (tanda tetap) dimatikan, jarak antara tanda tetap dan tanda indek juga tetap panjangnya (=K). Besarnya paralak titik A pada foto ialah: Dimana: D–K=C Ra = besarnya paralak berdasarkan pembacaan dengan sehingga: p a = C + ra

batang

paralak,

Menurut Wolf (1983) formula ini berlaku bagi pembacaan ke depan (forward reading) yaitu pembacaan paralak makin besar bagi titik yang lebih tinggi. Pembacaan sebaliknya disebut pembacaan ke belakang (Backward reading). Untuk menghitung angka tetapan C, maka: C = p – r Besarnya angka tetapan C ditentukan berdasarkan pengukuran paralak berdasarkan sumbu X -nya dikurangi hasil pembacaan dengan batang paralak. Untuk mencapai ketelitianya yang lebih baik, pada umumnya C ditentukan berdasarkan nilai rata – rata bagi dua titik sembarang. Untuk maksud ini akan lebih baik diambil nilai C bagi dua titik utama pasangan foto yang bersangkutan karena besarnya paralak titik utama foto kiri sama denqan basis foto kanan dan sebaliknya atau: Po1 = b` dan po2 = b Ca = b` - ro1 dan C2 = b – ro1 Sehingga

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 158

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

C=

C1 + C2 2

Beda paralak antaratitik A dan titik C pada foto adalah:

9.5.3. Pengukuran Paralak Secara Monoskopik Pengukuran secara monoskopik disebut juga pengukuran secara manual karena dalam melakukan pengukuran tidak menggunakan alat yang disebut batang paralak (parallaxbar), melainkan hanya dengan menggunakan penggaris biasa. Prosedur pengukurannya adalah sabagai berikut : 1. Siapkan sepasang foto udara, kemudian letakkan plastic transparan diatasnya dan dicellotype dengan spidol hitam dan cari center pointnya. Setelah itu dengan menggunakan spidol biru cari dan tentukan base foto. 2. Base foto dianggap sebagai sumbu x , lalu tarik garis tegak lurus sumbu x melaui center point sehingga ke bagian tepi foto, garis ini dianggap sebagai sumbu y. 3. Amati pasangan foto tersebut dengan pengamatan stereoskopik

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 159

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

4.

5. 6.

7.

8. 9.

Gambar 1.6. Pengukuran Paralak Secara Monoskopik Tentukan beberapa titik dengan ketinggian yang berbeda untuk diukur beda paralaknya (tandai titik tersebut dengan spidol hitam pada plastik transparan). Usahakan titik-titik tersebut relative sejajar dengan sumbu y. Selanjutnya cari komplementer titik-titik tersebut pada foto pasangannya. Tariklah sebuah garis yang menghubungkan titik - titik yang ditentukan diatas tadi. Dengan menggunakan spidol hijau, tariklah garis yang berasal dari titik – titik pengukuran tersebut tegak lurus garis sayatan ke arah sumbu y. Beri tanda garis – garis tersebut dengan a, b, c dan seterusnya. Dengan menggunakan penggaris biasa (gunakan satuan cm) ukurlah masing-masing panjang garis a, b, c dan seterusnya, lalu lanjutkan dengan mangukur panjang garis a ', b', c' dan seterusnya. Nilai panjang garis tersebut dinamakan harga paralak. p1 = a-a' , P2= b-b' dan seterusnya. Kemudian cari harga beda paralaknya,dengan rumus p1 - P2; P2 - P3; P3 P4 dan seterusnya

9.5.4. Perhitungan Jurus (strike) dan Kemiringan (dip) Jarak horizontal antara titik up-dip dan down-dip (lihat gambar), perbedaan elavasi dapat memberikan parameter yang dapat digunakan untuk perhitungan sudut dip dari hubungan trigonometri berikut:

Jarak vertikal (h)

= tg sudut dip

Jarak horizontal (d)

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 160

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Dimana: h = [H/(b+p)]p d = Jarak ekivalen dilapangan (dihitung dari foto) antara 2 titik pada dip slope. Setelah disubstitusikan, maka persamaan diatas menjadi: Tg sudut dip = H. p / d (b + p) Contoh: Suatu foto udara diketahui tinggi terbang 10.000 ft, jarak ekivalen dilapangan antara 2 titik pada dip slope adalah 570 ft, perbedaan paralak antara 2 titik adalah 1,0 mm, base foto 99 mm. Tentukan besarnya dip lapisan batuan tersebut? Tg sudut dip = 10.000 x 1,0 / 570 (99 + 0,1) = 0,17544 = 9o dibulatkan 10o Strike dapat ditentukan dengan mudah dari pengamatan stereoskopik dengan menandai 2 titik yang berada pada ketinggian yang sama pada lapisan yang bersangkutan.

9.5.5. Menenentukan Tebal Lapisan Batuan Singkapan lapisan batuan yang baik akan menguntungkan dalam pengukuran paralak untuk menentukan tebal lapisan batuan. Dalam kasus yang sederhana misalnya dijumpai perlapisan yang nyaris horizontal, maka ketebalan lapisan dapat ditentukan dengan mengukur beda paralak antara top dan bottom lapisan tersebut. Penentuan tinggi terbang diatas permukaan bidang harus hati – hati agar diperoleh ketebalan lapisan yang relatif benar. Apabila bidang perlapisan sedikit miring atau miring ketebalan dapat ditentukan dengan menghitung dip lapisan, kemudian ditentukan perbedaan paralak antara 2 titik, yaitu pada bagian top dan bagian bottom lapisan. Akhirnya dapat dihitung ketebalan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.7. dibawah ini :

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 161

Modul Praktikum Geoinderaja 2017

Gambar 9.7 Pengukuran tebal lapisan batuan (Verstapen, 1963).

Ketebalan ditentukan dengan rumus : t = h/cos + d/sin δ Dimana: t = tebal lapisan h= beda tinggi, dapat dicari dengan persamaan : h= H ( b + p ) p d = jarak horizontal antara titik top dan bottom δ = sudut dip. Dalam kasus yang lain perhitungan ketebalan lapisan untuk dip yang lebih besar dapat dilakukan dengan memilih lokasi dalam model stereoskopik pada tempat dimana dapat dilakukan pengukuran dengan baik. Titik yang satu ditempatkan pada top lapisan titik kedua pada bottom lapisan (Gambar 1.8.)

Gambar 9.8. Pengukuran tebal

lapisan batuan untuk dip yang besar

Ketebalan lapisan dapat dihitung dengan rumus : t = d / s i n δ Dimana : t = ketebalan lapisan d = jarak horizontal antara 2 titik δ = dip lapisan

9.5.6 Pelaporan 1. Perhitungan/pengukuran paralak secara monoskopik dan stereoskopik. 2. Perhitungan skala foto, tinggi terbang, harga paralak, beda paralak, dan beda tinggi. 3. Menentukan jurus, kemiringan dan tebal lapisan batuan.

Laboratorium Geoinderaja 2017

Hal. 162

CONTOH NAMA SATUAN BENTUKLAHAN, DIRINCI BERDASARKAN BENTUK ASAL

NO

1

PROSES GEOMORFOLOGI

A. ENDOGEN Volkanisme

BENTUKAN ASAL

Volkanik (Merah)

KODE

NAMA BENTUKLAHAN (Diantaranya ada bentuk lahan belum tercantum)

V1

Kepundan

V2

Kerucut Vulkanik

V3

Kerucut Vulkanik Atas

V4

Kerucut Vulkanik Tengah

V5

Kerucut Vulkanik Bawah

V6

Kaki Vulkanik

V7

Dataran Kaki Vulkanik

V8

Dataran Fluvial Vulkanik

Diastrophisma

V9

Padang Lava

V10

Padang Lahar

V11

Lelehan Lava

V12

Aliran Lahar

V13

Dataran Antar Vulkanik

V14

Dataran Tinggi Lava

V15

Planezea

V16

Padang Abu, Tuff, Lapilli

V17

Solfar

V18

Fumarol

V19

Bukit Vulkanik Terdenudasi

V20

Leher Vulkanik

Struktural (Ungu)

V21

Sumbat Vulkanik

V22

Kerucut Parasiter

V23

Baranko

S1

Blok Sesar

S2

Gawir Sesar

S3

Gawir Garis Sesar

S4

Pegunungan Antiklin

S5

Perbukitan Antiklin

S6

Pegunungan Sinklinal

S7

Perbukitan Sinklinal

S8

Pegunungan Monoklinal

S9

Perbukitan Monoklinal

2

B. EKSOGEN

Denudasional (Coklat)

S10

Pegunungan Dome

S11

Perbukitan Dome

S12

Dataran Tinggi (Plato)

S13

Kuesta

S14

Hogback

S15

Flat Iron

S16

Lembah Antiklin

S17

Lembah Sinklinal

S18

Lembah Subsekuen

S19

Horst (Tanah Sembul)

S20

Graben (Tanah Terban)

D1

Perbukitan Terkikis

D2

Pegunungan Terkikis

D3

Bukit Sisa

D4

Bukit Terisolasi

D5

Dataran Nyaris

D6

Dataran Nyaris Terangkat

D7

Lereng Kaki

D8

Pedimen

D9

Piedmon

D10

Gawir (Lereng Terjal)

D11

Kipas Rombakan Lereng

D12

Daerah Dengan Gerak Massa Batuan Kuat

D13

Lahan Rusak

Pelarutan/Karst (Oranye)

Fluvial (Hijau)

K1

Dataran Tinggi Karst

K2

Lereng dan Perbukitan Karstik Terkikis

K3

Kubah Karst

K4

Bukit Sisa Karst

K5

Dataran Alluvial Karst

K6

Uvala, Dolina

K7

Polje

K8

Lembah Kering

K9

Ngarai Karst

F1

Dataran Alluvial

F2

Dasar Sungai

F3

Danau

F4

Rawa

F5

Rawa Belakang

F6

Saluran Sungai Mati

F7

Dataran Banjir

F8

Tanggul Alam

F9

Ledok Fluvial

F10

Bekas Dasar Danau

F11

Hamparan Celah

F12

Gosong Lengkung Dalam

F13

Gosong Sungai

F14

Teras Fluvial

F15

Kipas Alluvial Aktif

Marine (Biru)

F16

Kipas Alluvial Tidak Aktif

F17

Delta

F18

Igir Delta

F19

Ledok Delta

F20

Pantai Delta

F21

Rataan Delta

M1

Pelataran Pengikisan Gelombang

M2

Tebing Terjal dan Takik Pantai

M3

Gisik

M4

Beting Gisik (Bura)

M5

Tombolo

M6

Depresi Antar Beting

Angin (Kuning)

M7

Gumuk Pantai Aktif

M8

Gumuk Pantai Tidak Aktif

M9

Rataan Pasang Surut Bervegetasi

M10

Rataan Pasang Surut Tidak Bervegetasi

A1

Penggungan/Bukit Gumuk Pasir (Sand dunes, Barcan dunes)

A2

Dataran Gurun

G1

Perbukitan/Dataran Morena

G2

Dataran Teras Glasial

G3

Lembah Cirques

G4

Lembah Aliran Glasial (Termasuk Lembah Gantung)

G5

Penggungan Arete

Glasial

DAFTAR PUSTAKA

Dooke,

R.U. &

Doomkamp. J. C.,

1974.

Geomorphology

in

EnviromentalManagement (An Introduction). Cxford University Pres, Ely House, London.

Howard. A. D., 1967. Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A Summation, Bull. Am. Assoc. Petroleum Geol., 51, pp. 2246-2259.

Pemetaan Geomorfologi Daetah Aliran Sungai Progo Bagian Hilir, Sentolo, Yogyakarta. Tesis Program Studi Penginderaan Jauh Jurusan Ilmu-Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.UGM:Yogyakarta.

Propto

S, 1984. Interpretasi Penginderaan

Jauh

untuk

Geomorfologi,

FakultasGeografi UGM, Yogyakarta (Tidak dipublikasikan).

Purnomo, Hadi. 2000. Pemanfaatan Foto Udara Inframerah Berwarna Untuk

Thornburry, William D. 1969. Principles of Geomorphology. New York. John Willy dan Sons, Inc.

Van Zuidam, R.A., 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and Geomorphology Mapping. Smith Publisher The Hague, ITC.

Verstapen, H.Th., 1985. Apllied Geomorphological Survey and Natural Hazard Zoning. ITC, Enschede, The Netherlands.

Related Documents

Modul Geoinderaja 2017
January 2021 0
Modul Vissim Umy 2017
February 2021 0
Modul
January 2021 4
Modul Spss
January 2021 5
Modul 6
January 2021 3

More Documents from "Daniel RajaGukguk"