Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Cedera Olahraga Karate

  • Uploaded by: Scribb
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Cedera Olahraga Karate as PDF for free.

More details

  • Words: 4,163
  • Pages: 28
Loading documents preview...
“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CEDERA OLAHRAGA KARATE”

Disusun Oleh : Ayu Lestari Fitri Cahya Ningsih Nilam Nikma Saskia Ilmi Nursah

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR JURUSAN DIII FISIOTERAPI TAHUN 2018

BAB I A.Pengertian

Karate adalah seni bela diri yang berasal dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni bela diri ini pertama kali disebut "Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah ‘Kara’ dan berarti ‘kosong’. Dan yang kedua, ‘te’, berarti ‘tangan'. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong”.

B.AliranKarate

Menurut Zen-Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo Federation (JKF) dan World Karatedo Federation (WKF), yang dianggap sebagai gaya karate yang utama yaitu: • Shotokan • Goju-Ryu • Shito-Ryu • Wado-Ryu Keempat aliran tersebut diakui sebagai gaya Karate yang utama karena turut serta

dalam pembentukan JKF dan WKF. Namun gaya karate yang terkemuka di dunia bukan hanya empat gaya di atas itu saja. Beberapa aliran besar seperti Kyokushin , Shorin-ryu dan Uechi-ryu tersebar luas ke berbagai negara di dunia dan dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur, walaupun tidak termasuk dalam "4 besar WKF". Pada zaman sekarang karate juga dapat dibagi menjadi aliran tradisional dan aliran olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan teknik tempur sementara aliran olah raga lebih menumpukan teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.

C. Tekhnik Dasar Karate Latihan dasar karate terbagi tiga seperti berikut: 1) Kihon, yaitu latihan teknik-teknik dasar karate seperti teknik memukul, menendang dan menangkis. Teknik Kihon berupa tendangan dan pukulan saja (sabuk putih). Bila telah masuk ke sabuk cokelat, diajarkan tehnik membanting dan dibanting. Dan jika telah masuk sabuk hitam,dianggap sudah menguasai Kihon. 2) Kata, yaitu latihan jurus atau bunga karate. Dalam Kata diajarkan cara-cara bertarung yang baik dan benar. Setiap gerakan dan pernapasan akan berbeda-beda dalam setiap Kata. 3) Kumite, yaitu latihan tanding atau sparring. Sebelum melakukan tekhnik kumite terlebih dahulu memasuki sabuk tingkat lanjut seperti sabuk biru atau diatas sabuk biru.

BAB II ANALISA GERAK A. Gerak Dominan (biomekanik) Dalam olahraga karate gerakan menangkis, memukul dan menendang merupakan gerakan yang sering dilakukan. Pada saat menangkis atau memukul terjadi gerakan ekstensi elbow joint dan fleksi/abduksi shoulder joint, sedangkan ketika menendang knee joint ekstensi dan fleksi/ abduksi pada hip joint. Gerakan – gerakan tersebut dilakukan secara cepat dan tepat sehingga membutuhkan daya ledak otot (power) yang tinggi. B. Keterlibatan Otot Gerakan menangkis / memukul melibatkan otot-otot shoulder complex dan elbow diantaranya : a. M. Deltoideus b. M. Coracobrachialis c. M. Triceps Brachii d. M. Anconeus e. M. Subscapularis f. M. Supraspinatus g. M. Infraspinatus h. M. Teres Mayor i. M. Teres Minor j. M. Biceps Brachii k. M. Brachialis

l. M. Coracobrachialis m. M. Tricep Brachii n. M. Ekstensor Karpi Radialis Longus o. M. Ekstensor Karpi Radialis Brevis p. M. Ekstensor Karpi Radialis Ulnalis q. M. Digitorum Karpi Radialis r. M. Ekstensor Policis Longus s. M. Pronator Teres t. M. Palmaris Ulnaris u. M. Palmaris Longus v. M. Fleksor Karpi Radialis w. M. Digitorum Profundus x. M. Fleksor Policic Longus Untuk gerakan menendang otot yang terlibat adalah otot-otot hip dan knee, antara lain a. M. Iliopsoas b. M. Gluteus medius c. M. Pectineus d. M. Gracilis e. M. Adductor longus et brevis f. M. Adductor magnus g. M. Quadriceps femoris h. M. Biceps Femoris i. M. Semitendinosus

j. M. Semimembranosus k. M. Tibialis anterior l. M. Peroneus Longus et Brevis m. M. Triceps Surae

Adapun cara-cara memperkuat otot-otot tersebut adalah : a. Latihan push-up dan pull up b. Angkat dumble c. Hand grip d. OPS (Overhead Pulley System) e. Quadriceps Bench f. Leg Press Bench

C. Teknik Latihan Latihan atau training adalah suatu proses berlatih yang sistematis, yang dilakukan secara berulang-ulang, dan makin hari makin bertambah bebannya. Agar hasil latihan menjadi nyata dalam bentuk prestasi, haruslah berpedoman pada teori serta prinsip yang benar yang sudah teruji kebenarannya. Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki seorang pelatih diantaranya : 1. Pemanasan Tubuh atau warming up atau pada Olah raga karate sering disebut Taisho, dilakukan sebelum latihan inti, tujuan dari pemanasan itu sendiri adalah : a. Atlet lebih siap secara fisik dan psikis untuk melakukan gerakan – gerakan inti baik

dalam bentuk KIHON, GOHON, KATA maupun KUMITE. b. Karena secara fisik atau psikis atlet merasa sudah siap, maka karateka lebih sedikit kemungkinan terjadinya cedera. c. Karateka akan lebih mudah melakukan koordinasi gerakan- gerakkan yang komplek. Sistematika pemanasan tubuh yang baik pada dasarnya sama, tergantung kondisi pada saat dilapangan artinya situasional. Secara umum pemanasan diawali dengan stretching atau peregangan atau pemanasan statis, kemudian diawali dengan pemanasan dinamis dengan cara merenggut-renggutkan atau menghentak-hentakan bagian tubuh yang hendak kita panaskan sehingga merangsang otot-otot besar untuk beraktifitas. Sering kali dilanjutkan dengan joging, atau wind-spint. Tetapi apabila dilapangan kurang pas dengan sistematika diatas bisa dirubah dengan susunan sebaliknya, tetapi harus hati-hati, karena apabila langsung dikejutkan dengan tugas gerak yang dihentak, kaget, kecepatan dll, akan cedera yang berakibat fatal. Tidak kalah pentingnya adalah pendinginan tubuh atau cooling down, yang dilakukan pada saat akhir latihan. Cooling down atau pendinginan ini bertujuan agar tidak terjadi pengendapan asam laktat yang menyebabkan kekakuan otot, dan kesakitan otot pada keesokan harinya. Pendingin sangat bertolak belakang sekali dengan pemanasan, karena tidak terjadi lagi gerakan yang dihentak- hentak tetapi bersifat merileksasikan otot dan sendi. 2. Multilateral atau menyeluruh Adalah mamberikan materi latihan secara keseluruhan atau secara umum bentukbentuk teknik yang akan dilatihkan pada satu season itu. Misalnya seorang pelatih

setelah pemanasan memberikan teknik-teknik KIHON sebelum akhirnya ke latihan inti, baik latihan KATA maupun latihan KUMITE. Adapun prinsip Multilateral ini juga bisa diterapkan pada sistem pembinaan terhadap seorang atlet. Seorang anak akan lebih baik jika tidak terlalu dini untuk memilih satu cabang olahraga tertentu ( kecuali senam ), dengan kata lain berikanlah pengalaman gerak sebanyak- banyaknya kepada seorang anak dariberbagai cabang olah raga, sebelum difokuskan pada satu cabang olah raga. Demikian pula dengan seorang Karateka muda usia, idealnya belum bisa difokuskan untuk memilih satu nomor spesialisasinya (KATA atau KUMITE). Untuk menjadi seorang pemain KATA atau KUMITE, berikanlah pengalaman gerak sebanyak mungkin tentang teknik KIHON, KATA maupun KUMITE, untuk kemudian diarahkan kepadanya sesuai dengan kemampuan gerak, postur tubuh dan yang tidak kalah penting adalah peluang. Disinilah pelatih harus jeli serta dituntut kesabaran agar tidak tergesa-gesa ingin menuai hasil dari Karateka binaannya, dalam arti tidak mengharapkan prestasi prematur sehingga memberikan latihan dengan potong kompas, yang akibatnya prestasi pada masa golden age tidak tercapai.

1. Spesialisasi

Spesialisasi Berbanding terbalik dengan prinsip Multilateral, spesialisasi akan diberikan kepada seorang Karateka jika menurut pandangan pelatih sudah cukup untuk diberikan program spesialisasi. Hal mana tujuan Karateka yang telah dilatih sudah lebih jelas arahnya, yaitu untuk menjadi seorang pemain Kumite atau untuk

menjadi seorang pemain KATA, setelah melalui fase multilateral yang dianggap cukup. Penerapan prinsip spesialisasi pada anak-anak atau karateka muda harus hati-hati dan dengan pertimbangan yang cerdik serta selalu berpedoman dari cukupnya prinsip multilateral diterapkan. Spesialisasi juga bisa diartikan mencurahkan segala kemampuan, baik fisik maupun psikis pada satu teknik andalan, atau jurus andalan (TOKUI).

2. Metode Latihan

a. Metode latihan motorik, yaitu melakukan latihan-latihan teknik dengan cara bergerak sebagaimana teknik karate itu harus dilakukan. b. Metode latihannir-motorik , yaitu melakukan latihan –latihan teknik dengan cara tidak bergerak, dengan kata lain melatih dalam bentuk membayangkan atau memvisualisasikan. Namun metode ini saja tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan gerakkan latihan ”motorik”,BMC (brain MuscleConnection). Nirmotorik akan berhasil jika kita mampu membayangkan gerakan-gerakan teknik dengan jelas atau dapat terlihat pada bayangan kita secara nyata, serta kita dapat mengoperasiakan mengenai gerakan yang dimaksud, dengan demikian kita bisa memperoleh dimensi kognitif, bisa diambil dari gerakan teknik yang benar baik video kita sendiri maupun membayangkan teknik yang benar yang pernah dilihat sebelumnya. c. Metode bagian, yaitu memberikan tahapan-tahapan dari suatu teknik dengan kata lain memberikan materi latihan per bagian, yang kemudian diberikan secara utuh

apabila tahapan demi tahapannya telah selesai. Misalnya untuk melatih tekhnik Mawashi geri, yaitu: tahap pertama karateka disuruh mengangkat kaki setinggi lutut 3-5 x, kemudian putar pinggang 3-5x, kaki tumpu berputar 900, pada posisi kaki masih diatas maka luruskan tungkai dengan perkenaan bola-bola kaki, dst. d. Metode menyeluruh, yaitu memberikan atau mengajarkan teknik secara utuh. Misalnya untuk teknik Mawashi geri pelatih memberikan tendangan Mawashi geri secara langsung hingga perkenaan pada target. e. Metode menciptakan stres yang tiba-tiba dan tanpa diduga-duga sebelumnya. Misalnya didatangkan karateka yang sering menjadi rekannya, atau disparing dengan yang jauh lebih berat dari badannya, pemain KATA harus main KUMITE atau sebaliknya (tanpa menimbulkan resiko yang berarti). f. Latihan isolasi, yaitu Karateka harus berlatih tanpa disaksikan langsung oleh senpainya atau senseinya. Maksud dari latihan itu untuk mempersiapkan Karateka agar mandiri, karena situasi demikian akan ia hadapi pada saat pertandingan. Latihan demikian sangat penting juga agar seorang Karateka tidak terlalu bergantung pada pelatih. g. Latihan dengan simulasi, yaitu memberikan materi latihan dengan permainan seperti pada saat bertanding misalnya dengan memberikan nilai terlebih dahulu pada lawanatau sebaliknya. Atau diciptakan kondisi sedemikian rupa agar menyerupai pertandingan sesungguhnya.

3. Berfikir Positif Tidak jarang seorang Karateka melakukan dengan hati yang berat, tidak bersemangat,

tidak mood hal ini disebabkan oleh karena “ iner speaking”nya tidak mendukung. Padahal mereka sebenarnya mampu untuk menanggung suatu beban latihan yang berat dari perkiraan semula.

4. Beban Lebih (Over Load) Prinsip beban lebih atau over load atau progresive resistance, yaitu prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang semakin berat. Seorang Karateka harus selalu berusaha untuk berlatih dengan bebanyang lebih berat dari pada yang mampu dilakukannya saat itu. Dengan demikian pembebanan yang kian meningkat akan sejalan dengan kemampuan otot serta system dengan fungsi Faal lainya. Setiap bentuk latihan, baik latihan teknik, fisik, taktik, dan mental harus berpedoman pada prinsip beban lebih ini. Jika beban latihan terlalu ringan, artinya beban latihan seorang Karateka dibawah kemampuan sesungguhnya, maka berapa lamapun ia berlatih, betapa sering pun berlatih, prestasinya tidak akan meningkat. Dengan kata lain latihan harus bisa menyeluruh bahkan melebihi ambang rangsang seorang Karateka. Akan tetapi perlu juga di perhatikan agar tidak timbul cedera dan over training, beban berat tersebut harus berada pada batas – batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Jka beban terlalu berat pun perkembangan tidak akan terjadi.

5. Intensitas Latihan Latihan dikatakan intensif jika : latihan-latihan yang dilakukan memacu jantung masuk pada zona latihan. Sebagai tolak ukur menentukan kadar intensitas latihan, khususnya untuk perkembangan daya tahan kardiovascular, kita dapat menerpkan

teori Katch dan Mc Ardle, yaitu : a. Menghitung denyut nadi maksimal(DNM) caranya : 220 – UMUR b. Intensitas latihan, bagi orang yang bukan atlet tentukan intensitas antara 70% 85% dari DNM. Untuk atlet 80% - 90% dari DNM, dengan kata lain rumus intensitas latihan atlet adalah 220 – UMUR x 80% s.d 90%. Untuk Karateka elit biasanya sampai 100 bahkan 110 %. c. DNL (Denyut Nadi Latihan) dipertahankan selama 45 – 120 menit.

6. Kualitas Latihan Kualitas latihan sebaiknya ditekankan sejak awal sekali latihan. Dengan kata lain kualitas harus lebih diutamakan dari pada intensitas. Sering kali latihan sudah intensif, sudah menguras tenaga, bahkan latihan agar dikatakan intensif maka latihan keras pun dilakukan, hal ini akan kurang efektif hasilnya jika tidak memperhatikan kualitas latihannya. Beberapa ciri latihan berkualitas, yaitu : a. Latihan atau dril-dril yang diberikan pelatih kepada KOHAI nya,adalah benarbenar bermanfat dan sesuai dengan kebutuhan seorang Karateka tersebut. b. Koreksi yang tetap dan kontruktif selalu diberikan sesegera mungkin ketika Karateka melakukan kesalahan teknik. Sehingga kesalahan itu tidak menjadi ”handicaping habit” atau kebiasaan salah. c. Berikan pengawasan yang teliti dan lebih detail terhadap suatu teknik yang benar.

7.Variasi Latihan Latihan-latihan yang dilakukan secara terus menerus, yang dilakukan secara benar,

yang dilakukan pada kurun waktu tertentu, latihan yang dilakukan dengan intensif dan sungguh-sungguh, seringkali menimbulkan kebosanan berlatih atau Boredom. Seorang pelatih dituntut untuk lebih jeli menanggapi keadaan ini. Sehingga tanpa mengurangi tujuan dari satu bentuk latihan, maka berikanlah latihan tersebut dengan model atau cara yang lain. Beberapa komponen kondisi fisik terlatih secara bersamaan antara lain :  Kekuatan (strenght) Dalam cabang olahraga karate ada beberapa anggota tubuh yang memerlukan kekuatan seperti lengan untuk kekuatan pukulan, tungkai untuk kekuatan tendangan dan perut untuk menahan serangan lawan yang ditujukan ketubuh atlet. Contoh bentuk latihan : 

Push Up



Pull Up



Sit Up



Squat Jump



Weight Training (Latihan Berbeban)



Kecepatan (speed)

Dalam cabang olah raga karate dibutuhkan kecepatan untuk menyerang lawan. Contoh bentuk latihan :  Interval Training  Lari Akselerasi

 Uphill dan Downhill 

Kelincahan (agility)

Kelincahan dibutuhkan untuk mencari kesempatan menyerang lawan Contoh bentuk latihan :  Lari Zig - zag  Lari Boomerang  Squat Thrust 

Daya Tahan (endurance)

Daya tahan membantu atlet untuk menjaga performa dalam bertanding Contoh bentuk latihan :  Fartlek (Speed Play)  Interval Training  Lari Lintas Alam (Cross - Country) 

Kelentukan (flexibility)

Kelentukan dapat membantu atlet untuk tidak gampang cedera Contoh bentuk latihan :  Peregangan 

Koordinasi (coordination)

Koordinasi membantu untuk terbiasa dengan gerakan - gerakan yang berbeda agar serangan lebih bervariasi. Contoh bentuk latihan :  Shadow Fight (Bertarung dengan Bayangan)

Dalam karate bentuk latihan ini sering dilakukan untuk membiasakan diri menyerang dan bertahan secara terus menerus dengan membayangkan adanya lawan. 

Ketepatan (accuracy)

Komponen ini membantu karateka untuk dapat melakukan serangan tepat pada sasaran yang dituju. Contoh bentuk latihan :  Latihan dengan Sasaran 

Reaksi (reaction)

Kecepatan reaksi dibutuhkan saat atlet bertahan dan melakukan serangan balik. Contoh bentuk latihan :  Aksi – Reaksi Aksi reaksi adalah latihan Kumite menyerang dan bertahan. 8. Volume Latihan Volume latihan, lebih mendekati pada hal-hal yang berhubungan dengan banyaknya, lamanya suatu teknik atau latihan fisik itu dilakukan. Demikian halnya dengan melatih Disini terlihat bahwa volume lebih berhubungan dengan sesuatu yang dilakukan dengan banyak atau waktu yang lama. Tetapi tidak berlaku kedua-duanya pada satu season latihan.

BAB III CEDERA OLAHRAGA KARATE Dengan gerakan-gerakan dan kuncian yang sedemikian rupa, memungkinkan karateka mengalami cedera sebagai berikut : 

Terkilir. Keseleo sering terjadi di pergelangan kaki, siku, dan daerah sendi lainnya. Banyak orang keseleo pada pergelangan kaki karena distribusi berat badan yang tidak benar pada saat menendang atau bergerak.



Bengkak. Kerusakan pada otot atau tendon. Beberapa massa otot bisa merobek berhenti dari cepat yang terjadi saat kontak kuat dibuat dengan lawan atao objek.



Lutut terasa nyeri. Cedera yang disebabkann oleh sikap lutut tertekuk khas seni bela diri (kuda-kuda) atau sering menggunakan tendangan yang cukup kuat dan dapat melukai sendi jika tidak dilakukan dengan benar.



Cedera kepala. Cedera kepala dapat terjadi selama pelatihan karena akibat dari tendangan atau pukulan di daerah kepala.



Dislokasi dan patah tulang. Yang sering terjadi adalah pada bagian jari, tangan, persendian bahu dan kaki.

Penanganan yang tidak tepat akan memperburuk cedera dan memperlambat proses penyembuhan. Dari segi medis, penanganan cedera olahraga untuk soft tissue secara umum memiliki prinsip RICER (Rest, Ice, Compression, Elevation, dan Reverral) dan menghindari HARM (Heat, Alcohol, Running, Massage).

Contoh-contoh cedera olahraga : 1.

ROBEKAN OTOT (strain) dan ROBEKAN LIGAMEN (sprain) Tanda-tanda :

-

Rasa nyeri yang umum

-

Bengkak dan memar

Strain diklsaifikasikan berdasarkan berat ringannya : -

Derajat I : regangan serabut tendon dan otot, dengan minimal

-

Derajat II : regangan serabut tendon dengan robekan sebagian, bersamaan

dengan nyeri dan bengkak. -

Derajat III : robekan serabut otot yang luas dengan nyeri, bengkak dan

kemungkinan ada yang putus.  Pada prinsipnya pertolongan pertama : -

RICE

-

Balut tekan (pressure bandage)

-

Bantu dengan tongkat atau kruk

-

Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap

 Bagaimana mencegahnya : -

Jangan lalai berikan latihan stretching, latihan ini meningkatkan kelenturan

-

Jangan coba melakukan latihan terlalu banyak/ cepat

2.

CRAMPS

 Tanda : -

Nyeri otot yang sangat dan spasme

-

Keringat yang berlebihan

-

Tidak bereaksi terhadap massage atau stretching

 Pertolongan : -

Angkat korban ke daerah yang lebih dingin

-

Kemudian kram dihilangkan dengan massage

3.

PATAH TULANG

 Tanda : -

Adanya ruda paksa

-

Nyeri setempat dan makin bertambah bila digerakkan

-

Hilangnya fungsi

-

Terdapat perubahan bentuk

-

Nyeri tekanan/ ketok

-

Gerakan-gerakan abnormal

 Pertolongan : -

Atasi shock dan pendarahan, dijaga lapangnya jalan nafas.

-

Pasangkan bidai (spalk) atau dibebankan ke anggota badan penderita yang

sehat -

Bila adanya dugaan patah tulang, dibaringkan pada alas yang keras

-

Massage / diurut sama sekali dilarang

-

Bawalah ke rumah sakit yang terdekat untuk perawatan lebih lanjut

4.

KESELEO (strain pergelangan kaki) -

Ligament yang putus (partial/ total)

-

Kadang-kadang dislokasi

 Tanda : -

Sakit pada sendi

-

Rasa putus

-

Fungsi menurun

-

Bengkak

-

Hematoma

 Penyebab : -

Trauma/ gerakan yang keras pada pergelangan kaki sehingga kaki

terpuntir melebihi ROM  Pengobatan : -

RICE

-

Boleh pakai bidai, tongkat, jalan dengan menunpu berat badan

-

Gips, boleh jalan setelah 21 hari

-

Kompres es 3-4 kali sehari

-

Elevasi

BAB V INTERVENSI FISIOTERAPI A. Pertolongan Pertama Kasus : Sprain Ankle Fisioterapi olahraga harus siap dengan alat dan bahan yang digunakan yaitu : • Coolant spray (chlorethyl) • Cold towel dalam freezer • Elastis/adhesive bandage •Clothtape • Betadine • Alkohol • Kapas • Spon/busa, dll. Jika terjadi sprain/strain, memar/contusio maka pertolongan pertama adalah pemberian Coolant spray dan kemudian dipasang Taping bandage. Coolant spray mempunyai efek analgetik sehingga nyeri yang dirasakan oleh atlet bisa sedikit berkurang. Penggunaan Coolant spray harus dipertahankan dengan jarak 20 – 40 cm dari kulit dan disemprot selama 3 detik, jika terlalu lama waktu penyemprotan maka ditakutkan terjadi iritasi pada kulit dan cold burn. Coolant spray jangan diberikan pada luka terbuka dan area muka. Pemberian taping bandage dapat berperan sebagai proteksi atau stabilisasi. Taping bandage biasa dikenal dengan strapping, yaitu penggunaan gabungan antara taping dan

bandaging. Strapping selalu menggunakan bahan pita rekat atau bandage yang memiliki perekat dan elastis bandage. Strapping dapat diaplikasikan pada saat bertanding maupun pada kasus-kasus cidera olahraga. Strapping (taping bandage) sangat bermanfaat bagi atlit, baik untuk pencegahan, terapeutik, maupun rehabilitatif. Penggunaan taping bandage membutuhkan bahan seperti adhesive bandage, cloth tape, elastis bandage, spon/karet busa jika diperlukan. Langkah-langkah penggunaan taping adalah : • Cukur bulu kulit sampai bersih • Gunakan cloth tape/adhesive bandage pada bagian proksimal & distal dari area yang cidera, sebagai jangkar • Gunakan adhesive bandage dengan jalur yang membuat area cidera tdk mengalami stretch (terproteksi) • Gunakan kembali adhesive bandage untuk mengunci ikatan tersebut • Biasanya digunakan elastis bandage untuk membungkus ikatan tersebut

Pada sprain ankle, dimana seringkali nyeri hebat pada gerakan supinasi sehingga kaki diimmobilisasi dengan taping bandage dalam posisi pronasi untuk meminimalkan & membatasi gerakan.

B. Penanganan Fisioterapi di Klinik Olahraga Jika cideranya berat atau masih merasakan keluhan maka terapi dilanjutkan pada klinik kesehatan olahraga. Dalam penanganan di klinik terbagi dalam beberapa fase yaitu akut, sub akut dan kronik.

1. Fase akut Pada fase akut yaitu pada hari ke I – II, dilakukan RICE : • Ice : dengan pemberian cold therapy selama 2 hari setelah injury. • Compressi : dengan pemasangan elastic bandage • Elevation : ditinggikan ekstremitas yang cedera • Rest : istirahat, tidak banyak melakukan gerakan

A). Modalitas Fisioterapi Pada fase akut, cold therapy dapat mengurangi, mencegah edema/hematoma dan mengurangi nyeri. Vasokonstriksi vaskular hanya berlangsung sekitar 15 menit sehingga 12 menit terbukti menjadi waktu aplikasi terbaik dengan menghasilkan vasokonstriksi. Dengan demikian : • Cold therapy diaplikasikan selama 5 – 12 menit, kemudian interval waktu 10 menit (tanpa cold therapy). Selama interval waktu ini area injury dielevasikan dan diberikan compressi. • Seluruh waktu pengobatan cold therapy bergantung pada luasnya injury, biasanya 2 – 4 jam. • Cold therapy harus diulang sesering mungkin selama 2 hari fase akut. • Setelah hari kedua, cold therapy menjadi terapi penyerta/pelengkap dari aktif remedial exercise.

Pemberian exercise therapy dan manual therapy yang hati-hati dapat diberikan pada hari kedua fase akut. Jenis exercise therapy atau manual therapy yang diberikan bergantung pada jaringan yang injury. Jenis exc dan manual therapy yang dapat diberikan : • Pasif ROM Exercise sebatas nyeri atau ROM yang ada (mobilisasi pasif sendi) tanpa menimbulkan stress pada struktur sendi dan ligamen untuk memelihara ROM yang ada • Oscillasi yang gentle (lembut) dalam batas ROM yang ada dengan derajat I atau II, atau oscillasi dalam posisi yang bebas nyeri tanpa menimbulkan overstretch pada kapsul dan ligamen • Massage yang gentle (lembut) pada lokasi sekitar injury • Statik kontraksi yang berkaitan dengan otot-otot disekitar sendi.

B). Metode – metode aplikasi Cold Therapy 1) Ice Cube (Es Batu) • Cocok untuk injury pada tangan, jari-jari, elbow dan kaki. • Dapat dikombinasikan dengan es massage untuk mempercepat penurunan nyeri. 2) Ice Stick • Es dibentuk seperti tongkat • Cocok untuk bagian tubuh yang sulit dicapai seperti antara jari-jari tangan dan kaki, khususnya yang sering mengalami resiko kerobekan kapsul. 3) Ice Block • Aplikasi ini untuk hematoma yang sedang dan besar, seperti memar • Dapat dibuat dengan membekukan air kedalam plastik dengan sebuah stick

ditengahnya. • Dapat dikombinasikan dengan ice massage pada kondisi yang berat. 4) Ice Bag • Ice bag adalah es batu yg dimasukkan kedalam kantong/tas plastik • Kantong tersebut diletakkan melintang diatas area injury à dapat juga digunakan secara bersamaan dengan elastis perban. 5) Cold Towel (Handuk Dingin) • Sebuah handuk yang direndam kedalam ember yang terisi penuh dengan es batu. • Aplikasi ini dapat menyesuaikan dengan bentuk tubuh sehingga memiliki keuntungan untuk aplikasi circumferential. 6) Ice Bath (Rendaman Es) • Terdiri atas parsial ice bath dan full ice bath • Parsial ice bath menggunakan kontainer (spt ember) yang terisi dengan air dan es, kemudian area yang injury dicelup masuk kedalam kontainer tersebut. • Full ice bath menggunakan bak mandi. 7) Coolant Spray • Coolant spray dan chlorethyl cocok untuk aplikasi cold therapy spesifik & loka pada permukaan kulit. • Aplikasi ini menggunakan unsur/zat kimia yang memiliki efek dingin. • Antara permukaan tubuh dengan alat spray dipertahankan pada jarak 30 – 40 cm selama pengobatan. • Untuk mencegah kerusakan kulit, sebaiknya semprotan selama 3 detik.

8) Cool Pack • Cool Pack memiliki bentuk seperti lemari es/freezer • Dapat dipertahankan letaknya diatas permukaan tubuh dengan elastis perban.

C). Kontraindikasi • Pasien-pasien yang sensitif terhadap cold therapy • Gangguan sensorik • Luka terbuka • Blister • Radang ginjal • Gangguan sirkulasi arteri

2. Fase sub akut Pada fase sub akut yaitu pada hari ke III terjadi sintesis dan deposit collagen serta pertumbuhan pembuluh-pembuluh kapiler pada area injury. Kemudian terjadi peningkatan aktivitas fibroblast, formasi collagen, dan perkembangan jaringan granulasi. Pada hari ke IV, fibroblast meningkat jumlahnya dan berlanjut terus sampai hari keXXI. Penutupan luka pada otot dan kulit biasanya terjadi 5 – 8 hari dan pada tendon dan ligamen biasanya 3 – 5 minggu. Pada fase ini intervensi yang diberikan berupa : • Oscillasi derajat I atau II dilanjutkan pada fase ini.

• Jika efusi sendi masih ada maka hindari stretching kapsul sendi. • Jika tidak ada efusi sendi maka dapat dilakukan stretching kapsul sendi dengan teknik traksi – translasi derajat II. • Intensitas massage secara transversal ditingkatkan untuk mempertahankan kapsulligamen bergerak secara bebas disekitar sendi. • Isometrik exercise dalam setiap derajat ROM

3. Fase kronik Disebut juga sebagai fase remodelling dimana terjadi kematangan jaringan collagen yang terbentuk. Fase ini terjadi pada 3 minggu keatas. Pada fase remodelling, serabut collagen menjadi matang, lebih tebal dan orientasi serabut dalam pola random sehingga terbentuk abnormal crosslink dan per-lengketan jaringan. Pada fase ini, modalitas fisioterapi bertujuan untuk melepaskan perlengketan dan reorientasi serabut collagen dalam pola alignment. Modalitas yang diberikan adalah : • Teknik stretching digunakan untuk melepaskan perlengketan jaringan sehingga meningkatkan mobilisasi jaringan. Stretching dapat dikombinasikan dengan cross-fiber massage. • Mobilisasi sendi untuk meningkatkan jarak gerak sendi. • Jika ROM masih terbatas, aplikasikan isometrik exercise pada setiap derajat ROM yang ada untuk meningkatkan strength otot. • Jika ROM kembali normal, aplikasikan resisted isotonik exercise. Setelah keluhan dan gejala sembuh, maka atlit yang menjalani terapi selama 3–4 minggu keatas harus diberikan program rehabilitasi training. Program rehabilitas

training bertujuan untuk mengembalikan atlit ke level performanya, mencegah reinjury, mempersiapkan atlit menghadapi kompetisi. Program rehabilitasi training terdiri atas program aerobik training dan anaerobik training.

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, sangat penting untuk memberikan pertimbangan khusus bagi peregangan. Peregangan secara teratur membantu menjaga atau meningkatkan fleksibilitas dan menurunkan kemungkinan cedera. Seiring dengan peregangan, latihan bela diri juga perlu mencakup latihan rutin dimaksudkan untuk meningkatkan pendinginan dan pemanasan secara keseluruhan dan pembinaan otot saat pelatihan. Dengan memperkuat kelompok otot, sendi, dan koordinasi, atlet akan mampu membuat latihan seni bela diri lebih aman dan bebas dari cedera. Teknik pernapasan adalah tambahan penting dalam latihan sebagai bagian dari penerapan seni bela diri. Menghembuskan napas sambil kontraksi otot dan menghirup udara sambil bertumpu pada otot dapat membantu mencegah cedera. Yang paling utama dan dirasakan sangat penting dalam melakukan latihan bela diri adalah penggunaan alat-alat pengaman seperti sarung tangan, helm, body protector dan lain-lain. Terutama pada saat melakukan latihan bertarung atau sparing partner. Hal ini akan dapat mengurangi terjadinya resiko kecelakaan saat berlatih. Disamping itu beberapa hal yang juga memberikan perhatian adalah sebagai seorang pelatih seharusnya dibekali dengan kemampuan dalam pananganan kecelakaan pertama (first aid). Dengan pemanasan yang benar, latihan pernapasan secara teratur dan mengenakan perlengkapan penting,

para pelatih bela diri dapat menghindari terjadinya kecelakaan pada saat berlatih yang akan mengahambat kemajuan pembinaan dan tingkat daya saing atletnya di masa mendatang.

Related Documents


More Documents from "FARIS"