Perancangan Pabrik Bab Sanitasi

  • Uploaded by: nlainuna
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perancangan Pabrik Bab Sanitasi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,849
  • Pages: 17
Loading documents preview...
BAB X ORGANISASI PERUSAHAAN A. Sanitasi Sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik, kimia, biologi yang dapat memungkinkan mata rantai penularan penyakit. Tujuan utama dari sanitasi adalah meminimalisir akses mikroorganisme pada makanan dari berbagai sumber pada setiap tahap pengolahan. Sanitasi dalam industri pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal - hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan pangan. Program sanitasi dan kebersihan dijalankan bukan hanya mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi lebih untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah kontaminasi silang. Program kebersihan dan sanitasi yang efektif merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pengolahan makanan (Ray, 2004). Sanitasi merupakan salah satu faktor penentu mutu produk yang dihasilkan. Sanitasi yang baik akan menghasilkan produk dengan mutu yang baik pula. Sanitasi yang baik adalah yang mampu mengurangi jumlah mikroba. Dalam PT. Tumpang Sari melalui sanitasi yang efektif membuat produk roti Banadict lebih aman dikonsumsi dan memenuhi standar mutu. Sanitasi yang baik juga membantu menghasilkan makanan yang memiliki umur simpan yang lebih lama. Sehingga, sanitasi yang baik membantu mengurangi timbulnya penyakit bawaan makanan. Program sanitasi yang diterapkan oleh PT. Tumpang Sari mencakup aspek sanitasi lingkungan proses, sanitasi peralatan proses, sanitasi bangunan dan sanitasi pekerja. 1. Sanitasi Lingkungan Proses Sanitasi lingkungan ditujukan untuk keseluruhan bangunan yang ada beserta fasilitasnya. Konstruksi bangunan pabrik dirancang

memenuhi persyaratan teknis dan higienis yang sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan, kuat, mudah perawatan dan mudah dilakukan operasi sanitasi yang dapat menjamin kebersihannya. Selain itu juga dirancang agar mampu melindungi pekerja dari kondisi yang dapat mengganggu pekerjaannya. PT. Jackies Makmur Abadi Jaya memperhatikan kondisi lingkungan sekitar pabrik dan berusaha menjaga agar selalu dalam keadaan yang sehat, bersih dan nyaman sehingga dilakukan upayaupaya dalam menjaga kebersihan lingkungan tersebut. Upaya-upaya sanitasi yang dilakukan diantaranya yaitu: a. Area lokasi pabrik dibersihkan setiap hari minimal 2 kali sehari.

b. Selokan dibersihkan setiap hari. c. Saluran pembuangan yang ada di ruangan produksi dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi. Atau dapat dibersihkan jika dirasa sudah cukup kotor. d. Lahan yang belum terpakai ditanami oleh tumbuhan misal rumput, agar jika ada hembusan angin, debu yang ada di tanah tidak beterbangan. e. Lokasi disekitar gudang bahan baku dibersihkan untuk mencegah debu-debu yang beterbangan. f. Kantor dan ruangan laboratorium disapu dan dipel dengan pembersih lantai. g. Menyediakan tempat-tempat sampah di area pabrik baik di ruang produksi maupun di area lain dengan 2 macam tempat sampah yaitu organik dan non-organik. 2. Sanitasi Peralatan Proses Mesin dan peralatan merupakan sumber kontaminan, untuk itu perlu dijaga kebersihannya karena mesin dan peralatan berhubungan langsung dengan bahan yang diolah. Sanitasi peralatan dilakukan dengan menjaga kebersihannya setiap hari setelah selesai proses. Sanitasi alat dan mesin merupakan hal yang sangat penting karena

berkaitan dengan jaminan kesehatan dan keamanan produk dari awal proses hingga proses pengepakan. Pembersihan mesin pengering dilakukan setiap hari yaitu sebelum dan sesudah proses pengeringan. Setelah proses pengeringan selesai, lantai dibersihkan dengan air (dipel). Mesin pengeringan dinyalakan selama setengah jam (sambil menunggu suhu tercapai), hembusan angin ke atas dan ke lubang pengeluaran menyebabkan sisasisa kotoran terbawa keluar. Begitu pula setelah proses pengeringan selesai. Peralatan yang tidak memunyai sanitasi yang baik akan menjadi sumber cemaran bagi produk yang dihasilkan karena alat yang digunakan akan mengalami kontak langsung dengan bahan dan produk. Cara pembersihan alatnya yaitu: a. Mesin atau alat yang dapat dipindahkan Alat dibersihkan setiap awal dan akhir proses produksi dengan menggunakan sanitizer berupa anios dan alkohol kemudian dibilas kembali dengan air dan dikeringkan dengan lap setelah itu diletakkan kembali di tempat semula. b. Mesin atau alat yang tidak dapat dipindahan Semua mesin dibersihkan setiap proses awal dan akhir produksi. Mesin disemprot dengan menggunakan angin kompresor untuk menghilangkan debu yang menempel pada mesin atau menggunakan sapu panjang, sapu lidi, kacang yang masih tertinggal di mesin dibersihkan dengan cara disapu. Mesin yang tidak dapat dipindahkan

dibersihkan

dengan

menggunakan

metode

CIP

(Cleaning in Place). Dalam metode ini harus diperhatikan pemilihan bahan pembersih dan sanitasi, karena proses pembersihan dilakukan dengan mekanisme yang sistemetik dan tanpa disentuh oleh tangan manusia. Selain itu ada pula unsur time, temperature, chemical concentration dan mechanical action yang akan bekerja secara otomatis. Dan tidak jarang kita menjumpai tidak hanya satu jenis

bahan pembersih saja yang dipakai untuk membersihkan permukaan suatu bidang. Cleaning In Place (CIP) merupakan salah satu cara pembersihan jalur-jalur produksi dalam sirkuit tertutup tanpa membuka instalasi. CIP dilaksanakan dengan prinsip 5T, yaitu: 1) Time (waktu). Waktu total yang dibutuhkan untuk CIP adalah ± 7 jam 2) Temperature (suhu). Suhu antara ±70ºC 3) Titration (konsentrasi larutan). Digunakan larutan alkali dengan konsentrasi 2, 0-2, 5% dan larutan asam dengan konsentrasi 1, 5-2, 0% 4) Turbulence (kecepatan aliran). Kecepatan aliran dalam CIP ±1, 5 m/s 5) Technology (teknologi). Merupakan desain alat yang digunakan di CIP station Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Standard yang digunakan adalah: 1. "Pre rinse" atau langkah awal yaitu: menghilangkan sisa dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya. 2. Pembersihan: menghilangkan dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih efektif. 3. Pembilasan: membilas dengan pembersih seperti sabun/deterjen dari permukaan. 4. Pengecekan visual: memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-alat bersih. 5. Penggunaan desinfektan: untuk membunuh mikroba. 6. Pembersihan akhir: bila diperlukan untuk membilas cairan desinfektan yang padat. 7. "Drain dry" atau pembilasan kering: desinfektan atau final rinse dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap, dicegah jangan sampai

terjadi genangan air karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan kuman. 3. Sanitasi Bangunan Ruang produksi adalah tempat berlangsungnya suatu proses produksi, di dalamnya terdapat peralatan-peralatan produksi dan pekerja. Bagian-bagian dalam ruang produksi yang perlu diperhatikan sanitasinya meliputi lantai, dinding, langit-langit dan ventilasi. a. Lantai Area lantai dibedakan menjadi tiga macam. Lantai di area sekitar produksi terbuat dari bahan semen, area produksi dan perkantoran terbuat dari bahan keramik dan area produksi yang dikategorikan high risk, lantainya dilapisi dengan epoxy. Epoxy adalah bahan pelapis lantai yang mampu menampung beban berat, anti pecah/retak, tidak berlumut dan tidak memiliki sambungan serta mudah di bersihkan dari noda yang membandel termasuk dari noda kimia sekalipun. Permukaan lantai mempunyai kemiringan ± 150 untuk semua area proses produksi agar memudahkan dalam proses pembersihan. Untuk area gudang bahan baku maupun barang jadi, proses sanitasi lantai menggunakan alat berupa sapu lidi dan ijuk dengan. Proses sanitasi lantai dilakukan disetiap shift. Sedangkan di ruang produksi, baik lantai keramik maupun non keramik dibersihkan menggunakan sapu dan dipel menggunakan sikat serta desinfektan yang dilakukan pada setiap shift. Setiap hari karyawan rutin menyapu dan mengepel lantai produksi sehingga kondisi lantai tersebut sudah memenuhi standar sanitasi yang baik. b. Dinding Sanitasi dinding diantisipasi dengan pengecatan secara periodik dengan warna yang cerah/terang sehingga cemaran berupa insect maupun kotoran lebih mudah dikendalikan. Kondisi dinding memiliki permukaan yang rata, halus, licin, tidak mudah mengelupas, warna terang dan mudah dibersihkan. Antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut 900 sehingga tidak memungkinkan terakumulasinya debu yang memacu pertumbuhan mikrobia. Cat

atau pelapis yang digunakan harus terbuat dari bahan yang stabil, anti menyerap air, dan tidak beracun atau mengkontaminasi material yang diproses. Cat minyak dipilih agar memudahkan pembersihan dinding ruang produksi dengan menggunakan air apabila dinding kotor. Pembersihan dinding dilakukan dengan menggunakan sapu panjang, dan jika ada kotoran yang menempel pada sela-sela dinding dan sulit dibersihkan dengan sapu, maka dibersihkan dengan menggunakan angin compressor setiap hari. Dari kondisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dinding sudah sesuai dengan standar sanitasi yang baik. c. Atap Atap dan langit-langit terbuat dari bahan yang kedap air, tahan panas dan pengecatannya menggunakan bahan yang mampu memantulkan sinar. Langit-langit ini berfungsi untuk mengurangi panas dari atap, sebagai tempat lampu, melindungi karyawan dari panas matahari, serta mencegah kotoran yang jatuh dari atap. Permukaan langit-langit pada ruangan kantor dibuat rata, mudah dibersihkan dan berwarna terang. Pada bagian langit-langit dilengkapi dengan eternit. Semua rungan diberi eternit kecuali ruang produksi dan gudang. Ruang produksi dan gudang memiliki atap yang tertutup rapat sehingga mampu melindungi terhadap panas dan hujan. Lampu menggantung pada beberapa bagian di atap. Tinggi atap dibuat kurang lebih 5 meter dari atas lantai. Atap juga terpasang lampu untuk penerangan selama proses produksi. Atap ruang produksi dilengkapi dengan turbin ventilator yang bekerja otomatis selama 24 jam dan berupa alat sirkulasi udara yang berfungsi untuk mengeluarkan udara panas, mengurangi kelembaban, menghilangkan bau tidak sedap, menghilangkan debu dan asap. Sementara itu, pembersihan pada atap ruang produksi dilakukan disaat tidak produksi setiap seminggu sekali di akhir periode meliputi pembersihan debu, sarang laba-laba, maupun kotoran lain yang

menempel pada langit-langit menggungakan sapu panjang. Jika perlu dibersihkan dengan menggunakan angin compressor setiap satu minggu sekali. d. Ventilasi Ventilasi ruang produksi pada PT. Tumpang Sari didesain dengan jumlah yang cukup agar udara dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruangan produksi. Dengan adanya ventilasi yang baik

maka

sirkulasi

udara

pada

ruangan

produksi

dapat

dimaksimalkan sehingga dapat mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, serta membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. Sanitasi untuk ventilasi dapat menggunakan alat berupa kremona yang dilengkapi dengan kisi-kisi dari besi di ruang produksi. Sedangkan untuk ruangan yang tertutup dilakukan berupa pangadaan AC (Air Conditioner) sehingga semua ruangan di PT. Tumpang Sari dapat terjangkau pengadaan ventilasinya. e. Sarana Penerangan Penerangan yang tersedia berasal dari lampu yang dipasang pada ketinggian tertentu di dekat alat, sehingga diperoleh penerangan yang optimal untuk bekerja. Selokan dibuat di bawah alat cooker untuk mengalirkan air kotor dari proses dan pembersihan. Selokan dari area produksi dialirkan keluar area produksi.

Sarana

pembersihan mencakup sarana cuci tangan dan sarana toilet. Sarana pembersihan dilengkapi dengan sumber air bersih, letaknya terjangkau oleh karyawan. Pada sarana kebersihan harus dilengkapi dengan air mengalir/kran, cermin, sabun, deterjen, pengering, serta tempat sampah tertutup dengan jumlah yang cukup. f. Sarana Cuci Tangan dan Toilet Untuk sarana cuci tangan, letaknya harus strategis yaitu memudahkan pekerja untuk menggunakannya tetapi mencegah kontak dengan bahan pangan, dilengkapi dengan cermin, sabun cair,

pengering, dan tissue. Fasilitas cuci tangan juga harus dipantau secara rutin dan dilakukan perawatan secara berkala. Untuk sarana toilet, harus dilengkapi dengan sumber air mengalir dan saluran pembuangan sabun serta tempat sampah. Letak toilet tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan, dilengkapi dengan peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan setelah menggunakan toilet. Jumlah toilet juga harus cukup, yaitu: 1. Jumlah toilet : 1-10 orang 1 toilet, 11-25 orang 2 buah, penambahan 1 toilet untuk setiap penambahan 25 pekerja 2. Jumlah kamar mandi: 1-10 orang:1 buah, penambahan kamar mandi untuk setiap 20 orang 3. Sanitasi Pekerja Kebersihan dan higiene pekerja industri makanan sangat penting. Pekerja juga merupakan sumber pencemaran. Yang sangat penting dijaga ialah agar pekerja tidak sampai menularkan mikroba patogen karena pencemaran ini tidak terlihat, tetapi jika terjadi resikonya berat yaitu peracunan makanan. Kebersihan pekerja dilakukan dengan pakaian dan badan bersih, sikap dan kebiasaan higienik, pemeriksaan dokter dan penjagaan kesehatan umum secara teratur (Soekarto, 1990). Sanitasi tenaga kerja dilakukan untuk mencegah kontaminasi terhadap produk karena karyawan bersentuhan langsung dengan produk. Hal ini menjadi salah satu misi perusahaan dalam menjaga dan mempertahankan kualitas produk. Berikut ini sanitasi yang dilakukan untuk para pekerja di pabrik mie instan: a. Setiap pekerja/karyawan harus menggunakan jas lab/seragam produksi, sepatu boot, masker dan tutup kepala sebelum memasuki ruang produksi. b. Setiap pekerja/karyawan harus mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan membilas dengan alkohol 70% sebelum dan sesudah memulai pekerjaan.

c. Apabila hendak meninggalkan ruang produksi, pekerja/karyawan harus meninggalkan tutup kepala, jas lab dan masker pada tempat yang disediakan. d. Setiap pekerja dilarang makan, minum dan merokok selama berada di pabrik kecuali kantin. e. Setiap pekerja tidak boleh menggaruk, mengorek telinga, hidung dan bagian tubuh yang lain selama proses produksi berlangsung. f. Setiap pekerja/karyawan tidak boleh menggunakan aksesoris seperti gelang, cincin, kalung dan jam tangan didalam ruang proses produksi. g. Apabila pekerja sakit flu, batuk, demam, luka dibagian tubuh harus diobati sampai tuntas (Jumiati, 2009). Kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, karena sumber cemaran terhadap produk dapat berasal dari karyawan. Karyawan di suatu pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan merupakan sumber kontaminasi bagi produk pangan, maka kebersihan karyawan harus selalu diterapkan. Faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi karyawan akan mengakibatkan gangguan yang akhirnya menghambat proses produksi (Winarno dan Surono, 2002). Sanitasi terhadap pekerja perlu diadakan demi terciptanya kesehatan, keselamatan dan kenyamanan agar karyawan tidak terganggu dalam melakukan pekerjaannya. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka disediakan berbagai fasilitas sanitasi berupa : a. Pakaian Seragam Kerja Pakaian seragam kerja yang diberikan berupa baju kerja disertai dengan masker dan tutup kepala. Masker diberikan untuk mencegah masuknya bau yang tidak enak yang dapat mengganggu kesehatan, sedangkan tutup kepala dimaksudkan untuk mencegah adanya kontaminasi bahan yang berasal dari kepala. b. Ruang ganti dan ruang istirahat

Ruangan yang dikhususkan untuk menyimpan semua perlengkapan yang tidak digunakan oleh pekerja seperti tas, jaket dan lainnya. Penempatannya pada beberapa loker khusus sehingga barang-barang tersebut tidak ikut terbawa masuk ke dalam ruang produksi. Selain itu ruangan ini juga digunakan oleh pekerja pada waktu istirahat. c. Sarana cuci tangan Sarana cuci tangan ditempatkan pada pintu masuk ruang produksi. Sehingga setiap pekerja yang akan masuk dapat mencuci tangannya terlebih dahulu dengan sabun antiseptik dan

dibilas

dengan alkohol 70%. Hal ini sangatlah penting agar sebelum melakukan pekerjanya tangan bebas dari kotoran yang dapat menyebabkan kontaminasi selama proses produksi. d. Sarana Toilet Sarana toilet disesuaikan oleh banyaknya pekerja, oleh karena itu ada pembagian sarana toilet untuk pekerja pada masingmasing proses. Toilet ditempatkan tidak berdekatan dari ruang produksi, sehingga tidak menimbulkan kontaminasi ataupun bau yang mengganggu. (Ritantiyah, 2010) Karyawan yang bekerja di PT. Tumpang Sari harus trampil dan mengerti tentang hygiene sanitasi makanan, selalu tampil bersih dan rapi, dinyatakan sehat jasmani dan rohani serta dilengkapi surat keterangan dokter, tidak mengidap atau mempunyai riwayat penyakit menular, setiap karyawan mempunyai buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku untuk pengecekan secara rutin, mengganti pakaian dengan seragam kerja, semua kegiatan karyawan yang kontak langsung dengan makanan harus membersihkan tangan dengan menggosok tangan dan lengan sampai siku dengan menggunakan pembersih kulit anti mikroba, selanjutnya tangan dan lengan dikeringkan dengan handuk bebas serat sebelum melakukan proses produksi. Melepaskan perhiasan seperti cincin dan gelas lalu

memakai sarung tangan, mencuci kaki lalu mengganti sepatu dengan sepatu khusus untuk pekerja yang akan memproses produk, mengikat rambut lalu menutup kepala dengan penutup kepala, menggunakan pakaian khusus produksi, menggunakan masker. 4. Pengelolaan Limbah Limbah adalah segala sesuatu yang dihasilkan sebagai sampingan akibat proses produksi dalam bentuk padatan, gas, bunyi, cairan dan radiasi yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai produk. Setiap pengolahan bahan mentah menjadi produk jadi akan menghasilkan limbah.

Limbah

yang

dihasilkan

harus

mengalami

perlakuan

pendahuluan sehingga limbah tersebut tidak berbahaya jika dibuang ke lingkungan. Limbah sisa hasil pengolahan ada 3 bentuk yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas (Jennie SL Betty dan Winiati, 1990). Masing-masing sumber limbah a. Sarana pemrosesan setempat b. Sarana pengumpulan c. Sarana penyaluran d. Sarana pengolahan dan sarana pembuangan (Linsley dan Franzini, 1991). Pengelolaan limbah industri diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah baik itu berupa pemenuhan peraturan pemerintah, pencegahan perusakan lingkungan, serta untuk meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya. Secara umum, pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan kembali, pengolahan, dan penimbunan. Limbah industri dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik atau perusahaan. Limbah ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya asam anorganik dan senyawa organik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan makhluk hidup pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan makhluk hidup lainnya termasuk juga manusia. Limbah industri kebanyakan menghasilkan limbah yang bersifat cair, padat atau gas yang masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami

peruraian. Pada umumnya cara penanganan limbah yang digunakan tergantung pada : a. Ada tidaknya, seberapa jauh (tempatnya), seberapa besar dan jenis dari pabrik penanganan limbah . b. Tingkat penanganan yang diperlukan untuk membuat saluran-saluran yang memadai menuju agen-agen pengatur yang mengawasi pembuangan limbah. c. Biaya penanganan. d. Lapangan tanah yang tersedia untuk penanganan dan pembuangan. Jenis limbah yang dihasilkan dari PT. Tumpang Sari adalah: 1. Limbah Padat Sistem penanganan limbah cair yang dilakukan pada PT. Tumpang Sari adalah sistem pengomposan. Limbah padat industri pangan terutama terdiri dari bahan bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air. Bahan-bahan ini mudah terdegradasi

secara

biologis

dan

menyebabkan

pencemaran

lingkungan, terutama menimbulkan bau busuk. Pengomposan merupakan salah satu altematif pemecahan masalah manajemen limbah padat industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses biologis dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali. Dekomposisi dan transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mereduksi volume bahan bau sebesar 50-70%. Kompos memiliki tekstur dan bau seperti tanah. Kompos dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan nutrien, serta memperbaiki tekstur dan kemampuan untuk mempertahankan kelembaban tanah. Kompos dapat diaplikasikan untuk pertamanan, pengendalian erosi, dan kondisioner tanah kebun, pembibitan. Potensi pasar terbesar bagi kompos adalah sektor pertanian, penimbunan atau reklamasi, pertamanan, dan ekspor (misalnya ke negara-negara

timur

tengah).

Beberapa

keuntungan

lain

pengomposan sampah adalah perbaikan manajemen lingkungan industri, terutama di daerah padat penduduk. Selama

pengomposan

bahan-bahan

organik

seperti

karbohidrat, selulosa, hemiselulosa dan lemak dirombak menjadi CO2 dan air, protein dirombak menjadi amida, asam amino, amonium, CO2 dan air. Pada proses pengomposan terjadi pengikatan unsur-unsur hara (nutrien), seperti nitrogen, fosfordan kalsium oleh mikroorganisme, tetapi unsur-unsur tersebut akan dilepas lagi ke kompos apabila mikroorganisme tersebut mati. Oleh karena itu, selama proses pengomposan terjadi peningkatan ratio N/C dan P/C. Sebelum mendesain unit pengomposan beberapa faktor perlu dipertimbangkan antara lain karakteristik bahan baku, kelembaban, aerasi, dan suhu. Karakteristik bahan baku menentukan kecepatan proses pengomposan. Semakin mendekati C/N tanah (CIN-z 10/12), semakin cepat proses pengomposan. Bahan yang terlalu sedikit mengandung N, perlu ditambahkan bahan lain dengan kandungan N tinggi. Selain itu,ukuran bahan juga menentukan kecepatan proses pengomposan, semakin kecil ukuran bahan (semakin besar luas permukaan bahan) semakin cepat proses pengomposan. Ukuran bahan yang baik untuk pengomposan adalah 4-5 cm. Kelembaban dalam timbunan harus dijaga agar optimum untuk pertumbuhan mikroorgisme. Secara umum kelembaban yang baik untuk proses pengomposan adalah 40-60%. Timbunan yang terlalu kering mengakibatkan aktifitas mikroorganisme bisa terhenti. Sebaliknya bahan yang terlalu basah menyebabkan kesulitan dalam aerasi sehingga terjadi kondisi anaerobik dan menyebabkan bau busuk. Aerasi merupakan faktor penting dalam pengomposan limbah padat. Aerasi bertujuan untuk mensuplai mikroorganisme dengan oksigen sehingga proses dekomposisi berlangsung dengan cepat dan sempurna.

Aerasi

dapat

dilakukan

secara

pasif

(dengan

memanfaatkan arah angin) atau secara aktif (dilakukan dengan cara pembalikan tumpukan secara reguler). Suhu harus di pertahankan antara40-50°C, misalnya dengan cara penimbunan pada. ketinggian tertentu, biasanya 1,25-2,00 m. Tumpukan yang terlalu rendah menyebabkan suhu pengomposan rendah dan proses pengomposan berlangsung

lambat.

Sebaiknya

suhu

yang

terlalu

tinggi

menyebabkan aktifitas mikroba pengurai terganggu, bahkan bakteri pengurai dapat mati. Secara umum tahapan proses pengomposan adalah sebagai berikut: 1) Pengecilan ukuran hingga 4-5 cm. 2) Penyusunan tumpukan di atas bilah-bilah untuk membantu 3) 4) 5) 6)

aaerasi. Pemantauan dan pengaturan suhu serta kelembaban. Pembalikan dan penyiraman. Pematangan. Pengayakan.

2. Limbah Cair Limbah cair dihasilkan dari proses pencucian alat. Sistem penanganan limbah cair yang dilakukan pada PT. Tumpang Sari adalah Sistem Kolam. Prinsip sistem kolam (pola sistem) atau sering disebut juga sebagai kolam oksidasi merupakan salah satu sistem pengolahan limbah cair tertua, dan merupakan perkembangan dari cara pembuangan limbah cair secara langsung ke badan air. Pada sistem kolam, konsentrasi mikroorganisme relatif kecil, suplai oksigen dan pengadukan berlangsung secara alami, sehingga proses perombakan bahan organik berlangsung relatif lama dan pada area yang luas. Berbagai jenis mikroorganisme berperan dalam proses perombakan, tidak terbatas mikroorganisme aerobik, tetapi juga mikroorganisme anaerobik. Organisme heterotrof aerobik dan aerobik berperan dalam proses konversi bahan organik; organisme autotrof (fitoplankton, alga, tanaman air) mengambil bahan-bahan

anorganik (nitrat dan fosfat) melalui proses fotosintetsis. Karena lamanya waktu tinggal limbah cair, maka organisme dengan waktu generasi tinggi (zooplankton, larva insekta, kutu air, ikan kecil) juga dapat tumbuh dan berkembang dalam sistem kolam. Organisme tersebut hidup aktif di dalam air atau pada dasar kolam. Komposisi organisme sangat tergantung pada temperatur, suplai oksigen, sinar matahari, jenis dan konsentrasi substrat. Sistem kolam dapat diterapkan untuk pengolahan limbah industri pangan dengan konsentrasi bahan organik rendah, terutama di daerah yang cukup tersedia lahan. Sistem kolam berfungsi untuk pengolahan limbah cair, sekaligus pengolahan sludge. Alga yang tumbuh dapat dipanen dan digunakan sebagai hail samping yang bermanfaat. Kelebihan dan kekurangan sistem kolam merupakan sistem pengolahan limbah cair sederhana yang tidak memerlukan peralatan mekanis, mudah dioperasikan dan tidak memerlukan biaya tinggi. Kekurangan sistem ini adalah sangat tergantung pada cuaca, dan memerlukan lahan luas, serta berpotensi menimbulkan bau busuk terutama pada malam hari dimana suplai oksigen tidak mencukupi untuk proses aerobik. Selain itu, kolam juga dapat digunakan sebagai tempat berkembang biak nyamuk. a. Bak penampungan air output limbah Air limbah setelah melalui berbagai macam proses pengolahan air limbah, akhirnya didapatkan lah output limbah yang sudah seharusnya memenuhi baku mutu yang telah ditentukan. Sebelum air output limbah dialirkan menuju sungai, maka dilakukan unit pengkondisian air hasil olahan terhadap lingkungan, dimana didalamnya terdapat kolam ikan yang dapat diamati kehidupannya, secara singkat dapat disimpulkan jika ikan dapat hidup dengan baik. Maka air olahan telah memenuhi baku mutu, juga dilakukan pemeriksaan kualitas air buangan secara

berkala di unit ini. Jumlah air buangan dapat terrekam pada alat ukur flow meter. b. Pengujian parameter rutin Air output limbah harus selalu diperiksa secara berkala adapun parameter-parameter yang diukur secara berkala adalah pH, COD, BOD, TSS, minyak dan lemak. Dan pengujian secara berkala itu dilakukan di dua tempat yaitu didalam perusahaan dan juga dilakukan di lab luar yang telah mendapatkan akreditasi KAN. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang dapat meyakinkan. Dan pengujian yang dilakukan secara berkala di kantor IPAL hanya sebatas menguji pH, TSS dan COD. 3. Limbah Gas Limbah bahan gas antara lain dari gas buangan uap panas pada saat pengolahan. Penanganannya dengan cara mengontrol emisi gas buang. Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah. Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat. Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik untuk menyempurnakan pembakaran. Selain cara-cara tersebut, emisi gas buang juga dapat dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan (Departemen Perindustrian, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Ryan, K.J. dan Ray, C.G. 2004. Sherris Medical Microbiology: An Introduction to Infectious Diseases. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York. Winarno, F.G dan Surono. 2002. Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M Biro Press. Bogor. Soekarto, Soewarno T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Atas PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Jumiati, Tri. 2009. Laporan Magang di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Semarang Jawa Tengah (Pengendalian Mutu Mi Instan). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ritantiyah, Luluk. 2010. Laporan Magang di PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk Sragen – Indonesia (Quality Control Mie Instant). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jenie, Betty Sri Laksmi dan Rahayu, Winiati Pudji. 1990. Penganganan Limbah Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Linsley, R.K. dan J. Franzini. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko Sasongko. Erlangga. Jakarta.

Related Documents


More Documents from "Eka Tri Setiawati"