Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja.pdf

  • Uploaded by: Pieter G.O. Sunkudon
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 17,753
  • Pages: 107
Loading documents preview...
Pilar-Pilar Kokoh Penopang Gereja Prinsip Pertumbuhan Gereja dari Surat Kolose

Oleh : Pieter G.O. Sunkudon Palu, Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) Palu Cetakan Pertama Mei 2013. v + 101 hlm, 14 x 20 cm Copyright © 2013 ada pada penulis

ISBN 978-602-14125-0-3

Diterbitkan Oleh : STTII Palu Jl. Wisata Air Terjun Wera, Balumpewa, Dolo Barat, SigiBiromaru, Sul-Teng. Telp. (0451) 483676, Hp. 0852 4116 5552 E-mail : [email protected] [email protected] Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dicetak oleh: Rio Offset Jl. Tadulako, Palu, Sul-Teng

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Kenyataan Ironis Risalah Tentang Judul PILAR I

: KUALITAS PELAYAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

Metamorfosa Produktivitas Karakter Sinergi PILAR II : IDENTITAS DIRI JEMAAT (1:2) . . . . . . . . . . . .33 PILAR III : KARAKTER JEMAAT (1:3-14) . . . . . . . . . . . . . 41 PILAR IV : PENGAJARAN ALKITABIAH (1:15 – 3:17) . . .47 Kristologi: Keutamaan Kristus Misiologi: Penderitaan Dalam Pelayanan Apologetika: Peringatan Tentang Ajaran Sesat Karakter: Perilaku Praktis Jemaat PILAR V : PELAKSANAAN MISI (Kol. 4) . . . . . . . . . . . . . 64

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

REFLEKSI BAGI GEREJA MASA KINI . . . . . . . . . . . . . . . 66 Evaluasi Saran Praktis Pilihan Pribadi Jemaat ”Awam” dalam Gereja PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89 BIBLIOGRAFI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .93

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis panjatkan, kepada Allah, dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Penguasa jagad raya itu, yang oleh kasih dan anugerah-Nya, penulis masih diberi kesempatan untuk melayani di negeri tercinta Indonesia, khususnya di kota Palu, Sul-Teng. Anugerah-Nya pulalah yang memungkinkan penulis dapat menyelesaikan buku kecil ini. Terima kasih kepada istri (Tinata Syella Rengku) dan kedua anak penulis (Asael S.B. Sunkudon & Ahren T.C. Sunkudon), pemberian-Nya yang paling berharga bagi penulis, serta orang tua kami, yang terus mendorong, memberi semangat, serta pengertian, dalam mendampingi penulis selama ini. Rekan-rekan dosen, karyawan, mahasiswa, serta sahabat-sahabat alumni Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Palu, yang selalu memberi inspirasi sekaligus membangkitkan semangat untuk terus berkarya dan mengembangkan diri. Para majelis, hamba-hamba Tuhan, serta jemaat Gereja GKI Palu, yang juga selama ini menjadi sarana bagi pembentukan “karakter pelayan Tuhan” bagi penulis. Sekaligus seluruh pelayan Tuhan yang mengabdikan dirinya di gereja-

Pilar-Kokoh Penopang Gereja

gereja di seluruh Nusantara, kepada saudara-saudaralah buku ini didedikasikan. Ayat-ayat Alkitab yang dikutip tanpa keterangan dalam buku ini, adalah dari Alkitab terjemahan baru Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2000. Untuk ayat-ayat dalam bahasa Yunani, dikutip dari BibleWorks Greek LXX/BNT [CD ROM]. Akhirnya, hanya doa yang dapat penulis sampaikan kepada Allah, untuk dapat membalaskan kemuliaan hati Anda sekalian.

Kiranya,

“Allahku

akan

memenuhi

segala

keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (Flp. 4:19).” Amin.

PENDAHULUAN

Dalam

pengertian

teologis,

Gereja

merupakan

representase riil Tuhan Yesus Kristus di dunia ini. Itulah sebabnya eksistensi Gereja seharusnya memberi impak yang signifikan terhadap dunia ini.1 Layantara berkata, “Gereja adalah instrumen Kristus untuk melaksanakan program keselamatan Allah bagi dunia. Kristus bekerja di dalam, melalui dan bersama gereja-Nya demi mengaktualisasi kehendak

Allah ini.”2

Berabad-abad lamanya Gereja eksis dan membaur di dunia ini sehingga telah mempengaruhi sejarah bahkan hal tersebut terjadi secara represif.

1

Bnd. John Stott, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, pen., G.M.A. Nainggolan (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996), 1-25. 2 Hanny Layantara, “Kepemimpinan Gereja Lokal,” Seminar PATI STTII Yogyakarta, 21-25 Juni 2004.

2

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kenyataan Ironis Dalam kemajuan zaman yang semakin pesat dan rentan terhadap degradasi ini, Gereja seharusnya terus menjadi panduan yang terlihat jelas dalam masyarakat, sebagaimana mercusuar bagi sebuah kapal di lautan pada kegelapan malam, sehingga dengan demikian kemerosotan yang begitu menekan kehidupan manusia dari generasi ke generasi dapat dibendung. Sebab memang Tidak dapat dipungkiri bahwa kemerosotan moral semakin meningkat seiring perkembangan pada segala aspek kehidupan manusia. Tanggung-jawab ini bukanlah sesuatu yang ringan untuk diemban namun hal ini bukanlah realita yang asing bagi Gereja, sebab untuk itulah Gereja ada, diperlengkapi, diutus ke tengah-tengah dunia ini serta diberi jaminan penyertaan langsung oleh Yesus Kristus, Sang Penguasa Jagad itu (Mat. 28:19,20). Dalam tanggung-jawab yang sangat membanggakan ini, Gereja haruslah benar-benar menampakkan kemajuan yang dinamis seiring dengan pesatnya perkembangan dunia dalam segala dimensi kehidupan. Ironisnya, “Tubuh Kristus” (baca: gereja) masa kini berada dalam situasi yang terdesak sehingga peninjauan kembali

Pendahuluan 3

terhadap nilai-nilai utama dalam pelayanan merupakan sesuatu yang bersifat urgen. Indikasi

tentang adanya

persoalan

dalam

hal

pertumbuhan gereja, baik kualitas maupun kuantitas, merupakan titik tolak tulisan ini. Fenomena yang signifikan tentang aktifitas pelayanan yang kurang seimbang, merupakan pokok yang masih sangat membutuhkan perhatian dari semua pihak dalam lembaga gereja, teristimewa oleh para pemimpin yang adalah penentu arah bagi sebuah organisasi gereja. Situasi di atas bagi penulis disebabkan oleh beberapa hal berikut. Pertama,

kurangnya

pengetahuan

yang

benar

tentang unsur-unsur penting dalam pelayanan gereja. Pada era perkembangan teknologi yang belum pernah terbayangkan oleh manusia di masa lalu ini, seharusnya berbagai macam dalih tentang tidak pentingnya pengetahuan teologi, baik yang bersifat konsepsi maupun terapan, haruslah segera disingkirkan. Namun fenomena yang patut disayangkan hingga hari ini adalah, masih ada sebagian orang yang berpikir bahwa pengetahuan teologi tidaklah perlu ketika seseorang akan terjun dalam pelayanan secara langsung. Ungkapan-ungkapan yang skeptis bahkan sinis tentang pendidikan teologi masih sering terdengar dari beberapa orang percaya termasuk para pelayan Tuhan. Hal ini secara otomatis menjadi salah satu penyebab tidak-lengkapnya

4

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pengetahuan tentang Alkitab di antara para pelayan Tuhan yang tetap bertahan pada pemahamannya itu. Kedua, pemahaman tentang standar Alkitabiah mengenai perkembangan sebuah gereja sebagai tubuh Kristus yang simpang-siur. Selanjutnya perbedaan yang disebabkan oleh berbagai macam alasan, menghasilkan munculnya berbagai macam standar3 dari berbagai golongan di dalam gereja. Orang percaya lain berpikir bahwa kuantitas adalah yang utama sementara itu yang lainnya lagi bertahan bahwa kualitas lebih dari segala-galanya.4 Ketiga, penekankan yang tidak seimbang terhadap unsur-unsur dalam pelayanan praktis. Penekanan secara berlebihan bagi suatu bidang pelayanan namun pengabaian terhadap bidang pelayanan penting lainnya. Sebagai contoh langsung berhubungan dengan hal ini adalah mengenai dana yang dikeluarkan oleh beberapa gereja Tuhan untuk berbagai

3

Yang penulis maksudkan di sini adalah standar tentang seberapa signifikan bertumbuhnya sebuah gereja. 4 Fenomena ini juga diamati oleh seorang pakar pertumbuhan gereja C. Peter Wagner. Wagner berkata, “Kuantitas saja tidak cukup tanpa kualitas yang sama. . ..” Ia juga menambahkan “…saya tidak yakin kita perlu untuk menetapkan kualitas melawan kuantitas. Kita bisa dan seharusnya memiliki keseimbangan.” C. Peter Wagner, Memimpin Gereja Anda Agar Bertumbuh, peny., Erna Iskandar, Ike Wihana F.B. dan Hosea S.L., pen., Indriyati Subandi (Jakarta: Harvest Publishing House, 1995), 24, 25.

Pendahuluan 5

bidang pelayanan, di beberapa gereja terlihat bahwa dana untuk program pembelian peralatan musik begitu besar, sementara untuk program misi tidak terlihat sama sekali atau sekalipun terlihat, diusahakan ditekan agar pengeluaran untuk hal ini semakin sedikit. Sementara itu, di beberapa gereja terlihat lebih berkonsentrasi pada pembangunan fisik namun mengabaikan program pengajaran. Bahkan ada yang lebih tertarik untuk mendepositokan

pemasukan

tiap

bulannya

dibanding

memanfaatkannya untuk kebutuhan pelayanan. Dan masih banyak hal lainnya yang menunjukan tidak-seimbangnya penekanan dalam bidang-bidang kompleks dalam pelayanan. Ini juga merupakan kenyataan dalam keberlangsungan pelayanan gereja Tuhan. Keempat, penafsiran terhadap Firman Tuhan yang tidak konsisten. Permasalahan ini bukanlah merupakan sesuatu yang baru bagi gereja,5 sebaliknya hal ini merupakan problem klasik yang bukannya semakin terkikis habis namun semakin “subur” dan “menjalar” ke berbagai lapisan dan denominasi.

5

Kenyataan ini dapat ditemukan dalam surat-surat yang dikirim oleh rasul-rasul kepada jemaat, yang salah satunya oleh Paulus kepada jemaat di Kolose. Terlihat jelas di sana bahwa salah satu isu hangat yang dibicarakan Paulus adalah mengenai pengajaran sesat. Lih. penjelasan tentang latar belakang Surat Kolose oleh Donald C. Stamps, peny., Alkitab Penuntun Hidup berkelimpahan, pen., Nugroho Hananiel (Malang: Gandum Mas, 1994), 1986, 1987.

6

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Munculnya berbagai macam pengajaran sumbang merupakan pembuktian signifikan bagi kenyataan ini. 6 Ditambah lagi, para pengkhotbah (tentu saja tidak semua) mulai menghindari penelitian Alkitab secara induktif untuk khotbah-khotbahnya, tidak lagi berfokus pada pesan yang sesungguhnya, malah menggantinya dengan motivasi-motivasi, yang bersumber bukan dari Alkitab, akhirnya predikat ”pengkhotbah” yang melekat pada dirinya lebih pantas diganti dengan ”motivator.” Bukanlah salah jika memberi dorongan kepada umat melalui khotbah, namun pertanyaannya, apakah itu yang benar-benar ingin disampaikan Alkitab? Kelima, sikap yang ”eksklusif” oleh beberapa anggota dan organisasi gereja. Mungkin secara riil gejala ini tidak begitu terlihat, namun pada dasarnya pemikiran sempit dan bahkan apatis terhadap denominasi lain terkadang menjadi penghalang tercapainya pekabaran Injil “sampai ke ujung dunia.” Pengintimidasian terhadap denominasi-denominasi baru yang muncul belakangan masih sering terjadi di beberapa daerah

6

Sebagai contoh persolaan ini di masa kini terlihat pada “kericuhan” yang diciptakan oleh orang-orang yang menyebut dirinya “pengagum yahweh.” Namun hal ini telah dibantah oleh beberapa orang seperti I.J. Satyabudi dalam bukunya. Lih. I.J. Satyabudi, Kontroversi Nama Allah (Jakarta: Wacana Press, 2004).

Pendahuluan 7

di Indonesia,7 sehingga dengan demikian halangan besar terhadap tumbuh kembangnya Tubuh Kristus bukan saja berasal dari luar tetapi juga dari dalam Tubuh itu sendiri. Beberapa pertanyaan yang berusaha dijawab dalam diskusi ini adalah sebagai berikut: Nilai-nilai apa saja yang dikemukakan oleh Paulus dalam Surat Kolose mengenai perkembangan pelayanan gereja yang ideal? Sehingga yang kedua, apa saja yang dapat menjadi indikator pertumbuhan gereja yang ideal di masa kini? Ketiga, bagaimana persoalan ketidak-seimbangan dalam pertumbuhan Gereja ini dapat diselesaikan berdasarkan Surat Kolose ini?

Risalah Tentang Judul Penulis menggunakan istilah “risalah”8 pada judul bagian ini, sebab di dalamnya akan dijelaskan tentang, apa yang dimaksud penulis dengan judul yang tertera pada sampul buku ini.

7

Sangat disayangkan hal ini masih saja terjadi di kalangan gereja Tuhan padahal Paulus telah menegurnya sejak awal. Lih. I Korintus 12. 8 “risalah” berarti, “yang dikirimkan (surat, utusan, dsb.); surat edaran (selebaran); karangan ringkas mengenai suatu masalah di ilmu pengetahuan.” Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1309.

8

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Klausa

“Pilar-pilar

Kokoh

Penopang

Gereja,”

digunakan karena penulis menganalogikan tubuh Kristus sebagai sebuah bangunan, yang di dalamnya harus memiliki struktur yang lengkap untuk dapat berdiri kokoh.9 Adapun “Pilar-pilar” di sini menunjuk pada setiap pokok utama, yang merupakan hasil telaah terhadap Surat Kolose. Penulis

berasumsi

bahwa

prinsip-prinsip

yang

ditemukan dari Surat Kolose, jika diterapkan secara konsisten dalam sebuah gereja lokal, maka tumbuh-kembang gereja tersebut dapat dijamin.

9

Bandingkan Paulus dalam Efesus 2:19-22.

PILAR I: KUALITAS PELAYAN

Scazzero berkata, “seperti apa para pemimpinnya, seperti itu juga gerejanya.”1 Tumbuh kembang sebuah gereja dimulai dari para pelayannya. Penulis sengaja tidak menyebut “pemimpin” untuk orang-orang yang mengabdi ini, demi menegaskan tugas mereka yang sesungguhnya. Metamorfosa Istilah metamorfosa (juga metamorfosis) dalam dunia biologi berarti, perubahan susunan seperti berudu menjadi katak; peralihan bentuk (mis. dari ulat menjadi kepompong, kemudian menjadi kupu-kupu); istilah ini juga sering digunakan dalam ilmu geologi dengan arti, proses perubahan struktur batuan krn peristiwa tekanan dan pemanasan yg sangat tinggi.2 Paulus menggunakan istilah ini dalam konteks perubahan pola pikir (Rm. 12:2). Istilah serupa juga digunakan 1

Peter Scazzero dan Warren Bird, Gereja yang Sehat Secara Emosional dan Spiritual, peny. Ostaria Silaban, pen. Grace P. Christian (Batam: Gospel Press, 2005), 27. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1021.

10

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

oleh para penulis Injil ketika menuliskan peristiwa yang dialami Yesus di atas sebuah gunung (Mat. 17:2; Mrk. 9:2). Metamorfosis yang dibicarakan di sini juga secara literal berarti ”berubah,” yakni berubah dalam hal pikiran, perasaan, dan kehendak, tentu saja kearah yang lebih baik. Pokok ini muncul dari asumsi penulis bahwa, kualitas seseorang selalu terjadi melalui proses. Identitas Paulus Paulus adalah salah seorang yang memiliki peran penting dalam Surat Kolose. Selain sebagai penulis, Paulus juga merupakan bapak rohani, bukan saja bagi beberapa orang yang namanya disebut dalam Surat, namun lebih dari itu bagi jemaat secara keseluruhan. Beberapa hal mengenai pribadi kunci ini akan diuraikan berikut ini. Paulus, yang juga bernama Saulus ini, disebut dalam Perjanjian Baru sebanyak seratus delapan puluh kali. Dua puluh dua kali disebut ”Saulus” dan seratus lima puluh delapan kali disebut ”Paulus.”3 Sepintas, melihat ”dominasinya” dalam Perjanjian Baru, dapatlah disimpulkan bahwa pribadi ini bukanlah

pribadi 3

yang

patut

untuk

dilewatkan

dalam

Mary Hartanti Widiasih, “Paulus” dalam Biodata Tokoh-tokoh Alkitab Perjanjian Baru (t.k.: t.p., t.t.), 68.

Pilar I: Kualitas Pelayan 11

pembahasan. Bahkan Russell Spittler berkata, ”Selain dari Kristus sendiri, tidak ada tokoh lain yang begitu penting dalam Perjanjian Baru seperti Paulus.”4 Penampilan Fisik Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, secara fisik sepertinya Paulus bukanlah seorang yang tampan atau rupawan. Ia dideskripsikan sebagai, ”bertubuh pendek, kakinya agak bengkok, perawakannya kekar, alisnya tebal hingga saling bertemu, hidungnya sedikit lengkung. . ..”5 Asumsi ini juga mendapat penegasan dari beberapa tulisannya sendiri yang mengindikasikan, betapa Paulus tidak pernah membanggakan keadaan dirinya secara fisik namun lebih cenderung mengakui kelemahannya (2 Kor. 10:10; 1 Kor. 2:1,3; 2 Kor. 11:6).6 Namun demikian, penulis masih sedikit meragukan deskripsi di atas apabila memperhitungkan keanggotaan Paulus dalam kelompok Farisi sekaligus Sanhedrin.7 Sebab salah satu persyaratan yang ditekankan untuk menjadi anggota dalam

4

Russell P. Spittler, Pertama dan Kedua Korintus (Malang: Gandum Mas, 1988), 112. 5 Sostenis Nggebu, Dari Betsaida Sampai Ke Yerusalem, peny. Bestiana Simanjuntak dan Ridwan Sutedja (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 22. 6 Spittler, Pertama, 113. 7 Nggebu, Dari Betsaida, 25-27.

12

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kelompok tersebut adalah kesempurnaan fisik.8 Tetapi menurut penulis diskusi mengenai pokok ini bukanlah sesuatu yang sangat penting untuk persoalkan lebih jauh, sebab tidak begitu mempengaruhi penafsiran bagian demi bagian yang akan diuraikan dalam tesis ini. Keluarga Mengenai latar belakang keluarganya, Paulus adalah seorang dari suku Benyamin yang lahir dan dibesarkan di kota Tarsus di Kilikia (Kis. 9:11; 21:39; 22:3; Rm. 11:1). Dalam Kisah Para Rasul 23:6, di hadapan Mahkamah Agama Paulus mengakui bahwa ia juga adalah keturunan Farisi. Ini menunjukan bahwa Paulus benar-benar seorang yang bertumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat religius. Kewarganegaraan Berbicara tentang status politiknya, Paulus adalah seorang warga negara Romawi (Kis. 16:37; 22:25-29). Yang mana pada masa itu, bangsa Romawi telah menguasai dunia dengan penerapan berbagai peraturan hukum, mengenai

8

1988.

Diktat Kuliah: Injil-injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul, sem. I,

Pilar I: Kualitas Pelayan 13

bermacam-macam

kepentingan.

Salah

satunya

adalah

perlindungan terhadap hak-hak warga-negara Roma.9 Pendidikan Dari banyak sumber terlihat jelas bahwa Paulus merupakan seorang yang terpelajar. Bahkan berbicara mengenai kualitas kesarjanaannya, ia adalah seorang cendikiawan yang sangat cerdas. Keluarga terpelajar merupakan faktor penting dalam perkembangan inteligensi Paulus. Ia terkondisi dengan pola pikir edukasi dari dalam keluarganya, ditambah dengan lingkungan tempat tinggalnya, yaitu kota Tarsus, yang merupakan kota pendidikan pada masa itu.10 Namun Paulus tidak menempuh jenjang pendidikannya di kota kelahirannya itu. Ia belajar di Yerusalem oleh bimbingan guru besar Gamaliel,11 seorang yang memiliki gelar terhormat ”rabban” yang berarti ”guru kami.”12 Satu istilah yang dapat menyimpulkan informasi di atas adalah ”perubahan.” Perubahan yang terjadi secara progresif baik sebelum maupun sesudah ia mengenal pribadi 9

E. A. Judge, “Roma,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. Broto Semedi, 2:321323. 10 E. E. Ellis, “Paulus,” dalam Ensiklopedi, Peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. M. H. Simanungkalit, 2:208. 11 Illumina: ”Gamaliel,” dalam Ensiklopedi. [CD ROM] 12 BibleWorks6: “Gamaliel,” dalam Fauset’s Bible Dictionary, [CD ROM]

14

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kristus. Perkembangan intelektual dan spiritualnya telah berlangsung pesat, yang mana hal itu telah terbentuk dengan dukungan dari lingkungan dan banyak faktor signifikan lainnya. Produktivitas Jelas

dalam

Alkitab

bagaimana

Paulus

telah

mendedikasikan hidupnya untuk Kristus melalui pelayanan Injil. Banyak hal yang telah dikontribusikan Paulus selama hidupnya sebagai orang percaya. Namun dalam bagian ini hanya beberapa hal yang paling menonjol saja yang akan penulis paparkan. Pertama, penanaman Gereja. Semasa hidupnya sebagai rasul, Paulus telah begitu aktif terlibat dalam pelayanan pekabaran Injil bahkan tidak jarang, buahnya adalah sebuah jemaat baru. Tiga kali bahkan empat perjalanan misinya bukanlah pekerjaan yang sia-sia, sebaliknya telah membuahkan banyak jemaat baru serta lebih dari itu telah mengokohkan keyakinan beberapa di antaranya.13 Kolose bukan salah satu yang

dibukanya,

namun

Paulus

memiliki

andil

pembinaannya, walau hanya dengan cara korespondensi.

dalam 14

Kedua, penulisan Surat. Mungkin pelayanan ini dapat juga termasuk dalam bentuk pembinaan rohani jemaat. 13 14

Widiasih, “Paulus” dalam Biodata Tokoh-tokoh, 71-79. Kolose 1:1.

Pilar I: Kualitas Pelayan 15

Namun menurut penulis adalah baik jikalau digunakan istilah ”penulisan surat,” sebab pokok yang sedang dibicarakan di sini adalah mengenai karya-karyanya. Selama pelayanannya, Paulus telah menulis dan mengirimkan sekian banyak Surat, baik kepada pribadi maupun komunitas-komunitas Kristen pada masanya. Dengan ilham Roh Kudus, ia telah membimbing Jemaat Tuhan, bukan saja pada jaman gereja mula-mula namun hingga kini. Salah satunya adalah Surat yang dijadikan landasan tesis ini, yaitu Surat Kolose.15 Ketiga, pemuridan. Dalam perjalanan Paulus sebagai penginjil, telah dicatat, baik oleh tabib Lukas dalam Kisah Para Rasul, maupun dalam Surat-suratnya sendiri bahwa ternyata Paulus bukan saja seorang church planter yang berhasil, namun juga adalah seorang mentor yang ”jenius” pembentukan pemimpin baru. Beberapa orang yang berhasil dimuridkannya tercatat dalam Surat Kolose, mereka adalah Timotius, Epafras, Tikhikus, Onesimus dan bahkan kemungkinan besar Lukas, Filemon16 serta beberapa yang lain, pernah dibimbing oleh Paulus. Karakter

15

Douglas Berglund, “Time Line Paul’s Letters,” dalam Catatan Kuliah: Kekristenan dan Budaya, MA.Miss (2007). 16 Lih. Filemon.

16

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Dalam diskusi tentang karakter Paulus ini, penulis mencoba

untuk

memaparkannya

secara

terbatas,

yakni

berdasarkan pengamatan terhadap beberapa bagian dalam Surat Kolose saja. Beberapa pembagian klausa dalam bagian pembukaan Surat akan menjadi landasan kajian ini. Sebab, penulis mengamati beberapa hal menarik sehubungan dengan karakter Paulus dalam bagian tersebut. Beberapa kutipan berikut akan dijabarkan untuk menemukan prinsip-prinsip berkenaan dengan karakter Paulus. “Rasul Kristus Yesus (1:1).” Karakter Paulus yang pertama terlihat dari caranya memperkenalkan diri, yakni sebagai, avpo,stoloj Cristou/ VIhsou/ (avpostolosj Cristou/ Vihsou).17 Dari ungkapan ini dapat dilihat bagaimana Paulus begitu menyadari akan identitasnya, dalam hal ini berkenaan posisi dirinya di hadapan Kristus. Penggunaan istilah avpostolosj yang diterjemahkan “rasul” oleh Lembaga Alkitan Indonesia, sebelum diadopsi ke dalam Perjanjian Baru, bukanlah istilah yang dimengerti dalam konteks, sebagaimana dipahami Gereja pada masa kini. Istilah ini diambil dari termin pelayaran, yakni dari kata kerja “to send” 17

Kolose 1:1. Terj. BibleWorks New Testament [CD ROM] (selanjutnya untuk ayat-ayat dalam terjemahan bahasa Yunani dikutip dari BibleWorks New Testament).

Pilar I: Kualitas Pelayan 17

atau “mengutus/mengirim.” Ini menunjuk pada satu atau sekelompok kapal yang dipimpin untuk melakukan sebuah ekspedisi kelautan. Hal tersebut bukanlah berbicara tentang otoritasnya, namun hanya merupakan sebuah kesadaran untuk menjadi utusan. Bahkan kemudian, istilah ini bisa berarti, biaya, daftar hasil penjualan dan bahkan juga paspor. 18 Selanjutnya istilah yang diambil dari kata kerja apostellw ini diterapkan dalam Perjanjian Baru, terhadap beberapa orang, Yesus sebagai utusan Allah (Ibr. 3:1), pada utusan Allah untuk berfirman ke Israel (Luk. 11:49), dan utusan gereja (2 Kor. 8:23; Flp. 2:25). Tapi juga dipakai khusus mengenai kelompok pejabat tertinggi dalam gereja purba. Menarik karena istilah ini memiliki pengertian sedikit lebih dalam dari pada istilah pempw yang yang juga berarti “mengutus.” Nampaknya apostellw lebih dipahami sebagai “mengutus dengan tujuan khusus,” sekalipun pada beberapa bagian kedua istilah ini digunakan tanpa memberi arti yang berbeda. Bertolak dari itu, istilah avpostolosj atau rasul yang diterapkan kepada kedua belas murid, mengacu pada tugas mereka untuk menjadi utusan-utusan Kristus dengan tujuan 18

Ilummina Gold: ”avpostoloj,” dalam Ensiklopedia, Tyndale House Publishers: 2003. [CD ROM]

18

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pemberitaan namaNya. Dengan modal pengalaman serta pembelajaran yang intensif bersama Tuhan Yesus. Itulah sebabnya para rasul adalah pengukur ajaran dalam persekutuan gereja Tuhan.19 Oleh Paulus gelar ini selalu digunakan dalam suratsuratnya termasuk dalam Surat Kolose. Hal ini menyiratkan beberapa hal menarik yang penting untuk dicermati. Pertama, ini menunjukan kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya secara penuh di hadapan Kristus. Dengan memperkenalkan diri sebagai rasul Kristus, Paulus sedang menegaskan bahwa, betapa ia bertanggung jawab atas tugas yang diebankan kepadanya, yaitu pemberitaan Injil. Ia meyakini bahwa pertemuannya dengan Kristus di jalan menuju Damaskus menjadikannya sebagai saksi dari kebangkitan Kristus (Kis. 9:1-19a; 22:6-16; 26:12-18; bnd. Galatia 1:17). Kedua, pengakuan kerasulannya juga menunjuk pada fungsinya sebagai bagian dari pembangunan tubuh Kristus yaitu, adalah tolok ukur pengajaran dalam gereja. Sebagaimana ditegaskan dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, bahwa gereja dibangun atas dasar para rasul dan nabi (Ef. 2:20). 19

A. F. Walls, “Rasul,” dalam Ensiklopedi, pen. Sijabat-Runkat, peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, 2:307

Pilar I: Kualitas Pelayan 19

Ketiga, panggilannya yang jelas juga merupakan alasan bagi Paulus untuk menekankan gelar istimewa ini. Panggilan ilahi, yaitu penugasan langsung oleh Tuhan Yesus merupakan salah satu syarat bagi seorang yang disebut “rasul Kristus Yesus.” Bahkan keyakinan ini beberapa kali ditegaskan Paulus dalam surat-suratnya (Rm. 1:1; 1 Kor. 1:1; Gal. 1:1,15, dsb.). Dan keempat, pengakuan diri sebagai “rasul Kristus Yesus” menyiratkan kerendahan hati Paulus untuk tunduk kepada Kristus yang sebelumnya sangat ditentangnya. Harus diakui bahwa, ideologi yang telah tertanam dalam diri seseorang selama puluhan tahun, merupakan hal yang paling sulit untuk diubah. Kenyataan ini juga berlaku tidak terkecuali kepada Paulus. Pengubahan keyakinan mengenai Hukum Taurat serta cara pandang kepada Kristus dan para murid, tentunya bagi Paulus bukanlah sesuatu yang tidak membutuhkan pergumulan. Namun pengakuannya sebagai rasul telah membuktikan kerendahan hatinya untuk berbalik dalam pandangan dan ideologinya sebelum mengenal Tuhan.20 “Oleh Kehendak Allah (1:1).” Mengenai karakter Paulus selanjutnya, masih dalam 1:1, yaitu dalam frase dia. qelh,matoj qeou/ (diav qelh`matojs qeou/). Jika mencermati 20

Band. Filipi 3:8.

20

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

hubungan kata demi kata dalam ayat 1 dan 2 berdasarkan struktur kalimatnya, maka fungsi preposisi yang dipadankan dengan kata benda dalam bentuk kasus genetif, maka “diav”pada bagian ini sedang berbicara mengenai suatu “sebab atau alasan” dari sebuah kegiatan.21 Sementara satu-satunya kegiatan yang tersirat adalah “menulis surat.” Singkatnya, yang menjadi penyebab atau alasan dari kegiatan Paulus dalam menulis Surat Kolose adalah “kehendak Allah.” Namun yang lebih menarik di sini, bahwa ternyata preposisi ini, dapat digunakan dengan makna temporal, sehingga menegaskan kurun waktu atau peristiwa yang terjadi bersamaan dengan tindakan kata kerja pokok.22 Jadi, adalah sangat logis jika preposisi ini juga bermaksud untuk menjelaskan bahwa, segala hal, baik dalam penulisan Surat maupun panggilan serta kerasulannya, adalah berdasarkan kehendak Allah sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, melalui bagian ini terlihat bahwa sesungguhnya Paulus dalam segala aspek hidupnya berorientasi pada kehendak Allah. “Timotius Saudara Kita.” Cara pandang Paulus terhadap “anak rohani-nya” terlihat di bagian terakhir 1:1, 21

Petrus Maryono, Diktat Kuliah: Gramatika dan Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru, 1994, 68,69. 22 Ibid.

Pilar I: Kualitas Pelayan 21

menurut penulis, sapaan “o` avdelfo.j” (o` avdelfosj) atau “saudara itu” oleh Paulus bagi Timotius merupakan sesuatu yang unik. Secara literal istilah ini berarti saudara kandung, tentu saja dalam konteks ini istilah o` avdelfos bukan dimengerti secara demikian. Namun dalam bagian ini, sapaan tersebut sangatlah pantas untuk dimengerti secara figuratif, yang menunjuk pada pengertian anggota komunitas Kristen, dan assosiasi para pekerja rohani. Bagi orang Yahudi istilah ini bisa menunjuk pada saudara sebangsanya (Kis. 3:22). Dan terakhir dimengerti dalam hubungan persahabatan (Mat. 5:22).23 Melihat berdasarkan istilah yang sama, yang juga digunakan Paulus ketika menyapa Jemaat, penerima suratnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai prinsip-prinsip yang dimiliki Paulus dalam hal pemahaman akan hubungannya dengan orang percaya lainnya. Bagi penulis, dari sapaan di atas, terlihat kasih sayang dan ketulusan hati kepada sesama orang percaya sehingga menghasilkan kepedulian yang intens, serta dukungan yang penuh kepada seorang “anak rohani” untuk menghasilkan buah dalam pelayanannya. Realita dan kesimpulan di atas, semakin jelas pada ayat-ayat selanjutnya. Dalam bagian terakhir ayat 2, Paulus mengucap berkat bagi jemaat serta mendoakan jemaat untuk 23

BibleWorks6: “avdelfo,j, ou/, o` brother,” dalam Friberg Lexicon. [CD ROM]

22

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pertumbuhan rohani mereka pada beberapa ayat selanjutnya (1:3, 9-11). Bertolak dari itu, penulis tertarik untuk menjabarkan secara terperinci mengenai berkat yang diucapkan Paulus pada bagian ini, sebagaimana yang juga biasa ditulisnya dalam suratsurat lainnya.24 Sinergi Dalam Surat Kolose Paulus mencantumkan beberapa nama dari pribadi-pribadi yang berperan penting dan tentu saja dikenal oleh jemaat, baik yang bersama-sama Paulus maupun bersama-sama para penerima Surat. Beberapa hal istimewa berhubungan dengan pribadi-pribadi tersebut juga terkadang dikemukakan Paulus, sehingga sangat bijaksana jka tidak dilewatkan untuk disimak. Tikhikus (4:7,8). ”saudara kita yang kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan dalam Tuhan. Ia kusuruh kepadamu dengan maksud, supaya kamu tahu akan hal ihwal kami dan supaya ia menghibur hatimu.” Yang berperan sebagai kurir dalam pengiriman Surat Kolose adalah seorang yang bernama Tikhikus. Berdasarkan Kisah Para Rasul 20:4, ternyata Tikhikus berasal dari Asia. Sekalipun mungkin Kolose bukanlah tempat asalnya, namun perjalanannya kali ini juga dapat 24

Pokok ini akan dibahas pada bagian berikutnya.

Pilar I: Kualitas Pelayan 23

dikatakan pulang ke kampung halaman. Dalam ekspedisi ini, bukan hanya Surat Kolose yang dibawa oleh Tikhikus, tetapi juga sepertinya ada Surat lainnya yaitu, Surat untuk Jemaat di Efesus.25 Sangat menarik ketika Paulus mendeskripsikan Tikhikus di hadapan Jemaat Kolose. Ia disebut ”saudara kita yang kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan dalam Tuhan.” Citranya dikemukakan Paulus dalam tiga frase yang positif. Pertama, frase “o` avgaphto.j avdelfo.j” (o` avgaphtosj avdelfosj). Sebagaimana Timotius, Tikhikus juga disebut “saudara” oleh Paulus dengan menambahkan kata sifat o` avgaphtosj. Posisi atributif26 dalam paradigma kata sifat ini menunjukan

suatu

penekanan

kemungkinan

bahwa,

hal

ini

yang

khusus.27

menunjukan

Besar

pokok

yang

dikemukakan di sini adalah bagaimana “kasih” yang layak diterima

oleh

tikhikus

sebagai

saudara,

bagaimanapun

keadaannya sebagai pribadi. Kedua,

Tikhikus

diterangkan

sebagai

seorang

“pisto.j dia,konoj” (pistosj dia]konojs), secara sederhana diterjemahkan “hamba yang setia” oleh Lembaga Alkitab 25

Jarry Autrey, Surat Kiriman Penjara (Malang: Gandum Mas, 1998), 155. 26 Lih. Keterangan dalam Saparman, Diktat Kuliah: Bahasa Yunani, MA.Miss: 2007, 20. 27 Maryono, Diktat Kuliah, 61.

24

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Indonesia.

Dapat

dipahami

bahwa

keterbatasan

bahasa,

seringkali menyebabkan kurang lengkapnya hasil terjemahan dari

teks

asli.

Itulah

sebabnya

penting

untuk

membandingkannya dengan beberapa Alkitab terjemahan lainnya. Istilah “trustworthy” dipakai dalam terjemahan The New American Bible untuk mewakili kata sifat pistosj ini. Sedangkan dalam terjemahan King James Version disebut dengan istilah “faithful,” demikian juga dalam beberapa terjemahan Bahasa Inggris lainnya.28 Namun Dalam Friberg Lexicon istilah ini dijelaskan sebagai berikut: (1)Bentuk aktif; (a) seorang yang sedang meyakini, mempercayai, penuh iman, penuh kepercayaan (Yoh. 20:27); (b) tentunya, sebagai kata sifat percaya (dalam Kristus) (Kis. 16:1); secara substantive orang percaya (2 Kor. 6:15); oi` pistoi, pistoi secara literal orang-orang percaya, yakni orang Kristen (1Tim. 4:3); pisth, seorang percaya wanita, wanita Kristen (1T 5.16); (2) bentuk passif; (a) pribadi-pribadi yang dapat dipercaya, beriman, dapat dijadikan tempat bersandar (Kol. 4:7), lawan dari istilah a;dikoj (tidak bijak); (b) kesetiaan Allah (Ibr. 10:23); (c) sehubungan dengan hal-hal, khususnya berhubungan dengan apa yang disebut yakin, kenyataan, dapat diterima (1 Tim. 1:15)29

28

Beberapa terjemahan tersebut dapat dilihat dalam BibleWorks

6. [CD ROM] 29

BibleWorks6: “pisto,j, h,, o,n” dalam Friberg Lexicon.

Pilar I: Kualitas Pelayan 25

Ternyata bahwa, Tikhikus bukanlah seorang pelayan yang sekadar setia saja, namun kesetiaannya tesebut memiliki suatu nilai yang lebih. Ia adalah seorang yang percaya, berkeyakinan dan penuh iman. Sebagaimana seharusnya desain dari seorang Kristen.30 Ketiga, frase “su,ndouloj evn kuri,w|” (su]ndoulosj evn kuri^w). Tikhikus bukan hanya disebut sebagai “hamba yang penuh iman” namun ia juga diterangkan sebagai seorang “su]ndoulosj” dalam Tuhan. Ada beberap kali kata dasar istilah ini digunakan dalam Perjanjian Baru, namun dalam bentuk nominatif maskulin tunggal, hanya empat kali istilah ini dipakai dalam Alkitab (Mat. 18:29; Kol. 4:7; Why. 19:10; 22:9).31 Dalam setiap konteks ayat-ayat tersebut, istilah ini menunjuk kepada

seseorang,

yakni

hamba,

dengan

menekankan

kesejajaran status. Onesimus (4:9). Dalam perjalanannya, Tikhikus bersama-sama dengan seorang budak dari seorang kaya di Kolose yang bernama Filemon,32 yakni Onesimus. Sebelumnya ia telah melarikan diri, dan dimenangkan oleh Paulus dalam

30

31

BibleWorks6: “Faithful,” dalam Easton’s Bible Dictionay.

Lih. BibleWorks 6: Keterangan dalam BNM Morph + Barclay-Newman 32 Lih. Surat Filemon.

26

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Penjara. Ada banyak penafsiran mengenai kasus Onesimus sehubungan

dengan

Filemon,

namun

hal

yang

dapat

disimpulkan di sini bahwa, ada suatu perubahan yang terjadi dalam dirinya. Apapun pelanggaran yang pernah dilakukannya, yang jelas adalah kini Onesimus kembali kepada Filemon dengan membawa sepucuk surat, sekaligus permohonan maaf. Surat dari Paulus tersebut adalah yang dinamakan Surat Filemon dalam kanon Perjanjian Baru.33 dari saudara kita yang setia dan yang kekasih, seorang dari antaramu (bnd. Filemon). Sekali lagi Paulus menekankan kesejajaran status dalam Kristus, dalam penjelasannya mengenai Onesimus. Ia menyebutnya sebagai “saudara kita yang setia dan yang kekasih,” sekalipun kemungkinan besar, sebelumnya ia dikenal sebagai seorang yang tidak setia terhadap tuannya Filemon. Kepada Filemon Paulus seolah-olah mendesak agar Onesimus dapat diterima dengan penuh keterbukaan.34 Bahkan ia ditekankan

sebagai,

“seorang

dari

antaramu.”

Untuk

mengingatkan jemaat pada kebersamaan mereka sebelumnya. Aristarkus, Markus, Yustus (4:10-11). Dalam kesusahan Paulus dalam penjara, ada tiga orang yang disebutnya 33 34

Autrey, Surat Kiriman, 155. Filemon.

Pilar I: Kualitas Pelayan 27

sebagai

“temanku

sepenjara,”

“teman

sekerja”

serta

“penghibur,” yaitu Aristarkus, Markus, Yustus. Salah seorang dari mereka yaitu Markus, kemungkinan besar akan segera mengunjungi Jemaat Kolose, sehingga Paulus meminta jemaat agar ”terimalah dia, apabila dia datang kepadamu (4:11).” Mengenai

Markus,

sebelumnya

Paulus

pernah

tidak

mengijinkannya untuk turut dalam perjalanan pelayanan, bahkan hal tersebut sempat meimbulkan perselisihan antara Paulus dengan Barnabas.35 Namun kali ini terlihat betapa Paulus sangat senang dengan kehadirannya. Nyata bahwa, tidak ada persoalan yang dapat menghalangi lancarnya keberlangsungan pelayanan. Epafras (4:12-13). Peran seorang gembala yang bernama Epafras dalam pertumbuhan rohani jemaat Kolose, merupakan hal yang begitu signifikan. Seorang dari Kolose ini dikatakan telah secara konsisten mendoakan kerohanian jemaat, sehingga pertumbuhan kearah kedewasaan terus berlangsung secara progresif. Adapun bentuk partisip kini untuk kata kerja yang

diterjemahkan

”bergumul

(avgwnizo,menoj-

avgwnizo!menosj),” sedang menunjukan usaha yang sangat keras dan intesif dalam mendoakan jemaat,dan dilakukan secara

35

Kis. 15:37-39.

28

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

progresif dalam hal waktu.36 Sebagaimana seorang olahragawan yang sedang berjuang dalam sebuah pertandingan atletik untuk meraih gelar juara.37 Kecintaan Epafras sebagai seorang gembala terhadap jemaat, mmungkinkan hal tersebut mampu untuk dilakukannya. Tidak ada keterangan yang jelas mengapa Epafras tidak kembali ke Kolose untuk menyampaikan Surat Paulus. Mengenai hal ini, Autrey mengemukakan dua kemunginan yaitu, pertama, ”Nampaknya Epafras telah dipenjarakan bersama Paulus.”38 Namun ia juga berkata, yanga kedua, ”. . . bisa berarti bahwa Epafras memilih untuk tinggal bersama Paulus dan tidak ditahan oleh penguasa Romawi.”39 Namun yang jelas, dialah yang membawa kabar tentang keadaan jemaat kepada Paulus yang berada di Roma.40 Nimfa (4:15). Selanjutnya Paulus menyapa dengan salamnya, kepada jemaat yang ada di Laodikia serta seorang

36

Fritz Rienecker, “Colossians,” dalam A Linguistic Key To The Greek New Testament, peny. Cleon L. Roger Jr. (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1980), 584. 37 Barclay-Newman, “avgwnizo,menoj” dalam Greek English Dictionary dalam BibleWorks 6. 38 Autrey, Surat Kiriman, 156. 39 Autrey, Surat Kiriman, 156. 40 Kol. 1:7.

Pilar I: Kualitas Pelayan 29

yang rumahnya dipakai sebagai sarana persekutuan, yakni Nimfa. Nampaknya di sini Nimfa berperan sebagai orang yang menyediakan akomodasi untuk pelayanan. Nampaknya rumah Nimfa dipakai sebagai Pos Pelayanan Injil di daerah dekat Laodikia. Kesejajaran antara ketiga obyek dari kata kerja imperatif VAspa,sasqe (VAspa!sasqe) yang diterjemahkan “salam” oleh Lembaga Alkitab Indonesia,41 menunjukan bahwa jemaat yang berada di rumah Nimfa bukanlah jemaat Laodikia. Jadi jemaat di rumah Nimfa ini dapat dikatakan sebagai cabang dari gereja di Laodikia atau dalam istilah yang populer pada masa kini, Pos Pekabaran Injil (dari jemaat Laodikia). Tidak ada keterangan mengenai waktu berdirinya Pos Pelayanan ini, namun kemungkinan besar jemaat yang berada di Laodikia lebih dahulu berdiri lalu kemudian mereka membuka cabang di rumah Nimfa. Di sini nampak jiwa misioner dalam diri mereka, baik jemaat Laodikia maupun Nimfa. Lukas dan Demas (4:14). Dalam Surat Kolose ini, Paulus juga tidak lupa menyampaikan salam dari beberapa orang yang ada bersama-sama dengannya di Roma. Ada dua nama yang disebutnya, yakni Lukas dan Demas. Menarik karena tiga kali Paulus menyebut nama kedua orang ini dalam tiga 41

Setiap pembahasan yang berhubungan dengan diagram Bahasa Yunani, dikutip penulis berdasarkan diagram dalam program Komputer BibleWorks 7. [CD ROM]

30

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

suratnya. Dua kali pencantuman yang dapat dikatakan sama, dalam hal konteks, yakni dalam Surat kepada jemaat Kolose dan kepada Filemon yang juga berada di Kolose. Namun penyebutan yang ketiga, terdapat dalam Surat keduanya kepada Timotius, yang ditulis Paulus beberapa tahun kemudian.42 Dalam 2 Timotius 4:10-11 Paulus berkata, “karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal dengan aku.” Bukan pujian yang dikatakan Paulus dalam bagian ini, namun sebaliknya ungkapan rasa kecewa. Kelihatannya, dari kedua orang ini, yang tetap bertahan dalam jalur pelayanan hanya Lukas, sedangkan Demas memilih untuk “mengubah jalur.” Adapun beberapa tahun kemudian, tabib Lukas menghasilkan buku dari catatan-catatannya mengenai sejarah gereja, yakni Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.43 Tidak ada keterangan lebih

42

D. Guthrie, “Timotius dan Titus, Surat-surat Kepada” dalam Ensiklopedi Alkitab, peny. Um. H.A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. M.H. Simanungkalit, 2:479. 43 Tidak ada keterangan secara biblika mengenai hal ini namun, “Tradisi Kristen mula-mula mengatakan bahwa Injil ketiga dan kitab Kis ditulis oleh seorang non-Yahudi berbahasa Yunani. . .. Ia dokter medis, berpendidikan dan menjadi kawan seperjalanan Rasul Paulus. Ia bernama Lukas.” J.N Geldenhuys, “Lukas, Penulis Injil,” dalam Ensiklopedi Alkitab, pen. Soelarso Sopater, 1:654.

Pilar I: Kualitas Pelayan 31

lanjut mengenai pelayanan Demas, setelah meninggalkan Paulus. Arkhipus (4:17). Selanjutnya ada himbauan tentang pelayanan kepada seorang hamba Tuhan yang bernama Arkhipus. Kata kerja imperatif kini yang digunakan Paulus pada kata “perhatikanlah,” lebih jelas dapat diterjemahkan “teruslah perhatikan.”44 Ini menunjukan bahwa himbauan ini sebenarnya bukan

disebabkan

oleh

kelalaian

Arkhipus

dalam

hal

melaksanakan tugas-tugas pelayanannya, namun ia hanya terus diberi dorongan untuk mempertahankan prestasinya. Adapun mengenai jenis pelayanan yang diterimanya, nampak berdasarkan istilah diakoni,an (diakoni!an) yang dipakai di sana bahwa, Arkhipus adalah seorang diaken. Yang mana secara semantik, kata benda yang berfungsi sebagai obyek dalam kalimat ini, digunakan dalam berbagai konteks pelayanan. Dalam Kekristenan, kata ini mengacu pengertian yang cukup luas. Cakupan pelayanan berhubungan dengan istilah ini yakni, dapat berupa pelayanan meja sampai kepada pelayanan pekabaran Injil.45 Jadi ternyata, Arkhipus adalah seorang yang memiliki tanggung jawab besar dalam jemaat, kepercayaan yang 44

Lih. Maryono, Diktat Kuliah, 106. W.E. Vine, “Ministering, Ministration, Ministry,” dalam An Expository Dictionary Of New Testament Words (New Jersey: Fleming H. Revell Company, 1966), 3:74-75 45

32

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

diberikan kepadanya telah dijalankan dengan benar dan dorongan agar mempertahankannya terus diberi oleh Paulus. Sehingga hasilnya akan menjadi semakin sempurna. Sebuah konklusi yang dapat ditarik sehubungan dengan bahasan tentang beberapa pribadi di atas tidak lain adalah, usaha Paulus dalam menciptakan suatu sinergi dalam keberlangsungan pelayanan yang tengah dilaksanakan pada waktu itu. Sapaan-sapaan yang dikemukakan Paulus kepada pribadi-pribadi di atas juga jemaat, menunjukan konektisitas yang baik di antara mereka. Keadaan yang sangat kondusif ini tentu saja ingin terus dipertahankan Paulus dalam pelayanan di antara mereka, baik antara jemaat dengan para pelayan Tuhan, jemaat dengan jemaat serta di antara para pelayan Tuhan. Menurut penulis, ”sinergi” merupakan istilah yang paling tepat untuk menyimpulkan bagian ini.

PILAR II: IDENTITAS DIRI JEMAAT (1:2)

Sudah menjadi warna dalam tulisan-tulisan Paulus, ketika ia memberi deskripsi tentang identitas rohani penerima suratnya. Dalam konteks Surat Kolose, beberapa hal mengenai penerima suratnya diidentifikasi sebagai ”saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu (1:2). Kata sifat a`gi,oij (a`gi!oisj). Menurut informasi dari Rienecker, “kata sifat ini dapat berarti suatu subtitutive yakni “saudara-saudara yang kudus” atau juga dapat berarti sebagai subtitutive yang berindikasi pada suatu tingkatan tertentu dalam masyarakat yakni “pribadi-pribadi yang kudus.”1 Adapun mengenai istilah subtitutive dalam kutipan di atas, Hornby dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, menjelaskan sebagai berikut: Substitute. Sebagai kata benda~ (untuk seseorang atau sesuatu) seseorang atau sesuatu yang menggantikan, tidakan untuk atau melayani sebagai seseorang atau sesuatu yang lain. . .. Substitute. Sebagai verbal. (a) Seseorang/sesuatu yang 1

Rienecker, “Colossians,” dalam A Linguistic Key, 564.

34

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

menempatkan atau memakai seseorang atau sesuatu pada posisi seseorang atau sesuatu yang lain. (b) untuk seseorang/sesuatu yang bertindak atau melayani sebagai pengganti.2 Bertolak dari itu, kembali pada istilah a`gi!oisj di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya ada masa dimana jemaat belum menjadi kudus dan akhirnya tiba pada suatu titik dimana substansi ini berlaku pada mereka. Mengenai istilah ini, Porter menjelaskan bahwa, Atas dasar karakter dan perilaku Kudus Allah serta sebagai konsekuensi dari pada karya penyelamatan Kristus, Paulus menekankan bahwa orang-orang percaya juga telah menjadi kudus atau telah disucikan. Bagi Paulus, kekudusan atau kesucian adalah merupakan status dalam karya keselamatan, dan bahkan lebih penting lagi berkenaan dengan etika serta kesempurnaan eskatologikal.3 Lebih dari itu Porter juga menambahkan bahwa pemakaian istilah Orang-orang kudus atau “para Santo” ini menunjuk pada anggotaanggota komunitas Kristen, yang mana kepada mereka Paulus mengalamatkan Surat-suratnya. Ia menyapa mereka sebagai orangorang kudus. Istilah “kudus” bagi orang Kristen, bukanlah sekadar sebutan sehubungan dengan kondisi saja. Namun dalam pandangan

2

A.S. Hornby, “Substitute,” dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, peny. Jonathan Crowther, Kathryn Kavanagh dan Michael Ashby (Oxford: Oxford University Press, 1995), 1192. 3 Gerald F. Hawthorne, Ralph Martin dan Daniel G. Reid, Peny. Um., “Holines, Sanctification,” dalam Dictionary Of Paul And His Letters, Oleh S.E. Porter (Illinois: InterVarsity Press, 1993), 397.

Pilar II: Identitas Diri Jemaat (1:2) 35 Paulus, kekudusan adalah menyangkut dua hal, yakni suatu kondisi dan juga merupakan sebuah proses, yang mana setiap orang percaya terlibat dalam pekerjaan Allah, Kristus, atau bahkan Roh Kudus. Hal ini sejajar dengan penyebutan bagi umat Allah dalam Perjanjian Lama (bnd. Rom. 12:1; 15:16; Kol. 1:22; 3:12; Ef. 1:4; 5:27).4 Mengenai penggunaan istilah ini dalam Surat Kolose, Porter menjelaskan bahwa, Kolose 1:28 dan Efesus 4:13 memiliki perspektif konseptual yang sama terhadap pengudusan, lebih dari itu penggunaan istilah teleios (“sempurna”) telah merangkum keseluruhan istilah yang ingin digunakan Paulus untuk Orang Percaya.5 Frase (toi/j) pistoi/j avdelfoi/j evn Cristw (pistoisj avdelfoisj evn Cristw). Terjemahan langsung dari posisi atributif pada ajektifal ini adalah, “saudara-saudara yang percaya dalam Kristus.” Adapun istilah pistois di atas diambil dari kata adjektif verbal pisto,j (pistosjj) yang menurut Strong’ Concordance dijelaskan: pisto,j pistos {pis-tos'}. arti: 1) percaya, beriman 1a) seseorang yang menunjukan keyakinan mereka dalam sebuah transaksi bisnis, suatu eksekusi dari sebuah komando, atau perintah untuk pembebasan dari suatu tugas 1b) seseorang yang tetap mempertahankan kepercayaannya secara serius sekalipun dalam keadaan sulit, layak dipercaya 1c) hal itu dapat menjadi nyata 2) dapat dengan mudah dipercaya 2a) mempercayai, meyakini, mengimani 2b) dalam Perjanjian 4

Hawthorne, Martin dan Reid, Peny. Um., “Holines, Sanctification,” dalam Dictionary Of Paul, 397. 5 Ibid., 401.

36

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Baru, seseorang yang percaya kepada janji Allah ialah 2b1) seseorang yang meyakini bahwa Yesus telah bangkit dari kematian 2b2) seseorang yang meyakini bahwa Yesus adalah Mesias dan pembawa keselamatan.6 Jadi menurut penjelasan dari kutipan di atas nyata bahwa tidak semua orang di Kolose mamiliki atribut ini. Apalagi konteks yang sedang dibicarakan dalam bagian Surat ini adalah para pengikut Kristus. Yang mana telah terbukti bahwa, memang ketika seseorang memiliki serta menyadari akan “pistos” dalam dirinya maka kapabilitasnya dalam berbagai proses iman akan terus berkembang secara progresif. Sehingga hasil akhirnya adalah pertahanan yang teguh dalam iman kepada Tuhan Yesus. Posisi “dalam Kristus” sedang berbicara tentang hubungannya dengan jemaat Kolose yang sudah berlaku sebelumnya. Yakni pribadi-pribadi yang memiliki hubungan saudara karena samasama berada dalam Kristus. Berada dalam ikatan keluarga dalam Kristus. Prinsip relasi ini sama sekali tidak dibatasi oleh hubungan darah, daerah tempat tinggal, budaya, warna kulit atau hal-hal yang menonjolkan perbedaan lainnya. Paulus secara tidak langsung telah menunjukan bahwa apabila seseorang menjadi percaya kepada Kristus maka secara otomatis ia akan berada pada hubungan yang unik, bukan saja dengan Kristus sebagai Tuhannya namun juga dengan orangorang percaya lainnya di manapun berada, yakni sebagai saudarasaudaranya. 6

BibleWorks6: “pisto,j” dalam Stong’s Cocordance.

Pilar II: Identitas Diri Jemaat (1:2) 37 Pada bagian akhir ayat 2 Paulus mengucapkan berkat yang sangat istimewa bagi jemaat dengan berkata ”Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu.” Dalam bagian ini beberapa prinsip mengenai berkat dapat diuraikan. Pertama, ia mengemukakan isi berkat yang diperuntukan bagi orang percaya tersebut. Dengan cara yang unik, Paulus sering mengucapkan bagi jemaat melalui surat-suratnya bahwa, ca,rij u`mi/n kai. eivrh,nh avpo. qeou/ patro.j h`mw/n (carijs u`mi/n kai eivrhnh avpo qeou/ patros h`mw/n). Berkat yang diucapkan Paulus di sini bukanlah sekadar berkat jasmani yang dapat diukur secara indrawi. Istilah carijs dalam penggunaan umumnya mencakup aspek yang sangat luas. Dalam penjelasannya mengenai konsep pilihan dalam konteks keselamatan, Marantika menginformasikan bahwa, dalam literatur Yunani istilah ini menunjuk pada sesuatu yang mendatangkan kepuasan dan menjamin sukacita. Suatu keindahan dalam bentuk obyektif (lahiriah) dan secara subyektif sikap bathin yang dirasakan terhadap seseorang (bathiniah).7 Artinya juga berhubungan dengan perasaan timbal balik dari penerima, yaitu rasa syukur. Syukur dalam bentuk kata kerja pembantu berarti “bagi kepentingan memperoleh sesuatu.”8 Dalam Perjanjian Baru, arti carijs berhubungan dengan sukacita dan kepuasan serta keindahan (Luk. 4:22; Ef. 4:29); perbuatan baik, kasih, karunia, simpati (Luk. 1:3; 2:52; Kis. 7:10,46; 11:23); yang berhubungan dengan Allah 7

Chris Marantika, Soteriologi and Spiritual Life (Yogyakarta: Iman Press, 2001), 5-10. 8 BibleWorks6: “ca,rij” dalam Friberg Lexicon.

38

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

menyatakan kasihNya tanpa disebabkan kebaikan (Kis. 11:23; Rm. 11:6; 2 Kor. 4:15; 6:1; 2 Tes. 1:2); penggunaan dalam pengucapan syukur (1 Tim. 1:12; 2 Tim.1:3; 1 Kor. 10:3); Menyatakan faedahfaedah (berkat-berkat) yang bersumber kepada anugerah keselamatan dalam Kristus, yang meliputi anugerah keselamatan oleh Yesus (1 Pet. 1:10,13; 2 Kor. 8:9), Kristus pribadi sebagai wujud anugerah kebenaran (Yoh. 1:8; 1 Kor. 15:8-10), seluruh kondisi keselamatan seseorang (Rm. 5:2; 1 Pet. 5:12), juga berkat-berkat sementara di dunia ini (2 Kor. 9:8, 6-7).9 Jadi secara luas dapat dikatakan bahwa, ucapan berkat yang diucapkan Paulus ini, sekalipun merupakan hal yang sering diucapkan, bukan berarti bobotnya menjadi ringan. Sebaliknya, melalui ucapan berkat ini, Paulus ingin selalu mengingatkan setiap pembaca Suratnya mengenai kebesaran anugrah Allah yang berlaku atas mereka. Sebab di dalamnya mengandung makna yang sangat dalam yakni, penebusan, pimpinan, penghiburan kekal serta pengharapan abadi. Berkat yang berikutnya ialah, eivrhnh. Istilah yang dalam bahasa Ibrani disebut ~Al+v' (šälôm) biasanya diucapkan sebagai salam sapaan.10 Namun makna literal dalam kata ini sesungguhnya sangat dalam. eivrhnh dalam paradigma tata bahasa Yunani, adalah

9

Vine, “Grace” dalam An Expository Dictionary, 1:169-171. Kenyataan ini dapat dilihat pada terjemahan istilah eivrhnh untuk kata šälôm dalam Septuaginta. BibleWorks6: LXX Septuaginta Rahlfs’. 10

Pilar II: Identitas Diri Jemaat (1:2) 39 sebuah kata benda feminin tunggal yang dalam penggunaannya ditempatkan pada kasus nominatif, yang menunjuk pada subyek dalam sebuah kalimat. Jelas bahwa, kata eivrhnh bukanlah sesuatu yang ditindaki/dikerjakan oleh seseorang atau jelasnya kata kerja, tetapi eivrhnh adalah sesuatu yang dapat menghasilkan atau menyebabkan sesuatu terjadi. Sebuah benda yang diberikan bagi seseorang sehingga dapat dimiliki untuk diaktifkan. Vine menjelaskan bahwa, istilah ini mendeskripsikan, (a) hubungan yang harmonis antara manusia (Mat.10:34; Rm.14:19); (b) antara bangsa (Luk.14:32; Kis.12:20; Why.6:4); (c) antara sahabat (Kis. 15:33; 1 Kor.16:2; Ibr.11:31); kebebasan dari segala bentuk gangguan kejahatan (Luk.11:21; 19:42; Kis.9:31; (e) tugas kenegaraan (Kis.24:2); dalam gereja (1 Kor.14:33); (f) Keharmonisan hubungan antara Allah dan Manusia, yang disempurnakan dalam Injil (Kis.10:36; Ef.2:17); nilai dasar dari suatu peristirahatan dan segala hal yang termuat di dalamnya (Mat.10:13; Mrk. 5:34; Luk.1:79; 2:29; Yoh.14:27; Rm.1:7; 3:17; 8:6; juga menjelaskan tentang hubungan yang tidak terpisahkan hingga pada akhir jaman (Rm. 5:1).11

Dalam konteks Kolose 1:2, Vine menambahkan bahwa “dengan kesabaran, setiap orang percaya akan dikuatkan dengan segala kekuasaan.” Ini dimungkinkan oleh Roh Tuhan yang ada dalam diri setiap orang percaya (Ef. 3:16).12

11

Vine, “Peace, Peaceable, Peaceably,” dalam An Expository Dictionary, 3:167-168. 12 Ibid.

40

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kesimpulan yang dapat ditarik di sini ialah bahwa, bagi Paulus berkat yang paling esensi dalam kehidupan Kristen adalah berkat rohani yang telah diperuntukan khusus bagi orang percaya, bukan berkat jasmani yang hanya bernilai untuk masa kini saja, sekalipun itu berguna. Pemahaman akan bagian yang istimewa ini, merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang percaya. Dengan demikian “kelimpahan berkat” dalam kehidupan Kristen bukanlah berdasarkan materi yang hanya dapat diukur secara indrawi, serta dapat dimiliki oleh setiap orang di dunia ini sekalipun tidak percaya. Namum lebih dari itu berkat yang paling istimewa dan khusus hanya dimiliki orang percaya, yakni berkat kekal yang sama sekali tidak terbatas oleh ruang bahkan waktu. Identitas rohani yang dipahami secara benar oleh setiap orang percaya, akan membawa mereka kepada pembentukan karakter yang progres sehingga menghasilkan integritas ideal.

PILAR III: KARAKTER JEMAAT (1:3-14) Fakta mengenai karakteristik jemaat Kolose jelas dinyatakan Paulus dalam ungkapan syukur yang sangat mendalam. Kabar yang diterimanya dari Epafras (1:7) sungguh memberikan semangat yang baru bagi dirinya sebagai pelayan Tuhan. Nyata bahwa jerih lelah mereka dalam pelayanan selama ini, baik oleh Paulus maupun para pelayan Tuhan lainnya termasuk Epafras telah menghasilkan buah. Beberapa hal mengenai pertumbuhan ini dikemukakan Paulus secara terperinci. Dalam dua paragraf selanjutnya setelah ucapan salam Paulus, penulis mengamati adanya pertumbuhan karakter yang dinamis dari sisi jemaat Kolose, melalui kebanggaan dan dukungan Paulus melalui doa dan motivasi. Pada paragraf yang pertama dalam bagian ini (3-8), Paulus berkata: Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, 4 karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil, 6 yang sudah sampai kepada kamu. Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu

42

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya. 7 Semuanya itu telah kamu ketahui dari Epafras, kawan pelayan yang kami kasihi, yang bagi kamu adalah pelayan Kristus yang setia. 8 Dialah juga yang telah menyatakan kepada kami kasihmu dalam Roh. Pertama, “imanmu dalam Kristus.” Istilah “iman” yang digunakan di sini dalam paradigma bahasa Yunani, agak sedikit berbeda dengan “iman” yang telah dijelaskan sebelumnya. Istilah pi,stin yang diambil dari akar kata benda feminin tunggal pi,stij, pada bagian ini berkasus akusatif, yaitu sebagai obyek dalam kalimat. Dalam kamus Yunani-Indonesia, Newman Jr. menuliskan (mengenai arti kata), “πιστις, εος f iman, kepercayaan, keyakinan; iman kristen; kekuatan iman (Rom. 14:22, 23); (?) ajaran (Yud. 3,20); tanggungan, bukti (Kis. 17:31); janji (1Tim. 5:12)”.1 Lebih lanjut dalam Strongs Exhaustive Concordance Of The Bible, James Strong mengiformasikan: Πιστις, - Persuasion. Yaitu percaya dalam atau menerima kebenaran dari suatu hal; Conviction (dari sebuah kebenaran agamawi atau kebenaran Allah atau guru agama), sering dipakai sebagai kepercayaan kepada Kristus untuk memperoleh keselamatan; secara abstrak menunjuk pada kualitas dalam pengakuan iman; sistem kebenaran religi (Injil) itu sendiri:- jaminan, keyakinan, Kepercayaan, iman, kesetiaan.2 1

Barclay M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1997), 134. 2 James Strong, “Πιστις” dalam Strong Exhaustive Concordance Of The Bible, (t.k: t.p, t.t), t.h (no. 4102).

Pilar III: Karakter Jemaat (1:3-14) 43

Keyakinan, kepercayaan, kesetiaan, ketaatan, keteguhan dan sebagainya yang berhubungan erat dengan keselamatan di dalam Kristus, dapat dikatakan tercitra dalam istilah ini. Dalam kata ini terlihat potensi yang besar dalam kehidupan kekristenan. Sebab kesadaran terhadap πιστις membuat seseorang dapat memperoleh kepenuhan dalam Tuhannya, Yesus Kristus. Suatu pelayanan yang teraplikasi secara vertikal. Jemaat Kolose memilikinya sehingga rasa syukur Paulus terungkap dalam Surat ini. Kedua, iman kepada Kristus di atas dibarengi dengan “kasihmu terhadap semua orang kudus.” Hal istimewa berikutnya yang nampak dalam kehidupan orang percaya di Kolose ialah kasih yang diterapkan kepada saudara-saudara seiman, secara horisontal. Pelayanan ke dalam ini telah disaksikan dengan jelas oleh Epafras, seorang pembina rohani, yang tentu saja memahami secara persis standar rohani sebuah pelayanan. Sehingga laporannya tentang hal ini kepada Paulus sungguh dapat diterima tanpa ragu. Istilah avga,ph (avga!ph) dipakai Paulus dalam bagian ini, dengan jelas menunjukan bentuk kasih yang diterapkan oleh jemaat Kolose. Yaitu kasih yang secara khusus menunjuk pada kasih yang tulus tanpa menuntut balas. Dalam jemaat mula-mula, istilah ini kadangkala mengacu pada kegiatan jamuan kasih yang sering diadakan di dalam jemaat. Yang mana di dalamnya nampak jelas

44

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

persekutuan yang indah antar personal dalam komunitas Allah.3 Keadaan indah ini jelas menunjukan seberapa signifikan pertumbuhan karakter jemaat di Kolose pada waktu itu. Ketiga, Paulus menyimpulkan kedua hal baik di atas dengan berkata bahwa semuanya itu merupakan, “Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya (1:6b).” Buah dari Injil tersebut tidak lain adalah iman dan kasih dalam jemaat. Bentuk partisip kini pasif dari kata auvxano,menon (auvxano!menon) menunjuk pada suatu pertumbuhan yang terjadi secara dinamis. Rienecker menjelaskan bahwa “kata ini menunjuk pada suatu perkembangan keluar lebih dari bagian sebelumnya, sehubungan dengan pekerjaan rohani secara personal.”4 Bahkan Paulus menambahkan dalam bagian ini bahwa pertumbuhan rohani yang diakibatkan penerimaan terhadap Injil oleh jemaat di Kolose belum pernah mengalami stagnasi. Pertumbuhan ini telah berlangsung “sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya (1:6c).” Bentuk aoris, aktif, indikatif dari istilah hvkou,sate (hvkou!sate) dari akar kata avkou,w (avkou!w) dan evpe,gnwte (evpe!gnwte) dari kata evpiginw,skw (evpiginw!skw) menunjukan bahwa, kepentingan peristiwa tersebut bukan terletak pada unsur waktunya melainkan pada hakekat dari peristiwa itu 3

BibleWorks6: “Agape” dalam ISBE Bible Dictionary.

4

Rienecker, “Colossians,” dalam A Linguistic Key, 565.

Pilar III: Karakter Jemaat (1:3-14) 45 sendiri.5 Jadi dalam bagian ini terlihat bahwa ternyata, kelangsungan pertumbuhan yang dinamis itu bertolak pada peristiwa “pendengaran” dan “pengenalan,” yang dibicarakan di atas. Pada paragraf berikutnya yakni dalam ayat 9-14, Paulus mengemukakan suatu motivasi dengan cara mengemukakan pokokpokok doa yang selama ini dinaikannya sehubungan dengan perumbuhan rohani jemaat. Secara kontekstual, bagian ini jelas merupakan lanjutan dari ucapan syukur Paulus dalam ayat 3. Ia melanjutkannya dengan mengemukakan beberapa permohonannya kepada Allah selama ini untuk jemaat. Bentuk middle dari dua istilah yang disejajarkan yakni proseuco,menoi (proseuco!menoi) dan aivtou,menoi (aivtou!menoi), mengindikasikan bahwa, dalam permohonannya ini, bukan saja jemaat yang akan menerima keuntungan, namun juga memberikan insentif bagi Paulus sendiri. Menarik karena untuk istilah aivtou!menoi dalam terjemahan versi King James diterjemahkan dengan istilah “to desire,”6 yakni menunjukan permohonan yang sangat kuat,7 atau dapat diterjemahkan sebagai “hasrat” dalam Bahasa Indonesia. Paulus memohon kepada Allah untuk menolong mereka mengetahui hal-hal yang Dia ingin mereka kerjakan (1:9); memohon kepada Allah agar memberikan pemahaman rohani yang mendalam 5

Lih. Maryono, Diktat Kuliah, 122-123. BibleWorks6: Terj. Alkitab King James with Strong’s and Jenewa Notes. 7 Hornby, “desire.” Dalam Oxford Advanced, 315. 6

46

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

bagi mereka (1:9); Memohon kepada Allah untuk menolong mereka hidup bagi Nya (1:10); memohon kepada Allah untuk memberikan pengetahuan yang lebih lagi tentang diri-Nya (1:10); memohon kepada Allah agar memberikan kepada mereka kekuatan dalam menghadapi penderitaan (1:11); serta memohon kepada Allah untuk memenuhi mereka dengan sukacita, kekuatan dan ucapan syukur (1:11). Permohonan-permohonan di atas tentu saja erat kaitannya dengan situasi yang sedang dihadapi jemaat. Yang mana maraknya pengajaran sesat dalam jemaat sedang berlangsung dengan gencar serta tekanan-tekanan dari pihak luar, yakni pemerintahan Nero.8 Dalam kondisi ini, Paulus memahami bahwa, pentingnya berdoa untuk jemaat merupakan hal yang tidak tergantikan oleh apapun. Dan hal inipun disampaikan kepada jemaat. Urgensi dari situasi ini memerlukan perhatian yang ekstra dari para pemimpin rohani, dukungan doa yang intens dan reguler merupakan kebutuhan primer bagi jemaat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ternyata dalam hal pertumbuhan rohani sebuah jemaat lokal, peran aktif para pemimpinnya merupakan faktor yang signifikan.

8

Bnd. Merrill C. Tenney, New Testament Survey (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1987), 7.

PILAR IV: PENGAJARAN ALKITABIAH (1:15 – 3:17) Sekali lagi, tidak lepas dari isu pengajaran sesat yang tengah berkembang di antara jemaat, Paulus kembali menanamkan konsepsi Kristiani yang konsisten dengan pengajaran Tuhan Yesus ke dalam jemaat Kolose.1 Sebab dalam Surat inilah ”Paulus menggambarkan keseluruhan pemahaman teologinya untuk menolong para pembaca suratnya, agar menemukan kedewasaan sempurna baik jasmani maupun rohani yang Allah kehendaki bagi umat-Nya.”2 Dengan demikian beberapa hal pokok mengenai pangajaran dalam Surat Kolose, akan dikaji dalam bagian ini. Keutamaan Kristus (Kristologi) Kelihatannya isu Kristologi merupakan pokok yang marak diselewengkan dalam jemaat. Pengalihan pusat penyembahan, yakni dari Kristus kepada malaikat menjadi kurikulum para guru palsu. Filsafat pagan yang kala itu berkembang di tengah-tengah

1

Bnd. E.K. Simpson dan F.F. Bruce, Commentary On The Epistles To The Ephesians And The Colossians (Grand Rapids: WM. B. Eerdmans Publishing, t.t.), 18. 2 N.T. Wright, The Epistles Of Paul To The Colossians And To Philemon (Illinois: Inter Varsity Press, 1987), 39.

48

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

jemaat sedang berusaha mengguncang iman jemaat kepada Kristus, sehingga dengan sigap Paulus melakukan tindakan antisipasi.3 Sementara itu filsafat Yunani telah digabungkan dengan legalisme perayaan-perayaan Yahudi. Dengan demikian, sunat, hukum-hukum adat istiadat, askese dan hal-hal semacamnya menjadi hal yang sangat menarik hati.4 Sehingga, beberapa hal pokok mengenai keutamaan Kristus dikemukakan Paulus sebagai bentuk apologetikanya untuk mempertahankan pengajaran yang benar. Pertama, 1:15: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.” Istilah “image”5 dalam Bahasa Inggris diambil dari kata Yunani eivkw.n (eivkwVn)6 yang berdasarkan konteksnya dapat berarti, rupa, lukisan, bentuk, bahkan dapat menunjuk pada model sebuah patung pahatan.7 Melanjutkan kalimat dalam bagian ini, frase “imago Dei”8 dalam Bahasa Latin secara sederhana diterjemahkan “gambar Allah”9 oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Mengamati kerangka dalam ayat 15 ini, jelas bahwa frase “tidak kelihatan” itu menunjuk pada “Allah” dan 3

Charles A. Trentham, The Sheperd Of The Stars (Nashville: Broadman Press, 1962), 15,16. 4 Untuk informasi selengkapnya mengenai ajaran sesat dalam jemaat Kolose lihat, John Mac Arthur Jr., The Fruitfull Life, peny., David Sper (Panorama City: Word Of Grace Communications, 1983), 13. 5 BibleWorks6: Terj. King James With Strong’s and Jeneva Notes. 6 BibleWorks6: Terj. BibleWorks New Testament (NA27). 7 BibleWorks6: “eivkw.n” dalam BNM Morph + BarclayNewman. 8 BibleWorks6: Terj. Latin Vulgate 9 BibleWorks6: Terjemahan Baru (Indonesia)

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 49

bukan pada “gambar.” Itulah sebabnya dalam terjemahan King James dikemukakan dengan frase “the invisible God.” Bertolak dari keterangan di atas, dapat diuraikan bahwa, Kristus yang merupakan pribadi riil yang ada dalam sejarah itu, adalah representase aktual dari Allah yang tidak nampak secara indrawi. Sekalipun pada beberapa kasus dalam Perjanjian Lama beberapa pribadi dikenan Allah untuk “melihat-Nya (Kel. 33:23; Kej. 32:24,30).” Di mana gambaran atau cerminan tentang sifat-sifat Allah, sepenuhnya terpancar dari Kristus.10 Bahkan, dalam ayat 16, statusnya adalah Pencipta. Sehingga manusia yang eksistensinya telah dihancurkan oleh dosa, dapat melihat Allah melalui Kristus. Sebagaimana Doreen Widjana berkata, “harus ada satu cara yang disesuaikan dengan keberadaan manusia.”11 Mengenai “cara” yang dimaksud Widjana di atas, Paulus menjelaskan bahwa, Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.12

10

John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, pen., Cahya R (Surabaya: YAKIN, t.t.), 96-111 11 Doreen Widjana, Kupasan Firman Allah Surat Kolose (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1994), 38. 12 Kolose 1:21-22.

50

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Bentuk aorist pasif dari istilah reconciled (diperdamaikan) menunjukkan bahwa tindakan ini adalah suatu realita yang telah selesai dilakukan dengan sempurna tanpa membutuhkan tambahan apapun. Paulus mengingatkan bahwa jemaat Kolose sama sekali tidak memerlukan mediator lainnya seperti malaikat untuk mencari kedamaian, sebab semuanya itu telah sempurna dikerjakan oleh Kristus.13 Sementara, yang dimaksud Paulus “menggenapkan dalam dagingku” menunjuk pada segala bentuk penderitaan yang dialaminya dalam pelayanan di tengah-tengah jemaat setelah Yesus naik ke surga. Selanjutnya yang Kedua, dalam 1:27-28. Paulus berkata, Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!28 Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Mangenai bagian ini, preposisi evn (evn) yang berpasangan dengan kata ganti orang dalam bentuk datif tentu saja lebih tepat apabila diterjemahkan dengan preposisi “di dalam” dalam bahasa Indonesia. Jadi frase Cristo.j evn u`mi/n (Cristos evn u`mi/n) dalam bagian ini secara langsung dapat diterjemahkan “Kristus ada di dalam kamu.” Itulah sebabnya dalam beberapa terjemahan bahasa Inggris, juga diterjemahkan dengan Christ in you.14

13 14

Trentham, The Sheperd, 82. Lih. Beberapa terjemahan dalam BibleWorks6.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 51

Mengenai pokok ini, James M. Gray menjelaskan bahwa, tentu saja, ketika Paulus berkata, “Kristus dalam kamu,” berarti bahwa Kristus dalam gereja yang adalah tubuhNya, sebagaimana status yang telah ditetapkan sebelumnya. Gereja yang dimaksud di sini juga secara spesifik menunjuk kepada setiap anggota di dalamnya, yaitu Anda dan saya secara individual, jika kita telah menerimanya sebagai Juruselamat kita dan dibaptiskan kedalam tubuhNya secara rohani oleh Roh Kudus. Sehingga sejak Dia tinggal di dalam kita, faktanya ialah bahwa Ia adalah pengharapan akan kemuliaan kita, di situlah terdapat seluruh keyakinan kita.15 Secara praktis Paulus menekankan pada bagian akhir ayat 28 bahwa, orientasi dari kehidupan Kristen sesungguhnya ialah “kepada kesempurnaan dalam Kristus,” bukan pada upacara-upacara adat istiadat gabungan, antara budaya Yahudi dan pemikiran Yunani. Ketiga, dalam 2:2-3 dikatakan, supaya hati mereka terhibur dan mereka bersatu dalam kasih, sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus, 3 sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.

15

James M. Gray, The Teaching and Preaching That Counts (New York: Fleming H. Revell Company, 1978), 15.

52

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kesimpulan sederhana yang dapat ditarik dari ayat ini yaitu, Kristus adalah pribadi unik16 yang merupakan sumber segala hikmat dan pengetahuan. Sehingga pengenalan akan Kristus berarti juga menemukan rahasia Allah yang besar, serta pemahaman yang benar akan segala polemik dalam kehidupan. Istilah pa,ntej (pa!ntesj) yang diterangkan sebagai kata sifat indefinite nominative masculine plural di sini juga sejajar dengan beberapa istilah lain seperti “pa/j, pa/sa, pa/n gen. panto,j, pa,shj, panto,j,” yang mana dapat dipahami dalam pengertian, (1) tanpa artikel, segala (pl. seluruh); segala jenis; seluruhnya, sepenuhnya, absolut, greatest; (2) dengan artikel entire, whole; all ( pa/j o` dengan partisip.semua orang yang); (3) semua orang, segala sesuatu ( dia. panto,j selalu, berkesinambungan, selamanya; kata. pa,nta dalam segal hal, dengan segala hormat).17 Jadi istilah yang dikemukakan tanpa artikel di atas merupakan keterangan mengenai “hikmat” dan “pengetahuan” dalam Kristus, bahwa “harta” itu sungguh tak terbatas, sehingga segala hal yang diperlukan berhubungan sofi,aj (sofiajs) dan gnw,sewj (gnwsewjs) yang sering menjadi kebanggaan dalam ajaran yang berkembang dalam jemaat, kini tidak tersebunyi lagi karena dapat ditemukan sepenuhnya dalam Kristus.

16

Lih. paparan oleh Chris Marantika, Kristologi, peny., Nanik Sutarni, Karel Siahaya, Parlaungan Gultom (Yogyakarta: Iman Press, 2008), 3-17. 17 BibleWorks6: “pa,ntej” dalam BNM Morph + BarclayNewman.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 53

Sehingga mengenai Kristus, yang keempat, Paulus berkata dalam 2:9, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan.” Kini yang menjadi pusat pengajaran dalam jemaat Tuhan adalah Yesus Kristus itu sendiri. Sifat Allah yang transenden menyebabkan manusia sangat tidak mungkin untuk menjumpaiNya, itulah sebabnya kebutuhan akan inisiatif Allah untuk menemui manusia dengan caraNya sendiri, merupakan hal yang bersifat primer. Kehadiran Kristus dalam dunia merupakan tindakan riil Allah untuk kebutuhan di atas. Dalam hal ini, tubuh jasmani Kristus sungguh bukanlah suatu batasan bagi seluruh eksistensi Allah namun keadaan Kristus secara jasmani ini, lebih merupakan bentuk panyataan-Nya kepada manusia yang terbatas. Jadi dalam kasus ini, persoalan keterbatasan bukan terletak pada Allah dalam Kristus tetapi terletak pada manusia itu sendiri. Itulah sebabnya yang diutamakan Paulus secara praktis, ketika “sunat” menjadi hal yang sangat esensi dalam paradigma jemaat, maka Paulus mengemukakan sebuah konsep tentang “sunat” sebagai titik temu yakni “sunat rohani.”18 Hal ini bersumber dari pemahaman Paulus yang bersifat komprehensif mengenai Kristus. Di mana sekalipun Kristus tampil secara jasmani di dunia ini, bukan berarti bahwa hal-hal yang bersifat jasmani adalah yang pokok.

18

Bnd. F.F. Bruce, The Letters Of Paul: An Expanded Paraphrase (Grand Rapids: Wm. B. Eermands Publishing Company, 1965), 252-253.

54

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kelima, dalam 2:19 terungkap bahwa Kristus adalah “. . . Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.” Di sini eksistensi Kristus dikemukakan sebagai inti yang menyatukan keseluruhan dari organisme, yang dalam konteks ini adalah Gereja. Menurut konteks ayat 18, kelihatannya Paulus ingin menegaskan bahwa, orang yang berada di luar Kristus sama sekali tidak memiliki kapasitas untuk menjadi patokan pengajaran. Jenis pengajar yang demikian tidak akan dapat dikenali, kecuali mencermati secara seksama isi ajarannya sendiri. Dalam konteks Surat Kolose, pengajarpengajar sesat ini dapat dikenal dengan, pengalihan fokus dalam pengajarannya, yakni bukan kepada Kristus tetapi kepada malaikat (2:18). Penderitaan Dalam Pelayanan (Misiologi) Dalam pasal 1:24 – 2:5, Paulus juga menceritakan kepada jemaat mengenai penderitaan yang dihadapinya secara fisik karena pelayanan injil. Namun tidak seperti pembicaraan orang pada umumnya mengenai penderitaan, dalam penyampaian Paulus penderitaan itu disampaikan bukan dengan nada kesusahan, tetapi sebaliknya dengan penuh kebanggaan, seolah penderitaan yang dialaminya adalah sesuatu yang menyenangkan dan menghibur. Ada beberapa pokok yang dapat dikatakan sebagai alasan Paulus menyampaikan soal penderitaannya seolah menyampaikan berita kemenangan besar. Suatu penyampaian tentang penderitaan yang

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 55

disampaikan dengan penuh kebanggaan adalah sesuatu yang unik, dan pasti ada sesuatu yang perlu untuk dicermati. Setelah mengamati bagian tentang penderitaan yang dikemukakan Paulus, ternyata ada tiga hal menarik yang menyebabkan uniknya pempaian Paulus tentang penderitaan ini. Penderitaan dalam Pelayanan Injil merupakan kebanggaan Paulus disebabkan oleh, Pertama, karena di dalamnya Paulus boleh terlibat langsung dalam rancangan penyelamatan oleh Allah (1:24). Pernyataan Paulus bahwa, ia ”menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus” tentu saja bukan bermaksud mengatakan bahwa ada yang kurang dalam penderitaan yang dialami oleh Yesus di atas kayu salib. Tentang “apriori” ini Paulus sendiri menegaskan bahwa Kristus telah melakukan segala sesuatunya dengan sempurna tanpa kekurangan suatu apapun.19 Pekerjaan yang dilakukan Paulus dalam pelayanannya sama sekali tidak menambahkan apa-apa dalam karya penyelamatan Kristus, “namun demikian,”20 komentar Brauch, “penderitaan ini merupakan salah satu alat untuk memperluas penebusan itu dalam kehidupan orang lain.”21 Dapat dikatakan bahwa kebanggaan Paulus disebabkan oleh keterlibatannya dalam Pekabaran Injil, bukan saja dalam sebuah jemaat lokal seperti Jemaat Kolose, tetapi dalam jemaat secara global (ay.25).

19

Bnd. Kol. 2:13-15. Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus yang Sulit, pen. Fenny Veronica (Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001), 240. 21 Brauch, Ucapan Paulus, 240. 20

56

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kedua (1:26-29), sukacita dalam penderitaan disebabkan oleh, Paulus dapat mengetahui kemudian memberitakan rahasia Allah yang selama ini menjadi suatu janji yang sangat dinantikan (ay. 26). Pengharapan yang selama ini terlihat secara samar sejak jaman Perjanjian Lama, kini nampak jelas orang-orang percaya, kemudian di dalamnya Paulus dipakai Allah sebagai agen pemberitaan rahasia itu. Itulah sebabnya juga, Paulus memperingatkan jemaat untuk “jangan mau digeser dari pengharapan Injil (1:23).” Karena memang baginya, merupakan kerugian yang sangat besar apabila hal tersebut terelemenir oleh rupa-rupa penyesatan. Sebaliknya suatu keberuntungan besar ketika ia dapat menerima janji pengharapan yang sangat dirindukan orang percaya sepanjang Perjanjian Lama.22 Dari apa yang dikemukakan Paulus mengenai pelayanan yang telah dilewatinya dengan penuh sukacita, sekalipun dalam penderitaan, nampak jelas bahwa ukan sekadar teori yang dikemukakan olehnya. Namun lebih dari itu, Paulus sedang mengajarkan sebuah prinsip dalam pelayanan Pekabaran Injil. Di mana dalam pengajaran kali ini, unsur pengorbanan merupakan pokok yang mengemuka. Peringatan Tentang Ajaran Sesat (Apologetika) Telah dikemukakan sebelumnya bahwa, adanya pengajaran menyimpang dalam jemaat yang dilaporkan Epafras, 22

Hawthorne, Martin dan Reid, Peny. Um., “Gospel,” dalam Dictionary Of Paul, 371.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 57

merupakan dasar signifikan dikirimnya Surat Kolose ini. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keseluruhan dari pengajaran dalam Surat ini adalah menyangkut pembelaan terhadap kesesatan tersebut. Namun penulis merasa perlu untuk memformulasikan pokok ini secara khusus untuk lebih mudah mensistimatisasi pengajaran-pengajaran yang ada dalam Surat ini. Peringatan Paulus untuk mewaspadai pengajaran sesat dalam 2:8, dapat dikatakan sebagai tindakan responsifnya terhadap permasalahan yang berkembang dalam jemaat. Krisis pengajaran yang sedang berlangsung secara represif akan sangat berbahaya bagi pertumbuhan rohani umat, karena itu aksi protektif dari Paulus sangat perlu untuk dilaksanakan dan signifikansi ini disadari secara penuh oleh Paulus sebagai seorang rohaniawan kala itu. Pembelaan iman dalam Surat ini nampak sangat jelas, dalam ajarannya, Paulus sekaligus menemplak penyelewengan yang tengah berlangsung, baik terhadap para penyebarnya maupun terhadap ajaran yang disebarkannya. Inilah yang penulis maksudkan sebagai pengajaran mengenai ”apologetika” dalam Surat Kolose. Perilaku Praktis Jemaat (Karakter) Secara struktural, Tulisan Paulus ini terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pertama berbicara tentang pokok-pokok yang bersifat teoritis (1:13 – 2:23), dan yang kedua merupakan pengarahanpengarahan yang bersifat praktis bagi kehidupan Orang Percaya (3:1 –

58

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

4:6).23 Bagian ini merupakan uraian beberapa pokok yang dikemukakan Paulus secara praktis. Pengajaran Paulus dalam bagian ini berkenaan dengan tiga lini dalam kehidupan Orang Percaya yakni, berkenaan dengan karakter pribadi, relasi antar personal jemaat serta dampak kehidupan Orang Percaya terhadap orang luar. Mengenai karakter pribadi seorang Kristen, paling tidak ada tiga hal yang dapat disimpulkan dari pengajaran Paulus. Pertama, berbicara tentang ”menaklukan dosa.” Dalam pasal 2, Paulus telah menjelaskan bagaimana posisi seorang yang telah berada dalam Kristus, yakni seorang yang telah dimerdekakan oleh Kristus, terhadap segala macam aturan-aturan duniawi. Kemudian, bertolak dari itu semua, dalam Pasal 3:1 ia menyimpulkannya dengan berkata, ”karena itu,” seraya melanjutkan dengan beberapa hal pokok mengenai karakter. Esensi pertama dalam perubahan hidup yang dikemukakan Paulus ialah dimulai dari pikiran. Dalam 3:2 ia berkata, ”pikirkanlah perkara yang di atas.” Bentuk imperatif kini untuk kata kerja fronei/te (fronei/te) ini, menyajikan sebuah perintah untuk terus mengerjakan kegiatan yang tengah berlangsung,24 sehingga perintah ini dapat diterjemahkan ”teruslah (dan jangan berhenti)

23

Lihat “Kolose, Garis Besar” oleh Donald C. Stamps dan J. Wesley Adam, peny. Um., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, peny., Bertha Gaspersz, pen., Nugroho Hananiel (Malang: Gandum Mas, 1994), 1986. 24 Maryono, Diktat Kuliah, 106.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 59

pikirkan.” Adapun pengertian kata perintah yang diambil dari akar kata frone,w (fronew), berdasarkan data Strong’s Exhaustive Concordance dapat dipahami dalam beberapa arti antara lain, “memiliki pengertian, berpikir, kepedulian, perasaan, pola pikir yang baik, intens pada sasaran, memusatkan pikiran.”25 Itulah sebabnya dalam New American Standart Bible diterjemahkan “set your mind,”26 dan lebih luas lagi dalam versi King James diterjemahkan “Set your affection.”27 Jadi Paulus memahami secara persis bahwa, pusat kendali dalam diri setiap orang adalah dalam pikirannya, sehingga apabila ingin mangadakan sebuah transformasi progres maka pikiran haruslah menjadi target yang pertama. Berikutnya, dalam ayat 5 dikatakan “Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi.” Jika pada kata perintah sebelumnya Paulus menggunakan bentuk imperatif kini, waktu pada kata “matikanlah” ditekankan dalam bentuk aorist, sehingga perintah ini mengacu “pada sebuah tindakan atau tingkah laku khusus yang mendesak pada situasi khusus.”28 Sehingga secara literal, istilah avpeqa,nete (avpeqa!nete) dapat berarti “segeralah matikan.” Alasan Paulus memberikan imperatif yang bersifat urgen ini terdapat dalam konteks pasal 2:6 – 3:4, yakni tentang posisi

25

BibleWorks6: Strong’s Exhaustive Concordance. BibleWorks6: New American Standart Bible. 27 BibleWorks6: King James Version. 28 Maryono, Diktat Kuliah, 106. 26

60

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kemerdekaan setiap orang percaya dalam Kristus. Jadi secara singkat Paulus ingin berkata, karena kamu adalah manusia yang telah dimerdekakan oleh Kristus, maka “segeralah matikan dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi.” Kemudian ia merinci segala yang didefinisikan sebagai hal duniawi pada ayat berikutnya. Masih ada kata kerja dalam bentuk imperatif yang berikutnya, yakni kata “buanglah (avpo,qesqe- avpo!qesqe).” Namun ada sedikit perbedaan dari imperatif yang pertama, jika pertama mengambil bentuk imperatif aorist aktif, maka kata “buanglah” dikemukakan dengan diatesis medial, yang mana hal ini secara sederhana mengandung pengertian bahwa, dalam tindakan yang akan diambil ini, “subyek yang terkena tindakannya sendiri.”29 Bertolak dari itu dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang melakukan perintah ini, maka tindakan itu adalah untuk kepentingannya sendiri. Jika ia tidak lagi “marah” kepada orang lain maka, bukan hanya orang yang dimarahi itu yang merasa sejahtera, namun si pelaku lebih lagi akan merasakan dampak positif dari tindakan “membuang” segala kebiasaan lamanya. Suatu alasan lebih lanjut juga kemukakan Paulus dalam ayat 9 dan 10. Ia berkata, “Karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.” Menarik dan lengkap apa 29

Saparman, Diktat Kuliah, 29.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 61

yang diuraikan oleh Ellis dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe mengenai bagian ayat ini. Ia menjelaskan, bahwa “Menanggalkan (avpekdusamenoi), mangacu kepada saat pertobatan, mengandung arti melepaskan, seperti melepas gaun, dan menghukum manusia lama,”30 kemudian menjadi “Neon atau di bagian lain, kainos (mis.Ef. 4:24) . . . yang terus-menerus diperbaharui.”31 Yakni, “kehidupan bersama di dalam Kristus makin teraktualisasikan di dalam diri individu Kristen.” “Dengan demikian”32 tambahnya, “gambar Allah, yang gagal direalisasikan oleh Adam pertama, kini sedang digenapi oleh putra-putra Adam kedua.” Akibatnya setiap orang percaya “sedang mengalami suatu perubahan psikologis,” dalam perjalanan hidup menuju kesempurnaan pada hari pengangkatan.33 Tanggung jawab yang Kedua, karena posisinya yang “eksklusif,” setiap orang percaya diperintahkan untuk “kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran (3:12).” Jadi selain perintah untuk mencampakkan kebiasaan manusia lama, setiap orang percaya juga didorong untuk “mengenakkan” setiap sifat manusia baru. Istilah VEndu,sasqe (VEndusasqe) yang berasal dari stem evndu,w (evndu!w) diilustrasikan seperti orang yang mengenakkan 30

E. Earle Ellis, “Kolose,” dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe, peny. um. Charles F. Pfeiffer dan Everet F. Harrison (Malang: Gandum Mas, 2001), 3:813. 31 Ibid. 32 Ibid. 33 Ellis, “Kolose,” dalam Tafsiran, 3:813.

62

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pakaiannya. Istilah tersebut menunjuk pada pakaian yang dikenakan dalam konteks tertentu dan oleh orang-orang tertentu. Dalam hal ini, pakaian yang dikenakan oleh nabi-nabi jaman dahulu (1 Raj. 19:13; 2 Raj. 1:8; Zak. 13:4) dan dalam Perjanjian Baru, sama dengan pakaian Yohanes Pembaptis (Mat. 3:4). Menarik di sini bahwa, istilah ini juga digunakan untuk busana pengantin (Mat. 22:11,12) dan pakaian yang dikenakan malaikat (Mat. 28:3 – pada hari kebangkitan Yesus).34 Ternyata fungsi busana yang dimaksud di sini bukan hanya sekadar pakaian penutup tubuh, namun juga lebih dari itu menampilkan sifat eksklusif, keanggunan, dan bahkan kemuliaan. Sifat “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran,” bukanlah “busana” yang dikenakan karena kebutuhan mentupi tubuh belaka, namun lebih dari itu merupakan warna khusus dari tampilan individu Kristen, gambaran keanggunan dan proyeksi kemuliaan dari dalam karena Kristus. Praksis ketiga yang dihasratkan Paulus untuk diterapkan jemaat adalah mengenai hubungan, yakni kelanjutan dari pokok yang telah diuraikan sebelumnya. Prinsip harmonisasi hubungan antar jemaat dikemukakan Paulus dalam pasal 3 bagian akhir (18-25) dan pasal 4 awal (1-6). Pada pasal-pasal mengenai hubungan ini, Paulus menyatakan secara spesifik kepada setiap orang dalam statusnya masing-masing untuk bertanggung jawab menjaga relasi yang 34

Vine, “Clothing, Cloths, Clothes, Cloke, Coat,” dalam An Expository Dictionary, 199.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 63

harmonis. Baik sebagai suami, istri, anak, tuan maupun hamba, semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk harmonisasi ini. Ini disebabkan oleh prinsip bahwa setiap Kristen memiliki status yang sama di mata Tuhan, yang membedakan hanyalah tugas yang dipercayakan kepada masing-masing orang. Berdasarkan paparan Paulus, nyata bahwa kekristenan melampaui batas-batas yang sering diterapkan manusia, yaitu melampaui batasan gender (3:18-19), umur (3:20-21), dan bahkan status sosial (3:22 – 4:1). Pembicaraa mengenai relasi ini tidak hanya disinggung Paulus sehubungan dengan setiap pribadi, anggota lembaga Allah itu, namun lebih lanjut ia membahas tentang hubungan setiap orang percaya dengan Allah (4:2-4) dan dengan orang-orang yang belum percaya (4:5-6).35

35

Kedua pokok ini akan dibahas dalam sub berikutnya.

PILAR V: PELAKSANAAN MISI (Kol. 4:2-6) Memang secara teknis, pasal 4:2-6 ini masih berhubungan langsung dengan bahasan mengenai hubungan di atas, namun penulis membahasnya dalam satu pokok tersendiri, dengan tujuan untuk memberi penekanan khusus pada bagian yang penulis golongkan sebagai indikator pertumbuhan gereja dalam Surat Kolose ini. Pada dasarnya berbicara tentang misi pekabaran Injil, doa merupakan unsur yang tidak mungkin untuk dilupakan. Hubungan dengan Allah dalam doa sangat diperlukan dalam menjalankan misi agung-Nya. Kewaspadaan dalam doa yang diminta Paulus, menuntut kesediaan jemaat untuk tetap berfokus pada kegiatannya dalam misi yang sedang diemban. Secara spesifik ia ingin supaya kesempatan untuk pemberitaan selalu dibukakan oleh Allah, Sang Empunya pelayanan. Paulus benarbenar paham bahwa, dalam tugas pemberitaan Injil, ada oknum, yang

senantiasa

berusaha

untuk

menghalangi

dan

Pilar V: Pelaksanaan Misi (4:2-6) 65

menggagalkan, itulah sebabnya campur tangan Allah tidak mungkin diabaikan.1 Dalam ayat 5-6 Pokok mengenai hubungan dengan orang

di

luar

Kristen

disampaikan

Paulus.

Inti

yang

ditekankannya dalam paragraf ini adalah, ”Hiduplah dengan penuh hikmat.” Kecerdasan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang memang penting, namun kedua hal tersebut belum cukup dalam menghadapi segala bentuk permasalahan dalam pelayanan. Ada banyak polemik yang seringkali dihadapi dalam misi Pekabaran Injil, itulah sebabnya hikmat ilahi ditekankan Paulus dalam bagian ini. Kesaksian Kristen tentu saja akan dengan mudah ditampilkan ketika kunci ini dipahami dengan tepat.2 Ternyata misi Pekabaran Injil bukan saja merupakan tanggung jawab para pelayan Tuhan penuh waktu, dalam hal ini Paulus dan rekan-rekan lainnya. Namun melihat himbauan sehubungan dengan orang luar kepada jemaat Kolose, dapat disimpulkan bahwa jemaatpun harus terlibat langsung di dalamnya, baik dalam hal dukungan doa maupun praksis.

1 2

Ellis, “Kolose,” dalam Tafsiran Alkitab, 816-817. Ibid.

REFLEKSI BAGI GEREJA MASA KINI

Dari paparan panjang lebar mengenai Surat Kolose ini, dapat ditemui sekian banyak pokok tentang eksistensi sebuah gereja lokal, yang mana di dalamnya berbagai hal problematik silih berganti mengemuka. Persoalan dari dalam yang kerap menggerogoti secara perlahan, mengakibatkan kerapuhan pondasi rohani gereja. Kurikulum penyesatan yang seolah telah tersusun secara sistematis membuat gereja guncang dan galau dalam menentukan arah. Dalam kondisi demikian, gereja perlu ber-refleksi. Evaluasi Faktanya adalah bahwa, Gereja di sepanjang zaman telah mengalami berbagai macam bentuk tantangan, besar maupun kecil, dari luar maupun dari dalam, sehingga tantangantantangan yang sedemikian bervariasi tersebut memang sudah merupakan hal yang sangat biasa.1 Bertitik tolak dari realita itu didapati bahwa, salah satu tantangan yang paling berat bagi gereja adalah mengenai 1

Lih. H. Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), disadur oleh I.H. Enklaar.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 67

“isi” dalam gereja itu sendiri, baik itu pada kalangan masyarakat gereja yang awam sampai kalangan pelayan jemaat yang “seharusnya” paham akan kebenaran. Robert T.S. Nio menginformasikan bahwa, Mayoritas penduduk Eropa adalah orang kristiani. Walaupun demikian berdasarkan jajak pendapat yang pernah dilakukan di Jerman, hanya satu dari sepuluh orang yang pergi ke gereja. Lebih dari 90% umat kristiani di sana tidak mau kegereja lagi, sebab mereka tidak merasa mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari gereja.2 Sudah sedemikian parahkah keadaan gereja Tuhan masa kini? Penulis merasa pertanyaan tersebut harus dikemukakan untuk dijadikan bahan perenungan bagi masyarakat gereja. Memang benar, fakta-fakta mengenai moralitas yang tidak berkualitas dalam kebanyakan orang percaya, baik yang melayani maupun

yang dilayani, sudah semakin nyata

tersingkap. Kualitas pelayanan yang semakin hari, semakin tidak berada pada standar yang diharapkan, adalah suatu kenyataan yang tak terelakkan, bahkan seorang filsuf Jerman, Freidrich Nietzhe pernah berkata, “Saya akan bisa percaya kepada Tuhan

2

Robert. T.S. Nio, Gereja Duit VS Gereja Allah (Yogyakarta: Kairos, 2004), 19.

68

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

bila mereka yang yang mengaku Kristen, sedikitnya lebih terlihat kelakuannya sebagai orang Kristen.”3 Selain itu, penyesatan besar-besaran dalam gereja terjadi di mana-mana, segala macam konsep teologi di selewengkan dengan muatan motivasi yang berbeda, baik itu oleh “uang” maupun oleh karena memang “kekurang-pahaman” akan kebenaran.4 “Memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya”5, itulah yang dikatakan Yesus, sehingga sikap untuk berhati-hati dan tidak membiarkan diri terlibat di dalamnya adalah suatu keputusan yang paling bijaksana. Bertitik terevaluasilah

tolak

bahwa

dari

afirmasi

sebenarnya,

di

atas,

konsistensi

maka banyak

penatalayan kristen pada prinsip-prinsip yang benar telah sangat jauh dari sempurna, dan sesungguhnya secara jujur di dalam gereja masa kini kembali sangat dibutuhkan terjadinya sublimasi dalam segala aspek, baik konsep maupun praksis. Saran Praktis

3

Nio, Gereja Duit, 19. Lih. Erastus Sabdono, “Penyesatan Terselubung Dalam Gereja”, Solagracia, Ed. 2, 13 Juli 1999, 6-38. 5 Matius 18:7b. 4

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 69

Ternyata Tubuh Kristus memang tidak pernah lepas dari berbagai persoalan, bukan saja pada abad-abad awal namun hingga kini. Situasi dan kondisi ini tidaklah mungkin untuk diabaikan, diagnosa yang tepat dan penanganan yang efektif merupakan kebutuhan yang urgen. Di bawah ini penulis menawarkan

beberapa

pokok

yang

diharapkan

dapat

menetralisir problematika yang sedang merambah dalam Gereja pada masa kini. Sesuai dengan variasi kebutuhan yang ada, maka intensitas masukan yang akan dikemukakan tertuju pada beberapa sasaran. Tanggung Jawab Gereja Secara Organisasi Dalam menanggapi fenomena yang telah ditemukan di atas, maka peran aktif Gereja secara organisasi tidaklah mungkin untuk, untuk dikesampingkan. Dari fakta yang ada, terlihat bahwa Gereja-gereja Tuhan pada masa kini sedang terbuai kondisi ”nyaman.” Merasa bahwa apa yang telah dicapai selama ini sudah memenuhii target dan menjadi puas dengan apa yang ada. Pembinaan Warga Gereja Kesadaran akan panggilan Gereja, kini mulai menjadi kabur, tujuan utama dari eksistensinya seringkali menyimpang, bahkan sangat jauh. Terjadi berbagai macam bentuk penyesatan, yang pada dasarnya disebabkan oleh peluang

70

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

yang diberikan oleh gereja itu sendiri.6 Karena banyak orang begitu bersemangat untuk terlibat dalam pelayanan, namun tidak difasilitasi dengan pembekalan pengetahuan yang formil.7 Akhirnya yang terjadi adalah, pembentukan paham “teologi” berdasarkan pengalaman pribadi. Memang hal ini tidak terjadi di dalam semua gereja lokal, namun penting untuk dikemukakan, demi tercapainya pertumbuhan yang menyeluruh dalam Tubuh Kristus. Mencontoh

dari

dalam

Firman

Tuhan

secara

komprehensif, nampak jelas bahwa pendidikan Agama sangat ditekankan. Prakarsa Allah dalam pendidikan agama adalah suatu kenyataan yang dikemukakan dalam Perjanjian Lama. Lebih lanjut dalam Perjanjian Baru, terlihat banyak metode yang dapat dicontoh dari pola Tuhan Yesus dalam menyampaikan pengajaran.8 Memang kepada Timotius, Paulus berkata, “akan datang waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat (2 Tim. 4:3).” Namun bukan berarti gereja menjadi sinis terhadap kegiatan pengajaran yang intensif dan beranggapan 6

Makmur Halim, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia (Malang: Gandum Mas, 2000), 79. 7 C. Peter Wagner, Gereja Saudara Dapat Bertumbuh (Malang: Gandum Mas, 1990), 71. 8 Paulus L. Kristianto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2006.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 71

bahwa, tugas tersebut adalah tanggung jawab lembaga lain. Conner, dalam pembahasanya tentang “Perlunya Doktrin,” mengemukakan bahwa, Saat ini ada serangan yang hebat terhadap doktrin yang sehat. Ada upaya pembelotan terhadap masalahmasalah doktrin dan ajakan berpaling pada filsafatfilasafat manusia dan doktrin-doktrin setan. Banyak gereja tida memiliki waktu untuk mengkhotbahkan atau mengajarkan doktrin. Mereka telah berpaing kepada pidato, politik, etika, khotbah dari buku, atau injil sosial yang mengatakan bahwa doktrin tidak berguna dan ketinggalan zaman.9 Kenyataan tersebut juga diamati oleh Bailey, hingga ia menyimpulkan bahwa, “. . . kita mempunyai pendeta-pendeta yang terampil dalam berkomunikasi, tetapi sayangnya tanpa pesan.”10 Nyata bahwa kondisi ini bukan hanya terjadi di satu belahan dunia, namun lebih dari itu telah merasuk ke dalam gereja secara global. Jadi sudah jelas bahwa, gereja-gereja masa kini memerlukan dorongan yang persisten untuk terus memberikan semangat yang baru dalam praktikal ini. Sebab faktanya adalah, mengabaikan 9

pengajaran

dalam

gereja,

sama

seperti

Kevin J. Conner, Pedoman Praktis Tentang Iman Kristen, peny., Firman Panjaitan, pen., Paulus Adiwijaya (Malang: Gandum Mas, 2004), 19. 10 Richard W. Bailey, Tujuh Dosa Maut Dalam Gereja Masa Kini, peny., Soemitro Onggosandjojo, pen., Chris Samuel (Bandung: Kalam Hidup, 2000), 5.

72

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

membiarkan gereja dan isinya bersama-sama menuju pada suatu kehancuran. Sebaliknya pelaksanaan formal akan program ini merupakan usaha pencapaian kehendak Allah, dalam hal ini, “suatu umat yang akan melakukan pekerjaan baik dalam hidup ini dan dengan demikian memperlihatkan kepada dunia meskipun tidak sempurna, tentang Allah yang baik (Ef. 2:10).”11 Pelaksanaan Misi Penginjilan Fakta Alkitab menunjukan bahwa, benar yang dikatakan Anthony, “Misi sedunia bukanlah hasil renungan atau temuan para misiolog, namun merupakan program asali Allah Tritunggal yang dirancangNya sejak di kekekalan masa lampau.”12

Memang

rencana

penyelamatan

Allah

telah

dirancang sejak lama, yakni sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4 bnd. Kol. 1:26-27),13 namun bukan berarti akan menjadi usang dan tidak relevan lagi pada masa kini. Misi Allah yang dimaksud di sini, secara praktis menunjuk pada aktifitas pemberitaan Injil kepada setiap orang 11

Charles C. Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1992), Jil.1. bag. X., Keselamatan yang Sangat Besar, pen. R. Soedarmo, 16. 12 Librech Anthony, “Kepemimpinan Pastoral Dalam Pengembangan Gereja Kota dengan Perspektif Misi Sedunia (Desertasi D.Min, Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, 2000), 31. 13 Lih. Edward C. Pantecost, Issues in Missology (Grand Rapids: Baker Book House, 1982), 19.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 73

yang belum mengenal Kristus. Sebagaimana definisi yang dikemukakan Peters bahwa, Penginjilan menunjuk kepada fase permulaan dari pelayanan Kristen, yakni proklamasi dengan kuasa Injil Yesus Kristus seperti yag dinyatakan dalam Alkitab melalui kata-kata yang relevan dan jelas dan dengan cara persuasif disertai tujuan yang pasti untuk menghasilkan petobat-petobat. Penginjilan adalah penetrasi-penetrasi – penyerapan, konfrontasi yang tidak hanya sukses dalam menyapaikan informasi namun menuntut keputusan. Itu adalah presentasi Injil untuk meyakinkan orang yang tdak percaya menjadi percaya dalam Yesus Kristus.14 Persoalannya adalah, seringkali para pelaksana misi Allah yang sebenarnya, yakni gereja, lebih terbuai dengan zona nyaman dan terjebak dengan berbagai macam bentuk aktifitas yang sama sekali tidak berdampak pada penyelamatan jiwa manusia yang dari masa ke masa tetap bersifat urgen. Kebanyakan program yang

ditetapkan

seringkali

melenceng

jauh

dari

definisiPekabaran Injil itu sendiri.15 Tujuan utama dari tugas ini dikemukakan dalam Matius 28:19-20 yakni, “menjadikan semua bangsa murid.” Tinjauan terhadap teks berikut ini perlu disimak, “karena itu

14

George W. Peters, A Biblical Theology of Missions (Chicago: Moody Press, 1984), 11, 12. 15 Lih. Juga definisi oleh John Stott, Fundamentalisme dan Penginjilan, pen., Gerrit Tiendas dan Stanley Heath (Bandung: Kalam Hidup, t.t.), 34.

74

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pergilah (poreuqe,ntej-poreuqentes,j aoris, pasif, partisip), jadikanlah (maqhteu,sate-maqhteusate, aoris, aktif, imperatif: make a disciple of someone, instruct, cause some one to become a

follewer)16

semua

bangsa

murid-Ku

dan

baptislah

(bapti,zontej-baptizontejs, kini, aktif, partisip) mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah (dida,skontejdidaskontejs, kini, aktif, partisip) mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Analisa terhadap bagian ini menunjukan bahwa tekanan utama dari perintah ini adalah pada kata perintah dalam bentuk imperatif yakn “jadikanlah semua bangsa murid.”17 Amanat ini bukan saja diberikan kepada para rasul namun secara dinamis diteruskan kepada setiap orang percaya hingga kini, sebab memang sudah merupakan suatu kewajaran jika seorang yang telah diselamatkan, dituntut untuk membawa berita keselamatan kepada orang lain.18

16

BibleWorks6: “maqhteu,w” dalam BibleWorks New Testament

and Friberg. 17

Bnd. Robert E. Colleman, Rencana Agung Penginjilan, pen., G.J. Tiendas dan Stanley Heath (Bandung: Kalam Hidup, 1996), 79. 18 Pokok ini dijabarkan panjang lebar oleh Tony Evans, Hal yang Paling Utama Dalam Kehidupa Rohani, peny., Istiyono Wahyu dan Ostaria Silaban, pen., Connie Item Corputty (Batam: Gospel Press, 2004), 382-419.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 75

Peran Para Penatalayan Kristen Dalam setiap pembicaraan mengenai Penatalayanan Kristen, tentu saja secara otomatis akan kena-mengena dengan apa yang sering diistilahkan “trilogi penatalayanan kristen” yaitu, waktu, talenta dan kekayaan. Trilogi ini diyakini setiap orang percaya sebagai milik Allah, Yang Empunya jagad raya ini. Oleh sebab itu setiap aspek yang berhubungan dengan hal tersebut haruslah ditata secara baik sesuai dengan yang telah ditetapkan Allah, dalam Firman-Nya.19 Namun yang akan menjadi fokus pemaparan di sini bukanlah pada trilogi tersebut melainkan lebih dari itu secara langsung pada pribadi yang menatalayani trilogi tersebut. Ada beberapa hal yang harus menjadi prinsip hidup seorang penatalayan, sebagai pemicu pelayanannya menuju pada suatu

hasil

yang

maksimal.

Sehingga

seperti

dalam

perumpamaan Tuhan Yesus dalam Matius 25:14-30, Tuan itu kembali dan mengevaluasi apa yang telah dipercayakanNya kepada hamba-hamba-Nya maka ia mendapati bahwa hambahamba itu adalah hamba yang baik dan setiawan, serta memiliki kesempatan untuk masuk dalam perjamuan makan bersamasama

dengan 19

Tuannya.

Sebaliknya

hamba

yang

tidak

Penjelasan mengenai hal ini dijabarkan secara jelas Oleh L. Anthony dalam Diktat Kuliah: Penatalayanan, 3-7 lihat juga Johny Kalalo, Diktat Kuliah: Penatalayanan, 8-40.

76

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

menginvestasikan dengan baik apa yang telah ia terima ditolakNya dan secara otomatis mengalami kerugian yang besar. Demi kepentingan pelayanan, pada bagian ini penulis mencoba memformulasikan beberapa hal yang dianggap penting dan dapat menjadi faktor penunjang demi maksimalnya hasil dari pelayanan itu sendiri. Kualitas Spiritual Dalam Keluaran 18, setelah Musa dinasehati Yitro mertuanya untuk melakukan pendelegasian tugas, dikemukakan juga kualifikasi untuk menjadi pemimpin-pemimpin di bawah Musa bahwa, selain “orang-orang yang cakap” juga harus “takut akan Allah”.20 Itulah sebabnya dalam banyak bagian Firman Tuhan, “takut akan Tuhan” merupakan hal signifikan, baik itu berbicara tentang keberhasilan, kebahagiaan (Pkh. 8:12), kehidupan (Ams. 19:23), hikmat (Ams. 9:10), kesucian (Mzm 19:10), serta berbagai aspek lain dalam kehidupan orang percaya. Strauch, berdasarkan kualifikasi yang diberikan Paulus kepada Titus dan Timotius (1 Tim. 3:2-7 dan Tit. 1:6-9) menyimpulkan bahwa seorang pelayan Tuhan, yang dalam pembicaraannya dispesifikasikan kepada penatua, haruslah 20

Kel. 18:21.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 77

memiliki kerohanian yang baik, sehingga ia dapat bebas dari segala bentuk celaan dari luar, juga untuk dapat memberikan teladan yang baik bagi orang sekelilingnya, sebab seorang penatua mewakili Allah, dalam hal ini di percayai untuk mengurus rumah tangga Allah, milik Allah, harta benda Allah, dan kekayaan Allah.21 Berhubungan dengan itu, Octavianus menyarankan beberapa hal yang harus dipersiapkan ketika seseorang ingin menjadi

pemimpin

rohani,

yang notabene

juga

adalah

penatalayan. Salah satunya adalah persiapan rohani. selanjutnya menurut Octavianus, dalam persiapan-persiapan berhubungan dengan kerohanian ini, Tuhan sendirilah yang mengawasi secara langsung bahkan sampai menjadikannya seorang pemimpin umat.22 Untuk itu Nouwen berkata, “Diperlukan orang-orang Kristiani yang bersedia mengembangkan kepekaan mereka terhadap kehadiran Allah dalam hidup mereka sendiri dan juga dalam kehidupan sesama.”23 Sehingga, dari ungkapan Nouwen tersebut terlihat bahwa, kerohanian yang berkualitas dari seseorang, bukan hanya dapat dirasakan oleh dirinya sendiri 21

Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan, pen., Hariyono (Yogyakarta: ANDI, 1992), 100-101. 22 P. Octavianus, Manajemen Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah (Malang: YPPII, 1991), 69-71. 23 Henry J.M. Nouwen, Pelayanan yang Kreatif, pen., Hary Kustana, P. Sigit Pramuji Wahyuana dan I. Suhayo Pr. (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 138.

78

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

namun lebih dari itu, seharusnya terpancar keluar, sehingga dapat dirasakan secara langsung oleh orang-orang disekitarnya. Dalam era yang menuntut segala sesuatu terjadi secara cepat, seperti sekarang ini, setiap orang, termasuk para pelayan Tuhan sering dituntut untuk terus menghasilkan sesuatu dengan

instant.

Moderisasi

yang

pesat

ini

memang

mengakibatkan orang hidup dengan tergopoh-gopoh, hingga akhirnya lupa diri. Lupa untuk mengevaluasi segala sesuatu, bahkan seringkali introspeksi di hadapan cermin Firman Tuhan terabaikan, lebih dari itu makna mendasar dari segala macam kesibukan yang dijalani tidak dapat diketahui lagi.24 Pembentukan Kepribadian Salah satu prinsip dasar berhubungan dengan “Dasardasar pelayanan Kristen” yang dikemukakan oleh Ronald W. Leigh adalah, “Sifat dan sikap pekerja Kristen terhadap orang lain adalah hal yang teramat penting, bahkan lebih penting daripada bakat ataupun pendidikan formalnya.”25 Sebab selanjutnya menurut Leigh, selain seorang pekerja Kristen itu harus memahami dengan benar kebenaran-kebenaran Alkitab

24

Robby Chandra, Bahan Bakar Sang Pemimpin, Peny., Krismariana W. (Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2005), 17-23. 25 Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), pen. Stephen Suleeman, 25.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 79

yang fundamental, ia harus hidup sesuai dengan apa yang diketahuinya itu dan secara konsisten memberikan teladan tentang kehidupan Kristen yang muncul dari penerapan akan ajaran-ajaran Alkitab di dalam kuasa Roh Kudus.26 Berhubungan dengan penatalayanan Kristen, penulis mencoba untuk menampilkan pentingnya “kepribadian yang indah” yang tentunya akan cenderung dipandang dari perspektif orang-orang yang berkonsentrasi di bidang non-religi, secara khusus kekristenan. Dalam bagian pendahuluan pada bukunya yang menampilkan kepentingan Emotional Intelligence daripada IQ (Intelligence Quantity), Daniel Goleman berkata “Apabila ada dua sikap moral yang dibutuhkan oleh zaman sekarang, sikap paling tepat adalah kendali diri dan kasih sayang.”27 Dengan demikian, dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa sesungguhnya kepentingan akan pribadi yang baik merupakan kebutuhan dalam segala bidang. Kebutuhan akan “kepribadian indah” ini terlihat begitu mendesak dengan diterbitkannya berbagai macam literatur yang berhubungan dengan pembangunan-pembangunan 26

Leigh, Melayani, 26. Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), pen. T. Hermaya, xiv. 27

80

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

karakter, baik dari penulis-penulis Kristen yang memakai berbagai macam pendekatan psikologi maupun dari penulispenulis non-Kristen. Dalam tulisannya, Zig Ziglar mengemukakan secara panjang lebar betapa pentingnya citra diri yang baik bagi seorang pemimpin, sebab hal itu akan sangat mempengaruhi keseluruhan

aspek

kehidupannya.

Sekaligus

menawarkan

berbagai macam solusi untuk mengatasi buruknya citra diri dalam diri seseorang.28 Tidak dapat tidak, kepribadian yang baik haruslah dimiliki seorang penatalayan Kristen29, sebab hal tersebut juga sangat jelas ditekankan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma dengan berkata, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”30 Tentu saja penekanan Paulus di sini mengenai hubungan seorang percaya dengan orang-orang yang belum percaya sehingga, setiap orang percaya yang adalah penatalayan Kristus 28

Lih. Zig Ziglar, Sampai Jumpa Di Puncak Sukses (Jakarta: Binarupa Aksara, 1995), pen. Anton Adiwiyanto, 41-95. 29 Lih. Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan Atau Kependetaan, pen. Hariyono (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1992), 100. 30 Roma 12:17,18.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 81

itu dapat menampilkan kesan yang baik bagi tiap pribadi yang memandangnya. Signifikansi Profesionalisme Dengan terjadinya berbagai macam bentuk difusi dalam setiap

aspek

kehidupan manusia, istilah profesi

terpengaruh dengan keadaan tersebut sehingga juga mengalami perubahan makna.31 Campbell menginformasikan bahwa, “Pada mulanya istilah ini digunakan dalam konteks kehidupan iman, yaitu “professus” (bhs. Latin): mengakui iman secara terbuka di hadapan publik.”32 Jadi, ia menyimpulkan, “Petugas gerejani dapat dipandang sebagai profesionalis yang paling mulamula.”33 Namun

demikian

dalam

bahasan

ini,

istilah

profesionalime akan dipahami sejalan dengan perkembangan pemahamannya, yaitu dari beberapa pendekatan.34 Sebab, lebih lanjut Campbell menyimpulkan bahwa, memang konsep modern mengenai “profesi” mempunyai banyak makna semantik dan ambiguitas moral, namun dalam membicarakan aktifitas 31

Alastair Campbell, Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 1994), peny. Don S. Browning, pen. Adji A. Sutama, 23. 32 Ibid. 33 Ibid. 34 Menurut Campbell, ada tiga macam pendekatan ketika orang memahami istilah ini, yaitu: “pendekatan Ciri-ciri”; “Pendekatan Fungsional”; “Pendekatan Pergulatan-Kekuasaan”. Ibid, 24-27.

82

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kekristenan, konsep-konsep mengenai profesionalisme dalam dunia modern tersebut harus dimiliki demi efektivitas “profesi” itu sendiri.35 Adapun profesionalisme yang dimaksudkan dalam kaitannya dengan penatalayan Kristen disini, adalah cenderung sejalan dengan apa yang dikemukakan Campbell dalam mengantarkan pembahasannya, bahwa “dalam diri seorang profesional ada keahlian, konsistensi, dan dedikasi yang sungguh-sungguh mempunyai daya tarik.”36 Tentu saja untuk mencapai suatu keahlian pada tingkat tertentu, proses yang membutuhkan waktu sangat diperlukan, baik itu terakreditasi maupun tidak. Sedangkan kebutuhan akan konsistensi dan dedikasi haruslah muncul dari dalam diri seseorang baik secara aktif, dalam pengertian tanpa dorongan dari pihak luar, maupun secara pasif, dalam pengertian terdorong oleh sesuatu dari luar, apapun itu. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa, profesionalisme bukanlah

dalam

sesuatu

yang

penatalayanan mudah

kristen

untuk

sebenarnya

dicapai,

namun

membutuhkan kerja keras yang komulatif. Beranjak dari 35 36

Campbell, Profesionalisme, 28. Ibid., 7.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 83

paparan di atas maka didapatilah bahwa, dalam berbagai aspek kehidupan baik yang berhubungan dengan proyek-proyek sekularis, prinsip ini adalah mutlak harus dimiliki oleh setiap pribadi yang terlibat di dalamnya37. Sekalipun memang penatalayanan Kristen tidak dapat disamakan dengan proyekproyek sekuler tersebut, namun paling tidak berbagai macam proses kerja, baik berhubungan dengan sekuler maupun religi, menurut penulis tidak terlalu jauh berbeda bahkan, dalam batasan-batasan tertentu terlihat sama persis. Itulah sebabnya penulis mencoba mengemukakan prinsip profesionalisme dalam pembicaraan ini, yang lebih dari Nouwen dalam bukunya menegaskan bahwa sebenarnya pelayanan itu “berhubungan dengan sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme.”38 Kapabilitas Bersinergi Harus disadari oleh setiap Pelayan Tuhan bahwa, pekerjaan melayani Tuhan bukanlah milik pribadi, yang keberhasilannya dapat diraih tanpa rekan pelayan lainnya. Dalam atmosfir pelayanan ini, setiap orang harus menyadari secara persis tentang eksistensi orang lain, yang di sekitarnya. Kepekaan ”tingkat tinggi” terhadap dunia di sekelilingnya harus 37

Lih. Winardi, Kepemimpinan Dalam Manajemen (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), 16-27. 38 Henry JM. Nouwen, Pelayanan yang Kreatif, pen. Hari Kustana, P. Sigit Pramuji Wahyuana, I. Suharyo Pr (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 19.

84

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

dimiliki untuk dapat meraih suatu sukses besar.39 Di sinilah tuntutan yang mendesak akan kecerdasan pengelolaan emosi menjadi sangat primer. Lase berkata, Dalam dunia kerjanya, seorang pekerja melibatkan seluruh totalitas kepribadiannya yang terdiri dari pikiran, emosi dan fisik. . .. diketahui bahwa dalam hubungan dirinya sendiri dengan orang lain, seseorang harus mampu untuk mengendalikan emosinya yang akan memberikan dampak positif terhadap dirinya maupun orang lain.40 Termin inipun telah dikembangkan oleh Patricia Patton dalam EQ, Kecerdasan Emosional, Landasan untuk Meraih Sukses Pribadi dan Karier. Ia mengemukakan bahwa, ”mereka yang tidak memiliki referensi nilai, fokus yang positif, dan harga diri akan menemui kesulitan dalam menemukan sumber daya bathiniah yang diperlukan untuk menangani tantangan-tantangan yang beragam.”41 Patton juga menekankan bahwa, ”egosentris dan

kesombongan

memunculkan

masalah-masalah

yang

menyebabkab mereka tidak bahagia, frustasi dan marah.”42

39

Chandra, Bahan Bakar, 44-46. Jason Lase, Motivasi Berprestasi, Kecerdasan Emosional, Percaya Diri dan Kinerja (Jakarta: PPS FKIP UKI, 2005), 90. 41 Patricia Patton, EQ, Kecerdasan Emosional, Landasan untuk Meraih Sukses Pribadi dan Karier, peny., Ghufron, pen., HERMES (Malang: Mitra Media, 1998), 7. 42 Patton, EQ, Kecerdasan, 81. 40

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 85

Prinsip sinergi inilah yang diaplikasikan dalam tumbuh-kembangnya pelayanan Gereja sejak awal. Keberhasilan demi keberhasilan telah diraih dengan gemilang oleh pribadipribadi yang rela untuk mengesampingkan ego pribadi untuk mencapai suatu sinergi dengan orang-orang lain di sekitarnya. Pilihan Pribadi Jemaat ”Awam” dalam Gereja Memang

Gereja

secara

organisasi

serta

para

pemimpin umat memiliki tanggung jawab yang besar untuk pengembangan Tubuh Kristus. Namun demikian, bukan berarti setiap jemaat tidak perlu untuk introspeksi. Sebab memang pada dasarnya ”menjadi semakin tua itu pasti, tapi menjadi dewasa adalah opsi.” Pada umumnya orang yang mengakui dirinya Kristen percaya bahwa, Kristus adalah satu-satunya Tuhan dan Juruselamat dunia ini. Eksistensi Kristus sebagai Allah, Penguasa jagad raya, jarang diragukan di kalangan orang Kristen.

Bahkan

banyak

orang

Kristen

akan

berusaha

mempertahankan keyakinan ini, sekalipun seringkali mereka tidak mengetahui alasan yang cukup. Namun yang menjadi persoalan besar di sini ialah mengenai keyakinan mereka akan karya Kristus terhadap diri mereka secara pribadi. Perasaan kurang terhadap karya penyelamatan Kristus seringkali muncul, karena berbagai

86

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

macam faktor. Di sinilah letak kepentingan untuk menekankan kepada setiap Orang Percaya akan identitas baru milik mereka, sebagai hasil karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus. Ketidakpastian akan keberadaan mereka di dalam Kristus, menghasilkan fenomena keragu-raguan akan keselamatan dalam dirinya. Padahal kepada mereka, citra yang baru telah diberikan Allah.43 Realita akan krisis identitas juga ditemukan oleh Denny F. Kilapong dalam penelitian yang dilakukan dalam rangka penulisan tesis untuk pencapaian gelar Master Of Theologia di Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, tahun 2005. Sehingga iapun menyarankan, ”setiap orang Kristen seharusnya berusaha untuk mengenali dirinya di dalam Kristus, serta membuktikan bahwa hal itu ada dan mempengaruhi totalitas hidupnya.”44 Signifikansi ini juga merupakan dasar yang kokoh untuk bertahan dalam kesucian hidup Kristen. Itulah sebabnya, Evans dengan nada yang sangat praktis berkata,

43

Charles Capps, Citra Anda Menurut Allah, pen., Ben Soriton (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Imanuel,” 1993), 14. 44 Denny F. Kilapong, “Kompatibilitas Identitas Orang Percaya Dengan Konsitensinya Dalam Kekudusan Pribadi Pada Masa-masa Pencobaan Berdasarkan 1 Petrus 1:1-25” (Tesis Th.M: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, 2005), 161.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 87

Waktu Anda dilahirkan kembali, Allah meletakan dalam diri Anda sifat baru yang sebelumnya tidak ada, sebuah sifat yang sekarang menjadi inti diri Anda. Petrus menyebutnya ”kodrat ilahi” karena inilah kehidupan Allah. Jadi jika Anda sudah mempercayai Yesus Kristus untuk kehiduan kekal, maka kehidupan Allah menjadi inti realita baru Anda. Allah menempatkan inti-Nya, yang adalah roh, di pusat diri Anda. Itulah mengapa jika Anda berada di dalam Kristus, maka Anda dalam keadaan sangat baru. Anda bukan lagi persona yang dulu-dulu, meskipun kemungkinan Anda melakukan hal-hal yang dulu Anda lakukan.45 Jadi sangat beralasan jika setiap orang Kristen seharusnya, bukan saja meyakini akan jaminan keselamatan dari Kristus, namun lebih dari itu memiliki kapabilitas untuk bertahan dalam kesucian hidupnya. Akhirnya sebagaimana pesan Firman Tuhan melalui Paulus dalam Efesus 2:8-10, penting untuk terus diingatkan sehubungan dengan produktifitas Kristen. Ia berkata, Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan 45

Tony Evans, Bebas dari Belenggu Dosa, Peny., Lindon Saputra, pen., Wim Salampesy (Batam: Gospel Press, 2003), 31.

88

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Demikianlah sebenarnya ”Kristen” penting untuk dipahami oleh setiap pribadi yang menyandangnya.

PENUTUP

Ada persoalan pelik yang sedang melanda Gereja Tuhan, beberapa pokok penting dalam pelayanan sedang terabaikan, sementara masyarakat gereja itu sendiri sedang terbuai dengan “kenyamanan” yang sebenarnya bersifat semu. Dalam kondisi inilah

seluruh

organisme

dalam

Gereja

penting

untuk

disadarkan. Faktanya adalah tantangan ini telah dihadapi oleh gereja dalam sepanjag sejarah, namun demikian seolah-oleh pembelajaran tidak pernah usai karena kurangnya motivasi. Dalam kemajuan zaman yang semakin pesat dan rentan terhadap degradasi ini, Gereja seharusnya terus menjadi panduan yang terlihat jelas dalam masyarakat, sebagaimana mercusuar bagi sebuah kapal di lautan pada kegelapan malam, sehingga dengan demikian kemerosotan yang begitu menekan kehidupan manusia dari generasi ke generasi dapat dibendung. Sebab memang Tidak dapat dipungkiri bahwa kemerosotan moral semakin meningkat seiring perkembangan pada segala aspek kehidupan manusia.

90

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Tanggung-jawab ini bukanlah sesuatu yang ringan untuk diemban namun hal ini bukanlah realita yang asing bagi Gereja, sebab untuk itulah Gereja ada, diperlengkapi, diutus ke tengahtengah dunia ini serta di beri jaminan penyertaan langsung oleh Yesus Kristus, Sang Penguasa Jagad itu (Mat. 28:19,20). Dalam tanggung-jawab yang sangat membanggakan ini, Gereja haruslah benar-benar menampakkan kemajuan yang dinamis seiring dengan pesatnya perkembangan dunia dalam segala dimensi kehidupan. Namun demikian, pada kenyataannya “Tubuh Kristus” berada dalam situasi yang terdesak sehingga penelaahan kembali terhadap nilai-nilai utama dalam pelayanan merupakan sesuatu yang bersifat urgen. Prinsip-prinsip yang telah dikembangkan dari Surat Kolose, merupakan sekelumit penawar yang mungkin dapat memberi asupan positif kepada gereja, sehubungan dengan persoalan-persoalan yang seringkali mengguncang lembaga Allah ini. Tidak lepas dari tujuan analisa terhadap Surat Kolose tersebut, maka hasil telaah ini juga sekaligus merupakan indikator dalam hal tumbuh-kembangnya sebuah gereja lokal. Paling tidak penulis menemukan beberapa prinsip, baik secara konseptual maupun praksis. Suatu inspirasi ilahi yang diilhamkan kepada

Penutup 91

Paulus, untuk memberikan penerangan bukan saja bagi jemaat Kolose, tetapi juga untuk setiap Tubuh Kristus di segala jaman, dalam berbagai persoalan. Sejauh analisa penulis terhadap Surat Paulus kepada Jemaat Kolose ini, ada lima simpulan pokok yang merupakan indikator dalam pertumbuhan suatu jemaat, sekaligus menjadi titik tolak penelitian di lapangan. Indikator-indikator tersebut ialah, Pertama, kualitas para pemimpin rohani. Kualitas yang dimaksud di sini meliputi, pengetahuan teologia, performa dalam pelayanan serta karakter/ kesucian hidup. Beberapa hal yang ditampilkan para pelayan yang dikemukakan dalam Surat Kolose, dapat menjadi cerminan bagi kehidupan masa kini. Kedua, kesadaran jemaat tentang identitas dirinya di dalam Kristus. Bahwa mereka adalah organ-organ dalam satu Tubuh, yakni Tubuh Kristus, dikuduskan oleh Allah serta memiliki kapasitas untuk melayani di hadapan Allah yang kudus, yakni menjadi saksi-saksi Kristus bagi dunia. Bahkan lebih dari itu setiap Kristen diberikan kapasitas untuk menghadapi berbagai macam bentuk tantangan hidup, termasuk melawan dosa dan bertahan dalam kesucian hidup. Ketiga, karakter jemaat. Dalam hal ini, sudah merupakan hal yang wajar dan alami, jika seseorang yang telah memiliki

92

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kapasitas untuk berkarakter indah, menampilkan gaya hidup yang mengesankan, baik di hadapan Allah maupun manusia. Jika

seorang

yang

mengaku

percaya

kepada

Kristus

menampilkan karakter baik dalam kehidupannya sehari-hari, maka dapat dikatakan, hal itu merupakan sesuatu yang wajar. Namun yang akan menjadi sangat mengherankan, jika seseorang yang mengaku percaya kepada Kristus, sebagai Tuhan dan Juruselamatnya,

menampilkan

karakter

buruk

dalam

kesehariannya. Keempat, pengajaran Alkitabiah yang dinamis dalam gereja. Kepentingan ini disebabkan oleh rentannya penyesatan di dalam gereja.

Pemahaman

nilai-nilai

teologis

yang

sering

diselewengkan untuk membelokkan kekristenan dari esensi yang sebenarnya, menuntut pengajaran yang dinamis dan sistimatis terus dilaksanakan secara formal di dalam gereja. Kelima, peran serta jemaat dalam pelayanan misi penginjilan. Misi

pekabaran

Injil

bukanlah

tanggung

jawab

yang

dipercayakan Allah kepada sebagian orang Kristen, namun setiap organisme di dalam gereja, termasuk jemaat ”awam” mengemban tanggung jawab yang sama.

BIBLIOGRAFI

Buku-buku

Arthur Jr., John Mac. The Fruitfull Life. Disunting oleh David Sper. Panorama City: Word Of Grace Communications, 1983. Bailey, Richard W. Tujuh Dosa Maut Dalam Gereja Masa Kini. Disunting oleh Soemitro Onggosandjojo. Diterjemahkan oleh Chris Samuel. Bandung: Kalam Hidup, 2000. Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004. disadur oleh I.H. Enklaar. Brauch, Manfred T. Ucapan Paulus yang Sulit. Diterjemahkan oleh Fenny Veronica. Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001. Bruce, F.F. The Letters Of Paul: An Expanded Paraphrase. Grand Rapids: Wm. B. Eermands Publishing Company, 1965. Campbell, Alastair. Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Disunting oleh Don S. Browning. Diterjemahkan oleh Adji A. Sutama. Capps, Charles. Citra Anda Menurut Allah. Diterjemahkan oleh Ben Soriton. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Imanuel,” 1993.

94

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Chandra, Robby. Bahan Bakar Sang Pemimpin. Disunting oleh Krismariana W. Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2005. Leigh, Ronald W. Melayani Dengan Efektif. Diterjemahkan oleh Stephen Suleeman. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Colleman, Robert E. Rencana Agung Penginjilan. Diterjemahkan oleh G.J. Tiendas dan Stanley Heath. Bandung: Kalam Hidup, 1996. Conner, Kevin J. Pedoman Praktis Tentang Iman Kristen. Disunting oleh Firman Panjaitan. Diterjemahkan oleh Paulus Adiwijaya. Malang: Gandum Mas, 2004.

Evans, Tony. Bebas dari Belenggu Dosa. Disunting oleh Lindon Saputra. Diterjemahkan oleh Wim Salampesy. Batam: Gospel Press, 2003. ________. Hal yang Paling Utama Dalam Kehidupan Rohani. Disunting oleh Istiyono Wahyu dan Ostaria Silaban. Diterjemahkan oleh Connie Item Corputty. Batam: Gospel Press, 2004. Goleman, Daniel. Emotional Intelligence. Diterjemahkan oleh T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000. Gray, James M. The Teaching and Preaching That Counts. New York: Fleming H. Revell Company, 1978. Halim, Makmur. Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia. Malang: Gandum Mas, 2000. Autrey, Jarry. Surat Kiriman Penjara. Malang: Gandum Mas, 1998. Kristianto, Paulus L. Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. Yogyakarta: ANDI, 2006.

Bibliografi 95

Lase, Jason. Motivasi Berprestasi, Kecerdasan Emosional, Percaya Diri dan Kinerja. Jakarta: PPS FKIP UKI, 2005. Marantika, Chris. Kristologi. Disunting oleh Nanik Sutarni, Karel Siahaya, dan Parlaungan Gultom. Yogyakarta: Iman Press, 2008. ________. Soteriologi and Spiritual Life. Yogyakarta: Iman Press, 2001. Nggebu, Sostenis. Dari Betsaida Sampai Ke Yerusalem. Disunting oleh Bestiana Simanjuntak dan Ridwan Sutedja. Bandung: Kalam Hidup, 2002. Nio, Robert. T.S. Gereja Duit VS Gereja Allah. Yogyakarta: Kairos, 2004. Nouwen, Henry J.M. Pelayanan yang Kreatif. Diterjemahkan oleh Hary Kustana, P. Sigit Pramuji Wahyuana dan I. Suhayo Pr. Yogyakarta: Kanisius, 1992. Octavianus, P. Manajemen Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah. Malang: YPPII, 1991. Pantecost, Edward C. Issues in Missology. Grand Rapids: Baker Book House, 1982. Patton, Patricia. EQ, Kecerdasan Emosional, Landasan untuk Meraih Sukses Pribadi dan Karier. Disunting oleh Ghufron. Diterjemahkan oleh Hermes. Malang: Mitra Media, 1998. Peters, George W. A Biblical Theology of Missions. Chicago: Moody Press, 1984.

96

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Ryrie, Charles C. Teologi Dasar. Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1992. Jil.1. bag. X., Keselamatan yang Sangat Besar. pen. R. Soedarmo. Satyabudi, I.J. Kontroversi Nama Allah. Jakarta: Wacana Press, 2004. Scazzero, Peter dan Warren Bird. Gereja yang Sehat Secara Emosional dan Spiritual. Disunting oleh Ostaria Silaban. Diterjemahkan oleh Grace P. Christian. Batam: Gospel Press, 2005. Simpson, E.K. dan F.F. Bruce. Commentary On The Epistles To The Ephesians And The Colossians. Grand Rapids: WM. B. Eerdmans Publishing, t.t. Spittler, Russell P. Pertama dan Kedua Korintus. Malang: Gandum Mas, 1988. Wagner, C. Peter Memimpin Gereja Anda Agar Bertumbuh. Disunting oleh Erna Iskandar, Ike Wihana F.B. dan Hosea S.L. Diterjemahkan oleh Indriyati Subandi. Jakarta: Harvest Publishing House, 1995. ________. Gereja Saudara Dapat Bertumbuh. Malang: Gandum Mas, 1990. Walvoord, John F. Yesus Kristus Tuhan Kita. Diterjemahkan oleh Cahya R. Surabaya: YAKIN, t.t. Widiasih, Mary. Hartanti “Paulus” dalam Biodata Tokoh-tokoh Alkitab Perjanjian Baru. t.k.: t.p., t.t. Widjana, Doreen. Kupasan Firman Allah Surat Kolose. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1994.

Bibliografi 97

Winardi. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Wright, N.T. The Epistles Of Paul To The Colossians And To Philemon. Illinois: Inter Varsity Press, 1987. Ziglar, Zig. Sampai Jumpa Di Puncak Sukses. Diterjemahkan oleh Anton Adiwiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995.

Artikel-artikel (Dalam Majalah, Kamus, Ensiklopedi, dan yang lainya)

Ellis, E. Earle. “Paulus.” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. M. H. Simanungkalit, 2:208. _________. “Kolose.” dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe. Peny. um. Charles F. Pfeiffer dan Everet F. Harrison. Malang: Gandum Mas, 2001. 3:813. Guthrie, D. “Timotius dan Titus, Surat-surat Kepada” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. peny. Um. H.A. Oppusunggu dan yang lainnya. pen. M.H. Simanungkalit. 2:479. Hawthorne, Gerald F., Ralph Martin dan Daniel G. Reid, Peny. Um., “Holines, Sanctification,” dalam Dictionary Of Paul And His Letters. Oleh S.E. Porter. Illinois: InterVarsity Press, 1993. Hornby, A.S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English. peny. Jonathan Crowther, Kathryn Kavanagh dan Michael Ashby. Oxford: Oxford University Press, 1995.

98

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Judge, E. A. “Roma,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. Broto Semedi, 2:321-323. Newman Jr, Barclay M. Kamus Yunani-Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1997. Rienecker, Fritz. “Colossians.” dalam A Linguistic Key To The Greek New Testament. peny. Cleon L. Roger Jr. Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1980. Sabdono, Erastus. “Penyesatan Terselubung Dalam Gereja”, Solagracia, Ed. 2, 13 Juli 1999. Stamps, Donald C. dan J. Wesley Adam, peny. Um., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. peny., Bertha Gaspersz, pen., Nugroho Hananiel. Malang: Gandum Mas, 1994. Strong, James. “pistiς.” dalam Strong Exhaustive Concordance Of The Bible, (t.k: t.p, t.t). Stott, John. Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani. Diterjemahkan oleh G.M.A. Nainggolan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996. Stott, John. Fundamentalisme dan Penginjilan. Diterjemahkan oleh Gerrit Tiendas dan Stanley Heath. Bandung: Kalam Hidup, t.t. Strauch, Alexander. Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan. Diterjemahkan oleh Hariyono. Yogyakarta: ANDI, 1992. Tenney, Merrill C. New Testament Survey (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1987), 7.

Bibliografi 99

Trentham, Charles A. The Sheperd Of The Stars. Nashville: Broadman Press, 1962. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Vine, “Clothing, Cloths, Clothes, Cloke, Coat,” dalam An Expository Dictionary, 199. Vine, “Grace” dalam An Expository Dictionary, 1:169-171. Vine, “Peace, Peaceable, Peaceably,” dalam An Expository Dictionary, 3:167-168. Vine, W.E. “Ministering, Ministration, Ministry,” dalam An Expository Dictionary Of New Testament Words. New Jersey: Fleming H. Revell Company, 1966. 3:74-75. Walls, A. F. “Rasul,” dalam Ensiklopedi, pen. Sijabat-Runkat, peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, 2:307

Program-program Komputer

BibleWorks 6: Barclay-Newman, “avgwnizo,menoj” dalam Greek English Dictionary. [CD ROM] BibleWorks 6: Keterangan dalam BNM Morph + BarclayNewman BibleWorks: New International Version Testament: NT [CD ROM BibleWorks6: “Agape” dalam ISBE Bible Dictionary. BibleWorks6: “avdelfo,j, ou/, o` brother,” dalam Friberg Lexicon. [CD ROM]

100

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

BibleWorks6: “ca,rij” dalam Friberg Lexicon. BibleWorks6: “eivkw.n” dalam BNM Morph + Barclay-Newman. BibleWorks6: “Faithful,” dalam Easton’s Bible Dictionay. BibleWorks6: “Gamaliel,” dalam Fauset’s Bible Dictionary, [CD ROM] BibleWorks6: “maqhteu,w” dalam BibleWorks New Testament and Friberg. BibleWorks6: “pa,ntej” dalam BNM Morph + Barclay-Newman. BibleWorks6: “pisto,j, h,, o,n” dalam Friberg Lexicon. BibleWorks6: “pisto,j” dalam Strong’s Cocordance. BibleWorks6: King James Version. BibleWorks6: New American Standart Bible. BibleWorks6: Strong’s Exhaustive Concordance. BibleWorks6: Terj. Alkitab King James with Strong’s and Jenewa Notes. BibleWorks6: Terj. BibleWorks New Testament (NA27). BibleWorks6: Terj. King James With Strong’s and Jeneva Notes. BibleWorks6: Terj. Latin Vulgate BibleWorks6: Terjemahan Baru (Indonesia)

Bibliografi 101

Illummina: ”Gamaliel,” dalam Ensiklopedi. [CD ROM] Ilummina Gold: ”avpostoloj,” dalam Ensiklopedia, Tyndale House Publishers: 2003. [CD ROM]

Prosiding, Catatan & Diktat Kuliah, Tesis, dan Desertasi

Anthony, Librech. “Kepemimpinan Pastoral Dalam Pengembangan Gereja Kota dengan Perspektif Misi Sedunia.” Desertasi D.Min, Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, 2000. Berglund, Douglas. “Time Line Paul’s Letters,” dalam Catatan Kuliah: Kekristenan dan Budaya, MA.Miss (2007). Kilapong, Denny F. “Kompatibilitas Identitas Orang Percaya Dengan Konsitensinya Dalam Kekudusan Pribadi Pada Masa-masa Pencobaan Berdasarkan 1 Petrus 1:1-25.” Tesis Th.M: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, 2005. Layantara, Hanny. “Kepemimpinan Gereja Lokal,” Seminar PATI STTII Yogyakarta, 21-25 Juni 2004. Maryono, Petrus. Diktat Kuliah: Gramatika dan Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru, 1994. Saparman, Diktat Kuliah: Bahasa Yunani, MA.Miss: 2007.

Related Documents


More Documents from "Fitri Marlina"