Loading documents preview...
PRAKTIKUM EVALUASI TEKSTIL I ANALISA KERUSAKAN SERAT WOOL SECARA KUALITATIF
Nama
: Amelia Puspita Sari
NPM
: 13020087
Kelompok
:4
Grup
: K-4
Dosen
: Luciana, S. Teks. M.Pd
Asisten
: Eka O., S.ST
POLITEKNIK STTT BANDUNG 2015
I.
JUDUL 1.1 Pengujian Penggelembungan dengan NaOH 0,1 N 1.2 Pengujian Penggelembungan dalam KOH Amoniakal (Pereaksi Krais Viertel) 1.3 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Perak Amoniakal 1.4 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Indigo Carmine (CI Acid Blue 74) 1.5 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Metilen Biru (CI Basic Blue 9) 1.6 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Acid Red 1
II.
MAKSUD DAN TUJUAN 2.1 Pengujian Penggelembungan dengan NaOH 0,1 N Maksud
: Mengetahui cara identifikasi kerusakan serat wool dengan cara penggelembungan dengan NaOH 0,1 N.
Tujuan
: Untuk membedakan kerusakan serat wool karena zat kimia.
2.2 Pengujian Penggelembungan dalam KOH Amoniakal (Pereaksi Krais Viertel) Maksud
: Mengetahui cara identifikasi kerusakan serat wool cara penggelembungan dalam KOH Amoniakal
Tujuan
: Untuk membedakan kerusakan serat wool karena zat kimia.
2.3 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Perak Amoniakal Maksud
: Mengetahui cara identifikasi kerusakan serat wool cara pewarnaan dengan uji perak amoniakal.
Tujuan
: Pengujian dilakukan untuk menunjukkan derajat kerusakan serat wool karena zat kimia.
2.4 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Indigo Carmine (CI Acid Blue 74) Maksud
: Mengetahui cara identifikasi kerusakan serat wool cara pewarnaan dengan uji indigo carmine.
Tujuan
: Pengujian dilakukan untuk menunjukkan derajat kerusakan serat wool karena zat kimia.
2.5 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Metilen Biru (CI Basic Blue 9) Maksud
: Mengetahui cara identifikasi kerusakan serat selulosa cara pewarnaan dengan uji metilen biru.
Tujuan
: Pengujian dilakukan untuk menunjukkan derajat kerusakan serat wool karena zat kimia.
2.6 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Acid Red 1 Maksud
: Mengetahui cara identifikasi kerusakan serat selulosa cara pewarnaan dengan uji acid red 1.
Tujuan
: Pengujian dilakukan untuk menunjukkan derajat kerusakan serat wool karena zat kimia.
III.
DASAR TEORI Wool merupakan serat yang dihasilkan dari rambut biri-biri yang merupakan serat yang halus, biasanya keriting dan tumbuh terus menerus dan dipotong tiap tahunnya. Struktur kimia wol tersusun dari asam amino dan keratin, diantara rantai utama terdapat ikatan silang berupa ikatan sistina/jembatan belerang.
Penampang melintang serat wool
Penampang membujur serat wool
3.1 Sifat Fisika Serat Wool Struktur serat wool dapat digambarkan sebagai berikut : CO
CO CH
CH
NH
NH
CO
CO
CH
- CH2 - S - S - CH2 - CH Ikatan Sistin
NH
NH
CO
CO
- CH
CH -
NH
NH
CO
CO
CH
- CH
NH
NH
CO
CO
CH - CH2 - CH2 - COO- +NH3 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH Asam Glutarnat
Lisin
NH
NH
CO
CO
- CH
CH -
NH
NH
CO
CO
- + CH - Ch2 - COO NH3 - C - NH - Ch2 - CH2 - CH2 - CH
Asam Aspartik
Arginin NH
NH
NH Ikatan Garam
Serat wool bersifat higroskopis, sehingga dapat menyerap uap air dari atmosfir lembab dan dapat melepaskannya kedalam atmosfir kering. Moisture regain serat wool kurang lebih sebesar 16 % (kondisi standar). Kekuatan serat wool pada keadaan kering berkisar antara 1,2 – 1,7 gram per denier dengan mulur 30 – 40 %. Dalam keadaan basah, menjadi 0,8 – 1,4 gram per denier dengan mulur 50 – 70 %. Serat wool kurang tahan terhadap sinar matahari, karena akan menyebabkan kemunduran kekuatan dan mulur dari serat wool tersebut (kemunduran tersebut disebabkan karena putusnya ikatan lintang sestina).
Serat wool merupakan serat yang terdiri dari beberapa ikatan lintang, ikatan lintang yang terpenting adalah ikatan disulfida pada sistina asam amino. Ikatan lintang disulfida sangat menentukan sifat-sifat wool, seperti kekuatan basah, kekakuan, dan ketidak larutan. Ikatan lintang penting lainnya adalah ‘ikatan garam’ antara gugus-gugus asam aspartik dan glutannat dengan gugusgugus basa lisin dan arginin. Selain itu, terdapat pula ikatan-ikatan hydrogen yang memberi gaya-gaya antar molekul.
3.2 Sifat Kimia Serat Wool Seperti serat-serat protein lainnya, wool bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Adsorpsi asam atau basa akan memutuskan ikatan garam, tetapi dapat kembali lagi. Wool tahan terhadap asam-asam, kecuali asam pekat panas dapat memutuskan ikatan peptide. Garam-garam yang bersifat asam atau alkali mempunyai sifat seperti asamasam alkali pada pH yang sesuai. Serat wool peka terhadap zat-zat oksidator, zat-zat oksidator kuat akan merusak serat karena putusnya ikatan lintang sistina. Proses reduksi juga dapat memutuskan ikatan-lintang sistina.
3.3 Kerusakan Serat Wool Kerusakan wol lebih kompleks daripada selulosa. Seperti yang telah diketahui, wol mempunyai jembatan cystine, jembatan garam dan rantai polipeptida. Wol dapat diserang oleh alkali, oksidator, chlor, reduktor, hama dan jamur. Kerusakan dapat terjadi pada sifat elastis, cystine, jembatan garam, dan rantai poli peptida.
-
Kerusakan pada sifat elastis Alkali dapat menyebabkan wol larut, sedangkan gas chlor merubah wol menjadi membran yang elastis dan sangat mulur, yang larut perlahan-lahan dalam air.
- Kerusakan pada cystine (jembatan disulfida) Ada tiga macam reaksi, yaitu : Oksidasi R-S-S-R
R-SO-S-R
R-SO2-S-R
R-SO-SO-R disulfoksida
R-SO2-SO-R
R-SO2 -SO2-R disulfon
Disulfoksida dapat bereaksi dengan Pb-asetat membentuk PbS yang coklat tua. sedangkan tingkat terakhir dari dioksidasi (R-SO2 -SO2-R) tidak dapat bereaksi. Hal ini terjadi pada oksidasi dengan H2O2. Hidrolisa. H2S R-S-H+
R-S-S-R
H2SO4
RSOH R.CHO
R.COOH
Hasil akhir (RSOH) larut dalam alkali sehingga kerusakan karena alkali dapat bertambah tinggi. H2S yang terjadi dapat bereaksi dengan Pb asetat membentuk PbS. Hal ini dapat terjadi karena adanya hidrolisa oleh uap air atau air mendidih, dan oleh alkali. Sedangkan kerusakan oleh sinar matahari merupakan campuran oksidasi dan hidrolisa. Reduksi. R-S-S-R
Na2SO3
RSNa + R-S-SO3Na
Hal ini terjadi selama pengerjaan dengan Na-sulfit atau bisulfit. Oksidasi mengurangi total belerang yang bereaksi seperti belerang bebas dan (dalam beberapa hal) belerang yang bereaksi sebagai H2S. Oksidasi juga menaikkan kadar sulfat, belerang yang larut dalam alkali dan total zat yang larut dalam alkali. -
Kerusakan pada jembatan garam Hidrolisa jembatan garam disebabkan oleh pengaruh uap air, asam, air mendidih dan agak sedikit oleh pengerjaan dengan alkali. Cara penentuan kerusakan ini berdasarkan pada total zat terlarut dalam alkali, dan kadar amino sebagai
RNHR
dan
R-NH2-OOC-R.
Pengerjaan
dengan
asam
tidak
menyebabkan perusakan struktur, tetapi menyebabkan pembentukan garam, dan berkaitan dengan gugus NH2 sehingga menurunkan bilangan yodium. Oksidasi, Reduksi pengaruh sinar, dan pengaruh uap, semuanya bertendensi menaikkan kelarutan dalam alkali. -
Kerusakan pada rantai Peptida Pemutusan rantai peptida menjadi lebih pendek disebabkan oleh serangan uap air, asam air mendidih dan lain-lain. Efek kimianya sama seperti yang dihasilkan oleh kerusakan pada gugus amino dan jembatan garam.
-
Kerusakan pada gugus amino Diazotasi dan pemecahan senyawa diazo menyebabkan penurunan kadar amino primer dan karena itu mengurangi daya celup dengan zat warna asam. Bilangan yodium juga turun, dan Oksidasi juga mengurangi kadar amino.
3.4 Pengujian Kerusakan Wol cara Penggelembungan -
Penggelembungan dengan NaOH 0,1N Bagian serat wol yang rusak karena cuaca, menggelembung lebih besar daripada bagian yang tidak rusak. Kerusakan karena cuaca pada satu sisi serat wol akan menimbulkan bentuk lengkungan tertentu. Pada pengujian ini larutan alkali (Natrium hidroksida 0,1N, kalium hidroksida 0,1N atau ammonia 0,1N) digunakan sebagai medium di dalam pengamatan dengan mikroskop, sehingga tingkat-tingkat penggelembungan dan pengeritingan dapat diamati.
-
Penggelembungan dengan KOH amoniakal (Pereaksi Krais- Viertel) Beberapa helai serat yang rusak dan yang tidak rusak, yang diambil dari contoh uji, diletakkan terpisah pada kaca objek, ditutup kaca penutup dan diberi medium larutan kalium hidroksida amoniakal, kemudian diamati dibawah mikroskop. Wool yang rusak karena asam dengan cepat mengelembung dengan gelembung yang sangat besar, dan gelembung-gelembung tersebut segera timbul disepanjang serat. seluruh reaksi tersebut berlangsung dalam waktu 2-5 menit. Wol yang tidak rusak hanya menggelembung dan setelah 5 menit akan tampak garis-garis memanjang dari lapisan fibrilnya. Setelah 10 menit timbul beberapa gelembung didalam serat, dan dalam waktu 20 menit berkembang menjadi blister. Wol yang rusak karena alkali reaksinya akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama, kira-kira 30 menit atau lebih. Uji ini sangat peka, walaupun kerusakan tingkat awal dapat ditunjukkan. Waktu berlangsungnya reaksi bergantung pada kehalusan wol. Data waktu diatas untuk serat agak halus dengan diameter kira-kira 20 mikron. Sedangkan serat yang lebih kasar memerlukan waktu lebih lama. Oleh karena itu lebih baik kalau pengujian dilakukan pula pada beberapa serat wol yang tidak rusak dengan diameter yang sama pada waktu yang sama. Menurut Kornreich, apabila menggunakkan uji Krais Viertel, disarankan untuk meletakkan kaca objek didalam oven pada suhu 40°C selam 2-3 menit, supaya reaksi berlangsung lebih cepat dan perbedaannya lebih jelas.
3.5 Pengujian Kerusakan Wol dengan Pewarnaan Sebab terpenting yang mengakibatkan kerusakan kimia pada wol adalah alkali, walaupun kerusakan kimia dapat juga diakibatkan karena asam, khlor atau hipokhlorit, peroksida dan pengaruh cahaya matahari, namun kerusakkan yang paling parah disebabkan oleh alkali.
-
Perak nitrat amoniakal Larutan perak nitrat amoniakal, adalah pereaksi yang berbahaya dan dapat meledak, maka dalam penggunaannya harus hati-hati. Kedalam larutan perak nitrat 10% ditambahkan ammonia pekat, tetes demi tetes sehingga endapan yang semula terbentuk tepat larut kembali. Tergantung pada derajat kerusakannya, serat akan berwarna coklat muda sampai hitam didalam larutan pereaksi yang dingin. Uji ini terutama sesuai untuk menunjukkan kerusakan karena cahaya atau cuaca. Reaksi yang terjadi : AgNO3 + NH4OH
AgOH
AgNO3 + NH4OH
[(Ag(NH3)2]NO3 + 2H2O
Wol Rusak +
-
Ag+
+ NH4NO3
Ag
C. I. Acid Red 1 Contoh uji direndam didalam larutan zat warna 0,1% C. I. Acid Red 1 pada suhu kamar selama 10 menit. Serat yang tidak rusak tetap tidak diwarnai, kecuali beberapa serat yang sisik-sisiknya terlepas. Sedangkan serat yang rusak dan wol yang dikhlorinasi akan berwarna merah, dengan ketuaan warna yang tergantung pada derajat kerusakannya. Reaksi yang terjadi : OH
NHCOCH3
N=N NaSO3
NH +
SO3Na
C - C - SO3H
COOH
Merah (bagian tk. Kerusakan) ; Asam
-
C. I. Acid Blue 74 (Indigo Carmine) Larutan jenuh Indigo Carmine yang diasamkan dengan asam sulfat 1N 40 ml/L, akan mewarnai wol yang rusak karena asam, alkali hipokhlorit asam atau peroksida, dengan warna biru yang jelas. Pengamatan akan lebih jelas apabila diamati dibawah mikroskop dengan penyinaran sudut lebar yang menggunakan medium gliserol pekat.
-
C. I. Basic Blue 9 (Methylene Blue) Larutan jenuh Methylene Blue dingin (kira-kira 1 gram per 100 ml) diasamkan dengan larutan asam sulfat 3N 10 ml per liter sambil diaduk. Setelah itu didiamkan, kemudian disaring. Wol rusak karena alkali, hipokhlorit asam maupun alkali dan peroksida akan terwarnai dengan warna biru.
IV.
ALAT DAN BAHAN / PEREAKSI 4.1 Pengujian Penggelembungan dengan NaOH 0,1 N Alat : -
Mikroskop
-
Kaca objek dan kaca penutup
-
Kertas hisap
Pereaksi : Larutan NaOH 0,1 N
4.2 Pengujian Penggelembungan dalam KOH Amoniakal (Pereaksi Krais Viertel) Alat : -
Mikroskop
-
Kaca objek dan kaca penutup
-
Kertas hisap
Pereaksi : KOH Amoniakal (20 g KOH dilarutkan dalam 500 mL NH4OH pekat)
4.3 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Perak Amoniakal Alat : Tabung reaksi Pereaksi : Larutan Perak Nitrat Amoniakal
4.4 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Indigo Carmine (CI Acid Blue 74) Alat : -
Tabung reaksi Mikroskop
Pereaksi : Larutan Indigo Carmine jenuh yang diasamkan dengan Asam Sulfat 1 N
4.5 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Metilen Biru (CI Basic Blue 9) Alat : Tabung reaksi Pereaksi : Larutan Metilen Biru 10 g/L yang diasamkan dengan Asam Sulfat 2 N
4.6 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Acid Red 1 Alat : -
Tabung reaksi Mikroskop
Pereaksi : Larutan CI Acid Red 1 1g/L (0,1%)
V.
CARA KERJA 5.1 Pengujian Penggelembungan dengan NaOH 0,1 N Cara Kerja : - Contoh uji dipotong-potong sepanjang 1-2 mm. - Letakan pada kaca objek dengan menggunakan medium air. - Tutup kaca penutup dan dipanaskan pada oven dengan suhu 40-60 oC. - Tambahkan pereaksi dari sisi kaca penutup. - Amati dibawah mikroskop.
5.2 Pengujian Penggelembungan dalam KOH Amoniakal (Pereaksi Krais Viertel) Cara Kerja : - Contoh uji yang rusak dan tidak rusak diletakan pada kaca objek. - Tutup dengan kaca penutup. - Tetesi dengan KOH Amoniakal sebagai medium. - Panaskan pada oven dengan menggunakan suhu 40oC selama 2-3 menit. - Amati dibawah mikroskop.
5.3 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Perak Amoniakal Cara Kerja : - Contoh uji direndam dalam larutan perak nitrat amoniakal selama 5-10 menit. - Kemudian amati warna yang terjadi.
5.4 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Indigo Carmine (CI Acid Blue 74) Cara Kerja : - Contoh uji direndam dalam larutan pereaksi selama 10 menit pada suhu kamar. - Contoh uji di cuci dengan menggunakan air dingin. - Kemudian amati dibawah mikroskop.
5.5 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Metilen Biru (CI Basic Blue 9) Cara Kerja : - Contoh uji direndam dalam larutan Metilen Biru selama 5-10 menit pada suhu kamar. - Contoh uji di cuci dengan menggunakan air dingin. - Kemudian amati dibawah mikroskop.
5.6 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Acid Red 1 Cara Kerja : - Contoh uji direndam dalam larutan pereaksi selama 10 menit pada suhu kamar. - Contoh uji di cuci dengan menggunakan air dingin. - Kemudian amati dibawah mikroskop.
VI.
DATA HASIL PENGUJIAN Terlampir
VII.
DISKUSI 7.1 Pengujian Penggelembungan dengan NaOH 0,1 N Pada uji mikroskop ini, wol yang rusak karena kimia maupun mekanik volume penggelembungan menjadi lebih besar. Dan pada wol yang baik tiap sisik atau skala epitel jelas kelihatan sempurna, tampak menggelembung dan tampak garis-garis memanjang dari lapisan fibril. Pada wol yang rusak oleh asam penggelembungan terjadi secara cepat dan besar serta timbul sepanjang serat wol, timbul retakan-retakan, timbul blister yaitu sisik yang terurai atau terputusputus. Pada wol yang rusak oleh alkali terjadi penggelembungan, serat, sisik terlihat seperti kaca/transparan dan terlihat lebih jelas. Wol yang rusak oleh hipoklorit basa akan menggelembung besar dan terjadi blister. Kerusakan terparah terjadi pada wool rusak oleh alkali dan hipoklorit basa.
7.2 Pengujian Penggelembungan dalam KOH Amoniakal (Pereaksi Krais Viertel) Pada uji mikroskop ini, wol yang rusak karena kimia maupun mekanik volume penggelembungan menjadi lebih besar. Pada wol yang rusak oleh asam penggelembungan terjadi secara cepat dan besar serta timbul sepanjang serat wol, timbul retakan-retakan, timbul blister yaitu sisik yang terurai atau terputusputus. Kerusakan wool terparah terjadi pada wool yang rusak oleh alkali, hipoklorit basa dan rusak oleh asam.
7.3 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Perak Amoniakal Uji ini menunjukan kerusakan wol oleh alkali ditandai dengan warna coklat, tetapi penggunaan uji ini banyak digunakan untuk kerusakan wol oleh cuaca atau cahaya yang akan merusak jembatan disulfida dan didalamnya terjadi campuran oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi : RCH2-S-S-CH2R R-CH2SO-SCH2R’ RCH2SO2-SCH2R’
RCH2SO-SOCH2R’ RCH2SO2-SOCH2R’ RCH2SO2SO2CH2R’ Disulfokssida
Disulfon
Reaksi hidrolisa : R-CH2-S-S-CH2-R’ + HOH RCH2SH + R’CH2SOH H2S H2SO4 R’CH2SOH R’CHO R’COOH AgNO3 + NH4OH AgOH + NH4NO3 + NH4OH Ag (NH3)2 + 2H2O Wol rusak + Ag+ Ag (berwarna coklat hitam) Kerusakan terparah pada wool yang rusak oleh alkali.
7.4 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Indigo Carmine (CI Acid Blue 74) Uji ini menunjukkan serat wol sangat rusak oleh asam, alkali, hipoklorit asam dan H2O2 yang ditunjukkan dengan serat yang terwarnai sebagian dengan warna biru pada uji mikroskopnya terdapat sisik yang sedikit atau seluruh sisik serat (epithelial scale) rusak ditandai dengan pegunungan membujur atau kurus panjang, maka pada tahap ini derajat kerusakannya paling tinggi. Sedangkan pada wol yang tidak rusak, tiap sisik atau skala epitel jelas kelihatan sempurna dan sisik mempunyai pinggir gerigi tajam yang tampak jelas.
7.5 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Metilen Biru (CI Basic Blue 9) Wol Baik
: biru tua
Asam
: biru tua
Kaporit
: biru sangat tua
NaOCL Asam : biru muda NaOCL Basa : biru sangat tua Panas
: biru muda
Alkali
: biru muda
Berdasarkan pengujian serat yang terwarnai tua menunjukkan derajat kerusakan yang paling tinggi.
7.6 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Acid Red 1 Uji ini terhadap wol yang diklorinasi akan membentuk warna yang merah dan pada uji mikroskop terdapat sisik yang lepas-lepas (sisik tipis dan tidak beraturan). Wol Baik
: merah muda
Asam
: merah pekat
Kaporit
: merah keunguan
NaOCL Asam : merah keunguan NaOCL Basa : merah muda Panas
: merah muda
Alkali
: merah muda
Berdasarkan pengujian serat yang terwarnai merah pekat menunjukkan derajat kerusakan yang paling tinggi.
VIII.
KESIMPULAN 8.1 Pengujian Penggelembungan dengan NaOH 0,1 N Terjadi kerusakan parah pada wool rusak oleh alkali dan hipoklorit basa.
8.2 Pengujian Penggelembungan dalam KOH Amoniakal (Pereaksi Krais Viertel) Terjadi kerusakan parah pada wool rusak oleh alkali, hipoklorit basa dan asam.
8.3 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Perak Amoniakal Terjadi kerusakan parah pada wool rusak oleh alkali.
8.4 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Indigo Carmine (CI Acid Blue 74) Terjadi kerusakan parah pada wool yang rusak oleh asam, alkali, hioklorit asam dan H2O2.
8.5 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Metilen Biru (CI Basic Blue 9) Terjadi kerusakan parah pada wool rusak oleh kpaorit dan hipoklorit basa.
8.6 Pengujian Pewarnaan dengan Uji Acid Red 1 Terjadi kerusakan parah pada wool yang rusak oleh asam, alkali dan H2O2.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Dj, Rasjid, Ir, M.Sc, dkk. Pedoman Praktikum Evaluasi Kimia Tekstil. STTT. Bandung. Djufri, Rasjid, Ir, M.Sc, dkk. Teknologi Pengelantangan Pencelupaan dan Pencapan. ITT. Bandung.1976. Moerdoko, Wibowo, Bandung.1975.
S.Teks,
dkk.
Evaluasi Tekstil
bagian kimia.
ITT.