Program-program Kesehatan Dan Kebijakan Dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Utama Di Indonesia

  • Uploaded by: feny ditya
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Program-program Kesehatan Dan Kebijakan Dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Utama Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 22,681
  • Pages: 102
Loading documents preview...
Program-Program Kesehatan dan Kebijakan dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Utama di Indonesia Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas I

Dosen Pengampu: Ns. Nourmayansa Vidya Anggraini S.Kep., M. Kep., Sp. Kep. Kom.

Disusun Oleh:

Latifah Khusnul K. Feny Ditya H. Erina Nurbaiti. Christin Natalia. Sonya Lapitacara S. Indah Fitri Amelia. Regita Cahyani Z.

1710711056 1710711110 1710711120 1710711126 1710711129 1710711140 1710711147

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas 1 dengan judul Program-Program Kesehatan dan Kebijakan dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Utama di Indonesia. Disamping itu, kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Akhir kata, kami memahami jika naskah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu yang akan datang.

Depok, November 2019

A. Konsep Pembangunan Kesehatan di Indonesia Pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. a. Sasaran pokoknya sebagai berikut: 1) Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; 2) Meningkatnya pengendalian penyakit; 3) Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; 4) Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan; 5) Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; 6) Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

b. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: 1) Penerapan paradigma sehat, 2) Penguatan pelayanan kesehatan, 3) Pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (jkn). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care (sebuah konsep pelayanan kesehatan yang mencakup semua tingkat dan intensitas perawatan dengan sistem yang melibatkan, memandu, dan memantau pasien dari waktu ke waktu secara komprehensif) dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya dengan sistem pembiayaan: asuransi – azas gotong royong.

1. Paradigma Sehat No.

Sasaran

Bentuk perubahan yang

Dampak

diharapkan 1.

Penentu

Pemangku

Kepentingan 1.Menjadikan

kebijakan->

memperhatikan

lintas sektor

kesehatan

dampak sebagai

dari

kesehatan

arus

utama

kebijakan pembangunan

yang diambil baik di hulu 2.Meningkatkan

peran

maupun di hilir

dalam

lintas

sektor

pembangunan kesehatan 2.

Tenaga

Terlaksananya

kesehatan

sehat

di

pelayanan

paradigma 1.

Promotif

preventif

setiap

lini merupakan aspek utama

kes.

dan dalam

mengupayakan agar :

setiap

upaya

kesehatan

(program

• Orang sehat tetap sehat PHBS, Kesling, Promkes, dan tidak menjadi sakit

KIA, gizi & lainnya)

• Orang sakit menjadi sehat 2. Meningkatnya • Orang sakit tidak menjadi kemampuan nakes dlm hal promotif –preventif

lebih sakit 3.

Institusi

Penerapan standar mutu & Peningkatan

kesehatan

standar

tarif

pelayanan masyarakat

mutu

dalam pelayanan kesehatan 2. kepada Berkompetisi lebih “fair” dlm soal mutu & tarif di dalam

memberikan

pelayanan yg terbaik bagi masyarakat 4.

Masyarakat

Masyarakat harus merasa 1. Terlaksananya PHBS bahwa

kesehatan

adalah di keluarga & masyarakat

harta berharga yang harus 2. Masyarakat aktif sbg dijaga

kader

&

Kegiatan

terlaksananya pemberdayaan

masyarakat

(Posyandu,

Poskesdes,

Posbindu,

Desa Siaga dll)

2. Peningkatan pelayanan kesehatan a. Peningkatan akses 1) Pemenuhan tenaga 2) Peningkatan sarana pelayanan primer 3) Pemenuhan prasarana pendukung 4) Inovasi pelayanan di terpencil & sangat Terpencil

b. Peningkatan mutu 1) Penyediaan NSPK/SOP 2) Peningkatan kemampuan nakes 3) Program Dokter Layanan Primer 4) Program Akreditasi FKTP

c. Regionalisasi rujukan 1) Sistem Rujukan Regional dan Provinsi 2) Sistem Rujukan Nasional

d. Penguatan dinkes kab/kota, provinsi 1) Sosialisasi 2) Advokasi 3) Capacity Building e. Dukungan lintas sektor 1) Dukungan Regulasi 2) Dukungan Infrastruktur (transportasi, listrik, air, ko munikasi) 3) Dukungan pendanaan

3. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Salah satu jaminan kesehatan nasional adalah dengan adanya kartu indonesia sehat(KIS).

B. Sistem Pelayanan Kesehatan Dan Kebijakan Era Otonomi 1. Konsep Dasar Sistem Pelayanan Kesehatan

Sistem layanan kesehatan dalam artian luas merupakan totalitas layanan yang diberikan oleh semua disiplin kesehatan. Sistem layanan kesehatan bertujuan memberikan perawatan bagi mereka yang sakit dan cedera (Kozier. 2010). Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai pengelola kesehatan (Perpres 72, 2012). Pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kozier. 2010). Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, kelompok, masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO 1984). Sistem kesehatan nasional perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama dalam suatu organisasi untuk

memelihara

dan

meningkatkan

kesehatan, mencegah

dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (levey dan loomba 1973). System pelayanan medic contohnya seperti rumah sakit. Sementara puskesmas mencangkup system pelayanan kesehatan masyarakat dan system pelayanan medic. Teori tentang sistem: 1) Input, merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem.seperti sistem pelayanan kesehatan. 2) Proses, suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk menjadikan sebuah hasil yang di harapkan dari sebuah sistem tersebut,maka yang dimaksud proses adalah berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan 3) Output, hasil yang diperoleh dari sebuah proses,dalam sistem pelayanan kesehatanhasilnya dengan berupa pelayanan kesehatan yang berkualitas,efektif dan efisien sehingga dapat dijangkau oleh setiap lapisan masyarakatsehingga pasien sembuh dan sehat optimal. 4) Dampak, merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sebuah sistem,yang terjadi relatif lama waktunya. 5) Umpan balik, merupakan sebuah hasil yang sekaligus menjadi masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi umpan

balik dalam sistem pelayanan kesehatan dapat berupa kualitas tenaga kesehatan yang juga dapat menjadikan input yang selalu meningkat. 6) Lingkungan, semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan sebagaimana dalam sistem pelayanan kesehatan,berupa lingkungan geografis,atau situasi kondisi sosial yang ada di masyarakat seperti institusi di luar pelayanan kesehatan.

2. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan : 1) Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama), Dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang ringan.Sifat pelayanan kesehatan : pelayanan kesehatan dasar. Contoh : puskesmas, balai kesehatan. 2) Secondary health care(pelayanan tingkat ke dua), untuk klien yang membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan di pelayanan kesehatan pertama,rumah sakit yang tersedia tenaga specialis. 3) Tertiary health care (pelayanan kesehatan tingkat ke tiga), tingkat pelayanan tertinggi,membutuhkan tenaga ahli atau subspecialis.

3. Syarat Pokok Pelayanan Syarat pokok pelayanan kesehatan: a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adlah pada setiap saat yang dibutuhkan. b. Dapat diterima dan bersifat wajar, artinya tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. c. Mudah dicapai d. Mudah dijangkau e. Bermutu 4. Jenis Pelayanan Kesehatan Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) ada 2 jenis pelayanan kesehatan : 1) Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang ummnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya adalah untuk memelihara da meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit serta sasaran nya terutama untuk kelompok dan masyarakat. 2) Pelayanan kedokteran

Pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga. 1. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Menurut Depkes RI (2009), kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah. Pengertian Kebijakan Kesehatan yaitu konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya (AKK USU, 2010). Kebijakan kesehatan merupakan tindakan yang mempunyai efek terhadap institusi,organisasi pelayanan dan pendanaan dari system pelayanan kesehatan. Kebijakan palayanan kesehatan meliputi: 1. Public goods Berupa barang atau jasa yang pedanaanya berasal dari pemerintah, yang bersumber dari pajak dan kelompok masyarakat. Layanan public goods digunakan untuk kepentingan bersama dan dimiliki bersama. Keberadaanya memiliki pengaruh terhadap masyarakat. 2. Privat goods Berupa barang atau jasa swasta yang pedanaanya berasal dari perseorangan. Digunakan untuk kepentingan sendiri dan dimiliki perseorangan, tidak bisa dimiliki sembarangan orang, terdapat persaingan dan eksternalitas rendah. 3. Merit goods Karakteristik memerlukan biaya tambahan tidak dapat digunakan sembarangan orang ada persaingan dan eksternalitas tinggi contohnya cuci darah, pelayanan kehamilan, pelayanan kespro dan pengobatan PMS. Indonesia termasuk negara berkembang sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit. Hal ini tersebab karena kondisi riil masyarakat Indonesia yang miskin dan memiliki standart hidup (gizi) rendah. Kemiskinan (gizi buruk) menjadi kandungan yang siap setiap saat melahirkan penyakit. Karena itu tidak mengejutkan kalau penyakit –penyakit menyerang masyarakat meningkat jumlahnya setiap tahun seiring meningkatkan jumlah angka kemiskinan. 2. Program yang Mendukung Kesehatan Masyarakat

1.

Kota Layak Anak Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak. Yang bertujuan untuk: 1) Meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap hak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak. 2) Mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana, prasarana, metoda dan teknologi yang ada pada pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di kabupaten/kota dalam memenuhi hak-hak anak. 3) Mengimplementasikan kebijakan tumbuh kembang dan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator KLA; dan 4) Memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di bidang tumbuh kembang dan perlindungan anak.

2.

Bina Keluarga Lansia (BKL) Adalah satu program kegiatan di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) yang menitikberatkan pada pembinaan lansia dan keluarga lansia Batasan usia lansia berbeda-beda sesuai dengan situasi sosial budaya setempat. Menurut UU No. 13 tahun 1998 lansia di Indonesia ditetapkan pada usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO lansia dibedakan menjadi young old : 60-69 tahun, old : 70-79 tahun ke atas, old old : 80-89 tahun ke atas dan very old 90 tahun ke atas (wasilah Rohmah, 2000). Dalam konteks ini BKKBN (1955) menggunakan batasan lanjut usia terdiri dari pra lansia (50-60 tahun) dan lansia (60 tahun ke atas) Bina Keluarga Lansia adalah kelompok kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga lansia dan keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia di atas 60 tahun ke atas dalam pengembangan, pengasuhan, perawatan, dan pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraannya. BKKBN melalui Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan rentan membina dan memberdayakan kelompokkelompok kegiatan Bina keluarga Lansia (BKL) yang ada diseluruh kelurahan/desa yang ada di Indonesia. Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lanjut usia. Memperhatikan permasalahan ini, pemerintah telah merumuskan berbagai

kebijakan, program dan kegiatan guna menunjang derajat kesehatan dan mutu kehidupan para lanjut usia agar mandiri, sehat dan berdaya guna sehingga dapat mengurangi atau bahkan tidak menjadi beban bagi keluarga maupun masyarakat (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). 3.

BKR Adalah wadah kegiatan yang beranggotakan keluarga yang mempunyai remaja usia 10-24 tahun. Bina keluarga remaja mempunyai tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang remaja, dalam rangka meningkatkan kesertaan, pembinaan, dan kemandirian ber KB bagi anggota kelompok (BKKBN 2012, h.24). Kegiatan BKR bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan orang tua dalam membina anak remaja agar dapatbmencapai kedewasaan baik secara fisik, mental sosial dan ekonomi agar lebih siap mandiri. Bentuk kegiatan adalah penyuluhan kelompok yang dilakukan oleh kader kepada orang tua yang mempunyai anak usia sekolah dan remaja (Mardiya, 2009).

4.

BPJS a) Definisi BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota. b) Dasar Hukum 1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Kesehatan; 2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan; 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. c) Kepesertaan Wajib Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran. Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan. Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi. d) Hak Dan Kewajiban Peserta Bpjs Kesehatan Hak Peserta : 1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan; 2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan 4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan. Kewajiban Peserta : 1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;

2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I; 3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak. 4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan. e) Fungsi BPJS UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti. Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. f) Tugas BPJS Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk: 1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta; 2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah; 4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta; 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan 7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat. Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta. g) Wewenang BPJS Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang: 1. Menagih pembayaran Iuran; 2.

Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatihatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

3.

Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

4.

Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

5.

Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

6.

Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

7.

Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

8.

Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. h) Pertanggung Jawaban BPJS BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya. i) Pelayanan Kesehatan Yang Dijamin 1.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan nonspesifikasi: a.

Administrasi pelayanan

b.

Pelayanan promitif dan preventif

c.

Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

d.

Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif

e.

Transfusi darah

f.

Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan

g.

Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang mencakup: Program jaminan pemelihara kesehatan memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang Program Pelayanan Kesehatan dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut: a.

Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo

b.

Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis

c.

Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit

d.

Pelayanan Persalinan adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program

jaminan pemelihara kesehatan maksimum sampai dengan

persalinan ke 3 (tiga). e.

Pelayanan Khusus adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh

f.

Emergensi merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.

j) Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin 1.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.

2.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).

3.

Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.

4.

Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.

5.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.

6.

Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.

7.

Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).

8.

Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).

9.

Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.

10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang berbahaya. 11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional. 12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi. 13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu. 14. Perbekalan kesehatan rumah tangga. 15. Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah. k) Manfaat BPJS Manfaat BPJS dari segi Promosi dan Preventif akan memberikan pelayanan yang meliputi: 1. Penyuluhan kesehatan perorangan Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolahan faktor resiko penyakit dan PHBS. 2. Imunisasi dasar Melayani imunisasi dasar meliputi: a. Vaksin Baccile Calmett Guerin (BCG) b. Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT) c. Vaksin Hepatitis-B d. Vaksin Polio, dan e. Vaksin Campak 3. Keluarga Berencana (KB)

Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi dimana BPJS akan bekerjasama dengan lembaga terkait. 4. Skrining kesehatan Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit tertentu. 5. KTR ( Kawasan Tanpa Rokok ) 

Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)



Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk tembakau (Kemenkes RI, 2011). Ruang Lingkup KTR Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok menurut Kemenkes RI (2011), yaitu : 1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. 2) Tempat Proses Belajar Mengajar Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan. 3) Tempat Anak Bermain Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak. 4) Tempat Ibadah Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciriciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing- masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga. 5) Angkutan Umum Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi. 6) Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumbersumber bahaya. 7) Tempat Umum

Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. 8) Tempat Lainnya yang Ditetapkan Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat. Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga batas terluar 

Tujuan KTR Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, adalah : 1.

Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok;

2.

Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;

3.

Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula;

4.

Mewujudkan generasi muda yang sehat;

5.

Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;

6.

Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;

7.

Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan;

8.

Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;

Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk: 1. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR; 2.

Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

3.

Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan

4.

Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung (Kemenkes RI, 2011).

 Kebijakan KTR Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan adanya dukunganyang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya.

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Landasan hukum penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti dinyatakan Kemenkes RI (2009), yaitu : 1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran 6. PP RI No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan 7. PP RI No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan 8. Instruksi Menteri Kesehatan No. 84/MENKES/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan 9. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang Kawasan Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan 10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok 11. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara 12. Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok

C. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Pemukiman Lingkungan 1. Pengertian dan Jenis Penyakit Menular Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi atau toksinnya, yang berasal dari sumber penularan atau reservoir, yang ditularkan/ ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan. Penyakit menular (Communicable Desease) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya agen penyebab yang mengakibatkan perpindahan atau penularan penyakit dari orang atau hewan yang terinfeksi, kepada orang atau hewan yang rentan (potential host), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara (vector) atau lingkungan hidup. Penyakit-penyakit menular dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu: a. Penyakit menular potensial mewabah 1) Diare 2) Demam berdarah dengue 3) Malaria b. Penyakit menular endemik tinggi

1) Tuberkulosis paru 2) Lepra (Morbus Hansen) 3) Anjing gila (Rabies) 4) Antraks c. Penyakit menular penting lain 1) Penyakit menular seksual I. Sifilis (Raja Singa) II. Gonorhoe (kencing nanah) III. HIV/ AIDS 2) Penyakit menular lain I. Hepatitis-B II. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2. Cara Penularan Penyakit Menular a. Penularan Langsung Mekanisme ini menularkan bibit penyakit langsung dari sumbernya kepada orang lain. Hal ini bisa melalui kontak langsung seperti melalui sentuhan, gigitan, hubungan seksual, percikan yang mengenai conjunctiva, selaput lendir dari mata, hidung atau mulut pada waktu orang lain bersin, batuk, meludah, bernyanyi atau bercakap (biasanya pada jarak yang kurang dari 1 meter) b. Penularan Tidak Langsung 1) Penularan melalui alat – alat yang terkontaminasi seperti mainan anak-anak, saputangan, kain kotor, tempat tidur, alat masak atau alat makan, instrumen bedah, air, makanan, susu, produk biologis seperti darah, serum, plasma, jaringan organ tubuh, atau segala sesuatu yang berperan sebagai perantara dimana bibit penyakit di “angkut” dibawa kepada orang/binatang yang rentan dan masuk melalui “Port d’entre” yang sesuai. Bibit penyakit tersebut bisa saja berkembang biak atau tidak pada alat tersebut sebelum ditularkan kepada orang/binatang yang rentan. Ini lebih dikenal dengan food and water borne disease. 2) Penularan Melalui Vektor. Cara ini meliputi hal-hal yang sederhana seperti terbawanya bibit penyakit pada saat serangga merayap ditanah baik terbawa pada kakinya atau pada belalainya, begitu pula bibit penyakit terbawa dalam saluran pencernaan serangga. 3) Program Pemberantasan Penyakit Menular Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular yang diprioritaskan dalam program ini adalah: malaria, demam berdarah dengue, tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, diare, polio, filaria, kusta, pneumonia, dan penyakitpenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,termasuk penyakit karantina dan risiko masalah kesehatan masyarakat yang memperoleh perhatian dunia internasional (public health risk of international concern). Adapun Kebijakan Pelaksanaannya yaitu: a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mendorong peran, membangun komitmen, dan menjadi bagian integral pembangunan kesehatan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi masyarakat rentan dan miskin hingga ke desa.

b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diselenggarakan melalui penatalaksanaan kasus secara cepat dan tepat, imunisasi, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian faktor risiko baik di perkotaan dan di perdesaan. c. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mengembangkan dan memperkuat jejaring surveilans epidemiologi dengan fokus pemantauan wilayah setempat dan kewaspadaan dini, guna mengantisipasi ancaman penyebaran penyakit antar daerah maupun antar negara yang melibatkan masyarakat hingga ke desa. d. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mengembangkan sentra rujukan penyakit, sentra pelatihan penanggulangan penyakit, sentra regional untuk kesiapsiagaan penanggulangan KLB/ wabah. e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk memantapkan jejaring lintas program, lintas sektor, serta kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta untuk percepatan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular melalui pertukaran informasi, pelatihan, pemanfaatan teknologi tepat guna, dan pemanfaatan sumberdaya lainnya. f. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk dilakukan melalui penyusunan, review, sosialisasi, dan advokasi produk hukum penyelenggaraan program pencegahan dan pemberantasan penyakit di tingkat pusat hingga desa. g. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit sehingga mampu menggerakkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat secara berjenjang hingga ke desa. h. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk meningkatkan cakupan, jangkauan, dan pemerataan pelayanan penatalaksanaan kasus penyakit secara berkualitas hingga ke desa. Adapun langkah-langkah pemberantasan penyakit menular yaitu : a. Mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit. b. Melaporkan penyakit menular. c. Menyelidiki di lapangan untuk mengetahui benar atau tidaknya laporan yang masuk untuk menemukan kasus-kasus lagi dan untuk mengetahui sumber penularan. d. Menyembuhkan penderita hingga ia tidak lagi menjadi sumber infeksi. e. Pemberantasan vektor (pembawa penyakit) f. Pendidikan kesehatan.

Cara-cara pencegahan penyakit menular secara umum, yaitu : a. Mempertinggi nilai kesehatan, ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha kesehatan lingkungan (sanitasi). b. Memberi vaksinasi/imunisasi, merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada dua macam, yaitu Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin ( bibit penyakit yang telah dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi. Contohnya pemberian vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis.

c. Pengebalan pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung antibodi. Contohnya pemberian ATS (Anti Tetanus Serum). d. Pemeriksaan kesehatan berkala, merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu penyakit, sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara ini juga, masyarakat bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan, penanganan suatu penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapat vaksinasi. 3. Penyehatan Lingkungan Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. 1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar 2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan 3. Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan baik kebijakan dan pembangunan fisik serta Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan. 4. Penyehatan pemukiman lingkungan Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut: 1) Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. 2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan a. Pengawasan Institusi Pendidikan Kondisi kesehatan lingkungan pada sekolah dititik beratkan pada aspek hygiene, sarana sanitasi di sekolah yang erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan sekolah. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lingkungan di sekolah adalah

a) Pengendalian faktor risiko lingkungan di sekolah b) Pembinaan kesehatan lingkungan di sekolah dan Pondok Pesantren c) Sosialisasi dan advokasi Kepmenkes 1429/2006 tentang pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah d) Penilaian lomba sekolah sehat b. Rumah Sehat Pada tahun 2006, cakupan rumah sehat mencapai 69%. Kegiatan yang dilakukan: menyusun persyaratan kualitas udara di dalam rumah serta menyusun petunjuk pelaksanaan monitoring kualitas udara di dalam rumah. Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: a) Sirkulasi udara yang baik. b) Penerangan yang cukup. c) Air bersih terpenuhi. d) Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran. e) Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor. c. Pengawasan Tempat-tempat Umum Pengawasan tempat-tempat umum perlu dilakukan karena tempat berkumpulnya manusia, yang bisa menjadi sumber penularan berbagai penyakit. Aspek yang dinilai antara lain : a) Kondisi bangunan meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi, pencahayaan, dll b) Sarana sanitasi meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuagan air limbah, dan sarana pembuangan sampah. 3) Pengendalian Dampak Risiko Pencemaran Lingkungan Faktor risiko lingkungan dan perilaku masyarakat merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan timbal balik yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. fokus pelaksanaan yang perlu dilakukan baik melalui fasilitasi kepada para pengelola program, advokasi dan sosialisasi kepada para pengambil keputasan daerah adalah sebagai berikut: a. AMDAL / ADKL Kajian aspek kesehatan masyarakat perlu dikaji secara cermat dan mendalam, dengan metode pendekatan analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) dan metode epidemiologi. Metode analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) ini dapat dipergunakan untuk identifikasi dampak potensial dari suatu hubungan antara parameter lingkungan, media lingkungan, penduduk yang terpajan dan dampaknya terhadap kesehatan. b. Pengendalian Pencemaran Udara Saat ini penurunan kualitas udara terutama di kota-kota besar telah menjadi masalah yang membutuhkan penanganan serius mengingat sudah pada tingkat yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Penurunan kualitas udara

terjadi karena emisi yang masuk ke udara melebihi daya dukung lingkungan. Lingkungan tidak mampu menetralisir pencemaran yang terjadi. Kota-kota besar maupun pusat-pusat pertumbuhan industri adalah yang paling utama merasakan dampak penurunan kualitas udara. Salah satu upaya Pemerintah mengatasi meningkatnya pencemaran udara dari sumber bergerak adalah menghapus bensin bertimbal (Pb) sejak Juli 2006. Harapannya konsentrasi Pb di udara ambien akan turun. 5. Kesimpulan Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi atau toksinnya, yang berasal dari sumber penularan atau reservoir, yang ditularkan/ ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan. Penyakit menular (Communicable Desease) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya agen penyebab yang mengakibatkan perpindahan atau penularan penyakit dari orang atau hewan yang terinfeksi, kepada orang atau hewan yang rentan (potential host), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara (vector) atau lingkungan hidup. Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular.Penyakit menular yang diprioritaskan dalam program ini adalah: malaria, demam berdarah dengue, tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, diare, polio, filaria, kusta, pneumonia, dan penyakitpenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), termasuk penyakit karantina dan risiko masalah kesehatan masyarakat yang memperoleh perhatian dunia internasional (public health risk of international concern). Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. D. Program Pembinaan Kesehatan Komunitas 1. Latar Belakang Program Pembinaan Kesehatan Komunitas Sesuai dengan dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Menindaklanjuti hal tersebut, maka Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun Rencana Aksi sebagai dasar atau acuan untuk unit sakter direktorat di lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam melakukan kegiatan. Rencana Aksi Program Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat merupakan dokumen perencanaan kegiatan aksi dan unggulan yang memuat Program Kesehatan Masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat. Rencana Aksi ini telah menyesuaikan dengan perubahan struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. 2. Maksud Dan Tujuan Program Pembinaan Kesehatan Komunitas

a. Rencana Aksi Program Kesehatan Masyarakat ini dimaksudkan sebagai acuan bagi penanggung jawab program lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan. b. Tujuan dari pelaksanaan Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2015-2019 yaitu mendukung dan selaras dengan arah tujuan dari Kementerian Kesehatan dalam “Meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat”. Upaya peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua siklus kehidupan (life of cycle) dan upaya kesehatan yang berkelanjutan (continuum of care) yaitu pada kelompok sasaran bayi, balita, anak sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal dan lansia. 3. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4297); b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4421); c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); d. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES /SK/ V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional; f. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/MENKES /SK/ V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 g. Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019; h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

4. Kondisi Umum Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional Tahun 2015-2019 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) Periode 2005-2025. Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan dengan meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, kematian bayi dan kematian balita, serta menurunnya prevalensi gizi kurang pada Balita. Dalam dokumen RPJMN Tahun 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah mneningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat yang didukung perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Secara internasional, keberhasilan dalam pembangunan dapat diukur dengan suatu indeks, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan ukuran agregat yang dipengaruhi oleh faktor tingkat ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Kualitas SDM Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara lain. Hal ini ditunjukkan oleh posisi IPM Indonesia yang berada pada urutan ke-108 dari 187 negara. Posisi IPM negara ASEAN lainnya lebih baik dibanding Indonesia, seperti Malaysia ada di urutan 56, Filipina 77, Thailand 67 dan Singapura 22. Rasio tingkat kematian ibu menurut wilayah Tahun 2014 berdasarkan hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa di Wilayah Indonesia Bagian Timur memiliki Maternal Mortality Ratio (MMR) lebih tinggi (MMR rasio apabila dibandingkan dengan wilayah lain, dimana jumlah kelahiran tertinggi masih terpusat di Wilayah Indonesia Bagian Barat (Jawa-Bali) dengan rasio 1.20. Dilihat berdasarkan karakteristik penolong persalinan menurut wilayah dari hasil SUPAS 2015, di regional Sulawesi masih ditemukan tenaga dukun dan penolong lainnya di luar tenaga medis yang membantu proses persalinan. Selain itu, untuk persentase kematian ibu menurut tempat meninggal yang paling dominan terjadi adalah di tempat fasilitas kesehatan sebesar 70%. Merujuk berdasarkan pemetaan pendistribusian sebaran stunting pada balita di Indonesia dari hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan termasuk ke dalam daerah dengan kategori cakupan balita pendek (stunting) yang tinggi (> 40%) dibandingkan dengan provinsi lainnya. Fenomena stunting yang terjadi sekarang telah mengalami pergeseran posisi dari wilayah perkotaan ke pedesaan. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan adalah tingkat pendidikan perempuan usia produktif (15-49 tahun) yang berdasarkan hasil SUPAS, 2015 menyatakan bahwa di regional Sulawesi masih terdapat perempuan usia produktif yang hanya menamatkan pendidikan sampai dengan tingkat SMP atau dibawahnya. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup serius, tingkat perkawinan di usia 20 tahun ke bawah masih dominan terjadi di kalangan masyarakat. Hal ini berdampak pada munculnya berbagai faktor resiko di dalam kehamilan sampai proses persalinan, yang diakibatkan oleh salah satu faktor “3T”, yaitu faktor “Terlalu Muda” dalam mempersiapkan kehamilan.

Faktor lain yang turut mendukung dalam permasalahan kependudukan adalah persebaran demografi yang kurang merata (lebih banyak yang tinggal di perkotaan) dan semakin tingginya angka fertilitas yang berdampak pada peningkatan jumlah penduduk (komposisi penduduk semakin besar). Hal ini secara makro akan menyebabkan timbulnya kesenjangan penduduk antar wilayah yang akan berakibat padamunculnya kantongkantong kemiskinan dimana faktor ketimpangan pendapatan antar daerah semakin jelas dengan adanya reformasi kebijakan yang berbeda antar daerah. Pola persebaran Penyakit Tidak Menular (PTM) berdasarkan status sosial ekonomi dapat terjadi di semua golongan, baik kaya dan miskin. Namun tingkat kecenderungannya lebih tinggi terjadi pada golongan penduduk miskin. Hal ini menjadi beban Pemerintah dalam pembiayaan kesehatan yang dari tahun ke tahun semakin bertambah mencapai 16,9 Triliun (29,67%) untuk pendanaan jaminan kesehatan nasional dengan tipe penyakit yang paling dominan adalah katastropik yang mencapai 29,67% (penyakit jantung 13%, gagal ginjal kronis 7% dan kanker 5%). Upaya dalam penanggulangan permasalahan tersebut dibutuhkan adanya pengembangan produktivitas penduduk miskin melalui program pengentasan kemiskinan nasional. Program ini merupakan kunci perubahan yang dilaksanakan melalui reformasi birokrasi pemerintah. Di negara berkembang seperti halnya di Indonesia, konsep paradigma sakit masih dominan digunakan. Kebijakan pemerintah sebelumnya masih berorientasi pada penyembuhan pasien, sehingga terlihat jelas peranan dokter, perawat dan bidan sebagai tenaga medis dan paramedis yang mendominasi. Untuk itu, maka dengan adanya perubahan paradigma sehat yang diusung melalui upaya promotif dan preventif tersebut pada akhirnya akan dapat menggeser pola pikir masyarakat dari awalnya yang bersifat pengobatan menjadi pencegahan. Berdasarkan uraian dan gambaran kondisi kesehatan di atas, maka Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat akan mengambil peran pada Penguatan pelayanan kesehatan primer dari segi : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat b. Melaksanakan upaya kesehatan masyarakat c. Melaksanakan upaya kesehatan perorangan dan d. Memantau dan mendorong pembangunan berwawasan kesehatan.

5. Tujuan dan Strategis Kementrian Kesehatan Tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia. Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome) dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah :

a. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). b. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup. c. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%. d. Meningkatnya upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif. e. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.

Sedangkan dalam meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, maka ukuran yang akan dicapai adalah : a. Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah memiliki jaminan kesehatan, dari 37% menjadi 10% b. Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan dari 6,80 menjadi 8,00.

6. Strategis Kementrian Kesehatan a. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintah yang Baik dan Bersih Strategi untuk meningkatkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih meliputi :

i. Mendorong pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, ekonomis dan ketatatan pada peraturan perundang-undangan. ii. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. iii. Mewujudkan pengawasan yang bermutu untuk menghasilkan Laporan Hasil Pengawasan (LHP) sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. iv. Mewujudkan tata kelola manajemen Inspektorat Jenderal yang transparan dan akuntabel.

b. Meningkatkan Kompetensi dan Kinerja Aparatur Kementerian Kesehatan Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain :

i. Menyusun standar kompetensi jabatan struktural untuk semua eselon. ii. Mengembangkan sistem kaderisasi secara terbuka di internal Kementerian Kesehatan, misalnya dengan lelang jabatan untuk Eselon 1 dan 2. iii. Membuat forum komunikasi antar stakeholders untuk mengetahui efektivitas kemitraan baik dengan institusi dalam maupun luar negeri. c. Meningkatkan Integrasi Perencanaan, Bimbingan Teknis dan Pemantauan Evaluasi Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:  

Penetapan fokus dan lokus pembangunan kesehatan. Penyediaan kebijakan teknis integrasi perencanaan dan Monitoring dan Evaluasi terpadu.



Peningkatan kompetensi perencana dan pengevaluasi Pusat dan Daerah.



Pendampingan perencanaan kesehatan di daerah.



Peningkatan kualitas dan pemanfaatan hasil Monitoring dan Evaluasi terpadu.

d. Meningkatkan Efektivitas Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:

o Memperluas kerja sama penelitian dalam lingkup nasional dan international yang melibatkan Kementerian/Lembaga lain, perguruan tinggi dan pemerintah daerah dengan perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan dan percepatan proses alih teknologi. o Menguatkan jejaring penelitian dan jejaring laboratorium dalam mendukung upaya penelitian dan sistem pelayanan kesehatan nasional. o Aktif membangun aliansi mitra strategic dengan Kementerian/Lembaga Non Kementerian, Pemda, dunia usaha dan akademisi. o Meningkatkan diseminasi dan advokasi pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan untuk kebutuhan program dan kebijakan kesehatan. o Melaksanakan

penelitian

dan

pengembangan

mengacu

pada

Kebijakan

Kementerian Kesehatan dan Rencana Kebijakan e. Meningkatkan Sistem Informasi Kesehatan Integrasi Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain: o Mengembangkan “real time monitoring” untuk seluruh Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Kementerian Kesehatan. o Meningkatkan kemampuan SDM pengelola informasi di tingkat kab/kota dan provinsi, sehingga profil kesehatan dapat terbit T+4 bulan, atau dapat terbit setiap bulan April. Strategi selanjutnya adalah proses strategis internal Kementerian Kesehatan harus dikelola secara excellent yakni Meningkatnya Sinergisitas antar K/L, Pusat dan Daerah (SS6), Meningkatnya Kemitraan Dalam Negeri dan Luar Negeri (SS7), Meningkatnya Integrasi Perencanaan, Bimbingan Teknis dan Monitoring Evaluasi (SS8), dan Meningkatnya Efektivitas Penelitian dan pengembangan kesehatan (SS9).

f. Meningkatkan Sinergitas Antar Kementerian/Lembaga Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:



Menyusun rencana aksi nasional program prioritas pembangunan kesehatan.



Membuat

forum

komunikasi

untuk

menjamin

sinergi

antar

Kementerian/Lembaga (K/L).

g. Meningkatkan Daya Guna Kemitraan (Dalam dan Luar Negeri) Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain: 

Menyusun roadmap kerja sama dalam dan luar negeri.



Membuat aturan kerja sama yang mengisi roadmap yang sudah disusun. Untuk mencapai tujuan Kementerian Kesehatan, terlebih dahulu akan

diwujudkan 5 (lima) sasaran strategis yang saling berkaitan sebagai hasil pelaksanaan berbagai program teknis secara terintegrasi, yakni: 1).Meningkatnya Kesehatan Masyarakat (SS1); 2).Meningkatkan Pengendalian Penyakit (SS2); 3).Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Kesehatan (SS3); 4).Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas, dan Pemerataan Tenaga Kesehatan (SS4); dan 5) Meningkatnya Akses, Kemandirian, serta Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (SS5). h. Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat mencakup pelayanan kesehatan bagi seluruh kelompok usia mengikuti siklus hidup sejak dari bayi sampai anak, remaja, kelompok usia produktif, maternal, dan kelompok usia lanjut (Lansia), yang dilakukan antara lain melalui: a. Melaksanakan penyuluhan kesehatan, advokasi dan menggalang kemitraan dengan berbagai pelaku pembangunan termasuk pemerintah daerah. b. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. c. Meningkatkan

jumlah

dan

kemampuan

tenaga

penyuluh

kesehatan

masyarakat/dan tenaga kesehatan lainnya dalam hal promosi kesehatan. d. Mengembangkan metode dan teknologi promosi kesehatan yang sejalan dengan perubahan dinamis masyarakat. i. Meningkatkan Pengendalian Penyakit Untuk mengendalikan penyakit menular maka strategi yang dilakukan, melalui: a. Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila ada dugaan potensi meningkatnya kejadian penyakit menular seperti Mass Blood Survey untuk malaria) dalam memperoleh pelayanan kesehatan terkait penyakit

b.

c.

d. e.

f. g.

h.

menular terutama di daerah-daerah yang berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk menjamin upaya memutus mata rantai penularan. Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular, dibutuhkan strategi innovative dengan memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public Health Officers), terutama hak akses pengamatan faktor risiko, penyakit dan penentuan langkah penanggulangannya. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya pengendalian penyakit melalui community base surveillance berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan melaporkannnya kepada petugas kesehatan agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan kesehatan tidak terjadi. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian penyakit menular seperti tenaga epidemiologi, sanitasi dan laboratorium. Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang menjadi daerah pintu masuk negara dalam mendukung implementasi pelaksanaan International Health Regulation (IHR) untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Menjamin ketersediaan obat dan vaksin serta alat diagnostik cepat untuk pengendalian penyakit menular secara cepat. Untuk penyakit tidak menular maka perlu melakukan deteksi dini secara proaktif mengunjungi masyarakat karena ¾ penderita tidak tahu kalau dirinya menderita penyakit tidak menular terutama pada para pekerja. Di samping itu perlu mendorong kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS untuk menerapkan kawasan bebas asap rokok agar mampu membatasi ruang gerak para perokok. Meningkatnya kesehatan lingkungan, strateginya adalah: 1) Penyusunan regulasi daerah dalam bentuk peraturan Gubernur, Walikota/Bupati yang dapat menggerakkan sektor lain di daerah untuk berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan seperti peningkatan ketersediaan sanitasi dan air minum layak serta tatanan kawasan sehat. 2) Meningkatkan

pemanfaatan teknologi tepat guna sesuai dengan

kemampuan dan kondisi permasalahan kesehatan lingkungan di masingmasing daerah. 3) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam wirausaha sanitasi. 4) Penguatan POKJA Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)

melalui pertemuan jejaring AMPL, Pembagian peran SKPD dalam mendukung peningkatan akses air minum dan sanitasi. 5) Peningkatan peran Puskesmas dalam pencapaian kecamatan/kabupaten

Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) minimal satu Puskesmas memiliki satu Desa SBS.

6) Meningkatkan peran daerah potensial yang melaksanakan strategi

adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim. j. Meningkatkan Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan Untuk meningkatkan akses dan mutu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), maka upaya yang akan dilakukan adalah: 1) Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan sarana prasarana dan alat kesehatan yang sesuai standar. 2) Optimalisasi fungsi FKTP, dimana tiap kecamatan memiliki minimal satu Puskesmas yang memenuhi standar. 3) Mewujudkan inovasi pelayanan, misalnya dengan flying health care (dengan sasaran adalah provinsi yang memiliki daerah terpencil dan sangat terpencil dan kabupaten/kota yang tidak memiliki dokter spesialis), telemedicine, RS Pratama, dan lain-lain. 4) Mewujudkan dukungan regulasi yaitu melalui penyusunan kebijakan dan NSPK FKTP. 5) Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan nakes antara lain melalui penguatan konsep dan kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) serta nakes strategis. 6) Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan ke Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan manajemen Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 7) Mewujudkan sistem manajemen kinerja FKTP melalui instrumen penilaian kinerja. Untuk meningkatkan akses dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, maka strategi yang akan dilakukan adalah: 1) Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan sarana prasarana dan alat kesehatan di RS yang sesuai standar. 2) Mewujudkan penerapan sistem manajemen kinerja RS sehingga terjamin implementasi Patient Safety, standar pelayanan kedokteran dan standar pelayanan keperawatan. 3) Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan untuk percepatan mutu pelayanan kesehatan serta mendorong RSUD menjadi BLUD. 4) Optimalisasi peran UPT vertikal dalam mengampu Fasyankes daerah.

5) Mewujudkan berbagai layanan unggulan (penanganan kasus tersier) pada Rumah Sakit rujukan nasional secara terintegrasi dalam academic health system. 6) Mewujudkan penguatan sistem rujukan dengan mengembangkan sistem regionalisasi rujukan pada tiap provinsi (satu rumah sakit rujukan regional untuk beberapa kabupaten/kota) dan sistem rujukan nasional (satu Rumah Sakit rujukan nasional untuk beberapa provinsi). 7) Mewujudkan kemitraan yang berdaya guna tinggi melalui program sister hospital, kemitraan dengan pihak swasta, KSO alat medis, dan lain-lain. 8) Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan. k. Meningkatkan Jumlah, Jenis, Kualitas Dan Pemerataan Tenaga Kesehatan Strategi yang akan dilakukan berbagai upaya antara lain: 1) Penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim (Team Based). 2) Peningkatan distribusi tenaga yang terintegrasi, mengikat dan lokal spesifik. 3) Pengembangan insentif baik material dan non material untuk tenaga kesehatan dan SDM Kesehatan. 4) Peningkatan produksi SDM Kesehatan yang bermutu. 5) Penerapan mekanisme registrasi dan lisensi tenaga dengan uji kompetensi pada seluruh tenaga kesehatan. 6) Peningkatan mutu pelatihan melalui akreditasi pelatihan. 7) Pengendalian peserta pendidikan dan hasil pendidikan.

l. Meningkatkan Akses, Kemandirian dan Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat dibutuhkan komitmen politik yang tinggi. Strategi yang perlu dilakukan dari berbagai upaya antara lain: 1) Regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku dan obat tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisonal dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional 2) Regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan post market alat kesehatan.

3) Pokja Academy Business Government and Community (ABGC) dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri. 4) Regulasi penguatan penggunaan dan pembinaan industri alat kesehatan dalam negeri. 5) Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dan tenaga kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan terjangkau. 6) Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai center of excellence manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekkes di sektor publik. 7) Memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN. 8) Percepatan tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru habis masa patennya. 9) Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. 10) Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis, termasuk menyelenggarakan program PTT untuk mendorong pemerataan distribusinya. 11) Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem monitoring dan evaluasi.

7. Kebijakan Program Kesehatan Masyarakat Di dalam konteks pembangunan Program Indonesia Sehat yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang diturunkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 20152019 yang menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Aksi Program Kesehatan Masyarakat, ditekankan perlunya pelaksanaan integratif 3 (tiga) pilar prioritas aspek pembangunan kesehatan nasional, yang terdiri dari Penerapan Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam rangka mewujudkan Keluarga Sehat yang diatur di dalam Permenkes Nomor 39 Tahun 2016. Secara sinergis dan bersama-sama dengan para pemangku kepentingan publik serta masyarakat sebagai objek sekaligus subjek pembangunan kesehatan berperan serta dalam mendukung pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang secara makro kebijakan telah dipayungi oleh Inpres Nomor 1 Tahun 2017 yang secara inklusif dan terpadu

digunakan sebagai dasar Kabupaten/Kota pada khususnya untuk implementasi Standar Pelayanan Kesehatan (SPM) Bidang Kesehatan di dalam desentralisasi kesehatan daerah dengan telah dikeluarkannya Petunjuk Teknis melalui dasar Permenkes 43 Tahun 2016 dan telah diatur legalitas pelaksanaannya melalui PP No. 2 Tahun 2018. Mendasari pada 12 indikator Keluarga Sehat di dalam Permenkes Nomor 39 Tahun 2016 yang merupakan salah satu entry point di dalam pembangunan kesehatan melalui unit terkecil masyarakat yaitu keluarga, sehingga peran daerah untuk dapat meningkatkan cakupan upaya kesehatan promotif dan preventif sangat potensial. Dengan adanya kebijakan SPM bidang kesehatan ini sebagai “rambu-rambu” yang mengatur pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota, maka diharapkan dapat terlaksana perwujudan secara total coverage 100 % di daerah. Dalam rangka menjamin keberlangsungan pelaksanaan SPM kesehatan dengan meningkatkan cakupan pelayanan, untuk membangun komponen bangsa yang sehat, maka perlu dilakukan upaya penggerakan bersama untuk berperilaku sehat melalui GERMAS. Pendekatan keluarga merupakan cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Keluarga dijadikan fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat. Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Pendekatan keluarga yang dimaksud meliputi : a.

Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data Profil Kesehatan Keluarga dan Updating Data

b.

Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif.

c.

Kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung.

d.

Pemanfaatan

data

dan

informasi

dari

Profil

Kesehatan

Keluarga

untuk

pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat & manajemen Puskesmas. Berdasarkan uraian kebijakan strategis Kementerian Kesehatan di atas, maka dapat dirumuskan kebijakan pokok program kesehatan masyarakat, terdiri dari 3 (tiga) asepek, yaitu :

a.

Penguatan pelayanan kesehatan primer dalam upaya kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat;

b. c.

Penerapan pendekatan keberlanjutan pelayanan (continuum of care); Mendorong lintas sektor mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Upaya strategi yang dilakukan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, ditempuh melalui kegiatan sebagai berikut : a.

Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lanjut usia yang berkualitas;

b. c. d. e. f.

Mempercepat perbaikan gizi masyarakat; Meningkatkan penyehatan lingkungan; Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; Meningkatkan upaya kesehatan kerja dan olahraga; serta Meningkatkan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program kesehatan masyarakat. Pendekatan yang digunakan di dalam menggerakkan strategi pelaksanaan program

kesehatan masyarakat di daerah, melalui mekanisme kegiatan yang HITS (Holistik, Integratif, Terpadu dan Spasial). Pada tahun 2018 dikembangkan kegiatan yang tidak hanya HITS, namun diperkuat dengan adanya manajemen program dan administratif yang dikelola secara efektif, efisien, akuntabel dan tepat sasaran.

8. INDIKATOR KINERJA PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT A. Indikator Program dan Target Sasaran kinerja pelaksanaan Program Kesehatan Masyarakat adalah meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat. Indikator yang mendukung pencapaian sasaran sesuai dengan kesepakatan di dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2017 mencakup : 1. Persentase persalinan di fasyankes sebesar 81%; 2. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik sebesar 21.2%; 3. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 81%. B. Penjelasan Indikator 1. Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan a. Definisi Operasional Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan sesuai standar (proses pelayanan persalinan diberikan mengikuti pedoman asuhan persalinan normal dan persalinan dengan penyulit di RS serta pada ibu yang akan bersalin ditawarkan pelayanan salah satu metode kontrasepsi) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes tingkat primer / Puskesmas serta Jejaringnya (UKBM) dan fasyankes tingkat sekunder / RS).

b. Formula / Cara Perhitungan Jumlah ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas yang mendapat pertolongan persalinan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun waktu 1 tahun dibagi Jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun yang sama dikali dengan 100 %. c. Sumber Data 1) 2) 3) 4)

Laporan Bulanan Komdat Pusdatin Laporan LB3 Puskesmas PWS KIA Kohort

d. Waktu Pelaporan : setiap satu bulan sekali. e. Penanggung Jawab Pengelola Data di Tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. f. Mekanisme Pelaporan Data diperoleh secara online melalui komdat pusdatin, email dan aplikasi SIP (Sistem Informasi Puskesmas) sesuai dengan mekanisme data yang dibentuk. 2. Ibu hamil kurang energi kronik (KEK) a. Definisi Operasional Ibu hamil dengan ukuran lingkar lengan atas (LiLA) < 23,5 cm. b. Formula / Cara Perhitungan Jumlah ibu hamil KEK dengan LiLA < 23,5 cm dibagi Jumlah ibu hamil yang diukur LiLA nya yang ada di suatu wilayah pada periode tertentu dikali dengan 100%. c. Sumber Data Laporan Monitoring Puskesmas : SiGizi, Kohort Antenatal Care, Formulir pencatatan pemberian makanan tambahan ibu hamil kurang energi kronik (KEK). d. Waktu Pelaporan : setiap satu bulan sekali. e. Penanggung Jawab Petugas gizi puskesmas f. Mekanisme Pelaporan Data diperoleh secara online melalui website SiGizi dan Formulir pencatatan pemberian makanan tambahan Ibu hamil kurang energi kronik (KEK). 3. Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)

c. Definisi Operasional Cakupan pelayanan kesehatan bayi baru lahir (umur 6 jam 48 jam) yang memperoleh pelayanan sesuai standar meliputi : (1) Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Balita Muda), (2) perawatan tali pusat, (3) Konseling ASI dan tanda bahaya serta (4) pemberian imunisasi HB 0 dan vitamin K1, jika belum diberikan saat lahir b. Formula / Cara Perhitungan Jumlah bayi baru lahir yang telah mendapat 1 kali pelayanan Kunjungan Neonatal pada umur 6 - 48 jam sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi Jumlah kelahiran hidup di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama dikali dengan 100 %. c. Sumber Data 1. 2. 3. 4.

Laporan Bulanan Komdat Pusdatin Laporan LB3 Puskesmas PWS KIA Kohort

d. Waktu Pelaporan : setiap satu bulan sekali. e. Penanggung Jawab Pengelola Data di Tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. f. Mekanisme Pelaporan

9. INDIKATOR KINERJA KEGIATAN A. Kegiatan Gizi Masyarakat 1. Indikator dan Target Sasaran kegiatan adalah meningkatnya perbaikan gizi masyarakat. Indikator pencapaian sasaran di tahun 2017 adalah :

a) Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan sebesar 65%; b) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) sebesar 90%;

c) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 44%; d) Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 44%; e) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan sebesar 80%; dan f) Persentase remaja putri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) sebesar 20%.

2. Penjelasan Indikator b) Ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan 1) Definisi Operasional Ibu hamil dengan ukuran lingkar lengan atas (LiLA) < 23,5 cm yang mendapat makanan tambahan dalam bentuk pabrikan atau bahan pangan lokal yang diberikan minimal selama 90 Hari Makan Ibu (HMI) secara berturut-turut. 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan tambahan dibagi Jumlah ibu hamil KEK yang ada di suatu wilayah pada periode tertentu dikali dengan 100%. 3) Sumber Data Laporan Monitoring Puskesmas : SiGizi, Kohort ANC, Formulir pencatatan pemberian makanan tambahan ibu hamil kurang energi kronik (KEK). 4) Waktu Pelaporan : setiap satu bulan sekali. 5) Penanggung Jawab Petugas Gizi Puskesmas 6) Mekanisme Pelaporan Data diperoleh secara online melalui website SiGizi dan Formulir pencatatan pemberian makanan tambahan Ibu hamil kurang energi kronik (KEK). c) Ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) 1) Definisi Operasional

Ibu hamil yang mendapat Tablet yang mengandung Fe dan asam folat, baik yang berasal dari Program (Tablet yang mengandung 60 mg elemental besi dan 0.25 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara gratis pada ibu hamil) maupun Mandiri (Tablet multivitamin dan mineral, minimal mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara mandiri sesuai dengan anjuran) yang diberikan minimal 90 tablet selama masa kehamilan (setiap bulannya mendapat 10 Tablet Tambah Darah). 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah ibu hamil yang mendapat minimal 90 TTD dibagi Jumlah sasaran ibu hamil yang ada di satu wilayah pada periode tertentu dikali dengan 100%. 3) Sumber Data Laporan Monitoring Puskesmas : Kartu ibu, Kohort Antenatal Care (Kohort Ibu), dan Buku KIA. 4) Waktu Pelaporan : setiap satu bulan sekali. 5) Penanggung Jawab Petugas Gizi dan Bidan Puskesmas/RS 6) Mekanisme Pelaporan Formulir monitoring bulanan ibu selama hamil dan jumlah TTD yang diterima serta formulir pelaporan, mekanisme pelaporan melalui SiGizi.

d) Persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD 1) Definisi Operasional Proses inisiasi dimulai dari bayi baru lahir diletakkan segera setelah lahir dengan posisi tengkurap di dada atau perut ibu minimal 1 jam sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. 2) Formula / Cara Perhitungan

Jumlah bayi baru lahir yang mendapat IMD dibagi Jumlah bayi baru lahir di suatu wilayah pada periode tertentu dikali dengan 100%. 3) Sumber Data Buku KIA, Kohort Bayi, Laporan IMD RS, Puskesmas rawat inap, Bidan Praktik Mandiri, Kohort ibu. 4) Waktu Pelaporan : Setiap 1 bulan dihitung secara kumulatif setahun. 5) Penanggung Jawab Petugas Gizi dan Bidan Puskesmas. 6) Mekanisme Pelaporan Pengiriman pelaporan secara online melalui SiGizi, dan laporan bulanan kesehatan bayi dengan tingkat frekuensi pengamatan sebulan sekali.

e) Bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif 1) Definisi Operasional Bayi yang mencapai umur 5 bulan 29 hari yang mendapat

ASI (Air Susu Ibu) tanpa diberikan makanan lain / pendamping pada bayi selama 6 bulan dan dicatat melalui register pencatatan/Buku KIA/KMS (Kartu Menuju Sehat). 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah bayi yang mencapai umur 5 bulan 29 hari mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan dibagi Jumlah seluruh bayi mencapai umur 5 bulan 29 hari yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/Buku KIA/KMS di suatu wilayah pada periode tertentu dikali dengan 100%.

3) Sumber Data Kohort bayi, SiGizi, dan SP2TP/ LB 3. 4) Waktu Pelaporan : Setiap 6 bulan (Februari dan Agustus). 5) Penanggung Jawab Petugas Gizi dan Bidan Puskesmas 6) Mekanisme Pelaporan Form ASI Eksklusif diisi setiap bulannya bersamaan dengan penimbangan di Posyandu dan dikirim ke SiGizi Kab/Kota.

f) Balita kurus yang mendapat makanan tambahan 1) Definisi Operasional Anak usia 6 sampai dengan 59 bulan 29 hari dengan status gizi kurus (BB/PB atau BB/TB -3 SD sampai dengan < -2 SD) yang mendapat tambahan asupan zat gizi di luar makanan utama dalam bentuk makanan tambahan pabrikan yang diberikan minimal selama 90 hari secara berturut-turut. 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah anak usia 6 sampai dengan 59 bulan 29 hari dengan status gizi kurus (BB/PB atau BB/TB -3 SD sampai dengan < -2 SD) yang mendapat makanan tambahan selama 90 hari dibagi Jumlah anak usia 6 sampai dengan 59 bulan 29 hari dengan status gizi kurus pada periode dan wilayah tertentu dikali dengan 100%. 3) Sumber Data Data hasil laporan pengiriman MP-ASI dari pusat, provinsi ke kabupaten serta kabupaten ke puskesmas. 4) Waktu Pelaporan : setiap satu bulan sekali.

5) Penanggung Jawab Petugas Gizi Puskesmas 6) Mekanisme Pelaporan Data diperoleh secara online melaui SiGizi dengan frekuensi pengamatan sebulan sekali dengan data yang dikumpulkan : a. Jumlah seluruh balita kurus yang ada di wilayah tertentu pada bulan ini b. Jumlah kasus balita kurus yang telah ditemukan dan diberikan makanan

g) Remaja putri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) 1) Definisi Operasional Remaja putri yang berusia 12-18 tahun yang bersekolah di SLTP dan SLTA / sederajat yang mendapat tablet yang mengandung Fe dan asam folat, baik yang berasal dari Program (Tablet yang mengandung 60 mg elemental besi dan 0.25 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara gratis pada remaja putri) maupun Mandiri (Tablet multivitamin dan mineral, minimal mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara mandiri sesuai dengan anjuran) minimal 13 tablet setiap bulan (1 tablet setiap minggu dan 1 tablet setiap hari selama 10 hari masa haid, minimal 4 bulan). 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah remaja putri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 13 butir dalam sebulan dibagi Jumlah remaja putri di suatu wilayah pada periode tertentu dikali 100%. 3) Sumber Data Laporan Monitoring Puskesmas : LB3 SP2TP, laporan UKS termasuk laporan TTD mandiri, dan SiGizi Puskesmas. 4) Waktu Pelaporan : Setiap 6 bulan sekali.

5) Penanggung Jawab Petugas Gizi Puskesmas 6) Mekanisme Pelaporan Data diperoleh secara online dengan frekuensi pengamatan sebulan sekali dengan data yang dikumpulkan :

a. Jumlah remaja putri 12-18 tahun yang bersekolah di SLTP dan SLTA yang ada di wilayah tertentu; dan b. Jumlah remaja putri yang mendapat TTD. Data diperoleh secara online melalui komdat pusdatin, email dan aplikasi SIP (Sistem Informasi Puskesmas) sesuai dengan mekanisme data yang dibentuk.

Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat 1. Indikator dan Target Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya pelaksanaan promosi kesehatan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Indikator pencapaian sasaran tersebut di tahun 2017 adalah :

a)

Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan,

target sebesar 3 produk aturan b)

Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan

PHBS sebesar 60% c)

Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10%

untuk UKBM sebesar 30% d)

Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR-nya untuk

program kesehatan sebesar 12 unit e)

Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan

sumber dayanya untuk mendukung kesehatan sebesar 9 unit

2. Penjelasan Indikator a) Kebijakan publik yang berwawasan kesehatan 1) Definisi Operasional Aturan/Pedoman yang dibuat Pemerintah Pusat/Daerah yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan, meliputi : kebijakan sektoral K/L, provinsi dan kab/kota. 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah absolut kebijakan publik berwawasan kesehatan yang ditetapkan pada satu tahun pelaporan. 3) Sumber Data Kebijakan lintas sektor di Pusat, kebijakan Pemda provinsi dan kabupaten / kota. 4) Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali. 5) Penanggung Jawab Pengelola Promkes 6) Mekanisme Pelaporan a. Pusat : E-monev DJA, E-monev Bappenas, Profil Promosi Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, Laporan Tahunan; b.Daerah : SP2TP, Profil Promosi Kesehatan di Tingkat Kabupaten dan Provinsi

b) Kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS 1) Definisi Operasional Aturan/Pedoman yang dibuat oleh Pemerintah Daerah (Kab/Kota) yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan yang mendukung pelaksanaan Pola Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS), minimal 1 (satu) kebijakan baru per tahun, dalam bentuk : Peraturan Daerah, Peraturan

Bupati/Walikota, Instruksi Bupati/Walikota, Surat Keputusan Bupati/Walikota, Surat Edaran / Himbauan Bupati/Walikota pada tahun tersebut. 2) Formula / Cara Perhitungan Jumlah kabupaten/kota yang menetapkan kebijakan yang mendukung PHBS baru dalam satu tahun pelaporan dibagi Jumlah kabupaten /kota di provinsi tersebut dikali 100%. 3) Sumber Data Kebijakan PHBS di kabupaten/kota. 4) Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali. 5) Penanggung Jawab Pengelola Promkes 6) Mekanisme Pelaporan a. Pusat : E-monev DJA, E-monev Bappenas, Profil Promosi Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, Laporan Tahunan; b. Daerah : SP2TP, Profil Promosi Kesehatan di Tingkat Kabupaten dan Provinsi

c) Desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM 1. Definisi Operasional Desa difasilitasi oleh Puskesmas (Puskesmas mendampingi untuk melakukan advokasi ke Kepala Desa, termasuk memberikan bimbingan terhadap perencanaan dan monev) untuk melaksanakan kegiatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang jenisnya mencakup : Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa (POD), Pos UKK, Poskestren, P2M PKMD, Posbindu Lansia, dst, menggunakan Dana Desa minimal 10% yang ditransfer dalam

mekanisme APBD untuk pembiayaan kegiatan manajemen program dan dukungan administrasi UKBM.

2. Formula / Cara Perhitungan

Jumlah desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM dibagi Jumlah desa yang difasilitasi oleh Puskesmas dikali dengan 100%. 3. Sumber Data a. Laporan Kegiatan Puskesmas b. Laporan Dinkes Kabupaten/Kota 4. Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali. 5. Penanggung Jawab Pengelola Promkes 6. Mekanisme Pelaporan Data yang sampai ke Pusat diperoleh secara online melalui komdat pusdatin dan email data profil promosi kesehatan dari Dinkes Kabupaten/Kota

d) Dunia usaha yang memanfaatkan CSR-nya untuk program kesehatan 1) Definisi Operasional

Dunia usaha yang melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam bidang kesehatan. 2) Formula / Cara Perhitungan

Jumlah dunia usaha yang melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam satu tahun pelaporan.

3) Sumber Data

Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten / Kota. 4) Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali.

5) Penanggung Jawab Pengelola Promkes 6) Mekanisme Pelaporan

a. Pusat : E-monev DJA, E-monev Bappenas, Profil Promosi Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, Laporan Tahunan; b. Daerah : SP2TP, Profil Promosi Kesehatan di Tingkat Kabupaten dan Provinsi

e) Organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan 1) Definisi Operasional -

Organisasi kemasyarakatan yang berkomitmen melakukan Perjanjian Kerja Sama (MoU) dengan Kementerian Kesehatan untuk memanfaatkan SDM / Jejaring / Sarpras / Dana Pendamping dalam mendukung program kesehatan Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali.

-

Penanggung Jawab : Pengelola Kesling (Sanitarian) Puskesmas.

-

Mekanisme Pelaporan o Manual : Petugas Puskesmnas => Dinkes Kab./Kota => Dinkes Prov. => Subdit => TU => Direktur Kesling; o Elektronik : Puskesmas memasukkan data via SMS ke web => E-Monev IKK yang terhubung dengan E-Monev IKU ditambah dengan verifikasi oleh Dinkes Kab./Kota => Akses oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota & sanitarian.

Tempat-Tempat Umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan

a. Definisi Operasional Tempat dan fasilitas umum minimal sarana pendidikan (Sekolah Dasar (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) dan yang sederajat milik pemerintah dan swasta) dan pasar rakyat yang terintegrasi di wilayah kerja Kabupaten/Kota dan telah memenuhi syarat kesehatan. b. Formula / Cara Perhitungan Jumlah TTU yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan inspeksi kesling sesuai standar dalam kurun waktu 1 tahun dibagi Jumlah TTU terintegrasi di wilayah Kab/Kota dalam kurun waktu 1 tahun yang sama dikali dengan 100 %. c. d. e. f.

Sumber Data : Laporan Kegiatan Puskesmas, dan laporan Dinkes Kabupaten/Kota Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali Penanggung Jawab : Pengelola Kesling (Sanitarian) Puskesmas. Mekanisme Pelaporan



Manual : Petugas Puskesmnas => Dinkes Kab./Kota => Dinkes Prov. => Subdit => TU => Direktur Kesling;



Elektronik : Puskesmas memasukkan data via SMS ke web => E-Monev IKK yang terhubung dengan E-Monev IKU ditambah dengan verifikasi oleh Dinkes Kab./Kota => Akses oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota & sanitarian.

RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar a. Definisi Operasional Rumah sakit yang terdaftar di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan minimal telah melakukan pemilahan limbah (antara limbah medis dan non-medis) dan pengolahan limbah secara mandiri (on site) atau bekerja sama dengan pihak yang memiliki izin (off site). b. Formula / Cara Perhitungan Jumlah RS yang mengelola limbah medis sesuai peraturan dibagi Jumlah RS yang terdaftar di Kemenkes dikali 100%. c. Sumber Data : Laporan RS dan laporan Dinkes Kabupaten/Kota d. Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali. e. Penanggung Jawab : Pengelola Kesling (Sanitarian) Puskesmas. f. Mekanisme Pelaporan o Manual : Petugas Puskesmnas => Dinkes Kab./Kota => Dinkes Prov. => Subdit => TU => Direktur Kesling; o Elektronik : Puskesmas memasukkan data via SMS ke web => E-Monev IKK yang terhubung dengan E-Monev

o IKU ditambah dengan verifikasi oleh Dinkes Kab./Kota => Akses oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota & sanitarian.

Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan a. Definisi Operasional Tempat Pengelolaan Makanan (rumah makan, restoran, jasa boga, depot air minum, sentra makanan jajanan dan kantin sekolah) yang memenuhi persyaratan hygiene sanitasi yang dibuktikan sertifikat laik higiene sanitasi. b. Formula / Cara Perhitungan Tempat Pengelolaan Makanan yang memenuhi syarat dibagi Tempat Pengelolaan Makanan yang terdaftar dikali 100 %. c. Sumber Data : Laporan Kegiatan Puskesmas dan laporan Dinkes Kabupaten/Kota d. Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali. e. Penanggung Jawab : Pengelola Kesling (Sanitarian) Puskesmas. g. Mekanisme Pelaporan o Manual : Petugas Puskesmnas => Dinkes Kab./Kota => Dinkes Prov. => Subdit => TU => Direktur Kesling; o Elektronik : Puskesmas memasukkan data via SMS ke web => E-Monev IKK yang terhubung dengan E-Monev IKU ditambah dengan verifikasi oleh Dinkes Kab./Kota => Akses oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota & sanitarian. Kab/kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat a.

Definisi Operasional

Kab/Kota yang menyelenggarakan pendekatan Kab/Kota Sehat dengan membentuk Tim Pembina, Forum Kab/Kota Sehat & menerapkan minimal 2 (dua) tatanan wajib dari 9 (sembilan) tatanan kawasan sehat (tatanan kawasan pemukiman dan sarana prasarana umum, tatanan kawasan sarana lalu lintas tertib dan sarana transportasi, tatanan kawasan pertambangan sehat, tatanan kawasan hutan sehat, tatanan kawasan industri dan perkantoran sehat, tatanan kawasan pariwisata sehat, tatanan ketahanan pangan-gizi, tatanan kehidupan masyarakat sehat yang mandiri, tatanan kehidupan sosial yang sehat). b.

Formula / Cara Perhitungan

Jumlah kumulatif Kab/Kota yang telah menyelenggarakan pendekatan Kabupaten/Kota Sehat c. d.

Sumber Data : Laporan Kegiatan Puskesmas Kabupaten/Kota Waktu Pelaporan : setiap tiga bulan sekali.

dan

laporan

Dinkes

e.

Penanggung Jawab : Pengelola Kesling (Sanitarian) Puskesmas.

f.

Mekanisme Pelaporan

 

Manual : Petugas Puskesmnas => Dinkes Kab./Kota => Dinkes Prov. => Subdit => TU => Direktur Kesling; Elektronik : Puskesmas memasukkan data via SMS ke web => E-Monev IKK yang terhubung dengan E-Monev IKU ditambah dengan verifikasi oleh Dinkes Kab./Kota => Akses oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota & sanitarian

10. RENCANA AKSI PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 20152019 i. Pemantapan Regulasi di Bidang Kesehatan Masyarakat Kebijakan Kesehatan Masyarakat yang berbasis bukti, berpihak kepada rakyat dan berdasarkan kemitraan lintas sektoral, perlu dibangun dan dikembangkan untuk mendukung dan mengarahkan upaya kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu dan efektif perlu adanya regulasi dan perlindungan yang jelas. Regulasi harus mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan globalisasi. Penetapan standar, pedoman dan petunjuk teknis program kesehatan masyarakat yang berdayaguna tinggi perlu ditingkatkan sehingga penerapan kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan oleh semua pihak. Harmonisasi standar dan regulasi perlu dilaksanakan antar lintas program dan lintas sektor, sehingga regulasi memiliki standarisasi yang memadai dan berkualitas.

ii. Penyediaan Sarana Prasarana Upaya Kesehatan Masyarakat Primer Dukungan sarana prasarana yang memadai yang meliputi penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil KEK dan balita kurus, media promosi kesehatan dan KIE bagi masyarakat, media advokasi ke pemda, penyediaan instrument buku KIA dan Raport Kesehatanku serta PWS KIA di Puskesmas, penguatan penyehatan lingkungan dengan adanya penyediaan sanitarian dan kesling kit, media APD di tempat kerja menjadi beberapa contoh sarpras yang didukung oleh pusat untuk memastikan pelaksanaan kegiatan di daerah dapat berjalan baik.

iii. Pengembangan SDM Kesehatan Masyarakat yang Kompeten melalui Peningkatan Kapasitas / Orientasi / Pelatihan Jumlah tenaga SDM kesehatan masyarakat harus proporsional dengan kebutuhan pelayanan di masyarakat, sehingga dapat melaksanakan upaya kesehatan masyarakat yang optimal. Pemenuhan kebutuhan ini dapat tercapai bila tersedianya komponen pelatihan/orientasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna di lapangan serta mendukung penyelenggaraan program kesehatan di masyarakat yang terintegrasi. Kebutuhan pengembangan sumber daya manusia telah diidentifikasi secara lengkap di seluruh skala prioritas. Peningkatan kemampuan bagi para pengelola program di tingkat daerah, kabupaten/kota dan tingkat provinsi harus diprioritaskan.

iv. Meningkatkan Kemitraan dengan Masyarakat, Asosiasi, Profesi, Praktisi, Akademisi dalam Pengembangan Kesehatan Masyarakat Keberhasilan Program Kesehatan Masyarakat sangat tergantung kepada kerjasama antara departemen/instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat, swasta, dunia usaha dan masyarakat. Kerjasama tersebut dilaksanakan dengan prinsip kemitraan berdasarkan asas kesetaraan, keterbukaan dan asas manfaat bersama. Hal yang sangat penting dari peran pemerintah adalah menciptakan kepemimpinan yang kuat pada semua pemegang program (stakeholders) dan masyarakat luas. Untuk itu, maka pelaksanaan upaya penggerakan program kesehatan bagi masyarakat perlu dilakukan secara bersama dan sinergis oleh berbagai program dan sektor yang terkait secara sistematis dan dilakukan dengan persiapan yang matang serta langkah-langkah yang tepat. 11. PENDEKATAN PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2018 A. INDIKATOR PROGRAM KESMAS TRIWULAN III TAHUN 2017

MENURUT

A. PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT

RENSTRA

SD

1) 2) 3) 4)

g.

B. HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN PROVINSI Mencermati kondisi data capaian indicator tiap kab kota yang terintegrasi Melakukan Analisis data capaian yang telah dilaporkan oleh kab/kota Memberikan Konfirmasi dan umpan balik data capaian kepada kab/Kota Menugaskan Kab/Kota untuk melakukan hal yang sama terkait data capaian yang di terima dari Puskesmas. C. PERMASALAHAN KESEHATAN DAN INTERVENSI DARI PROGRAM KESEHATAN 1. STUNTING Pengertian stunting

Adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek disbanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusianya), yang disebabkan kurangnya asupan gizi yang diterima oleh janin/bayi. Stunting dapat di cegah dengan memberikan ASI dan MPASI, akses air bersih dan fasilitas sanitasi, pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil, memantau pertumbuhan balita di posyandu. Dampak stunting diantaranya :      

Menyebabkan anak mudah sakit Kemampuan kognitif berkurang Saat tua beresiko terkena penyakit berhubungan dengan pola makan Fungsi tubuh tidak seimbang Mengakibatkan kerugian ekonomi Postur tubuh tidak maksimal saat dewasa

h. Berikut adalah 5 pilar penanganan stunting :  Pilar 1, Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara  Pilar 2, Kampanye Nasional Berfokus pada pemahaman, perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas

perubahan

   

Pilar 3, Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Daerah, dan Masyarakat Pilar 4, Mendorong Kebijakan “Nutritional Food Security” Pilar 5, Pemantauan dan Evaluasi

Nasional,

i. Kerangka Konsep Penurunan Stunting

j. Berikut adalah cara untuk pencegahan stunting :  Program 1000 HPK INTERVENSI SENSITIF : 1) Penyediaan akses dan ketersediaan air bersih serta sarana sanitasi (jamban sehat) di keluarga 2) Pelaksanaan fortifikasi bahan pangan 3) Pendidikan dan KIE Gizi Masyarakat 4) Pemberian Pendidikan dan Pola Asuh dalam Keluarga 5) Pemantapan Akses dan Layanan KB 6) Penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Persalinan 7) Pemberian Edukasi Kespro INTERVENSI SPESIFIK : 1) Suplementasi Tablet Besi Folat pada Bumil 2) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Bumil KEK 3) Promosi dan Konseling IMD dan ASI Eksklusif 4) Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) 5) Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu 6) Pemberian Imunisasi 7) Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang 8) Pemberian Vitamin A

9) Pemberian Taburia pada Baduta 10) Pemberian Obat Cacing pada Bumil  Kualitas Remaja Putri INTERVENSI PENDIDIKAN : 1) Pendidikan Kespro di Sekolah 2) Pemberian edukasi gizi remaja 3) Pembentukan konselor sebaya untuk membahas seputar perkembangan remaja INTERVENSI KESEHATAN : 1) Suplementasi Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri 2) Pemberian obat cacing pada Remaja Putri 3) Promosi Gizi Seimbang 4) Pemberian Suplementasi Zink 5) Penyediaan akses PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) di Puskesmas  Pemberdayaan Orang Terdekat (Suami, Orang Tua, Guru, Remaja Putra) INTERVENSI SOSIAL : 1) Penggerakan Toma (Tokoh Masyarakat) untuk mensosialisasikan Keluarga Berencana 2) Penyediaan Bantuan Sosial dari Pemda untuk Keluarga Tidak Mampu (Keluarga Miskin)

1) 2) 3) 4) 5)

INTERVENSI KESEHATAN : Konsultasi perencanaan kehamilan dengan melibatkan suami dan keluarga (orang tua) Pelayanan kontrasepsi bagi Suami untuk penundaan kehamilan Bimbingan konseling ke Bidan bersama dengan suami untuk penentuan tempat dan penolong persalinan Pendidikan Kespro bagi Remaja Putra Mempersiapkan konseling Calon Pengantin

INTERVENSI KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM UPAYA PERBAIKAN GIZI i. Intervensi Gizi Spesifik 1) Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil (suplementasi besi folat) 2) Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah 3) Kelas Ibu Hamil

4) Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria 5) Suplementasi vitamin A 6) Promosi ASI Eksklusif 7) Promosi Makanan Pendamping-ASI 8) Suplemen gizi mikro (Taburia) 9) Suplemen gizi makro (PMT) 10) Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodiumdan besi 11) Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku 12) Tata Laksana Gizi Kurang/Buruk 13) Pemberian obat cacing 14) 14. Zinc untuk manajemen diare

ii.

Intervensi Gizi Sensitif lingkup Kemenkes: 1) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan 2) Penyediaan air bersih dan sanitasi 3) Pendidikan gizi masyarakat 4) Imunisasi 5) Pengendalian penyakit Malaria 6) Pengendalian penyakit TB 7) Pengendalian penyakit HIV/AIDS 8) Edukasi kesehatan seksual dan reproduksi 9) pada remaja 10) Jaminan Kesehatan Nasional 11) Jaminan Persalinan (Jampersal) 12) Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan 13) Keluarga (PIS PK) 14) Nusantara Sehat 15) Akreditasi Puskesmas dan RS k. Hal Yang Perlu dilakukan Provinsi 1) Memastikan kelompok sasaran mendapatkan intervensi secara total coverage dan menyeluruh. 2) Memastikan kendali operasional ada di Kabid Kesmas, dukungan data dan informasi dari masing-masing Seksi serta lintas program. 3) Memastikan lintas program melakukan intervensi totalitas dalam kesamaan waktu dan unit analisisnya. 4) Melakukan pengendalian secara manajerial dengan benar, menyiapkan dash board atau data pantau untuk pengambilan keputusan.

5) Mengintegrasikan dan menjadikan lokus PIS PK serta semua komponen pelatihan sebagai reinforce factors atau faktor penguat.

2. PIS PK – IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN a. Pengertian Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pelaksanakan Program Indonesia Sehat diselenggarakan melalui pendekatan keluarga. Integrasi upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target / focus keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. b. Tujuan PIS-PK Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam lingkungan hidup yang sehat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya perilaku hidup sehat shg terwujud bangsa yang mandiri, maju dan sejahtera. Dan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat di bidang kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya. 1) 2) 3) 4) 1) 2) 3) 4) 5) 6)

Paragdigma Sehat Pengarus utamaan kesehatan dalam pembangunan Promotif & Preventif sebagai pilar utama upaya kesehatan Pemberdayaan masyarakat Indikator : Kota dan kecamatan sehat Penguatan Yankes Peningkatan Akses Peningkatan Mutu Regionalisasi Rujukan Intervensi berbasis risiko (Kesehatan (health risk)) Penerapan pendekatan (Continuum of careta) Indikator : Akreditasi RS dan puskesmas - Jaminan Kesehatan Nasional

2) Benefit 3) Sistem pembiayaan: asuransi – azas gotong royong 4) Kendali Mutu dan Kendali Biaya 5) Sasaran: PBI dan Non PBI 6) Indikator : total coverage, tanda kepesertaan (KIS = Kartu Indonesia Sehat)

c. 3 Hal yang Perlu Dilakukan untuk PIS PK 1) Instrumen Yg Digunakan Di Tk Keluarga, Yaitu: a. Profil Kes Keluarga (Prokesga) b. Paket Informasi Kes Keluarga (Pinkesga) 2) Forum Komunikasi yangg Dikembangkan untu kontak dengan keluarga, Yaitu: a. Fgd Melalui Dasa Wisma/Pkk b. Kesempatan Konseling Di Ukbm (Mis: Posyandu) c. Forum2 Yg Sdh Ada Di Masy (Rembug Desa, Dll) 3) Keterlibatan Tenaga Masy Sbg Mitra, Yaitu:  Kader Kesehatan  Pengurus Organisasi Kemasyarakatan Setempat (Mis: Pkk, Karang Taruna, Dll) d. Indikator Keluarga Sehat Program Gizi, Kesehatan Ibu & Anak: A 1

Keluarga mengikuti KB

2

Ibu bersalin di faskes

3

Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

4

Bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan

5

Pertumbuhan balita dipantau tiap bulan

B

Pengendalian Peny. Menular & Tidak Menular:

6

Penderita TB Paru berobat sesuai standar

7

Penderita hipertensi berobat teratur

8

Gangguan jiwa berat tidak ditelantarkan

C

Perilaku dan kesehatan lingkungan:

9

Tidak ada anggota keluarga yang merokok

10

Keluarga mempunyai akses terhadap air bersih

11

Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

12

Sekeluarga menjadi anggota JKN/askes

3. GERMAS (GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT) a. Pengertian Suatu tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan,dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

1) 2) 3) 4) 5)

b. Tujuan GERMAS Peningkatan edukasi hidup sehat Peningkatan kualitas lingkugan Peningkatan pencegahan dan deteksi diri penyakit Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi Peningkatan perbaikan gizi Peningkatan aktivitas fisik Mampu berperilaku sehat yang berdampak pada kesehatan terjaga, lingkungan bersih, produktif, dan biaya obat berkurang c. Tugas Sektor Kesehatan dalam GERMAS Advokasi dan pembinaan perwujudan kawasan sehat Penggalangan kemitraan dan peran serta masyarakat Kampanye GERMAS dan edukasi masyarakat Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular Menyediakan fasilitas pelayanan yang bermutu

d. Hal Yang Perlu Dilakukan Provinsi 1) Memperluas Jangkauan komitmen di luar sektor kesehatan (Perusahaan Sekolah, ORMAS, Media massa, Akademisi, Dunia Usaha)

swasta,

2) Melakukan advokasi ke gubernur agar diterbitkannya instruksi gubernur tentang GERMAS 3) Menerbitkan kebijakan internal dinkes Provinsi untuk membudayakan hidup sehat (seperti kegiatan olahraga, konsumsi buah dan sayur dalam jamuan rapat, deteksi dini secara berkala, penerapan kawasan tanpa rokok, penyediaan sarana ruang menyusui) 4) Memperkuat forum diskusi lintas program 5) Menyusun rencana kegiatan sector kesehatan dengan sector lainnya 6) Melakukan kampanye penggerakan masyarakat melalui TV, Radio, Pameran dan Media Cetak

Talkshow,

4. PENGEMBANGAN KOTA SEHAT a. Pengertian Kota sehat adalah suatu kondisi kota atau kabupaten yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati oleh masyarakat dan pemerintah daerahnya. b. Dasar Hukum Kota Sehat 1) PERMENDAGRI dan Menteri Kesehatan Nomor : 34 Tahun 2005 Nomor : 138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat 2) UU Nomor : 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah 3) UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 4) UU Nomor: 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional c. Tujuan dan Sasaran Kota Sehat • Tujuan : tercapainya kondisi Kabupaten untuk hidup dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan bekerja • Sasaran : Terlaksananya program kesehatan, terbentuknya forum masyarakat yang mampu menjalin kerjasama, terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial dan budaya, terwujutnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk menigkatkan produktifitas d. Model Kota Sehat  Dinas PU : Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana umum  Dinas Perhubungan : Kawasan sarana lalu lintas yang tertib dan Pelayanan Transportasi  Pertambangan : Kawasan Pertambangan sehat  Dinas Kehutanan : Kawasan Hutan sehat  Dinas Koperindag : Kawasan Industri dan Perkantoran sehat  Kantor Pariwisata : Kawasan Pariwisata sehat  Dinas Pertanian : Ketahanan Pangan dan Gizi  Dinas Kesehatan : Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri  Dinas Pemberdayaan Masyarakat : Kehidupan sosial Yang sehat e. Ciri-Ciri Kota Sehat  Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi  Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator.  Mengutamakan pendekatan proses daripada target  kegiatan didasarkan kesepakatan dari masyarakat  Pendekatannya juga merupakan master plan Kota.  Pemkab merupakan partner  Kegiatan dicapai melalui proses dan komitmen pimpinan daerah  harus terintegrasi kondisi fisik, ekonomi, dan budaya setempat.

f. Tatanan Kota Sehat  Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum  Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi  Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat  Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat  Kawasan Pertambangan Sehat  Kawasan Hutan Sehat  Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri  Ketahanan Pangan dan Gizi  Kehidupan Sosial yang Sehat. g. Klasifikasi dan Kriteria Penghargaan Kab/Kota Sehat  Klasifikasi Kab/Kota Sehat : Pemantapan, Pembinaan, dan Pengembangan  Klasifikasi ditentukan berdasarkan jumlah tatanan yang dipilih  Kriteria tatanan  Kegiatan dalam tatanan  Berfungsinya Forum Kabupaten Sehat, FKDS, dan Pokja tingkat Desa  Berfungsinya Tim Teknis Kabupaten 1) Penghargaan “SWASTI SABA” diklasifikasikan atas 3 katagori :  Penghargaan PADAPA (Pemantapan) dari MENKESMinmal 2 tatanan  WIWERDA (Pembinaan) dari MENKES3 – 4 tatanan  Penghargaan WISTARA (Pengembangan) dari PRESIDEN> 5 tatanan  Penghargaan “WISTARA” diberikan pada taraf pengembangan 2) KotaSalatiga “ healthy cities for better life “  Program greenschool  Program pengendalian merokok ditempat kerja  Program keluarga mandiri kelola sampah  Program konservasi air dan penghijauan  Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) h. Program/Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mendukung Terwjudnya Kota Sehat  SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat)  GERDU SEHATI (Gerakan Terpadu menuju Masyarakat Sehat Sejati)  REPLIKASI KOTA SEHAT  GERDAMAS PSN (Gerakan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DB)  Bulan Bhakti Gotong Royong  BANGUN PRAJA (Gerakan Masyarakat dalam Kebersihan Lingkungan)  Sistem Manajemen Pembangunan Partisipatif (SMPP), peningkatan peran serta masyarakat dalam penyediaan infrastruktur  Kelurahan Siaga, peningkatan peran serta masyarakat terhadap penurunan angka kematian ibu melhirkan

 

UKS – Usaha Kesehatan Sekolah, peningkatan kesehatan pla hidup bersih dan sehat siswa serta masyarakat lingkungan sekolah P2WKSS, peningkatan peran wanita dalam peningkatan kesejahteraan keluarga

5. UKM (UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT) a. Pengertian UKM (UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT) adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan) dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, sesrta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan b. Strata UKM 1) UKM PRIMER UKM PRIMER adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat. Ujung tombak penyelenggara UKM PRIMER adalah Puskesmas yang didukung secara lintas sektor dan didirikan sekurang-kurangnya satu di setiap kecamatan. Puskesmas bertanggungjawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya Tiga fungsi utama Puskesmas : (1) pusat penggerak Sekurangkurangnya ada enam jenis pelayanan tingkat dasar yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas, yakni promosi kesehatan; kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; perbaikan gizi; kesehatan lingkungan; pemberantasan penyakit menular; dan pengobatan dasar Peran aktif masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan UKM PRIMER diwujudkan melalui berbagai upaya yang dimulai dari diri sendiri, keluarga sampai dengan upaya kesehatan bersama yang bersumber masyarakat (UKBM). 2) UKM SEKUNDER

UKM SEKUNDER adalah UKM tingkat lanjutan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada masyarakat. Penanggungjawab UKM SEKUNDER adalah Dinkes Kab/Kota yang didukung secara lintas sektor. Dinkes Kab/Kota mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi manajerial dan fungsi teknis kesehatan. Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Kab/Kota. Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan pelayanan kesmas tingkat lanjutan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan rujukan Puskesmas 3) UKM TERSIER UKM TERSIER adalah UKM tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada masyarakat. Penanggungjawab UKM TERSIER adalah Dinkes Provinsi dan Kementerian Kesehatan yang didukung secara lintas sektor. Dinkes Provinsi dan Kementerian Kesehatan mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi manajerial dan fungsi teknis kesehatan. Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan di provinsi/nasional. Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan pelayanan kesmas tingkat unggulan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan rujukan dari Kab/Kota dan Provinsi Dalam melaksanakan fungsi teknis kesehatan, Dinkes Provinsi dan Kementerian Kesehatan perlu didukung oleh berbagai pusat unggulan yang dikelola oleh sektor kesehatan dan sektor pembangunan lainnya

E. Puskesmas a. Pengertian Pukesmas adalah suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat disuatu wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan. (Ilham Akhsanu Ridlo, 2008)

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. (Permenkes No.75/2014)

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja.

b. Visi dan Misi Puskesmas 1. Visi puskesmas Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Indikator kecamatan sehat: -

Lignkungan sehat

-

Perilaku sehat

-

Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

-

Derajat kesehatan penduduk kecamatan

2. Misi puskesmas a) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerjanya b) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah kerjanya c) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan kejangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan d) Memelihara dan meningkatkan kesehatan peroarangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya

c. Peran Puskesmas Peran pukesmas adalah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan nasional secara komprehensif, tidak sebatas aspek kuratif dan rehabilitative saja seperti di Rumah Sakit.

d. Fungsi Puskesmas 1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat diwilayah kerjanya 2. Membina peran serta masyarakat diwilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat 3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya. Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara: a) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri. b) Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. c) Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan. d) Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. e) Bekerjasama dengan sector-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program.

e. Struktur Organisasi 1. Kepala puskesmas 2. Unit Tata Usaha: 3. Data dan Informasi, 4. Perencanaan dan Penilaian, 5. Keuangan, Umum dan Kepegawaian 6. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas: 7. UKM/UKBM, 8. UKP 9. Jaringan Pelayanan Puskesmas: 10. Unit Puskesmas Pembantu 11. Unit Puskesmas Keliling 12. Unit Bidan di Desa/Komunitas

f. Tata Kerja

1. Kantor Camat → koordinasi 2. Dinkes → UPT → bertanggung jawab ke Dinkes 3.

Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama → sebagai mitra

4. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat → sebagai pembina 5. Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan → kerjasama 6. Lintas sector → koordinasi 7. Masyarakat → perlu dukungan/partisipasi → BPP (Badan Penyatun Puskesmas)

g. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas Visi dan Misi Puskesmas di Indonesia merujuk pada program Indonesia Sehat. Hal ini dapat kita lihat pula dalam SPM (Standar Pelayanan Minimal). Standar Pelayanan Minimal adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup : jenis pelayanan, indicator, dan nilai (benchmark).

Pelaksaanan Urusan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (UW-SPM) diatur dalam Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

147/MENKES/SK/X/2003 dibedakan atas : UW-SPM yang wajib diselenggarakan oleh seluruh kabupaten-kota diseluruh Indonesia dan UW-SPM spesifik yang hanya diselenggarakan oleh bakupaten-kota tertentu sesuai keadaan setempat. UW-SPM wajib meliputi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar, penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat, penyelenggaraan pemberantasan penyakit menular, penyelenggaraan promosi kesehatan, dll. Sedangkan UW-SPM spesifik meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria, dll. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

RANCANGAN KEWENANGAN WAJIB DAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Kewenangan Wajib 1. Penyelenggaraan

Jenis Pelayanan  Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru

Pelayanan

Kesehatan

lahir  Pelayanan kesehatan bayi dan anak pra

Dasar

sekolah  Pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja  Pelayanan kesehatan anak usia subur  Pelayanan kesehatan usia lanjut  Pelayanan usia lanjut  Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat  Pelayanan pengobatan atau perawatan  Pelayanan kesehatan dengan 4 kompetensi

2. Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan

rujukan dan penunjang

dasar (kebidanan, bedah, penyakit dalam, anak)  Pelayanan kesehatan darurat  Pelayanan laboratorium kesehatan yang mendukung upaya kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat  Penyediaan

pembiayaan

dan

jaminan

kesehatan  Penyelenggaraan

3. Penyelenggaraan pemberantasan menular

penyakit

epidemiologi

penyelidikan dan

penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB)  Pencegahan dan pemberantasan penyakit polio  Pencegahan dan pemberantasan penyakit TB paru  Pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria  Pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta  Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA  Pencegahan dan pemberantasan penyakit

HIV-AIDS  Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD  Pencegahan dan pemberantasan penyakit diare  Pencegahan dan pemberantasan penyakit fliariasis  Pemantauan pertumbuhan balita

4. Penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat

 Pemberian suplemen gizi  Pelayanan gizi  Penyulugan gizi seimbang  Penyelenggaraan kewaspadaan gizi

5. Penyelenggaraan

promosi

 Penyuluhan perilaku sehat  Penyuluhan

kesehatan

pemberdayaan

masyaralat

dalam upaya kesehatan 6. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan

dan

sanitasi

 Pemeliharaan kualitas lingkungan fisik, kimia, biologi  Pengendalian vector

dasar

 Pelayanan

hygiene

sanitasi

ditempat

umum 7. Pencegahan

dan

 Penyuluhan P3 NAPZA (Pencegahan dan

penanggunalangan

Penanggulangan

penyalahgunaan narkotika,

NAPZA) yang berbasis masyarakat

psikotropika

dan

Penyalahgunaan

zat

adiktif lainnya  Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan

8. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dan sediaan

 Penyediaan dan pemerataan pelayanan

kesehatan

kefarmasian disarana pelayanan kesehatan

pengamanan farmasi, serta

alat

untuk pelayanan kesehatan dasar

makanan

dan

minuman

h. Program Pokok Puskesmas

 Pelayanan kesehatan

pengamanan

farmasi

alat

Kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitasnya, karenanya kegiatan pokok disetiap Puskesmas dapat berbeda-beda. Namun demikian kegiatan atau program pokok Puskesmas yang lazim dan seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) 2. Keluarga Berencana (KB) 3. Usaha Peningkatan Gizi 4. Kesehatan Lingkungan 5. Pemberantasan Penyakit Menular 6. Upaya Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat Kecelakaan 7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat 8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 9. Kesehatan Olahraga 10. Perawatan Kesehatan Masyarakat 11. Usaha Kesehatan Kerja 12. Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut 13. Usaha Kesehatan Jiwa 14. Kesehatan Mata 15. Laboratorium (diupayakan tidak lagi sederhana) 16. Pencatatan dan Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan 17. Kesehatan Usia Lanjut 18. Pembinaan Pengobatan Tradisional Pelaksanaan kegiatan atau program pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil . karenanya, kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat diwilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Disamping penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok Puskesmas seperti tersebut diatas, Puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh Pemerintah Pusat (contoh: Pekan Imunisasi Nasional). Dalam hal demikian, baik petunjuk pelaksaan maupun perbekalan akan diberikan oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah. Keadan darurat mengenai kesehatan dapat terjadi, misalnya timbulnya

wabah penyakit menular atau bencana alam. Untuk mengatasi kejadian darurat seperti diatas bisa mengurangi atau menunda kegiatan lain. Dalam Permenkes No.75/2004 ditetapkan 23 jenis pelayanan yang dilakukan oleh Puskesmas, terdiri dari enam (6) pelayanan kesehatan masyarakat (PKM) esensial, delapan (8) PKM pengembangan dan Sembilan (9) pelayanan kesehatan perorangan (PKP). Tidak semua jenis peayanan tersebut bersifat esensial dasar.

Pelayanan Kesehatan Masyarakat (PKM) PKM Esensial

PKM Pengembangan

1. Pelayanan

promosi

1. Pelayana

kesehatan

termasuk

jiwa

UKS

kesehatan

lingkungan

yang

bersifat

PKM

bersifat PKM

masyarakat komplementer

pengendalian penyakit 6. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

olahraga

KIA/KB

Gawat

Darurat

berifat PKP 6. Pelayanan persalinan

lansia

7. Pelayanan rawat inap (di

7. Pelayanan kesehatan kerja

Puskesmas

perawatan) 8. Pelayanan

8. Pelayanan kesehatan

kebutuhan

3. Pelayanan

5. Pelayanan gizi yang

6. Pelayanan kesehatan

lainnya

kesehata

4. Pelayanan

indra dan

2. Pelayanan

yang bersifat PKP

5. Pelayanan kesehatan

5. Pelayanan

1. Pelayanan

gigi dan mulut

4. Pelayanan kesehatan

4. Pelayanan gizi yang

pencegahan

gigi masyarakat 3. Pelayanan kesehatan

3. Pelayanan KIA dan

Perorangan (PKP)

pemeriksaan umum

2. Pelayanan kesehatan

2. Pelayanan kesehatan

KB

Pelayanan Kesehatan

sesuai

kefarmasian 9. Pelayanan laboratorium

i. Azas Penyelenggaraan Puskesmas menurut Kepmenkes No.128 Tahun 2004 1. Azas pertanggung jawaban wilayah

a) Puskesmas

bertanggung

jawab

meningkatkan

derajat

kesehatan

masyarakat yang bertempat tinggal diwilayah kerjanya. b) Dilakukan kegiatan dalam gedung dan luar gedung c) Ditunjang dengan puskesmas pembantu, bidan didesa, puskesmas keliling

2. Azas pemberdayaan masyarakat a) Puskesmas harus memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dalam menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas b) Potensi masyarakat perlu dihimpun

3. Azas keterpaduan Setiap upaya diselenggarakan secara terpadu a) Keterpaduan lintas program i.

UKS : keterpaduan Promkes, Pengobatan, Kesehatan Gigi, Kespro, Remaja, Kesehatan Jiwa

b) Keterpaduan lintas sektoral i.

Upaya Perbaikan Gizi : keterpaduan sector kesehatan dengan camat, lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama, dunia usaha, koperasi & PKK

ii.

Upaya Promosi Kesehatan : keterpaduan sector kesehatan dengan camat, lurah/kades, pertanian, pendidikan dan agama

4. Azas rujukan a) Rujukan medis/upaya kesehatan perorangan i.

Rujukan kasus

ii.

Bahan pemeriksaan

iii.

Ilmu pengetahuan

b) Rujukan upaya kesehatan masyarakat i.

Rujukan sarana dan logistic

ii.

Rujukan tenaga

iii.

Rujukan operasional

j. Masalah-Masalah yang Muncul di Lingkup Puskesmas 1. Persepi masyarakat yang negatif tentang pelayanan puskesmas, misalnya bahwa anggapan bahwa mutu pelayanan yang terkesan seadanya. Artinya puskesmas tidak cukup memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik dari segi sarana, prasarna maupun dari tenaga medis atau anggaran yang digunakan untuk menunjang kegiatan sehari-harinya. 2. Banyak sekali pelayanan yang tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP). Misalnya sikap tidak disiplin dan ramah petugas medis pada unit pelayanan puskesmas. 3. Tidak berjalannya tugas edukatif dipuskesmas yang berkaitan dengan penyuluhan kesehatan yagn sekaligus berkaitan dengan tugas promotif. 4. Jam kerja puskesmas yang sangat singkat hanya sampai jam 14.00 WIB 5. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas 6. Puskesms yang kurang memiliki otoritas untuk memnfaatkan peluang yang ada 7. Puskesmas belum terbiasa mengelola kegiatannya secara mandiri 8. Kurangnya kesejahteraan karyawan yang berpengaruh terhadap motivasi dalam melaksanakan tugas dipuskesmas.

k. Factor-Faktor Penghambat Pelayanan Puskesmas a) Factor Internal 1. Pelaksanaan Manajemen Pelaksanaan manajemen merupakan hal penting yang menentukan dalam mencapai tujuan yang efisien dan efektif dari tujuan puskesmas. Dimana fungsi manajemen itu untuk planning, organizing, leading dan controlling. Pada kegiatan perencanaan setiap tahunnya sering kali tidak berjalan sehingga kegiatan berjalan apa adanya, bahkan terasa sekali bahwa tidak pernah adanya upaya pengembangan.

2. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasana didalam puskesmas sangat terbatas, baik berupa alat medis maupun obat-obatan. Hal ini terjadi akibat dari sumber keuangan yang dimiliki puskesmas terbatas sehingga mutu pelayanan puskesmas pun menjadi rendah karena tidak sesuai dengan standar kesehatan.

3. Tenaga Medis Jumlah

tenaga

medis

yang

sangat

sedikit

mengakibatkan

ketidakmampuannya melaksanakan program dari Dinas Kesehatan.

4. Sumber Keuangan Puskesmas Sumber keuangan dari pemerintah pusat maupun daerah yang didapat tidak sebanding dengan pengeluarqan operasional Puskesmas sehingga biaya pelayanan Puskesmas pun mahal padahal sarana yang terdapat disana tidak sebanding dengan apa yang harus dibayar sehingga hal ini berdampak kepada masyarakat untuk beralik ke Rumah Sakit saja yang fasilitas lebih baik daripada Puskesmas. Adapun sumber-sumber keuangan Puskesmas sebagai berikut: a. Pemerintah Sumber biaya berasal dari Pemerintah Kabupaten yang dibedakan atas dana pembangunan dan dana anggaran rutin. Dana ini diturunkan secara bertahap ke Puskesmas melalui Dinas Kesehatan Kabupaten.

b. Retribusi Retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan Puskesmas yang

membiayai

upaya

keseatan

perorngan

yang

pemanfaatannya dan besarnya ditentukan oleh Pemerintah Daerah.

c. PT. ASKES Puskesmas

menerima

dana

dari

PT.ASKES

yang

peruntukannya sebagai imbal jasa kepada pesertaASKES yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS)

d. PT. JAMSOSTEK Puskesmas menerima dana dari PT. JAMSOSTEK yang peruntukannya

sebagai

imbal

jasa

kepada

peserta

JAMSOSTEK yatu pegawai / karyawan yang berada dibawah naungan Dinas Tenaga Kerja.

e. BPP (Badan Penyantun Puskesmas) Dengan memberdayakan potensi yang dimiliki masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

5. Psiko-sosial antara tenaga medis dengan penduduk Perbedaan psiko-sosial antara tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas dengan penduduk menimbulkan hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan Puskesmas. Tenaga-tenaga yang diperbantukan diPuskesmas biasanya terdiri dari orang-orang terpelajar dan bukan berasal dari daerah tersebut, sehingga penduduk menganggapnya sebagai orang asing. Apalagi jika bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak dimengerti oleh penduduk, maka akibatnya penduduk segan untuk datang ke Puskesmas.

b) Factor Eksternal 1. Kondisi Geografis Puskesmas yang berada pada tiap-tiap Kecamatan memiliki keadaan yang berbeda-beda, ada yang kecamatan yang hanya dengan satu Puskesmas dapat menjangkau seluruh penduduk ada juga yang tidak. Hal ini terkait pada dana yang tidak cukup untuk menggunakan alatalat transportsi atau memang tempat tinggalnya terpencil sehingga

penduduknya lebih senang tinggal dirumahnya daripada harus pergi ke Puskesmas.

2. Pemerintah Daerah Peran Pemerintah Daerah yang bersikap gagap ini terlihat atas pemahaman pembangunan kesehatan yang setengah-setengah dari pihak legislative dan eksekutif yang tercermin dari dijadikannya pelayanan kesehatan sebagai tulang punggung pendapatan daerah. Disamping

itu

alokasi

anggaran

kesehatan

berbagai

daerah

mencerminkan kurangnya perhatian terhadap investasi hak-hak dasar pembangunan manusia diantaranya pelayanan kesehatan dasar.

3. Keadaan Ekonomi Penduduk Keadaan ekonomi penduduk memberikan andil dalam sulitnya mengupayakan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Jumlah warga Negara Indonesia mayoritas bermata pencarian petani dan nelayan yang mana kondisi ekonominya kurang memdai. Walaupun ada ketentuan yang memperbolehkan mereka yang tidak mampu untuk tidak usah membayar retribusi di Puskesmas, namun kenyataannya orang-orang yang demikian justru enggan datang ke Puskesmas.

4. Kondisi Pendidikan Penduduk Masalah pendidikan penduduk juga berperan dalam menghambat pelayanan yang dihadapi oleh Puskesmas sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan pada tingkat pertama, karena pada umumny pendidikan masyarakat desa masih rendah, maka pola piker mereka sangat sederhana dan kurang atau bahkan belum paham akan arti kesehatan. Mereka cenderung mengikuti sifat-sifat tradisional yang sejak dulu dipegang oleh masyarakat dan lngkungannya.

5. Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan yang berada Provinsi bekerja pada aspek melayani penyembuhan

penyakit

yang

sudah

diderita

oleh

penduduk

dibandingkan dengan melayani obat-obatan yang dapat digunakan sebagai upaya pencegahan timbulnya penyakit pada penduduk. Dengan kata lain pelayanan kesehatan Puskesmas lebih banyak ditekankan pada tindakan kuratif dibandingkan pada tindakan preventif apalagi promotif. Selain itu Dinas Kesehatan juga kurang melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan program-program Puskesmas yang sudah ada sehingga tidak terwujudnya pelayanan kesehatan ditingkat basis.

l. Kesimpulan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dalam tatanan system pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pelaksana pelayanan tingkat pertama atau primer, yang dilaksanakan oleh tenaga-tenaga kesehatan yang non-spesialistik. Puskesmas adalah sarana terdepan melaksanakan PKD. Sampai dengan sekarang, Puskesmas yang sudah mencapai 9.767 unit, adaah ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia yang paling menentukan baik-tidaknya indicator kesehatan penduduk.

F. PHN (Public Health Nursing) 1. Definisi Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas yang sudah ada sejak konsep Puskesmas di perkenalkan. Perawatan Kesehatan Masyarakat sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (Community Health Nursing). Perubahan istilah public menjadi community, terjadi di banyak negara karena istilah “public” sering kali di hubungkan dengan bantuan dana pemerintah (government subsidy atau public funding), sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat atau swasta, khususnya pada sasaran individu (UKP), contohnya perawatan kesehatan individu di rumah (home health nursing). Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) pada dasarnya adalah pelayanan keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal dilakukan

melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan. Menurut WHO Perkesmas merupakan lapangan perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.

Definisi menurut ahli : -

Ruth B. Freeman

Suatu lapangan khusus bidang keperawatan dimana teknik keperawatan, ketrampilan berorganisasi diterapkan dalam hubungan yang serasi kepada ketrampilan anggota profesi kesehatan lain dan kepada tenaga sosial lain demi untuk memelihara kesehatan masyarakat. -

American Nursing Association (ANA)

Suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan penduduk. -

Badan Kerja Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Suatu bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peranserta aktif masyarakat.

2. Tujuan Perkesmas Tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal. Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung kepada seluruh masyarakat dalam rentang sehat–sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi individu, keluarga, dan kelompok maupun masyarakat. A. Tujuan Umum

Meningkatkan derajat kesehatan dan memampuan masyarakat secara meyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara mandiri. B. Tujuan khusus 1. Dipahaminya pengertian sehat dan sakit oleh masyarakat. 2. Meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk melaksanakan upaya perawatan dasar dalam rangka mengatasi masalah keperawatan 3. Tertanganinya kelompok keluarga rawan yang memerlukan pembinaan dan asuhan keperawatan 4. Tertanganinya kelompok masyarakat khusus/rawan yang memerlukan pembinaan dan asuhan keperawatan di rumah, di pandi dan di masyarakat 5. Tertanganinya kasus-kasus yang memerlukan penanganan tindak lanjut dan asuhan keperawatan di rumah 6. Terlayaninnya kasus-kasus tertentu yang termasuk kelompok resiko tinggi yang memerlukan penanganan dan asuhan keperawatan di rumah dan di puskesmas 7. Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik dan sosial untuk menuju keadaan sehat yang optimal.

3. Dasar Hukum Perkesmas Adapun dasar hukum pelaksanaan Perkesmas yaitu : 1. UU no 23 th 1992 tentang kesehatan 2. UU no 32/2004 tentang pemerintahan daerah 3. Kepmenkes no 1575 /menkes/sk/xi/2005 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia 4. Kepmenkes no 1239/2001 tentang registrasi dan praktik perawat 5. Kepmenkes no 1457/menkes/sk/ x/ 2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota 6. Kepmenkes no 128/menkes/sk/ii/2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat 7. Kepmenkes 836/2005 tentang pengembangan manajemen kinerja perawatan/bidan 8. Kepmenkes no 279/2006 tentang pedoman upaya penyelenggaraan Perkesmas di Puskesmas. 4. Sasaran Perkesmas

Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga, kelompok beresiko tinggi termasuk kelompok/ masyarakat penduduk di daerah kumuh, terisolasi, berkonflik, dan daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan. Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan akibat factor ketidak tahuan, ketidak mauan maupun ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Prioritas sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah kesehatan prioritas daerah, terutama : a. Belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas serta jaringannya) b. Sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi memerlukan tindak lanjut keperawatan di rumah. Sasaran terdiri dari : 1. Sasaran individu Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (a.l TB Paru, Kusta, Malaria, Demam Berdarah, Diare, ISPA/Pneumonia), penderita penyakit degeneratif. 2.

Sasaran keluarga Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk group), dengan prioritas : a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu sehat. b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan reproduksi, penyakit menular. c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan

3. Sasaran kelompok Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi. a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal. b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi, antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan), lembaga

pemasyarakatan (lapas). 4. Sasaran masyarakat Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa) yang mempunyai : 1)

Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain

2)

Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain

3)

Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain

b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria, diare, demam berdarah, dll) c. Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau akibat lainnya d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain daerah terpencil, daerah perbatasan e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit seperti daerah transmigrasi. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat diberikan secara langsung pada semua tatanan pelayanan kesehatan , yaitu : 1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap 2. Di rumah Perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan. 3. Di sekolah Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan pendidikan kesehatan 4. Di tempat kerja/industri Perawat

dapat

melakukan

kegiatan

perawatan

langsung

dengan

kasus

kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home industri/ industri, pabrik dll. Melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.

5. Di barak-barak penampungan Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental. 6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok masyarakat di pedesan, kelompok terlantar. Pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus penyakit akut dan kronis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit. 7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas). 8. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia mendapat perlakukan kekerasan b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia, gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids), dan WTS Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajad kesehatannya. 5. Ciri Perkesmas Keperawatan kesehatan masyarakat berorientasi pada proses pemecahan masalah yang dikenal dengan “proses Keperawatan” (nursing proses) yaitu metoda ilmiah dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara terbaik dalam memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan. Langkah

langkah

proses

keperawatan

kesehatan

masyarakat

adalah

pengakajian,

perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Dalam penerapan proses keperawatan, terjadi proses alih peran dari tenaga keperawatan kepada klien (sasaran) secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai kemandirian sasaran dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.

Proses alih peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran dinamis proses keperawatan, berikut :

Gambar 1.

Lingkaran Dinamis Proses Keperawatan.

Keterangan

Peran Perawat

Peran Klien

Berdasarkan uraian diatas, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat mempunyai ciri sebagai berikut : 1. Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan

kesehatan masyarakat

2. Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care) 3. Fokus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) baik pada pencegahan tingkat pertama, kedua maupun ketiga 4. Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan masyarakat kepada klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi kemandirian 5. Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan masyarakat dalam upaya kemandirian klien. 6. Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain serta masyarakat

6. Ruang Lingkup Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM). Pelayanan kesehatan yang diberikan lebih difokuskan pada promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama (primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) maupun pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

7. Strategi Penyelenggaraan Perkesmas Penyelenggaraan Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki oleh Puskesmas. Strategi yang ditetapkan adalah (1) Perkesmas sebagai bagian integral upaya kesehatan Puskesmas baik upaya kesehatan wajib maupun pengembangan, (2) Perkesmas sebagai upaya kesehatan pengembangan. 1.

Perkesmas

sebagai

bagian

integral

upaya

kesehatan

wajib

maupun

pengembangan Upaya Perkesmas dilaksanakan secara terpadu baik dalam upaya kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat dalam 6 (enam) upaya kesehatan wajib Puskesmas (Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, KIA/KB, P2M, Gizi dan Pengobatan) maupun upaya pengembangan yang wajib dilaksanakan di daerah tertentu. Keterpaduan tersebut dalam sasaran, kegiatan, tenaga, biaya atau sumber daya lainnya. Dengan terintegrasinya upaya Perkesmas ke dalam upaya kesehatan wajib maupun pengembangan, diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat lebih bermutu karena diberikan secara utuh (holistik), komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Sasaran prioritas Perkesmas adalah sasaran yang sesuai kesepakatan daerah dan

ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Fokus utama pada keluarga rawan kesehatan yaitu keluarga miskin/rentan (vulnerable group) dan keluarga yang termasuk risiko tinggi (high risk group). Keterpaduan Perkesmas dengan upaya kesehatan Puskesmas sekaligus bertujuan mendukung pencapaian

target pembangunan Berdasarkan

kesehatan

indikator

Standar

Kabupaten/Kota yang

diukur

Pelayanan Minimal

(SPM).

Keterpaduan Perkesmas dengan upaya kesehatan Puskesmas, digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 Keterpaduan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Dalam Upaya Kesehatan Puskesmas

Promkes KIA & Gizi

P2M Kesling Pengobatan

KB

Upaya Kes

Upaya Keperaw

atan Kesehatan

Masyarakat

Kes

Pengem

Pengem

Bangan

Bangan

I ndikator Pelayanan Kesehatan ( Standar Pelayanan Minimal)

2.

Keperawatan kesehatan masyarakat sebagai upaya kesehatan pengembangan Puskesmas Bila di wilayah kerja Puskesmas, terdapat masalah kesehatan yang spesifik dan memerlukan asuhan keperawatan secara terprogram, maka Perkesmas dapat dilaksanakan sebagai upaya kesehatan pengembangan. Upaya Perkesmas, dimulai dengan melakukan pengkajian terhadap masyarakat yang mempunyai masalah spesifik (misalnya tingginya Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, penderita TB Paru, DBD, Malaria, dll) untuk dapat dirumuskan masalah keperawatannya dan penyebabnya, sehingga dapat direncanakan intervensi yang akan dilakukan baik terhadap masyarakat, kelompok khusus, keluarga maupun individu di daerah tersebut.

8. Pendekatan Penyelenggaraan Perkesmas Pendekatan utama yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas, adalah pendekatan proses keperawatan (nursing process) meliputi tahap pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, penetapan rencana tindakan, implementasi tindakan keperawatan dan tahap evaluasi. Dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, maka secara bertahap terjadi proses alih peran dari perawat puskesmas kepada klien. Dalam pelaksanaan proses keperawatan tersebut, ada pendekatan lainnya, yaitu : 1. Dalam penetapan masalah kesehatan dan sasaran prioritas sasaran Keperawatan kesehatan masyarakat dapat menggunakan pendekatan epidemiologis 2. Dalam penetapan kegiatan menggunakan tiga tingkat pencegahan (levels of prevention)

9. Pokok Kegiatan Perkesmas Kegiatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat, meliputi kegiatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas baik upaya kesehatan perorangan (UKP) dan atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). 1. Kegiatan dalam gedung Puskesmas Merupakan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat yang dilakukan di poli asuhan keperawatan, poliklinik pengobatan, maupun ruang rawat inap Puskesmas, meliputi: a) Asuhan keperawatan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap

b) Penemuan kasus baru (deteksi dini) pada pasien rawat jalan. c) Penyuluhan/pendidikan kesehatan. d) Pemantauan keteraturan berobat . e) Rujukan kasus/masalah kesehatan kepada tenaga kesehatan lain di Puskesmas. f) Pemberian nasehat (konseling) keperawatan. g) Kegiatan yang merupakan tugas limpah sesuai pelimpahan kewenangan yang diberikan dan atau prodesure yang telah ditetapkan (contoh pengobatan, penanggulangan kasus gawat darurat, dll). h) Menciptakan lingkungan terapeutik dalam pelayanan kesehatan di gedung Puskesmas (kenyamanan, keamanan, dlll). i) Dokumentasi keperawatan.

2. Kegiatan di luar gedung Puskesmas Melakukan kunjungan ke keluarga/kelompok/masyarakat untuk melakukan asuhan keperawatan di keluarga/kelompok/masyarakat : a. Asuhan keperawatan kasus yang memerlukan tindak lanjut di rumah (individu dalam konteks keluarga) Merupakan asuhan keperawatan individu di rumah dengan melibatkan peran serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) Penemuan suspek/kasus kontak serumah. 2) Penyuluhan/Pendidikan kesehatan pada individu dan keluarganya. 3) Pemantauan keteraturan berobat sesuai program pengobatan. 4) Kunjungan rumah (home visit/home health nursing) sesuai rencana. 5) Pelayanan keperawatan dasar langsung(direct care) maupun tidak langsung (indirect care). 6) Pemberian nasehat (konseling) kesehatan/keperawatan. 7) Dokumentasi keperawatan. b. Asuhan keperawatan keluarga Merupakan

asuhan

keperawatan

yang

ditujukan

pada

keluarga

rawan

kesehatan/keluarga miskin yang mempunyai masalah kesehatan yang di temukan di masyarakat dan dilakukan di rumah keluarga. Kegiatannya meliputi, antara lain : 1) Identifikasi keluarga rawan kesehatan/keluarga miskin dengan masalah kesehatan di masyarakat.

2) Penemuan dini suspek/kasus kontak serumah. 3) Pendidikan/penyuluhan kesehatan terhadap keluarga (lingkup keluarga). 4) Kunjungan rumah (home visit/home health nursing) sesuai rencana. 5) Pelayanan keperawatan dasar langsung (direct care) maupun tidak langsung (indirect care). 6) Pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya memantau keteraturan berobat pasien dengan pengobatan jangka panjang. 7) Pemberian nasehat ( konseling) kesehatan/keperawatan di rumah. 8) Dokumentasi keperawatan. c. Asuhan keperawatan kelompok khusus. Merupakan asuhan keperawatan pada kelompok masyarakat rawan kesehatan yang memerlukan perhatian khusus, baik dalam suatu institusi maupun non institusi. Kegiatannya meliputi antara lain: 1) Identifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah kesehatan di kelompok. 2) Pendidikan/penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan. 3) Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada penghuni yang memerlukan keperawatan. 4) Memotivasi

pembentukan,

membimbing,

dan

memantau

kader-kader

kesehatan sesuai jenis kelompoknya. 5) Dokumentasi keperawatan. d. Asuhan Keperawatan masyarakat di daerah binaan. Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan. Kegiatannya meliputi kegiatan kunjungan ke daerah binaan untuk : 1) Identifikasi masalah kesehatan yang terjadi di suatu daerah dengan masalah kesehatan spesifik. 2) Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kegiatan memotivasi masyarakat untuk membentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat. 3) Pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat. 4) Memotivasi pembentukan,mengembangkan dan memantau kader-kader kesehatan di masyarakat. 5) Ikut serta melaksanakan dan memonitor kegiatan PHBS. 6) Dokumentasi keperawatan.

10. Pelaksana Perkesmas Pelaksana utama kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat adalah semua perawat fungsional keperawatan di Puskesmas. Sebagai pelaksana keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas, perawat minimal mempunyai enam peran dan fungsi, yaitu (1) sebagai penemu kasus (case finder); (2) sebagai pemberi pelayanan (care giver); (3) sebagai pendidik/penyuluh kesehatan (health teacher/educater); (4) sebagai koordinator dan kolaborator; (5) pemberi nasehat ( counseling); sebagai panutan (role model). Dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat perawat bekerja sama dengan petugas kesehatan lain serta masyarakat. Kerjasama dengan petugas kesehatan lain, terkait dengan kegiatan yang memerlukan kemampuan teknis tertentu yang bukan kewenangan perawat. Kerja sama dengan kader/masyarakat terutama dalam melaksanakan kegiatan yang dapat dilimpahkan kepada masyarakat.

11. Pengelolaan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas Agar upaya keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas dapat terlaksana secara efisen dan efektif, diperlukan pengelolaan upaya tersebut dengan baik. Pengelolaan upaya Perkesmas merupakan rangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban yang terintegrasi dengan upaya kesehatan Puskesmas sehingga upaya keperawatan kesehatan masyarakat dapat terlaksana secara efisien dan efektif.

A. Perencanaan Perencanan upaya keperawatan kesehatan masyarakat dilaksanakan terintegrasi dengan perencanan

upaya

puskesmas

lainnya

baik

upaya

kesehatan

wajib

maupun

pengembangan. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan adalah: 1. Menyusun usulan kegiatan: Usulan kegiatan disusun sesuai prioritas sasaran dan kegiatan prioritas Puskesmas, dengan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan promotif dan preventif (tingkat pertama, kedua, dan ketiga) yang akan melengkapi kegiatan upaya kesehatan prioritas sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih utuh. 2. Pengajukan usulan kegiatan Usulan kegiatan diajukan secara terpadu dengan kegiatan Puskesmas lain ke Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapat persetujuan pembiayaan. 3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan Berdasarkan usulan kegiatan Puskesmas yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka perlu disusun rencana pelaksanaan kegiatan (Plan Of Action). Bila Perkesmas terintegrasi dalam upaya kesehatan Puskesmas lainnya, maka POA Perkesmas juga terintegrasi (lihat contoh). Bila upaya Perkesmas merupakan upaya pengembangan maka POA Perkesmas dapat dibuat tersendiri. Kegiatan yang tercantum antara lain mencakup menetapkan kegiatan, sasaran, target, volume kegiatan, rincian pelaksanaan, lokasi pelaksanan, tenaga pelaksana, jadwal serta sumber daya pendukung lainnya. Kegiatan yang direncanakan dituangkan dalam Matrix/Gann Chart. Rencana pelaksanaan kegiatan sebaiknya dilengkapi dengan peta wilayah Puskesmas (Mapping) yang menggambarkan masalah kesehatan/keperawatan kesehatan masyarakat. Rencana pelaksanaan kegiatan disusun dengan melibatkan penanggungjawab program terkait serta masyarakat .

B. Pelaksanaan dan Pengendalian Pelaksanaan dan pengendalian merupakan rangkaian penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian terhadap upaya Perkesmas. Langkah pelaksanaan dan pengendalian tersebut, meliputi antara lain : 1. Pengorganisasian di Puskesmas Kepala puskesmas merupakan penanggung jawab kegiatan Perkesmas di Puskesmas. Agar pelaksanaan Perkesmas dapat diselenggarakan secara optimal, maka diharapkan di setiap Puskesmas ditetapkan adanya : -

Perawat pelaksana perkesmas di puskesmas

-

Perawat penanggungjawab desa/daerah binaan

-

Perawat koordinator perkesmas di puskesmas

Pengorganisasian tenaga Perkesmas disesuaikan dengan jumlah perawat yang ada. Perawat Pelaksana Perkesmas di Puskesmas: Perawat pelaksana perkesmas adalah: semua tenaga fungsional perawat di Puskesmas. Perawat pelaksana perkesmas memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan baik kepada individu, keluarga, maupun kelompok. Penilaian kinerja perawat pelaksana minimal menggunakan instrumen penilaian jabatan fungsional bagi perawat puskesmas.\

Perawat Penanggungjawab Desa/Daerah Binaan (Darbin) Perawat Penanggungjawab Desa/daerah binaan merupakan perawat pelaksana yang sekaligus membantu Perawat Koordinator Perkesmas merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai asuhan keperawatan terhadap individu, keluarga, kelompok, masyarakat di satu atau lebih di satu desa/daerah binaan yang menjadi tanggungjawabnya. Perawat Koordinator Perkesmas di Puskesmas: Perawat Koordinator Perkesmas di Puskesmas bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas terhadap keberhasilan upaya perkesmas di puskesmas, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta penilaian. Koordinator perkesmas ditetapkan oleh Kepala Puskesms berdasarkan kualifikasi tertentu (pendidikan DIII Keperawatan + pelatihan keperawatan kesehatan komunitas serta mempunyai pengalaman dalam pelaksanaan perkesmas). Dalam pengorganisasian, harus

ditetapkan

secara jelas

uraian tugas

dan

tanggungjawab setiap perawat baik untuk melaksanakan tugas pokok maupun tugas keterpaduan (lintas program dan lintas sektor) lainnya.

2. Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan Perkesmas, dilakukan berdasarkan Rencana pelaksanaan kegiatan (POA) Perkesmas yang telah disusun. Dalam melaksanakan kegiatan perlu melakukan : a. Mengkaji ulang Rencana Pelaksanaan Kegiatan (POA) yang telah disusun. b. Menyusun jadual kegiatan bulanan setiap perawat dan petugas kesehatan lain yang terlibat dalam kegiatan Perkesmas. c. Melaksanakan asuhan keperawatan menggunakan stándar/pedoman/ prosedur tetap (protap). d. Menyepakati indikator kinerja klinik perawat

3. Pemantauan hasil pelaksanaan kegiatan Pemantauan dilaksanakan secara berkala oleh Kepala Puskesmas dan Koordinator Perkesmas. Kegiatannya antara lain : a. Membahas/mendiskusikan

permasalahan

yang

dihadapi

dalam

pelaksanaan

Perkesmas Pembahasan masalah dapat dilakukan dalam bentuk : 1) Refleksi Diskusi Kasus Merupakan pertemuan (forum diskusi) berkala bagi perawat Puskesmas untuk

membahas masalah teknis Perkesmas dalam pemberian asuhan keperawatan baik pada klien individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Dengan dilakukannya Refleksi Diskusi Kasus secara berkala (contoh satu kali setiap minggu), pemahaman serta keterampilan perawat dalam Perkesmas diharapkan meningkat. 2) Lokakarya Mini Bulanan Merupakan pertemuan bulanan di Puskesmas yang dihadiri seluruh staf Puskesmas dan unit penunjangnya, untuk membahas kinerja internal Puskesmas, antara lain cakupan, mutu, pembiayaan, serta masalah dan hambatan dalam pelaksanaan upaya Puskesmas termasuk upaya Perkesmas. Masalah dalam pelaksanaan Perkesmas terkait dengan lintas program lain dibahas dalam pertemuan ini, untuk mendapatkan penyelesaiannya. 3) Lokakarya Mini Tribulanan Merupakan pertemuan setiap 3 bulan sekali dipimpin oleh Camat dan dihadiri oleh staf Puskesmas dan unit penunjangnya, instansi lintas sektor tingkat Kecamatan, serta perwakilan konsil kesehatan/Badan Penyantun Puskesmas. Masalah dalam pelaksanaan upaya Puskesmas termasuk upaya Perkesmas terkait dengan sektor lain dibahas dalam pertemuan ini, untuk mendapatkan penyelesaiannya. b. Melakukan penilaian Penilaian dilakukan pada setiap akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah disusun. Penilaian dilakukan terhadap input, proses serta output berupa cakupan, kepatuhan pada standar.

C. Pengawasan dan pertanggungjawaban Pengawasan dan pertanggungjawaban kegiatan Perkesmas terintegrasi dengan kegiatan Puskesmas lainnya. Pengawasan dilakukan baik internal

maupun

eksternal. Dalam

pertanggungjawaban Kepala Puskesmas mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan Puskesmas termasuk Perkesmas dan pembiayaannya dalam suatu laporan tahunan.

12. Penyeliaan Perkesmas Penanggungjawab keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas adalah Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas kejelasan peran dan fungsi perawat di Puskesmas dan unit penunjangnya. Peran dan fungsi tersebut di uraikan dalam uraian tugas

tertulis yang dipahami oleh setiap perawat. Setiap perawat Puskesmas bertanggungjawab terhadap tugas pokoknya yaitu melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan kesehatan masyarakat serta tugas tugas lain yang dibebankan kepala Puskesmas kepadanya, antara lain sebagai

penanggungjawab program.

Untuk

meningkatkan profesionalisme perawat

Puskesmas dalam keperawatan kesehatan masyarakat, maka Kepala Puskesmas dibantu oleh

perawat

yang

lebih

mampu

yang

berfungsi sebagai perawat penyelia untuk

melakukan bimbingan teknis (clinical supervision) kepada perawat Puskesmas secara berjenjang baik di tingkatPuskesmas maupun Kabupaten/Kota. A. Di Puskesmas Dalam aspek teknis keperawatan kesehatan masyarakat, Kepala Puskesmas dibantu oleh Perawat Koordinator yang sekaligus menjadi koordinator keperawatan kesehatan masyarakat atau Perawat Koordinator Perkesmas. Koordinator Perkesmas ditetapkan oleh Kepala Puskesmas berdasarkan kualifikasi tertentu (pendidikan minimal D III keperawatan + pelatihan keperawatan kesehatan komunitas) serta mempunyai pengalaman dalam pelaksanaan Perkesmas lebih dari perawat Puskesmas lainnya. Perawat Koordinator Perkesmas bertanggungjawab kepada Kepala Puskesmas untuk melakukan bimbingan teknis maupun administrative kepada Perawat Penanggungjawab Daerah Binaan maupun Perawat Pelaksana lainnya. Tugas Perawat Koordinator Perkesmas meliputi antara lain : a. Pertemuan dengan Perawat Pelaksana Perkesmas/ Penanggungjawab Darbin/desa di Puskesmas untuk :

-

Mengidentifikasi masalah prioritas dengan menggunakan data epidemilogi yang sudah ada dilanjutkan dengan pengkajian terhadap sasaran

-

Merencanakan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat di wilayah kerja puskesmas

-

Memfasilitasi pembahasan masalah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, menggunakan Refleksi Diskusi Kasus

-

Membahas hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan perkesmas dan mengusulkan rencana tindak lanjutnya

b. Melakukan kunjungan lapangan untuk membimbing perawat pelaksana dan perawat penanggung jawab desa/daerah binaan. c. Menyusun

laporan

evaluasi

hasil

upaya

perkesmas

di

Puskesmas

dan

perkembangannya. Laporan

disusun

berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan perkesmas berdasarkan

laporan dari perawat pelasksanaan perkesmas berdasarkan laporan daari perawat pelaksana dan penanggung jawab desa/daerah binaan. Bahan laporan ini merupakan bahan pertanggung jawaban kepada Kepala Puskesmas tentang penyelenggaraan upaya perkesmas di Puskesmas. B. Di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Berdasarkan strata pelayanan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (Depkes, 2004), Dinas Kesehatan tidak saja bertanggungjawab secara administratif tetapi juga menjadi pusat rujukan strata II pelayanan kesehatan terhadap masalah kesehatan masyarakat yang tidak dapat ditanggulangi oleh Puskesmas, termasuk masalah terkait dengan keperawatan kesehatan

masyarakat.

Di

Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota,

ditetapkan adanya Perawat Penyelia Kabupaten/Kota yang sekaligus menjadi Perawat Penyelia Perkesmas Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan Perawat Penyelia Perkesmas Kabupaten/Kota, berdasarkan kualifikasi tertentu (S1 Keperawatan/Ners + pelatihan keperawatan komunitas) dan pengalaman bekerja di Puskesmas. Kedudukan perawat penyelia tersebut di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat struktural ataupun fungsional, tergantung kondisi daerah. Tugas Perawat Penyelia Perkesmas, bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, antara lain untuk : 1. Pertemuan dengan Perawat Koordinator Perkesmas Puskesmas secara berkala untuk melakukan : -

Koordinasi dalam penyusunan perencanaan upaya perkesmas di puskesmas

-

Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan penunjang pelaksanaan Perkesmas di puskesmas melalui laporan kegiatan perkesmas

-

Mengidentifikasi

inovasi,

perubahan

pelaksanaan

perkesmas

sebagai

penyempurnaan program perkesmas -

Membahas hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan perkesmas seluruh Puskesmas dan perencanaan tindak lanjutnya.

2. Kunjungan lapangan melakukan : -

Penyeliaan

terhadap

penyelenggaraan

upaya

perkesmas

di

puskesmas,

berpedoman pada rencana pelaksanaan perkesmas di setiap Puskesmas. -

Pembinaan langsung terhadap perawat koordinator dan pelaksana perkesmas.

-

Membimbing dan bersama Kepala Puskesmas memfasilitasi Refleksi Diskusi Kasus oleh perawat Puskesmas.

3. Menyusun laporan hasil kegiatan bimbingan teknis kepada perawat Puskesmas dan rencana tindak lanjutnya untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

13. Indikator Keberhasilan Perkesmas Untuk mengukur keberhasilan upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, digunakan indicator yang meliputi indikator masukan (input), indikator proses, indikator luaran (output) dan indikator dampak.

A. Indikator Masukan (Input) Indikator masukan, meliputi : 1. Jumlah perawat Puskesmas sudah mendapat pelatihan teknis Perkesmas serta penatalaksanaan program prioritas. 2. Jumlah Kit untuk pelaksanaan Perkesmas ( PHN Kit) minimal 1 kit untuk setiap desa. 3. Tersedia

sarana

transporasi

(R-2)

untuk

kunjungan

ke

keluarga/

kelompok/masyarakat, 4. Tersedia dana operasional untuk pembinaan/asuhan keperawatan 5. Tersedia Standar/Pedoman/SOP pelaksanaan kegiatan Perkesmas 6. Tersedia dukungan administrasi (Buku Register, Family Folder, Formulir Askep, Formulir Laporan, dll) 7. Tersedianya ruangan khusus untuk asuhan keperawatan di Puskesmas B. Indikator Proses Indikator proses, meliputi : 1. Ada Rencana Usulan

Kegiatan Perkesmas terintegrasi

dengan Rencana

Kegiatan Puskesmas. 2. Ada Rencana Pelaksanaan Kegiatan Perkesmas (POA). 3. Ada Rencana Asuhan Keperawatan setiap klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat). 4. Adanya dukungan dan ada kegiatan bimbingan yang dilakukan Kepala Puskesmas. 5. Ada kegiatan bimbingan teknis Perkesmas oleh Perawat Penyelia Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota ke Puskesmas. 6. Ada kegiatan koordinasi dengan lintas program terkait petugas kesehatan lain. 7. Ada laporan tertulis hasil pemantauan dan penilaian dan rencana tindak lanjut. 8. Ada rencana peningkatan pendidikan/pelatihan perawat secara berkelanjutan. C. Indikator luaran (output) Indikator luaran, meliputi : 1) % suspek/kasus perioritas puskesmas (contoh.TB paru) yang ditemukan secara dini. 2) % pasien kasus yang mendapat pelayanan tindak lanjut keperawatan di rumah. 3) % keluarga miskin dengan masalah kesehatan yang dibina. 4) % kelompok khusus dibina (panti, rutan lapas/rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan, dll). 5) % pasien rawat inap Puskesmas di lakukan asuhan keperawatan. 6) % desa/daerah yang dibina. Besarnya

% setiap Puskesmas ditetapkan oleh

masing-masing Kabupaten/Kota. Indikator luaran ini merupakan indikator antara, untuk mendukung tercapainya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten/Kota. D. Indikator dampak Indikator dampak yaitu ”keluarga mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya”, yang dinilai dengan tingkat kemandirian keluarga. Kemandirian keluarga berorientasi pada lima fungsi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya yaitu : 1. mampu mengenal masalah kesehatannya. 2. mampu mengambil keputusan tepat untuk mengatasi kesehatannya. 3. mampu melakukan tindakan keperawatan untuk anggota keluarga yang memerlukan bantuan keperawatan. 4. mampu memodifikasi lingkungan sehingga menunjang upaya peningkatan kesehatan. 5. mampu memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada. Tingkat kemandirian ”Kemandirian keluarga” dalam program Perawatan Kesehatan Masyarakat di bagi dalam 4 tingkatan yaitu : Keluarga Mandiri tingkat I (paling rendah) sampai Keluarga Mandiri tingkat IV (paling tinggi). 1. Keluarga Mandiri Tingkat Pertama (KM-I) Kriteria : a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat. b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan.

2. Keluarga Mandiri Tingkat Dua (KM – II) Kriteria : a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat. b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan. c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar. d. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan. 3. Keluarga Mandiri Tingkat Tiga (KM – III) Kriteria : a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat. b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan. c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar. d. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif. e. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan. f. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif. 4. Keluarga Mandiri Tingkat Empat (KM – IV) a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat. b. Menerima

pelayanan

keperawatan

yang

diberikan

sesuai

dengan

keperawatan. c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar. d. Memanfaatkan fasilitas pelayanan sesuai anjuran. e. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan. f. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif. g. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif. Tingkat kemandirian keluarga dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 Indikator Dampak Keperawatan Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga No

Kriteria

Tingkat Kemandirian Keluarga

1.

Menerima petugas (Perkesmas)

I

II

III

IV

V

V

V

V

rencana

2.

Menerima pelayanan kesehatan sesuai

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

rencana keperawatan 3.

Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar

4.

Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai anjuran

5.

Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai anjuran

6.

Melakukan tindakan pencegahan secara aktif

7

Melakukan tindakan peningkatan

V

kesehatan ( promotif) secara aktif

14. Trend Dan Issu Program Perkesmas Di Indonesia 1. Belum Menjadi Program Wajib Puskesmas Terintegrasinya upaya Program Perawatan Kesehatan Masyarakat(PERKESMAS) kedalam upaya kesehatan wajib maupun upaya pengembangan, diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat lebih bermutu karena diberikan secara kholistik, komprehensif pada semua tingkat pencegahan. Tetapi banyak hal yang menjadikan program ini tidak terlaksana dengan baik karena kebijakan anggaran kegiatan puskesmas belum jelas, masing- masing puskesmas membagi anggran sesuai dengan kepentingan program masing-masing puskesmas, sehingga program kerja yang dilakukan

untuk

meunjang

PERKESMAS

ini

berbeda

disetiap

Puskesmas.Perkembangannya tidak merata antara puskesmas satu dengan yang lain. 2. Jumlah Tenaga Perawat Puskesmas Saat ini Kesehatan di Indonesia dihadapkan dengan era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sangat membutuhkan pelayanan yang profesional dan diupayakan untuk meningkatkan upaya preventif dan promotif, untuk itu perlu dilakukan peningkatan kemampuan perawat dalam program PERKESMAS yang sangat terintegrasi dengan masyarakat langsung dan puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK 1) yang merupakan ujung tombak dari kesehatan dimasyarakat.

Masalah dalam jumlah tenaga puskesmas serta keahlian yang tidak sebanding dengan banyaknya masyarakat di daerah kerja Puskesmas menyebabkan kelambanan perkembangan program ini. 3. Pengakuan Dari Perawat Sendiri dan Profesi lain Pengakuan program ini dapat terlaksana dengan baik secara internal saja masih meragukan perkembangan program ini dikarenakan banyak kendala mengenai program yang harus dibenahi.

Kesimpulan Pelayanan Keperawatan Komunitas mempunyai ciri : o Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan kesehtan masyarakat o Adanya kesinambungan kesehtan masyarakat o Focus pelayanan pada upaya promotif, dan preventifbaik pada semua level pencegahan penyakit o Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan masyarakat kepada kliensehingga terjadi kemandirian o Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan masyarakat dalam upaya kemandirian klien o Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain dan masyarakaat Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) merupakan salah satu upaya puskesmas yang mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan memadukan ilmu/ praktik keperawatan dengan kesehatan masyarakat lewat dukungan peran serta

aktif

masyarakat

mengutamakan

pelayanan

promotif

dan

preventif

secara

berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyuluh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya.Strategi PERKESMAS ditetapkan sebagai bagian integral upaya kesehatan Puskesmas baik upaya kesehatan wajib maupun pengembangan dan Perkesmas sebagai upaya kesehatan pengembangan.Oleh sebab itu diperlukan usaha maksimal dari segala pihak menyukseskan program ini.

DAFTAR PUSTAKA Mentri Kesehatan RI.(2015). Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat. Diperoleh dari https://www.depkes.go.id/resources/download/rakerkesnas-2015/MENKES Kemenkes RI.(2016). Buku Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Diperoleh

dari

https://www.depkes.go.id/resources/download/lain/Buku%20Program%20Indonesia%20Seha t%20dengan%20Pendekatan%20Keluarga.pdf Kemenkes RI. Rencana Aksi Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Diperoleh dari https://www.depkes.go.id/resources/download/LAKIP%20ROREN/1%20perencanaan%20ki nerja/Rencana%20Aksi%20Sekjen.pdf Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat. 2018. Pendekatan Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2018 Dinas Kesehatan Kabupaten Landak. 2017. Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga Dr. Kuwat Sri H. Rencana Aksi Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2015-2019 PERPRES 72/2012 tentang SKN KEMENKES RI .2016. Petunjuk Teknis Penguatan Manajemen Puskesmas Dengan Pendekatan Keluarga KEMENKES RI. 2016. Pedoman Umum : Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan keluarga Global Health Initiative (2008). Why Global Health Matters . Washington, DC: FamiliesUSA

Related Documents


More Documents from "Rizkika Sontodimejo"