Referat Mati Lemas

  • Uploaded by: YudiKartasasmita
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Mati Lemas as PDF for free.

More details

  • Words: 5,661
  • Pages: 24
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN Asfiksia atau yang disebut juga mati lemas adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kematian1. Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk beberapa penyebab kematian dari tahun 1999-2004, berdasarkan sertifikat kematian bagi warga Amerika Serikat, ada sekitar 20.000 kematian yang baik disengaja maupun tidak dalam jangka waktu yang disebabkan berbagai jenis asfiksia mekanik, seperti tenggelam, gantung diri, pencekikan, dan sufokasi2. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan. Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan3. Untuk itu, sudah selayaknya seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah satunya asfiksia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asfiksia 2.1.1. Definisi Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.1 Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :1 1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-paru) a.

Kekurangan oksigen dalam udara bebas (atmosfer) contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas (pembakaran hutan)

b.

Secara mekanik : gangguan dalam saluran pernapasan (paru-paru) 1. Smothering

: tertutupnya saluran napas pada hidung dan mulut

2. Chocking

: terdapatnya benda dalam saluran pernapasan

3. Drowning (tenggelam) c.

tekanan saluran pernapasan dari luar (strangulation) 1. Manual strangulation (throttling/cekikan) 2. Ligatur strangulation (jeratan) 3. Hanging (gantung diri) 4. Tekanan pada dada atau perut yang kuat 5. Kegagalan saluran pernapasan primer : paralise pusat pernapasan dan elektrik

2. Anemik hipoksia Berkurangnya kemampuan membawa oksigen ke dalam darah Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2) 3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan hipoksia)

Contoh : pasien dalam keadaan syok 2.1.2. Etiologi Dari segi etiologi (secara umum), asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 1 1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. 2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. 3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat dan narkotika. 2.1.3. Gejala Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam empat fase, yaitu: 1,3 1. Fase Dispnea Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbondioksida dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. 2. Fase Kejang Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan oksigen. 3. Fase Kelelahan (Exhaustion phase) Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernapasan, otot menjadi lemah, hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya

berhenti

bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas

telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. 4. Fase Apnea Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu: 1,4 1. Sianosis Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan oksigen). 2. Kongesti Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan. Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.

Gambar 2.1. Tardieu’s spot 3. Buih halus

Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. 4. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan akitivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan, antara lain: 1,4 1. Darah berwarna lebih gelap dan

lebih encer karena kadar

karbondioksida yang tinggi dan fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian. 2. Busa halus di dalam saluran pernapasan. 3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. 4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian

belakang

jantung

belakang

daerah

aurikuloventrikular,

subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis, dan daerah subglotis. 2.1.4. Perubahan patologi secara umum Dengan berkurangnya oksigen/hipoksia secara cepat dan tiba-tiba maka akan terjadi hipoksia sel dalam jaringan tubuh, diikuti dengan kekurangan oksigen pada dinding kapiler, sehingga terjadi pecahnya kapiler atau terjadi pendarahan (ptechiae haemorhagik). Selain itu, juga terjadi dilatasi kapiler yang menyebabkan adanya stasis darah pad kapiler venus atau pembuluh darah lainnya, terjadilah kongestif (bendungan darah). Dari uraian diatas maka secara umum asfiksia akan didapati : 1 1. Ptechiae haemoraghik : pada konjungtiva bulbi, pleura.

2. Dilatasi pembuluh darah 3. Kongesti/bendungan darah akibat dilatasi pembuluh darah kapiler 4. Transudat plasma ke dalam jaringan karena meningkatnya ereabilitas kapiler, diikuti dengan peningkatan pad saluran limfe selama pembuluh limfe memenuhi pembuluh darah yang berdilatasi maka tidak terjadi transudat. Jika tidak terpenuhi akan teerjadi transudat /edema, terutama edema paru 5. Post mortem fluidity (pengenceran) apabila pemeriksaan jenazah segera, maka darah akan mengalami pengenceran dan darah yang keluar dari jantung mengalami pembekuan. Pengenceran ini disebabkan oleh factor fibrinolisin 90 % yang akan aktif bila ada thrombus. Dengan alas an ini fibrinolisis terjadi jika proses pembekuan 6. Terjadi dilatasi jantung salah satu karakteristik asfiksia adalah dilatasi jantung, salah satunya adalah secondary muscular flaccidity 7. Perubahan biokimia (Swan dan Brucer) menurut Brucer : pH (keasaman), konsentrasi CO2, konsentrasi oksigen bila diukur akan terdapat perbedaan sesuai dengan penyebab asfiksia.

Asfiksia dikatakan asfiksia mutlak bila ada :1,5 - Ptechiae haemorhagik - Kongesti alat-alat dalam - Dilatasi pembuluh darah - Sianosis sianosis terjadi bila ada reduce Hb yang banyak, sedangkan Hb O2 lenih sedikit dalam darah atau proporsi Hb O2 dalam darah tidak mencukupi kebutuhan tubuh. - Pengenceran darah

2.1.5. Pemeriksaan  Pemeriksaan Jenazah Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujungujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Terdapat pula bula halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran pernapasan bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. Gambaran pembendungan pada mata, berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebrae, dan subserosa lainnya. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah. Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini timbul karena permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia. 2,3,6 

Pemeriksaan Bedah Jenazah Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati

akibat asfiksia adalah:2,3,6 1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang 2. 3.

meningkat pasca mati. Busa halus di dalam saluran pernapasan. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.

4.

Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan

5. 6.

daerah sub-glotis. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

2.2. Asfiksia Mekanik 2.2.1. Definisi Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:1,2,3 1. 2.

3. 4.

Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas: - Pembekapan (smothering) - Penyumbatan (gagging dan choking) Penekanan dinding saluran pernapasan: - Penjeratan (strangulation) - Pencekikan (manual strangulation, throttling) - Gantung (hanging) Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik) Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)

2.2.2. Gantung (hanging) Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa dimana seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.2,6,7 Dengan definisi seperti itu berarti peristiwa gantung tidak harus seluruh tubuh berada diatas lantai, sebab tekanan berkekuatan 10 pon pada leher sudah cukup untuk menghentikan aliran darah di daerah itu. Oleh sebab itu tindakan gantung diri yang sebagian tubuhnya menyentuh lantai agak berbeda dengan ciri – ciri peristiwa gantung yang seluruh tubuhnya berada diatas lantai yaitu :2

-

Jejas jerat tidak begitu nyata Letak jejas jerat di leher lebih rendah Arah jejas jerat lebih mendekati horizontal Karena efek tali hanya menekan vena maka tanda – tanda lain yang dapat dilihat adalah muka menjadi sembab, warna merah kebiruan dan ditemukan bintik – bintik perdarahan. Gantung diri juga dapat dilakukan dengan cara meletakan leher pada suatu

benda (misalnya tangan kursi, tangga, atau tali yang terbentang) guna menahan sebagian atau seluruh berat tubuhnya. Jejas yang terlihat pada leher tidak jelas dan tidak khas , bahkan mungkin tidak terlihat sama sekali. Jenis Penggantungan a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6 1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas lantai. 2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung, misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, b.

dalam posisi telungkup dan posisi lain. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6 1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di samping leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada tipe ini. 2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

Penyebab Kematian Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena :5,7 1. Asfiksia Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi tersumbat. 2. Iskemik otak Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis. 3. Kongesti vena

Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi terhambat. 4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3 Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi kematian yang tiba-tiba. 5. Syok vagal Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya tekanan pada nervus vagus. Kelainan Pos Mortem Jika sebab kematian karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda – tanda sebagai berikut:1,6,8 1. Tanda – tanda umum Tanda – tanda umum tersebut berupa tanda – tanda umum asfiksia, yaitu: - Sianosis - Bintik – bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah - Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak - Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer 2. Tanda – tanda khusus - Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh atau sebelum) dan di sekitarnya kadang – kadang terlihat adanya bendungan. Arah jejas tidak melingkar horisontal, melainkan mengarah ke atas menuju kea rah simpul dan membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tak melingkar secara penuh)akan membentuk sudut yang semu. Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang kasar), perabaan keras seperti kertas perkamaen. Pada pemeriksaan mikrosokpik -

ditemukan adanya pelepasan (deskuamasi) epitel serta reaksi jaringan Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau cartilago

-

cricoid Lebam mayat

-

Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama maka lebam mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah, anggota badan bagian

-

distal serta alat genetalia bagian distal. Lidah Jika posisi tali dibawah cartilago thyroida maka lidah akan terlihat menjulur keluar dan berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan.

2.2.3. Jeratan (Strangulation by ligature) Bila pada peristiwa gantung kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya sendiri, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari taarikan pada kedua ujungnya.Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat.Tali yang dipakai sering disilangkan dan sering juga dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir selalu melewati membrana yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid.Jika tali yang digunakan dari bahan yang lembek dan halus atau jika sesudah mati ikatan menjadi longgar maka jeratan tersebut sering tidak meninggalkan jejas pada leher.1,2 Sebab Kematian Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat disebabkan : - Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia - Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak - Refleks vagal - Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan darah, kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan mampu menutup pembuluh darah karotis. Kematian Pos Mortem Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat ditemukan kelainan sebagai berikut:1,2,3 1. Leher a. Jejas berat - Tidak sejelas jejas gantung - Arahnya horizontal - Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan maka jejas jerat pada tempat tersebut labih dalam atau lebih nyata

-

Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama

b. Lecet/memar - Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet – lecet atau memar- memar disekitar jejas. Kelainan tersebut terjadi 2.

karena korban berusaha membuka jeratan. Kepala a. Terlihat tanda – tanda asfiksia b. Kongesti dan bintik – bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika kematian karena refleks vagal maka tanda – tanda tersebut tidak

3.

ditemukan Tubuh bagian dalam a. Leher bagian dalam terdapat : - Resapan darah pada otot dan jaringan ikat - Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid), kecuali pada korban yang masih muda dimana tulang rawan masih sangat elastik - Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal lidah b. Paru – paru - Sering ditemukan edema paru- paru - Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas

2.2.4. Cekikan (manual strangulation) Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan oleh pembunuhan.Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya, pada latihan bela diri atau pembuatan film), tetapi sangat jarang sekali. Peristiwa pencekikan tidak mungkin digunakan untuk bunuh diri, sebab cekikan akan lepas begitu orang yang melakukan bunuh diri itu mulai kehilangan kesadaran.1,2,3 Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau kedua tangan.Kadang – kadang digunakan lengan bawah untuk membantu menekan leher dari samping.1 Mekanisme :,5,8 1. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-hipoksia) 2. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan terjadi cardiac arrest

3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi cerebral, memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian. Jenis Pencekikan Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu: 4 1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban. 2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. 3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. Pemeriksaan: Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left handed").7,9 

Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit "crescent appearance".



Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang.



Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II – VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulangtulang rawan,os hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau retak. Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan lengan

bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena

vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara). Pemeriksaan

Bentuk Luka Letak Luka

Pemeriksaan Dalam Pemeriksaan Lengkap

Keterangan Pada pemeriksaan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left handed"). Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit "crescent appearance". Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang. Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II – VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan, os hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau retak. Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan lengan bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

2.2.5. Pembekapan (Smothering) Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut atau hidung saja yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Smothering

umumnya terjadi karena kecelakaan pada bayi/infant dimana keluarga/orang tua bayi kurang/lalai memperhatikan bayinya. Biasanya bahan/alat yang membuat tertutup selimut, bantal. Dapat juga bayi dibunuh (infanticide) oleh ibunya sendiri dengan memberikan bekapan kain, bedak. Ada juga dilaporkan bayi meninggal karena tertekan oleh bekapan payudara ketika sedang menyusui.6,8 Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas tertutup (sebagian) dimana dapat bertahan beberapa menit atau jam. Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa: 1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. 2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara misalnya terbekap dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya. 3. Pembunuhan

(homicidal

smothering).

Biasanya

terjadi

pada

kasus

pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras. Pemeriksaan Luar Didapati

pada

daerah

hidung/mulut

hiperemis/bintik-bintik

perdarahan/memar disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum (lebam mayat lebih gelap, dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic bola mata, congestive alat-alat dalam, dilatasi pembuluh darah (arteri/vena).1 2.2.6. Penyumpalan (Choking/Gaging)

Penyumpalan merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dalam tubuh, missal inhalasi tumpahan, tumor, lidah jatuh akibat penurunan kesadaran, bekuan darah, atau gigi yang lepas.Gelaja khas yaitu dimulai dengan batuk – batuk yang tiba – tiba diikuti sianosis dan akhirnya meninggal dunia.Pada pemeriksaan pos mortem dapat dilihat tanda – tanda asfiksia yang jelas kecuali jika kematian karena refleks vagal.Dapat ditemukan adanya material yang menyebabkan blokade jalan nafas.Kadang – kadang kematian dapat terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda – tanda chocking, terutama pada kematian akibat refleks vagal atau inhalasi makanan dan memberikan kesan adanya serangan jantung.Kasus seperti itu sering disebut Café Coronaries.1,2 Kematian dapat terjadi akibat:2 1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan benda asing ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan. 2. Pembunuhan (homicidal chocking). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya. 3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan. Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pembedahan. Dalam rongga mulut (orofaring atau laringofaring) didapatkan sumbatan

2.2.7. Tenggelam (drowning) Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi

dilaut atau sungai tetapi dapat juga di wastafel atau ember berisi air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 – 40 mililiter untuk bayi.1,3,5 Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas: 1,6 1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas. Penyebab kematian pada kasus ini, antara lain: a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia). b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi. 2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran nafas. 3. Secondary drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi. 4. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus. Pada pemerikasaan jenazah akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali jenazah sudah ditemukan dalam keadaan membusuk. Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah :1,2,6 1. Menentukan identitas korban . Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain: a. Pakaian dan benda-benda milik korban b. Warna dan distribusi rambut dan identitas lain c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut d. Sidik jari e. Pemeriksaan gigi f. Teknik identifikasi lain 2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan . a. Pemeriksaan diatom (metode yang paling memuaskan) b. Perbandingan kadar elektrolit magnesium pada bilik jantung kiri dan kanan.

c. Benda asing pada paru dan saluran pernapasan mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama bebrapa waktu dan mulai membususk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus. d. Pada mayat yang masih segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna. e. Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban sedang dalam keadaan keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air. 3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang, benturan ante-mortem (ante-mortem impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka, perlukaan pada 4.

vertebra servikalis dan medulla spinalis dapat ditemukan. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau

melalui bedah. 5. Tempat korban pertama kali tenggelam. Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelamdi tempat itu atau di tempat lain. 6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian. a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup, pada waktu masuk ke dalam air, maka perlu ditentukan bahwa apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernapasan (tenggelam). Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh karena sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran pernapasan bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol.

Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk. Tenggelam dalam air tawar Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air twar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).2 Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca+ +

dalam serabut otot jantung dapat mendorng terjadinya fibrilasi ventrikel dan

penururnan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.2 Tenggelam dalam air asin (hipertonik) Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.2 Sebab Kematian Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :1,2,3 1. Refleks vagal Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan pos mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru – paru sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning). 2. Spasme laring Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk ke laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, tetapi

paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda – benda air.Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I. 3. Pengaruh air yang masuk paru – paru a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air tawar didalam paru – paru akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolysis. Dengan pecahnya eritrosit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga menimbulkan hyperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi ventrikel). Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda air pada paru – paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Dibandingkan dengan tipe II A maka kematian pada tipe II B terjadi lebih lambat. Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda – tanda asfiksia, kadar NaCl pada Jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda – benda air pada paru – paru. Kelainan Pos Mortem 1.

Pemeriksaan Luar.1 - Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur - Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina) - Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin - Lebam mayat terutama pada kepala dan leher - Terkadang ditemukan cadaveric spasm - Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah ditemukannya buih halus yang terbentuk akibat acute pulmonary edema, berwarna putih,

2.

dan persisten. Buih menjadi banyak jika dada ditekan Pemeriksaan Dalam.1 - Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus - Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru penderita asma tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat gambaran marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris

terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema aquosum yang -

merupakan petunjuk kuat terjadinya peristiwa tenggelam Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis pada dinding aorta

Tes Konfirmasi Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis tenggelam, antara lain: 1. Tes Asal Air Tes ini diperlukan untuk membedakan apakah air dalam paru – paru berasal dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru – paru dengan air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti spesies dari ganggang diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru – paru atau lambung secara mikroskopik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan distruksi paru – paru. 2. Tes Kimia Darah Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi atau hemodilusi pada masing – masing sisi dari jantung dengan cara memeriksa gaya berat spesifik dari serum masing – masing sisi dan memeriksa kadar elektrolit dari serum masing – masing sisi, antara lain kadar sodium atau chlorida. Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah kematian. 3. Tes Diatome Jaringan Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome padajaringan tubuh.Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan diatome maka hal ini dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam.Pada mayat yang sudah membusuk, dimana kelainan-kelainan yang dapat memberi petunjuk tenggelam sulit ditemukan maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat. 2.2.8. Asfiksia Traumatik (Burking) Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar pada dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok, atau tertimpa saat saling berdesakan.1,8

Penyebab Kematian Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan sirkulasi.1 Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah Pada pemeriksaan luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat. Bendungan

tersebut menyebabkan

muka membengkak dan penuh dengan

petekie, edema konjungtiva, dan perdarahan subkonjungtiva. Petekie terdapat pula pada leher, bokong, dan kaki.1

BAB III KESIMPULAN Asfiksia atau mati lemas adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai peningkatan karbondioksida (hiperkapnea) sehingga menyebabkan kematian. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak dalam kasus kedokteran forensik. Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit CDC terdapat 20.000 kematian yang disebabkan asfiksia mekanik. Secara umum etiologi asfiksia terbagi tiga yaitu penyebab alamiah, trauma mekanik, dan

keracunan. Penyebab alami yaitu penyakit yang menyumbat

saluran pernafasan atau gangguan pergerakan paru seperti laringitis dan fibrosis paru. Trauma mekanik yaitu asfiksia mekanik, misalnya pneumotorak. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat. Tanda-tanda asfiksia dapat dilihat dari pemeriksaan luar dan dalam. Pada pemeriksaan luar akan didapatkan sianosis, kongesti, buih halus, dan warna lebam mayat merah-kebiruan gelap. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan perubahan warna darah, busa halus di saluran pernapasan, bendungan sirkulasi seluruh organ tubuh, dan ptekie. Selain itu terdapat beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia khususnya asfiksia mekanik, seperti tenggelam, gantung diri, pencekikan dan sufokasi, dapat diketahui dan mempunyai arti penting dalam proses penyidikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70. 2. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125. 3. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology And Toxicology. p454-474. 4. Knight B. Asphyxia. Forensic Medicine. 9th ed. London: Edward Arnold; 1985. p87-104. 5. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India; 2003. p105-123. 6. Nandy A. Violent Asphyxial Deaths. Principles of Forensic Medicine. India: New Central Book Agency, Ltd: 2001. p315-342. 7. Kerr JA. Asphyxia. Forensic Medicine. 5th ed. London:In The University of Edinburgh;1954. p152-168. 8. Gresham GA. Asphyxia and Poisoning. A colour Atlas of Forensic Pathology. Holland:Wolfe Publishing Ltd;1975. p235-243.

Related Documents

Referat Mati Lemas
January 2021 0
Asphyxia (mati Lemas )
January 2021 0
Lemas Del Franquismo
February 2021 0
Referat
February 2021 2
Cerita Ngakak Ampe Mati
January 2021 1

More Documents from "GolfridWoren"

Referat Mati Lemas
January 2021 0