Loading documents preview...
1
RHINITIS ALERGI
Miftah Nur Andamsari Mulfa Satria Asnel
Anatomi hidung 2
fisiologi 3
1. Fungsi respirasi Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.
2. Fungsi penghidu Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.
3. Fungsi fonetik Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
4. Fungsi static dan mekanik Untuk meringankan beban kepala.
4
Rhinitis alergi
DEFINISI 5
Rinitis Alergi penyakit inflamasi disebabkan reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut
Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E (WHO).
ETIOLOGI 6
1.
2. 3.
4.
Interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: Alergen Inhalan; yang masuk bersama dengan udara pernafasan Alergen Ingestan; yang masuk ke saluran cerna Alergen Injektan; yang masuk melalui suntikan atau tusukan. Alergen Kontaktan; yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa
Etiologi 7
PATOFISIOLOGI 8
penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase : immediate phase allergic reaction/ reaksi alergi fase cepat (RAFC) Late phase allergic reaction/ reaksi alergi fase lambat (RAFL)
1. Tahap sensitisasi 9
2. Tahap Provokasi
(second response)
Terpapar alergen yang sama diikat oleh IgE di sel mast 10
degranulasi / pecahnya sel mediator
melepaskan PGD2, LTD4, LTC4, bradikinin, sitokin, histamin
Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf medianus
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin
mukosa & sel goblet mengalami hipersekresi
vasodilatasi sinusoid
hidung tersumbat
rinorea
11
Tahap Provokasi/ Reaksi Alergi
2 tahap: - Immediate (Reaksi alergi fase cepat/RAFC) terjadi sejak kontak dengan alergen s.d 1 jam setelahnya - Late (reaksi alergi fase lambat/RAFL) terjadi 2-4 pasca pemaparan dapat berlangsung sampai 24 s.d 48 jam oleh karena akumulasi sel eusinofil & neutrofil di jaringan target
Klasifikasi WHO Initiative ARIA 12
Berdasarkan sifat berlangsungnya 1.
RA intermitten < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
2.
RA persisten > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
Berdasarkan tingkat berat/ringannya penyakit 1. 2.
Ringan Sedang – Berat
GEJALA KLINIS 13
Diagnosa 14
Anamnesis : Gejala klinis onset riwayat terjadinya etiologi
Pemeriksaan Fisik rinoskopi anterior : mukosa edema/hipertrofi, basah, livid, sekret encer Pada Anak facial : allergic shinner allergic salute allergic crease facies adenoid cobblestone appearance geographic tongue
15
PEMERIKSAAN PENUNJANG 16
Skin prick test 17
18
19
20
21
DEKONGESTAN ORAL 22
Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang Tidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa Contoh : Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo efedrin
3. KORTIKOSTEROID 23
menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat. Efek utama pada mukosa hidung : 1. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator 2. mengurangi edema intrasel, 3. menyebabkan vasokonstriksi ringan dan menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast Direkomendasikan sebagai terapi awal disertai dengan penghindaran terhadap alergen
Imunoterapi desensitisasi 24
Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat. Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.
CARANYA 25
Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 – 2 kali seminggu. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat ditoleransi. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 26 minggu tergantung pada respon klinik. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.
OPERATIF 26
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty Dilakukan, bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
Diagnosis Banding 27
rhinitis vasomotor sinusitis
komplikasi 28
1. 2. 3.
Sinusitis polip hidung otitis media
29