Spasme Esofagus

  • Uploaded by: Yanuar Pranata
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Spasme Esofagus as PDF for free.

More details

  • Words: 1,888
  • Pages: 14
Loading documents preview...
SPASME ESOFAGUS

LAPORAN

Oleh Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

SPASME ESOFAGUS

LAPORAN Disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III A Fasilitator: Ns. Nur Widayati, MN

Oleh Ervi Fitra Faradiana Ikbar Nurkholisah Imaniar Tri Ayu Diah Andjani Sofiatul Ma’fuah Dwi Nida Dzusturia Lidatu Nara Shiela Armita Iriyana Hasanah Famela Dinar Rosadi

122310101001 122310101004 122310101038 122310101042 122310101045 122310101048 122310101051 122310101058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Esofagus berkembang ketika sepasang lipatan kranial pada usus depan bergerak turun, sedangkan satu lipatan kaudal (tunggal) bergerak untuk menyekat trakea dan esofagus, disertai dengan pemanjangan trakea dan esofagus. Esofagus mengangkut cairan dan makanan padat ke lambung, dan mencegah regurgitasi. Lapisan sel skuamosanya cocok untuk tujuan tersebut, namun lapisan ini rentan terhadap erosi akibat refluks isi lambung. Di Indonesia banyak masyarakat termasuk tenaga kesehatan

kurang

mengetahui mengenai spasme esophagus. Hal ini menimbulkan banyak gangguan saluran pencernaan di banyak Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Bahkan di negara maju, gangguan spasme esofagus ini masih belum diketahui dengan pasti mengenai penyebabnya. Spasme esofagus yang merupakan suatu gangguan menelan mengakibatkan suatu ketidaknyamanan tersendiri bagi klien. Spasme esofagus ini umumnya terjadi pada usia lanjut, namun masih belum diketahui secara pasti mengenai penjelasan yang kompleks mengenai penyakit spasme esofagus ini. Oleh karena itu perlu diadakan kajian lebih lanjut mengenai penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi spasme esofagus? 2. Bagaimana epidemiologi spasme esofagus? 3. Apa etiologi spasme esofagus?

4. Bagaimana tanda dan gejala spasme esofagus? 5. Bagaimana patofisiologi spasme esofagus? 6. Apa komplikasi dan prognosis spasme esofagus? 7. Bagaimana pengobatan spasme esofagus? 8. Bagaimana pencegahan spasme esofagus? 9. Bagaimana pathway pada spasme esofagus?

1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengertian spasme esofagus; 2. Mengetahui epidemiologi spasme esofagus; 3. Mengetahui etiologi spasme esofagus; 4. Mengetahui tanda dan gejala spasme esofagus; 5. Mengetahui patofisiologi spasme esofagus; 6. Mengetahui komplikasi dan prognosis spasme esofagus; 7. Mengetahui pengobatan spasme esofagus; 8. Mengetahui pencegahan spasme esofagus; 9. Mengetahui pathway pada spasme esofagus.

1.4 Implikasi Keperawatan Setelah mempelajari spasme bronkus, mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai penyakit spasme bronkus. Selain itu mahasiswa keperawatan juga dapat menentukan pengobatan dan pencegahan yang tepat bagi penderita penyakit spasme esofagus difus. Sehingga dengan mengetahui secara pasti terkait penyakit ini dapat meminimalisir morbiditas penyakit spasme bronkus.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi untuk menghantarkan bahan yang dimakan dari faring menuju ke lambung. Menelan merupakan suatu aksi fisiologis yang kompleks dimana makanan atau cairan akan berjalan menuju lambung. Menelan juga merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan volunter lidah dan diselesaikan reflex dalam faring dan esophagus. Pada saat menelan sfingter esophagus atas membuka sesaat untuk member jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara kedua lapisan otot esophagus yang berjalan sirkuler dan kongitudinal dan adanya daya tarik grafitasi. Namun terdapat beberapa bukti bahwa rangkaian gerakan kompleks yang menyebabkan terjadinya proses menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses patologis. Proses ini dapat menggangu transport makanan maupun mencegah refluks lambung. Salah satu gangguan pada esofagus adalah spasme esofagus. Penyakit ini merupakan keadaan yang dicirikan dengan kontraksi esofagus yang tidak terkoordinasi, non propulsif (peristaltik tersier) dan timbul bila menelan. Kelainan

ini terutama akan mencolok pada dua pertiga bawah organ, tetapi dapat juga menyerang seluruh esofagus.

2.2 Epidemiologi Di negara Amerika kejadian terkait spasme esofagus ini tidak dapat ditentukan. Gejala berkisar dari ringan sampai parah. Pasien dengan gejala ringan sering tidak mencari perhatian medis. Karena adanya kesamaan gejala penyakit refluks esofagus dan kejang, banyak pasien salah didiagnosis dengan refluks. Karena refluks dan kejang dapat terjadi bersamaan. Mortalitas atau kematian sangat jarang ditemukan karena adanya gangguan menelan ini, tetapi morbiditas dapat terjadi secara signifikan. Morbiditas muncul dari ketidakmampuan untuk makan, karena adanya rasa sakit, dan penurunan berikutnya dalam status gizi. Rasa sakit dapat melumpuhkan, mencegah aktivitas normal dan mengarah ke tantangan psikologis yang cukup besar dan penurunan kualitas hidup pasien.

2.3 Etiologi Spasme esofagus difus merupakan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan biasanya lebih sering terjadi pada pasien lansia. Gangguan motilitas yang sama dapat timbul akibat esofagitis refluks atau obstruksi esofagus bagian bawah, misalnya pada karsinoma. Spasme esofagus difus primer biasanya terjadi pada pasien berusia di atas 50 tahun. Karena seseorang yang telah lanjut usia, refleks menelannya semakin menurun. Respons menelan nonperistaltik sering ditemukan pada pemeriksaan radiologis dengan barium, dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran radiologisnya disebut corkscrew esofagus, rosary bead esofagus, curling dan berbagai sebutan lain yang biasanya tidak banyak memiliki arti klinis. Dasar patogenik spasme difus hanya diketahui sedikit. Spasme dapat mewakili degenerasi neuron lokal (karena beberapa penderita memberi respons yang positif terhadap obat kolinergik) seperti pada akalasia.

Adanya faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya spasme esofagus antara lain: a. Makan atau minum yang sangat panas atau sangat dingin. b. Gastro esophageal reflux disease (GERD) c. Usia

2.4 Tanda dan Gejala Gejala yang paling sering timbul adalah disfagi intermiten dan odinofagi yang akan lebih parah jika penderita menelan makanan dingin, bolus yang besar, dan ketegangan saraf. Disfagia dapat disebabkan obstuktif atau motorik. Penyebab ostruktif dapat berupa stiktura esofagus dan tumor intrinsik atau ekstrinsik pada esofagus. Penyebab motoriknya dapat berupa terganggunya peristaltik atau disfungsi esofagus bagian atas atau bawah. Sedangkan Odinofagi merupakan nyeri telan yang dapat terjadi bersamaan dengan disfagia. Gejala ini dirasakan akibat peregangan akut atau akibat pradangan mukosa esofagus. Selain itu, penderita spasme esofagus juga merasakan panas dan terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium atas atau di belakang prosesus xifoideus dan mneyebar ke atas.

Hal inilah yang menyebabakan spasme esofagus difus

mungkin disalah tafsirkan sebagai angina pektoris, khususnya bila gejala tidak berkaitan dengan makan. Hal yang membuat keadaan ini lebih membingungkan adalah hilangnya rasa nyeri akibat spasme bila diberi nitrogliserin. Akibatnya, beberapa penderita spasme esofagus difus salah didiagnosis sebagai penyakit jantung. Pemeriksaan motilitas memperlihatkan pola kontraksi non peristaltik hipermotil, yang akan membantu menegakkan diagnosis. Adapun tanda dan gejala spame esofagus secara singkat eliputi: a. Merasa nyeri di dada yang intens b. Kesulitan menelan (disfagia) dan nyeri telan (odinofagia) c. Perasaan bahwaan seperti sesuatu yang terjebak dalam tenggorokan (globus)

d. Batuk e. Regurgitasi f. Suara sesak Kembalinya makanan dan cairan kembali naik ke kerongkongan (regurgitasi). Spasme esofagus difus biasanya tanpa gejala, tetapi pada beberapa kasus yang dapat menimbulkan gejala, gejela yang paling sering timbul adalah disfagia intertimen (istilah medis untuk gejala kesulitan menelan) dan odinofagia (nyeri pada saat menelan) yang dapat diperberat oleh menelan makanan yang dingin, bolus yang besar dan ketegangan saraf (Monica. 2001).

2.5 Patofisiologi Gangguan esofagus utamanya pada spasme esofagus difus ini memang masih tidak diketahui dengan jelas mengenai apa yang menyebabkan spasme esofagus difus. Sebuah esofagus yang sehat biasanya bergerak makanan ke dalam perut melalui serangkaian kontraksi otot terkoordinasi (peristalsis). Dengan adanya spasme esofagus mengganggu proses ini dengan membuat sulit bagi otot-otot di dinding kerongkongan bagian bawah untuk berkoordinasi dalam rangka untuk memindahkan makanan ke perut. Gangguan motilitas mempengaruhi bagian yang disebut spasm esophagus difus. Para pasien mencatat adanya disfagia lama setelah memulai menelan. Studi manometric menunjukkan kontraksi berkelanjutan amplitudo kuat atau tinggi yang tidak bekerja dengan baik. Kontras Studi fluoroscopic menunjukkan area penyempitan kerongkongan dari spastik gangguan kontraksi menghasilkan tampilannya seperti pembuka botol. Beberapa pasien dengan spasme difus memiliki (achalasia).

gangguan

motilitas

seiring

dengan

junction

cardioesophageal

2.6 Komplikasi dan Prognosis Komplikasi dari spasme esofagus antara lain adalah sebagai berikut: a. Syok, karena diduga adanya hipotensi saat klien mengalami spasme esofagus. b. Edema faring, akibat terjadi penggumpalan oleh makanan pada dinding esofagus c. Perforasi esofagus, diakibatkan karena pecahnya dinding esophagus karena makanan terpaksa keluar masuk dalam keadaan esofagus yang menyempit. d. Aspirasi pneumonia, peradangan yang disebabkan infeksi pada parenkim paru. e. Peradangan, terjadi pada mukosa esofagus. f. Pembentukan tukak, terjadi akibat adanya iritasi yang disebabkan oleh cairan lambung. g. Perdarahan pada saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir) h. Striktur, akibat terjadinya esofagitis refluks. i. Pembentukan jaringan parut, akibat infeksi esofagitis jangka panjang.

2.7 Pengobatan 1. Nitrogliserin 0,4 mg SL ½ jam sebelum makan dan pada waktu tidur. 2. Isosorbid dinitrat 10 sampai 30 mg PO ½ jam sebelum makan. 3. Penghambat saluran kalsium misalnya nifedipin 10 sampai 30 mg SL ½ jam sebelum makan. 4. Dilatasi esofagus dengan bougienage (suatu alat untuk mendilatasi) dapat berguna bagi spasme esofagus. 5. Menggelembungkan sebuah balon

di

dalam

kerongkongan

atau

memasukan alat pelebar yang terbuat dari logam (untuk melebarkan kerongkongan) bisa membantu meringankan gejala. 6. Jika pengobatan-pengobatan tersebut tidak efektif, mungkin lapisan otot sepanjang kerongkongan harus dipotong melalui pembedahan. Mungkin diperlukan minotomi secara bedah.

2.8 Pencegahan Pencegahan agar tidak timbul gangguan spasme esofagus dapat dilakukan dengan melakukan perubahan dalam pola makan sehari-hari yaitu makan dengan makan makanan dalam jumlah sedikit sehingga tidak memberikan tekanan kuat pada esofagus. Tindakan lainnya juga berupa perubahan gaya hidup yaitu dengan mengubah kebiasaan makan seperti menghindari makan makanan tertentu termasuk yang pedas atau asam, dan menghindari secara langsung berbaring setelah makan makan. Selain itu dapat mencoba menghindari makanan yang sangat panas dan dingin serta makanan dengan bolus yang besar. Hal ini disebabkan karena makanan yang terlalu panas akan merangsang terjadinya esofagitis sedangkan makanan yang terlalu dingin akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi.

BAB 3. PATHWAY

Nyeri akut

Nyeri saat menelan Penyempitan lumen esofagus

Peradangan sfinkter esofagus Makanan panas/dingin

BAB 4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan menelan berhubungan dengan kelainan saraf menelan. 2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan

kurangnya asupan makanan yang adekuat. 3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial. 4. Nyeri akut berhubungan dengan penyempitan lumen esophagus akibat obstruksi oleh peradangan.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Salah satu gangguan pada esofagus adalah spasme esofagus yang merupakan keadaan yang dicirikan dengan kontraksi esofagus yang tidak terkoordinasi, non propulsif (peristaltik tersier) dan timbul bila menelan. Spasme esofagus difus merupakan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien berusia tua. Gejala yang paling sering timbul adalah disfagi intermiten dan odinofagi. Pencegahan timbulnya gangguan spasme esofagus dapat dilakukan dengan pemberian terapi konservasif mencakup pemberian sedatif dan nitrat. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan mencoba menghindari makanan yang sangat panas dan dingin serta makanan yang besar untuk membantu mencegah masalah ini.

5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan yaitu ketika seseorang mengalami spasme esofagus, diharapkan untuk segera dibawa pada petugas kesehatan atau ke rumah sakit untuk segera ditangani karena ketika penangannya semakin di tunda, akan semakin memperparah diagnosa keperawatan yang telah dijelaskan di atas. Selain itu pembaca yang khususnya mahasiswa keperawatan perlu menggabungkan berbagai referensi lain yang berhubungan dengan spasme esofagus utnuk lebih memperdalam terkait materi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC. Dongoes, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Monica, Ester. 2001. Keperawatan Medikal Bedah: Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: EGC. Moyet & Carpenito. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Priyanto, Agus. 2008. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika. Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. Tamher, S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Related Documents

Spasme Esofagus
February 2021 1

More Documents from "Yanuar Pranata"

Spasme Esofagus
February 2021 1
Kasus Money Londering
February 2021 2
Laporan Csl Anggi
February 2021 1
Tegangan Ijin
March 2021 0
Ch 14_translation Solution
February 2021 0