Susunan Neuromuskular

  • Uploaded by: faisyahfebyola
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Susunan Neuromuskular as PDF for free.

More details

  • Words: 2,750
  • Pages: 8
Loading documents preview...
SUSUNAN NEUROMUSKULAR Segala aktivitas susunan saraf pusat yang dapat dilihat, didengar, direkam dan diperiksa berwujud gerak otot. Hasil pikiran yang dinyatakan dalam tulisan atau pidato adalah hasil karya gerak otot jari, tangan, larings dan otot pernapasan. Gerak jalan, gerak otot wajah, gerak otot yang menentukan sikap tubuh dan gerak otot skeletal apa pun merupakan manifestasi eksternal susunan saraf pusat. Oleh Sherrington hal ini diringkaskan sebagai berikut: “. . . any path traced in the brain leads directly or indirectly to muscle”. Otot-otot skeletal dan neuron-neuron menyusun susunan neuromuscular voluntary, yaitu system yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh kemauan. Secara anatomic system tersebut terdiri atas (1) ‘upper motoneuron’ (UMN), (2) ’lower motoneuron’ (LMN), (3) alat penghubung antara unsur saraf dan unsur otot dan (4) otot skeletal. Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah potensial aksi, yang sejak dulu dijuluki impuls dan tidak lain berarti pesan. Dan impuls yang disampaikan kepada otot sehingga menghasilkan gerak otot dinamakan impuls motorik.

‘UPPER MOTONEURON’ Semua neuron yang menyalurkan impuls motoric ke LMN tergolong dalam kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomic dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan pyramidal dan susunan ekstrapiramidal. Semua neuron yang menyalurkan impuls motoric secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motoric. Mereka berada di lapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang berada dikorteks motoric yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motoric yang dekat dengan fisura lateralis serebri mengurus gerak otot larings, farings dan lidah. Penyelidikan dengan elektrostimulasi mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh belahan tubuh dapat dipetakan pada seluruh kawasan korteks motoric sisi kontralateral. Peta itu dikenal sebagai Homunkulus motoric (gambar 1). Dari bagian medial girus presentalis (= area 4 = korteks motoric) ke bagian lateral bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, pinggul, abdomen/toraks, bahu, lengan tangan jari-jari, leher, wajah, bibir, otot pita suara, lidah dan otot penelan. Yang menarik perhatian adalah luasnya kawasan peta gerakan tangkas khusus dan terbatasnya kawasan gerakan tangkas umum. Seperti diperlihatkan oleh homunculus motoric, kawasan gerakan otot-otot jari/tangan adalah jauh lebih luas ketimbang kawasan gerakan otot jari/kaki. Melalui aksonnya neuron korteks motoric menghubungi motoneuron yang membentuk inti motoric saraf kranial dan motoneuron di kornu anterius medulla spinalis.

Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motoric dan di tingkat thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan tersebut (gambar 2). Itulah yang dikenal sebagai kapsula interna, yang dapat dibagi dalam krus anterius dan krus posterius. Sudut yang dibentuk kedua bagian interna itu dikenal sebagai genu. Penataan somatotopik yang telah dijumpai pada korteks motoric ditemukan kembali di kawasan kapsula interna mulai dari genu sampai seluruh kawasan krus posterius (gambar 2). Di tingkat mesensefalon serabut itu berkumpul di 3/5 bagian tengah pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah serabut-serabut frontopontin dari sisi medial dan serabut-serabut parietotemporopontin dari sisi lateral (gambar 3). Di pons serabut-serabut tersebut diatas menduduki pes pontis, dimana terdapat inti-inti tempat serabut-serabut frontopontin dan parietotemporopontin berakhir (gambar 3), maka dari itu, bangunan yang merupakan lanjutan dari pes pontis mengandung hanya serabut-serabut kortikobulbar dan kortikospinal saja. Bangunan itu dikenal sebagai piramis dan merupakan bagian ventral medulla oblongata. Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka (di dalam pedunkulus serebri, lalu di dalam pespontis dan akhirnya di piramis), untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial motoric (n.III, n.IV, n.V, n.VI, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII) atau interneuronnya di sisi kontralateral. Sebagian dari serabut kontrikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motoric sisi ipsilateral juga. Di perbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral ( = traktus piramidalis lateralis ), yang berjalan di funikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi menlanjutkan perjalanan ke medulla spinalis di funikulus ventralis ipsilateral dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis. Kawasan jaras pyramidal lateral dan ventral makin ke kaudal makin kecil, karena banyak serabut sudah mengakhiri perjalanan. Pada bagian servikal disampaikan 55% jumlah serabut kortikospinal, sedangkan pada bagian torakal dan lumbosacral berturut-turut mendapat 20% dan 25%. Mayoritas motoneuron yang menerima impuls motoric berada di intumesensia servikalis dan lumbalis, yang mengurus otot-otot anggota gerak atas dan bawah.

Susunan ekstrapiramidal Berbeda dengan uraian yang sederhana tentang susunan pyramidal, adalah pembahasan susunan ekstrapiramidal, yang terdiri atas komponen-komponen, yakni: korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik, nucleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otak, serebelum berikut dengan korteks motoric tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit.

Oleh karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit dinamakan sirkuit striatal. Secara disederhanakan, lintasan sirkuit itu dapat dibedakan dalam sirkuit striatal utama (prinsipal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (asesorik). Sirkuit striatal principal tersusun oleh tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba di seluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus palidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan ‘feed back’ bagi korteks motoric dan korteks motoric tambahan. Oleh karena komponenkomponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striatal utama itu (gambar 4), maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik. Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan striatum-globus palidustalamus-striatum. Sirkuit striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari gobus paliduskorpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-substansia nigra-striatum (gambar 4). Susunan ekstrapiramidal yang dibentuk oleh sirkuit striatal utama dan penunjang itu terintegrasi dalam susunan sensorik dan motoric, sehingga memiliki system ‘input’ dan ‘output’. Data dari dunia luar yang masuk dalam sirkuit striatal adalah terutama impuls asendens non-spesifik yang disalurkan melalui ‘diffuse ascending reticular system’ atau lintasan spinotalamik multisinaptik dan impuls proprioseptif yang diterima oleh serebelum. Tujuan lintasan pertama ialah nuclei intralaminares talami. Data yang diterima oleh serebelum disampaikan ke thalamus juga (melalui brakium konyungtivum). Inti talamus yang menerimanya ialah nukleus ventralis lateralis talami dan nukleus ventralis anterior talami. Kedua lintasan yang memasukkan data eksteroseptif itu dikenal sebagai system ‘input’ sirkuit striatal (gambar 4). Sistem ‘output’ sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan impuls hasil pengolahan sirkuit striatal ke motoneuron. Impuls yang telah diproses di dalam sirkuit striatal di kirim ke area 4 dan 6 melalui globus palidus dan inti-inti talamik dan pesan-pesan striatal itu disampaikan kepada nukleus ruber, formasio retikularis untuk akhirnya ditujukan kepada motoneuron. Aksonakson dari neuron di lapisan V korteks area 4 turun ke batang otak di dalam kawasan jaras frontopontin dan menuju ke nukleus ruber dan sel-sel saraf di formasio retikularis. Serabutserabut rubrospinal menghubungi baik alfa maupun gama motoneuron yang berada di intumesensia servikalis saja. Sedangkan serabut-serabut retikulospinal, yang sebagian besar multisinaptik, sehingga lebih pantas dijuluki serabut retikulo-spino-spinal, menuju ke alfa dan gama motoneuron bagian medula spinalis di bawah tingkat servikal. Tercakup juga dalam system ‘output’ adalah lintasan nigrokolikular dan nigroretikular. Pesan striatal disampaikan ke

kolikulus superior dan formasio retikularis untuk kemudian ditujukan ke motoneuron yang mengatur gerakan kepala sesuai dengan gerakan/posisi kedua bola mata. Di tingkat kornu anterius terdapat sirkuit ‘gamma loop’, yaitu hubungan neuronal yang melingkari alfa motoneuron -‘muscle spindle’ – gama/alfa motoneuron. Melalui system ‘gamma loop’ itu tonus otot disesuaikan dengan pola gerakan tangkas yang diinginkan.

Bilamana salah satu komponen dari susunan neuromuskular tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya, maka akan timbul gangguan gerakan voluntar. Berdasarkan komponen susunan neuromuscular mana yang terkena lesi, maka gangguan gerakan voluntar itu dapat berupa; 1. Kelumpuhan, yaitu hilangnya tenaga otot sehingga gerak voluntar sukar atau sama sekali tidak bisa dilakukan akibat lesi di: a. Susunan piramidal b. ‘Final common path’ c. ‘Motor end plate’ d. Otot 2. Hilangnya ketangkasan gerakan voluntary (namun dengan utuhnya tenaga muskular) akibat lesi di susunan ektrapiramidal, yaitu di: a. Ganglia basalia b. Serebelum Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan susunan saraf di sebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat perdarahan, thrombosis atau embolisasi. Dapat juga karena peradangan, degenerasi dan penekanan oleh proses desak ruang dan sebagainya. Suatu lesi yang melumpuhkan fungsi kawasan yang didudukinya dikenal sebagai lesi paralitik sebagai tandingan dari lesi iritatif, yaitu lesi yang merangsang daerah yang didudukinya. Gambar kelumpuhan akibat lesi paralitik di susunan piramidal dari komponen UMN susunan neuromuskular berbeda sekali dengan gambar kelumpuhan akibat lesi paralitik di ‘final common path’ , ‘motor end plate’ dan otot. Karena itu, maka kelumpuhan yang pertama dinamakan kelumpuhann UMN dan yang kedua kelumpuhan LMN. Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda-tanda kelumpuhan UMN yaitu tandatanda yang khas bagi disfungsi susunan UMN. Adapun tanda-tanda kelumpuhan UMN itu ialah: 1) Tonus otot meninggi atau hypertonia

Gejala tersebut di atas terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motoric tambahan terhadap inti-inti intrinsik medula spinalis. Jadi, sesungguhnya hypertonia merupakan ciri khas bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN. Hipertonia tidak akan bangkit, bahkan tonus otot menurun, bilamana lesi paralitik merusak hanya korteks motorik primer saja. Hipertonia menjadi jelas sekali apabila korteks motoric tambahan (area 6 dan 4) ikut terlibat dalam lesi paralitik. Walaupun demikian lesi paralitik dimana saja yang mengganggu komponen piramidal, akan selamanya ikut melibatkan komponen ekstrapiramidal. Lesi di kapsula interna mengganggu serabut-serabut kortikobulbar/spinal dan juga serabut-serabut frontopontin, temporoparietopontin berikut serabut-serabut kortikostriatal, yang ikut menyusun lintasan sirkuit striatal utama. Hal itu berarti bahwa komponen piramidal dan ekstarpiramidal mengalami gangguan secara bersama. Pada hakekatnya kedua komponen tersebut akan mengalami nasib yang sama, oleh karena sepanjang perjalannya sampai tiba pada tempat tujuan terakhirnya, lintasan piramidal dan ekstapiramidal berada di kawasan yang sama, yaitu di pedunkulus serebri, pes pontis piramis dan funikulus posterolateralis/daerah sulkomarginal. Hipertonia yang mengiringi kelumpuhan UMN tidak melibatkan semua otot skeletal, melainkan otot-otot fleksor seluruh lengan serta otot aduktor bahu dan pada tungkai segenap otot-otot ekstensornya serta otot-otot plantarfleksi kaki. Tergantung pada jumlah serabut penghantar impuls ekstrapiramidal dan piramidal yang terkena gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat memperlihatkan hipertonia dalam posisi fleksi atau ekstensi. Hal ini dapat disaksikan pada kelumpuhan UMN yang melanda bagian bawah tubuh ( = paraplegia) akibat lesi transversal di medula spinalis di atas intumesensia lumbosakralis. Apabila paraplegia disebabkan oleh lesi yang terutama merusak serabut-serabut penghantar impuls piramidal saja, maka paraplegianya menunjukkan hipertonia dalam posisi ekstensi, yang secara singkat disebut paraplegia dalam ekstensi. Apabila jumlah serabut penghantar impuls ekstrapiramidal ( serabut retikulospinal dan vestibulospinal ) ikut terlibat dalam lesi, maka paraplegia menunjukkan hipertonia dalam posisi fleksi ( = paraplegia dalam fleksi ). 2) Hiperefleksia Refleksi adalah gerak otot skeletal yang bengkit sebagai jawaban atas suatu perangsangan. Gerak otot reflektorik yang timbul atas jawaban stimulasi terhadap tendon dinamakan refleksi tendon. Misalnya, refleks tendon lutut adalah kontraksi otot kuadriseps femoris yang bangkit sebagai jawaban atas diketuknya tendon lutut.

Pada kerusakan di wilayah susunan UMN, refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa ( = normal ). Keadaan abnormal itu dinamakan hiperefleksia. Dalam hal ini gerak otot bangkit secara berlebihan, kendatipun perangsangan pada tendon sangat lemah. Hiperefleksia merupakaan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan piramidal dan ektrapiramidal tidak dapat disampaikan kepada motoneuron. Refleks tendon merupakan refleks spinal yang bersifat segmental. Ini berarti bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron-neuron yang berada di satu segmen. Tetapi ada juga gerak otot reflektorik, yang lengkung refleks segmentalnya berjalin dengan lintasan-lintasan UMN yang ikut mengatur efektornya. Hal ini dijumpai pada refleks kulit dinding perut. Pada lesi UMN, refleks tersebut menurun atau hilang. 3) Klonus Hiperefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhannya disertai oleh klonus kaki, yang dapat dibangkitkan sebagai berikut. Tungkai diletakkan dalam posisi fleksi di lutut dan di pergelangan kaki, kemudian kaki didorsofleksikan secara maksimal dan tetap dipertahankan dalam posisi itu untuk sementara waktu. Akibat penarikan tendon Achilles yang berkepanjangan itu, kaki bergerak berselingan dorsofleksi dan plantarfleksi secara reflektorik. Di samping klonus kaki, di klinik dapat dijumpai juga klonus lutut. Cara pembangkitannya ialah sebagai berikut. Penarikan pada tendon otot kuadriseps femoris melalui pendorongan tulang patela ke arah distal akan menghasilkan kontraksi otot kuadriseps femoris secara berulang-ulang selama masih dilakukannya pendorongan patelar itu. 4) Refleks patologik Gerak otot reflektorik dapat ditimbulkan pada setiap orang yang sehat. Inilah yang dinamakan refleks fisiologik. Pada kerusakan UMN dapat disaksikan adanya refleksrefleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang-orang yang sehat. Maka dari itu, refleks tersebut dinamakan refleks patologik. Hingga kini mekanismenya belum jelas. Pada tangn, gerak otot reflektorik yang patologik itu berupa fleksi jari-jari atas perangsangan (goresan) terhadap kuku jari tengah (gambar 15). Refleks patologikitu dikenal sebagai refleks Trommer Hoffmann. Pada kaki, gerak oto reflektorik patologik berupa gerakan dorsoekstensi ibu jari kaki serta pengembangan jari-jari kaki lainnya, sebagai jawaban atas penggoresan terhadap bagian lateral telapak kaki ( = refleks Babinski, gambar 16) atau kulit sekitar malleolus lateralis ( = refleks Chaddock atau kulit yang menutupi os tibia ( = refleks Oppenheim ), atau atas pijatan pada betis (refleks Gordon) ataupun atas pijatan pada tendon Achilles ( = refleks Schaeffer, gambar 16.b).

5) Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh Sebagaimana sudah diuraikan di muka, motoneuron dengan sejumlah serabutserabut otot yang disarafinya menyusun satu kesatuan motorik. Kesatuan fisiologik ini mencakup juga hubungan timbal balik antara kehidupan motoneuron dan serabutserabut otot yang disarafinya. Runtuhnya motoneuron akan disusul dengan kemusnahan serabut-serabut otot yang tercakup dalam kesatuan motoriknya. Oleh karena itu, maka otot-otot yang terkena menjadi kurus/kecil. Di dalam klinik keadaan otot tersebut dinamakan atrofi. Dalam hal kerusakan pada serabut-serabut penghantar impuls motorik UMN, motoneuron tidak dilibatkan. Ia hanya dibebaskan dari kelola UMN. Oleh karena itu, otot-otot yang lumpuh karena lesi UMN tidak akan memperlihatkan atrofi. Namun demikian, otot yang lumpuh masih dapat mengecil, bukan karena serabut-serabut otot musnah, melainkan mereka menjadi ramping akibat pengagguran (karena otot tidak dapat bergerak). Atrofi karena pengangguran dikenal sebagai ‘disuse atrophy’. 6) Refleks automatisme spinal Jika motoneuron tidak lagi mempunyai hubungan dengan korteks motorik primer dan korteks motorik tambahan bukanlah berarti bahwa ia tidak berdaya menggerakkan otot. Ia masih dapat digalakkan oleh rangsangan yang datang dari bagian susunan saraf pusat di bawah tingkat lesi. Gerakan yang bangkit akibat perangsangan tersebut dinamakan refleks automatisme spinal. Yang sering disaksikan pada seorang hemiplegik ialah lengan yang lumpuh bergerak pada waktu menguap. Pada penderita paraplegic akibat lesi transversal di medula spinalis bagian atas, dapat dijumpai kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai lumpuh, apabila penderita terkejut. Tanda-tanda kelumpuhan UMN yang diatas dapat seluruhnya atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah terjadinya lesi UMN. Pada tahap pertamanya, yaitu langsung setelah lesi UMN terjadi, tanda-tanda kelumpuhan UMN tidak dapat disaksikan. Tahap pertama ini berlangsung 1 sampai 3 minggu. Jika lesinya terletak di korteks motorik, kurun waktu tahap pertama panjang sekali. Sebaliknya, lesi di kapsula interna mempunyai tahap pertama yang singkat. Lesi paralitik di susunan LMN berarti suatu lesi yang merusak motoneuron, aksonnya, ‘motor end plate’ atau otot skeletal, sehingga tidak terdapat gerakan apapun, walaupun impuls motorik dapat tiba pada motoneuron. Kelumpuhan yang timbul itu disertai tanda-tanda LMN sebagai berikut: a) Seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflektorik tidak dapat dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh: i. Hilangnya refleks tendon ( = arefleksia )

ii. Tak adanya refleks patologik b) Karena lesi LMN itu, maka bagian eferen lengkung refleks, berikut ‘gamma loop’, tidak berfungsi lagi, sehingga: iii. Tonus otot hilang c) Musnahnya motoneuron berikut dengan aksonnya berarti pula, bahwa kesatuan motorik runtuh, sehingga: iv. Atrofi otot ceoat terjadi

KELUMPUHAN UMN Pada umumnya kelumpuhan UMN melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis, karena lesinya menduduki kawasan susunan piramidal sesisi. Ketiga istilah yang bermakna kelumpuhan sesisi badan itu digunakan secara bebas, walaupun hemiparesis sesungguhnya berarti kelumpuhan sesisi badan yang ringan dan hemiplegia atau hemiparalisis berarti kelumpuhan sesisi badan yang berat. Dalam uraian selanjutnya ketiga-tiganya akan digunakan secara bebas tanpa pengarahan pada derajat keberatannya. Di batang otak daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Lesi sesisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai di medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis pada umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam: 1. Hemiplegia akibat hemilesi di korteks motorik primer. 2. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna. 3. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak, yang dapat dirinci dalam: a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalon b. Sindrom hemiplegia alternans di pons c. Sindrom hemiplegia alternans di medula spinalis 4. Tetraplegia/kuadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medulla spinalis di atas tingkat konus.

Related Documents

Susunan Neuromuskular
January 2021 0
Susunan Tim Pis-pk.docx
January 2021 0
Susunan Acara Phbs
February 2021 0
Susunan Acara Pengukuhan
February 2021 0

More Documents from "Hasya Kinasih"

Susunan Neuromuskular
January 2021 0