Transfusi-nanda Eri N-202010401011043

  • Uploaded by: erin
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Transfusi-nanda Eri N-202010401011043 as PDF for free.

More details

  • Words: 2,171
  • Pages: 14
Loading documents preview...
TRANSFUSI

Pembimbing : dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Penyusun : Nanda Eri Nafisah 202010401011043

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2020

BAB I PENDAHULUAN Pasien-pasien di bidang obstetri dan ginekologi banyak yang berpotensi memerlukan transfusi darah. Seksio cesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan bedah yang sering dan berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah. Kondisi lainnya adalah perdarahan postpartum, placenta previa, dan ruptur kehamilan ektopik. Perdarahan di bidang obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang tinggi di Indonesia. Para ahli kebidanan dan kandungan perlu mengetahui aspek-aspek transfusi darah dan mengaplikasikannya dalam praktik klinis. Makalah ini akan mengupas tentang skrining golongan darah saat prenatal care, indikasi transfusi darah, jenis komponen darah, efek samping/risiko transfusi darah, serta pengadaan darah emergency.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Transfusi darah adalah rangkaian proses memindahkan darah atau komponen darah dari donor kepada resipien. Pada kasus-kasus tertentu, transfusi darah dapat sangat bermanfaat atau bahkan menyelamatkan nyawa pasien. Transfusi darah pada praktik klinik dapat menggunakan berbagai jenis komponen, baik darah lengkap (whole blood), sel darah merah pekat (packed red cells/PRC), sel darah merah yang dicuci (washed erythrocytes/WE), trombosit, plasma segar beku (fresh frozen plasma/FFP), kriopresipitat, dan sebagainya sesuai indikasi. Skrining golongan darah Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat kunjungan pertama prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta skrining antibodi untuk mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic disease of the newborn (HDN). Keuntungan dari pemeriksaan ini antara lain dapat mempersiapkan donor darah sesuai golongan darah dan jika wanita hamil tersebut bergolongan darah Rh(D) negatif maka dapat diberikan anti(D) immuneglobulin sesuai indikasi. 2,3,5 Pemberian anti(D) immune-globulin dosis 500mg/IM kepada semua ibu dengan Rh(D) negatif dalam 72 jam setelah persalinan jika bayi Rh(D) positif, ini merupakan upaya yang umumnya dilakukan untuk mencegah HDN.3 Hal ini dapat memberikan perlindungan sampai 4mL sel darah merah bayi. Upaya tersebut penting mengingat prevalensi populasi dengan Rh(D) negatif di Indonesia sangat rendah (kurang dari 1%). Tetapi, berdasarkan survei di beberapa rumah sakit besar dan

klinik bersalin di Yogyakarta, pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan skrining antibodi tidak dapat dilakukan oleh setiap rumah sakit di Indonesia dan biayanya relatif mahal. Indikasi transfusi darah Anemia pada kehamilan didefinisikan dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dL pada trimester I dan III serta 10,5 g/dL pada trimester II. Diagnosis dan terapi yang efektif terhadap anemia kronik pada kehamilan merupakan tindakan yang penting untuk mengurangi kebutuhan transfusi darah. Keputusan untuk transfusi darah tidak boleh hanya berdasar kadar Hb saja, tetapi juga berdasar indikasi klinis pasien. Perdarahan yang terjadi pada persalinan normal atau seksio cesaria sebenarnya tidak membutuhkan transfusi darah jika kadar Hb ibu sebelum persalinan di atas 10,0 – 11,0 g/dL.3 Sebaliknya, transfusi darah hampir selalu diindikasikan jika Hb. Contoh schedule pemesanan darah (Tabel 1) sebagai panduan memperkirakan penggunaan darah untuk tindakan pembedahan pada pasien dewasa adalah sebagai berikut:

Pemesanan darah minimal dilakukan 2 hari sebelum prosedur atau tindakan dilakukan. Keuntungan tenggat waktu ini adalah untuk penyiapan darah atau mencari donor darah jika tidak tersedia stok darah di Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD). Turnaround times untuk pemeriksaan golongan darah pasien dan donor adalah 15 menit sedangkan untuk crossmatch dibutuhkan waktu sekitar 1 jam. Jika tidak tersedia stok darah dan darah diambil langsung dari donor, maka perlu waktu sedikitnya 3 jam agar produk darah siap dan aman untuk ditransfusikan. Pada kasus terminasi kehamilan, persalinan normal, seksio cesaria, kuretase, atau histerektomi simple jika ternyata membutuhkan darah dan emergency maka berlaku prosedur emergency yaitu darah sesuai golongan ABO dan Rh yang belum dilakukan crossmatch atau Packed Red Cell (PRC) golongan O dapat diberikan kepada pasien. Jenis komponen darah Beberapa komponen darah tersedia untuk penggantian volume sirkulasi serta mengganti faktor koagulasi dan kapasitas angkut oksigen. Pemberian komponen darah memungkinkan penggantian komponen darah secara spesifik sesuai yang dibutuhkan pasien. Transfusi darah dan atau komponen darah ditujukan untuk menjaga kadar fibrinogen di atas 1 g/L, menjaga Prothrombin Time (PT) dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) kurang dari 1,5 kali nilai kontrol, serta menghentikan perdarahan aktif yang persisten/berlanjut. 1. Whole blood (WB) 

Isi  Hematokrit 35-45%

- Tidak ada trombosit dan faktor koagulasi labil (V dan VIII) yang fungsional 

Penyimpanan  Disimpan pada suhu 2-6°C di blood bank refrigerator

- Masa simpan 28 hari - Darah harus sudah ditransfusikan kepada pasien dalam 30 menit setelah darah keluar dari blood bank refrigerator 

Indikasi  Penggantian sel darah merah pada perdarahan akut disertai hipovolumia

- Transfusi tukar - Pasien yang membutuhkan penggantian sel darah merah tetapi komponen PRC tidak tersedia. 

Kontraindikasi  Anemia kronis , Pasien gagal jantung



Cara transfusi  Golongan darah ABO dan Rh antara pasien dan donor harus kompatibel/cocok

- Tidak boleh menambahkan obat dalam kantong darah - Transfusi 1 unit WB diselesaikan maksimal dalam 4 jam Catatan : Yang disebut fresh whole blood (FWB) adalah darah lengkap dengan masa simpan ≤36 jam. 3 Dalam masa simpan tersebut komponen darah selain sel darah merah seperti trombosit dan faktor koagulasi diharapkan masih viable dan bermanfaat bagi pasien. Tidak setiap kabupaten/kota di Indonesia memiliki Unit Transfusi Darah (UTD) yang dikelola PMI atau RSUD dan tidak setiap UTD mampu memproses pemisahan komponen darah. Pada kondisi seperti ini, kebutuhan transfusi darah hanya dapat dipenuhi dengan WB. Monitor ketat transfusi perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan overload cairan. 2.

Packed red cell (PRC) 

Isi : Hematokrit 55-75%



Penyimpanan

- Disimpan pada suhu 2-6°C di blood bank refrigerator - Masa simpan 28 hari - Darah harus sudah ditransfusikan kepada pasien dalam 30 menit setelah darah keluar dari blood bank refrigerator 

Indikasi Penggantian sel darah merah pada pasien anemia: - Hb < 7 g/dl - Hb <10g/dl dengan gejala anemia dan TTV tidak stabil



Cara transfusi - Golongan darah ABO dan Rh antara pasien dan donor harus kompatibel/cocok - Tidak boleh menambahkan obat dalam kantong darah - Transfusi 1 unit PRC diselesaikan maksimal dalam 4 jam - Untuk memperlancar aliran transfusi, dapat ditambahkan normal saline (50-100 mL) menggunakan set infuse Y-pattern

Tujuan transfusi PRC adalah penggantian kapasitas angkut oksigen oleh sel darah merah. Dosis awal biasanya 2-4 unit. Transfusi 1 unit PRC diharapkan menaikkan kadar hematokrit sekitar 3%. 3. Thrombocyte concentrate (TC) 

Isi : 3,9 – 4,3 x 10 pangkat sembilan trombosit



Penyimpanan - Disimpan pada suhu 20-24°C di platelet agitator - Masa simpan 5 hari Penyimpanan lebih lama meningkatkan risiko kontaminasi bakteri

Indikasi - Trombositopenia: 1. Jumlah trombosit

Kontraindikasi - Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP) - Thrombotic Thrombocytopenia Purpura (TTP) - Untreated Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) - Hipersplenisme Cara transfusi - Trombosit harus segera ditransfusikan dalam 30 menit setelah keluar

4. Fresh frozen plasma (FFP) Indikasi: 1. PT dan APTT >1,5 kali nilai kontrol 2. Overdosis obat antikoagulan 3. Diketahui menderita defisiensi faktor koagulasi dengan perdarahan 4.

PT>16

detik

atau

INR>1,8

dengan

perdarahan

atau

untuk

mengantisipasi tindakan invasif. 5. DIC 6. TTP 7. Transfusi masif >10 unit PRC 8. >1500 ml cell saver blood reinfused 9. PT>35 detik dengan perdarahan atau untuk mengantisipasi tindakan invasif. Fresh Frozen Plasma berisi semua faktor pembekuan, AT III, protein C dan S, albumin serta imunoglobulin. Dosis awal biasanya 2-6 unit. Kadar faktor koagulasi labil akan menurun dengan cepat sehingga harus ditransfusikan dalam 6 jam setelah dicairkan. Plasma golongan A

dapat diberikan pada pasien golongan A atau O; plasma golongan B dapat diberikan pada pasien golongan B atau O; plasma golongan O hanya dapat diberikan pada pasien golongan O; dan plasma golongan AB dapat diberikan pada semua pasien. Reaksi transfusi yang sering terjadi pada transfusi FFP berupa reaksi alergi akut sampai anafilaksis terutama dengan kecepatan infus cepat. Pelayanan darah emergency Perdarahan pada proses persalinan kadang tak dapat diprediksi dan masif. Saat persalinan, aliran darah ke plasenta kurang lebih 700 mL per menit. Seluruh volume darah pasien dapat habis/hilang dalam 5-10 menit.3 Kondisi tersebut menjadi alasan mengapa perdarahan akut merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat. Untuk mendapatkan darah/komponen darah pada kasus perdarahan masif (kondisi emergency), langkah pertama yang dilakukan adalah menginformasikan kebutuhan darah bagi pasien melalui telepon ke Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD). Langkah kedua adalah mengirimkan surat permintaan darah dan sampel darah pasien ke UPTD. Di UPTD telah disediakan stok darah emergency dari setiap golongan ABO sehingga pasien mendapat darah sesuai golongan sistem ABO-nya dan belum dilakukan uji silang serasi (uncrossmatched). Pada kondisi tidak tersedia darah sesuai golongan ABO, dapat diberikan packed red cell (PRC) golongan O (dalam waktu 5 menit). Karena prevalensi Rh(D) negatif sangat rendah, untuk kasus emergency seperti tersebut di atas tidak perlu diberikan golongan O Rh(D) negatif, tetapi dengan golongan O Rh(D) positif. Jika pasien telah diketahui

golongan darah sistem ABO dan Rh saat prenatal care, maka penentuan golongan darah Rh yang akan diberikan tidak menjadi masalah lagi. Sebelum darah dikeluarkan untuk pasien, petugas UPTD melakukan pemeriksaan konfirmasi golongan darah pasien dan donor. Turnaround time untuk pemeriksaan konfirmasi golongan darah adalah 15 menit. Uji silang serasi tetap dilanjutkan di UPTD dan jika hasilnya inkompatibel maka akan diinformasikan kepada dokter yang merawat pasien. Petugas dari bagian kebidanan yang mengantarkan surat permintaan darah dan sampel pasien menunggu proses konfirmasi golongan darah pasien dan donor atau menunggu darah dikeluarkan. Langkah ketiga, petugas dari bagian kebidanan langsung membawa darah ke ruang operasi/bangsal dimana pasien membutuhkan darah. Untuk mencegah kemungkinan kesalahan transfusi, perawat atau dokter mencocokkan kembali identitas pasien pada label kantong darah dan pergelangan tangan pasien atau papan di tempat tidur pasien sebelum darah ditransfusikan. Transfusi masif di bidang obstetri Transfusi masif didefinisikan sebagai transfusi darah lebih dari 10 unit produk sel darah merah (PRC/WB) dalam 24 jam; sebanyak 50% volume darah total diganti dalam waktu 2 jam; atau kehilangan darah lebih dari 150 mL/menit.4 Transfusi masif di bidang obstetri mungkin dilakukan pada perdarahan postpartum berat. Menurut WHO, definisi perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 mL selama dan sesudah persalinan atau kehilangan

sejumlah

darah

postpartum

yang

menyebabkan

instabilitas

hemodinamik; perdarahan postpartum berat yaitu kehilangan darah >1000 mL;

perdarahan obstetri masif yaitu kehilangan 50% volume darah sirkulasi 150 mL/menit. Transfusi masif dengan darah (WB) simpan akan memperberat trombopati dan koagulopati disebabkan karena trombositopenia dilusional, deplesi faktor koagulasi, asidosis dan hipotermia. Oleh karena itu, setiap transfusi 5-10 unit darah simpan diberikan 1 unit darah segar, setiap 1 liter transfusi citrated blood diberikan 10 mL 10% calcium gluconate IV untuk mencegah toksisitas sitrat, darah ditransfusikan dengan alat penghangat darah, dan menggunakan set transfusi yang dilengkapi filter mikroagregat. 8 Toksisitas sitrat mungkin akan terlihat jika kecepatan transfusi melebihi 1 unit darah dalam 5 menit (1 mL/kgBB/menit). Tandanya antara lain adanya perubahan EKG (QT memanjang, QRS melebar, gelombang T mendatar sampai henti jantung), hipotensi, dan nadi cepat. Jika koreksi dengan kalsium gagal dapat diberikan magnesium IV.4 Efek samping/reaksi transfusi Transfusi

darah

mungkin

merupakan

sutu

tindakan

yang

menyelamatkan hidup tetapi bukan tanpa risiko. Sebelum dokter memutuskan transfusi darah bagi pasien, ia harus harus selalu mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Risiko terbesar transfusi darah adalah jika pasien ditransfusi dengan darah yang ‘salah’ (terbanyak disebabkan clerical error). Oleh karena itu prosedur baku untuk mendapatkan sampel yang tepat, crossmatch, skrining infeksi menular lewat transfusi darah dan pemberian transfusi harus dilakukan secara ketat bahkan untuk kasus emergency. 5 Berikut ini adalah efek samping/reaksi dari transfusi darah, yaitu

I.

Komplikasi akut, yaitu reaksi transfusi yang terjadi selama dan segera setelah transfusi (dalam 24 jam): o Hipersensitif o Febrile non hemolytic reaction o Overload cairan o Anafilaksis o Hemolisis intravaskuler akut o Kontaminasi bakteri dan syok septik o TRALI (transfusion-associated acute lung injury) o

Komplikasi

metabolik

(hiperkalemia,

toksisitas

sitrat

dan

hipokalsemia) II.

Komplikasi lambat, yaitu reaksi transfusi dengan tanda dan gejala yang muncul ≥ 5-10 hari setelah transfusi : o Reaksi hemolitik lambat o Post-transfusion purpura o Graft versus host disease (GvHD) o Overload besi khususnya pada transfusion-dependent patient o Penularan infeksi menular lewat transfusi darah seperti HIV, HBV, HCV, sifilis, malaria, CMV, atau lainnya (toxoplasmosis, Epstein-Barr virus, chagas disease, brucellosis, human parvovirus B19, infectious mononucleosis, dan Lymes disease) Simpulan Skrining golongan darah ABO dan Rh merupakan langkah pertama yang harus diperiksa sehubungan dengan kemungkinan kebutuhan transfusi darah selama kehamilan, saat atau sesudah persalinan.

Jika wanita hamil bergolongan darah Rh(D) negatif maka perlu mempersiapkan calon donor darah dan mengantisipasi kemungkinan kejadian HDN. Pada kasus perdarahan masif, diberikan PRC O atau WB/PRC sesuai golongan darah pasien tanpa crossmatch maksimal dalam waktu 15 menit setelah surat permintaan komponen darah diterima oleh UPTD. Diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik oleh semua pihak yang terkait dengan pelayanan darah bagi ibu hamil dan bersalin.

DAFTAR PUSTAKA 1. Santoso J. T., Lin D. W., and Miller D. S., 1995. Transfusion Medicine in Obstetric and Gynecology, CME Review Articles, 50(6):470-481. 2. Lockwood C. J and Magriples U., 2009. The Initial Prenatal Assessment and Routine Prenatal Care, www.uptodate.com 3. WHO, 2002. The Clinical Use of Blood, Geneva 4.

Anonim,

2009.

Blood

Usage

in

Obstetric

Hemorrhage,

www.lancastergeneralcollege.edu 5. Anonim, 2008. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists, Blood Transfusion in Obstetrics, Green-top Guideline 2008. 6. Anonim, 2010. Laporan Pengeluaran Darah UPTD RSUP DR. Sardjito Januari-April 2010. 7. Martel M. J., 2002. Hemorrhagic Shock, SOGC Clinical Practice Guideline . 8. Shroff M., Component Therapy in Massive Obstetric Haemorrhage, www.obgyntoday.info

Related Documents


More Documents from "erin"