Anestesi Pada Pasien Hipertensi

  • Uploaded by: Dyana Pastria Utami
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anestesi Pada Pasien Hipertensi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,663
  • Pages: 23
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan cacat dalam sebagian besar masyarakat barat dan kelainan yang paling umum terjadi pada pasien sebelum operasi pembedahan dengan prevalensi keseluruhan 20-25%. Hipertensi tidak terkontrol yang dibiarkan lama akan mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kerusakan organ. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah. Komplikasinya meliputi infark miokard, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusif perifer dan diseksi aorta. Adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada pasien hipertensi dapat menjadi indikator penting dari kematian jantung. Peningkatan kematian jantung juga telah dilaporkan pada pasien dengan murmur karotis, bahkan tanpa adanya gejala. Manajemen pasien dengan hipertensi telah berubah dalam beberapa dekade terakhir. Hipertensi didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai tekanan diastolik diatas 95 mmHg dan tekanan sistolik lebih dari 160 mm Hg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal jantung, stroke dan infark miokard. Idealnya semua pasien dengan hipertensi harus dirawat sebelum operasi. Namun, ada sedikit bukti untuk hubungan antara tekanan darah sistolik kurang dari 180 mmHg atau tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg dan komplikasi perioperatif meskipun anestesi harus menyadari bahwa pasien mungkin mengalami perubahan besar dalam tekanan darah. Tekanan arteri intraoperasi harus dipertahankan pada 20% dari tekanan pre-operasi. Hipertensi juga telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian silent myocardial ischemia and infarction. Pasien hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan menjalani operasi noncardiac memiliki risiko perioperatif lebih tinggi daripada pasien tanpa hipertensi. Peneliti telah menyarankan bahwa adanya pola strain pada EKG menunjukkan keadaan iskemik kronik. Oleh karena itu, pasien juga harus dipertimbangkan untuk memiliki probabilitas peningkatan CAD dan untuk morbiditas perioperatif. BAB II

1

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Jantung Hanya dalam beberapa hari setelah konsepsi hingga kematian, jantung terus menerus berdetak. Pada kenyataannya, sepanjang rentang usia manusia ratarata jantung berkontraksi sekitar tiga miliar kali dan tidak pernah beristirahat kecuali sepersekian detik di antara denyutan. Jantung adalah organ berotot berongga dengan ukuran sekepalan. Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam yang disebut pericardium viseralis dan lapisan luar atau perkardium parietalis. Kedua lapisan pericardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis dan ke bawah pada diaftagma. Perlekatan ini menyebabkan jantung stabil pada tempatnya. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada jantung. Perikardium juga berfungsi mencegah penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitar ke jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut dengan endokardium. Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu analus fibrosus yaitu tempat melekatnya keempat katup jantung dan otot. Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan pompa sisi kiri, yang memompa darah bvena ke sirkulasi paru dan darah bersih ke perdaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi, yaitu

2

vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler venula, vena dan vena kava. 2.2 Fisiologi Jantung 2.2.1 Siklus Jantung Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut sebagai depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi, respon mekaniknya adalah sistolik (kontraksi otot) dan diastolik ( relaksasi otot). Aktivitas listrik sel yang dicatat secara grafik melalui elektroda intrasel memperlihatkan bentuk yang khas yang disebut potensial aksi. Aktivitas listrik dari semua sel miokardium secara keseluruhan dapat dilihat dalam suatu elektrokardiogram.

Gelombang

pada

elektrokardiogram

mencerminkan

penyebaran rangsang listrik dan pemulihannya melalui miokardium ventrikel dan atrium. 2.2.2 Fase Siklus Jantung Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel serta pengisian dan relaksasi ventrikel. Secara klinis, sistolik merupakan periode antara suara jantung S1 dan S2, dan diastolik merupakan periode antara S2 dan S1.S1 dan S2 dihasilkan oleh penutupan secara berurutan katup AV dan semilunaris. Faktor penting yang harus diingat adalah bahwa katup jantung membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan tekanan. Pada awal diastol, darah mengalir cepat dari atrium melewati katup mitral dan ke dalam ventrikel.Dengan mulai seimbangnya tekanan antara atrium dan ventrikel, darah yang mengalir dari atrium ke ventrikel melambat, hal ini disebut periode

diastasis.

Kontraksi

atrium

kemudian

terjadi,

berperan

dalam 3

bertambahnya sebanyak 20 % hingga 30% pengisian atrium. Kemudian terjadi kontraksi ventrikel dank arena tekanan dalam ventrikel lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup mitral meutup.hal ini memulai terjadinya sistolik dan kontraksi isovolumik. Dengan berlanjutnya kontraksi ventrikel, tekanan dalam ventrikel kiri meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan mendorong katup aorta membuka dan darah tercurah keluar ventrikel. Hal ini disebut sebagai periode pemompaan ventrikel. Dengan menutupnya katup aorta maupun mitral, volume darah dalam ventrikel kiri tetap konstan. Tekanan dalam ventrikel kiri menurun karena ventrikel kiri mulai berkontraksi. Sementara tekanan ventrikel kiri menurun, terbentuk tekana ventrikel akibat aliran balik vena melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan ini menyebabkan pembukaan katup mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke ventrikel sehingga terjadi periode pengisian ventrikel cepat dan siklus jantung dimulai lagi. 2.3 Hipertensi 2.3.1. Definisi Pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh banyak variabel, termasuk postur, waktu siang atau malam, kondisi emosional, kejadian terkini, pemberian obat-obatan dan peralatan serta teknik yang digunakan. Diagnosis hipertensi tidak dapat dilakukan dengan pembacaan tunggal tapi juga memerlukan informasi riwayat kenaikan tekanan darah sebelumnya. Walaupun kecemasan saat preoperative atau nyeri sering menghasilkan beberapa derajat hipertensi bahkan pada pasien normal, pasien dengan riwayat hipertensi umumnya menunjukkan peningkatan tekanan darah yang lebih besar saat preoperatif. Definisi hipertensi sistemik sering berubah-ubah tetapi hipertensi umumnya dianggap sebagai tekanan darah tinggi secara konsisten yaitu tekanan sistolik lebih besar dari 140-160 mmHg dan tekanan diastol lebih besar dari 90-95 mmHg.

4

Kategori Normal High normal Hipertensi Derajat 1 / Ringan Derajat 2 / Sedang Derajat 3 / Berat Derajat4/Sangat berat

Tekanan sistolik (mmHg)

Tekanan diastolik (mmHg)

< 130 130

< 85 85 – 89

140 – 159 160 – 179 180 – 209 >210

90 – 99 100 – 109 110 – 119 >120

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah 2.3.2 Epidemiologi Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Hipertensi umumnya dimulai pada usia muda, sekitar 5 sampai 10% pada 20 - 30 tahun.7 Bagi pasien yang berusia antara 40 – 70 tahun, setiap peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau tekanan darah diastolik sebesar 10 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Berdasarkan kriteria baru, prevalensi hipertensi tingkat 1 dan 2 di tiga kecamatan daerah Jakarta Selatan pada tahun 2007 mencapai angka 40,1 % pada lelaki dan 44,4 % wanita . Di Amerika Serikat insiden hipertensi lebih tinggi di kalangan orang-orang Asia dibandingkan dengan kelompok Eropa, penyebabnya atau dasarnya tidak diketahui. 2.3.3 Etiologi Hipertensi Beberapa faktor yang pernah dikemukakan relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi adalah sebagai berikut: 

Genetik.

5

Dibandingkan dengan orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya dan lebih besar tingkat morbiditas dan mortalitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik. Geografi dan lingkungan Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi



kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibandingkan masyarakat barat.  Janin Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari, barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya 

kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir rendah. Jenis kelamin Hipertensi lebih jarang ditemukan pada wanita pra-menoupause



dibanding pria yang menunjukkan adanya pengaruh hormon. Natrium Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya hipertensi.Hal ini dikarenakan ketidakmampuan mengeluarkan natrium secara efisien baik diturunkan maupun didapat. Berdasarkan studi populasi, seperti Studi INTERSALT pada tahun 1988 diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah dan penurunan tekanan



darah dapat diperoleh dengan mengurangi konsumsi garam. Sistem renin-angiotensin Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron



yaitu zat yang memicu natrium dan mengakibatkan terjadinya retensi. Hiperaktivitas simpatik Hal ini dapat terlihat pada hipertensi usia muda. Katekolamin akan memacu produksi rennin, menyebabkan kontriksi arteriol dan vena dan



meningkatkan curah jantung. Resistensi insulin atau hiperinsulinemia Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak beberapa tahun silam, terutama pada poasien gemuk. Insulin

6

merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan 

reabsorpsi natrium. Disfungsi sel endotel Penderita hipertensi mengalami penurunan respon vasodilatasi terhadap nitrat oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti endotelin-I, meskipun kaitannya dengan hipertensi tidak jelas.

2.3.4 Diagnosis dan Klasifikasi Hipertensi Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegakkan bila ditemukan adanya peningkatan tekanan arteri diatas nilai normal yang diperkenankan berdasarkan umur, jenis kelamin dan ras. Batas atas tekanan darah normal yang diijinkan adalah sebagai berikut : Dewasa 140/90 mmHg Dewasa muda (remaja) 100/75 mmHg Anak usia prasekolah 85/55 mmHg Anak < 1 tahun (infant) 70/45 mmHg Menurut The Joint National Committee 7 (JNC 7) pada pertemuan mengenai Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan Penatalaksanaan Hipertensi tahun 2003, klasifikasi hipertensi dibagi atas prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan 2 (lihat tabel 2).

Kategori

Sistol (mmHg)

Diastole (mmHg)

Normal

≤ 120

< 80

Pre hipertensi

120-139

80-90

Hipertensi tahap 1

140-159

90-99

Hipertensi tahap 2

≥ 160

≥ 100

Tabel 2.Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7.

7

Klasifikasi di atas untuk dewasa 18 tahun ke atas. Hasil pengukuran TD dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk posisi dan waktu pengukuran, emosi, aktivitas, obat yang sedang dikonsumsi dan teknik pengukuran TD. Kriteria ditetapkan setelah dilakukan 2 atau lebih pengukuran TD dari setiap kunjungan dan

adanya riwayat peningkatan TD darah sebelumnya.1 Penderita dengan

klasifikasi prehipertensi mempunyai progresivitas yang meningkat untuk menjadi hipertensi. Nilai rentang TD antara 130-139/80-89 mmHg mempunyai risiko 2 kali berkembang menjadi hipertensi dibandingkan dengan nilai TD yang lebih rendah dari nilai itu. Disamping itu klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya, dapat dibagi dalam 2 penyebab dasar, yaitu sebagai berikut: 1. Hipertensi primer (esensial, idiopatik). 2. Hipertensi sekunder: 

Hipertensi primer Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik dan

merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular, sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vaskular perifer bertambah atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah sana dimulai. Pada saat tersebut, beberapa mekanisme fisiologis kompensasi sekunder telah dimulai sehingga kelainan dasar curah jantung atau resistensi perifer tidak diketahui dengan jelas. Pada hipertensi yang baru dimulai, curah jantung biasanya normal atau sedikit meningkat dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding arteri dan arteriol, mungkin sebagian diperantarai oleh faktor yang dikenal sebagai pemicu hipertrofi vaskular

8

dan vasokonstriksi, sehingga menjadi alasan sekunder mengapa terjadinya kenaikan darah. 

Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder terjadi akibat masalah primer lain. Penyebab

hipertensi sekunder dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu: 1

Hipertensi kardiovaskular, biasanya berkaitan dengan peningkatan

2

kronik resistensi perifer total yang disebabkan oleh aterosklerosis. Hipertensi renal dapat terjadi akibat dua defek ginjal, yaitu oklusi

3

parsial arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri. Hipertensi endokrin terjadi akibat gangguan endokrin seperti

4

feokromositoma dan Sindrom Conn. Hipertensi neurogenik yang terjadi akibat lesi saraf.

2.3.5 Patofisiologi Hipertensi dapat bersifat idiopatik (esensial) atau yang jarang terjadi dapat bersifat sekunder yang diakibatkan oleh kondisi medis lain seperti penyakit ginjal, hiperaldosteronism primer, sindrom Cushing, akromegali, kehamilan, atau terapi estrogen. Hipertensi primer terjadi pada 80-95% kasus dan mungkin disebabkan oleh hasil kerja jantung yang abnormal, resistensi vaskuler sistemik (SVR), atau keduanya. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium terjadi akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya menyebabkan angina atau infark miokardium. 2.3.6 Terapi Jangka Panjang

9

Terapi obat telah terbukti mengurangi penyakit hipertensi, mencegah terjadinya stroke, gagal jantung kongestif, penyakit arteri koroner, dan kerusakan ginjal. Kebanyakan pasien dengan hipertensi ringan hanya membutuhkan terapi obat tunggal, yang dapat terdiri dari beta-bloker, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, calcium channel blockers, atau diuretik. Penyakit yang muncul bersamaan yang mempengaruhi pemilihan obat termasuk penyakit paru-paru bronchospastik, penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, diabetes, dan hiperlipidernia, ACE inhibitor dan beta blocker adrenergik umumnya kurang efektif pada pasien kulit hitam. Selain itu, pengobatan dengan beta bloker adrenergik saja mungkin juga kurang efektif pada pasien usia lanjut. Pasien dengan hipertensi sedang sampai berat sering membutuhkan obat kedua atau ketiga. Diuretik kurang sering digunakan sebagai pilihan pertama karena alasan efek samping elektrolit dan metabolik serta meningkatkan kejadian aritmia. Agen ini sering digunakan untuk melengkapi beta bloker adrenergik dan ACE inhibitor hanya jika terapi obat tidak efektif. ACE inhibitor telah terbukti dapat memperpanjang usia hidup pada pasien dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, ACE inhibitor dapat mempertahankan fungsi ginjal pada pasien dengan diabetes dan pasien dengan insufisiensi ginjal. Keakraban dengan nama dan mekanisme kerja agen antihipertensi yang umum digunakan adalah wajib untuk anestesi. Kategori Diuretik

Golongan Thiazide-type

Sub-golongan

Obat Chlorothiazide Chlorthalidone Hydrochlorothiazide Indapamide

Potassium-sparing

Metolazone Spironolactone Triamterene Amiloride 10

Loop

Bumetanide Asam ethacrynic Furosemide

Symphatolytics

Adrenergic-reseptor

Beta

blockers

Torasemide Acebutolol Atenolol Betaxolol Bisoprolol Carteolol Metoprolol Nadolol Penbutolol

Alpha

Timolol α1 Doxazosin Terazosin α1+α2 Phenoxybenzamine

Alpha dan beta

Labetalol Carvedilol Clonidine

Central α2-agonists

Guanabenz Guanfacine Postganglionic blocker

Guanadrel

Methyldopa Guanethidine Reserpine

Vasodilators

Calcium channel blockers

Benzothiazepine Diltiazem Phenylalkylamine s

Verapamil

Dihydropyridines Amlodipine

11

Felodipine Isradipine Nicardipine Nifedipine ACE inhibitors

Nisoldipine Benazepril Captopril Enalapril Fosinopril Lisinopril Moexipril Perindropil Quinapril Ramipril

Angiotensin-

Trandropil Candesartan

reseptor

Eprosartan

anthagonists

Irbesartan Losartan Telmisartan

Direct vasodilators

Valsartan Hydralazine Minoxidil

. Tabel 3. Agen antihipertensi oral 2.4 Anastesi Pada Pasien Hipertensi 2.4.1 Penilaian Preopertaif dan Persiapan Preoperative Pasien Hipertensi Sebuah pertanyaan sering muncul dalam praktek anestesi adalah derajat hipertensi pra operasi yang dapat diterima pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif.Kecuali untuk pasien secara optimal dikontrol, kebanyakan pasien

12

hipertensi masuk ke ruang operasi dengan beberapa derajat hipertensi. Meskipun pada saat preoperative pasien memiliki hipertensi sedang (tekanan
Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensi Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah

 

terjadi Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi, untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi. Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis riwayat

perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur diagnostik lainnya. Penilaian status volume cairan tubuh adalah menyangkut apakah status hidrasi yang dinilai merupakan yang sebenarnya ataukah suatu relative

hipovolemia

(berkaitan

dengan

penggunaan

diuretika

dan

vasodilator).Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya aritmia. Untuk evaluasi jantung, EKG dan x-ray toraks akan sangat membantu. Adanya LVH dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia miokardial akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.Untuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk

13

memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal.Jika ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume plasma perlu diperhatikan.Untuk evaluasi serebrovaskuler, riwayat adanya stroke atau TIA dan adanya retinopati hipertensi perlu dicatat.Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah komplikasi kardiovaskuler akibat tingginya TD, termasuk penyakit arteri koroner, stroke, CHF, aneurisme arteri dan penyakit ginjal. Sementara itu pasien yang harus menjalani operasi elektif idealnya hanya bisa dilakukan ketika tekanan darah dalam batas normal, pendekatan ini tidak selalu layak atau selalu diinginkan karena gangguan autoregulasi serebral. Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat mengganggu perfusi serebral. Selain itu, keputusan apakah akan menunda atau melanjutkan dengan intervensi bedah harus bersifat individual, tergantung pada beratnya elevasi tekanan darah sebelum operasi, kemungkinan iskemi miokard, disfungsi ventrikel atau komplikasi vaskularisasi serebral atau ginjal, dan pembedahan (jika perubahan besar yang disebabkan operasi di awal jantung atau afterload yang diperbolehkan). Dalam banyak kasus, hipertensi saat preoperative terjadi karena ketidakpatuhan pasien dengan pola obat yang diberikan. Dengan sedikit pengecualian, antihipertensi harus dilanjutkan sampai operasi. Beberapa dokter mempertahankan pemberian ACE inhibitor di pagi hari sebelum operasi karena hubungannya dengan peningkatan insiden hipotensi intraoperatif. ACE inhibitor diketahui dapat mencegah terjadinya risiko hipertensi perioperatif dan mampu mencukupi kebutuhan antihipertensi parenteral. Operasi pada pasien dengan tekanan diastolik preoperatif lebih besar dari 110 mmHg, terutama pada pasien yang telah diketahui pasti mengalami kerusakan organ akhir maka operasi harus ditunda sampai tekanan darah lebih terkontrol selama beberapa hari. 2.4.2 Premedikasi Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk:  

Meredakan kecemasan dan ketakutan Memperlancar induksi anesthesia 14

     

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus Meminimalkan jumlah obat anestesi Mengurangi mual-muntah pasca bedah Menciptakan amnesia Mengurangi isi cairan lambung Mengurangi reflek yang membahayakan Premedikasi bertujuan mengurangi kecemasan pra operasi dan sangat

dibutuhkan pada pasien hipertensi. Preoperatif hipertensi ringan hingga menengah sering sembuh setelah pemberian agen anxiolytic, seperti midazolam. pemberian antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan sesuai jadwal dan dapat diberikan dengan sedikit tegukan air. Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa dokter melanjutkan pemberian ACE inhibitor karena diketahui dapat mencegah menurunkan tekanan darah intraoperatif. Pemberian α2 adrenergik agonis sentral dapat dijadikan sebagai tambahan yang berguna untuk premedikasi penderita hipertensi, pemberian sedasi tambahan klonidine dosis 0,2 mg dapat mengurangi penggunaan obat anestesi intraoperatif dan mengurangi terjadinya hipertensi perioperative. Sayangnya, pemerian klonidine selama selain dapat menimbulkan hipotensi tapi juga menyebabkan terjadinya bradikardi selama operatisi. 2.5 Manajemen Intraoperatif 2.5.1 Objektif Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk pasien dengan hipertensi adalah menjaga kestabilan tekanan darah pasien. Pasien batas akhir hipertensi dapat diobati seperti pasien dengan tekanan darah normal. Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol telah terjadi perubahan autoregulasi aliran darah serebral dimana tekanan darah yang tinggi mempertahankankan aliran darah otak yang memadai. Pada sebagian besar pasien dengan hipertensi yang lama harus dipikirkan kemungkinan terjadinya penyakit arteri koroner dan hipertrofi jantung,sehingga peningkatan tekanan darah yang berlebihan dapat dihindari. Hipertensi, terutama dalam kaitannya dengan takikardia, dapat memicu terjadinya iskemia miokard, disfungsi ventrikel bahkan

15

keduanya. Tekanan darah arteri umumnya harus dijaga dalam 10-20% dari tingkat pra operasi. Jika hipertensi terjadi sebelum operasi dimana tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg, maka tekanan darah arteri harus dipertahankan dalam batas normal, yaitu 150-140/90-80 mm Hg. 2.5.2 Pemantauan Sebagian besar pasien hipertensi tidak memerlukan pemantauan intraoperatif khusus. Pemantauan tekanan darah harus terus menerus dilakukan pada pasien dengan tekanan darah yang tidak stabil dan pasien dengan prosedur pembedahan utama yang terkait dengan perubahan yang cepat atau ditandai dengan preload jantung atau afterload. Pemantauan elektrokardiografi bertujuan untuk mengetahui dengan cepat tanda-tanda iskemia. Produksi urin harus dipantau melalui kateter urin terutama pada pasien gangguan ginjal yang sedang menjalani tindakan dan diharapkan dapat bertahan lebih dari 2 jam. Selama pemantauan hemodinamik invasive dilakukan, pemenuhan kebutuhan ventrikel sering berkurang terutama pada pasien dengan hipertrofi ventrikel. Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi tekanan darah yang terlalu tinggi. Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif adalah sama pentingnya

dengan pengontrolan hipertensi pada periode

preoperative. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran tekanan autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika tekanan darah diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang dengan obat antihipertensi akan mengubah kembali kurva autregulasi kekiri kembali ke normal. Dalam mengukur autoregulasi serebral dapat digunakan beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu: 

Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal



yang dianjurkan untuk penderita hipertensi. Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak.

16



Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian



stroke. Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal kurang lebih sama dengan yang terjadi pada serebral. Anestesia akan aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi

dengan memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance anesthesia) dengan opioid + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia regional dapat dipilih sebagai teknik anestesia, namun perlu diingat bahwa anestesia regional sering menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan pada pasien dengan keadaan hipovolemia. Jika hipertensi tidak berespon terhadap obatobatan yang diberikan, maka penyebab yang lain harus dipertimbangkan seperti phaeochromacytoma, carcinoid syndrome dan tyroid storm. 2.5.3 Induksi Anestesi Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menyebabkan gangguan hemodinamik pada pasien hipertensi. Saat induksi sering terjadi hipotensi namun saat intubasi sering menimbulkan hipertensi. Hipotensi terjadi akibat vasodilatasi perifer terutama pada keadaan kekurangan volume intravaskuler sehingga pemberian cairan sebelumnya penting dilakukan untuk tercapainya normovolemia sebelum induksi. Disamping itu hipotensi juga sering terjadi akibat depresi sirkulasi karena efek dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker. Hipertensi yang terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena laringoskopi dan intubasi endotrakea yang bisa menyebabkan takikardia dan iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi akibat tindakan laringoskopi-intubasi endotrakea bisa mencapai 25%. Durasi laringoskopi dibawah 15 detik dapat membantu meminimalisir terjadinya fluktuasi hemodinamik Beberapa teknik

17

dibawah ini bisa dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi untuk menghindari terjadinya hipertensi. 

Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten selama



5-10 menit. Pemberian opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil

 

0,5-1 mikrogram/ kgbb). Pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb secara intravena atau intratrakea. Penggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb,



propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg). Penggunakan anestesia topikal pada jalan napas.

Pemilihan obat anestesi A. Obat induksi Keunggulan dari setiap obat induksi dan teknik yang dilakukan belum jelas bagi agen hipertensi. Meskipun dengan anestesi regional, penurunan tekanan darah yang tajam justru lebih sering terjadi pada pasien hipertensi dibandingkan dengan pasien normotensi. Barbiturat, benzodiazepin, propofol, dan etomidare adalah induksi anestesi yang paling aman diberikan pada pasien hipertensi. Pemberian ketamin merupakan kontraindikasi untuk tindakan operasi karena dapat memicu terjadinya hipertensi namun hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian dosis kecil bersama dengan agen lainnya, terutama benzodiazepin atau propofol. B. Rumatan Anestesi bisa aman dilanjutkan dengan agen volatile (tunggal atau dengan oksida nitrous), suatu teknik seimbang (oksida opioid + nitrous + relaksan otot), atau sama sekali teknik intravena. Terlepas dari teknik pengobatan primer, penambahan agen volatile atau vasodilator intravena umumnya

memungkinkan

kontrol

lebih

memuaskan

tekanan

darah

intraoperatif.vasodilatasi Depresi dan miokard yang relatif cepat dan reversibel yang diberikan oleh agen volatile dapat berpengaruh terhadap tekanan darah arteri. Oleh sebab itu, beberapa dokter percaya bahwa 18

pemberian opioid dan sufentanil dapat menekan saraf otonom serta mengontrol tekanan darah. C. Pelumpuh otot Dengan beberapa pengecualian seperti pankuronium, setiap pelumpuh otot dapat digunakan secara rutin. Pankuronium memiliki efek memblokade syaraf vagal dan melepaskan katekolamin sehingga dapat memperburuk keadaan pasien hipertensi yang tidak terkontrol. Ketika pankuronium diberikan perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit akan terjadi peningkatan detak jantung serta naiknya tekanan darah. Tetapi pankuronium berguna utnuk mengimbangi kekuatan vagal berlebihan yang disebabkan oleh manipulasi opioid atau bedah. Pemberian obat hipotensi seperti tubocurarine, merocurine, acracurium, atau mungkin mivacurium dapat dijadikan pilihan untuk pasien hipertensi. D. Vasopressors Penderita hipertensi dapat menampilkan respon berlebihan untuk kedua ranjau-catechola endogen (dari inkubasi atau stimulasi bedah) dan agonis simpatik eksogen diberikan.Jika seorang vasopresor diperlukan untuk mengobati hipotensi berlebihan, dosis kecil agen langsung penuaan seperti fenilefrin (25-50 Âμg) mungkin lebih baik untuk agen langsung.Namun demikian, dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih tepat bila tinggi nada vagal. Kesabaran sympatholytics diambil sebelum operasi mungkin menunjukkan respon jatuh ke vasopressors, terutama efedrin. 2.6 Hipertensi Intraoperatif Hipertensi intraoperatif tidak menanggapi peningkatan kedalaman anestesi (terutama dengan agen volatile) dapat diobati dengan berbagai agen parenteral (Tabel 20-5).menyebabkan Reversible siap seperti kedalaman anestesi yang tidak memadai, hipoksemia, atau hypercapnia harus selalu dikecualikan sebelum memulai terapi antihipertensi. Pemilihan agen hipotensi tergantung pada ketajaman, keparahan, dan menyebabkan hipertensi, fungsi dasar ventrikel, tingkat hem, dan adanya penyakit paru-paru bronchospastic.β-adrenergik blokade

19

sendiri atau sebagai dukungan-plement merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan fungsi ventrikel yang baik dan detak jantung tinggi tetapi kontraindikasi pada pasien dengan penyakit bronchospastic. Nicardipine mungkin lebih baik untuk pasien dengan penyakit bronchospastic. Reflex tachycardia berikut nifedipin sublingual telah associted dengan infark ischernia.Nitroprusside tetap menjadi agen yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan intraoperarive hipertensi sedang sampai parah.Nitrogliserin mungkin kurang efektif tetapi juga berguna dalam mengobati atau mencegah iskemia miokard.Fenoldopam juga merupakan agen yang berguna dan dapat meningkatkan atau mempertahankan fungsi ginjal.hydralazine Berkelanjutan menyediakan kontrol tekanan darah namun memiliki onset tertunda dan sering dikaitkan dengan takikardi refleks. Yang terakhir ini tidak terlihat dengan labetalol karena kombinasi blockade α dan β adrenergik. 2.7 Manajemen Postoperratif Hipertensi pascaoperasi harus diantisipasi terutama pada pasien dengan hipertensi kurang terkontrol. Pemantauan tekanan darah harus terus dilanjutkan baik di ruang pemulihan dan periode pasca operasi dini. Iskemia miokard dan gagal jantung kongestif dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah sehingga terjadi hematoma dan luka pada garis jahitan gangguan pembuluh darah. Hipertensi pada periode pemulihan sering multi-faktorial dan ditingkatkan dengan gangguan pernapasan, rasa sakit, volume overload, atau distensi kandung kemih. Masalah tambahan harus diatasi dan pemberian obat antihipertensi parenteral dapat dilakukan jika perlu. Pemberian nicardipine melalui intravena berguna dalam mengontrol tekanan darah terutama jika dicurigai iskemia miokard dan bronkospasme. Ketika pasien kembali mendapatkan asupan oral, maka pengobatan preoperatif harus ulang diulang kembali.

20

BAB III RINGKASAN Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai, dengan angka penderita yang cukup tinggi.Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko mayor yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakitpenyakit jantung, serebral, ginjal dan vaskuler. Mengingat tingginya angka kejadian dan komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh penyakit hipertensi ini, maka perlu adanya pemahaman para ahli anestesia dalam manajemen selama periode perioperatif. Manajemen perioperatif dimulai sejak evaluasi prabedah, selama operasi dan dilanjutkan sampai periodepasca bedah. Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan penderita sangat penting dilakukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi, baik yang terjadi selama intraoperatif

maupun

yang

terjadi

pada

pascapembedahan.Goncangan

hemodinamik mudah terjadi, baik berupa hipertensi maupun berupa hipotensi, yangbisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi.Hal ini harus diantisipasi denganperlunya pemahaman tentang teknik anestesia yang benar, manajemen cairanperioperatif, pengetahuan farmakologi obat-obat yang digunakan, baik obatobatanantihipertensi maupun obatobatan anestesia serta penanganan nyeri akut yangadekuat. Dengan manajemen perioperatif yang benar terhadap penderita-

21

penderitahipertensi

yang

akan

menjalani

pembedahan,

diharapkan

bisa

menurunkan ataumeminimalkan angka morbiditas maupun mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia for patients with cardiovascular disease. Clinical Anesthesiology. 3rd ed. New York: McGrawHill; 2002.p.388-395. 2. Pescod D. Preoperative Management of Cardiovascular Disease. Developing Anaesthesia Text Book.v.1.6: 2007 3. Podgoreanu MV, Mathew JP. Genomic Basis of Perioperative Medicine. Clinical Anesthesia. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins; 2006.p.480. 4. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2001; 256-60 5. Sylvia A.P, Lorraine M.W. Fisiologi Sistem Kardiovaskular. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006 ; 530-6. 6. Kusmana D, Hipertensi: Definisi, prevalensi, farmakoterapi dan latihan fisik, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta, Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran mei-juni 2009 hal 161-167. Dikutip dari www.kalbe.co.id.

22

7. Anggraini DA, dkk, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008, Faculty of Medicine – University

of

Riau

Pekanbaru,

Riau,

2009.

Di

kutip

dari

(Http://yayanakhyar.wordpress.com

23

Related Documents


More Documents from "Nur'Aini Suci F. Azt"