Buku Geokimia Magma Dan Batuan Beku

  • Uploaded by: Muhammad Khairil
  • 0
  • 0
  • August 2022
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Geokimia Magma Dan Batuan Beku as PDF for free.

More details

  • Words: 7,052
  • Pages: 33
Loading documents preview...
Geokimia Magma dan Batuan Beku

KATA PENGANTAR Kelompok 3 Jurusan Teknik Geologi

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga

Universitas Halu OLeo

kami dapat menyelesaikan penyusunan buku panduan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana sesuai dengan harapan. Geokimia berkembang menjadi suatu ilmu seiring dengan perkembangan ilmu kimia dan geologi, kekuatan geokimia terletak pada fakta bahwa pada umumnya proses geologi melibatkan reaksi kimia. Sehingga Geokimia adalah cabang dari geosains yang merupakan pengembangan dan aplikasi dasar-dasar kimia untuk menyelesaikan permasalahan geologi. Sebagaimana kami sadari bahwa buku panduan ini sebagai referensi ilmu Geokimia terutama mengenai Geokimia Magma dan Batuan Beku. Harapan kami semoga buku panduan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga dapat memperbaiki bentuk maupun isi buku panduan ini kedepannya dapat lebih baik. Buku Panduan Kami tidak menutup kemungkinan akan terdapat kesalahankesalahan dalam penyusunan buku panduan ini. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak, mudah-mudahan buku dapat bermanfaat dan menumbuhkan kreativitas berpikir kita semua.

Kendari, Januari 2016

Penulis DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................... KATA PENGANTAR............................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................... ISI

GEOKIMIA MAGMA DAN BATUAN BEKU....................................... PROSES DIFERENSIASI-FRAKSINASI-ALTERASI.......................... UNSUR UTAMA........................................................................................ UNSUR JARANG & REE......................................................................... IMPLIKASI TEKTONIK & ALTERASI-MINERALISASI.................

DAFTAR PUSTAKA

ISI GEOKIMIA MAGMA DAN BATUAN BEKU Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi terapannya, maka salah satu cabag ilmu pengetahuan kebumaian, yaitu geokimia juga turut berkembang sangat pesat. Pada saat ini lingkungan hidup dan kehidupan manusia tidak lepas dari ilmu geokimia ini. Bahkan pada perkembangannya, geokimia tidak hanya mampu memepelajri aspek kimia di bumi, tetapi sudah merambah pada seluruh benda dan makhluk hidup di alam semesta, termasuk bulan, mars, dan lain-lain. Ilmu terapan geokimia sangat bermanfaat dalam perkembangan usaha di bidang teknologi dan industri, misalnya di bidang pertambangan, perminyakan, dan tata lingkungan. Geokimia adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kimia daripada bumi sebagai satu keseluruhan dan bagian-bagiannya. Tujuan utama geokimia adalah untuk memerikan secara kuantitatif komposisi daripada bumi dan bagian-bagiannya. Studi geokimia berhubungan dengan penyebaran dan perpidahan unsur-unsur kimia di dalam bumi dalam ruang dan waktu. Tujuan utama geokimia adalah untuk memerikan secara kuantitatif komposisi daripada bumi dan bagian-bagiannya. Sedangkan tugas utama geokimia adalah untuk memerikan secara nisbi dan mutlak kelimpahan masing-masing unsur dan atom (radioaktif dan isotop) di dalam bumi. Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari besar mineral penyusun batuannya. Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro, diorite, dan granit (yang sering dijadikan hiasan rumah). Sedangkan batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Geokimia magma adalah salah satu cabang dari ilmu geokimia yang mempelajari tentang reaksi-reaksi kimia dan kelimpahan elemen-elemen berupa mineral-mineral dalam tubuh magma. Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Berdasarkan pengertian diatas sehingga Geokimia magma dan Batuan Beku sangat berhubungan dalam hal ini dilihat dari aspek Geokimia dan Geologi. Tipe Magma Basaltik

Batuan Beku yang dihasilkan Basalt

Komposisi Kimia

Temperatur

Viskositas

Kandungan Gas

45-55 SiO2 %,

1000 –

Rendah

Rendah

kandungan Fe, Mg,

1200oC

800 – 1000oC

Menengah

Menengah

650 – 800 oC

Tinggi

Tinggi

dan Ca tinggi, kandungan K, dan Na Andesitik

Andesit

rendah. 55-65 SiO2 %, kandungan Fe, Mg, Ca, Na, dan K

Rhyolitik

Rhyolit

menengah. 65-75 SiO2 %, kandungan Fe, Mg, dan Ca rendah, kandungan K, dan Na tinggi.

Tabel 1 Sifat – sifat Magma Proses Diferensiasi – Fraksinansi – Alterasi Proses Diferensiasi, Fraksinansi, Alterasi adalah suatu proses-proses

yang

berlangsung selama pembentukan cairan silikat kental yang pijar yang dikenal dengan Magma hingga keluar ke permukaan menjadi Lava. Lava dan magma memiliki komposisi kimia yang sama akan tetapi kandungan gas lava relatif rendah. Lava yang mendingin dan membeku karena adanya gaya eksogen maka akan membentuk batuan beku luar (ekstrusif) atau batuan vulkanik sedangkan Magma yang mendingin dan membeku di bawah permukaan bumi akan membentuk batuan beku dalam (intrusif) sedangkan batuan yang membeku diantara batuan beku dalam dan luar adalah batuan beku gang (porfiri). Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah, bersuhu antara 9000 - 11000 C dan berasal dari kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas (Vide F.F.Grouts, 1947 : turner & Verheogan, 1960 : H.Williams, 1962). Komposisi Kimia Magma berupa senyawa yang bersifat non volatile, volatile dan unsur-unsur lain atau unsur jejak , sebagai berikut :

1.

Senyawa yang bersifat non volatil dan merupakan senyawa oksida dalam magma SiO2 , Al2O9, Fe2O9, FeO, MnO, CaO,Na2O,K2O, TiO2, P2O5

2. 3.

Senyawa volatil ; terdiri dari fraksi-fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb. Unsur-unsur lain atau unsur jejak : Rb, Ba, Sr, Ni, Co, V, Li, Cr, S, Pb.

Magma sebagai larutan silikat alam mengandung semua ion-ion yang bakal membentuk semua mineral-mineral pembentuk batuan, namun mineral tersebut tidak terbentuk bersamaan karena tergantung pada fasa silikat dengan kondisi tertentu. Dalam arti mineral tertentu akan mengkristal pada temperatur dan kondisi tertentu.

Pada

umumnya diterima pendapat bahwa magma asli bersifat basa (Dally, 1933 : Winkler Vide W.T. Huang, 1962). Tetapi sifat magma dapat dirubah menjadi magma dengan sifat yang lain atau mengalami evolusi magma, oleh proses-proses yang disebut :  Hibridisasi : ialah pembentukan magma baru, karena pencampuran dua 

magma yang berlainan jenisnya. Sinteksis : ialah proses pembantukan magma baru karena proses asimilasi



dengan batuan samping atau terlarutnya batuan asing kedalam magma. Anateksis : ialah pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar.

Differensiasi Magma Differensiasi Magma adalah Peristiwa atau proses perubahan magma dari kondisi awal yang homogen dalam skala besar sehingga menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi. Secara garis besar differensiasi magma ini terdiri dari 2 bagian, yaitu :  Fraksinasi Kristal (terbentuknya kristal kristal dari magma ) dan  Liquid Immiscibility (pemisahan kristal kristal akibat hilangnya gas ). Fraksinasi Magma Fraksinasi merupakan pemisahan Kristal dari larutan magma, karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau Kristal-kristal pada waktu pendinginan magma tidak dapat mengikuti perkembangan komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperature dan tekanan yang mencolok dan tiba-tiba. Proses fraksinasi ini merupakan proses diferensisai magma yang paling utama. Sehingga proses fraksinansi merupakan bagian dari proses differensiasi magma. Komposisi cairan magma dapat berubah sebagai hasil dari kristalisasi magma tersebut pada saat kristal terbentuk. Kondisi ini terjadi dalam semua kasus kecuali pada komposisi eutetik. Kristalisasi mengakibatkan komposisi magma berubah dan jika kristal dipindahkan oleh suatu proses maka akan muncul komposisi magma baru yang berbeda

dengan magma induk. Mineral yang dihasilkan merupakan mineral baru atau mineral solid solution yang telah mengalami perubahan. Fraksinasi kristal juga dapat menghasilkan komposisi larutan yang berbeda dari kristalisasi normal yang dilakukan oleh magma induk. Untuk menghasilkan fraksinasi kristal dibutuhkan suatu mekanisme alami yang dapat memisahkan Kristal dari magma atau memisahkan kristal tersebut sehingga tidak lagi bereaksi dengan magma. Mekanisme yang terjadi secara alami antara lain: 

Crystal Settling. Umumnya kristal yang terbentuk dari suatu magma akan mempunyai densitas yang berbeda dengan larutannya, antara lain: 1. Gravity settling : Kristal-kristal yang mempunyai densitas lebih besar dari larutan akan tenggelam dan membentuk lapisan pada bagian bawah tubuh magma (tekstur kumulat atau tekstur berlapis pada batuan beku). 2. Crystal floating : Kristal-kristal yang mempunyai densitas lebih rendah darilarutan akan mengambang dan membentuk lapisan pada bagian atastubuh



magma. Kristal-kristal tersebut kaya akan unsur silik. Filter Pressing, yaitu suatu mekanisme yang digunakan untuk memisahkan larutan dari larutan kristal. Dalam filter settling kristal dengan konsentrasi cairan yang tinggi, cairannya akan dipaksa keluar dari ruang antar kristal, hal ini dapat dicontohkan ketika kita sedang meremas spons yang berisi air. Mekanisme ini sulit untuk diketahui karena: 1. Tidak seperti spons , matriks Kristal getas dan tidak dapat mengubah bentuk dengan mudah untuk menekan cairan keluar. 2. Dibutuhkan retakan pada Kristal untuk memindahkan cairan. Filter settling adalah suatu metode umum yang digunakan dalam memnisahkan Kristal dari larutan pada proses-proses industri tetapi belum ditemukannya yang terjadi secara alami.

Liquid Immiscibility Proses ini disebabkan oleh perpindahan atau menghilangnya kandungan gas, sehingga terjadi pemisahan fraksi-fraksi hablur atau mineral berdasarkan komposisinya masing-masing. Pelepasan kandungan gas menjadi semakin meningkat dekat makin dekatnya magma tersebut ke permukaan. Berdasarkan proses diferensiasi magma itulah, magma induk yang sama dapat menghasilkan beberapa jenis batuan yang berbeda. Misalnya saja magma induk berupa

magma basa, jika mengalami diferensiasi magma, maka akan terbentuk tiga jenis batuan beku berupa batuan beku basa, batuan beku intermediet, dan batuan beku asam. Selengkapnya proses Differnsiasi Magma dapat diterangkan sebagai berikut :

Gambar 1.1. Skematik proses differensiasi magma pada fase magmatik cair

Proses-proses differensiasi magma (keterangan untuk Gambar 7 ) meliputi : 1.

Vesiculation. Magma yang mengandung unsur-unsur volatile seperti air (H 2O), Karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO), Sulfur (S) dan Klorin (Cl).Pada saat magma naik kepermukaan bumi, unsur-unsur ini membentuk gelombang gas, seperti buih pada air soda. Gelombang (buih) cenderung naik dan membawa serta unsur-unsur yang lebih volatile seperti Sodium dan Potasium.

2.

Diffusion.

Pada proses ini terjadi pertukaran material dari magma dengan

material dari batuan yang mengelilingi reservoir magma, dengan proses yang sangatlambat.

Proses

diffusi

tidak

seselektif

proses-proses

mekanisme

differensiasi magma yang lain. Walaupun demikian, proses diffusi dapat menjadi sama efektifnya, jika magma diaduk oleh suatu pencaran (convection) dan disirkulasi dekat dinding dimana magma dapat kehilangan beberapa unsurnya dan 3.

mendapatkan unsur yang lain dari dinding reservoar. Flotation. Kristal-kristal ringan yang mengandung Sodium dan Potasium cenderung untuk memperkaya magma yang terletak pada bagian atas reservoar dengan unsur-unsur Sodium dan Potasium.

4.

Crystal Setling. Umumnya Kristal yang terbentuk dari suatu magma akan mempunyai densitas yang berbeda dengan larutannya, antara lain : a. Gravity settling : Kristal-kristal yang mempunyai densitas lebaih besar dari larutan akan tenggelam dan membentuk lapisan pada bagian bawah tubuhmagma (textur kumulat atau tekstur berlapis pada batuan beku). Gravitational Settling, Mineral-mineral berat yang mengandung Kalsium, Magnesium dan Besi, cenderung memperkaya resevoir magma yang terletak disebelah bawah reservoir dengan unsur-unsur tersebut. Proses ini mungkin menghasilkan kristal bijih dalam bentuk perlapisan. Lapisan paling bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat seperti mineral-mineral silikat dan lapisan diatasnya diperkaya dengan mineral-mineral silikat yang lebih ringan. b. Crystal floating : Kristal-kristal yang mempunyai densitas lebih rendah dari larutan akan mengambang dan membentuk lapisan pada bagian atas tubuh

5.

magma, Kristal-kristal tersebut kaya akan unsur silika. Assimilation of Wall Rock. Selama emplacement magma, batu yang jatuh dari dinding reservoir akan bergabung dengan magma. Batuan ini bereaksi dengan magma atau secara sempurna terlarut dalam magma, sehingga merubah komposisi magma. Jika batuan dinding kaya akan Sodium, Potasium dan Silikon, magma akan berubah menjadu komposisi granitik. Jika batuan dinding kaya akan Kalsium, Magnesium dan Besi, magma akan berubah menjadi berkomposisi

6.

Gabroik. Thick Horizontal Sill. Secara umum bentuk ini memperlihatkan proses differensiasi

magmatik asli yang membeku karena kontak dengan dinding

reservoir. Jika bagian sebelah dalam memebeku, terjadi Crystal Settling dan

menghasilkan lapisan, dimana mineral silikat yang lebih berat terletak pada 7.

lapisan dasar dan mineral silikat yang lebih ringan. Fraksinasi. Proses pemisahan Kristal-kristal dari larutan magma, karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau Kristal-kristal mengubah perkembang. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya

8.

perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok dan tiba-tiba. Liquid Immisbility. Ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membelah membentuk bahan

9.

yang heterogen. Liquid immiscibility merupakan percampuran larutan magma yang tidak dapat menyatu, seperti halnya yang terjadi pada saat kita mencampurkan minyak dan air. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air,

CO,chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) dan bahan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku. Bahan volatile dalam magma merupakan penyebab mobilitas magma, karena bersifat mobilitas maka magma dapat bergerak naik dari dalam bumi sampai kepermukaan bumi. Pergerakan magma yang naik ini akan melalui bidang bidang lemah yang ada didalam bumi, selanjutnya pergerakan magma didalam bumi ini atau yang kita kenal dengan intrusi. Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya. Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh seorang ahli bernama Bowen , yang berdasar penyelidikannya beliau membuat suatu Deret Reaksi suatu magma menjadi mineral berdasarkan penurunan temperature magmanya. Deret Reaksi terbentuknya mineral ini dinamai “ Deret Reaksi Bowen “ atau “ Bowen Reaction Series ”.

Gambar 2 Deret Reaksi Bowen Deret sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, dimana reaksi terbentuknya mineral adalah tidak menerus (diskontinyu ) yang pertama kali terbentuk dalam temperatur sangat tinggi yaitu 1200º C adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Mineral Olivin dan mineral Piroksen merupakan pasangan “Ingcongruent melting” dimana setelah pembentukan mineral Olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus setelah pembentukan mineral Piroksen maka larutan sisa sebagian akan membentuk mineral Hornblenda, dan temperatur akan menurun maka sebagian larutan sisa akan membentuk mineral biotit. Pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Sementara itu pada Deret sebelah kanan pada awalnya terbentuk Seri Plagioklas , pada awal temperatur yang sangat tinggi 1200ºC akan terbentuk mineral Anortite berikutnya seirama menurunnya temperature maka berturut turut akan terbentuk mineral Bitownit, Labradorit, Andesin , Oligoklas dan Albit .Terbentuknya mineral mineral tersebut adalah secara menerus ( kontinyu ). Pada titik temperature terbentuknya mineral Biotit dan mineral Albit maka sisa larutan magma akan membentuk mineral K Feldspar, selanjutnya temperature terus menurun maka akan terbentuk mineral Muscovit dan ter akhir pada proses kristalisasi ini akan terbentuk mineral Kwarsa pada temperature 600º C.

Urutan kristalisasi mineral tidak selalu menunujukkan successive crystalitation (tidak selalu ber urutan) tetapi bisa juga overlapping (bertampalan). Alterasi Alterasi merupakan peristiwa ubahan komposisi mineralogi batuan (pengertian sederhananya). Syarat umum terjadinya alterasi itu adalah fluida, umumnya fluida ini membawa unsur-unsur mineralisasi. Jadi jika salah satu kondisi temperature dan tekananan tinggi terpenuhi bisa terjadi alterasi. Kenapa perlu tekanan atau temperatur tinggi, 2 faktor ini yang dominan bisa memutuskan ataupun dekomposisi ikatan kimia dimineral tersebut. Salah satu dari temperature atau tekananan tinggi saja bisa terjadi alterasi, dan fluida yang membawa unsur mineral lain. Selain itu temperature rendah disini bukan seperti temperature air biasa. jarang sekali pada suhu kondisi atmospheric terjadinya alterasi. Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding. Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi dengan rentang suhu sekitar 100o – 500o C. Larutan hidrotermal merupakan larutan sisa magma yang mampu merubah dan membentuk mineral - mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah, terdapat air dan unsur-unsur volatil . Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya (wall rock) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Klasifikasi tipe alterasi pada endapan epitermal menurut Meyer & Hemley (1967) dan Roy & Burt (1979), dalam Evans (1993) adalah sebagai berikut, tetapi tidak semua jenis alterasi hadir dalam sistem epitermal sulfidasi rendah. 1. Alterasi argilik, Mineral pernciri alterasi ini adalah kaolin dan montmorilonit 2.

(kumpulan mineral ilit/smektit ) sebagai hasil alterasi dari plagioklas. Alterasi propilitik, Alterasi ini merupakan alterasi yang kompleks yang dicirikan

3.

oleh kehadiran klorit, epidot, albit, dan karbonat (kalsit, dolomit dan ankerit). Silisifikasi, Alterasi ini dicirikan oleh adanya kumpulan mineral silikaan seperti kuarsa, kalsedon, adularia, opal.

Endapan bijih hidrotermal terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik maupun kimiawi. Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan (alteration minerals). Endapan epitermal sulfidasi rendah adalah endapan yang dihasilkan dari pengisian celah – celah atau rekahan rekahan batuan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral. Ciri khas dari tipe ini yaitu menunjukan proses boiling (Gambar 2), dengan penciri ditemukannya mineral adularia. Karakteristik utama dari endapan sulfidasi rendah menurut Evans (1993) adalah: 1. Struktur regional berupa sesar dan kaldera 2. Endapan dimensinya kurang dari 500 m 3. Batuan induknya andesit, dasit, riodasit, dan riolit 4. Mineralnya adalah pirit, emas, perak, hematit, lennatit, molybdenum, dan tungsten 5. Salinitas netral atau sangat rendah (0,5 wt.%) 6. Alterasi yang terjadi adalah kuarsaadularia, karbonat, dan serisit 7. Fluida utama yang mengontrol alterasi adalah air meteorik.

Gambar 3 Mineralogi dan Alterasi dalam sistim Hidrothermal ( Corbet & Leach 1996 )

Unsur Utama Unsur Utama dalam Komposisi Magma sangat kompleks. 99 % dari magma tersusun oleh 10 unsur kimia seperti Silika (Si), Titanium (Ti), Aluminium (Al), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Unsur Utama dalam Batuan Beku tersebut memiliki banyak pandangan ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasikannya seperti menurut Clark dan Washington (1924) memperkirakan bahwa kedalaman 16 km bumi terdiri dari, 95 % batuan beku, 4 % shale (batuan tertentu), 0,75 % batu pasir, dan 0,25 % batu kapur. Juga Clark dan Washington telah melakukan 5159 analisa batuan beku dan ia hitung rataratanya dan memperoleh komposisi batuan beku seperti berikut: SiO2 (60,18 %), Al2O3 (15,61 %), Fe2O3 (3,14 %), FeO (3,88 %), MgO (3,56 %), CaO (5,17 %), Na2O (3,91 %), K2O (3,19 %), TiO2 (1,06 %), P2O5 (0,3 %). Pada perhitungan analisa di atas di mana H2O dan kandungan yang paling kecil diabaikan. Dari hasil analisa ini sebagian orang tidak setuju karena 3 hal: 1.

Distribusi geofisika analisa tidak merata karena cuplikan hanya diambil pada sekitar Amerika Utara dan Eropa, artinya apakah dengan cuplikan dari Amerika Utara dan Eropa sudah cukup untuk diambil sebagai cuplikan kerak bumi.

2.

Jenis-jenis batuan kurang merata, sebab jenis-jenis batuan yang dianalisa itu adalah yang aneh-aneh.

3.

Semua cuplikan dianggap sama (dinilai sama), maksudnya dalam menganalisa satu jenis batuan misalnya dengan mengambil 1 kg maka hasilnya dianggap sama. Padahal dengan mengambil 1 kg dari satu jenis batuan tidak mungkin hasil yang diperoleh dapat mewakili jenis batuan tersebut.

Goldschimdt menganalisa 77 cuplikan yang berbeda, hasil analisa rata-rata diperoleh sebagai berikut: SiO2 (59,12 %), Al2O3 (15,82 %), Fe2O3 + FeO (6,99 %), MgO (3,3 %), CaO (3,07 %), Na2O(2,05 %), K2O (3,93 %), H2O (3,02 %), TiO2 (0,79 %), P2O5 (0,22 %) Goldschmidt beranggapan apabila memungkinkan untuk mendapatkan suatu cuplikan rata-rata dari sejumlah besar kulit bumi yang utamanya terdiri dari batuan kristal maka analisanya memberikan suatu gambaran.

Gambar 4 Unsur Utama Pada Tabel Sistem Periodik Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia adalah dari senyawa oksidanya, sepreti SiO2, TiO2, AlO2, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, P2O5, dari persentase setiap senyawa kimia dapat mencerminkan beberapa lingkungan pembentukan meineral. Analisa kimia batuan dapat dipergunakan untuk penentuan jenis magma asal, pendugaan temperatur pembentukan magma, kedalaman magma asal, dan banyak lagi kegunaan lainya. Dalam analisis kimia batuan beku, diasumsikan bahwa batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang sama dengan magma sebagai pembentukannya. Batuan beku yang telah mengalaimi ubahan atau pelapukan akan mempunyai komposisi kimia yang berbeda. Karena itu batuan yang akan dianalisa harusla batuan yang sangat segar dan belum mengalami ubahan. Namun begitu sebagai catatan, pengelompokan yang

didasarkan kepada susunan kimia batuan, jarang dilakukan. Hal ini disebabkan disamping prosesnya lama dan mahal, karena harus dilakukan melalui analisa kimiawi. Komposisi kimia dari beberapa jenis batuan beku yang terdapat di dalam, yang diperlihatkan pada tabel diatas hanya batuan beku intrusi saja. Dari sini terlihat perbedaan persentase dari setiap senyawa oksida, salah satu contoh ialah dari oksida SiO2 jumlah terbanyak dimiliki oleh batuan granit dan semakin menurun ke batuan peridotit (batuan ultra basa). Sedangkan MgO dari batuan granit (batuan asam) semakin bertambah kandungannya kearah batuan peridotit (ultra basa). Kandungan senyawa kimia batuan ekstrusi identik. Dengan batuan intrusinya, asalkan dalam satu kelompok. Hal ini hanya berbeda tempat terbentuknya saja, sehingga menimbulkan pula perbedaan di dalam besar butir dari setiap jenis mineral. Dari sini terlihat sebagai contoh komposisi kimia dan persentase dari oksida untuk batuan granit identik dengan batun riolit. Hal yang sama berlaku untuk batuan lainnya asalkan batuan ini masih satu kelompok. Klasifikasi batuan berdasarkan komposisi kimia telah banyak dilakukan oleh beberapa ahli dari yang paling sederhana sampai ke paling terbaru adalah berdasakan CIPW NORMATIF adalah salah satu yang paling sederhana untuk mengetahui nama batuan beku, klasifikasi ini tidak membedakan apakah batuan itu intrusi ataupun ekstrusi. Sedangkan klasifikasi yang paling terbaru adalah normative dihitung berdasakan CIPW, dimana setiap senyawa oksidasi kita hitung nilai normatifnya dan kita kembalikan kepada mineral-mineral asal pembentuk batuan tersebut. Table dibawah ini memperlihatkan komposisi kimia dan normative batuan dari kepulauan riau terhadap beberapa contoh batuan beku granit. Komposisi kimia dapat pula digunakan untuk mengetahui beberapa aspek yang sangat erat hubungannya dengan terbentuknya batuan beku. Seperti untuk mengetahui jenis magma, tahapan diferensiasi selama perjalanan magma ke permukaan dan kedalaman Zona Benioff. Ada dua klasifikasi batuan beku yang sering digunakan berdasarkan komposisi kimia, yaitu menurut Cox dkk (1981) serta Pecerillo dan Taylor (1976). Klasifikasi pertama beradasarkan presentase berat oksida mayor SiO2 dan total alkali (Na2O+K2O) dan klasifikasi kedua berdasar presentase berat SiO2 dan K2O. Klasifikasi kimia batuan yang lain misalnya menggunakan normatif tidak akan dibahas disini tetapi pada mata kuliah petrologi batuan beku lanjutan. Untuk memasukkan data kimia oksidasi mayor

batuan ke dalam klasifikasi tersebut maka hal-hal yang harus diperhatikan sebelumnya adalah 1.

Contoh batuan yang akan dianalisis harus mewakili dan segar, tidak boleh contoh

2.

batuan yang sudah lapuk, teralterasi dan atau teroksidasi. Hasil analisis, secara kualitatif tidak jauh menyimpang dari perkiraan secara megaskopis dan mikroskopis , tidak banyak yang habis dibakar, dan dengan

3.

jumlah total antara 85% - 101,5%. Jumlah terbaik adalah jika mendekati 100 % Nilai data kimia tersebut kemudian dinormalisir 100 % tanpa volatil dan bahan habis dibakar

Gambar 5 Komposisi SiO2 dan K2O dalam Batuan Beku Berdasarkan kandungan kaliumnya maka batuan beku tersebut dapat dibagi menjadi kalium rendah (Low-K) dan kalium tinggi (high-K). Semakin tinggi kandungan K dan Na maka batuan tersebut disebut batuan alkalin yang apabila mengkristal akan terbentuk mineral feldspatoid atau foid. Batuan beku tersebut dipandang sebagai batuan beku luar karena yang masih mendekati komposisi cairan magma. Namum demikian untuk batuan beku intrusi dalam yang mempunyai derajat kristalinitas tinggi atau yang lebih tinggi, atau yang bertekstur krsitalinitas, dapat dianalogkan dan komposisinya kurang lebih sama. Sebagai contoh komposisi kimia basal sama dengan komposisi gabro. Dunit adalah batuan beku intrusi dalam yang tersusun oleh olivin. Peridotit merupakan batuan beku intrusi dalam yang tersusun oleh olivin dan piroksen, serta disamakan dengan komposisi selubung bumi.

Oksida Mayor SiO2

Dunit 39.8

TiO2

Peridoti t 43.36

Pirokseni t 54.11

Anortosi t 50.28

Gabr o 48.29

Diori t 58.53

Granodiori t 69.45

Grani t 75.34

0.43

0.05

0.64

0.62

0.99

0.36

0.18

Al2O3

0.04

7.51

0.8

25.28

19.07

16.25

14.88

12.87

Fe2O3

0.71

2.22

1.14

0.96

2.78

2.94

1.59

0.25

FeO MnO MgO CaO Na2O

5.87 0.11 49.93 0.05

7.67 0.17 23.16 6.33 0.68

5.09 0.2 23.12 15.24 0.07

2.07 0.05 2.12 12.48 3.15

6.98 0.18 7.96 11.2 1.97

5.69 0.18 3.07 6.22 3.09

1.23 0.07 1.24 2.81 3.69

0.8 0.09 0.41 0.81 3.88

0.65

0.24

1.57

3.29

4.38

K2O

0.09

P2O5

0.04

0.01

0.09

0.12

0.15

0.05

0.03

7.7 99.36

1.1 100.93

1.45 99.8

1.45 99.41

98.68

98.66

99.04

12 2.47

5.6 49 70

427

328

306

82

271

181

47

12

2,450.00

2,040.00

18.00

5.00

10.00

16.00

1,250.00

250.00

27.00

8.00

23.00

11.00

LOI Total Ppm Sr Sc V

3.46 99.97

Cr

Cu

4,210.0 0 2,520.0 0 4.00

Zn

40.00

Ni

2 5

1 34

Tabel 2 Komposisi kimia batuan beku intrusi dalam . LOI = Loss on ignition (material habis dibakar)

Oksida Mayor SiO2

40.62

MgBasal 49.33

49.67

Andesit Basal 55.02

TiO2

0.82

0.81

1.03

0.71

0.82

1.14

0.77

Al2O3

8.93

16.29

20.74

18.75

17.20

15.23

12.26

Fe2O3*

13.18

9.85

9.62

7.58

7.54

5.87

3.08

MnO MgO CaO Na2O

0.39 26.31 5.64 1.32

0.17 10.02 11.03 2.24

0.19 4.38 10.85 2.99

0.17 4.37 8.45 3.18

0.15 3.20 6.80 3.30

0.16 1.87 3.73 3.93

0.07 0.26 1.00 2.22

K2O

0.13

0.35

0.37

0.68

1.70

2.07

2.98

P2O5

0.15

0.10

0.13

0.18

0.23

LOI

2.83

0.37

0.52

0.56

1.30

Total

100.32

99.92

100.49

99.65

100.44

100.00

100.00

Pikrit

Basal

Andesit

Dasit

Riolit

58.20

66.00

7.36

Tabel 3 Komposisi kimia batuan beku. Kandungan besi total dipandang sebagai besi bervalensi 3 (Fe2O3*). LOI =Loss on Ignition (material habis bakar)

Unsur Jarang dan REE Unsur Jarang dan REE (Rare Earth Element) memiliki hubungan karena keduanya mnganalisis mengenai unsur-unsur jarang yang ada di permukaan bumi dalam ilmu kimia. Unsur-unsur tanah jarang terdiri dari lima belas (15) elemen lantanida dan dua (2) elemen dengan karakteristik kimia yang mirip, yttrium dan skandium. Klasifikasi unsurunsur tanah jarang biasanya ditandai dengan baik "light" atau "berat", terutama didasarkan pada nomor atom dan sifat-sifat lain, meskipun Samarium, Europium, dan Gadolinium kadang-kadang dicirikan sebagai "media" earths. Unsur-unsur tanah jarang memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda, termasuk sifat kuat magnetik, indeks bias

tinggi, konduktivitas yang tinggi, dan kemampuan untuk menyimpan hidrogen dan oksigen secara efisien.

Gambar 6 Unsur Jarang dalam Susunan Periodik Unsur Kimia Unsur tanah jarang sesuai namanya merupakan unsur yang sangat langka atau keterdapatannya sangat sedikit, di alam berupa senyawa kompleks, umumnya senyawa kompleks fosfat dan karbonat. Seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan material, unsur tanah jarang semakin dibutuhkan, dan umumnya pada industri teknologi tinggi. Di Indonesia mineral mengandung unsur tanah jarang terdapat sebagai mineral ikutan pada komoditas utama terutama emas dan timah aluvial yang mempunyai peluang untuk diusahakan sebagai produk sampingan yang dapat memberikan nilai tambah dari seluruh potensi bahan galian. Potensi endapan emas aluvial tersebut relatif melimpah dapat dijumpai tersebar di sebagian pulau-pulau besar di Indonesia. Sedangkan pada Jalur Timah Asia Tenggara yang mengandung sebagian besar sumber daya timah dunia melewati wilayah Indonesia mulai dari Kepulauan Karimun, Singkep sampai Bangka dan Belitung merupakan potensi strategis yang dapat memberikan kontribusi besar kepada pembangunan nasional. Penggunaan logam tanah jarang sangat luas dan erat kaitannya dengan produk industri teknologi tinggi, seperti industri komputer, telekomunikasi, nuklir, dan ruang angkasa. Di masa mendatang diperkirakan penggunaan tanah jarang akan meluas,

terutama unsur tanah jarang tunggal, seperti neodymium, samarium, europium, gadolinium, dan yttrium. Potensi besar yang dapat dihasilkan dari komoditas unsur/logam tanah jarang khususnya dalam jangka panjang dimana teknologi terus berkembang pesat, memerlukan ketersediaan bahan tersebut. Oleh karena itu pengelolaannya memerlukan berbagai pertimbangan yang tidak semata-mata keekonomian semata. Peluang jangka panjang dan untuk pemenuhan bahan industri teknologi tinggi yang akan dikembangkan di Indonesia, maka produk sampingan berupa mineral-mineral mengandung logam/unsur tanah jarang tersebut dapat dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan nasional, yang disimpan untuk alternatif penggunaan pada masa yang akan datang pada industri strategis di dalam negeri. Unsur tanah jarang (UTJ) adalah nama yang diberikan kepada kelompok lantanida, yang merupakan logam transisi dari Grup 111B pada Tabel Periodik. Kelompok lantanida terdiri atas 15 unsur, yaitu mulai dari lantanum (nomor atom 57) hingga lutetium (nomor atom 71), serta termasuk tiga unsur tambahannya yaitu yttrium, thorium dan scandium (Tabel 1). Pemasukan yttrium, torium dan skandium ke dalam golongan unsur tanah jarang dengan pertimbangan kesamaan sifat. Unsur tanah jarang mempunyai sifat reaktif tinggi terhadap air dan oksigen, bentuk senyawa stabil dalam kondisi oksida, titik leleh relatif tinggi, serta sebagai bahan penghantar panas yang tinggi.

Tabel 4 Nama simbol Unsur Logam Tanah Jarang Berdasarkan variasi radius ion dan susunan elektron, unsur tanah jarang diklasifikasikan ke dalam dua subkelompok, yaitu :  Unsur tanah jarang ringan, atau subkelompok cerium yang meliputi lanthanum 

hingga europium Unsur tanah jarang berat, atau subkelompok yttrium yang meliputi gadolinium hingga lutetium dan yttrium.

Logam tanah jarang (LTJ) tidak ditemukan di bumi sebagai unsur bebas melainkan paduan berbentuk senyawa kompleks. Sehingga untuk pemanfaatannya, logam tanah jarang harus dipisahkan terlebih dahulu dari senyawa kompleks tersebut. Selama ini telah diketahui lebih dari 100 jenis mineral tanah jarang, dan 14 jenis di antaranya diketahui mempunyai kandungan total % oksida tanah jarang tinggi. Mineral tanah jarang tersebut dikelompokkan dalam mineral karbonat, fospat, oksida, silikat, dan fluorida. Mineral logam tanah jarang bastnaesit, monasit, xenotim dan zirkon paling banyak dijumpai di alam.  Bastnaesit (CeFCO3). Merupakan senyawa fluoro-carbonate cerium yang mengandung 60-70% oksida logam tanah jarang seperti lanthanum and neodymium. Mineral bastnaesit merupakan sumber logam tanah jarang yang utama di dunia. Bastnaesit ditemukan dalam batuan kabonatit, breksi dolomit, pegmatit dan skarn amfibol.

Gambar 7 Mineral kasiterit (SnO2) dan mineral ikutannya, conto dari Pulau Bangka, 

Babel (difoto dari conto koleksi KPP Konservasi). Monasit ((Ce,La,Y,Th)PO3) merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang mengandung 50-70% oksida logam tanah jarang (LTJ). Monasit umumnya diambil dari konsentrat yang merupakan hasil pengolahan dari endapan pada timah aluvial bersama dengan zirkon dan xenotim (gambar 1). Monasit memiliki kandungan thorium yang cukup tinggi. Sehingga mineral tersebut memiliki sinar  bersifat radioaktif. Thorium memancarkan radiasi tingkat rendah, dengan



menggunakan selembar kertas saja, akan terhindar dari radiasi yang dipancarkan. Xenotim (YPO4) merupakan senyawa yttrium fosfat yang mengandung 54-65% LTJ termasuk erbium, cerium dan thorium. Xenotim juga mineral yang ditemukan dalam pasir mineral berat, serta dalam pegmatit dan batuan beku.



Zirkon, merupakan senyawa zirkonium silikat yang didalamnya dapat terkandung thorium, yttrium dan cerium. Dalam memperoleh mineral di atas, tidak bisa didapatkan dengan mudah, karena

jumlah mineral tersebut sangat terbatas. Terlebih lagi, mineral tersebut tidak terpisah sendiri, tetapi tercampur dengan mineral lain. Unsur-unsur yang mendominasi dalam senyawa logam/unsur tanah jarang adalah lanthanum, cerium, dan neodymium. Sehingga mineral dengan penyusun unsur ini, ekonomis untuk diekstraksi. Pemanfaatan ketiga jenis

UTJ

ini

sangat

tinggi

dibanding

logam

tanah

jarang lainnya. Logam Tanah Jarang bersifat tidak tergantikan. Hal ini disebabkan sifat Logam Tanah Jarang yang sangat khas, sehingga sampai saat ini, tidak ada material lain yang mampu menggantikannya. Jika ada, kemampuan yang dihasilkan tidak sebaik material logam

tanah

jarang.

Sifat

logam

tanah

jarang yang digunakan sebagai material berteknologi tinggi dan belum ada penggantinya, membuat logam tanah jarang manjadi material yang vital dan mempunyai potensi startegis

Gambar 8 Daerah Pertambangan REE di Amerika Serikat Sumber daya tanah jarang dunia terdapat dalam beberapa tipe cebakan. China sebagai penghasil tanah jarang terbesar di dunia, mempunyai cebakan tanah jarang dalam bentuk cebakan primer berupa produk sampingan dari tambang bijih besi, dan sekunder berupa endapan aluvial dan cebakan lateritik. Mineral tanah jarang di Indonesia dihasilkan sebagai mineral ikutan pada cebakan timah aluvial dan emas aluvial. Selain itu sumber daya tanah jarang di Indonesia dijumpai juga bersama dengan cebakan uranium, seperti dijumpai di daerah Rirang Kalimantan Barat (Sandhi F, 2014). Dalam

memperoleh mineral di atas, tidak bisa didapatkan dengan mudah. Karena jumlah mineral tersebut sangat terbatas. Terlebih lagi, mineral di atas tidak terpisah sendiri, tetapi ia tercampur dengan mineral lain. Seperti contohnya pada kepulauan bangka Belitung, mineral ini merupakan hasil samping dari penambangan timah. Sehingga sebelum memperoleh mineral di atas, maka diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu. Mineralmineral yang mendominasi dalam senyawa logam tanah jarang di atas adalah Lanthanum, Cerium, Neodymium. Sehingga mineral ini, menjadi ekonomis untuk dilakukan proses ekstraksi. Sehingga pemanfaatan ketiga mineral ini, sangat tinggi dibanding mineral logam tanah jarang lainnya.

Implikasi Tektonik dan Alterasi-Mineralisasi Seperti kita ketahui, bahwa Indonesia terdapat 3 penunjaman lempeng tekonik (Lempeng Eurasia, Lempeng Hindia-Australia, dan Lempeng Pasifik), karena suhu dan tekanan yang tinggi dari penunjaman tersebut, maka sebagai dari batuan tersebut mengalami pelelehan/partial melting menjadi magma, yang kemudian keluar melalui bidang-bidang lemah berupa ekahan-rekahan (struktur geologi). Apabila magma tersebut keluar ke permukaan, akan menjadi gunungapi, jika tidak keluar ke permukaan akan menjadi batuan beku intrusi, yang dalam keadaan tertentu akan menghasilkan mineralmineral logam, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, dan Pd yang biasanya hadir bersamaan dengan batuan beku intrusi intermedit-asam. Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi hidrotermal termasuk ke dalam mineral sekunder, yaitu mineral yang terbentuk setelah pembentukan batuan asalnya. Mineral alterasi dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan komposisi kimianya (Browne, 1991). Intensitas alterasi adalah parameter yang menunjukkan seberapa besar batuan telah mengalami proses alterasi dan menghasilkan mineral sekunder. Intensitas alterasi diklasifikasikan seperti pada Tabel 4.1: Intensitas

Kondisi Batuan

Alterasi Lemah (1-25%) Sedang

Masadasar / masadasar atau fenokris / fragmen telah terubah. Massa dasar / masadasar dan fenokris / fragmen telah

(25-50%)

terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. Massa dasar / masadasar dan fenokris / fragmen telah

Kuat

terubah tetapi tekstur asal dan bentuk kristalnya masih

(50-75 %)

dapat terlihat.

Sangat kuat

Massa dasar / masadasar dan fenokris / fragmen

(75-100%)

seluruhnya telah terubah dan sulit untuk dibedakan

Tabel 5 Klasifikasi Intensitas Ubahan (Browne, 1991 op.cit. Corbett danLeach, 1998) Derajat alterasi merupakan parameter yang menunjukkan kondisi bawah permukaan berdasarkan identifikasi mineral alterasi (Browne, 1991). Misal, adularia memiliki derajat alterasi tinggi pada batuan yang memiliki permeabilitas tinggi, dan epidot memiliki derajat alterasi yang tinggi pada kisaran temperatur yang besar. Menurut Browne (1991) op.cit Corbett dan Leach (1998), terdapat enam faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral ubahan dalam sistem hidrotermal, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Temperatur Sifat kimia larutan hidrotermal Konsentrasi larutan hidrotermal Komposisi batuan samping Durasi aktivitas hidrotermal Permeabilitas Temperatur

dan

pH

larutan

merupakan

faktor

yang

terpenting

yang

mempengaruhi mineralogi dari sistem ubahan (Corbett dan Leach, 1998). Kondisi tak jenuh, panas, hidrostatik, dan tekanan langsung berhubungan dengan temperatur (Browne, 1978 op cit Corbett dan Leach, 1998) sedangkan tekanan gas dan rasio dari konsentrasi elemen tercermin pada pH larutan (Henley dkk., 1984 op cit Corbett dan Leach, 1998). Faktor-faktor yang lain hanya berpengaruh sedikit pada mineralogi ubahan. Selain itu, reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut sebagai himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986), sehingga dengan munculnya mineral alterasi tertentu akan menunjukkan komposisi pH larutan dan temperatur fluida (Reyes, 1990 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kingston Morrison (1995) menjabarkan mineral-mineral hidrotermal yang menjadi penunjuk temperatur pembentukan mineral yang terbentuk dari alterasi batuan pada kondisi pH asam-netral (Tabel 1.6).

Tabel 1.6 Mineral Alterasi penunjuk temperatur (Kingston Morrison, 1995). Mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne, 1991) Suatu daerah yang mengalami ubahan hidrotermal dicirikan oleh adanya intrusi yang menghasilkan larutan hidrotermal, adanya batuan samping yang diterobos, terdapatnya ubahan pada batuan akibat reaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan samping, terdapat urat-urat kuarsa, dan adanya mineralisasi. Corbett dan Leach (1998) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH, sebagai berikut : 

Argilik lanjut (advanced argillic), terdiri dari fasa mineral pada kondisi pH rendah



(≤4) yaitu kelompok silika dan alunit. Meyer dan Hemley (1967) op.cit Corbett dan Leach (1998) menambahkan kelompok kaolin temperatur tinggi seperti diktit dan pirofilit. Argilik, terdiri dari kumpulan mineral ubahan dengan temperatur relatif rendah



(<220-250ºC) dan pH larutan antara 4-5. Zona ubahan ini didominasi oleh kaolinit dan smektit. Pada zona ini mungkin juga terdiri dari klorit dan ilit. Filik, terbentuk pada pH yang hampir sama dengan pH ubahan argilik, namun



temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik. Dicirikan dengan Kehadiran mineral serisit atau muskovit. Pada zona filik dapat juga hadir kelompok mineral kaolin temperatur tinggi yaitu pirofilit dan andalusit dan juga mineral klorit. Propilitik, terbentuk pada kondisi pH mendekati netral dengan kehadiran mineral epidot dan/atau klorit (Meyer dan Hemley, 1967 op.cit Corbett dan Leach, 1998). Pada zona ini dapat juga ditemukan mineral k-feldspar dan albit sekunder. Pada

temperatur yang relatif rendah (<200-250ºC), dicirikan oleh ketidakhadiran epidot yang dikenal sebagai zona subpropilitik. Potasik, terbentuk pada temperatur tinggi, kondisi netral, dicirikan dengan kehadiran mineral biotit dan/atau kfeldspar ± magnetit ± aktinolit ± klinopiroksen.

Gambar 1.9 Kumpulan Mineral Ubahan (Corbett dan Leach, 1998)

Larutan hidrotermal baik sebagai pembawa mineralisasi maupun tidak menyebabkan terjadinya alterasi pada batuan samping yang dilaluinya. Adanya alterasi pada batuan merupakan kontrol penting terhadap kemungkinan adanya konsentrasi mineralisasi logam disekitar zona alterasi tersebut. Hubungan Implikasi Tektonik dan Mineralisasi Hubungan tektonik dengan proses mineralisasi adalah adanya interaksi subduksi dengan tipe magma pada aktivitas vulkanik. Adanya interaksi tersebut menyebabkan larutan hidrotermal terpanasi oleh batuan intrusi mengubah batuan samping dan menghasilkan batuan alterasi dan mineralisasi. Alterasi batuan sebagai hasil kegiatan hidrotermal mempunyai variasi mineral terubah yang tergantung pada tingkat kondisi pembentukannya. Kondisi tersebut secara umum dipengaruhi oleh sifat-sifat dari larutan hidrotermal sendiri antara lain komposisi, suhu, dan tekanan. Kemudian dipengaruhi oleh sifat batuan samping (wallrock) yang meliputi tipe batuan dan reaksi kimia yang terjadi antara wallrock dan larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal selain mengakibatkan terjadinya alterasi juga mengakibatkan mineralisasi yang umumnya terdiri dari pirit, kalkopirit, dan spalerit serta proses mineralisasi pada umumnya dijumpai pada urat-urat kuarsa. Akibat adanya pergerakan lempeng secara subduksi maka akan terbentuk sesar-sesar baru dan mengaktifkan sesar-sesar lama yang merupakan channel way dari larutan hidrotermal dalam perjalanan ke permukaan dan mengakibatkan terjadinya alterasi dan mineralisasi. Daerah dimana telah terjadi aktivitas hidrotermal, pada umumnya meninggalkan jejak membentuk mineral-mineral ubahan, yang mungkin disertai atau tidak disertai oleh mineralisasi bijih. Hubungan antara zona ubahan dan mineralisasi bijih dapat terlihat jelas, samar-samar atau kadang-kadang tidak nampak sama sekali. Secara umum alterasi hidrotermal merefleksikan respon mineral batuan asal berkaitan dengan kondisi termal dan/atau kondisi kimiawi yang berbeda ketika mineral tersebut terbentuk. Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan pH fluidanya. Kumpulan mineral

tersebut disebut sebagai himpunan mineral dimana himpunan ini akan menunjukkan komposisi pH larutan dan temperatur fluida. Berdasarkan hubungan temperatur dan pH larutan telah membuat zona alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya.

Gambar 10 Proses Tektonik dan Mineralisasi Hubungan Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Pada umumnya epigenetic endapan bijih merupakan hasil dari larutan hidrotermal yang dialirkan melalui zona permeabilitas dengan komponen bijih yang bervariasi (seperti Au, Ag, Pb, Cu, dan Mo) yang pada kondisi tertentu akan terendapkan dan membentuk endapan bijih yang disebut mineralisasi. Pembentukan mineral bijih sangat beragam tergantung dari karakteristik fluida, sifat kimia dan fisik dari batuan dinding serta cara pengendapannya. Hal ini ditunjukkan oleh tekstur yang terbentuk pada endapan bijih tersebut. Kenampakan tekstur tersebut yang membantu kronologi

himpunan

mineral

yang

diendapkan

(paragenesa),

lingkungan

pembentukan (tipe mineralisasi) dan cara pengendapannya (epigenetik). Menurut beberapa peneliti dalam menentukan model dari endapan emas maupun endapan bijih logamnya diperlukan tiga informasi lingkungan geologi yaitu :

1. 2.

Heat Source, pada umumnya berupa berupa aktivitas magmatisme Hosted Rock, pada umumnya dapat berupa batuan sedimen, beku maupun

3.

metamorf Channel way, pada umumnya sangat berhubungan erat dengan permeabilitas batuan dimana dapat dilalui oleh larutan hidrotermal. Channel way dapat berupa permeabilitas antar pori yang disebut sebagai

permeabilitas primer dan permeabilitas sekunder dapat berupa rekahan batuan, tipe mineralisasi terdiri dari porpiri dan epitermal yang masih dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu sulfida rendah dan sulfida tinggi. Sistem Hidrotermal melepaskan SiO 2 maka mineral kuarsa akan dominan seiring dengan menurunnya temperature dan semakin tingginya derajat hidrotermal. PERBEDAAN SISTEM EPITERMAL SULFIDA RENDAH DAN TINGGI KRITERIA ALTERASI MINERAL BIJIH MINERAL GANGUE BENTUK ENDAPAN TEKSTUR LOGAM EKONOMIS

SULFIDA RENDAH Serisit/illit-argilik-propilitik

SULFIDA TINGGI Kuarsa residual (vughy)-alunit-

Urat didominasi oleh

mineral kaolin-mineral illit-

Kuarsa ±karbonat Pirit, elektrum, emas,

propilitik Pirit, enargit-luzonit, kovelit,

galena, spalerit, kalkopirit,

kalkopirit, tennantit, emas,

arsenopirit. Kuarsa, kalsedon, karbonat,

telurida Kuarsa, alunit, kaolinit, dickit,

adularia, illit, kaolinit

pirofillit

(sebagai overprint), klorit Urat dominan, umumnya

Dominan diseminasi,

stockwock dengan sedikit diseminasi dan penggantian Urat, cavity filling (bands, colloforms, druses), breksi Au±Ag, Pb, Zn, Cu, As, Hg,

umumnya berupa penggantian dengan sedikit stockwork Penggantian wallrock, breksi, dan urat Au±Cu, As, Te

Te, Sb Tabel 6 karakter Umum Endapan Epiter Mineralisasi

Explorasi endapan bijih di Indonesia dari tahun 30-an sampai tahun 70-an selalu didasarkan pada peta metalogen Indonesia yang dibuat oleh Westerveld (1939). Dalam konsep tersebut Westerveld mengkaitkan dengan penyebaran batuan volkanik dan endapan bijih. Setelah tahun 70-an, konsep tersebut ternyata mempunyai banyak kelemahan-kelemahannya. Dengan munculnya teori tektonik global yang baru yaitu konsep tektonik lempeng, dimana terdapat hubungan interaksi lempeng, deformasi dan proses magmatisme, maka Mitchel (1972) mencetuskan konsep hubungan antara tektonik lempeng dengan mineralisasi, salah satu contonya adalah interaksi konvergen busur kepulauan dengan mineralisasi. Dengan menerapkan konsep tektonik lempeng secara benar, Mitchell dengan mudah menjelaskan model genetik dan perkembangan endapan bijih. Pembentukan endapan bijih diperlukan tiga syarat utama yaitu adanya sumber panas yang dapat berupa magma, larutan hidrothermal berupa larutan sisa magma dan ”channel way” dapat berupa ruang antar butiran dan struktur batuan. Selain itu dipermukaan dapat dikenali dengan adanya zona alterasi dan mineralisasi sehingga dengan mempelajari struktur, alterasi dan tipe mineralisasi akan memberikan suatu informasi yang dapat membantu untuk mengetahui secara langsung aliran larutan dalam

sisitem

hidrothermal.

Perbedaan tipe tektonika akan mempengaruhi tipe struktur utama dan lingkungan pembentukan endapan bijih, conto breksi pada umumnya sebagai “hosted rock” untuk endapan Au-Cu-Mn. Temperatur dan pH larutan merupakan faktor penting yang mengontrol tipe dari alterasi hidrothermal. Dengan mengetahui mekanisme dan transportasi larutan hidrothermal serta pengendapannya maka distribusi endapan bijih dapat diketahui bentuk cebakannya atau modelnya. Model endapan bijih dapat membantu dalam explorasi endapan bijih pada semua tingkatan, baik dalam pengamatan dari tipe endapan maupun kemenerusan arah aliran larutan, yang berarti arah dari endapan bijih yang bernilai ekonomis dapat dilacak. Genesa / cara terbentuknya mineral-mineral logam secara primer oleh pembekuan magma, dinamakan sebagai proses differensiasi magma yang telah

dibahas pada bagian proses differensiasi fraksinansi dan alterasi. Proses differensiasi magma

adalah

proses

pemisahan

magma

karena

pendinginan/penurunan

suhu/temperatur dan membentuk satu atau lebih jenis batuan beku. Jenis-jenis batuan beku yang terbentuk, masing-masing dicirikan oleh komposisi mineral yang berbeda, sesuai dengan komposisi magma dan temperatur pembekuannya. Karena proses differensiasi magma ini, komposisi mineral yang terjadi pada setiap jenis batuan beku yang terbentuk, bisa terdiri dari berbagai macam mineral logam maupun mineral non logam. Komposisi awal dari larutan magma serta kondisi-kondisi tertentu yang mempengaruhi proses pendinginan magma, dapat menghasilkan jebakan endapan mineral yang bersifat ekonomis yang kita kenal dengan mineralisasi. Akibat adanya tumbukan lempeng yang berarah utara-selatan menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan dengan arah penyebaran dan pola tertentu berhubungan dengan pembentukan mineralisasi. Struktur yang terbentuk akibat subduksi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Accretionary, yaitu struktur yang terbentuk sejajar dengan batas lempeng subduksi. 2. Transfer Structure, yaitu struktur yang terdapat disepanjang strike dan dip dari batas pengaruh sesar. 3. Conjugate transfer, yaitu struktur yang memotong prisma akresi dimana struktur ini merupakan tempat terbentuknya intrusi porfiri 4.

Related Documents


More Documents from "MrKanghasan"

29e-majels-april 2018.pdf
January 2021 0
Hizib Siti Mariam.pdf
February 2021 1
Asma Raja Daud.docx
January 2021 2
Asma Bahroini.pdf
February 2021 0