Buku Saku Klin Is

  • Uploaded by: Setia Budi II
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Saku Klin Is as PDF for free.

More details

  • Words: 53,096
  • Pages: 290
Loading documents preview...
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

INFEKSI

Buku Saku Klinis

· PNEUMONIA ·

Keadaan klinis Dapat dari komunitas

Didapat di rumah sakit Gangguan kekebalan Aspirasi

Mikrobiologi Pneumonia Etiologi S. Pneumoniae, H. Influenzae, Mycolasma, Chamydia Legionella, M. catarrhalis, Klebsiell, batang gram negatif lainya, S. auereus, S, pyogenes, dan virus (namun tidak ada organisme yang dapat diindentifikasi pada 40%-60% kasus) Batang gram negative yang meliputi pseudomonas, klebsiella, enterobacter, serratia,acinetobacter, dan s.aureus Semua yan tersebut di atas + PCP, jamur , Nocardia, mikobakterium atipikal, SMV, HSV, Pasien rawat jalan : flora mulut ( anaerob) Pasien rawat inap atau sakit kronis: batang gram negatif dan S.auereus.

Manifestasi klinis: ”Tipikal ”: demam dengan onset akut, batuk produktif atau sputum purulen, konsolidasi pada foto rontgen toraks. ”Atipikal”: onset batuk kering yang tersembunyi, gejala ekstrapulmonal (mual, muntah, diare, nyeri kepala, mialgia, faringitis), pola interstisial dengan bercak-bercak pada foto rontgen toraks. Walaupun perbedaan manifestasi ini digunakan secara klinis, studi menunjukann bahwa hal ini tidak dapat dipercaya untuk menentukan penyebab patogen ”tipikal” (S.pneumoniae,H.influensae) vs.”atipikal”(mycoplasma,chamydia) Pemeriksaan diagnostik Pewarnaan gram sputum : penggunanya masih duiperdebatkan, namun sensitivitas untuk pewarna gram yang baik adalah sebesar 85% . Apakah sempel sputumnya baik (cont:apakah sputum atau ludah)?→ sampel sputum yang baik seharusnya mengandung sel epitel <10 sel/LPB Apakah sempel purulen?→sampel purulen harusnya mengandung >25 PMN/LPB Kultur sputum: (sampel harusnya dibawa ke laboratorium dalam waktu 1-2 jam setelah dikumpulkan) Kultur darah (sebelum antibiotik): + pada ~10% pasien rawat inap Foto rontgen toraks (PA dan lateral); efusi seharusnya diaspirasi! SaO2 atau PaO2 Evaluasi laboratorium lainnya : pemeriksaan darah perifer lengkap dengan hitungan jenis, elektrolit, BUN/kreatinin, glukosa, kadar fungsi hati. Pemeriksaan mikrobiologi khusus:

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

Patogen aptikal : uji sebelumnya untuk mycoplasma (aglutinin dingin, sensitivitas 3060% Chlamydia (titer akut dan konvalesen ), dan legionella (Ag urine, sensitivitasi <70%) sekarang diganti dengan pcr Microbakterium tuberkulosis : sputum untuk pewarnaan tanah asam dan kultur mikrobakterium dan pasien dalam keadaan isolasi respiratorik HIV + atau imunosupresi yang diketahui : sputum yang terinduksi unuk PCP Virus : bilasan atau swab nasal untuk EIA tau DFA Uji HIV apabila pasien berusia antara 15-54 tahun dan rumah sakit mendapatkan lebih besar dari 1 kasus HIV baru tiap 1000 pasien yamg pulang Bronoskopi : pertimbangkan pasien yang mengalami ganguan kekebalan, sakit kritis, atau gagal berespons, atau jika curiga mtb atau PCP dan memerlukan sampel yang adekut, atau jika pasien telah mengalami suatu pneumonia kronis. Skor, prognosis dan triase yang dianjurkan P.O.R.T Kelas Skor Mortalitas Triase yang dianjurkan I Usia <50, tanpa penyakit <1,0 % Pasien rawat jalan penyerta II ≤70 <1,0 % Pasien rawat jalan III 71-90 2,8 % ? pasien rawat inap singkat IV 91-130 8,2 % Pasien rawat inap ) >130 29,2 % ICU Variabel Nilai Demografi Pria ( usia dalam tahun), wanita (usia-10), residen pada rumah perawatan (+10) Penyakit lain Neoplasma (+30) penyakit hepar (+20),CHF(+10),CVA(+10), penyakit yang ginjal (+10) mungkin ada o Pemeriksaan Perubahan status mental (+20), RR>30(+20), SBP<90 (+20), suhu <35 o atau 40 (+15), HR >125 (+10) Laburatorium pH < 7,35 (+30), BUN >30 (+20), Na <130(+20), glukosa >250 (+10), Hematokrit < 30 (+10) , PaO2 < 60 atau SaO2 < 90 (+10) pleura (+10) (N.Engl j med 336 : 243, 1997

Penatalaksanaan Skenario klinis Pedoman penatalaksanaan empiris Pasien rawat jalan Makrolit atau doksisiklin atau fluorokuinolon anti-pneumokokus (FQ) Dapat dari komunitas, bangsal perawatan, [Sefalosporin generasi 2/3±makrolid] atau FQ spektrum luas Didapat dari komunitas, bangsal perawatan, [makrolid + sefalosporingenerasi 3] + ICU [aminoglikosida snti-pneumokokis (AG)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

atau FQ] + makrolid jika curiga legionella + vankomisin jiks curiga MRSA Gunakan kekebalan Seperti diatas + TMP-SMX ± Aspirasi, pasien rawat jalan Klindamisin atau [penisilin + metronidazol] Aspirasi, pasien, rawat inap Klindamisin + PQ Rute terapi Pasei rawat inap sebaiknya diawali dengan antibiotik intravena penggantian rute pemberian obat dari intervena menjadi peroral dilakukan bila ada respon secara klinis dan pasien mampu menelan (biasanya dalam 3 hari) (Apabila memungkinkan, terapi lansung tertuju pada organisme, sebaiknya digunakan panduan suseptibilitas in vitro atau pola resistensi obat setempat)

•INFEKSI SALURAN KEMIH• Definisi Anatomi Bawah : uritritis, sistitis (infeksi superfisialis vesika urinaria), prostatitis Atas : pielonefritis (proses inflamasi parenkim ginjal), anses ginjal Klinis Tanpa komplikasi : sistitis pada perempuan hamil kelainan neurologis atau struktural yang mendasarinya Komplokasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-laki, atau perempuan hamil, aau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural yang mendasarinya Mikrobilogis ISK tanpa kompliksi : E. Coli (80%), proteus, klebsiella, enterokokus ISK dengan komplikasi : E. Coli (30%) enterokokus (20%), pseudononas (20%), S. Epidermidis (15%), batang gram negatif lainya. ISK yang berhubungan dengan kateter : jamur (30%), E . coli (25%), batang gram negatif lainya, enerokokus, S.epidermis Uritritis : chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae Manifestasi klinis Sistitis : piuria urgensi, frekuesi ↑, perubahan warna/ bau urine, nyeri suprapublik; demam biasanya tidak ada. Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge uretra prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont: hestansi, aliran lemah). Pielonefrritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam menetap mestipun di obati dengan antibiotik. Pemeriksaan Diagnostik

Urinalisis : piuria + bakteriuria ± hematuria 5 3 Hidung bakteri bermakna:≥10 unit koloni/ml pada perempuan yang asimtomatik.≥10 2 unit koloni/ml pada laki-laki ≥10 unit koloni/ml pada pasien simtomatik atau dengan karakter piuria steril →uretritis , tuberkulosis ginjal, benda asing. Kultur dan pewarnaan gram urine ( dari urine porsi tengah atau spesimen lansung dari katater) Pada perempuan hamil dan pasien yang menjalanin pembedahan urologi lakukan skrining terhadap bakteriuria asimtomatik Kultur darah : pertibangkan pada ISK dengan komplikasi Deteksi DNA atau kultur terhadap C. Trachomatis, N.gonorrhoeae pada pasien yang kegiatan seksualnya aktif atua pada piuria steril Spesimen urine porsi pertama dan porsi tengah, pemijatan prostat, dan spesimen urine pascapijatan prostat pada kasus-kasus kecurigaan prostatitis CT scan abdomen untuk menyingkirkan abses pada pasien pielonefritis yang demamnya tidak turun aetelah 72 jam Tindakan diagnostik urolohi (USG ginjal, CT abdomen, sistografi berkemih) jiks ISK berulang pada laki-laki Penatalaksanaan ISK Skenario klinis Pedoman pelaksanaan empiris Sistitis TMP-SMX atau FQ PO selama 3 hari (tanpa komplikasi) atau selama 10-14 hari (komplikasi) Bakteriuria asimtomatik pada perempuah hamil atau pernah mengalami pembedahan urologi sebelumnya →antibiotik selama 3 hari Uretritis Tangani untuk Neisseria dan ChlaMydia Neisseria; seftriakson 125 mg IM x 1 atau ofloksasin 400 mg PO x 1 Chlamydia; doksisiklin 100 mg PO x 7 d atau aztromisin 1 g PO x 1 Prostatitis TMP-SMX atau FQ PO x 14 – 28 hari (akut) atau 6-12 minggu (kronis) Pielonefritis Pasien rawat jalan; FQ atau amoksilin/klavulanat atau sefalosporin generasi I PO selama 14 hari Pasien rawat inap; [ampisilin IV + gentamisin] atau ampisilin/sulbaktam atau FQ selama 14 hari (perubahan IV→PO apabila pasien secara klinis membaik dan tidak demam selama 24-48 jam dan kemudian diselesaikan dengan pemberian selama 14 hari) Abses ginjal Drainase + antibiotik seperti pada pielonefritis (apabila memungkinkan, terapi langsung ditunjukan pada organisme, dapat digunakan panduan suseptibilitas in vitro dan pola resistensi obat setempat

· INFEKSI TULANG DAN JARINGAN LUNAk· Selulitas Definisi Infeksi superfisial dan protunda pada dermis dan lemak subkutan Mikrobiologis Streptococcus dan stphylococcus (penyebab yang lebih jaarang) Manifestasi klinis Eritema, edema, hangat ± limfadenitis (goresan merah di proksimal) limfadenopati regional Diagnosis sebagian besar berdasarkan diagnosis kelinik; asirasi jarum dan kultur darah memiliki hasil < 5% Penatalaksanaan Antibiotik (biasanya sefalosprin generasi 1 atau penisilin resisten penisilinase) + elevasi (mungkin menjadi buruk setelah memulai antibiotik karena perubahan bakteri→ pelepasen enzim inflamasi) ”KAKI DIABETIKUM” Definisi Ulkus kaki neuropatik yang mengalami infeksi Ringan = superfisialis, tidak ada sandi atau tulang yang terkena Mengancam jiwa atau ekstremitas = profunda, mengenai sandi dan tulang, toksisitas sistemi, atau iskemik pada ekstremitas Mikrobiologi Ringan : biasanya S. Aureus atau strepyokokus aerobik Mengancam jiwa atau ekstremitas: Polymicrobial dengan aerob + anaerob Aerob: stafilokokus, enterokokus, dan batang gram negatif lainya (termasuk Psedomonas) Anaerob: stafilokokus anaerob, Bacteriodes, Clostridium (jarang) Manifestasi klinis Ulkus dengan eritema dan hangat di sekelilingnya ± drainase purulenta Rasa nyeri mungkin tidak ada karena neuropati ± kripitasi → gas →infeksi campuran dengan batang gram negatif dan anaerob atau infeksi Clostridium ± osteomielitis yang mendasarinya ± Toksisitas sistemik ( demam, mengigil, leukositosis, hiperglikemia) Pemeriksaan diagnosis Apusan superfisial ulkus tidak berguna (mungkin mendeteksi secara sederhana organisme yang berkoloni di superfisia

Kultur luka (cont : kuretase pada dasar ulkus setelad debridemam) memiliki ↑ sensitivitas terhadap organisme yang menginfeksi Kultur darah (seharusnya dilakukan pada pasien, + pada 10-15 % pasien) Osteomielitis seharusnya selalu disingkirkan ( lihat dibawah untuk uji pencitraan spesifik) pemeriksaan tulang ( kemampuan untuk mencapai tulang melalui ulkus/trakus) memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitasnya rendah. Spesimen biopsi tulang paling dapat dipercaya Penatalaksanaan ( N Engl J med 331 : 854, 1994) Tirah baring, status tanpa beban berat badan Antibiotik Berat infeksi Antibiotik Empiris Ringan Sepalosporin generasi 1 atau penisilin resisten – penisilinase Mengancam FQ + klidamisin atau ampisilin-sulbaktam atau tikarsilin-klavulanat atau ekstremitas sefoksitin atau sefotetan Mengancam jiwa Imipenem atau vankomisin + aztreonam + metronidazol atau ampisilinsulbaktam + AG Pembedaah: dilakukan secara dini, agresif, dan debridemam bedah yang berulang, amputasi mungkin diperlukan. FASITIS NEKROTIKANS Definisi Infesi dan nekrisis fasia superfisialis, lemak subkutan, dan fasia profunda (nekrosis arteri dan saraf pada lemak subkutan→gangren) Gangren Foumier: fasitis nekrotikans pada genitalia laki-laki ( digunakan oleh beberapa penulis untuk menggambarkan terkenanya perineum perempuan atau laki-laki) Epidemiologi ↑ Resiko pada pasien diabetes, PVD, pecandu alkohol, pengguna narkoba intravena, imunosupresi, sirosis Dapat pula mengenai individu yang sehat Mikrobiologi Kelompok I ( dinding abdomen dan perinium): polimikroba (anaerob + anaerob fakultatif + batang gram negatif) Kelompok II (ekstramitas) : stretococcus pyogenes ± stafilokokus Kelompok III: infeksi vibrio marine Manifestasi klinis Tempat infeksi yang paling sering adalah ektramitas, dinding abdomen,dan psrineum,namun dapat terjadi di mana saja Perubahan kulit berupa selulitis dengan batas yang sangat tidak jelas, menyebar dengan cepat yg diikuti dengan tanda toksisitas sistemik + nyeri melebihi derajat selulitis yang tampak,kulit menjadi hiperestetik atau anestetik Terbentuk bula (serosa →hemoragik); kulit jadi gelap hingga abu-abu kebiruan → gangren Kutis ± krepitas atau udara yang terlihat secara

rediografik Tanda Diagnostik Memerlukan kecurigaan klinis drajat tinggi karena pemeriksaan fisik yang nonspasifik

Aspirasi pada pusat nekroris; kultur darah Pemeriksaan pencitraan: foto polos → udara pada jaringan lunak; CT scan →infeksi yang meluas, udara jaringan lunak; MRI → kontas jaringan yang paling baik Diagnosis klinis cukup untuk mengawali eksplorasi pembedahan yang urgen Penatalaksanaan Penanganan definitif adalah debridemam bedah dari jaringan nekrotik dan fasiotomi Antibiotik spektrum luas agar bisa mencakup flora kulit, enterokokus, enterik gram negatif; dan anaerob (cont: klidamisin + panisilin + AG) Oksigen hiperbarik : mengkin bermanfaat untuk membatu terapi, namun sebaiknya tidak menunda penanganan pembedahan definitif Prognosis Secara umum fatal apabila tidak diobati; mortalisis yang dilaporkan 20-50% MIONEKROSIS KLOSTRIDIUM (GAS GANGREN) Definisi Infeksi klostridium pada otot rangka yang mengancam jiwa dan fulminan Biasanya truma otot + luka terkontaminasi bahan yang mengandung spora klostridium Manifestasi klinis Masa inkubasi 6 jam hingga 2-3 hari Onset akut dengan rasa berat atau nyeri yang intensitasnya bertambah dengan cepat disertai toksisitas sistematik yang jelas Diskolorasi pada kulit warna perunggu dengan bula yang tegang yang mengandung cairan serosanguinosa atau cairan gelap dan daerah nekrosis Krepitas muncul namun tidak menonjol (seperti udara dalam otot ) dan mungkin dikaburkan dengan edema yang menonjol Pemeriksaan Dioagnosis Pewarna gram pada discharge dapat mengandung basil gram positif yang besar dengan ujung tumpul namun sangat sedikit mengandung PMN Bakteremia klostridium pada ~ 15% Foto rontgen polos : gambaran diseksi udara di dalam otot Penatalaksanaan Eksplorasi pembedahan dengan debridemam pada otot yang terkena, fasiotomi, dan amputasi bila perlu Antibiotik: penisilin G dosis tinggi 24 MU IV bibagi tiap 2-3 jam + klindamisin 900 mg IV tiap 8 jam Oksigen hiperbarik OSTEMIEITIS Definisi Infeksi pada tulang karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung dari fokus yang berdekatan Mikrobiologis (N Eng J med 336: 999,1997) Hematogen : S. Aureus

Fokus berdekatan karena fraktur terbuka, bedah ortopedi, contoh : S. Aureus dan S. Epidermidis Fokus berdekatan + insufisiensi vaskular (seperti kaki diabetikum): polimikrobial (kokus gram positif dan batang gram negatif aerob dan anaerob) Manifestasi klinis Lemahnya jaringan lunak di sekitar ± fistula ke kulit superfisial Osteomielitis vertebra (manifestasi yang paling sering pada orang dewasa pada berusia diatas 50 tahun ) ; nyeri punggung dan demam ± demam, malise, dan keringat malam ( lebih sering pada penyebaran hematogen dibandingkan dari tempat yang berdekatan) Pemeriksaan diagnostik Identifikasi organisme penyebab merupakan kunci utama Data kultur dari jaringan ( yang spesimennya di ambil melalui pembedahan atau biopsi jarum) bukan dari usapan ulkus atau fistula Kultur darah ( lebih sering positif pada osteomielitis hematogenik akut) Pencitraan Foto rentgen polos: normal pada awal penyakit, lesi litik terlihat setelah 2-6 minggu CT scan dapat menunjukan reaksi periosteum dan kortikal serta destruksi daerah medularis MRY: dapat mendeteksi perubahan yang sangat dini Pencitraan radionuklir: sangat sansitif namun tidak spesifik (positif palsu bila ada peradangan jaringan lunak yang mendasarinya) Penatalaksanaan Antiboitik (berdasarkan pada data kultur) X 4-6 minggu Pembedahan sebaiknya dipertimbangkan untuk hal berikut: osteomielitis vertebral piogenik ( seperti : kompresi medula spinalis, abses, epidural); atau prostesis yang terinfeksi ٠MENINGITIS٠ MENINGITIS BAKTERIAL AKUT Definisi Infeksi bakteri pada ruang subaraknoid

Etiologi S. Pneumoniae (30-50%) N. maningitidis (10-35%)

Mikribiologi Meningitis pada Orang Dewasa Keterangan Penyebab paling sering pada orang dewasa. Cari penyebaran infeksi ( i.e,trias Osler : meningitis, pneumonia, endokarditis) Terutama pada anak-anak dan dawasa muda; mungkin berhubungan dengan ruam berupa peteki atau purpura. Defisienisi pada pada komponen komplemen terminal yang merupakan faktor predisposisi menigokoksemia rekuren, dan lebih jarng, meningitis

H. influenzae ( < 5% )

↓ insiden pada anak-anak karena vaksin H.influenzae tipe b. Cari faktor pencetus pada orang dewasa (seperti kebocoran LCS, prosedur bedah saraf yang baru dilakukan, trauma, mastoiditis)

L. monocytogenes (5-10%)

Terjadi pada orang tua, pecanco alkohol, atau pasian dengan keganasan, imunosupresi, atau kelebihan zat besi. Wabah dihungkan dengan susu yang terkontaminasi, keju, kubil kol, sayuran mentah, selain yang disebutkan, sering dihubungkan dengan pleositosis poli-predominan gram Biasanya nosokomial, pasca-tindakan, pada orang tua atau yang tanggap ( 1- imunnya lemah

Batang negatif 10%) Stafilokokus (5%) Infeksi campuran

Terlihat pada pemasangan pirau LCS indwelling (S. Epidermidis) atau setelsh menjalani bedah saraf mengikutinya atau truma kapitis (S.auerus) Curiga fokus paramenigeal

Manifestasi Klinis Demam (95%) Nyeri kepala, lehar kaku (85%) dan fotosensitif Perubahan setatus mental (80%) termasuk delirium, penurunan kesadaran, konfusi, letergi, kejang Penampakannya mungkin atipikal pada pasien tua, dengan letergi dan konfusi primer, dan tanpa demam Pemeriksaan fisik 0 Kaku laher tanda kernig ( pasien supinasi dengan finggul fleksi pada 90 , dan lutut fleksi 0 pada sudut 90 positif apbila ekstansi pasif pada lutut menghasilkan tahanan); tanda Brudzinski ( pasien supinasi dan ekstremitas supinsi; positif apabila fleksi lehar pasif→fleksi lutut dan/ atau pinggul secara involuter); catatan, tanda kernig dab Bruzinski positif hanya pada lebih kurang 50% pasien ± temuan neurologik fokal ( hemiparesis, afsia, menyempitnya lapangan pandang, palsi saraf kranialis) ± Papiledema ± Raum kulit : makula-papular, peteki, atau purpura Pemeriksaan diagnostik 3 Punksi lumbal : pewarnaan gram(cm) pada CCS memiliki sesitivitas Kondisi Tampilan Tekanan Glukosa 60-90% TPdan (mg/dl) WBC/mm kultur memiliki sensitivitas 70-80% tipe (mg/dl) Pertimbangkan Ct scan kepala sebelum LP apabila terdapat ganguan neurologik predominan fokal, papilledema, koma Normal Jernih atau pasien9-18 0-5 50-75 15-40 Temuan CSS pada limfosit meningitis

Bakterial

Berkabut

18-30

100-10,000 < 45 100-1000 PMN TB berkabut 18-30 < 500 limfosit < 45 100-200 Fungal berkabut 18-30 <300 limfosit < 45 40-300 Aseptik Jernih 9-18 < 300 PM → 50-100 50-100 limfositr Tekanan pembuka > 45 cm beresiko tinggi terjadinya herniasi sehingga hanya ambil CSS pada manometer dan infuskan larutan manitol 20 % (0,25-0,5 g/kg) IV selama 20-30 menit Pemeriksaan CSS tambahan tergantung pada kecurigaan klinis : pewarnaan tahan asam dan kultur, pewarnaan preparat india, atigen kriptokokus (CRAG), kultur fubgsi, PCR ( seperti:HSV); kegunaan asai aglutinasi yang masih dipertanyakan Kultur darah Gambar 6-1. nomogram untuk perkiraan probabilitas meningitis bakterial (ABM) vs. Meningitis virus (AVM)

Usia th.

Bulan

Probabilitas ABM vs AVM

Rasio Glukosa

B

11000

0,05

10000

garis baca

garis baca

Jumlah total PMN./mm

9000

0,10

8000 12

12 bl

A

75 70 18

50

35 30

1 peb

1 mar

1 jun

1 apr

1 des

2y

1 mei

1 nov

5

1 jun

0 bl

1 jul 1 agus 10

6000

1 sep 1 agus

,80 ,60 ,40 ,20

,99

0,30

,90

0,35

,70 ,50 ,30 ,10 ,01

15 20

22

1 okt

95

,05

25 22

0,20 0,25

1 peb

45 40

7000

5000

6 bl

65 60 55

0,15

A

4000 3000 2500 2000

0,40

1500

0,45

1000 500

0,50

400 0,55

300

>0,60

100 200

B

50 10 5 0

( Langkah 1 tempatkan penggaris pada daris baca untuk pasien dan bulan munculnya gejala dan tandai garis potongnya dengan garis A. Langkah 2. tempatkan penggaris pada nilai untuk gulukosa dan PMN total dalam LCS dan tandai garis potongnya dengan garis B. Langkah 3. gunakan penggaris untuk menghubungkan tanda-tanda tersebut pada garis A dan B, kemudian baca kemungkinan pada ABM vs AVM. Digunakan atas ijin dari spanos, A, H,

harrel, F E, E Jr, Drurack,D.T differentail diagnosis of acute meningitis. JAMA 262 © :2700,1989. 1989,AMA).

Skenario klinis Dewasa normal

Penatalaksanaan meningitis Pedoman penatalaksanaan empiris Sertriakson 2 g IV setiap 12 jam atau sefotaksim 2 g IV setiap 4-6 jam + Vankomisin 1 g IV setiap 12 jam ( pada kasus pneukokokus resisten sefalosporin) + Apisilin 2 g IV setiap 4 jam apabila curiga Listeria kloramfenikol + TMP/SMX + Vankomisin apabila alergi ß-laktam Apisilin + dseftazidim ± vankomisin

Ganguan imun Pirrau CSS, Vankomisin + sefazidim baru menjalani bedah saraf, atau trauma kapitis Antibiotik empiris sebaiknya diawali sesegera mungkin. Apabila berkanaan dengan ↑TIK, kemudian periksa kultur darah →mulai antibiotik empiris → lakukan CT scan kepala → LP (jika tidak ada kontraindikasi); hasil cairan CSS mungkin tidak mengalami perubahan apabila didapatkan dalam waktu kurang lebih 4 jam dari pemberian antibiotik pertama kali Kortikosterroid: tidak ada bukti yang meyakinkan untuk pengguna rutin pada orang dewasa namun, apabila TIK ↑, edema serebri, stupor atau koma, pertimbangkan pemberian deksametason 1 g IV setiap 6 jam selama 4 hari Profilaksi : rifampin (600 mg PO 2x1x2 hari) atau siprofloksasin (500 mg PO dosis tunggal) untuk kontak dekat pada pasien dengan meningitis meningkokus (Apabila memungkinkan, terapi langsung terhadap organisme, dapat digunakan paduan suseptibilitas in vitro atau pola resistensiobat setempat) Prognasis Motartlitas di dalam rumah sakin 25% untuk menigitis yang didapat dari komunitas dan 35 % untuk meningitis nosokomial MENINGITIS ASEPTIK Definisi Data mikrobiologi negatif untuk bakteri, pleositosis pada CSS tanpa predominasi PMN

”Aseptik” adalah istilah yang salah, hanya dipakai untuk menyatakan kecilnya kemungkinan meningitis bakterial akut, walaupun hal ini tetap saja bisa disebabkan oleh etiologi yang enfeksius maupun yang noninfeksius. Etiologi Virus: eneterovirus, HIV, HSV, (tipe 2 lebih sering dari pada 1), gandongan, virus koriomeningitis limfoksitik, virus esefalitis (seperti: Eastern, wastern, St. Louis, California), adenovirus, SMV, EBV Tuberkulosis, fungsi, spirochaeta (penyakit Lyme, sifilis, leptospirosis), riketsia, Coxiella, Ehrlichia Meningitis bakterial dengan pengobatan yang tidak tuntas Fukos infeksi parameningeal (seperti : abses otak, abses epidual, tromboflebitis septik pada sinus venosa duramater, atau empiema subdural) Obat – obatan : TMP/SMX, NSAID, penisilin, isoniazid Penyakit sistemik: SLE, sarkoidosis, sendrom Behcet, sindrom Sjogren, arthritis reumatiod Neoplasma : tumor intrakranial (atau kista), meningitis limfomatosa atau korsinomatosa • ENDOKARTIDIS BAKTERIALIS• Definisi Infeksi edotelium jatung (termasuk namun tidak terbatas pada katup) Akut (ABE): infeksi pada katup normal dengan suatu organisme virulen (seperti : S.aureus) Sabukat (SBE): infeksi lamabat pada katup abnormal dengan organisme yang kurang virulen (seperti. S.viridans) Kondisi pendukung Katup abnormal: penyakit katup jantung rematik, MVP dengan MR, klasifikasi katup aorta atau bikuspid, prostesis Resiko bakteriemia abnormal : pengguna narkoba intravena, pemasangan kateter vena indwelling Kriteria Duke Mayor Bakteremia yang menetap karena suatu organisme yang diketahui menyebabkan endokarditis Terkenanya endokardium yang diketahui baik dari: ekokardiogram( vegetasi, abses perforasi katup, prostesik terbuka) atau regurgitasi katup baru yang dipatiskan dengan jelas

Minor Kondisi pendukung (lihat diatas) Demam Fenomena vaskural : arterial septik atau emboli paru, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, lesi janeway Fenomena imun: glomerulonefritis, nodus osler, bercak Roth, faktor reumatiod Kultur darah + tidak sesuai denga kriteria mayor

Ekokardiogram + tidak sesuai dengan kriteria mayor Diognisis definitif (kemungkinan besar) jika 2 kreteria mayor, atau 1 kreteria mayor +3 kreteria minor, atau 5 kreteria minor (Am J med 96:200,1994)

Etiologi

S. viridans Sterptokokus lainya Enterokokus S. aureus S.epidermidis Batang gram negatif

Mikrobiologi pada endokarditis Endokarditis katup asli (NVE) Endokarditis katup prostetik (PVE) Bukan Pengguna Awal (< 6 bulan Lanjut (>6 pengguna narkoba pascaoperasi) bulan narkoba intravena pascaoperasi) interavena 50% 10% <10% 35% 5% <5% <5% <5% 10% 20% 5% < 5%

8% 60% <5% 10%

<5% 15% 40% 10%

10% 10% 20% < 5%

lainya < 5% < 5% 10% 10% Kultur negatif < 5% < 5% < 5% < 5% Kultur negatif = steptokokus defisiensi-zat gizi, HACEK (Haemophilus Parainfluenzae dan Aphrophilus, Cardiobacterium, Eikenella, dan kingella), Bartonella, Coxiella, Chlamydia, Legionella, Brucella Diadaptasi dari karchmer,A,W. Infective Endocarditis. In Braunwald, E., ed,. Heart Disease, ed. Ke -5, Philadelphia: W B Saunders Company, 1997.) Manifestasi klinis Bakterimania persisten : demam (80-90%), anoreksia, penurunan berat badan, fatigue Infeksi perivalvular atau valvular: regurgitasi katup baru, abnormalitas hamtaran, gagal jatung kongestif Emboli septik: lesi janeway, emboli sistematik (seperti pada SSP, ginjal, lien, atau sendi) emboli paru (dengan endorditis sisi kanan) aneurisme mikotik, Ml ( embolus arteri koronaria) Fenomena kompleks imun: Nodus Osler, artritis, glomerulonefritis, RF +, ESR ↑ Pemeriksaan fisik HEENT : bercak roth (perdarahan retina dengan bagian tengahnya pucat ) peteki (konjungtiva, palatum) Jantung : regurgitasi valvular ± thrill ( ruptura korda tendinea atau valvular fenestrata), prostetik bergetar, bunyi katup, gesekan perikardium. Pemeriksaan berkala terhadap bukti perubahan murmur,dsb.

Abdomen : splenomegali yang nyeri tekan Eksremitas Lesi janeway, (tiadak nyeri, makula hermoragik pada telapak tangan dan kaki) Nodus Osler (nodul nyeri pada bantalan jari) Hermoragik spliner proksimal bantalan kuku clubbing ( jari tubuh) Pemeriksaan diagnosis Kuktur darah ( sebelum melalui antibiotok) : piling sedikit 3 set ( botol aerobik dan anaerobik) dari dari tempat yang berbeda, idealnya ditempatkan paling sedikit stu jam terpisah. Periksa pengawasaqn kultur darah (paling sedikit 2 set) setelah antibiotik yang tepat mulai diberikan untuk mencatat klirens, ulangi setiap 24-28 jam sampai hasilnya negatif Hitung darah lengkap dengan hitung jenis,LED, faktor reumatoid, BUN, kreatinin, urinalisis dan kultur urine Elektrokardiaogram (ketika dirawat dan pada interval reguler ); untuk menilai abnormalitas hantaran yang baru. Ekokardiogram: pertama-tama mencari TTE : pertimbangkan TEE apabila (1) TTE non-diagnostik; prostetik; atau, (3) curiga infeksi yang progresif atau invasit (seperti:bakteremia persisten atau demam, abnormalitas hantaran yang baru, pirau intrakadiak,dll) Metode

Sensitivitas NVE PVE Abses Transtoraksikus (TTE) 50% 36% 28% Transesofagus(TEE) >90% 82% 87% (Ches 100:352:1991; Eng J Med 324:795,1991; J Am Coll Cardiol 18;391,dan AM J Cardiol 71:201,1993 Penatalaksanaan Cari dula data kultur ABE→antibiotik sebaiknya dimulai tepat setelah data kultur diperoleh SBE→apabila hemodinamika pasien stabil, antibiotik mungkin ditunda untuk pemperoleh data kultur darah yang akeuat dan lebih tepat, terutama pada kasus yang belum diberikan antibiotik Terpi empiris yang dianjurkan ABE katup asli:[nafsilin + gentamisin] atau [vankomisin +gentamisin] apabila prevalensi MRSA tinggi SBE katup asli : panisilin/ampisilin + gentamisin Katup prostetik: vankomisin + gentamisin + rifampin Atur rigmen antibiotik berdasarkan organisme penyebab dan sesitivitasnya

Ulagi kultur darah 4 kali hingga pasien bebas demam Demam mungkin tetap tinggi hingga minggu pertama setelah pemberian terapi antibiotik yang tepat Antukoagulasi sismetik merupakan kontraindikasi relatif terhadap resiko kejadian emboli serebri hemoragik

Durasi terpi biasanya 4-6 minggu (dengan pengguna AG hanya untuk 2 minggu pertama ), kecuali pada kasus endokarditis sisi kanan tanpa komplikasi, yang pada 2 minggu terapi akan mendapatkan hasil yang berdeda Indikasi pembedahan Keputusan untuk memulai pembedahan sering kali sulit dan perlu melalui kolaborasi yang cermat dengan ahli bedah sejawat. Secara umum, cobalah untuk memberikan atibiotik selama mungkin dengan harapan penurunan insiden munculnya kembali infeksi pada prostesis, dan juga meningkatkan integritas struktural jaringan yang akan menerima prostesis tersebut Emboli septik serebri sering dipertimbangkan sebagai suatau kontraindikasi untuk melakukan pembedahan segera karena tingginya resiko konversi perdarahan selama operasi bypass kardiopulmonal sema 10 -14 hari pertama Indikasi untuk pembedahan Gagal jatung kongestif refrakter (yaitu: walaupun ada terpi medis maksimal , setingkat ICU) Infeksi yang refrakter atau menetap (seperti kultur darah + setelah satu minggu dengan antibiotik intravena yang sesuai) Inveksi yang invasif (seperti abses berbentuk cicin, defek hantaran yang memburuk) Katup prostetik, terauma dengan malfungsi atau terbukanya katup atau infeksi S. Aureus Emboli sistematik yang rekulen Infeksim jamur

Keadaan jantung

Prosedur

Regimen

Profilaksis Edokarditis Resiko tinggi: katup prostetik, riwayat endokarditis, penyakit jantung kongenital sianotik yang komplek, pirau atau saluran pulmonik sistemik yang dibuat dengan pembedahan Resiko sedang: kebanyakan jatung kongenital lainya, penyakit katup jantung didapat katup aorta bikuspidalis,MVP dengan kuspid yang menebal atau regurgitasi,HCM Gigi: ekstraksi, prosedur periodontal, iplantasi, salutan akar pembersihan Pernapasan: bedah pada mukosa repiratorik, bronkoskopi rigid Saluran cerna : skleroterapi dilatasi esofagus, ERCP dengan obstruksi kandung empedu, bedah usus atau traktus, biliaris Saluran kemih: bedah prostat, sistoskopi, dilatasi uretral Prosedur gigi, pernapasan, atau saluran cerna Amoksilin 2 g 1 jam sebelumnya (klindamisin 600 mg jika alergi pinisilin) Saluran cerna/kemi + kondisi berisiko sedang Amoksisilin 2 g 1 jam sebelumnya atau ampisilin 2 g IM/IV dalam 30 menit tindakan (Vankomisin 1 g IV jika alergi penisilin) Saluran cerna/kemih + kondisi berisiko tinggi ampisilin 2 g IM/IV + gentamisin 1,5 mg/kg dalam 30 menit tindakan diikuti dengan ampisilin 1 g IM/IV atau amoksisilin 1 g PO 6 jam kemudian

(vankomisin 1 g IV + gentamisin seperti diatas bila alergi penisilin) (JAMA: 277: 1794, 1997) •TUBERKULOSIS• Epidemiologi Prevalensi di amerika serikat : 10-15 juta orang: perkiraan prevalensi penyebaran diseluruh dunia 1,7 milyar orang ↑ insiden di amerika serikat antara tahun 1984 dan dan 1992 karena HIV, kemiskinan, gelandangan, imigrasi, dll insiden populasi yang tinggi: terlahir asing, pelayanan medis yang tidak adekut, penghuni rumah perawatan/penjara, beberapa pekerja perawatan kesehatan risiko pupulasi yang tinggi : berkontak dengan pasien yang berinfeksi, HIV + atau imunodefisiensi lainya, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, IVDA, alkohlik, malnutrisi Mikrobiologi dan patogenesis Penyebaran Mycobacterium tuberculosis melalui partikel kecil aerosol (seperti: nuklei droplet) 90% dari penjamu normal yang terinfeksi tidak akan pernah berlanjut menjadi penyakit yang terbukti secara klinis, 10% lagi akan berlanjut risiko reaktivitas (setelah konversi PPD) adalah ~2 % tahun selama 2-3 tahun pertama setelah infeksi Gambar 6.2. Patogenesis Penyakit TB inti droplet yang mengandung kuman TB

replikasi pada lobus dependen

reaksi lokal

penyembuhan cepat penyebaran TB progresif limfatik primer penyembuhan pneumonia kalsifikasi kavitas efusi

penyebaran hematogen

sembuh infeksi laten

reaktivitas TB apikal limfatik tulang meningeal saluran cerna/kemih milier

TB progresif apikal limfatik meningeal milier

(Courtesy of Nesli Basgoz, MD,MGH) Skrining terhadap infeksi Orang yang perlu diskrining : populasi ysng tinggi prevalensi dan risikonya

Cara melakukan skrining : uji tuberkulin Mantoux (seperti: purified derivative atau PPD) suntikan 5-TU (0,1ml) PPD kekuatan sedang intradermal →benjolan; periksa dalam 48-72 jam Cara menginterpretasikannya: menentukan diameter maksimal pada indurasi dengan palpasi ≥5mm +: kontak dengan pasien infeksius; rontgen toraks foto TB lama yang sudah sembuh; HIV + atau tak diketahui namun berisiko tinggi ≥10mm +: populasi berisiko tinggi atau prevalensi tinggi ≥15mm +: semus orang negatif palsu : aplikasi yang salah, anergi.TB primer yang baru terjadi (10-25% awalnya negatif), infeksi akut non-TB, keganasan positif palsu: pembacaan yang tidak tepat, reaksi silang dengan penyakit atipikal, dalam 2 tahun vaksinasi BCG (walaupun biasanya <10mm) Efek booter:↑ indurasi karena penguatan imunologi yang ada melalui uji kulit sebelumnya pada seorang individu yang pernah tersensitisasi (misalnya infeksi) uji ini bisa dari negatif menjadi positif, namun hal ini bukan berarti suatu konversi nyata akibat infeksi yng baru saja ter jadi. Uji kedua adalah kondisi dasar pasien yang benar, efek booster dapat terlihat sapai 1 tahun setelah uji kulit yang pertama kali dilakukan Manifestasi klinis Pneumonia tuberkulosis primer: kondisi lodus interior atau media, efusi ±, kavitas ± Tuberkulosis pleura: dapat terjadi bersamaan dengan penyakit primer atau yang mengalami reaktivasi. Karena pecahnya granuloma sehingga isinya tumpah kedalam kavum pleura dan terjadi peradangan setempat, efusi paru ± efusi paru perikardium dan perikardium dan peritoneum (tuberkulosis poliseroitis) Penyakit tuberkulosis paru reaktivasi: jaringan parut apikal + kavitasi Tuberkulosis milialis: onset akut atau perlahan; penyebaran luas karena bersifat hematogenik biasanya pada pasien yang mengalami gangguan kekebalan, diabetes, alkoholik, atau pasien kurang gizi. Gejala konstitusional (demam, keringat malam, penurunan berat badan) menonjol penyakit paru yang lesi yang menyerupai biji padi yang kecil (2-4mm) pada foto rontgen otraks Tuberkulosis ekstraparu: perikarditis,peritonitis, meningitis, nefritis, osteomielitis, hepatitis, limfadenitis,kutaneus Tuberkulosis dan infeksi HIV: pasien yang terinfeksi HIV dan mengalami gangguan kekebalan lainya berisiko mengalami reaktivitas dan infeksi primer takterkontrol yang progresif. Seluruh pasien yang infeksinya HIV sebaiknya menjalani uji PPD sebagai bagian dari evaluasi dasar pemeriksaan laboratorium awal dan selanjutnya dikerjakan setiap tahunnya. Pemeriksaan diagnosis Pulasan tahan asam (diagnosis cepat) dan kultur (lebih sensitif dan menyebabkan uji suseptibilitas) pada sputum, lavase alveolar bronkoskopik, pleura, atau spesimen klinis lainya PCR: sensitivitas 94-97% apabila dibandingkan dengan pulasan; sesitivitas 4077% apabila dibandingkan dengan kultur

Terapi peventif Singkirkan penyakit aktif dengan setiap pasien dengan tanda atau gejala yang mencurigakan sebelum memulai pemberian INH Profilaksis yang sesuai mengurangi insiden penyakit berikut hingga 6575%

Perlu menyesuaikan terapi berdasarkan prevalensi dalam populasi ( yang akan mempengaruhi nilai prediktif positif pada”PPD + ”) dan risiko infeksi yang tidak terobati pada pasien tersebut Monitor adanya hepatitis : jika aminottransferase meningkat 5x normal atau simtomatik → hentikan obat anti-TB dan evalusi kembali Penatalaksanaan tuberkulosis Isolasi pasien Gunakan regimen yang terdiri dari kombinasi obat terhadap organisme yang rentan Meningkatkan kepatuhan terapi; terapi observasi secara langsung (DOT) yang hemat biaya untuk pasien dengan resiko tinggi untuk tidak patuh Kelompok usia (tahun) Kategori <35 ≥35 Resiko tinggi (kontak pasien yang Obati apabila PPD ≥ 5 mm terinfeksi, foto toraks abnormal, HIV + Resiko sedang (penyakit kronis, Obati apabila PPD ≥ 10 mm imunosupresi) Terhadapat konversi dari uji kulit Obati apabila PPD + berdasarkan pada pedoman skrining diatas sebalum (sebelum dalam 2 tahun) Populasi insiden tinggi Obati apabila PPD ≥ 10 mm Jangan di obati Obati apabila PPD ≥ 15 mm Jangan dio bati (AM J Resp Crit Care 149:1359,1994 Skenario Mungkin sensitif INH Foto toraks abnormal atau HIV +

Regimen INH 300 mg PO 4x1 + piridoksin 50 mg 4x1 INH 300 mg PO 4x1 piridoksin 50 PO 4x1 selama 12 bulan Kasus kontak yang resisten INH RIF +PZA selama 2 bulan Kasus kontak yang diketahui atau dicurigai Tidak ada regimen yang terbukti :? PZA +ETB resisten terhadap berbagai kombinasi obat TB ? PZA+FQ (INH=isoniasid, RIF=rifampin,PZA=pirazinamid,ETB=etambutol, FQ = fluorokuinolon)

Obat Isoniasid (INH) Rifampin (RIF)

Pirazinamid (PZA)

Boat-obatan Anti-tuberkulosis Dosis Efek sampaing 300 mg POx Hepatitis, neuropati perifer (dicegah dengan 4x1 piridoksin yang diberikan bersamaan), sindrom menyerupai lupus 600 mg PO 4x1 Diskolorasi jingga atau urine/air mata, hepatitis, gangguan saluran cerna, hipersensitivitas, demam 25 mg/kg POx Hepatitis, hiperurisemia, anritis 4x1

Etambutol (EMB) Streptomisin (SM) Amiksin (AMK) Siprofloksasin (CIP)

15 - 25 mg/kg Neuritis optika PO x 4x1 15 mg/kg IM x Ototoksikosis, netrotoksikosis 4x1 15 mg/kg IM x Ototoksikosis, netrotoksikosis 4x1 15 mg/kg PO x 2x1

Regimen anti-tuberkulosis Skenario Regimen TB paru ≥4% resisten INH, dalam komunitas INH+RIF+PZA+ETB sampai suseptibilitas (termasuk terbanyak di amerika serikat) diketahui apabila sensitive terhadap INH & RIF → INH+RIF +PZA selama 2 bulan kemudian→INH + RIF selama 4 bulan apabila resisten, lihat dikolom berikutnya TB yang sesisten obat (INH,RIF, atau resisten Konsul ke ahli paru obat kombinasi) TB ekstrapulmoner Konsuk ke ahli paru TB pada pasien HIV + Konsul ke ahli paru • HIV/AIDS• Definisi 3 AIDS:HIV + hitung CD4 <200/mm atau infeksi oportunistik atau keganaan Epidemiologi Sekitar 1 juta warga amerika terinfeksi HIV; penyebab utama kematian pada kelompok usia 25-44 tahun Rute: kontak seksual (penularan 0,3 % dari sesama laki-laki, 0,2 % dari laki-laki ke perempuan, dan 0,1 % dari perempuan ke laki-laki), pengguna narkoba intravena, transfusi, jarum suntik tidak steril (0,3%), vertikal (15-35%) Sindrom retrovirus akut (ARS) Terjadi pada sekitar 40% pasien HIV +, lebih kurang 4 minggu setelah infeksi,ELISA-, isi virus + Manifestasi : sindrom menyerupai mononukleosis ± lesi makulopapular berwarna salmon Pemeriksaan diagnostik ELISA untuk Ab HIV-1: (+) 1-12 minggu setelah infeksi akut: sesitivitas dan spesifisitas 90% ; uji skrining primer Weatern blot: (+) apabila ≥ 2 garis dari daerah berbeda genom HIV; sebagai tes konfirmasi setelah uji ELISA (+) PCR (kandungan virus): mendeteksi RNA HIV-1 di dalam plasma; kenaikan 3-4 kali lipat (0,5-0,7 log) merupakan perubahan yang dipertimbangkan bermakna Hitung CD4: bukan merupakan suatu uji diagnostik, mungkin HIV(+) dan hitung CD4nya normal atau mungkin memiliki hitung CD4 rendah dan bukan HIV (+); hitung CD4 pada panyakit akut mungkin bisa ↑ atau palsu ↓

Pendekatan awal pada pasien HIV (+) Buktikan infeksi HIV (apabila pembuktian yang adeakut tidak tersedia, ulangi pemeriksaan diagnostik) H&P (bukti infeksi oportunisik, keganasan, penyakit menular seksual), periksa seluruh pengobatan Evaluasi laboratorium : hitung CD4, muatan virus ( gunakan asal yang sama tiap kali periksa), pemeriksaan darah tapi lengkap dengan hitungan jenis, kreatinin, uji fungsi hepar, uji kulit TB, sifilitis, toksoplasmosis, sitomegalovirus, dan serologi hepatitis, foto rontgen toraks dasar , pap smear pada wanita Pengguna obat antiretrovirus seharusnya dilakukan atas konsultasi dengan ahli HIV sebagai rekomendasi pengobatan lanjutan dan banyak dari obat-obatan ini berpotensi menghambat atau memicu sitokrom p450, sehingga memerlukan penghentian atau penambahan obat lain. Dibawah ini beberapa pedomannya Indikasi untuk memulai terapi AIDS atau HIV simtometik (seperti: penyakit infeksi jamur, demam yang tidak diketahui penyebabnya) Asimtometik) + baik muatan virus yang tinggi (>10-20000 buah/ml) atau hitung CD4 3 yang rendah (<500/mm ) Regimen : grup A NA + grup B NA +PI (atau NNRTI) monoterapi dan terapi ganda tidak dianjurkan Muatan virus seharusnya ↓ 3-4 kali lipat (0,5-0,7 log) dalam 2-8 minggu dan setelah uti penurunannya berlanjut terus; tujuannya adalah muatan virus yang tak terdeteksi dalam 6 bulan Pemberian awal antiretrovirus bisa memperburuk sementara waktu gejala infeksi oportunistik selama beberapa minggu sebelum respons imun ↑ Apabila terapi perlu dihentikan , hentikan seluruh antiretrivirus untuk meminimilkan perkembangan resistensi Regimen yang gagal = tidak mampu mencapai muatan virus yang tak terdeteksi, ↑ muatan virus, ↓ hitung CD4, atau deteriorasi klinis Antiretrovirus Obat Tipe Dosis tipikal Efek samping Zidovudine (AZT) NRTI 200 mg 3x1 Supresi sumsum tulang (grup 300 mg 2x1 Intoleransi saluran cerna, HA, A) insomnia, hepatitis Stavudine (d4T) NRTI 40 mg 3x1 Neuropati perifer Zerit (grup (40 mg 2x1 jika Pankreatitis, hepatitis (jarang) A) BB< 60 kg) Dinadosin (dll) Videx Zalcitabine hivid

NRTI (grup B) (ddC) NRTI (grup

200 mg 2x1 (125 mg 2x1 jika BB< 60 kg 0,75 md 3 x 1

Pankreatitis, neuropati perifer intoleransi saluran cerna, hepatitis (jarang) Neuropati stomatitis, hepatitis (jarang)

Lamivudine (3TC) epivir Nevirapine viramune Delavirdine Rescriptor Efavirenz Sustiva

B) NRTI (grup B) NNRTI

150 mg 2x1 (2 mg 2x1 jika BB< 50 kg 200 mg 2x1

Toksisitas minimal Hepatitis (jarang)

Raum, hepatitis Menginduksi sitokrom p450 NNRTI 400 mg 3x1 Ruam, nyeri kepala menghambat sitokrom P450 NNRTI 600 mg tiap 4 jam Efek,SSP, ruam, hepatitis campuran antara menginduksi/ menghambat sitokrom p450 Indinavir PI 800 mg 3x1 (puasa) Netrolitiasis, intoleransi saluran cerna ↑ Crixivan uji fungsi hati, redistribusi lemak, menghambat sitokrom p450 Ritonavir PI 600 mg 2x1 Intoleransi saluran cerna, Norvir (dengan makan) parestesia,↑uji fungsi hati, redistribusi lemak menghambat p450 Saquinivir PI 1200 mg 3x1 Intoleransi saluran cerna, nyeri kepala ↑ Fortovase (dengan makan) uji fungsi hati, DM, redistribusi lemak, menghambat p450 Nelfinavir PI 1250 mg 2x1 Diare,DM, redistribusi lemak, Viracept (dengan makan) menghambat p450 Amprenavir PI 1200 mg 2x1 Ruam, intoleransi saluran cerna, agenerase redistribusi lemak, menghambat p450 (NRTI= nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NNRTI= non nucleoside, RTI;PI= protease Profiklaksis infeksi oportunistik IO Indikasi Profilaksis Tuberculosis PPD (+) (≥ 5mm) atau INH + vitamin B6 selama 12 bulan pajanan berisiko tinggi atau RIF+PZA selama 2 bulan (lakukan pemeriksaan PPD tiap tahun ) 3 PCP Hitung CD4 < 100/mm / atau TMP-SMX SS 4x1 atau dapsone infeksi jamur atau FUO 100 mg 4x1 atau atovaquone 750 mg 2x1 mg 2x1 3 Toksoplasmosis Hitung CD4 < 100/ mm /dan TMP-SMX DS 2x1 atau dapsone serologi toksoplasma (+) 100 mg pirimetamin + asam folinat 3 MAC Hitung CD4 <75/mm Klaritromisin 500 mg 2x1 atau azittromisin 1200 mg tiap minggu

KOMPLIKASI HIV/AIDS Hitung CD4

Komplikasi

<500

<200 <50-100

Gejala konstitusional Dernitits seboroik berambut di daerah oral, sarkoma kaposi Kandidiasis vagian dan oral rekulen Infeksi bakteri rekulen Tuberkulosis paru dan ekstraparu HSV VZV Pneumonia pneumcystis cariinii(PCP) taksoplasma Cryptococcus, histoplasma, coccidioides Bartonella Sitomegalovirus,MAC Aspergilosis invasif; angiomatosis (bartonela diseminata) Limpoma SSp,PML

Demam Etiologi: infeksi, limfoma, reaksi obat Langkah kerja : pemeriksaan darah perifer lengkap, kimia darah, uji fungsi hepar, kultur darah foto toraks, urinalisis, pemeriksaan ulang obat-obatan, CT scan abdomen ? atau limfoma CD4 <200 →AG kriptokokus serum, LP,AG histoplasma pada urine, isolator mikobakterium, sitomegalovirus Tanda/gejala paru →toraks foto, ABG, sputum untuk kultur bakteri,PCP ,BTA; bronkoskopi Diare →feses untuk pemeriksaan leukosit feses, kultur, O&P,BTA,endoskopi Uji fungsi hepar abnormal →CT scan abdomen, biopsi hepar Sitopenia →biopsi sumsum tulang Penyakitt kulit Dermatitis seboroik; folikulitis eosinofilik; infeksi HSV dan VZV Moluskum kontagiosum: papula seperti mutiara 2-5 mm dengan pusat cekung Sarkoma kaposi : lesi nodular merah-unggu tidak pucat Aginomatosis basilaris (bartonella diseminata): papula vaskular yang rapuh Mata Retinitis SMV (hitung CD4 < 50);terapi =gensiklovir, faskarnet, atau sidofovir Pneumocystis, toksoplasma, Histoplasma Mulut Ulkus aptosa Jamur (kandidiasis oral): bercak kecil seperti dadih yang menunjukkan permukaan yang kasar apabila diangkat Leukoplakia berambut didaerah lokal: karena EBV ;selaput (lapisan) putih yang melekat pada sisi lateral lidah Sarkoma kaposi Jatung Paru

Dilatasi kardiom iopati Pneumo nia pneumo cystis carinii (CD4 <200) Gejala konstit usional , demam , keringa t malam, dispnu saat berakti vitas barat, bentuk non produkt if

Foto toraks dengan infiltrat, ↓ PaO2,↑ A-a V, ↑ LDH, pewarnaan sputum PCP (+) Rx apabila PaO2 >70: TMP-SMX PO atau [dapsone + TMP] atau [klidamisin + primakuin] atau atovaquone Rx apabila PaO2 <70: Steroid (N engl J med 323:1444 dan 1451, 1990); TMP-SMX IV atau [klindamisin + primakuin] atau pentamidin atau trimetreksat Pola radioografi Normal Infiltrat interstisial difus Konsilidasi atau massa fokal Lesi kavitas Efusi pleura

Penyebab umum PCP PCP, TB, pneumonia fungsi diseminata dan viral, sarkoma kaposi Pneumonia bateri atau jamur, TB, sarkoma kaposi TB, aspergilosis dan pneumonia fungsi lainnya Pneumonia bakterial (termasuk Nocardia dan Rhodoccoccus) TB, pneumonia jamur atau bakterial Sarkoma kaposi, limfoma

Gastrointestinal Esofagitis: kandida, SMV, HSV,HIV, terinduksi pil Endoskopi bagian atas jika tidak ada jamur tidak berespons terhadap terapi antifungal Enterokolitis Bakterial (biasanya akut): salmonella, shigella Campylobacter, Yersinia, C.difficile Protozoa (biasanya kronis); giardia, Entamoeba, Cryptospora, Microsporidium, Cyclospora Virus (SMV, adenovirus), MAC, enetropati AIDS Peredaran saluran cerna: MAC, Sarkoma Kaposi, limfoma Proktitis : HSV, SMV, Chlamydia, gonokokus Hepatobiliaris Hepatitis : HBV, HCV, Sitomegallovirus, MAC, teriduksi obat Kolangiopati AIDS: sering berhubungan dengan sitomegalovirus atau Cryptosporidium Ginjal Nefropati AIDS, proteinuria masif, ginjal ekogenik Hematologi Anemia: pada penyakit kronis, terkenanya sumsum tulang, keracunan obat,hemalosis Leukopenia Trombositopenia : terkenanya sumsum tulang, ITP ↑globulin Onkologi Limfoma non- hohgkin; ↑ frekuensi tanpa menghiraukan hitung CD4 Limfoma SSP: hitung CD4 <50 Sarkoma kaposi: dapat terjadi pada hitung CD4 dalam jumlah beberapa pun; disebabkan karena HHV-8; biasanya terjadi pada laki-laki homoseksual Muskulokutaneus: lesi nodular merah-unggu Paru: infiltrasi lobus interior bilateral+ efusi

Saluran cerna: perdarahan saluran cerna, obstruksi, ikterus obstruktif Penanganan: penyakit dibatasi →radiasi, krioterapi, atau vinblastin intralesi, penyakit sistematik→kemoterapi Endokrin Hipogonadisme Fungsi tiroid abnormal Infusiensi adrenal Sindrom wasting Neurologik Meningitis : cryptococcus, bakteri (termasuk listeria), virus (HSV, SMV, HIV), tuberkulosis, limfomatosa Neurosifilis: meningitis, palsi saraf kranialis, demensia Lesi desak ruang: akan muncul nyeri kepala, defisif lokal, atau perubahan status mental Rencana penanganan: MRI, biopsi otak stereotaktik jika dicurigai etiologinya non- toksoplasma atau pasien gagal berespon terhadap 2 minggu pemberian terapi toksoplasmosis yang empiris Kompleks Demensia AIDS: kehilangan memori, ganguan cara berjalan, spastisitas Mielopati: infeksi (SMV,HSV), kompresi medula spinalis (abses apidural, limfoma), vakuolar (HIV) Neuropati perifer: HIV, SMV, demielinisasi, terinduksi obat-obatan Etiologi Tokosoplasmosis

Tampilan Lesi menonjol (dapat multipel) Limfoma SSP Lesi menonjol (biasanya tunggal) PML Lesi tidak menonjol, multipel, Lain –lain : abses bakterialis, Bervariasi nokardiosis, kritokokoma, atau tuberkuloma

Pemeriksaan Diagnostik Serologi taksoplasma (+) PCR CSS untuk EBV (+) SPECT atau PET Scan (+) PCR,CSS (+) terhadap JC Biopsi

Kompleks mycobacterium avim(MAC) Manifestasi klinis: retinis, esofagitis, kolitis, hepatitis, neuropati Penatalaksanaan: gensiklovir, foskarnet, atau sidofovir • PENYAKIT LYME• Mikrobiologi Infeksi oleh spirochete Borrelia burgdorferi Ditularkan melalui kutu (Ixodes);pejamu (host) hewan termasuk rusa dan tikus Infeksi biasanya memerlukan perlekatan kutu>36-48 jam Epidemiologi Penyakit lyme merupakan penyakit yang disebarkan oleh vektor, yang paling sering dijumpai, namun insidenya hanya berkisar 4 tiap 100.000 populasi Insiden tertinggi pada bulan – bulan musim panas Kebanyakan kasus terjadi NY,NJ,CT,RI,MN,WI,PA,VA,OR,CA

Manusia berkuntak dengan kutu biasanya diladang dengan semak yang pendek dekat daerah pepohonan Manifestasi klinis Stadium Manifestasi Stadium 1 = terlokalisasi dini Karena efek lokal dari spoochaeta Umum: penyakit menyerupai flu Minggu setelah infeksi Dermatologik(~80%): erythema chonicum migrans (ECM) = menular, lesi eriematosa degan bagian tengah jernih, biasanya dijumpai di paha, ingunalis atau aksila, ukuranya berkisar 6-38 cm, limfositoma; limfademopati regional Stadium 2 = penyebaran awal Akibat spirochetamia dan respons minggu hingga bulan setelah imun infeksi Umum: fatigue, malaise, limfadenopati,HA; demam jarang Dermatologi: lesi anular (1-100) multipel = ECM Reumatologi: (~10%) arthalgia & mialgia migrotaris, oligartritis Neurologi (~15%): bell’s palsy (atau neuropati kranialis lainnya), meningitis aseptik, multipel mononeuritis Stadium 3 = menetap lama Karena infeksi kronis atau respon autoimun bulan hingga tahun setelah Dertamologi: acrodermatitis chronica atrophicans, panniculitis terinfeksi Reumatologi (60%) nyeri sandi, mono-/oligoartritis pada sandi-sandi besar sinovitis Neurologi: ensefalopati subakut, polineuropati, demensia Pemeriksaan diagnostik Secara umum, suatu diagnosis klinis Serologi (pada keadaan klinis yang tepat) Skrining dengan ELISA, tetapi Positif-palsu karena penyakit spirochaeta yang lain,SLE, RA, EBV,HIV, dll Negatif-palsu karena terapi anti biotik dini penggunaan ELISA, dapat membedakan lgM, lgA, dan lgG Konpirmasi hasil ELISA (+) bersama dengan Western blot (↑ spesifitasnya) Pemeriksaan CSS pada pasien dengan kecurigaan penyakit sarafmproduksi antibodi intratekal (+) apabila (CSS lgG/serum lgG)(albumin CSS/albumin serum) >1 Penatalaksanaan Indikasi: manifestasi klinis dan serologi (+) (? Dan riwayat gigita kutuapabila berada pada daerah non-endemis) Antibiotik: doksisiklin 100 mg PO 2x1 atau amoksilin 500 mg PO 3x1 selama 3 minggu sefriakson 2 g IV 4x1 selama 2-3 minggu dibutuhkan apabila terdapat: abnormalitas neurologik (selain Bell’s palsy yang terdiri) blok AV drajat tinggi, artritis kronis, atau kehamilan

Vaksin: 78% ↓ pada kejadian penyakit lyme; pertibangkan pada pasien di daerah endemik dengan resiko terpanjang; dikontraindikasikan pada pasien dengan RA aktif atau artritis seronegatif • FEVER OF UNKNOWN ORIGIN (FUO)• Definisi Lamanya ≥ 3 minggu o 0 Demam > 101 F atau >38,5 C pada lebih dari satu insiden Tidak ada diagnosis walupun telah dilakukan evaluasi salama 1 minggu pada pasien rawat inap secara intensif Etiologi Daftar penyebabnya sangat luas, namun berikut ini adalah beberapa penyebab yang lebih sering. Secara umum, akan lebih mungkin suatu manifestasi dari suatu penyakit biasa yang nyaris tidak kentara, daripada penyakit yang tidak lazim Pada pasien yang diketahui ada keganasan : 50 % akibat infeksi (biasanya selama neutropenia) dan 50% akibat tumor itu sendiri Pasien dengan HIV : 75 akibat infeksi, jarang karena HIV itu sendiri 5-15% kasus yang tidak terdiagnosis, kebanyakan sirna secara spontan Kategori

Etiologi

Infeksi

Tuberkulosis: penyakit ekstra paru atau diseminata dapat memiliki gambaran rontgen foto toraks, PPD,BTA sputum yang normal; biopsi (paru, hepar, sumsum tulang) terhadap granuloma hanya menghasilkan 80-90 % pada penyakit miliar Endokarditis: pertimbangkan organisme: HACEK, Bartonella, Legionella adan Coxiella Abses intra-abdomen: hepatik, splenik, subfrenikus, pankreatik, perineftik, pelvik, prostatik Osteomielitis Sitometegalovirus, EBV, penyakit Lyme, malaria, babesiosis, amebiasia

Neoplasma

Limfoma: limfadenopati, hepatosplenomegali, ↓ hematokrit atau trombosit, ↑ LDH Karsinoma sel renal: hematuria mikroskopik, ↑ hematokrit Karsinoma sel hepar, karsinoma pankres Miksoma pada atrium: obstuksi, embolisme, gejala konstitusional leukimia,mielodisplasia Penykit tantung Atritis temporalis (sel Giant): nyeri kepala, nyeri kulit kepala, klaudikasio mandibula, gangguan penglihatan, ↑ ESR penyambung Penyakit still onset dewasa (reumatiod artritis juvenilis); demam yang bersifat sementara ruam trunkus malukar yang berwarna salmon selama demam merupakan permulaan artritis Poliartritis nodosa RA, SLE, sarkoidosis

Lain-lain

Obat-obatan, hematom, tiroid, demam mediterania familial

Langkah kerja Anamnesis: kontak ifeksius, perjalanan, hewan peliharaan, pekerjaan, obat-obatan, melalui pemeriksaan fisik regional, riwayat pengobatan dan pembedaan sebelumnya, riwayat tuberkulosis Hentikan obat-obatan yang tidak diperlukan Pemeriksaan fisik yang cermat dengan perhatian terhadap temuan kulit, limfadenopati, murmur, hepatosplenomegali, artritis Evaluasi labolatorium Hitung darah lengkap dengan hitungan jenis, elektrolit, BUN, kreatinin, uji fungsi hepar, LED, ANA, RF kultur darah sebanyak 3 set (stop antibiotik), urinalisis, kultur urine, PPD, antibodi heterofil, sitomegalivirus, uji antigenemia, uji HIV Pemeriksaan pencitraan: rontgen foto toraks, CT scan abdemen (oral dan kontras IV), USG kuadran atas kanan ?, hitung leukosit yang berlabel atau gallium scan Biopsi arteri temporalis apabila LED ↑ dan usia > 60 tahun ? biopsi sumsum tulsng atau hepar (terutama apabila AP ↑): bahkan tanpa tandatanda atau gejala lokal, hasil mencapai lebih dari 15 % Penanganan Antibiotik empiris tidak diindikasikan (kecuali pasien neutropenia)

NYERI ABDOMEN Nyeri viseral Pembagian Anatomi

Visera

Tempat Penjalaran Nyeri

Foregut

Esofagus dan duodenum

Epigastrium

Midgut

Yeyunum hingga pertengahan kolon transversum

Umbilikus

Hindgut

Pertengahan kolon transversum hingga rektum

Hipogastrium

(Catatan : Nyeri karena pankreatitis dan nefrolitiasis yang pada umumnya menjalar hingga ke punggung)

Nyeri Tekan pada Abdomen

Gambar 3-1. etiologi nyeri abdomen berdasarkan lokasi

Kolelitiasis Kolesistitis Koledokolitiasis Kolangitis Hepatitis Tumor hepar

Gastritis PUD (peptic ulcers disease) Pancreas Kebocoran AAA (Abdominal Aorta Aneurysm)

Apendistis Nefrolitiasis Kehamilan ektopik Torsi ovarium PID

Splenomegali Infark atau abses lien Rupture lien

Diverkulitis Kolitis Nefrolitiasis

GANGGUAN ESOFAGUS DAN GASTER DISFAGIA Definisi Kesulitan pada proses menelan dan melewatkan makanan dari esofagus ke lambung. Etiologi Gambar 3-2. Etiologi disfagia Disfagia Kesulitan makan yang padat saja

Kesulitan makan baik yang cair maupun yang padat

Obstruksi mekanik

Gangguan motilitas

Intermiten

Cincin esofagus

GERD kronik

Intermiten

progresif

Progresif

Striktur peptikum

Karsinoma esofagus

Spasme dan gangguan yang berhubungan

GERD kronik progresif Skleroderma

Progresif

Aklasia

Pemeriksaan diagnostik Menelan barium atau esofagogastroduodenoskopi (EGD); ± pemantauan pH esofagus atau manometri. PENYAKIT REFLEKS GASTROENSOFAGUS (GERD) Patofisiologi Relaksasi sementara yang berlebihan pada sfingter esofagus bawah (LES, Lower Esophageal Spincter) atau pada beberapa kasus, LES yang inkompeten. Kerusakan mukosa esofagus karena kontak yang lama dengan asam, pepsin, garam empedu. Hiatus hemia dapat menyebabkan

tonus LES dan bertindak sebagai penampung isi

lambung yang mengalami refluks. Manifestasi klinis Heartburn, “angina” atipikal; regurtasi isi lambung kurang air, disfagia Batuk (aspirasi nokturnal kronis), asma, suara parau (peradangan plika vokalis). Pencetus : makan yang banyak, posisi supinasi, makanan berlemak, kafein, teofilin, alkohol, rokok, penyekat kanal kalsium (CCB). Uji diagnostik Diagnosis sering berdasarkan pada anamnesis, mencoba mengobati dulu dengan inhibitor pompa proton. EGD (esophagoduodenoscopy) untuk mendeteksi esofagitis, ulkus, easofagus Barret atau striktur. Pemantauan pH esofagus ambulatoris selama 24 jam apabila diagnosisnya meragukan. Penatalaksanaan

Tindakan konservatif : mencegah pencetus, meninggikan kepada saat tidur, hindari keterlambatan makan. Medikamentosa : antasid, penyekat H, agen prokinetik (seperti : cisapride); penghambat pompa proton (PPI). Pembedahan : fundoplikasi (sering dengan laparoskopik) Komplikasi Esofagus Barret (epitelisasi kolumnar dengan risiko adenokarsinoma), esofagitis, striktur.

GASTROPATI DAN GASTRITIS Gastropati akut Etiologi : NSAID, alkohol, stres yang berhubungan dengan penyakit mukosa (penyakit kritis). Manifestasi klinis : asimtomatik, anoreksia, mual dan muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna atas. Gastritis antral kronis (“Tipe B”) Etiologi : Infeksi H. Pylori Manifestasi klinis : umumnya asimtomatik; tidak ada bukti yang jelas bahwa gastritis H. Pylori menyebabkan dispepsia non-ulkus; dapat berlanjut menjadi gastritis atrofi dengan risiko adenokarsinoma gaster. Penatalaksanaan : Lihat penanganan H. Pylori Gastritis kronis pada daerah fundus (“Tipe A”) Etiologi : Anemia pernisiosa Patogenesis : auto-antibodi langsung terhadap sel parietalis (sehingga kekurangan asam dan faktor intrinsik). Manifestasi klinis : gastritis atrofi, aklorhidria, dan hipergastrenemia, anemia permisiosa, tumor karsinoid gaster dan adenokarsinoma.

PENYAKIT ULKUS PEPTIKUM Etiologi dasar Infeksi H. Pylori (namun hanya 15-20 % dari pasien yang terinfeksi akan berkembang menjadi suatu ulkus. NSAID Gastrinoma dan keadaan hipersekretorius lainnya

Manifestasi klinis Nyeri abdomen spigastrik, hilang dengan makan (duodenum) atau memburuk dengan makan (gastrikum). Perdarahan saluran cerna atas Pemeriksaan diagnostik Uji untuk H. Pylori Serologi : (sensitivitas 90 %, spesifisitas 70-80 %, titer

3-6 bulan setelah terapi efektif)

urea breath test (UBT, sensitivitas dan spesifitasnya > 95%) EGD + uji urease cepat (seperti, CLO test

TM

, > sensitivitas dan spesifisitas 95 %) atau

biopsi dan histologi. EGD atau UGI serial untuk mendeteksi ulkus Penatalaksanaan Penghentian NSAID dan rokok PUD dan H. Pylori (+) : Antibiotik dan PPI selama 7-14 hari memiliki angka keberhasilan > 90 % (Am J Med 105 : 424, 1998) antibiotik (2 dari 3) : klaritromisin 500 mg 2 x 1, amoksilin 1 g 2 x 1, mtronidazol 500 mg 2 x 1 Dispepsia non-ulkus : percobaan PPI atau cisapride; data yang diperdebatkan tentang manfaat eradikasi H. Pylori (N Engl J Med 339 : 1869 dan 1875, 1998; 341 : 1106, 1999).

Gambar 3-3. Langkah diagnostik dan penanganan dispepsia Dispepsia

Darah samar di feses +, anemia, anoreksia atau muntah yang persisten, penurunan berat badan, usia > 40 tahun

Tidak ada satupun kriteria di atas

Ada salah satu dari kriteria di atas EGD hingga radiologi PUD dan keganasan

Serologi H. Pylori

Negatif Cisapride atau PPI Gejala +

EGD

Tanpa gejala

Positif Terapi antibiotik

Tanpa gejala

Disembuhkan

Perubahan regimen

Gejala + UBT

Positif

Negatif

EGD

PERDARAHAN GASTROINTESTINAL Definisi Hilangnya darah yang bisa dari berbagai tempat di intralumen dari orofaring sampai anus. Klasifikasi : atas = di atas ligamentum Treitz; bawah = di bawah ligamentum Treitz. Tanda :

hematemesis = darah yang dimuntahkan atau terdapat

pada

muntahan

(UGIB); hematokezia = buang air besar berdarah (LGIB atau UGIB yang cepat); melena = buang air besar seperti ter, berwarna hitam akibat darah dari saluran cerna (biasanya dari bagian atas saluran cerna, namun dapat di segala tempat di atas sekum). Etiologi perdarahan salu ran cerna atas Perdarahan orofaringeal dan epistakis

darah tertelan

Esofagitis erosif Pejamu yang tanggap imunnya baik : GERD / esofagus Barrett, XRT Pejamu yang tanggap imunnya lemah : CMV, HSV, kandida Varices (10 %) Ruptur Mallory-Weiss (7%, robekan di gastroesofagus karena mau muntah / muntahmuntah dengan glotis yang tertutup). Gastritis / gastropati (23%, NSAID, H. Pylori, alkohol, penyakit mukosa yang berhubungan dengan stres). Penyakit ulkus peptikum (PUD) (46%) Malformasi vaskular Lesi Dieulafony (arteri ektatik superfisialis biasanya pada kardia dengan UGIB yang mendadak dan masif) AVM (tersendiri atau bersama sindrom Osler-Weber-Rendu) fistula aorta-enterik (tandur aorta mengikis sepertiga porsio duodenum, muncul dengan “perdarahan luas”) vaskulitis. Penyakit gaster)

neoplastik

(esofagus

atau

Penyebab lahirnya : ulserasi hiatus hernia, koagulapati, amiloidosis, penyakit jaringan penyambung.

Etiologi perdarahan salu ran cerna bawah Penyakit divertikular Angiodisplasia Penyakit neoplastik Kolitis : infeksi, iskemik, radiasi, penyakit radang usus (UC > CD) Hemoroid Manifestasi klinis UGIB > LGIB : mual, muntah, hematemesis, muntah seperti warna kopi, nyeri epigastrium, reaksi vasovagal, sinkop, melena. LGIB > IGIB : diare, tenesmus, BRBPR atau kotoran berwarna maron Langkah penanganan Anamnesis GIB atau kronis, jumlah serangan, serangan terakhir yang paling sering hematemesis, muntah sebelum hematemesis, hematokezia, melena, nyeri abdomen, diare, penggunaan aspirin, NSAID, atau antikoagulan, atau diketahui menderita koagulopati ketergantungan alkohol, sirosis riwayat pembedahan saluran cerna atau aorta. Pemeriksaan fisik Tanda vital : takikardi bila kehilangan cairan 10%; hipotensi ortostatik bila kehilangan cairan 20%; syok bila kehilangan cairan 30%, pucat, telangektasiasis (penyakit hepar alkohol atau sindrom Osleer-Weber-Rendu) Tanda penyakit hepar kronis : ikterus, spider angiomata, ginekomastia, atrofi testis, eritema palmaris, kaput medusa. Pemeriksaan abdomen : nyeri tekan dapat terlokalisir atau tanda-tanda di daerah peritoneum. Pemeriksaan rektum : warna kotoran, adanya hemoroid, atau fisura ani Pemeriksaan laboratorium : Hematokrit (mungkin normal pada awal kehilangan darah akut sebelum seimbang kembali), hitung trombosit, PT, PTT, BUN / kreatinin (rasionya pada UGIB karena resorpsi saluran cerna dari darah atau azotemia prerenal), uji fungsi hepar.

Slang Nasogastrik dapat mendiagnosis UGIB, dapat membuang isi saluran cerna (sebelum dilakukan EGD dan untuk mencegah aspirasi), lavase untuk melihat ada tidaknya perdarahan yang menetap (prognosis buruk); negatif palsu pada waktu UGIB apabila perdarahan berasal baik dari duodenum maupun intermiten. Pemeriksaan diagnostik pada UGIB : esofagogastroduodenoskopi (EGD) (dan terapi yang potensial). Pemeriksaan melokalisasi

diagnostik

pada

LGIB

(periksa

UGIB

sebelum

mencoba

untuk

LGIB yang diperkirakan) Perdarahan berhenti secara spontan

kolonoskopi (mengidentifikasi penyebab pada > 70%

kasus dan potensial untuk tindakan terapi) Stabil namun perdarahan terus-menerus

sken perdarahan (RBC berlabel

99m

Tc/albumin)

: mendeteksi laju perdarahan yang > 0,1-1,0 ml/menit, namun sulit menentukan lokasi yang akurat. Tidak stabil

arteriografi (mendeteksi laju perdarahan yang > 0,5-1,0 ml/menit

dan potensial untuk tindakan terapi (infus vasopresin intra arteri atau embolisasi) laparotomi ekspolari. Penatalaksanaan Penatalaksanaan akut perdarahan saluran cerna adalah resusitasi hemodinamik dengan cairan IV dan darah Buatlah akses dengan 2 jalur intravena yang berdiameter besar (18 gauge atau lebih). Resusitasi cairan dengan salin normal atau larutab Ringer laktat Terapi transfusi (sampel bank darah untuk tipe dan crossmarch; dapat menggunakan golongan darah O negatif jika eksanguinis). Identifikasi dan perbaiki koagulopati (FFP untuk menormalkan PT, trombosit tetap > 3

50000/mm ). Lavase slang nasogastrik Penatalaksanaan diperlukan

jalan

Konsultasi dengan diperlukan.

ahli

nafas

bila

bedah

digestif

bila

Tanda-tanda prognosis buru k pada UGIB

Demografik : Usia > 60 tahun, komorbiditas Beratnya : darah merah segar pada aspirat NGT,

permintaan transfusi, hemodinamik tak

stabil. Etiologi : varises atau neoplastik Munculnya ulkus (dari prognosis yang terbaik hingga terburuk) : dasarnya bersih darah tanpa pembuluh yang terlihat Etiologi

Pilihan

Varises

Farmakologi

bekuan yang melekat erat

Octreotide 50 gram bolus IV

50

perdarahan aktif.

g/jam infus

(berhasil 84%, Lancet 342 : 637, 1993) Vasopresin atau vasopresin + nitrogliserin (kurang manjur dan lebih banyak komplikasi) Penyekat-β

(non-selektif)

dan

nitrat

apabila

hemodinamik stabil Non-Farmakologi Skleroterapi endoskopi (berhasil 88%) atau band ligation (angka keberhasilan > 90%) Octreotide + terapi endoskopik (angka keberhasilan > 95% ; (N Eng J Med 333 : 555, 1995) Tamponade balon apabila perdarahannya berat Embolisasi atau TIPS apabila terapi endoskopik gagal (N Engl J Med 333 : 165, 1994) PUD

Farmakologi Penghambat pompa proton (N Egl J Med 336 : 1054, 1997) Octreotide 50 gram bolus IV Non-Farmakologi

50 gram/jam infus

keluar

Terapi endoskopi (injeksi, kontak termal, laser) Angiografi mesenterika dengan infus vasopresin atau embolisasi Reseksi gastrik apabila

endoskopi dan

terapi

farmakologi gagal Mallory-Weiss

Biasanya berhenti secara spontan

Gastritis esofagus

Penghambat pompa proton, antagonis H2

Penyakit

Biasanya berhenti secara spontan

divertikuler

Terapi endoskopi (injeksi

epinefrin), vasopresin

arterial atau embolisasi, pembedahan Angiodisplasia

Vasopresin arterial, terapi endoskopik, pembedahan

DIARE Keluarnya feses > 200 gram / hari ETIOLOGI Infeksi Akut Toksin yang belum terbentuk (seperti : “keracunan makanan”; berlangsung < 24 jam) : S. Aureus, C. Perfrigens, B. Cereus Virus : Rotavirus, Norwalk Bakteri non-invasif Menghasilkan enterotoksin (tidak ada darah atau leukosit di feses) : E. Col enterotoksigenik Vibrio cholera : menghasilkan sitotoksin (ada darah dan leukosit di feses) : E. Coli O157 : H7, C. Difficile. Bakteri invasif (leukosit di feses dan darah (+)) : E. Coli enteroinvasif (EIEC, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, V. Parahemolyticus Parasit : Giardia, E. Histolytica Oportunistik : Crystosporidia, Isopora, Microsporidia, Cyclospora, MAC, CMV. Kronis : Giardia, E. Histolytica, C. Difficile, organisme oportunistik. Malabsorpsi ( kesenjangan osmotik,

lemak feses,

diare dengan puasa, defisiensi vitamin

Pertumbuhan bakteri berlebihan (e.g., blind loop)

dekonjugasi garam empedu penyakit

ileum (seperti penyakit Crohn, reseksi pembedahan)

terhentinya sirkulasi enterohepatik.

larut-lemak) Defisiensi garam empedu

Insufisiensi pankreas

Kelainan mukosa

Seliak sprue : karena reaksi usus terhadap -gliadin dalam gluten

hilangnya vili dan

daerah absorpsi Pemeriksaan diagnostik : D-xylose (+); anti-gliadin (+) atau anti-endomisial absolut Penatalaksanaan gluten.

:

diet

bebas

Tropikal sprue : terjadi pada penghuni daerah tropis; penatalaksanaan dengan antibiotik, asam folat, B12. Penyakit Whipple : karena Trophyrema whippeli (basilus gram (+)); terlihat pada lakilaki kulit putih usia separuh baya. Manifestasi lainnya : demam, limfadenopati, edema, poliartritis, perubahan SSP, pigmentasi kulit abu-abu-ciklat Penatalaksanaan panjang

:

pemberian

antibiotik

jangka

Limfoma usus Osmotik ( gap / kesenjangan osmotik, lemak feses normal, diare dengan berpuasa) Obat-obatan : antasid, laktulosa, sorbitol Intoleransi laktosa : kelainan mukosa primer atau sekunder, enterintis bakterial atau virus, reseksi usus sebelumnya Manifestasi klinis : kembung, flatus, rasa begah, diare Pemeriksaan diagnostik : uji napas hidrogen laktosa, atau diet bebas laktosa empiris. Penatalaksanaan : diet bebas laktosa, gunakan lactaid milk dan tablet enzim laktase. Peradangan (demam, hematokezia, nyeri abdomen) Penyakit peradangan usus Enteritis radiasi Kolitis iskemik Sekretorius (Gap ostomik normal, cairan banyak, tidak ada perubahan diare setelah nothing by mounth / NPO) Hormonal : VIP (VIPoma, Verner-Morrison), Serotonin (karsinoid), Kalsitonin (karsinoma

tiroid tipe medular), Gastrin (Zollinger-Ellison), Glukagon, Substansi P, Tiroksin (Hipertiroidisme).

Ketergantungan laksatif Adenoma vilosa Malabsorpsi garam empedu idiopatik Motilitas Sindroma iritabilitas usus Skleroderma (pseudoobstruktif) Endokrinopati : diabetes melitus, hipertiroidisme (hiperdefekasi) Langkah penanganan diare

Gambar 3-4. Rencana penanganan diare akut (durasi < 3 minggu) Diare akut

Dehidrasi berat, demam, lamanya > 5 hari mukus atau pus pada BM, diare berdarah, nyeri abdomen perjalanan sebelumnya, atau penggunaan antibiotik sebelumnya Ya ada salah satunya

Tidak ada kriteria di atas

Leukosit feses perdarahan samar toksin C difficile (terutama bila sebelumnya minum antibiotik

Observasi rehidrasi sesuai dengan kebutuhan

Toksin C. Difficile + Leukosit di feses + atau perdarahan samar +

Feses O & P x 3 O&P+

Terinduksi obat-obatan Parasitik virus, enterotoksin bakteri non-invasif

Kultur feses sigmoidoskopi fleksibel

Kultur feses +

Metronidazol PO atau IV (Vankomisin PO bila metroidazol gagal)

Kultur -, sigmoidoskopi fleksibel dan biopsi +

Antiparasitik Observasi, rehidrasi antibiotik bila gejala berat

Kolitis pseudomembranosa

Invasif atau sitotoksin bakteri non-invasif

IBD

Antibitoik

Gambar 3-5. Langkah penanganan diare kronis (durasi > 3 minggu) Diare kronis Obat-obatan culprit

Terinduksi obat-obatan

Fenolftain +

Ketergantungan laktasi

Uji laktosa +

Intoleransi laktosa

Data mikrobiologi +

Infeksi

Gas osmotik feses = Osmfeses (biasanya 290) – [2 x (Nafeses + Kfeses)] lemak feses Leukosit di feses dan perdarahan samar Respons terhadap NPO

Sekretorius Kadar hormon Kolonoskopi terhadap adenoma kolestiramin

Malabsorpsi Mukosa abnormal : uji D-xylose, biopsi usus halus Insufisiensi pankreas : uji sekretin Defisiensi garam empedu : 14Cxylose breath test

Peradangan Sigmoidoskopi fleksibel Kolonoskopi UGI dengan SBFT

PENYAKIT DIVERTIKULAR DIVERTIKULOSIS Definisi dan Patologi Herniasi akuisita (didapat) pada mukosa dan submukosa kolon ke dalam dinding kolon.

Lebih sering pada sisi kiri pada sisi kanan kolon Mungkin sebagai akibat diet rendah serat

muskulatur kolon berkontraksi terhadap feses

yang kecil dan keras. Epidemiologi 20-50 % pasien di atas usia 50 tahun Manifestasi klinis Biasanya asimtomatik, namun dapat mengalami komplikasi mikroperforasi (divertikulitis) atau perdarahan. DIVERTIKULITIS Patofisiologi Retensi makanan yang tak tercerna dan bakteri di dalam divertikulum fekalit

obstruksi

Mikroperforasi (

pembentukan

asupan darah divertikulum terganggu, infeksi, perforasi. infeksi terlokalisir) atau makroperforasi (

pembentukan abses dan /

atau peritonitis). Manifestasi klinis Nyeri abdomen kuadran lateral kiri, demam, mual, muntah, konstipasi

Pemeriksaan fisik Ringan : Nyeri kuadran lateral kiri, massa dapat diraba ±, uji darah samar (FOBT) ± (25) Berat : peritonitis, syok septik Pemeriksaan diagnostik Foto polos abdomen untuk melihat adanya bebas, ileus, atau obstruksi CT abdomen apabila pasien gagal berespons terhadap terapi atau apabila dicurigai adanya abses perikolon

Sigmoidoskopi / kolonoskopi merupakan kontraindikasi pada waktu akut karena tingginya risiko perforasi yang membahayakan. Penatalaksanaan NPO, cairan IV, NGT (jika ileus) Antibiotik (spektrumnya mencakup batang gram negatif dan anaerob) Drainase abses perkutaneus atau pembedahan Pembedahan apabila terapi medikamentosa gagal, abses besar yang tidak dapat didrainase perkutaneus, atau menjadi peritonitis. Patofisiologi Erosi pembuluh divertikel oleh suatu fekalit Divertikula lebih sering di sebelah kiri (distal) kolon; namun perdarahan divertikula biasanya pada sisi kanan (proksimal) kolon Manifestasi klinis Biasanya onset kram perut yang mendadak dan diikuti dengan hematokezia yang sangat banyak (masif). Biasanya berhenti secara spontan (90%) namun bisa juga muncul sekali-kali dalam hitungan jam hingga hari. Pemeriksaan fisik Biasanya jinak Pemeriksaan diagnosis Kolonoskopi (setelah perdarahan akut terhenti dan mengikuti lavase oral) atau, pada perdarahan berat, arteriografi mesenterikus (biasanya setelah suatu sken perdarahan). Penatalaksanaan Endoskopi pembedahan

Injeksi epinefrin atau pengikatan; arteriografi

infus vasopresin intraarteri;

PENYAKIT RADANG USUS Definisi Kolitis ulserativa (UC) : inflamasi idiopatik pada mukosa kolon Penyakit Crohn (CD) : inflamasi transmural idiopatik pada saluran pencernaan. Pada 5-10% pasien yang menderita kolitis tidak dapat dibedakan dengan dengan jelas apakah UC atau CD walaupun dengan biopsi mukosa. Diagnosis Banding Infeksi bakteri, pseudomembranosa, amuba, CMV, PMS Usus iskemik

Limfoma atau karsinoma usus Irritable bowel syndrome Obat-obatan (NSAID, pil kontrasepsi oral, preparat emas, alopurinol) KOLITIS ULSERATIVE Epidemiologi Onset pada kisaran usia 20-25 tahun, insiden

pada ras kaukasoid, terutama suku bangsa

Yahudi; 10% bersifat familial Patologi Luasnya : meliputi rektum dan meluas ke proksimal dan organ-organ yang berdekatan; 50% pasien menderita proktosigmoiditis, 30% kolitis kolon sisi kiri, dan 20% kolitis ekstensif. Tampilan : mukosa granular, rapuh dengan ulkus kecil; terdapat pseudopolip Biopsi : Mikroulserasi superfisialis; abses kripta (PMN); tidak ada granuloma

Manifestasi klinis Diare berdarah yang menyolok, kram abdomen bagian bawah dan urgensi Kolitis fulminan : berjalan progresif cepat sekitar 1-2 minggu dengan hematokrit,

LED,

demam, hipotensi, > 6 x BAB berdarah tiap hari, distensi abdomen dengan bising usus yang menghilang. Megakolon toksik : dilatasi kolon (> 6 cm pada KUB), atonia kolon, dan toksisitas sistemik. Perforasi Ekstrakolon (25%) Eritema nodosum, pioderma gangrenosum, ulkus aftosa, iritis, episkleritis, gangguan tromboembolik. Artritis seronegatif, hepatitis kronis, sirosis, kolangitis sklerotikans, kolangiokarsinoma. Komplikasi Striktur (jarang, muncul pada rektosigmoid)

Karsinoma kolon : setelah 10 tahun, risiko

1% / tahun; skrining dengan kolonoskopi tiap

tahunnya. Prognosis Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif berlanjut sebanyak 10%. Mortalitas PENYAKIT CROHX Epidemiologi Bimodus dengan puncak pada usia 20 dan 50-70 tahun; insiden

pada ras kaukasoid,

terutama suku bangsa Yahudi.

Patologi Luasnya penyakit dapat mengenai bagian manapun dari slauran cerna, dari mulut hingga anus, skip lesions 30% pasien mengalami ileitis, 40% ileokolitis, dan 30% kolitis. Tampilan : ulkus > 1 cm, mukosa tidak rapuh, tampilan “cobblestone”, fisura panjang dan dalam. Biopsi : inflamasi trnasmural dengan infiltrasi sel mononuklear, granuloma nonkaseosa, fisura. Manifestasi klinis Penyakit terkesan ringan dengan nyeri abdomen, diare berdarah non-makroskopik yang mengandung mukus. Demam, ,malaise, penurunan berat badan Albumin , ESR , Hematokrit

karena defisiensi Fe B12, asam folat, atau penyakit kronis.

Ekstrakolon : sama dengan kolitis ulserastiva, ditambah batu empedu (karena malabsorpsi garam empedu) dan batu ginjal (batu Ca oksalat karena malabsorpsi lemak yang menyebabkan peningkatan absorpsi oksalat)

Komplikasi Fisura perianal, abses perirektal Striktur : rasa borborygmi

kembung

Fistula : abses, malabsorpsi

setelah

pertumbuhan

makan,

bakteri

distensi,

berlebihan

dan

Abses : demam, menggigil, massa di abdomen yang nyeri bila ditekan, leukosit . Karsinoma : usus halus dan kolon; risiko sama dengan kolitis ulserativa apabila keseluruhan kolon terkena; skrining dengan kolonoskopi.

PENATALAKSANAAN Terapi simtomatik dan diet Suplemen serat (kecuali gejala obstruktif pada penyakit Crohn) Tidak

mengkonsumsi kafein dan sayur

yang

menghasilkan gas Percobaan diet bebas laktosa pada penyakit Crohn Antidiare dan antispasmodik kecuali pada serangan akut Remisi Senyawa 5-ASA (formulasi yang cocok untuk mengobati daerah yang terkena) ± azatioprin atau 6- merkaptopurin. Pembedahan Kolitis ulserativa (25% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal, perdarahan, perforasi, striktur, kolitis fulminan atau megakolon toksik yang gagal berespons dalam 4872 jam setelah diberikan terapi medikamentosa, displasia atau karsinoma. Penyakit Crohn (75% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal, kebutuhan steroid kronis, striktur, fistula, abses, karsinoma.

Penatalaksanaan Serangan Akut Beratnya Pilihan Ringan

Senyawa 5-ASA Sulfasalazin (5-ASA + struktur yang berasal dari sulfa) : azoreduktase bakteri melepaskan 5-ASA dalam kolon. Mesalamin (5-ASA pada berbagai tingkat kesensitifannya terhadap pH atau kapsul-kapsul yang time-dependent) Asakol : larut pada pH 7,0

5-ASA yang dilepaskan pada usus

halus terminal dan kolon Pentasa : 5-ASA dilepaskan ke seluruh usus halus dan kolon Olsalazin (5-ASA dimer) : terpecah di dalam kolon Sedang

+ Metronidazol apabila terdapat penyakit Crohn perianal Steroid oral + Azatioprin, 6-merkaptopurin, atau metotreksat pada penyakit Crohn

Berat

Steroid intravena + siklosporin + Ab anti TNF- (untuk penyakit Crohn yang refrakter) Usus diistirahatkan, obat pilihan anti-diare, TPN, antibiotik Pemeriksaan abdomen serial dan radiografi / CT untuk menentukan dilatasi, perforasi, atau abses. Dekompresi pada megakolon toksik (Pasien berguling dari sisi ke sisi dan ke arah abdomennya)

(Med Clin North Am78 : 1413, 1994)

ISKEMIK MESENTERIKA Etiologi akut pada usus halus Emboli arteri (50%) : dari LA (AF) atau LV ( EF) Trombosis Arteri (20%) : biasanya pada tempat aterosklerosis yang sebelumnya ada, sering berasal dari arteri. Iskemia mesenterikus non-oklusif (20%) : curah jantung yang rendah + agen -adrenergik dosis tinggi. Trombosis vena (10%) : keadaan hiperkoagulasi, hipertensi portal, keganasan, peradangan (pankreatitis, peritonitis), trauma, pembedahan. Kolitis iskemik Non-oklusif, dengan curah jantung yang diperberat oleh aterosklerosis yang sebelumnya sudah ada. Manifestasi klinis + Riwayat tanda-tanda iskemia mesenterikus kronis : nyeri perineumbikalis setelah makan, cepat kenyang.

Akut; onset mendadak nyeri abdomen, lebih nyeri dibandingkan saat pemeriksaan fisik pada abdomen. Subakut : onset mual yang meningkat bertahap, muntah, anoreksia, perubahan pola defekasi. GIB Pemeriksaan fisik Mungkin tidak ada tanda yang jelas Infark mesenterium yang dicurigai karena adanya nyeri tekan di abdomen pada peritoneum

tanda-tanda

distensi, hilangnya bising usus, nyeri tekan yang sangat hebat, uji

darah samar (+). Pemeriksaan diagnostik Evaluasi laboratorium : Hitung leukosit , amilase , LDH dan CPK; asidosis metabolik dan laktat (lambat). Pemeriksaan pencitraan Foto polos adinamik

abdomen

:

ileus

USG doppler (sering sulit karena distensi usus) : mungkin menunjukkan aliran mesenterikus yang abnormal. CT abdomen : penebalan dinding usus, pneumatosis dinding usus Angiografi : standar)

merupakan pemeriksaan baku (gold

Penatalaksanaan Penggantian volume cairan dan mengoptimalkan hemodinamik, menghentikan agen adrenergik bila memungkinkan. Antibiotik Infus agen trombolitik intraarteri untuk emboli arteri akut Antikoagulan vena

untuk

trombosis

Infus papaverin intraarteri untuk iskemia mesenterikus nonoklusif Pembedahan : embolektomi untuk emboli arteri akut; reseksi usus yang terkena

infark mesenterikus.

Prognosis Mortalitas 20-70%

PANKREAS AKUT Etiologi Umumnya : Alkohol dan batu empedu Jarang Obstruksi (tumor pada ampula atau pankreas, divisum pankreas dengan stenosis papila minor). Metabolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia) Obat-obatan (furosemid, tiazid, sulfa, didanosin, penghambat protease, estrogen, azatioprin). Infeksi (echovirus, Coxsackievirus, mumps, rubela, EBV, CMV, HIV, HAV, HBV). Trauma (trauma tumpul abdomen, pasca ERCP) Sengatan kalajengking (di Trinidad) Manifestasi klinis Nyeri abdomen di midepigastrium, menyebar ke punggung, hilang bila posisi duduk condong ke arah depan. Mual dan muntah Demam Pemeriksaan fisik

Nyeri tekan dan nyeri lepas di daerah abdomen, bising usus

(ileus adinamik), massa

abdomen dapat dipalpasi +. Apabila berat : tanda Cullen (periumbilikalis) atau Grey Turner (bokong) menunjukkan adanya perdarahan retroperitoneum. Hipotensi atau syok +

Pemeriksaan diagnostik Laboratorium : amilase dan

lipase

Bergantung tingkat keparahannya : leukosit , hematokrit , BUN , Ca , glukosa , uji fungsi hepar + . Pemeriksaan pencitraan : CT abdomen merupakan terpilih (namun akan tampak normal pada lebih dari 28% kasus ringan) Suntikan cepat kontraksi IV + (CT dinamik) untuk menilai integritas mikrosirkulasi dan mendeteksi nekrosis dapat menunjukkan kalsifikasi apabila terdapat pankreatitis kronis. Drainase abses yang dipandu CT atau aspirasi jarum halus pada nekrosis pankreas. Endoscopic retrograde cholangiopancreatograpgy (ERCP) : secara umum bukan indikasi kecuali pada pankreatitis karena batu empedu dengan obstruksi biliaris (lihat dibawah). Penatalaksanaan Terapi suportif Resusitasi cairan (mungkin perlu hingga 10 L/hari apabila terjadi pankreatitis yang menyebabkan gangguan hemodinamika yang berat. Analgetik dengan meperidin Penggantian elektrolit Sisa pankreas NPO : penyedotan pada NG jika mual dan muntah proyektil; pemberian octreotide pada kasus-kasus yang berat. Antibiotik : imipenem pada pasien yang mengalami nekrosis ERCP apabila pankreatitis disebabkan batu empedu dengan obstruksi biliaris

Komplikasi Sistemik : syok, ARDS, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna. Metabolik : hipokalsemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia Pseudokista (10-20%) Dicurigai bila terdapat nyeri persisten atau peningkatan enzim amilase atau lipase yang persisten kebanyakan sembuh secara respon spontan; apabila menetap > 6 minggu dan disertai rasa nyeri drainase internal atau perkutaneus. Pankreatik nekrotikans : tangani secara konservatif selama mungkin, pembedahan dilakukan apabila pasien tetap tidak stabil. Infeksi (5%) leukosit

:

demam

peningkatan

Abses pankreas : antibiotik + drainase (jika mungkin di pandu dengan CT) Pankreatik nekrotikans terinfeksi (aspirasi

kultur bakteri (+)) : antibiotik +

debrideman secara pembedahan (mortalitas 100% tanpa debrideman yang ekstensi / luas). Asites pankreatik atau efusi pleura : menunjukkan disrupsi duktus pankreatikus; pertimbangan ERCP dengan penempatan stent menyilang duktus. Kriteria Ranson Pada diagnosis

Pada 48 jam

Usia > 55 tahun

Hematokrit

Jumlah leukosit > 16.000/mm3

BUN

Glukosa > 200 mg/dl

Defisit basa > 4mEq/L

AST > 250 U/L

Ca < 8 mEq/L

LDH > 350 U/L

PO2 < 60 mmHg

> 10 %

> 5 mg/dl

Sekuestrasi cairan > 6 L Prognosis #Kriteria

Mortalitas

<2

<5%

3–4

15 – 20 %

5–6

40 %

>7

> 99 %

(Am J Gastroenterol 77 : 663, 1982) UJI HEPAR ABNORMAL Uji fungsi hepar Albumin : petanda umum untuk sintesis protein hepar. Menurun secara perlahan pada gagal hepar. Waktu protrombin (PT) : bergantung pada sintesis faktor pembekuan I, II, V, VII, X; karena waktu paruh beberapa faktor pembekuan ini pendek, peningkatan PT dapat terjadi dalam hitungan jam setelah terjadi disfungsi hepar. Bilirubin : produk metabolisme heme di dalam hepar; baik tak terkonjugasi (indirek) ataupun terkonjugasi (direk). Uji hepar abnormal pada cedera Aminotransferase intraselular

(AST,

ALT)

:

enzim-enzim

ALT spesifik terhadap hepar; AST ditemukan dalam hepar, jantung, muskulo skeletal, ginjal, dan otak; aminotransferase berupa LDH nonspesifik dilepaskan (dan menjadi meningkat kadarnya) pada nekrosis dan peradangan hepar. ALT > AST

hepatitis virus ; AST : ALT > 2 : 1

hepatitis alkoholik, LDH

hepatitis iskemik. Fosfatase alkali (AP) : enzim yang terikat pada membran kanikular hepar Selain di hepar, juga ditemukan di tulang, usus, dan plasenta Untuk menginformasikan enzim ini berasal dari hepar adalah dengan : fraksinasi panas : (“hepar hidup, tulang terbakar”), 5’-NT atau

GGT.

kadar terlihat pada obstruksi biliaris (seperti : batu) atau kolestasis intrahepatik (seperti : infiltrasi hepatik) Pola-pola pada cedera hepar Hepatoselular : aminotransferase

,

bilirubin atau AP +

aminotransferase (> 1000) : hepatitis virus, overdosis asetaminofen, dan iskemia.

Kolestasis :

AP dan bilirubin,

aminotransferase +

Hiperbilirubinemia terpisah :

bilirubin, AP dan aminotransferase yang mendekati

normal. Infiltratif : AP

, bilirubin atau aminotransferase +

Gambar 3-6. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola hepatoselular Cedera hepatoselular (secara predominan AST dan ALT meningkat, bilirubin dan AP yang meningkat +) Petanda virus

Hepatitis virus

Autoantibodi

Skrining toksin

Autoimun

HAV, HBV, HCV, HDV, HEV, CMV, EBV, HSV, VZV

Hipotensi/CHF Penyakit sistemik

Obat dan toksin

Vaskular

Alkohol Asetaminofen Obat-obatan toksin

Iskemik Kongestif Budd-Chiari VOD

Herediter

Hemokromatosis Defisiensi alfa-1-AT penyakit Wilson

Gambar 3-7. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola kolestatik Kolestasis (secara predominan terdapat peningkatan AP dan bilirubin, AST dan ALT meningkat +) Tanpa dilatasi duktus biliaris pada USG

Dilatasi duktus biliaris pada USG +

Disfungsi hepatoselular

Kerusakan epitel biliaris intrahepatik Hepatitis sirosis

Obstruksi

Kolestasis Terinduksi obat Sepsis Pascaoperasi Sirosis biliaris primer

Koledokolitiasis Kolangiokarsinoma Karsinoma pankreas Pankreatitis Kolangitis sklerotikans

Gambar 3-8. Pendekatan uji hepar abnormal dengan hiperbilirubinemia yang terpisah Hiperbilirubinemia terisolasi (bilirubin meningkat, AP, AST, dan ALT mendekati normal

Tidak terkonjugasi (indirek)

Terkonjugasi (direk)

Defek pada sekresi empedu Hemolisis Eritropoiesis tidak efektif Reabsorpsi hematoma

Penyakit Gilbert Penyakit Crigler-Najjar

Sindrom Dublin-Johnson Sindrom Rotor

Gambar 3-9. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola infiltratif Infiltatif (secara predominan terdapat peningkatan AP, bilirubin, AST, ALT mendekati normal) Keganasan (HCC, metastatik, limfoma) Granuloma (TB, sarkoidosis, histopalasmosis) Abses (amuba, bakteri)

HEPATITIS Hepatitis A Penularan : rute orofekal; makanan, air, susu dan kerang yang tercemar; pusat perawatan harian dalam keadaan terjangkit wabah.

Inkubasi : 2-6 minggu Kronis : tidak ada Diagnosis : hepatitis akut = 1gM anti-HAV (+); pernah terpajan = anti-HAV (+), 1gM anti HAVHepatitis B Penularan : perkutaneus, seksual, perinatal Inkubasi : 2-6 bulan Sindrom ekstrahepatik : poliartritis nodosa, glomerulonefritis membranosa Kronisitas : < 10% Serologi : HbsAg : muncul sebelum gejala; digunakan untuk skrining pendonor darah HbeAg : bukti replikasi virus dan infektivitas IgM anti-HBc : Antibodi yang pertama kali muncul : menunjukkan infeksi akut IgG anti-HBc : menunjukkan infeksi HBV sebelumnya (HbsAg-) atau infeksi HBV yang sedang berlangsung (HbsAG +) Anti-HBe : menunjukkan penghentian replikasi virus, infektivitas Anti-HBs : menunjukkan resolusi penyakit akut dan kekebalan (petanda tunggal setelah vaksinasi) HBV DNA : muncul dalam serum yang berhubungan dengan replikasi virus aktif di dalam hepar.

Gambar 3-10. Perjalanan serologik infeksi hepatitis virus B akut

Ikterus Gejala ALT

Anti-HBs Anti-HBc IgM anti-HBc

HBsAg Anti-HBe

HBeAg DNA p HBV DNA

BULAN SETELAH TERPAJAN

(Atas izin dari Hoofnage, J.H. dan Schafer, D.F. Serologic markers of hepatitis B virus Infection Semin Liver Dis 6 : 1-10, 1986) Diagnosis Diagnosis

HBsAG

Hepatitis akut Riwayat pajanan

Anti-HBc

-

IgM

-

Hepatitis kronis Imunisasi

Anyi-HBs

IgG +

-

IgG -

Penatalaksanaan untuk penyakit kronis (HbsAg (+), HBV DNA (+), ALT) IFN- -2b (N Engl J Med 323 : 295, 1990) atau lamuvidine (N Engl J Med 333 : 1657, 1995) hilangnya petanda replikasi virus dan normalisasi uji fungsi hepar pada 20-40%. Transplantasi hepar : 80-100% reinfeksi dan hasilnya sering buruk kecuali bila diberikan HBIG atau lamuvidine. Hepatitis C Penularan : perkutaneus > > seksual; 20% tanpa suatu pencetus yang jelas Inkubasi : 1-3 bulan Sindrom ekstrahepatik krioglobulinemia, porfiria kutaneus tarda, MPGN (glomerulonefritis membranoproliferatif), limfoma. Perjalanan penyakit Infeksi akut : ikterus pada 25%, subklinis pada 75%, hepatitis fulminan pada < 1%.

Kronis : 80% berkembang menjadi hepatitis kronis, 20-30% dari yang berkembang menjadi sirosis (setelah

20 tahun), karsinoma hepatoselular berkembang menjadi 2-5% sirosis

tiap tahunnya (biasanya setelah 30 tahun). Serologi Anti-HCV (ELISA) :

dalam waktu 6 minggu hingga 6 bulan

HCV RIBA : digunakan untuk mengkonfirmasi anti-HCV-ELISA

pada pasien dengan

kemungkinan kecil infeksi HCV. HCV RNA : petanda infeksi aktif Diagnosis : hepatitis akut =

HCV RNA, anti HCV +; hepatitis kronis = anti-HCV dan

HCV RNA . Penatalaksanaan : (pasien dengan

ALT dan peradangan aktif pada biopsi terhadap seluruh

pasien; JAMA 280 : 2088, 1998) IFN- -2b

20% laju respons bertahan (N Engl J Med 321 : 1501 dan 1506, 1989).

IFN + ribavirin

- 40% laju respons bertahan (N Engl J Med 339 : 11485 dan 1493, 1998)

transplantasi hepar : 100% terinfeksi kembali, namun biasanya ringan. Hepatitis D Penularan : perkutaneus atau seksual Patogenesis : memerlukan fungsi pembantu infeksi HBV untuk menimbulkan baik infeksi spontan maupun superimposisi. Perjalanan penyakit : hepatitis yang lebih berat, perubahan ke arah sirosis yang lebih cepat Diagnosis : anti-HDV Hepatitis E Penularan : oro-fekal; wisatawan ke Pakistan, India, Asia Tenggara, Afrika, dan Meksiko. Perjalanan penyakit : hepatitis akut dengan mortalitas yang meningkat (10-20%) selama kehamilan. Diagnosis : IgM anti-HEV (melalui CDC) Virus-virus lain : (CMV, EBV, HSV, VZV)

AUTOIMUN Klasifikasi (N Engl J Med 334 ; 897, 1996) Tipe 1 : Antibodi anti-otot polos (ASMA), ANA; 2/3 perempuan; penyakit tiroid autoimun +, atau RA. Tipe 2 : mikrosom tipe 1 anti-hepar/ginjal (antiLKM1) Tipe 3 : antigen hepar anti-larut (anti-SLA) Sindrom Tumpang-tindih Hepatitis autoimun + sirosis biliaris primer atau kolangitis sklerosis primer Penatalaksanaan Prenison + azatioprin

80% remisi; 50-90% relaps saat penghentian, memerlukan

terapi jangka panjang.

PENYEBAB LAIN HEPATITIS ATAU HEPATOTOKSISITAS Hepatitis alkoholik Kadar aminotransferase biasanya < 300-500 dengan rasio AST : ALT > 2 : 1, sebagian karena adanya defisiensi B6 yang terjadi bersamaan. Pengobatan : diindikasikan jika fungsi diskriminan > 32 atau ensefalopati (tanpa GIB atau infeksi) Fungsi diskriminan = [4,6 x (PT-kontrol)] + bilirubin total (mg/dl) Prednison 40 mg per oral 4 kali sehari selama 1 bulan (N Engl J Med 326 : 507, 1992). Hepatotoksisitas asetaminofen Patofisiologi : metabolisme normal melalui glukuronidasi dan sulfasi metabolit nontoksis; Over dosis

hidroksilasi N oleh sitokrom P450

disimpan oleh glutation sampai jenuh

hepatotoksisitas.

senyawa reaktif elektrofilik yang

Pengobatan : N-asetilsestein : diberikan sampai 36 jam setelah konsumsi obat jika kadar asetaminofen sudah

(sehingga kadar puncak tidak diketahui).

Regimen : dosis pembebanan 140 mg/kg setiap 4 jam sebanyak 17 kali dosis tambahan. Obat-obat dan toksin lain yang dapat menyebabkan hepatitis Amidaron, azol, statin, INH, metildopa, fenitoin, sulfonamid, tetrasiklin Halotan, CCI4 Jamur racun (Amanita phalloides) Hepatitis iskemik : “syok hepar” dengan aminotrasferase > 1000 dan LDH Stetohepatitis non-alkoho lik (NASH) Perubahan lemak dan peradangan dalam hepar bukan pada waktu penggunaan alkohol. Berhubungan dengan obesitas, hiperlipidemia, diabetes melitus, dan sindrom Cushing. Gambar 3-11. Nomogram toksisitas asetaminofen

Konsentrasi asetaminofen plasma ( g/ml)

300 Garis Rumack-Matthew 100

Garis Penanganan 10

1

0

4

8

12

16

20

24

28

32

Jam setelah mengkonsumsi

(Apabila kadar asetaminofen didapatkan > 4 jam setelah lajak takar (over dosis) turun hingga di atas garis pengobatan, berikan asetilsistein untuk keseluruhan waktu pemberian. Diadaptasi dari

Arch Int Med 141 : 382, 1981 dan Guidelines for the Management of Acute Acetaminophen Overdose atas izin McNeil, 1999)

GAGAL HATI AKUT Definisi Penyakit hepar akut + koagulopati + ensefalopati Fulminan = berkembang dalam 8 minggu; subfulminan = berkembang antara 8 minggu hingga 6 bulan. Etiologi Virus ( 60%) HAV (0,35% infeksi akut), HBV (1%), HCV (< < 1%), HDV (10%), HEV (jika hamil). HSV (penjamu mengalami gangguan kekebalan), EBV, CMV, adenovirus, paramiksovirus, parvovirus B19. Obat-obatan / Toksin ( 20%) Asetaminofen Obat lain : fenitoin, INH, rifampin, sulfonamid, tetrasiklin, amidaron, propiltiourasil. Toksin : hidrokarbon terfluorinasi, CCI4 Amanita phalloides Vaskular : hepatitis iskemik, sindrom Budd-Chiari, VOD hepatik, infiltrasi malignan. Hepatitis autoimun

Lain-lain : penyakit Wilson, perlemakan hepar akut pada kehamilan, sindrom HELLP, sindrom Reye. Idiopatik ( 20%) Manifestasi klinis Neurologik Asteriksis Ensefalopato : Derajat I = perubahan status mental; derajat II = letargi, konfusi, derajat III = stupor, derajat IV = koma. Edema serebral

refleks Cushing (hipetensi + bradikardi), dilatasi pupil, posisi

deerebrasi, apnu. Kardiovaskular : hipotensi dengan SVR yang rendah Paru : alkalosis respiratorik, asupan O2, perifer yang terganggu, ARDS Saluran cerna : GIB, pankreatitis Ginjal : nekrosis tubular akut (ATN), sindrom hepatorenal, hiponatremia, hipokalemia, hipofosfatemia. Hematologi : koagulopati (karena sintesis faktor pembekuan darah + DIC) Infeksi : terlihat pada 90% pasien; SBP pada 32% pasien; demam dan leukositosis mungkin tidak dijumpai. Endokrin : hipoglikemia Rencana penanganan Serologi virus Skrining toksikologi (kadar asetaminofen tiap 1-2 jam hingga puncaknya ditentukan) Pemeriksaan pencitraan (USG pada abdomen kuadran kanan atas atau CT abdomen, pemeriksaan doppler terhadap vena porta dan hepatika). Uji lainnya : serologi autoimun, seruloplasmain dan tembaga dalam urin Biopsi hepar (kecuali ada koagulopati) Penatalaksanaan

Perawatan setingkat ICU yang potensial meliputi pengawasan dan perawatan ICP, hemodinamik dan alat bantu ventilator, anti-koagulopati, pengawasan dan penanganan secara agresif terhadap infeksi, tetesan D10 untuk hipoglikemia, dan lain-lain. Penatalaksanaan kortikosteroid

penyebab

spesifik

(N-asetilsistein

untuk

asetaminofen,

terhadap hepatitis autoimun, terapi khelasi terhadap penyakit Wilson, dan lainlain) Transplantasi hepar jika prognosisnya buruk (lihat dibawah) Prognosis Kelangsungan hidup 10-50% Perkiraan hasil akhir yang buruk (Gastroenterology 97 : 439, 1989) Usia > 40 tahun; penyebabnya selain asetaminofen, HAV dan HBV Ensefalopati derajat III atau IV (onset > 7 hari setelah onset ikterus), PT > 50, bilirubin > 17,5. Daya tahan hidup 1 tahun setelah transplantasi hepar adalah > 60%.

SIROSIS Definisi Definisi : regenerasi fibrosis dan nodular yang berasal dari cedera hepatoselular. Etiologi Alkohol Hepatitis virus (Infeksi HBV, HCV, HDV kronis) Hepatitis autoimun (perempuan, IgG , ANA , Ab-otot polos) Penyakit metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi 1-antitripsin. Penyakit traktus biliaris : sirosis biliaris primer, sirosis biliaris sekunder (kalkulus, neoplasma, striktura, atresia biliaris), kolangitis sklerosis primer. Penyakit vaskular : sindrom Budd-Chiari, gagal jantung sisi kanan atau perikarditis konstriktif Manifestasi klinis Mungkin subklinis akan muncul sebagai disfungsi hepar yang progesif, hipertensi portal, atau keduanya. Pemeriksaan fisik Hepar : membran, dapat dipalpasi, berbatas tegas, nodular

menyusut dan nodular.

Tanda gagal hepar : ikterus, telangiektaris, eritema plamaris, kontraktur Dupuytren, bantalan kuku proksimal berwarna putih (kuku Terry), ginekomastia, atrofi testis, asteriksis, ensefalopati, fetor hepatikus. Tanda hipertensi portal : splenomegali, asites, vena abdominal superfisialis yang berdilatasi (kaput medusa). Langkah Penanganan

USG abdomen : ukuran hepar, melihat adanya karsinoma hepatoselular, asites, menilai patensi vena porta, splenikus dan hepatika. Serologi hepatitis (HbsAg, anti HBs, anti-HCV), pemeriksaan hepatitis autoimun (IgG, ANA, Ab anti-otot polos), pemeriksaan Fe (saturasi Fe, feritin), seruloplasmin, tembaga urine,

1 AT,

Ab anti-mitokondrial, ekokardiogram (jika berkenaan dengan gagal

jantung sisi kanan). Biopsi hepar (perkutaneus atau transjugularis) AFP Komplikasi Hipertensi portal : aasites, peritonitis bakterialis spontaneus, varises, UGIB Ensefalopati hepatik : kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH, dan sejenisnya) yang dicetuskan dengan

kadar NH3 yang terlihat dengan asupan protein

yang berlebihan, konstipasi, GIB, infeksi, azotemia, hipokalemia, gagal hepar, HCC, pirau portosistemik, hipotensi, alkalosis. Penatalaksanaan : pembatasan asupan protein, laktulosa (pengawasan kolon yang + menjadikan NH 3

NH4 ; perubahan flora usus

organisme yang

menghasilkan NH3), neomisin, flumazenil. Sindrom hepatorenal : azotemia dan oluguria progesif, UNa < 10 mEq/L, tidak ada respons terhadap pemberian cairan intravena (IVF). Pencetus : GIB, diuresis berlebihan, parasentesis, aminoglikosida, NSAID Sindrom hepatopulmonal : hipoksemia )+ plapnu-ortodeoksia) karena pirau AV paru. Gagal hepar : dicetuskan karena kerusakan hepar yang lebih lanjut atau stresor sistemik (infeksi, pembedahan). Infeksi Karsinoma hepatoselular : pertimbangkan apabila ukuran hepar , asites dan nyeri abdomen , ensefalopati , berat badan , AFP , atau nodul hepatik pada USG atau CT. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh Nilai Skor 1

2

3

Asites

Tidak ada

Mudah diatasi

Sulit diatasi

Ensefalopati

Tidak ada

Derajat I atau II

Derajat III atau IV

Bilirubin (mg/dl)

< 2,0

2, 0-3,0

> 3,0

Albumin (g/dl)

> 3,5

2, 8-3,5

< 2,8

<4

4–6

>6

PT (memanjang)

Klasifikasi Jumlah keseluruhan

A

B

C

5–6

7–9

10 – 15

(Birt J surg 60 : 646, 1973) Tranplantasi Hati Indikasi :

ensefalopati berat

atau rekurens, asites reprakter,

peritonitis

bakterial

spontan (SBP), perdarahan varises rekurens, bilirubin > 10 mg/dl, albumin < 3 g/dl, PT > 3 detik di atas kontrol. Kontraindikasi :

HIV,

penyalahgunaan

substansi

akut,

sepsis,

keganasan

(ekstrahepatik), komorbiditas berat. Daya tahan hidup 1 tahun hingga lebih dari 90%, daya tahan hidup 5 tahun mencapai lebih dari 80%. ETIOLOGI SIROSIS YANG KURANG SERING Hemakromatosis Definisi : gangguan kelebihan tembaga yang diturunkan secara resesif autosomal. Epidemiologi : 1 dalam 300, biasanya pada laki-laki usia pertengahan Manifestasi klinis tambahan : kulit berwarna perunggu, diabetes melitus, artritis, gagal jantung. Pemeriksaan diagnostik : saturasi zat besi (> 60% pada laki-laki, > 50% pada perempuan), feritin, indeks besi hepar > 1,9, mutasi gen HFE. Penatalaksanaan genetik. Penyakit Wilson

:

flebotomi,

deferoksamin,

konseling

Definisi : gangguan kelebihan tembaga yang diturunkan secara resesif autosomal. Epidemiologi : 1 dalam 30000-50000, biasanya manifestasi dimulai sebelum usia 30 tahun. Manifestasi klinis tambahan : gangguan neuropsikiatrik, cincin Kayser-Fleischer. Pemeriksaan diagnostik : tembaga di urine, seruloplasmin serum , kandungan tembaga di hepar > 250 gram/g berat kering. Penatalaksanaan : terapi khelasi dengan penisilinamin, trientin; seng oral apabila preimtomatik atau hamil. Defisien 1-AT

1-antitripsin

( 1-AT)

yang abnormal

polimerisasi di hepar (sirosis) & protase yang tak terkontrol di paru

(emfisema). Manifestasi klinis tambahan : emfisema Pemeriksaan diagnostik : tidak ada globulin

1-AT

pada SPEP, badan inklusi

dengan

pewarnaan PAS pada biopsi hepar.. Penatalaksanaan : transplantasi hepar (untuk penyakit hepar) dan penggantian

1-AT

(terhadap penyakit paru). Sirosis biliaris p rimer (PBC, Primary Biliary Cirrhosis) Definisi : destruksi autoimun atau duktus biliaris intrahepatik Epidemiologi : perempuan usia pertengahan, familial, bersamaan dengan penyakit autoimun. Manifestasi klinis tambahan : fatigue, pruritus, malabsorpsi lemak Pemeriksaan diagnostik : AP , bilirubin , An anti-mitokondrial (AMA)

pada 95%,

kolesterol . Penatalaksanaan : asam ursodeoksikolat; vitamin yang larut dalam lemak; kolestiramin untuk pruritus, transplantasi. Kolangitis sklerosis p rimer (PSC, Primary Sclerosing Cholangitis) Definisi : kolestatis idiopatik dengan fibrosis pada duktus biliaris intra dan ekstrahepatik.

Epidemiologi : laki-laki muda (usia 20-50 tahun), berhubungan dengan IBD pada 70% kasus (UC > > CD). Manifestasi klinis : pruritus, demam, keringat malam, nyeri kudran kanan atas, kolangiokarsinoma. Pemeriksaan diagnostik : bilirubin , AP , p-ANCA

pada 70%, ERCP

striktur duktus

biliaris berbercak multifokal. Penatalaksanaan : asam ursodeoksikolat, kolestiramin, vitamin yang larut dalam lemak, pemasangan stent pada striktur duktus biliaris yang dominan, transplantasi hepar (risikonya adalah adanya kemungkinan terjadi striktur duktus biliaris pasca transplantasi).

ASITES Etiologi Yang berhubungan dengan hipertensi portal (SAAG > 1,1) Sinusoid Sirosis (81% kasus) Peritonitis bakterial spontan (SBP) Hepatitis Metastasis masif pada hepar Karsinoma hepatoseluler Pasca-sinusoid Perikarditis konstriktif Gagal jantung kongestif sisi kanan

Insufisiensi trikuspid Budd-Chiari (trombosis vena hepatika) Penyakit oklusi vena Pre-sinusoid (kadang-kadang menyebabkan asites) Trombosis vena spenikus atau porta Skistosomiasis Yang tidak berhubungan dengan hipertensi portal (SAAG < 1,1) Peritonitis TB, ruptur viskus (amilase

)

Karsinomatosis peritonii Pankreatitis (amilase ) Vaskulitis Lain-lain : sindrom Meig, miksedema, sindrom nefrotik, enteropati akibat kehilangan protein. Chylous : limfoma, TB, trauma Patofisiologi Teori “Underfill” : hipertensi portal plasma

transudasi cairan ke dalam peritoneum

retensi Na di ginjal.

Teori “Overflow” : refleks hepatorenal

retensi Na

Teori vasodilatasi perifer : hipertensi portal oksida)

volume

efektivitas volume arteri

Hipoalbuminemia

vasodilatasi sistemik (karena lepasnya nitrat

retensi Na di ginjal.

penurunan tekanan onkotik serum

produksi limfe hepatik Langkah-langkah penatalaksanaan Deteksi : pemeriksaan fisik (pekak alih, gelombang cairan) memiliki sensitivitas 60%; USG mendeteksi apabila > 100 cc. Gradien albumin serum asites (SAAG); akurasi > 95%; Ann Intern Med 117 : 215, 1992) > 1,1 g/dl

berhubungan dengan hipertensi portal ; < 1,1 g/dl

hipertensi portal.

tidak berhubungan dengan

Protein total cairan asites (AFTP, akurasi 50%); < 2,5 g/dl

“transudat”; > 2,5 g/dl

“eksudat” SBP (proses “eksudasi”) : SAAG < 1,1 namun AFTP < 2,5 g/dl Asites karena jantung (proses-proses transudatif) : SAAG > 1,1 tapi AFTP > 2,5 g/dl sehingga AFTP berguna apabila SAAG > 1,1 untuk membedakan sirosis ( AFTP) dengan asites karena jantung (AFTP ) Apabila terdapat hipertensi portal pikirkan uji fungsi hepar, USG di abdomen kuadran kanan atas, pemeriksaan doppler pada vena porta, splenikus dan hepatikus, ekokardiogram + kateterisasi jantung kanan (apabila tanda-tanda gagal jantung sisi kanan), biopsi hepar. Singkirkan infeksi : hitung jenis (perlakukan seperti pada peritonitis apabila neutrofil > 220 – 500/ l), pewarnaan gram dan kultur (+ BTA) + inokulasi bangsal terhadap botol-botol kultur darah (hasil 85%). Uji lain sesuai indikasi (seperti : amilase, sitologi)

Penatalaksanaan Asupan Na

(1-2 g/hari); tirah baring, pembatasan cairan bila hiponatremik

Diuretik (efektif pada 90% kasus) Spironolakton (mulai dengan 100 mg PO 4 x 1) + furosemid (mulai dengan 40 mg PO 4 x 1) Tujuan : membuat diuresis

1 L/hari (biasanya tubuh tidak mampu mereabsorpsi

asites dengan kecepatan > 1 L/hari). Parasentesis terapeutik Indikasi bila pasien dispnu atau merasa sangat tidak nyaman Keluarkan 4-6 liter; + albumin pengganti (sedikit abnormalitas kimiawi asimtomatik; tidak ada perubahan mortalitas). Parasentesis terapeutik pasien rawat jalan Pirau portosistemik intrahepatik transjugular (TIPS) : > 75% resolusi asites, namun > 15% menjadi ensefalopati.

Transplantasi hepar, bila memenuhi syarat. Peritonitis bakterial Definisi Tipe

Hitung sel asites/mm

Steril

< 250 PMN

Peritonitis bakterial spontan

> 250 PMN

3

Kultur asites (satu organisme)

Asites neutrositik kultur negatif

> 250 PMN

-

(CCNA) Bakterasites

non-neutrositik

< 250 PMN

(NNBA)

organisme)

Sekunder Berhubungan

(satu

> 250 PMN dengan

dialisis

(polimikroba)

> 100 dengan predominan

peritoneum

PMN

Peritonitis Spontan

Bakterial

Epidemiologi : terjadi pada 19% sirosis; faktor risiko : AFTP < 1,0 g/dl, serum bilirubin > 2,5 mg/dl. Manifestasi klinis : demam, nyeri abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas, perubahan status mental, tanda klinis mungkin kurang dipercaya, karena memiliki ambang yang rendah dalam parasentesis diagnostik. Patogen : 70% batang gram negatif (E. Coli, Klebsiella), 30% kokus gram positif (S. Penumococus, golongan streptococci lainnya,Enterococcus). Pengobatan : sefalosporin generasi III (pemberiannya berdasarkan kultur dan sensitivitas data) selama 5 hari profilaksis (apabila ada riwayat SBP, GIB, atau albumin asites < 1,0 g/dl) : norfloksasin 400 mg PO 4 x 1. CNNA : varian dari peritonitis bakterial spontan dengan perjalanan penyakit yang serupa, juga diterapi dengan sefalosporin generasi III selama 5 hari. NNBA : simtomatik

obati

hanya

jika

Sekunder (abses intraabdominal atau viskus yang mengalami perforasi)

Polimikroba Biasanya AFTP > 1,0 g/dl, glukosa cairan asites < 50 mg/dl, atau LDH cairan asites > 225 U/L. Penatalaksanaan : sefalosporin generasi III + metronidazol Yang berhubungan dengan dialisis peritoneum Patogen : 70% kokus gram positif, 30% batang gram negatif Penatalaksanaan : vankomisin + gentamisin (bolus IV kemudian berikan saat dialisis peritoneum)

PENYAKIT TRAKTUS BILIARIS KOLELITIASIS (“BATI EMPEDI”) Epidemiologi > 10% orang dewasa menderita batu empedu, prevalensi

pada perempuan dan sejalan

dengan penambahan usia, obesitas, dan kehamilan. Patogenesis Empedu = gram empedu, fosfolipid, kolesterol, pembentukan batu empedu. Jenis batu empedu

saturasi kolesterol dalam empedu

Campuran (80%) : batu multipel, kebanyakan kolesterol, dapat berkalsifikasi (1520%). Kolesterol (10%) : biasanya batu tunggal, besar, tidak mengalami kalsifikasi Pigmen (10%) : bilirubin tak terkonjugasi (karena itu terlihat pada hemolisis kronis) dan kalsium. Manifestasi klinis Anamnesis : mungkin asimtomatik (gejala pada

2% tahun) “kolik” biliaris serangan di

kuadran kanan atas atau nyeri di epigastrium yang mulainya mendadak, terusmenerus, menghilang perlahan, dan berlangsung selama 30 menit hingga 3 jam. Berhubungan dengan nausea. Bisa dicetuskan oleh makanan berlemak. Pemeriksaan fisik : tidak demam, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas. Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas > 90-95%; dapat memperlihatkan komplikasi (kolesistitis dan kolangitis) Penatalaksanaan Kolesistektomi simtomatik

(biasanya

laparoskopi)

jika

Terapi disolusi oral (ursodiol) pada pasien yang menolak atau yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Komplikasi Kolesistitis (30% kolik biliaris simtomatik

kolesistitis dalam 2 tahun)

Kolangitis pankreatitis KOLESISTITIS Definisi Peradangan pada kandung empedu (vesika felea) Patogenesis Obstruksi empedu

duktus

sistikus

oleh

batu

Manifestasi klinis Anamnesis : mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan midepigastrium yang berat dan menetap. Pemeriksaan fisik : nyeri tekan di abdomen kuadrah kanan atas, tanda Murphy = rasa nyeri di kuadran kanan atas pada saat inspirasi, palpasi vesika felea bisa +. Evaluasi laboratorium : jumlah leukosit , bilirubin dan AP

+, amilase

+ (bahkan tanpa

adanya pankreatitis) Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk batu empedu; tanda spesifik kolesistitis meliputi cairan perikolesistik, edema dinding vesika felea, dan tanda Murphy pada sonografi. Koleskintigrafi (HIDA-scan) : uji paling sensitif terhadap kolesistitis akut. Prosedurnya meliputi injeksi HID

intravena

yang

berlabel radioaktif,

yang

secara selektif

melakukan sekresi ke dalam percabangan biliaris. Pada kolesistitis akut, HIDA memasuki duktus kolekodus (CBD), tapi tidak ke vesika felea. Penatalaksanaan NPO, cairan IV, antibiotik (E. Coli, Klebsiela, enterokokus, dan Enterobacter adalah kuman patogen yang sering). Kolesistektomi semidarurat (biasanya dalam 72 jam) Kolesistostomi dan drainase perkutaneus pada pasien yang keadaan umumnya sangat lemah sehingga belum bisa dilakukan tindakan pembedahan. ERCP atau eksplorasi duktus koledokus untuk melihat koledokolitiasis pada pasien yang ikterik atau terlihat batu di duktus koledokusnya pada USG. Komplikasi Perforasi Empiema Vesika felea emfisematosa karena infeksi oleh organisme yang membentuk gas.

Fistula kolesisenterik (ke duodenum, kolon, atau gaster) : dapat terlihat udara pada percabangan biliaris. Ileus batu empedu : obstruksi usus (biasanya pada ileum terminalis) karena batu dalam usus yang melewati suatu fistula. KOLEDOKOLITIASIS Definisi Batu empedu bersarang di duktus koledokus (CBD)

Epidemiologi Terjadi pada 15% pasien dengan batu empedu Manifestasi klinis Asimtomatik (50%) Kolik biliaris Ikterik Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas : tampak dilatasi duktus (namun sensitivitas hanya 33% untuk mendeteksi batu di duktus koledokus). Kolangiogram (ERCP, perkutaneus atau operasif) Penatalaksanaan ERCP dan papilotomi dengan ekstraksi batu Komplikasi Kolangitis Pankreatitis Kolesistitis Striktur

KOLANGITIS Definisi Obstruksi duktus koledokus (CBD)

infeksi proksimal dari lokasi obstruksi (“pus di bawah

tekanan”) Etiologi Batu duktus koledokus Striktur Neoplasma (biliaris atau pankreatik) Infiltrasi dengan parasit (cacing) (Clonorchis sinensis, Opisthorchis viverrini) Manifestasi klinis Trias Charcot : Nyeri kuadran kanan atas, ikterik, demam / menggigil Panca Reynold : Trias Charcot + syok dan perubahan status mental Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas ERCP Penatalaksanaan Antibiotik Dekompresi cabang biliaris dengan ERCP atau tindakan pembedahan.

“ ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) “ Pendekatan (pendekatan yang sistematis merupakan hal yang vital) Kecepatan dan irama Interval (? BBB) dan aksis (? LAD / RAD) Pembesaran ruang jantung (? LAE / RAE, ? LVH / RVH)

Perubahan kompleks QRST (? Gelombang Q, progresi gelombang R buruk, elevasi atau depresi segmen ST, atau inversi gelombang T) Aksis Mengidentifikasi sadapan ekstremitas dengan kompleks isoelektrik → pertengahan (mean) aksis QRS tegak lurus dengannya Periksa sadapan yang tegak lurus untuk menentukan apakah pertengahan aksis QRS adalah 0

0

+90 atau -90 dari sadapan isoelektrik Gambar 1 – 1. Determinasi aksis QRS

Deviasi aksis ke kiri (LAD) Definisi : aksis > -30

-120

AVR 0

0

-90

0

-60

Determinasi : S > R pada sadapan II

0

AVL0

Etiologi

-30

-150

Hemiblok anterior kiri (LAHB)

0

0

10

+180

Left bundle branch block (LBBB)

0

0

+150

II III

0

+120

AVP

+30

Hipertrofi ventrikel kiri (LVH)

0

Infark miokardium (IM) inferior

+60

0

0

Diafragma yang mengalami elevasi

+90

Deviasi aksis ke kanan (RAD) Definisi : aksis > +90

0

Determinasi : S > R pada sadapan I Etiologi Hipertrofi ventrikel kanan (RVH) Hemiblok posterior kiri (LPHB) IM lateral Penyakit paru obstruktif menahun / 0

PPOM (biasanya tidak pada > + 110 ) Left Kriteria

bundle

branch

block Right bundle

branch

(LBBB)

(RBBB)

1. QRS ≥ 120 mdet

1. QRS ≥ 120 mdet

block

2. Gelombang R menghilang

monofasik, 2. Terdapat pola rsR’ pada

danmelebar

sadapan prekordial kanan

pada sadapan I, V5 & V4 3. Gelombang S melebar pada (±

gelombang S

apabila

sadapan I, V5 dan V6

kardiomegali) 3. Tidak ada Q pada sadapan I, V5 & V6 4. Kelainan

posisi

gelombang

ST

T

dan yang

berlawanan dengan defleksi mayor kompleks QRS 5. ± Progresi gelombang R buruk

(PRWP),

LAD,

gelombang Q’ pada sadapan inferior Kompleks

V1

V1

QRS

V6 V6

EKG Etiologi

Penyakit jantung koroner (PJK), PJK, hipertensi,

CMP,

hipertensi,

degenerasi pulmonale, CMP,

sistem konduksi

kor



degenerasi

sistem konduksi

Left anterior hemiblock (LAHB)

Left

posterior

hemiblock

(LPBH)

0

0

Kriteria 1. LAD (aksis > -30 dan biasanya 1. RAD (aksis > +100 ) 0

>- 60 ) 2. Kompleks qR pada sadapan I, kompleks rS pada sadapan III 3. QRS < 120 mdet

2. Kompleks rS pada sadapan I ; kompleks qR pada sadapan III 3. QRS < 120 mdet

Etiologi Varian normal, PJK, hipertensi, Jarang normal ; PJK, hipertensi,

CMP, stenosis aorta (AS)

CMP, AS

Interval QT yang memanjang CAD, mitral

kardiomiopati,

prolapsus

katup

Bradikardia berat atau blok AV derajat tinggi Obat – obatan jantung : antiaritmia kelas IA (contoh : kuinidin atau prokainamid), kelas IC (QRS memanjang : QT memanjang, namun ST tidak memanjang) , dan kelas III (contoh : sotasol, amiodaron) Obat – obatan trisiklik

psikotropik : fenotiazin, antidepresan

Obat – obat lain : antihistamin non-sedatif, makrolid, antijamur derivat azol Gangguan elektrolit hipomagnesemia

:

hipolaksemia,

?

hipokalemia,

?

Disfungsi sistem saraf otonom : perdarahan intrakranial (biasanya disertai gelombang T terbalik yang dalam), stroke, diseksi leher radikal, endarterektomi karotis Lain – lain hipotermia

:

hipotiroidisme,

Kongenital (Sindrom Jervell-Lange-Nielson dan RomanoWard) Pembesaran atrium kiri (LAE) Kriteria

> 120 mdet

Gelombang P EKG

II

Pembesaran atrium kanan (RAE)

> 40 mdet

V1 atau

> 1 mm

V1

> 25 mm II

> 15 mm

atau

Sistem penilaian LVH Romhilt – Estes Kriteria

Nilai

Amplitudo (adanya hal – hal berikut) Gelombang R atau S terbesar pada sedapan ekstremitas ≥ 20 mm S pada V1 atau V2 ≥ 30 mm R pada V5 atau V6 ≥ 30 mm Perubahan ST-T Δs (kelainan posisi berlawanan dengan defleksi mayor kompleks QRS)

3

Tanpa digoskin

3

Dengan digoskin

1

Pembesaran atrium kiri

3 0

Deviasi aksis ke kiri (≥ -30 )

2

Durasi QRS ≥ 90 mdet

1

Defleksi intrinsik pada V5 atau V6 ≥ 50 mdet

1

Nilai 4 = kemungkinan LVH

Sensitifitas 30 – 54 %

Nilai 5 = LVH definitif

Spesifisitas 83 - 97 %

(Am ∫ Heart 75 : 752, 1968)

Spesifikasi

Spesifikasi

pada PPOM

tanpa PPOM

di 28 – 70 %

25 %

67 – 76 %

0

Kriteria RVH Penurunan

Sensitivitas rasio

R/S

prekordium Deviasi aksis ke kanan (≥ + 100 )

12 – 55 %

87 – 95 %

≥ 96%

Rasio R/S pada V1 > 1

6 – 42 %

89 %

98 %

R pada V1 ≥ 7 mm

2 – 23 %

94 %

≥ 94%

(Am ∫ Cardiol 7 : 481, 1961 : Chest 65 : 622, 1974 ; dan Chau, th

Elektrocardiography in Clinical Practice. 4 ed, 1996) Gelombang O patologis Definisi : tinggi gelombang R ≥ 40 mdet atau > 25 % tinggi pada kompleks QRS yang bersangkutan Gelombang q kecil (septum) pada sadapan I, aVL, V5 dan V6 normal Gelombang Q tersendiri pada sadapan III, aVR, dan V1 bisa juga normal Progresi gelombang R buruk (PRWP) (Arch Intern Med 142 : 1145, 1982) Definisi : Hilangnya gaya anterior tanpa gelombang Q yang jelas ; gelombang R pada sadapan V3 ≤ 3mm Etiologi

Infark miokardium anteroseptal lama (biasanya gelombang R pada sadapan V3 ≤ 1,5 mm, ± ST ↑ persisten atau inversi gelombang T (TWI) pada sadapan V2 dan V3) Kardiomiopati LVH (RWP yang terlambat dalam voltase prekordial kiri prominen) RVH / PPOM (gelombang R kecil dan gelombang S prominen pada sadapan I) LBBB Rotasi jantung searah jarum jam Pemasangan sadapan di tempat yang salah Elevasi ST Infark miokardium akut (IMA) : kecembungan bertambah, ± inversi gelombang T / TWI) atau riwayat IM dengan elevasi ST persisten Spasme koroner (angina Prinzmetal) Perikarditis (difus, kecekungan bertambah segmen ST ↑ ; berhubungan dengan PR ↓ ; gelombang T biasanya tegak lurus sementara segmen ST ↑ ), miokarditis, kontusio jantung Repolarisasi awal yang normal : paling sering terlihat pada sadapan V2 - V3 dan pada dewasa muda. Titik ∫ ↑ 1 - 4 mm, takik pada penurunan tajam gelombang R kecekungan bertambah pada segmen ST; Gelombang T yang besar, perbandingan elevasi ST / amplitudo gelombang T < 25% Pola mungkin hilang dengan olahraga Repolarisasi abnormal yang berhubungan dengan LBBB atau LVH (biasanya hanya pada sadapan V1 - V2)

Depresi ST Iskemia miokardiu m (± abnormalis gelombang T) Efek digitalis (bukan tanda intoksida digoksin ; kenyataanya, sangat kurang berkorelasi dengan kadar digoksin) Hipokalemia (± gelombang U) Repolarisasi abnormal yang berhubungan dengan LBBB atau LVH (biasanya hanya pada sadapan V5, V6, I, aVL)

Inversi gelombang T (TWI) Iskemik atau infark miokardium Perikarditis Kardiomiopati Repolarisasi abnormal yang berhubungan dengan LBBB atau LVH Pasca takikardia atau pasca pacu jantung Elektrolit PaO2, PaCO2, pH, atau gangguan suhu tubuh inti Perdarahan intrakranial (biasanya dengan ↑ QT) Varian normal pada sadapan yang kompleks QRS-nya predominan negatif (contoh : sadapan III, aVF, V1, aVL, aVR) Sindrom gelombang T Juvenil (TWI persisten pada sadapan prekordial di atas dan meliputi V4)

“ NYERI DADA “ PENYEBAB YANG BERASAL DARI JANTUNG Gangguan

Karakteristik tipikal

Angina

Tekanan

Pemeriksaan diagnostik

substermal leher, EKG s (ST , ST , dan atau

rahang, lengan, durasi <30 menit TWI) dipsun,

diaforesis,

N/V

diperberat oleh kerja keras, hilang dengan nitrogliserin/istirahat Infark miokardium

Perikarditis

Sama dengan angina namum

EKG s (ST , ST

intensitasnya, durasi >30 menit

TWI CPK-MB atau troponin

Nyeri tajam menyekam kebahu Suara

gesekan

dan atau

pericardium

diperberat oleh respirasi hilang (pericardial friction rub) EKG bila duduk kearah depan

s (ST

yang cekung dan

difusi) efusi pericardium Diseksi aorta

Nyeri mendadak, seperti teriris Tekanan

darah

atau tersayat pisau, dipertengahan asimetris,

Al

skapula posterior atau anterior

atau

nadi

kasus

baru

pelebaran mediastinum pada rontgen toraks lumen palsu pada

tomografi

komputer

(CT), ekotransesopagus (TEE), angiografi, atau MRI

PENYEBAB YANG BERASAL DARI PARU Gangguan

Karakteristik tipikal

Pneumonia

Pleuritik,

Pemeriksaan diagnostik

dispnu, Demam,

takipnu,

krepitasi

dan

demam, batuk, sputum konsolidasi, infiltrat pada rontgen toraks Pleuritis

Nyeri tajam, pleuritik

Suara gesekan pleura (pleural friction rub)

Pneumotoraks

Unilateral

tajam, Hipersonol unilateral,

pleuritik

bunyi nafas,

onset pneumotoraks pada rontgen toraks

mendadak Edema paru

Pleiritik,

onset Takipnu, takikardia, hipoksemia, Scan

mendadak

ventilasi/perfusi atau angiogram paru

Hipertensi

Dipsnu, beban latihan Hipoksemia, P2 ’d,S3&S4 di sisi kanan

pulmonal

fisik

PENYEBAB YANG BERASAL DARI SALURAN CERNA Gangguan

Karakteristik tipikal

Refluks esofagus

Rasa terbakar substemal, rasa Pemeriksaan pH esofagus, asam

dimulut

;

Pemeriksaan diagnostik kombinasi uji perfusi asam bemstein

hipersaliva dan regurgitasi asam EGD diperberat oleh makan, posisi berbaring

hilang

dengan

antasida Spasme esofagus

Nyeri substermal yang hebat Pemeriksaan serial saluran diperberat saat menelan hilang cerna atas manometri dengan nitrogliserin atau CCB

Ruptur Mallory-Weiss Penyakit peptikum

Tercetus karena muntah

EGD

ulkus Nyeri epigastrik yang hilang EGD, uji H. pylori dengan antasida

hematemesis,

menelan Penyakit empedu

Nyeri perut kuadran kanan atas, USG kuadran kanan atas, mual/muntah diperberat

oleh uji fungsi hati

makanan berlemak Pankreatitis

Rasa

tidak

dipunggung/epigastrium

nyaman

amilase dan lipase, CT abdomen yang abnormal

PENYEBAB YANG BERASAL DARI MUSKULOSKELETAL DAN YANG LAINNYA Gangguan

Karakteristik tipikal

Pemeriksaan diagnostik

Kostokondritis

Nyeri tumpul atau tajam yang Nyeri tekan ketika dipalpasi terlokalisir

Penyakit

Tercetus

karena

gerakan, Rontgen foto

servikal/OA

berlangsung dalam hitungan detik hingga jam

Herpes zoster

Nyeri unilateral yang hebat

Ruam

dematomal

temuan sensorik Ansietas

“rasa sesak”

-

dan

“ EVALUASI NON-INVASIF PADA PJK “ Kemungkinan Pra Uji PJK Nyeri nonangina = 0 atau

Angina atipikal = 2 dari 3

Angina tipilak = 3

1dari 3 gejala

gejala

dari 3 gejala

Usia

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Waniat

30-39

5%

1%

22 %

4%

70 %

26 %

40-49

14 %

3%

46 %

13 %

87 %

55 %

50-59

22 %

8%

59 %

32 %

92 %

80 %

60-69

28 %

19 %

67 %

54 %

94 %

91 %

Gejala: (1) nyrti pada substernal, (2) tercetus karena pengerahan tenaga, (3) hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (N Engl J Med 300:1350, 1979) Uji toleransi latihan Indikasi : mendiagnosis PJK, mengevaluasi pasien yang diketahui PJK dan mengubah status klinisnya, resiko peningkatan pasien terhadap sindrom koroner akut, melokalisasi iskemia (diperlukan pencitraan radionuklir) Kontraindikasi : IMA dalam 48 jam, angina tak stabil yang tidak berespon dengan terapi, diketajui terdapat stenosis koroner cabang utama, stenosis aorta berat, gagal jantung kongestif simtomatik, artimia yang tak erkontrol Pilihan latihan : protokol baku Bruce atau modifikasinya, subaksimal, atau terbatasgejala Pilihan obat : latihan).

(untuk pasien yang tidak bisa melakukan

Vasodilatasi koroner : dipiridamol atau adenosin (mungkin mencetuskan bradikardia dan bronkospasme). Kronotropil/inotropik takiaritmia) Pilihan

:

dobutamin

(mungkin

mencetuskan

pencitraan : (untuk pasien yang pemeriksaan EKG, uji farmakologi, atau

lokalisasi iskemianya tidak dapat dinilai. EKG tak dapat dinilai = terpacu, LBBB, ST saat istirahat >1mm, digoksin? LVH(= sensitivitas,

spesifisitas), radionuklir WPW (thallium-201 atau

atau ekokardiografi

99m

Tc-sestaMIB)

Uji

Sensitivitas

ETT

-60

Spesifisitas

Keterangann

-80

Sensitivitas –90 % untuk 3VD, namun <50 % untuk IDV

ETT-Thal atau MIBI

80-90

70-90

sensitif dan spesifik, namun biaya , melokalisasi iskemia

Adenosin/dobutamin

80-90

70-90

Efek samping obat seperti yang

MIBI

tercantum diatas

Latihan/dobutamin

80-90

70-90

Melokalisasi iskemia, menilai

ECHO

LVEF;tergantung operator

(IACC 25:521 dan 30:260, 1997, Am Heart J 130:373, 1995, IAMA 280:913, 1998) Hasil Uji Denyut nadi (harus mencapai

85% denyut nadi maksimal yang diperkirakan selama

uji latihan supaya bernilai diagnnostik) dan respon tekanan darah Kapasitas latihan maksimal yang dicapai (METS atau menit) Perubahan EKG : kemungkinan ST , menurun atau horizontal pada PJK; kemungkinan besar ST Pencitraan : Defek radionuklir (reversibel iskemik;tetap infarrk) atau abnormalitas gerakan dinding dengan ekokardiografi (reversibel iskemia;tetap infark) Prognosis dan Skor Treadmil Duke = waktu latihan (menit) –(5 deviasi ST pada sadapan manapun) -(4 x indeks angina) Indeks angina adalah 0 bila tidak ada angina; 1 jika angina non-limiting; 2 jika angina menjadi alasan diberhentikannya latihan Pasien rawat inap Kategori

Skor

% Pasien

Pasien rawat jalan

Mortalitas

Kelangsung

%

Kelangsunga

1tahun

an hidup 4

pasien

n hidup 4

thn

thn

Rendah

≥5

34 %

<1%

98 %

62 %

99 %

Sedang

-10

57 %

2-3 %

92 %

34 %

95 %

hingga + 4 Tinggi

≤11

9%

≥5 %

71%

4%

79 %

(Ann Intern Med 106:793, 1987 dan N Engl J Med 325:849, 1991) Hasil uji beresiko tinggi Kriteria (Am J Cardiol 46:21, 1980&Braunwald, Heatr disease, ed 5, 1997) EKG :

2mm ST ,

penyembuhan, ST pada

1mm ST

selama stadium 1, ST

6 menit pada masa

5 sadapan, ST , VT

Implikasi : perkiraan nilai positif (PPV) 50% untuk cabang utama kiri arteri koronaria atau 3VD, karena itu pikirkan angiografi dan revaskularisasi jika sesuai.

“ ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL “ (UAP, UNSTABLE ANGINA PECTORS) Klasifikasi Braunwald (Circulation 80 : 410, 1989)

Derajat keparahannya I. = Onset baru dari angina berat atau angina yang bertambah ; tanpa nyeri Saat istirahat II. = Angina saat istirahat dalam bulan terakhir namun tidak dalam 48 jam sebelumnya III. = Angina saat istirahat 48 jam sebelumnya Keadaan Klinis A. = Angina pektoris tidak stabil sekunder karena keadaan ekstrakardiak yang ↑ kebutuhan O2 miokardium atau ↓ asupan O2 B. = UAP primer C. = UAP pascainfark (dalam 2 minggu setelah riwayat infark miokardium sebelumnya) Spektrum sind rom koroner akut (ACS) Gambar 1-2. Spektrum sindrom koroner akut

Plak aterosklerosis koroner

Ruptur plak

Tetap

Trombosis koroner

Oklusi sebagian

Oklusi

ST Depresi dan / atau Inversi gelombang T

Troponin dan CPK - MB -

Elevasi ST

Troponin + dan CPK - MB Troponin and CPK - MB +

Angina Stabil

Angina tidak stabil (UAP)

UAP berat atau mikroinfark

IM nongelombang Q

IM gelombang Q

Stratifikasi risiko dan triase UAP Faktor

Risiko tinggi

Anamnesis

Angina

Risiko sedang

Risiko rendah

saat Angina noktumal Angina kresendo

istirahat

yang atau saat istirahat

berlanjut

>

20 Onset baru angina Onset baru angina

menit

berat

ringan

Usia > 65 tahun Pemeriksaan

Regurgiatsi mitral (MR)

baru

/

perburukan Edema paru, bising paru, atau S3 Hipotensi EKG

Δ ST ≥ 1 mm

Gelombang T Δs Normal atau tidak ; gelombang Q ada Δ’ d atau

ST

saat

istirahat ↓ Petanda

Troponin jantung +

Triase

ICU

/

CCU

Troponin jantung -

/ Monitor jantung Evaluasi

pasien

monitor di tempat di tempat tidur

rawat jalan dalam

tidur

72 jam

( ∫ACC 11 : 20, 1988; ∫ACC 16 : 304, 1990;Am ∫ Med 91 : 493, 1991;Clinical Cardiology 16 : 397, 1993;Braunwald etal. Unstable Angina : Diagnosis and Management. AHCPR Pub No 94-0602, 1994;N Engl ∫ Med 335 : 1333 dan 1342, 1996;Circulation 93 : 1651, 1996 dan 97 : 1195, 1998)

Penatalaksanaan Obat

Dosis

Keterangan

Aspirin

325 mg Po qd

50 - 70 % ↓ kematian

Dosis pertama digerus atau infark miokardium atau dikunyah

(N Engl ∫ Med 319 : 1105, 1998;RISC, Lancet 336 : 827, 1990)

Heparin IV

80 U/ kg IVB (maksimal 24 % ↓ kematian atau

(tanpa fraksi)

5000 U) → 14 U/ kg / infark miokard (∫AMA jam (maksimal 1000 U / 276 : 811, 1996) jam)

titrasi

untuk

mencapai aPTT 50 - 70 Nitrogliserin IV

10 - 1000 mikrogram / ↓ gejala angina, tanpa ↓ menit

Penyekat beta

mortalitas

Metoprolol 5 mg IV tiap ↓ gejala angina 5 x 3 jam, kemudian 25 Kontraindikasi terhadap mg per oral (PO) tiap 6 gagal jantung kongestif jam, titrasi hingga denyut jantung 55 - 60

LWMH

Enoxaparin 1 mg / kg SC 15 - 20 % ↓ kematian, 2x sehari selama 2-8 hari

IM, iskemia

± pemberian awal 30 mg Pertimbangkan IV bolus dalteparin 120 penggunaan

selain

IU / kg SC 2x sehari heparin tanpa fraksi pada selama 5-6 hari

pasien

yang

berisiko

tinggi (ESSENCE, N Engl ∫ Med

337

:

447,

1997;Circulation 96 : 61, 1997;FRISC-II,

Lancet

354 : 701, 1999;TIMI-

IIB, Circulation 100 : 1593, 1999) Penghambat GP IIb / IIIa Abciximab Eptifibatide

10 - 20 % ↓ kematian 0,25 mg / kg IVB → 10 atau MI mikrogram

/

menit Pertimbangkan

selama 18-24 jam Tirofiban

pasien

yang

pada berisiko

180 mikrogram / kg IVB tinggi, menjalani PTCA, → 2 mikrogram / kg / atau sulit disembuhkan menit selama 72 jam

(PURSUIT, N Engl ∫

0,4 mikrogram / kg / Med 339 : 436, 1998 menit selam 30 menit →

PRISM – PLUS N Engl ∫

0,1 mikrogram / kg / Med 338 : 1488, 1998) menit selama 48-108 jam Invasif Dini vs. Pendekatan Konservatif Pendekatan invasif dini : angiografi dalam 24 – 48 jam → revaskularisasi (PTCA atau CABG) apabila anatominya sesuai Pendekatan konservatif : angiografi ± revaskularisasi hanya jika terjadi iskemia rekurens atau ETT submaksimal positif atau suatu ETT tingkat penuh positif yang bermakna Tidak ada konsensus yang jelas pendekatan mana yang paling penting ; terdapat 3 percobaan utama secara acak : TIMI IIIB (Circulation 89 : 1545, 1994) : perbedaan kecil dalam hal kecepatan intervensi antara kelompok invasif dan konservatif selama 6 minggu (61 % vs. 49 %), tidak ada perbedaan pada angka kematian maupun yang terkena IM VANQWISH (N Engl ∫ Med 338 : 1785, 1998) : pada populasi jumlah penderita PJK-nya lebih banyak (50 % dengan 3VD atau penyakit cabang utama kiri), terdapat angka kematian atau terkena IM yang lebih tinggi pada kelompok invasif, namun ini dibatasi pada pasien yang menjalani CABG awal

FRISC – II (Lancet 354 : 708, 1999) : dengan perbedaan yang besar dalam hal kecepatan intervensi antar kelompok invasif dan konservatif selama 30 hari (~ 75 % vs. ~ 20 %) dan penggunaan stent intrakoroner, terdapat 22 % ↓ kematian atau IM pada kelompok invasif. Keuntungan terbesar tampak pada pasien berisiko tinggi dengan ↓ ST pada entri atau suatu troponin +. Gambar 1 – 3. Penatalaksanaan pendekatan terhadap angina tak stabil Penatalaksanaan UAP

Stabilisasi medis awal

Tidak m enstabilkan

Angiografi + inter vensi

Menstabilkan

Atau

Pendekatan Konservatif

Pendekatan Invasif ? Pertimbangkan pada risiko tinggi, pasca infark, dan troponin + angina

Terapi medis selama 48 - 72 jam Angina Bukan angina

ETT submaksimal

Positif Angiografi + intervensi

Negatif

Angina

Obat pilihan di rumah Bukan angina

ETT tingkat penuh dalam 4 - 6 minggu

Positif bermakna

Negatif atau positif ringan

Terapi medis dilanjutkan

Prognosis Lebih dari 30 – 50 % pasien yang dirawat dengan UAP memiliki prognosis yang sama dengan pasien IM ~ 10 % kemungkinan meninggal atau reinfark nonfatal dalam 30 hari berurutan Perkiraan ↑ mortalitas : UAP pascainfark, tampak ST ↓, troponin jantung +, usia > 65 tahun

“ INFARK MIOKARDIUM AKUT (IMA) “ Etiology

Aterosklerosis → ruptur plak → trombosis arteri koronia Spasme arteri koronaria (termasuk yang terinduksi kokain) Diseksi aorta yang meluas ke dalam arteri koronaria (biasanya RCA → IMI) Emboli pada arteri koronaria (seperti : pada pasien dengan endokarditis, katup jantung prostetik, trombus muralis, miksoma) Vaskulitis (seperti Kawasaki)

:

penyakit

Takayasu,

sindrom

Miokarditis (nekrosis miokardium, walaupun tidak disebabkan oleh penyakit arteri koronaria) Manifestasi Klinis Angina (secara tipikal adanya tekanan di retrosternal ± menyebar ke leher, mandibula, bahu atau lengan ) x > 30 menit Gejala yang berhubungan : dispnu, diaforesis, nausea, muntah, palpitasi, kepala pusing ~ 23 % dari IM awalnya tidak dikenal karena bisa tanpa gejala atau muncul dengan nyeri dada yang atipikal atau gejala yang tidak spesifik seperti malaise atau seperti “flu” (Am ∫ Cardiol 32 : 1, 1973) Pemeriksaan Fisik Tanda iskemik : S4, murmur Mr baru derajat 2, disfungsi muskulus papilaris sekunder, paradoksikal S2 Tanda gagal jantung : ∫ VP ↑ , krepitasi di lapangan paru, S3 + Tanda di daerah lain dari penyakit aterosklerosis : bruit karotis atau femoralis, denyut distal ↓

Pemeriksaan Diagnostik EKG

Petanda Serum : ↑ CPK-MB ;↑ troponin jantung menunjukan nekrosis miokardium derajat kecil sehingga berguna untuk mendiagnosis mikroinfark bila CPK – MB negatif pada pasien

dengan UAP (lihat diatas), untuk mendiagnosis kecurigaan IM yang telah berlangsung lebih kurang 2 - 10 hari yang lalu, dan apabila curiga terjadi ↑ CPK-MB positif palsu Ekokardiogram : gerakan abnormal dinding yang baru terjadi (namun sangat tergantung operator dan kecermatan pembacaan) Gambar 1 - 4. Perubahan EKG pada IMA Normal

Hiperakut

Akut

Beberapa jam Kemudian

Beberapa Hari

Beberapa Minggu

Gambar 1 – 5. Pelepasan petanda jantung ke dalam darah yang mengikuti IM akut

(Diadapatsi atas izizn dari Wu, A, H, B. Introduction to coronary artery disiase (CAD) dan biochemical markers In : Wu, A, H, B, ed Cardiac Markers. Totowa : Humana Press, 1998 : 12)

Sensitivitas CPK – MB dan troponin dalam mendeteksi IM tanpa elevasi ST Petanda serum

Saat tiba

≥ 6 jam setelah onset nyeri

CPK – MB > 4,7 ng / ml

53 %

91 %

Troponin T ≥ 0,18 ng / 51 %

94 %

ml Troponin I ≥ 0,1 ng / ml

66 %

100 %

(N Engl ∫ Med 337 : 1648, 1997) Trombolis Indikasi

Kontraindikasi

Gejala IM selama ≥ 30 menit dan < 12 jam

Absolut

Dan juga

Riwayat

ST ↑ ≥ 1 mm dalam ≥ 2 sadapan

stroke hemoragik dalam 1 tahun

Yang berdekatan

Neoplasma

Atau

aneurisma,

LBBB yang sudah lama tetapi tidak

arteri – vena (AVM)

diketahui

Perdarahan internal aktif

ICH

sebelumnya, intrakranial,

atau

malformasi

Kecurigaan diseksi aorta Batasan usia : mengalami

Pasien >

sedikit



75

relatif

tahun Relatif pada

Tekanan sistolik > 180 mmHg

mortalitasnya, tapi karena sangat tingginya

saat datang

mortalitas pada usia ini, dalam pengalaman

INR > 2 atau diketahui adanya

lebih banyak ↓ absolut pada moralitasnya

gangguan perdarahan

sehingga

Trauma atau bedah mayor dalam

masuk

akal

bila

dilakukan

trombolisis pada pasien > 75 tahun,

2 – 4 minggu

namun

RJP yang lama (> 10 menit)

↑ risiko perdarahan intra kranial ↑

Perdarahan internal yang terjadi dalam 2 – 4 minggu terakhir

Batasan waktu : semakin awal trombolitik

Fungsi vaskular

dimulai, semakin baik hasilnya. Manfaat

dapat dikompresi

setelah 12

jam kurang

trombolisis sebaiknya

jelas namun

dipertimbangkan

pada pasien yang datang pada 12 – 24 jam setelah onset nyeri dan masih terdapat elevasi ST↑. Trombolitik

Pajanan

yang

streptokinase

sebelumnya

(apabila

pertimbangan SK) Kehamilan Dosis

tidak (SK) ada

Alteplase (TPA)

15 mg IV bolus, kemudian 0,75 mg / kg (maks. 50 mg) selama 30 menit, kemudian 0,5 mg / kg (maks. 35 mg) selama 60 menit

Streptokinase (SK)

1,5 MU IV selama 30 – 60 menit

Reteplase (RPA)

10 U IV, ulangi dalam 30 menit x 1

Angioplasti primer Manfaat angioplasti primer perdebatan

vs.

trombolisis

masih

menjadi

Meta – analisis menyatakan ~ 20 % ↓ kematian atau IM dan 65 % ↓ stroke apabila dapat dilakukan oleh operator yang mahir dalam 60 – 120 menit sejak kedatangan pasien (∫AMA 278 : 2093, 1997) Dapat dipertimbangkan sebagai suatu alternatif apabila terdapat seorang ahli dan tersedia laboratorium kateterisasi jantung terutama apabila ada kontraindikasi terhadap trombolisis, syok kardiogenik, IM, anterior yang luas, atau CABG sebelumnya Namun demikian, jangan biarkan keputusan yang berkenaan dengan metode revaskularisasi menunda waktu untuk melakukan revaskularisasi Terapi antitrombotik Obat

Keterangan

Asam asetil salisilat (aspirin / ASA)

23 % ↓ mortalitas vaskular

162 hingga 325 mg PO 4x1

49 % ↓ re – infark nonfatal

Dosis pertama digerus atau dikunyah

(ISIS – 2, Lancet 2 : 349, 1988)

Heparin IV

Tidak menunjukan perbaikan pada

60 U / kg (maks. 4000 U)

mortalitas ↑ infark yang

12 U / kg / jam infus (maks. 1000 U / berhubungan dengan patensi arteri jam) Titrasi aPTT 50 – 70 detik

dengan alteplase Sehingga diindikasikan

hanya

bersamaan dengan alteplase (BM∫ 313 : 652, 1996 dan A∫C 77 : 551,

1996) Penghambat GP II b / III a

Data

menunjukan keuntungan saat

angioplasti primer data awal yang berhubungan dengan menurunnya dosis trombolisis (TIMI – 14, Circulation 99 : 2720, 1999) menjanjikan Terapi Adjuvan Obat

Keterangan

Penyekat beta

15 % ↓ mortalitas vaskular (ISIS – 1,

Metoprolol 5 mg IV tiap 3x5 menit

Lancet 2 : 57, 1986)

Kemudian

Kontraindikasi apabila denyut jantung

25 mg PO tiap 6 jam, titrasi sesuai < 60, sistolik < 100 mmHg, gagal toleransi

jantung kongestif sedang atau berat, blok AV derajat 2 atau 3, penyakit bronkospatik berat

Nitrat

Penggunaan TNG IV dalam 24 – 48

IV TNG 10 – 1000 mikrogram / menit

jam pertama berdasarkan pada meta – analisis yang mengarahkan 35 % ↓ mortalitas (lancet 1 : 1088, 1988) Kontraindikasi pada infark ventrikel kanan dan hipovolemia

Penghambat ACE

~ 10 % ↓ mortalitas pada 4 – 6 minggu,

Kaptopril 6,25 mg 3x1 atau lisinopril

19 % ↓ pada 4 tahun

5 mg 4x1

(SAVE, N Engl ∫ Med 327 : 669, 1992 ;

Kemudia titrasi sesuai toleransi

GISSI – 3, Lancet 343 : 1115, 1994 ; ISIS – 4, Lancet 345 : 669, 1995) Keuntungan

terbesar

pada

pasien

dengan IM anterior, EF < 40 %, atau pernah IM sebelumnya

Kontraindikasi pada

hipotensi atau

gagal ginjal berat Oksigen Morfin

Menghilangkan nyeri ↓ kecemasan, Venosilitasi → ↓ preload Komplikasi Mekanik pasca IM

Komplikasi

Gambaran klinis

Penatalaksanaan

Syok kardiogenik

Insiden < 5 %, tipikalnya Kateter < 48 jam pasca – MI

PA,

obat

inotropik, pressor, IABP, revaskularisasi

Ruptur dinding bebas

Insiden < 6 %, tipikalnya Resusitasi cairan, obat dalam 2 – 3 hari pasca - inotropik, MI, ↓ tekanan darah dan perikardiosentesis, denyut

jantung pembedahan

sesaat(robekan epikardium) tamponade

→ atau

mati

mendadak (EMD) VSD

Insiden 2



4

% ; Obat inotropik, pompa

tipikalnya dalam 5 hari balon intra aorta (IABP), pasca – MI 90 % dengan vasodilator,

diuretik,

mumur baru yang kasar ± pembedahan thrill Ruptur papilaris

muskulus Insiden 1 % ; tipikalnya Vasodilator,

diuretik,

dalam 5 hari pasca – MI IABP, pembedahan 50 % dengan murmur baru, jarang terjadi thrill Antiaritmia Pasca – MI

Aritmia

Penatalaksanaan

Fibrilasi atrium

Kardioversi tidak

(Insiden 10 – 16 %)

apabila

hemodinamik

stabil atau iskemik penyekat – β dan / atau digoksin, prokainamid ± atau Takikardi / fibrilasi

amiodaron heparin Antiaritmia dan kardioversi / defibrilasi

Ventrikel (VT / VF)

menurut ACLS infus lidokain selama 6

Monomorfik dini (< 48 jam pasca – – 24 jam, kemudian nilai kembali ↑ MI) bukan berarti prognosis buruk

dosis penyekat – β sesuai toleransi, penggantian ion K dan MG, nilai iskemiknya

Sinus bradikardi

Jika

sistomatik



atropin,

jika

sistomatik dan menetap → pasang pacu jantung Asistol

Atropin dan epinefrin → pasang pacu jantung

Blok AV derajat 1

Tidak ada

Blok AV derajat 2 tipe I

Jika

sistomatik



atropin,

jika

sistomatik dan menetap → pasang pacu jantung Blok AV derajat 2 tipe II atau derajat 3

Pasang pacu jantung

Blok bifasikular

Pertimbangkan

pemasangan

pacu

(LBBB, RBBB + baik LPBH atau jantung LAHB) Alternating BBB atau blok trifasikular Pasang pacu jantung (bifasikular dengan blok AV derajat 1) (Apabila ada indikasi pemasangan pacu jantung, pacu jantung transkutaneus sebaiknya dicoba terlebih dahulu sebagai suatu penghubung pacu jantung transvenosa. Apabila menggunakan pacu jantung transkutanesus sebagai “cadangan” pada jenis yang siap pakai, Anda harus memastikan bahwa pacu tersebut secara elektris menangkap dan menimbulkan denyutan seperti halnya

aktivitas otot rangka yang menimbulkan depolarisasi ventrikular pada monitor. Pacu jantung transvenosa paling baik dipasang dengan panduan fluoroskopi) Komplikasi pasca – MI lainnya Komplikasi

Gambaran Klinis

Penatalaksanaan

Trombus LV

Insiden 20 – 40 %

Antikoagulan selama 3 –

Faktor

Risisko

:

IM 6 bulan

anteroapikal luas Aneurisma

Tonjolan

Ventrikular

dari

nonkontraktil Pembedahan

ventrikel

kiri

apabila

; gagal jantung kongestif

insiden 8 – 15 % elevasi berulang, tromboemboli, ST yang menetap tidak aritmia selalu

menunjukan

aneurisma Pseudoaneurisma

Ruptur → ditambal oleh Pembedahan

Ventrikular

trombus dan perikardium

Perikarditis

Insiden 10 – 20 % ; Aspirin

dosis

tinggi,

tipikalnya terjadi 1 – 4 antiinflamasi nonsteroid

Sindrom Dressler

hari pasca – Mi

(NSAID),

Gesekan perikardium +

Antikoagulan

Perubahan EKG jarang

diminimalkan

Insiden < 4 % ; tipikalnya Aspirin terjadi 2 – 4 minggu NSAID pasca – MI Muncul berupa demam, malaise,

perikarditis,

pleuritis Prognosis Secara umum, dalam 30 hari angka kematian 6, 0 – 7, 5 %

dosis

tinggi,

Kelas killip Kelas

Definisi

Mortalitas

I

Tanpa gagal jantung kongestif

6%

II

S, + dan / atau bising basilaris

17 %

III

Edema paru

30 – 40 %

IV

Syok kardiogenik

60 – 80 %

(N Engl ∫ Cardiol 20 : 457, 1967) Kelas Forrester Kelas

3

CI (L / menit / m )

Tekanan

baji Mortalitas

kapiler pulmonal / PCWP (mmHg) I

> 2, 2

< 18

3%

II

> 2, 2

> 18

9%

III

< 2, 2

< 18

23 %

IV

< 2, 2

> 18

51 %

(N Engl ∫ Med 295 : 1356, 1976)

“ KATETER ARTERI PULMONALIS (SWAN – GANZ) “ Pertimbangan Teoretis Prinsip Frank Starling : isi sekuncup jantung bergantung sebagai bagian dari preload atau volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEVD) Sehingga optimalisasi curah jantung (isi sekuncup x frekuensi denyut jantung) dan minimalisasi edema paru dapat dicapai dengan memanipulasi LVEDV

Ketika balon dari ujung kateter diinflasikan (digembungkan), balon tersebut akan mengambang ke dalam posisi “baji”, sekumpulan darah akan menyebar dari ujung kateter, melalui arteri pulmonalis, kapiler dan vena, dan ke suatu titik tepat di proksimal dari atrium kiri. Pada keadaan tanpa aliran, seluruh tekanan akan sama dan untuk itu PCWP sebanding dengan tekanan di atrium kiri dan sebanding dengan LVEDP,

yang proporsional

dengan LVEDV Situasi yang mengagalkan asumsi dasar di atas : 1) Ujung kateter tidak berada pada zona paru bagian barat 3 (seperti : PCWP setara dengan tekanan alveolar namun tidak setara dengan tekanan atrium kiri) 2) PCWP > tekanan atrium kiri (seperti pada fibrosis mediastinum, penyakit veno – oklusif paru) 3) Rata – rata tekanan atrium kiri > LVEDP (seperti : stenosis katup mitral, regurgitasi katup mitral) 4) Perubahan hubungan LVEDP – LVEDV (seperti : komplians abnormal) Indikasi (∫ACC 32 : 840, 1998) Diagnosis Diagnosis banding syok Diagnosis banding edema paru Evaluasi fungsi ventrikel kiri dan curah jantung (melalui termodilusi atau metode Fick) Tamponade jantung, VSD, MR Hipertesi pulmonal Terapeutik : terapi yang disesuaikan untuk mengoptimalkan WP, isi sekuncup (SV), SvO2 Penggunaan suatu kateter arteri pulmonalis belum menunjukan perbaikan hasil akhir dan bahkan ? ↑ mortalits pada satu studi (∫ AMA 276 : 889, 1996). Namun demikian, beberapa literatur menunjukan bahwa kurang lebih 50 % penilaian klinis curah jantung dan PCWP ternyata tidak benar pada waktu dilakukannya penelitian tersebut, sehingga mesuk akal menggunakan kateter arteri pulmonal untuk menjawab pertanyaan spesifik yang tidak dapat di jawab dengan metode non – invasif dan kemudian cabut dengan segera untuk meminimalkan komplikasi

Kontraindikasi Absolut : endikarditis pada sisi kanan, trombus, atau katup jantung mekanik Relatif

: koagulopati (berlawanan), PPM atau implantasi defibrilator jantung (ICD)

yang baru saja dipasang (ditempatkan dengan bantuan fluoroskopi), LBBB (lebih kurang 3 % risiko blok jantung komplet, tempatkan dengan bantuan fluoroskopi), katup bioprostetik pada sisi kanan Penempatan Sebaiknya hanya berpengalaman

dilakukan

oleh

seorang

yang

Tempat pemasagan pilihan boleh di vena jugularis inerna kanan atau di vena subklavia kiri, karena posisi ini adalah posisi termudah sebagai pegangan kateter ke dalam arteri pulmonalis Kembangkan balon bila sudah jauh atau jika mengukur PCWP Hindari inflasi yang berlebihan dengan menggunakan tahanan terhadap inflasi dan pengatur tekanan guna memandu banyaknya inflasi Kempeskan balon pada saat menarik dan melakukan setiap tindakan lainnya Foto rontge toraks seharusnya diperiksa setelah penempatan untuk menilai posisi kateter dan adanya pneumotoraks Apabila kateter tidak berhasil di pasang (tipikalnya pada pasien dengan regurgitasi trikuspid yang berat atau dilatasi atrium kanan) atau apabila pasien mengalami LBBB, pertimbangkan untuk menggunakan bantuan fluoroskopi Bentuk Gelombang Kateter Arteri Pulmonalis Lokasi

Atrium kanan

Ventrikel

PA

PCWP

kanan Tekanan (mmHg)

Rata – rata ≤ 6 Sistolik 15 – Sistolik 15 – Rata – rata ≤ 30

30

diastolik 1 - 8

Rata – rata 9 – 18 Diastolik 6 12

12

Bentuk

EK G S im u lta n

gelombang 30 25 MmHg

20 15 10

A C V

5 0

X Y

Keterangan

a = Kontraksi

Tekanan akhir Bentuk

Sama seperti

atrium,

diastolik

gelombang

bentuk

terjadi

ventrikel

seharusnya

gelombang

pada

kanan

memuat takik.

atrium kanan

interval

(RVEDP)

Puncak

kecuali

PR

terjadi

tepat selama

tertinggal dan

c = Penonjolan sebelum garis gelombang T terlambat naik dan lebih sistolik arteri gelombang a

TV

kembali ke dari rata – rata pulmonal

setelah QRS,

setara dengan gelombang c

dalam

tekanan

atrium

atrium kanan sistolik

kanan

kecuali

ventrikel

v = Masuknya

terdapat

kanan kecuali setelah

darah

berbeda

±,

gelombang v

ke stenosis atau terdapat suatu gelombang T gradien

atrium

regurgitasi

kanan,

trikuspid (TS (seperti PS)

> gelombang

muncul

atau TR)

a

puncak gelombang T (mid T wave) x = Relaksasi atrium dan penurunan basis jantung

dan biasanya

y = Darah yang keluar atrium kanan setelah TV membuka pada awal diastolik

Hubungan dengan siklus pernafasan Tekanan intratorakal (biasanya sediki ngatif) dilanjutkan ke pembuluh darah dan ke jantung Tekanan transmural (= preload) sama dengan tekanan intrakardiak terukur – tekanan intratorakal Selalu mengukur pada akhir ekspirasi sebab tekanan intratorakal paling dekat ke nol (“angka tertinggi” pada pasien

yang

bernafas spontan dan “angka terendah” pada pasien

dengan ventilator) Apabila tekanan intratorakal ↑ (penyakit paru, tekanan positif akhir – ekspirasi / PEEP, auto – PEEP). PCWP terukur akan meninggikan tekanan transmural yang sebenarnya. Dapat mencoba untuk memperkirakan tekanan transmural dengan cara mengurangi ½ PEEP Curah jantung Termodilusi : tetapkan jumlah NaCl yang disuntikan pada proksimal tempat masuk suntikan (biasanya atrium kanan). Perubahan suhu melebihi waktu terukur pada termistor (di dalam arteri pulmonalis) digunakan untuk menghitung curah jantung. Mungkin tidak akurat jika keadaan outputnya rendah, TR berat atau ada pirau intrakardiak Metode Fick : konsumsi O2 (L / menit) setara dengan curah jantung (L / menit) x perbedaan oksigen arteri – vena dengan mengukur konsumsi O2 dan menghitung perbedaan AV O2 (arteri – vena campuran), dapat memperoleh curah jantung

Pewarnaan hijau indosianin : tetapkan jumlah zat warna yang disutikan ke dalam jalur sentral. Konsentrasi zat warna hijau di dalam sebuah jalur arteri diambil sebagai sampel, setelah sejangka waktu dan curah jantung dihitung dari data ini. Mungkin tidak akurat apabila keadaan output rendah, regurgitasi katup yang berat, atau ada pirau intrakardiak Komplikasi Kanulasi vena sentralis : pneumo dan hemotoraks (1 – 3 %), punksi arteri, emboli udara Terlalu jauhnya kateter : aritmia atrium atau ventrikel, blok jantung komplet (~ 3 % pada pasien yang sudah ada LBBB sebelumnya), lubang kateter, perforasi dan tamponade jantung, ruptur arteri pulmonalis Pemeliharaan kateter : infeksi (terutama apabila kateter dibiarkan selama > 3 hari ), trombus, infark paru (≤ 1,3 %), ruptur PA, ruptur balon

“ GAGAL JANTUNG “ th

Definisi (Braunwald, Heart Disease, 5 ed., 1997) Kegagalan

jantung

memompa darah pada suatu

kecepatan yang

cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolik jaringan perifer atau kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hanya pada tekanan pengisian jantung yang abnormal. “Output rendah” (curah jantung ↓) vs. “Output tinggi” (curah jantung ↑) “Gagal jantung kiri” (edema paru) vs. “Gagal jantung kanan” (∫ VP ↑ hepatomegali kongestif edema porifer) “Backward” (↑ tekanan pengisian dan kongestif) vs. “Forward” (kegagalan untuk melakukan perfusi jaringan sistemik) “Sistolik” (kegagalan memompa darah dalam jumlah yang cukup) vs. “Diastolik” (kegagalan untuk berelaksasi dan mengisi secara normal)

Etiology Penyakit jantung iskemik Penyakit jantung hipertensif (sistemik → gagal jantung kiri, paru → gagal jantung kanan) Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofi dan restriktif) Penyakit katup jantung Penyakit perikardium (tamponade, konstriksi, efusi- konstriktif) Kegagalan output tinggi : infusiensi aorta (AI), regurgitasi mitral (MR), defek septum ventrikel (VSD), fistula AV, anemia berat, sepsis, tirotoksikosis, beri – beri Pendekatan pada gagal jantung kiri Petunjuk terhadap disfungsi sistolik : riwayat IM sebelumnya, perubahan waktu iktus kordis, S3 +, gelombang Q pada EKG, kardiomegali pada rontgen toraks

Gambar 1 – 6. Pendekatan pada gagal jantung sisi kiri Gagal jantung kiri

Peningkatan LVEDP

LVEDP Normal

Peningkatan LVEDP

Peningkatan SV

Kegagalan Output tinggi

Peningkatan afterload Stenosis aorta Krisis hipertensi Koartasio

Peningkatan ESV

Disfungsi sistolik (Kegagalan Output rendah)

Disfungsi Diastolik

LVH Hipertensi Stenosis aorta Kardiomiopati

Penyakit Perikardium

Iskemik

Penurunan kontraktilitas Iskemik / infaks Dilatasi kardiomiopati AI / MR kronik Sepsis

(Diadaptasi dari Wilkins, ed Emergency Medicine, 3th ed, 1989) Factor Pencetus

Kardiomiopati restriktif

Iskemia atau infark miokardium Hpertensi, kelebihan volume, emboli paru Ketidak patuhan dalam mengonsumsi obat atau diet Obat (penyekat – β, CCB) atau toksin (EtOH, kemoterapi) Miokarditis, endokarditis Aritmia Anemia, infeksi, kehamilan, tiroksikosis Manifestasi klinis Output rendah : fatigue, lemah, perubahan status mental, azotemia prerenal Kongestif Gagal jantung kiri : dispnu, ortopnu, dispnu noktural paroksimal Gagal jantung kanan : edema perifer, rasa tidak nyaman di kuadran kanan atas

Pemeriksaan fisik Gagal jantung akut : hipo atau hipertensi, takikardi, diaforesis, sianosis, dingin dan pucat pada ekstremitas Gagal jantung kiri Ronki paru, pekak pada basalis (efusi pleura sekunder) takipnu, pernafasan Cheyne – Stokes ± iktus kordis abnormal (difus, menetap, atau bertambah bergantung pada penyebab gagal jantung tersebut) S3 ± (disfungsi sistolik), S4 ± (disfungsi diastolik) Murmur jantung ± (karena penyakit katup jantung, distorsi anulus katup mitral, atau pergeseran muskulus papilaris) Gagal jantung kanan :↑ ∫VP, efusi pleura, hepatomegali kongestif ± asites dan ikterus, edema perifer Pemeriksaan Diagnostik Foto rontgen toraks : edema paru, efusi pleura bilateral (biasanya kanan > kiri), kardiomegali ±

Ekokardiogram EF ↓ dan ukuran ruang jantung ↑ → disfungsi sistolik Hipertrofi dan / atau aliran abnormal yang melewati katup mitral → disfungsi diastolik Kateterisasi arteri pulmonalis : PCWP ↑, CO ↓, dan resistensi vaskular sistemik / SVR ↑ (gagal jantung output rendah) Tanda penurunan perfusi terhadap organ vital dari pemeriksaan laboratorium : UOP ↓, ureanitrogen darah (BUN) ↑, kreatinin ↑, Na ↓, uji fungsi hati abnormal Klasifikasi fungsiona l Kelas I : sistomatik hanya pada aktivitas yang lebih dari biasanya Kelas II : sistomatik dengan aktivitas seperti biasa Kelas III : sistomatik dengan aktivitas yang minimal Kelas IV : sistomatik pada saat beristirahat Penatalaksanaan Gagal Jantung Obat / intervensi

Keterangan

Diet

Na < 2 gr / hari

Diuretik

Diuretik loop ± tiazid ± diuretik hemat kalium

ACEI

40 % ↓ mortalitas pada NYHA kelas IV (CONSENSUS, N Engl ∫ Med 316 : 1429, 1987) 16 % ↓ mortalitas pada NYHA kelas II atau III (SOLVD, N Engl ∫ Med 325 : 293, 1991) 37 % ↓ gagal jantung kongestif pada pasien asimtomatik dengan EF ≤ 35 % (SOLVD, N Engl ∫ Med 327 : 685,

Digoksin

1992) 23 % ↓ gagal jantung kongestif di Rumah Sakit tidak ada perubahan mortalitas (DIG trial, N Engl ∫ Med 336 : 525, 1997)

Penyekat – β

~ 40 % ↓ motralitas, ↓ gejala, EF ↑ (MDC, Lancet 342 : 1441, 1993 ; U. S. Carvedilol , N Engl ∫ Med 224 : 134, 1996 ; CIBIS – II, lancet 353 : 9, 1999 ; MERIT, Lancet

353 : 2001, 1999) Harus dititrasi sangat hati – hati dan kontraindikasi terhadap gagal jantung kongestif dekompensata Spironolakton

30 % ↓ mortalitas pada NYHA kelas III atau IV (RALES, Engl ∫ Med 341 : 709, 1999)

Penyekat

reseptor Studi kecil menunjuk obat ini sama manjurnya dengan

ATII (ARBs)

ACEI, menunggu uji klinis yang lebih besar Pertimbangkan apabila tidak dapat menoleransi ACEI atau mengalami hipertensi meskipun dosis ACEI

Hidrazalin + nitrat

maksimal 25 % ↓ motalitas (V – HeFT I, N Engl ∫ Med 314 : 1547, 1986) Tidak sebaik seperti ACEI (V – HeFT – II, N Engl ∫ Med 325 : 303, 1991)

Amiodaron atau ICD Pertimbangkan ICD untuk V atau VF simtomatik atau rekuren Keuntungan amiodaron profilaktif (GESICA, lancet 334 : 493, 1994 dan STAT – CHF, N Engl ∫ Med 337 : 72, 1995) atau ICD masih belum jelas Antikoagulan

Pertimbangkan apabila terdapat fibrilasi atrium (AF), trombus mural, atau reksi ejeksi (EF) < 30 %

Perihal penatalaksanaan spesifik Edema paru kardiogenik akut : “LMNOP” = Lasiks, Morfin, Nitrat, Oksigen, Posisi Gagal jantung refrakter / berat Terapi penyesuain dengan kateter arteri pulmonalis (PA) dengan tujuan tekanan arteri rata – rata MAP > 60, CI > 2,2, SVR < 800, PCWP < 18 Vasolidator dan inotropik intravena (seperti : nitroprusid dan dobutamin) Bantuan sirkulasi mekanik : pompa balon intraaorta (IABP), alat bantu ventrikel (VAD) Transplantasi jantung : daya tahan hidup 1 tahun 85 % ; 5 tahun 65 – 70 % Disfungsi diastolik : perhatikan diuresis, kendalikan hipertensi dan takikardia dengan penyekat β atau penyekat kanal kalsium (CCB)

“ KARDIOMIOPATI ” Disfungsi miokardium yang bukan karena iskemia katup, hipertensi, atau penyakit jantung kongersif KARDIOMIOPATI DILATASI Definisi dan Epidemiologi Dilatasi ventrikel, ketebalan dinding normal hingga menurun, dan kontraktilitas Insiden : 5-8 kasus/100.000 populasi tiap tahun; prevalensi : 36 kasus/100.000 populasi Etiologi Iskemia, penyakit kelainan katup (MR atau Al kronis), hipertensi (stadium terminal tak diobati): Secara teknis bukan merupakan kardiomiopati karena tidak secara primer mengenai otot jantung, tetapi merupakam penyebab umum

EF dan dilatasi VL.

Toksik : alkohol, adriamisin Infeksius (campuran DCM + RCM): hemokromatosis, sarkoidosis, amiloidosis,(biasanya RCM) Idiopatik (? Infeksi subklinis) dan familial

Terinduksi takikardi ( frekuensi denyut jantung > 140-160 selama bermingguminggu) Terinduksi katekolamin : kokain, feokromositoma Peripartum (usia kehamilan bulan terakhir

3-4 bulan pasca melahirkan)

Endokrin/metabolik : hipotiroidisme, akromegali, defisiensi tiamin/selenium Penyakit kalogen-vaskular (jarang) : skleroderma, SLE Manifestasi klinis Gagal jantung : baik gejala kongestif atau fatigue Kejadian emboli ( 10%) Aritmia Nyeri dada pada saat beraktivitas, terdapat sampai pada sepertiga kasus (bahkan tanpa PJK) Pemeriksaan fisik Tanda gagal jantung kongestif kiri (ronki paru) dan kanan( JVP, edema perifer) (“lihat gagal jantung”) dan fatingue tergantung pada derajat kardiomiopati Jantung : difusi, iktus kordis bergeser ke lateral, S4

; S3

, MR dan RT (pergeseran

muskulus papilaris) Pemeriksaan diagnostik Rontgen foto toraks : kardiomegali, edema paru, efusi pleura EKG : dapat menunjukan PRWP, gelombang Q atau bundle branvh, voltase rendah, fibrilasi atrium Ekokardiogram : dilatasi ventrikel kiri, EF, LVKH regional atau global, disfungsi ventrikel kanan , trombus mural Langkah untuk diagnostik dan penatalaksanaan Anamnesis : faktor resiko terhada PJK, hipertensi, pajanan obat atau toksin, virus yang tersembunyi, tanda atau gejala penyakit autoimun Uji stres : Uji negatif lengkap berguna untuk menentukan etiolagi iskemik (jumlah positif palsu tinggi) Kateterisasi jantung untuk mengetahui PJK apabila terdapat faktor resiko angina, gelombang Q pada gambaran EKG Evaluasi laboratorium : uji fungsi hati, pemeriksaan Fe, HIV, uji lain sesuai indikasi dan kecurigaan klinis

? Biopsi endomiokardium : (Circulation 79:971, 1989) hasil 10% (dari 10% ini, 75% menunjukan miokarditis, 25% menunjukan penyakit sistemik) Penatalaksanaan Terapi gagal jantung standar : ACEI, diuretik, digoksin, penyekat- (jika tidak dalam keadaan gagal jantung kongestif dekompensata) Antikoagulan (pertimbangkan apabila EF 30%); antiaritmia/CD Jika perlu; terapi hemodinamik yang disesuaikan, bantuan sirkulasi mekanik, transplantasi jantung Imunosupresan untuk miokarditis ; belum terbukti bermanfaat; pertimbangkan pada miokarditis fulminan atau progresif KARDIOMIOPATI HIPERTENSI (HCM) Definisi dan epidemiolagi Hipertrofi ventrikel kanan dan/ ventrikel kiri yang tidak seharusnya Prevalensi : 1 kasus/500 sporadis, 50% familial Patologi Mutasi yang diketahui pada gen yang mengkodekan protein sarkomer jantung Bisanya berupa hipertrofi septum asimetris dan gangguan

pada susunan

serat

miokardium Patofisiolagi Obstruksi aliran keluar subaorta : penyempitan aliran sekunder karena hipertrofi septum +, gerakan anterior sistolik (SAM) daun anterior pada katup mitral, skunder akibat gayagaya Venturi (mungkin tetap, berubah-ubah atau tidak ada) dan pergeseran muskulus palpitasi; sejalan dengan atau

kontraksi (digoksin, agonis- ),

preolad

afterload

Regurgitasi mitral SAM (mid-to-late, aliran regurgitasi yang langsung keposterior), daun katup mitral dan mukulus

palpilaris

yang

abnormal

(pansistolik,

langsung ke anterio Disfungsi diastolik :

kekakuan rongga + gangguan relaksasi

pancaran

regurgitasi

yang

Iskemia : penyakit pembuluh darah kecil, kompresi arteri perforans, penurunan perfusi koroner Sinkop : beban bergantung curah jantung, aritmia Manifestasi klinis Dipsnu : karena

LVEDP, MR, dan disfungsi diastolik

Angina Sinkop atau pra-sinkop atau palpitasi Pemeriksaan fisik Jantung : iktus kardis tetap, spilt paradoksikal S2; S4 , murmur kresendo-dekresendo sistolik ( dengan Valsava dan berdiri,

saat jongkok), murmur holosistolik atau mid-

to- late akibat MR Denyut karotis : bisferis Pemeriksaan diagnostik Foto rontgen toraks : kardiomegali (ventrikel dan atrium kiri) EKG : LVH, gelombang pseudo-Q di anterorateral dan inferior; gelombang T besar diapeks (varian apeks) Ekokardiogram : septum dinding/posterior > 1,3; septum > 15mm, obstruksi aliran keluar dinamik, SAM, MR Kateterisasi jantung : tekanan subaorta

, Tanda Brockenbrought =

tekanan nadi

pascaekstrasistol Penatalaksanaan (N Engl J Med 336 : 775, 1997) Gagal jantung Terapi obat = penyekat beta, CCB (perapamil atau diltiazem), disopiramid hindari digoksin, diuretik, vasodilator Jika sulit disembuhkan dengan terapi obat dan ada patofisiologinya obstruktif Ablasi septal alkohol (Lanncet 346:211, 1995 dan JACC 31:252, 1998) Pembedahan (seperti : miotomi-miektomi; irculation 52:88, 1975) ? Pacu jantung, namun perbaikan simtomatik mungkin efek dari plasebo (Lancet 339:1318, 1992; Circulation 90:2731, 1994; JACC 29:435, 1997; Circulation 99:2927, 1999)

Jika sulit disembuhkan dengan terapi obat dan patologinnya tanpa obstrruksi transplantasi Fibrilasi atrium : kendalikan laju nadi dengan penyekat- , pertahankan SR dengan disopiramid, amiodaron atau satolol Kematian akibat henti jantung mendadak : amiodaron vs MCI. Faktor resiko : mutasi spesifik, riwayat VT/VF atau sinkop, riwayat keluarga yang mati mendadak, Holter , LVH berat, usia yang lebih muda

KARDIO RESTRRUKTIF Definisi Gangguan pengisian ventrikel karena komplians Etiologi Penyakit infiltratif : amiloidosis, hemokromatosis, sarkoidosis Fibrosis endomiokardial, sindrrom hipereosinofilik Penyakit metastatik, terapi radiasi Idiopattik Skleroderma Patologi Ketebalan dinding normal atau

infiltrasi atau deposisi yang abnormal

Patofisiologi Komplians miokardium (EDP)

volume akhir diastolik (EDV) normal namun tekanan akhir

tekanan vena pulmonaris dan sistemik

Ukuran kapasitas ventrikel

isi sekuncup

dan curah jantung

Manifestasi klinis Gagal jantung kanan > kiri dengan edema perifer > dipsnu Diuretik “refraktorius” Terjadinya tromboembolik Takiaritmia yang toleransinya buruk Pemeriksaan fisik JVP, tanda kusmual (secara klasik terlihat pada Perikarditis konstruktif)

Jantung : S3 dan S4 murmur MR dan TR Hepatomegali kongestif, asiter dan ikterus perifer

, edema

Pemeriksaan diagnostik Foto rontgen toraks : ukuran ruang ventrikular normal, pembesaran atrium, kongesti paru EKG : atritmia

voltase

rendah,

Ekokardoigram : penebalan dinding simetrrik, diastolik awal (E) dan pengisian atrium (A) lambat,

E/A, waktu deselerasi (penghentian

mendadak

pengisian

karena komplians

),

ventrikel tekstur

kanan granular

berkilauan pada amiloidosis Kateterisasi jantung Atrium : M atau W (penurunan x dan y yang prominen) Ventrikel : dip dan plateau atau tanda akar kuadrat (tekanan

dengan cepat pada onset

diastolik, dengan cepat pada awal plateau) Kardiomiopati Perikardium”

restriktif

vs

perikarditis

Penatalaksanaan Tangani penyakit mendasarinya

yang

Diuresis dengan hati-hati Penyekat kanal kalsium (CCB) ? Pertahankan irama sinus (penting untuk pengisian) Antikoagula

konstriktif;

lihat

“Penyakit

“ PENYAKIT KATUP JANTUNG “ STENOSIS AORTA Etiologi Penyakit jantung kongetinal (seperti: kelainan katup aorta biskuspid) : merupakan penyebab pada 50% pasien usia <70 tahun Penyakit jantung degeneratif (seperti: stenosis kalsifikans): merupakan penyebab pada 50% pasien yang berusia >70 tahun Penyakit jantung rematik (PJR) (AS biasanya disertai dengan AI) Menyerupai = kardiomiopati hipertonik Patofisiologi Tekanan yang berlebihan

LVH Konsentrik

Manifestasi klinis (biasanya menunjukan daerah katup aorta <1,0 cm ) Angina : kebutuhan O2 (hipertrofi)+ suplai O2 (kompresi subendokardium) PJK Sinkop (saat beraktivitas): vasodilatasi perifer (seperti: pada suplai vaskular terhadap otot) pada keadaan CO tetap insufisiensi perfusi serebral Gagal jantung : dipsnu atau edema paru jika berat Pemeriksaan fisik Murmur sistolik kresendo-dekresendo nada tinggi pada batas atas kanan strenum (RUSB) penyebab ke insisura jugularis stemi, karotis, dan apeks (akan terdapat bunyi holosistolik = efek Gallavardin)

bila tungkai dinaikkan secara pasif (40%) dan

dengan berdiri (70%)

dan Valsalva (100%), tetapi tidak spesifik (N Engl J Med 318:1572, 1988) Kebalikannya, dinamika obstruksi aliran keluar

dengan menaikan tungkai secara pasif dan

bila berdiri dan Valsalva Klik ejeksi terdengar pada katup aorta bikuspid Tanda beratnya penyakit : murmur dengan pemuncakan dibagian akhir, split paradoksikal S2 atau A2 yang tidak tedengar, denyut karotis terlambat dan kecil (“pulsus parvus et tardus”), heave pada ventrikel kiri, S4 (kadang-kadang terdapat palpasi)

Pemeriksaan diagnosis EKG : LVH, LAE, LBBB Foto rontgen toraks : dikatasi aorta, kalsifikasi katup aorta, kongesti paru Ekokardiogram : morfologi katup, perkiraan gardien tekanan, perhitungan daerah katup Kateterisasi jantung : gardien dari LV yang simultan dan tekanan aorta, perhitungan daerah katup, sekaligus melihat PJK yang mungkin ada secara bersamaan Klasifikasi Stenosis Aorta Stadium

Gradien rata-raat (mmHg)

AVA (cm )

LVEF

Normal

0

3,0-4,0

nl

Ringan

<20

1,2-2,0

nl

Sedang

20-40

0,7-1,2

nl

Berat, terkompensasi

>40

<0,7

nl

Berat, dekompensata

bervariasi

<0,7

Penatalaksanaan Hindari aktivitas fisik berbahaya; profilaksis, endokarditis Terapi medis : berikan diuretik dengan hati-hati pada untuk gagal jantung kongestif, kontrol hipertensi, digoksin Hindari vasodilator (seperti:nitrat) dan inotropik negatif (seperti: penyekat- dan CCB) pada AS berat Pembedahan (aortic valve replacement/AVR): AS simtomatik atau AS asimtomatik dengan dekompensasi ventrikel kiri Valvuloplasti katup aorta perkutan (PAV): biasanya menghasilkan 50% aorta (AVA) dan 50%

pada area katup

puncak gradien katup aorta, namun jumlah re-stenosis

sebanyak 50% pada 6-12 bulan (N Engl J Med 319:125,1988) sehingga dipergunakan sebagai penghubung pada AVR atau apabila pasien bukan kandidat untuk tindakan pembedahan IAPB: stabilitasi, jembatan untuk pembedahan Perjalanan penyakit (Circulation 38 (Suppl.V): 61,1968) Biasanya berjalan lambat sampai gejala berkembang Angina CHF

daya tahan hidup rata-rata 5 tahun; sinkop daya tahan hidup rata-rata 2 tahun

daya tahan hidup rata-rata 3 tahhun;

ISUFISIENSI AORTA (AI) Etiologi Penyakit katup Penyakit jantung rematik (biasanya bercampur dengan AS/Al dan biasanya disertai penyakit katup mitral) Katup aorta bikuspidalis: perjalanan penyakit: 1/3 endokarditis

normal, 1/3 AS, 1/6

Al, 1/6

Al

Miokarditis infektif Penyakit aorta

utama: RA, SLE, sindrom Marfan, sifilis, hipertensi, diseksi

Manifestasi klinis Edema paru akut

hipotensi

Kronik : secara klinis tenang LV berdilatasi

dekompensasi LV

gagal jantung

kongestif Pemeriksaan fisik Murmur dekresendo diastolik pada batas kiri atas sternum (LUSB) (paling baik di dengar pada RUSB jika disebabkan oleh penyakit yang bersumber di oarta) pada dosis duduk condong ke depan, ekspirasi, tangan mencengkram Beratnya Al sebanding dengan durasi murmur (kecuali pada Al yang akut dan kasus lanjut yang berat) Murmur Austin Flint: rumble diastolik diapeks (pancaran regurgitasi aorta yang mengganggu aliran yang masuk ke katup mitral) Apeks lain dari pemeriksaan jantung: tekanan nadi yang melebar (menyempit pada Al kasus lanjut dengan kasus LV yang ) dengan dilatasi LV dan dekompensasi

iktus kordis

difus dan pergeseran ke lateral, S3 Tanda Klasik eponima pada Al Tanda

Deskripsi

Denyut Corrigan

Denyut ‘water hammer’ (seperti: cepat naik dan turun)

Tanda Hill

(tekanan

darah

sistolik

poplitea-tekanan

darah

sistolik

brakhialis)>60 Tanda Duroziez

Tekanan gradual diatas arteri femoralis briut sistolik dan diastolic

Bunyi Traube

Bunyi ganda yang terdengar pada arteri femoralis apabila distalnya ditekan

Tanda de Musset

Awal yang memendek pada tiap denyutan (sensitivitas rendah)

Tanda Muller

Pulsasi sistolik uvula

Denyut Quincke

Pulsasi kapiler subungal

(Southern Medical Iournal 74: 459, 1981) Pemeriksaan diagnostik EKG; LVH, LAD Foto rontgen toraks; kariomegali dilatasi aorta Ekokardiogram: menentukan beratnya Al (berdasarkan pada ukuran pancaran regurgitasi dan adannya aliran balik pada aorta descendens), dan menilai ukuran dan fungsi LV Penatalaksanaan Terapi medis: reduksi afterload (nifedipin, ACEI, hidralazin) diuretik dan digoksin untuk gagal jantung kongestif Dekompensasi akut (pertimbangkan iskemia dan endokarditis sebagai faktor pencetus yang mungkin) reduksi afterload IV (nitroprusid) dan penyokong inotropik (dobutamin), penyokong konnotropik (HR

diastolik

waktu untuk regurgitasi ),

vasikonstriktor dan IABP adalah kontraindikasi Pembedahan aortic valve replacement (AVR) Al simtomatik atau akut Al asimtomatik dengan dekompensasi LV dengan EF < 55% ataau LV > 55mm (Circulation 61:47, 1980) Profilaksis endokarditis Perjalanan penyakit Perjalanan penyakit yang berubah-ubah (berbeda dengan AS, dapat menjadi cepat atau lambat) Gagal jantung kongestif

daya tahan hidup rata-rata 2 tahun

STRENOSIS MITRAL Etiologi Penyakit jantung rematik (PJR): penyatuan komisura

katup “mulut ikan”

Kongenital, miksoma, trombus Valvulitis (sepewrti: SLE, amiloid, karsinoid) atau infiltrasi (seperti: mukopolisakarida) MS sekunder fungsional hingga klasifikasi mitral anular (MAC) berat

gangguan pada

kuspid (daun katup) Manifestasi klinis Dispnu dan edema paru (apabila karena PJR, gejala biasanya mulai selama dekade ke 3-4) pencetusnya: takikardi, kelebihan cairan, fibrilasi atrium Fibrilasi atrium Kejadian emboli (terutama pada fibrilasi atrium atau endokarditis) Gejala paru : hemoptisis, bronkitis frekuens (karena kongestif), hipertensi pulmonal Pemeriksaan fisik Rumble diastolk dengan nada rendah pada apeks dengan aksentuasi pre-sistolik (apabila tidak dalam AF) Terbaik dinilai saat pasien dengan posisi lateral kiri dekubitus, dengan olahraga Beratnya MS sebanding dengan durasi murmur Opening Snap (suara jantung pada awal diastolik yang ber nada tinggi paling baik didengar pada batas kiri sternum dan apeks) Daerah MV sebanding dengan interval S2-OS (seperti: katup yang lebih kental intervalnya labih pendek) S1 keras (kecuali MV mengalami klasifikasi) Wajah mitral : pipi yang berwarna kemerahan Pemeriksaan diagnostik EKG: LAE (“P mitral”), fibrilasi atrium , RVH Foto rontgen toraks: dilatasi atrium kiri (batas kiri jantung menjadi lurus, densitas ganda pada sebelah kanan, cabang utama kiri bronkus mengalami elevasi)

Ekokardiogram : perkiraan gradien tekanan, planimetri langsung dan penghitungan daerah katup aorta, skor echo katup (berdasarkan mobilitas dan pelebaran daun katup (kuspid), penebalan subvalvular, klasifikasi) Kateterisasi jantung : gradien PCWP simultan dan tekanan LV, penghitungan area katup aorta Klasifikasi Stenosis Mitral Stadium

Gradien rata-rata (mmHg)

Area MV(cm )

Normal

0

4,0-6,0

Ringan

1-6

1,5-2,0

Sedang

6-12

1,0-1,5

Berat

>12

<1,0

Penatalaksanaan Medis : retrikasi Na, pengukuran diuresis yang cermat, penyekat- , antikoagulan (apabila sedang mengalami AF atau jika terjadi emboli sebelumnya) Profilaksis endokarditis (dan jika PJR, profilaksis demam rematok juga) Pembedahan mitral valve replacment (MVR): SM simtomatik, hipertensi paru, ? onseat AF Valvuloplasti mitral perkutan (PMV): MVR jika skor katup < 8, trombus LA (N Engl Med 331:961, 1994)

REGURGITASI MITRAL Etiologi Degenerasi mikromatosa

MR ringan,

AF atau

Abnormalitas anulus dan katup : endokarditis, PJR, valvulitis (penyakit vaskular- kalogen), kingenital Dilatasi anulus : apapun yang menyebabka dilatasi LV Ruptur korda tendinea kalogen

: spontan, endokarditis, penyakit vaskular-

Disfungsi muskulus palpitasi : iskemia/infark (biasanya muskulus palpitasi posterior karena hanya diperdarahi oleh arteri koronaria posterior pars desendens (PDA) sementara muskulus palpitasi anterolateral deperdarahi oleh diagonal dan obstuse marginal arteri koronarius, perubahan posisi akibat kardiomiopati, infiltrasi Manifestasi klinis Akut : edema paru, hipotensi Kronik : dispnu yang progresif saat beraktivitas, fatigue, fibrilasi atrium, hipertensi paru Pemeriksaan fisik Murmur holosistolik nada tinggi seperti suara tipuan, pada apeks, yang menyebar ke aksila pada saat tangan mencengkram (sensitif 68%, spesifik 92%); dengan Valsalva (sensitif 93%0 (N Engl J Med 318: 1572, 1988) Iktus kordis hiperdinamik yang bergeser ke lateral, S1 tidak jelas, thirll S3

,

Pemeriksaan diagnostik EKG : atrium

LAE,

LVH, fibrialasi

Foto rontgen toraks : LA berdilatasi, LV berdilaaatasi, kongesti paru Ekokardiogram : derajat MR (bergantung pada ukuran pancaraan regurgitasi) dan fungsi LV (EF yang supernormal pada keadaan kompensasi, sehingga EF < 60% dengan MR berat gangguan LV) Kateterisasi jantung : gelombang v PCWP prominen, ventrikulografi sinistra untuk derajat MR atau EF LV Penatalaksanaan Medis alferoad : ACEI , hidralazin/nitrat (manfaatnya belum terbukti) preload (mengobati kongesti paru dan junlah MR dengan lubang MV); diuretik, nitrat

inotropik : digoksin Profilaksis endokarditis

Pembedahan (perbaikan lebih disukai dari pada penggantian) MR akut atau sistomatik MR asimtomatik dengan dekompensasi LV (EF < 55-60% atau sistolik akhir LVSD > 45 mm) (Circulation 81:1173, 1990) IABP : stabilitas, jembatan pada pembedahan Prognosis Asimtomatik : daya tahan hidup 5 tahun dengan terapi medis = 80% Simtomatik : daya tahan hidup 5 tahun dengan terapi medis = 45% PROLAPS KATUP MITRAL Definisi Pergeseran bagaian balik daun katup (kuspid) mitral maupun titik temunya diatas bidang katup mitral, dilihat pada sumbu panjang parasternal Pada salah diagnosis pada gambaran ke empat ruang jantung Klasik : daun katup yang berlebihan , tidak klasik : tanpa kelebihan kuspid Epidemiologi Prevalensi 2-4% dari keseluruhan populasi Etiologi Keterlibatan miksomatosa pada apparatus katup mitral Berhubung dengan penyakit jaringan penyambung (sewperti : Marfan, Ehlers-Danlos) Manifestasi klinis Asimtomatik Nyeri dada, AF, sinkop atau stoke (tapi tidak didukung oleh data terkini N Engl J Med 34:1, 1999) Pemeriksaan fisik Klik midsistolik murmur sistolik mid-to-late Penatalaksanaan Profilaksis endoksrditis apabila terdengar murmur atau penebalan pada kuspid Aspirin atau antikoagulan apabila terdapat keluhan neurulogis sebelumnya

Penyekat- pada pasien simtomatik KATUP JANTUNG PROSTETIK Katup mekanik Caged-ball (Starr-Edwards) Single-tilting disk (Bjork-Shiley, Medtronic-Hall) Bileaflet-tilting-disk (st.jude Medical) Karakteristik : bertahan lama, orifisiumnya besar, namun bersifat trombogenik Bioprostetik Heterograft (Carpentier-Edwards) Perikardial Karakteristik : kurang tahan lama, orifisiumnya kecil, namun kejadian trombogenik minimal Pemeriksaan fisik Normal : CRISP,

murmur halus selama aliran ke depan (normal memilki gradien

kecil yang melintasi katup) Abnormal : murmur regurgitasi, bunyi penutupan katup mekanik tidak terdengar Antikoagulan dengan katup prostetik Katup

Tujuan antikoagulan

Katup Caged-ball

INR 4,0-4,9

Katup Single-tilting disk

INR 3,0-3,9

Katup blileaflet-tilting disk

INR 2,5-2,9

Keadaan mekanik beresiko tinggi INR 3,0-4,5 (katup multipel, sebelumnya pernah emboli, EF

, AF, ukuran LA

Katup bioprostetik

? INR 2,0-3,0 x 2-3 bulan (kecuali resiko tinggi

indefinitif)

Prosedur minor (seperti: tindaakan Biasanya dapat melanjutkan antikoagulan pada gigi) Prosedur pembedahan)

mayor

(seperti: Pilihan obat earfarin sebelum pembedahan dan dimulai kembali setelahnya

Prosedur mayor namun Beresiko

tinggi

Praoperatif : pilihan obat warfarin dimulai terhadap pemberian haparin

tromboemboli (seperti: katup Caged- 2-4 jam sebelum operasi: pilihan obat heparin ball, prostesis mitral, AF, pernah pascaoperasi : mulai lagi heparin dan walfarin emboli sebelumnya)

sesegera mungkin

( N engl J Med 335:407, 1996; Mayo Clin proc 73:665, 1998) Komplikasi Trombosis katup (terutama dengan katup caged-ball ) Embolisasi (endokarditis) Kegagalan struktural Katup mekanik : jarang sekali pada Bjorg-Shliey Katup bioprostetik : rata-rata 30% gagal dalam 10-15 tahun Hemolisis (terutama dengan katup caged-ball) Kebocoran pravalvular (endokarditis) Endokarditis

“ PENYAKIT PERIKARDIUM “ PERIKARDITIS DAN EFUSI PERIKARDIUM Etiologi Infeksi Virus : Coxsackie B, echovirus, adenovirus, EBV, VZV, HIV Bakteri : (dari endokarditis, pneumonia, atau pasca bedah jantung): S. pneumokokus, S. aureus tuberkulosis (penyebaran dari paru atau hematogenik) Non infeksi

Idiopatik Uremia Ml transmural akut (10-15%), pasca Ml yang terlambat (sindrom Dessrel), neoplasitk pasca- perikardiotomi (paru, payudara, limfoma, sel ginjal), terinduksi radiasi (> 4000 cGy) Penyakit vaskular-kolagen, terinduksi obat (sindrom yang menyerupai SLE karena prokainamid atau hidralazin) Trauma (trauma toraks, pasca prosedur bedah jantung) Efusi perikardial tanpa perikarditis : gagal jantung kongestif, sirosis, dan sindrom nefrtik Manifestasi klini k pada perikarditis Nyeri dada : pleuritik, posisional (berkurang dengan duduk kearah depan), menjalar ke travezius Demam Pemeriksaan fisik Pericardial friction rub (lebih dari 3 komponen: kontraksi atrium, kontraksi ventrikel, relaksasi ventrikel) yang dikenal berubah-rubah dan bersifat sementara Apabila kontraksi perkardium : suara jantung jauh (dan gesekan mungkin lebih redup); pekak diatas lapangan paru posterior sinistra (tanda Ewart) karena atelektasi kompersif Pemeriksaan diagnostik EKG : elevasi ST difusi (konkaf), depresi PR, gelombang T terbalik; 4 staduim yang berkembang dalam hitungan jam hingga minggu; voltase rendah dan perubahan elektris mungkin terlihat pada efusi yang terjadi luas CPK-MB atau troponin

apabila mioperikarditis

Foto rontgen toraks: jika muncul efusi, akan tampak kardiomegali atau jantung “seperti botol-air” (>

250

cccairan);

tanda

seperti

“biskuit

Oreo”

(rediolusen

antara

jantung

dengan perikardium anterior pada foto toraks posisi lateral) Ekokardiogram : mungkin normal atau terlihat efusi perikardium tumor)

terpisah (fibrin atau

Perikardiosentesis : lakukan pemeriksaan hitung sel, protein total (TP), LDH, glukosa, pewarnaan gram, kultur, sitologi Kriteria untuk “eksudat” adalah TP >3 g/dl, TP eff/TP serum >0,5 atau LDH

eff/LDH serum

>0,6 atau glukosa <60 mg/dl memiliki sensitivitas yang sangat tinggi (

90%) namun

spesifitasi sangat rendah ( 20%). (Chest 111:1213, 1997) Stadium

PR

ST

Pertama

Gelombang T Keatas

Kedua

Isolekritis

Isolekritis

Datar

Ketiga

Isolekritis

Isolekritis

Inversi/terbalik

Keempat

Isolekritis

Isolekritis

Ke atas

Langkah penanganan Tentukan etiologi infeksi: basanya tampak dari anamnesis dan rontgen foto toraks; serologi akut dan masa penyembuhan Tentuka etiologi non-infeksi : BUN, kreatinin, ANA, RF, penapisan pada keganasan yang sering terjadi Perikardiotensis bila curiga efusi karena infeksi atau keganasan Penatalaksanaan Obat anti-inflamasi : ASA atau NSAID; kolkisin atau stroid pada penyakit idiopatik refrakter Hindari antikoagulan

Jika efusi karena infeksi

drainase perikardium + antibiotik

Jika efusi mungkin rekurens

pertimbangkan perbuatan “jendela” pericardial

TAMPONADE PERIKARDIUM Etiologi Segala penyebab perikarditis namun khususnya keganasan, uremia,

diseksi

aorta proksimal dengan ruptur, ruptur miokardium, dan idiopatik Patifisiologi tekanan intra perikardium, menekan jantung sepanjang siklus jantung membatasi aliran balik vena Karena tekanan diastolik meningkat dan sebanding pada saat katup trikuspid membuka pada fase awal diastolik, tekanan di ventrikel kanan sama dengan tekanan pada atrium kanan sehingga tidak ada pengeluaran darah secara cepat dari atrium kana dan terjadi gambaran penurunan gelombang y yang tumpul Pulkus paradokus : inspirasi vena

tekanan intraperikardium atrium kanan

ukuran ventrikel kanan

pergeseran septrum kearah kiri

aliran balik isi sekuncup

ventrikel kiri dan output menurun (temponade menyebabkan peningkatan interdependensi ventrikel) Manifestasi klinis Dipsnu dan fatigue Pemeriksaan fisik Trias Beck : bunyi denyut jantung terjauh, JVP , hipotensi Hipotensi takipnu

(50%),

refleks

Pulsus paradokus (75%) =

takikardi, tekanan darah sistolik 10 mmHg setiap kali inspirasi

JVP dengan penurunan gelombang y yang tumpul Bunyi denyut jantung yang terdengar jauh, perikardial friction rub (30%)

Pemeriksaan diagnostik EKG : elektris

voltase

rendah,

Ekokardiogram : Efusi

perubahan

, pergeseran septum saat inspirasi, kolops diastolik ventrikel

dan atrium kanan, perubahan resiprofasik pada kecepatan transvaskular ( melewati TV dan

melewati MV saat insipari)

Kateterisasi jantung (jantung kanan dan perikardium): peningkatan dan penyetaraan tekanan intraperiskardial dengan tekanan diastolik (RA, RV, PCWP) penurunan gelombang y yang tumpul pada penelusuran atrium kanan) Penatalaksanaan Resusitasi diuresis)

cairan

Perikardiosentesis miokardium)

(jangan

(kecuali

jika

disebabkan

ruptur

aorta

atau

PERIKARDITIS KONSTRUKTIF Etiologi Semua penyebab perikarditis namun khususnya pascainfeksi

virus, radiasi, uremia,

pascabedah jantung, dan idiopatik Patofisiologi Perikardium yang kaku membatasi pengisian diastolik

tekanan vena sistolik

Aliran balik vena dibatasi hanya setelah awal fase pengisian yang cepat sehingga terjadi penurunan cepat pada tekanan atrium kanan dengan relaksasi atrioum dan pembukaan katup trikuspidalis serta gelombang x dan y yang menonjol Tanda Kussmaul : Inspirasi

alira balik vena

namun tekanan intratorakal negatif yang

tidak dihantarkan pada jantung karena perikardium yang kaku Manifestasi klinis Gagal jantung sisi kanan > sisi kiri

JVP

Pemeriksaan fisik JVP dengan penurunan gelombang y yang menonjol, tanda Kussmaul

(diagnosis

banding = TS kor pulmonale akut, infark ventrikel kanan, RCM) Hepatomegali, asites, edema perifer Iktus kordis biasanya tidak dapat dipalpasi, terdapat pericardial knock, biasanya tidak ada pulpus paradokus Pemeriksaan diagnosis Foto rontgen toraks: klasifikasi, terutama pada tampilan lateral (walaupun tidak perlu = konstriksi secara fisiologis) EKG: tidak spesifik Ekokardiogram: penebalan perikardium , “septum mengembang” = pergeseran mendadak septum selama fase pengisian cepat pada awal diastolik Kateterisasi jantung Artium : gelombang M atau W (penurunan gelombang x dan y yang menonjol) Ventrikel : perubahan dan plateau atau tanda akar kuadrat (penurunan yang cepat tekanan pada onset diastolik,

cepat pada awal plateau)

CT atau MRI : penebalaan perikardium dngan tambatan Penatalaksanaan Perikardiektomi Perikarditis Konstruktif vs Kardiomiopati Restruktif Evaluasi

Perikarditis konstruktif

Pemeriksaan fisik Tanda Kussmaul

Kardiomiopati restriktif Tanda Kussmaul

Iktus kordis tidak ada, pericardial Iktus kordis jelas, S3 dan S4 knock

Murmur

regurgitasi

karena MR dan RT EKG

Voltase rendah

Voltase rendah Abnormalitas hantaran

Ekokardiogram

Ketebalan dinding normal Septum diastolik

mengembang saat

Penebalan dinding awal Pembesaran kedua atrium Inspirasi

aliran melalui

Inspirasi

aliran melalui TV dan

trikuspid

aliran melalui MV

dan

mitral

kecepatan maksimal yang

pengisia lambat

waktu

memanjang

kecepatan

pada

pengisian

maksimal Perikarditis Konstruktif vs Kariomiopati Restruktif Evaluasi

Perikarditis konstriktif

Kardiomiopati restruktif

CT/MRI

Perikardium menebal

Perikardium normal

Kateterisasi jantung

Penurunan gelombang x dan Penurunan gelombang x dan y y yang menonjol

yang menonjol

Tanda penuruan dan plateau

Tanda penurunan dan plateau LVEDP

LVEDP = RVEDP

>

RVEDP

(khususnya pada volume) RVSP > 60 mHg

RVSP < 50 mmHg

RVEDP < 1/3 RVSP

RVEDP > 1/3 RVSP Biopsi endomiolardium Biasanya normal

Etiologi kardiomiopati

spesifik restriktif

(RCM)

DIABETES MELITUS PENGERTIAN Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia yang ditandai oleh defek pada : 1. kerja insulin ( resistensi insulin ) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik ) dan jaringan perifer (otot dan lemak). 2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas 3. atau keduanya

klasifikasi diabetes melitus (DM) 1. DM tipe 1 ( destruksi sel ß, umumnya di ikuti defesiensi insulin absolut ): Immune-mediated Idiopatik II. DM tipe 2 ( bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defesiensi insulin relatif sampai predominan defek sekrotik dengan resistensi insulin ) III Tipe spesifik lain : Defek genetik pada fungsi sel ß Defek genetik pad akerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Diinduksi obat atau zat kimia Infeksi Bentuk tidak lajim dari immune mediated DM Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan Dm IV DM gestosional DIAGNOSIS Terdiri dari : Diagnosis DM Diagnosis komplikasi DM Diagnosis penyakit penyerta Pemantauan pengendalian DM Anamnesis Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dilelaskan penyebabnya Keluhan tidak khas Dm : lemah, keemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita Faktor risiko DM tipe 2 : Usia >45 tahun Berat badan lebih: > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) > 23 kg/m² Hipertensi ( TD > 140/90 mmHg) Riwayat Dm dalam garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi> 4.000 gram Riwayat Dm gestasinal Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah glokosa terganggu (GDPT) Penderita penyalit jantung koroner, tuberkolosis, hipertiroidisme Kolesterol HDL , 35 mg/dL dan atau trigliserida . 250 mg/dL Pemerikasaan fisik lengkap,termasuk: Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang Tanda neuropati

Mata ( visus, lensa mata dan retina ) Gigi mulut Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa 1. kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena )> 200 mg/dL, atau 2. kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) > 126 mg/dL, atau 3. kadar glukosa plasma . 200 mg/dL pada 2 jam setelah beban glukosa 75 gram pada TTGO DIAGNOSIS BANDING Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT ), glukosa darah puasaterganggu TTGO PEMERIKSAAN DARAH PENUNJANG Pemerikasaan laboratorium Hb, leukosit, hiting jenis leukosit, laju endap darah Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan Urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin SGPT, albumin/globulin Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, A,C Albuminuri mikro Pemeriksaan penunjang lain: EKG, foto toraks, funduskopi TERAPI Edukasi peliputi pemahaman tentang: Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Dm, penyulit Dm, intervensi farmakologis dan non- farmakologis, hipoglikemia, dan masalah khusus yang di hadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan. Perencanaan makan Standar yang dianjurkan adalah makana dengan komposisi : Karbohidrat 60 – 70%, protein 10-15%, dan lemak 20- 25 % Jumlah kandungan kolesterol disarankan , 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA= mono unsaturated fatyi acid )dan mambatasi PUFA (poly unsaturated fatty acid ) dan asam lemak tak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 gr/hari, diutamakan serat larut. Jumlah kalori basal perhari: Laki – laki: 30 kal/kg BB idaman

Wanita : 25 kal/kg BB idaman Penyesuaian ( terhadap kalori basal / hari ): Status gizi:

- BB gemuk - BB lebih - BB kurang Umur . 40 tahum Stres metabolik ( infeksi, operasi,dll ) Aktivitas - Ringan - Sedang - Berat Hamil: - Trimester I, II - Trimester III

-20% -10% - +20% -5% + ( 10 s/d 30 % ) + 10% + 20% + 30% +300kal +500kal

Rumus Brosca: Berat badan idaman = ( tinggi Badan- 100 ) -10% Pria < 160 cm dan Wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi BB kurang : < 90% BB idaman BB normal : 90 – 110 % BB idaman BB lebih : 110-120% BB idaman Gemuk : > 120 % BB idaman Latihan Jasmani Latihan jasmani sehari – hari dan latihan teratur ( 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), prnsip : continuous- Rythmical-interval-proggressive-Endurance Intervensi Farmakologis Obat Hipoglikemia oral (OHO): pemicu sekresi insulin ( insulin seckretagogue): sulfonilurea, glinid penambah sensitifitas terhadap insulin terhadap insulin : metromin, tiazolindindiaon penghambat absorpsi glukosa ; penghambat glukosidase alfa insulin indikasi penurunan berat badan yang cepat hiperglikemia berat yang disertai ketosis ketoasidosis diabetik hiperglikemia hiperosmolar non ketotik gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal sters berat (infeki sistemik,operasi besar,IMA,strok) kehamilan dengan Dm gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO terapi kombinasi pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah ,untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah ,kalau dengan OHO tunggal sasaran

kadar glukosa darah belum tercapai ,perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya . pengelola DM tipe 2 gemuk ; non-farmakologis evaluasi 2-4 minggu ( sesuai keadaan klinis ); sasaran tidak tercapai penekanan kembali tata laksana non-famakologis . n evaluasi 2-4 minggu ( sesuai keadaan klinis ) sasaran tidak tercapai ; + 1 macam OHO biguanid / penghambat glukosidase/glitazon evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai keadaan klinis ): sasaran tidak tercapai: kombinasi 2 macam OHO, antara: biguanid + penghambat glukosidase / glitazon evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai keadaan klinis ) sasaran tidak tercapai: kombinasi 3 macam OHO: biguanid + penghambat glukosidase /glitazon atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai keadaan klinis ) sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO: biguanid + penghambat glukosidase + glitazon + secretagugoe atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – minggu ( sesuai keadaan klinis ): sasaran kombinasi 4 OHO tidak tercapai: insulin atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai: insulin bila sasaran tercapi : teruskan terapi terakhir. Pengelolaan DM tipe 2 tidak gemuk: Non- farmakologis evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) Sasaran tidak tercapai:

non-farmakologis + secretagugoe evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai kaeadaan klinis )

sasaran tidak tercapai:

kombinasi 2 macam OHO,antara: secretatogugoe + penghambat glukosidase + biguanid/ glitazon evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis)

sasaran tidak tercapai:

kombinasi 3 macam OHO:

secretagogue+ penghambat glukosidase + biguanid/ glitazon, atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – 4 minggu (sesuia keadaan klinis) sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai: kombinasi 4 macam OHO: secretagogue + penghambat glokosidase + biguanid + glitazon, atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai: insulin, atau: terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai: insulin bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir penilaian hasil terapi: 1. pemerikasaan glukosa darah 2. pemerikasaan A1C 3. pemeriksaan glukosa mandiri 4. pemeriksaan glukosa urin 5. penmentuan benda kriteria keton pengendalian DM (lihat tabel) Tabel: Kriteria Pengendalian DM Baik GD puasa (mg/dL) GD 2 jam pp (mg/dL) A,C (%) Kolesterol total ( mg/dL ) Kolesterol LDL ( mg/dL ) Kolesterol HDL ( mg/dL ) Trigliserida ( mg/dL ) IMT ( Kg/m² ) Tekanan darah tinggi ( mmHg )

KOMPLIKASI A. Akut : ketoasidosis diabetik Hiperosmolar non kitetik Hiperglikemia B. Kronik:

80-109 80-144 < 6,5 < 200 < 100 > 45 < 150 185-22,9 < 130 / 80

Sedang 110-125 145-179 6,5-8 200-239 100-129 150 – 199 23 – 25 130-140/80-90

Buruk 126 180 >8 240 130 200 > 25 > 140 /90

Makroangiopati : - pembuluh koroner - Vaskilar perifer - Vaskular otak Mikroangiopati : - Kapiler retina - Kapiler renal Neoropati Gabungan: - Kardiopati: penyakit jantung koroner, kardiomiopati Rentan infeksi Kaki diabetik Disfungsi ereksi PROGNOSIS Dubia WEWENANG RS pendidikan : dokter spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam UNIT YANG MENANGANI RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokologi RS non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal – Hipertensi,Divisi kardiologi, dan bagian Neorologi, Patologi klinik, Mata dan Gizi RS Non Pendidiakan : Bagian Neorologi, patologi klinik, Mata Dan Gizi

TIROTOKSITOSIS

PENGERTIAN Tiroktosikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiwi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis di bagi dalam 2 Kategori: 1. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme 2. kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksitiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik ( plumer ) dan adenoma toksik. Penyebab lain adalah tiroiditis, penyakit tropoblastis, pemakaian yodium yang berlebihan, obat hormon tiroid,dll. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme ytang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I ,ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat. DIAGNOSIS Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas,palpatasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak karingat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore /aminore dan libido turun, takikardia,fibrilasi atrial, tremor halus repleksi meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok dan bruit. Gambaran klinis penyakit Graves: Struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/ ekso ftalmus, dermopati lokal, akropaki. Laboratorim: TSHs rendah, T4 atau fT4 tinggi pada T3 toksikosis: T3 atau fT3 meningkat. Penderita yang dicurigai krisis tiroid Anamnesis: riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejal khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea Pemeriksaan fisik: - Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves tu penyakit lain - Sistem syarap pusat terganggu: delirium.koma - Demam tinggi sampai 40°C

- Takikardia sampai 130-200 x/menit - Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus Laboratorium: TSHs sangat rendah, T4 / fT4/T3 tinggi, anemia tormositik normokrom, limfositosis, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat, azotemia prerenal EKG: sinus takikardia atau fibrilasi, atrial dengan respon ventrikuler cepat

DIAGNOSIS BANDING Hipertiroidisme primer: penyakir Graves, struma multinudosa toksik, adenoma toksik, metastasisi karsinoma tiroid fungsional, struma ovari,mutasi reseptor TSH, obat: kelebihan iodium, ( fenomena Jod Basedow ) Tirotoksikosis tanpa tiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis silent, destruksi tiroid, (karena aminoidarone,radiasi, infark adenoma )asupan hormon tiroid berlebihan (tiritoksikosis factitia ) Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang emnsekresi HCG, tirotoksikosis gestasional. PEMERIKSAAN MENUNJANG Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid) Sidik tiroid/ thyroid scan : terutama membedakan penyakit plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa EKG Foto toraks TERAPI Tata laksana penyakit Graves: Obat anti tiroid Propiltiourasil PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari. Metimazol dosis awal 20 -30 mg/hari Indikasi: - mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan –sedang dan tiroktosikosis - untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif - persiapan tiroidektomi - pasien hamil, usia lanjut - krisis tiroid penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementaramenunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien konrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 36 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan di pertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan di nilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemidian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps. Tindakan Bedah Indikasi: pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid wanita hamil trimester kedua yang memerlikan obat dosis tinggi

alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radio aktif adenoma toksik, struma multinodosa toksik graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul Radioablasi Indikasi : pasien usia 35 tahun hipertiroidisme yang kambuh setelah dioprasi gagal mencapai remisi setalah pemberian antitiroid tidak mamopu at5au tidak mau terapi obat antitiroid adenoma toksik, struma multinodosa toksik Tata laksana krisis tiroid: ( terapi segela mulai bila di curigai krisis tiroid) 1. perawatan suportif: kompres dingin, antipiretik (asetaminofen ) memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dextros 5% dan NaCl 0,9% mengataasi gagal jantung: O2,diuretik,digitalis 2. Antagonis aktivitas hormon tiroid: Blokade produksi hormon tiroid: PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO Alternatif : metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600 – 1.000 mg atau metinazole 60-100 mg Blokade ekskresi hormon tiroid: soluti lugol ( saturated solustion of potasium iodida ) 8 tetes tiap 6 jam Penyekat ß : propanoolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons ( target: frekuensi jantung < 90 x/m) Glukokortikoid: Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam Bila refrakter terhadap reaksi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3. pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik, dll. KOMPLIKASI Penyakit Graves: penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan denan obat antitiroid Krisis tiroid: mortalitas

KETO-ASIDISIS DIABETIKUM PENGERTIAN Ketoasidosis diabetikum adalah dekompensasi metabolik akibat defesiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum ( KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi, infark miokard akut, pankrealitis akut, penggunaan obat golingan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin. DIAGNOSIS Klinis ; Keluhan poliuri,polidipsi Riwayat berhenti menyuntik insulin Demam /infeksi Muntah Nyeri perut Kesadaran ;kompos mentis,delirium ,koma Pernapasan cepat dan dalam (kussnaul) Dehidrasi (turgor kulit menurun ,lidah dan bibir kering) Dapat disertai syok hipovolemik kriteria diagnosis :

kadar glukosa pH HCO 3Anion gap Keton serum

: >250 mg / dl : < 7,35 ;rendah :tinggi : positf dan atau ketonuria

DIAGNOSIS BANDING Ketosis diabetic,hiperglikemi hiperosmolar non ketotik /hyperglycemic,hyperosmolar state,ensefalopati uremikum,asidosis uremikum ,minum alcohol,ketosis alkoholik ,ketosis hipoglikemia ,ketosis starvasi ,asidosis laktat,asidosis hiperkloremik,kelebihan asisilat ,drug – induced acidosis ,ensepalopati karena infeksi,trauma kapatis, Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan cito ; gula darah ,elektrolit,ureum ,kreatinin ,aseton darah urin rutin,analisis gas darah ,EKG Pemantauan : Gula darah ; tiap jam Na+,K+,CI- ; tiap 6 jam selama 24 jam ,selanjutnya sesuai keadaan. Analisis gas darah : bila pH <7 saat masuk –diperiksa selama 6 jam s,d,pH>7,1 selanjutnya setiap hari sampai setabil Pemeriksaan lain ( sesuai indikasi );kultur darah ,kultur urin ,kultur pus TERAPI Akses intravena (iv)2 jalur ,salah satunya dicabang dengan 3 way ; I.cairan ; § NaCI 0,9% diberikan kr,lbh1-2 pada jam pertama ,lalu 1 L pada jam kedua ,lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat ,dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam ,selanjutnya sesuai kebutuhan . § Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L § Jika Na+>155 mEq/L – ganti cairan dengan NaCI 0,45 % § Jika GD <200 mg / dl – ganti cairan dengan dextrose 5 % II.insulin (regular insulin = RI ): Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan RI bolus 180 mU/KgBB IV ,dilanjutkan ; RI drip 90 mU/KgBB/jam dalam NaCI 0,9 % Jika GD <200 mg/dL;kecepatan dikurangi –RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCI 0,9 % Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam –RI drip 1-2 U / jam IV ,disertai slinding scale setiap 6 jam; GD (Mg/dl) <200 200—250

--

RI ( unit ,subkutan ) 0 5

250—300 300—350 >350

10 15 20

jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL;drip RI dihentikan setelah sliding scale tiap 6 jam ,dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari --- dibagi 3 dosis sehari subkutan ,sebelum makan ( bila pasien sudah makan ) III. kalium kalium ( KCI ) drip dimulai bersaman dengan drip RI ,dengan dosis 50 mEq/ 6 jam ,syarat ;tidak ada gagal ginjal ,tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG ,dan jumlah urine cukup adekuat. Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua : <3,5 ----- drip KCI 75 mEq/6 jam 3,0 -- 4,5 ----- drip KCI 50 mEq/6 jam 4,5 -- 6,0 ----- drip KCI 25 mEq/6 jam >6,0 ------ drip dihentikan Bila sudah sadar ,diberikan K+ oral selama seminggu IV.Natrium bikarbonat Drip 100 mEq bila pH < 7,0, disertai KCI 26 mEq drip 50 mEq bila pH 7,0 – 7,1 , disertai KCI 13 mEq drip Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam V. Tata laksana umum : Oksigen bila PO < 80 mm Hg Antibiotika adekuat Heparin ;bila ada KID satau hiperosmolar ( > 380 mOsm/L)terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis Tekanan darah ,frekuensi nadi ,frekuensi pernapasan ,temperatur setiap jam Kesadaran setiap jam Keadaan hidrasi ( turgor ,lidah ) setiap jam Produksi urine setiap jam ,balans cairan Cairan infus yang masuk setiap jam Dan pemantauan labolatorik ( lihat pemeriksaan penunjang ) KOMPLIKASI Syok hipovolemik ,edema paru ,hipertrgliseridemia,infark miokard akut ,hipoglikemia .hipokalemia ,hiperkloremia ,edema otak,hipokalsemia PROGNOSIS Dubia ad malam ,tergantung pada usia ,komorbid,adanya infark miokard akut ,sepsis ,syok. WEWENANG RS, pendidikan ;Dokter spesialis penyakit dalam dan ppds penyakit dalam dengan konsultasi pada konsulen penyakit dalam

RS, non pendidikan ; Dokter spesialis penyakit dalam HIPOGLIKEMIA PENGERTIAN Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL ,atau kadar glukosa darah ,<80 mg/dL,dengan gejala klinis ,hipoglikemia pada DM terjasi karena; Kelebihan obat / dosis obat ; terutama insulin ,atau obat hipoglikemia oral Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun ; gagal ginjal kronik pasca persalinan Asupan makan tidak adekuat ; jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat Kegiatan jasmani berlebihan DIAGNOSIS GEJALA DAN TANDA KLINIS ; Stadium parasimpatik ; lapar,mual,tekanan darah turun Stadium gangguan otak ringan ; lemah lesu ,sulit bicara ,kesulitan menghitung sementara Stadium simpatik; keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar Stadium gangguan otak berat ;tidak sadar,dengan atau tanpa kejang ANAMNESIA ; Penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral ; dosis terakhir ,waktu pemakaian terakhir ,perubahan dosis. Waktu makan terakhir ,jumlah asupan gizi Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya Lama menderita DM ,komplikasi DM Penyakit penyerta :ginjal ,hati, dll. Penggunaan obat sistematik lainnya ;penghambat adrenergikB ,dll Pemeriksaan fisik ; pucat,diaphoresis,tekanan darah ,frekuensi denyut jantung ,penurunan kesadaran ,deficit neurologik fokal transient. Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum; 1,gejala yang konsisten dengan hipoglikemia 2,kadar glukosa plasma rendah 3,Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat. DIAGNOSIS BANDING Hipoglikemia karena : Obat ; o ( sering ); insulin ,sulfonlurea,alcohol, o ( kadang) ; kinin ,pentamidine o (jarang ) ; salisilat ,sulfonamide. Hiperinsulinisme endogen ; insulinoma ,kelainan sel B jenis lain ,sekretagogue ( sulfonylurea ),autoimun,sekresi insulin ektopik Penyakit kritis: gagal hati ,gagal ginjal ,sepsis ,starvasi dan inasasi

Defisiensi endokrin; kortisol,growth hormone ,glukagon ,epnefrin Tumor non-sel B ;sarkoma ,tumor adrenokortikal,hepatoma ,leukemia ,limfoma ,melanoma Pasca – prandial; reaktif ( setelah operasi gaster) ,diinduksi alcohol PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar glukosa darah (GD) ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati ,C- peptide TERAPI Stadium permulaan ( sadar ) Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni ( bukan pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang mengandung karbohidrat Hentikan obat hipoglikemik sementara Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar) Cari penyebab Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia ); 1) Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena , 2) Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf 3) Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ; Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV 4) periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40% bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV bila GDs 100 – 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 % bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangan menurunkan kecepatam drip dekstrosa 10 % 5) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut –turut ,pemantauan GDs setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % 6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam ,dengan protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 % 7) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut ,slinding scale setiap 6 jam : GD ( mg/dL ) <200

----

RI (unit, subkutan ) 0

200-250 250-300

5 10

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

INFEKSI

Buku Saku Klinis

300-350 >350

15 20

8) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin ) 9) bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran KOMPLIKASI Kerusakan otak ,koma ,kematian PROGNOSIS Dubia DISLIPIDEMIA PENGERTIAN Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelaianan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia. DIAGNOSIS Klasifikasi kadar kolesterol : klasifikasi Kolesterol LDL <100mg/dL optimal 100 – 129 mg/dL hampir optimal 130 – 159 mg/dL borderline tinggi 160 – 189 mg/dL tinggi ->190 mg/dL sangat tinggi Kolesterol total <200 mg/dL idaman 200 – 239 mg/dL borderline tinggi >240 mg/dl tinggi Kolesterol HDL <40 mg/dL rendah > 60 mg/dL tinggi Untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung koroner (PJK) ,perlu diperhatikan faktorfaktor risiko lainnya : 1, faktor resiko fositif - merokok - umur (pria 45 thn, wanita 55 thn ) - kolesterol HDL rendah - hipertensi (TD 140 /90 atau dalam terapi antihipertensi ) - riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga ( fist degree :pria , 55 t

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

Tahun ,wanita < 65 thn,) 2, faktor resiko negatif. - kolesterol HDL tinggi ;mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total . ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung korpner (PJK) pada pasien dengan 2 faktor risiko ,meliputi ; umur,kadar kolesterol total ,kolesterol HDL ,kebiasaan merokok ,dan hipertensi penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun, Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK ,yakni > 20 % dalam 10 tahun ,terdiri dari ; bentuk klinis lain dari aterosklerosis ;penyakit arteri perifer ,aneurisma aorta abdominalis ,penyakit arteri karotis yang simptomatis’ diabetes Faktor risisko multiple yang mempunyai resiko PJK dalam 10 tahun > 20% Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor resiko indefenden terjadinya PJK,faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida; Obesitas ,berat badan lebih Inaktivitas fisik Merokok Asupan alcohol berlebihan Diet tinggi karbohidrat ( >60 % asupan energi) Penyakit DM tipe 2 , gagal ginjal kronik ,sindrom nefrotik Obat,kortikosteroid,estrogen ,retinoid ,penghambatan adrenergic-beta dosis tinggi Kelainan genetic( riwayat keluarga )

untuk

Kalsifikasi derajat hipertrigliseridemia Normal ; ,150 mg/dL Borderline –tinggi : 150 – 199 mg/dL Tinggi : 200 – 499 mg/dL Sangat tinggi : 500 mg/dL DIAGNOSIS BANDING Hiperkolesterolemia sekunder,karena hipotirodisme,penyakit hati obstruksi,sindrom nefrotik,anoreksia nervosa,porfiria intermiten akut ,obat (progestin,siklosporin,thiazide) Hipertrgliseridemia sekunder,karena obesitas ,DM,penyakit ginjal kronik,lipodistrofi,glycogen strorage disease,alcohol,bedah bypass ileal,stress,sepsis,kehamilan ,obat ( estrogen, isotretinoin, penghambat beta ,glukokortikoid,resin pengikat bile-acid,thiazide),hepatitis akut,lupuseritematosus sistemik,gammopali monoclonal ;myeloma multiple ,limpoma AIDS ;inhibitor protease. HDL rendah sekunder,karena malnutrisi,obesitas,merokok ,penghambatan beta steroid anbolik PEMERIKSAAN PENUNJANG

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

Skirining dianjurkan pada semuah pasien berusia 20 tahun ,setiap 5 tahun sekali ;kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida , glukosa darah ,tes fungsi hati ,urin lengkap, tes fungsi ginjal , TSH < EKG. TERAPI Untuk hiperkolesteromia; Penatalaksanaan non-farmakologis (perubahan gaya hidup Diet, dengan komposis : o Lemak jenuh <7 % kalori total o PUFA hingga 10 % kalori total o MUFA hingga 10 % kalori total o Lemak toal 25 – 35 % kalori total o Karbohidrat 50 – 60 % kalori total o Protein hingga 15 % kalori total o Serat 20 – 30 g / hari o Kolesterol <200 mg / hari Latihan jasmani Penurunan berat badan bagi yang gemuk Menhintikan kebiasaan merokok ,minuman alcohol Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu ,bila target sudah tercapai ( lihat tabel target di bawah ini),pemantauan setiap 4 – 6 bulan Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai; intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol ,tambahkan stanol/steroid nabati,tingkatkan konsumsi serat,dan kerjasam dengan dietisian. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menirunkan kadar kolesterol LDL,maka terpi farmakologis mulai diberikan ,dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. TERAPI FARMAKOLOGIS Golongan statin ; o Simvastatin 5—40 mg o Lovastatin 10—80 mg o Pravastatin 10—40 mg o Fluvastatin 20—80 mg o Atorvastatin 10—80 mg Golongan bile acid sequestrant : o Kolestiramin 4—16 g Golongan nicotinic acid; o Nicotinic acid ( immediate release ) 2 * 100 mg s,d 1,5 – 3 g

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

INFEKSI

Buku Saku Klinis

Target kolesterol kategori target Risiko LDL farmakologis PJK atau <100 Ekivalen PJK ( FRS > 20 % ) Faktor risiko > 2 <130 ( FRS < 20 % ) Faktor risiko 1 –1 <160

LDL kadar LDL untuk mulai PGH

( mg/dL) kadar LDL untuk milai terapi

:

>100 130 ( 100- 129) ;opsional ) < 130

> 130 (FRS 10-20 % ( 160 – 189 ; opsional ) > 160 > 190 ( 160 – 189 ; opsional ) Terapi hiperkolestrolemia untuk pencegahan primer ,dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid, Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu ,bila target sudah tercapai ( lihat tabel diatas ) ,pemantauan setiap 4—6 bulan ,bila setelah 6 minggu terapi ,target belum tercapai ;intensifkan /naikan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain,bila setelah 6 minggu berikutnya terpi non farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL ,maka terapi famakologis diintensifkan Pasien dengan PJK ,kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner,diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg / dL Pasien dengan hipertrigliseridemia : Penatalaksanaan non- farmakologis sesuai diatas Penatalaksanaan farmakologis o Target terapi : Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ;tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL -

Penyebab primer ditatalaksana

Pasien dengan trigliserida tinggi ; target sekunder adalah kadar kolesterol non HDL ,yakni sebesar 30 mg /dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL Pendekatan terapi obat ; Obat penurun kadar kolesterol LDL ,atau Ditambahkan dengan obat fibrat atau nicotinic acid.golongan fibrat terdiri dari o Gemfibrozil 2 x600 mg 1 x 900 mg, o Fenofibrat 1 x 200 mg dari

dislipidemia

sekunder

,juga

KOMPLIKASI Aterosklerosis,penyakit jantung koroner ,strok ,pankreatitis akut

harus

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

PROGNOSIS Dubia ad bonam

INFEKSI

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

STRUMA NODOSA NON TOKSIK PENGERTIAN Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi : Struma mononodosa non toksik Struma multinodosa nontoksik Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas, Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras,

DIAGNOSIS Anamnesis : Sejak kapan benjolan timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap Cara membesarkanya : cepat atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan ,sesak nafas Penurunan berat badan Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik ; Umum Local ; o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus o Nyeri tekan o Konsistensi o Permukaan o Perlekatan pada jaringan sekitarnya o Pendesakan atau pendorongan trakea o Pembesaran kelenjar getah bening regional o Pemberton’s sign Penilaian risiko keganasan : Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun, Gejala hipo atau hipertiroidisme Nyeri berhubungan dengan nodul Nodul lunak, mudah degerakan Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid : Umur < 20 tahun atau > 70 tahun Gender laki- laki Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu – bulan ) Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa ( juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak ) Riwayat keluarga kanker tiroid meduler Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan Paralysis pita suara Temuan limpadenofati servikal Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL Langkah diagnosis I :TSHs FT4 Hasil : non –toksis – langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid Hasil ; A ganas B curiga C jinak D tak cukup /sediaan tak representative DIAGNOSIS BANDING Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain . Tiroiditis akut Tiroiditis subakut Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel ) Simple goiter Struma endemic Kista tiroid,kista degenerasi Adenoma Karsinoma tiroid primer,metastatik Limfoma

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

PEMEIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid o Bila hasil laboratorium; non –toksik o Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule – syrat sudah menjadi eutiroid, USG tiroid o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi o Pemendu pada BAJAH Sidik tiroid : o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm , o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular,diperiksakan kalsitonik) Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto TERAPI Sesuai hasil BAJAH ,maka terapi : A, Ganas ;------- operasi tirodektomi near total ; B, curiga ;-------- operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC) Bila hasil = ganas ---- operasi tiroidektomi near total Bila hasil = jinak ----- operasi lobektomi,atau tiroidektomi near Total. --- alternatif ; sidik tiroid,bila hasil = cold nodule --- operasi C, tak cukup / sediaan tak representatif § Jika nodul solid ( saat BAJAH ); ulang BAJAH. § Bila klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi § Bila klinis curiga ganas rendah ----- observasi § Jika nodul kistik (saat BAJAH ) ;aspirasi § Bila kista regresi ---- observasi § Bila kista rekurens,klinis curiga ganas rendah ---- observasi § Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi D,jinak * terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis . Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari ) Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari ) Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis ; dosis - menjadi 2 x 100 ug sampai 4 --6 minggu , kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 - 0,3 ulU /L) Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal ) o Bila nodul mengecil atau tetap --- L – tiroksin dihentikan dan diobservasi; o Bila setelah itu struma membesar lagi ,maka L-tiroksin dimulsi lagi ( target TSH 0,1 – 0,3 ul U/L ) o Bila setelah 1- tiroksin dihentikan ,struma tidak berubah ,diobservasi saja.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. Buku Saku Klinis

INFEKSI

o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --- obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi --hasi PA : § Jinak teapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 uI U/L § Ganas terapi L-tiroksin Individu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 uI U/L Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 uI U /L KOMPLIKASI Umumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut /subakut PROGNOSIS Tergantung jenis nodul ,tipe histologis. KISTA TIROID PENGERTIAN Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid ,merupakan 10 – 25 % dari seluruh nodul tiroid,insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid,pada nodul kistik komplek masih mungkin merupakan suatu keganasan ,sebagian nodulkistik mempunyai bagian yang sulid. DIAGNOSIS Anamnesis Sejak kapan benjolan timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap Cara membesarnya:cepat atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar ,menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja. Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leherb pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan Sesak napas Penurunan berat badan Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik : Umum Local o Nodus tungggal atau majemuk ,atau difus o Nyeri tekan o Konsistensi :kistik ; o Permukaan o Perlekatan pada jaringan sekitarnya

o Pendesakan atau pendorongan trakea o Pembesaran kelenjar getah bening regional o Pemberton’s sign Penilaian risiko keganasan : Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid : Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme, Nyeri berhubungan dengan nodul, Nodul lunak ,mudah digerakan Multinodul tanpa nodul yang dominan ,dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkat kecurigaan kearah keganasan tiroid : Umur <20 tahun atau > 70 tahun Gender laki – laki Nodul disertai disfagia,serak,atau obstruksi jalan napas Pertumbuhan nodul cepat ( beberpa minggu – bulan ) Riwayat radiasi daeah leher waktu usia anak – anak atau dewasa (jga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak ) Riwayat keluarga kanker tiroid medular Nodul yang tunggal ,berbatas tegas,keras,irregular,dan sulit digerakan paralysis pita suara Temuan limpadenopati servikal Metastasis jauh ( paru – paru , dLL ) Langkah diagnosis awal : TSHs,FT4 Bila hasil non ; toksis --- lankang diagnosis II: ---- fungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid DIAGNOSIS BANDING Kista tiroid ,kista degenerasi,karsinoma tiroid. PEMERIKSAAN PENUNJANG v USG tiroid ; o Dapat membedakan bagian padat dan cair o Dapat untuk memandu BAJAH; menemukan bagian solid, o Gambaran USG kista =kurang lebih bulat,seluruhnya sonolusen,dinding tipis, v Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin , v Biopsy aspirasi jarum halus (BAJAH ) ; pada bagian yang solid TERAPI Pungsi aspirasi seluruh cairan kista ; Ø Bila kista regresi --- observasi

hipoekoik

Ø Bila kista rekurens , klinis kecurigaan ganas rendah , ---- fungsi aspirasi dan observasi Ø Bila kista rekurens ,klinis kecurigaan ganas tinggi ---- operasi lobektomi KOMPLIKASI Tidak ada. PROGNOSIS Dubia ad bonam , tergantung tipe dan jenis histopatologinya ARTRITIS-TINJAUAN Gambar 8-1. pendekatan terhadap artritis Artritis Monoartikular Infeksi Trauma/hemartrosis Deposit kristal Oligo/poliartikular dini

Gambaran Onset Inflamasi Patologi Jumlah sendi Jenis sendi Lokasi Perubahan artikular khusus Perubahan tulang Gambaran ekstra-artikular

oligoartikular infeksi deposit kristal seronegatif oliartikular dini

poliartikular osteoartritis artritis reumatoid

Perbandingan Artritis Mayor OA RA Kristal Bertahap Bertahap Akut Degenerasi Pannus Mikrotofi Poli Poli Mono Besar Kecil Kecil atau besar DIP MCP pergelangan MTP kaki, penyangga tangan pergelangan berat badan kaki Nodus Deviasi ulna Kristal Bouchard leher angsa bountonniere Nodus Heberden Osteofit Osteoporosis Erosi Erosi Nodul subakut Tofi Paru Jantung Nefrolitiasis Nefritis Splenomegali

Seronegatif Bervariasi Entesitis Oligo atau poli Besar Sakroiliaka Spina, perifer Blok spina Entesopati Erosi Ankilosis Uveitis Konjungtivitis Jantung Paru

Data laboratorium

Normal

RF ,

ESR

asam urat

Psoriasis IBD HLA-B27

Analisis Cairan Sendi Non-inflamasi Inflamasi Septik Jernih, kuning Jernih hingga buram Buram Putih-kekuningan Leukosit/mm3 < 200 200-3000 > 3000 Biasanya > 50.000 PMN < 25% < 25% 50% 75% Kultur Glukosa = serum = serum 25 < glukosa < serum Glukosa < 25 Kondisi OA, trauma RA Infeksi Kristal Seronegatif (diadaptasi dari Tierney, McPhee, dan Papadakis, eds, Current Medical Diagnosis and Treatment, ed. 34, 1995) Uji Tampilan

Normal Jernih

REUMATOID ARTRITIS (RA) Definisi dan Epidemiologi Poliartritis destruktif yang memburuk secara kronis Etiologi yang mendasari tidak diketahui. Faktor genetik berperan penting. MHC DR1 dan DR4 kelas II Prevalensi = 1% orang dewasa; predominan pada perempuan. Kriteria (perlu 4 dari 7 kriteria; sensitivitas dan sfesifisitas 90%; Arthritis Rheum 31 : 315, 1988) Kekakuan sendi pada pagi hari 1 jam selama 6 minggu Artritis 3 sendi secara bersamaan selama 6 minggu Artritis sendi tangan selama 6 minggu Terkenanya sendi yang simetris selama 6 minggu Nodul Reumatoid (nodul subkutan diatas permukaan ekstensor) Faktor Reumatoid (RF, rheumatoid factor) Perubahan radiografik yang menetap disertai RA (seperti; erosi dan dekalsifikasi periartikular) Manifestasi klinis Sinovitis sendi yang kronis, simetris, steril, erosif (khususnya PIP, MCP, pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, MTP, dan spina servikalis) Imobilisasi sendi, spasme dan pemendekan otot, destruksi tulang dan kartilago, serta deformitas sendi Deviasi ulna Deformitas leher angsa (swan neck deformity) (fleksi MCP, hiperekstensi PIP, fleksi DIP)

Deformitas Boutonniere (fleksi PIP, hiperekstensi DIP) Deformitas cock-up dan subluksasi bagian atas metatarsal Instabilitas C1-C2; dapat menyebabkan mielopati sehingga harus dibuat foto servikal sebelum melakukan intubasi elektif. Nodul reumatoid (biasanya pada pasien dengan RF ); nodul subkutaneus sepanjang selubung tendon dan didalam bursa, dan bisa juga terdapat di paru, pleura, perikardium, dan sklera Malaise, demam, penurunan berat badan Paru : penyakit paru intersisialis (intersitial lung disease), efusi pleura (secara karakteristik terjadi penurunan hebat glukosa) Jantung : perikarditis, efusi perikardium, aortitis Carpal tunnel syndrome Fenomena Raynaud, infark lipatan kuku kecil, purpura yang dapat dipalpasi, vaskulitis leukositoklastik Amiloidisis sekunder (AA) dengan RA aktif yang berjalan lama Sindrom Felty: RA aktif, splenomegali, dan neutropenia Laborato rium dan pemeriksaan radiologi RF (Ab IgM anti-IgG) pada 85% pasien RA, namun juga terlihat pada 3% populasi sehat dan karena itu menjadi tidak spesifik; kadarnya hanya berhubungan secara kurang bermakna dengan aktivitas penyakit ESR dan CRP; globulin dan kadar komplemen selama masa penyakit aktif Anemia karena penyakit kronis Radiografi tangan dan pergelangan tangan erosi, deformitas dan “dekalsifikasi” tulang juksta-artikular Terapi (N Engl J Med 330:1368, 1994; Ann Intern Med 124:699, 1996; Med Clin North Am 1:57, 1997) NSAID/glukokortikoid + terapi fisik Obat anti-reumatik kerja lambat (slow-acting anti-rheumatic drugs, SAARD) = obat anti- reumatik yang mampu memodifikasi penyakit (disease-modifying anti rheumatic drugs, DMARD) Pertimbangkan penggunaan awal SAARD (Ann Intern Med 124:699, 1996) dan pertimbangkan kombinasi SAARD pada pasien yang gagal 1 SAARD (N Engl J Med 334:1287, 1996) Obat lini pertama : hidroksiklorokuin (plakuenil), sulfasalazin, metotreksat Obat lini kedua : penghambat TNF (N Engl J Med 337:141, 1997 dan 340:253, 1999), preparat emas IM, azatioprin, siklosporin Ingat bahwa sendi reumatoid dapat mengalami superinfeksi

ARTRITIS DEPOSISI KRISTAL Definisi

Penyakit metabolik yang disebabkan deposisi urat yang abnormal (monosodium urat monohidrat) “Artritis gout” = serangan hebat artritis artikular dan peri-artikular yang akut atau rekuren karena “mikrotofi” “tofi” = defosit nodular kristal urat reaksi benda asing; khususnya setelah 10 tahun mengalami artritis gout Patogenesis Akut : fagositosis kristal urat melepaskan mediator peradangan Kronis : granuloma benda asing yang mengelilingi sebuah inti kristal urat; peradangan tofaseus kronis pada jaringan artikular dan periartikular Epidemiologi Lebih sering pada laki-laki dibandingakan perempuan; puncak insiden pada dekade ke5 Penyebab artritis inflamatorik paling sering pada laki-laki berusia lebih dari 30 tahun Jarang pada perempuan pramenopause (estrogen meningkatkan eksresi asam urat di ginjal), sehingga untuk mengkonfirmasi diagnosis gout, tentukan penyebab hiperurisemia sekunder (lihat di bawah) Faktor predisposisi : obesitas, hipertrigliseridemia, diabetes melitus Etiologi Asam urat (uric acid, UA) merupakan produk akhir katabolisme purin dan diksresi melalui ginjal. Kadar serum menunjukkan keseimbangan antara produksi dan eksresi asam urat. Kelebihan produksi Hiperurisemia primer (kelainan metabolisme asam urat yang diturunkan) Hiperurisemia sekunder ( asam urat karena proses yang didapati)

Idiopatik Defisiensi enzim yang jarang (HGPRT, PRPP) Diet purin atau alkohol yang berlebihan Kelainan mielo-dan limfoproliteratif Karsinoma yang meluas Anemia hemolotik kronis Obat sitotoksik, psoriasis Kerja otot yang berat

Kekurangan produksi Idiopatik

Dehidrasi atau diuretik fungsi ginjal Obat : PZA, ETM, CSA Keto- atau asidosis laktat

Manifestasi klinis Artritis akut : onset mendadak, sering pada malam hari (nokturnal), artritis monoartikular yang nyeri lokasi : MTP ibu jari (“podagra”), kaki, pergelangan kaki, lutut Kadang-kadang poliartikular (pada perempuan lebih sering daripada laki-laki) kulit diatasnya hangat, tegang, merah kehitaman, demam Pencetus : perubahan UA cepat; kelebihan purin atau alkohol; infeksi; diuretik, dehidrasi Pemulihan : hilang dalam 3-10 hari dengan deskuamasi dan pruritus menutupi daerah yang terkena

Gout interkritikal : interval diantara serangan selama kristal urat dapat diaspirasi dari sendi Tofi : nodul subkutan pada nodus Heberden, sinovium, tulang subkondral, atau tendon Achilles; lebih jarang pada dinding aorta, katup jantung, kelopak mata, kartilago nasal dan pinna aurikularis. Bursitis : olekranon, patela Artritis kronis : deformitas nyata, kehilangan fungsi, kecacatan Ginjal : batu asam urat; nefritis gout (deposit interstisial)

Pemeriksaan diagnosis asam urat, namun bisa salah dan tidak membuat diagnosis serangan akut Artrosentesis Mikroskop polarisasi kuning terang, berbentuk jarum, kristal birefringent pada sisi negatif (negatively birefringent crystals) (paralel terhadap sumbu yang ditandai pada polarisasinya), intra- atau ekstraselular Hitung leukosit 20.000-100.000/mm3, > 50% PMN Infeksi dapat ditemukan bersamaan dengan serangan akut, jadi selalu periksa kultur dan pewarnaan gram. Radiografi Awal menunjukkan pembengkakan jaringan lunak; bermanfaat untuk menyingkirkan kondrokalsinosis atau perubahan septik Lambat erosi tulang dengan tepi yang sklerotik, kalsifikasi Obat NSAID Kolkisin (PO atau IV)

Kortikosteroid (PO atau intraartikular) atau ACTH (M)

Terapi Akut untuk Gout Mekanisme Keterangan Efek samping pada saluran peradangan pencernaan; dosis pada insufisiensi ginjal Menghambat Mual, muntah dan diare pada dosis polimerisasi efektif Dengan IV dan dosis tinggi PO, mikrotubulus pencegahan kemotaksis berhubungan dengan toksisitas berat termasuk supresi sumsum tulang, dan fagositosis gagal ginjal, hipokalsemia, kelemahan neuromuskular, DIC, miopati dan rabdomiolosis Dosis pada insufisiensi ginjal Sangat efektif, terutama terhadap peradangan kasus rekalsifikasi Jangan dipergunakan secara intraartikular apabila dicurigai ada infeksi sendi. Kortikosteroid lebih disukai daripada ACTH

(N Engl J Med 334:445, 1996) Penatalaksanaan kronis Gout interkritikal : produksi asam urat dengan menghindari makanan yang tinggi purin (seperti : daging, buncis, kacang-kacangan, bayam, bir); alkohol; hindari dehidrasi; hindari obat hiperurisemik (seperti : diuretik, ASA) Profilaksis : kolkisin atau NSAID apabila serangan sering terjadi Menurunkan kadar serum asam urat dengan alopurinol (penghambat oksidase xantin) namun, jangan memulai terapi hingga 2-4 minggu setelah serangan akut karena perubahan konsentrasi serum asam urat dapat memicu terjadinya serangan. Komplikasi Nefrolitiasis urat : insiden terbentuknya kembali batu rendah. Insiden meningkat dengan peningkatan eksresi asam urat, PH urine menurun, riwayat keluarga atau diri sendiri pernah memiliki batu asam urat. Profilaksis dengan dilusi pada saluran kemih dan alkalinisasi serta alopurinol. Gagal ginjal akut : dapat terjadi setelah pelepasan massif asam urat yang berlangsung pada pasien yang telah menjalani pengobatan karena kelainan mielo- atau limfoproliferatif (seperti : sindrom lisis tumor). Profilaksis dengan dilusi pada saluran kemih dan alkalinisasi serta allopurinol.

PENYAKIT DEPOSIT KALSIUM PIROFOSFAT DIHIDRAT Definisi Deposit kristal CPPD (Calcium Pyrophosphate Dihydrate) dalam tendon, ligamentum, kapsul sendi, sinovium dan kartilago Kondrokalsinosis : tampilan radiologi kalsifikasi kartilago akibat deposit CPPD Patogenesis kadar cairan sinovial dan sendi pirofosfat inorganik, yang dihasilkan oleh kondrosit artikular dari hidrolisis ATP sebagai respons terhadap berbagai defek atau cacat yang diturunkan peradangan Epidemiologi Lebih sering pada usia lanjut; 4% populasi orang dewasa pada usia 72 mengalami deposit kristal CPPD Etiologi Metabolik : hiperparatiroidisme, hipotiroidisme, hiperkalsemia hipokalsiurik familial, gout, DM Penyakit deposit : hemokromatosis, amiloidosis Trauma Herediter : autosomal dominan, mewariskan defek produksi pirofosfat Sporadik/idiopatik Manifestasi klinis “pseudogout” : akut, biasanya simetris, artritis mono- atau oligoartikular Lokasi : lutut, pergelangan tangan, sendi MCP; dipicu oleh pembedahan atau penyakit berat “PseudoRA” : artritis poliartikular kronis dengan kekakuan sendi pada pagi hari; RF “PseudoOA” : destruksi kartilago artikular dan perkembangan tulang yang berlebihan degenerasi sendi Pemeriksaan diagnostik Artrosentesis Mikroskop polarisasi bentuk jajaran genjang, kristal birefringent pada sisi positif lemah (weakly positively birefringent crystals) (tegak lurus terhadap sumbu yang ditandai pada polarisasinya) Hitung leukosit 20.000-100.000/mm3, < 50% PMN Infeksi dapat bersamaan dengan serangan akut, sehingga selalu periksa pewarnaan gram dan kultur Skrining penyakit metabolik bila mendiagnosis kasus baru : Ca, Mg, TSH, pemeriksaan zat besi, glukosa, asam urat Radiografi : densitas pungtata dan linear pada hialin artikular, klasifikasi kartilago Terapi

Terapi akut : sama dengan gout Terapi kronis : tangani penyakit yang mendasarinya

SPONDILOARTROPATI SERONEGATIF UMUM Definisi Artritid peradangan multisistem yang mengenai tulang belakang, sendi perifer dan struktur periartikular Meliputi : spondilitis ankilosa, artritis reaktif, sindrom reiter, artritis psoriatik, artritis yang berhubungan dengan penyaikit peradangan usus, dan spondiloartropati yang tak berdiferensiasi Terutama tidak adanya faktor reumatoid atau autoantibodi; ESR dan anemia karena penyakit kronis prevalensi HLA-B27 ( pada 50-90% vs. 6-8% populasi umum) Cairan sinovial sendi yang terkena menunjukkan suatu gambaran peradangan non-septik SPONDILITIS ANKILOSA Epidemilogi Onset pada usia belasan atau pertengahan 20-an; onset setelah usia 40 tahun sangat jarang; perbandingan laki-laki : perempuan = 3 : 1; HLA-B27 pada 90% Manifestasi klinis Onset kronis bertahap, serangan nyeri pada punggung bawah dan kekeakuan yang intermiten Kekakuan pada pagi hari yang membaik dengan mandi air panas dan olahraga Gejala konstitusional ringan pada stadium dini Progresivitas sefalik lambat akibat pergerakan punggung dan ekspansi dada yang terbatas Uji Wright-Schober ( < 4 cm pada jarak antara satu titik 5 cm dibawah dan suatu titik 10 cm di atas pertemuan lumbosakral apabila berpindah dari posisi berdiri hingga fleksi maksimal ke depan ) Entesitis ( peradangan pada tempat insersio ligamentumke tulang ) menyebabkan rasa sakit pada pertemuan kostokondral, prosesus spinosus, skapula, krista iliaka, tumit Artritis akut sementara pada sendi perifer (panggul, bahu, lutut), kadang-kadang menetap Uveitis anterior akut ( 25-30% terjadi beberapa waktu selama proses penyakit): ditandai dengan pandangan kabur unilateral, lakrimasi, dan fotofobia. Menghilang dalam 4-8 minggu Penyakit kardiovaskular (3-5%): aortitis asendes, insufisiensi aorta, abnormalitas sistem hantaran Gejala neurologik : karena fraktur atau dislokasi spinal Radiografi Penyakit sendi sakroiliaka dengan erosi dan sklerosis Klasifikasi ligamentum spinal dengan jembatan sindesmofit (bridging syndesmophytes) Bamboo spine = berbentuk persegi dan terjadi demineralisasi umum corpus vertebra

Terapi Terspi fisik, NSAID, sulfasalasin untuk artritis perifer SINDROM REITER Epidemiologi Penyebaran di seluruh dunia, namun jarang pada Afrika-Amerika; perbandingan laki-laki : perempuan = 5 : 1 Patogenesis Respons pada pejamu yang rentan secara genetik terhadap infeksi genitourinarius atau gastrointestinal Dianggap sekunder terhadap infeski Chlamydia dan Ureaplasma urealyticum demikian pula dengan Shigella, Salmonella, Yersinia, Campylobacter, Klebsiella, C. difficile, Trophyrema whippelii, HIV Penampilan klinis Semula digambarkan sebagai trias artritis, uretritis, non-gonokokus, dan konjungtivitis Artritis : 10-30 hari pasca infeksi yang mengancam gejala konstitusional ringan, nyeri punggung bawah, asimetris, artritis mono- atau oligiartikular yang terutama mengenai sendi besar ( lutut, pergelangan kaki, kaki, pergelangan tangan), entesopati, dan sakrolitis. Dapat berkembang menjadi “jari sosis” pada ekstremitas Uretritis : biasanya infeksi klamida yang mendahului artritis, namun dapat juga terlihat uretritis streril pada pasca-disentri sindrom reiter Konjungtivitis non-infeksiosa : unilateral atau bilateral dan uveitis, iritis dan keratitis Manifestasi kutaneus Balantitis sirsinata : ulkus tanpa nyeri yang dangkal pada glans penis dan meatus uretra Keratoderma blenoragika : lesi kulit hiperkeratosis pada telapak kaki, skrotum, telapak tangan, batang tubuh, kulit kepala, stomatitis dan ulkus oral superfisialis Traktus gastrointestinal : diare dan nyeri abdomen baik dengan atau tanpa agen infeksius Kardiovaskular : Al dari peradangan dan jaringan parut pada aorta dan katup aorta; defek konduksi Pencitraan Sakroilitis akhirnya mengenai 70% pasien Pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi yang terkena Penyempitan rongga sendi pada sendi-sendi kecil Pemeriksaan diagnostik Bukti adanya infeksi bakteri : Klamidia dengan ELISA atau serat DNA atau kultur feses Terapi dan prognosis NSAID, steroid topikal dan suntikan untuk keratoderma blenoragika Antibiotik bila terbukti infeksi Artritis mungkin menetap selama beberapa bulan hingga tahunan dan frekuensi sering terjadi

ARTRITIS PSORIATIK Epidemiologi 15% pasien psoriasis berkembang menjadi artritis dan bukan hanya pada mereka yang menderita penyakit kulit yang berat Artritis mungkin mendahului onset penyakit kulit 40% pasien artritis psoriatik mengalami suatu spondiloartropati yang berkaitan Perbandingan laki-laki dan perempuan yang terkena sama dan sebagian besar pasien berusia 30-an dan 40-an. Manifestasi klinis Beberapa pola klinis artritis : Oligo- atau poliartritis asimetris ( > 70% ): terutama sendi-sendi kecil ( jari sosis ) Kuku jari : pitting, depresi terbalik, onikolisis, hiperkeratosis subungual Poliartritis simetris ( 15% ): lebih menyerupai artritis reumatoid seronegatif, mengenai sendi- sendi besar Artritis mutilans ( 5% ): berat, artritis resorptif destruktif Keterlibatan spinal dan sakroilitis ( 5% ): serupa dengan spondilitis ankilosa artritis perifer Peradangan mata ( 30% ): konjungtivitis, iritis, episkleritis, dan keratokonjungtivitis sicca Lesi kulit psoriatik Radiografi Deformitas “pencil-in-cup” terlihat pada sendi DIP Keterlibatan spinal, sakroilitis Terapi NSAID, terapi fisik, suntikan steroid intra artikuler Preparat emas IM, hidroksiklorokuin, metotreksat Supresi penyakit kulit dengan cahaya matahari, PUVA, petroleum topikal, atau steroid mungkin mengakibatkan revolusi peradangan sendi. BERHUBUNGAN DENGAN IBD ( INFLAMMATORY BOWEL DISEASE ) Epidemiologi 20% pasien IBD berkembang menjadi artritis; lebih sering terlihat pada penyakit Crohn daripada kolitis ulserativa Manifestasi klinis Oligoartritis non-deforming, asimetris, perifer : onset mendadak, sendi-sendi besar, berjalan seiring penyakit saluran cerna Spondilitis : dihubungkan lebih kuat dengan HLA-B27, tidak berjalan seiring penyakit saluran cerna ARTRITIS INFEKSIOSA NONGONOKOKUS

Epidemiologi Pejamu abnormal atau mengalami imunosupresi (seperti pada diabetes, HIV, usia lanjut) Bakteremia sekunder karena IVDA, endokarditis, atau infeksi kulit; juga dapat terjadi karena inokulasi langsung atau penyebaran dari sebuah fokus yang berdampingan (seperti pada selulitis, bursitis septik, osteomielitis) Sendi yang rusak akibat RA, OA, gout, atau trauma Mikrobiologi Kokus gram positif : S. aureus (paling sering), S. epidermidis (pasca-tindakan, sendisendi prostetik), streptokokus Batang gram negatif : E. Coli, Pseudomonas dan Serratia (terutama pada IVDA) Manifestasi klinis Onset akut artritis monoartikular (>80%) dengan rasa nyeri, pembengkakan, dan hangat pada sendi Lokasi : lutut (paling sering), panggul, pergelangan tangan, bahu, pergelangan kaki, pada IVDA, cenderung untuk melibatkan daerah lain seperti sendi sakroiliaka, simfisis pubis, sternoklavikular dan sendi manubrium sterni Pada lutut, bursitis pra-patela septik harus dibedakan dengan efusi lutut intra-artikular septik Infeksi intra-artikular nyeri ekstrem bila fleksi dan jangkauan gerak Bursitis pra-patela pembengkakan berbentuk kubah diatas patela, tanpa efusi intra-artikular Gejala konstitusional : demam, menggigil, berkeringat, malaise, mialgia, nyeri Infeksi dapat dilacak dari tempat awal untuk membentuk fistula, abses, osteomielitis. Pemeriksaan diagnostik Leukositosis dengan pergeseran ke kiri Artrosentesis sebaiknya dilakukan secepatnya bila dicurigai Hati-hati untuk tudak melakukan punksi melalui daerah yang terinfeksi karena dapat memasukkan infeksi ke dalam rongga sendi Cairan sinovial: hitung sel Leukosit biasanya >50.000, >90% PMN (catatan : kristal tidak menyingkirkan artritis septik) Pewarnaan gram pada 75% infeksi stafilokokus, 50% infeksi batang gram negatif kultur >90% kasus Kultur darah : pada >50% kasus Radiografi konvensional seperti biasanya jarang membantu sampai 2 minggu setelah infeksi, pada saat itu dapat melihat erosi tulang, penyempitan rongga sendi, osteomielitis, periositisis CT dan MRI berguna terutama terhadap infeksi panggul yang dicurigai atau abses epidural

GONOKOKUS Epidemiologi Prevalensi 0,5-3% di Amerika Serikat. Tipe infeksi artritis yang paling sering pada orang muda Pejamu normal dan pasien, dengan defisiensi jika komplemen C5-C8 adalah komponen terminal

Perbandingan laki-laki : permpuan =4 : 1. insiden sewaktu mens, kehamilan dan periode pasca melahirkan. Insiden pada laki-laki homoseksual, jarang setelah usia 40 tahun Manifestasi klinis Dimulai dengan infeksi mukosa (seperti : endoserviks, uretra atau faring) yang sering asimtomatik Prodormal : poliartralgia migrans 1-4 hari (pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, siku) Onset akut tenosinovitis (60%) pada pergelangan tangan, jari tangan, pergelangan kaki, jari kaki Monoartritis purulenta (40%) biasanya lutut, pergelangan tangan, atau pergelangan kaki Ruam kulit (>50%): papula nekrotik, makula dan pustula pada dasar yang eritematosus di ekstremitas dan tubuh Demam (<50%) Manifestasi yang lebih jarang : perikarditis, meningitis, aortitis, endokarditis, miokarditis, osteomielitis, hepatitis Pemeriksaan diagnostik Leukositosis dengan pergeseran ke kiri; ESR Artrosentesis sebaiknya dilakukan segera setelah ada kecurigaan Hati-hati untuk tidak melakukan punksi malalui daerah yang terinfeksi karena dapat memasukkan infeksi ke dalam rongga sendi Cairan sinovial : hitung sel leukosit >30.000, predominan PMN (catatan : kristal tidak menyingkirkan artritis septik!) Pewarnaan gram pada 25% kasus Kultur pada lebih dari 50% kasus bila dilakukan kultur anaerobik pada media Thayer-Martin PCR terhadap DNA gonokokus Kultur darah : lebih mungkin pada tenesinovitis; jarang pada monoartritis Pewarnaan gram dan kultur lesi kulit yang kadang-kadang positif. Kultur servikal, uretra, tenggorokan, dan rektum menggunakan PCR PENATALAKSANAAN Terapi Antibiotik yang sesuai dipandu berdasarkan pewarnaan gram Pewarnaan gram Regimen Antibiotik Kokus gram positif Nafsilin 2 g IV setiap 4 jam atau Vankomisin 1 g IV setiap 12 jam bila dicurigai MRSA (seperti: pasien yang dirawat di Rumah Sakit) Kokus gram negatif Seftriakson 1-2 g IV 4 x sehari Batang gram negatif Seftriakson 1-2 g IV 4 x sehari + aminoglikosida antipseudomonas bila curiga IVDA Tidak tampak Nafsilin + seftriakson + aminoglikosida anti pseudomonas organisme bila curiga IVDA Regimen antibiotik kemudian disesuaikan berdasarkan pada data kultur dan sensitivitas serta respons klinis

Apirasi lokal atau drainasa/lavase pembedahan Bila artritis gonokokus uji terhadap HIV, sifilis, dan klamidia Prognosis : bila sepsis poliartikular non-gonkokkus, mortalitas = 30%

SINDROM MUSKULOSKELETAL UMUM Tenosinovitis DeQuervain

Carpal Tunnel Syndrome

Sindrom Tangan dan Pergelangan Tangan Tenosinovitis pada pergelangan tangan sisi radial dengan rasa nyeri dan sakit di sekitar stiloideus radialis, Uji Finkelstein = deviasi ulna pada pergelangan tangan dengan tangan terkapal dan ibu jari di dalam nyeri melalui tendon yang meradang dan sinovium Terjepitnya nervus medianus pada pergelangan tangan dengan parestesia, baal dan rasa nyeri pada distribusi nervus medianus di tangan. Uji Phalen = fleksi maksimal pergelangan tangan selama 45 detik baal dan nyeri, tanda tinel =perkusi nervus medianus pada pergelangan tangan rasa kesemutan pada jari-jari

Bursitis olekranon Epikondilitis Medialis (siku pemain golf golfer’s elbow ) Epikondilitis Lateralis ( siku pemain tenis tennis elbow ) Bursitis subakromial Tendonitis bisipital Tendonitis pada tendon rotatur

Sindrom Siku Dapat menjadi kronis dan steril atau akut serta terinfeksi ( aspirasi dan kirim untuk dilakukan kultur ) Rasa nyeri bila daerah di sekitar epikondilus medialis dipalpasi Rasa nyeri bila daerah di sekitar epikondilus lateralis dipalpasi

Sindrom Bahu Pergeseran akromion, ligamentum korakoakromial, sendi akromoiklavikular, atau sendi korakoid pada bursa subakromial di bawahnya, tendon biseps atau tendon rotator. Onset rasa nyeri bertahap pada bahu lateral atau anterior, yang memburuk dengan aktivitas dan berhubungan dengan krepitasi, atau perasaan seperti “dicengkeram”. Tangani

Ruptur tendon rotator

Instabilitas glenohumeral (dislokasi bahu)

Polimialgia reumatika Terpisahnya akromioklavikular Kapsulitis adesiva (frozen shoulder)

Sindrom sendi temporomandibularis Artritis temporalis Artritis servikalis (spondilosis servikalis) Kostokondritis

dengan NSAID, istirahat, latihan peregangan, atau suntikan kortikosteroid pada bursa subakromial. Tendon rotator terdiri atas 4 otot ”SITS” (supraspinatus, infraspinatus, teresminor, dan subskapularis); biasanya tendon supraspinatus robek. Rasa nyeri bila mengangkat lengan melewati kepala, kelemahan, atropi otot. MRI untuk mengkonfirmasi. Instabilitas glenohumeral disebabkan kelemahan menyeluruh atau trauma yang berulang. Rasa nyeri bila abduksi dan rotasi eksternal (posisi melempar). Tampilan radiografi AP lateral dan lateral aksilaris atau transkapular untuk mengkonfirmasi. Penonjolan bahu dan malgia panggul serta rasa nyeri, namun tanpa proses intraartikular yang sebenarnya. Biasanya akibat jatuh pada akromion dengan lengan terselip ke bagian dalam. Rasa nyeri pada sendi akromioklavikular yang dipalpasi. Adanya pelebaran sendi akromioklavikular pada film AP sebagaigerakan konfirmasi. Onset rasa nyeri tersembunyi danbahu jangkauan , biasanya pada bahu yang tidak dominan. Berhubungan dengan diabetes melitus dan hipotiroidisme dan paling sering pada perempuan berusia 40-65 tahun. Ditangani dengan NSAID dan terapi fisik.

Sindrom Kepala, Leher dan Dada Artralgia dan nyeri miofasial pada sendi yang berhubungan dengan bruksisme, menggeretakkan gigi pada malam hari Arteri temporalis yang nyeri, dengan sakit kepala, kehilangan penglihatan, dan klaudikasio mandibula Sering terlihat pada OA dan RA. Nyeri bila bergerak, kaku dan sering terjadi spasme muskulus paraspinalis. Dapat menyebabkan sakit kepala dan penyebaran rasa nyeri ke lengan Sakit dan nyeri pada pertemuan kostokondral Sindrom Punggung

Spondilosistesis degenerativa

Stenosis spinalis

Radikulopati lumbalis (skiatika)

Sakroilitis

Nyeri punggung oseosa

Osteoartritis

Terselipnya suatu korpus vertebra (sering L4-L5 atau L5S1) ke dalam satu korpus dibawahnya yang menyebabkan penyempitan dan degenerasi diskus tersbut. Nyeri punggung bawah dipicu dengan membungkuk, memutar dan mengangkat beban, singkirkan defek neurologik dengan pemeriksaan dan konfirmasi dengan foto AP dan spina lumbosakralis Penyempitan kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri pada bokong, paha (klaudikasio neurogenik) posterior dan betis, memburuk setelah berdiri atau berjalan, dan nyeri hilang dengan duduk atau berhenti melakukan fleksi pada spina. Refleks lutut dan pergelangan kaki pada pemeriksaan dengan denyut arteri yang masih ada. MRI untuk mengkonfirmasi diagnosis. Iritasi yang sering pada radiks saraf L5 atau S1 melalui suatu hemiasi nukleus pulposus, nyerinya bersifat dermatornal, menyebar dari bokong ke posterior atau bagian posteolateral tungkai, pergelangan kaki atau kaki dan memburuk dengan fleksi. Menaikkan tungkai lurus menyebabkan gejala pada 80-90%. Puncak insiden pada usia 40 tahun. MRI mengkonfirmasi diagnosis. Onset biasanya sebelum usia 30 tahun. Berhubungan dengan spondilo-artropati seronegatif, muncul bersamaan dengan penyakit nyeri punggung bawah yang rekuren dan kekakuan sepanjang waktu yang menyebabkan osifikasi, sindesmofit pecah, dan fusi komplet kolumna vertebralis (“bamboo spine”) Nyeri punggung oseosa dapat disebabkan oleh tumor metastatik, osteomielitis, bakterial atau tuberkulosis. Muncul sebagai nyeri menetap yang tidak berhubungan dengan posisi. Titik nyeri tekan meliputi daerah di sekeliling vertebra. Defisit neurologik mungkin menunjukkan kompresi medula spinalis atau sindrom kauda ekuina. Foto polos mungkin menunjukkan destruksi, fraktur, massa dan seharusnya dinilai pada seluruh pasien yang berusia lebih dari 50 tahun yang baru menderita nyeri punggung.

Sindrom panggul Onset nyeri bertahap yang menjalar ke inguinal dan terjadi pertama kali hanya ketika melakukan aktivitas. Berhubungan dengan obesitas, infeksi sebelumnya, trauma usia. Yang pertama kali terjadi ialah kehilangan posisi rotasi internal panggul, kemudian kehilangan kemampuan fleksi dan ekstensi serta cara berjalan menjadi antalgik.

Bursitis trokanterika Nekrosis avaskular

Fraktur panggul

Titik nyeri diatas panggul lateral dengan ketidaknyamanan pada malam hari dan setelah tidak beraktivitas. Nekrosis tulang tuberkular pada kaput femoralis. Faktor resiko meliputi kortikosteroid, alkohol, RA, SLE, trauma sebelumnya, penyakit mieloproliferatif, dan penyakit sel sabit, muncul dengan nyeri tumpul pada daerah inguinalis ataupun bokong. Ketidaknyamanan pada posisi rotasi dan abduksi serta cara berjalan menjadi antalgik. MRI untuk mrngkonfirmasi osteonekrosis. Muncul dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk berjalan setelah terjatuh. Tungkai berotasi ke eksternal, abduksi dan memendek.

Kista Poplitea (Kista Baker) Bursitis prapatela (lutut pembantu rumah tangga) (housemald’sknee)

Ruptur ligamentum krusiatum anterior

Ruptur meniskus Penyakit Osgood-Schlatter (tendonitis patela) Patela kondromalasia

Tendonitis Achilles

Sindrom patela Nyeri dan rasa penuh pada daerah poplitea. Pada RA, kista mungkin ruptur dan cairan mendiseksi secara distal ke dalam otot betis. Kronis dan steril, sekunder terhadap trauma berulang seperti (lutut bekerja dengan lutut, atau akut dan septik terutama pada cedera tembus). Harus dibedakan dengan bursilis prapatela (pembengkakan berbentuk kubahdi atas patela namun tanpa efusi intra-artikular dan jangkauan geraknya tetap) dari infeksi lutut intraartikular. Uji drawer anterior = pasien berbaring dengan posisi supinasi dan lutut fleksi pada posisi 90 , pemeriksa menduduki kaki pasien dan meraih tibia proksimal dan menariknya ke anterior. Kejadian akut yang diikuti oleh onset pembengkakan dan dan kekakuan yang tersembunyi dengan sensasi “terpukul” atau “berbunyi” saat digunakan. Nyeri lutut anterior dengan rasa nyeri pada satu titik. Sindrom tercetus karena penggunaan yang berlebihan seperti naik tangga, jongkok, meloncat. Nyeri lutut anterior yang memburuk setelah duduk lama atau naik tangga. Lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki dan berhubungan dengan penambahan berat badan. Krepitasi dan sensasi tertusuk, juga rasa nyeri, disebabkan oleh kerusakan pada permukaan sendi patela.

Sindrom Kaki dan Pergelangan Kaki Terjadi baik pada perekatan tulang-tendon kalkaneus atau 4-5 cm proksimal dan insersio. Pasien mengeluh nyeri yang tersembunyi pada daerah Achilles yang menjadi makin buruk bila berolahraga dan terasa sakit bila dipalpasi. Kadang-kadang, tendon Achilles

Fasitis plantaris Sendi Charcot (kaki diabetikum) Pergelangan kaki terkilir

dapat ruptur dengan stres akut. Nyeri pada daerah insersio fasia plantaris hingga ke dalam tuberositas kalkaneus medialis. Fasitis plantaris bilateral berhubungan dengan spondiloartropi seronegatif. Polineuropati sensoris menyebabkan kerusakan dan destruksi sendi dengan fraktur multipel yang tidak bisa sembuh, kerusakan kulit, infeksi dan deformitas ireversibel. Cedera inversi akut yang paling sering dengan kerusakan pada kolateralis lateral ligamentum oergelangan kaki disertai rasa nyeri, pembengkakan, ekimosis, dan kehilangan fungsi.

PENYAKIT JARINGAN IKAT Gambar 8-2. Diagram Venn penyakit jaringan ikat

SLE

PM-DM

Sjorgen’s

MCDT Skleroderma

RA CERST Raynaud’s

Autoantibodi pada Penyakit Jaringan Ikat (%) Penyakit ANA Pola RF dsDNA Sm Ro La Scl- centr 70 SLE 95- P,D,S,N 20 50-70 30 35 15 0 0 99 RA 15D 85 <5 0 10 5 0 0 35 Sjogren >90 D,S 75 <50 0 55 40 0 0 Dif >90 S,N,D 25-33 0 0 5 1 40 <5 sklero Lim >90 S,N,D 25-33 0 0 5 1 <15 60sklero 80 PM-DM 7533 0 0 0 0 10 0 95 MTCD 95S,D 0 0 0 <5 <5 0 0

Jo-1

RNP

0 0

3050 10

0 0

15 30

0

30

2030 0

0 100

99 (pola: P: perifer; D: difusa; S: berbintik; N: nukleolar; Primer on The Rheumatic Diseases, ed ke-10, 1993) Lihat “Sistemik Lupus Eritomatosus” dan “Reumatoid Artritis” untuk alasan penyakit tersebut.

SKLERODERMA (SKLEROSIS SISTEMIK) Definisi dan Epidemiologi Muncul pada pasien berusia 20-40 tahun; lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki Skleroderma yang terlokalisir (hanya di kulit) Terbatas pada kutaneus (80%): penebalan kulit hanya pada ekstremitas distal dan wajah Sindrom CREST = kalsinosis (Calsinosis), Sindrom Raynaud, dismotilitas Esofagus, Sklerodaktili, Telangiektasis. Mengenai viseral : gastrointestinal, hipertensi pulmonal, sirosis biliaris Kutanus difusa (20%): penebalan kulit ekstremitas, wajah dan trunkus + fibrosis organ internal Mengenai viseral : fibrosis paru, hipertensi renovaskular, gastrointestinal, jantung.

Manifestsi Klinis Skleroderma Cakupan Kulit ekstremitas, wajah dan trunkus yang menebal dan ketat Tangan “bengak”, carpal tunnel syndrome, sklerodaktill Dilatasi kapiler lipatan kuku ( + lepas dalam bentuk difus ) Wajah seperti topeng, kurus, tidak bergerak dan benutk mulut “tali dompet (purse-string)” Kutis kalsinosis (kalsifikasi subkutaneus), ruam kulit telangiektasis Arteri Fenomena Raynaud (vasospasme yang diinduksi dingin); iskemia jari arau viseral Ginjal “krisis renal skleroderma” = onset mendadak HTN, RPGN, MAHA yang berat Saluran cerna GERD dan esofagitis erosiva Dismotilitas esofagus disfagia dan odinofagia Dismotilitas gaster cepat merasa kenyang dan obstruksi jalan keluar lambung Dismotilitas usus halus kembung, kram dan diare Muskuloskeletal Poliartralgia dan kekakuan sendi; kelemahan otot Jantung Fibrosis miokardium, perikarditis dan jarang terjadi tamponade; abnormalitas konduksi Paru Bentuk difus fibrosis paru; bentuk yang terbatas hipertensi paru Organ Kulit

Endokrin

Sering terjadi amenore dan infertilitas; fibrosis glanula tiroid hipotiroidisme

Pemeriksaan diagnostik Autoantibodi Anti Scl-70 (anti-topoisomerase 1) : 40% difus, 10-20% terbatas Anti-sentromer : <15% difus, 60-80% terbatas ANA (<90%), RF (25-33%) ESR , globulin , anemia karena penyakit kronis atau anemia hemolotik BUN dan Cr , proteinuria dengan terkenanya ginjal; foto rontgen toraks dan uji fungsi paru abnormal bila terjadi fibrosis dan retriksi Penatalaksanaan Fenomena Raynaud penyekat saluran kalsium (calcium channel blockers); tidak merokok Saluran cerna : penyekat H2 (H2 blockers) atau PPI (GERD); antibiotik (malabsorpsi); cisapride atau eritromisis (hipomotilitas) Krisis hipertensi penghambat ACE (ACE inhibitor) ( prognosis buruk dengan mortalitas 50%) Penyakit viseral D-penisilamin; tidak ada peran untuk steroid Paru: steroid (fibrosis); vasodilator dan antikoagulan ( hipertensi pulmonal) POLIMIOSITIS-DERMATOMIOSITIS Definisi dan Epidemiologi Polimiositis (PM) : peradangan dan kelemahan muskuloskeletal proksimal Dermatomiositis (DM) : polimiositis + manifestasi kulit (1/3 pasien) Pasien terutama berusia 40-an dan 50-an; lebih sering ada perempuan daripada laki-laki Insiden karsinoma (terutama ovarium) pada 10% pasien dengan DM (insiden labih rendah pada PM) Dapat dihubungkan dengan CTD (Cutaneus Topikal Disease) lainnya seperti SLE dan skleroderma Harus dibedakan dari miopati/miositis lainnya termasuk terinduksi obat, tanpa peradangan, badan inklusi dan infeksius

Manifestasi klinis Kelemahan otot : bertahap, progresif, bilateral, dan proksimal disertai nyeri pada daerah yang terkena; ditandai dengan kesulitan menaiki tangga dan bangun dari kursi. Peradangan otot skeletal dan otot polos saluran cerna disertai disfagia dan pengosongan lambung terlambat. Ruam eritomatosa kehitaman pada daerah yang terpajan sinar matahari, daerah berbentuk kupu-kupu pada wajah, leher, bahu, kehilangan pigmen.

Ruam heliotrope (diskolorasi ungu) disekitar kelopak mata atas Eritema subungal, telangiektasis kutikular, tanda Gottron (bercak bersisik) disekitar dorsum PIP, MCP, dan siku, tangan mekanik (pecahnya kulit pada distal ujung jari) Poliartralgia atau poliartritis, malaise Vaskulitis kulit, otot, traktus gastrointestinal dan mata, serta fenomena Raynaud Terkenanya viseral Paru : alveolitis akut, penyakit paru interstisialis kronis, dan kelemahan otot pernafasan Jantung (33%) : miokarditis, perikarditis dan aritmia Pemeriksaan diagnostik CPK , aldolase, SGOT, dan LDH Autoantibodi Anti-Jo-1 (20-30%), berhubungan dengan polimiositis + pembentukan poliartritis, sindrom Raynaud, ILD Anti-MI-2 (5-10%), berhubungan dengan dermatomiositis ANA (>75%), RF (<50%) + autoantibodi lainnya bila pasien memiliki CTD lain ESR meningkat, anemia karena penyakit kronis EMG abnormal : aktivitas secara spontan dan amplitudo , potensial polifasik dengan kontraksi Biopsi otot menunjukkan nekrosis dan peradangan sel disekitar pembuluh darah Penatalaksanaan Steroid dosis-tinggi; imunosuspresan lain (seperti, metotreksat, azatioprin, siklofosfamid) Periksa adanya keganasan yang tersembunyi SINDROM SJORGEN (SINDROM SICCA) Definisi dan Epidemiologi Disfungsi kronis kelenjar eksokrin karena infiltrasi limfoplasmasitik Dapat primer atau sekunder (berhubungan dengan RA, skleroderma, SLE, PM, HIV) Prevalensi lebih sering pada perempuan daripada laki-laki; biasanya muncul antara usia 4060 tahun Manifestasi klinis Mata kering keratokonjungtivitis Mulut kering (xerostomia) kesulitan berbicara dan menelan; karies dentis Pembesaran kelenjar parotis Manifestasi sistemik : artritis kronis, nefritis interstisialis (40%), tipe RTA tipe 1 (20%); vaskulitis (25%); pleuritis; pankreatitis; gangguan neuropsikiatrik Risiko atau gangguan limfoproliteratif ( 50x risiko limfoma dan WM pada sjorgen primer) Pemeriksaan diagnostik Autoantibodi Hanya sjorgen : anti-Ro (anti SS-A, 55%) dan anti-La (anti SS-B, 40%) ANA (95%0, RF (75%) Uji Schimer : kertas saring pada fisura palpebra untuk menilai produksi air mata

Pewarnaan Rose-Bengal : pewarnaan yang menunjukkan devitalisasi epitel kornea/konjungtiva Biopsi (kelenjar liur minor, labialis, atau kelenjar parotis); menunjukkan infiltrasi limfoplasmatik Terapi Supportif : air mata buatan, kebersihan mulut, permen karet bebas gula dan tetesan lemon, kebersihan gigi Manifestasi sistemik : NSAID, steroid, agen anti-reumatik yang memodifikasi penyakit (seperti, hidroksiklorokuin, azitioprin, metotreksat, siklosporin)

PENYAKIT JARINGAN IKAT CAMPURAN Definisi dan Epedemiologi Lebih dari 15% pasien dirujuk dengan temuan ahli reumatologi yang mengalami sindrom tumpang-tindih dengan gambaran SLE, skleroderma, dan atau polimiositis. Sejalan dengan waktu, salah satu jenis penyakit tersebut akan lebih dominan. Pemeriksaan diagnostik Autoantibodi : anti-U1-RNP muncul dengan definisi pada MCTD, namun tidak sfesifik hingga pada lebih dari 50% pasien SLE tidak ada gambaran tumpang tindih terhadap autoantibodi ini. Terapi Sesuai dengan penyakit reumatik sfesifik seperti yang dibahas di atas LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK Definisi Penyakit autoimun peradangan multisistem dengan manifestasi klinis yang memiliki spektrum luas yang berhubungan dengan produksi antibodi antinuklear (ANA). Epidemiologi Prevalensi 15-50/100.000; predominan mengenai perempuan muda dan wanita paruh baya dekade ke-2 hingga ke-4 Perbandingan laki-laki : perempuan = 5-8 : 1; perbandingan Afrika-Amerika : Kaukosia = 4:1 Terkait HLA (DR3) Sistem organ Konstitusional (84%) Kutaneus (81%)

Manifestasi Klinis SLE Kriteria Am, Coll, Rheum Gambaran lainnya Demam, malaise, anoreksia, penurunan berat badan 1. Ruam Malar Alopesia 2. Ruam diskoid (popula Fenomena Raynaud Vaskulitis eritematosa dengan

Muskuloskeletal (85%) Kardiopulmunal (33%)

keratosis & perlekatan) 3. Fotosensitivitas 4. Ulkus oral/nasofaringeal 5. Artritis non-erosif: episodik, oligoartikular, simetris, berpindah-pindah (63%) 6. Serositis : pleuritis (37%) atau efusi pleura, perikarditis (29%) atau efusi perikardium 7. Proteinuria (>500 mg/dl atau sedimen selular pada urine

Artralgia dan Mialgia Suatu nekrosis avaskular tulang

Pneumonitis, fibrosis interstisial Hipertensi pulmonal Miokarditis Endokarditis Libman-Sack Ginjal (77%) Sindrom nefrotik Nefritis Lupus (klasifikasi WHO) I = normal; II = perubahan mesangial III = FSGS; IV = GN difusa V = GN membranosa VI = sklerosis glomerular kronis Neurologik (54%) 8. Kejang atau psikosis Sindrom otak organik Neuropati perifer atau kranialis Serositis (pertonitis atau asites) Gastrointestinal ( Vaskulitis (perdarahan atau 30%) perforasi) Nyeri abdomen Hepatitis atau pankreatitis Hematologi 9. Anemia Hemolitik (Coombs Anemia karena penyakit kronis Antikoagulan lupus, trombosit ) atau leukopenia Splenomegali (<4000/mm3), atau Limfadenopati limfopenia (<1500/mm3), atau trombositopenia (<100.000/mm3) Lainnya Sindrom Sicca Konjungtivitis atau episkleritis Serologi 10. ANA RF , ESR Komplemen (selama 11. Anti-ds-DNA perkembangan penyakit) (Apabila ditemukan 4 dari 11 kriteria, sensitivitas dan spesifisitas untuk SLE > 95%. Namun, pasien dapat menderita SLE tetapi tidak mengalami 4 kriteria seperti yang diberikan. Arthritis Rheum 25 : 1271, 1982; N Engl J Med 330: 1871, 1994; Ann Intern Med 122 : 940 dan 123 : 42, 1995)

Tampilan khusus Penyakit jaringan penunjang campuran : SLE + polimiositis + skleroderma (ANA dan antiU1 RNP ) Sindrom antibodi antifosfolipid : antikoagulan lupus atau antibodi anti-kardiolipin kasus tromboembolik, trombositopenia, dan abortus trimester ketiga yang berulang Lupus yang diinduksi obat : hidralazin, prokainamid, INH, metildopa, kuinidin, korpromazin Penyakit yang lebih ringan dengan artritis dan serositis yang lebih dominan; biasanya reversibel dalam 4-6 minggu Auto-antibodi SLE Autoantibodi ANA

Anti-ds-DNA Anti-Sm Anti-Ro Anti-La

Frekuensi 95-99% apabila penyakit aktif 90% apabila sedang remisi Biasanya titer tinggi Pola homogen atau bercak Sensitif namum tidak spesifik karena 1015% pasien dengan ANA tidak menderita SLE 50-70%; sangat spesifik untuk SLE Aktivitas penyakit paralel dengan titer 30%; sangat spesifik untuk SLE 15-35% Anti-Ro pada SLE dengan ANA negatif

Anti-U1-RNP

30-50%

Anti-histone

Berhubungan dengan lupus yang terinduksi obat

Hubungan Klinis Beberapa atau banyak manfestasi klinis dengan rentang luas

Nefritis lupus Vaskulitis Nefritis lupus Sindrom sjorgen/SLE yang tumpang tindih Lupus neonatus; fotosensitivitas MCTD; Raynaud cenderung tidak mengalami nefritis lupus Artritis dan serositis ringan

Rencana penanganan Autoantibodi : ANA, bila periksa anti-ds-DNA, anti-Sm, anti-Ro, anti-La, anti-U1RNP Kadar komplemen Lyte, BUN, Cr, Urinalis, sedimen urine, urine 24 jam untuk klirens kreatinin dan protein Hitung darah lengkap, Uji Coombs, PTT, anti-kardiopilin dan antikoagulan lupus Penatalaksanaan SLE Obat Indikasi Efek samping NSAID Artralgia, artritis, dan mialgia Gastritis dan GIB Gagal ginjal Meningitis aseptik Hidroksiklorokuin Penyakit ringan yang disertai Retinopati (dengan oftalmoskop komplikasi serositis, artritis, dan dekat)

Kortikosteroid

Azatioprin

manifestasi kulit. Dosis rendah untuk penyakit ringan yang tidak berespons terhadap hidrosiklorokuin Dosis tinggi untuk manifestasi mayor yang meliputi ginjal dan hematologi Penyakit ginjal ringan Agen hemat-steroid

Metotreksat

Penyakit sendi dan kulit Serositis

Siklofosfamid

Pengamanan terhadap nefritis yang berat, vaskulitis atau penyakit SSP

Ruam, sindrom Steven-Johnson Supresi adrenal Imunosupresi/infeksi Osteopenia Nekrosis avaskular tulang Miopati Gejala neuropsikiatrik Supresi sumsum tulang Uji fungsi hati yang abnormal Risiko keganasan sekunder Supresi sumsum tulang Uji fungsi hati yang abnormal Pneumonitis interstisialis Menginduksi abortus Supresi sumsum tulang Sistitis hemoragika, karsinoma buli-buli Infertilitas Risiko keganasan sekunder

Prognosis Rata-rata daya tahan hidup 5 tahun > 90%, rata-rata daya tahan hidup 10 tahun > 80% Penyebab utama morbiditas dan mortalitas : infeksi, gagal ginjal, penyakit neurologik, dan jantung

VASKULITIS VASKULAR PEMBULUH-BESAR Arteritis Takayasu (“penyakit hilangnya denyut nadi” pulseless disease ) Definisi : vaskulitis granulomatosa sistemik yang melibatkan aorta dan cabangcabangnya Epidemiologi : paling sering di Asia dan pada perempuan muda usia reproduktif Manifestasi klinis Fase I : periode peradangan dengan demam, artralgia, penurunan berat badan Fase II : nyeri dan kaku pada pembuluh darah, denyut dan tidak sama pada ekstremitas, bising subklavia (bruits subclavian) (93%), karotis (58%), aorta (50%), ginjal (38%), paru (1040%), koroner (0%) Pioderma gangrenosa dan eritema nodosum kulit Fase III : seperti terbakar, periode fibrotik Pemeriksaan diagnostik : ESR (70-80%); arteriografi oklusi, stenosis, iregularitas dan aneurisma Pemeriksaan karotis Doppler; MRI/MRA Patologi : panarteritis fokal, infiltrat selular dengan granuloma dan sel raksasa

Penatalaksanaan : steroid, obat imunosupresif, siklofosfamid Arte ritis Temporalis Definisi : vaskulitis yang mengenai percabangan kranial arkus aorta, terutama arteri temporalis, namun dapat menjadi lebih menyeluruh Epidemiologi : pasien biasanya berusia lebih tua dari 50 tahun (90% lebih dari 60 tahun); perbandingan perempuan : laki-laki = 2 : 1 Manifestasi Klinis : Gejala konstitusional : demam derajat rendah, fatigue, penurunan berat badan, mialgia, anoreksia. Arteri oftalmikus neuritis optika, kehilangan penglihatan intermiten, amaurosis fugaks dan kebutaan Nyeri kepala; nyeri arteri temporalis dan kulit kepala serta tidak adanya pulsasi arteri temporalis Arteri fasialis klaudikasio mandibula Fenomena Raynaud; klaudikasio intermiten pada ekstremitas Polimialgia Reumatika (50%) : myeri simetris proksimal otot yang nyeri dan kaku terutama sendi bahu; kekakuan sendi pada pagi hari disertai pergeseran setelah tidak beraktivitas Pemeriksaan diagnostik : ESR , biopsi arteri temporalis (vaskulitis, granuloma) Penatalaksanaan : steroid (bila pandangan terganggu jangan menunggu hasil sebelum memulai penatalaksanaan empiris) ikuti ESR dan status klinis VASKULITIS PEMBULUH-SEDANG Poliarteritis nodosa (PAN) Definisi : vaskulitis nekrotikans sistemik akut atau kronis tanpa pembentukan granuloma Epidemiologi : lebih sering pada laki-laki daripada perempuan, berhubungan kuat dengan infeksi HBV Manifestasi Klinis Gejala konstitusional : penurunan berat badan, demam, fatigue, mialgia Lesi kutaneus : livedo retikularis, purpura Arteritis koronaria, nyeri abdomen dan perdarahan/infark saluran cerna. Terkenanya ginjal disertai sedimen urine aktif, hipertensi, dan FSGN Mononeuritis multipleks Paru-paru tidak terkena Pemeriksaan diagnostik : Angiogram (tipikal pada pembuluh darah mesenterika) aneurisma dan penyempitan pembuluh fokal Biopsi (nervus suralis atau kulit) vaskulitis dengan nekrosis fibrinoid tanpa granuloma ESR , WBC , anemia, jarang ditemukan eosinofilia, serologi HBV Penatalaksanaan : steroid, siklofosfamid Penyakit kawasaki Definisi : demam akut, vaskulitis sistemik dan arteris koronaria yang menyerang bayi dan anak kecil

Epidemiologi : di seluruh dunia, namun prevalensi terbanyak di Jepang,; insiden pada akhir musim dingin dan musim semi. Manifestasi klinis : Stadium 1 (7-10 hari) : demam tinggi, injeksi konjungtiva non-eksudatif, fisura labia eritematosa, lidah stroberi, limfadenopati servikal, ruam yang bersifat sementara, edema dan eritema pada telapak tangan dan kaki dengan deskuamasi, reaktan fase akut Stadium 2 (10-25 hari) : vaskulitis koronaria dengan trombosis dan aneurisma koroner pada 10-15% pasien. Stadium 3 (25 hari dan berlanjut) : vaskulitis berkurang dengan fibrosis dan stenosis pembuluh yang terkena. Pemeriksan diagnostik : ESR ; ekokardiogram dan/atau angiografi koronaria akan menunjukkan aneurisma Penatalaksanaan : dosis tinggi IVIG (2 gram/kg/hari), aspirin, tanpa steroid VASKULITIS PEMBULUH KECIL YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANCA Penyakit Vaskulitis Granuloma Ginjal Paru Asma/Eos ANCA Granulomatosis 80% 90% c-ANCA Wegener (anti-PR3) Poliangitis 90% 50% p-ANCA Mikroskopik (anti-MPO) Sidrom Chrug-Strauss 45% 70% p-ANCA (anti-MPO) Granu lomatosis Wegener Definisi : vaskulitis sistemik nekrotikans, terutama melibatkan traktus respiratorius dan ginjal Epidemiologi : dapat terjadi pada semua umur, namun insiden pada usia muda dan setengah baya Manifestsasi klinis Paru : batuk, pleuritas, perdarahan atau infiltrasi paru, hemoptisis, rinitis, sinusitis Ginjal : hematuria, RPGN Mata : episkleritis, uveitis dan proptosis dari granuloma orbitalis Neurologik : neuropati perifer dan kranialis Pemeriksaan diagnostik : c-ANCA, biopsi peradangan granulomatosa nekrotikans pada arteriol, kapiler, dan vena BUN dan Cr , hematuria, sedimen urine aktif dengan bekuan RBC dan RBC dismorfik Penatalaksanaan : siklofosfamid dan metilprednisolon (Ann Intern Med 116:488, 1992); TMP- SMX akan berperan dalam menegah relaps yang dipresipitasi oleh infeksi saluran nafas. Poliangitis mikroskopik Definisi : vaskulits pembuluh-kecil yang nekrosis glomerulonefritis, venulitis leukositoklastik dermal, dan alveolitis paru. Serupa dengan sindrom Wegener namun tanpa granuloma Epidemilogi : tidak berhubungan dengan HBV (bukan poliarteritis nodosa) Manifestasi klinis Gejala konstitusional : penurunan berat badan, demam, fatigue, mialgia

Ginjal : hematuria, RPGN Paru : batuk dan/atau hemoptisis Pemeriksaan diagnostik : p-ANCA (80%), biopsi peradangan nekrotikans arteriol, kapiler, dan vena tanpa granuloma atau infiltrat eosinofilik Sedimen urine dan temuan foto rontgen toraks serupa dengan hasil pada penderita Sindrom Wegener Penatalaksanaan : siklofosfamid, metilprednisolon; plasmaferesis digunakan pada beberapa kasus Sindrom Churg-Strauss Definisi : peradangan granulomatosa, terkenanya kulit, nervus perifer, paru dan ginjal Epidemiologi : kndisi tidak lazim yang dapat muncul pada segala usia, namun tipikalnya 3040 tahun Manifestasi klinis Asma dan rinitis alergika Penyakit infiltratif eosinofilik/pneumonia eosinofilik Vaskulitis pembuluh-kecil sistemik dengan kompleksitas granulomatosa (dalam 3 tahun setelah onset asma). Neuropati, arteritis koroner, dan miokarditis sering ditemukan dan berat. Glomerulonefritis dan serositis kurang sering ditemukan dan kurang berbahaya. Pemeriksaan diagnostik : p-ANCA (50%), eosinofilia, biopsi mikrogranuloma, nekrosis Fibrinoid dan trombosis arteri kecil dan vena dengan infiltrat eosinofilik; foto rontgen toraks akan menunjukkan perpindahan infiltrat paru. Penatalaksanaan : kortikosteroid dosis tinggi (+ siklofosfamid bila perlu) VASKULITIS PEMBULUH KECIL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMPLEKS IMUN Pu rpura Henoch-Schonlein Epidemilogi : vaskulitis sistemik yang paling sering pada anak-anak. Puncak insiden pada usia 5 tahun. Mulai setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas atau terpajan obat. Diperantarai IgA. Manifestasi klinis : purpura pada permukaan ekstensor dan bokong; demam; poliartralgia tanpa deformitas terutama mengenai pinggul, lutut dan pergelangan kaki; nyeri abdomen kolik GIB atau intususepsi; rentang nefritis mulai dari hematuria mikroskopik dan proteinuria hingga ESRD Pemeriksaan diagnostik : hitung trombosit normal, serum IgA dan IgM , hematuria dan proteinuria biopsi kulit vaskulitis leukositoklastik dengan penimbunan IgA dan C3 pada dinding pembuluh. Penatalaksanaan : suportif; steroid untuk nyeri abdomen Vaskulitis Krioglobulinemik : lihat “Krioglobulinemia” Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit jaringan penunjang Definisi : vaskulitis yang berhubungan dengan RA, SLE, atau sindrom sjogren Manifestasi klinis Arteritis distal : Fenomena Raynaud, livedo retikularis, purpura palpebra, ulserasi kutaneus

Areritis viseral : perikarditis dan iskemia mesenterika Neuropati perifer Pemeriksaan diagnostik : biopsi nervus suralis dan kulit, angiografi, EMG Penatalaksanaan : steroid, siklofosfamid Angitis Leukositoklastik Kutaneus (vaksulitis hipersensitif) Definisi : kelompok heterogen sindrom klinis karena penimbunan kompleks imun di kapiler, venula dan arteriol Epidemiologi : secara keseluruhan merupakan jenis vaskulitis yang paling umum Etiologi Obat : penisilin, aspirin, amfetamin, tiazid, bahan-bahan kimia, imunisasi Infeksi : streptokokus faring, endokarditis bakterialis, TB, hepatitis, infeksi stapilokokus Antigen tumor Protein asing (serum sickness) Manifestasi klinis : onset mendadak setelah terpajan dengan agen yang menyerangnya, pada purpura yang dapat dipalpasi, ulserasi kutaneus, dan artralgia sementara. Neuropati perifer Pemeriksaan diagnostik : ESR , kadar komplemen , eosinofilia, biopsi kulit vaskulitis leukositoklastik dengan neutrofilia, fragmen nukleus sekunder terhadap karioreksis, perdarahan perivaskular dan penimbunan fibrinoid Penatalaksanaan : menghentikan serangan agen penurunan prednison secara cepat Sindrom Bechet Manifestasi klinis Ulkus aftosa oral berulang Ulkus genitalis berulang Penyakit okular : konjungtivitis, uveitis (dengan hipopion), skleritis, vaskulitis retina, nuritis optika Artritis : ringan, kronis dan non-destruktif, mengenai lutut dan pergelangan kaki Neurologik : defisit fokal dan pleositosis yang disertai vaskulitis serebralis Kutaneus : pustula, papula, folikulitis dan eritema nodosum Pemeriksaan diagnostik : angiografi serebral (namun jarang diperlukan); pemeriksaan dengan lampu celah (slit lamp) dan fundukskopi Penatalaksanaan : steroid, dapson, kolkisin, azatioprin, siklosporin, klorambusil, talidomid untuk kasus-kasus refrakter KRIOGLOBULINEMIA Definisi : Protein yang mengendap pada pajanan terhadap dingin Tipe 1 : Ig monoklonal (biasanya IgM atau IgG) Tipe 2 (campuran) : IgM monoklonal dengan aktivitas (contoh, faktor reumatoid) terhadap IgG poliklonial Tipe 3 (campuran) : IgM poliklonial dengan aktivitas terhadap IgG poliklonial Epidemiologi

Predominan pada perempuan Usia onset sekitar 50 tahun Etiologi Gangguan limfoproliteratif : mieloma, multipel, makroglobulinemia Waldenstrom, CLL biasanya dihubungkan dengan krioglobulinemia tipe 1 Penyakit hati kronis : HCV, HBV ? Biasanya dihubungkan dengan krioglobulinemia tipe 2 >80% krioglobulinemia tipe 2 HCV RNA (N Engl J Med 327:1490, 1992) Sindrom autoimun : SLE, RA, PAN, sjogren, skleroderma, Behcet Biasanya dihubungkan dengan krioglobulinemia tipe 3 Infeksi : virus (EBV, CMV), bakteri (endokarditis), jamur, parasit Esensial (idiopatik) Patofisiologi Deposit kompleks imun, aktivasi komplemen Agregasi trombosit, trombosit pembuluh kecil, vaskulitis

Manifestasi klinis Umum : lemas, demam derajat rendah Dermatologik : purpura pada ekstremitas inferior, livedo retikularis, ulkus di tungkai, fenomena Raynaud Reumatologik : artralgiamigratoris dan simetris pada kecil atau sedang Ginjal : glomerulonefritis (proteinuria, hematuria, hipertensi, edema) Hematologik : anemia, trombositopenia Saluran cerna : nyeri abdomen, hepatosplenomegali, uji fungsi hati yang abnormal Neurologik : neuropati perifer dan mononeuritis multipleks Pemeriksaan diagnostik Kriokrit (jumlah tidak perlu dihubungkan dengan aktivitas penyakit), elektroforesis krioglobulin Faktor reumatoid (RF) Kadar C4 , kadar C3 normal, ESR Bila sampel darah tidak disimpan pada suhu 37 C kriopresipitasi kehilangan dari RF dan komplemen Pada krioglobulinemia tipe 2 : HCV RNA , Ab anti-HCV negatif-palsu Penatalaksanaan Tangani pnyakit yang mendasrinya NSAID untuk penyakit ringan Prednison + imunosupresan lainnya (seperti : siklofosfamid)

Plasmaferesis ? IFN- untuk HCV RNA

krioglobulinemia tipe 2 (N Engl J Med 330 : 751, 1994)

AMILOIDOSIS Akumulasi protein fibrit yang tidak dapat larut yang membentuk lembaran -berlipat Klasifikasi Amiloidosis Tipe Protein prekursor Penyakit kausatif Sistem organ AL Ig monoklonial rantai MM, penyakit rantai Ginjal, jantung, ringan neurologik, ringan ( > K), kutaneus, MGUS,WM gastrointestinal, hepar, paru AA Protein A Infeksi kronis; Ginjal, (reaktan fase akut) empiema, TB, gastrointestinal, osteomielitis, hepar, neurogenik, bronklektasis, lepra kutaneus. Jantung Keadaan meradang : jarang terkena RA, IBD, FMF Neoplasma : sel ginjal, Hodgkin Heredites Transiretin (TTR) dll. Protein mutan neurologik, jantung, ginjal, gastrointestinal Berhubungan Protein yang secara Neurologik, , mikroglobulin dengan normal dieksresi oleh muskuloskeletal dialisis ginjal Terlokalisasi Tirokalsitonin Karsinoma tiroid Tiroid ANP medularis jantung Jantung senilis Otak Protein -amiloid Penyakit Alzheimer (N Engl J Med 337 : 898, 1997) Sistem Ginjal Jantung

Manfestasi Klinis Amiloidosis Manifestasi Proteinuria atau sindrom nefrotik

Kardiomiopati, amplitudo QRS Abnormalitas hantaran Hepar Hepatomegali, biasanya tanpa disfungsi Lien Splenomegali biasanya tanpa leukopenia atau anemia Kutaneus Papila non-pruritus seperti lilin, ekimosis periorbital “Pinch purpura” = kulit berdarah dengan trauma minimal Gastrointestinal Diare, malabsorpsi, kehilangan protein

Amiloid AL, AA, herediter AL, herediter Jarang pada AA AL, AA AL, AA Al, AA AL, AA,

Ulserasi, perdarahan, obstruksi Makroglosia disfonia dan disfagia Neurologik Neuropati perifer dengan parestesia yang nyeri Neuropati otonomik impotensi, dismolalitas, TD Carpal Tunnel Syndrome Endokrin Deposit dengan insufisiensi hormon yang jarang Muskuloskeletal Artralgia dan artritis Paru Obstruksi jalan nafas

herediter Herediter, AL Terlokalisasi AL, dialisis AL, AA

Pemeriksaan diagnostik Biopsi bantalan lemak subkutan abdominal atau rektal pada pewarnaan merah kango tampak hijau seperti warna apel SPEP, SIEP, UPEP, biopsi sumsum tulang Ekokardiogram : penebalan biventikular dengan tampilan “granular yang berilau” Uji genetik terhadap bentuk herediter Penatalaksanaan Amiloid AL : melfalan + prednison (N Engl J Med 314:1001, 1986); iododoksorubisin ? Amiloid AA: penanganan terhadap penyakit yang mendasarinya akan menyebabkan remisi sementara Demam Mediterania Familial : kolkisin (N Engl J Med 314:1001, 1986) Lokal : eksisi pembedahan Prognosis Amiloid AL : daya tahan hidup rata-rata 12-18 bulan; bila terkena jantung, daya tahan hidup rata-rata sekitar 6 bulan GAGAL GINJAL AKUT DEFINISI Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), di sertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GAGAL GINJAL AKUT PRARENAL GGA prarenal atau azotemia prarenal atau di sebut juga sebagai GGA fungsional, di sebabkan oleh ferfusi glomerulus yang abnormal sehingga menurunkan LFG. ETIOLOGI Hipovolemia di sebabkan oleh; Kehilangan darah /plasma : perdarahan, luka baker.

Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lain), pernafasan, pembedahan. Redistribusi dari intravaskuler ke ekstravaskuler (hipoalbuminemia, sindrom kompartemen ketiga, pankreatitis, peritonitis, kerusakan otot yang luas, sindrom distres pernafasan). Kekurangan asupan cairan. Vasodilatasi sistemik; Sepsis Sirosis hati Anestesi/blokade ganglion Reaksi anafilaksis Vasodilatasi oleh obat Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung; Renjatan kardiogenik,infark jantung Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katup jantung) Tamponade jantung Distrimia Emboli paru Kegagalan autoregulasi Vasokontriksi praglomerulus oleh karena sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, obatobat seperti inflamasi non steroid (AINS), adrenalin, noradrenalin, siklosporin, dan ampoterisin B. Vasodilatasi pascaglomerulus: di sebabkan oleh obat-obat penghambat angiotensinconverting enzyme (ACE), dan antagonis reseptor AT1 angiotensin. PATOGENESIS Obat golongan AINS dapat menyebabkan GGA pada sebagian orang yang aliran darah ginjal dan LFG di pertahankan atau memerlukan prostaglandin, keadaan ini sering di temukan pada hipovolemia, gagal jantung, sirosis, dan sepsis, serta sebagian pasien sindrom nefrotik.

Penghambat ACE dapat menimbulkan GGA prarenal pada sebagian pasien yang LFG- nya di pertahankan melalui vasokontriksi vasoeferen yang dimediasi oleh angiotensin-II.

GAGAL GINJAL AKUT RENAL Banyak penyebab gagal ginjal akut renal yang di sebabkan langsung atau di eksaserbasi oleh berkurangnya aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal. Penyebab kerusakan iskemik ini di sebabkan keadaan prarenal yang tidak teratasi. Penyebab lain adalah penyempitan atau stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh ginjal. Penyakit lain yang lebih komplek seperti eklamsia, rejeksi alograf, sepsis, sindrom hepatorenal juga merupakan penyakit iskemia ginjal. Nekrosis Tubular Akut Kebanyakan pasien dengan NTA tidak di biopsi, dan diagnosis di tegakkan atas dasar gejala dan perjalanan klinis saja. Pada NTA ini ternyata di dapatkan kontribusi perubuhan sel yang subletal seperti kehilangan lapisan brush border, membran plasma, polaritas membran, dan terlepasnya sel dari membran basalis, sehingga menyebabkan perubahan fungsional. Nekrosis Tubular Akut Akibat Toksin Umumnya kerusakan terjadi akibat kerusakan tubulus, akan tetapi dapat juga di sertai dengan gangguan hemodinamik sistemik maupun mekanisme autoregulasi ginjal. Tabel 1. Nefrotoksin yang menyebabkan Nekrosis Tubular Akut Efek

nefrotoksin

hemodinamik

AINS penghambat angitensin II,

ACE,

penghambat

siklosporin, tacrolimus,

kontras radiologi, hemoglobin antibiotik: toksin terhadap tubulus

aminoglikosid,

vankomisin,

foscamet, amfoterisin B, pentamidin. kemoterapi:

sisplatin,

ifosfamid,

mitramisin, 5-FU, tioguanin, sitarabin litium, parasetamol

obat rekreasional; heroin dll kontras radiologis protein light chains pigmen: hemoglobin

mioglobin,

toksin:

karbon

organik;

tetraklorid,

kloroform, herbisid, racun yang berasal dari tanaman, bisa ular atau insek urat, oksalat obat: asiklovir, metotreksat, sulfonamid, triamteren, metoksifluran, indinavir. kristaluria

Toksin Endogen: Mioglobulinuria, Hemoglobulinuria, Protein Mieloma Mioglobulin adalah protein yang mengandung hemo (17kDa), di filtrasi glomerulus. Pada rabdomiolisis tubulus proksimal tak mampu meresorpsi protein ini sehingga mioglobulin menyumbat tubulus yang lebih distal (obstructing tubular casts). Selain itu mioglobulin memprovokasi terjadinya vasokontriksi oleh karena dapat mengikat nitrik oksida dan oleh karena rabdomiolisis luas yang menyebabkan penggumpalan cairan (kompartemen ke-3), sehingga terjadi hipovolemia. Hemoglobulinuria Hemoglobulin tak setoksik mioglobulin, dan jarang menyebabkan GGA kecuali apabila terjadi hemolisis intravaskular yang luas. Light chains

GGA sering merupakan gejala mieloma, protein ini di filtrasi melalui glomerulus dan pada kosentrasi tertentu mencapai tubulus distal dan di situ akan terbentuk silinder yang menyumbat (cast nephrophaty). Nefrotoksik Kontras Prediktor dari GGA akibat kontras adalah usi lanjut, gangguan fungsi ginjal, diabetes dan miolema. Penurunan fungsi berlangsung selama 3-5 yang di mulai saat terpajan. Zat kontras dapat langsung nmerusak sel tubulus melalui efek hiperosmolar, memprovokasi produksi oksigen radikal bebas, dan juga menstimulasi vasokontriksi intrarenal. Pengelolaan kejadian ini hanya dengan cara pencegahan, 12 jam seelum tindakan di lakukan hidrasi dengan salin. NEKROSIS KORTIKAL AKUT Pada keadaan ini terjadi nekrosis pada daerah korteks ginjal yang ekstensif dan gagal ginjal tak dapat pulih lagi. Terjadinya NKA tidak ada hubungannya dengan lama beratnya renjatan akan tetapi lebih berkaitan dengan tipe renjatannya. Prediktor NKA antara lain adalah endotoksinemia, koagulasi intravaskular diseminata (KID). Anak-anak lebih sering kemungkinannya di banding dewasa, seperti pad gastrointestinal berat, atau dengan peritonitis, sepsis. GAGAL GINJAL AKUT PASCARENAL Keadaan pascarenal adalah suatu keadaa dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat.obstruksi aliran ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus

dan

transfor

tubulus

sehingga

dapat

mengakibatkan kerusakan

yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. Begatu terjadi hambatan aliran urin, terjadi kenaikan yang segara tekanan hidraulik tubulus proksimal, yang kemmudian di kompensasi dengan vasodilatasi arteriol eferen ginjal yang di mediasi oleh produksi prostaglandin; prostaksiklin dan prostaglandin E2. DIAGNOSIS GAGAL GINJAL AKUT

Diagnosis GGA pada tahap dini hanya dapat di tegakkan apabila ada rasa curiga terhadap adanya GGA.hanya sedikit psien yang dapat menjelaskan adanyakelainan pada jumlan urin, warna keruh atau tidak, dsb. Untuk mendiagnosis GGA di perlukan pemeriksaan yang berulang-ulang fungsi yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. DIAGNOSIS PENYEBAB GGA Anamnesis Pada GGA perlu di perhatikan betul banyaknya asupan cairan (input), kehilangan cairan (output) melalui: urin, muntah, diare, keringat yang berlebih,dll, serta pencatatan berat badan pasien. Perlu di perhatikan kemungkinan kehilangan cairan ke ekstravaskular (redistribusi) seperti pada peritonitis, asetis, ileus paralitik, edema anasarka, trauma luas (kerusakan otot atau crush syndrome). Riwayat penyakit jantung, gangguan hemodinamik, adanya penyakit sirosis hati, hipoalbuminemia, alergi yang mengakibatkan penurunan volume efektif perlu selaludi tanyakan. Pemeriksaan Fisis Ada 3 hal penting yang harus di dapatkan pada pemeriksaan fisis pasien dengan GGA. 1. penentuan status volume sirkulasi 2. apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran kemih 3. adakah tanda-tanda penyakit sistemik yang mungkin menyebabkan gagal ginjal Tabel 2. intravaskular

evaluasi

klinis

Tanda Klinis Deplesi Cairan 1. tekanan vena jugular rendah 2. hipotensi; tekanan darah turun lebih dari 10 mmHg pada perubahan posisi (baring- duduk) 3. vena perifer kolaps dan perifer teraba dingin (hidung, jari-jari tangan, kaki) Tanda Klinis Kelebihan Cairan 1. tekanan vena jugularis tinggi 2. terdengar suara gallop

3. hipertensi, edema perifer, pembengkakan hati, ronki di paru

Pada pemeriksaan fisis perlu di lakukan palpasi, perkusidaerah suprasifisis mencari adanya pembesaran kandung kemih, yang kemudian konfirmasi dengan pemasangan kateter.

Analisis Urin Berat jenis urin yang tinggi lebih dari 1.020 menunjukkan prarenal, GN akut awal, sindrom hepatorenal, dan keadaan lain yang menurunkan perfusi ginjal. Berat jenis isosmolal (1.010) terdapat pada NTA, pascarenal dan penyakit intertisial (tubulointertisial). Pada keadaan ini BJ urin dapat meningkat kalaudalam urin terdapat banyak protein, glukosa, manitol, atau kontras radiologik. Gambaran yangkhas pada NTA adalah urin yang berwarna kecoklatan dengan silinder mengandung sel tubulus, dan silinder yang besar (coarsely granulat broad casts). Adanya kristal urat pada GGA menunjukkan adanya nefropati asam urat yang sering di dapat pada sindrom lisis tumor setelah pengobatan leukimia, limfoma. Kristal oksalat terlihat pada GGA akibat etilen glikol yang umumnya di akibatkan percobaan bunuh diri. Penentuan Indikator Urin Pada GGA prarenal aliran urin lambat sehingga lebih banyak ureum yang di absorpsihal ini menyebabkan perbandingan ureum/kretinin dalam darah meningkat. Pemeriksaan Pencitraan Pada GGA pemeriksaan USG menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan anatomiginjal, dapat di peroleh informasi mengenai besar ginjal, ada tau tidaknya batu ginjal dan ada atau tidaknya hidronefrosis. Pemeriksaan USG juga dapat menentukan apakah gangguan fungi ginjal ini sudah terjadi lama (GGK), yaitu apabila di temukan gambaran ginjal yang sudah kecil. Pemeriksaan Biopsi Ginjal dan Serologi

Indikasi yang memerlukan biopsi adalah apabila penyebab GGA tak jelas atau berlangsung lama, atau terdapat tanda glomerulonefrosis atau nefritis intertisisl. PENGELOLAAN GGA Prinsip pengelolaannya di mulai dengan mengidentifikasi pasien yang

berisiko

GGA (sebagai tindak pencegahan), mengatasi penyakit penyebab GGA, mempertahankan hemoestatis; mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairandan elektrolit, mencegah komplikasimetabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat –obat yang di pakai. Pengelolaan medis GGA Pada GGA terdapat 2 masalah yang sering di dapatkan yang mengancam jiwa yaitu edema paru dan hiperkalemia. Edema paru Keadaan ini terjadi akibat ginjal tak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang cukup. Posisi pasien setengah duduk agar cairan dalam paru dapat didistribusi ke vaskular sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik kuat (furosemid inj.). Hiperkalemia Mula-mula di berikan kalsium intravena (Ca glukonat) 10% sebanyak 10 ml yang dapat di ulangi sampai terjadi perubahan gelombang T. Belum jelas cara kerjanya, kadar kalium tak berubah, kerja obat ini pada jatung berfungsi untuk menstabilkan membran. Pengaruh obat ini hanya sekitar 20-60 menit. Pemberian infus glukosa dan insulin (50 ml glukosa 50% dengan 10 U insulin kerja cepat) selama 15 menit dapat menurunkan kalium 1-2mEq/L dalam waktu 30-60 menit. Insulin bekerja dengan menstimulasi pompa N-K-ATPase pada otot skelet dan jantung, hati dan lemak, memasukkan kalium kedalam sel. Glukosa di tambahkan guna mencegah hipoglikemia. Obat golongan agonis beta seperti salbutamol intravena (0,5mg dalam 15 menit) atau inhalasi nebuliser (10 atau 20mg) dapat menurunkan 1mEq/L. Obat ini bekerja dengan mengaktivasi menurukan

pompa

Na-K-ATPase.

Pemberian

sodium

bikarbonat

walaupun

dapat

kalium tidak begitu di anjurkan oleh karena menambah jumlah natrium, dapat menimbulkan iritasi, menurunkan kadar kalsium sehingga dapat memicu kejang. Tetapi bermanfaatapbila ada asidosis atau hipotensi. Pemberian diuretik Pada GGA sering di berikan diuretik golongan loop yang sering bermanfaat pada keadaan tertentu. Pemberian diuretik reabsorpsi Na sehingga

furosemid

mencegah

mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga di

harapkan aliran urin dapat membersihkan endapan, silinder sehingga menghasilkan obstruksi, selain itu furosemid dapat mengurangi masa oliguri. Dosis yang di berikan amat bervariasi di mulai dengan dosis konvensional 40 mg intravena, kemudian apabila tidak ada respons kenaikan bertahap dengan dosis tinggi 200 mg setiap jam, selanjutnya infus 10-40 mg/jam. Pada tahap lebih lanjut apabila belum ada respons dapat di berikan furosemid dalam albumin yang di berikan secara intravena selama 30 menit dengan dosis yang sama atau bersama dengan HCT. Nutrisi Pada GGA kebutuhan nutrisi di sesuaikan dengan keadaan proses kataboliknya. GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yag amat kompleks, tidak hanya mengatur air, asam-basa, elektrolit, tetapi juga asam amino/protein, karbohidrat, dan lemak. Tabel 3. klasifikasi pasien dan kebutuhan nutrisi pasien dengan GGA Tahapan Katabolisme Keadaan klinis

Ringan

Sedang

Toksik o.k. obat

Pembedahan

Berat + Injuri berat/ Sepsis

infeksi Mortalitas

20%

60%

>80%

Dialisis/hemofiltrasi Jarang

Apabila perlu

Sering

Pemberian makan

Oral

Enteral/ parenteral

Enteral/ parenteral

25

25-30

25-35

Glukosa

Glukosa + Lemak

Glukosa + Lemak

Rekomendasi Energi (kcal/kgBB/h) Substrat energi

Glukosa g/kg

3-5

3-5

Lemak g/kg

0,5-1

0,8-1,5

Asam

amino/ 0,6-0,8

3-5 (maks 7)

0,8-1,2

1,0-1,5

EAA + NEAA

EAA + NEAA

Nutrien oral/ enteral Makanan

Formula

Formula

Parenteral

Glukosa

Glukosa

50-70%

50-70%

protein

EAA (+NEAA)

+ emulsi lemak 10-20% EAA + NEAA (basa atau khusus untuk ginjal) + multivitamin + multitrace element Dialisis atau Pengobatan Penggamti Ginjal Indikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindrom uremia dan terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru), hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif. Pengobatan pengganti ginjal

secara

kontinyu

dengan

CAVH

(continous

arterivenous hemofiltration) yang tidak memerlukan mesin pompa sederhana. CAVH dan CVVH berdasarkan prinsip pengeluaran cairan bersama solutnya melalui membran semipermeabel atau hemofilter oleh karena perbedaan tekanan (convective clearance).

GANGGUAN HIPOTALAMUS SINDROM HIPOPITUITARI Panhipopituitarisme Etiologi : Primer : pembedahan, radiasi, tumor (primer atau metastasis), infeksi, infiltrasi (sarkoidosis, hemokromatosis, autoimun, iskemia (termasuk sindrom Sheehan), aneurisma karotis, trombosis sinus kavemosus, trauma.

Sekunder (disfungsi hipotalamus atau gangguan pada tangkai hipotalamus) : tumor (termasuk kraniofaringioma), infeksi, infiltrasi, radiasi, pembedahan, trauma. Manifestasi klinis : Kelemahan, mudah merasa fatigue, disfungsi seksual, kerontokan rambut ketiak dan pubis, hipotensi, ± perubahan lapangan pandang dan sakit kepala (apabila disebabkan oleh tumor pituitari non fungsional yang besar). Pemeriksaan diagnostik : Hormon kelenjar target rendag + hormon tropik normal atau rendah ↓ ACTH : insufisiensi adrenal (lihat *Gangguan Adrenal*) ↓ TSH : hipotiroidisme sentralis (lihat *Gangguan tiroid*) ↓ PRL : tidak mampu menyusui (cat : dengan hipopituitarisme hipotalamik à ↓ faktor penghambat prolaktin (dopamin) à

PRL)

↓ GH : ? risiko osteoporosis, ? kardiomiopati; didiagnosis dengan kegagalan

GH dengan

rangsangan yang sesuai (cont : hipoglikemia) ↓ FSH & LH Manifestasi klinis : ↓ libido, impotensi, amenore, oligomenore, infertilitas Pemeriksaan fisik : kerontokan rambut ketiak, pubis dan tubuh. Pemeriksaan diagnostik : ↓ testosteron atau estradiol Penatalaksanaan : pergantian testosteron atau estrogen vs. koreksi penyebab yang mendasarinya. ↓ ADH (penyakit pada hipotalamus atau tangkai hipotalamus) : diabetes insipidus. Manifestasi klinis : poliuria berat, hipernatremia ringan (kecuali ↓ akses terhadap H2O à hipernatremia berat) Pemeriksaan diagnostik : lihat *Gangguan Homeostatis Natrium* SINDROM HIPERPITUTTARI Tumor Pituitari Patofisiologi :

Adenoma à kelebihan 1

(atau lebih)

hormon

trofik

(apabila tumor

bersifat

fungsional, namun 30-40 %-nya bukan) dan berpotensi terjadi defisiensi pada hormonhormon trofik lainnya karena kompresi oleh makroadenoma. Manifestasi klinis : Sindrom karena sekresi hormon yang berlebihan (lihat di bawah) Konsekuensi anatomik : sakit kepala, perubahan penglihatan, diplopia, neuropati kranialis. Pemeriksaan lanjut : MRI, kadar hormon Penyakit Cushing ( ACTH; 10-15 % adenoma; lihat *Gangguan Adrenal*) Hipertirodisme sentralis ( TSH; sangat jarang, lihat *Gangguan Tiroid) Hiperprolaktinemia ( PRL; 50 % adenoma) Fisiologi : PRL menginduksi laktasi dan menghambat GnRH à ↓ FSH & LH Manifestasi klinis : amenore, galaktore, infertilitas, ↓ libido, impotensi. Pemeriksaan diagnostik : ↑ PRL (pada kehamilan, hipotiroidisme, antipsikotik, gagal ginjal, dan sirosis); MRI untuk tumor. Penatalaksanaan makroadenoma)

mengevaluasi :

(apabila

simtomatik

atau

Medis : bromokriptin (angka keberhasilan 70-100 %), kabergolin (ditoleransi lebih baik). Bedah : pembedahan transfenoidal (apabila perkembangan tumor cepat atau terapi medis gagal) Radiasi gagal

: apabila baik terapi medis maupun bedah telah

Akromegali (↑ GH; 10% adenoma) Fisiologi : merangsang sekresi faktor pertumbuhan serupa-insulin 1 (IGF1) Manifestasi klinis : ↑ jaringan lunak, artralgia, pembesaran mandibula, sakit kepala, carpal tunnel syndrome,

makroglosia, suara parau, amenore, impotensi, diabetes melitus,

kardiomiopati, polip pada kolon.

Pemeriksaan diagnostik : pemeriksaan kadar GH secara acak tidak berguna karena bersifat pulsatif ↑ somatomedin C (IGF-1); ± ↑ PRL, uji toleransi glukosa oral à GH tidak tersupresi.

MRI untuk mengevaluasi tumor. Penatalaksanaan : pembedahan, oktreotid (sediaan kerja singkat dan lama), agonis dopamin, radiasi. Prognosis : ↑ mortalitas tanpa pengobatan.

● GANGGUAN TIROID ●

Pemeriksaan Diagnostik pada Gangguan Tiroid Pemeriksaan Thyroid stimulating

Keterangan Uji yang paling sensitif untuk mendeteksi hipo dan

hormone (TSH)

hipertiroidisme (kecuali apabila penyebabnya sekunder)

Imunoasai T, dan T

Konsentrasi serum total (dipengaruhi oleh konsentrasi TBG)

Thyroxine binding

↑ TBG (sehingga ↑ T4); estrogen, OCP, kehamilan, hepatitis

globulin (TBG)

akut ↓ TBG (sehingga ↓ T4); androgen, glukokortikoid, sindrom nefrotik, sirosis, akromegali, fenitoin

T3 resin uptake (T3RU) Pengukuran tidak langsung terhadap jumlah TBG Serum pasien (mengandung TBG) + T3 berlabel + hormon tiroid yang mengikat resin Jumlah T3 bebas berlabel yang mengikat resin tersebut (cont : ambilan resin) adalah perbandingan terbalik dengan jumlah TBG serum pasien. ↑ T3RU à ↓ TBG ↓ T3RU à ↑ TBG Indeks tiroksin bebas

(T4 x T3RU)/100

Imunoasai T4 bebas

T4 bebas, tidak dipengaruhi oleh TBG

Reverse T3

↑ pada sick euthyroid syndrome (namun tidak pada pasien pengidap AIDS) Anti-tiroglobulin & anti-mikrosomal (anti TPQ) à penyakit

Antibodi tiroid

Hashimoto Tiroid yang menstimulasi Ig (TSI, Ab reseptor anti-TSH) à penyakit Graves ↑ pada cedera atau peradangan tiroid, dan karsinoma tiroid.

Tiroglobulin

Tanda yang berguna dari rekurensi pada karsinoma tiroid (papilaris atau folikular) Radioactive Iodine

Berguna untuk mendiagnosis banding penyebab dari

uptake (TAIU) scan

hipertiroidisme ↑ ambilan (uptake) homogen = penyakit Graves heterogen = goiter multinodular satu tempat dengan penekanan sisa kelenjar = nodul panas tanpa ambilan = rasa nyeri subakut atau tiroiditis tenang, hormon tiroid eksogen, struma ovani, pembebanan yodium yang baru saja diberikan, atau obat-obatan antitiroid.

Gambar 1. Pendekatan terhadap gangguan tiroid TSH menurun T4 bebas (indeks atau imunoasai) menurun

normal

Hipotiroid Tirotoksikosis sekunder subklinis

meningkat

Tirotoksikosis

RAIU

meningkat T4 bebas (indeks atau imunoasai) menurun

Hipotiroid primer

normal

Hipotiroid subklinis

meningkat

Hipertiroid pituitari (tumor yang menskresi TSH)

difus

fokal

tidak ada

Tiroglobulin serum rendah

Penyakit graves

Adenoma fungsional

Tirotoksikosis factitia pembebanan yodium (Iodine load)

tinggi

Tiroditis

HIPOTIROIDISME Etiologi Primer Goiter : Tiroiditis yodium

Hashimoto,

fase penyembuhan setelah tiroiditis, defisiensi

Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron Sekunder : kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4 bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas) Tiroiditis Hashimoto Destruksi autoimun dengan infiltrasi limfositik yang tidak sempurna Biasanya terlihat pada perempuan, usia 20-60 tahun. Mungkin merupakan bagian dari sindrom autoimun poliglandular tipe II (hipotiroidisme, penyakit Addison, diabetes melitus); juga mungkin dihubungkan dengan ↑ insiden sindrom Sjögren, anemia pernisiosa, dan sirosis biliaris primer. Antibodi anti-tiroglobulin dan anti-mikrosom Manifestasi Klinis Dini : kelemahan, fatigue, artralgia, mialgia, sakit kepala, depresi, intoleransi dingin, berat badan bertambah, konstipasi, menoragi, kulit kering, rambut kasar yang rapuh, kuku rapuh, carpal tunnel syndrome, hiporefleksi (delayed DTRs, refleks “hung up”), hipertensi diastolik

Lambat : bicara lambat, parau, hilangnya 1/3 luar alis mata, miksedema (edema non- pitting), edema periorbital, bradikardi, efusi pada pleura, perikardium atau ruang peritoneal Koma miksedema : hipotermi, hipotensi, hipoventilasi Pemeriksaan diagnostik Indeks tiroksin bebas (& FT4); ↑ TSH pada hipotirodisme primer, antibodi antitiroid pada tiroiditis Hashimoto Hiponatremia, hipoglikemia, anemia; ↑ kolesterol, uji fungsi hepar, dan CPK Penatalaksanaan Penggantian levotiroksin (1,5-1,7 g/kg/hari), periksa kembali TSH tiap 4-6 minggu sampai pasien eutiroid HIPERTIROIDISME Etiologi Penyakit Graves Tiroiditis : subakut (granulomatosa atau de Quervain, nyeri), kronis (tanpa nyeri), atau pasca melahirkan Tirotoksikosis sementara (bocornya hormon dari kelenjar) à hipotiroidisme sementara à normal Adenoma Toksik (goiter soliter atau multinodular) atau, lebih jarang, karsinoma tiroid fungsional Tumor yang mensekresi TSH dari pituitari (sangat jarang) Lain-lain : amiodaron, penyakit yang terinduksi yodium (penyakit Jodbasedaw, terlihat adanya jaringan lunak tiroid otonom + asupan yodium), tirotoksikosis factitia, struma ovarii (3 % tumor dermoid ovarium dan teratoma) Penyakit Graves Biasanya terlihat pada perempuan, usia 20-40 tahun Manifestasi klinis sebagai tambahan seperti pada hipertiroidisme, difus, goiter yang tidak nyeri

Oftalmopati (muncul pada 20-40 % dan lebih dari 90 % jika diperiksa); lambatnya kelopak mata menutup (lid lag), retraksi kelopak mata, proptosis, konjungtivitis, kelemahan otot ekstraokular Miksedema pretibial (3 %) : dermopati infiltratif ‘bruit’ tiroid Antibodi tiroid

: TSI (

pada 80 %), anti-mikrosomal, anti-tiroglobulin, ANA

Manifestasi Klinis Gelisah, intoleransi panas, penurunan berat

badan, ↑ frekuensi gerakan usus, ↑

keringat, palpitasi, ↑ HR, fibrilasi atrium, iregularitas menstruasi, kulit hangat lembab, rambut halus, hiper-refleksi, osteoporosis Subklinis ( TSH, FT3 dan FT4 normal) : ↑ risiko fibrilasi atrium dan osteoporosis Hipertiroidisme apetetik : terlihat pada usia lanjut yang dapat menunjukkan gejala letargi Thyroid strom (terlihat pada stres atau pembedahan tiroid) : delirium, takikardi, demam, hipotensi Laborato rium ↑ Indeks tiroksin bebas (& FT4) dan FT3; TSH (kecuali pada tumor yang mensekresi TSH) RAIU Peningkatan homogen = penyakit Graves Peningkatan heterogen = goiter multinodular Nodul panas soliter = adenoma toksik Tanpa ambilan (uptake) = tiroiditis, tiroksikosis factitia, pembebanan yodium Jarang memerlukan pemeriksaan untuk auto-antibodi Hiperkalsemia, fosfatase alkalin ↑, anemia Penatalaksanaan Penyekat- untuk mengendalikan gejala, terlepas dari etiologinya Penyakit Graves PTU atau metomazol : 50 % kemungkinan rekurensi setelah 1 tahun; agranulositosis jarang namun berat

Radioactive iodine (RAI) : hipotiroidisme yang pada akhirnya berkembang pada > 75 % dari pasien yang diobati Adenoma toksik atau goiter multinodular toksik : RAI atau pembedahan (± PTU atau metimazol) Tyroid strom : penyekat- , yodium, obat-obatan antitiroid, ipodat, steroid SICK EUTHYROID SYNDROME Abnormalitas pada hormon tiroid karena penyakit non-tiroid Sakit sedang : inhibisi deiododinasi perifer à T3, ↑ rT3 Sakit berat :

TBG à

T4, FT4 normal

Sakit kritis : penghambat T4 à pemindahan dan ↑ degradasi T4 à FT4 tetapi juga (= hipotiroid hipotalamik) NODEL TIROID Gambar 2. Pendekatan terhadap nodul tiroid Nodul tiroid Aspirasi jarum halus

Jinak (70 %)

Indeterminate (15 %) atau

atau

Curiga (10 %) atau

atau

Observasi atau ? reaksi supresif

Ganas (< 5 %)

RAIU – dingin à pembedahan

Reaksi supresif

RAIU – dingin à pembedahan

Panas Penilaian

Sembuh

Observasi

Tidak sembuh Pembedahan

Panas Penilaian hipertiroidisme

hipertiroidisme

TSH

N Engl J Med 328 : 553, 1993

● GANGGUAN ADRENAL ● Definisi Sindrom kortisol

Cushing

=

kelebihan

Penyakit Cushing = Sindrom Cushing sekunder karena hipersekresi ACTH dari pituitari Etiologi Penyakit pituitari

Cushing (70-80 %) : adenoma pituitari atau hiperplasia

Tumor adrenal karsinoma

(15

%)

: adenoma atau

ACTH ektopik (5 %) : karsinoma paru sel small, karsinoid, tumor sel langerhans, karsinoma tiroid medularis, feokromositoma Manifestasi Klinis Intoleransi melitus

glukosa

atau

diabetes

Obesitas sentral, berpunuk seperti kerbau (buffalo hump), moon facies, pengecilan ekstremitas, kelemahan, mudah fatigue, mudah memar, strie ungu, hiperpigmentasi (jika ↑ ACTH), penyembuhan luka yang buruk, psikosis, infeksi Hipertensi Osteoporosis Penatalaksanaan Reseksi pembedahan adenoma pituitari atau tumor menyekresi

adrenal atau tumor

ACTH ektopik Apabila pembedahan transfenoidal tidak berhasil, pertimbangkan iradiasi pituitari atau adrenalektomi bilateral Terapi

pengganti

glukokortikoid

selama

6-36

bulan

setelah

yang

pembedahan

Ketokonazol atau penghambat metirapon terhadap produksi kortisol apabila pembedahan gagal atau dikontraindikasikan Gambar 3. Langkah kerja sindrom Cushing Kecurigaan Sindrom Cushing Uji supresi deksametason semalaman (1,0 mg pada tengah malam atau Urine 24 jam yang bebaskortisol Kortisol serum jam 8 pagi < 5 g/dl Kortisol urine < 100 g Bukan sindrom Cushing

Kortisol serum jam 8 pagi 5 g/dl Kortisol urine > 100 g Mungkin sindrom Cushing (positif palsu karena stres depresi, etanol, pil kontrasepsi oral, obesitas)

Kortisol serum jam 8 pagi < 5 g/dl Uji supresi deksametason dosis rendah 48 jam (0,5 mg setiap 6 jam x 2 hari) Kortisol serum jam 8 pagi 5 g/dl Sindrom Cushing Serum ACTH ACTH normal atau tinggi

ACTH rendah

Uji supresi deksametason dosis tinggi 48 jam (2,0 mg setiap 6 jam x 2 hari) Steroid 17-OH pada urine 24 jam tersupresi Penyakit Cushing Pemeriksaan konfirmatif MRI pituitari, pemeriksaan CRH dengan vena petrosal, sampling ACTH

Steroid 17-OH pada urine 24 jam tidak tersupresi ACTH ektopik Pemeriksaan konfirmatif CT toraks, oktreotid berlabel (terkait pada tumor neuroendo)

Tumor adrenal Pemakaian konhrmatif CT adrenal atau MRI

HIPERALDOSTERONISME Etiologi Primer : ↑ aldosteron karena hiperplasia adrenal, adenoma (sindrom Conn), atau karsinoma Sekunder : stimulasi ekstra-adrenal dari aldosteron (cont : perfusi ginjal, tumor penyekresi renin) Manifestasi Klinis Hipertensi diastolik ringan hingga sedang, sakit kepala, kelemahan otot, poliuria, polidipsia Tanpa edema perifer karena fenomena ‘meloloskan diri’ dari retensi Na Hipokalemia, hipernatremia, alkalosis metabolik

Gambar 4. Langkah kerja penanganan hiperaldosteronisme Hiperaldosteronisme Kadar aldosteron dan renin Renin rendah Aldosteron rendah Kelebihan mineralokortikoid non-aldosteron

ingesti licorice sindrom Cushing sindrom Liddle

Renin rendah Aldosteron rendah

Renin rendah Aldosteron rendah

Hiperaldosteronisme primer

CT atau MRI adrenal lesi

Tidak ada lesi

Hiperaldosteronisme sekunder

hipoperfusi ginjal stenosis arteri renalis tumor pensekresi renin primer

Vena adrenal sampling aldosteron Terlokalisasi Tidak terlokalisasi Adenoma atau karsinoma

Hiperplasia

Penatalaksanaan Adenoma atau karsinoma à pembedahan Hiperplasia à spironolakton INSUFISIENSI ADRENAL Etiologi Primer = penyakit adenokortikal = Penyakit Addison Autoimun (paling sering pada negara industri) Terisolasi Sindrom autoimun poliglandular PGA I = kandidiasis mukokutaneus kronis + hipoparatiroidisme + penyakit Addison PGA II = penyakit Addison + penyakit tiroid + IDDM Infeksi (penyebab paling sering di seluruh dunia); tuberkulosis, CMV, histoplasmosis Perdarahan, trombosis, dan trauma Penyakit metastatik (90 % adrenal harus dihancurkan agar terjadi insufisiensi) Penyakit deposit : hemokromatosis, amiloid, sarkoid Obat : ketokonazol, rifampin, antikonvulsan Sekunder = kegagalan pituitari menyekresi ACTH (sekresi aldosteron intak karena dikendalikan oleh sumbu renin-angiotensin) Adanya penyebab hipopituitarisme primer atau sekunder (lihat *Gangguan Pituitari*) Terapi glukokortikoid (terjadi setelah 2 minggu dosis supresif; memerlukan

8-12 minggu

untuk memperbaiki fungsi) Megestrol Manifestasi Klinis (N Engl J Med 335 : 1206, 1996) Primer atau sekunder : kelemahan dan mudah fatigue (99 %), hipotensi ortostatik (90 %), mual (86 %), muntah (75 %), hiponatremia (88 %), hipoglikemia, eosinofilia, limfositosis, ± neutropenia

Hanya primer (tanda dan gejala tambahan karena kekurangan aldosteron dan ↑ ACTH) : hipotensi, ortostatik yang bermakna (karena deplesi cairan), hiperpigmentasi (terlihat pada lipatan tubuh, daerah yang tertekan, puting susu), hiperkalemia Hanya sekunder : manifestasi lain dari hipopituitarisme (lihat bab Pituitari) Pemeriksaan diagnostik Uji stimulasi dosis tinggi (250 g) kortikotropin : normal = sebelum atau 60’ setelah kortisol 18 g/dL Abnormal pada primer karena kelenjar adrenal terganggu dan tidak mampu memberikan output yang adekuat Abnormal pada sekunder kronis karena adrenal yang atrofi dan tidak mampu berespons Uji stimulasi dosis rendah (1 g) kortikotropin : dapat mendeteksi insufisiensi adrenal sekunder yang ringan Uji diagnostik lainnya : hipoglikemia terinduksi insulin; gagal untuk ↑ 11 – deoksikortisol setelah metirapon Abnormalitas laboratorium lainnya : hipoglikemia, eosinofilia, limfositosis ± neutropenia ACTH : ↑ pada primer, ↓ pada sekunder Pencitraan : CT

: adrenal kecil, tak berkalsifikasi pada autoimun, pembesaran pada penyakit metastatik, perdarahan, infeksi atau deposit (walaupun mungkin tampaknya normal)

MRI : untuk mendeteksi abnormalitas pituitari Penatalaksanaan Insufisiensi adrenal akut Hidrokortison 100 mg IV setiap 8 jam Resusitasi cairan dengan larutan salin normal Kronis Hidrokortison : biasanya 20-30 mg PO empat kali sehari (2/3 pada pagi hari, 1/3 pada malam hari) atau prednison 5-7,5 mg PO empat kali sehari Fludrokortison (tidak perlu pada insufisiensi adrenal sekunder) : 50-100 g PO empat kali sehari pada pagi hari

FEOKROMOSITOMA Manifestasi Klinis (SP) Pressure (hipertensi) Pain (sakit kepala, nyeri dada) Palpitations Perspiration Pallor Pemeriksaan Diagnostik Urine 24 jam untuk metanefrin (

memeriksa katekolamin, VMA,

palsu pada penyakit berat, gagal ginjal, labetalol, obat kontrasepsi oral yang

mengandung simpatomimetik) Uji klonidin (gagal untuk menekan katekolamin) CT atau MRI adrenal; MIBG scan Penatalaksanaan Penyekat- golongan pembedahan

pertama

±

à

penyekat-

INSIDENTALOMA ADRENAL Epidemiologi Pada dua persen pasien yang menjalani CT scan dapat ditemukan massa di adrenal secara kebetulan Diagnosis Banding Adenoma karsinoma

korteks

adrenal,

hiperplasia,

atau

Tumor medula adrenal (seperti : feokromositoma, ganglioneuroma, dll)

Massa adrenal lainnya : kista, abses, granuloma, perdarahan, lipoma, mielolipoma Metastasis : dari payudara, paru, ginjal, melanoma Langkah kerja (N Engl J Med 323 : 1401, 1990) Menyingkirkan sindrom Cushing secara klinis (tidak ada hipertensi atau obesitas memiliki nilai prediksi negatif 99 %) dan/atau dengan uji supresi deksametason (walaupun hanya memiliki nilai prediksi positif kira-kira 3 % pada keadaan insidentaloma adrenal) Menyingkirkan feokromositoma dengan pemeriksaan hormon : tidak adanya hipertensi dan gejala klasik memiliki nilai prediksi negatif 99 %, namun morbiditas yang dihubungkan dengan feokromositoma yang tak diobati menyebabkan penyingkiran hormonal melalui pemeriksaan kadar katekolamin di dalam urine harus dilakukan dengan hati-hati (nilai prediksi positif kira-kira 51%) Menyingkirkan karsinoma metastatik dan infeksi melalui anamnesis Karakteristik CT scan dan MRI akan menunjukkan adenoma vs. karsinoma Apabila ukuran < 4 cm, ukuran stabil, pencitraan tidak menunjukkan keganasan à kemungkinan adenoma, sehingga dapat diikuti dengan pemeriksaan scan berkala Apabila ukuran > 4 cm, ↑ ukuran, riwayat keganasan, pencitraan menunjukkan keganasan à reseksi setelah menyingkirkan kemungkinan sindrom Cushing dan feokromositoma

● GANGGUAN KALSIUM ● Gambar 5. Etiologi gangguan kalsium berdasarkan pada serum Ca dan kadar PTH

Gagal ginjal hiperparatiroidisme sekunder pseudohipoparatiroidisme defisiensi vitamin D

Hiperparatiroidisme primer

PTH

Normal Keganasan kelebihan vitamin D

Hipoparatiroidisme Kadar Ca di serum

Temuan Laboratorium pada Gangguan Kalsium yang Beragam Keadaan sakit Ca PO4 PTH 1,25-(OH)2D3 Hiperparatiroidisme





↑↑

Normal/↑

Keganasan



Bervariasi





Kelebihan vitamin D







↑↑

Hipoparatiroidisme









Pseudohipoparatiroidisme





↑↑



Gagal ginjal









Normal/↓







Defisiensi vitamin D

Kekurangan dalam pengukuran Ca Ca yang secara fisiologis aktif adalah kalsium bebas atau terionisasi (ICA). Kadar Ca di serum menggambarkan kalsium total (yang terikat + yang bebas) dan karena itu dipengaruhi oleh konsentrasi albumin (protein pengikat Ca utama). Ca terkoreksi (mg/dL) = Ca yang terukur (mg/dL) + (0,8 x (4,0-albumin (mg/dL))] Alkalosis akan menyebabkan banyak Ca yang terikat dengan albumin sehingga Ca total mungkin bisa normal namun ICA ↓ HIPERKALSEMIA

Etiologi Hiperkalsemia Kategori Hiperparatiroidisme

Etiologi Primer : adenoma (80 %, hiperplasia (15-20 %), spontan vs

neoplasia multipel pada endokrin), karsinoma (< 1 %) (Cat., hiperparatiroidisme sekunder adalah ↑ PTH sebagai respons terhadap hipokalsemia ? Tertier : setelah lama menderita hiperparatiroidisme sekunder à berkembang nodul autonom Hiperkalsemia osteolitik lokal (mis., kanker paru, melanoma)

Keganasan

Tumor solid yang mensekresi PTH-yang berhubungan dengan peptida (PTHrP) (seperti : karsinoma paru sel skuamosa dan karsinoma sel renal) Keganasan hematologik melalui 1,25 D dan sitokin yang ↑ Kelebihan vitamin D

limfoma ↑(mis., 1,25-(OH) (penyakit granulomatosa; seperti : 2D3sel-B) sarkoidosis, TB, histoplasmosis) intoksikasi vitamin D

↑ pertukaran tulang

Hipertiroidisme, imobilisasi, penyakit Paget

Lain-lain

Tiazid, litium, vitamin A, antasid yang mengandung kalsium (sindrom milk-alkali)

Manifestasi Klinis (“tulang, batu, rintihan abdomen, dan mengerang kesakitan”, biasanya apabila CA > 12) Krisis Hiperkalsemik (biasanya bila Ca 13-15) : poliuria, dehidrasi, perubahan status mental Kalsium toksik terhadap tubulus renal à menghambat ADH, menyebabkan vasokonstriksi dan ↓ LFG à poliuria namun reabsorbsi Ca ↑ à kalsium serum ↑ à nefrotoksisitas ↑ Osteopeniadan dijumpai

hanya

osteitis fibrosa kistik

(yang

terakhir ini

pada hiperparatiroidisme) à aktivitas osteoklas ↑ à

degenerasi, kista, nodul fibrosa, gambaran rontgen foto, seperti garam dan lada Nefrolitiasis, nefrokalsinosis, diabetes insipidus nefrogenik Nyeri abdomen, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, pankreatitis, penyakit ulkus peptikum Fatigue, depresi, terlihat seperti orang bingung DTR menurun Interval QT memendek

Pemeriksaan diagnostik Kalsium, albumin, Ica, PTH, PO4, fosfatase alkalin, ± vitamin D dan 1,25-(OH)2-D3

Penatalaksanaan Hiperkalsemia Penatalaksanaan Salin normal

Onset Jam

(4-6 L/hari) Furosemid

Jam

(IV tiap 6 jam)

Durasi Selama

Keterangan Pada ginjal, Ca mengikuti Na, sehingga

reaksi

natriuresis à ekskresi Ca ↑

Selama

Mulailah hanya setelah pasien diberikan

reaksi

cairan pengganti intravaskuler Membantu meningkatkan natriuresis dan menjadikan eksresi Ca ↑

Bisfosfanat

1-2 hari

10-14 hari Menghambat osteoklas, berguna pada keganasan, Demam pada 20 % kasus

Kalsitonin

Jam

2-3 hari

Glukokortikoid

Hari

hari

Dengan cepat menyebabkan takifilaksis ? berguna pada beberapa keganasan & intoksikasi vitamin

(Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 22 : 343, 1993) HIPOKALSEMIA Etiologi Hipokalsemia Kategori Hipoparatiroidisme

Etiologi Terisolasi PGA tipe I (mukokutan kronis, kandidiasis +

hipoparatiroid + penyakit Addison Keadaan setelah tiroidektomi, hipomagnesemia (sekresi dan efek ↓) Pseudohipoparatiroidisme Resistensi PTH pada end-organ (sehingga serum PTH ↑) + abnormalitas skeletal & retardasi (Pseudopseudohipoparatiroidisme = sindrom namun Ca normal) Defisiensi vitamin D ↓ produksi 1,25-(OH)2D3 + ↑ PO4 à deposit kalsium pada

Gagal ginjal

jaringan lunak ↑ Lain-lain

Pankreatitis, kelebihan sitrat (seperti : setelah transfusi darah multipel)

Manifestasi klinis Iritabilitas neuromuskular : parestesia perioral, kram, Chvostek fasialis) à kontraksi muskulus fasialis), Trousseau

(ketukan pada nevus

(inflasi manset pengukur tekanan

darah à spasme karpal), laringospasme Iritabilitas, depresi, psikosis, TIK ↑, kejang QT ↑ Osteodistrofi renal (↓ vitamin D dan ↑ PTH pada gagal ginjal) : osteomalasia (↓ mineralisasi tulang), osteitis fibrosa kistik, dan osteoporosis Pemeriksaan Diagnostik Kalsium dan albumin, Ica, PTH, vitamin D, 1,25-(OH)2D3, BUN, Cr, Mg, PO4, fosfatase alkalin Penatalaksanaan Simtomatik intravena

:

Ca

glukonat

Asimtomatik : suplementasi kalsium oral dan vitamin D Pada gagal ginjal perlu diberikan 1,25-(OH)2D3 (seperti, kalsitriol) Pada hipoparatiroidisme, bila suplementasi PTH tidak tersedia, berikan 1,25-

(OH)2D3

● DIABETES MELITUS ● Definisi (Diabetes Care 20 : 1183, 1997) Glukosa puasa > 126 mg/dL atau glukosa sewaktu > 200 mg/dL atau glukosa 2 jam > 200 mg/dL setelah uji toleransi glukosa oral sebanyak 75 gram ↑ HbATC disepakati)

(kriteria

yang

tidak

Kategori Tipe 1 (bergantung insulin atau DMTI) : cenderung ketosis, memerlukan insulin prevalensi 0,4 %; onset umumnya pada masa anak-anak; ↑ risiko apabila terdapat riwayat dalam keluarga; diketahui adanya hubungan HLA pada defisiensi insulin absolut dengan autoantibodi (anti-GAD & anti-insulin) dan atrofi sel langerhans. Tipe 2 (tidak bergantung insulin atau DMTTI) : resisten ketosis, insulin bisa diperlukan bisa tidak, prevalensi 7 %; onset pada uji yang lebih lanjut; ↑↑ risiko apabila terdapat riwayat dalam keluarga; tidak terdapat asosiasi HLA pada resistensi insulin; massa sel langerhans normal, obesitas Penyebab

sekunder

:

glukokortikoid

eksogen,

sindrom

Cushing,

akromegali,

feokromositoma, glukogonoma (3D : diabetes, DVT, diare), diabetes pankreatikus (pankreatitis, hemokromatosis) Manifestasi Klinis Poliuria, polidipsia, polifagia dengan penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

Pilihan Penatalaksanaan Diabetes Pilihan Diet

Keterangan Tipe 1 : diet ADA; Tipe 2 : diet untuk menurunkan berat badan + olahraga

Agen Oral Sulfonilurea

↑ sekresi insulin

Metformin

↓ glukoneogenesis hepatik, ↑ sensitivitas insulin; kontraindikasi pada gagal hati atau ginjal

Tiazolidinedion

↑ sensitivitas insulin pada otot, kontraindikasi pada penyakit hati, pantau fungsi hepar

Akarbose Insulin

merubah absorpsi karbohidrat di usus Secara umum gunakanlah kombinasi insulin kerja-lama (seperti : NPH) dan kerja-singkat (seperti : reguler). Keefektifan regimen seharusnya dipantau ketat dengan terus mengikuti kadar glukosa darah pasien

Lain-lain

Pompa insulin, transplantasi sel langerhans atau pankreas

Pasien sebaiknya memantau kadar glukosa darahnya. Dokter seharusnya memeriksa HbATC setiap 3-4 bulan, tujuannya adalah mempertahankan kadarnya dalam batasan normal Komplikasi (dapat dikurangi hingga lebih dari 50 % melalui pengendalian kadar gula darah secara ketat dan mempertahankan kadar HbATC dalam batas normal) Retinopati Non-proliferatif : ‘bercak dan noda’ perdarahan, eksudat protein dan cotton wool, perdarahan retina proliferatif : neovaskularisasi, perdarahan vitreus, jaringan parut, ablasio retina, buta Penatalaksanaan : fotokoagulasi Nefropati : Mikroalbuminuria à proteinuria ± sindrom nefrotik à gagal ginjal Penebalan difus pada membran basal glomerulus atau pola nodular (Kimmelstiel-Wilson) biasanya terjadi bersamaan dengan retinopati, jika tidak ditemukan retinopati à cari penyebab lain nefropati

Penatalaksanaan : kontrol tekanan darah secara ketat, penghambat ACE (N Engl J Med 329 : 1456, 1993 dan Lancet 349 : 1787, 1997), diet rendah protein, dialisis, atau transplantasi Neuropati Polineuropati perifer simetrik : kehilangan sensorik distal yang simetris, parestesia, ± kehilangan kekuatan motorik Neuropati autonomik : gastroparesis, kandung kemih mengalami neurogenik, impotensi, hipotensi ortostatik Mononeuropati : defisit saraf kranial atau perifer dengan onset cepat (wristdrop, footdrop, nervus kranialis III > VI > IV) Akselerasi aterosklerosis Infeksi (termasuk mukormikosis) Dermatologi; diabetikorum lipoidika nekrobiosis, lipodistrofi) KETOASIDOSIS DIABETIKUM Pencetus (51) Defisiensi insulin (insulin deficiency) (yaitu, kegagalan memperoleh dalam jumlah cukup) Infeksi atau inflamasi (infection or inflammation) Iskemia atau infark (Ischemia or Infarction) Proses intraabdominal : pankreatitis, kolesistitis, usus iskemik, dll (Intra-abdominal process) Latrogenik : pemberian glukokortikoid (latrogenesis) Patofisiologi Terjadi pada diabetes tipe 1 (dan sangat jarang pada diabetes tipe 2 yang berat) ↑ glukagon dan ↓ insulin hiperglikemia karena : ↑ glukoneogenesis, ↑ glikogenolisis, ↓ ambilan glukosa ke dalam sel ketosis karena : ketidakmampuan menggunakan glukosa à mobilisasi dan oksidasi asam lemak, ↑ substrat untuk ketogenesis, ↑ keadaan ketogenik pada hepar, ↓ bersihan keton Manifestasi Klinis Poliuria dan polidipsia

Dehidrasi à ↑ denyut jantung, hipotensi, membran mukosa kering, turgor kulit ↓ Mual, muntah, Ketoasidosis Diabetikum ileus Pernapasan metabolik)

itu

nyeri

abdomen

(baik

pada

proses

intra-abdominal

atau

sendiri),

Kussmaul

=

cepat

dan

dalam

(untuk

mengkompensasi

asidosis

dengan bau aseton Perubahan status mental à somnolen, stuppor, koma Pemeriksaan Diagnostik ↑ anion gap asidosis metabolik (dapat berkembang kemudian menjadi asidosis nonanion gap karena hilangnya keton dalam urine = keseimbangan HCO3 dan karena penatalaksanaan dengan larutan yang mengandung CI ketosis :

urine dan keton serum (asetoaseton terukur, namun keton yang

predominan adalah -OH-butirat, keton urine mungkin

pada individu normal saat

berpuasa) ↑ glukosa serum ↑ BUN dan kreatinin (dehidrasi ± artefak karena ketosis mengganggu beberapa pemeriksaan kreatinin) pseudohiponatremia : Na terkoreksi = Na terukur + [1,6 x (glukosa terukur100] ↓ atau ↑ K (bahkan walaupun kadar kalium di dalam serum meningkat, biasanya K tubuh total mengalami deplesi; ↓ PO4 leukositosis, pankreatitis)



amilase

(sekalipun

tidak

ada

Penatalaksanaan DKA Intervensi Keterangan Singkirkan kemungkinan Infeksi, proses intra-abdominal, infark miokardium, dll pencetus Hidrasi yang agresif

Awali dengan salin normal 10-14 ml/kg/jam, bergantung pada status dehidrasi dan kardiovaskularnya

Insulin

10 U IV disuntikkan bolus à 0,1 U/kg/jam teruskan drip insulin hingga AG normal Apabila glukosa < 250 dan AG masih tinggi à

tambahkan dekstrosa ke dalam cairan IV dan teruskan insulin Apabila AG sudah normal mulailah pemberian insulin subkutan, lakukan pemberian IV dan subkutan berselingan selama 2-3 jam Penggantian elektrolit

K : tambah 20-40 mEq/L cairan IV apabila serum K < 4,5 insulin akan meningkatkan masuknya K ke dalam sel à ↓ K dalam serum Pemberian K harus cermat pada pasien gagal ginjal HCO3 : ganti apabila pH < 7,0 atau jantung tidak stabil PO4 : ganti apabila < 1,0

Susunan “Lembar Pencatatan” Tipikal DKA Waktu VS UOP pH HCO3 AG Keton Glukosa K PO4 IVF Insulin Catatan : keton utama dihasilkan -OH-butirat ( OHB), namun keton yang terukur adalah asetoasetat (Ac-Ac) Apabila DKA ditangani, OHB à Ac-Ac, sehingga AG dapat menurun sementara keton yang terukur dapat meningkat Definisi Hiperglikemia ekstrem tanpa ketoasidosis + hiperosmolalitas + perubahan status mental Pencetus Sama untuk DKA + dehidrasi dan gagal ginjal. Pencetus yang mendasari terjadinya koma non-ketotik hiperosmolar mungkin lebih berat dibanding DKA Patofisiologi Terjadi pada diabetes tipe 2 Hiperglikemia à diuresis osmotik à dehidrasi à azotemia prerenal à ↑ glukosa, dll

Manifestasi Klinis Dehidrasi dan perubahan status mental Pemeriksaan diagnostik ↑ glukosa serum (biasanya > 600 mg/dL) ↑ Osmolalitas serum (biasanya > 350 mOsm/L) Tanpa ketoasidosis ↑ BUN dan kreatinin; Na mungkin ↑, ↓, atau normal bergantung pada derajat hiperglikemia dan derajat dehidrasi Penatalaksanaan Hidrasi agresif : baik salin normal atau ½ salin normal bergantung pada derajat volume dan deplesi H2O bebas Insulin dosis rendah (misal, 0,05 U/kg/jam) HIPOGLIKEMIA Etiologi pada diabetikum Kelebihan insulin, obat per oral, lupa makan, gagal ginjal (↓ bersihan insulin), hipotiroidisme Etiologi pada non-diabetikum ↑ insulin : insulin eksogen, sulfonilurea, insulinoma, antibodi reseptor insulin atau anti- insulin ↓ produksi glukosa : hipopituitarisme, insufisiensi adrenal, defisiensi glukagon, gagal hati, alkoholisme Postprandial (setelah makan) Manifestasi Klinis (glukosa < ~ 55 mg/dl) SSP : sakit kepala, perubahan penglihatan dan status mental, kelemahan Otonom : diaforesis, palpitasi, tremor

Langkah kerja 72 jam puasa dan dengan glukosa darah yang terpantau BUN, kreatinin, uji fungsi hepar, uji fungsi tiroid Pada saat hipoglikemik : insulin, peptida C (↑ pada insulinoma dan sulfonilurea, insulin eksogen), kadar sulfonilurea, dan IGF-II Antibodi anti-insulin

● GANGGUAN LIPID ●

Hiperlipidemia Primer Gangguan Hiperlipidemia

Keterangan ↑ TG dan/atau kolesterol karena ↑ apo B dan ↑ VLDL yang

gabungan familial

berhubungan dengan obesitas dan diabetes

Hipertrigliseridemia

↑ sintesis TG, berhubungan dengan obesitas dan diabetes

familia Hiperkolesterolemia

↑ kolesterol karena reseptor LDL yang rusak

familial Disbetalipoproteinemia ↑ TG dan kolesterol karena apo E yang rusak familial

Hiperpilidemia Sekunder Kategori Endokrinopati

Gangguan Hipotiroidisme (↑ LDL, ↑ TG) Diabetes (↑ TG, ↓ HDL) Sindrom Cushing (↑ LDL)

Penyakit Ginjal

Uremia (↑ TG) Sindrom Nefrotik (↑ LDL)

dengan

Hepatitis akut (↑ TG)

Penyakit Hati

Sirosis biliaris primer (↑ LDL) Obesitas (↑ TG, ↓ HDL)

Gaya Hidup

Alkoholisme (↑ TG) Merokok (↓ HDL) Pil kontrasepsi oral (↑ TG) Gaya hidup yang menetap (↓ HDL)

Risiko klinis 1 Faktor risiko terhadap PJK 2 faktor risiko terhadap PJK

Pedoman NCEP Mengawali Mengawali terapi Diet obat > 160 mg/dL > 190 mg/dL

Tujuan terapi < 160 mg/dL

> 130 mg/dL

< 130 mg/dL

> 160 mg/dL

> 100 mg/dL > 130 mg/dL < 100 mg/dL PJK Pedoman diet, obat, dan tujuan terapi berdasarkan pada LDL. Faktor risiko : lakilaki 45 atau perempuan 55, merokok, hipertensi, diabetes, fungsi hati terganggu, HDL < 35. Apabila HDL > 60 kurangi 1 faktor risiko (JAMA 269 : 3015, 1993)

Penatalaksanaan Obat

LDL

HDL

TG

Efek Samping Hepatitis Statin 20-60 % ↑ 5-10 % ↓ 10-20 % Miopati Resin ↑5% ↑? Distres saluran cerna 20 % Distres saluran cerna Fibrates ↓5% ↑ 10-20 % ↓ 30 % Miopati (apabila dengan statin) Faushing (kemerahan), pruritus Asam Nikotinik ↓ 10-20 % ↑ 15-20 % ↓ 40 % Distres saluran cerna, ↑ glukosa, gout, hepatitis

GERIATRI DAN GERIONTOLOGI DI INDONESIA PENDAHULUAN

Kata geriatrics utuk pertama kali diberikan oleh seorang dokter Amerika, Ignaz Leo Vaschers pada tahun 1909. geriatric (geriatrics= geriatric medicine) berasal dari kata – kata geros (usia lanjut) dan iateria (=mengobati). Geriatri merupakan cabang gerotologi. Gerontology ini dibagi menjadi : A. Biology of aging B. Social gerontology dan C. Geriatric medicine, yang mengupas problem – problem klinis orang – orang usia lanjut. : Definisi Geriatri medicine yang banyak dipakai adalah sebagai berikut : Geriatrics is the branch of general (internal) medicine concerned with the clinical, preverentive, remedial and social aspects of illiness in the elderly. DEMOGRAFI Menurut laporan data penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (1993) dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990 sampai 2025 akan mempunyai kenaikan jumlah usia lanjut sebesar 414%, suatu angka paling tinggi diseluruh dunia. Sebagai perbandingan. Kenya 347%, brasil 255%, India 242%, cina 220%, jepang 129%, jerman 66%, dan swedia 33%. Pertambahan penduduk usila di Indonesia dan brasil diproyeksikan naik masing – masing melebihi 20 juta orang, sedangkan kenaikan kira – kira setengah jumlah tersebut terjadi masing – masing di Meksiko, Nigeria dan Pakistan. Indonesia diharapkan beranjak dari urutan ke-5 atau ke-6 pada tahun 2020 sebagai Negara yang banyak populasi usilanya (WHO, 1989). Bahkan dengan terpecahnya USSR, indnesia akan menduduki urutan ke-4 atau ke-5 KESEHATAN GOLONGAN USIA LANJUT Golongan usia lanjut menggunakan dana perawatan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan orang – orang muda, sehingga mengakibatakan kenaikan biaya pelayanan kesehatan, baik berupa perawatan kesehatan di rumah sakit ataupun perawatan mereka dip anti – panti rawat usia lanjut bagi yang mengidap penyakit kronik. Kesehatan dana status fungsional seorang usia lanjut ditentukan oleh resultante factor – factor fisis, psikologis dan social-ekonomis orang tersebut. Penting kiranya dicatat pula saebanyak 13 I yang dikemukakan oleh Solomon dkk (UCLA conference, 1988) yaitu kemunduruan dan kelemahan yang biasanya diderita oleh kaum usila, seperti yang terlihat pada table 1 yang ditulis menurut aslinya dalam bahasa inggris. Tabel 1. kemunduran dan kelemahan yang diderta usila (13 i) 1 immobility 2 instability (falls) 3 intellectual impaiment (dementia) 4 isolation (depression) 5 incontinence 6 impotence 7 immuno-defeciency 8 infection 9 inanion (malnutrition) 10 impaction (constipation) 11 latrogenesis

12 insomnia 13 impairment of: vision

hearing taste smell communication convalescence skin integrity DATA PENYAKIT PADA USIA LANJUT DI INDONESIA Pola penyakit pada orang berusia ≥55 tahun : Penyakit Per 100 pasien - Penyakit kardiovaskular 15,7 - Penyakit muskuloskeletal 14,5 - Tb paru 13,6 - Bronkitis, asma 12.1 - Infeksi saluran napas akut 10,2 - Gigi, mulut dan saluran cerna 10,2 - Penyakit syaraf 5,9 - Infeksi kulit 5,2 - Malaria 3,3 - Infeksi lain 2,4 Dari penelitian bersama WHO-SEAR, laporan Indonesia menyatakan mengenai macam penyakit dan kesehatan orang lanjut usia (60 tahun keatas) sebanyak 1203 orang yang dipilih secara random didesa dan kota. Hasil evaluasi activity of daily living (ADL) fisik menunjukan bahwa lebih dari 95 % responden dapat dan mampu menolong diri sendiri. Hal ini tak terbedakan antara pria dan wanita, tetapi bertambahnya usia berpengaruh nyata terhadap kemampuan tersebut.

GERIATRI DAN GERIONTOLOGI PENCEGAHAN Geriontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua yang lahir dari kesadarn manusia atas adanya fenomen kelahiran, kemunduran dan kematian. Upaya pencegahan primer ditunjukan pada timbulnya risiko untuk mendrita sakit, misalnya dengan jalan imunisasi; pencegahan sekunder berupa upaya deteksi dini yang diikuti dengan terapi yang sesuai misalnya pada, hipertensi; pencegahan tersier dimaksudkan untuk memperlambat jalan penyakit agar dapat mengurangi hendaya (disability) yang timbul, memerlukan uji penyaringan (screening test) dan uji pengkajian (assesment test) untuk identifikasi masalah.uji penyaringan adalah suatu prosedur uji pemeriksaan untuk identifikasi secara cepat resico – resico ke arah kondisi kronik dari yang ringan sampai kepada yang berat. Sebagai contoh, pemeriksaan mamografi untuk mengtahui apakah diperlukan tindakan biopsi. Pengkajian adalah pemeriksaan yang lebih menyeluruh dan terinci untuk penyusnan diagnosis, rencana pengobatan yang rasional dan saran – saran lain yanng diperluakan baik dibidang psikologi, sosial, ekonomi, maupun lingkungan serta perawatan lanjutan. Kondisi kronik Upaya Pencegahan Hipertensi Kurangi konsumsi garam dan kurangi kelebihan berat badan Penyakit jantung koroner dan strok Pengobatan hipertensi Hentikan merokok Kurangi kelebihan berat badan Kurangi kosumsi lemak jenuh/kolesterol Latihan aerobic Kanker

Hentikan merokok Kurangi konsumen lemak Kurangi konsumen makanan pengawet garam/asap

Penyakit paru – paru obstruktif kronik

Hentikan merokok

Diabetes melitus tipe-2

Turunkan kelebihan barat badan Kurangi konsumen lemak jenuh/kolesterol Ikuti diet DM dengan teratur

Osteoporosis

Olah raga teratur Hentikan merokok Hindari konsumsi alcohol berlebihan Makanan tinggi kalsium

Osteoartritis

Turunkan kelebihan berat badan

Kolelitiasis

Turunkan kelebihan berat badan

1. Imunisasi

Imunisasi merupakan pencegahan primer dan sangat penting dalam menurunkan angka morbiditas usia lanjut. Bebrapa penyakit yang perlu vaksinasi antara lain tetanus dengan menggunakan toksoid tetanus, influenza bagi mereka yang mempunyai kondisi kesehatan risikp tinggi seperti pasien penyakit paru kronik, penyakit jantung, ginjal, dan penyakit – penyakit metabolik1 2. Pencegahan Beberapa Penyakit a. Hipertensi Pengobatan hipertensi yang terdapat pada usia lanjut dapat menurunkan komplikasi hipertensi secara nyata, misalnya strok. Bahkan penurunan tekanan darah sampai 160/90 mmHg sudah dapat menurunkan angka kematian sampai dengan 27%. b. Kanker payudara Deteksi ini adanya kanker payudara dapat dilakukan dengan cara yang lazim dipergunakan yaitu mulai dengan perabaan sendri, pemeriksaan oleh tenga medis, ataupun melalui mamografi. c. Kanker leher rahim Diperkirakan sekitar 40% kematian akibat kanker keher rahim diderita oleh usia lanjut. Tingginya angka tersebut kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan melakukan Pap Smear secara berkala pada usia yang lebih muda belum atau tidak pernah dikerjakan. d. kanker kolon deteksi dini kanker jenis ini termasuk tidak mahal yaitu dengan pemeriksaan adanya darah pada tinja. Anjuran pencegahan dapat melalui diet dengan konsumsi rendah lemak, banyak serat, buah – buahan cukup, ada menghindari rokok. 3. Kelemahan Organik Untuk mengetahui adanya kelemahan organic (impairment) dilakukan pemeriksaan petugas medis dan secara subyektif menurut pengalaman yang bersangkutan sendiri. Kelemahan pendengaran dapat menyebabkan pasien berperilaku mirip demensia atau depresi. Kelemahan umum pada usia lanjut yang tidak spesifik pada satu organ lazim disebabkan oleh kondisi malnutrisi yang berlarut – larut, kemungkinan karena penyakit kronik, keganasan atau perawatan yang tidak memadai. Kebalikan dari kurang energi kronik adalah obesitas atau kegemukan yang dapat mengundang factor risiko yang nyata seperti hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, kolelitiasis,dll. 4. Faktor – factor risiko karena Pengaruh Lingkungan Sosial e. Merokok Telah banyak diteliti akibat yang merugikan kesehatan karena merokok, tercatat bebrapa kondisi seperti penyakit kanker paru kronik, penyakit jantung koroner, kanker paru berhubungan dengan kegiatan merokok. f. Alkohol Ketergantungan pada minuman beralkohol di kalangan usia lanjut disebut kurang dari 5% dari pada kelompok usia muda.kampanye untuk menhindari minuman tersebut perlu ditigkatkan karena adanya problem fisis dan psikiatrik yang ditimbulkan seperti antara lain malnutrisi, sirosis hati, kardiomiopati, gastritis atrofikatrikan dan dana untuk yang berat dapat menurunkan kemampuan kognitif. g. Jatuh (Falls)

Penyebab jatuh sangat kompleks mulai dari gangguan system visual, auditif-

vestibular, saraf, kardiovaskular, metabolic, psikologis, efek samping obat dan lain – lain.

musculoskeletal,

gangguan

PROSES MENUA, TEORI DAN IMPLIKASI KLINISNYA PENDAHULUAN Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan (benign), ditandai dengan turunya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis ditandai dengan kemunduran fungsi organ sejalan engan umur tetapi bukan akibat umur tua, melainkan akibat penyakit yang muncul pada umur tua. Tiga hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses menua pada hampir semua spesies mamalia. Kedua, laju (rate) proses menua ditentukan oleh gen yang bervariasi antarspesies. Ketiga, laju proses menua tersebut dapat diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan tikus. Banyak hal dimasa lalu yang diduga merupakan akibat proses menua ternyata berhubungan dengan proses penyakit yang faktor – faktor risikonya sebenarnya dapat dimodifikasi seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan. TEORI PROSES MENUA Dari berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan proses menua, sebagian besar dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok, yakni, teori genetik dan teori akumulasi kerusakan. Teori genetika mengasumsikan bahwa rentang hidup (life span) dan laju proses menua dikontrol oleh informasi di dalam meolekul DNA di dalam gen. Teori akumulasi kerusakan menyatakan bahwa laju proses menua ditentukan oleh kerusakan dalam molekul DNA, RNA, dan sintesis protein spesifik, enzim, dan juga mutasi somatik akibat terpajan terhadap berbagai pengaruh yang merusak seperti radiasi ion. Toeri proses menua dapat pula dikelompokan berdasarkan tingkat organisasi biologi didalam suatu organisme. Teori organ didasarkan pada fakta bahwa perubahan fungsi organ sejalan dengan usia tua. Ide dasar teori ini adalah sebuah organ tunggal bertanggung jawab terhadap proses menua organisme secara keseluruhan. Diusulkan bahwa sistem imun atau saraf sentral mungkin memainkan peran penting.

PROSES MENUA BIOLOGIS

Proses Menua Organisme

PERUBAHAN BERBAGAI ORGAN AKIBAT PROSES MENUA NORMAL Perubahan yang berhubungan dengan proses menua normal sebagian besar merupakan akibat kehilangan atau penurunan secara bertahap. Kehilangan tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak awal usia muda, tetapi padfa sebagian besar system organ, kehilangan tersebut baru bermakna secara fungsional setelah terjadi kehilangan yang besar. Perubahan fungsi kardiovaskular juga berkaitan dengan meningkatnya usia. Respons terhadap latihan jasmani berubah bersamaan dengan usia, meliputi denyut jantung yang menurun, volume ventrikel kiri akhir sistolik menigkat, dan berkurangnya ejection fraction ventrikel kiri. Presbiesofagus adalah berkurangnya

motilitas esophagus akibat proses menua yang menyebabkan menurunya peristaltic usus. Namun, gangguan motilitas yang berat hanya terdapat pada pross yang patologis. IMPLIKASI KLINIS PROSES MENUA Berbagai perubahan fisiologis terkait usia tentu memberikan implikasi klinis yang penting untuk dipahami. Adanya variasi antara individu merupakan gambaran penting proses menua yang perlu mendapat perhatian secara menua yang perlu mendapat perhatian secara seksana. Akibatnya, pendekatan algoritma, teknik triase, dan strategi pemeriksaan diagnostic tidak mungkin ditentukan hanya berdasarkan usia semata. Implikasi kedua proses menua adalah bahwa system biologi sangat sedikit dipengaruhi oleh usia semata, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh gaya hidup seperti meokok, aktivitas fisis, asupan nutrisi, dan kondisi ekonomi. Melalui pengkajian yang holistic akan dapat ditetapkan berbagai factor predisposisi dan factor pencetus, serta hendaya yang dapat merupakan masalah utama atau pemberatan yang harus segera diselesaikan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan fatal pada pasien usia lanjut. Dalam pengelolaan pasien geriatric, perlu diingat bahwa kemampuan individu usila untuk befungsi tergantung pada kombinasi karakteristik usila ( misalnya motivasi, toleransi terhadap nyeri ) dan tempat di mana usila diharapkan berfungsi. Tidak kalah pentingnya adalah berbagai upaya pencegahan seperti gaya hidup yang baik dan benar, nutrisi yang baik dan seimbang, tidak merokok, lingkungan yang sehat, yang seyogyanya sudah dimulai sendiri mungkin sebelum seseorang memasuki usia lanjut, bahkan sejak kanan – kanan agar proses menua dapat berlangsung dengan normal. Bila kondisi tersebut dimungkinkan dapat diharapkan seseorang dapat menjalani masa tuanya dengan kualitas hidup yang lebih baik. ( Ilmu Penyakit Dalam UI )

PSIKOMATIS SALURAN PERNAPASAN KELAINAN DIFUSI Sebab-sebab berkurangnya kapasitas difusi 1. Blok kapiler-alveolus: - Edema paru - Fibrosis paru - Lesi infiltrtaif misalnya sarkoidosis 2. Berkkurangnya daerah tempat berdifusi

- Emfisema - Emboli paru multipel

Daya penyesuaian paru Merupakan ukuran terhadap elastisitas paru. Daya penyesuaian paru menjadi berkurang bila paru-paru menjadi kaku abnormal karena kongesti vena paru atau terdapatnya lesi infiltratif atau fibrotik pada paru. ANALISA GAS DARAH Nilai-nilanya mesti disesuaikan dengan nilai normal yang diharapkan pada masingmasing subjek misalnya pada bayi, orang tua, wanita hamil. Hipoksia, adalah defisiensi oksigen pada suatu tempat tertentu. Hipoksemia adalah defisiensi oksigen dalam darah. Sebab-sebab hipoksemia 1. Kelainan paru-jantung - Hipoventilasi - Rasio ventilasi/perfusi abnormal - Gangguan difusi - Shunt vena ke arteri 2. Berkurangnya pO2 dalam darah udara yang diinspirasikan misalnya pada tempat yang tinggi. 3. Berkurangnya hemoglobin aktif misalnya pada keracunan gas arang batu. Dispnea adalah kesadran seseorang akan perlunya pertambahan usasaha untk bernafas. Hipoventilasi adalah berkurangnya ventilasi paru menyebabkan hiperkapnia. Pernapasan kussamaul (lapar akan udara): Terjadi pada asidosis (uremia, diabetes militus) karena rangsangan terhadap pusat pernapasan. DEFISIENSI-EFISIENSI PADA PENYAKIT PARU YANG SERING DIJUMPAI Bronkhitis kronis simpleks Pertambahan volume sekresi bronkial yang bersifat seperti lendir secara kronis atau berulang dan cukup unutk menyebabkan ekspektorasi.

Bronkitis kronis obstriktif Bronkitis yang disertai penyempitan ang luas dan menetap dari saluran napasintrapulmonar, paling tidak pada saat ekspirasi, yang menyebabkan bertambahnya hambatan terhadap alian udara. Asma Ditandai oleh berbagai tingkat dispnea, sering mendadak, disebabkan oleh penyempitan yang luas dari bronkiolus. Emfisema Ditandai oleh membesarnya rongga udara distal dari bronkiolus terminal, dengan destruksi dinding alveoli.

SALESMA AKUT (THE COMMON COLD = ACUTE CORYZA) Infeksi virus akut oleh salah satu dari 30 rhinovirus yang berbeda maupun leh banyak tipe dari adenovirus. Karena itu imunitas sulit diperoleh karena besarnya varian organisme. Selain dari itu, virus-virus juga berubah status antigenitasnya sewaktu menular kepada penjamu (host) lain. Ditandai oleh: Pembengkakan mukosa hidung dan nasofarings Demam Sakit kepala Bersin-bersin

Pengeluaran ingus dan hiddung tersumabat Batuk Malaise Mata merah dan berair Infeksi bakteri sekunder terjadi setelah beberapa hari, merubah sekret yang tadinya bening menjadi muko-purulen. Komplikasi yang sering terjadi adalah laringitis, trakeobronkitis dan otitis media. Pengobatan Tirah baring, minum-minuman hangat, antiseptik-analgesik (misalnya aspirin), dapat meringankan. Antihistamin denagn pseodoefedrin (misalnya Aktifed) ntuk meringankan sekresi hidng kadang-kadang berguna. SINUSITIS AKUT Sering merupakan kelanjutan dari selesma. Disebabkan karena infeksi lapisan mukosa dari sinus paranasal. Sekresi muko-purulen yang kental memenuhi rongga-rongga itu yang memang tidak memiliki saluran yang baik. Timbul rasa nyeri pada sinus yang terkena dan demam yang tidak begitu tinggi. Pada sinusitis maklsilaris, gigi molar maksilaris mungik mensderitaa periodontitis. Pengobatan Antibiotik, untuk membrantas infeksi sekundr. Antipiretik-analgesik, sedotan hidung yang mengandung obat, dan tetes hidung yang mengandung efedrin untuk mengkerutkan selaput lendir yang bengakak dan untuk mempermudah pembuangan lendir dari sinus. Kadang-kadang diperlukan tindakan bedah. SINUSITIS KRONIS Biasanya didahului oleh sinusitis akut. Terrdapat pengeluaran lendir yang muko-purulen terus menerus ke dalam hidung atau nasofarings (post-nasal drip) dan sering disertai sakit kepala. Pengobatan

Antibiotik efedrin tetes hidng dan mugkin, tindakan operatif untuk mempermudah pengeluaran sekret dari sinus-sinus. DEMAM SERBUK SARI (Hay Fever = Rinitis Alergik) Respon peradangan yang bersifat alergik pada mukosa hidng. Biasanya yang menjadi antigen adalah serbuk-serbuk sari rumput, bunga-bungaan atau dari pohin-pohonan. Jadi kejadian penyakit akan lebih tinggi pada musim semi dan pada awal musim panas. Pengobatan Antihistamin per oral atau sodium cromoglycate yang dihisap. Program desensitisasi denagn suntikan-suntikan intra-dermal dari ekstrak serbuk sari kadang-kadang bermanfaat pada kasus-kasus tertentu. TONSILITIS Infeksi pada tonsil (kumpulan jaringan limfoid yang dilapisi epitel dalam tenggorokan). Terdapat demam yang bervariasi, sakit tenggorokan dengan rasa nyeri pada waktu menelan, mungkin sakit kepala dan muntah, terutama pada anak-anak. Tonsil membesar dengan eksudat seperi krim dan kelenjar getas\h bening leher anterior membesarf. Sering disbabkanoleh virus. Penyebab infeksi bakteri yang penting adlah oleh streptokok beta-hemolitik grup A dari Lancefield, yang juga dapat menyebabkan skarlatina (scarlet fever), glomerulonefritis akut dan demam rematik. Diagnosis dibuat dengan biakan dan tes kepekaan anti biotik dari bakteri yang diperoleh dari sediaan apus tenggorokan. Pengobatan Untuk infeksi oleh sterptokok beta-hemolitik, suntikan intra muskular penisilin digunakann untuk sredikasi organisme dan untuk mencegah komplikasi-komplikasi seperti nefritis dan demam rematik. Tirah baring, obat kumur-kumur, dan antipiretik analgesik dapat meringankan rasa sakit. SAKIT TENGGOROKAN (Sore Throat)

Ini adalah gejal umum dari infeksi saluran napas bagian atas. Penyakit-penyakit khusus yang penting adalah: 1. tonsilitis virus atau streptokok 2. Demam kelnjar (Glandular fever = Mononukleosis infektil) Penyakit virus ini ditandai oleh demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit tenggorokan dan limfadenopati yang nyata. Terdapat sel-sel darah putih yang abnormal yang khas pada sediaan apus darah. Fase akut berlangsung selama 2-3 minggu tetapi mungkin masa penyembuhannya agak lama. Pembesaran hati dengan ikterus dapat terjadi, demikian pula pembesaran limpa dan ruam kulit. Penyakit ini dapat memberikan reaksi serologi WR positip palsu. 3. Diskrasia darah Terdapat gangguan fungsi atau kekurangan jumlah sel-sel darah putih yang menyebabkan terjadinya infeksi dimana-mana. Tenggorokan sering menjadi sasaran pertama seperi misalnya pada lekemia akut, anemia aplastik, dan agranulositosis. 4. Angina Vincent Suatu bentuk yang jarang dari faringitis ulserartif yang disebabkan oleh Borellia vincent dan Bacillus fusiformis yang terdapat diintifikasi dari sedian apus tenggorokan yang diwarnai. Tetapi yang efektif adlah dengan metronidazole per oral. Bila terjadi obstruksi jalan napas, perlu perawatan segera dirumah sakit.

5. Difteria Tenggorokan dan tonsil terinfeksi oleh Corynebacterium diptheriae, yang dapat diidentifikasi dari sediaan apus tenggorok yang diwarnai. Terdapat selaput kelabu yang lengket, menutupi tonsil (membran difterik). Jika menngenai laring, dapat terjadi kematian akibat tercekik. Penyakit yang serius ini sekarang jarang terlihat di inggris oleh karena adanya program imunisasi.

LARINGITIS Laringitis akut sering menyertai infeksi saluran napas bagian atas termasuk selsma. Batuk kering yang terasa nyeri dengan suara parau dan hilangnya suara. Laringitis kronik: Infeksi kronik pada laring misalnya oleh tuberkulosis atau sifilis jarang terjadi. Penyebab suara yang serak adalah karisnoma laring atau kelumpuhan pita suara. Untuk menegakan diagnosism, diperlukan pemriksaan dengan laringoskop. Pengobatan Mengistirahtkan pita suara dan dengan pemberian obat antinyeri biasanya telah mencukupi. Pada infeksi bakteri, antibiotik yang tepat harus diberikan. OBSTRUKSI LARING Lebih sering pada anak-anak karean laringnya sempit. 1. Inhalasi benda asing misalnya gigi, permen,. 2. Spasme laring—karena adanya iritasi dari misalnya gas yang bersifat merangsang. Beberapa obat cenderung dapat menyebabkan spasme laring misalnya eter atau golongan barbiturat yang disuntikan intra vena. 3. edema—baik ole3h peradangan atau alergi (angio edema). 4. Difteria Pengobatan Mengeluarkan benda asing. Tindakan segera mungkin dibutuhkan untuk melancarkan jalan napas di sebelah bawah tempat terjadinya obstruksi (trakeostomi). Untuk spasme laring, berikan oksigen dan jika mungkin menghilangkan penyebabnya. Pada peradangan, hilangkan edeam dengan steroid dan terapi antibiotik jika perlu. PENYAKIT-PENYAKIT PADA BRONKUS

BATUK Gejala yang umum terapat pada penyakit bronkus dan trakea. Sifat-sifat dan kwalitas dahak yang dihasilkan, berguna untuk menegakan diagnosis. Batuk kering Mungkin karean gelisah atau kebanyakan m,erokok. Juga terdapat pada radang paru atau tuberkulosis dini, bronkitis akut karena virus, misalnya influenza atau salesma. Batuk produktif Mungkin menunjukan adanya infeksi. Terdapat campuran berbagai lendir dan nanah. Hal ini merupakan tanda bronkitis kronik atau fase akhir dari bronkitis akut. Bronkiektasis sering menghasilkan sputum muko-purulen yang berbau. Pada semua keadaan radang ini, pembuluh-pembuluh darah dapat menjadi rusak dan pada dahak akan ada bercak-bercak darah,(hemoptisis) . Penyakit jantung pada sebelah kiri (misalnya stenisis mitral dan gagal jantung) sering pula menyebabkan batuk. Edema paru disebabkan oleh karena gagal jantung kiri, dihubungkan dengan banyak sputum berbusa dan berwarna merah jambu oleh adanya darah. Bronkitis akut Merupakan penyakit yang umum dan dapat menyerang segala umur. Sering setelah influenza, selesma, campak atau batuk rejan. Batuk mula-mula kering dan tidak produktif.lama kelamaan batuk menjadi produktif disertai dengan sputum muko-purulen berwarna kuning. Obstruksi bronkus yang terjadi menyebabkan suara napas seperti bunyi siulan. Ronki kering atau basah dapat terdengar denagn stetoskop. Pada orang tua atau lemah, dapat berkembanng menjadi bronkopneumonia. Hal ini dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan selanjutnya kegagalan jantung kanan.

Pengobatan Tirah baring, obat yang mengandung kodein untuk mengatasi batuk-batuk dan antibiotik seperti trimetoprim—sulfametoksazol untuk membrantas infeksi bakteri sekunder. Bronkitis Kronik

Disebabkan oleh merokok, polusi udara, dan hawa yang dingin serta lembab. Biasanya yang terkena adalah orang pada usia pertengahan atau orang-orang tua. Terdapat gejala batuk, dan cepat lelah dengan dispne (sesak napas). Sering terjadi eksaserbasi akut. Dahak mungkin bersifat mukoid pada tahap kronik tetapi pada fase akut disertai nanah. Jelas terdapat 'wheezing' yang disebabakan oleh obstruksi bronkus dan spasme bronkus (asma). Ronki kering dan ronki basah terdengar dengan stetoskop. Bronkopneumonia dan penyakit jantung-paru merupakan komplikasi-komplikasi yang paling sering terjadi. Pengobatan Ekspektoan ntuk menghilangkan sekret yang kentalo, disertai dengan bronkodilator (misalnya aminofilin) per oral atau melalui inhalasi untuk menghilangkan spasme bronkus. Sputum yang purulen merupakan indikasi untuk pemberian antibiotik (misalanya ampisilin atau amoksisilin). Fisioterapi untuk mempermudah pengeluaran sekret dapat membantu. Penyakit kronik dan sepsis pada rongga mulut harus dihilangkan. Asma Asma ditandai oleh serangan-serangan sesak napas (dispne) hebat yang disertai 'wheezing'. Spasme dari bronkus menyebabkan ekspirasi menyebabkan ekspirasi sukar tetapi inspirasi realtif tidak berpengaruh. Jadi paru-paru penuh denagn udara, dan menyebabkan dada berbentuk seperti tong (barel-shaped). Usaha sekuat-kuatnya yang dilakukaan pasien untuk mengosongkan paru-paru, membuat pasien menjadi lelah. Serangan-serangan timbul secara mendadak dan dapat berlangsung selama 1jam atau lebih. Diantaa waktu serangan pasien mungkin merasa sehat, tetapi bila penyakitnya tealh lama mungkin terjadi infeksi atau emfisema. Penyakit ini sering telah mulai sejak masa anak-anak. Faktor-faktor yang mungkin amat mempengaruhi: 1. Infeksi cabang-cabang bronkus 2. Alergi terhadap debu, serbuk sari atau bulu binatang dapat merupakan faktor pencetus pada orang-orang yang peka. Suntikan desensitisasi mungkin ada gunanya.

3. Faktor psikologik seperti ansietas atau sters. Serangan-serangan yang hebat dan berlangsung lama (satatus asmatikus) dapat menyebabkan sianosis. Mungkin terjadi penurunan kesadaran bahkan kematian. Serangan- serangan akut semacam itu diobati denagn steroid atua bronkodilator intra vena, seperti aminofilin. EMPISEMA Disini paru-paru kehilangan elastisitasnya akiabt infeksi yang berulang dan terjadinya jaringan fibrotik dari epitel paru yang mengalami kerusakan. Dinding alveoli memcah dan membentuk rongga udara yang lebar. Sering kali dihubungkan dengan bronkitis kronis dan asma.akibat dari fibrosis dan hilangnya epitel alveoli, maka masuknya oksigen dari paru-paru kepembuluh darah paru, terganggu. Jadi terdapat pengurangan kapasitas paru dari pasien disertai dengan sesak napas. Bronkopneumonia sering terjadi pada paru-paru yang rusak seperti itu. Pengbatan Fisioterapi untuk memperbaiki ventilasi paru-paru dan mengeluarkan benda-benda mukoid. Infeksi saluran napas akut memerlukan pengobatan denagn antibiotik. sering menjadi progresif dan rentan terhadap pengobatan. Penyebab emfisema Setempat 1. Kongenital 2. sebagai kompensasi akibat adanya paru, jaringan parut atau reseksi paru 3. oklusi bronkus sebagian: - benda asing - neolasma - limfadenopati peribronkial menyeluruh

Emfisema

1. idiopatik ('primer') 2. sekunder dari bronkitis kronik---- asma kronik atau pneomokoniosis 3. senil (fisiologis) 4. jarang-jarang bersifat fanilial (kadang-kadang disebabkan oleh defisiensi anti-tripsin). SUMBATAN PADA BRONKUS Dapat terjadi melalui salah satu dari 3 kemungkinan (seperti pada saluran obstruksi pada oragan berongga): 1. Sumbatan pada lumen Dapat karena terhirupnya benda asing misalnya gigi, permen, atua darah. Makanan atau muntahan dapat terhirup oleh pasien yang tidak sadar. Benda asing seperti gigi biasanya tersangkut pada bronkus sebelah kanan karena bronkus kanan lebih vertiakl posisinya dibanding dengan yang kiri. 2. Pembengkakan dinding bronkus Penyebab paling sering adalah kerisnoma bronkus 3. Lesi desak ruang (space accupying lesion) diluar bronkus misalnya pembesaran kelanjar getah bening atau aneurisma aorta. Komplikasi sumabtan pada bronkus 1. kolaps sebagian paru Udara pada bagian distal dari obstruksi diabsorpsi ke dalam darah, dan bagian paru itu tidak terisi udara kembali pada waktu bernapas. Jiak bagian tersebut cukup besar, maka akan terjadi dispne dan sianosis. Jika kecil, mingkin tanpa gejala. 2. Infeksi mungkin timbul pada bagian paru yang tidak mendapat ventilasi 3. Pembentuakan abses dapat terjadi setelah terjadinya infeksi, karena tidak memungkinkan drainase. 4. Bronkietasis terjadi sebagai akibat campuran dari obstruksi dengan infeksi yang menyebabkan bronkus kecil yang menjadi lemah, berdilatasi membentuk tonjolan seperi kantung. Pengobatan

Menghilangkan obstruksi dengan pembedahan. Terapi dengan antibiotik diberikan dan apabila ada abses diperlukan drainase dengan tindakan bedah. BRONKIEKTASIS Dilatasi bronkus, biasnya disertai dengan pernanahan bronkus yang terjadi berulang-ulang. Patogenesis Tarikan yang kuat kearah luar terhadap bronkus dan melemahnya dinding bronkus karena peradangan, merupakan sebab yang terpenting. Penyebab 1. Infeksi -Bronkiolitis pada bayi -Campak atau batuk rejan pada anak-anak -Setelah kolaps bronko-pneumonik pada orang dewasa -Sering terjadi pada TB post-primer, tetapi di apeks, karena itu infeksi sekunder jarang terjadi. 2. Stenosis atau okulasi bronkus -Adenoma atau karisnoma -Benda asing atua serangan asma -Limfadenopati 3. Aspergilosis 4. Mukovisidosis 5. Bawaan 6. Banyak kasus yang idiopatik

Gambaran klinik 1. Gejala kalsik—batuk dengan banyak sputum yang purulen, terutama pada perubahan posisi.

2. Tanda kalisk—krepitasi kasar setempat yang menetap. 3. Mungkin asimotomatik 4. Malaise, demam intermiten, halitosis 5. Kehilangna berat badan atua k egagalan pertumbuhan. 6. Dispne, sianosis atua 'clubbing' 7. Batuk darah (bronkiektasis kering') 8. Tanda-tanda kolaps atau fibrosis 9. Sering terjdi bersamaan dengan sinusitis. Komplikasi 1. Radang par-paru yang terjadi berulang-ulang sete;ah infeksi saluran napas bagian atas. 2. Radang selaput paru (pleuritis) kering yang timbul berulang 3. Batuk darah berat 4. Abses paru, empiema atua abses otak 5. Kor pulmonale 6. Amiloidosis RADANG PARU-PARU (PNEUMONIA) Klasifikasi anatomik 1. Lobar (lobus) Disebabkan oleh organisme virulen seperti pneumokokus epidemik (misalnya tipe 3) stafilokokus aureus atau friedlander (klebsiela) 2. Segmental (pneumonia aspirasi benigna) Disebabkan oleh organisme bervirulensi rendah. Sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas.

3. Lobullar ('bronkopneumonia' jika nilateral)

Terjadi pada bayi-bayi dan orang-orang tua atau penderita yang lemah. Disebakan oeh Haemophilus influenzae, 'carrier' pneumokok, sterptokok, TBC. Klasifikasi etiologik 1. infeksi 2. alergi 3. zat kimia 4. agen fisik Dalam mencari penyebab radang paru-paru, harus diingat kemungkinan akan: 1. Adanya penyakit paru-paru sebelumnya misalnya karsinoma bronkus, bronkiekatsis 2. Radang paru karena inhalasi 3. Adanya penyakit sistemik yang merupakan predisposisi seperti diabetes, sirosis atau agranulositosis 4. Benda asing yang tak tampak pada sinar tembus (isalnya kacang) Tanda-tanda obstruksi disfus saluran napas dan distensi paru 1. Inspeksi -Bertambahnya diameter AP dada -Pencekungan fosa supra-kalvikular selama inspirasi -Vena jugularis terisi selama ekspirasi 2. Palpasi -Terpakainya otot-otot tambahan (selama bernapas) -Waktu inspirasi trakea menurun -Gerakan paradoks dari tepi tulang iga 3. Perkusi Keredupan jantung dan hati berkuang 4. Auskultasi

Berkurangnya suara napas dan waktu ekspirasi paksa melebihi 4 detik TUBERKULOSIS Bakteriologi Disebabkan olehorganisme berbentuk batang, Mycobacterium tuberkulisis. Bakteri itu dapat idup untuk jangka waktu yang lama dalam keadaan kering karena memiliki sarung sperti lilin. Patologi Kontak pertama ddengan kuman ini menyebabkan reaksi radang—folikel tuberkular. Ini terdiri dari kuman sel-sel retikulo-endotelial yang diinfiltrasi dengan sel-sel raksasa dan dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis (perkijuan) terjadi pada pusat folikel. Penyatuan daari folikel-folikel seperti benjolan kecil, yang merupakan gambaran khas tuberkel, dari mana nam apenyakit ini di ambil. TUBERKULOSIS PRIMER Ini adalah reaksi yang terlihat pada seseorang yang sebelumnya tidak pernah kontak dengan kuman itu. Di paru-paru, bentuk lesi primer terdapat tepat dibawah pleura. Penyebaran limfatik membuat kelenjar getah bening regional terkena dan menyebabkan perkijuan. Lesi asal tetap tidak tampak. Lesi primer yang diusus, akan menyebabkan hal yang sama pada kelenjar getah bening regionalnya, yang akan mengalami perkijuan.. Gambaran klinik Seringkali tidak berarti walau mungkin terjadi gejala seperti 'flu' atau menurunnya berat badan. Juga, TBC primer tidak tampak pada foto sinar tembus abdomen kecuali jika telah terjadi perkapuran. Efusi pleura mungkin telah terjadi, dan pada anak-anak sering terdapat pembesaran yang cukup menyolok dari kelenjar getah bening mediastium yang dapat menyebabkan obstruksi bronkus.

Nasib dari lesi primer 1.

Sembuh, melalui proses fibrosis dan perkapuran. Di paru fokus Ghon ini (suatu parut dalam lapangan paru, tepat di bawah pleura) dapat dilihat pada foto sinar tembus. Ini adalah paling sering terjadi.

2. Terjadi bronkopneumonia tuberkulosa, jika suatu folikel memecah masuk ke dalam suatu bronkus, dan menyebabkan infeksi pada bagian lain dari paru. Timbul demam, keluar banyak keringat dan batuk. Sebelum ada onat antituberkulosis yang efektif, keadaan ini biasnya fatal. Dahaknya menyevbarluaskan penyakit. 3. Terjadi tuberkulosis miliar yang disebabkan oleh isi sebuah folikel masuk kedalam pembuluh darah. Dengan demikian kuman menyebar keseluruh tubuh. Timbul turbekel- turbekel kecil yang multipel, menyerupai biji jawawut. Jika mengenai otak, terjadilah miningitis tuberkulosis. Dahulu tuberkulosis miliar juga fatal. 4. Menjadi tuberkulosis soliter yang juga karena penyebarluasan oleh darah, tetapi hanya sedikit kuman yang terlibat. Terjadi lesi soliter yang jauh letaknya dan pembedahn merupakan satu-satunya pengobatan. Misalnya tuberkulosis tulang atua tuberkulosis ginjal. TUBERKULOSIS PASCA PRIMER Setelah pernah terinfeksi sekali, kontak berikutnya dengan tuberkulosis, menyebabkan reaksi yang berbeda yang disebabkan karena reaksi alergi maupaun reaksi imun. Alergi terhadap protein yang terdapat didalam sarungkukan, berkembang kira-kira 6 minggu setelah infeksi primer. Infeksi dikemudian hari dengan tuberkulosis atau pada pecahnya suatu lesi primer yang telah menyembuh (misalnya setelah suatu pengobatan jangka lama dengan steroid) akan menghasilkan suatu lesi yang berbeda. Gambaran klinik Bertambahnya frekuensi denyet nadi, kehilangan berat badan dan demam (sering pasien berkringat pada malam hari). Kemudaian timbul batuk-batuk dan sesak napas. Foto sinar tembus

dada memperlihatkan bayangan pada apeks paru yang disebabkan adanya kavitasi. Jika kavitasi merusak pembuluh darah, maka timbulah batuk darah. Nasib dari lesi pasca primer 1. Dapat sembuh. 2. Dapat menyebar secara lokal dengan menimbulkan kavitasi dan pengkijuan 3. Jarang-jaang dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan tuberkulosis miliar. Pengobatan Ada kemoterapi ang efektif, tetapi yang menjadi masalah adalah bila pasien merasa gagal minum obat. Obat-obat yang berguna adalah PAS (para-amino-salicylic acid), isoniazid (isonoacotinic acid hydrazide), rifampicin, etambutol dan ethionamide. Sebab-sebab kolapsnya paru 1. Kolaps absorpsi (disebabkan obstruksi bronkial komplit) -Intraluminal, misalnya karena benda asing, mukus atau bekuan darah -Mural, misalnya karisnoma bronkial atau adenoma -Ekstamural, misalnya karena limfadenopati peribronkial atau aneurisma aorta 2. Pneumatoraks atau efusi pleura. Sebab-sebab efusi pleura A. Transudat (cairan yang mengandung protein kurang dari 2g/100ml): 1. gagal jantung 2. sindroma nefrotik 3. kegagalan fungsi hati B Eksudat (kadar protein lebih dari 2g/100ml): 1. Radang paru-paru 2. Kegansan (karisnoma bronkial, karisnoma sekunder atau Hodgkin) 3. Tuberkulosis

4. Infrak paru-paru 5. Penyakit kolagen-vaskular (terutama SLE) 6. Abses subdiafragma Sebab-sebab pneumotoraks 1. Trauma 2. Iatrogenik misalnya karena torakosentesis atau pembedahan 3. Spontan (bulla subpleura, Emifisema, Asma, Tuberkulosis, Abses paruparu, Pneumokoniosis) Sebab-sebab edema paru akut 1. Gagal jantung kiri: Artial, misalnya karena stenosis katup mitral. Ventrikular, misalnya karena hipertensi atau infrak miokardium. 2. Cairan intra vena yang berlebih (overload) 3. Inhalasi gas yang bersifat iritan misalnya klorin 4. Radang paru-paru karena virus atua bakteri yang ganas 5. Emboli lemak. Sebab-sebab yang paling banyak dari batuk darah Singkirkan kemungkinan hemp[otisis (perdarahan hidng dan sebagainya) Pernapasan 1. Karisnoma bronkus 2. Tuiberkulosis paru 3. Bronkitis 4. Bronkitiektasis 5. Abses paru-paru Kardiovaskular 1. Infark paru-paru

2. Stenosis katup mitral 3. Kegagalan ventrikel kiri akut

Yang lebih jarang 1. Radang paru-paru, terutama karena pneumokok 2. Penyakit kolagen-vaskular, terutama poliarrteritis nodosa 3. Hemosiderosis paru idiopatik FIBROSIS PARU-PARU Disebabkan oleh infeksi kronik yang telah berlangsung lama atau karena inhalasi debudebu tertentu. Infeksi kronik menyebabkan fibrosis, yang apabilacukup luas, dapat menggantikan sebagian besar jaringan paru normal. Seringkali berhubungan dengan bronkiektasis. Akibatnya, fibrosis itu menyebabkan paru-paru, mediastinum, bahkan dinding dada dapat mengalami distorsi. Inhalasi debu dapat menyebabkan peradangan kronik dan fibrosis. Debu terpenting adalah silika, yang menyebabkan silikosis. Tukang batu dan mereka yang menggunakan gerinda, paling sering terkena, juga penambang batu bara terutama yang mengandung antrasit. Pekerjaan absestos mempunyai resiko tambahan terhadap sejenis karisnoma (mesotelioma). Gambaran klinik Sesak napas dan sianosis yang makin lama makin bertambah hebat. Ada kecenderungan untuk sering terkena infeksi saluran napas. Pengobatan Pengobatan terhadap keadaan yang telah tejadi, sulit. Yang penting adalah tindakan pencegahan. Apabila diperlukan beri antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder. TUMOR-TUMOR PARU GANAS 1. Primer Karisinoma bronkus

Salah satu bentuk kanker yang paling sering. Lebih sering mengenai laki-laki walaupun insiden pada wanita kini makin bertambah. Insiden terbanyak adalah pada kelompok umur 5060 tahun. Lebih sering lagi pada perokok. Perubahanmaligna pada sel-sel epitel bronkus menimbulkan tumor yang berdiferensiasi rendah. Bronkus biasnya tersumabt dan bagian paru distal dari tempat obstruksi menjadi kolaps. Gambaran klinis Bentuk yang menetap dan sesak napas yang makin bertambah. Bila terjadi ada sebagian paru yang kolaps, mungkin dapat menyebabkan infeksi, dan timbul rasa nyeri yang berasal dari pleura (menusuk) disertai radang dari paru kolaps. Keadaan ini tidak akan pernah sembuhsempurna kembali. Bentuk darah adalah gejala yang penting yang disebabkan oleh terjadinya perdarahan dari permukaan tumor yang luka. Metastasis sekunder mungkin merupakan tanda pertama yang dijumpai, dan mengenai tulang-tulang (termasuk mandibula), hati, kelenjar getah bening, otak atau dimana saja. Pengobatan Adalah dengan jalan pembedahan, kemoterapi dan radioterapi, tetapi umumnya prognosisnya buruk. 2. Tumor-tumor paru maligna sekunder Mungkin berasal dari jaringan epitel (karisnoma) atau jaringan ikat (sarkoma). Keadaan ini tidak jarang terdapat diparu dan biasnya lokasi primernya adalah di buah dada, ginjal, kelenjar tiroid, ataudi paru sendiri. Sarkoma, terutama dari tulang, paling sering bermetastasis ke paruparu. Metastasis-metastasis itu membentuk deposit-seposit yang dengan sinar tembus terlihat berbentuk seperti 'cannonball'. Pengobatan Pembedahan yang bersifat paliatif. Juga denagn kemoterapi dan radioterapi.

SINDROM VENA KAVA SUPERIOR Suatu tumor yang besar di mediastinum yang dapat menekan vena cava superior. Bendungan yang terjadi, dapat dilihat sebagai pelebaran vena di leher, sianosis dan edema pada separuh bagian atas tubuh. Vena-vena supervisial pada dinding dada melebar dan dapat terlihat jelas, karena mereka membentuk sirkulasi kolateral untuk mengatasi obstruksi pada vena cava. Masa desak ruang lainnya dalam dada dapat pula menyebabkan obstruksi vena kava, seperti misalnya pada pembesaran kelnjar getah bening pada penyakit Hodgkin. Terapi oksigen Pada hipoksia menahun yang disebabkan oleh hipoventilasi (misalnya bronkitis kronik, asma), pCO2 arteri meningkat dan bila mengobati dalam keadaan ini dengan oksigen dengan konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan pusat pernapasan kehilangan kepekaan terhadap keadaan anoksia, dan akan menyebabkan narkosis dengan CO2. Oleh karena itu haruslah digunakan oksigen yang berkadar rendah dengan 'mask'misalnya Venti-mask atau Edinburgh mask, disertai dengan analisis gas darah yang dilakukan berkali-kali (secara seri). Pada hipoksia karena gangguan pertukaran gas (misalnya pada radang paru-paru atau edema paru), diperlukan topeng (mask) dengan oksigen berkadar tinggi seperti misalnya Polymask. *ALGORITME ACLS* Bagan 9-1. Algoritme ACLS VF, VT tanpa pulpus, PEA dan asistolik VT ATAU TANPA PULSE AKTIVITAS ELEKTRIS ASISTOLIK TANPA PULSE ABC dan RJP hingga tersedia RJP, intubasi, akses IV Termasuk: EMD, irama defibrilator Idioventriular dan Konfirmasi pada lebih bradiasistolik Defribrilasi sampai 3 kali dari 1 lead (200J,330J,360J) periksa irama RJP, intibasi, Akses IV dan tanda vital setiap selesai Pikiran penyabab – dilakukan defrilasi penyebab yang Pikiran penyebab – revesible: penyebab yang revesible: RJP, intubasi, akses IV Hipoksia, hiperkalemia, Hipovolemia, Hipoksia, hipokalemia, asidosis, tamponade, tension

Epinefrin 1 mg IV setiap 3-5 menit Defibrilasi 360 J dalam 30-60 detik Obat lini kedua lihat di bawah Defibrilasi 360J dalam 30-60 detik Pola seharusnya drug-shock, drug-schock

Pneumotoraks, MI masif, PE, hiperkalemia, asidosis, overdosis obat, hiporemia Epinefrin 1 mg IV Setiap 3-5 menit pertimbangkan dosis yang lebih tinggi pada protokol VF/VT lini kedua Atropin 1 mg IV Setiap 35 menit untuk bradikardi hingga mencapai dosis totalnya 0,04 mg/kg

overdosis obat, hipotermia Pertimbangkan pacu Transkutaneus segera Epinefrin 1 mg IV Setiap 3-5 menit untuk pertimbangkan dosis yang lebih tinggi pada protokol VF/VT lini kedua Atropin 1 mg Setiap 35 menit untuk bradikardi hingga mencapai dosis totalnya 0,04 mg/kg

OBAT LINI KEDUA VF/VT TANPA PULSE Urutan Standar: Lidokain 10-15mg/kg (dosis rata – rata 100 mg), ulangi dalam 3-5 menit Bretilium 5 mg/kg (dosis rata – rata 300-350 mg), ulangi dalam 5 menit dengan 10mg/kg (dosis rata – rata 700 mg) Magnesium sulfat 1-2 gram IV Prokainamid 30 mg/menit dengan dosis total 17mg/kg (dosis rata – rata 1 gram) Pada MI akut pertimbangkan pula: Amiodaron 150 mg IV sekitar 10 menit Pilihan tambahan epinefrin: Dosis Epinefrin pada intyermediat (2-5 mg), meningkat (1 mg, 3mg,5mg) atau tinggi (0,1 mg/kg) NATRIUM BIKARBONAT Dosis: NahCo3 1 mg/kg Indikasi: Asidosis yang responsive-bikarbonat, overdosis TCA, alkalinisasi urine, waktu henti yang panjang PENATALAKSANAAN YPENYEBAB YANG REVESIBEL Hipovolemi: infuse volume MI massif: terapi reperfusi, IABP Hipoksia: Ventilasi PE masif: trombolisis Tamponade:Perikardiosentesis Hiperkalime:NAHCO3, kalsium,insulin Tension pneumotoraks: dekompresi Asidosis: NAHCO3 jarum (diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association.

Bagan 9-2. Algoritme Takikardia ACLS

TAKIKARDI

ABC akses IV, oksigen, tanda vital, EKG 12 lead, H&P,CXR Tidak stabil dengan BP rendah, neri dada, AMI dispnua, CHF atau perubahan pada setatus mental? -ya Takikardi Sinus tersingkirkan Kardioversi (lihat dibawah) jaringan diperlukan selama HR 150 Tidak atau borderline

Diotiazem Penyakit Beta hingga (beta-blockers) Vrapamil Digoksin Prokainamid

Lidokain 1-1,5mg/kg lidokain 1-1,5 mg/kg ulangi0,5-0,75mg/kg ulangi 0,5-0,75 mg/kg setiap 5-10menit

Maneuver Vegal

Adenosin setiap 5-10 menit hingga dosis maksimum 6mg,12mg,12mg dosis maksimum 3mg/kg 3mg/kg pemberian IV secara cepat adenosin Kuinidin 6mg,12mg,12mg Antikoagulan pemberian

IV secara cepat Kompleks PQR melebar? menyempit

melabar prokkan

amid tekanan darah mg/mnt rendah atau tak setabil? maksimal tidak verapamil 2,5-5,0 mg IV Ulangi5-10mg IV Dalam 15-30 menit

ya

lidokain 1-1,5mg/kg

20-30 Dosis beban

prokalnamid 20-30mg/menit dosis beban maksimal 17mg/kg

17 mg/kg Bretilium 5-10 mg/kg sekitar 8-10 mg/menit dosis maksimal 30 mg/kg/hari

digoksin penyekat beta (beta-blockers) diltiazem

KARDIOVERSI TERSINKONISASI Apabila pasien terbangun dari waktu mengizinkan, berikan sedasi AF: 100,200,300,360 J AFL: 50,100,200,300,360 J PSVT: 50,100,200,300,360 J VT: 100,200,300,360 J (diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association) Bagian 9- 3.Algoritme Bradikardia ACLS BRADIKARDI Pasien tidak dalam keadaan henti jantung ABC, akses IV, oksigen, tanda vital, EKG 12-lead, H & P, roentgen toraks Tidak stabil dengan tekanan darah rendah, nyeri dada, AMI, dispenu, CHF, atau perubahan pada status mentalis? tidak

ya

blok AV derajat dua tipe II atau blok AV derajat tiga?

atropine 0,5-1,0mg IV setiap 3-5 menit Hingga mencapai dosis

total 0,04 mg/kg tidak

ya

pacu transkutaneus

pacu traskutaneus

dopamin 2-20

(menggunakan pacu transkutaneus sebagai stu hubungan)

epinefrin 2-10

g/kg/menit observasi g/menit isoprotenol?

(diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association) Bagan 9-4. Algoritme ACLS syok, edema paru atau hipotensi EDEMA PARU AKUT, HIPOTENSI, ATAU SYOK ABC, akses IV, oksigen, tanda vital, EKG 12-lead, H&P, rontgen toraks Apa penyebab masalah tersebut?

Cairan, transfuse darah takikardi Pertimbangan Vasopresor

bagaimana tekanan darahnya? (setelah pemberian bolus emperis 250-5—ml NS kecuali pada edema paru

Lihat algoritme atau bradikardi

(diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association) * OBAT – OBAT DI ICU * Per kg Pressor, inotropik, dan kronotropik Dopamine D ,D , ,D Norepinefrin 1 1 Fenilefrin 1 Dobutamin 1 2 Epinefrin 1, 2, 1, Isoproterenol 1, 2 Amrinon PDE Milrinon

Kardiak Lidokain Prokainamid

2

PDE

Kanal Na (na channel) (golongan IB) Kanal Na (Na channel) (golongan IA)

Amilodaron

Na, K, penyekat , CCB (golongan III)

Bretilium

Kanal K (K channel) (golongan III) Kanal K (K channel) (golongan III) NO NO

Ibutilid Nitrogliserin Nitroprusid

DOSIS Dosis rata - rata

0,5-2 g/kg/menit 50-150 g/menit 2-10 g/kg/menit 200-500 g/menit 10 g/kg/menit 500-1000 g/menit 1-40 g/menit 10-300 g/menit 2-20 g/kg/menit 50-1000 g/menit 2-20 g/menit 0,1 – 10 g/menit 0,75 mg/kg sekitar 3 40-50 mg sekitar 3 menit, lalu 5-10 menit, lalu 250-900 g/kg/menit g/menit 3-4 mg sekitar 10 50 g sekitar 10 menit, lalu 20-50 menit, lalu 0,375g/menit 0,75 g/kg/menit 1-1,5 mg/kg, lalu 1-4 70-100 mg lalu 1-4 mg/menit mg/menit 17 mg/kg sekitar 60 1 gram sekitar 10 menit, lalu 1-4 menit lalu 1-4 mg/menit mg/menit 150 mg sekitar 10 menit, lalu 1 mg/menit selama 6 jam, lalu 0,5 mg/menit selama 18 jam 5-10 mg/kg, lalu 1-4 350-700 mg lalu 1-4 mg/menit mg/menit 1 mg selama 10 meni, dapat diulang 1 kali 10-1000 g/menit 0,1-10 g/kg/menit 5-800 g/menit

Epoprostenol Propranolol Esmolol Labetalol

Vasodilator direk Penyekat Penyekat 1 2 Penyekat

1,

1,

2

Verapamil

CCB

Diltiazem

CCB

Adenosin

Reseptor Purinergik pada AVN

2-20 g/kg/menit 0,5-1,0 mg setiap 5 menit, lalu 1-10 mg/jam 20-40 mg sekitar 1 500 g/kg, lalu 25menit, lalu 2-20 300 g/kg/menit mg/menit 20 mg sekitar 2 menit, lalu 20-80 mg setiap 5 menit, lalu 1-10 mg/jam 2,5-5 mg sekitar 1-2 menit diulang 5-10 mg dalam 15-30 menit prn 5-20 mg/jam 0,25 mg/kg sekitar 2 20 mg sekitar 2 menit menit pemberian pemberian ulang 25 ulang prn 0,35 mg/kg mg satu kalli PRn lalu 5-15 mg/jam satu kali lalu 5-15 mg/jam Pemberian cepat 6 mg jika tak berespons 12 mg 12-18 mg DOSIS Per kg

Kardiak Enalaprilat Hidralazin Sedasi Morfin Fentanil Thiopental

ACE Vasodilator direk Reseptor opioid Reseptor opioid Barbiturate

Etomidat Propofol

Anesteti Anestetik

Diazepam Midzolam

Benzodiazepine Benzodiazepine

Ketamin Haloperidol Paralitikum Suksinilkolin Tubokurare Pankuronium Vakuronium

Anestetik Antipsikotik Paralysis, depolarisasi nACh nACh nACh

Dosis rata – rata

0,625-25 mg sekitar 5 menit, lalu 0,625-5 mg setiap 6 jam 5-20 mg setiap 20-30 menit 1 tak terbatas mg/jam 50-100 g lalu 50 tak terbatas g/jam 3-5 mg/kg sekitar 2 200-400 mg sekitar 2 menit menit 0,2-0,5 mg/kg 100-300 mg 1-3 mg/kg lalu 0,3-5 50-200 mg lalu 20-400 mg/kg/jam mg/jam 1-5 mg setiap 1-2 jam, lalu setiap 6 jam prn 0,5-2 mg setiap 5 menit prn atau 0,5-4 mg, lalu 1-10 mg/jam 1-2 mg/kg 60-150 mg 2-5 mg setiap 20-30 menit 0,6-1,1 mg/kg 170-100 mg 10 mg, lalu 6-20 mg/jam 0,08 mg/kg 2-4 mg setiap 30-90 menit 0,08 mg/kg lalu 0,055-10 mg sekitar 1-3 0,1 mg/kg/jam menit, lalu 2-8 mg/jam

Kisatrakurium Lain – lain Aminofilin

nACh

5-10 g/kg/menit

PDE

5,5 mg/kg sekitar 20 250-500 mg alu 10-80 menit,, lalu 0,5-1 mg/jam mg/kg/jam 10U, lalu 0,1 U/kg/jam 5-10 mg, lalu 1-5 mg/jam 0,1-0,4 U/jam 50 g lalu 50 g/jam 20 mg/kg pada 50 1-1,5 gram sekitar 20mg/menit 30 menit 20 mg/kg pada 150 1-1,5 gram sekitar 10 mg/menit menit 20 mg/kg pada 50-75 1-1,5 gram sekitar 20 mg/menit menit 1,5-2 gram/kg sekitar 30-60 menit ulangi setiap 6-12 jam untuk memperhatikan osmolaritas 310320

Insulin Glukagon Vasopressin Oktreotid Fenitoin

Reseptor V1 Analog somatostatin Antiepilepsi

Fosfenitain

Antiepilepsi

Fenobarbital

Barbiturate

Manitol

* ANTIBIOTIK * Dosis pada gagal jantung LFG > LFG 10-50 50 NC 1-2 gram setiap 16-24 jam

Sefalosporin generatif IV Sefalim Aminoglikosida Gentamisin

1-2 gram IM/IV setiap 12 jam

Tobramisin

1,0-1,7 mg/kg setiap 8 jam

Amikasin

1,0-1,7 mg/kg setiap 8 jam

5 mg/kg setiap 8 jam

LFG < 10 1-2 gram setiap 24-48 jam

60-90% Setiap 8-12 jam

30-70% 20-30% setiap setiap 2412-18 48 jam jam Atau1,0-1,7mg/kg setiap(8XserumCr)jam 60-90% 30-70% 20-30% Setiap 8-12 jam setiap 12- setiap 2418 jam 48 jam Atau1,0-1,7mg/kg setiap(8XserumCr)jam 60-90% 30-70% 20-30% Setiap setiap setiap 24-48 8-12 jam 12-18 jam jam Atau1,0-1,7mg/kg setiap(8XserumCr)jam

Fluorokuinolon Siproflokasin

500-750 mg PO setiap 12 jam 200-400 mg Iv setiap 12 jam

NC

250-500 mg setiap 12 jam

Grepafloksasin

400-600 mg PO setiap 24 jam

? NC

? 250mg setiap 24jam

Levoflokasin

250-500 mg PO/IV setiap 24 jam NC

400mg setiap12-24jam

Norfloksasi

NC

250-500 mg setiap 12 jam ? 250mg setiap 24jam 400mg setiap1224jam 400mg setiap 24 jam 200 mg setiap 48 jam NC

400 mg PO setiap 12 jam NC

Ofloksasin Sparfloksasin Trovafloksasin

Makrolid Azitromisin Klaritromisin Eritromisin

Tetrasiklin Tetrasikin Doksisiklin Lain – lain Kloramfenikol Klindamisin Metronidazol

Nitrofurantoin TMP-SMX Vankomisin

200-400 mg PO/IV setiap 12 jam NC 400 mg PO pada hari 1,lalu 200 mg PO setiap 24 jam 100-200 mg PO setiap 24 jam NC 200-300 mg Iv setiap 24 jam

400mg setiap 24 jam 200 mg setiap 48 jam

500 mg PO pada hari 1, lalu 250 mg PO setiap 24 jam 250-500 mg PO setiap 12 jam 0,5-1 gram IV setiap 6 jam 250-500 mg PO setiap 6 jam

NC

NC

NC

? NC

? NC

? 250-500 mg IVsetiap 6 jam, 250 mg PO setiap 6 jam

250-500 mg PO setiap 6 jam

250-500 setiap 812 jam NC

Hindari

Hindari

NC

NC

NC NC

NC NC

NC NC

NC

NC

NC

NC NC

Hindari Hindari 2-5 mg TMP/kg Hindari Setiap 12 jam Ikuti kadar acaknya, pemberian dosis ulang dengan 1 gram apabila kadarnya <10

100 mg PO/IV setiap 12-24 jam 0,5-1 gram IV/PO setiap 6 jam 600 mg IM/IV setiap 8 jam 150-300 mg PO setiap 6 jam 15 mg/kg IV, lalu 7,5 mg/kg (-500 mg) Setiap 6 jam 500 mg PO setiap 6 jam 50-100 mg PO setiap 6 jam 2-5 mg TMP/kg PO/IV setiap 6 jam 500 mg IV setiap 6 jam 1 gram IV setiap 12 jam

1 gram setiap 24-72

jam (* tablet keuatan tunggal – 1 ampul – 80 TMP + 400 mg SMX)

* FORMULA & REFERENSI CEPAT * KARDIOLOGI Parameter Hemodinamik Tekanan arteri rata- rata (MAP) = (SBP X 2) + DBP 3 Denyut jantung (HR) Tekanan atrium dekstra (RA) Ventrikel dekstra (RV) Arteri pulmonalis (PA)

Nilai Normal 70-100 mm Hg 60-100 kali per detik 6 mm Hg Sistolik 15-30 mm HG Distolik 1-8 mm HG Sistolik 15-30 mm Hg Rata – rata 9-18 mm Hg Distolik 6-12 mm Hg 12 mm HG 4-8 L/menit 2 2,6-4,2 L/menit?m

Tekanan wedge kapiler pulmonal (PCWP) Curah jantung (CO) Indeks jantung (CI) = CO BSA Isi sekuncup (SV) = CO 60-120 ml/kontraksi HR 2 Indeks isi sekuncup (SV) = CI 40-50 ml/kontraksi/m HR 3 Resistensi vascular sistemik (SVR) = (MAP-Rata – rata RA) X 80 800-1200 dyne X detik/cm CO 3 Resistensi vaskular paru(PVR)=([rata-rataPA] - [rata-rataPCWP]) X 80 120-250dyne X detik/cm CO (catatan*aturan 6(rule of 6)*untuk tekanan yang diukur kateter PA: RA 6, RV 30-/6, PA 30/12, WP 12) Curah jantung Fick Konsumsi oksigen (L/menit) = curah jantung (L/menit) X selisih oksigen arteivenosa Curah jantung (L/menit) = konsumsi oksigen (L/menit)/ selisihh oksigen arterivenosa 2 Konsumsi oksigen harus diukur (dapat diperkirakan sekitar 125 ml?menit?m , tapi sangat tidak akurat) Selisih oksigen arterivenosa = Hb (g/dL) X 10 (dL/L) X 1,36 (ml O2/g Hb) X (Sa02 SvO2) Sa02 Diukur dalam sempel arteri (biasanya 93-98%) SvO2 = O2 vena yang tercampur dalam arteri pulmonalis (normal – 75%) Jadi, Curah jantung (L/menit) = konsumsi oksigen

Hb (g/dL) X 13,6 X (Sa02 - SvO2) PARU Ruang mati (dead space) = unit paru yang mengalami ventilasi namun tidak mengalami perfusi Pirau intrapulmonalis (intrapulmonary shunt) = unit paru yang mengalami perfusi namun tidak mengalami ventilasi. Persamaan gas Alveolar : PAO2 = [ FiO2 X (760 – 47)] – PaCO2 R [p=0,8] PAO2 = 150 – PaCO2 0,8 [pada udara kamar] Gradien A-a = PAO2 – PaO2 [Gradien A-a normal = (usia X 0,4)] Ventilasi menit (VE) = Volume tidal (VT) X laju pernapasan (RR) [Normal 4-6 L/menit] Volume Tidal (VT) = ruang alveolar (VA) + ruang mati (VD) Fraksi volume tidal pada ruang mati (VD / V1) = PaC)2 – PekspirasiCO2 PaCO2 PaCO2 = 0,863 X Produksi CO2 ( VCO2 ) = 0,863 X V CO2 Ventilasi alveolar (VA) V1X (1-VD/V1) GINJAL Gangguan primer Asidosis metabolik Alkalosis metabolik Asidosis respiratori akut Asidosis respiratori kronis Alkalosis respiratorik akut Alkalosis respiratorik kronis

Aturan Kompensasi Formula PaCO2 = 1,25 X ∆ HCO3 (juga, PaCO2 = dua angka pH terakhir) PaCO2 = 0,75 X ∆ HCO3 HCO3 = 0,1 X ∆ PaCO2 (juga, pH = 0,08 X ∆PaCO2) HCO3 =0,4 X ∆PaCO2 (juga, pH = ,003 X ∆PaCO2) HCO3 = 0,2 X ∆PaCO2 HCO3 = 0,4 X ∆PaCO2

Asam – basa Persamaan Henderson – Hasselbalch: pH pKa + log [basa] [asam] pH = 6,10 + log [ HCO3 ] 0,03 X PaCO2 + [H ] = 80 - dua angka pH terakhir [bila pH antara 7,20 dan 7,60] + [H ] = 24 X PaCO2 [HCO3] Anion gap (AG) = Na – (Cl + HCO3) [normal = 12 ± 2 mEq] ∆ (“delta – delta”) = ∆AG(hasil perhitungan AG-12) ∆ ∆HCO3(24-serum HCO3hasil perhitungan) Anion gap urine (UAG) = (UNa+UK)-UCl

Osmolalitas hasil perhitungan = (2XNa) + (gluk / 18) + (BUN / 2,8 ) + (EtOH / 4,6) Celah osmolar (OG) = osmolaritas yang terukur – osmolaritas hasil perhitungan [normal<10] Cairan tubuh Total Body Water (BTW) = 0,60 X berat badan ideal (X0,85 pada perempuan) Fungsi ginjal Estimitas Klirens Kreatinin = [140-usia (tahun) X BB (kg) (X 0,85 pada perempuan) Serum kreatinin(mg/dL)X72 Klirens Kreatinin hasil perhitungan (CrCl) berdasarkan pada urine yang terkumpul dalam 24 jam PCr (mg/dL) X 0,01 (dL/ml) X CrCl (ml/menit) X 1400 (menit/24jam) = UCr(mg/ml) X UVol(ml/24jam) CrCl = [UCr(mg/ml) X Vvol(ml/24jam)] [PCr(mg/dl) X 14,4] Fraksi ekskresi Na (FENa%) = UNa(mEq/L)

UNa PNa

X 100%

PNa(mEq/L) UCr(mg/ml)

= UCr PCr

X 100 (ml/dl)

PCr(mg/ml) Natrium da n air Na yang terkoreksi pada hiperglikemia = Na yang terukur + [ 1,6 X ( glukosa yang t erukur – 100) 100 Defisit Na pada hiponatremia = TBW X (140 – Nayang terukur) (X 0,85 pada perempuan) Defisit air bebas pada hipernatremia = TBW

Na yang terukur -1

perempuan)

(X0,85pada

140 Estimasi defisit air bebas pada hipernatremia = ( Na yang terukur – 140 ) 3 Koreksi cepat baik pada hipo-maupun hipernatremia dapat menyebabkan perubahan yang cepat pada volume serebral, Sehingga kecepatan laju perubahan pada Na sebaiknya tidak lebih dari 0,5 mEq/L/jam Penatalaksanaan Hiperkalemia

Intervensi Kalsium glukonas

Dosis 2 ampul IV

Onset Beberapa menit

Insulin

15-30 menit

Bikarbonat

Insulin reguler 10 U IV + 1-2 ampul D5 W 1-3 ampul IV

Kayeksalat

30-90 gram PO/PR

1-2 jam

Diuretik Hemodialisis

Furasemid ≥ 40 mg IV

30 menit

15-30 menit

HEMATOLOGI – ONKOLOGI Heparin Heparin untuk Tromboembolisme Bolus 80 U/kg 18 U/kg/jam Pengaturan PTT (detik < 40 Bolus 3000 U, kecepatan 300 U/jam 40-49 Bolus 2000U, kecepatan 200 U/jam 50-59 kecepatan 100 U/jam 60-84 Tanpa perubahan 85-100 kecepatan 100 U/jam 100-150 200 U/jam > 150 Tahan 1 jam , 200 U/jam Heparin untuk Sindrom Koronaria Akut Pada MI akut dengan alteplase bolus 60 U/kg (maksimum 400 U) 12 U/kg/jam (maksimum 1000 U/jam) pada UAP/NQWMI bolus – 80 U/kg (maksimum 5000 U) – 14 U/kg/jam (maksimum 1000 U/jam) PTT (detik) Pengaturan < 40 Bolus 3000 U, kecepatan 100 U/jam 4049 kecepatan 50 U/jam 50-70 Tanpa perubahan

Keterangan Efek sementara Menstabilkan membran sel Efek sementara Membawa K ke dalam sel Efek sementara Membawa K ke dalam sel untuk ditukar dengan H total K tubuh Pertukaran Na dengan K di dalam traktus gastrointestinal total K tubuh total K tubuh

71-85 86-100 101-150 >150

kecepatan 50 U/jam Tahan 30 menit, kecepatan 100 U/jam Tahan 60 menit, kecepatan 150 U/jam Tahan 60 menit, kecepatan 300 U/jam

Periksa PTT 6 jam setelah setiap kali terjadi perubahan (waktu paruh heparin adalah -90 menit) Periksa PTT empat kali atau dua kali sehari bila PTT digunakan untuk tujuan terapeutik Periksa CBC empat kali sehari (untuk memastikanhitung hematokrit dan trombosit stabil) Pemberian reaksi: protamin 1 mg/100 U heparin ( tiak lebih dari 50 mg) (untuk infuse, dipergunakan protamin seperlunya untuk membalikan 2X jumlah heparin yang diberikan per jam). Warfarin Normogram Pembebanan (loading) Warfarin) Hari INR < 1,5 1,5 – 1,9 2,0 – 2,5 2,6 – 3,0 > 3,0 1–3 5 mg (7,5, mg jika> 80 kg) 2,5-5,0 mg 0-2,5 mg 0 mg 4–5 10 mg 5 – 10 mg 0-5 mg 0-2,5 mg 6 Dosis didasarkan pada kebutuhan pemberian 5 hari sebelumnya (Ann Intern Med 126:133,1997 dan Arch Intern Med 159:46,1999) Terapi tumpang – tindih Warfarin – Heparin 3 Indikasi: bila kegagalan untuk antikoagulasi cepat menyebabkan risiko morbidilitas dan mortalitas (contoh : DVT/PE, thrombus Intrakardiak) 4 Rasional: (1) Waktu paruh kadar factor VII (3-6 jam) lebih pendek dibandingkan waktu paruh kadar factor II (-72 jam). Sehingga Warfarin dapat meningkatkan PT sebelum mencapai suatu keadaan antitrombotik yang sebenarnya. (2) Protein C juga memiliki waktu paruh yang lebih pendek dari faktor II sehingga secara teoritis mencetuskan suatu keadaan hiperkoagulasi sebelum mencapai suatu keadan antitombotik yang sebenarnya. 1 Metode: (1) PTT terapeutik dicapai dengan menggunakan heparin (2) Terapi Warfarin dimulai (3) Heparin dilanjutkan sampai INR terapeutik selama ≥ 2 hari dan pasien telah menerima sedikitnya 4-5 hari warfarin (secara kasar bersamaan dengan

waktu paruh -2 dari faktor II atau pengurangan hingga 25%) Pilihan d/c warfarin Vitamin K

FFP

Pembalikan Reaksi Warfarin Waktu efek Indikasi Hari INR < 9 dan tanpa pendarahan Beberapa jam hingga Dosis rendah (1-2,5 mg) PO/SC: INR > 5 dan beberapa hari pada pasien risiko perdarahan dosis medium (3-5 mg) PO/SC: INR > 9 dosis tinggi ( 10 mg) SC/IM/IV: INR >20 atau perdarahan yang serius segera 2-4 U IV setiap 6-8 jam INR >20, perdarahanserius, atau kebutuhan untuk pembalikan yang ceapt (pra-prosedural)

(Chest 114:445s,1998) HABITUS TUBUH Berat badan ideal = [ 50,0 kg(laki – laki)atau 45,5 kg(perempuan) + 2,3 kg/inci lebih dari 5 kaki 2

Area permukaan tubuh (dalam tubuh m ) = √tingi (cm) X berat (kg) 3600

Uji positif Uji negatif

STATISTIK Ada penyakit a (positif asli, TP) c (negatif palsu, FN)

Prevalensi = seluruh penyakit = a+c Seluruh pasien a + b + c + d Sensitivitas = posit if asli = a Seluruh penyakit a+c Spesifisitas = negative asli = Seluruh yang sehat

d b+d

Nilai prediktifpositif = posit if asli = a Seluruh yang positif a + b Nilai prediktifnegatif = negat if asli = d Seluruh yang negative c+d Ketepatan = posit if asli + negat ive asli = a+d Seluruh pasien a+b+c+d

Tidak ada penyakit b (positif palsu, FP) d (negative asli, TN)

ASSALAMUALAIKUM wr wb TIDAK ADA GADING YANG TAK RETAK MOHON MAAF BILA ADA PENULISAN DAN KETIKAN YANG SALAH ILMU ALLAH YANG AMAT LUAS BETAPA PICIKNYA BILA TIDAK KITA AMALKAN DAN DIKEMBANGKAN, bahan ini diambil untuk

kuliah ilmu penyakit dalam

terimah kasih WASSALAMUALAIKUM WR WB ..........

dr. liza

Related Documents

Buku Saku Klin Is
March 2021 0
Buku Saku Basic Skill
February 2021 1
Buku Saku Pltu
March 2021 0
Buku Saku Hematologi
February 2021 1

More Documents from "Wisnu Wardana"

Buku Saku Klin Is
March 2021 0
Materi Sistem Digital
March 2021 0
Cooler
January 2021 4
Kiln Alignment Analysis
February 2021 1
1-akad-murabahah
February 2021 0