Deteksi Tekanan Formasi

  • Uploaded by: Adin PraviMoški PartAdis
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Deteksi Tekanan Formasi as PDF for free.

More details

  • Words: 7,457
  • Pages: 26
Loading documents preview...
BABI PREDIKSI TEKANAN FORMASI DAN GRADIEN REKAH

Jenis-jenis Tekanan Dibawah ini akan diterangkan jenis-jenis tekanan yang berpengaruh pada keadaan bawah permukaan.

Tekanan Hidrostatik Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan oleh berat kesatuan dan tinggi vertikal kolom fluida. Ukuran dan bentuk kolom fluida ini tidak berpengaruh pada besarnya tekanan ini. Tekanan hidrostatik (Phy) sama dengan jumlah dari densitas fluida rata-rata dan tinggi vertikalnya, maka: P = r . g . D……………………………………………………………..(3-1) Dimana: P = tekanan r = densitas rata-rata g = nilai gravitasi D = tinggi kolom Dalam operasi pemboran dapat ditulis sebagai: Phy (psi) = C.M.W.D…………………………………………………….(3-2) Dimana: D

= tinggi vertikal kolom fluida dalam feet

MW = densitas fluida atau berat lumpur dalam lb/gal atau lb/ft3 C

= konstanta = 0.052 jika MW dalam lb/gal, dan

C

= 0,00695 jika MW dalam lb/ft3

Dalam sistem metric, Phy = 0,093 MW.D………………………………………………………(3-3) Dimana,D

= tinggi kolom fluida dalam meter dan

MW = berat lumpur dalam kg/dm3 Gradient tekanan hidrostatik dipengaruhi oleh padatan-padatan ynag terpisah (seperti garam) dan gas- gas dalam kolom fluida dan perbedaan gradient temperature. Dengan kata lain, bertambahnya padatan-padatan yang terpisah (seperti kadar garam yang tinggi) cenderung menambah gradient tekanan normal. Oleh karena itu banyaknya gas dalam sistem dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi gradient tekanan hidrostatik normal. Sebagai contoh gradient tekanan 0,465 psi/ft (0,1074 kg cm-2 m-1) diasumsikan sebagi salinitas air dari 80.000 ppm part per million) NaCl pada temperatur 77°F(25°C). Umumnya gradient hidrostatik rata-rata yang dijumpai selama operasi pemboran minyak dan gas ditunjukkan pada tabel III-1. Pada umumnya gradient tekanan hidrostatik (psi/ft) dapat didefinisikan sebagai: P = 0,433 . S . G…………………………………………………………...(3-4) Dimana, SG adalah spesific grafity dari kolom yang mewakili air.

3.1.2.

Tekanan Overburden

Tekanan ini dihasilkan dari kombinasi berat matrik formasi (rock) dan fluida-fluida (air,minyak,gas) dalam batuan formasi. Secara matematik tekanan overburden (Po)dapat ditulis sebagai berikut: Po = berat matrik batuan + fluida…………………………………………(3-5) dimana,

D

= kedalaman (meter atau feet)

f

= porositas batuan formasi (fraksi)

rma = densitas matrik batuan (lb/ft3 atau kg/dm3) rn

= densitas fluida (lb/ft3 atau kg/dm3)

Umumnya tekanan overburden akan bertambah besar dengan bertambahnya kedalaman. Besar gradient tekanan adalah 1,0 psi/ft per kedalaman (0,231 kg cm-2 m--1). Berdasarkan pengalaman diindikasikan bahwa gradient overburden maksimum dalam batuan klastik sebesar 1,35 psi/ft (0,312 kg cm-2 m--1).

.

3.1.3.

Tekanan Formasi

Tekanan formasi (Pf) adalah aktivitas tekanan yang tergantung dari fluida (air,minyak,gas) dalam pori suatu formasi. Tekanan formasi normal dalam setiap satuan geologi akan sama dengan tekanan hidrostatik air dari permukaan sampai bawah permukaan. Besar tekanan hidrostatik sama dengan 0,465 psi/ft. setiap tekanan formasi diatas atau dibawah gradient ini disebut dengan tekanan abnormal (abnormal pressure)

3.1.3.1. Tekanan Formasi Abnormal Tekanan formasi abnormal didefinisikan sebagai tekanan yang menyimpang dari gradient tekanan normal. Penyimpangn ini dapat lebih kecil dari 0,465 psi/ft (subnormal pressure) atau lebih besar dari 0,465 psi/ft (over pressure). Pada umumnya tekanan subnormal tidak banyak menimbulkan problema pemboran jika dibandingkan dengan over pressure. Tekanan abnormal (subnormal pressure dan over pressure) tersebut berasosiasi dengan adanya penyekat (sealing) tersebut akan menggangu keseimbangan tekanan yang terjadi dalam urutan proses geologi. Penyekat ini terbentuk oleh adanya penghalang (barier) permeabilitas sebagai hasil dari proses fisika maupun kimia. Physical seal (penyekat fisik) dihasilkan dari patahan selama proses pengendapan atau pengendapan butir-butir material yang lebih halus. Chemical seal (penyekat kimia) berasal dari calsium carbonate yang terendapkan sehingga terjadi pembatas permeabilitas. Contoh lain adalah diagenesa kimia selama proses kompaksi dari material organik. Baik proses fisik maupun kimia dapat terjadi secara bersamaan membentuk seal (penyekat) seperti proses penguapan gypsum. Asal Mula Tekanan Formasi Abnormal Tekanan formasi normal sama dengan tekanan hidrostatik fluida formasi mula-mula. Umumnya fluida berubah dari air tawar dengan densitas 8,33 ppg (0,433 psi/ft) ke air asin dengan densitas 9,0 ppg (0,465 psi/ft). Tanpa memperhatikan densitas fluida, tekanan formasi normal dapat diterangkan sebagai suatu sistem hidrolik yang terbuka dimana dengan mudah tekananya saling berhubungan seluruhnya. Pada formasi abnormal tidak mempunyai hubungan tekanan yang bebas. Bila hal ini terjadi maka tekanan tinggi akan mengalir dengan cepat dan tidak teratur yang kemudian baru akan kembali normal setelah terjadi keseimbangan disekitarnya.

Pada formasi abnormal tidak mempunyai hubungan tekanan yang bebas. Bila hal ini terjadi maka tekanan tinggi akan mengalir dengan cepat dan tidak teratur yang kemudian baru akan kembali normal setelah terjadi keseimbangn disekitarnya. Dengan demikian maka terjadinya tekanan abnormal memerlukan mekanisme tertentu yang dapat menjebak tekanan. Dengan adanya mekanisme tersebut maka penyebab tekanan abnormal tergantung dari litologi, mineralogi, gaya-gaya tektonik dan kecepatan sedimentasi.

Subnormal Pressure Adalah formasi-formasi yang mempunyai tekanan pori lebih kecil dari kondisi normal (gradient tekanan 0,465 psi/ft). Asal mula terjadinya tekanan formasi subnormal dapat diringkas sebagai berikut: a.

Thermal Expansion.

Disebabkan karena batuan sedimen dan fluida dalam pori dipengaruhi oleh adanya temperature. Jika fluida mengalami pengembangan maka densitas akan berkurang dan tekanan juga akan berkurang. b.

Formation Foreshortening (pengkerutan formasi).

Selama proses kompresi akan ada beberapa lapisan yang melengkung. Perlapisan teratas melengkung keatas dan perlapuisan terbawah akan melengkung kebawah sedangkan perlapisan tengah mengembang sehingga dapat menghasilkan zona tekanan subnormal. Pada kondisi ini juga da[pat menyebabkan tyerjadinya overpressure pada ;lapisan teratas dan terbawah. c.

Potentiometric surface

Mekanisme ini menunjukan relief struktur suatu formasi yang dapat menghasilkan baik zona bertekanan subnormal maupun zona overpressure. Potentiometric surface didefinisikan sebagai ketinggian dimana air yang terperangkap akan muncul dalam sumur-sumur yang dibor pada akifer yang sama. Potentiometric surface dapat mencapai ribuan feet dibawah atau diatas ground level. Over Pressure adalah formasi-formasi yang mempunyai tekanan pori lebih besar dari kondisi normal (gradient tekanan 0,465 psi/ft). Adapun mekanisme terbentuknya over pressure adalah sebagai berikut: a.

Incomplete Sediment Compaction.

Sedimentasi clay atau shale yang berlangsung cepat mengakibatkan terbatasnya waktu bagi fluida untuk membebaskan diri. Dibawah kondisi normal porositas awal yang tinggi (± 50%)

berkurang karena air terbebaskan melalui permeable sand atau penyaringan melalui clay atau shale. Jika proses sedimentasi berlangsung cepat maka proses membebaskan fluida tidak dapat terjadi, sehingga fluida terjebak didalamnya. b.

Faulting

Patahan dapat menyebabkan redistrusi sedimen, dan menempatkan zona-zona permeable berlawanan dengan zona-zona impermeable, sehingga membentuk penghalang bagi aliran fluida. Hal ini akan mencegah keluarnya air dari shale, yang dapat menyebabkan tekanan dalam shale dibawah kondisi terkompaksi. c.

Perubahan Fasa Selama Kompaksi

Mineral-mineral dapat mengalami perubahan fasa dengan bertambahnya tekanan seperti: Gypsum+Anhydrite+free water. Hal ini telah diperkirakan bahwa gypsum setebal 50 ft akan menghasilkan kolom air setinggi 24 ft. Sebaliknya anhydrite dapat terhindari pada kedalaman tertentu untuk menghasilkan gypsum yang meningkatkan volume batuan sebesar 40%. d.

Pengendapan Batuan Garam Yang Padat.

Pengendapan garam dapat terjadi di beberapa tempat. Karena garam bersifat impermeable maka fluida pada formasi dibawahnya menjadi over pressure. Tekanan abnormal sering dijumpai pada zona-zona yang berada dibawah lapisan garam. e.

Kubah garam (Salt Diaperism)

Gerakan keatas (intrusi) kubah garam dengan densitas rendah karena buoyancy (gaya apung) yang menerobos perlapisan sedimen normal akan menghasilkan anomali tekanan. Garam juga dapat berfungsi sebagai penyekat impermeable untruk dewatering clays secara lateral. f.

Kompresi Tektonik

Kompresi sedimen secara lateral dapat menghsilkan pengangkatan sedimen atau rekahan/patahan untuk sedimen yang lebih kuat. Biasanya formasi terkompaksi pada kedalaman tertentu dapat muncul pada level yang lebih tinggi. Jika tekanan mula-mula tetap terjaga maka pengangkatan formasi dapat menyebabkan adanya over pressure. g.

Repressuring From Deeper Levels.

Disebabkan oleh adanya migrasi fluida dari zona bertekanan tinggi ke zona bertekanan rendah pada zona yang tidak terlalu dalam. Hal ini terjadi karena adanya patahan atau casing/cement job yang jelek. Tekanan tinggi ini dapat menyebabkan terjadinya kick karena tidak ada lithologi

yang mengindikasikan. Tekanan yang tinggi ini dapat terjadi pada batu pasir yang dangkal, jika dialiri gas dari formasi dibawahnya. h.

Generation of Hidrocarbons

Shale yang terendapkan dengan sejumlah besar kandungan material organik akan menghasilkan gas karena adanya proses kompaksi. Ketika gas terperangkap akan menyebabkan terjadinya over pressure. Produk organik juga akan membentuk garam didalam ruang pori, yang dapat menyebabkan berkurangnya porositas dan membentuk suatu penyekat.

Perkiraan dan Pendeteksian Tekanan Formasi Abnormal Metode perkiraan dan pendeteksian tekanan formasi terbagi atas dua bagian besar yaitu metode kwalitatif dan metode kwantitatif. Masing-masing metode ini, penerapannya disesuaikan dengan data-data yang diperoleh saat itu. Apakah sebelum operasi pemboran berlangsung atau ketika operasi pemboran sedang berlangsung. Jadi, bisa saja kedua metode ini diterapkan secara berurutan atau bersama-sama sejak survey geologi sampai operasi pemboran selesai.. Metode Kwalitatif Metode kwalitatif merupakan metode pendeteksian tekanan formasi ketika pemboran sedang berlangsung. Metode ini tidak memberikan informasi besarnya tekanan abnormal pada suatu kedalaman. Metode kwalitatif terbagi atas lima metode yaitu metode paleontologi, korelasi sumur offset, Anomali temperatur, Resistivity cutting dan cutting. a.

Paleontologi

Metode pendeteksian tekanan formasi dengan menggunakan metode paleontologi merupakan metode yang sangat jarang digunakan di lapangan dan cukup sulit juga tidak valid. Paleontologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan geologi masa silam melalui fosil. Cara pendeteksiannya yaitu dengan menganalisa cutting yang naik ke permukaan. Bila dijumpai fosil dengan umur yang tua terdapat dalam cutting yang berasal dari lapisan batuan yang berumur muda maka diperkirakan pada lapisan tersebut terdapat tekanan yang tinggi. b.

Korelasi Sumur Offset

Korelasi sumur offset (sumur lama) telah digunakan secara luas. Sumur offset adalah sumur yang telah diketahui kondisi tekanannya. Korelasi biasanya didasrkan pada persamaan lithologi dengan menganggap tekanannya sama pada suatu zone dengan kondisi geologi yang sama.

Walaupun hanya korelasi antara laju penetrasi dan SP log dari well log offset, tetapi parameter lainnya dapat digunakan untuk korelasi. Parameter-parameter lainnya meliputi drilling rate, perbandingan cutting, kandungan gas serta fluida di zone yang diamati. c.

Anomali Temperatur

Anomali temperatur telah dikemukakan oleh beberapa penulis sebagai sarana yang effektif untuk pendeteksi tekanan abnormal. Wilson dan bush telah mengemukakan penerapannya. Walaupun sulit untuk dimonitor, anomali ini dapat digunakan untuk pendeteksi lapisan transisi ke lapisan tekanan tinggi. Anomali temperatur di zone tekanan abnormal tergantung pada fluida yang mengisi pori. Karena radiasi panas dari bumi menyebar secara konstan maka perubahan konduktivitas termal pada batuan menyebabkan terjadinya anomali ini. Karena air sebagaimana clay menyerap panas ±60 prosen maka zona dengan kandungan air yang tinggi akan bertindak sebagai tahanan terhadap aliran panas, sehingga suhu yang lebih tingggi dari suhu normal adalah zona berporositras tinggi, yang diidentifikasikan sebagai zona bertekanan tinggi. Temperatur flowline biasanya dipakai sebagai ukuran suhu formasi. Sebuah alat diletakkan pada mud flowline, dan temperature sirkulasi dicatatat. Hasil pencatatannya digunakan untuk menghitung gradient temperatur dengan menggunakan persamaan 3-6. G = 100 (T2-T1)/ D2-D1……………………………………………………………….…(3-6) Dimana:

d.

D

= Kedalaman, ft.

T

= Temperatur Flowline, °F

G

= Gradient Geothermal, °F/100 ft.

``1

= Subkrip untuk bagian dangkal.

``2

= Subkrip untuk bagian yang lebih dalam.

Resistivity Cutting

Resistivity lumpur dan cutting dikaitkan dengan konsep delta chloride merupkan indikator unutk lapisan abnormal pressure. Bila bertemu dengan porositas batuan yang tinggi pada waktu pemboran, batuan yang ditembus akan membebaskan fluida formasinya ke aliran lumpur. Harus diperhitungkan resistivity lumpur dan kandungan Cl dari fluida pemboran, dengan menganggap bahwa salinitas air formasi berbeda dengan salinitsas lumpur. Sebagai tambahan, resistivity

cutting akan berubah dengan bertambahnya porositas. Gambar 3.2. Menunjukan plot delta chloride. Kesulitan utama dari konsep delta chloride adalah dalam mendeteksi kandungan Cl di zona transisi pendek resistivity lumpur diakibatkan oleh: Kenaikan jumlah air, additive lumpur, salinitas air formasi. Metode ini dapat digunakan sebagai indikator sekunder untuk memonitor zona transisi.

e.

Cutting

Cutting dapat digunakan untuk indikasi tekanan abnormal. Perbedaan tekanan sangat berperan dalam pendeteksiaan tekanan. Bila terjadi perbedaan tekanan yang besar, cutting akan tertahan di bawah bit dan akan terus digerus sampai ukurannya menjadi kecil dan dapat terangkat ke permukaan. Kejadian ini dikenal sebagai “chip hold down effect”. Bila perbedaan tekanan hanya kecil, maka cutting akan terangkat dari bawah bit sebelum mengalami penggerusan lagi. Hal ini dapat dilihat pada cutting yang berada di shale shaker. Cutting yang lebih besar menunjukan bahwa perbedaan tekanan berkurang. Bila berat lumpur konstan, diasumsikan bahwa tekanan formasi baik.

Metode Kwantitatif Metode kwantitatif yaitu metode pendeteksian tekanan formasi dimana informasi besarnya tekanan pada suatu kedalaman dapat diketahui. Metode kwantitatif ini terbagi lima metode yaitu: metode analisa seismic, analisa log, overlay, densitas bulk, dan drilling eqaution. Masingmasing metode saling berkaitan dan digunakan sesuai dengan kondisi pemborannya.. a.

Analisa Seismic

Metode analisa seismic adalah metode geofisik yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan puncak dari tekanan abnormal. Metode ini didasarkan pada elemen-elemen analisa refleksi dari pennebaker, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.3.. Misalnya shot point O adalah permukaan tanah. Ketika peledakan pada SP, energi gelombang suara terjadi dalam bentuk tekanan gelombang, energi seismic bergerak seimbang ke segala arah. Energi bergerak vertikal mengenai garis RR (subsurface) dan di refleksikan kembali ke SS sejauh garis vertikal OPO. Energi tembakan juga menyebar sepanjang diagonal pada RR pada subsurface (OT_ dan direfleksikan ke permukaan sepanjang garis TW. Waktu yang diperlukan untuk jalannya energi dicatat oleh geophone pada titik O dan W, secara horisontal dipisahkan dengan titik X. kecepatan rata-rata V.

Interval kecepatan dari profil seisnik berbanding terbalik dengan interval perjalanan waktu (interval travel time). Harga-harganya dapat diplot vs kedlaman untuk menentukan adanya tekanan abnormal. Suatu lingklunganyang normal yang menunujukan penurunan porositas merupakan terjadinya kompaksi. Oleh karena itu travel time juga turun. Zona tekanan abnormal mempunyai porositas yang lebih besar dari pada porositas normal untuk kedalaman tertentu. Sehingga travel timenya akan mendadak naik. Gambar 3.4., menunjukkan plot dari suatu seismik dan sonic suatu sumur bertekanan abnorma b.

Analisa Log

Analisa log umumnya untuk menentukan tekanan pori-pori dalam sumur offset dan pemboran sumur aktual. Perangkat MWD (Measurement- While-Drilling) merupakan pengangkat teknis analisa log dalam menentukan realtime pemboran. teknik analisa menggunakan efek dari porositas abnormal pada suatu batuan seperti conductivitas electric, sonic travel time dan densitas bulk. Baik resistivity log maupun sonic log keduanya didasarkan pada suatu prinsip. Resistivity log pada mulanya digunakan untuk mendeteksi tekanan. Respon-lognya didasarkan pada resistivity elektrik dari total sample, termasuk matrik batuan dan fluida yang mengisi porositas. Respon tersebut dapat dilihat pada gambar 3.5. Gambar 3.5, menggambarkan beberapa titik penting. Tekanan formasi tinggi pada mulanya berkembang dalam bagian shale, akhirnya tekanannya seimbang di zona pasir. Hanya zona clean shale yang digunakan sebagai titik plo, bukan resistivity sand, silty shale, lime atau lime shale atau lainnya dari batuan yang dijumpai. Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.5, garis trend normal akan berkembang dari awal sampai akhir dalam zone bertekanan. Pada penetrasi suatu zone bertekanan abnormal , suatu penyimpangan akan dicatat. Tingkat penyimpangan digunakan untuk menghitung besarnya tekanan formasi. Konsep ini digunakan dengan banyak cara deteksi tekanan. Kenyataan di lapangan dapat dilihat pada gambar 3.6, dimana bagian shale yang impermeable kira-kira 9.500 ft. meskipun bagian ini tekanan normalnya berkisar 9.500 ft – 6.800 ft, dibuktikan dengan adanya kenaikan resistivity pada trend normal, tapi sebaliknya pada kedalaman 9.800 ft sampai 10.900 ft berat lumpurnya bertambah dari 9.0 ppg ke 13,5 ppg. Plot dari titik resistivity diperlihatkan Hottman dan johnson telah mengembangkan suatu teknik yang didasarkan dari hubungan empiris dimana perkiraan tekanan formasi dibuat dengan mencatat perbandingan antara pengamatan dan resistivity batuan normal. Caranya mengikuti step-step berikut 1.

Trend normal dibuat dari plot logaritma resistivity shale vs kedalaman.

2. Puncak interval tekanan ditentukan dengan mencatat kedalaman pada titik plot yang menyimpang dari trend.

3.

Gradient tekanan pada berbagai kedalaman ditentukan dengan cara:

a. Menentukan perbandingan ekstrapolasi resistivity shale normal dengan resistivity shale hasil pengamatan. b. c.

Tekanan formasi dicocokan dengan perbandingan perhitungan Overlay

Overlay adalah chart yang terdiri dari serangkaian garis paralel yang menggambarkan tekanan formasi dalam besaran berat lumpur. Overlay dapat mempercepat evaluasi tekanan formasi secara langsung. Metode ini dikembangkan oleh Hottman dan Johnson. Untuk mengetahui tekanan pada suatu kedalaman, overlay digeser ke kiri dan ke kanan sampai tekanan formasi normal berhimpit dengan trend normal. Tekanan formasi dibaca langsung pada kedalaman yang sedang diamati dari plot resistivity pada garis paralel. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.9. Gambar 3.10. adalah overlay resistivity yang merupakan chart yang digeser ke kiri dan ke kanan di atas grafik plot resistivity dari suatu data lapangan (gambar 3.11). Ada beberapa kelemahan dalam penggunaan overlay hanya dapat digeser ke kiri dan ke kanan tetapi tidak dapat digeser ke kiri dan ke kanan tetapi tidak dapat ke arah vertikal, overlay biasanya dibuat untuk suatu tipe kertas semilog dan tidak dapat digunakan untuk tipe yang lain dan overlay tidak dapat menghitung perumahan salinitas air formasi abnormal. Untuk menormalkan efek salintas tersebut d.

Densitas Bulk

Ketika pemboran mencapai daerah bertekanan normal, densitas bulk dari batuan yang dibor bertambah kompaksinya atau pengecilan porositas. Seperti pada porositas bertekanan tinggi yang dijumpai, assosiasi porositas yang tinggi akan menyebabkan penyimpangan trend densitas bulknya. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.12. Perubahan tekanan dari normal ke abnormal

4. PROBLEM PEMBORAN YANG BERKAITAN DENGAN TEKANAN FORMASI Jika pemboran menembus formasi dengan tekanan hidrostatik lumpur yang cukup memadai, maka dapat mencegah : 1. lubang bor runtuh dan 2. masuknya fluida formasi. Untuk mencapai kondisi tersebut, maka tekanan hidrostatik lumpur harus sedikit lebih besar dari tekanan formasi (disebut sebagai overbalance). Tetapi jika overbalance terlalu besar akan menyebabkan : 1. Menurunkan laju penembusan (chip hold down effect) 2. Hilang lumpur (aliran lumpur masuk ke formasi) 3. Rekah formasi (melebihi gradien rekah formasi) 4. Pipa terjepit (differntial pressure pipe stuck). Tekanan formasi juga berpengaruh terhadap perencanaan casing. Jika zona tekanan abnormal berada diatas zona subnormal, maka densitas lumpur yang sama tidak dapat digunakan pada kondisi tersebut (karena zona bawah akan rekah). Untuk itu, maka zona atas harus dipasang casing, agar berat lumpur dapat diturunkan untuk melanjutkan pemboran pada zona bawah. Problem umum yang sering terjadi adalah penempatan surface casing terlalu tinggi, sehingga ketika pemboran menembus zona tekanan abnormal kick tidak dapat disirkulasikan keluar dengan lumpur berat karena terjadi rekah formasi pada zona atas yang tidak dipasang casing. Setiap rangkaian casing harus dipasang pada kedalaman maksimum berdasarkan data gradien rekah formasi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka harus dipasang casing tambahan atau liner sebagai protektor. Hal ini bukan saja mahal, tetapi juga akan memperkecil diameter lubang bor, sehingga akan menimbulkan masalah pada saat sumur dikomplesi.

BAB II STANDAR API SURFACE CASING

Casing Casing memiliki beberapa fungsi penting selama pengeboran dan penyelesaian dari sumur. Hal ini digunakan untuk mencegah lubang bor dari runtuhan/ambrukan selama pengeboran sumur, untuk menyediakan sarana dalam mengontrol cairan yang ditemui saat pengeboran, untuk mencegah kontaminasi dari cairan yang akan diproduksi, dan melindungi atau mengisolasi formasi tertentu selama dalam sumur. Casing juga merupakan salah satu bagian yang paling mahal dari sebuah sumur, sekitar 20% dari biaya untuk diselesaikan dengan baik. Casing biasanya dibagi menjadi lima tipe dasar. Conductor Casing Pipa konduktor atau dorongan pipa jika hammer-terdorong ke kedalaman, yang pertama string casing yang akan digunakan. Pengaturan kedalaman bisa bervariasi dari 10 ft menjadi sekitar 300 ft. Rentang ukuran normal untuk konduktor pipa adalah dari 16 sampai 36 inci (diameter luar). Konduktor pipa harus cukup besar untuk memungkinkan string casing lainnya yang akan dijalankan melaluinya. Tujuan konduktor pipa adalah untuk: 

meningkatkan tingkat sirkulasi fluida sehingga pengembalian cairan yang tepat



mencegah washouts di dekat permukaan, biasanya tidak terkonsolidasi formasi

Surface Casing Jumlah surface casing yang digunakan akan tergantung pada kedalaman formasi yang tidak dikonsolidasi. Surface casing biasanya diatur dalam formasi pertama yang kompeten/mampu. Ukuran normal untuk surface casing adalah antara 20 inci dan 13-3/8 inci (diameter luar). Karena suhu, tekanan dan cairan korosif yang cenderung meningkat pada kedalaman, nilai yang berbeda dari casing akan diperlukan untuk menangani kondisi sumur yang berbeda. Tujuan dari surface casing adalah untuk: 

melindungi formasi air tawar



menutup formasi yang tidak dikonsolidasi dan zona lost circulation



menyediakan tempat untuk menginstal B.O.P. 's



melindungi "membangun" bagian pada sumur menyimpang (deviated wells)



menyediakan cukup "kebocoran-off (leak-off)" test yang akan dikonduksi

Intermediate Casing Intermediate casing diatur setelah surface casing, biasanya untuk menutup masalah formasi. Ukuran dari intermediate casing akan tergantung pada ukuran surface casing dan kelas/tingkatan yang dibutuhkan untuk menahan kondisi bawah permukaan. Ukuran normalnya antara 9 5/8 dan 13 3/8 inci (diameter luar). Production Casing Production casing biasanya dipasang terakhir setelah string pipa diatur dalam sumur. String ini dijalankan untuk mengisolasi formasi produksi dan menyediakan produksi selektif di daerah produksi multi-zona (multi-zone production areas). Ukuran dari production casing akan tergantung pada tingkat produksi yang diharapkan, semakin tinggi tingkat produksi barel per hari, semakin besar diameter dalam pipa. Ukuran umumnya adalah antara 3 dan 7 inci (diameter luar). Liner Sebuah liner adalah string casing yang tidak mencapai permukaan. Mereka biasanya "digantung" (melekat pada intermediate casing menggunakan susunan pengepakan (packers) dan slip) dari dasar intermediate casing dan mencapai ke dasar lubang. Keuntungan utama dari liner adalah biaya string berkurang, seperti menjalankan dan penyemenan kali (as are running and cementing times). Selama jalannya sumur, jika liner tersebut harus diperpanjang ke permukaan (membuat string lain dari casing), string dipasang/dilekatkan liner ke permukaan dikenal sebagai "tie-back" string. Casing Standards The American Petroleum Institute (API) telah mengembangkan standar dan spesifikasi tertentu untuk lapangan minyak terkait casing dan tubing. Salah satu standar yang paling umum adalah berat per satuan panjang. Ada tiga "bobot (weight)" yang digunakan: 

Berat Nominal (nominal weight): Berdasarkan teoritis dihitung berat perfoot berat untuk panjang 20 ft berulir (threaded) dan ditambah casing joint.



Plain End Berat (plain end weight): Berat dari casing joint tanpa benang (threads) dan kopling.



Threaded dan Ditambah Berat (Threaded and Coupled Weight): Berat bersama casing dengan benang (threads) pada kedua ujung dan kopling di salah satu ujungnya.

The Plain end Weight, and Threaded and Coupled Weight adalah perhitungan yang menggunakan formula API. Ini bisa ditemukan pada API bulletin 5C3. Standar API memasukkan tiga tingkatan panjang, yang mana adalah: 

R-1: panjang joint harus dengan tingkatan dari 16 sampai 25 feet, dan 95% harus mempunyai panjang lebih besar dari 18 feet



R-2: panjang joint harus dengan tingkatan dari 25 sampai 34 feet, dan 95% harus mempunyai panjang yang lebih besar dari 28 feet



R-3: panjang joint harus lebih dari 34 feet, dan 95% harus mempunyai panjang lebih besar dari 36 feet.

Nilai/kelas API (The API grade) dari casing menunjukkan sifat baja casing. Tingkatan memiliki keterangan, yang menunjuk kelas/nilai, dan nomor yang menunjuk kekuatan luluh (yield strength) minimum dalam ribuan psi. Sebuah tabel nilai API casing dan sifatnya tercantum di bawah ini:

Sifat dari casing didefinisikan sebagai: 

Yield Strength: Tegangan tarik (the tensile stress) diperlukan untuk menghasilkan pemanjangan total 0,5% per satuan panjang



Collapse Strength: Tekanan maksimum dari luar (the maximum external pressure) atau gaya yang dibutuhkan untuk menutup casing joint



Burst Strength: Tekanan maksimum dari dalam (the maximum internal pressure) yang diperlukan untuk menyebabkan casing joint untuk menghasilkan/luluh (yield)

BAB III TEORI DASAR PEMBORAN DENGAN CASING

Perkembangan teknologi pemboran di dunia telah membuat pembaharuan dalam segi operasi pemboran, salah satunya adalah pemboran dengan Casing. Pemboran dengan casing adalah penyempurnaan dan pengembangan dari Casing While Drilling. Faktor yang membawa operator untuk menggunakan teknologi ini adalah pengurangan waktu dalam kurva pemboran dan pengurangan biaya peralatan yang berdampak akan mengurangi biaya pemboran. Ada dua metode dasar atau sistem penggunaan dari pemboran dengan casing yaitu :

1. Dengan memasukkan retrievable bottom hole assembly ke dalam casing dan menggunakan motor untuk menggerakan pahat konvensional dan reamer, yang selanjutnya disebut dengan casing drilling. 2. Dengan sistem memutar casing dari permukaan dan menggunakan sistem penyambungan casing internal dan pahat yang dapat dibor kembali dengan peralatan BHA penyemenan di tempat, yang selanjutnya disebut dengan drilling with casing. Penggunaan kedua metode atau sistem ini tergantung dari kegunaan dan fungsi pemakaian di lapangan, karena pemboran dengan casing ditawarkan sebagai solusi bagi masalah-masalah yang mungkin terjadi pada saat pemboran. 3.1 Konsep Dasar Casing Drilling Sistem casing drilling adalah sistem atau metode pemboran dengan menggunakan casing sebagai rangkaian pipa pemboran. Dalam hal ini fungsi dari rangkaian pipa pemboran sebagai media untuk melewatkan energi mekanik dan hidrolik kepada pahat bor digantikan oleh casing sehingga dalam pengoperasiannya sistem ini memerlukan peralatan khusus atau beberapa bentuk modifikasi dari peralatan konvensional yang sudah ada. Pada dasarnya, suatu rangkaian casing drilling terbagi menjadi dua rangkaian utama (lihat gambar 3.1), yaitu : 1. Rangkaian Bottom Hole Assembely (BHA) Rangkaian BHA casing drilling terdiri dari : a. Pilot Bit. b. Underreamer. c. Motor untuk Dirrectional Control (jika diperlukan). d. Rangkaian peralatan LWD dan MWD (jika diperlukan).

2. Rangkaian Pipa Casing Rangkaian pipa casing pada casing drilling telah didesain khusus untuk menahan beban putaran dan tekanan, yang telah dilengkapi pula dengan parameter khusus seperti : a. Casing Lock Collar b. Casing Torque Collar c. Centralizer Khusus d. Sistem pengunci pada bagian akhir rangkain Pada aplikasinya rangkaian BHA diturunkan dan dipasang pada bagian akhir casing dengan sutu sistem pengunci khusus, kemudian kedua rangkaian tersebut diturunkan secara bersamaan ke dalam lubang bor dan melakukan pekerjaan pemboran sampai menembus formasi yang dituju. Sedangkan untuk mengoperasikan sistem BHA serta untuk mencabut rangkaian BHA apabila kedalaman yang sudah tercapai atau diperlukan untuk mengganti bit atau motor digunakan powerfull wireline unit.

Sistem penyemenan yang digunakan pada casing drilling tidak jauh berbeda dengan sistem penyemenan yang digunakan pada operasi pemboran konvensional. Operasi penyemenan pada sistem ini dilakukan dengan menurunkan bottom plug terlebih dahulu sehingga bottom plug terkunci pada landing collar setelah itu barulah dipompakan semen dan didorong dengan menggunakan cementing plug hingga cementing plug terkunci pada bottom plug dengan suatu mekanisme pengunci khusus yang selanjutnya berfungsi untuk menahan tekanan balik dari semen yang dipengaruhui oleh tekanan formasi. Setelah itu barulah dilakukan pemboran untuk fase selanjutnya. 3.2 Tujuan Penggunaan Casing Drilling Casing drilling terutama didesain untuk suatu kondisi yang mengharuskan operator segera memasang casing setelah membor, sehingga kemungkinan terjadinya masalah formasi dapat dikurangi. Dengan segera menurunkan dan memasang casing pada lubang bor, masalah formasi yang disebabkan oleh runtuhnya formasi shale pada saat memasang casing dapat dicegah. Sistem ini juga dapat mengurangi time spent waiting maupun unscheduled event, yang terutama penting untuk operasi pemboran lepas pantai, di mana arus pasang surut sangat berpengaruh pada saat harus dilakukan pencabutan BHA dan menurunkan casing dengan segera. Selain dapat diperoleh efisiensi biaya operasional dan efisiensi waktu operasi yang berarti, dengan digunakannya metode casing drilling ini faktor keselamatan dapat ditingkatkan pula (dengan mengurangi tenaga kerja yang diperlukan). 3.3 Keuntungan Penggunaan Casing Drilling Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan sistem casing drilling pada suatu operasi pemboran antara lain adalah sebagai berikut :

3.3.1 Efisiensi Rig Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan rig khusus pada operasi casing drilling adalah :    

Desain rig lebih kecil dan ringan sehingga transportasinya lebih mudah. Mengurangi biaya sewa rig. Membutuhkan horse power dan perawatan yang lebih sedikit. Mengurangi pengulanggan kerja pada drawwork (pada saat triping time). Dalam mengoperasikannya sistem casing drilling dapat juga digunakan rig konvensional dengan memodifikasi beberapa sistemnya.

3.3.2 Efisiensi Operasional Dalam segi operasional, keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem casing drilling adalah : 

  

Diperlukan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit (dengan digunakannya diameter rangkaian pemboran yang lebih besar pada casing drilling, maka pressure loss pada rangkaian pemboran dapat diminimalkan sehingga tenaga pompa yang diperlukan tidak terlalu besar dan penggunaan bahan bakar dapat dihemat). Mengurangi biaya lumpur dan semen. Mengurangi waktu tripping (pada saat penggantian BHA). Mengurangi masalah deviasi dan dogleg.

3.3.3 Efisiensi Unscheduled event Untuk meminimalkan unscheduled event pada suatu operasi pemboran keuntungan bisa diperoleh dari penggunaan sistem casing driling adalah :   

Dapat mengatasi timbulnya masalah pada lubang sumur yang disebabkan oleh tekanan swab dan surge. Dapat mengaatasi timbulnya masalah pada zona waterflow, shear dan fluid loss pada saat menempatkan casing. Dapat mengatasi timbulnya rongga pada lubang bor saat dilakukan reaming back dari rangkaian pipa pemboran.

3.4 Keterbatasan Penggunaan Casing Drilling. Pada sistem ini terdapat beberapa keterbatasan yang disebabkan oleh penggunaan casing sebagai rangkaian pemboran. Keterbatasan tersebut antara lain adalah :  

Kecepatan putaran casing string tidak terlalu tinggi. Keterbatasan beban torsi yang mampu ditahan oleh casing pada saat rangkaian casing diputar.

 

Hanya efektif digunakan pada sumur-sumur pengembangan (development well). Timbulnya masalah fatigue.

3.5 Konsep Dasar Drilling With Casing (DWC) Drilling with casing adalah suatu metode atau sistem dengan menggunakan rangkaian casing sebagai rangkaian pipa pemboran. Dalam hal ini rangkaian pipa pemboran sebagai media untuk melewatkan energi mekanik atau hidrolik kepada pahat bor, digantikan oleh casing. Berbeda dengan konsep pemboran casing drilling yang telah diterangkan sebelumnya, Drilling With Casing menggunakan pahat bor khusus yang dinamakan Drillshoe, yang akan diletakkan pada sambungan casing pertama. Dengan sistem ini, setelah lubang yang dibor dengan casing mencapai kedalaman casing setting depth, “penyemenan ditempat” dapat langsung dilaksanakan tanpa harus diangkat dulu dari lubang (tanpa memerlukan tripping) dan tidak membutuhkan alat lain dalam casing untuk penyemenan. Karena float valve sudah diletakkan pada rangkaian casing selama operasi pemboran. Setelah CSD (casing setting depth) dicapai dan lubang bor dibersihkan dengan mensirkulasikan lumpur di dalam lubang, lalu bottom plug diturunkan sampai duduk pada float collar kemudian pompakan bubur semen dan didorong dengan top plug, maka membrane pada bottom plug akan pecah dan semen akan masuk mengisi annulus sampai posisi top plug berhimpit dengan bottom plug, dan setelah pekerjaan penyemenan selesai Drillshoe dapat langsung dibor dengan pahat PDC konvensional untuk fase pemboran selanjutnya. Sistem pemboran dengan casing ini tidak membutuhkan modifikasi untuk rig pemboran konvensional. Peralatan yang dibutuhkan untuk operasi ini adalah sistem top drive. Karena tidak ada yang dihilangkan dari casing, tidak ada persyaratan khusus untuk kabel bor atau peralatan penanganan pipa khusus untuk operasi ini. Sampai saat ini, tidak ada operasi DWC yang menggunakan rig penggerak kelly. 3.6 Tujuan Penggunaan Sistem DWC Teknik pemboran dengan menggunakan casing tidak dapat dipungkiri lagi sebagai teknik yang mampu mengurangi biaya-biaya pembuatan sumur, atau mempermudah pembuatan sumur yang efektif dan praktis selama bisa diaplikasi dilapangan. Pemboran dengan casing memberikan keuntungan dalam penyelesaian pekerjaan dimana tripping time untuk mengangkat peralatan pemboran dan waktu untuk menurunkan casing ke kedalaman setting depth di eliminasi dan pekerjaan dapat langsung dilanjutkan pada tahap penyemenan tanpa masalah. 3.7 Keuntungan Penggunaan Sistem DWC Keuntungan yang dapat diperoleh dengan penggunaan sistem DWC pada suatu operasi pemboran dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu efisiensi rig, efisiensi fluida, efisiensi operasional, efisiensi unscheduled event.

3.7.1 Efisiensi Rig Keuntungan yang dapat diperoleh dari efisiensi rig pada operasi DWC adalah :    

Tidak memerlukan rig khusus atau bisa menggunakan rig konvensional sehingga tidak ada biaya untuk menyewa rig yang khusus. Tidak diperlukkan sewa transportasi , perawatan dari drill pipe dan drill collar. Membutuhkan horse power dan perawatan yang lebih sedikit. Mengurangi pengulangan kerja pada drawwork (pada saat triping time).

3.7.2 Efisiensi Fluida Keuntungan yang dapat diperoleh dari efisiensi fluida pada operasi DWC adalah :  

Laju alir dapat dikurangi. Meningkatkan pengangkatan cutting sehingga pembersihan lubang dapat lebih effisien.

3.7.3 Efisiensi Operasional Dalam segi operasional, keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem DWC adalah : 

  

Diperlukan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit ( dengan digunakannya diameter rangkaian pemboran yang lebih besar pada sistem DWC, maka pressure loss pada rangkaian pemboran dapat diminimalkan sehingga tenaga pompa yang diperlukan tidak terlalu besar, dan dengan adanya hal tersebut maka penggunaan bahan bakar dapat lebih dihemat ). Menggurangi waktu tripping ( pada saat tripping dan penggantian BHA ) Menggurangi masalah deviasi dan dogleg. Mengurangi kebutuhan horse power rig, karena kebutuhan rate pompa dan tekanan yang lebih kecil.

3.7.4 Efisiensi Unscheduled event Dalam meminimalkan unscheduled event pada suatu operasi pemboran keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem DWC adalah : 

Dapat meminimalkan timbulnya masalah pada lubang sumur yang disebabkan oleh tekanan swab dan surge.

3.8 Keterbatasan Sistem DWC Pada sistem DWC terdapat beberapa keterbatasan yang disebabkan penggunaan casing sebagai rangkaian pemboran. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain adalah : 

Torsi pemboran harus tidak boleh melebihi dari torsi casing.

 

Teknologi saat ini dibatasi hanya untuk formasi yang lunak. Kedalaman dibatasi oleh kemampuan bit. Penggantian bit tidak memungkinkan karena harus mencabut seluruh rangkaian, sehingga menjadi tidak efisien.

3.9 Sistem DWC dan Alat –Alat Khusus yang Digunakan Sistem DWC dengan menggunakan casing drill shoe yaitu bagian terbawah dari rangkaian casing sebagai pengganti drill bit. Drill shoe ini didesain dan berfungsi sebagai pahat pemborannya. Pemutaran casing di permukaan menggunakan top drive system. Ada dua cara untuk menghantarkan torsi dan putaran dari top drive ke rangkaian casing pemboran, yaitu dengan casing spears atau water bushing. Rangkaian pemboran pada sistem ini terbagi menjadi dua rangkaian utama yang pertama rangkaian adalah BHA yang terdiri dari drill shoe, float collar, dan casing. Sedangkan yang kedua adalah peralatan pengangkatan yang harus bisa menahan berat, melakukan permutaran torsi dan mengandung tekanan. Perputaran DWC membutuhkan metode penyambungan dari top drive dengan casing, untuk menggerakan rangkaian casing. Ada dua alternatif peralatan pengangkatan yang digunakan yaitu : water bushing (casing cross over) dan casing spears. 3.9.1 Drillshoe Drillshoe adalah alat yang berfungsi sebagai pahat.yang diset di bawah rangkaian pemboran (lihat gambar 3.6). Bagian tengah dari nose alat ini terbentuk dari alumunium alloy, yang dapat dibor dengan segala macam bit / pahat. Alat ini dibentuk dengan kombinasi dari elemen thermally stable diamond cutting (intan pemotong yang stabil dalam temperatur dan densitas tinggi), tungsten carbide (besi berat tempaan yang terbuat dari bahan sejenis karbid) di depan blade dan badan luarnya mempunya PDC cutter. Drillshoe sangat agresif dan akan membor secara cepat dengan WOB rendah. Alat pemboran yang agresif dapat membuat torsi yang tinggi untuk berat yang rendah.

Tiga jenis model drillshoe yang digunakan dalam pemboran dengan casing yaitu: 1. Drillshoe 1 2. Drillshoe 2 3. Drillshoe 3 Adapun keterangan dari ketiga jenis drillshoe yang digunakan adalah sebagai berikut, 1. Drillshoe 1 Drillshoe 1 mempunyai sistim kerja untuk lapisan atau formasi yang tidak begitu keras dan juga menghemat biaya ketika melakukan pemboran di bandingkan dengan pemboran konvensional,

saving cost sewaktu akan mempersiapkan dan melakukan penyemenan (Cement in Place), tanpa adanya lagi Running Casing, drillshoe 1 merupakan produk berjenis inti aluminium yang berpusat di tengah dengan integral cutting blades. Pisau (blades) terbuat dari bahan-bahan yang keras yang akan menghasilkan ketahanan terhadap adanya abrasi dikarenakan pengaruh pemboran, nozzel yang dapat di bor (Drillable) terdapat di antara blades langsung kepada fluida pemboran yang berfungsi atau berpengaruh kepada pendinginan dan cuttings removal. Pusat dari drillable core terdapat di dalam badan baja (steel body) yang merupakan profile dari keseluruhan dari blades dan dilanjutkan kepada badan dari shoes yang melingkar hingga kepada diameter luar. Badan besi yang terdapat di dalam badan (body) berhubungan dengan blades di luar dari diameter luar cutting dan strutkur cutting yang terbuat dari carbide yang akan akan dibor keluar kepada keseluruhan diameter. Ketahanan terhadap abrasi dilindungi oleh kandungan metal matriks yang mengandung carbide Bricketts. 2. Drillshoe 2 Drillshoe 2 secara umum merupakan konstruksi yang hampir sama dengan Drillshoes 1, di mana terdapat pembaharuan terhadap cuttingnya yang terdapat di blades, yang mengandung berbagai jenis cutter jenis TSP yang terdapat di sekitar permukaan blades. Ini akan menghasilkan kemampuan untuk membor formasi yang lebih keras dan interval yang lebih dalam atau kata lain berkemampuan dalam menembus zona yang lebih dalam dalam pemboran dengan casing bladesnya di modifikasi dengan PDC cutter kepada diameter gauge-nya di sekeliling bagian luar dari drillshoe. 2. Drillshoe 3 Drillshoe 3 merupakan produk yang telah dikembangkan dari dua jenis Drillshoe di atas di mana telah dikombinasikan dengan keunggulan atau keuntungan dengan struktur cutting dari jenis PDC di mana merupakan standar dari mata bor PDC. Dengan kemampuan untuk meletakkan atau menempatkan non drillable dari struktur cutting ke dalam lubang sumur, jadi hanya meninggalkan material dari pipa pemboran di daerah pahatnya tanpa merusak dari blades drillshoes. 3.9.2 Water Bushing Water bushing (cross over) adalah sebuah alat sederhana yang berfungsi untuk menyambungkan top drive ke casing dan dapat di pasang pada torsi rendah. water bushing dibuat agar casing yang paling atas terhubungkan dengan top Drive sewaktu lubang dibuat dan sambungan menambah. Ini adalah suatu operasi yang sangat sederhana, penyambungannya dilakukan langsung dari water bushing ke casing, di mana jenis ulir dari bagian water bushing harus sama dengan ulir casing. 3.9.3 Casing Spear Casing spear sama fungsinya seperti water bushing yaitu alat sederhana untuk menyambungkan top drive ke casing. Casing spear didesain untuk penyambungan cepat pada casing, casing spears dihubungkan dengan casing tidak dengan ulir, tapi melalui bagian dalam casing yang

dimasukkan oleh spears yang juga dilengkapi dengan pack-off yang dapat menahan tekanan fluida (seal). menyebabkan ulir casing sama sekali tidak dipergunakan sehingga untuk penyambungan, hanya memerlukan satu koneksi, mengurangi waktu dan berarti akan mempercepat proses penyambungan dengan top drive system. Stop ring diposisikan dekat dengan puncak spear untuk memastikan pegangan diletakkan pada tempat yang tepat di dalam casing. ¼ putaran ke kiri tanpa pengangkatan khusus akan melepaskan casing sedangkan ¼ putaran ke kanan memasang spear untuk memegang rangkaian casing. 3.10 Prosedur Kerja Umum Pada Drillshoe 1 (HVOF Tungsten Carbide) dan Drillshoe 2 (Thermally Stable Diamond), kedua-duanya sangatlah agresif dan cepat dalam melakukan pemboran dengan WOB yang rendah. Peralatan pemboran yang agresif dalam menimbulkan torque yang besar untuk berat yang rendah. Sangat direkomendasikan nilai WOB dijaga sampai minimum, sampai beban torque yang didapat dari Drillshoe diketahui. Hal ini dikarenakan jika menggunakan berat WOB yang besar terlalu awal, kemungkinan dapat menyebabkan beban torque yang terlalu besar atau menyebabkan terlalu banyak pemakaian cutting structure. Prosedur kerja pada pemboran dengan casing melalui beberapa persiapan yaitu 3: 1. Persiapan Awal Pada Pemboran 1. Membongkar semua peralatan dan lakukan pemeriksaan peralatan. 2. Memeriksa dan mencatat nomor seri, ukuran dan tipe alat. 3. Memastikan tidak ada kerusakan pada aluminium nose atau cutting structure. 4. Memeriksa bagian nozzle. 5. Memindahkan pelindung ulir (thread protector) dan memeriksa jika ada kerusakan. 6. Memastikan bahwa tidak ada lapisan yang sobek atau serpihan didalam peralatan. 2. Menyambung Casing Drilling String 1. Mendirikan Drillshoe box-up diatas keset karet atau alas kayu. 2. Membersihkan dan keringkan sambungan. 3. Memasukan casing joint dan putar dengan beban torque normal. 4. Mengangkat dan menjalankan casing seperti prosedur normal sampai 1 joint dari bagian akhir. 5. Mengangkat rangkaian casing dengan water bushing atau drilling spear. 3. Proses Awal Pemboran 1. Memompakan lumpur dengan aliran bertekanan tinggi seperti yang direkomendasikan. 2. Memastikan indikator berat pada kondisi nol dan catat tekanan pompa dan rotary torque. 3. Menjalankan pemboran dengan lambat sampai ke mudline dan dengan hati-hati monitor nilai WOB, torque dan tekanan. 4. Dianjurkan bahwa joint pertama dilakukan pemboran dengan berat minimum sampai rangkaian casing berdiri tegak dan stabil pada lubang.

4. Pemboran Awal 1. Selalu melakukan pemompaan dan memuutar rangkaian sebelum sampai ke bawah. 2. Menaikkan berat secara beransur untuk mencapai ROP yang diinginkan. 3. Mengingat, berat WOB yang melampaui batas akan mengurangi umur alat. 4. Memonitor tekanan pompa secara hati-hati. 5. Pekerjaan Penyemenan Float collar yang terpasang bersamaan dengan rangkaian casing dapat membuat operasi penyemenan segera dimulai begitu target total depth dicapai. Operasi penyemenan ini dapat dilakukan seperti prosedur penyemenan normal. 6. Drilling Out Drilling out atau pemboran selanjutnya pada Drillshoe dapat digunakan dengan pahat bor standar atau dengan Drillshoe tipe lainnya.

A. Pemboran selanjutnya dengan pahat bor. - Aluminum nose sangat baik dibor dengan WOB medium, RPM rendah dan flow rate maksimum. - Diperkirakan waktu yang dibutuhkan menembus nose Drillshoe adalah 5 – 20 menit. - Jangan melakukan putaran ketika menarik BHA naik keatas shoe, kecuali benar-benar diperlukan. B. Pemboran selanjutnya dengan Drillshoe - Aluminum nose sebaiknya dibor dengan WOB yang sangat rendah, RPM rendah dan flow rate maksimum. - Diperkirakan waktu yang dibutuhkan menembus nose Drillshoe adalah 10 - 40 menit. - Jangan melakukan putaran ketika menarik naik keatas shoe, kecuali benar-benar diperlukan.

3.11 Metode Perhitungan yang Digunakan pada DWC Dalam pemilihan material casing yang tepat pada aplikasi sistem DWC ini, perlu diperhitungkan pula beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan pipa casing yang dalam hal ini akan digunakan sebagai rangkaian pipa pemboran. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan agar rangkaian pipa casing dapat mampu menahan beban tekanan lain adalah, beban collapse, beban burst serta beban tension. Metode perhitungan yang digunakan untuk perhitungan ini adalah metode grafis4. Metode ini secara luas digunakan untuk memilih sesuai berat, grade dan

menentukan kedalaman casing yang akan diseting. Beban burst, collapse dan tension ditentukan dengan menggunakan grafik tekanan vs kedalaman. ini. 3.11.1 Beban Collapse Beban collapse adalah beban yang ditimbulkan oleh tekanan fluida yang terdapat di luar rangkaian pipa pemboran (pada annulus). Metode ini beranggapan bahwa beban collapse ditimbulkan oleh tekanan formasi di sepanjang casing tersebut sebelum penyemenan dilakukan. Metode ini juga beranggapan yang sama dengan metode maksimum load bahwa bahwa beban collapse akan mencapai harga terbesar pada saat sumur mengalami lost circulation dengan sebagian tinggi lumpur tersisa di dalam sumur/casing. Biasanya fluida yang berpengaruh terhadap beban collapse yang ditimbulkan adalah lumpur serta semen pada saat casing dipasang terutama tekanan hidrostatik pada saat semen disirkulasikan sampai ke permukaan. Pembebanan fluida yang membantu casing menahan collapse (back up) adalah lumpur dengan densitas yang paling ringan yang dipakai saat pemboran kedalaman selanjutnya di bawah kaki casing.

Tahapan-tahapan perhitungan untuk mengetahui besarnya beban collapse yang harus ditanggung oleh pipa adalah sebagai berikut : 1. Menghitung tekanan eksternal dan tekanan Internal pada kolom lumpur di luar dan di dalam casing. 2. Menghitung tekanan collapse (Pc) dari perbedaan tekanan eksternal dan tekanan internal. 3. Pada grafik kedalaman vs tekanan,tarik garis dari Pc = 0 di permukaan dan Pc = maksimum di casing shoe. Garis ini adalah garis tekanan collapse. Pc di shoe = 0.052 x mud weight (ppg) depth (ft) ………………… 3.1 4. Menarik garis lurus harga collapse dari casing yang tersedia. 5. Persilangan dari garis tekanan collapse dan garis lurus dari casing tertentu akan mendapatkan kedalaman yang sesuai untuk casing tersebut. 3.11.2

Beban Burst Beban burst adalah beban yang yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik lumpur di dalam casing dan tekanan permukaan. Beban burst untuk surface casing ditimbulkan oleh kolom lumpur yang mengisi seluruh panjang casing dan tekanan maksimum tertentu yang dapat dicapai pada bagian atas dan bawah serta pada masing-masing kedalaman antara bagian atas dan dasar rangkaian pipa bor. Beban burst maksimum dapat ditemui pada saat terjadi kick dan dalam annulus berisi gas dan lumpur. Untuk dapat menghitung beban burst yang harus ditahan oleh pipa, maka berdasarkan pada metode grafis tahapan-tahapan perhitungannya adalah : 1. Menghitung gradient tekanan Gf = Gradient rekah (ppg) x 0.052................................................ 3.2

formasi.

2. Menghitung tekanan eksternal dari tekanan formasi yang diharapkan dari kedalaman selanjutnya. Pf = Gf (psi/ft) depth (ft).......….................................................... 3.3 3. Menghitung tekanan dalam casing. Pi = Pf (psi) – (TD (ft) – CSD (ft) ) x Gradien gas (psi/ft)............. 3.4 4. Menghitung tekanan luar casing. Pe = 0.052 x berat lumpur (ppg) x CSD (ft).................................... 3.5 5. Denga perbedaan tekanan yang diperoleh dari tahap 3 dan tahap 4 akan memberikan tekanan burst di shoe. Pb di shoe = (Pi (psi) - Pe(psi) ) x SF burst ………………............ 3.6 Sedangkan harga burst di permukaan diberikan menggunakan persamaan : Pb di permukaan = Pf - TD Gf ................................................. 3.7 di mana : Pb = Tekanan burst, psi. Pf = Tekanan formasi, psi. TD = Total depth, ft. CSD = Casing setting depth, ft. Gf = Gradien formasi, psi/ft. 6. Memplot tekanan burst pada grafik dan tarik garis lurus harga burst yang tersedia dari casing. 7. Persilangan dari garis tekanan burst dan garis lurus dari casing tertentu akan mendapatkan kedalaman yang sesuai untuk casing tersebut. 3.11.3 Beban Tension Beban tension sebagaimana diketahui adalah beban dari berat rangkaian casing yang digantung di dalam sumur. Tetapi dengan adanya lumpur di dalam sumur tersebut akan memberikan gaya apung terhadap casing tersebut sehingga berat casing akan lebih ringan bila dibandingkan dengan berat casing di udara. Akibat lain dari adanya gaya apung ini adalah bahwa pada sebagian rangkaian casing tepatnya pada bagian bawah, casing berada dalam kondisi kompresif dan selebihnya pada keadaan tension. Pada tiap-tiap bagian dari rangkaian casing beban tensile atau beban kompresif harus dapat diketahui secara pasti. Perhitungan beban tension sangat penting untuk dilakukan pada bagian-bagian terpisah dari rangkaian casing. Prosedur ini perlu dilakukan pada saat masing-masing bagian dari casing diturunkan ke dalam lubang bor serta disemen pada densitas fluida yang berbeda. Perhitungan beban tension digunakan untuk mengevaluasi kekuatan casing untuk memilih sambungan (coupling) yang sesuai dan untuk menghitung beban biaksial. Untuk menghitung beban tension maksimum yang harus ditahan oleh rangkaian casing pada masing-masing bagian, dapat digunakan langkah - langkah sebagai berikut : 1. 2. 3.

Menentukan berat rangkaian casing di udara : Wia = L P Menentukan buoyancy factor : BF = Menentukan desain beban ( maximum tension ) T = W BF di mana : W = Berat rangkaian casing, lb.

L = Panjang casing ( kedalaman ), ft. P = Berat casing / joint, ppf. BF = Buoyancy factor. = Berat lumpur pemboran, ppg. T = Beban tension,lb. 3.11.4 Beban Biaksial Beban biaxsial adalah gaya-gaya yang bekerja pada casing yang terdapat di dalam sumur terjadi secara kombinasi. Dengan adanya tension maka akan menurunkan collapse resistance dan menaikkan burst resistance. Jadi dapat disimpulkan dari uraiain di atas, bahwa terdapat empat kondisi dasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan casing. 1. 2. 3. 4.

Bila tekanan dalam tekanan luar maka akan terjadi pembebanan burst. Bila terkanan luar tekanan dalam maka akan terjadi pembebanan collapse. Bila Tension minimum Yield Strength maka akan terjadi Deformasi Permanent. Tension akan menurunkan Collapse Resistance. Parameter yang akan dihitung pada beban biaksial ini adalah : a. Tes tekanan = 60% Pb ………………………………….... 3.11 b. TST = BW + . .……………............... 3.12 c. SF tension = .......................................... 3.13 d. SF burst = ................................. 3.14 e. SF collapse = ................................................. 3.15 f. BF = 630 x D x Wn ......................................................................... 3.16 g. SL = 3200 Wn………………………………………………….. 3.17 di mana : Wia = Berat di udara,lbs. Bf = Bouyancy factor. Pb = Tekanan burst, psi. TST = Total kekuatan tensile,lbs. ID = Inside Diameter, in. SF = Safety Factor. BF = Kekuatan bending, lbs. Wn = Berat persatuan panjang, lbs. SL = Shock Load/kekuatan drag, lbs.

Related Documents

Ppt Tekanan
January 2021 0
Produktivitas Formasi
March 2021 0
Error Deteksi
January 2021 1

More Documents from "Teti Azril"