Dr. Taufiq Ramdani, S.th.i., M.sos: Artikel Tema Keislaman

  • Uploaded by: Diya'ul Adha
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dr. Taufiq Ramdani, S.th.i., M.sos: Artikel Tema Keislaman as PDF for free.

More details

  • Words: 14,376
  • Pages: 55
Loading documents preview...
ARTIKEL TEMA KEISLAMAN: 1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM 2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS 3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS 4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH(REFERENSI AL-HADITS) 5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA PENEGAKAN HUKUM

DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh: Nama

:DIA’UL ADHA

NIM

: E1A020021

Fakultas&Prodi

: FKIP-Pendidikan Biologi

Semester

: 1 (ganjil)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM T.A. 2020/2021

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt atas segala rahmatnya sehingga tugas ini dapat tersusun hingga selesai. Sholawat serta salam kita haturkan kepeda nabi Muhammad saw yang telah membawa kita menuju jalan yang benar. Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam Besar harapan kami tugas ini akan memberi manfaat dan menambah pengetahuan bagi diri saya pribadi maupun bagi para pembaca lainnya. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalman kami,kami yakin masih banyak kekurangan dalam tugas ini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan keritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini.

Mataram, 22 Oktober 2020

DIA’UL ADHA E1A020021

ii

DAFTAR ISI HALAMAN COVER…………………………………………………………………..i KATA PENGANTAR…………………………………………………………………ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………….….iii BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam….1 BAB II.Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits……………………...17 BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits……………………………………26 BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits)……………35 BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta Keadilan Hukum dalam Islam………………………………………………44 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….50 LAMPIRAN…………………………………………………………………….........52

iii

BAB I TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

A. Konsep Ketuhanan dalam Islam Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut: ِ ‫ب هَّللا‬ ِّ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَ ا ًدا ُي ِح ُّبو َن ُه ْم َك ُح‬ ِ ‫اس مَنْ َي َّت ِخ ُذ مِنْ د‬ ِ ‫َومِنَ ال َّن‬ “Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah”. Sebelum turun Al-Quran, dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapanungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya. Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

1

َّ ‫س َّخ َر ال‬ ِ ‫س َم َوا‬ َ‫س َوا ْل َق َم َر َل َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ُي ْؤ َف ُكون‬ َ ‫ش ْم‬ َ ‫ض َو‬ َ ‫ت َواأْل َ ْر‬ َّ ‫سأ َ ْل َت ُه ْم مَنْ َخلَقَ ال‬ َ ْ‫َولَئِن‬

Jika kepada mereka ditanyakan , “siapa yang menciptakan langit dan bumi,dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah . Dengan demikian seseorang yang mempelajari adanya Allah ,belum tentu berarti orang tua itu,beriman dan bertakwa kepada-Nya. Seseorang baru ditanyakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari . Tuhan berperan bukan sekedar pencipta, melainkan juga mengatur alam semesta. B. FILSAFAT KETUHANAN ISLAM Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha

menafsirkan

pengalaman-pengalaman

manusia.

(Ahmad

Hanafi,

Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45) Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

2

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30). Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim. a. Siapakah Tuhan itu? Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat  al-Furqan ayat 43. ‫أَ َرأَ ْيتَ َم ِن ا َّت َخ َذ إِ ٰلَ َه ُه ه ََواهُ أَ َفأ َ ْنتَ َت ُكونُ َعلَ ْي ِه َوكِيلًا‬ ''Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?'' QS:45(Al-Jasiyah):23, yaitu: ‫هّٰللا‬ ‫ص ِرهٖ ِغ ٰش َو ًة ۗ  َفمَنْ َّي ْه ِد ْي ِه م ِۢنْ َب ْع ِد‬ َ ‫س ْمعِهٖ َو َق ْل ِبهٖ َو َج َعل َ َع ٰلى َب‬ َ ‫ضلَّ ُه ُ َع ٰلى عِ ْل ٍم َّو َخ َت َم َع ٰلى‬ َ َ‫اَ َف َر َء ْيتَ َم ِن ا َّت َخ َذ ا ِٰل َه ٗه ه َٰوٮ ُه َوا‬ ‫هّٰللا‬ َ‫ِ ۗ اَ َفاَل َت َذ َّك ُر ْون‬ "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" QS:28 (Al-Qasas):38,perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: ۤ ‫ص ْر ًحا لَّ َعلِّ ۤ ْي اَ َّطلِ ُع ا ِٰلى ا ِٰل ِه‬ َ ‫َو َقا لَ ف ِْر َع ْونُ ٰۤيـا َ ُّي َها ا ْل َماَل ُ َما َعلِ ْمتُ لَـ ُك ْم مِّنْ ا ِٰل ٍه َغ ْي ِر ْي ۚ  َفا َ ْوقِدْ ل ِْي ٰي َها ٰمنُ َعلَى ال ِّط ْي ِن َفا ْج َعلْ ِّل ْي‬ َ‫ُم ْو ٰسى  َۙ و ِا ِّن ْي اَل َ ُظ ُّن ٗه مِنَ ا ْل ٰـكذ ِِبيْن‬ "Dan Fir'aun berkata, Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarkanlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi

3

untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk pendusta." Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut: Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Perkataan tersebut hendaklah diartikan secara luas oleh kita. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

ketenangan

di

saat

mengingatnya

dan

terpaut

cinta

kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56). Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah. Pengetahuan Menurut Al-Kindi terbagi menjadi dua :  Pertama, pengetahuan illahi seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.

4

 Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilmu insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran. Bagi Al-kindi, agrumen yang dibawa Al-Qur’an itu lebih meyakinkan dari pada agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan Al-Qur’an tidaklah bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat. Tuhan dalam filsafat Al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah maupun ma-hiyyah.Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang ada dialam.Ia pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang wa Al-shurah). Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa dengan-Nya,. C. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan 1. Pemikiran Barat Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut: a.

Dinamisme “Dinamisme” berasal dari kata Yunani dynamis yang dalam bahasa Indonesia disebut kekuatan. Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mulamula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India).

b.

Animisme

5

Di

samping

kepercayaan

dinamisme,

mempercayai adanya peran roh dalam

masyarakat

primitif

juga

hidupnya. Setiap benda yang

dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang apabila kebutuhannya dipenuhi. c. Politeisme Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya. d.

Henoteisme Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

e.

Monoteisme Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu:  Deisme, berasal dari kata latin deus yang bearti Tuhan yang menurut paham ini Tuhan berada jauh di luar alam, Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam menciptakan-Nya.  Panteisme, mengandung arti ”seluruhnya Tuhan” dan berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan.

6

 Teisme, sepaham dengan deisme, berpendapat bahwa Tuhan di luar alam, tetapi sepaham dengan panteisme yang menyatakan bahwa Tuhan sungguhpun berada di luar alam namun juga dekat dengan alam. Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan

adanya

monoteisme

dalam

masyarakat

primitif.

Dia

mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain. Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 : 26-27). 2. Pemikiran Umat Islam Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, ilmu Kalam, atau ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Mu’awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya.Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu : Mu’tazilah

7

Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani,

satu

sistem

teologi

untuk

mempertahankan

kedudukan

keimanan.Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.  Qodariah Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.  Jabariah Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat.Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini merupakan pecahan dari Murji’ah.  Asy’ariyah dan Maturidiyah Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan Jabariah.. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. D. Pemikiran Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:

8

 QS 21 (Al-Anbiya): 92 “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.  QS 5 (Al-Maidah):72 “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.  QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4 “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq. Menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya. Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan. E. Pembuktian Wujud Adanya Tuhan Allah sebagai wujud yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita mengenal-

9

Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga jumlahnya. Jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia memiliki rasa berketuhanan. Dalil fitrah ini merupakan perasaan berketuhanan secara langsung yang tertanam pada diri setiap manusia.Dalil ini menjadi model sekaligus modal khusus bagi manusia.Akan tetapi untuk memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalildalil yang argumentatif, bersandar pada akal, dan wahyu sebagai tambahan serta penguat argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat dan sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan Allah . Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj al-Balaghah sebagai berikut: “Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah.Dia tidak dibatasi oleh batasanbatasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka.siapa yang menunjuk-Nya berarti mengakui batas-batas-Nya, dan yang mengakui batas-batas-Nya berarti telah menghitung-Nya.

Siapa

yang menggambarkan-Nya,

berarti

membatasi-Nya,

memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya.Segala sesuatu yang disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.” a. Dalil Fitrah Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22. b. Dalil Akal Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi Allah SWT.Terdapat empat unsur alam semesta yang terkandung di dalamnya:  Ciptaan-Nya Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara 10

berkembang biak (QS. 35:28). Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun pintarnya manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. 22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup. 

Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi,

diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah

dari

panasnya

sekarang,

pastilah

manusia

akan

membeku

kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. 67:3,4)  Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2) Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan perhitungan yang tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.  Hidayah (Tuntunan dan petunjuk) (QS. 20:50) Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri. Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan. Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan

11

penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar.” (QS.41:53) a. Dalil Akhlaq Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq) inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8) b. Dalil Wahyu Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda. Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya,

serta memberi peringatan

akan akibat

buruk dari

syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah. c. Dalil Sejarah Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno bernama Plutarch). Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selai islam, diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang memebentuk filsafat-filsafat atau pemikiran

tentang

ketuhanan.

Filsafat

dan

pemikiran

tersebut

justru

mendatangkan keguncangan dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsiatan terhadap keberadaan Allah.

12

Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut dioptimalkan

dengan

proses

memikirkan

ciptaan

atau

tafakkur

dan

tanda-tanda

tadabbur.

Tafakkur

artinya

Allah

(ayat

kebesaran

kauniyah).Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam alQur’an (ayat qauliyah).Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS. Yusuf/12:105) Adapun Dalil-dalil Tentang Adanya Allah sebagai berikut: 1). Dalil Ontologis Tuhan ada dalam pikiran manusia. Karena mereka berfikir, tak ada manusia yang sempurna, yang sempurna hanyalah Tuhan. Atas dasar itu , Bapak menasehati “Jika kamu membenci seseorang, cintai dia alakadarnya. “ 2). Dalil Kosmologis/ Kausalitas/ Sebab-Akibat Tuhan ada karena ada bukti penciptaanNya. 3). Dalil Teleologis ( pendekatan tentang keteraturan) Alam ini sangat teratur. Logikanya, jika sesuatu tercipta karena kebetulan, maka tidak akan ada keteraturan. Alam ini dibuat teratur untuk menjadi sarana bagi manusia. 4). Dalil Moral Manusia tidak mungkin memberikan kode moral sebaik- baiknya, seadli adlinya, susuai fitrah manusia, dan bersifat absolut — untuk manusia lainnya– kecuali datangnya dari Allah. contoh : anak tidak boleh menikahi ibunya. Sebab, sebelum Al Quran turun, istri seorang pria itu akan diwariskan kepada anak laki lakinya. 5). Dalil Al- Quran

13

Al Ankabut(29):61 Dan jika engkau bertanya kepada mereka ” Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukan matahari dan bulan?” Pasti mereka akan menjawab “Allah”. Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran) Al Kahfi(18): 84 Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi, dan Kami telah Memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu. At Thur(52) : 35 Atau apakah mereka tercipta tanpa asal usul ataukah mereka yagn menceptakan (diri mereka sendiri)? Al Hijr (15): 21 Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu. 6.) Dalil Cosmologi. Bukti-bukti adanya Tuhan dapat diketahui dengan menggunakan dasardasar cosmologi, sebagaimana diisayaratkan Al-Qur’an Al-Qur’an surat AlBaqarah;164: Tuhan menyuruh manusia mempelajari cosmos dan kekuatannya yang merupakan kumpulan alam semesta yang menggambarkan adanya kesatuan di balik penampilan yang beragam sehingga dapat dipergunakan sebai-baiknya dalam menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Untuk memudahkan manusia menarik kesimpulan, maka AlQur’an mengungkapkannya dengan cara yang komunikatif dan dialogis. Perhatikan QS.Asy-syura;23-24 dan an-naml;60 berikut ini: Al-Qur’an memberikan dasar-dasar dan membimbing dasar-dasar dan membimbing metode berpikir. Dalam usaha berpikir untuk mendapatkan kepastian kebenaran Tuhan, khusunya di bidang cosmologi adalah menyelediki sebab (causa) terjadinya kosmos yang mengharuskan akal kita mengambil keputusan, bahwa pasti ada penyebab yang menyebabkan terjadinya cosmos itu.

14

7). Dalil Astronomi Tuhan memperkenalkan diriNya bahwa Dia ada dengan cara menunjuk planet-planet yang terdiri atas bintang, bulan dan matahari yang masingmasing beredar tetap pada garis orbitnya. Tidak mungkin yang satu akan melampui yang lainnya dan tidak akan keluar pula dari garis ukuran yang telah ditentukan untuknya. Semua itu sebagai bukti adanya perhitungan yang sangat rapi. Sebagaimana ditemukan Taufiq al-Hakim (intelektual terkemuka) tentang teori al-Ta’adduliyah (keserasian), bahwa ”bumi merupakan bola (globe) yang hidup dengan seimbang dan tawazun dengan bola terbesar di alam ini, yaitu matahari” (Yusuf Qardlawi,1995,143). Fenomena tersebut sebagai hasil dan kecermatan ciptaan-Nya. Dalam QS Ath-tahriq;1-3 dan asy-syams;1 dan 2 Allah menegaskan: Semua penegasan tersebut mendapat jawaban yang jelas dan selaras dengan teori-teori ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip kebenaran yang berdasarkan pada logika yaitu bahwa alam yang luas dan indah ini pasti ada pengaturnya yang memiliki kepandaian agung, dan penjaganya mestilah Maha Kuat dan Maha Kuasa yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. 8). Dalil antropologi Keistimewaan manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah terletak pada akal, ilmu pengetahuan dan ruhnya. Bukti antropologi ini dibuktikan dalam Al-Qur’an surat at-thariq;5-7 dan ar-rum;20 berikut ini: Manusia

itu

sebagai

makhluk

berkemauan,

karena

Allah

menghendakinya. Inilah realisasi dari makna la- haula walaa quwwata illa billah, atau, manusia itu mempunyai daya dan kekuatan untuk mengambil manfaat dan menolak bahaya. Namun daya dan kekuatannya itu bukan dari diri dan dengan dirinya sendiri, melainkan dengan dan dari Allah (Yusuf Qardlawi, 1995;63) 9.)Dalil Psikologi

15

Dibandingkan makhluk lain , manusia memiliki dua keistimewaan. Pertama, bentuk tubuh yang indah, sempurna dan praktis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua, jiwa yang memiliki perasaan dan kepandaian, untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapkan kepadanya dengan berpikir dan memelihara ketahanan mental (sabar) QS.Ar-Rum;21

16

BAB II SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

A.

Pengertian

Sains

dan

Teknologi

Dewasa ini kata ilmu pengetahuan dan kata teknologi makin sering digunakan orang dalam ceramah maupun dalam percakapan sehari-hari. Baik dia seorang ilmuwan, politisi ataupun pengusaha, bahkan orang awam pun sering kali menyebut dua kata itu. Penggabungan dua kata itu memunculkan akronim atau singkatan sains dan

teknologi.

Orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit kebingungan tatkala menghadapi kata "ilmu". Dalam bahasa Arab, ada kata al-'ilm yang berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan kata ilmu dalam bahasa Indonesia, merupakan terjemahan dari kata "science".Sains adalah serapan dari kata bahasa inggris sciense yang diambil dari kata sciensia yang berarti pengetahuan. Selain pengertian di atas "sains" juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diuji dan dibuktikan kebenarannya.Sementara itu, teknologi diartikan sebagai ilmu atau studi tentang praktis atau industri, ilmu terapan dan sebagainya. Menurut Andi Hakim Nasution sains adalah hasil nalaran akal manusia berupa pengalaman-pengalaman manusia yang berpola secara sistematis. Sains jika dikembangkan, membuahkan produk yang dapat dimanfaatkan manusia. Produk tersebut

dinamakan

teknologi.

Asal mulanya pengertian seciences ialah segala jenis ilmu, meliputi "social sciences" dan "natural science". Kemudian pengertian istilah science hanya untuk "natural sciences" , dan diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Social Sainces kelompok yang khusus mengenai masalah kehidupan manusia, terdiri dari sosiologi, hukum, ekonomi, bahasa, psikologi agama dan seni. Sedangkan Natural Sciences kelompok yang khusus mengenai masalah alam fisik manusia dan lingkungannya, terdiri dari matematika, fisika, kimia, biologi, astronomi, meteorologi, dan geologi. Pengertian teknologi secara umum dapat dikatakan bahwa teknologi adalah sesuatu yang dapat meninggikan harkat umat manusia. Selain itu, teknologi juga dapat

17

dikatakan

sebagai

penerapan

ilmu

pengetahuan.

1. Perkembangan Sains dan Teknologi Sejarah perkembangan sains diawali dengan kegiatan pengamatan manusia atas peristiwa-peristiwa alam, seperti matahari yang terbit di sebelah timur dan terbenam di sebelah barat. Demikian pula pengamatan terhadap peredaran benda-benda langit seperti bintang-bintang di malam hari merupakan awal perkembangan ilmu astronomi yang sangat berguna sebagai pedoman arah bagi pelayaran di laut. Perkembangan ilmu pengetahuan dimulai tahun 638 M dari Iskandariah (Alexanderia) menurut Dr. Draper dalam bukunya yang menulis: "Kegiatan kaum muslimin

mengembangkan

ilmu

pengetahuan

dimulai

sejak

ditaklukannya

Iskandariah tahun 638 M". Belum sampai 2 abad sejak waktu itu, mereka sudah dapat menguasai semua naskah ilmu Yunani dan menjelaskannya dengan cara yang benar. Sebelum perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan bangsa Arab, Eropa masih dalam kegelapan penuh tahayul, khurafat dan beribu macam dogma. Berdasarkan hal-hal tersebut sungguh benarlah seorang sarjana barat yang bernama "Dozi" yang mengatakan dalam bukunya "Sejarah Muslimin di Spanyol"; kalau bukan karena bangsa Arab, kebangunan eropa akan terlambat berabadabad". Sedangkan teknologi, dewasa ini perkembangan dan kemajuannya berlangsung amat pesat, sehingga tidak memungkinkan seseorang untuk mengikuti seluruh proses perkembangannya. Perkembangan teknologi tidak terlepas dari adanya perkembangan dalam bidang sains yang juga telah berlangsung dengan pesat sekali

terutama

sejak

abad

ke-19

hingga

sekarang.

Sejarah menunjukkan bahwa mula-mula teknologi berkembang tanpa adanya hubungan dengan perkembangan sains. Namun kemudian, kenyataan bahwa perkembangan sains itu mengakibatkan perkembangan teknologi dan sebaliknya, merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri. 2.

Perkembangan

Sains

dan

Teknologi

Dalam

Islam

Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut : ۟ ُ‫قُلْ َهلْ َي ْس َت ِوى ٱلَّذِينَ َي ْعلَمُونَ َوٱلَّذِينَ اَل َي ْعلَمُونَ ۗ إِ َّن َما َي َت َذ َّك ُر أ ُ ۟ول‬ ِ ‫وا ٱأْل َ ْل ٰ َب‬ ‫ب‬ 18

…Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar (39) : 9) ۟ ‫ش ُز‬ ۟ ‫ش ُز‬ ۟ ‫س ُح‬ ۟ ‫س ُح‬ ُ ‫وا َفٱن‬ ُ ‫س ِح ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم ۖ َوإِ َذا قِيل َ ٱن‬ َ‫وا َي ْر َف ِع ٱهَّلل ُ ٱلَّذِين‬ َ ‫وا َي ْف‬ َ ‫ِس َفٱ ْف‬ َّ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذِينَ َءا َم ُن ٓو ۟ا إِ َذا قِيل َ لَ ُك ْم َت َف‬ ِ ‫وا فِى ٱ ْل َم ٰ َجل‬ ۟ ‫وا مِن ُك ْم َوٱلَّذِينَ أُو ُت‬ ۟ ‫َءا َم ُن‬ ‫ت ۚ َوٱهَّلل ُ بِ َما َت ْع َملُونَ َخبِي ٌر‬ ٍ ‫دَر ٰ َج‬ َ ‫وا ٱ ْل ِع ْل َم‬ Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah (58) : 11) B. Sains dan Teknologi Dalam Perspektif Al-Qur’an Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan bagi seluruh umat manusia yang mau menggunakan akal pikirannya dalam memahami penciptaan alam semesta. Apabila diperhatikan dengan cermat ayat-ayat Al-Qur'an banyak sekali yang menyinggung masalah ilmu pengetahuan, sehingga Al-Qur'an sering kali disebut sebagai sumber segala

ilmu

pengetahuan.

Selain itu, Al-Qur'an merupakan landasan pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan dalam Islam. Oleh karena itu, telah banyak dilakukan studi yang menyoroti sisi kemukjizatan al-Qur'an, antara lain dari segi sains yang pada era ilmu dan teknologi ini banyak mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Al-Qur‟an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur‟an bukanlah ensiklopedi sains dan teknologi

apalagi

al-Qur‟an

tidak

menyatakan

hal

itu

secara

gamblang.

Al-Quran al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraianuraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal di atas, Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat. C. Konsep Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

19

Kata dasar ilmu diambil dari bahasa Arab ‫ علم‬yang lazim diterjemahkan menjadi 'ilmu' atau 'pengetahuan' karena merujuk pada proses mendapatkan pengetahuan dan pada informasi yang diperoleh melalui belajar (Esposito, 2001: 291) Kata ilmu ini sepadan maknanya dalam bahasa Inggris science, dalam bahasa Jerman wissenschaft dan dalam bahasa Belanda wettenschap (Syafi'ie, 2000: 25) Selain itu, dapat pula dikatakan bahwa kata ilmu yang diterjemahkan dari bahasa Inggris adalah kata science yang berasal dari bahasa Latin sceintia yang berarti pengetahuan. Kata sceintia berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya mempelajari,

mengetahui

(Tim

Dosen,

1996:

102).

Menurut The Liang Gie "ilmu” atau “science” merupakan suatu perkataan yang bermakna ganda, yaitu mengandung lebih dari satu arti". Menurut cakupannya ilmu pertama-tama adalah sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu kepada ilmu seumumnya (science-in-general). Sementara arti yang kedua, ilmu adalah menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini, ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti antropologi, biologi, geografi atau sosiologi (Gie, 2000: 85). Pemahaman ilmu dapat sebagai aktivitas, metode dan pengetahuan itu dapat di ringkas sebagai berikut: a. Ilmu sebagai proses yang akan melahirkan aktivitas penelitian. b. Ilmu sebagai prosedur yang akan beraplikasi menjadi metode ilmiah. c. Ilmu sebagai produk yang akan menuju kepada pengetahuan sistematis. Jadi ilmu adalah sesuatu yang mencerminkan salah satu atau keseluruhan dari ketiga unsur yang telah disebutkan. Namun hal tersebut belumlah menjadi hal yang final, dikarenakan luasnya kajian tentang ilmu, sehingga akan sulit menemukan pengertian ilmu secara komprehensif, tetapi dengan melihat ketiga unsur tersebut paling tidak dapat lebih mendekatkan kita kepada pemahaman tentang ilmu. Sementara pengertian teknologi menurut Runes, secara etimologi berakar kata dari techne yang berarti serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu obyek atau kecakapan. Pengertian teknologi seperti yang dikemukakan oleh Carl Mitcham:

20

1. Technology-as-object (teknologi sebagai barang), obyek itu meliputi alat, perlengkapan dan mesin. 2. Technology-as-process (teknologi sebagai proses), proses yang mencakup pembikinan, penggunaan, penciptaan dan perancangan. 3. Technology-as-knowledge (teknologi sebagai pengetahuan). 4. Technology-as-volition (teknologi sebagai keinginan), keinginan itu berujud pada kekuasaan, kelangsungan hidup, kebebasan, dorongan batin atau kebutuhan). (Gie, 1996 : 35) Dalam hal ini, secara singkat teknologi adalah sebuah sistem, yakni suatu kebulatan tekad terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain maupun dengan lingkungan sekelilingnya. Sistem apa atau yang bagaimana telah terjawab dengan sistem ketrampilan praktis, atau secara lebih umum suatu sistem penentuan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu berdasarkan konsep efisiensi. Pengertian efisiensi sebagai perbandingan terbaik antara suatu kegiatan yang dilakukan dengan hasil yang tercapai merupakan cita, nilai dan ukuran yang diusahakan terwujud dalam perkembangan teknologi sejak dahulu sampai sekarang. Ada 4 (empat) pola hubungan antara teknologi dengan ilmu yang menunjukkan pola: 1. Teknologi dan ilmu masing-masing berkembang dan mencapai kemajuan sendiri-sendiri tanpa pengaruh penting atau dorongan utama dari pihak lainnya. 2. Teknologi merupakan Pihak utama yang mendorong perkembangan ilmu dan membantu kemajuan ilmu. 3. Ilmu merupakan pihak utama yang mendorong perkembangan teknologi atau membantu kemajuan teknologi. 4. Teknologi dan ilmu mempunyai saling keterkaitan dengan pengaruh timbal balik yang saling memacu perkembangan dan kemajuan masing-masing (Gie, 1996 : 109). D. Alquran, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu pengetahuan merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci Alquran. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam Alquran sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali (Rahardjo, 2002). yang

21

memang merupakan salah satu kebutuhan agama Islam.Dalam Alquran ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dibahas secara mendalam, seperti halnya bukubuku ajar atau buku daras dalam kedua aspek, namun tidak dapat disangkal bahwa Alquran pun telah memaparkan pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bagi pengembangan kehidupan manusia, dan yang jelas itu untuk kesejahteraan manusia sekaligus sebagai alat untuk membantu meringankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini.Ayat yang membicarakan tentang penguasaan ilmu pengetahuan yaitu diantaranya terdapat dalam QS surat al-Alaq (96): 1-5 :

َ‫ٱس ِم َر ِّب َك ٱلَّذِى َخلَق‬ ْ ‫ٱ ْق َر ْأ ِب‬ ‫نسنَ مِنْ َع َل ٍق‬ َ ٰ ِ ‫َخلَقَ ٱإْل‬ ‫ٱ ْق َر ْأ َو َر ُّب َك ٱأْل َ ْك َر ُم‬ ‫ٱلَّذِى َعلَّ َم ِبٱ ْل َقلَ ِم‬ ‫نسنَ َما لَ ْم َي ْعلَ ْم‬ َ ٰ ِ ‫َعلَّ َم ٱإْل‬ "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui manusia." Islam adalah satu-satunya agama di dunia yang sangat (bahkan paling) empatik dalam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Alquran itu sendiri merupakan sumber ilmu dan sumber inspirasi berbagai disiplin ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Betapa tidak, Alquran sendiri mengandung banyak konsepkonsep sains, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pujian terhadap orang-orang yang berilmu. Dalam QS surah al-Mujadilah (58): 11. : ۟ ‫ش ُز‬ ۟ ‫ش ُز‬ ۟ ‫س ُح‬ ۟ ‫س ُح‬ ُ ‫وا َفٱن‬ ُ ‫س ِح ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم ۖ َوإِ َذا قِيل َ ٱن‬ َ‫وا َي ْر َف ِع ٱهَّلل ُ ٱلَّذِين‬ َ ‫وا َي ْف‬ َ ‫ِس َفٱ ْف‬ َّ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱ َّلذِينَ َءا َم ُن ٓو ۟ا إِ َذا قِيل َ لَ ُك ْم َت َف‬ ِ ‫وا فِى ٱ ْل َم ٰ َجل‬ ۟ ‫وا مِن ُك ْم َوٱلَّذِينَ أُو ُت‬ ۟ ‫َءا َم ُن‬ ‫ت ۚ َوٱهَّلل ُ ِب َما َت ْع َملُونَ َخ ِبي ٌر‬ ٍ ‫دَر ٰ َج‬ َ ‫وا ٱ ْل ِع ْل َم‬ "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang

kamu

kerjakan". 22

Selanjutnya ayat yang membahas keharusan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tidak mungkin akan mencapai sesuatu tanpa itu, adalah dalam QS surah al-Rahman (55) : 33. ۟ ‫ض َفٱنفُ ُذ‬ ۟ ‫ٱس َت َط ْع ُت ْم أَن َتنفُ ُذ‬ َ ‫ٰ َي َم ْع‬ ِ ‫ٱلس ٰ َم ٰ َو‬ ‫س ْل ٰ َط ٍن‬ ِ ‫ت َوٱأْل َ ْر‬ ُ ‫وا ۚ اَل َتنفُ ُذونَ إِاَّل ِب‬ َّ ‫ار‬ ْ ‫نس إِ ِن‬ ِ ِ ‫ش َر ٱ ْل ِجنِّ َوٱإْل‬ ِ ‫وا مِنْ أَ ْق َط‬ "Hai jamaah Jin dan Manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan

dengan

kekuatan".

Dari pemaparan beberapa ayat diantara ayat Alquran yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata konsep untuk memberikan pengetahuan dasar (informasi/wawasan) bagi manusia telah ada dalam kitab suci umat Islam ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang diisyaratkan oleh Allah dalam Alquran, berupa meninggikan derajat orang yang berilmu dan tidak akan mungkin dapat mencapai kemajuan (keinginan) untuk memfungsikan alam ini dengan baik tanpa adanya "kekuatan" (iptek), adalah sarana bagi umat manusia agar selalu dapat mewarnai kehidupan ini dengan suasana pengembangan iptek. Allah

swt.

menurunkan

Alquran

dengan

tujuan,

antara

lain

sebagai petunjuk(‫) الهدى‬, pembanding(‫ ) الفرقان‬serta penjelas(‫ان‬aa‫ ) البي‬yang jika dilihat secara mendalam kesemuanya itu adalah sebuah proses dari cara kerja ilmu, jadi tidaklah cocok jika ilmu pengetahuan dan teknologi itu dikategorikan hanya kedalam mukjizat Alquran, walaupun demikian memang tidak dapat disangsikan bahwa ada kemukjizatan Alquran dan bahkan Alquran sendiri adalah mukjizat terbesar yang diberikan kepada Muhammad saw., sehingga menurut penulis tidak lagi harus dibesar-besarkan. Hal ini diungkapkan pula oleh Muhammad al-Ghazali, bahwa kurang tepat bila masalah kemukjizatan dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi lebih tepat bila disebut sebagai bukti-bukti kenabian, dan ia juga tidak meragukan bahwa Alquran juga memerintahkan manusia kepada hakikat ilmiah yaitu dengan mendorongnya untuk merenung, melihat, memperhatikan dan mempelajari berbagai bentuk hukum alam

agar

diungkapkan

dan

ditemukan

(al-Ghazali,

1997:

175).

Bila hal serupa ini disebut sebagai i'jaz ilmi (mukjizat keilumuan) dalam artian kekalnya i'jaz, maka istilah tersebut juga kurang tepat. Meski Alquran sendiri merupakan mukjizat dan karena obyek Alquran itu manusia, dan obyek manusia

23

adalah ilmu; penelitian dan penemuan, semuanya telah menjadi tugas kekhalifahan manusia untuk memakmurkan jagad raya ini dengan ilmu (al-Ghazali, 1997: 175). Keterpaduan Alquran dan iptek adalah ketika Allah memberikan isyarat dalam Alquran, akan ke khalifahan manusia, yang mana ia mendapatkan tugas sebagai pemelihara kemakmuran bumi demi kelangsungan hidupnya di alam ini. Ketika itu Allah menundukkan alam

ini untuk dimanfaatkan oleh manusia, dengan

ditundukkannya alam, manusia diperintahkan untuk memahami dan menguasai alam dengan jalan memakai sebuah instrumen (alat) yaitu yang kita kenal dengan istilah "sunnatullah". Sunnatullah itu sendiri diartikan dengan hukum-hukum alam yang berlaku secara menyeluruh dan apa adanya, semisal pergantian antara siang dan malam, adanya matahari sebagai sumber tenaga (energi), sifat api adalah panas dan membakar, es sifatnya dingin dan beku, yang jika hal itu tidak lagi berjalan seperti adanya, itu berarti hukum alam telah tidak berlaku lagi yang tentunya atas kehendak dari Tuhan Yang Mengatur, seperti ketika Nabi Ibrahim yang dibakar tetapi tidak terbakar karena sifat api itu, tidak berjalan sesuai dengan hukum alamnya yang membakar. Proses pencarian ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para ilmuwan melalui observasi (pengamatan), pengukuran, analisis data yang diperoleh secara kritis dilakukan, yang dilanjutkan dengan evaluasi hasil-hasilnya dengan penalaran yang sehat untuk mencapai kesimpulan yang rasional, yang kesemuanya telah diisyaratkan oleh Alquran sesuai dengan alur berpikir secara ilmiah tersebut (Baiquni, 1996: 18-24). E.

Ilmu

Pengetahuan

dalam

Hadits

Hadits-hadits Nabi juga sangat banyak yang mendorong dan menekankan, bahkan mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu (Alavi, 2003). Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: ‫طلب العلم فريضة على آل مسلم‬ Artinya: “Menuntut ilmu itu suatu kewajiban kepada setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah) Hadits di atas memberikan dorongan yang sangat kuat bagi kaum muslimin untuk belajar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum, karena suatu perintah kewajiban tentunya harus dilaksanakan, dan

24

berdosa hukumnya jika tidak dikerjakan. Lebih lanjut Rasulullah mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayatnya, tanpa di batasi usia, ruang, waktu dan tempat sebagaimana sabdanya “Tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang lahat” dan “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina”. Dalam Media Islamika (2007), dorongan dari Alquran dan perintah dari Rasulullah tersebut telah dipraktikkan oleh generasi Islam pada masa abad pertengahan (abad ke 7-13 M). Hal ini terbukti dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Muslim tampil kepentas dunia ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, seperti AlFarabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, Ikhwanusshafa, Ibn Miskwaih, Nasiruddin al-Thusi, Ibn rusyd, Imam al-Ghazali, Al-Biruni, Fakhrudin ar-Razy, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan lain-lain. Ilmu yang mereka kembangkanpun berbagai macam disiplin ilmu, bahkan meliputi segala cabang ilmu yang berkembang pada masa itu, antara lain: ilmu Filsafat, Fisika, Astronomi, Astrologi, Alkemi, Kedokteran, Optik, Farmasi, Tasauf, Fiqih, Tafsir, Ilmu Kalam dan sebagainya. Pada masa itu kejayaan, kemakmuran, kekuasaan dan politik berada di bawah kendali umat Islam, karena mereka meguasai sains, ilmu pengetahuan dan teknologi. Rasululullah SAW pernah bersabda: “Umatku akan jaya dengan ilmu dan harta”. Banyak lagi hadits-hadits beliau yang memberikan anjuran dan motivasi kepada umatnya untuk belajar menuntut ilmu, namun dalam kesempatan ini tentunya tidak dapat disebutkan semuanya.

25

BAB III 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS

1. Sahabat A. Pengertian Sahabat Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati dia pernah murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya, berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan termasuk dalam pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat (lihat Taisir Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151) B. Sikap Ahlus Sunnah terhadap para Sahabat Syaikh Abu Musa Abdurrazzaq Al Jaza’iri hafizhahullah berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah As Salafiyun senantiasa mencintai mereka (para sahabat) dan sering menyebutkan berbagai kebaikan mereka. Mereka juga mendo’akan rahmat kepada para sahabat, memintakan ampunan untuk mereka demi melaksanakan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan ; Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudarasaudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan. Dan janganlah Kau jadikan ada rasa dengki di dalam hati kami kepada orang-orang yang beriman, sesungguhnya Engkau Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr : 10) Dan termasuk salah satu prinsip yang diyakini oleh Ahlus Sunnah As Salafiyun adalah menahan diri untuk tidak menyebut-nyebutkan kejelekan mereka serta bersikap diam (tidak mencela mereka, red) dalam menanggapi perselisihan yang terjadi di antara mereka. Karena mereka itu adalah pilar penopang agama, panglima Islam, pembantu-pembantu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

26

penolong beliau, pendamping beliau serta pengikut setia beliau. Perbedaan yang terjadi di antara mereka adalah perbedaan dalam hal ijtihad. Mereka adalah para mujtahid yang apabila benar mendapatkan pahala dan apabila salah pun tetap mendapatkan pahala. “Itulah umat yang telah berlalu. Bagi mereka balasan atas apa yang telah mereka perbuat. Dan bagi kalian apa yang kalian perbuat. Kalian tidak akan ditanya tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 141). Barangsiapa yang mendiskreditkan para sahabat maka sesungguhnya dia telah menentang dalil Al Kitab, As Sunnah, Ijma’ dan akal.” (Al Is’aad fii Syarhi Lum’atil I’tiqaad, hal. 77) C. Dalil-dalil Al Kitab tentang keutamaan para Sahabat 1 . Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah beserta orang-orang yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud senantiasa mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath) 2. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan.” (QS. Al Hasyr : 8-9) 3. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orangorang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18) 4. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka

27

dan mereka pun ridha mepada Allah. dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At Taubah : 100) 5. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari dimana Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. At Tahrim :) (lihat Al Is’aad, hal. 77-78) D. Dalil-dalil dari As Sunnah tentang keutamaan para Sahabat 1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih) 2. Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih) 3. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang itu adalah amanat bagi langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat yang dijanjikan akan menimpa langit. Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi maka tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para sahabatku. Sedangkan para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila para sahabatku telah pergi maka akan datanglah sesuatu (perselisihan dan perpecahan, red) yang sudah dijanjikan Allah akan terjadi kepada umatku ini.” (HR. Muslim) 4. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah : 234) 5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah : 24) (lihat Al Is’aad, hal. 78).

28

E. Dalil Ijma’ tentang keutamaan para Sahabat 1.

Imam Ibnush Shalah rahimahullah berkata di dalam kitab Mukaddimah-nya, “Sesungguhnya umat ini telah sepakat untuk menilai adil (terpercaya dan taat) kepada seluruh para sahabat, begitu pula terhadap orang-orang yang terlibat dalam fitnah yang ada di antara mereka. hal ini sudah ditetapkan berdasarkan konsensus/kesepakatan para ulama yang pendapat-pendapat mereka diakui dalam hal ijma’.”

2. Imam Nawawi rahimahullah berkata di dalam kitab Taqribnya, “Semua sahabat adalah orang yang adil, baik yang terlibat dalam fitnah maupun tidak, ini berdasarkan kesepakatan para ulama yang layak untuk diperhitungkan pendapatnya.” 3. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Al Ishabah, “Ahlus Sunnah sudah sepakat untuk menyatakan bahwa semua sahabat adalah adil. Tidak ada orang yang menyelisihi dalam hal itu melainkan orang-orang yang menyimpang dari kalangan ahli bid’ah.” 4. Imam Al Qurthubi mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, “Semua sahabat adalah adil, mereka adalah para wali Allah ta’ala serta orang-orang suci pilihan-Nya, orang terbaik yang diistimewakan oleh-Nya di antara seluruh manusia ciptaan-Nya sesudah tingkatan para Nabi dan Rasul-Nya. Inilah madzhab Ahlus Sunnah dan dipegang teguh oleh Al Jama’ah dari kalangan para imam pemimpin umat ini. Memang ada segolongan kecil orang yang tidak layak untuk diperhatikan yang menganggap bahwa posisi para sahabat sama saja dengan posisi orang-orang selain mereka.” (lihat Al Is’aad, hal. 78). F. Urutan keutamaan para Sahabat Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Para sahabat itu memiliki keutamaan yang bertingkat-tingkat. 1)

Yang paling utama di antara mereka adalah khulafa rasyidin yang empat; Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali, radhiyallahu’anhum al jamii’. Mereka adalah orang yang telah disabdakan oleh Nabi ‘alaihi shalatu wa salam, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnahku dan Sunnah khulafa rasyidin yang berpetunjuk sesudahku, gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”

29

2)

Kemudian sesudah mereka adalah sisa dari 10 orang yang diberi kabar gembira pasti masuk surga selain mereka, yaitu : Abu ‘Ubaidah ‘Aamir bin Al Jarrah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Zubeir bin Al Awwaam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhum.

3)

Kemudian diikuti oleh Ahlul Badar, lalu

4)

Ahlu Bai’ati Ridhwan, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18).

5)

Kemudian para sahabat yang beriman dan turut berjihad sebelum terjadinya Al Fath. Mereka itu lebih utama daripada sahabat-sahabat yang beriman dan turut berjihad setelah Al Fath. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tidaklah sama antara orang yang berinfak sebelum Al Fath di antara kalian dan turut berperang. Mereka itu memiliki derajat yang lebih tinggi daripada orangorang yang berinfak sesudahnya dan turut berperang, dan masing-masing Allah telah janjikan kebaikan (surga) untuk mereka.” (QS. Al Hadid : 10). Sedangkan yang dimaksud dengan Al Fath di sini adalah perdamaian Hudaibiyah.

6)

Kemudian kaum Muhajirin secara umum,

7)

kemudian kaum Anshar. Sebab Allah telah mendahulukan kaum Muhajirin sebelum Anshar di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hasyr : 8). Kemudian Allah berfirman tentang kaum Anshar, “Sedangkan orang-orang

yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan. Dan barangsiapa yang dijaga dari rasa

30

bakhil dalam jiwanya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr : 9). Allah mendahulukan kaum Muhajirin dan amal mereka sebelum kaum Anshar dan amal mereka yang menunjukkan bahwasanya kaum Muhajirin lebih utama. Karena mereka rela meninggalkan negeri tempat tinggal mereka, meninggalkan harta-harta mereka dan berhijrah di jalan Allah, itu menunjukkan ketulusan iman mereka…” (Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah yang dicetak bersama Syarah ‘Aqidah Thahawiyah Darul ‘Aqidah, hal. 492-494) Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sebab berbedanya martabat para sahabat adalah karena perbedaan kekuatan iman, ilmu, amal shalih dan keterdahuluan dalam memeluk Islam. Apabila dilihat secara kelompok maka kaum Muhajirin paling utama kemudian diikuti oleh kaum Anshar. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Allah telah menerima taubat Nabi, kaum Muhajirin dan kaum Anshar.” (QS. At Taubah : 117). Hal itu disebabkan mereka (Muhajirin) memadukan antara hijrah meninggalkan negeri dan harta benda mereka dengan pembelaan mereka (terhadap dakwah Nabi di Mekkah, pent). Sedangkan orang paling utama di antara para sahabat adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Hal itu berdasarkan ijma’. Kemudian ‘Utsman, kemudian ‘Ali. Ini menurut pendapat jumhur Ahlis Sunnah yang sudah mantap dan mapan setelah sebelumnya sempat terjadi perselisihan dalam hal pengutamaan antara Ali dengan ‘Utsman. Ketika itu sebagian ulama lebih mengutamakan ‘Utsman kemudian diam, ada lagi ulama lain yang lebih mendahulukan ‘Ali kemudian baru ‘Utsman, dan ada pula sebagian lagi yang tawaquf tidak berkomentar tentang pengutamaan ini. Orang yang berpendapat bahwa ‘Ali lebih utama daripada ‘Utsman maka tidak dicap sesat, karena memang ada sebagian (ulama) Ahlus Sunnah yang berpendapat demikian.” (Mudzakkirah ‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 77). G. Menyikapi polemik yang terjadi di kalangan para Sahabat Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sikap mereka (Ahlus Sunnah) dalam menyikapi hal itu ialah; sesungguhnya polemik yang terjadi di antara mereka merupakan (perbedaan yang muncul dari) hasil

31

ijtihad dari kedua belah pihak (antara pihak ‘Ali dengan pihak Mu’awiyah, red), bukan bersumber dari niat yang buruk. Sedangkan bagi seorang mujtahid apabila ia benar maka dia berhak mendapatkan dua pahala, sedangkan apabila ternyata dia tersalah maka dia berhak mendapatkan satu pahala. Dan polemik yang mencuat di tengah mereka bukanlah berasal dari keinginan untuk meraih posisi yang tinggi atau bermaksud membuat kerusakan di atas muka bumi; karena kondisi para sahabat radhiyallahu’anhum tidak memungkinkan untuk itu. Sebab mereka adalah orang yang paling tajam akalnya, paling kuat keimanannya, serta paling gigih dalam mencari kebenaran. Hal ini selaras dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik umat manusia adalah orang di jamanku (sahabat).” (HR. Bukhari dan Muslim) Dengan demikian maka jalan yang aman ialah kita memilih untuk diam dan tidak perlu sibuk memperbincangkan polemik yang terjadi di antara mereka dan kita pulangkan perkara mereka kepada Allah; sebab itulah sikap yang lebih aman supaya tidak memunculkan rasa permusuhan atau kedengkian kepada salah seorang di antara mereka.” (Mudzakkirah ‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 82) H. Keterjagaan para Sahabat Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “(Individu) Para sahabat bukanlah orang-orang yang ma’shum dan terbebas dari dosadosa. Karena mereka bisa saja terjatuh dalam maksiat, sebagaimana hal itu mungkin terjadi pada orang selain mereka. Akan tetapi mereka adalah orangorang yang paling layak untuk meraih ampunan karena sebab-sebab sebagai berikut : 1. Mereka berhasil merealisasikan iman dan amal shalih 2. Lebih dahulu memeluk Islam dan lebih utama, dan terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi (sebaik-baik umat manusia, red) 3. Berbagai amal yang sangat agung yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang selain mereka, seperti terlibat dalam perang Badar dan Bai’atur Ridhwan 4. Mereka telah bertaubat dari dosa-dosa, sedangkan taubat dapat menghapus apa yang dilakukan sebelumnya. 5. Berbagai kebaikan yang akan menghapuskan berbagai amal kejelekan

32

6. Adanya ujian yang menimpa mereka, yaitu berbagai hal yang tidak disenangi yang

menimpa

orang;

sedangkan

keberadaan

musibah

itu

bisa

menghapuskan dan menutup bekas-bekas dosa. 7. Kaum mukminin senantiasa mendo’akan mereka 8. Syafa’at dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka adalah umat manusia yang paling berhak untuk memperolehnya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itulah maka perbuatan sebagian mereka yang diingkari (karena salah) adalah sangat sedikit dan tenggelam dalam (lautan) kebaikan mereka. Hal itu dikarenakan mereka adalah sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan juga orang-orang terpilih di antara umat ini, yang menjadi umat paling baik. Belum pernah ada dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan mereka.” (Mudzakkirah ‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 83-84). 2. Tabi’in Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah. Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah. Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya. 3. Tabi’ut Tabi’in

33

Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para tabi’in. Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya.Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitabkitab yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.

34

BAB IV PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSALIH

A. Pengertian Salafussalih a. Etimologi (secara bahasa) Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95) b. Terminologi (secara istilah) Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4 perkataan : 1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Sahabat Nabi saja. 2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat). 3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.

35

4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‫ِين َيلُو َنهُم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬ ِ ‫َخ ْي ُر ال َّن‬ Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533)) Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai manhaj/metode

mereka,

maka

dia

termasuk

salafi,

karena

menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

B. Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim ‫اق َف َس َي ْكفِي َك ُه ُم هللاُ َوه َُو ال َّسمِي ُع ْال َعلِي ُم‬ ٍ ‫َفإِنْ َءا َم ُنوا ِبم ِْثل َمآ َءا َمن ُت ْم ِب ِه َف َق ِد اهْ َتدَ ْوا َوإِن َت َولَّ ْو َفإِ َّن َما ُه ْم فِي شِ َق‬ Maka jika mereka beriman kepada semisal apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al Baqarah:137]. Nadhir bin Sa’id Alu Mubarak berkata: “Allah Yang Maha Suci telah menjadikan keimanan, sebagaimana keimanan sahabat dari seluruh sisi, sebagai tempat bergantung petunjuk dan keselamatan dari maksiat dan memusuhi Allah. Maka, jika manusia beriman dengan sifat ini, dan mengikuti teladan jalan sahabat, berarti dia mendapatkan petunjuk menetapi kebenaran. Jika mereka berpaling dari jalan dan pemahaman sahabat, maka mereka berada di dalam perpecahan, permusuhan dan kemaksiatan kepada Allah dan RasulNya. Dan Allah Maha

36

mendengar terhadap pengakuan manusia, bahwa mereka beraqidah dan bermanhaj Salafi, Dia mengetahui hakikat urusan mereka. Dan Allah Ta’ala lebih mengetahui. [Diringkas dari kitab Al Mirqah Fii Nahjis Salaf Sabilin Najah, hlm. 35-36]. ْ ‫ُكن ُت ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬ ‫ُون ِب ْال َمعْ رُوفِ َو َت ْن َه ْو َن َع ِن ْالمُن َك ِر‬ َ ‫اس َتأْ ُمر‬ ِ ‫ت لِل َّن‬ ‫هلل‬ ِ ‫ون ِبا‬ َ ‫َو ُت ْؤ ِم ُن‬ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.. [Ali Imran:110]. Syaikh Salim Al Hilali berkata: “Allah telah menetapkan keutamaan untuk para sahabat di atas seluruh umat. Ini berarti, mereka istiqomah (berada di atas jalan lurus) dalam segala keadaan; karena mereka tidak pernah menyimpang dari jalan yang terang. Allah telah menyaksikan telah menjadi saksi untuk mereka, bahwa mereka menyuruh kepada seluruh yang ma’ruf dan mencegah dari seluruh yang munkar. Hal itu mengharuskan menunjukkan bahwa pemahaman mereka merupakan argumen terhadap orang-orang setelah mereka”. [Limadza Ikhtartu Manhajas Salafi, hlm. 86]. ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسآ َء‬ ‫ت مَصِ يرً ا‬ َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬ ِ ‫َو َمن ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِن َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬ Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa’:115]. Syaikhul

Islam

Ibnu

Taimiyah

rahimahullah

berkata,”Sesungguhnya,

keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Pen.) saling berkaitan. Semua orang yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, berarti dia mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min. Dan semua orang yang mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, berarti dia menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” Lihat Majmu’ Fatawa (7/38)

37

Pada saat ayat ini turun, belum ada umat Islam selain mereka, kecuali para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Merekalah orang-orang mu’min yang pertamatama dimaksudkan ayat ini. Sehingga wajib bagi generasi setelah sahabat mengikuti jalan para sahabat Nabi. ‫ت َتجْ ِري‬ ٍ ‫ان َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬ َ ‫ار َوالَّذ‬ َ ‫ين َو ْاألَن‬ َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫ون ْاألَوَّ ل‬ َ ُ‫َّابق‬ ٍ ‫ِين ا َّت َبعُوهُم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫َوالس‬ ِ ‫ص‬ ‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ َ ِ‫ِين فِي َهآ أَ َب ًدا َذل‬ َ ‫َتحْ َت َها ْاألَ ْن َها ُر َخالِد‬ Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At Taubah:100]. Lihatlah, Allah menyediakan surga-surga bagi dua golongan. Pertama, golongan sahabat. Yaitu orang-orang Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah Salafush Shalih generasi sahabat. Kedua, orang-orang yang mengikuti golongan pertama dengan baik. Jika demikian, maka seluruh umat Islam, generasi setelah sahabat wajib mengikuti para sahabat dalam beragama, sehingga meraih janji Allah di atas. Jika orang-orang Islam yang datang setelah para sahabat enggan mengikuti jalan mereka, siapa yang akan mereka ikuti? Jika bukan para sahabat, tentunya yang mereka adalah Ahli Bid’ah. Imam Ibnul Qoyim rahimahullah berkata: “Sisi penunjukan dalil (wajibnya mengikuti sahabat), karena sesungguhnya Allah Ta’ala memuji orang yang mengikuti mereka. Jika seseorang mengatakan satu perkataan, lalu ada yang mengikutinya sebelum mengetahui dalilnya, dia adalah orang yang mengikuti sahabat. Dia menjadi terpuji dengan itu, dan berhak mendapatkan ridha (Allah), walaupun dia mengikuti sahabat semata-mata dengan taqlid”. b. Dalil Dari As-Sunnah 1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, ،‫ون‬ َ ‫ون َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬ َ ‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬ َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬ َ ‫ ُث َّم إِنَّ َبعْ دَ ُك ْم َق ْومًا َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أُ َّمتِي َقرْ نِي‬ ُ‫ِيه ُم ال ِّس َمن‬ َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬ َ ‫َو َي ْن ُذر‬ ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬

38

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di masaku,kemudian manusia yg hidup pada masa berikutnya ,kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,kemudian akan dating suatu kaum persaksian,salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya,dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” 2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‫ ثنتان وسبعون‬،‫ وإن هذه الملة ستفترق على ثالث وسبعين‬،‫أال إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة‬ ‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫في النار‬ Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.” [Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), adDarimi (II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adzDzahabi dari Mu’a-wiyah bin Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-204)] Dalam riwayat lain disebutkan: ‫ما أنا عليه وأصحابي‬ Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)] Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu

39

hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat). 3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ْ ‫َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َف َس َي َرى‬ ‫ َوإِيَّا ُك ْم‬،ِ‫ِّين ُعضُّوا َعلَ ْي َها ِبال َّن َوا ِجذ‬ َ ‫ِين ْال َم ْه ِدي‬ َ ‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء الرَّ اشِ د‬،‫اخ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا‬ ُ ِ ‫»ومُحْ دَ َثا‬ ‫ضاَل َل ٌة‬ َ ‫ُور َفإِنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ َ ِ ‫ت اأْل م‬ Artinya: “Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh

Al-Albani dalam Shahihul Jami’

(1184, 2549)] Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan. c. Dari perkataan Salafush Shalih 1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “‫” ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُت ْم‬ Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13)) Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata, ‫ َكا ُنوا‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ك أَصْ َحابُ م َُح َّم ٍد‬ َ ‫ أُولَ ِئ‬،‫ َفإِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت ْؤ َمنُ َعلَ ْي ِه ْالفِ ْت َن ُة‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْم مُسْ َت ًّنا َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬ َ ‫َمنْ َك‬ ْ ‫ َق ْو ٌم‬،‫ َوأَعْ َم َق َها عِ ْلمًا َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬،‫ أَبَرَّ َها قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل َه ِذ ِه اأْل ُ َّمة‬ ،‫ َفاعْ َرفُوا لَ ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫ة دِي ِنه‬aِ ‫ار ُه ُم هَّللا ُ لِصُحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َوإِ َقا َم‬ َ ‫اخ َت‬ َ ‫أَ ْف‬ ‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق ِِيم‬،‫ َو َت َم َّس ُكوا ِب َما اسْ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬،‫ار ِه ْم‬ ِ ‫وا َّت ِبعُو ُه ْم فِي آ َث‬.َ

40

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97). 2. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu, berkata kepada orang-orang Khawarij: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو صِ ه ِْر ِه‬ aِ ‫أَ َت ْي ُت ُك ْم مِنْ عِ ْن ِد أَصْ َحا‬ َ ِّ‫ْن ال َّن ِبي‬ َ َ‫ين َو ْاأل‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ِّ‫ب ال َّن ِبي‬ ِ ‫ار َو مِنْ عِ ْن ِد اب‬ ِ ‫نص‬ ‫ْس فِ ْي ُك ْم ِم ْن ُه ْم أَ َح ٌد‬ َ ‫ َو لَي‬,‫ َف ُه ْم أَعْ لَ ُم ِب َتأْ ِو ْيلِ ِه ِم ْن ُك ْم‬, ُ‫َو َعلَ ِي ِه ْم َن َز َل ْالقُرْ آن‬ “Aku datang kepada kamu dari sahabat-sahabat Nabi,orang-orang Muhajirin dan Anshar,dan dari anak paman Nabi dan menantu Beliau (yakni Ali Bin Abi Thalib). Al-Qur’an turun kepada mereka, maka mereka lebih mengetahui tafsirnya dari pada engkau. Sedangkan diantara kalian tidak ada seorangpun (yang termasuk) dari sahabat Nabi”. [Riwayat Abdurrazaq didalam Al-mushonnaf,no. 18678, dan lain-lain. Lihat limadza, hlm. 101-102; Munazharat Aimmatis Salaf, hlm. 95-100. Keduanya karya syaikh Salim Al-Hilali.] 3. Abul ‘Aliyah rahimahullah, ia berkata: ً‫َت َعلَّم ُْوا ْاإلِسْ الَ َم َفإِ َذا َت َعلَّمْ ُتم ُْوهُ َفالَ َترْ َغب ُْوا َع ْن ُه َو َعلَ ْي ُك ْم ِبالص َِّراطِ ْالمُسْ َتق ِِيم َفإِ َّن ُه ْاإلِسْ الَ ُم َوالَ ُت َحرِّ فُ ْوا ْاإلِسْ الَ َم َي ِْمي ًنا َوالَ شِ َماال‬ ‫ضآ َء‬ َ ‫اس ْال َع َد َاو َة َو ْال َب ْغ‬ ِ ‫ َو إِيَّا ُك ْم َو َه ِذ ِه اأْل َهْ َوا َء الَّتِيْ ُت ْلقِي َبي َْن ال َّن‬.ُ‫َو َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّن ِة َن ِب ِّي ُك ْم َوالَّذِيْ َعلَ ْي ِه أَصْ َحا ُبه‬ “Pelajarilah Islam! Jika engkau mempelajarinya, janganlah kamu membencinya. Hendaklah engkau meniti shirathal mustaqim (jalan yang lurus), yaitu Islam. Janganlah engkau belokkan Islam ke kanan atau ke kiri. Dan hendaklah engkau mengikuti Sunnah Nabimu dan yang dilakukan oleh para sahabatnya. Dan jauhilah hawa nafsu-hawa nafsu ini (yakni bid’ah-bid’ah) yang menimbulkan permusuhan dan kebencian antar manusia.”[Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 34, no. 5].

41

4 .Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata: َّ ‫َكا ُن ْوا َي َر ْو َن أَ َّن ُه ْم َعلَى‬ ‫ْق َما َكا ُن ْوا َعلَى اأْل َ َث ِر‬ ِ ‫الط ِري‬ “Orang-orang dahulu mengatakan, sesungguhnya mereka (berada) di atas jalan (yang lurus) selama mereka meniti atsar (riwayat Salafush Shalih). [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 42, no. 36]. 5.Al Auza’I rahimahullah, ia berkata: ُ ‫ِف َحي‬ ْ ‫ َوق‬, ‫ك َعلَى ال ُّس َّن ِة‬ ‫صال ِِح َفإِ َّن ُه‬ َ ‫ك ال‬ َ ِ‫ َواسْ لُكْ َس ِب ْي َل َسلَف‬, ‫ َوقُ ْل ِب َما َقالُ ْوا َو ُكفَّ َعمَّا َك ُّف ْوا َع ْن ُه‬, ‫ف ْال َق ْو ُم‬ َ ‫ْث َو َق‬ َ ‫اِصْ ِبرْ َن ْف َس‬ ‫ك َما َو َس َع ُه ْم‬ َ ‫َي َس ُع‬ “Sabarkanlah dirimu (berada) di atas Sunnah. Berhentilah di tempat orangorang itu (Ahlus Sunnah, Salafush Shalih) berhenti. Katakanlah apa yang mereka atakana. Diamlah apa yang mereka diam. Dan tempuhlah jalan Salaf (para pendahulu)mu yang shalih, karena sesungguhnya akan melonggarkanmu apa yang telah melonggarkan mereka”. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 56; Al Ajuri di dalam Asy Syari’ah, hlm. 58; Limadza, hlm. 104]. Dalam

membantah

bid’ah,

Al

Auza’I

rahimahullah

juga

menyatakan:

Seandainya bid’ah ini baik, pasti tidak dikhususkan kepada engkau tanpa (didahului) orang-orang sebelummu. Karena sesungguhnya, tidaklah ada kebaikan apapun yang disimpan untukmu karena keutamaan yang ada pada kamu tanpa (keutamaan) mereka (Salafus Shalih). Karena mereka adalah sahabat-sahabat NabiNya, yang Allah telah memilih mereka. Dia mengutus NabiNya di kalangan mereka. Dan Dia mensifati mereka dengan firmanNya. َ ‫هللا َو ِرضْ َوا ًنا‬ ِ ‫ون َفضْ الً م َِّن‬ ِ ‫م َُّح َّم ُُد رَّ سُو ُل‬ َ ‫ء َب ْي َن ُه ْم َت َرا ُه ْم ُر َّك ًعا سُجَّ ًدا َي ْب َت ُغ‬aُ ‫رُح َمآ‬ َ ‫ار‬ َ ‫هللا َوالَّذ‬ ِ ‫ِين َم َع ُه أشِ دَّآ ُء َعلَى ْال ُك َّف‬ “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya.” [Al Fath: 29] [8]. 6. Imam Abu Hanifah rahimahullah, berkata:

42

‫هللا َوالَ ُّس َّن ِة َرسُولِ ِه آ ُخ ُذ ِب َق ْو ِل‬ ِ ‫ َفإِنْ َل ْم أَ ِج ْد فِي ِك َتا‬, ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫آ ُخ ُذ ِب ِك َتا‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫ُول‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ َف َما لَ ْم أَ ِج ْد َف ُّس َّن ِة َرس‬,ِ‫ب هللا‬ ُ ‫ت ِم ْن ُه ْم َوأَدَ ُع َق ْو َل َمنْ شِ ْئ‬ ُ ‫ آ ُخ ُذ ِب َق ْو ِل َمنْ شِ ْئ‬,ِ‫أَصْ َح ِابه‬ ‫ َوالَ أَ ْخ ُر ُج مِنْ َق ْول ِِه ْم إِ َلى َق ْو ِل غَ ي ِْر ِه ْم‬,‫ت‬ "Aku berpegang kepada Kitab Allah. Kemudian apa yang tidak aku dapati (di dalam Kitab Allah, maka aku berpegang) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika aku tidak dapati di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, aku berpegang kepada perkataan-perkataan para sahabat beliau.Aku akan berpegang kepada perkataan orang yang aku kehendaki. Dan aku tinggalkan perkataan orang yang aku kehendaki diantara mereka. Dan aku tidak akan keluar dari perkataan mereka kepada perkataan selain mereka". [Riwayat Ibnu Ma’in dalam Tarikh-nya, no. 4219. Dinukil dari Manhaj As Salafi ‘Inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 36, karya ‘Amr Abdul Mun’im Salim]. 7. Imam Malik bin Anas rahimahullah. Imam Ibnul Qoyyim menyatakan, bahwa Imam Malik

berdalil dengan ayat 100, surat At Taubah, tentang kewajiban

mengikuti sahabat. 8. Imam Syafi’i rahimahullah, berkata: ُ ‫ َم ْق‬a‫ َف ْالع ُْذ ُر َعلَى َمنْ َس ِم َع ُه َما‬, ‫ْن‬ ‫ب‬ ِ ‫اوي ِْل أَصْ َحا‬ َ ِ‫ َفإِ َذا َل ْم َي ُكنْ َذل‬,‫ط ْو ٌع إِالَّ ِبا ِّتبَاعِ ِه َما‬ َ ‫َما َك‬ ِ ‫ك صِ رْ َنا إَلَى أَ َق‬ ِ ‫ان ْال ِك َتابُ أَ ِو ال ُّس َّن ُة َم ْوج ُْودَ ي‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْو َو ِح ٍد ِم ْن ُه ْم‬ َ ِّ‫ال َّن ِبي‬ “Selama ada Al-kitab dan As Sunnah maka alasan terputus atas siapa saja yang mendengarnya, kecuali dengan mengikuti keduanya. Jika hal itu tidak ada, kita kembali kepada perkataan-perkataan para sahabat Nabi SAW, atau salah satu dari mereka”. 9. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, ia berkata: ‫ضالَلَ ٍة‬ ُ ْ‫ َو َتر‬, ‫هللا َواإْل ِ ْق ِت َدا ُء ِب ِه ْم‬ ُ ‫ ال َّت َم ُّس‬:‫…علَى أُص ُْو ُل ال ُّس َّن ِة عِ ْندَ َنا‬ ِ ‫ُول‬ َ ‫ َو ُك ُّل ِب ْد ّع ٍة‬,‫ك ْال ِب َد ِع‬ َ ‫ك ِب َما َك‬ َ ِ ‫ان َعلَ ْي ِه أَصْ َحابُ رَّ س‬ “Pokok-pokok sunnah menurut kami adalah: bepegang kepada apa yang para sahabat

Rasulullah

kerjakan

dan

berada

di

atasnya,menaladi

mereka,

meninggalkan seluruh bid’ah. Dan seluruh bid’ah merupakan kesesatan”. [Riwayat Al-Lalikai; Al-muntaqa min Syarhah Ushulil I’tiqad Ahlissunnah Waljama’ah, hlm.57-58.

43

BAB V AJARAN DAN TUNTUTAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM

A. Ajaran dan Tuntunan Tentang Berbagi Islam mengajarkan untuk menyisihkan sebagian harta yang dimiliki umatnya, salah satunya melalui sedekah. Sedekah bertujuan untuk menyucikan harta, membantu sesama serta bekal pahala di akhirat kelak. Sedekah dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Misalnya dengan memberi pertolongan baik dengan harta maupun tenaga, melafalkan zikir, menafkahi keluarga, menyingkirkan batu dari jalan dan masih banyak lagi. Bahkan, menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain juga termasuk sedekah. Hal ini merupakan bukti bahwa umat Islam diberi banyak sekali kesempatan untuk menimbun pahala dari amalan sedekah. Tak hanya itu, melalui sedekah manusia tak hanya mendapatkan pahala dari Allah, melainkan juga dapat meningkatkan hubungan baik dengan sesama manusia. Seperti yang tertulis dalam Hadis Riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda, "Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah dan kepada kerabat ada dua (kebaikan), yaitu sedekah dan silaturrahim." Dalam bersedekah, umat Islam dianjurkan untuk tidak menyakiti perasaan orang yang diberi sedekah serta lebih baik menyembunyikan amalan sedekahnya tersebut. Hal ini untuk menghindari sifat riya yang dapat menghapus pahala sedekah. Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 264, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah."

44

Tak hanya itu, umat Islam juga harus menyisihkan uangnya dari hasil yang halal. Berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 267, "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya." Salah satu pahala berbagi adalah dibuat gembira oleh Allah SWT pada hari kiamat. Nabi SAW berpesan, “Barangsiapa yang menjumpai saudaranya yang Muslim dengan (memberi) sesuatu yang disukainya agar dia gembira, maka Allah akan membuatnya gembira pada hari kiamat”. (HR.Thabrani) Selain itu, berbagi juga akan mendapat pahala besar. Allah SWT tegaskan, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. al-Hadid/57: 7). Di dalam hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berbagi akan didoakan oleh malaikat, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berdoa, ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya.” Doa malaikat tidak ditolak oleh Allah SWT. Namun sebaliknya orang yang tidak mau berbagi akan disumpah-serapahi oleh malaikat, seperti Nabi SAW beritahu dalam lanjutan hadits ini, “Sedangkan yang satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan menahan harta di sini adalah bakhil. Tentang materi yang dibagi kepada orang lain adalah yang paling dicintai. Allah SWT berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran/3: 97). Terkait ayat ini, ada suatu cerita yang bersumber dari Anas. Ia berkata, “Abu Thalhah adalah seorang sahabat Anshar yang terkaya di Madinah karena pohon kurma yang dimilikinya. Sedangkan harta yang paling disukainya adalah kebun

45

Bairuha yang terletak di dekat masjid. Rasulullah SAW sering masuk ke kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya. Anas melanjutkan, “Ketika turun ayat, '‘Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai’', Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ‘'Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘'Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) Padahal harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha dan kebun itu (kini) adalah sedekah

(dari aku) karena Allah. Aku

mengharap kebaikan dan pahala dari Allah. Maka dari itu pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepadamu". Nabi SAW bersabda lagi, "Bagus itulah harta (yang mendatangkan) untung. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan, dan aku berharap kamu membagikannya kepada semua kerabatmu".

Abu Thalhah berkata, ‘'Ya Rasulullah, aku akan

melaksanakan petunjukmu’'. Lalu Abu Thalhah membagi kebun itu kepada kerabat dan anak pamannya.” (HR Bukhari dan Muslim). 1. Manfaat Sedekah: Dapat Menghapus Dosa Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sedekah itu dapat ditempelkan air itu memadamkan api”. (HR. At-Tirmidzi). Sedekah, cara mudah yang disediakan Allah agar dapat mengikis perbuatanperbuatan dosa kita. Cukup dengan tersenyum saja, Anda sudah bersedekah karena senyum adalah salah satu sedekah termudah yang dapat kita sebarkan dengan mengukir garis senyum di bibir kita. 2. Bersedekah Dapat Berbentuk Apa Saja Nabi Muhammad Saw bersabda: “Kamu bijak batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu.” (HR. Bukhari). Itulah mengapa sedekah tidak hanya sekeda tentang uang saja, tetapi juga senyum, membantu orang ketika membersihkan ruangan ketika tidak ada yang membersihkan, maupun membersihkan sesuatu yang menghalangi di jalan dan lain sebagainya.

46

3. Mengutamakan Sedekah Tidak Akan Mengurangi Harta Rasulullah Saw bersabda “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan. ” (HR. Muslim, no. 2588) Itulah mengapa kita disarankan untuk bersedekah. Bukan hanya membersihkan diri dari dosa, tetapi keutamaan sedekah juga dapat mendatangkan rezeki lagi kepada kita. 4. Allah melipat gandakan Pahala Orang-orang yang Bersedekah Allah

Swt

berfirman

yang

artinya:

“Perumpamaan

orang-orang

yang

mendermakan (shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan ) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (QS. Al-Baqoroh: 261) 5. Keutamaan Sedekah: Mendapat Naungan di Hari Akhir Rasulullah telah mengungkapkan tentang orang-orang yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat nanti, salah satunya adalah orang-orang yang bersedekah. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, maka ia, amalnya sampai tangan kirinya tidak melihat apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya“. (HR. Bukhari) B.Keadilan Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para penegak hukum.

47

C.Penegakan Hukum Penegakan hukum dalam konteks law enforcement sering diartikan dengan penggunaan force (kekuatan) dan berujung pada tindakan represif. Penegakan hukum saja tidaklah cukup tanpa tegaknya keadilan. Karena tegaknya keadilan itu diperlukan guna kestabilan hidup bermasyarakat, hidup berbangsa dan bernegara. Tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian dari masyarakat bisa mengakibatkan rusaknya kestabilan bagi masyarakat keseluruhan, sebab rasa keadilan adalah unsur fitrah kelahiran seseorang sebagai manusia. Kepastian hukum akan tercapai jika penegakan hukum itu sejalan dengan undang-undang yang berlaku dan rasa keadilan masyarakat yang ditopang oleh kebersamaan tiap individu di depan hukum (equality before the law). Bahwa hukum memandang setiap orang sama, bukan karena kekuasaan dan bukan pula karena kedudukannya lebih tinggi dari yang lain. Persamaan setiap manusia sesuai fitrah kejadiannya: “Manusia itu adalah umat yang satu,maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan beserta mereka dia diturunkan kitab dengan membawa kebenaran,supaya kita itu member keputusan antara manusia tentang apa yang mereka perselisihkan”. D.Hukum dan Keadilan Dalam Islam Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyata-nyata berlaku dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam berjama’ah (Society). Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengahtengah masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara. Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya:

48

“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada

Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu

kerjakan”. (QS.5:8). “Dengarlah dan ta’atilah sekalipun andai kata yang menjalankan hokum atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt (HR. Bukhari dari Anas). Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni: a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality) b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik. QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu”.

49

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M Rais. 2013. Penegakan Hukum Atas Keadilan Dalam Pandangan Islam. Ilmu Syari'ah, 1(2), 1-6. Al

Atsari,

Muslim.

2020.

Kewajiban

Mengikuti

Salafusshalih.

https://almanhaj.or.id/3013-kewajiban-mengikuti-pemahaman-salafush-shalih.html. (diakses pada 22 Oktober 2020). Anonim. 2020. Tugas Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam. http://kitamahasiswa.blogspot.com/2016/05/tugas-makalah-konsep-ketuhanan-dalam.html. (diakses pada 19 Oktober 2020). Anonim.

2020.

Konsep

Ketuhanan

Dalam

Islam.

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03. (diakses pada 19 Oktober 2020). Anonim.

2015.

Dalil-dalil

Tentang

Adanya

Allah.

http://ilmukomunic.blogspot.com/2015/09/dalil-dalil-tentang-adanya-allah.html. (diakses pada 19 Oktober 2020). Anonim.

2020.

Inilah

Generasi

Terbaik

Umat

Islam.

https://umma.id/article/share/id/1002/272772. (diakses pada 21 Oktober 2020). AS, Asyafi'i. 2020. Sains dan Teknologi Dalam Al Qur'an. Sumbula, 5(1),1-25. Ibadurahman,

Lilik.

2013.

Siapakah

Salafusshalih?.

https://muslim.or.id/18935-

siapakah-salafus-shalih.html. (diakses pada 22 Oktober 2020). Kurniasih, Siiti, Iiz Wahyoe. 2014. Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam. https://www.academia.edu/14521368/MAKALAH_KONSEP_KETUHANAN_DALAM_IS LAM. (diakses pada 19 Oktober 2020). MS ,Syaifullah. 2006. Konsep Iptek Dan Keterpaduannya Dalam Al Qur'an. Hunafa, 3(3),1-12.

50

Qutub, Sayid. 2011. Sumber-sumber Ilmu Pengetahuan Dalam Al Qur'an dan Hadits. Humaniora, Septia,

2(2),1-12.

Ummi.

2017.

Bersedekah

Dalam

Islam,

Sebaiknya

seperti

apa.

https://m.liputan6.com/ramadan/read/2969131/bersedekah-dalam-islam-sebaiknyaseperti-apa. (diakses pada 22 Oktober 2020). Wahyudi, Ari. 2010. Inilah Generasi Terbaik Dalam Sejarah. https://muslim.or.id/2406inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html. (diakses pada 21 Oktober 2020). Yakin,

Syamsul.

2020.

Pahala

Berbagi.

https://republika.co.id/berita/qbmuvy374/pahala-berbagi. (diakses pada 22 Oktober 2020).

51

LAMPIRAN

52

Related Documents


More Documents from "Farchatul Himmah"