Guidline Hepatitis Autoimun

  • Uploaded by: Andina Kluniari
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Guidline Hepatitis Autoimun as PDF for free.

More details

  • Words: 3,038
  • Pages: 19
Loading documents preview...
Hepatitis autoimun (AIH) adalah salah satu bentuk penyakit hati autoimun, dimana terjadi inflamasi yang berat pada hati, dengan etiologi yang belum diketahui, dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.1 Penyakit hati autoimun dapat ditandai secara histologis dengan gambaran infiltrasi sel mononuk-lear pada saluran portal, dan secara serologis dengan meningkatnya kadar transaminase dan imunoglobulin G (IgG), serta adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak spesifik. Kelainan ini menunjukkan respon dengan pengobatan imunosupresif, yang harus segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Pada tahun 1950 oleh Waldenstrom sebagai bentuk hepatitis kronis pada wanita muda, dengan gambaran inflamasi kronis pada hati yang ditandai dengan ikterik, peningkatan gamma globulin dan amenorrhea, dan cepat berkembang menjadi sirosis. Kunkel pada tahun 1950 dan Bearn tahun 1956, menggambarkan penyakit ini dengan hepatomegali, ikterik, timbulnya jerawat, hirsutisme, wajah cushingoid, pigmented abdominal striae, obesitas, arthritis dan amenorrhea. Pada tahun 1994, the International Autoimmune Hepatitis Group menyatakan istilah Autoimmune Hepatitis sebagai istilah yang paling sesuai1,2 Hepatitis autoimun terutama diderita oleh perempuan ditandai dengan peningkatan aktivitas serum transaminase, autoantibodi spesifik non-organ dan organ, peningkatan IgG dan gambaran histologi hepatitis.2 Insiden AIH jarang dengan insiden rata-rata 1-2 per 100.000 dan prevalensi 11-17 per 100.000. Walaupun AIH banyak didapatkan pada wanita muda (rasio 3:1), penyakit ini bisa diderita pada semua usia, jenis kelamin dan etnis. 3

Epidemiologi Hepatitis autoimun terdapat di seluruh dunia. Hingga saat ini insiden dan prevalensi pasti kejadian AIH di dunia belum diketahui. Di Eropa Utara, insiden dan prevalensi AIH sekitar 18 per 100.000 orang per tahun dan 1.1 per 100.000 per tahun.4 Sementara prevalensi AIH pada populasi Kaukasian antara 50 hingga 200 kasus di daerah Eropa dan Amerika Utara.2 Prevalensi AIH tertinggi didapatkan pada populasi asli Alaska (Amerika Utara) yaitu 42.9 per 100.000 orang per tahun. Di daerah Asia Pasifik, New Zealand menunjukkan prevalensi tinggi yaitu 24.5 per 100.000 orang sementara negara lain relatif rendah.5 Rentang usia onset AIH dari usia 6 bulan hingga 75 tahun, namun jarang sebelum usia 2 tahun, dan insiden lebih tinggi antara usia 10 dan 30 tahun. 1 Hepatitis autoimun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin dan semua kelompok usia dengan dominasi penderita adalah perempuan serta puncak distribusi usia penderita adalah saat anak-anak dan dekade ke-5.5 Etiologi Penyebab pasti dari AIH belum diketahui, tetapi diperkirakan adanya ketidakseimbangan aktifitas limfosit T CD4 dan CD8. Faktor genetik merupa-kan faktor predisposisi yang penting dalam patogenesis AIH.(11-15) Ada 2 serotipe penting yang dikaitkan dengan AIH tipe 1 yaitu HLA-DR3 dan HLA-DR4. Sedangkan AIH tipe 2 dikaitkan dengan HLA-DR7 dan HLA-DQB. Virus, bakteri,

bahan kimia, obat dan faktor genetik merupakan faktor pencetus terjadinya proses autoimun pada AIH.6,7 Semua virus hepatotropik dapat dianggap sebagai pencetus, antara lain : virus measles, hepatitis A, B, C, D, herpes simplek tipe 1 dan virus Epstein-Barr. Sekitar 15-20% kasus dihubungkan dengan infeksi hepatitis B. Pada anak yang terinfeksi hepatitis B pada tahun pertama kehidupan, lebih banyak yang berkembang menjadi kronis (lebih dari 90%), dibandingkan dengan anak yang lebih besar atau dewasa (hanya 5-10%). Pada infeksi hepatitis C akut, 50% akan berkembang menjadi hepatitis kro-nis.(3,11,12) Obat-obatan yang dapat mencetuskan terjadinya AIH adalah

Nitro-furantoin,

Methylphenidate,

Atomoxetine,

Propylthiouracil,

Risperidone, Rifam-pisine, Pyrazinamide, Beta Interferon, Doxycycline, Minocycline, Methyl- Dopa, Ranitidine, Oxyphenisatin, Diclofenac, Indomethacin, Statin, dan Ezetimibe. Imatinib yang merupakan immunomo-dulatory antineoplastic agent juga dilaporkan dapat menyebabkan AIH.

6,7

Hubungan antara pemakaian obat-obatan

herbal dengan AIH pernah dilaporkan pada tahun 2008 oleh Barski et al, di mana penderitanya mengkon-sumsi preparat herbal dalam bentuk echinacea, combucha, campuran herbal dari Cina, dan kava kava. Pengobatan herbal merupakan bentuk pengobatan tambahan yang sangat berkembang di pasaran akhir-akhir ini.Jenis herbal lain yang dapat menjadi pencetus terjadinya AIH adalah Black cohosh, Ma Huang (Ephendra), Dai-saiko-to, Sho-saiko-to dan melatonin.8 Transplantasi hati juga dapat berkembang menjadi AIH sebagai Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 oleh Hernandez et al menemukan bahwa risiko berkembangnya AIH muncul lebih besar

pada anak setelah transplantasi hati tanpa riwayat AIH sebelumnya dibandingkan populasi anak secara umum. AIH timbul setelah1,5-9 tahun (rata-rata 3,5 tahun) transplantasi hati.9

Subtipe Hepatitis autoimun dibagi menjadi 2 tipe menurut pola autoantibodi.  Tipe 1 (AIH-1) Tipe paling umum di seluruh dunia, mencapai 80% dari semua kasus, dan 96% kasus di Amerika Utara.5,8 AIH tipe 1 ditandai adanya antinuclear antibodies (ANA) dan/atau smooth muscle antibodies (SMA). Sebanyak 85% penderita adalah perempuan dengan perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 4:1. Tingginya kejadian sirosis pada AIH tipe 1 menunjukkan bahwa AIH tipe 1 memiliki perjalanan lambat dan agresif. Sebanyak 34% pasien dengan AIH tipe 1 tidak menunjukkan gejala awal. Gambaran histopatologi sama diantara pasien simptomatis dan asimtomatis, dan keduanya berespon 

baik terhadap kortikosteroid.5,8 Tipe 2 Hepatitis autoimun tipe 2 ini lebih sering terjadi di Eropa. Ditandai dengan adanya antibodi tipe 1 terhadap hepar atau ginjal (anti-LKM1). Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak, namun 20% pasien di Eropa adalah dewasa. Penyakit imun lain umum secara terjadi bersamaan khususnya diabetes melitus tergantung insulin, vitiligo dan tiroiditis autoimun. Perjalanan tipe ini lebih berat, berespon buruk terhadap kortikosteroid dan lebih sering mengalami relaps.5,8

Gejala Klinis AIH pada anak terjadi pada usia rata-rata 10 tahun untuk tipe 1 dan 7tahun untuk tipe 2. Gejala klinis pada anak agak berbeda dibandingkan dewasa. Gejala yang paling sering timbul sama dengan hepatitis virus akut, antara lain ikterik, urine yang pekat, feses yang pucat, malaise, serta anorexia yang dikaitkan dengan mual/muntah dan nyeri perut. Hepatomegali, splenomegali, dan tanda-tanda gangguan fungsi hati sering terjadi, sirosis dan fibrosis berat sering ditemukan. Peningkatan serum aminotransferase

bersifat menetap. Pada beberapa kasus, penderita dapat berkembang

menjadi gagal hati akut dengan ensefalopati. Pada keadaan ini, dengan hepatitis fulminan, terutama terjadi pada usialebih muda dan lebih sering tergolong AIH tipe 2.1 Penderita dapat bersifat asimptomatik pada 10-15% kasus, dimana tiba-tiba ditemukan hepatomegali atau peningkatan kadar aminotransferase serum. AIH jarang disertai tanda-tanda hipertensi portal seperti perdarahan akibat pecahnya varises esofagus atau gejala yang berkaitan dengan gangguan autoimun ekstrahepatik.1 Penyakit autoimun ekstrahepatik ditemukan pada 10-20% penderitadan pada 20-40% hubungan kekerabatan tingkat pertama. Distribusi proses autoimun pada anggota keluarga tidak berbeda antara AIH tipe 1 dan 2. 1 Di samping autoantibodi yang menggambarkan kedua tipe AIH, terdapat peningkatan kadar aminotransferase serum sampai 50 kali di atas nilai normal pada penderita yang tidak diobati. Kadar gamma Glutamyl Transferase (gamma GT) bisa normal atau sedikit meningkat. Peningkatan gamma GT yang signifikan mengarahkan ke terjadinya kerusakan duktus

biliaris, dan dapat juga menjadi sindrom yang tumpang tindih atau autoimmune cholangitis. Imunoglobulin G meningkat pada 80% penderita. Gambaran ini khas pada AIH tipe 1, tetapi bisa tidak ditemukan pada penderita yang lebih muda dengan AIH tipe 2. Kadar albumin serum bisa normal pada fase awal, tetapi bisa menurun pada kasus yang sudah disertai sirosis dengan insufisiensi hati atau disertai ascites. Penurunan kadar protrombin menunjukkan beratnya gangguan fungsi hati. Defisiensi immunoglobulin A serum lebih sering terjadi pada AIH tipe 2 dan dikaitkan dengan penurunan kadar C4 yang diturunkan.1 Diagnosis AIH secara klinis telah ditetapkan berdasarkan diskusi secara internasional

Kriteria diagnostik Kriteria diagnostik AIH awalnya dibuat untuk pasien dewasa yang kemudian diadopsi dengan beberapa perubahan pada pasien anak-anak.3 Sistem diagnostik pertama diperkenalkan oleh International Autoimmune Hepatitis Group pada tahun 1993 dan direvisi pada 1999.7 Derajat sistem skoring meliputi klinis, laboratorium dan penanda histologi, termasuk respon terapi terhadap kortikosteroid. 8 Pada tahun 2008, sistem skoring sederhana diperkenalkan oleh kelompok yang sama.7 Sistem skoring sederhana lebih mudah digunakan dan menilai hanya 3 faktor yaitu produksi dan kadar

autoantibodi

(berdasarkan

uji

imunofloresensi

indirek),

konsentrasi

imunoglobulin serum IgG, gambaran khas histologi, dan penanda virus yang negatif. Kriteria ini memiliki sensitivitas lebih rendah (85% vs 100%) namun spesifisitas lebih tinggi (99% vs 93%) dibandingkan dengan sistem skoring asli. 4 Sistem ini tidak

menilai respon terhadap terapi kortikosteroid. Sistem skoring sederhana berguna dalam menyingkirkan AIH pada pasien dengan penyakit imunitas lain yang terjadi bersamaan.8 Tabel 2. Sistem skoring sederhana AIH berdasarkan IAIHG.10 Parameter ANA atau SMA + ANA   

Atau SMA + Atau LKM Atau SLA/LP

Titik Potong >1:40

Poin 1

>1:80

2

>1:40 Positif

IgG

Histologi hati

>Batas atas normal 1 >1.10 kali batas atas 2 normal Sesuai dengan AIH 1

Hepatitis virus negatif

AIH khas Ya

2 >6 : mungkin AIH >7: Pasti AIH

Sistem skoring asli mempertimbangkan adanya hepatitis virus sebagai kriteria eksklusi diagnosis AIH, sementara sistem skoring sederhana memiliki diagnosis “probable” AIH bahkan jika terdeteksi virus. Perbedaan lain antara skor IAIHG sederhana dan kriteria revisi adalah nampaknya kolestasis. Kedua skor tersebut benar namun memiliki aplikasi berbeda. Skor sederhana didesain terutama untuk membantu memutuskan pemulaian imunosupresan pada pasien dengan penyakit hepar,

sementara untuk tujuan tulisan ilmiah, pasien dengan kolestasis PBC atau PSC dan manifestasi AIH sepertinya akibat dua penyakit kolestasis diatas (PBC atau PSC), tidak diklasifikasikan sebagai AIH.10 Tabel

3.

Sistem

skoring

termodifikasi

kelompok

hepatitis

autoimun

internasional yang telah direvisi.10

Terapi Tujuan terapi adalah untuk mencapai remisi lengkap dan mencegah progresi penyakit.Terapi bertujuan untuk menekan inflamasi dan dasar terapi adalah

pemberian kortikosteroid. Terapi untuk AIH tipe 1 dan 2 adalah sama, dimana respon terapi AIH tipe 1 terhadap kortikosteroid biasanya baik, dengan 80% pasien mencapai fungsi hati normal.5,10 

Indikasi Pengobatan Terdapat 2 jenis indikasi pengobatan AIH, antara lain : indikasi absolut dan relatif. Keputusan untuk mengobati sebaiknya berdasarkan gejala, gambaran histologis pada biopsi hati, dan kadar AST dan gamma globulin. Indikasi absolut dikaitkan dengan peningkatan mortalitas bila tidak diobati dengan tepat, sedangkan indikasi relatif dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan prognosis yang jelek. Efek samping obat sebaiknya dipertimbangkan secara



kuat dalam pemilihan strategi pengobatan inisial dan jangka panjang.3 Memulai terapi Dalam memulai terapi perlu dipertimbangkan keseimbangan antara risiko terjadinya efek samping akibat terapi dan progresivitas penyakit. Survival 10 tahun pasien asimptomatis tanpa terapi sekitar 67-90% dan suatu studi mendapatkan pasien asimtomatis tanpa diterapi memiliki survival sama dengan yang mendapatkan kortikosteroid. Sehingga perlu keputusan untuk tidak memberi terapi harus digaris bawahi, kecuali jika terdapat kontraindikasi relatif penggunaan steroid. Resolusi spontan dapat terjadi, namun perlu diketahui bahwa AIH tanpa terapi memiliki perjalanan penyakit berfluktuasi dan tak dapat diprediksi serta progresivitas menjadi penyakit gagal hati dengan kanker hati dapat terjadi.10



Gambar 1. Algoritma memulai terapi steroid.10 Tujuan Terapi Untuk mengurangi atau mengeliminasi inflamasi hepar, menginduksi remisi, mengurangi gejala dan memperpanjang angka harapan hidup. Waktu dan derajat respon bergantung pada beratnya penyakit. Walaupun sirosis terjadi pada 44%-80% anak sejak diagnosis, perkembangan penyakit hingga membutuhkan transplantasi hati jarang terjadi, kebanyakan anak-anak dalam



klinis stabil dengan kualitas hidup baik selama terapi jangka panjang.9 Terapi Standar Dua regimen terapi yang diterima luas untuk menginduksi remisi yaitu memulai dengan monoterapi prednison (60 mg) tiap hari atau terapi kombinasi dengan azatioprin ditambah dosis prednison (30 mg) tiap hari.

Remisi didefinisikan sebagai perbaikan kondisi klinis, kadar transminase dan IgG

normal,

titer

autoantiodi

negatif

atau

sangat

rendah

dengan

immunofluoresensi (< 1:20 untuk ANA dan SMA; <1:10 untuk anti LKM-1) dan perbaikan inflamasi secara histologi. Setelah terapi rata-rata selama 4 tahun, perbaikan intensitas inflamasi porta diamati pada hingga 95% kasus 

AIH dan diikuti perbaikan skor fibrosis.9 Fase Induksi Terapi untuk induksi remisi dapat menggunakan kortikosteroid dosis tinggi saja atau dengan kombinasi azatioprin. Kombinasi dengan azatioprin menurunkan dosis steroid. Steroid menginduksi remisi, transaminase, dan IgG dengan cepat, sementara azatioprin membutuhkan 6 hingga 8 minggu untuk mencapai imunosupresan optimal. Dosis awal prednison adalah 60 mg sebagai monoterapi sementara dosis lebih rendah yaitu 30 mg digunakan jika dikombinasi dengan azatioprin. Di Eropa memulai pemberian prednison dengan dosis lebih tinggi (0.5-1.0 mg/kgBB) bahkan saat dikombinasi dengan azatioprin. Pemberian azatioprin di Eropa biasanya pada dosis 1-2 mg/kgBB sementara di Amerika Serikat dengan dosis 50 mg. 7 Beberapa uji klinis tentang survival terapi kortikosteroid dengan atau tanpa azatioprin dilakukan sekitar tahun 1960 dan 1970-an, menunjukkan survival monoterapi prednison dan kombinasi prednison/azatioprin sama. Namun terapi kombinasi berhubungan dengan efek samping lebih sedikit (10% vs 44%). Penelitian berikutnya menunjukkan monoterapi dengan azatioprin memiliki angka kematian tinggi dibandingkan prednisone saat digunakan sebagai terapi

induksi.

Walaupun

monoterapi

prednison

dan

terapi

kombinasi

prednison/azatioprin memiliki efektivitas yang sama, terapi lini pertama dengan kombinasi azatioprin lebih dipilih,terutama untuk pasien dengan risiko mengalami efek samping lebih tinggi contohnya, hipertensi, obesitas, dan instabilitas mood. Penggunaan azatioprin diwaspadai pada pasien dengan 

keganasan, sitopenia dan defisiensi thiopurine methyltransferase (TPMT).10 Fase Pemeliharaan Remisi dipertahankan dengan monoterapi prednison atau azatioprin atau kombinasi prednison/budesonide dengan azatioprin.6 Pada pasien yang mendapat terapi kombinasi prednison dan azatioprin, dimulainya fase pemeliharaan setelah minggu ke-4.5 Setelah tercapai perbaikan klinis dan laboratorium, dosis azatioprin ditingkatkan menjadi 2 mg/kg/hari sementara dosis prednison diturunkan bertahap.10 Steroid diturunkan serendah mungkin 5 mg atau budesonide 3 mg per hari.6 Azatioprin dilanjutkan sebagai terapi pemeliharaan. Selama pemberian azatioprin dalam fase pemeliharaan, perlu selalu memonitor sitopenia.10 Jika diagnosis AIH belum dipastikan atau tidak toleransi terhadap azatioprin, pasien diberikan monoterapi kortikosteroid dan azatioprin ditambahkan untuk mengurangi efek steroid selama terapi. 6 Kombinasi terapi budesonide ditambah azatioprin, belakangan ini muncul sebagai pilihan terapi lini pertama potensial AIH. Budesonide merupakan kortikosteroid yang 90% dimetabolisme di hati sehingga memiliki efek sistemik lebih kecil dibanding prednison.5 Penelitian uji prospektif menggunakan kombinasi budesonide dengan azatioprin dapat menginduksi

remisi dengan efek simpang steroid lebih rendah. Karena budesonide bekerja melalui reseptor steroid yang sama dengan prednison, maka pemberiannya tidak disarankan untuk pasien yang telah gagal berespon terhadap terapi steroid konvensional. Budesonide hanya digunakan untuk pasien non sirosis. Pusat kesehatan terkemuka memberikan prednison 2 mg/kg/hari (dosis maksimal 60 mg) yang diturunkan tergantung dari respon selama 8 minggu. Beberapa pusat kesehatan memberikan azatioprin sebagai steroid sparing agent, sementara yang lain menambahkan hanya jika prednison tidak mencapai remisi cepat. Pemberian regimen berdasarkan evaluasi risiko dan keuntungan individual pasien.6 Terapi harus dilanjutkan selama minimal 3 tahun dan sedikitnya 24 bulan setelah serum transaminase normal dan kadar IgG (remisi biokimia). Waktu terapi yang lebih panjang menurunkan 

kekerapan relaps.10 Relaps ditandai dengan peningkatan kadar serum aminotransferase setelah remisi tercapai, yaitu peningkatan SGPT >3 kali batas atas normal menurut kriteria IAIHG, namun bisa juga ditandai dengan peningkatan SGPT ringan dan/atau peningkatan kadar IgG. Relaps selama terapi umum terjadi, sekitar 40% pasien mengalami relaps dan membutuhkan peningkatan dosis steroid sementara. Relaps setelah penghentian obat terjadi dalam 12 bulan pertama. Tingginya relaps berhubungan dengan respon lambat terhadap terapi imunosupresi, peningkatan persisten serum transaminase dan/atau serum globulin dan IgG, sisa inflamasi pada biopsi hati, dan durasi terapi yang pendek.6,10 Terapi relaps sama dengan terapi awal (prednison dan azatioprin)

dan efektifitas nya sama dalam menginduksi remisi seperti saat terapi induksi



awal. Terapi pemeliharaan jangka panjang atau permanen disarankan setelah terjadi relaps.10 Pemantauan selama terapi Sebelum memulai terapi kombinasi prednison/azatioprin, pasien harus memiliki parameter klinis dan laboratorium dasar selama minggu pertama hingga ke empat. Saat dosis steroid diturunkan, interval pemantauan dapat dipanjangkan menjadi 1-3 bulan. Pemantauan perlu dilakukan seumur hidup, karena relaps setelah terapi sering terjadi bahkan setelah remisi komplit. Relaps setelah berhenti terapi paling umum terjadi dalam 12 bulan. selama fase pemeliharaan, pemantauan dilakukan dalam jangka waktu 3-6 bulan.1

Tabel 4. Terapi standar hepatitis autoimun.6 Monoterapi

Prednison (mg/hari)

Terapi Kombinasi Steroid Predniso Budesonid

Azatioprin AS Eropa

n

e

(mg/hari)

non sirosis )

)

(mg/hari) 9 9 6 <6

1-2 1-2 1-2 1-2

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3-4 Terapi

60 40 30 <20

30 20 15 10

pemeliharaan Alasan

Sitopenia

Post menopause

pemilihan

Defisiensi

Osteoporosis

pasien (mg/hari

50 50 50 50

(mg/kg/hari

thiopurin

Diabetes tak terkontrol, hipertensi, obesitas

metiltransfer

Jerawat

ase

Labilitas emosi

Kehamilan Keganasan Terapi<6 bulan

Gambar 2. Algoritme terapi hepatitis autoimun saat memulai monoterapi prednison.10

Gambar 3. Pemantauan pasien hepatitis autoimun yang telah mencapai 

remisi.10 Terapi Alternatif Pilihan terapi alternatif umumnya digunakan saat terjadi intoleransi atau kontraindikasi terhadap azatioprin atau saat gagal terapi. Agen alternatif yang umumnya digunakan adalah monoterapi mycophenolate mophetil atau

inhibitor calcineurin (cyclosporin atau tacrolimus) atau dikombinasi dengan steroid. Pilihan lain yaitu rituximab dan infiximab.5 Tabel 5. Terapi alternatif prednison dan azatioprin.6 Medikasi Cyclosporine Tacrolimus

Dosis 3-5 mg/kg tiap 24 jam

Efek Samping Utama Hipertensi

3-5 mg/kg tiap 12 jam

Insufisiensi ginjal Hipertensi Insufisiensi ginjal Diabetes

Mycophenolate mofetil

750-1000 mg tiap 12 jam

Polineuropati Gejala saluran cerna Diare

Anti-TNF mAb (Infliximab) Anti-CD20 mAb (rituximab)



5 mg/kg tiap 2-8 minggu

Leukopenia Infeksi

infus 2x1000 mg

Cedera hepar terinduksi imun Reaktivasi infeksi contohnya

Hari 1 dan 15

hepatitis B

Transplantasi Transplantasi hati dipilih bila penyakit berkembang menjadi penyakit hati stadium akhir, sirosis dekompensata, atau bentuk AIH fulminan atau berat, penderita yang intoleran ataupun resisten terhadap semua jenis obat. Bila penderita tidak mencapai remisi dalam 4 tahun terapi secara terusmenerus, yang beresiko tinggi untuk mengalami gagal hati sebaiknya dievaluasi untuk transplantasi hati. Tidak ada indikator tunggal untuk melakukan transplantasi hati pada penderita AIH. Indikator peningkatan mortalitas yang dikaitkan

dengan gagal hati adalah bukti histologis yang berupa nekrosis multilobular dan hiperbilirubinemia. Transplantasi hati pada AIH memperlihatkan outcome jangka panjang yang baik.Transplantasi dilakukan pada 4% penderita AIH di Eropa, dengan angka harapan hidup 5 tahun 92%, dan recurrence AIH berkisar antara 11-35%. Persistennya autoanti-bodi tidak berkaitan dengan kekambuhan

AIH.

Pentingnya

penyesuaian

individu

untuk

terapi

imunosupresif setelah transplantasi pada penderita AIH, yang bertujuan untuk mencegah dan mengontrol kekambuhan AIH.3,4 Prognosis Pasien yang berespon terhadap terapi memiliki prognosis baik. Sebagian besar pasien mencapai remisi dan angka harapan hidup 10 tahunnya mencapai 83.8% hingga 94%. Pada satu studi menyatakan terapi AIH dengan sirosis memiliki angka harapan hidup 10 tahun sama dibandingkan tanpa sirosis, sementara studi lain menunjukkan angka harapan hidup 10 tahun menurun 64% pada sirosis. Survival pasien saat 8 tahun dengan menjalani transplantasi hati adalah 75%.5

Daftar Pustaka 1. Maggiore G, Sciveres M. Autoimmune Hepatitis: A Childhood Disease. Current Pediatric Reviews, 2005; 1(1): p 73-90. 2. Vergani GM, Vergani D. Autoimmune Liver Disease. In : Kelly D, ed. Diseases of the Liver and Biliary System in Children. Edisi ke-3. WileyBlackwell Publishing Ltd.; 2008: p 191-205.

3. Makol A, Watt KD, Chowdhary VR. Autoimmune Hepatitis: A Review of Current Diagnosis and Treatment. Hindawi Publishing Corporation Hepatitis Research and Treatment. 2011:p 1-11. 4. Fialho A, Fialho A, Carey WD. Autoimmune Hepatitis. The Cleveland Clinic Foundation. 2015. 5. Lynch JP, Metz DC. Advances in the diagnosis, pathogenesis, and management of autoimmune hepatitis. Dig Dis Sci. 2012;57:1996–2010 6. Malik TA, Saeed S. Autoimmune Hepatitis: A Rewiew. J Pak Med Assoc, 2010; 60(5): p 381-7. 7. Invernizzi P, Mackay IR. Aetiopathogenesis of Autoimmune Hepatitis. World JGastroenterol, 2008; 14(21): p 3306-12. 8. Barski L. Autoimmune Hepatitis and Hypergammaglobulinemic Purpura Associated with Herbal Medicine Use. IMAJ, 2008; 10: p 390-1 9. Hernandez HM et al.Autoimmune Hepatitis as a Late Complication of Liver Transplantation. J Pediatr Gastroenterol Nutr, 2001; 32(2): p 131-6. 10. Manns MP, Lohse AW, Vergani D. Autoimmune hepatitis – Update 2015. Journal of Hepatology. 2015;62:S100–S111.

Related Documents


More Documents from "ZaenurSetyawan"

Dental Radiologi
February 2021 1