Herpes Zoster: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu Tahun Ajaran 2019/2020

  • Uploaded by: Thya
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Herpes Zoster: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu Tahun Ajaran 2019/2020 as PDF for free.

More details

  • Words: 2,402
  • Pages: 15
Loading documents preview...
HERPES ZOSTER

DISUSUN OLEH Oleh kelompok 6:

1. JELVIN DEY GRATSYIA PAERUNG (Pk 115 017 018) 2. NUR FADILAH (Pk 115 017 047) 3. RISALDI (Pk 115 017 051) 4. I NYOMAN TRIAGUS (Pk 115 017 015) 5. FRENDLY OSVALDO (Pk 115 017 012) 6. DELVITA (Pk 115 017 008)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU TAHUN AJARAN 2019/2020

1

A.

Definisi Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat disebabkan oleh virus,

terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi oleh virus. Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2001) Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982) herpes zoster adalah radang kulit dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral. Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah

penyakit yang

disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster disebut juga shingles. Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”.

B.

Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan

tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa

2

mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Harahap,Marwali. 2000)

C.

Manifestasi klinis 1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal). 2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi Juwanda, 199:107). 3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu unilateral Menurut daerah penyerangnya dikenal : a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata b) Herpes zosrter servikalis

: menyerang pundak dan lengan

c) Herpes zosrter torakalis

: menyerang dada dan perut

d) Herpes zosrter lumbalis

: menyerang bokong dan paha.

e) Herpes zosrter sakralis

: menyerang sekitar anus dan getalia

f) Herpes zosrter atikum

: menyerang telinga.

(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)

3

D.

Patofisiologi

Herpez zoster disebabkan oleh varicello zoster (VZV). Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan disini tidak infeksios dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya. Bila daya tahan tubuh penderita mengalami manurun, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta menjadi inflamasi yang berat dan biasanya disertai nevralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik/sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik dikulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi horpes zoster. 1.

Neurologi pasca herfetike Rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun.

2.

Infeksi sekunder Oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatritis.

3.

Pada sebagian kecil penderita dapat terjadi paralysis motorik, terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis. Terjadi biasanya 2 minggu setelah timbul erupsi.

4

5

E.

Pemeriksaan penunjang Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan

herps simplex : 1. Tzanck Smear - Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian

diwarnai

dengan

pewarnaan

yaitu

hematoxylin-eosin,

Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells - Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. - Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus 2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus 3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit 4. Pemerikasaan mikroskop electron 5. Kultur virus 6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ 7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus 8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

6

F.

Penatalaksanaan a. Pengobatan 1. Pengobatan topical

 



Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari 2. Pengobatan sistemik

Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata. Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune. Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus. b. Penderita dengan keluhan mata Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan c. Neuralgia Pasca Herpes zoster  Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75 mg/hari)  Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian terpenting perawatan  Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi. 7

G.

Komplikasi Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut: 1) Neuralgia paska herpetik Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya. 2) Infeksi sekunder Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. 3) Kelainan pada mata Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik. 4) Sindrom Ramsay Hunt Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. 5) Paralisis motorik Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

8

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Biodata A. Identitas Pasien Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan. 2. Riwayat Kesehatan A. Keluhan Utama Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks. B. Riwayat penyakit sekarang Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami demam. C. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini. D. Riwayat penyakit dahulu diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini E. Riwayat psikososial. Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.

9

3. Pola Kehidupan A. Aktivitas dan Istirahat Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal. B. Pola Nutrisi dan Metabolik Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu makan , karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak dapat mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa nyeri C. Pola Aktifitas dan Latihan Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola saat aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas . D. Pola Hubungan dan peran Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya gangguan citra tubuh. 3.

Pengkajian fisik

1) Keadaan Umum a. Tingkat Kesadaran b. TTV 2) Head To Toe a. Kepala wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran : merata dengan kulit ) b. Rambut Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi. c. Mata (Penglihatan) Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan. d. Hidung (Penciuman)

10

septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia. e. Telinga (Pendengaran)  Inspeksi  Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid  Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.  Palpasi Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan mastoidius. f. Mulut dan gigi Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih. g. Abdomen  Inspeksi  Bentuk : normal simetris  Benjolan : tidak terdapat lesi  Palpasi  Tidak terdapat nyeri tekan  Tidak terdapat massa / benjolan  Tidak terdapat tanda tanda asites  Tidak terdapat pembesaran hepar h. Integument - Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, - edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. - akral hangat - turgor kulit normal/ kembali <1 detik - terdapat lesi pada permukaan kulit wajah

11

Contoh Kasus Ny. N usia 56 tahun di rawat di ruang penyakit kulit RS UNDATA dengan keluhan kulit di bagian kulit perut tersa pedas dan nyeri, kulit terlihat kemerahan dan melepuh, timbul bula serta muncul lagi di bawah mata kiri. Berdasarkan keterangan keluarga belum di berikan obat hanya di berikan parem kelapa yang di kunyah. Pemeriksaan fisik TD : 110/70 mmhg, S: 37,5 C , RR: 24 x/m , N : 104 x/m B.

Analisa Data

No DATA FOKUS 1

2

3

4

DS : Pasien mengeluh kulit terasa perih dan nyeri P: Q : nyeri seperti terbakar R : pada bagian perut/abdomen S : nyeri skala 6 T : terus menerus DO : kulit kemerahan, melepuh, timbul bula DS : DO : timbul bula di bawah mata sebelah kiri, mata sebelah kiri, mata kemerahan, visus mata buruk DS : pasien mengeluh kulitnya terasa pedes DO : Erupsi berupa vesikel yang menggerombol, warna kulit kemerahan DS :DO : terjadi erupsi kulit, tampak kemerahan dan gatal

PROBLEM

ETIOLOGI

Nyeri akut

Agencidera biologis;

proses

inflamasi

Gangguan

Perubahan

persepsi sensori

sensori

Gangguan

Perubahan

integritas kulit

kulit; elastisitas

Resiko infeksi

Post

de

fungsi

turgor

entri

mikroorganisme

Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis; proses inflamasi 2. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan fungsi sensori 3. Gangguan integritas kulit b.d perubahan turgor kulit; elatisitas 4. Resiko infeksi b.d post de entri mikroorganisme

12

Intervensi 1.

Dx 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologis; proses inflamasi Tujuan : Nyeri berkurang KH

: - Nyeri < 3 - Pasien bisa istirahat dengan tenang - Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi distraksi

Intervensi : 1.

Memberikan posisi yang nyaman

2.

Ciptakan lingkungan yang nyaman : membatasi pengunjung

3.

Mengajarkan teknik relaksasi distraksi

4.

Kolaborasi pemberian analgetik

5.

Menganjurkan pasien untuk istirahat cukup

2.

Dx 2: Gangguan persepsi sensori b.d perubahan fungsi sensori Tujuan: Pasien mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses rangsangan visual KH

: –Visus meningkat – Respon verbal peningkatan penglihatan

Intervensi : 1. Kaji ketajaman penglihatan klien 2. Berikan pencahayaan yang sesuai dengan klien 3. Cegah glare atau sinar yang menyilaukan 4. Letakkan barang pada tempat yang konsisten 5. Membatasi klien untuk tidak melakukan aktivitas sendiri seperti : turun dari bed tempat tidur sendiri, pergi keluar dari ruangan 3.

Dx 3 : Gangguan integritas kulit b.d perubahan turgor kulit Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan intergritas kulit yang lebih parah KH :-Erupsi berkurang - Kulit tidak kemerahan dan tidak terjadi iritasi yang lebih parah

13

Intervensi : 1. Kaji tingkat kerusakan kulit 2. Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi 3. Berikan terapi topical sesuai program 4. Berikan diet TKTP 5. Dilarang menggaruk-garuk kulit dengan tangan kotor

4.

Dx : Resiko infeksi b.d post de entri mikroorganisme Tujuan : Tidak terjadi infeksi KH : - Bula tidak bertambah banyak - Tidak bertambah gatal dan nyeri - Kemerahan pada bula berkurang Intervensi :

1.

Menganjurkan klien untuk selalu cuci tangan bersih

2.

Personal hygiene minimal 2x sehari

3.

Dilarang menggaruk-garuk kulit dengan tangan

4.

Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung dengan klien

14

DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/11705639/Askep_herpes (diakses pada tgl 26 september 2019) https://www.academia.edu/12333137/askep_herpes_zoster (diakses pada tgl 26 september 2019) https://www.academia.edu/9802534/Pathway_Herpes_Zooster (diakses pada tgl 26 september 2019)

15

Related Documents


More Documents from "Rama Dhiansyah"