Jati Diri Arsitektur Indonesia

  • Uploaded by: hendraaiyub
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jati Diri Arsitektur Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 46,737
  • Pages: 123
Loading documents preview...
r

Prof. t': EK-O FUDiI{ARD.!O, M.Sc. {F-Citor)

I

]f'TI

f;

r.; t

T I I I

r; A [t )! T Lt\TU[t I

N

t 0 NfijIN

lffi"i Timur I lu*a

t

EFT_r.--ffit'r: LLj

JATI DIRI ARSITEIffUR INDONESIA

Hak Cipta yang-dilindungi undang_undang pada: pengarang Hak Penerbitan p.n"iiitAlrrnii---

Y

r

pada Percetakan Perancangkulit

, : ; : : :

Cetakan ke1 Cetakan ke2 Cetakan ke3

Alumni EkoBudihardjo Tahun 1989 Tahun 1991 Tahun 1996

Sebagian atau seluruhnya isi buku ini dilarang digunakan atau diperbanyak dalam bentuk apa pun

t""p""irfri.rr,ii. ---'-'

Editor: PROF.IR. EKO BUDIHARDIO, M.Sc.

dari penerbitAlumni, kecualidalamhai pengutipan untuk keperluan penulisan artjkel atau karangan ilmiah.

),rW'q IfMUI ru.--.A 5Urtrrot'-}=,;

-156-9

P.T. ALUMNI Jl. Bukit pal<ar Timur IIl109 T el. @22)

Fax. (022)

2sll?st,

2503038, 2503039 Bandung - 40197

2fiN44 -

PENERB IT ALUMNI /

L997

/ BANDUN G

KOTAK POS 8232 BIIID

ul

\

KATA PENGANEAR CE*fAI{AI.{ I'EKIAryIA

Riwayat Singkat Penulis

ilR()li 1fi. Fltr0 ti{iDIfLARDJO, M.Sc., dilahirkan tanggal 9 Juni 1944 di r'),irhatinr'fr.;, rrr,.ri'.'lr',irrillrrr sludr sl'l)?)!iai sarjana tckntk Arsitt'ktur pada F'akultas ''t.krrii< i nj'"-i'r,rit;rs {iadjirh l,iaria Y,,gyak;,rta tahrn 1969. I:',.rrr1irlir.r;i l'.r'rcir-raria.nanf ir dilr:nrJrrrh ss;xla(ltti,ue.rsily of ll'aleslnstituteof Science n'hr!4!,4ty tli irrggr-i" dalarr birlarr.r', pcren(',rnaan kota (1976-1t)78). Tahun 1U90 Jiiri;k,r,,ir.in r,..lr,Ul;ri {i:rrri lJr sar, terrrasuk salah satu _v;rir.g tr:rrnuda di t-lndip.

$ri'!

,{}qr1}i;1.1;,r',nt\.ri:,mcnyalikannrakalahrlrlarnbt:rbagai p('rtemuanilnriah,baikdi

IAIIOI'H Congress oil PLanniilg towards a Clti,l;11 ;.'" r,rt iKrrala l.unrpui. 191)11\: ILtlLl In/iastrucfure Confcrente ft>r Local (]r.,rn't'tttLttl:. trtid Ptthltt: Authorrljp-r (llan.llkok, 1992); Couference on Urban IIU'itagc i)orsrrrilt,.tt llian l,'ransisco, l:lyilt: World Planning Coilgress ott lIunan Settlentents li,tr ltii:; 2: i.rt i'{,nlilry ([3t:ijing. 199tr); lnlernotionul Congress on Engineeriilg diil.u!r r!i.tui,un di luar nt,geri. antara lain

[,"lti,,tii.,* l\lrlhournt,l*)5)thnhiltrnotional L)ottfuptceon'nnoisntondlTeritoge r" orlvakarta, M)(i) ttlah ri!perroieh, dianf;rranya I/panyasa lihakti UPa|radaka rJ u'i ii riri lurrr .lalva'lengah (1969); Penghargaan rlengan Prrjian dari IkatanArsitek lriri,:n,.;.r (i:1.)11. 11in,nu* ilrn;ri+ Iluda,','a rlari Prrvrt Lcmbaga Kebudayaan Jawzr

l;l

a

t;

$

{

rpr? i,

jir.rl:nt:.rr

y

f,,.

t,1""',,\.t'i,Mtiitl

I

ngli:rrE,urn

r:ftheYnrdari llariaoSuar;rlVlerdeka (199i1);Wibau:aSerojaNugraha

i i-r nilriirrrr:rs {i\$4) ,.tulh ici[kt R&ayust; rJari Pcrsatuan ln sinyur Indonesia (l 995) darr.trr{vr" l.ttilturo !'it!t\k |\l\t tlirri Prr:sirlon Itl (1lXt6) ,.irr i

.j;rhal;iri:tr,,a srlritang ;,rlai;rir I)t'k;rn lr:ikttltas 'l'eknik Universitas Dipononegoro, 1{1 i1in K,,h,}}r});ri;rn lA! da lAii (labang,lawa1i.ngah, Ketua I)ewan Kesenian.Jawa

'l r'ngaii, Ketu:i

l)r"*;r'r lrr'nasihat Arsitrktitr rian I'embangunan Perkotaan

srrrta

i)resi.l,.ri Ii,,ht ry L'tu l; l'ilrn;q13ng. Kr'ar:qgot,i,rri I'r,rii'si<,,nal dalam badern intrrirasional

ltisnotitttttt.! r..'ottlitrun (llitl)

r-n

eliputi couwil menbei l{ahitut

ir,lt'xico; touncil nenher Eastern Regianal

()rg,ttirt:tltr,;tr i,n l'lqnning ond Ilousittg (EAROPIl) Malaysia; aoggotaltltt/fiatio,tul l"ciryltt.irtt .i:it I l,ttrt'itry onl l'lnnilng (lh'tlP) N t.derland, dan ang.qota Natio'nol Tiust for i lisloti' I'rrce rt ittt,tn , Anre'rika Sr-'rikat" I)ada iahun 191).i trrpilih sebagai anggota Dewan Riset Nasional dan anggota Pokja -,'.i:ri Ij'r,!ir.,',,,!i I, rllltantt;tt.

il

Tukar pendapat dan arlu argurnenlasi terrrang lati diri atau identitas arsitektur, baik rlaiam skala ]olcal, regional. nasional maupun internasional,
rn r-'rtir r pta

kan

karya arsitektur yang berwawasan pa(-la perigrm.gkixparl jati diri dan rasa ruangyang idlas berpribadi. Flanya saja $angat disayangkan bahwa pokok-ylokoh pikiran )'an,r- hand;rl tersebut terlontar secara spora(lis llal;lnr hr:::[;1gni kesempatan terpisah sehingga tiilak tereir;rni (I{'r,g.aIi h;rik. 'ferasa kesan bahwa para arsitek bt'rirui:rr"rrrlt;-ir' l( i'rr$ l)ada maulah sempa sepanjang waldu. Slrk,ltlar si'b;:jlirr r.,,rltoh, patla tahun 198O-an
Saya lantas merasa terpanggii untuk niruiilih rian rnenyusun secara urut. dan mnhrt, beri:agai gagilsan, J)okok pikiran dan ide-ide yang tersebar tercerai tierai itr,r iiaian-r bentuk antologi. Ucapan terinia kasih t-ak terhingga saya sampaikan kepada para penlumbang fulisan yang telah merrbcdkan izin rlan dengan anfusias menyarnbut haik peni,rli;l1rr i;riku ini. Demikian juga kepada pirnpinan JLrnlv)!r :n'rsitr:kiur" patla berbagai universitas dan institut nr,t{eri nraril}r.'{ri swasta (khususnya ITB, UGiVI, Undip, LII. IfS, Untar) rl;n, iiratan Arsitek Indonesia yang telah ihul mernbanhr tersusun clan

terbitnya antologi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, saya sampaikan penghargaan yang setinggi' tingginya. Dengan segenap keterbatasan, saya percaya buku antologi ini akan mampu menjalankan misinya sebagai salah safu bahan acuan yang bermanfaat, terutama bagr bagr para arsitek dan mahasiswa arsitekfur yang berminat menggali lebih dalam esensi arsitektur Indonesia yang memiliki jati diri.

Semarang, November 1989

Eko Budihardjo Editor

I{Af,A PENGANIAR CEIAI(AN XEDUA Pada cetakan kedua buku ini tidak mengalami perubahan

mengenai materinya. Disain sampul dan kualitas kertas isi buku diperbaiki sehingga tampil lebih memadai. Semoga dengan cetakan kedua buku ini masih tetap bermanfaat bagi para Pembaca. Ikitik dan saran demi perbaikan buku ini senantiasa akan dihargai.

I{AIA PENGANTAR CETAIGN KETIGA Cetakan ketiga dari buku ini menyiratkan adanya rasa

haus akan bacaan tentang gagasan penciptaan karya arsitektur yang memiliki jati diri atau identitas. Kenyataan di berbagai kota besar di dunia memang

menunjukkan gejala kian lunturnya jati diri akibat bermunculannya karya-karya arsitektur modern yang

memang efisien, rasional, fungsional, bahkan juga sangat cerdas, namun acap kali lepas tercabut dari akarnya, tidak kontekstual, dan kurang menyuguhkan karakter lokalnya. Jati diri memang merupakan istilah yang berwayuh arti alias mendua. Di satu sisi bisa diartikan dengan penyeragaman, seperti yang pernah terjadi di Jawa Tengah dengan 'joglonisasi'. Di sisi lain jati diri lebih tepat diidentild
Bandung, Maret 1991

vl

Penerbit

Kumpulan fulisan tentang jati diri arsitekfur Indonesia ditilik dari berbaeai disiplin ilmu dan sudut pandang ini, vll

cliharapkan akan menyuburkan dialog yang sinambung, agar

DAFTAR ISI

kita tidak terlindas arus globalisasi sehingga kehilangan kepribadian.

Merupakan tugas luhur bersama, mengupayakan

suburnya lahan penciptaan h'arya arsitektur yang berjatidiri agar kita ttdakpangling pada diri kita sendiri. Semarang, 10 November 1996

Eko Budihardjo

Kata Pengantar Cetakan Pertama Kata Pengantar Cetakan Kedua Kata Pengantar Cetakan Ketiga

BAB

I

v

vi

vii

IDENTITAS BUDAYA DAN ARSITEKIUR TRADISIONAL ..

I.1. 1.2.

Identitas Budaya dan Arsitekfur Indonesia/ Prof.Ir. Sidharta Identitas Budaya dalam Karya Arsitektur/ Prof.Dr. S. Budhisantosa . . .

1.3. Arsitektur dan Kebudayaan/lr. Hindro ljatrjono Sumardjan, IAI . . . 1.4. Memahami Arsitektur Tradisional dengan Pendekatan Tipologi/Ir. Budi A. Sukada, Grad.Hons. Dipl. (M) 1.5.

BAB

II.

20

30

Arsitektur Tradisional: Sebuah Faktor dalam Perancangan/lr. Baskoro Sardadi, IAI Arsitektur Bukan Sekadar Bangunan/lr.

60

Eko Budihardjo, M.Sc.

70

WAWASAN ARSITEKIUR, SENI DAN TEK. NOLOGI II.1. Menczri Wawasan Arsitektur/lr. 'l)uk Kuswartojo, IAI ll.2 Arsitektur sebagai Seni-Skuktur/lr. Wiratman Wangsadinata

fusitektur dan Teknologi/lr.

76 76 82

Yuswadi

Saliya, M.Arch. dan Kesempalan KerjadiSektor

93

II.4. Arsitektur

Industri Konstruksi/Dr. Hidayat

IL5.

103

Penjabaran Wawasan Identitas dalaLrn Waclag

Arsitektur/lr.hkoBudiharcljo, M.Sc.

,

.

113

1X

ARSITEKIUR'IROPIS IN DONESIA I[.1. Proses Berpikir Perancangan Arsitektur

dan Arsitektur 'liopis/lr'

t20

lII.2. fusitukhrr Tropis di lndonesia/Dipl' Ing' Harisanto . .. lII.3. I-aboratorium Arsitektur Tropis/lr' Maurn Purnomo Rahardjo' M'SArs III.4 fusitektur liopis: Tinjauan dari Segi Fisika Bangunan/Dr'l' R'M' Sugijanto I[.5. Landasan fusitektur Indonesia/Drs' Darmanto Jatman, S'U' ' ' III.6. Pusarnya fusitektur Tropis Indonesia/Ir' AndY Siswanto,

IAI

'

BAB W. ARSITEK|UR DAN MASYARAKAT kepada IV. 1. Kembalikan Arsitektur Tradisional IAI Silas, MasYarakat/Ir' Johan IV.2. fusitektur Masyarakat Transisi/Dr' Llmar KaYam

IV.3. fusitektur dan Kepentingan Masyarakat/ Permadi, S'H' ' ' IV.4. Tradisi, Transisi, dan Identitas/Dipl'lng' Suwondo Sutedjo, IAI . . .

IV.5.

Arsitektur: Suahr Profesi

Jati diri dalam bidang arsitektur bukanlah merupakan

Zaenudin

Kartadiwiria, M.fuch

131

136 143 153 161 166 166

773 186 196

Esoteris?/

Gunawan W. Gandasubrata. ' IY.6. Ilmu Sosial dan Humaniora dala''n Pendidikan Arsitektur/Ir' Eko Budihardjo, M'Sc'

PENDAHULUAN

120

201,

218

objek mati atau sasaran yang statis, melainkan lebih berupa proses yang dinamis dengan sasaran yang selalu bergerak. Menggali dan mengungkap jati diri arsitektur Indonesia serupa saja halnya dengan menjelajahi perjalanan budaya dan peradaban masyarakatnya sepanjang sejarah. Sebagai suatu proses yang menerus, jati diri arsitektur tidak bisa sekadar direncanakan, dirancang, dan dibuat dari luar, semata-mata dengan maksud membentuk identitas itu sendiril) Jati diri arsitektur lebih mungkin terbentuk dari dalam, seringkali secara tanpa sadar, dengan wawasan kontekstual untuk memecahkan masalah yang spesifik. Para undagi dari Bali, misalnya menciptakan karya-karya arsitektur berlandaskan pada kaidah-kaidah yang telah disepakati sesuai kepercayaatt tnereka, tanpa ada maksud khusus untuk menampilkan jati diri. Ternyata kemudian hasilnya diakui sebagai karya arsitektur yang unik, berkarakter, khas. Dengan perkataan lain, jati diri arsitektur akan muncul secara wajar sebagai produk samping hasil pemecahan masalah arsitektur setempat, dan bukan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai. Prof. Udo Kultermann lebih jauh melontarkan pendapat bahwa jati diri dalam bidang arsitektur hanya dapat tumbuh dari akar kebudayaan yang khusus. Semakin dalam akar tradisinya di masa silam, semakin tinggi dan sehat pula tumbuhnya pohon arsitektur yang berkepribadian di masa depan. Jati diri arsitektur yang berakar pada tradisi tersebut tidak merupakan komoditi yang dapat dipindah-pindahkan. Lain halnya dengan produk di bidang teknologi atau hasil penelitianpenelitian ilmiah, yang dapat dialihkan, diserah-terimakan atau diperjual-belikan.2) l) 2\

Powell. R.ed: "Architecture and ldentitt", 1983 :

10.

Kultermann, U: "Revilalizalion oJ Traditional Pqttern in Modern Architecture"' 1984

:

2.

xl

Faktor-faktor kunci yang dinilai sangat berpengaruh terhadap penciptaan jati diri arsitektur Indonesia. meliputi antara lain keunikan budaya dan arsitektur tradisional; perkembangan ihnu, seni, dan teknologi; iklim setempat yang tropis lembap; dan sudah barang tentu masyarakat lndonesia sendiri yang sarat dengan kekhasan perilaku, tata nilai, dan nornla-llorrna yang dianut. Antologi ini disusun atas dasar kategitri I'aktor_l'aktor penenlri terscbut. Dalam Bab I yang bertemakan "ldentitas Budaya dan Arsitektur Tradisional", disajikan pokok-pokok pikiran dari Porf. Ir. Sidharta (gurubesar arsitektur Undip), Prof. DR.S. Budhisantoso (antropolog UI dan Direktur Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Ditjen Kebudayaan PDK), Ir. Hindro Tjahjono Soemardjan, IAI (mantan Ketua lkatan Arsitek Indonesia), Ir. Budi A. Sukada. Grad. Hons. Dipl.AA. (staf pengajar UI) Ir. Baskoro Sardadi, IAI (arsitek profesional) dan lr. Eko Budihardjo, M.Sc (arsitek-planolog dosen Undip). Berbagai wawasan dalam arsitektur, seni dan teknologi dirangkum dalam Bab II yang menampilkan tokoh-tokoh seperti Ir. Tjuk Kuswartojo (sekretaris PSLH, dan dosen ITB), Ir. Wiratman Wangsadinata (Ketua Himpunan Ahli Konstruksi dan Ketua INKINDO), Ir. YuswadiSaliya, M. Arch (mantan Ketua Departemen Arsitektur FTSP ITB), DR. Hidayat (ekonom, direktur Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan [-ingkungan, Unpad) dan Ir. Eko Budihardjo, M.Sc (Kepala Iliro Penelitian Ir.T. Undip). Bab III mencoba mengupas kaitan antara iklim tropis dengan karya arsitektur di Indonesia, dengan pembahaspembahas yang latar belakang pendidikan dan profesinya 'ferekam bcrbcda. di sini pendapat lr. Zainuddin Kartadiwira, M. Arch (staf pengajar senior dari ITB), Dipl. Ing. Harisarrto (konsLrltan, pemegang satya lcncana dari Menristck), Ir. IVlauro f)urnomo Rahardjo, MS.Ars (Untar), DR.lr.R.lVl Sugiyanto (l)osen t.'isika Teknik I I'li), Drs. Darmarrto.lirtrrr;rrr, xii

L

SU (Psikolog, pertyair), dan Ir.Andy Siswattto'

lAl (direktur

biro konsultan). Pengkajian tentang saling ltubungatt alltara arsitcktur datr masyarakat banyak, dikelonlpokkatt dalam llab lV' yaltg mengetengahkan pcndapat lr. Johan Silas (dosen dan pcrrcliti dari ll-S), DR. Urnar Kayanl (bLrdayawan, UCN'l), l)ettnadi, S. H. (rnantatt Ket tta Yayasatl l.erttbaga Kottstttttctt), I)ipl. Irlg' Suwondo Bisrno Strtedjo (stal'pcrlgajar se rtior Ul), (iuttawatl W. (landasubrata, darl Ir. Eko lludiharclio, NISc (Kettra Ikatart Arsitek lndortcsia Cabang Jatcng). Harus diakui dengan jujur dan rendah hati, banyak sekali kendala yang dihadapi dalam setiap upaya penyuntingan karya

tulis para pakar dan arsitek profesional. Bahkan nlulai dari pemilihan jenis tulisan dan pengelompokannya pun sudah dapat terpancing beda pendapat yang tajam" Apalagi Inemeras, menyarikan, dan menyimpulkan gagasan, ide darr pokokpokok pikiran yang sungguh sangat beraneka ragam. Oleh karena itu, penulis mengambil sikap tcrbuka: mempersilakan setiap pembaca untuk memilih dan menangkap sendiri dari setiap pembahasan sesuai dengan minat dan daya serap masing-masing.

Berbekal pernahaman yang bervariasi itu, bisa dilangsungkan forum temu wicara labih lanjut yang diharapkan dapat kian memperjelas masalah yang masih helum terungkap atau terpecahkan. Dengan dernikian 'roda dwicakap' akan menggelinding terus, sesuai dengan hakikat dan tlatasan pengertian jati diri sebagai suatu proses yang menerus dan berkesinambungan. ,I**

xllt

BAB I IDENTITAS BUDAYA DAN ARSITEKTUR TRADISIO NAL I.I. IDENTITAS

BUDAYA DAN ARSITEKTUR I NDON ESIA*) Oleh: Prof. Ir. Sidharta.

1i

Persoalan tentang bagaimana penerapan identitas budaya atau adat pada bangunan-bangunan baru secara tepat, analog dengan pertanyaan bagaimana identitas Arsitektur Indonesia di masa depan.

Pertanyaan di atas dilatar belakangi: l. Adanya Arsitektur Tradisional yang merupakan sarana (wadah) bpgi bermacam kegiatan kehidupan manusia Indonesia Tradisional yang kemungkinan memiliki unsurunsur yang dapat diterapkan pada Arsitektur Indonesia masa kini atau masa depan. 2. Bahwa ungkapan Arsitektur Tradisional menunjukkan identitas budayanya. 3. []ahwa Arsitektur l'radisional di Inclonesia dilatar belakangi olch budaya suku bangsa yang telah berkembang nre lewati be rbagai kurun waktu.

Penelitian Arsitektur Usaha meneliti Arsitektur Tradisional Indonesia dan Arsitektur Hindu Jawa sebenarnya sudah lama dilakukan, jauh-jauh sebelum pendidikan Arsitektur di Indonesia dimulai.

*)

xlv L.

Dsajikan dalam Simposium "Peranan Identitas Budaya dalam Arsitektur", IAIDKJ-DI'ITABA, Jakarta, l0 September 1984.

r Sayangnya ini semua dalam bahasa Belanda, dan tersimpan dalam perpustakaan musium di Indonesia dan khususnya di Negeri Belanda sehingga tidak terjamah oleh Arsitek-Arsitek Indonesia sekarang. Mengenai Arsitektur Tradisional Jawa dan bagaimana masa depannya banyak ditulis oleh Ir. H. Maclaine Pont dan juga oleh Ir. Thomas Karsten. R. Goris, J.L. Swellengrebel dan V.E. Korn banyak menulis mengenai Arsitektur Bali, dan latar belakangnya. DR. N.J. Krom, DR.W.F. Strutterheim, DR.F.D.K. Bosch dan lain-lain penulis lagi sebelum Perang Dunia II, banyak mengemukakan pandangannya mengenai Arsitektur Hindu Jawa. Henri Parmentier pada tahun 1907 mengenai konstruksi kayu yang gambargambarnya ditemukan pada relief-relief Candi Hindu Jawa. Meskipun pendapat ahli, ini belum tenlu betul atau sesuai untuk masa kini ada baiknya dijadikan acuan bagi kita dalam usaha mencari identitas Arsitektur Indonesia (daripada mulai dari depan sama sekali). Kepada yang masih menguasai Bahasa Belanda saya ajak untuk bersedia menerjemahkan tulisan-tulisan tersebut.

Batasan Kebudayaan Karena yang dipermasalahkan adalah identitas budaya dan Arsitektur Indonesia masa depan maka di sini diajukan salah satu definisi dari kebudayaan atau budaya yang sangat banyak macamnya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dari W.J.S. Poerwadarminta, budaya sama dengan pikiran, akal budi (penulis: intuisi); kebudayaan : hasil kegiatan, dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan sebagainya. Jadi kebudayaan dapat berarti benda abstrak atau non materil maupun benda materil. Menurul kamus Poerwadarminta dan juga kamus lnggris lndonesia dari John M. Echols dan Hassan Shadily: kebudayaan : Culture : kultur. Jadi norma-norma, kaidah kehidupan adat istiadat merupakan kebudayaan juga (u mun

of cuiture =

seorang yang baik tingkah lakunya, sopan santun, beradat). Kalau norma atau kaidah yang lama merupakan aspek kebudayaan, tentunya norma atau kaidah demikian tercermin dalam ungkapan Arsitektur: Contoh-contoh yang kongkret memang kita jumpai dalam Arsitektur Tradisional misalnya: 1. Cara menentukan/memberikan dif'erensiasi tentang ruang, dan tempat yang memperbedakan ruang milik seorang terhadap orang luar, kita jumpai ungkapannya dalam Arsitektur Tradisional di Jawa, di Minangkabau, di daerah-daerah lain di Indonesia. Pada rumah Jawa Kuno kita lihat dinding seketeng yang memisahkan "Dolem ogeng " dengan peringatan sekaligus memisahkan teritorial privocy, dan setengah public atau daerah anggota keluarga wanita dan daerah anggota keluarga pria. Pemisah teritorial demikian yang menunjukkan sifat outside alau mole, femolekitajumpai pula pada Arsitektur TradiSional Maya, Latin Amerika, Norway, Swedia bahkan pada hewan baboon (Amos Rapoport: "Culture Origins of

2.

3.

Architecture"). Untuk menyiapkan pusaka atau barang keramat dan penyelenggaraan upacara-upacara tertentu pada Arsitektur Jawa Tradisional tersedia ruangnya, yaitu dalem ageng dengan pedaringan yang dianggap ruang yang paling keramat. Bali merupakan daerah yang norma dan kaidah-kaidah kehidupan sangat jelas diungkapkan dalam arsitekturnya.

Perubahan Norma Dengan lebih mudahnya hubungan antarbangsa maka terbukalah kebudayaan Indonesia terhadap pengaruh luar. Maka

terjadilah perubahan norma. Apa yang dahulu merupakan larangan, sekarang telah diterima oleh masyarakat. Kedudukan

dan peranan wanita telah berubah, wanita Indonesia bukan lagi berperan di belakang tembok seketeng; cara bergaul muda 3

tuanya juga mudi juga berubah, sikap anak terhadap orang yang lalu' Anak ,ungui ierbeda dengan zaman 30 tahun Jawa dengan f..f,iurgu Jawa di Jakarta jarang dapat berbahasa mana elemen baik, Jpa lagi berkrama-hinggil' Sampai sejauh pada bangunan diterapkan Arsiiekiur Tiadisional masih dapat penulis sosial baru berkaitan dengan perubahan norma-norma yang lebih penelitian belum dapat menjawab. Diperlukan suatu mendalam.

sukar Kenyataan menunjukkan bahwa kita tidak terlalu (teryang harus mengadaptasi cliri, contoh: keluarga-keluarga mengadaptasikan pafJa) tinggal di rumah susun lambat laun timii.i auU. *asana baru, meskipun pada permulaan dapatpada bul konflik-konflik sosial' Jadi budaya bertetangga rumah susun juga berubah' tema pem' Yang berkaitan dengan persoalan yang menjadi juga Tradisional bahasari ialah dapattcatr ciii-ciri Arsitektur norditerapkan pada Arsitektur masa depan yang dilandasi ma dan kaidah baru?

Arsitektur Tradisional

rI

(

lndonesia

I *".*", $",0"n,

l['"::::::" Ll+ I

tndonesia ruuru Depan

L***rfu

Ciri Arsitektur Tradisional Mengingat norma, kaidah, dan tata nilai dalam masa kini masih banyak kemungkinan berubah maka dalam usaha mencari identitas budaya yang dapat diterapkan pada bangunan baru disarankan sebagai berikut. Fa[tor-faktor apa yang dapat kita tqplkan dalam Arsitektur, fang mempunyai identitas yang sedikit atau tidak dipengaruhi oleh perubahan norma tata nilai. Carilah ciri-cirinya ini dalam Arsitektur Tradisional untuk diterapkan pada bangunan baru.

a.

Iklim merupakan faktor yang tidak berubah (relatif) Indonesia beriklim tropis panas dan lembap. Karena letaknya di sekitar khatulistiwa antara garis-giris lintang utara dan selatan 23,5" maka sepanjang tahun sudut jatuhnya sinar matahari tegak lurus, hal mana mengakibatkan suhu yang selalu panas. Ciri Arsit ek_t u r_T radis io nal yalr g_b"g..\gl!an de1gan iklim yang parras -misalnya. at?p- y.gng, mempunyai-lonjo*ugan

(Verhong) yang panjang dan mempunyai sudut yang tidak terlalu landai. Di samping itu rua_ngruang-y.aUg"Jeu.hu-k-4, di mana dinding tidak menutup rapat ke bidang bawah atas atau langitlangit memungkinkan ventilasi yang leluasa, hal mana mempertinggi comfort dalam ruang. Dinding atau bidang kaca yang berlebihan, apa lagi tidak dilindungi terhadap sinar matahari langsung, dan hujan tidak sesuai untuk iklim tropis. Kita sering menggunakan air conditioning untuk ruangruang yang jika direncanakan dengan tepat sebenarnya tidak memerlukannya. Energi yang diperlukan untuk air conditioning cukup besar. Dalam negara yang sedang menganjurkan hemat energi, hendaknya penggunaan air conditioning iuga dibatasi. Rumah tradisional Jawa dan B_4li 111e-1.11pakan open

air habitation. Dengan pohon-pohon yang rindang di sekitarnya ntembuat suasana menjadi sejuk. Juga dalam berpakaian,

iklim dan

orang Jawa dan Bali menyesuaikan diri. Orang Indonesia dilahirkan dan dibesarkan di daerah tropis. Secara fisiologis dan kultural kita telah mengadaptasikan diri dengan kondisi tropis itu. (Otto Sumarwoto: "Ekologi, Iingkungan Hidup, dan Pembangunan", hal. 318). Seni KeraJinan Seni kerajinan yang banyak ragamnya di Indonesia seper-

ti seni ukir, seni ornamen, seni tenun, seni anyam, batik dan lain-lain lagi harus dimanfaatkan untuk memberi identitas kepada Arsitektur Indonesia masa depan. Orang Jepang menggunakan tatomi atau tikar, tidak hanya untuk duduk atau tidur di atasnya, tetapi juga sebagai modul untuk menentukan luas ruang. Seni kerajinan dalam arsitektur dapat dikembangkan, lepas dari perubahan norma dan tata nilai. Suatu ornamen kadang-kadang mempunyai arti simbolik yang sangat da"l[m yang tidak mudah dijelaskan dalam satu dua kata. Sering artinya harus dicari dalam sejarah bahkan dalam prasejarah. Seni hias Indonesia yang modern tentunya tidak dapat dikembangkan hanya dengan sekadar meniru contohcontoh kuno yang bagaimanapun bagusnya. Para seniman sekarang harus mempelajari jiwa dan arti seni yang kuno, tetapi juga harus mencari jalan baru sendiri. Perlunya mempelajari seni yang kuno adalah juga untuk menjaga agar tidak melakukan yang sebaliknya, yaitu meniru hiasan atau motif Eropa dengan seenaknya (Th. Van. der Hoop: 1ndonesisc he Sier mot ieven ; I ndo nesian Orna ment al Desi gn, hal 7-8). Munculnya ornamen-ornamen klasik (yang jauh menyimpang dari bentuk murninya) pada rumah-rumah baru di kotakota di Indonesia yang disebut dengan nama yang salah kaprah, Arsitektur Spanyolan, justru membuat kabur usaha kita membina Arsitektur yang modern. Kita tidak perlu raguragu dalam pengetrapan ornamen sebagaielemen estetis dalam arsitektur, asal:

batas yang wajar dan tempat yang tepar. 1 P3lT 2' Dihindari ornamen mesin, nirat hontdcraftornamen terretak

pada virtuositynya atau kemahiran yang membuat, jadi menampilkan keterampilan dan kemampuan ,.nirn n pengrajin, ingat pada victorion styte orname:rt ying {icetak dengan mesin dan yang sangat ditentang oleh William Morris. lr'H' Macraine polrl cjararn lulisann-va bcrludur "Javaan.vthe A r<'hite(tuur", majalah Jawa I g23_lg24 r.,,g"tonrfnt karr scni kcraji.arr craram Arsitckrur sera,ra tujuannya sesuai dengan def'i n i si A rsi tck t u r. ",4 rc h i t e. I u u r,, f ooi, r,' r) ri,"",lir gen eer.tte, yoornaom'le w,roc.hlsel, dar i.E tlc omge,inC dii )e mensch uit de aonzich zef schept, om den zru l;;r:;r;;;;,;;g mogelijk temaken, in de vereischte sfeer le brengen en doarao'n de verenschte statie te voilen derhitve in het alg"mernroo,ror de bouwkunst, de schilderkunst, de beeldhou*ium"nrt, ini, kunstnijverheid in zoo verredeze kunsten srrkken bevengenoemd doel.,' (_-].:rj.rnuhan penulis: Arsitektur atau .,aarts,, (bahasa rnggrrs: arch) artinya yang pertama atau asal mula yaitu lingkungan yang diciptakan manusia sendiri .tari d;; dikuasainya, untuk memungkinkan kedudukannyu ;;;; f"Lonl disinya) dan sikap hidupnya, dalam suasana yang diinginkan dan dalam status yang diharapkan. Daram definisilni pula seni bangunan, seni lukis, seni pahat, "."r"rr[ dan seni t..r;inu, ')'-'"''" selama seni rersebut sesuai dengan'tujuan di ;;.

Bahan

Lokal

./

Di samping bahan produksi teknologi maju penggunaan PlhT lokal seperti batu bata, genting, L"V, b;.b",;il;;lain lagi hasil produksi industrilutyui t u.u. tetap clianjurkan. Selama bahan tersebut.memenuhi k.grnrun dan persyaratan teknis apa lagi ekonomis, maka bahai tersebut t.tup *od.rn. Bahwa sering dijumpai kualitas produksi industri ,"f.V"iV""g

.

-

inferiorjanganmenjadisebabkitamutlakharusmemilihbahan impor, utuu Uuhun produksi industri padat modal' Arsitek haius ikut menunjang pembinaan dan pengembangan industri rakyat kita. Keaneka ragaman dalam Arsitektur Indonesia modern

harus tetap sesuai dengan keaneka ragaman budaya daerah kita kembangkan. Justru keaneka ragaman inilah merupakan ciri khas Indonesia.

I.2 IDENTITAS BUDAYA DALAM KARYA ARSITEKTUR*) Oleh: Prof. DR. S. Budhisantoso. Dalam usaha bertahan dan mengembangkan jenisnya, manusia dihadapkan kepada berbagai tantangan baik yang timbul dari dalam dirinya maupun yang timbul karena faktor luar. Sebagai mahluk hidup manusia menghadapi kebutuhan' pokok (biological needs) yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan organismanya serta menyalurkan dorongan biologis secara memadai. Sementara itu faktor luar juga menimbulkan berbagai tantangan yang harus ditanggapi seperti berbagai kebutuhan yang timbul dalam proses adaptasi dan pemanfaatan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sampingan. Sesungguhnya secara ragawi manusia termasuk mahluk yang masih serba umum. Manusia tidak mempunyai kelengkapan jasmaniah tertentu untuk hidup dalam suatu iingkungan tertentu. Akan tetapi kelemahan ragawi itu nam_ paknya diimbangi dengan kemampuan akalygg memungkinkan manusia berfiki r r.carulireta fo nifan lamLang yang bermakna. P=engal kepampuan mengembangll1 d1" -tj m e n g gu n a k an I a mb q!g:! eqb atg jtu 11e ! !-s i tFalm g_ t h u _

ii[ftffi

ry€al-,mele-$ffi k*,drrr.ng.rn-bingkanpenie,ut,uun

mereka secara lebih e_fektif. Segala pengalaman manusia dapar

cifi id;;AiilmpaiFd,-n, dan aip.it, [urkan dengan sesama sehingga memperkaya pengetahuan mereka melintasi generasinya secara kolektif. pengalaman itu akhirnya memungkinkan manusia menanggapi lingkungan secara aktif

serta mewujudkan pedoman bagi sikap dan pola tingkah laku

mereka dalam proses adaptasiriya.

t)

Dsajikan dalam Simposium "Peranan ldentitas Budaya dalam Arsitektur", IAI-

DKJ-DITTABA, Jakarra, l0 September

1984.

l

lingkungannya

Demikian manusia hidup menghadapi oleh nalurinya semata' Oalam arti luas, tidak lagi dikuasai pengalaman yang *.iuintrn ia didominasi oleh abstraksi hidttp ..*"irar."n nilai-niiai, norma-norma, dan pandangart sebagai Pedoman' "-" K;i"; pada mulanya manusia bersikap dan bertindak atas

kebutuhan biodasar dorongan naluri untuk memenuhi manusia berselanjutnya Iogisnya, dalam proses kehidupan b'd'l1J.i:i pada ;;k"p a;; bertindak dengan berpedoman manusla ,"rrtu mereka kembangkan. Abstraksi pengalaman itu mewujudkatt ;;il beradaptasi de"ngan lingkungan dan apa yang baik yang apa p.t""gf.", nila-i atau asumsi nilai-nilai abstraksi seharusnya aininaartan' Oi samping yang mengatur p.ruuturnun itu mewujudkan norma-norma ansgota masvarakat di sam;;;;;;i;*tosial di antara sesama khususnya yang menceriirE [.v"f inan-keyakinan (beliefs) gambaran tentang semesta yang mirikan-pandangan hidup dan nilai-nilai' norma..fiputi'-.reka. Dengan berpedoman pada kolektif pengalaman dan keyalii.,ui ttUugui abstraksi ,".*u,'manusia berusaha memahami gejala vang dalam i;;ilh atau mengelomiingf,ungunnya kemudian memilah-milahnya untuk merenburuk dan baik. polf un"auf am kategori-kategori tindakan ataupun sikap canakan langkahJaigkah dan memilih ,.rrui dengan kemampuan yang ia miliki' keyakinan' yang DemikLn nilai-nilai, norma-norma' dan pengetahuan budaya.bagi berlaku dalam .nuryu.utt"t menjadi Demikian pengetahuan setiap anggota masyarakat pendukung' pendidikan dalam arti budaya yang diperoleh melalui proses untuk memahami luas sejak lahir itu *.t'putun rnodel-model manusia dan **..ng.fompokkan gtjut" yang dihadapi oleh Dengan lain landasan untuk U.iti["p ataupun bertindak' itu merupakan pengetahuan yang ;;il;", kebudayaansebagai kerangka acuan yang hanya lur,iur. yang berfungsi dan peragaannya Aupu, diiihai melaluiberbagai perwujudan (expression ond rnonifestation)'

l0

li

Sementara itu L.A. White (1949) menganggap kebudayaan itu sebagai sistem terpadu dan terorganisasi (integroted organized system) yang dapat terperinci dalam tiga bagian atau aspek, yaitu sistem teknologi, terdiri dari peralatan materil, fisik, dan kimiawi beserta manusia menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungan hidupnya. Dalam sistem teknologi tercakup peralatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pokok, perlindungan fisik atau perumahan dalam arti luas, peralatan berperang maupun peralatan pertahanan. Sedang. yang dimaksud dengan sistem sosial menurut White, merupakan perwujudan alam hasil pergaulan sosial yang tercermin dalam pola-pola tingkah laku kolektif maupun perorangan yang menghasilkan keteraturan yang berpola, seperti sistem organisasi kemasyarakatan, sistem kemiliteran, sistem kepercayaan, sistem pembagian kerja, sistem rekreasi, dan sebagainya. Egdar1g_1-sJem idea terdiri dari gagasan, kepercayaan, dan pengetahuan yang biasanya tercermin dalam percakapan ataupun bentuk perlambang lainnya. Dalam kategori ini termasuk mitologi, legenda, kesusastraan, filsafat, dan ilmu pengetahuan, kebijakan (kata mutiara), serta pengetahuan umum (common sense knowledge). Ketiga sistem itu saling berkaitan dan walaupun tidak samtEatnya mereka itu saling berpengaruh. Sebagai seorang penganut paham neoevolusionis L.A. White berpendapat bahwa sistem sosial itu merupakan wujud fungsionalisasi sistem teknologi. Sedang sistem idea merupakan cermin atau pantulan sistem teknologi. Pendapat L.A. Whiti ini dapat dimengerti karena ia seorang evolusionis yang mendewakan teknologi sebagai dasar kebudayaan. Sementara itu ada juga orang yang berpendapat bahwa sistem idealah yang lebih dominan dan menentukan corak interaksi serta teknologinya. Johan Galtung (1978) dalam uraiannya mengenai pengaruh sosial budaya pengambil alihan teknologi dan ilmu pengetahuan di negara yang sedang berkembang menyatakan bahwa hambatan proses penyerahan itu justru terjadi karena perbedaan sistem idea dan sistem sosial.

II

7 Walaupun mendatangkan teknologi dan ilmu pengetahuan dari Barat tidak sulir, akan tetapi yang sulit ialah meiy rrup iiop_ tio.n) menyesuaikan nilai_nilai ke yang aaa

.!an

teknologi dan ilmu

itu ke dalam

ai Uatlt sistem idea dan sosial

masyarakat yang bersangkutan. Lepas dari setuju ataupun tidak dengan kedua pendapat yang bertolak.belakang itu, budaya suatu bangsa Vung puOu hakikatnya mengandung nilai_nilai, gagasan utama, dan keyakinan nampak jelas dalam iehidupan sosiai dan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Dengan mudah, sebelum intensitas komunikasi dan transportasi yang didukung oleh teknologi modern, kita mengenal kebuduyuurir.r"orung dengan melihat bahasa dan ragam pakaiannya. xurau [iiu mengadakan perjalanan di ke pulauan Nusantara, maka afa yang menunjukkan keanekaragaman kebudayaan penduduk ialah bentuk perumahan tradisional dan lain-lain teuuaayaan materil. Sedangkan untuk memahami budaya mefafui poia_ pola tingkah laku (social system) ataupun tata kelakuan (ideologicol system) diperlukan pengamatan lebih rama dan mendalam, walaupun bentuk bangunan tradisional itu sudah mencerminkan sistem sosial maupun ideologi -uryu.uLut yung bersangkutan.

Arsitektur Tradisional Dalam kesempatan ini uraian akan dipusatkan pada sistem teknologi khususnya arsitektur tradisional sebagai sarah satu

manifestasi dan ekspresi kebudayaan. Sesungguhnya perumahan (shelter) merupakan salah satu kebutuhin"poroI manusia yang tidak mengenal waktu, tempat, dan tingkat teknologi. Kita masih ingar betapa nenek moyang tira iang hidup pada zaman

batu telah mengembangkan sistem perlin] yaitu fisik, perumahan di gua-gua, kemudian disusul lWsan

dengan penggunaan tenda-tenda

tadih

angin (windsueen)

ataupun tenda yang sifatnya sementara karena seringnya n.n.i moyang kita berpindah mengikuti binatang perburuin ataupun

t2

musim panen tanaman liar. Apabila mereka sudah mulai bercocok tanam dan menetap di perkampungan, maka perumahan semi permanen pun dibangun. Kita hidup dalam rumah-rumah

yang lebih kokoh dengan harapan dapat bertahan untuk selamanya walaupun kenyataan seringkali berlainan dengan harapan.

Apabila kita perhatikan dengan seksama, uraian tersebut menunjukkan cara berfikir yang evolusionis. Sementara itu kita dapat pula melihatnya dari sudut pandangan fungsionis ataupun strukturalis. Akan tetapi sebaiknya kita telaah arsitektur tradisional secara menyeluruh sehingga dapat dipahami kaitannya dengan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Untuk keperluan tersebut, kita telaah arsitekturarsitektur tradisional dengan memperhatikan kegunaan (use), fungsi (function), dan arti sosial (meoning)di samping wujud dan gayanya. Kegunaan rum4h khususnya bangunan tradisional itu beranbka ragam, sesuai dengan struktur masyarakat dan kebudayaan penduduk yang bersangkutan. Akan tetapi pada umumnya sebagai bangunan tradisional mempunyai kegunaan sebagai perlindungan fisik terhadap dinginnya udara, panasnya matahari atau derasnya angin serta air hujan. Kalau kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ada rumah-rumah yang sekadar menjadi tempat perlindungan sementara orang perlu istirahat (windscreen) pada penduduk asli Australia, misalnya: masyarakat Arunta sebagian besar waktunya dihabiskan di alam terbuka untuk berburu binatang reptile yang langka, meramu ataupun bercengkrama dengan sesamanya. Sebaliknya

ada pula penduduk yang memanfaatkan tempat berlindung semaksimal mungkin untuk, bekerja, beristirahat maupun menyelenggarakan pertemuan sosial seperti pada kebanyakan masyarakat petani yang sudah menetap. dengan kehidupan sosial @nnya budaya lainnya, beraneka ragam'pula. Rumah dapat berfungsi sebagai kesatuan sosial, anggotanya terikat dalam kerja sama

l.l

7 ekonomi (rumah tangga, keluarga luas, rumah bujangan). Dapat pula ia berfungsi sebagai wadah ke[iatan pendidikan (sosialisasi) anggota-anggotanya belajar memahami dan menghayati kebudayaan dengan cara belajar sambil bekerja (informal/non formal education) atau sebagai satu asosiasi seperti rumah bujang, yang berfungsi sebagai tempat penampungan anggota masyarakat yang telah dewasa dan berperan sebagai prajurit ataupun penggembala ternak sukunya. Banyak

ragam fungsi rumah/bangunan tradisional, sesuai kaitannya dengan struktur dan kehidupan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, sehingga menimbulkan berbagai perwujudan fisik dan gaya serta hiasan yang beraneka ragam. Bagi banyak suku di Indonesia rumah bisa berarti identitas seseorang. Si A misalnya orang A, karena ia berasal atau anak dari rumah A. Rumah dapat diartikan sebagai lambang status sosial, pendidikan maupun ekonomi, karena itu kita lihat orang kaya dewasa ini berlomba membangun rumah megah dengan segala gaya dan bentuk fisiknya. Sekadar ilustrasi bagi orang Jawa, seseorang lelaki itu dianggap sempurna'kalau sudah memiliki lima syarat, wonodyo (istri), turonggo (kuda) atau kedudukan, curigo, (keris lambang keamanan lahir batin) kukilo (burung) atau kesenangan (hiburan) yang berarti sanggup menyisihkan waktu dan wismo (rumah). memang rumah merupakan lambang keberhasilan seseorang. Rumah juga berarti tanggung jawab yang dikaitkan dengan status orang yang telah berumah tangga atau mempunyai tanggungan keluarga. Oleh karena itu ia berhak menjadi anggota penuh dari masyarakat setempat dengan segala hak dan kewajibannya. Mengingat arti pentingnya rumah dalam kehidupan sosial masyarakat kalau ditinjau dari segi kegunaan fungsi, dan arti sosialnya, maka wujud dan struktur rumah sebagai bangunan tradisional dapat dipakai sebagai cermin tingkat teknologi, cermin gaya hidup (woy of life) serta nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.

Arsitektur tradisional (baca rumah tradisional) baik struktur maupun bahannya menunjukkan kondisi lingkungan serta sumber bahan bangunan yang tersedia. Orang-orang di daerah tropis lebih banyak menggunakan bambu atau kayu dalam membangun rumah. Sebaliknya kayu dan bambu itu membatasi variasi bentuk/struktur bangunan, terutama apabila dikerjakan dengan teknologi sederhana. Demikian pula bentuk dan struktur bangunan dipengaruhi oleh iklim. C)rangorang di daerah hujan tropis tidak ada pilihan lain, kecuali membuat rumah yang beratap curam dan memperlancar jatuhnya air. Demikian pula di hutan yang banyak binatang buasnya orang terpaksa mendirikan rumah di atas tiang yang tinggi-tinggi (Sumatra Selatan). Sedang mereka yang hidup di daerah rawa-rawa (Asmat) terpaksa mendirikan rumah di atas tiang yang cukup tinggi untuk menghindarkan pasang surutnya air payau. Sedang di Jawa Barat yang berudara dingin, orang mendirikan rumah panggung sekadar menghimpun udara hangat sebagai antara yang memisahkan lantai, dan tanah.

Keterbatasan variasi itu tentunya tidak berlaku dalam masyarakat yang teknologinya sudah maju. Orang dengan mudah membuat bangunan yang mampu memberikan kenyamanan tanpa pengaruh langsung iklim maupun bahan yang tersedia di sekitarnya. Sebagai contoh ialah kecenderungan orang kita membuat rumah dengan langit-langit yang disesuaikan dengan teknologi air conditioned. Mereka menjinakkan iklim di luar dan manfaatkan kemampuan

teknologi.

Sebagai cermin gaya hidup, rumah dapat dilihat dari struktur ataupun denah pokoknya. Kalau kita perhatikan rumah-rumah orang Amerika di masa awal kemerdekaan, pada umumnya didirikan dalam perkampungan baru (new settlement) yang menghadap ke jalan-jalan kaki lima yang

menghubungkan rumah-rumah serta pelayanan umum sehingga mempermudah penghuninya bepergian dengan.jalan

l4

l5

JT kaki. Bagian depan dilengkapi beranda terbuka untuk berangin-angin di musim panas dan sekaligus untuk bercengkerama. Ke sebelah dalam ruang tamu resmi dan sekaligus untuk pertemuan kekeluargaan, disambung dengan kamar makan dan kemudian dapur yang luas untuk masak dan menerima tamu dekat atau kawan karib. Di bagian belakang ada halaman tempat berkebun, jemuran pakaian, tempat sampah, dan WC serta garasi. Kesemuanya itu menunjukkan gaya hidup tahun 1930-an. Pada tahun 1970-an gaya hidup orang Amerika berubah dan tercermin dalam bentuk dan struktur ruang rumah mereka. Jalan kaki Iima yang menghubungkan dengan rumah-rumah lain tidak penting (kecuali belakangan karena krisis energi). Pagar dibuang dan diganti dengan halaman depan yang dihias dengan pertamanan. Beranda depan terbuka hilang, diganti dengan ruang makan dan dapur yang mengecil. Di samping itu kamar-kamar tidur dilengkapi dengan kamar mandi dan peturasan di dalam rumah. Sementara itu orang kaya sudah melengkapi rumah dengan beranda belakang terbuka dan sekaligus kolam renang, di samping garasi yang membuat dua mobil (ingat revolusi auto mobil di Amerika Serikat pada tahun 1950-an). Perkembangan demikian itu juga terlihat di kota-kota besar di Indonesia. Banyak bangunan rumah tradisional dihancurkan dan diganti dengan rumah-rumah gaya modern. Akan tetapi berlainan dengan apa yang dilakukan penduduk di Amerika Serikat,. orang-orang Indonesia sekadar mengikuti mode sebagai lambang tanpa memperhatikan kegunaan praktis, misalnya dalam pembagian ruang tidur dan dapur yang merupakan bagian belakang (paling kotor) disatukan dengan ruang makan dan tamu. Akibatnya dapat dibayangkan kalau cara-cara memasak dan kebiasaan lama masih tetap dipraktekkan. Bukan tidak jarang terpaksa orang kaya di Indonesia membuat dua dapur, satu dapur mewah dan satu dapur tam-

t6

bahan yang dibuat di luar bangunan pokok sebagai tempat memasak yang sesungguhnya. Contoh lain betapa jelas adanya hubungan dengan antara bentuk perumahan dengan gaya hidup ialah apa yang terjadi di kalangan orang Minangkabau. Pada masa lampau, kehidupan adat yang berprinsip pada garis keibuan, orang Minangkabau hidup dalam kesatuan sosial yang berupa keluarga luas (porui). Kesatuan keluarga luas yang seketurunan dari satu ninik, dan dipimpin oleh seorang msmak itu tercermin dalam bentuk rumah gadang yang biasanya terdiri dari sejumlah kamar yang masing-masing menampung seorang wanita yang telah bersuami dengan anak-anak yang masih kecil. Sedang anak-anak dewasa tidur di bagian "dalam" secara bersama. Anak laki-laki yang sudah besar tinggal di rumah bujang atau kemudian di surau. Para suami tidak mempunyai tempat tinggal khusus kecuali rumah gadang ibunya sebagai pengenal dan kamar (kamar) istri (istri)nya tempat bermalam atau bergilir. Keadaan masyarakat matrilineal dan uxorilokalitu sudah berubah, kini terjadi nuclearisasi, yaitu proses perubahan dari keluarga batih. Akibatnya ialah kurangnya arti penting rumah gadang dan selanjutnya digantikan bermunculan rumah-rumah kecil yang berpenghuni keluarga batih yang outonomous (berdiri sendiri). Hal yang sama melanda masyarakat Bali, kini terlihat kehidupan "modern" dengan lebih banyak pilihan pencaharian di luar sektor pertanian. Kalau di masa lampau kesatuan sosial yang berdasarkan budaya kerabat patrilineal sangat dominan dan orang menetap secara y,irilocaldan mewujudkan kesatuan dadio (keluarga luas terbatgs patrilineal) kini terjadi kecenderungan untuk menetap secara bebas sesuai dengan tempat kerja mereka. Demikian kalau perkampungan orang Bali dulu terbagi dalam blok-blok yang menarnpung sejumlah rumah dari satu keluarga luas, kini orang mulai mendirikan rumah di luar lingkungan blok dadia mendekati tempat kerja yang baru dengan segala gaya hidup.

-l

t

oounol'"'^\J^l.{':'l;''

yuMr\Jn tJ.ts','" 1v'

?

Sebaliknya perumahan modern di kota-kota besar tidak bebas dari gaya hidup penghuninya. Ikatan kerabat dan kewajiban sosial yang masih kuat mendorong orang untuk memperluas rumah-rumah modern, yang semula direncanakan untuk menampung satu keluarga batih dengan menambah kamar ke belakang, ke samping atau ke atas. Tidak jarang mereka harus mengorbankan nilai estetika demi nilai-nilai budaya yang berlaku. , Ee!ry3n l$[ional sebagai cermin nilai budava masih anfat jelas nampakialam perwujudan bentuk, struktur, tata ruang, dan hiapannya. Bentuk fisik rumah tradisional, walaupun tidak mengabaikan rasa keindahan (estetika), namun ia terikat oleh nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat. Pertama-tama mengenai letak lintangnya tidak bebas dari keperc ay aan / key akinan yang berlaku. Kebanyakan masyarakat kita percaya bahwa arah muka yang menghadap matahari itu ideal karena menyongsong kehidupan dan rezeki. Sebaliknya dianggap pantang dan dapat mendatangkan bencana kalau posisi rumah itu membelakangi matahari terbit. Karena itu rumah-rumah tradisional amat jelas membedakan mana bagian muka dan mana bagian belakang sebagaimana tercermin dalam lambang/ragam hias. Belum lagi terhitung tata susunannya dalam perkampungan, ada tempat-tempat istimewa/suci yang perlu diperhitungkan, misalnya tempat mendirikan lumbung dan pura pemujaan di samping pelataran tempat berkur4pul penduduk. Mengenai pembagian ruang, amat jelas dikerjakan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Rumah dianggap tempat suci dan hanya layak dimasuki oleh penghuni rumah dan kerabat dekat. Oleh karena itu ada bagian-bagian yang terbuka buat tamu dan sebaliknya ada bagian-bagian ruang tamu bagi orang lain menjadi satu dengan tempat tinggal. Contohnya di pulau Lombian (Pulau l.ambate) Toraja dan bahkan juga pada masyarakat orang Karo ditemukan juga bangunan khusus untuk menumbuk padi secara kolektif dalam setiap perkam-

l8

pungan. Tempat itu merupakan salah satu bangunan yang penting bagi kegiatan sosialisasi penduduk setempat. Nilai-nilai yang tercermin pada bentuk rumahnya. Ada sementara masyarakat yang memberikan arti tertentu pada bentuk rumah mereka, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Orang Batak Karo dan Toraja serta Minang bentuk bangunan hubungan rumah itu dibuat mirip perahu sebagai kendaraan suci dalam mitologi kehidupan mereka. Semakin banyak atap bersusun (Mang) semakin tinggi martabat keluarga yang bersangkutan. Demikian pula hubungan berganda hanya boleh dimiliki oleh bangsawan di Sulsel. Sementara itu bentuk dan pola hiasan rumah juga tidak bebas dari pengaruh nilai budaya, gagasan utama dan keyakinan yang mendominasi penduduk. Kepala kerbau, sebagai hewan kerja dalam pertanian, sangat tinggi nilainya. Ada yang mengkaitkan dengan pemujaan bulan sebagai sumber air hujan/kesuburan dan bukan semata-mata sebagai hewan kerja. Oleh karena itu kepala kerbau atau sekurangkurangnya tanduknya menjadi bahan penghias yang penuh arti. Di samping itu ada pula lambang-lambang lain yang menggambarkan nilai-nilai budaya, gagasan vital, dan keyakinan masyarakat ikut menghias rumah/bangunan tradisional dalam bentuk ukiran dan gambar. Kenyataan ini menunjukkan betapa penting artinya arsitektur tradisional sebagai salah satu cermin kebudayaan, sekurang-kurangnya mengandung nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu pelestarian bangunan tradisional mempunyaiarti bukan sekadar memelihara bangunan kuno akan tetapi ikut memperluaskan pesan dan informasi nilai-nilai budaya yang ada untuk ditawarkan kalau tidak dikukuhkan pada generasi mendatang.

I

()

7 I.3 ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN Oleh:

Ir. Hindro Tjahjono Sumardjan, IAI

Perspektif Kebudayaan Indonesia Pokok persoalan yang kita bahas dalam temu karya ini adalah: bagaimanakah identitas budaya atau adat dapat diterapkan pada bangunan-bangunan baru secara tepat? Mencari dan menemukan identitas budaya adalah masalah yang sulit bagi kita, bangsa Indonesia, disebabkan oleh posisi titik perjalanan sejarah saat ini kita berada. Kesulitan-kesulitan tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

l. Ke-bhineka-an Ragam Budaya di Indonesia Tidak dapat kita ingkari bahwa sejarah terbentuknya negara kesatuan kita dari Sabang sampai Merauke ini dipertautkan oleh kesamaan nasib dan penderitaan karena samasama dijajah oleh Belanda. Secara etnologis sesungguhnya suku-suku bangsa di lndonesia tidak mempunyai cukup banyak kesamaan untuk dapat dipandang sebagai suatu kesamaan,

untuk dapat dipandang sebagai suatu kesatuan

bangsa.

Baik dalam hal bahasa, adat istiadat ataupun agama, terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup besar, bila kita menggunakan ukuran Eropa maka perbedaan sebegitu sudah cukup untuk menjadi dasar menyebut diri sebagai bangsa yang berbeda. Namun tekad yang pernah dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 1928 serta semangat kemerdekaan 1945 telah berhasil menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut sehingga darihari ke hari rasa kebangsaan tersebut makin kuat. Namun suatu kesatuan budaya yang tuntas utuh masih memerlukan

perjalanan panjang.

2. Struktur

Sosial yang Baru Setelah Kemerdekaan Setelah kemerdekaan bangsa kita telah memilih bentuk republik bersifat demokratis. Ditilik secara historis maka ben20

tuk tatanan republik yang demokratis, adalah suatu hal yang sama sekali baru bagi bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia sebelumnya hanya mengenal bentuk tatanan kerajaan yang otokratis, lengkap dengan perangkat feodalnya. Oleh karena itu mudah dimengerti bahwa banyak terjadi kekikukan dan kesalahpahaman mengenai arti kaidah-kaidah kehidupan yang baru ini. Banyak norma kehidupan sehari-hari harus ditukar dengan yang baru. Terjadi kekacauan norma selama norma baru yang diterima semua pihak belum tercipta. Timbul keracunan budaya. Beberapa contoh dapat kita sebutkan antara lain:

Di Bidang Sosial Politik Misalnya tentang pengertian 'oposisi'. Pihak yang satu menganggap bahwa oposisi itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan demokrasi, bahkan itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan demokrasi, bahkan mutlak diperlukan. Sementara pihak lainnya, karena masih terbiasa berpikir dalam pola otokratis berpandangan bahwa oposisi adalah ketidakpatuhan yang mendorong kewibawaan penguasa dan merupakan bibit pemberontakan, oleh karenanya perlu segera ditumpas sebelum terlambat. Soal lain menyangkut hubungan antara agama dan negara. Apakah negara perlu (berhak) mencampuri masalah agama? atau sebaliknya yaitu agama mencampuri masalah negara? Secara undang-undang hal ini mungkin cukup jelas tapi hal ini tidak berarti cukup jelas diterima oleh seluruh masyarakat. Salah satu latar belakangnya adalah kebiasaan, dahulu seorang raja selain sebagai pemimpin eksekutif adalah juga 'pendita' (pemimpin agama), bahkan bisa bergelar Sayid-

din Panatagama (orang suci pembina agama)

seperti di Yogyakarta. Contoh soal lain lagi, menyangkut kepemerintahan. Masalahnya, pemerintah itu adalah penguasa (the ruler)atau pamong (public servont)? Secara undang-undang jelas bahwa peran pemerintah lebih ditekankan sebagai pamong. Tapi

lt

-

masyarakat hanyak masih terbiasa memandang pemerintah sebagai penguasa sebagaimana di zaman kerajaan. Terlebihlebih di kalangan aparat pemerintah pun banyak yang sadar ataupun tidak, bertindak lebih menyerupai penguasa.

kunci mukjizat yang disebut modernisasi. Kita harus memodernisasikan segala hal agar bisa mengejar ketinggalan kita. Maka dipaculah gerakan modernisasi yang berintikan meningkatkan teknologi dan pembangunan ekonomi. Maka didengungkanlah nilai-nilai baru yang akan dipakai mengukur keberhasilan dan

Dalam Kehidupan Ekonami Masih menjadi persoalan apakah mengusahakan untung yang sebesar-besarnya itu sikap yang benar atau tidak? Masalahnya bukan soal hukurn, tidak dilarang, melainkan secara etika normatif . Masyarakat masih menganggap mengusahakan untung sebesar nluttgkin itu berarti tamak, rakus dan bukan tindakan yang patut dipuji sebagai ekonomi rasional. Sulitriya, sampai kini belum didapat kesepakatan berapa batas keuntungan yang dianggap wajar.

keluhuran manusia modern. Manusia yang baik kini bukan lagi yang saleh, rendah hati, sopan santun, tahu diri, sederhana, dan lain sebagainya melainkan yang pragmatis, efisien, produktif, ambisius, agresif, dan lain sebagainya. Perubahan ini betul-betul menjungkir-balikkan tata nilai yang lama. Dan siapa tidak cepat turut bergerak, akan ketinggalan dan terlindas. Tapi, belum lagi seluruh barisan rnulai trergerak tiba-tiba barisan terdepan terperangah. Tiba-tiba gambaran masyarakat modern yang dicita-citakan tidak lagi secemerlang gambaran semula. Dan sekali lagi gerakan pertumbuhan bangsa menghadapi masalah besar yang ketiga.

Dalam Stratifikasi Sosial Bagaimanakah stratifikasi sosial di dalam pola republik? Mana yang lebih tinggi antara keturunan bangsawan, ulama, pejabat pemerintah, perwira, politisi, orang yang dituakan, cerdik cendekiawan, dan kaum hartawan? Bila iniditanyakan maka kita akan mendapat j4waban yang berbeda-beda yang membuktikan belum adanya suatu kesatuan norma di antara kita. Bila contoh-contoh itu kita kaji secara lebih mendalam maka kita akan menemukan bahwa sesungguhnya akar pandangan filosofislah yang menciptakan perbedaan-perbedaan tersebut. Oleh karena itu tidak mengherankan bila dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali bingung menghadapi situasi tertentu. Lain daripada itu kita sebagai bangsa yang baru berkembang, sebagaimana bangsa lainnya yang setaraf, dihantui oleh perasaan terbelakang dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Oleh karenanya kita merasa terdorong untuk mengejar ketinggalan itu. Untuk itu kita umumnya berpendapat bahwa jawabannya terletak pada

22

3"

Krlsls Perkembangrn Budaya Dunia

Perkembangan kebudayaan negara rnaju dalam kurun dan dasawarsa terakhir menunjukkan gejala-gejala yang memprihatinkan. Berbagai tatanan mudern yang sernula."lianggap mukjizat ternyata mengandung hibit-bibit penyakit yang amat membahayakan kehidupan manusia, bahkan juga planet bumi

ini. Industri yang

sangat maju ternyata telah melahirkan

pencemaran lingkungan, yang mengganggu kelestarian alam. lndustri telah pula mendorong tingkat konsumsi yang rnelewati batas wajar yang tertanggungkan oleh suntber daya alam yang tersedia. Sedangkan teknologi telah mendorong terciptanya

senjata-senjata pernunah, yang maha dahsyat yang dengan

mudah menghancur leburkan planet bumi dan segenap kehidupannya dalam tempo sekejap saja" Sernentara itu telah terbukti juga bahwa kemajuan ekonouri dan tingkat kemakmuran tidak dengan ser"rdirinya rneningkatkan rasa bahagia dan sejahtera pada manusianya. Tatanan politik dan ekonomi dunia vang ada di lain pihak telah mendurong ter-

l.l

Fr--

ciptanya jurang pemisah yang makin lebar antara bangsabangsa maju dengan yang terbelakang, hal ini mendorong ketidak stabilan politik dunia yang pada gilirannya akan memukul balik negara-negara maju itu juga. Dengan kenyataan-kenyataan seperti itu tentu kita harus mempertanyakan kembali benarkah kita sebagai umat manusia telah memilih jalan yang tepat untuk mencapai kesejahteraan manusia dan kelestarian alam kita? Bila tidak, alternatif manakah yang tersedia untuk dipilih? Dan kita pun harus memilih, ke arah manakah perjalanan bangsa ini akan menuju? Bila kita mengamati ketiga kesulitan besar tersebut maka dengan mudah kita menyadari besarnya kesulitan budaya yang kita.hadapi. Jadi bila kita ingin membicarakan tentang ciri budaya yang akan kita tetapkan dalam arsitektur kita maka kita akan dihadapkan pada serangkaian pertanyaan berikut ini. Budaya yang mana yang ingin kita cerminkan? Yang dulu pernah kita punyai dan sedang kita ubah ini? Atau yang sekarang, yang masih rancu dan sedang kita pertanyakan kembali? Atau yang akan datang yang belum kita ketahui gambarannya?

Ciri Budaya dan Arsitektur Bila kita membicarakan ciri budaya dalam arsitektur kita dapat membicarakan tentang dua seginya yaitu: a. Apa ciri yang ingin diungkapkan. b. Bagaimana ciri itu dapat diungkapkan.

Suatu karya arsitektur hampir selalu, secara disadari ataupun tidak, mencerminkan ciri budaya dari kelompok manusia yang terlibat di dalam proses pcncipraannla. Sekurang-kurangnya akan tercermin di situ tata nilai yang mereka anut. Dengan demikian apabila kita secara cermat mengamati sejumlah karya arsitektur suatu masyarakat maka lambat laun kita pasti dapat mengenali ciri budaya masyarakat tersebut. Namun untuk dapat mengenalinya dengan benar-

),1

benar baik kita akan perlu mengenali kondisi lain dari masyarakat tersebut. Sebagai contoh kita dapat mencoba mengenali gejala budaya masyarakat kita sendiri dengan mengamati karya arsitektur di sekeliling kita. Saya akan mengambil kasus kota Jakarta yang cukup saya kenal.

l. -

Arsitektur Perubahan Elite di Jakarta Mengamati arsitektur ini cukup relevan karena: Jakarta adalah pusat orientasi budaya lndonesia masa kini. di Indonesia sangat berperan dalam

Golongan elite

mempengaruhi tata nilai masyarakat karena masih kuatnya sikap feodal di masyarakat kita. Dari pengamatan perkembangan arsitektur sektor ini terasa adanya alur kecenderungan tertentu yaitu: * Perubahan mode bentuk yang relatif cepat/sering. Hal ini menunjukkan belum mantapnya kedudukan suatu ungkapan arsitektonis tertentu yang 'pas' dengan hasrat dan keinginan golongan elite tersebut. Dengan perkataan lain mereka masih mencari-cari ungkapan yang dirasakan tepat.

*

Sikap individualistik secara konsisten tetap ber_ tahan. Hal ini tercermin dari bentuk disain yang sangat mengabaikan keadaan lingkungan sekitarnya. Hal ini

mencerminkan tiadanya rasa solidaritas dengan masyarakat sekelilingnya. Terungkap juga pemahamannya terhadap kemerdekaan dan haknya sebagai individu yang merdeki. * Penonjolan kemewahan kini dibarengi juga oleh penonjolan ciri aristokratis. Hal ini mengungkapkan adanya kebutuhan kuat untuk menciptakan atribut status

sosial. Demikian kuatnya kebutuhan atribut ini sehingga terasa fungsi utama rumah sudah tergeser bukan lagi sebagai gua garba keluarga (fungsi primer) tetapi lebih sebagai aktualisasi diri (fungsi sekunder).

l5

Gejala-gejala budaya tersebut memang makin terasa kokoh di masyarakat kota Jakarta bila kita mengamati pula bentuk kehidupan lainnya. Bila kemudian kita amati perumahan golongan yang lebih rendah di daerah pelosok kota atau di kampung-kampung maka kita melihat juga imitasi mode tersebut dalam skala mini atau terbatas. Gejala ini mencerminkan tingkat kesadaran dari masyarakat golongn bawah bahwa mereka mempunyai hak untuk berbuat yang sama dengan golongan atas. Suatu hal yang tabu dilakukan dimasa lalu. a

\

Cl

L

-ra a)

\ 't o o

.r< q)

o.

q!

2.

Arsitektur Perkotrsn

Pada gedung-gedung perkotaan yang disewakan (komersial) kita akan menemukan gejala yang agak berbeda. Gedunggedung tersebut umumnya dibangun dengan penekanan yang kuat dalam ciri prestise. Atribut yang biasanya dikenakan bukan saja kemewahan tapi juga atribut ke-internasional-an, ke-modern-an dan teknologi tinggi. Pada hal gaya internasional jet-set ini telah mereka tinggalkan untuk bentuk rumah tinggal mereka. Nampaknya ada gejala penerapan standar ganda bagi mereka yaitu di kantor bercitra modern-ftrgh technology tapi di rumah bercitra aristokratis" Pada gedung-gedung perkantoran pemerintah terdapat ciri yang berbeda. Kemewahan tidak terasa menonjol, meskipun di sana sini terlihat adanya keinginan untuk itu (tapi terhalang biaya), tapi sering terasa adanya keinginan kuat untuk menampilkan citra wibawa. Hal ini tercermin dari bentuk yang simetris, tempat masuk utama yang ingin megah atau penjagaan yang ditonjolkan. Gejala lain yang sering terasa menyolok adalah penyediaan fasilitas yang menyolok berbeda antara pejabat tinggi dengan segenap bawahannya. Selain itu fasilitas yang disediakan untuk publik selalu sangat minim, terbatas pada lobby di tempat masuk utama dan di lorong-lorong. Gejala-gejala tersebut mengungkapkan sikap aparat pemerintahan yang berorientasi pada status

)7

v penguasa dan adanya sikap yang feodalistik antara atasan dan

bawahan.

3.

Bangunan-bangunan Fasilitas Umum

Pada bangunan-bangunan sekolah umum selalu menimbulkan kesan seadanya. seolah-olah yang penting ada ruangan tertutup. Susunan ruang dan pengaturan dalam kelas tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan sekolah yang dibangun 40-50 tahun yang lalu. Sebaliknya pada bangunanbangunan sekolah yang bersifat khusus (biasanya sekolah percobaan seperti STM pembangunan dan lain sebagainya) terasa adanya usaha agak berlebihan untuk menunjukkan bahwa 'yang ini memang lain'. Gejala ini mengungkapkan sikap dan pandangan kurang serius terhadap pendidikan dan sikap ingin memaksakan kesan sukses pada proyek-proyek percobaan.

4.

Dan dalam proses karena ruang lingkupnya yang sangat luas' p.-U.n,"f.ui t .UuOuvaan ini arsitek- dapat turut berperan' tentang Untut ini pertama-tama perlu ditegaskan sikap dasar menclpperan arsiiek yaitu mengikuti arus kebudayaan atau pilihan adalah yang terakhir iatan arus kebudayaan- Pilihan pun menganyang berat karena selain sukar memerankannya arus' iutl Uunyuk risiko terutama bila berusaha menentang sendiri bagaimana Kesulitan yang pertama adalah menentukan

baik, untuk tata nilai dan bentuk kebudayaan yang diyakini setiap memanfaatkan t*gru ini. Selanjutnya ia harus berusaha meyakinkan dan kesempatan yung udu untuk menyadarkan dan benar' Upaya masyarakat bahwa tata nilai itulah yang baik ini adalah suatu upaya yang luhur tapi berskala raksasa' dengan Arsitek secara p..or"ngun mustahil dapat memerankan masa media dan baik. Ia harus ditunjang oleh suatu organisasi f)apatkah luas' vurg Uitu efektif menjangkau masyarakat lrginisasi para arsitek menialankan perannya?

Pengamatan Segi Mutu Pengerjaan

Bila kita mengamati segi mutu pengerjaan maka kita temukan bahwa dibandingkan dengan tahun-tahun terdahulu maka keterampilan pengerjaan telah meningkat. Hal ini mengungkapkan adanya gairah dan kemauan untuk menumbuhkan sikap profesionalisme di kalangan pekerja. Dari berbagai contoh di atas kiranya jelas bagaimana berbagai ciri tatanilai budaya suatu masyarakat dapat tercermin (dicerminkan) dalam masyarakat. Penutup Kembali pada pertanyaan pokok temu karya ini maka jelaslah bahwa yang menjadi masalah sesungguhnya bukanlah 'bagaimana menerapkan ciri budaya yang tepat dalam arsitektur?' Masalah utamanya justru pada 'ciri budaya apa yang

ingin kita cirikan di dalam arsitektur kita?' dan jawaban untuk itu tidak terletak pada pundak arsitek semata-mata 28

l()

I.4. MEMAHAMI ARSITEKTUR TRADISIONAL DENGAN PF,NDEKATAN TIPOLOGI Oleh: Ir. Budi A. Sukada, Grand.Hond, Dipl. (AA) Tipologi berarti ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang Arti kata ;tipe" sendiri diambil kata "typos" (bahasa yunani) ying berarti: ,,the dari root o!. ". Untuk dapat membahas tipofogi secara tuntas, perlu dikemukakan dahulu pengertian yang teikandungg dalam kata arsitetur", karena demikian banyaknya pengertian yang dimiliki oleh kata itu dewasa ini. . ',r Secara tipologis, yang dimaksudkan dengan ,,arsitektur,, ialah aktifitas yang menghasilkan objek tertentu, yang disebut "objek arsitektural". Dengan begitu tipologi derusaha menelusuri asal-usul/awal mula terbentuknvu oUj.t_oUj.l arsitektural. Untuk itu, ada 3 tahapan yang harus dit.*put, yaitu: l ' Menentukan tJbentuk-bentuk dasar" (formar structures) yang ada di dalam tiap objek arsirektural 2' Menentukan "sifat-sifat dasar" (properties) yang dimiliki oleh setiap objek arsitektural, berdasarkan bentuk dasa. yang ada padanya. 3. Mempelajari proses perkembangan bentuk dasar tersebut sampai kepada perwujudannya saat ini. Yang dimaksudkan dengan "bentuk dasar,, ialah unsurunsur geometris utama: segi tiga, segi empat, lingkaran, dan glips; beritut segala variasi niasing-_masing unsur t..r.Urt. Unsur geometris utama ini serinlkafi ai"seUui ,,i.",n.r.i abstrak" atau disebut juga ',dee-per gro*iiy,,. "abstrak karena unsur-unsur ini keadaan tidak terwujud secara nyata di da-lam diamati, melainkan hanya terindiiasikan saja. "U:.f. ,"r; seuuatr atai berbentuk pelana misalnya,.bisa dianggap terdiri dari beberafl unsur segi tiga yang dibariskan. berkenaan dengan tipe.

"

30

";i;;;;, lebih,-.;;;;ir-dfi;

Yang dimaksudkan dengan "sifat dasar" ialah hal-hal (.1'ealures) seperti: memusat, memencar, simetris, statis, sen-

tris, dan sebagainya. Beberapa sifat dasar ini sudah menjadi rnilik beberapa bentuk clasar tertetttu dengan sendirinya (inherent). Misalnya, sebuah bujur sangkar mempunyai sifSt dasar "statis", sedangkan sebuah lingkaran mempunyai sifat dasar "memusat". Akan tetapi, beberapa bujur samgkar atau lingkaran yang digabungkan belum tentu rnempunyai sifat dasar itu lagi. Demikian pula halnya bila beberapa bentuk dasar yang berlainan digabungkan menjadi satu bentuk dasar baru. Sebagai sebuah objek arsitektural, terdapat dua pendapat vans berbeda mengenai asal-usul arsitektur. Pendapat yang i"ieruentut pada saat manusia berhasil mewujudkan kehadiran Tuhan di dunia. Atas dasar anggapan tersebut, objek arsitektural yang pertama di dunia adalah bentukan/konstruksi yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa arsitektur terbentuk pada saat manusia sadil akan kehadiran-

ir.

nya di dunia dan mulai terarah pada lingkungannya. Atas dasar

hal tersebut, objek argjlektu1 yang.,pertaml. di dunia adalah bentu kan/ koriiliu'ksi iang trsitnngsi sebagai tempat pemuj aan. Pendapat yang kedua mengalakan "ba!.ryva arpljekt"q1 terbentuk pada saat manusia sadar akan kehadirannya di dunia dan mulai terarah pada lingkungannya. Atas dasar hal tersebut, objek arsitektural yang pertama di dunia adalah bentukanbentukan yang berfungsi sebagai hunian/tempat tinggal primitif (primitive hut). Dewasa ini, pengaruh kedua pendapat di atas masih dapat dirasakan. Pendapat yang pertama menghasilkan keyakinan bahwa yang pantas disebut sebagai karya arsitektur adalah karya-karya yang monumental sifatnya dan diperuntukkan bagi kepentingan umum, Contoh: Nikr:rlaus Pevsner. dalam buku ",4n Outline of Europeon Architecture" (i 974) berpendapat sebagai berikut:

rl

'

"Gudang sepedo adalah sebush bqngunqn; kotedral Lincoln sdaloh sebuoh karyo orsitektur. Apapun yang membentuk ruang dalam skalo yang cukup bogi monusio untuk bergerak di dolamnya sdoloh sebuah bqngunqn; istiloh ursitektur hanya berloku bagi bongunan-bangunon yong dirancong dengan tuiuan estelis". t )

\/

Pada abad ke-18 dan 19, sebutan "estetis" hanya ditujukan

iiiDlllttii l lll l

*

il*I m rillil !r, * iil ll*![t!

pada bangunan-bangunan monumental dan umum saja. Memang itulah yang ditampilkan oleh Pevsner dalam uraiannya. Pengaruh pandangan ini terasa juga di Indonesia. Mata kuliah Sejarah Arsitektur misalnya, penuh berisikan materi

'E *'"' r&

r: T.e.tI

tf,

-o

\ c q,)

B

c

*a a" ^\< e)

v

mengenai bangunan-bangunan monumental saja. Di pihak lain, pendapat yang kedua menghasilkan pendapat yang percaya bahwa setiap bangunan, apa pun fungsinya dan bagaimanapun penampilannya, harus disebut sebagai karya

arsitektur; bahkan apabila didirikan bukan oleh seorang arsitek. Mengenai arsitektur sebagai sebuah objek pun terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa objek arsitektural itu unik dan orisinal sifatnya. Setiap objek arsitektural merupakan ekspresi dari apa yang dipikirkan oleh pembuatnya, sehingga seharusnya tidak mungkin ada dua objek arsitektural yang persis sama, sekalipun dibuat oleh

orang yang sama. Pendapat ini masih berpengaJqb*gUlfi sekarang. Perhartikan pendapat prefeso(.P4.mrrano Atmadi berikut ini: "Psdq dasarnya orsileklur selalu ingin menyampaikan peson, honya karena peson itu tidok tertulis maka pesan tadi dapar saja diartikan berbedo dori yang, dimaksudkan. Selain ilu peson yang diharopkan dupal dctn hampir selalu diartikqn lain oleh seseorqng yong men<'r.tba membaca pesan

l.

PEVSNER, Nikolaus

-AN

"i

,'

OUTLINE OF EUROPEAN ARCHITECTURE-

England: 1974, hal. l5

-r,

1.1

tersebut. Apuktgi bilo pengamaton dilokukqn dengon selisih wak.tu yong cukup luml".2)

Menurut beliau, hal itu disebabkan karena: ". . . tumbuhnyo pondongan dsn nilai boru yang tidak honya berbeda tetopi iuga dopot bertolok belakong dengan yang lqmq".3) Pendapat profesor Parmono di atas berasal dari salah satu

aktifitas bidang Linguistik yang disebut "Semiologi". Semiologi berusah a meli h at balqqseba_g" 1! sAlqa komuni kasi . Dalam halinimanusia dilihat sebagai makhluk bersimbol, yang berkomunikasi dengan sesamanya dengan tanda-tanda yang mengisyaratkan/ditujukan pada suatu arti atau maksud tertentu. Oleh karena itu, bahasa yang kita pakai sehari-hari dipelajari dalam Semiologi dengan jalan menguraikannya menjadi sebuah sistem tanda-tanda. Melalui pendekatan ini proses pembentukan pengertian tentang apa pun diharapkan dapat

ditelusuri. Baik simbol maupun tanda (sign) diyakini bersifat universal, sehingga proses yang terjadi dalam pembentukan sebuah bahasa terjadi juga pada hal lainnya, antara lain pada arsitektur. Elemen-elemen tektonis pembentukan sebuah objek arsitektural disamakan dengan kata-kata, sedangkan objek arsitekturalnya sendiri disamakan dengan sebuah kalimat. Kita tahu bahwa dalam prakteknya tiap orang mempunyai cara masing-masing dalam bercakap-cakap. Arsitektur pun diperlakukan seperti itu. Setiap pembuat objek arsitektural dianggap mempunyai cara masing-masing dalam pengolahannya agar objek yang dihasilkannya komunikatif. Dengan demikian setiap objek arsitektural adalah khas milik pembuatnya (dalam pengertian: hanya mewakili si pembuatnya). Setiap objek arsitektural unik dan orisinal karena hanya membawakan pesan dari pembuatnya. 1

Parmono Atmadi -APA YANG TERJADI PADA ARSITEKTUR JAWA?Yogyakarta: 1984, hal. 3

3.

idem

34

Pendapat yang kedua justru mengatakan yang sebaliknya.

Menurut pendapat ini, objek-objek arsitektural mempunyai nilai yang sama dengan objek lain yang dihasilkan dari sebuah aktivitas yang bersifat repetitif (berulang kali). Bukan hanya itu. Objek arsitektural justru sengaja dibuat agar untuk seterusnya dapat diulangi lagi. Dengan perkataan lain, objek arsitektural bukan saja menghasilkan sebuah pengulangan melainkan juga dihasilkan dari sebuah pengulangan. Atas dasar pandangan seperti itu, seseorang yang akan membuat objek arsitektural dianggap hanya mempunyai satu pegangan, yaitu "bentuk-bentuk dasar" beserta "sifat-sifat dasar"-nya. Kemampuan yang dimilikinya hanyalah keterampilan melakukan klasifikasi, yaitu membeda-bedakan pelbagai bentuk dasar dan mencirikan sifat dasar masing-masing. Dia bisa saja mOlakukan transformasi, modifikasi, atau imitasi bentuk-bentuk dasar, akan tetapi hal itu bisa saja dilakukan setelah dia menetapkan satu bentuk dasar atau satu penggabungan bentuk-bentuk dasar pilihannya. Itulah sebabnya, orang lain akan dapat meniru apa yang dilakukannya dengan mudah, segera setelah berhasil menelusuri bentuk dasar atau gabungan bentuk-bentuk dasar asli pilihan orang pertama tadi. Sering timbul anggapan bahwa pendapat ini merupakan embrio dari konsep produksi arsitektur secara massal. Hal

tersebut tidak seluruhnya benar, walaupun memang merupakan satu dari beberapa konsekuensi yang timbul.

Sebenarnya tidak mudah meniru objek arsitektural hasil karya seseorang, karena menelusuri bentuk-bentuk dasar asli tidak dapat dilakukan dengan mudah. Tulisan di atas memperlihatkan bahwa pengertian ,'karakter', tidak dihubungkan dengan pembuatnya, melainkan dengan objeknya sendiri, dengan pengaturan di dalam objek itu sendiri. Si pembuat objek tidak punya andil sedikitpun dalam objek yang dibuatnya, dan tiap objek arsitektural telah mengandung sesuatu yang sudah ada dengan sendirinya bahkan sebelum

disentuh oleh tangan si pembuatnya.

3s

,tda cara untuk menafsirkan objek-objek arsitektural dengan

ffi

lalan mengidentikkannya dengan suatu objek ragawi terentu, yang selanjutnya akan menghasilkan sebuah citra ertentu pula. Contoh: sebuah kolom mengekspresikan ekuatan karena berfungsi menahan berat atap atau bangunanrrya sekaligus (bila berlantai banyak). Kekuatan identik dengan kejantanan atau keperkasaan seorang pria. Itulah sebabnya scbuah kolom harus berdimensi besar, tidak berukir atau rrkirannya seminimal mungkin, dan di bagian atasnya memlrunyai profil yang ditransformasikan dari profil seorang pria. l)i kemudian hari, konsep "physiognomy" ini mengakibatkan ripologi dilihat sebagai sebuah aktivitas pengelompokan berdasarkan langgam (style). Itu disebabkan oleh pernyataan

n

ro

Kombinasi dan kompos,r, r.3iT"1T.,1,, n ouru. (J. N. L. D,RAND) o,

l,tit"tlli;;.

u

t

berikutnya, bahwa tiap objek mempunyai tipenya rnasing-masing berdasarkan fungsi objek-objek tersebut dan kebiasaan masyarakat dalam memakai objek-objek itu. Dengan demikian muncul penambahan aspek baru, yaitu selera, yang dianggap sebagai faktor penggerak utama dari munculnyasebuah langgam tertentu. Dipakainya langgam sebagai kriteria klasifikasi tipologis juga dirangsang oleh pemikiran yang diajukan oleh JeanNicolas-Louis Durand, profesor arsitektur di Ecole Polytechnique, pada tahun 1795. Dikatakan oleh Durand:

de Quincy

ersebu t di koreksi oI eh euarremere de

euincy

i'ff rllli,.?,: : 1' on padai pepri ipnya horus isa m, r, i n, y ), i 6iii1 ipe n ii ia' rir'J!: " "' , o, d r ; ; ;r; ;;A:rr; ::, :i:i; f ot.to ; "i i,,i,, i, i ;;: r:mereka tuk ,"i;d,:,'::':t.:,: n

o;,"*,

r

se

it

ns

.m

n

e ta t u

o

ek a

". . . dalam bidang literstur misalnyo, seseorang selalu mulsi dengan elemen pembahason. Bila paro siswa menerimo usulan metode ini, mereka akan terbioso dengan bentukbentuk dan proporsi elemen-elemennyo, dan terlebih logi

b

i

"

berharop in_ memberi b,;;s;;;:;'Y;;' PhYsiognomt" indi,idrr, orJr',ii, Perhatikan bahwa

lm:,,'r:n::, $;):"r,,,f":flffiT::jffil##

dengan pelbagoi kombinusi dari elemen-elemen yang sams. Setelqh itu, ketika mereko sendiri membuat sebuah kom' posisi, mereka akan mampu memilih dengon tepat bentuk' bentuk, proporsi dan kombinosi yong paling cocok dengon kebutuhannya; don akhirnya, dengon usahq sertq keria yong

4.

lebih ringan mereks akan mampu menciptakan karyakorya yang bisu lebih memuaskan selera dqn masuk akal".5)

r

Raphaet

lloNIo, Jemlnar on

_oN

Typology.,,

,Lf^il?,ll; f{{Tlil

ii;Summer

r

e78

:

dari

5.

idem

36

5t

Tidak seluruh pendapat di atas termasuk dalam aktivitas bidang tipologi. Bidang ini dibangun atas dasar pendapat yang mengatakan bahvra "primitive hul" merupakan awal objek arsitektural pada prinsipnya bersifat "repetitif"; atau seperti yang dikatakan olehlRap[aai]\fon& berikur : lsebagai "setora sederhana, tipotogi rtapat didefinisikqn sebugui

i<-:tr

z rt

c

-: -aI

sebuah konsep .yang mendeskripsikan sebuoh kelompok olt

<

jek atas dasar kesumaan kar(tkter bentuk-bentuk dssarn.y'u. Padq dssarn.va tipologi berlandaskan poda kemungkinun

\

mengelompokkan beberapo objek karenq mempunyai kcsurnaon sifat-si-fut dasar. Bahksn bisu juga dikataksn buhwu tipologi berqrti tittdskan berpikir clolam kerungku PengelomPoksn".6)

.)

( \-\

t$ ct-

./Atas dasar itu, pengertian "arsitektur"

".

sebuah cara membuqt elemen-elemen tipologi ide benluk- mencupoi keadaon-.yuitu .yunq bi.sa mencirikan karya yang utuh".7) mengenai sebuuh struktur

Pelbagai Tafsiran Mudah diduga bahwa pendekatan tipologis ini akan mengundang pelbagai tafsiran, baik yang tepat maupun tidak, karena penekanannya yang diletakkan pada "karakter" sebagai fungsi klasil'ikasi. Masalah ini bahkan telah berlangsung sejak dua abad yang lalu, pada saat istilah "tipe" dituliskan untuk pertama kalinya oleh Quatremere dc Quincy pada tahun 1788 dalam buku Ensiklopedi yang pertama di dunia. Pengertian "karakler" ditulis pertama kalinya oleh Jacques-Francoise Blondel pada tahun l77l dcngan menyatakan bahwa:

lrt

/

P]f1J ^rrtfsl Cr9!*+ ,E /--(3-\

F i:ilii+,.,, q:d* rel="nofollow"> I

VIDLER, Anthony -A NOTE ON THE IDEA OF TYPE IN ARCHITECTL,IREdalam: A. Henry - The Building oJ a Club, Princeton: 1976; dari "Seminar orr Typology", op.cit. hal.23. '7.

38

idem, hal. 26

Gambar

2

PRIMITM HUT: awal objek arsitektural -19

".

. . segenap hosil korya yong digolongkan harus mencer'

minkan tujuan spesdiknya mosing-mosing, semuanya harus

memiliki sebuqh korokter yang menenlukon bentuk keseluruhannya, don menghadirkun bangunon lersebut apo adanYa".8l

Gambar 3 Physiognomy

Tipologi sering juga disalahtafsirkan sebagai sebuah cara melakukan klasifikasi atas dasar kriteria "model", atau dengan perkataan lain, "tipe" itu identik dengan "model". Masalah ini sudah ada sejak tipologi dibahas untuk pertama kalinya, dan diketahuijuga oleh Quatremere de Quincy. Sebagai contoh, dianrbil masalah atap bangunan, Dikatakannya: "Sebuah 'pediment' tidok lagi dilihot sebogai represenlasi sebuqh otap, kebetulsn karens bentuknyo yang segi tigo, maka sebush atop odoloh sebush segi tiga misterius, sesuoltt

yong melombongkon keobodion ".9 )

Dengan mengambil contoh mengenai atap bangunan, de Quincy menyerang mereka yang rnelihat dulu apakah objek tersebut telah mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar

8. 9.

idem, hal.

-

model

:

_;;J*ff.

representasi dalam tiga dimensi clari struktur atau langgam sebuah struktur . . . untuk dibuat kembali dengan bahan lain atau yang cliusulkan untuk

ditiru. cara berbicara, menulis, atau melakukan sesuatu; sebuah karakter yang bersifat kolektif; sebuah rumus deskriptif; jenis, ragam, terutama yang berhubungan dengan caranya ditampilkan.ro; Baik "tipe" maupun "langgam,, menyinggung hal yang sama, yaitu: kesamaan karakter yang bersifat mengelompot
langgam

:

27

VIDLER, Anthony -Tt{E IDEA OF A TYPE: THE TRANSFORMATION OIi THE ACADEMIC IDEAL, 1750-1830- Oppositions, Spring 1977: dari "Semitrar on Typology", op.cit. hal. 70.

40 ' : '

dapat diperlakukan sebagai sebuah ,,bentuk dasar,l Dalam contoh yang diberikannya, sebuah ,,pediment,, dianggap sebagai model yang menyebabkan atap bangunan diidentit<_ kan dengan sebuah segi tiga. Pelbagai tafsiran yang memunculkan pelbagai aspek baru dalam bidang tipologi seberulnya disebabkan oieh pengertian yang terkandung dalam masing-masing aspek, yung -..ung berkaitan satu sama lain. Dalam bahasa Inggris, kata-kata: tipe, model, dan langgam didefinisikan sebagai berikut: : seseorang, sesuatu, peristiwa, dan sebagai_ - tipe nya, yang dianggap sebagai sebuah contoh dari satu kelas atau kelompok tertentu dianggap mempunyai kesamaan

..

10. THE CONCISE OXFORD DICTIONARy, Oxford \i PUKI'iJS-'',{1

JL. i'vtlr"

U

-t

University

ilro^*

JAw^ ltMuB

lUM,'U;r('r\N 'fl 'l $

J'l

lT dan "sifat-sifat dasar" sebuah objek arsitektural' Oleh karena itu, ketiganya harus dilihat secara konsepsional saja, tidak boleh dikaitkan dengan sebuah wujud fisik tertentu. Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan "model" dalam analisis

tipologi iaiah-sebuah bentuk dasar geometris yang dipilih r.Uugui sumber ideal bagi pembentukan sebuah objek ar-

sitektural tertentu, sedangkan langgam, adalah ciri khas yang timbul dalam penampilan sebuah objek arsitektural yang dibuat, sebagai akibat dari dipilihnya sebuah bentuk dasar tertentu untuk dijadikan sebuah model ideal'

Seluruhuraiandiatasbarumeliputiduatahapanpertama

yang dilakukan dalam tipologi' Pada tahap yang terakhir' ilpotogi memakai metode yang biasa dilakukan dalam bidang ,.1u.uh, setiap objek arsitektural dipelajari perkembangannya dengan mengikutsertakan aspek kebudayaan manusia' khuiusnya yang berkaitan dengan caralteknik mendirikan bangunan. Melalui tahapan terakhir inilah tipologi dikembanlkan bukan hanya sebagai aktifitas teoretis belaka melainkan juga sebagai aktifitas praktis, sebagai alat perencana dan perancangan. Bila sejarah arsitektur Barat kita lihat dalam ruang lingkup ideologinya, maka tipologi ini termasuk dalam kelompok Rasionalisme. Paham pemikiran tersebut dipelopori oleh MarcAntoine Laugier melalui karya tulisnya berjudul "Essai sur l'architecture" (1753). Dialah yang menyatakan bahwa arsitektur berawal dari sebuah "primitive hut", yang terdiri dari 4 buah batang kayu vertikal membentuk sebuah segi empat' yang dihubungkan satu sama lain oleh 4 batang kayu horisontal di bagian atasnya. Batang-batang kayu horisontal tersebut sekalilus menjadi dasar lantai hunian manusia primitif' Konstruksi ini menjadi bagian pertama dari hunian primitif. Bagian kedua berupa empat batang kayu lain yang disusun

,n*;uAiduabuahsegitiga,yangdipasangdiduasisiterjauh daritidang lantai dan dihubungkan satu sama lain oleh sebuah batang kayu berikutnya yang dipasang horisontal' Bagian ke 42

dua inilah yang akan membentuk atap bangunan, setelah diberi

ranting dan ditutupi dengan dedaunan. Dengan demikian, sebuah objek arsitektural pada prinsipnya hanya mempunyai dua bagian utama, yaitu: kolom-kolom "free standing" dan bidang atap. lnilah elemen-elemen dasar arsitektur Rasional. Di luar elemen-elemen ini, semuanya harus dianggap berfungsi sekunder. Melalui logika seperti itu, dinding-dinding pembentuk ruangan yang muncul dalam perkembangan selanjutnya, tidak boleh dilihat sebagai pemikul beban bangunan karena hal itu akhn melanggar prinsip dasar yang telah ditentukan. Dinding maupun elemen lainnya yang muncul kemudian harus dilihat'sebagai elemen pengisi saja sehingga logikanya, elemen-elemen tersebut harus bisa dicopot untuk dipindahkan sesuka hati atau sesuai dengan kebutuhan penghuninya. Seperti inilah perancangan yang rasional itu, yang sbkarang telah berkembang demikian jauhnya mer{adi produksi massal (rasionalisasi seluruh elemen bangunan melalui teknik pabrikasi), efisiensi dan ekonomisasi bangunan, modernisasi bahan bangunan, standardisasi, dan pelbagai penemuan

lainnya dalam bidang arsitektur modern.

Arsitektur Tradisional Indonesia Isu terbesar di kalangan arsitek Indonesia dewasa ini ialah bagaimana caranya ynenciptakan karya yang memberi citra Indonesia, dan di mana-mana sumber-sumber inspirasinya bisa ditemukan. Pandapat umum yang beredar mengatakan bahwa jawabnya harus dicari dalam arsitektur tradisional Indonesia sendiri. Yang dianggap Sebagai penghalang ialah pranata ilmiahnya, yang dirasakan belum memadai (Djauhari S., 1984) ditambah dengan definisi arsitektur itu sendiri yang masih belum disepakati oleh semua pihak. Ide tentang suatu keputusan bersama memang sangat baik, karena dengan demikian semua pihak yang terlibat merasa puas dan terikat untuk mengamalkannya. Akan tetapi, arsitektur adalah sebuah ilmu. Seperti juga ilmu lainnya, arsitektur dapat 43

F

dan harus diperdebatkan tanpa harus menunggu keputusan bersama mengenai definisinya. Uraian ini pun ditulis dengan sikap serupa, yaitu bahwa arsitektur tradisional lndonesia hanya dapat dimengerti apabila langsung dipelajari, dan dalam hal ini berarti dipelajari secara tipologis. Dengan demikian arsitektur tradisional Indonesia akan dilihat semata-mata sebagai objek arsitektural, yang dibentuk oleh unsur-unsur geometris dasar yang di dalamnya mengandung sifat-sifat dasar tertentu serta berkembang secara historis menjadi bentukbentuk yang kita lihat dewasa ini. Sebagai langkah pertama, beberapa kutipan berikut ini akan diajukan sebagai bahan perbandingan. Yuswu!!.Salya mengemukakan pendapat sebagai berikut:

". . jelas ada kecenderungqn masyarakat untuk mendapatkon kembali miliknya sendiri yang belum posti diketahuinya"t2 ) dan disambung lagi dengan pernyataan sebagai berikut: "Memandang orsitektur todisional dari benluk luarnyo, sudoh barang tenlu ukon menuntpilkon gombaran dalsm citrq ke-kini-on kito yong rumit-runyarn, yung musykil-

musprq, yong lomban-lumbat dan yang kolot-ngotot, meskipun justru sering hal yang demikion ini digandrungi dengon salah mengerti, dan dicemooh tsnpa mengerti".t3) nl

k at al, an

l

il

model surgawi (divine model): ado kalonya arsiteklur itu sendiril()h mitos . . . Kalsu arsitektur merupokon iembaton yang menghubungksn msnusia dengan dunia pengalaman don ideasi (ideqtion tidsk selolu venerotion), maka sehartunyoloh orsitektur bersifot komunikotif . . . Campur tongan arsitek

akan terbotss pado penafsiran (buksn hanya penerjemahan!) ritual penghuni sesuai dengan koidoh-kaidah polo (sistem) ekspresi, sedemikisn agar bentuk dan makna terpadu odanya. Ini berkaiton dengon paradigma arsitektur

b ah wa

:

"Berbogai arsitektur trqdisional yang teloh melemboga dengan montop don utuh, poda umumnya mengandung

". . - arsitektur tidsk dopat dirumuskan dengan ksto-katq tqnpo menyertakon sesuatu yong dinomakon misteri . Arsitektur berusahs (merupakan usaha) untuk menggejalakan atau mewujudkon spa yang dinamakan misteri (mysterium fasciman) itu melalui unsur-unsurnyo (agregatagregatnya) . . . srsitektur dopot dikatskan iuga sebagai

I

l6igb=lis&S;b$o.

pengetahuon dan pengertiqn yang songol mendalam dan luas mengenai toto ruong dan wqktu bagi kehidupan manusia di dunia dan di qkhirat. Pado dasarnya io memosalahksn

bagaimono monusiq menempatkon dirinya dslam lingkungon ke-diri-annya, dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarokat, lingkungan negora, lingkungan kehidupon dunio, dan akhirot".ta) sedangkan arsitektur

itu

sendiri didefinisikannya sebagai:

". . . perwujudant'pernyotqsn bentuk dqn tutq ruang/waktu dari suatu lingkungon kehidupon yang membudoyu (sedangkan) arsitektur maso depan kita tidaklah dopat kito bikin; sr.titektur itu diluhirksn don bukan sekador dibikin".ts)

yang dianutnla".tt1 Pendapat lain dikemukakan oleh Robi Sularto dan Darmawan Prawirohardjo, yang mengatakan:

t2

Darmawan Prawirohardjo dan Robi Sularto -MENUJU ARSITEKTUR INDONESIA- Yogyakarta Desember 1982 Robi Sularto

ARSITEKTTJR INDONESIA: DALAM KAITAN-

-MENUJU NYA DENGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL BAI-I- Cipta, no.64, Xlll

ll.

Yuswadi Salya

-POLITIK

ARSITEKTUR INDONESIA: ''TAMASYA KE

MASA DEPAN"- Yogyakarta: Desember

44

1982

14.

1984, idem

t5.

idem

hal.

42.

45

Akhirnya dipertanyakannya: "Seberapa lauhkan dunio pendidiksn orsitektur kits telah mampu melihat masoloh orsitektur Indonesiq kecuoli tergopoh-gopoh melatih keterampilan profesional? Dan seberapa jauhkah kita, para arsitek telqh memberikan sumbangan ke arah pembentukan ar,siteklur Indonesis ini?".t6)

itu, ada juga yang berpendapat bahwa arsitektur tradisional sulit diteliti karena pranata ilmiahnya kurang Sementara

memadai atau bahkan belum ada sama sekali. Pendapat seperti ini sebenarnya berasal dari pendapat yang melihat arsitektur sebagai pengetahuan keterampilan, baik bersifat teknis maupun seni. Arsitektur dianggap sebagai keterampilan memadukan masalah teknis dengan nonteknis. Sumbernya adalah asal kata "arsitektur" itu, yaitu "architecton" (kepala tukang). Pengertian yang terkandung di dalam kata tersebut memang menekankan pada keterampilan. Padahal, sudah sejak

Vitruvius menuliskan pemikirannya ke dalam l0 jilid buku, arsitektur sudah dilihat sebagai ilmu. Sebagai sebuah ilmu, bidang arsitektur sudah sarat dengan catatan-catatan ilmiah sehingga kita tinggal memilih saja yang cocok dengan apayang ingin dicapai di Indonesia. Sebelum sampai pada pembahasan mengenai pendekatan

tipologi arsitektur tradisional Indonesia, akan digambarkan lebih dulu pelbagai penerapan pendekatan tipologi yang dilakukan di dunia barat sebagai pembanding dari pendapatpendapat yang dikemukakan oleh para arsitek Indonesia tersebut di atas.

Tipologi Di Barat Sejarahwan Anthony Vidler mengatakan bahwa dalam sejarahnya, pendekatan tipologis dapat dibagi dalam 3 babak Babak pertama dimulai oleh "ensiklopedis" abad ke-19, 16. 46

idem

dengan tokoh utamanya Marc-Antoine (Abbe) Laugier. Seperti telah diuraikan terdahulu, sumber acuannya ialah sebuah

struktur yang disebut "primitive hut,,. Di antara kelompok ini, yang pemikirannya paling mempengar.uhi babak berikut_

nya ialah Jean-Nicolas-Louis Durand (1760_1g34), dalam karya

tulisnya: "summary of Lectures git,en at Ecole polytechni_ que" (1802-1805). Buku itu berisi kumpulan gambar pelbagai bangunan dari pelbagai negara dan zaman, yang dikelo*po*_

kan atas dasar pemakaiannya dan digambar dalam skala yang sama baik denah, potongan maupun tampaknya. Dari maiing_

masing kelompok, Durand mengambil beberapa elemen tektonis yang dianggapnya paling menentukan karakter

masing-masing. setelah itu dicampurkannya kenrbali membentuk pelbagai bangunan yang sesuai dengan kebutuhan baru. Selain fungsi yang lebih baru, sasaran lain yang clituju oleh Durand adalah efektif dan ekonomis, misalnya: kolom_kolom sedikit mungkin, luas dinding sekecil rnungkin, bahan semurah

mungkin, dan seterusnya. Atas dasar komposi.si baru elemenelemen tektonis tadi, Durand menentukan langgain arsitektur mana yang paling tepat dipakai sebagai dasar aturan masing_ masing bangunan. Babak kedua terjadi di akhir abad ke-19, sebagai usaha untuk menjawab tantangan revolusi dalam bidang industri. Dalam ruang lingkup teoretis, Walter Gropius dapat disebut sebagai pelopornya; akan tetapi L,e Corbusierlah yang pertama kali mewujudkannya
4l

rasio, dan teknologi. Akibat dari penekanan tersebut pada babak yang pertama ialah munculnya kebiasaan memakai lang-

gam, arsitektur tertentu untuk fungsi tertentu, misalnya: bangunan pemerintahan harus berlanggam Klasik, bangunan keagamaan harus berlanggam Gothic, bangunan umum harus berlanggam campuran, dan sebagainya; walaupun yang dituju oleh Durand bukanlah yang seperti itu. Babak kedua, seperti telah kita ketahui bersama akhirnya menghasilkan konsep arsitektur berlanggam Internasional(International Style) yang dikomersilkan sejak tahun 1950-an sampai sekarang ini, dan yang justru sedang dipertanyakan kembali ketepatannya untuk diamalkan di Indonesia. Babak ketiga terjadi di sekitar tahun 1960-an, akan tetapi baru mendapatkan perhatian dari para pengamat arsitektur pada tahun 1970-an sampai sekarang. Mereka adalah para arsitek yang disebut "para Rasionalis generasi ketiga" oleh Vidler, sedangkan Kenneth Frampton menyebut mereka sebagai para Neo-Rasionalis yang menerapkan pengertian yang I

{ i

Cambar 4 paesrum (5 SM) -

Kuil Poseidon

TIPOLOCI DENAH KUIL YUNANI

sebenarnya, sebagaimana dituliskan oleh Laugier, yaitu: l. Melihat makna arsitektur sebagaimana diwariskan oleh bentuk-bentuk yang teriadi di masa lampau. 2. Memilih bentuk-bentuk dasarnya atas dasar pewarisan cli

3.

atas.

Membuat usulan perancangan atas dasar pengkomposisian kembali bentuk-bentuk dasar hasil pervarisan tersebut di atas.

Sebagaicontoh dapat disebutkan sebuah monumen karya Aldo Rossi dari Itali. Monumennya lerdiri dari 3 bentuk-dasar: lingkaran, kotak, dan seeitiga. Mengikuti Laugier, maka bentuk-dasar lingkaran menjadi sebuah kolom, kotak menjadi dinding, dan segitiga menjadiatap, yang menumpu pada dinding dan dilopang oleh kolom. Akan tetapi, Aldo Rossi tidak merrrl)uatnya seperti sebuah "primilite hut" seperti yang diceritakan oleh I-augier. melainkan digeser sehingga masingmasing elemen mendukung yang lainnya hanya di satu titik

Gambar 5 Monumen karya. ALDO ROSSI, dengan 3 bentuk dasar:

lingkaran, kotak, segitiga

48 49

saja. Hasilnya adalah (sebagaimana digambarkan oleh Anthony Vidler)" ... bukan bangunan yang terdiri dari elemenelemen yang terpisah ... berdiri dengan lengkap dan siap untuk dipecah kembali menjadi fragmen-fragmen ... yang tidak mengindikasikan bentuk-bentuk yang sudah melembaga ataupun mengulangi kembali bentuk-bentuk dasar aslinya". (Cambar 5). Yang menjadi bahan untuk dipecahkan melalui tipologi dari generasi Neo-Rasionalis ini adalah kota-kota besar di I

r

Eropa atau daerah-daerah rurol (pinggiran) yang masih terasa keaslian lingkungannya. Dalam hal perkotaan, sebuah kota

dilihat sebagai sebuah lingkungan fisik yang terdiri dari pelbagai fragmen objek arsitektural, yang telah dikikis habis aspek historisnya oleh industrialisasi. Untuk menjawab masalah itu, dicari sebuah model historis yang dianggap paling mencerminkan pola kehidupan bermasyarakat yang ideal. Dari model tersebut dicarikan aspek-aspek pembentukan lingkungan fisik yang paling baik mencerminkan keadaan ideal tadi dan ditelusuri bentuk-bentuk dasarnya. Leon dan Rob Krier misalnya, melihat zaman Pertengahan sebagai cermin dari pola kehidupan bemasyarakat yang paling ideal di Eropa.

Hal itu tercermin dari 2 aspek lingkungan fisiknya, yaitu: "Squares" (ruang terbuka yang seluruhnya dikelilingi oleh bangunan), dan urban corridors/galleries" (selasar lebar di antara dua deret bangunan, tertutup atau terbuka; bisa juga berupa selasar di pinggiran bangunan). Dari situ ditentukan bentuk-bentuk dasar "squures "dan "torridor" tadi, sekaligus ditentukan juga elemen-elemen tektonis yang mencirikannya. Akhirnya dibuatlah komposisibaru yang akan menghasilkan kesan seperti yang telah digambarkan oleh Anthony Vidler di atas.

Hal yang sama dilakukan juga pada situasi regional. Contoh yang paling banyak dibahas ialah arsitek Mario Bota. Pertama-tama, dia akan menentukan bentuk-bentuk dasar yang dominan dari objek arsitektural di wilayah yang ber-

sangkutan (daram hal.ini berarti objek-objek arsitektural yang bersifat ',t,ernoculor,,). Setelatr itu a;caiiry" [u."L,.. v"rg paling terrihat daram bangunan-bangunan di w,ayah tersebut, misalnya: bahan kayu, atau dindinE bata. Setelah itu, sesuai dengan fungsi bangunannya, dia membuat

,.ko_.nJr;;;r_

tuk-bentuk dasar tadi dalam pengaturan yang seringkali di luar dugaan, akan tetapi dengan klterarahan yang jelas yaitu agar ''vista" terbaik wilayah Grsebut dapat terrihat dari daram bangunannya. Setelah itu karakte. bungunun,,ver,acular,, wilayah itu diuranginya kembali tanpa memakai sumber aslinya, misalnya: dengan memberi warna bata pada dinding beton bangunan barunya, atau warna yang bermotif susunan --) bata. (Gambar 6).

Tipologi Arsitektur Indonesia Tradisional Kita kembali sejenak ke Indonesia untuk membahas apa yang dikemukakan oleh para arsitek Indonesia *.**il, warisan arsitekturnya. yuiwadi Salya pada dasarnya tidak setuju b,a arsitektur hanya dilihat ,.Lugui objek fisik beraka, dan tugas seorang arsitek p* Urf"riln menciptakan objek fisik tersebut merainkun p.nurri.tln pe.,ar.u yang ritual. Aspek ritualisasi inilah sebenu.r,u menghadirkan Vurg unsur "ntisteri" karena seringkari diatami ffi;" dilakukannya suatu aktifitas ritual tidak pernah bisa dimer[erti alasannya, sehingga penafsiran secara arsitekturar utur"urpek tersebut sudah seharusnya menampilkan pula ,.rruru Vun g ,,misterius,, di dalamnya. Dalam karya tulisnya, Abbe Laugier membuat

sebuah gam_ bar yang melukiskan apa yang dimaksudkannya dengan sebuah " p r i m i t i t, e h u t' ! p sebuah strukrur yang tidak tergambar seluruhnya, t..Ouput juga seorang anak ibu yang menunjuk ke arah yang 9T :.9.lnt sangar misterius (ridak jeras apakatr sl iuu itu m.nuniru-;0" srruktur tergambar ataukah pada sesuatu yang adadi belakangnya).

adicpUi.,;;il;;.lain

adaiah kita,para arristik;

r.o"Gr",

Si anak

Jlu'u aoaurr ,,arsitektur,,

50

5t

r

I

(

ooEoOOCIOOOEOCI

Gambar 6 RekomPosisi bentuk dasar:

karya: MARIO BOTA

untuk'mengacu pada sesuatu yang ditunjukkannya (dalam hal ini "primitive hut" atau sesuatu yang misterius di belakangnya). Dalam penafsiran seperti apa pun, seluruh gambar tersebut selalu menampilkan penafsiran misteri, sama seperti yang dikatakan oleh Yuswadi Salya sebelumnya. Sebuah "primite hut" sebenarnya sebuah bentuk yang tidak jelas. Tidak ada seorangpun yang bisa menggambarkannya atau memberi contoh wujud fisiknya dengan tepat. Struktur tersebut merupakan sesuatu yang belum pasti benar adanya, tapi dianggap "perndh" ada, pernah dimiliki oleh peradaban manusia; seperti juga halnya pernyataan yang diucapkan oleh Robi Sularto dan Darmawan Prawirohardjo terdahulu. Pada waktu J.N.L. Durand menuliskan bahan kuliahnya dalam sebuah buku, dan menurunkan variasi baru yang diperuntukkan bagi fungsi-fungsi bangunan yang lebih baru, tidak ada sedikit pun maksud untuk menetapkan sebuah generalisasi langgam-langgam arsitektur bagi bangunanbangunan tertentu (Gambar l). Hanya karena tidak dipelajari latar-belakangnya sajalah maka Durand dianggap sebagai biang keladi pemakaian langgam arsitektur lama pada bangunan berfungsi baru.Yang dilihat dari pemikiran Durand hanyalah hasil akhirnya saja, bukan prosesnya, hanya kulit luarnya, bukan isinya. Yang seperti itu jugalah yang menyebabkan Robi Sularto mengeluarkan pernyataan yang cukup keras tentang kebiasaan "memandang arsitektur tradisional dari bentuk luarnya", sehingga "digandrungi dengan salah mengerti, dan dicemooh tanpa mengerti". Leon dan Rob Krier memilih arsitektur zaman Pertengahan sebagai model ideal mereka bukan karena menyukai bentuk atau langgamnya, melainkan karena di zaman Pertengahan kehidupan masyarakatnya mencerminkan cara mengekspresikan eksistensi dirinya, keluarganya, kelompok masyarakatnya, hubungannya dengan gereja dan pemerintah. Di zaman Pertengahan, seorang tukang mendirikan bangunan

53

52

i

{

(

adalah sekaligus arsitek, kontraktor, dan seniman. Mereka brrkarr "ltro.fesional" melainkan seorang pengabdi kemanusiaan. Bila mereka sedang mengerjakan sebuah bangunan, seluruh keluarganya ikut pindah ke lokasi bangunan pemiliknya' tersebut dan bersatu dengan kelompok masyarakat bekerpara suaminya selama seluruh kebutuhan hidup mereka Dengan yang bersangkutan' ja, ditanggung oleh kelompok -proses berdirinya sebuah bangunan sekaligus iemikian mengatur juga pola kehidupan seluruh pihak yang terlibat di dalamnya- Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pusat perhatian para tipologis generasi ketiga ini dicurahkan di yang masalah perancangan "urbon", karena di situlah kondisi dianggap terparah dewasa ini, semakin lama semakin juga mempe.iihatkan kesemrawutan (gambar 7)' Tidak *.ngh..unkan apabila keinginan untuk mencari bentuk arsitekiur lndonesia dimulai di kota-kota, sedangkan sumber acuannya dicari di desa-desa' Dari perbandingan di atas, dapat dilihat bahwa pendekatan tipologis sebenarnya mempunyai peluang yang cukup besar Uita AiUandingkan dengan pendekatan lainnya' Hal itu disebabkan karena sudut pandangnya yang langsung, yaitu melihat arsitektur sebagai sebuah objek tanpa terjerumus ke dalam sikap "me-material-kan" objek tersebut selama masih dalam proses pencaharian' penemuan, dan peng-komposisian kembali bentuk-bentuk dasarnya.

Studi Kasus secara tipologis, arsitektur Indonesia tradisional cocok dengan gambaran primitive hut yang dilakukan oleh Abbe t-augier. Hanya ada 2 unsur utama di dalamnya: kolom dan atapl Oi luar itu semuanya bersifat sekunder. Bila denah, potongan, dan tampak bangunan tradisional tersebut digu.bu.-ulang dengan mereduksikannya, maka komponen yu-ng n,rn.ut aOiUfr titik (mewakili kolom) dan garis (mewakili

iegiiiga-bidang). Bila dikelompokkan berdasarkan tipenya, ter-

54

t

THE CITY

THE ANTI-CITY

RES PUBLICA

RES (ECONON,IICA) PRIVATA

CIVITAS

Gambar

7

Proses penciptaan lingkungan binaan yang tuntas (LEON KRTER)

55

jadi 2 kelompok sifat dasar: linier dan memusat. Bila akan di-transformasi-kan ke dalam pemakaian/fungsi yang lebih baru, baik titik maupun garis tersebut bisa diperbesar dimensinya, misalnya: menjadi kolom atau "t'ore" bangunan bagi titik, dan menjadi dinding, atap, atau garis luar sebuah bentuk fisik tertentu. Walaupun terlihat demikian leluasanya, ada syarat yang harus dipatuhi agar citra aslinya masih terasa, yaitu: unsur titik harus lebih dominan dibandingkan unsur

(

garisnya. Dalam hal cara mengatur beberapa bangunan menjadi satu kompleks pun dapat dilakukan penafsiran yang sama. Akan selalu dijumpai adanya pola pengaturan atas dasar unsur titik dan garis, yang menghasilkan sifat-sifat dasar serupa. Dengan berpegangan pada penafsiran di atas, apa pun transformasi dan peng-komposisi-an kembali yang dilakukan tidak akan sampai meleset dari harapan semula, yaitu seperti yang dilukiskan oleh Anthony Vidler: suatu yang terpadu, akan

i.lif

.i,).JI

iii,)

ifu;

*r*.

tetapi bisa ditafsirkan dalam fragmen-fragmennya, tidak

,],

'1i

mengesankan peniruan secara mentah, akan tetapi mengangkat kembali kenangan atas sesuatu yang pernah dikenal sebelum-

lrr;ii;,ri

,li"t

-

nya di masa yang lalu. Saat ini di Depok tengah dibangun sebuah kampus baru bagi Universitas Indonesia, yang perencanaan keseluruhannya dan beberapa bangunan di dalamnya dirancang dengan pendekatan tipologi; mengikuti program yang telah digariskan oleh pimpinan universitas yang bersangkutan, yaitu: mencerminkan "taxonorn.r, " ilmu pengetahuan dan mengekspresikan nilai-nilai arsitektur yang diwariskan oleh generasi pembangun terdahulu di Indonesia. Beberapa ilustrasi yang dilampirkan dalam tulisan ini kiranya bisa memperlihatkan bagaimana arsitektur tradisional di Indonesia bisa ditampilkan kembali tanpa terjerumus ke dalam pengulangan bentuk-bentuk luar semata (gambar 8, 9, 10).

,

.;:

,:',1' ( ,

t.i

i1.,:t

i

I;il: i !:.i, r

Gambar

g

Kampus LII Depok 56 57

I

{

r

Gambar 9 Keberagaman yang menyatu, sekaligus kesatuan yang memberagam

58

Gambar l0 Arsitektur halaman yang lega, dengan pemisahan yang jelas antara lalulintas kendaraan dan pejalan kaki.

59

rI.5. ARSITEKTUR TRADISIONAL: SEBUAH FAKTOR DALAM PERANCANGAN

Ir.

Baskoro Sardadi, IAI

Belakangan

I

t

(

ini

banyak sekali

pengertian-pe.ngertian -

pengerurri*k,u, yang simpang riur. Makin "menyimpang" " svur" bagi kelom;1", ;;;;dtterlma oi.t' i,utvutakat' makin kegaulan menambah oalam usaha untuk tidak p"t p.rrutis akan mencoba membahas anggapan-anggapan IJi, "itir.f.. acuan ini' v""g iigr.akan dalam kerangka t' tn / r,..'t' :''' l.\r*.,r^.,11.', it,,,';,;'-;;-,-,:, Arsitektur Adalah Wadah Kegiatan

!

identik dengan Dalam pengertian ini airif.r.iui iioiah-olar, seperti ini adalah bangunan atau fasilitas fisik. Anggapan Tidak dapat menampung sangat jelas, namun terlalu ekstrim' dengan fasilitas (seperti kaitan yang "halut;;;;i;;" kegiatan dan lainterjadinya "spatiote,npo'o|",'lhoppening"'suasana' ,_

lain).

\

Arsitektur adalah produk dari kebudayaan arsitektur adalah i Kalau seseorang dapat menerima bahwa anggapan pada mengerti *'tj;;;gi",".. iialffah sukar untuk pengertian bahwa arsitektur

Uutir ini. Selama diikuti dengan (dan saling mempengaruhi)' uJuiut bagian dari kebuduyiun kejadian-kejadian di mengamati kita akan lebih mudah pen,""r,"i"f"dKesulitan akan timbul bila disertai dengan sedangkan bahwa arsitektur adalah "hardware"

dapat

kebudayaan adalah "software"'

Dalamduniakomputerhalinidapatdipahami'namun

dunia bangunan tidak di dunia bangunan' Arsitektur dalam

;p,og'u*-program" tertentu yang sewaktuini pada saat waktu dapat ';di-uinkitt" ' "Program-program gem-

sudah menyimpan

yang bersuasana tertentu dapat menghasilkan penampilan

bira, khusur, utuu buhkan mendirikan bulu roma"'

Arsitektur ,A,dalah "Alat Ungkapo' Dari Kehidupan Masyarakatnya

I

Tersirat dalam anggap;;r ini adalah bahwa arsitektur juga mEifipakan media komunikasi bagi masyarakatnya. Sebelum diketemukannya alat cetak, sernua benda buatan manusia menjadi "buku" untuk mcnitipkan pesan-pesan sosial. Paradigma agama, paham kosmos, pernbagian golongan masyarakat, nilai-nilai, moral, dan lain-lain adalah pesan yang harus dimengerti oleh anggota mas5'arakat.l Bangunan, sebagai benda terbesfi, adalah "buku dengan format yang ideal" bagi "penulisan" semacam ini. Makincanggih sebuah masyarakat, makin sarat pula pesannya diletakkan pada bangunannya. Kemaiuan teknologi komunikasi telah "membebaskan" Lrangunan dari heban-beban diatas. Namun demikian, masih tetap diakui bahwa bagaimanapun juga bangunan rnerupakan media kornunikasi yang efektif bagi manusia.

Setiap Kebudayaan lVlempunyai ldentitas Bagi yang jelas identitasnya, hal ini tidak menimbulkan masalah. Orang akan dapat dengan mudah "membaca" arsitektur Bali, atau Jepang tradisional. Namun tidak demikian halnya dengan kebudayaan yang sedang berubah. Para pengarnat arsitektur Melayu tentu dapat merasakan ini. Varian-varian yang ada sangat sedikit bedanya, itu pun kadang-kadang disertai dengan keterangan yang sulit dimengerti.

Perlu Diketahui Carn Atau "Bentuk" Penerapan ldentitas Budaya Secera Tepat Padr Bangunan Timbul dari keinginan untuk "menempelkan" pesan sosial pada bangunan! anggapan ini akan rnenjadi titik tolak tindak penelitian masalah simhol pada ciunia arsitektur. Salah satu cabang ilmu yang dapat membantu kita adalah Semiotika. 6l

60

E_adalah' terdapat kaitan yang Anggapan dasar dari penelitian ini pesan secara keseluruhan' serta erat diantara pesan' pengertian cabang memilitiptian tersebut' Sebagai lazimnya

i*O" r"r*

pesan halyl diukur ilmu informasi, efisiinsi penyampaian atau tidak oleh si pada apakah pesan tadi dapat dimengerti ul*yu, waktu dan. usaha hanya dapat ffi;t*;. Segala bila pesan tadi dikatakan *.*uOui- uiu' "ekonomis" "bahasa" yang berlaku dimengerti. tni menyangttut ptttoulan

Oi^-"tr"*tat.

orang setuju atau mengerti bahasa

Tida-k

'*uu prokem, apalagi prokem arsitektur'

(

Unsur-Unsur Rancangan

kalangan arsitek InBeberapa masalah yang terdapuJ Pugu aOatatr "penerapan 1;i1eti1ur donesia sekarang, arsitektur masa kini" ' Apa tradisional Uifu -'igXi" ke dalam

"t*"iui'

pun motivasi dari

-keinginan

ini' terasa bahwa jawaban' Upaya untuk

semacam

masalah tersebut ptti':tttOapat *.nJ"f.uti persoalan tersebut bermacam-macam' dari segi Di tulisan ini uftun Oitoba untuk "melihatnya" pada saat si perancang proses-awal perancangan' yaitu ptrrdtkututt' Bergerak dari melakukan ,.n.niuln" tttu*gi di atas' akan dicoba komentar u,u, u"Lilp#unglupun menjadi sebagai membagi Oa'ar-aa'ar rancangan

keluarga atau masyarakat, usaha penaikan kualitas pribadi, sanksi malu dalam masyarakat, dan lain-lain.

c.

Identitas kelompok atau sosial. Antara lain perasaan teritorial, perasaan memiliki, perasaan keantanan, dan lainlain.

d.

Pengembangan dan kendali sosial. Antara lain: Pengumuman norma-norma, pemberitahuan tentang mekanisme sangsi, dasar-dasar hidup, dan lain-lain.

e.

Kegiatan ekonomi dan politik. Antara lain: sistem tukar menukar jasa, benda dan budi, pola pengelolaan lingkungan, sistem keamanan yang dianut, dan lain-lain.

f.

Kegiatan agama. Pandangan tentang hidup, pandangan tentang hubungan manusia dengan alam, pengalaman misteri, dan lain-lain adalah bagian dari dasar-dasar sikap manusia dalam melakukan kegiatannya.

g.

Teknologi.

1.2

Alam Dengan Segala "Tingkah Lakunya" Klimat "Daya dukung" tanah (sebagai elemen yang "hidup") Kondisi-kondisi geoteknik, imbangi tumbuhan dengan

a. b.

untuk

Ini adalah kemampuan yang diturunkan melalui banyak generasi.

mahluk hidup, kemampuan ekosistem, dan lain-lain adalah faktor yang di samping membatasi, juga memberi peluang bagi pengembangan kehidupan.

berikut:

1. Elemen Program Rancangan

c.

lakunya 1.1 Manusia dengan segala tingkah termasuk a. Kebutuhan dasar (untuk kelangsungan hidup)

Lingkungan buatan manusia. Kota, sawah, hunian, dan lain-lain adalah elemen fisik yang mempengaruhi arsitektur pada suatu tempat.

d.

Alam sebagai "suplier" bahan bangunan. Kemampuan alam untuk menyediakan bahan bangunan

cahaya' tidur' di sini aaafaft *e"dapatkan udutu' dan keturunan

b.

kelangsungan makan, perlindungan dari alam' dan lain-lain' posisi seseorang dalam Identitas pribadi' Antara lain:

ada batasnya. Disertai dengan kemampuan teknologi dan pendanaan, pilihan bahan bangunan yang dapat digunakan menjadi sangat "sempit". 63

62

2.

-

Elemen Rancangan

Seperti yang kita dapatkan di bangku sekolah dahulu, elemen-elemen '&

ini

adalah:

2.1 Tata Leta.k Sistem as, orientasi, "zoning", hubungan antar bangunan, dan lain-lain adalah elemen rancangan yang menentukan.

:

ffi

2.2 Pembagian Ruang !j ":a

\r L

\

a"

Pembagian ruang secara fisik dapat dengan mudah kita rasakan namun tidak demikian dengan abstrak. Ada ruangruang yang "rasa"-nya berbeda, seolah-olah ada hierarki ataupun pemisahan yang tidak terlihat tetapi nyata. Bagian depan dan belakang tidaklah sama "harga"-nya. Bagi penganut agama tertentu, ada ruang-ruang yang tidak dapat dilewatinya. Sisi depan dari orang yang kita hormati lain dengan sisi belakangnya.

q)

< tj A.

q)

r

dtinJ..li''.

,;,

\

k&#'*e,'&* a-+ !:::,:,.1r. it'li i:'' ',.,. .il '* :r ,.in+,,,fi.

:",

;

2.3Bentuk Ini adalah elemen favorit dari para perancang. Elemen yang paling sering dijadikan kancah akrobat dan manipulasi (demi kebaikan maupun keburukan). 2.4 Hiasan/Ornamen

:

.s

Sebagai perancang, karena beban analitis merasa "berdosa" bila menggunakannya. Elemen ini untuk beberapa

,

:ir*::i'h r;: ,, | , i

kontroversial. nF

s.rl;**s=S',&.

d*+.-

sy

,&s

6:.,*

2.5 Aturan Bangunan

P.ir:$*

Setiap kelompok masyarakat mempunyai seperangkat aturan yang dikenakan pada "proses kelahiran" cara penggunaan, serta cara memusnahkan bangunan. Bagi masyarakat tradisional, bangunan dianggap "hidup" dan sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Dengan sendirinya

*,ik t*:s

-1'I;t * t""I

64

ry #t

65

aturan yang dikenakan juga sama rumitnya dengan aturan masyarakat lainnya. Bagi masyarakat modern, secara eksplisit, aturan bangunan dikenakan untuk tujuan keselamatan dan kenikmatan bersama. Bagaimanapun juga peraturan-peraturan diturunkan dari pandangan hidup dan norma-norma yang berlaku. Dalam rancangan skala besar, rencana tapak dari pusat kota misalnya, akan terasa bahwa elemen ini merupakan bagian dari alat kendali yang formal dari arsitektur. Kemahiran sangat diperlukan dalam menentukan alat-alat pengembangan dan nonformal. Kesempatan dan larangan yang tidak tertulis adalah salah satu sumbangan arsitektur dalam peningkatan kualitas hidup manusia, atau juga sebaliknya dapat merupakan alat "pembunuh" yang ampuh. Beberapa Strategi Pendekatan Perencsngan Seandainya penyederhanaan unsur rancangan di atas dapat diterima, maka "daerah permainan" para perancang menjadi jelas. Yang diperlukan adalah keterampilan dalam mengolah butir 2.2. Pola-pola yang sering ditemui dalam "olah kreasi" ini, secara garis besar, dapat dibagi dalam 3 kelompok.

Menggunakan bagian-bagian butir arsitektur tradisional sebagai bahan rakitan dalam kerangka rancangan. Arsitektur

hotel, pesan komersial, rumah makan Padang, gaya "Spanyolan", adalah contoh dari kelompok ini. Sistem

" ini biasanya

cukup efektif bila menggunakan unsur yang komunikatif. Atap rumah gadang cukup dikenal oleh sebagian besar penduduk kota. Untuk menyampaikan pesan bahqlq kedai/rumah makan tadi menjual masakan Padang, .aFren.rnpel bentuk yang tepat. Demikian pula, penggunaan hiasan-hiasan tradisional pada fasilitas pariwisata adalah usaha yang cukup meyakinkan untuk membawa hasil. Kunci utamanya adalah ditemukannya unsur-unsur yang sudah 66

Kedua

Mengkaji hubungan -belakangnya"

bentuk dengan ,,alasan_alasan di

kemudian dengan b.a;, membuat interpretasi untuk diterapkan pada rancangan. Plda kelompok ini proses yang terjadiadarah

-kompleks

sedikit rebih dari pertama. Dalam teaAaan yang sulit, jalan yang paling aman adarah mencari kaitan fungsi pemanfaatan faktor alam ("eavs5', miring Suyudi). nugi f.i"n.ang yang kuat daya kreasinya pendekatan ini me.up"afan futitin ,i* ,"rr;, menarik. Ujian yang sebenarnyaadalah pada pi"r.i ,.r."., maan ciptaan tadi oleh *uryu.ukat. Kalau berha.il, ,nurliurut u, akan dapat merasakan tradisi yung;i,..uskan oreh si perancang. Kalau tidak, berarti bahwa t
Ketigo

Mengkaji proses perubahan dalam masyarakat (beserta jalur ungkapan_ nya pada proses perubahan arsitekturnya. Hasil p*gL":i", ini diterapkan pada .un.ungun- ,.rii.Lru, untuk kondisi segala nilai-nilainya) untuk kemudian menca.i

Pertama

"assemblitrg,

dikenal oleh masyarakat. Kadang_kadang digunakan usaha untuk membuat unsur tadi dapat d-ikenar kembali (contohnya, l Batik Iwan Tirta).

masyarakat sekarang. pelak lagi, cara ini adalah yang paling ,.Ti{ak canggih dan sulit. Segudang data dan sepasuk;; il;", ahti dari berbagai disiplin ilmiah harus diker"hk"n *b.lr. proses perancangan dimulai' Ini pun berum tentu menjamin bahwa has, rancangan akan dapat menaikkan kualitas lil;i.;;s"nrya. Di tansan perancang*yang tidak mampu, nurl :;rpor" progomrning,, semacam ini dapat saja tidak berarti apa-apa. Namun harus diakui, di rangan perancang yang jempol";:;;;il;;ffi;bi kemungkinan besar akan memb;ir# ilrgkungan yang baik bagi masyarakatnya' B,a cara t.iie;'-r d,akukan dengan 67

FF

sungguh-sungguh oleh berbagai kalangan, hasil yang didapat tentu merupakan sumbangan yang besar bagi arsitektur. Pendikerjakan berdasarkan jelasan -hasil tertulis dan grafis akan mudah

tadi, untuk membantu komunikasi dalam

dunia

arsitektur. Ketiga pendekatan di atas dibuat sekadar untuk memudahkan pembicaraan. Pada prakteknya seseorang dapat melakukan secara bersama-sama atau salah satu saja' Apa pun cara yang dipilih, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi untuk terjadinya rancangan yang baik. Pertama, tersedianya data dan hasil analisis yang memadai tentang arsitektur tradisional. Kedua, adanya perancang yang kreatif, terampil serta terbiasa menghadapi masalah perancangan nyata dalam masyarakatnya.

Penutup Kondisi sekarang di tndonesia adalah pada taraf permulaan sekali dari tahap pengumpulan data. Bangunan dan masyarakat tradisional masih banyak terdapat di seluruh pelosok di Nusantara. Tetapi, kemajuan pendidikan dan sarana Lomunikasi telah memacu proses perubahan dengan sangat gencarnya. Perub,ahan nilai-nilai tradisional yang disertai lemahnya kemamiuan ekonomi akan mengarah kepada keadaan arsitektur menjadi sangat sederhana (rumah-rumah di Halmahera Utara). dapat diduga bahwa tidak lama lagi bangunan tradisional di tempat asalnya akan segera musnah. Suka atau tidak, proses ini sedang terjadi dengan cepatnya' Masalah ini adalah sangat gawat bagi arsitektur Indonesia. Bila kita berbuat sesuatu, benda-benda tadi akan lenyap dengan tanpa ada keterangan peninggalannva. [ruU!e!1-tttt4T

bangunan, masyarakat serta lingkungan hidupnya dari ber_

bagai zaman akan merupakan data besar uagi

plnettian seranjutnya. Pengalaman kerja dasar bagi penelitian selanjutnya.

Pengalaman kerja sama dengan para peneliti dari disipiin lain, menunjukkan bahwa bantuan tentang pengukuran dan peng_ gambaran situasi dari objek merupakan kemahiran standir yang dituntut dari para arsitek. Suatu kemampuan yang telah dapat dikuasai oleh para mahasiswa arsitektur kelas 3 utuu +. Persoalan yang berikutnya, apakah kemampuan ini dapat ditularkan kepada orang lain yang tanpa mempunyai laiar belakang pendidikan arsitektur? Kalau tidak, bagaimana cara melakukan survai pendapatan sederhana mungkin dengan hasil setepat mungkin? Kalau ya, bagaimana caranya? P_ertanyaan-pertanyaan ini adalah sekadar contoh untuk dipikirkan bersama apabila kita tidak ingin kehilangan kesempatan yang berharga (yang tinggal sebentar) ini. Kalau kita tidak ingin berdosa kepada generasi berikutnya marilah segera kita lakukan gerakan pendatang ini dengan sebaik mungkin.

Melalui temu karya ini penulis mengusulkan agff segera dibentuk kelompok khusus untuk menangani pendapatan lengkap tentang arsitektur tradisional. Kelengkapan data 68

69

1.6 Arsitektur OIeh: I

Ir.

Bukan Sekadar Bangunan

Eko BudthardJo,

M.Sc. 4 V,,t'Tl# ll

L-( Oari qtsEl_gpedikita dapatkan batasan p{engertian bahwa "Arsitektur adalah seni, ilmu, dan teknologi yang berkaitan dengan -bangunan dan penciptaan ruang untuk kegunaan m5nusia". Dalam pidato pengukuhan selaku guru besbr dalam ilmu arsitektur di Undip, Prof. Ir. Sidharta mengutip teori paling kuno yang dikemukakan oleh Vitruvius, bahwa adatiga aspek yang harus disintesiskan dalam arsitektur, yaitu: Firmitas (kekuatan atau konstruksi), Utilitas (kegunaan atau fungsi), dan Venustas (keindahan atau estetika)f,A. Gordon kemudian menambahkan dengan kata-kata 'ffi time und at the right price". Psikolog Frank Barron dan kawan-kawannya dari University of CakiJ'ornia, Berkeley, atas dasar hasil penelitiannyamenyimpulkan bahwa arsitektur mewakili domain profesi kreatif, praktisi yang berhasil adalah yang sekaligus juga seniman dan ilmuwan. (Broadbent: Design in Architecture, l98O:3). [*Di sinilah letak uniknya arsitektur sebagai disiplin ilmu, yang harus merangkum tidak hanya teknologi tetapi juga seni. Manakala tugas ilmu adalah merumuskan hipotesis dan membuat teori baru, tugas teknologi memecahkan masalah teknis dan praktis secara elegan, efisien, dan ekonomis, maka tugas seni adalah menciptakan karya-karya yang kreatif dan orisinal. Sebagaimana halnya dengan karya sastra yang dituntut harus selalu kreatif dan inovatif, demikian pula arsitektur tidak b oleh terpaky padaupgk\r tgt-t-saj a, karenp den gan begit u maka kreativitas sudah- lingiung te.purung.l Gerakan Arsitektur Modern telah berbual keliru dengan universalism e gayainternasionalnya, yang telah menciptakan monotoni di seluruh pelosok kota di dunia, kemudian terjebak oleh teknologi yang tidak manusiawi, sehingga kemudian dinyatakan 'meninggal dunia' pada tahun 1972. Peristiwa ini ditandai dengan diledakkannya rumah susun l4 lantai di St.

Lgul: yang perencanaannya terlalu ditekankan pada teknik-fisik dan mengabailan

aspek

unsur manusia dengan segala

keunikan perilakunya.

Sentuhan Artistik yang Kreatif Dalam bidang arsitektur yang merupakan seni-guna, tidak selayaknya ada pemecat an staniar,-r,u, model standar yang kaku. Karena kalau sudah

d.;;il;n,

hasil

akhirnya aclalah sekadar bangunan, dan bukan arsitektur. Beda antara keduanya adalatr iahwa bangunan hanya memenuhi dua syarat dari Trinitas_nya Vitruriir, vultu-lrrr_ mitas dan Uititas. Sedangkan k4I; mesri

kil

kei n dahan dan

r.nt*'-fr*ffi<

e5!{t_u_r

memiliki

reatr f. yang- d st ra h han Pugin dalam bukunya ,,fni fri"rtinciptes of Architecture,,, dengan enrichment dan visuat iitiin,. ii

i

Mac Kinnon mengatakan, dalair perancangan arsitektur ,.rr1L*^!r, di dalamnVa-p.mecahan masalah yang spesifik, penyesuaian dengan ,ltrur] tertentu, evaluasi dan elaborasinya dengan pengamatan, penalaran dan penghayatan vang runtas (Mac Kinnon:The Noture and Nurtuie oi'ciriii* Tetent, 1982). Selaxjutnya o..l;;;;;' kutip kara_kata datam bahasa aslinya: ",qi orintiii ;";;;;, reat buitdins to so on reol sites for real cllents. H, ;i;;A"not design unspecified on an undefined,i;r-j;;;inown ^ buitling ctient,,. Kalau kita membuat benru"k fiJt,' bangunan, ,uru "model" tanpa,tl i;Gii;;;rnunnru, iru sama atau ?0" artinya dengan 'mem.buar . ,d;i ;;;;; tahu kudanya,.saja Yang terwujudnva jadinya aaatJ ..sruq ;;;;; berpredikar bangunan saia, bukan arsitektur.' -----.. yang kreatif,

Belajar Dari Nenek Moyang Nenek

moyang kita saja cukup arif memilah_milah, dengan menciptakan bermacam_macam bentuk arsitektur untuk kegiatan manusia yang juga U.rU.au_U.da. Tidak main pukul rata dengan modelatau bentuk t..i.nir'ru:a.

Misalnya untuk

70

7t

kios atau pasar, menggunakan atap Panggang Pe dengan berbagai jenis dan variasinya. Untuk rumah rakyat bisa digunakan bentuk Kampung, Trajumas. Pacul gowang, Gajah Ngombe, Daragepak, Klabang Nyander, dan lain-lain. Berbagai ragam bentuk Tajug seperti Lawakan, Lambang Teplok, Semar Tinandu, Tawon Boni, Pendowo, dan lain-lain digunakan untuk langgar, mesjid, bangsal, maupun cungkup makam. Untuk rumah bangsawan terdapat bermacam-macam bentuk Limason: Limolasan, Apitan, Semar Pinondong, Bapangan, Trajumas, Sinom Mangkurat. Sedangkan untuk kalangan Raja-raja d4n Pangeran digunakan bentuk joglo yang juga banyak variasinya seperti Mangkurat Limolasan, Pangrawit, atau Lambangsari. Dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan di sini. Belum lagi kalau kita menengok keunikankeunikan bentuk arsitektur di beberapa daerah tertentu seperti Banyumasan dengan Srotongan, Trojogan, dan Tikelannya; daerah Kudus dengan Bekuk-lulang-nya, Jepara dengan atapwayangnya dan lain-lain. Semua itu bisa dikembangkan terus sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, kemajuan teknologi, dan penemuan bahan-bahan baru. Pada hakikatnya memang arsitektur adalah ibarat jasad hidup yang selalu akan tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan zarnan.

* B

i.l,'i,'t' l',

,$

fi. k

s\r \ -k

\ qJ

€ aa

Panduan Dasar Perancangan Saya berpegang pada pendapat bahwa dalam upaya men-

jabarkan wawasan identitas dalam wadah arsitektur, yang harus ditemukan, bukanlah 'model arsitektur baku' (apa pula maknanya itu?) melainkan panduan atau dasar perancangan (basic design guides) yang bisa dijadikan pegangan bagi segenap

l

pihak yang terlibat dalam perencanaan dan pembangunan lingkungan binaan. Beberapa butir patokan yang saya maksud sebetulnya sudah disannpaikan dalam berbagai kesempatan temu wicara antararsitek antara lain: '12

73

-

perlu dicegah adanya instruksi yang terlalu tegar memaksakan suatu wadah/bentuk fisik tertentu yang tunggal-rupa (monoton). tempat, waktu dan sikon yang berbeda mesti tercermin juga dalam pertampilan arsitektonisnya. perlu penelitian dan pengkajian ilmiah arsitektur lingkungan budaya setempat untuk bisa mencerap kaitan antara bentuk dengan fungsi, makna sosial, makna spiritual dan implikasi kulturalnya. konservasi arsitektur tradisional dan lingkungan kunobersejarah wajib mendapatkan porsi perhatian yang layak, sebagai sumber ilham dan khasanah warisan budaya yang memperkaya wajah lingkungan binaan. perancangan rekayasa sedapat mungkin berwajah partisipatif, dalam arti mampu mengadopsi, mensublimasi, dan mengkreasi kembali wujud budaya fisik khas setempat, termasuk hasil kerajinan hasil ukir, pahat, dengan bahan-bahan setempat, berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja.

Mengenai produk akhir hasil perancangan fisiknya, sewajarnyalah bila kita serahkan kepada para wastuwidyawan yang memang digembleng untuk melakukan tugas tersebut.

Yang benar adalah bahwa para arsitek wajib mengabdi -banyak,.dan pada kepentingan perlu mer-esapi perepsi, aspirasi, .masyarakat adat, t'ata"ii;i, ;ila dan perilaku manusia yang terah saya sarankan daram-'rnakarah saya di deoan "Forum Nasional p.nal*r,li'?o*urrr,, yang disele.ng_ garakan di Semarang tahun fqt+ yang silam dengan judul "Pentingnva IImu-irriu dalam pendidikan e..it.tturl;.'r.rO"o"r n.ngerahuan sosial serupa dilontarkan oleh G. Broadbenr:,,A.;;i;; j;;g;';;krli_kari mendewakan bentuk, melainkan h".r. ;;;;;,i", menerjemahkan iiwa ('geniui'-iJ"'i)'

Hilfi;Jlun

a,,

l,il",:::;:,,:''ou'

p..u,uun'au.i

0",#r?Tji:;:'#," adalah para arsirek harus rebih sering tidJ;;;?;"1#i;,,?ii:Hi,T,TJl:1",,*naiaisrus*an *:1., 0;; 0" ["i'o, b d ;;;i ;il ;.:;.t fi [oi: f,iliT," ji'J Juga masyarakat r

para;;;;;t pada r, dan' ffi ;il|:v-1 ::'pun:ang I::, n I a er k eillb ns-:: q;in ; ;il ii,rd',I, iill; _,li : u,ifil nya bisa fatat: suatu saat biia,.rj;i;;;, arsitek hanya akan menciptak luas. Bila

by u".

aka

b

i

s

b

r.ngg",

bu

a

an ban s u n an_ uurg rrur'.;ari;;,d"k

lil il:ffi;:TffiflT'"i;;;ffi '#-J,

bisa di k ategori_

ini pasrirah rlcrat

Mengabdi Masyarakat Terakhir, saya betul-betul tidak sependapat bila para arsitek harus mengikuti kehendak si pemilik uang yang meminta jasanya" Justru kecenderungan semacam inilah yang telah mengakibatkan banyak kekacauan dalam lingkungan binaan kita, antara lain dalam bentuk menjamurnya bangunanbangunan mewah ala Gedung Putih atau kapsul ruang angkasa yang tidak berakar di bumi nusantara tercinta; bangunanbangunan kotak kaca yang steril beru,ajah dingin tanpa emosi, tidak memperhatikan keserasiannya dengan sekitar; tergusurnya bangunan-bangunan bersejarah yang seharusnya

dilestarikan dan lain sebagainya. 74 75

T

BAB WAWASAN

II.1.

II

+$iLffiffiH,*'

SENI DAN

MENCARI WAWASAN ARSITEKTUR*) Oleh: Tjuk Kuswartojo

L wawasan r.r,runr/u1;fi,;r tentu saja bisa mengenai berbagai seginya. Tetapi pencaharian ini hanya mengenal makna dan definisinya, apa Arsitektur itu. Barangkali ini dapat dipandang terlalu bersahaja, naif, kuno, ketinggalan zaman, dan sebagainya.iArsitektur bukan barang baru, bahkan sejak lama menjadi bahan per,bincangan, dan kekaguman, juga di Indonesia (kalangan atas tenl.unya, karena Pariyem tetap tidak mengenal istilah itu). Di kalangan pihak yang menekuninya, istilah arsitektur sudah dikenal sejak dua ribu tahun yang lalu, bahkan sebagai wujud sudah dikenal lebih dari lima ribu tahun. Karena itu kalau sekarang masih dipertanyakan: apa arsitektur itu, agaknya dapat dianggap mengada-ada. Tetapi justru karena rentanya itu, maka sekarang ini perlu dipertanyakan: apakah pengertian arsitektur dan dua ribu tahun yang lalu, atau bahkan lima ribu tahun yang lalu, harus sama dengan arsitektur sekarang dan pengertian akan datang. Dari sejak dulu arsitektur adalah gedung, tetapi tidak semua gedung dapat atau Uoleh disebut arsitektur. Banyak gedung tidak diakui sebagai arsitektur, kalaupun diakui, dia dinista sebagai arsitektur gombal. Asal katanya sendiri menunjukkan kaitan antara wujud dan pembuatnya. Arsitektur adalah gedung yang diciptakan atau dibuat oleh ahli teknik

")

Disajikan dalam Seminar Keci.l Jurusan Arsirektur FTSP-ITB, Bandung, l2 Desember [983.

(_'yycnne"), atau tukang bikin bar jagoan, yang ("tecton"), yang utama (,,archi,,1ou,'runun mampu memimpin. . vitruviui mengamati hasil karvYang para jagoan atau "orchitecron "iru, Uiotitr;;;;;ffi;:,Ira sendiri dan lahirlah dua ribu tahun yang lalu rumusan:'annya prin p, si kai dah, norma, kon sep *rii !r'rii"i',lil'"1'.Tltn-' b ; k; ;G i Xjil"#,.#l U I jud dan konseo. gegiiurah, ;uiur"J..;"ranannya selama ribu tahun, *ui"a,Iun.toiJe;:Iir-.r.tu. dua telah mengatami perkembansan d1n t.runa.gu;; L*.ari mak na dapatlah diartikan.m..r.rikun-t.rnUuti, arsltektur apa arsitektur itu dalam wujud a"n tonr.fny"lE'^ert

ili j;'f

*if Ui#,,}# *,

Arsitektur Sebagai WuJud

pada zama, y:.-rl,r: ,.apa yangperlu dan dapat diwujudkan tentu belum banyak jumtu,f, ,?, ragamnya. Karena vitruvius membedak; ;il;;;r'laupun arsitek,mana yan; buk"n.'J;;,;];;i:" vang menjadi iatah

frW,,#1",k'lj',x?^1;jla:,,11'6:'::il:#:i:',:T; Tidak jelas

siz

wu;ua-wu;uJI"#.i,llf ,iTX'.ffi

jT,Lffi

: bagai bidane kea-hlian. r;;;;;-;.rJl,un 0,., ;l'.TXl?[f sendiri, arau karena d ij atah orans I"i r, ;;;;k'i..,ir1, o, un d ianggap h an ya menangan i o"rru n?.:_ u ng. w; ;;;;, demik ian j arane ii_ _red Sumpai suatu pengakuan terti ,.."rgl"U"nwa arsitektur gedung. Sesuai dengan.wujudnya adalah OjrJrt dengan ruang atau Iingkungan (sering a.iaengar';eir]t.;.,,arsitek,, p..ung Korea , arsitei oe.kembang", .r."r"#'r.rrn", Barat, tidak pernah didengar tetapi ,unOui""ru, arsitek bungkus rokok, kesemuanva menunj ".rit.k uk kun Van Romondt menyebutk"r: f,.U.r".un sebutan tersebut ). ;;;i;; sebagai ruans rem_ pat manusia hidup dgnsan U"rr"gr", ,iilng Amos Rapoport menyebutkan arsitekrur ;ilU"** yang dirertibkan fgugui dan diorganisasikan. rri ;;;;'iiil.rr,..,, karena apabira

76

l7

, perhatian mulai tertuju pada kumpulan gedung atau sejumlah 'geO.rng (dan jurnlah itu menjadi kota), persoalannya jelas f,ukan hanya gedung. Barangkali ada yang berpendapat bahwa perpaduan antara gedung dengan alam jaringan manusia dan 'm"ryarut ut tidak Lgi dapat disebut arsitektur' Tetapi dalam kenyataannya, batryak pakar yang mendapat pengakuan hanya itu' sebagai arsitek memikirkan hal tersebut' Dan bukan banjunan industri yang banyak dibilang surnbangan arsitek kecil sekali pembaharuannya clilakuka. oleh arsitek Peter. Behrens. tsahkan Corbu pernah menciptakan voituTe moximum yang menjadi prototipe mobil ekonomis di Eropa' Kesemuanya bukan hanya kebetulan bahwa si jagoan ini memang betul jago. Tetapi disiplin berfikir. kemampuan berimajinasilah yurrg *i*ungkinkan suatu konsep tertuang dalam berbagai wujua. Karena itu apa wujucl arsitektur agaknya tidak pentini. Kalau toh wujucl itu harus ditentukan untuk berbagai keientingan, lebih tepat apabila arsitektur sebagai wujud disebut ruang atau lingkungan dan bukan gedung atau

'r .s

\

'r, s

A<

I

\ q)

.j

q) qJ

bangunan.

Arsitektur Sebagai KonseP Arsitektur sebagai wujud agaknya memang kabur' Kalau pun disepakati bahwa arsitektur dalam wujudnya adalah ruang, pertanyaan atas: ruang yang mana yang disebut arsitektur, toh tetap sulit dijelaskan. Jagat raya adalah ruang, gua garbajuga ruang, tetapi keduanya tak dapat dibilang arsitektur. Dengan mempersempit lingkup, arsitektur adalah

juga ruang buatan manusia. Kejelasan yang diharapkan tidak jemkolong diperoletr. Banyak ruang buatan seperti tambak,

aa

\

> :i

bO

su

t)

batan, gubuk reot, dan banyak lainnya, sulit untuk dibilang arsitektur. Arsitektur memang bukan wujud, dia adalah cita (idea)' konsep, kaidah, prinsip dan lainnya, pokoknya hasil pengoiahan batin, pikiran dan perasaan. Ruang itu ada dan Air.tut arsitektur, karena kegiatan batin itu menentukan 78 7c)

begitu. Hasil pengolahan batin itu bisa sama bagi setiap orang, bisa juga berbeda. Karena mana yang ruang lingkungan dan arsitektur itu, bisa sangat subjektif, sepihak, dan ditetapkan menurut kebutuhan dan tujuan. Oleh karena itu bisa saja dibilang tidak ada arsitektur di jalan Thamrin yang ada hanya sekumpulan gedung dan bangunan. Kalau rumah Bali bisa dibilang arsitektur, mestinya bisa juga hotel Indonesia dibilang bukan arsitektur. Padahal dari pemikiran ini bisa juga dibilang tidak ada jurusan arsitektur yang ada jurusan bangunan gedung. Dari apa yang telah diuraikan di atas, tampak bahwa usaha untuk mencari definisi dan makna arsitektur agaknya tidak ada gunanya. Barangkali yang lebih penting dan lebih gayut adalah menjawab pertanyaan mengapa arsitektur ada dan bagaimana cara dia berada.

-- Ketiga , .,:l: yang wajib , yangberranggung jawab, yang berhak da Yans mampu ,.n-n.,,Ji;:"::.,,--1on. dan -.n..,iur.In r;:1il;:l',X:ff:

Penutup Jawab atas perti mestinya

sTl; il;'

itu' bila

"k;;#invaan #;,-';,ffi

pertanyaan di

atai.

ffif

mer

* ;: li l!, ll;l?,H?

fl; ---"'vqrr6^Crtt uill€ur rangka menjawab

Hanya Arsitektur Seperti halnya dengan wujud buatan lainnya arsitektur diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Apa kebutuhan manusia itu, kalau mau diperinci tidak ada komputer yang mampu menyimpan datangnya/ daftarnya. Kebutuhan tidak terbatas dalam ragilm dan jumlahnya, namun kesemuanya pada dasarnya ditujukan untuk:

-

Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan. Tidak ada manusia yang mau menjadi generasi terakhir. Mengembangkan kehidupan, karena hidup bagi manusia bukan hanya mempertahankan hidup, tetapi ada kebutuhan untuk membuat dirinya lebih bermakna, Membuat kehidupan lebih nyaman.

Arsitek memenuhi kebutuhan tersebut dengan menerbitkan, mengorganisasikan dan mengatur lingkungan. Persoalannya kemudian: _- Pertama : Siapa manusia yang harus dipenuhi kebutuhannya itu. Kedua : dengan cara bagaimana lingkungan ditertibkan. 80

8l

nl

SENI-STRUKTUR II.2. ARSITE,K'I'UR SEBAGAI Oleh:

Ir'

Wiratman Waleladinata

Pengertian Arsitektur Yunani' yaitu dari berasal dari.bahasa "arsitektur" lstilah r suku kata "tekton"

dan "srkhe";;;;;i.Gti" pengertiannya yang semula dalam yang berarti "kokohli'ladi' k ;;;;0"*] :ilfrHffi ;;|lllj:l uirit.kt ur " da par di#t

suku kata 1,

sela

r."utu kokoh' Memang atau upurtun itu rumahnva #;;;;;;n' untuk melawan sua-suanva ia it'u'-*tnt'us bergulat angtn iempat peribadatannya' hembusan iari k an bumi' t' kekuatan-k.x'utu" u't'# ;; *, k e n c a n g,, o,. :::' lY;-'##. XTT,?;;,":1\

;;;;;.

#';{;'

:**:

jm:";;#?:llle:[::! ji'i1J"'iii^";;"ir'

asli) denean menggunakan membangun ,un*"'ni';;^ o;;t kokoh terhadap -Kemudian' karena baharr-bahan bangunan-bang.u'nan..1'n; kekuatan-ktxuut#"uiu* *"tttpukan "kitu'nyu'naluri alami rnanusta' rtinOliun urtun kesadaran *t*uuneun masuklah unsur t#;'i.adiJ dalam ke maka arsitektur t.rt.ntu vu1,g r*urnai ciri estetika atau unsui ,.ni konsekuensi logis nada kurun-t..u'u'l ;;*;;';;;;iuliou'un manusia' seorang tarr*a sejat awal ptti't*u""*"n frradaban ia adalah nrlsvarakat yang unik: mt'upukul';;k;tr seorang arsitek seorang seniman sekaligus' Periieorang teknokrai dan sekaligus' ;t*bansun :'J;;';itii d"" pada diri r)erancans ini rntntupui iuntuknya sonifikasi u"ittr "pt'i zaman Renaissance menjelmakan Micheiangert, y"* i"latn pelukis dan sebagai':'-p;;;n!'cirinva ftiu*eunan' sl' Petrus di Roma)' o::ju pematuns ,trurigu'"iu'i';";." dikemukakan di Berpangkal pada pengertiannya'seperti perkembangan berkembang sesuai clengan ";i';;opo ltas, arsitek'u' tJtJ faktor-faktor kekuatan lir gkungan"r"' "iturnya' ,.it uoap kekok'han srruktur ala'r tidak t.,rurf uJrp".'ngui,rt

bangunan yang dibangun dengan cara tradisional, pengertian

arsitektur mengalami perubahan. Unsur seni (urt) yang masuknya ke dalam pengertian arsitektur justru terjadi belakangan, malah semakin menonjol; sebaliknya unsur strukturnya semakin memudar. Dengan berkembangnya teknologi, termasuk teknologi membangun, timbullah reaksi terhadap perkembangan arsitektur demikian. Sekelompok pemikir ingin mengembalikan arsitektur ke dalam relnya yang semula dengan menyatakan bahwa arsitektur adalah jalur insinyur dan bukan jalur seniman. Maka timbullah pertentangan pendapat mengenai isyu ini yang tak ada habis-habisnya sampai masa kini yang telah melanda hampir seluruh dunia (Ecole des Beoux Arts vs Ecole Polytechtique di Prancis: Horvord vs MIT di Amerika Serikat: dan sebagainya), termasuk di Indonesia. Di Jepang perkembangannya lain sama sekali. Lingkungan alam yang kejam dan ganas yang setiap saat mengancam kelangsungan hidup manusia dengan gempa-gempa dahsyat yang dapat menyerang setiap saat dan topan-topan kencang yang datang secara berkala, telah menanamkan dampak yang kuat dalam perkembangan arsitektur. Arsitektur adalah urusan insinyur dan bukan urusan seniman. Archilecturul Institute of Japan (A.l.J.) adalah lembaga tertinggi di Jepang yang sampai saat ini mengurusi segala hal ikhwal mengenai bangunan. Tetapi yang diurus bukanlah urusan seni melainkan urusan struktur. Lembaga ini adalah yang menerbitkan berbagai peraturan mengenai perencanaan bangunan tahan gempa, peraturan beton, baja, dan segi-segi struktur lainnya. Bagaimana sekarang di Indonesia? seperti telah dikemukakan di atas, Indonesia telah ikut terseret ke dalam pertentangan isyu apakah jalur arsitek itu jalur insinyur ataukah jalur seniman. Hal ini dapat dimengerti mengingat para pendiri fondasi bagi perkembangan arsitektur di lndonesia adalah orang-orang Belanda yang dengan sendirinya sangat terpengaruh oleh perkembangan arsitektur di Eropa (Karsten, 83

82

lainlain)' Yang Romondt' Dicke' dan Van Pont, Maclaine

n* i,;l, yy: f.;;I::m:U1i;['i:#l ti]l,*E:]i ilkffiil;;" i:',il'":# -JlT konsep:l::li"T:'il T:'::i#' u"nill;;;;; ;ttiadi pembudavaan

mengherant'un, cocok dilihat dari Eropa yang tidak Uungunu' bentuk konsep contoh vans sansat ketahanannva dari p aa a ar sit ek- ar sitek ;;11'1ffi;::tas ul'v g ri' k meny olo vun yang salah untuk menggamlndonesia adalah XtttnOt"ngan U*g""* berbentuk persegibarlmerencunuft"n t-Jfot-totl*

i#;;;tttoi'

punjung,,*q,._o_Ti:#

',:l?

ffiH

,tnrt"ll'l

seyogyanya

*lJ;,

:X*X*:lml

yl*l# ffi'.'fffi ffil'

f f l,li,i: ;:il, ""#-i: itrt[*'

Andaikata

lt"i

tepat'

n"tl*"";;;;"""n"r"h

disadarkan dengan itu direncanakan berbenperse'i panjang)' karena

t6.u1u,, ruk bulat u,u, uu:u?"r""gr."i kekuatan vang (praktis) sama bentuk demikian;;;"d"i

*'[:*ffi

i"1.r"9""".."P:]:I"?:",.',1J1',31H[','l#:

di ataukah jalur seniman' bangan t."t"Ai'i"siu'"

lndonesta ro'tal para

u"ittk

lulusan Univer-

il;;tb..tr.,11;;i"'i'i1"iit+;31lff U;;l,"litli?"-'; mt ii;;;;i"kiur di Indonesia dewasa

'"T::f:Ha kebutuhan

memecahkan masalah dari arsitek aialah dengan

;;;;"dern

menciptaka;1i;;

il

beserta lingkungannya utnt't' v ung memadai !*:::?t"t' of humon expertence

Architecturi is an express.ion in tne creation of usable sPace)' l98O;

'Namundi'";;i;t;;;';-th*"kekuatanstruktur(dansegtdan ini harus i[ui tttpttahkan segi teknolJgi tui"ny")

yung bersangkutan' adalah tugas"para "i'ti struktur^1anV1 *:lt'pif:"unt" yang Bahwasanya trelayakan bagi arsitek sepertl pemikiran ttau"l*g ftompementer

di

atas, kiranya dapat tercerminkan oleh pernyataan-pernyataan berikut dari tokoh-tokoh arsitek kita, dilukislian

yang telah penulis kutip dari Eko Budihardjo (1983):

Adhi Moersid (halaman 3l): "Arsitektur yang kita huni ini punya peran banyak. Ia merupakan manifestasi dari perilaku hidup kita sehari-hari,

cermin dari kebudayaan kita. Ia juga jadi petunjuk dari tingkat perasaan artistik yang kita miliki" Silaban (halaman 84):

"Tidak perlu meniru-niru bentuk khas Toraja. Minangkabau, Bali, Batak dan sebagainya untuk mengusahakan terciptanya arsitektur Indonesia. Kita jangan ambil bentuknya, tetapi jiwanya yang banyak menunjukkan ciri-ciri ketropisan. Hal-hal yang memperhitungkan lebatnya hujan tropis, panasnya matahari dan tentunya memperhitungkan adat-istiadat yang pada hakikatnya tidaklah berupa sesuatu yang statis,

melainkan berkembang dari periode ke periode". Sidharta (halaman 93 dan 94): It*'--tA.rit.[tui-uJuruh

seniguna, karena dia menyelesaikan persoalan fungsional, persoalan kemasyarakatan".

"Arsitektur adalah seniguna yang khusus, karena arsitektur merupakan kerangka ruang untuk kehidupan kita,,. ardjan (halaman 107

-

108):

"Arsitektur sebagai suatu karya kesenian hanya bisa tercapai dengan dukungan masyarakat yang luas, berbeda dengan karya seni lukis atau seni-patung misalnya yang bisa terlahir hanya dengan usaha satu orang seniman saja. Untuk melahirkan karya arsitektur diperlukan selain arsitek, ahli-ahli reknik lainnya, industri bahan, sekelompok pelaksana, teknologi, dana dan lain-lain. Oleh rJ5

84

T

b"ly1 Arsitektur adalah

dikatakan' manusra' karenanya patutlah dar i kebudavaan t*i"iitti"tr) j oleh p en ge awantahan selalu dipengaruhi Atau dengan kata

t#"ffi;;itirr

teUuOayaan masYa-rakatnya' 159) Praganta (hataman Wastu " -:;;;"rn*ur intesral dari pensemadalah bagian vang dart iraka segenap perwujudan k a) ser (eti bangan ttuuJuvuun' ir-os"i r. ul, temauan pengemk eseluruhan n"ii rl,ritn,*" manusia dalam rangka testetifta) perasaan ta il"rir"" rtpribadian bangsa" r r-r^-aoio ser.,( pandanganproresionalpara.tokotrfl

:'j'}rtf E'||il'#l io ur' 3't"n ;:1}Ttr#r"Ei':11*il;; ffi# bentuk *il**;' 'dan xJ'iJm pembahasan masalah terintegrasirtun ruans. Penulis kesadar an

sangat ingin melihat

diri rek anny a para 'J"ffi;;t:;li:t::[* g tUitt gllut .klut' f

lll

""'tt"ui?n arsitek.Betapatki"'*"f;;.-'Tf +11i."t.1,;tiTfi kita namun

opis' m'"nT"rffirlilfi:l'litim Penulis i::r:x tahunnyat-* 400 juga mengatu*i tr

in

gin

me n g'

*

'ut"-tuta "*Ou ti "'' i :q:::l1

"Jffi

i :it:"l ll; ::i'|,':i:: ; uri s

Yl ;';il;;

Y

an

g

Pen

Hru"tl;1':,:i,T;,.ilT''ll!I iari makalah ini' maksudkan di ;;;l;ul urthirnva kita rumuskan Barangkali

ffifi#;;u yung 'nturptnutis rnaksudkan itu' Un-

pengertian *'itl[tut sepeiti tuk itu penutrs

kiranva

vang ;;il;;tt-ukun tuutu definisi ul : seu asai B'ef 'f ry'" oara"l"f,l-9i,qt'i;*'fr ai " coco k of bu'ilding'

t!; Architectur*i-'n''ii -;iA

rep::tical and expressivethat employed'io"fiitttitlr'rye ,iiitirra oigoti' ine characteristics

\ ..,

'

te;hnique

nom other man'made /",\quirenenrr"i distins'i'; ;*;:;i' iii"nite'1fi .

,',;r

'itrllctures are:

(l)

f2,,_;. ,Itq gyllqb_ility

to use by human beings in generol and its adaptability to particulor human activities. (2) The stobility ond permanence of its construction. (3) lls communication of experience and ideas through form. Dalam definisi di atas, kebutuhan manusia, kekuatan struktur dan bentuk diucapkan dalam satu nafas sebagai satu kesatuan pengertian tentang arti arsitektur.

Kesadaran Struktur Sebagai Bekal Utama Bagi Arsitek

Mungkin masih tetap akan diperdebatkan, bahwasanya kesadaran yang mendalam tentang struktur merupakan persyaratan bagi seorang arsitek untuk menghasilkan karya arsitektur yang indah. Penulis sama sekali tidak meragukan kebenaran dari pernyataan ini. Mungkin pendapat ini adalah subjektif, karena subjeknya dilihat dari kacamata seorang perencana struktur, tetapi naluri manusia pada umumnya adalah cukup tajam dan peka untuk mendeteksi kelainankelainan struktur, sehingga karenanya serta-merta mengubah citra keindahan dari suatu karya arsitektur. Beberapa contoh kiranya dapat menjelaskan hal ini. Parthenon di Athena biasa disebut-sebut sebagai karya arsitektur pra-Roman yang paling indah. Walaupun dari segi konfigurasi strukturnya adalah baik terhadap pengaruh gempa, tetapi dari segi sistem adalah salah. Sistem tersebut yang berupa kolom dan balok-adalah cocok untuk struktur kayu dan tidak cocok untuk struktur batu alam (marmer). Balok-balok horisontal dari batu alam tidak akan dapat menahan lentur yang tinggi dan karenanya peka terhadap beban-beban berat. Perasaan takut ambruk menghantui si pengunjung yang bernaluri tajam. Perasaan yang sama akan kita alami bila kita mengunjungi candi kebanggaan kita, Borobudur. Balok-balok horisontal dari batu alam andesit tersusun lepas sebagai kantilever-kantilever bebas membentuk 87

86

T mengamati bangunan-bangunan karya Felix Candela dan Pier Luigi Nervi. Hal itu tidak lain karena ketepatan strukrur, keindahan bentuk dan keserasian membaur menjadi saru kesatuan

?::"x,,-y:lf,i!t1$l:frl{iit*i}iifitl#i-,fr' r,,"r i uar ber naru

r

k

ak an

Perasaan-perasaan

j,rlllrriilT,H:i.

r.r.;i, q,..y

ilt rur;i.inlulun olo,n,.,

o"'*;"t'fl:ffi ;'I^ili"""'k' ..: : "J';;'i * * , ; t' T :T i'ffIll (busur) " ienekune

yang menerbitkan perasaan kekaguman tak henti-hentinya pada si pengamat. Dari contoh-contoh di atas kiranya cukup jelas, bahwa ketepatan struktur merupakan prasyarat bagi keindahan suatu karya arsitektur. Pendidik ternama Mario Salvadori (Salvadori, Heller, 1963) mengungkapkan hal ini sebagai berikut:

sifat baru aram

tepat daram sistem 1$

iT

resa " r;';;";;;.rjadi^iTi.:^,["Xk$i: i_,emanfaarkan erek

T[il'H$lil.1xl;;

:-'i'"r,*

" 1.n g,11

",

u1

;:r:tlf:"lx,i;:rnr;ji]l"ritfi ;r -:y

sam

"We may thus conclude thst s knowledge of structures on part of the orchitect is, to soy the least, hiehly desirable, and that correctness ofstructure cannol but udd to the beuu ty of orchitecture". the

pai puruh an

[u';

*r' lffilJ:ffi

ffiilJ ll* ','.?f^:I i1J[;"a"i, Notre Dame) mell"iY:1'-tL-'i i""n"nan-bangunan

1",'-:lrl$;i'"x};]l-il"*'i'1x"'""*?"*t"'u.,ili:: g uas' x-1:t#;;.,a,ersedia datam an g-r

Apabila sejauh ini ketepatan struktur kita kaitkan dengan keindahan hasil karya arsitektur, maka di daerah gempa yang penting seperti Indonesia ini, ketepatan slruktur juga merupakan prasyarat bagi ketahanannya terhadap gempa. Ketahanan struktur terhadap gempa terutama ditentukan oleh baik-buruknya konfigurasinya. Karena konfigurasi berkaitan

g

erat dengan pengembangan bentuk dan ruang, seyogyanya para

[ :f, j ik an oleh g disa k eindahan van

*.lrU.n t ungi r u

uan

t'yli:l

*.*; ilsemua bahan

-bi:?tfi

I

-

u,,

p

t

ud u

" rnr' il.'t"upu cocoknva

;

3 li,u ill T,,,"T3, :fi t; ;;il i;; adalah salah' ban nrinsip i'i il"t "tu'l sebagai kuntitt"?l*"r" ;" ;;;k; ; tu k u r st 1 1Y.L i Kec u ar ff:ff|xT' *:::XT:"g tarik' sesuatu vane dlu,11l:;ilt;';;e DPR-MPR

kj'

u

n

e

i.;;"" ';;;;i1l"r1i'"'" [tTi-f.:'#[il:lT'iili':I''ilffi tt-.IX[ kan'*l o *u" r'lu' a":' hati,

ti

apa

:lnil';lt',1fi

yang mengetanu penyansga sedikit di antara kita diueri kolom-kolom itt']uut xuiuri menunkeliling ttpi yang seksama telah ftuitnu analisis gempa tersebut

tersembunyi' iukkan bahwa

ilt;"t'ffi;"1."1*

xi'ui tuvup kubah

oieh kolom-kolom ii*n"u tenar-bena' sulam ini tentu tiilbal "oil'i"t'f,struktur'*tu'u *t"""*'" sendiri' tersebut' pihak, ,.rl,u*u ursitekn_va boleh t?l tidak memu"r;;;;ra uJrur'un*un vTs contoh raiakan bila kita keindahan v",,g'tit" tupaka"';;;;h kita

tt-foll

t"'1"#i"i'-;;;;'

arsitek memahami betul persoalannya. Kita boleh bersyukur bahwa sebegitu jauh bangunan-bangunan penting, tinggi dan besar baru bermunculan di sekitar Jakarta yang kebetulan terletak di wilayah gempa yang tidak terlalu berat (Wilayah 4), sehingga penyimpangan-penyimpangan sedikit dari prinsipprinsip konfigurasi struktur tahan gempa tidaklah terlalu berpengaruh terhadap kelayakan struktur secara menyeluruh. Akan tetapi, apabila kita akan mulai membangun secara besarbesaran di bagian-bagian lain dari Indonesia yang termasuk dalam wilayah gempa yang lebih berat, seperti misalnya di Sumatra Barat, Irian Jaya, dan lain-lain, maka konfigurasi struktur akan memegang peranan yang penting dalam menentukan daya tahan struktur terhadap gempa. Bagaintana pentingnya konfigurasi, Henry Degenkoib (Arnold, Reitherman, 1982) menyatakannya sebagai berikut: 89

88

"If

we hove

poor configurotion to stsrt with, oll the engineer u band-aid--improve a basically

can do is to provide

os besl he can. Conversely, d we start olf with good conJigurution ond o reosonable framing scheme, even o poor engineer can't harm its ultimqte performonce too

poor solution o

much. This lqst stotement is only slighlly exaggerated". Dalam daftar pustaka pada akhir dari makalah ini dicantumkan sejumlah judul buku yang secara jelas dan lengkap menguraikan struktur-struktur tepat guna serta konfigurasinya. Uraian-uraian tersebut kiranya mudah dapat difahami oleh para arsitek, karena memang khusus ditulis untuk dan beberapa di antaranya juga oleh arsitek. Banyak kiranya manfaat yang dapat dipetik oleh para arsitek Indonesia dari tulisantulisan tersebut. Kepada para pendidik penulis ingin nrenganjurkan agar mencantumkan judul-judul tluku tersebut sebagai literatur wajib bagi mahasiswa arsitektur dan sipil. Mengapa juga bagi rnahasiswa sipil? Tak lain untuk memberi pengertian bersama tentang konsep konfigurasi struktur, ruang dan bentuk, sehingga dapat memperkecil jurang pemisah yang sering dikatakan terjadi di antara arsitek dan insinyur. Bila kita pelajari bangunan-bangunan tradisional yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita di seluruh pelosok tanah air kita, maka semuanya itu ternyata mempunyai ketahanan yang baik terhadap gernpa. Hal ini terjadi tak lain dan tak bukan karena sistem dan konfigurasi strukturnya memberi peluang untuk itu. Marilah kita mengambil hikmah dari kenyataan ini.

90 91

II.3. .+RSITEKTUR DAN',TEKNOLOGI*) OIeh:

Pustaka

l. z.

ConfiguraR' (1?.93)l "Building Arnold, C"; Reitherman'john Wiley' 1982' tion Seisrtti' ou'isn';:' Arsitektur lndonesta ' u' i""'i'"'ltt'ttnui' Brrdihardjo' Mc "Engineering For Architecture"'

. tl,Hltitil?i'*, : 4

concepts

o tPy).- "structuratJohn wilev' tf:rTli'r13?3,0,,r, s ina Engineers"' Andsvsrcm' nZ"'"i'l'ii'lt'

')!!e l'3,Ltr."', P' (19^80):. 5. 'u

wortd's Greqt Architecture"'

t#*n,i*i; fihJ'itl' ttqor)' "structure rn Architec1?63'

1. 8.

Iure", Pr.nti..-ttull-Maruzen' iiiuint' stand up"' ?t;;o;'""*'"iii'' salvadori, 1980' Co., & prenticeHall, 1980. Norton p'l-' (1980): "Structure: r,,,

*:

S.ir"Otft,

,l I

il

ii

Ir.

Yuswadi Saliya, M.Arch.

Sebenarnya, riwayat arsitektur sebagai bagian dari bidang keahlian khusus cukup panjang. Sejak orang membutuhkan bantuan untuk mengujudkan hasratnya melalui rnedia ruang dan bentuk, di situ arsitek mulai berperan. I(eahlian tertentu mulai terasa dibutuhkan. Tentu saja pengcrtian ruang dan bentuk berbeda dari waktu ke waktu. Keahlian yang mendalam pada suatu aspek, mendorong timbulnya gejala pernisahan (spesialisasi). Adakalanya gejala pemisahan timbul oleh adanya kebutuhan baru namun sering pula sernata-mata oleh kebutuhan atau keberuntungan yang tak terduga (penemuan api, misalnya). Kiranya cukup kalau dikatakan bahwa umur arsitektur sebagai profesi sama panjangnya dengan peradaban manusia. Orang mulai bertengkar pada saat membicarakan arsitektur sebagai ilmu. Itu barang baru. Sebagai iimu, orang mulai membedakan adanya hasil dari proses 'kebetulan' dengan hasil dari proses'pemikiran' yang menyiratkan langkah-langkah yang sistematis dan objektif. Pada tingkat itu, diperlukan tindakan abstraksi melalui tinjauan empiri. Orang mulai berteori. Perkembangan teori ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah berpikir. Revolusi dalam dunia ilmu adalah revolusi di dalam cara berpikir, dan sepatutnyalah ditinjau dari sudut sejarah perkembangan berpikir (Westfall, l97l). Cara berpikir ini mengatakan orang kepada tahapan yang lebih jauh lagi, melampaui tahapan yang mrnyadarkan diri kepada pengamatan (observasi) menuju ke tahapan berpikir murni (rasionalisme). Orang mulai berhadaparr dengan berbagai bentuk dilema, pilihan-pilihan sulit yang drarnatis clan minta perhatian besar. Terdapat sejumlah besar pola berpikir' (rnodel) Disajikan dalam Seminar Kecil Jurusan Arsiiekrur F-fSP-11

l2

92

B

flandung,

Desember l98ll.

r \

u5'rAl;'\hN JL Mrr'U 5lJ

DAERAH

a YU

Mi

rtAb

JAYYA

tt)6Ua

,t!l r,

ra

98

1

Pada waktu lembaga pendidikan (tinggi) dicaci maki tahun 60-an, terutama di Amerika dan Eropa (Prancis), orang mulai membicarakan dimensi manusia (one/ many dimensional mon) di setiap segi kehidupan masyarakat. Masih segar di ingatan

untuk meniru perkemyang memperlihatkan kecenderungan pating popurer di antara para pengetJ;;;;i"-. ilmu a t anbangan i p un buk annv "' ii i' t'l'i s " h e ts -mest< arsi t e k \al,rh masih berada pada

"i''

"j "

dipa kritik. Sampai "i"ti'-'"*paknya pt*unyaan terpenting yang perlu letak tahap eksperimentui' di manq jelaskan dalam rt"i;n"tJl'i'iiuio'it"adalah a t erletak pada annv t t iiol'kesulit manusia ?Menurut iiduk ,nuu harus diciptakan; sejumlah rr.'u' dengan manusia seperti orang tidak dapa''^UtiJft''""'imen jelas' batas-batas antara tidat halnya dengan u"t' i""^ilti: korban dan lahirnva iui"r' objek';d;il';r' dan subjek istilah au'i P.avlov' watson (penemu tffil#ui".ffif;lilu' Bs itu 'asak ,Behaviorqt s,i,nrl]) ;#,;i;:ie11-sr
iiiffi u"t'ii';;;;;;"

I

I

1r

-

t'rai

gebu seperti

bertrati-trati

"*"'#i'i' "'"X*i'tr."'i tt il" kalau b u kan malah gala langkah yarl; ;;'tit;

se

*tTitt::','","

berbagai -CJo"l-tradisi) :ir1' "ll"'l^":'^,11t3;t:3;l,tt' tampaknya pentrng

Iung dunii-balik an' (feedisolasi/asimilasi' iirn6riii'-i' untuk dibicarakanl "a"i"t' gejala b'ahwa dengan pengamatan back world)' Bermula tapl luga memen'uhi kebutuhan teknologi bukannya sekadar keras datang dari lllich: u"ir1q' menciptokon'ro"'ftJtli*" un'ii rutnluti perlu diperbaiki ; hubungan antara

;#;;il;

tujuan dan cara'

ialik -antara sekolah hanva ;;;;i"t akan adanya bahaya Eisenhower (1956) ;;peringatkan e80) menambah kan ii't';; ;'; i:;;;" Falk' ( Icomtplex'' Pola-pola m i i t ar v - i n au "'l '

t

dengan'^iti'oii-lina"iit'i-i"demic rttt'"tan) pemusatan ktkJJ;;ia*

terasa semakin besar menurut berbuat sesuatu (kecuali'

tanpa seorang p;;;'; -. dnd rlisorot d iili;h, para politisi - sic!)' disorot dan diperditantang' p"' profesioriali'mt Maka, lecuati' termasuk arsitektur! tanyakan o'un*'^tunou

I

kita, bagaimana Sputnik Syndrome (1957) telah demikian memacu pendidikan di Amerika Serikat di dalam bidangbidang ilmu alam (fisika). Tunturan kebutuhan nasionai untuk dapat menandingi ketinggalan dalam bidang antariksa dari Uni Soviet, telah melahirkan cabang spesialisasi yang sangat tajam. Tiba-tiba, dunia dikejutkan oleh krisis energi (1973), sesuatu yang sebenarnya bukannya takterduga (Berita Mingguan Time telah menurunkan sebagai berita utama beberapa bulan sebelum OPEC melancarkan kenaikan harga berlipat ganda). Kembali dunia pendidikan kena semprot. pengangguran yang menggelembung oleh tatanan kemasyarakatan yang ada establishment) tampak seperti palu godam yang kembali menimpa dunia pendidikan. Tidak hanya itu, ada semacam 'mental overhoul' di kalangan negara maju. Seperti orang Romawi yang runtuh justru karena rnerasa ditakdirkan untuk mengojar hingga lupa belajar. Teknologi, peradaban manusia yang paling banyak dibicarakan abad ini, menjadi titik terobos berbagai telaah sosial. Tampaknya perlu dibahas tuntas. Mengapa teknologi menimbulkan pesimisme? Menurut Lyngstad (1980), pesimisme itu bukan semata-mata disebabkan oleh masalah yang nyataterukur (tangible) seperti polusi, kelangkaan energi, perlombaan senjata, atau gangguan syarat oleh kepadatan dan keseimbangan (diburu waktu), melainkan oleh 'kecenderungan ototelesis yang tok terhindorkon dalam cara berpikir teknisilmioh dan struktur' (the unmistokable outotelic tendecies in technicol-scientific thinking and structure). Lyngstad mengutip Heidegger dalam menuniukkan bahwa teknologi memandang alam sebagai lumbung (Bestond; stonding reserve) berdasarkan sifat dasar teknologi yang memaksokan (Gestell; enframing, framework), kalau bukan 95

94

memojok kan

(!

)

ialah clomi""l

Demrk

ian,il{lT[.tTft

1::l;;'k'L

me1 manusia untuk

"urun yung

?#

j]Ji;fi

i*i+;iq,.g,;*6i:lyfl lt#illll',il*-r'.$

'#'JI;:1"'i;?"1TI;"ii'ii'io'^o"::^ff ;:::;','"i#ff l,* yang dinamakan,\rut

,l

un rahapan saat

apa sejajar dengan

I

ini ontologis':1",';};i' uururun.alam; Van peursen. runuo

1l

tm iut'x'.'l;*:v#*ntlim $:i; lxit o:i,|il) iil, * +',

"':

W l,:: t[fltr,,tr 'i:l::"1t3-l$Ji;"',,

" | +T,fllfi oT, perubahan iTl, bagian ^,,"f i.ouuai t bumt kesadaran

*.ngin*u,x"y:";i,1i:1""-:;!];,|".lruf ;:l'"',:H'.""'X" mengg,cmParkan", * *' * -,,.*i,ll I t r:Ti " "" o!"f,n hli'+.rlli',Tj m n",,111,o",, u e'r x) db :'il'l' lil, * -, ru n s ff -;;;;;;"as " it u' o::T#;il'v"ut'i"'i

jiil;l

ffi

(

ee

kesadaran

Bav an gk

an'

suat u per kemb

an*']

sekadar

:il;;;t;;;';'

mak

;:,r#il;" ; : Yff ;llii.lt{T,.,,.:lj# n'*i i,,,, *.,, "n, I,] ffi ;;;* '" v

.

oc

ark

hluk a 6)

an n y

I

e5

I 1' 3 I I, Jk S as r r a, A ' F{adi ah l"btl-:i' rnperoleh Sepert i kapal u nruk peran jelas ,"."**'*Uarkan denganangkasa rr),.tU""g menjelajahi ruang ur.t-tr" Nabi Nuh, kapar *tntnggalkan bum y:'u' alam rava '"t"['".,l"ti''iJlniu oleh bom dapat menyelesaikan vang telah hangus

X;'r"'['.-.l rne

n i a r a.

(

;i;;il;. "i:'#il;e"j?",

utol;*

il;:,i;k;', keiadaran Y"'l f:j}"*, #,fi;;i;manusiaan p.iuo*ngu1.1l,T;#l**ff lT,flll1Tifi?1"n1'#ili,o'"

Konflik-konflik yang terjadi antara awak kapal dengan penumpang seperti pertentangan dan dunianya CP.Snow (1956), seperti selisih paham antara para teknisi dengan penyair. Apa yarrg dibawakan Martinson adalah bahwa Aniuru merupakan paduan antara teknologi dengan pursr, sintesis antara ilmu dan seni, antara teknologi dengan olam. Antara okol-budi (inteliigence) dengan kata-hati (intuisi), seolah tanpa paduan semacam itu, perjalanan Aniara takkan pernah berakhir. Terguncang oleh konflik yang tak kunjung usai. Aniaroboleh disamakan dengan perjalanan Bima yang mencari Dewaruci, hakikat diri yang menjadijaminan kelangsungan hidup yang sempurna. Pertanyaan sekarang adalah bagaimana memberi makna kepada teknologi? Martinson menyatakan bahwa teknologi terlalu kuat dan memaksa (insisten) untuk tidak diberi makna. Sebagai struktur yang olarkik-teknik, teknologi takkan pernah memperoleh makna,. Untuk itu diperlukan kaidah (order) baru. Tapi, kaidah yang mana? Bagaimana? Itulah yang tengah dicari oleh Aniara (atau Palupi, atau oleh mereka yang menunggu Godot), diperlukan pendalaman religius, sejenis kekhususan yang hakiki, sedemikian hingga, kata Martinson dicapai keselarasan dengan kosmos, seperti yang juga selalu dikejar dan dicari oleh Taoisme dan Budhisme 7*n. Dan terhadap kaidah yang (seharusnya) dapat diturunkan dari pendalaman semacam itulah teknologi itu dikaitkan (subordinate). Tidak dapat dihindarkan lagi, pendidikan arsitektur di dalam lingkungan teknologi pun perlu pendalaman teknologi sedemikian, hingga itu memperoleh makna arsitektural yang sepadan dengan peran dan kekuatannya. Dengan kata lain, diperlukan suatu sikap arsitektural tertentu agar dapat memadukan teknologi ke dalam dirinya, ke dalam arsitektur. Memang, arsitektur itu adalah teknologi; tak ada arsitektur tanpa teknologi. Namun mengamati sifat-sifat teknologi seperti terurai di atas tadi, diperlukan pandangan baru, kesadaran

sepanjang Perl

Vadis?)' 91 q6

i' seperti sedia

baru, nB&r arsirekrurd*::,1"ilX;X

::J;"o"an

tn

rlim*x*ru,:rx }ii,u: ii{i*.jl}},:lTi *l:11 a hakt xar t;i oerangai ;;;; ;""usia ;';:,;;h g. v an

sert

n*l*mfrt*$r*i-*x*:l*li.i*

);

ff

m*rm****ruffi

0," * Iin p i :"#l',I:,* ;'i I ffi ;; r11" g ;i:;, lillT,lli ; t.," I i n i t i dak * l^,.",11 ux ur ut, " lli.,"lili, q; "::lt::i;ses X:::T H #;:il basama';1t Sif at ini' dal am ;' memb

utuhkul

an as - u.,,.1 mernb

reati t' n am.un *'-1i:'.';" iiu' tn.*-

k ;, r oSeS

riirs:.'.liiii'*1-'"11:li**I;=ihLrJ"T# ffi di i*'"i'trj; l"f:'ff:T.[1i"''u" H',S:il" x,#H,*"nu'li.liliti,* :.;k;6*sannva hanva dari kebudav "in

peluang

kebudav^"n' otttumbuhan'H;;,;;; "t"Y i9: ["t"" t"ndu'an,tuhirnva daoat diperot.t' r*r"n,:',t""Xlvfi};Hffiil;, proses beraiar dan

segi

ffifii ji,.

suatu budaYr

98

S::,:"r:ffil:;il

atau pendidikan sampai batas-batas tertentu membutuhkan keluwesan. Pendidikan yang terbai(, dalam artian usaha mengembangkan bakat-bakat (fakultas) manusiawi adalah secara personal. Harus diakui bahwa sekalipun pendidikan klasikal mempunyai beberapa keuntungan namun ia pun menuntut beberapa pengorbanan. Hampir dapat dipastikan, pengembangan daya imajinasi hanya dapat dilakukan secara personal, secara perorangan. Pengalaman menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan berbeda-beda bagi orang untuk sampai pada taraf perkembangan tertentu. Kenyataan ini menjadi beban yang sangat berat bagi seorang guru. Lebih dari itu adalah adanya kenyataan lain bahwa manusia tidak bebas dari pengaruh lingkungan, baik maupun buruk. Dalam hubungan dengan faktor lingkungan ini, tampaknya diperlukan adanya suasana akademik yang menarik conducive). Menanamkan kehormatan atau harga diri tidak dapat diturunkan lewat peraturan atau tata tertib semata-mata. Teristimewa bagi para rekayasa (engineer), apabila bagi mereka yang jangkauan pengetahuannya terentang dari masalah teknisrasional sampai ke psikis-spiritual seperti seorang arsitek. Kalaupun pada prakteknya seorang arsitek tidak bekerja padajangkauan selebar itu, namun batas-batasnya perlu dikenal. Profesionalisme sempit hanya dapat ditembus melalui sikap yang hadir dari pandangan luas itu. Itulah jalan yang paling aman: berpandangan luas. Begitu sulitnya meramalkan ujud dunia masa datang. Sehingga akhirnya, apa yang perlu dipersiapkan adalah keberanian oleh berpengetahuan imajinasi yang lahir dari pendalaman. Dan wawasan yang berke(nbang dari kesadaran baru. Kalau boleh mengutip Clemenceau menyatakan bahwa perang itulah terlalu penting untuk diserahkan hanya kepada para jendral, maka sesudah Susskind (1974) menyambutnya untuk teknologi dan para rekayasa (engineer), kita dapat

mengiringinya dengan bahwa arsitektur itu terlalu penting untuk diserahkan hanya kepada para arsitek. Untuk itu pulalah

99

i l

Kepustakaan

ffi:ff fi $El$'r#lilf}I$$tr'+ft makna'

l.

Barzun, Jacques 1964: Scince, The Glarions Entertoinment New York: Harper & Row.

2.

Falk, Richard 1980: "Technology and Politics: Shifting Balonces", dalam Future Alternotives, The Journal of ( Utapian Studies, Spring. Lyngstad, Sverre 1980: "Beyond the God-Machine: Taward a Naturalized Technology" dalam Future Alternotives, The Journal of Utapian Studies, Spring. Illich, lvan 1976: Limits to Medicine, Medical Memesis: The Expropriation of Health, Penguin Books. Ogilvy, James 1977: Mony Dimensionsl Man, Decentralizing Self, Society, and the Sacred; New York: Harper &

3.

4. 5.

Row.

6.

Susskind, Robert 19'13: Understonding Technology John Hopkins University Press"

.

Wesrfall, Richard S.: The Construction of Modern Science: Mechanism and Mechanrcs,'New York: John Wiley.

7

8. Abel, Chris l98l: "Vico and Herder: The Origin of Methodologicol Plurulism", dalam Design: Science: Method, suntingan Robin Jacques dan James A Powell; Westbury House.

l0r 100

II.4. ARSITEKTUR DAN KESEMPATAN KERJA DI SEKTOR INDUSTRI KONSTRUKSI

LamPiran

HiPPocratic An Engineer's

f i!#,i x i i,?,i, T,,f,:[ ff*::'lffi *' :l I ,.l.? : :; il, :''il":;;;ffi tiJe mY Professron

I

Oleh: DR. Hidayat

Oath

$..|ffi

{;11,ffi'ffi

Li[1l,,J.'.tr;:]r;'*],l,xl'i'I!,;,,.:*.*Hiilffi tro corruPtion and l:ffi :1 prot:s'1 even,tt:::::'l.liii.. my purpose' exercise ^ ,..iminal J*[,t ."ir uno uniust.practt ;;i;; no it;actI l:l w,,' ::'l[:fi i;.;;;;;i lil;. ,,. r wiu noi r.*i considerations ;;;;* "' I :Hi.l',':"::,'r;!i ; ::,'::l it :'J}'iJ:?lIli

iJfi [?,".?#:Ttr,"?Jfl*i*]5{7*:;;Til$};iil: I will not Ytt TJ.*, cnrleavor to avotu *1":,11:*t1.""'I.oitr.t I wrr' !rru!the these prou: Ir make oi'f1r1nuni,y; '' resources' honor' i",-"t nonrenewable und upon my solernnly' freery'

RobertSusskind:LJnderstandingTecnology'JohnHopkinsUniver13e'

;;r?;;'

ie?3' haraman

1

:,

li

il i

Kalau dihubungkan dengan ilmu Arsitektur, maka penulis termasuk outsider sehingga tidak merasa kompeten untuk ikut membicarakan tentang materi disiplin ilmu tersebut. Perhatian penulis dalam bidang yang ada kaitannya dengan ilmu Arsitektur ialah karena pemegang ilmu itu yaitu sarjano ar-

sitektur dalam kedudukannya di masyarakat baik sebagai pemikir/designer maupun sebagai kontraktor mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pasar kerja, khususnya subpasar kerja yang berhubungan dengan industri konstruksi. Industri konstruksi dalam makalah ini diartikan sebagai lapang usaha yang meliputi:

(i)

kegiatan memproduksi bahan dan material;

(ii) kegiatan konstruksi atau assembling lapangan;

dan

(iii) kegiatan software seperti melakukan satu atau lebih fungsi manajemen.

Artinya, seorang sarjana arsitektur dapat ikut baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja. Dilihat dari tanggung jawab sosial, seorang sarjana arsitektur dapat ikut memecahkan masalah gawat yang negara Indonesia sedang (dan akan) alami yaitu masalah pengongguran terbuka dan underemployment. Makalah ini mempunyai tujuan tunggal yaitu bogoimana kesempaton kerjo di kantor industri konstruksi dopat

ditingkotkon tanpa mengorbankan pemakaian teknologi mutakhir.

Industrl Konstruksi dalam Konstruksi Perekonomian Naslonal Salah satu indikator peranan lndustri Konstruksi (selanjutnya disingkat dengan IK) ialah dengan melihat kepada data CNP Indonesia dan Tabel Input-Outpur. Dalam publikasi

l0-l

t02

GNP oleh BPS terdapat lapangan usaha "Sektor Bangunan" (Construction) yaitu digit ke-5. Kalau dihubungkan dengan pengertian Industri Konstruksi yang dipakai dalam makalah inimaka konsep Sektor Industri menurut GNP hanya meliputi salah sotu dari tigo kegiatan. Kegiatan produksi bahan ke-2 yaitu lapangan Usaha Manufacturing. Kemudian kegiatan Software juga tidak termasuk karena masuk dalam lapangan Usaha "Sektor Jasa". Oleh karena dengan hanya menganalisis perkemban gan value-added dan kesempatan kerja dari Sektor Bangunan menurut CNP kita hanya mengetahui satu kegiatan seluruh Industri Konstruksi. Di lndonesia sebaiknya perlu dijabarkan data BPS untuk berbagai kegiatan aggregate seperti Industri Konstruksi. Ini menunjukkan bahwa perkembangan konsep (yang biasanya timbul dari keperluan praktis atau timbul dari pemikiran konsepsional teoretis) lebih cepat dari penyediaan data oleh BPS. Cara yang baik ialah agar antara produsen data (BPS) dan pemakai data (analis) ada forum komunikasi. Di Indonesia analisis setelah mengetahui data tidak tersedia di BPS melakukan survai untuk mendapat datd primer. Sayangnya sering terjadi metode survai tidak didasarkan pula metode sampling design yang baik sehingga kesimpulan survai masih diragukan secara statistis. Di lain pihak produsen data (BPS) sering mempergunakan datanya sendiri untuk dipakai dalam pembuatan paper sehingga ada semacam persaingan antara analisis di dalam BPS dan analisis di luar BPS (yang kebanyakandari Departemen dan Perguruan Tinggi). Apa pun dalihnva keadaari ini kurang rnenguntultgkan kita semua. Kalau kita nrenrbarasi lranva kepada satu kcgiatan dari Industri Konstruksi yaitr-l Lapangan lJsaha Sektor Bangunan (yang terdapat di data GNP) maka di Indonesia dari tahun 1975 dan rneningkat menjadi690 dalam tahun 1980. lni berarti bahwa pertunrbuhan t,alue-added sekror ini adalah sekitar I 1,590 per tahun dalam periode tersebut suatu angka pertumbuhan vang mel*hihi perturntruhan ekonomi makro secara keselun:han.

Bagaim

i

I

H,**fftff1#,-#fr***#,pi;:trlr /

I

104

r05

I

-l

e

e EE?tatIEEH?

1

s"X-E'"-ts,

i

-K

n o.E a

d =ee i;E-Aa? ?ae=E

pa

€-

"a

a

-E s= tB AE

i

?E ezl*er"B

Negara Indusfti

Ker.ja

Keahlian

Tidak Terlatih

Juru Teknik

Teknisi Ahli

Sarjana

fingkat

Negara BerkembanS

di lndonesia

ndonesia

Sekolah Dasar

singkat

ST, SKK. & Kursus-kursus

STM. SMT Perr. SMT Khusus SMEA & SMKK

_slLP!.S_lqS_L,_

_

-

Diplorrra nada Unircr:itas STM Pembangunan, SI,lTK, SMF.A

Politeknik Afuamrl lrogrunr

I

Produsen Keahlian di

_ _ __Psryr_br.nl.S!11_l!

Kerja

____

Struktur Keahlian Tenaga

Gambar: Perbandingan Struktur Keahlian Tenaga Kerja di Negara lndustri dan Indonesia

di

Struktur Keahlian Tenaga

4

----

e -6

'i?Bia;iog"t',t,

ea aEae E?EE a

A"eC'8"'-=-6F

*eaEH;,.8.3,B,'= "qsaE?B sE-sla

*

6 i ie,ie.ut--;=-='= a

eaBis?aeEE 'e -A:A ts E 5 i E f '= i="a.i E-; ?B?B?E1EaE HiiggEgHe-? 1?aF+=z

igBEaE"g=*ag q|1F-t * r6f.;'

B

E 6i-BgAitili? ?Ea*ta?.aIE E5,g-;[*?iru

i'=;V dc-.9

Eeqa

aiEiiE ETq?i?EE?i =s a??eEr*aeee -*-i?3t tg aE e s?i3 r aB l33E- ?tR-eEE="*?-" -5-e?2t**aEE':r E'a6_EA: CgaE Ep,

=

1?? ??ata?EH?illiqs

1

a{et111??t!

ao' *,- !ts' gE E=.-,gtEet*eB-,e

e ii1qqeaat ?tEtqet?s *=

a

,ung r.hutu^*lil,Ii'*."*" keria sepertr '"?"irfrri,as i)engan r.,^tr*a tinsrat Y:ilf6i.gkan r. d1:::.ll"r:?', I l -ni r' r endah

st"':l;;

sariana ae51f

"'i'r;;i;;'nelangkaan pre.:::i

sam !.a

teknrr,,,:::';;, di'i}s;;; ;"ir;

l*lir

rendahnya

i::ilfJ"TJlxil;'*"i:i;frxiffisa lil$ j:lrfi:Tlii aan

en

a

i rJ,*''. o, u" ?^ 11'":' E:fi ili:1i"il".H3;.,:;:J[!,lt**19;';i't*trJ-'iii

:ili?:f [1$:: ;',"I],,'

u in

t

I'Iffi 'x-{*igryg'-5Pi11[':']ffieH::'1;1"'"

Ttr',l;*$I#flllth4l.ifr*,1fi it.r daD1t

lileflsurq""

*'tl;:'ilfinokok.

"'*T'...^o"

r

^^:-j ,:^- 4i lndonesi"l

I IntUk saf-

Y.::!*."

;;m:ilfl #,Til?.Xffi lXllJlff ttfrit

I

\ I

iuffift4gn'ilfiEfl#gilffi S:::JJii,:'[U:]J#lf;,X1"'*ili"'i-"""'"r.''" ;""n gut" *#;;:l##i;:::lm

;;' '#ffi:it*61* Tffi ilH:[f i*"

?fi l' H:ii;l

[""f;

lBml;1ffig:*ff keria lndont kesimPulan: inQ

:11in*,n",""

'llffi ,rH,"1'fi1#nt.u.,opu

I i

(1) jumlah profesional kini masih kurang kalau dibandingkan dengan permintaan sektor industri; (2) sebagian besar dari sarjana teknik Indonesia belum termasuk manusia terampil (siap tahu dan siap pakai); (3) sangat kekurangan untuk tingkat keahlian teknisi asli, teknisi industri dan juru teknik; (4) terlalu besar hasrat lulusan SD dan SMp untuk menempuh sekolah lanjutan umum agar kelik dapat masuk universitas. Dengan struktur keahlian tadi, tidak begitu salah kalau dikatakan bahwa hambatan utama pembangunan industri (terutama yang bersifat hulu) dalam dasawarsa 80-an terletak pada langkanya mutu ,tenaga kerja yang diperlukan di lapangan. Ini menunjukkan bahwa dunia pendidikan tinggi sebagai suatu kelembagaan barang responsif dalam penyediaan high-level monpower yang diperlukan sekarang dan esok.

Ini

adalah suatu bukti bahwa sudah sangat mendesak kebutuhan untuk diadakan suatu perencanaan bidang high level monpower, kemudian perencanaan bidang middle technicians,lambat laun ditingkatkan ke usaha melaksanakan suatu perencanaan ketenagakerj aan (monpower planning) dan dalam dasawarsa 90-an mulai dengan perencanaan sumber daya

manusia seperti dijelaskan di muka. Jadi kebijakan pemerintah Orde Baru dengan program [npres SD dan kini ditingkatkan dengan program Inpres SMP (dan Inpres STM yang akan menghasilkan juru teknik) sudah melangkah ke arah yang benar. Dalam suatu perencanaan ketenagakerjaan yang perlu diperhatikan ialah kaidah antara pendidikan dan kesempatan kerja. Artinya, tujuan pendidikan selain meningkatkan pengetahuan perlu dikaitkan dengan kebijakan kesempatan kerja. Demikian pula kalau berbicara soal kesempatan kerja perlu diperhatikan aspek peningkatan pendidikan tenaga kerja. Mengingat usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan memerlukan waktu yang relatif lama maka agar tidak terjadi kekurangan atau

l0e

bahwa: rumah ini didesain oleh si Anu nrahasiswa . Suatu jasa di mana terdapat excess demand yang berlebilran akan menyebabkan pemilik jasa itu memperbesar furn-over'

ffi$-*p kurang' P

asar Kerla

::Tl;i::::::[1ri

il:[:?:#i Dengann,:ll3l,li'j, [J,uugui I'::l::.i;i-di tndon.'iu' ::txli

*il*,{.*itr'ffi }T.r-'ryU"giigH}:"i# *edikit Maka 9tffill:,ilT^# il1:l; nl_ tXXJ.un" '{lj:i,;,*x'f, l"+in* jm',utll:*,1ilil',xxt i[l*;W t3,:i"g{tf t;:t.' liT iil? l"J#: ffi :,-'[f ,

menganggut.tl.'--

^--^t

rnenJawao

Dattwq..

"-

.^^t oh ada ar-

i"puou,un *.,l"rft 1;rlffiilffifu *:#i'$ffi t.^-,^ ":::; *'ka Jabatat': P&stl satt,. ,rr.n*unttu:

'nemilikt I'i.[;;;n**.t:Xi]"riiq,,:::,.1!;fq,:i":;;'(uut'tun

*,u*itthjun*# *r lebih dari 9*-"'J.,?;iana arsitel :

*l,t l '"* ;li*;

i"""i''""nt-1;;in"beranireorn**'r::X'*Xtli"

HilJ;'{i[;{*UU:,1i,.f*:X;;";^'.'*ii3:{,:f' *' i ii a,urtffi K.udu*

*o X".ti' rr r,ir, or

[:ilt,n,rr.,., Y.?I,"-"TII::l::'il;;u*'i'*,1,,T:Ii:;'i,.no*ngu'ucapan heran x iun ke 110

;;;

ridak

dengan kadang-kadang mengorbankan kualitas. Di sini masalah baru timbul: Bagaimana mutu jasa arsitek tidak dikalahkan oleh arus pesanan dari bouwheer. Apakah perlu arsitek mempertinggi mutu? Dilihat dari segi praktis business maka apa perlunya peningkatan mutu kalau dengan mutu yang ada saja sudah terus dibanjiri pesanan? Untuk menjaga agar mental arsitek tidak seperti "supir colt" sewaktu musim lebaran (yaitu menjalankan usahanya tanpa memperhatikan keselamatan koniumen) maka diperlukan suatu buffer berupa Pendidikan Etika Kerja (atau etika profesi). Bagaimana pandangan seorang arsitek terhadap masalah kesempatan kerja? Sering kita menemui kontradiksi sebab ada sebagian yang melihat bahwa arsitek perlu memperhatikan soal ini. Memang pada umumnya sejak menjadi mahasisrva seorang arsitek itu selalu dihadapkan kepada gambar-gambar teknologi modern ),ang terdapat di dunia Barat. Jarang kita melihat gambar tentang comberan atau kran bocor atau genteng pecah. Akibatnya setelah dirembes dengan gambar yang enak dilihat timbul naluri untuk meniru. Nah, kalau melihat yang mewah kita cenderung ingin meniru. Tetapi bukankah dengan melihat gambar comberan justru kita bukan ingin meniru tetapi timbul tantangan pada diri kita untuk mengatasinya? Maka dalam pendidikan perlu ditambah dengan gambar-gambar yang kurang enak dipandang sekadar untuk memberi simulai untuk menimbulkan challenge.

Masa Depan? Kalau penulis sedikit mengkritik arsitek bukan karena didasarkan kepada rasa iri atau perasaan emosional lainnya, tetapi justru karena mengakui bahwa sarjana arsitek dalam dua puluh tahun lagi masih mempunyai potensi untuk

lll

F

tltt ttt tttr

rr II.5. PENJABARAN WAWASAN IDF]N'I'I'I'AS DALAM WAI)AG ARSITIiK'I'I.]R Oleh: Ir.tlko Budihardjo, tli.9c

Strategi pembangunan bern'awasarr identitas

tfiffi$fl;rlfiffi:'#:-tt,ffi *ffi

n:l:iT,,*r.,-?l?l'#"1'X'f-:Sf"l::3*x

It

,\

yang

dicanangkan oleh Gubernur Jateng lvloharnird trsrnalr" telah mendapatkan sambutan yang gegap gcn-rpita. ciart gaungnya masih tetap terdengar lantang sampai saat ini. Harian Suara Merdeka mensponsori Saresehan, l-entbaga Penelitian Undip memprakarsai seminar, koran kampus Mantrnggai menyelenggarakan sayembara penulisan artikei" semuany'a Ientang wawasan identitas. Kemudian Unika Soegijapranata bersama DPU Propinsi Jateng bertekad rnelerngkah lebih ianjut, mencoba menjabarkan konsep handal tersebut daiarn trentuk rencana tindakan yang perlu dilakukan oieh berbagai pihak. Terutama yang bidang tugasnya menggeluli perkara penciptaan wadag arsitektur dan tingkurtgan brnaan. 'Tindakan yang berani ini (barangkali) ctiiih;rnti olelr adanya keluhan dan sentilan dari para penetltn kebijakan di riaerah, bahwa pembicaraan, dwicakair, clan adu nluiut yartg berlangsung masih berkutat sekitar konsep vang serba abstrak. Tidak banyak rnenyentuh ikhwal upaya penjabaran,rl,a secara terperinci. "Pedoman praktis bagi aparat lapantrran belum terumuskan" begitu judul laporan Bamtrang Sadono SY, SH yang meliput seminar l-okakary*a di LJndip (Suara lv{erdeka 26 Oktober 1984). Pinjam istilah gagah dari filsaiat ilnru. yang telah dijawab agak tuntas baru landasan ontologis (objek apa yang ditelaah), sedikit menyentuh epistomologl lbagaimana cara, proses dan prosedurnya) dan belurn sampai pada tahapan

aksiologis (untuk apa dan bagaimana operasionalnya). Sekadar untuk menyegarkan ingatan, pengertian rnengenai identitas yangberwayuh arti itu, perlu diluruskan dulu; bukan dalam arti kesamaan yang absolut, atau kesenlpaan yang

ll.l

Barang tentu akan ada yang mempersoalkan, bagaimana halnya dengan perumahan masal (mass housing). Apakah mungkin keseragaman itu dihindari, agar tercipta keberagaman. Mengenai hal ini, para arsitek garda depan telah mempersiapkan jawaban. John Habraken, misalnya mengajukan konsep keberagaman yang hidup dengan prinsip "support structure and infill package". Dalam penerjemahan konsep ini, struktur utama yang pokok ditentukan terlebih dahulu, sedangkan pengisiannya untuk setiap unit diserahkan pada keinginan penghuni masing-masing. Kesepakatan untuk membuat cap pribadi yangmerupakan identitas, terbuka luas. Alden Van Eyck, mendukungnya dengan pernyataan: ,,tanpa tanda pengenal spesifik, rumah bukanlah rumah, jalan bukanlah jalan, desa bukanlah desa dan kota bukanlah kota,,. Konsep tersebut dikenal dengan istilah "Codeterminotion in architecture", yang diibaratkan oleh Herizberger sebagai kebebasan bergerak dalam permainan catur yang berpola. Perlu diingat bahwa "the will toform tidak selalu berarti the will to make conform". Dalam menciptakan suatu bentuk arsitektur, kita justru harus alergi terhadap pengulangan hal yang sama statis, mandek. Karena ini menyalahi kodrat kehidupan alami yang pqnta rer, selalu mengalir. Atau pinjam kata bertuah dari Bali, harus menganut trilogi Desa-KaloPot ro (tempat-waktu-situasi). Dalam arsitektur, kita mengenal tradisi sebagai bentuk (form) sekaligus jiwa (spirit). Yang perlu dilestarikan dan dikembangkan sebetulnya justru bukan bentuk itu semata, tetapi terlebih-lebih adalah jiwa atau semangat suatu tempat yang lazim disebut "genius loci". Bentuk fisik bisa berubah, bahkan mati, tetapi semangat harus diupayakan tetap hidup. Manusia yang hidup masa kini selalu mengingat masa lampau dan membayangkan masa depan. Rantai yang sinambung itu tidak sepantasnya diputuskan. Apa implikasinya terhadap rencana pembangunan berwawasan identitas? Jelas, kita wajib mempertahankan wawasan

l15

diperlihatkan dalam penjabaran wawasan identitas ke dalanr wadag arsitektur dan lingkungan binaan. Pasar, kakilima, MCK, artdong, dokar, becak dan lain-lain harus dilihat bukan sebagai sesuatu yang memalukan, melainkan justru potensi yang pantas untuk diaktualisasikan sebagai cermin identitas. Selain hemat energi, cocok untuk udara tropis, juga memberikan kenikmatan tersendiri bagi masyarakat kita yang senang bercengkerama di udara terbuka, berdesas-desus, tawar-menawar. Sektor informal yang merupakan wahana komunikasi serba aknab itu, tak akan bisa dilenyapkan begitu saja. Tinggal bagaimana cara pengaturannya agar tertib, dalam penentuan lokasi maupun waktunya dan dalam penyempurnaan, s€uana-prasarana penunggangnya.

Pola tataguna lahan tunggal dengan pengkotak-kotakan kegiatan tertentu dalam kawasan tertentu, ternyata tidak begitu tepat diterapkan untuk pengaturan tata ruang kita. Pola yang

tepat adalah tataguna lahan carnpuran {mixed land

use).

Penampilannya barangkali kelihatan semrawut kacau balau tapi aktivitas di dalamnya bisa berlangsung dengan baik dan suasana kehidupan yang hangat akan terasa sepanjang waktu. Apa sikap kita terhadap arsitektur dan lingkungan tradisional? Di Yogya Solo dikenal ciri-ciri khas arsitekturnya dari ben-

- spesifik: Panggang Pe, Kampung, Limasan, tuk atap yang

Tajuk, dan Joglo. Di Banyumas ragam-ragam yang unik itu disebut Srotongan, Trojogan, dan Tikelan. Di Demak, konon ada bentuk atap khas yang disebut Bekuk Lulang. Semua itu merupakan ladang yang sangat subur untuk diolah dan dikembangkan, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Tetapitidak untuk dijiplak secara wantah dengan begitu saja, karena kalau demikian halnya maka arsitektur kita tidak akan berkembang" Kita tidak mendambakan situasi Status Quo, tetapijustru mengharapkan adanya

pluralitas dinamik yang tanggap tr:rhadap perubahan. Arsitektur, Iingkungan dan kota adalah itrarat jasad tridup yang tumbuh dan berkembang. Peneliti;rn y;l.ng nrendalam tentang

ttl masyarr

arsitektur tradisional, yang akan membuka selubung kaitan antara tatanilai yang dianut dengan bentuk fisik arsitektur yang tercipta, jelas akan memperkaya cakrawala pemahaman kita.

Kepustakaan ,1

Terutama dalam menjabarkan wawasan identitas yang konsep-

tual itu menjadi wadag yang nyata. Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari tulisan ini adalah:

l.

Arsitektur perilaku/kontekstual ("jangan bikin sadel sebelum kamu tahu kudanya") sudah saatnya menggantikan arsitektur deterministik. Perilaku yang unik dari

masyarakat tertentu dengan demikian diharapkan akan menciptakan lingkungan yang beridentitas. 2. Dalam pembangunan masal, perlu dicegah timbulnya monotoni, dengan jalan memberikan peluang bagi individu/masyarakat untuk ikut memberikan cap pribadi. Tanpa peluang itu, tidak akan tercipta identitas yang khas, yang dapat menumbuhkan harga diri, dan percaya diri. 3. Tradisi dalam arsitektur meliputi sekaligus bentuk dan jiwa. "Genius Loci" itulah yang harus ditangkap untuk diejawantahkan kembali dalam ungkapan baru. 4. Konservasi warisan budaya (arsitektur, lingkungan, dan kota kuno bersejarah) harus digalakkan agar anak cucu tidak kehilangan akar dan orientasi dalam menatap masa depan. 5. Keunikan lingkungan binaan kita yang pas untuk negara tropis layak dilestarikan dan disempurnakan, khususnya yang menyangkut sektor informal. 6. Perlu dilakukan penelitian tentang arsitektur tradisional di seluruh pelosok daerah, sebagai landasan berpijak untuk perencanaan dan perancangan masa mendatang, agar lingkungan yang tercipta lebih memperkokoh identitas yang sudah dimiliki.

ll ,c'e"

the

MIT

----

118

I l()

press,

BAB

III

ARSITEKTUR TROPIS INDONESIA III"

I. PROSES

BERPIKIR PERANCANGAN AR. SITEKTUR DAN ARSITEKTUR TROPIS*)

,?'

Ol"nr

lr.

Zaenudin Kartadiwiria, M.Arch

lsi makalah ini lebih mempersoalkan bahwa cikal bakal yang nrenyebabkan arsitektur di Nusantara tidak diungkapkan dalam bentuk-bentuk dart asas-asas tropisnya ialah karenaproses berpikir perilnfttngan tidak diajarkan. Yang diajarkan selama ini di sekolah arsitektur di Indonesia ialah Perancangan Arsitektur yang konvesiorral dan telah diajarkan terus-menerus,

tanpa perubahan selanta 35 tahun hingga saat ini. Tidak disadari oleh kar-lnr arsitektur (akademi maupun profesional) bohw,a proses berpikir 1)erancdngon arsitek pada kurun waktu 1950-1960 telah berkcrnbang dengan dipelopori oleh adanya pernikiran tentarlg rnetoclologi perancangan. Pada kurun waktu I 960 -- I 970 ;rerni ki rarr stluk I u ral dalam perallcangan arsitektur didasari peniikir;rn bahwa arsitektur itu ialah sebagian dari kebutiayaarr, sehingga untuk at'sitektur pendekatannya dapat beraneka ragani riesuai ciengan kebr.ldayaan yang melingkupinya" [:]ada kurun \i,'al.:tu 1970--1980 tinrbul pemikiran tentang Programtning Arlitektur yaitu suatu realisasi nyata bahwa arsitekt.ur itrr pcrlu r"lilatal bulakangi proses berpikir perancangon. Jadi dr"ngan adatrya peltiahlrran pernikiran-pemikiran baru tcrsebrit di ata-r maka inenurut pcndapat penulis ialah bahwa maralah Tropis akan r"lcngarr scndirinya terungkapkan (malah ter-c:'trit kan) yaitu jika lieredidikun prases herpikir perancongon

#i:rr

l.##ilI[trii

i

Arah per

:'t.x;:If1,1!},'i#.1n'i"

t)rrajir;:rir rlaian:

( er;r*tah Ilmiah Il.ti.1'.

22

IcLr':rl ,\r.ilr:kir;r ['.i-. [](iM. Yogyakarta

KMTA Wiswakirarrnan Jurusan

I April

1985.

r"r

si:

rik saja.

l:

1

;,,,qsi)

- **H#dij,1{f t#J, i;:;i ., 1,, r,t,,i,,u .,

o

Tinjauan t

. r-,i,

i

1s1-

unsan

iliJu,:i*m*u;:i,::,

; r ::t;t;; i *r *,;;:ffi ;r:,;: i,iif:iM:f;; ;: ::" ;:;? i: jij jl i:j;;!i, r#"d;x#:,i:i:l ;, r,, mempersun"k;:,f:l_rdr'r rlio,l

";*,1

ffili[i::1",:,:._y ilii:t

fff*

fii,li

;;,i ;,r ler

::'

;:* :,

"

"

: :r I

Latar Belakang

melihaf r, ,.il : r,. .ti?\i:..,ay;1 i,( ,rr rci rneljhat

;,,.

iri

k (in ter-

;

i, ;,]

I,,

j

:,

r

h,#::

,;rp#**:,T,***f

wswwg

t20 121

I

I==-----

Perbedaan Pandangan Tentang Arsitektur

J

I

Dilatar belakangi oleh kerangka acuan "Ceramah Ilmiah & Diskusi Panel Wiswakharman" dengan tema: Arsitektur Tropis di Nusantara, tertulis pernyataan-pernyataan tentang Arsitektur sebagai berikut:

-

Arsitektur dapat dilihat sebagai "seni", tapi arsitektur harus dapat diterapkan dalam hasil yang nyata yang berguna bagi kehidupan. (seni terapan, sic?) "Arsitektur yang benar, wajar dan baik harus selalu berpaling pada alam sekelilingnya". Dinyatakan pula tentang "kenikmatan" yang kurang sesuai dengan kondisi iklim di Indonesia disebabkan karena banyak asas-asas, dan bentukan-bentukan oiambil dari dunia nontropis.

i;*tr;*#iilffi"f::,f:?, - -'ur'Lr\H:;,,:,?*u,u,g.,1,, t ropicotArchi,i,iik -

;;;;:r,;izone".

,ffiru i f

orr er us

!,riden

{

t; ir

{

trult

shode) co:" ,aro'" gerak an n; ffi i r';.'i*.i:;] in i ri,..,.lntu'l ""::as ris i^ J: #":1 e..u t u r' h#"ff J*Ti ":ilu. J k a

Yngut

dr

Ada rasa kagum saya terhadap mahasiswa Wiswakharman, yang menyelenggarakan Diskusi& Ceramah llmiah ini yang dengan gamblang membuat pernyataan-pernyataan tersebut di atas. Tetapi terlepas dari kekaguman itu ada terbetik kekhawatiran disebabkan pernyataan-pernyataan itu pula. Apakah kekhawatiran saya itu? Kekhawatiran itu disebabkan karena jika arsitektur itu dinyatakan demikian maka alangkah sempitnya dan spesifiknya arsitektur, yang hendak dipermasalahkan itu. Dari segi perkembangan arsitektur, gerakan Wiswakharman ini dapat digolongkan ke gerakan Regionalisme (Regional Style) yang memakai dalih regional tropis sebagai batasan-batasan untuk menggali kekhususan arsitektur Indonesia. Gerakan dengan dalih tropis (regionality) semacam ini, pernah timbul pula sesudah Perang Dunia ke-II, yang diperkenalkan oleh Maxwell Fry dengan istrinya Jane Drew. Mereka manamakan gerakannya sebagai "Tropical Architecture", tapi sebetulnya cikal bakalnya ialah "Arsitektur Kolonial". Gerakan Arsitektur Tropis ini dipelopori yang oleh Maxwell Fry pada tahun 1940-1950 dan bersama istrinya Jane

r

u i

.

i

^

;yj:I.,:il;[t+"::1'l!TT;i"TXH,k.i,'dil1X,l;n;1o,r, ketahui aarilu]|i""at; ,"ru al'arsitektur ffiT: i m a rop is,. # :1-rS:1_1' tf,'iJff I ::T: ;il; ilil, l,':i;I

sebagai r

e

sen i

r

r

e.apai r * i1l;,

f:.r

rr,

"u

n

}'ffi

::

",:*U;T;|iX ;[:::i*.Tnfi$#r,;,i;?;ti.;t=iiili:,i:xi,T;

*lmm*mmffimm$ff i;{}fffi tf .!

I I

t22

urew. M

I I

xr,u,r,m:xd;ffi

;:

iftfrffifr';,jieiflq*:gM

1r

il

ii Ii

l)1

t ":

rr B) erair,,.

Merancang (Design): menyusun model tentang wujud ruang. Mengelola (Monaging).' mengatur dan mengendali kegiatan & proses mewujudkan ruang.

?;"fJl[!l':ii#":}}*ll

:,,, :, :,:' :::, :, I l,; 'ltii[' .. ,, .r, 1:ltversltas ltg pendti111: Dara t

:

.

:

'fi*[$f I,,,,

i*,ilfrr].i#

:,;;ir * iy#ilX

:

Berdasarkan perbedaan-perbedaan ungkapan tentang arsitektur antara Wiswakharman dengan kami (cq: Kurikulum '85 Arsitektur ITB) ini maka kami menganggap perlu untuk dalam kesempatan ini secara ekplisit menjabarkan pemikiranpemikiran mutakhir yang telah dan sedang berkembang perihal Perancangan Arsitektur di Indonesia selama 1950 hingga 1985 sekarang ini. Kemungkinan besar ungkapan ini bukan barang baru, namun paling sedikit diharapkan bahwa masalah perancangan arsitektur pada Peringatan 22 tahtn Wiswakharman di Yogyakarta ini akan dapat menarik kita kembali ke daerah penting yang agaknya hingga sekarang, walaupun dianggap penting, tapi belum pernah dibahas secara tuntas dan secara khusus di kalangan masyarakat kearsitekturan di Indonesia ini.

l'

:-l';,l;'i,,,'; illf l1'"','; H. f,i!.l,,i: ].rrr, r", "'"1'.'j', ;,,., ltii, l;,',.iun *.*p-ti::il, ''' .' ., i, r,i, ar,,',rurunniu ;;1i.1;, l':': :, : 'lf ",oh,rrf fj.l|} ff f:ilt:X" bag'l l'"lt';t" l"'"

.,iilii iq'

:

:

:

:,, : :

l

#;:'fi;"

r

1985

I

i,,i;;k,,,; :,' i : :, i;' ::i:,,Tffil J;; "ranan

:

:;'

l"HI' t1:l 1i,;' " ;

l"+m

|,

"'

:'

"'l "'

;

;'

l''

i:**t;lftl1[il:Ei

f xlli,lllf i:iru'^?;i:rutxl

li"' *".n

-Ll

:l"fiir

:'i

l'l

l

;t

*l lt

m'[*r*r*ffi "

,;,; ,j;ll:':"n^rai ::[il',?:,1il-il'1.;i rrrurr",',,,.,.r;ur-',uunl,

l'l"t *"r';n,ul' l,totnu' a'un l',ukum ya r rrt 6eruuda untuk rnanusla ",,:r'#;"k-o]iaan "u -:-;i,r^\"L^.,ralJ'i.;;; ditata datr tltirrtil'|:ii'r n, ni i rn"'l nt o"':f er ent u u, 1 :: :' i,

I '

ma{rusia hasir & tempat

Arsitettrrt'

A t !'r r'

r

r

"\::fii;

:

"'];'.'1,,?}'n **,.** :i:illl-,o'#lr.,,tun *.*q*'"11T,Y:':,li"o'' ;lXi: ,.'Iffi "-""' ""'r' ITlefllrlB,otsI-- J'*iit aan konsekuensiat:rs r.' tt,,,,: sem' j, ",^:";tor,r.n.ional dan Ar si ck ]il;;; r

perancanga..:i::T:;llJ:l'*ffiffi ;;*P::S':*H;"11 --- - ^r.-r4an (managing) settil iaiut, *"nrperluosrr.v,-, moder l: ry.'#J#Ut ixt.;n,f 'g'JlK "husun ( I'tljtrrt.t',r,1.,1, ruang'

Merencana

\, :r tent.A,)6 l)i

t24

,

,.

t

Pendidikan Perancangan Arsitektur Pendidikan arsitektur di Indonesia sudah berumur 35 tahun, dimulai di Fakultas Teknik UI di Bandung (sekarang

1

il I

i

ITB) pada tahun 1950 hingga sekarang pendidikan arsitektur sudah tersebar di beberapa universitas negeri maupun universitas swasta. Dalam menuju umur 35 tahun menurut pengamatan kami selama berkecimpung dalam pendidikan kearsitekturan, perubahan atau penyempurnaan tidak begitu nampak dan rupanya semua berjalan secara mulus (atau tidak mulus? Sic!). Paling-paling yang menimbulkan riak gelombang ialah adanya perubahan sistem kurikulum di ITB sejak tahun 1973/1974 dan riak gelombang itu pun sebagian besar mengenai adanya perpendekan jangka waktu pendidikan saja. Tidak ada, atau yang dipendekkan, pemikiran-pemikiran tentang bagaimana "isi" mata-mata kuliahnya maupun cara mengajarnya dibicarakan secara mendalam.

*uiutiut

125

sebagai bagian Proses I

t

I

*Iffiffi

,li *: Indonesra :-,:- u,,,i^n-o.r,ama udi t"ti::.',J i:J:"lt::?u Ti' in do n.'iaalam"l1[,f#"1 p J*1 ti' u *: i hrtrgso, aix uun ptn--i,- ^o.,'b atran u -nei;;;"i.n*gut Adapun menqlf|"1ft1".,^.^r" "studio"

. r -JarKarr

* tTlllf;#

T;';;;;"r:

"t "* "i11s'e;* ffil,|ffi ,,"ii:ffi il"" i::l[iffi :] a Ka "' a me se t i:* :Xill?u"'nli'u'it* " "r "" :t t:t:t L " yll i'i,r, I' ';SIfr :ffi i,l'l J " "t'^T' I qr* TJ I "l'..,",t' ^["rL111, "-. --_'^ o

n

;

r

J

o

lriro AfslteK'

iFi# li :il

ffi

:

$ ui uI,

iffi

*"

^.

1

" dan SeOl&Il-uto" i..1UX

l#

:, ri* [: l;l r"';';:' I1:'

rl:til,::l;[:u

Jj',Xi ",:iil l,*fl .1

x;

',:11,$:lq.Uii;:r':::ll;lx,?iff l],ffitlil,;i;" d^ auh ;i * T,'Ii* :: :' ln, ;;, lalu' tt;r;"*.*:ly:::Tun, b

i

e r

b

e

q

vang

^

:#i

? I. il"l: , *u,ukhir yang

"li)

lejolak Pt*t*],.^r.,ran .) peranuo"e,* ArstteKru,..r"ii:,t"ilTJ;i - ^r^cis r.run.unrun

[l**il

iiiiu,'x""-'T:11,-l;:;:iild, Pada kurun ' pada kurun waktu

re60-1e?0'

Arsirekrur

to f;|,)'i'"u'io'ti" APProach ";:r:;;; ^"L^!rr::Nili:"?" rnenB.lrrvs"e .'

adalah

::l[X'T'JI["li'" kebudaYaan'

pada kurun waktu

re?.-re80'

u*'

;;:'i*i* "tll'?.iil;

Perancangan.

Pemikiran-pemikiran tentang metodologi perancangan diilhami cara-cara Operasional Research (O.R), Ergonomics dan "Work Study" di Inggris, dicetuskan sebagai reaksi ketidakpuasan dari hasil-hasil proses Perencanaan Tradisional "(black box") (Jones, 1969). Titik tolak pemikirannya pada dasarnya ialah bahwa perancangan arsitektur dapat disistematikkan dan dianalisiskan ("Glass Box", Jones 1969) dan dapat dikomunikasikan secara objektif. Teori tentang proses Perancangan atau Pemikiran Perancangan ini pada mulanya ini "pikiran" di negara-negara lnggris, Scotland, Cekoslowakia, Polandia dan Amerika. Nama yang termasuk pemikir-pemikir ini seperti Jones, Broadbent, Ward, Alexander, mulai dikenal sebagai pemikir Pikiran-pikiran Perancangan Arsitektur. Pada sekitar tahun-tahun tujuh puluhan ini timbul pemikirpemikir antara lain Rappoport, Brolin, Jencks yang mengajukan pemikiran tentang adanya "Plurolity of Appraoches" dalam arsitektur. Mereka mempertanyakan bahwa pada arsitektur atau khusus arsitektur modern yang selama ini diajarkan seolah-olah hanya ada satu (Sic!) ("Unified Theory and Practise " tentang arsitektur modern (Jencks). Latar belakang pemikiran kelompok tersebut di atas terutama berkisar bahwa arsitektur itu hasil dan bagian dari kebudayaan, sehingga dalam perancangan arsitektur perlu ditinjau secara sistematis akarakar budaya yang melatar belakangi pemikiran-pemikiran dan artifact arsitektur yang telah ada atau yang akan dihasilkan. Jadi latar belakang pemikiran-pemikiran tentang perancangan arsitektur sebaliknya harus ditelusuri dari cikal bakal dengan melihat lingkup arsitektur itu dari cakrawala kebudayaan. Dari hasil cara berpikir ini Jencks (1971) menghasilkan antara lain suatu pandangan secara struktural bahwa pandangan yang pluralistik tentang arsitektur sebetulnya ada dan memang ada. Dan ketidak "diexposekan" 121

t)6

pemikiran yang lain itu selama ini, semata-mata hanyadisebabkan karena "pilih kasih" dan pandangan remeh adanya pemikiran-pemikiran perancangan yang lain-lain itu sama sekali tidak penting. Adapun pemikiran-pemikiran untuk Jencks yang di oleh kalangan pelaku-pelaku arsitektur (secara sadar atau tidak sadar) selama ini berdasarkan "selective Values" yang dianutnya, ialah pemikiran "Idealist". Menurut Jencks ada 5 pemikiran lainnya yang perlu dieksposekan secara "Fair" yaitu yang diutarakan dalam bukunya Modern Movernent in

"jagoi"

sitektur konve

I

I I

,

fl

i:ri:"tff **ildJ"+f;J;3.",:;.fl

sff

I

1-

::,:n

;truf

tT.'""r.Hf,H;

i"iilf

T J;1,, Tf# *, *.lg ,:::[iii,,:,i;:;,::,:fr,;xn';::iy;:i,#,,:;:;yi:rn cnngan pembob

I I

Architecture, bab six Traditions Politics qnd Architecture, yaitu: pemikiran Self Conscious, Intuitive, Logical, Unself Conscious dan Activist.

I

litfi*#;:_ _iil:lffi:ixtn i?:,f_l;r,

Pemikiran Programming dalam Perancangan Arsitektur Pemikiran-pemikiran programming sebagai suatu pemikiran yang nampak mulai mengkristalisasi di cakrawala Perancangansekitar akhir tahun 1980-an, malah dengan diterbitkan buku "ffte Architect Guide to Architecturol Progromming' oleh Palmer dengan sponsor utama \alah Americon Institute of Architecrs (A.t.A), maka secara "resmi" Programming diakui sebagai unsur pelengkap dalam Perancangan Arsitektur. Adanya pelopor programming sebelum Palmer ialah antara Iain White, Sanof, Preiser, Pena, Wade, dan lain-lain. Dasar pemikiran yang dianut programming adalah "concerned" tentang semua informasi yang bagainlana' apa siapanya klien/pemakai yang harus jadi titik tolak dari segala pemikiran perancangan. Cikal bakal dari pendekatan ini ialah karena adanya kekhawatiran dan keraguan dari pihak klien/pemakai dan masyarakat umum tentang kekecewaan yang telah dialaminya ketika bangunan yang telah selesai dan mulai ditempati (Broadbent, 1973), bangunan tersebut tidak memenuhi apa yang telah diharapkan/dibayangkan baik secara fungsional maupun ideal. Pada intinya perbedaan antara pendidikan Perancangan Ar-

t28

Effia,i';;ffi

pen

utis), iaut

. ^ ;|-.or".r'-or'i"'r ir

i

t::^utu " Tradisional

-

Ii*-]i#f",l'{:i.T{;in*:#*:uxnr

fl1::'[;.1'T,':: J"*

^ z.

d,

*;i;;il;if IH A::,U:f:r

':""''r (ucngan kata - '""'urrtxaSlk,.D b_o*") t,ton-.r1.u'urkan' dikomunik^ secara "grass r,endidikan Berniki. o--^_

,i#ffiffi,-;l:ttffi L'.iiffi Ti,l IiT t,xl J[fi ffi .]l:;1,, +* i,::#, il:j,iur .l;;ll[ffi .tl*i ;:i lxlltili )retrs, tapi Iebih 1

129

III.2. ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA*) Oleh: Dipl.Ing. Harisanto.

i:ffiTxtlXt"":,Tii-ilffi*trtril?l"#ix'xll upaya menc rangka

Batasan Pengertian

Arsitektur itu terjadi. Kejadian adalah bagian dari kehidupan. Kenyataan adalah persepsi subjek, umumnya subjektif. Kaidah-kaidah yang pernah dan sudah ada bila teruji zaman, dan dapat/masih diterima sebagai parameter bagi suatu karya tersusun dalam wujud suatu yang tradisional yang utuh. Suatu yang tradisional adalah jumlah unsur pengalaman empiri dan dalam pengejawantahan serta perwujudannya (realisot io n ) mengalami penger tian ( i n t e r p re t a t io n ) subj ek. Biasanya bila terjadi, pengertian ini untuk menjelaskan kepentingan subjek itu sendiri, bukan kejadiannya. Suatu yang tradisional bisa disebut suatu keberhasilan (achi evement). Dalam pada itu keberhasilan itu mempunyai dua kejadian. Subjektif bila insan yang bersangkutan merasa berhasil dengan kejadian yang diprakarsai, suatu keberhasilan subjektif. Objektif bila subjek selain insan yang bersangkutan, tersendiri atau sebagai kelompok (community/society) dalam perjalanan kehidupan mengakui keduanya. Hal ini biasanya memakan waktu, bisa tahunan, biasanya lewat suatu generasi dan lebih, malahan berabad. Rencana (plan) dan rancangan (design/ memang dua pengertian. Dalam bidang rekayasa dan rancang bangun perencanaan dan perancangan terjadi, bisa berurutan atau berkaitan, malahan sering bersamaan kejadiannya. Analis adalah kejadian dalam proses perwujudan (realiso_ tion) dan merupakan urusan lain dengan perencanaan dan perancangan. Bagan hasil analisis adalah perwujudan pola pikir. Perencanaan dan perancangan adalah pengalaman ')

Dsajikan dalam Ceramah Ilmiah H.U.T XXII KMTA Wiswakharman Jurusan Teknik Arsitektur F.T. UCM, Yogyakarta, 8 April 1985.

l3l 130

\

I Pengertian alih teknologr dan kelestarian buminya belum dirasa

i::ijTl;

ffi1',"',x,:"ffi,Ie*:ffi1ff11'J#is::'"'$ff

#g**

dapat saling mendukung. Konsep perkembangan (developmenty) pada hakikatnya adalah pengakuan kehidupan. Dalam waktu ada perubahan. Kejadiannya adalah perubahan kehidupan, struktural dan fungsional. Memang cepat-lambatnya, sekarang nanti, perlu tidak, bisa diselesaikan dalam waktu. Barangkali fungsi dari mau apa dan bisa apa. rg

Wawasen Percobaan dan Jangkauan Nyata Arsitektur/Rekayasa dalam Pengembangan

di

Bidang

Beban tanpa ada kepastian yang memadai akan memerlukan

penyelesaian khusus/sementara. Yang diperlukan untuk

**ffi

I.;[l:.'11il,$l"if.*f#i:;:f U{*rm'.rl b:."Yifiil;''' lndonesi kawasan di (Nigeria, et-al) da

,u,i-ru,rnyu. ,.-, jumlah penduduk

sumber' bisa merupakan

KePenduduka

#ffi ff##*

Rekava'",:ffi ';.,,l,l,lliiul"iJJt'".o'*i';*:il:::frTIrekan

dengan

;itxn:rtlY":-,m:ltfit'ilJt1l5r.rni;:'T budaYa Perlt

132

menghasilkan S-1, siap pakai adalah empat sampai lima tahun.

Untuk teknisi menengah adalah tiga sampai empat tahun. Untuk ini masih dipersyaratkan fasilitas Diklat dan penyelidik/instruktor, serta perlengkapan/peralatan termasuk kurikulum dan buku yang memadai. Masih ada kebutuhan akan S-2, S-3 untuk riset, dan pengkajian, dan lain sebagainya.

Kapasitas yang kurang, membuka masuknya rekan dari luar Indonesia. Hakikat simpang siurnya ilrnu dan perubahan serta pengembangan teknologi mendukung hubungan dengan rekan dari luar Indonesia. Keadaannya lain adalah masuknya dan diperlukannya perangkat keras untuk kerja dan produksi serta produk yang mempunyai pasaran di lndonesia maupun bakal hasil yang dieksport, yang nonmigas. Konsep padat karya dan padat modal masing-masing ada. Justru pada masa peralihan, sebagaimana kita alami sekarang, relatif hasil kerja memerlukan pemikiran, usaha, kerja, dan dana yang lebih. Hal ini mendukung hal tersebut

di butir 3, dan2. Diperlukan waktu untuk perkembangan; konsep; rencana dan rancangan, pelaksanaan pembangunan, uji coba, peng133

gunaan dan perawatan, pengkajian dan penelitian untuk kembali menghasilkan umpan ke konsep.

persyaratannv

' a adalah Pensertian demikian di piha k pem beri Mensada ka, :,,: t u'u t an-',t:":u' / P erl ": m engaman en E kur l^|,:f vans memadaidan naan butir ,, il:Xiuuoun

tugas.

Dalam kemajemukan aktivitas di bidang Ar-

sitektur/Rekayasa: survai, feasibility, planning dan design,

detoil design, shop drowing development, pembuatan mesin/peralatan dan fasilitas, pengawasan pelaksanaan pembangunan, pemasangan mesin dan utilitas, test-run, operotion dan maintenance dari sistem proses/produksi; untuk mengembangkan produk; survai, need definition, morket feasibility, technological feosibility, design, mathematicol model, test model, engineering, process designation, machine loy-outing, mochine- redesignat ion, facilities / spoce room requerements, site feosibility, site surveys, mosterplan, detail engineering dan seterusnya; diperlukan waktu untuk memperdalam keahlian dalam masing-masing bidang rekayasa, memenuhi persyaratan kerja/proyek. Diperlukan waktu untuk basic research lewat proyek nyata, dengan persyaratan hidup (viable) untuk mengisi aktivitas yang menerus. Kemudian sejajar dengan ini, memang applied reseorch lewat pengembangan produk/komponen (bangunan) atau sistem. Terlihat aktivitas majemuk yang perlu terjadi. Semua serba serentak diperlukannya. Memang berat kenyataannya. Tidak ada kecuali apakah itu lembaga pemerintah, semi pemerintah atau swasta yang melaksanakan. Proses ini akan terus terjadi. Melalui suatu perkembangan (developmenl. Melalui waktu, satu demi satu kita kumpulkan unsur-unsur empiri, pengalaman menjadi ilmu; mengikuti kehidupan. Hidup dan waktu.

r

,.#'jl1til;;

-

nfu I

;

;*flritj

fifrtir T.ii ; ft{fl il

;:[::,T,[,[l'*.iff Ef,

,,",r.-::

)'";:'--

:l r;;

;: '

;;ffi:x,urermasuk

our,!!!"'

liiql

]Iii{.;::"}}1##; hu

tT:j: l, I::i: i:;r:xi*,lff a,, :ttt' inr

masi/pen da

i

"v."'

r-1,1t'

u

rco m m u n i m end e fin isik

:ffi #,fi:',fiii#:;;# nil'

*iiir:;;;l tit { };, ffi

:

_-_______

n

# i::, ilr:;

Iffi ::'

:i: i.:?:

,,,ffiiffifr1'-itffl,jfffi nrun-o,il,ffi

& a

;:xfilfi,J;1,

dapat

Sikap dan Tindakan Sekarang Dengan tenaga ahli yang ada, menggalang keterampilan dan pendalaman materi profesi bidang, lewat penanganan proyek, sebisanya yang bersifat pilot, majemuk dan multi-year.

134

t35

tu.::__---

III.3. LABORATORIUM Oleh:

ARSITEKTUR TROPIS*)

,Tryffiifftrffi:?:il.'erwuj

Ir. Mauro Purnomo Rahardjo, M.S.Ars.

sasasan,,,

kalangan awam, kalangan pejabat maupun di antara para ar-

*)

Dituiis untuk Forunr Nasional Pendidikan Arsirektur (FNPA) Semarang, l6-19

April

136

1984

den ti r as

yans pasri renDiskusi vaa nB berkepa nja ngan ty!1r< f"J ;;;;,r a l.an mem ba r,,,a man-

Masalah Arsitektur lndonesia dalam masa 3 tahun belakangan ini mulai ramai dibicarakan orang, baik itu di sitek sendiri. Dalam pembicaraan baik di media publikasi, dalam simposium, seminar ataupun diskusi-diskusi, boleh dikatakan belum ada titik temu ataupun kata sepakat tentang apakah Arsitektur Indonesia itu. Ada kelompok yang menunjuk pada karya-karya Arsitektur Tradisional sebagai pencerminan Arsitektur Indonesia; itu pun masih simpang siur, sebab ada di antaranya yang merupakan arsitektur rakyat dan ada yang merupakan arsitektur ningrat, ataupun bangunan-bangunan umum yang besar pada masa lalu. Mengingat negara Republik Indonesia ini terdiri dari beraneka ragam budaya, maka ada kelompok lain yang menunjuk Arsitektur "Bhineka Tunggal Ika" itulah yang disebut Arsitektur Indonesia; Arsitektur Bali misalnya adalah salah satu dari contoh karya Arsitektur Indonesia, tetapi Arsitektur Bali secara sendirian tidak dapat disebut Arsitektur Indonesia. Namun demikian jangan heran kalau ada kelompok lain yang meragukan eksistensi Arsitektur Indonesia, hal ini karena mengingat pengaruh asing, perkembangan bahan dan teknologi dan semacam itu yang sangat kuat melekat dan mewarnai Arsitektur kita ini. Terlepas dari berbagai pandangan dan pendapat-pendapat, yang baik sejalan, sejajar maupun bertentangan itu, ada kaidah yang dapat ditarik dari gejala tersebut. Ialah adanya kesadaran ('awarenes') tentang arsitektur milik kita ini. Ada kesepakatan tentang masa depan karya-karya Arsitektur di Indonesia, dan

ud

"ir:ilffI

qremperlihatka u,n r u

k,.,*,;ii

rlflfii

i

H:,,,fi,1"u,tuk.men*.,,n*,*rm

nf

ill,.n ;,;;;1fr i 1yang f : t;kita#iissue_kan.

ff

Parameter: Arsitektur Tropis

#I,Ti"',H,,J,15;; mempunyai satr

;:l:il

#xti

heiasam hudaya dan

lr,, r';t H' 1: ,3 *,1 Jttu Tdi""" r ndo ncsia, rk rim ;;;;",JJ".: ?:l panas clan lcrrtbap' ":r:T iru terbukt;',"ioi,"to"" rerhadap .uru # mrmbaw:t ktintsft11gnql da, bangunu, ,.1n"i: ';;;;;;;r tlipe,.tuiJnl'1"'l-,n"oran saranir'sarana dungi diri rerhaalne, saia rrrtt,l' rnerin
a.s i

#:.;ff

ng- m asi,

,.*ulberkaiya;,

keheranann,

ruar,

i,,.i,ir.,

;;;r*;ll; i#ili" hentrrk bancur lutu.ru.-p.'t,,o"Jl''"* saar beriau

ifi]

fl:illl:;,?i:;

varrs fliirrsnai

yans banyat !"tn.r,joriul"#un ben{rrl barrxunandi iu cocok unruk 6;,.n,1111 ai'rur,a.r'Jr";n""^

";; k{

;rr3

;H',il ljtn rtlt fl #f;1,;|!Til:TJ; : : :r p"*o r ulu,';;"01' (' a rp o d b' ) ill,';ffi|, Tff ll'-t;:q,, clt sepanjang ubuh b:t"tr;;,,;;t' se

t

masuk. perhatian panas ultl t"'u' uiJ, paur Rudorr l'ui,:,'!n'ntrsilakan r.ro,lli, yans berser, :? : : :,:il ffiT".l,ij sangunan"*-r.,,riifb',;;;;;";;;,;'fi yans sepeni ;;;;#1j,l,To"*uttakan kr

i;

n.,ggu,*,;;'.6iffi

f

:*lfuT,;f ;*-:;Ii'fll;n:?,: n dan iniakan mem137

b

uar ban gu n a n

:il:

m

en !

ad'l

n

:':::, :: :J;' -.'11 lilil, li?J lii|-T,?l:

ffiir;l.ili-..ffi

l,i,U

:;:fl"y,-:.i; E*;l;;;;l ti^d'unon sekitar 600

Pendapat Yang tti KLH, [:rniI Salinr tJ#J.lrjaiurl"'u ; ;i-t; i-,''y: I I r sarian a ars i t e k tu o' i?;],!t

*

il#"T'i';Iil

1::ili ;;; ^ r iuu- *.rl.ut Jlljll.::,^' Menteri nrengelnuKa.l3'"1,-,'l"rnu yar rrt*"*engg'nakan ben-

Lffi*;;,i,

-u:::

Barrk Bum'i Da!a bangtrnan scnlacilm. tl;rwaltnv-a rrtirip tritpestunl ftuto utni*on Uugiun

tuk ntenara dan

atasnvo,,''o'u'I'Iil'

;;il;;" P::'1.:,';':ll'l".ffitl# Haru tiu

IJ#;Tst^N di KebaYorart t-t"si cieugor* linukungatrnya' untuk dipandang' ?;;;;; ffi;; orang r*', *''ffi; l'J1il :if X'tH t" tr""t1:*: pe r ar cr r'r l t' it'* "'': ,ui J"'p i''j ; ;',1 *, n, rty u' ux e

tt

b

r

ia ta

u

'l'Jill":I.,l;il',lr;xj;J'lf misi yang harus

*'B:ll3:i;li

*iI-''*"u

if !$;;;;;;ungi'*uur"n

yang sedang cialarn nrasya'akat

i;ili:

p*,,i a,,*,

jl] ili: tindakan"' ll
<

['ak* Arsitektur d*n'Tlmgkuh Dimensi lain

tropis

i.1 ! ur,t uk i:lre,n14ada ka11

rr

iaiah'-.;;;"-;;*1nr'''u*1

heda tnt-unuuio I n'ioriesia'uer

ra

il r t:rl' adiiF Ar sil ek tur

;;;lmfl.ili?llli;

perwut**gtn i ingkah laktt tttentttrtut fi;;;;;' tiugrli laln adalah: antara Jig"l*p ok:h arsitek judan ruang' 'lri'ot'*l* 'u"e

manusia

tfl 'uurli*,r,,, i i! im r . "i1;r., ;ri. t,,' i lrl*'-],'*:,1"J,ia rliir'rar 1X;, maupun baik p"9'" i"un'u'n Yu; dapat'*'uo '"u*u' rlettgan negara l:rgi ini tidalr sama dr dal;rrn

p'r n ili rJalarrt ''u"**l*I'''i-[-ir *T* ; ;; ;" *;;1t a si nr din gin,'*t, o*'ot''

han gunan'

khususnya pada sa;rt musim dingin (saliu) tiba. tklim dengan sendirinya ikut menrbcntuk kebiasaan lnidup) masyarakat. \ebagai contoh masyarakat senang ineniknrati ngobrol dengan

rekan teman-temannya di luar bangunan" Ruang luar lebih ban.ysk dinikmatr Can juga dapat lebih tama dinikmati. - Sehubungan iierrgan hal vang ciirrrarkan di atas itu. maka Tirnbullah p.rrunrur,n: Aclakah ruang-ruang luar kita ini mencerminkan h;rl tersehut'l Banyak orang yang dapat rnemperlihatkan hahwa pada saat nrerencanakan dan merancang lingkungan trLratan, ciapdt diidentitikasikan iingkungan yang dibentuk itu 'mirip' dengan yang ada di Arnerika, Eropa dan seterusnya. r\lasan vang dapat atas t"enomena "likemkakan rtu ialah bahwa perancang-perancang lirta sudah 'westernminded', melihat contoi) ala lJarat atau negara maju, tanpa rrrelihat potensi yang dimiliki sendiri.

Mengernbangknm Arsitektur Tropis Melnlui Lab Jelaslah vang dapal dipakai untuk ukuran Arsitektur lropis itu ada dua ntacaln: Kehuda;;;.ran fisik Kebudayaan nonfisik Keduanya daFat dinikmati baik ntelalrri eksperimen maupun penilaian sosial. Dan boleh dibilang perhatian kita terhadap masalah Arsitektur Tropis ini masih belum dikernbangkan"

Jika kita rnenoleh pada arsrtektur di negara lain yang rnemiliki identitas yang kuat, seperti iJiAsia misalnya ^Iepang, Cjina. dan India" rnaka kita dapat ikut merasakan kebanggaan mereka sencliri. Agaknya yang mernungkinkan negara-negara itu memungkinkan mengembangkan identitas arsitekturnya yang nasional itu ialah antara lain ada kebanggaan di sanubari masing-masing warganya atas kalya arsitcktur tersebut. Sebagaimana kiia sendiri juga rnentbanggakan tentang Bahasa Indonesia yang teiah rnenyebar rata di $tgenap peniuru tanah air. Sebagai frlos*fi pengernbangan latr, Arsitekiur Tropis ini luga dapat disehr,i antard iain nicr:gg;riirng persutuan nasional. t39

l3ri

Apalagi dalam dunia pendidikan bahkan Gubernur Jawa Tengah saja dapat mengeluarkan instruksi-instruksi yang mengharuskan pengembangan atap joglo dalam salah satu progranl yang dikenal 'Wawasan ldentitas'. lni artinya bukan terbatas pada disiplin arsitektur saja, visualisasi yang berkarakteristik lndonesia ini. I)alam banyak hal, program-program yang berorientasi nasional ini clapat atau mungkin dimintakan bantuannya kepada Itrernerintah. Khususnya melalui pengadaan atau Program-program penelitian.' Dilihat dalam konteks pendidikan arsitektur, maka secara nasional clapatlah ditetapkan sebagai ciri-ciri yang somo yang dimiliki oleh semua perguruan tinggi atau pendidikan arsitektur: yaitu mempunyai usaha yang seragam menggalang terwujudnya ciri-ciri nasional arsitektur kita.

Dalam fas, yang Iebih laniut. telat canaan yang dirakukan suatu peren_

b"[;;; E,;*1LlXrr!.#il:, ui'#isarnya i:::1, :,,..,.u ,;.T +, il ; ;" ifdtperlukan' fj1, i#.;,;ru*:i: il I,,## I::: T::: bae'ima'ia i,, "

L

J<egiaran

: r1 # ff :Tn

a. Yang bersifat

Pemikiran Konseptual ('Conceptul Thinking') b. Yang bersifat Konfigurasi (Ruang, Bangunan, Struktur, Konstruksi, Bahan, dan sebagainya). c. Yang bersifat Implementatif (pelaksanaannya). Dalam pemikiran konseptual, tentu lebih dahulu dipikirkan tentang sifat kegiatan itu, apakah kurikuler atau nonkurikuler, adakah kegiatan itu jika dilakukan oleh mahasiswa akan memberikan kredit. Apakah kegiatan ini lebih menekankan segi pengajaran, penelitian atau pengabdian masyarakat? Bagaimana mengenai waktu, dan dana. Apa tujuannya yang pokok? Apakah bisa diintegrasikan dengan kegiatan jangka panjang? Apakah merupakan kegiatan kerja sama dengan lembaga lain, seperti misalnya dengan perguruan tinggi yang lain. Adakah kegiatan itu bersifat rutin? Atau secara insidentil saja dilakukan?

,

:[r',:t## ,,l"?ff","rtr

JxtilTttj i; :t# ffffi I pil;ril frTf;t i:;: seda1s r,,, i.Iffi : iff :iH, ff :lX ^r:, g, v, r,.el"iin, n,, A ni, o. ;.i; u,;.'""nn va' darah pen ting ,:X',::rfi?:iu kegiatan }l'o

tersebutl sehubungan 0..'1':':uPuu; mekanisme vans baik i','' rersebur, ,.lrr, melakukan keiiatan oli1',, telah dipiki.*un seperti miialnva i-'uuu,,"oj'ttlrium yans oi..n."nul::s"T ;;;;#ax€tr,Yo' bekerjanva peralatan mahasiswa ,.,unk1l .931 rnr Pelaksanaannya

Aktivitas Lab. Arsitektur Tropis Kita dapat membedakan tiga macam kegiatan menurut fase aktifitasnya:

;rftfiffi

i,u'rlilulhunnvi'

":;;;;'J'"' .lrJil;#l' ;;i;;"

'"'' t..r.bi'dlPirtittun-uiol#' :il..'f metodorogi.,.J'J;l"I*::::i{f dipikirkan

Sebagai

pengajaran,

conroh, maka

ilil,.,flln.a. j

;#;;ffi

,1

;

#-ffi li.ff ::f

,,

ll_!'l

di t ekan

kan ke segi

,tftf ;xtffil'# i.t"uLu:l##i:r!!*fi,,trff vans bersrrar erektif. Jika i:*:",i!':

inginkan prosram g,

#;*'ffi lH'T ##,Tg,

1"-, l :'", m-e.neliti bahan, penc.ar,ayaan

da qa

di-

r p, r u a iCuie, n

konstru k si yine 1;'J1m, terusnya. Sedang datam r,a ,,,.lupu;;;,tJ::,1:, rropis, aan semasyarakat, dapar ur", -" -.,.] |] T un. Itgia t a n pen ga bd ian t

;ffi :

#.,?." #I'?#'ff;[111" . Sebagai realisas. +:J,',',' ben

ru

"#H?

k

ra

1;;

borat ori

r:i.it

;:'f,

u-."rJfi

ffiT'ilf mf] :fl1?;i

r''

t#

A rs i, e k,

"ff ffiil,flXli:lT,Tfl

u

r

r

n

fr [H.

140 141

Parameter arsrtektur tropis dapat bersifat: o Fisik (bahan, konstruksi, pencahayaan. lingkungan, datt seterusnya) o Nonf isik (ruang, visualisasi, prilaku, kecenderungan, dan sebagainya). Laboratoriurn Arsitektur sebagai kegiaran yang mewarnai pendidikan arsil.ektur di Indonesia.

III.4. ARSIT.EXTUR TROPIS: TTNJAIJAN DARI sEGI FISIKA uANei;i\AN*) Oteh: DR.Ir.R.M. Sugijanru

Menghasilk"ijrlgi:i

.xlffi'r

;

ser

# ::x

t"

Iingkr-rngan yang sehar dan nyaman h *j,, J,l I

;il;ff ;\:.1:: {. ;;,

".,

ubung yang memi:.;k;;'

J#;'"I,T J:i:-.,,i,-#Xffi; lr;, ;;r; Lffir*un dapar rr,enlubah pengaru h tangs ung dari ikrim, ;;;i ;ffi}-,x,,",, :lr,:: i:^.r*l m ah i, ng n un k. r. dengan rinskunsan,.Ji

Catatsn: Pada saat ini berbagai informasi tentang arsitektur tropis ham-

ar

pir seluruhnya kita peroleh dari literatrir asing. Sudah saatnya bagi kita untuk rnengernbangkan sendiri arsitektur yang kita miliki.

ar

u

i

*

d

*, ffi ll j,H: ljl,ffi *,

;;;; ;#, fiii: l;,,l,JJlililjX} 0i,,0"i1,, seditng kari yong uui

r

Kondisi linSkungL,l di Juar.bangunan direnrukarr oleh iklim serempar (iktirn makro) ,Ju,,

;ili-l'jif ,iXi#"',

kesehatan

-

i;;;

s*'r'ne .

k.;;;;;;ti,gkungan 'ffiffit' di sekitar_

.ro, t"nrllflgirtkan

;i #;;;/|"][Til#If

hcrganr

Iingkungan rri .aram un.e kr:pada kriteria r

#:,;,fi,

an baei

uc.,

[n,t,,,,,.

t" rla.larn ba,rgundiingink;n dapar diusahakan ol::: Lengan Di antaranya aclalah: betrerapa cara. " yanS an

--

dengan bangunan sendiri, cJibanlu clengan faktor_l.aktor dapar rJirnarf;u; k;:' " vans 1k_lim q.engan sepenuhnya r,rL,r5tsuilaKan rnenggunakan perirlatan elektris. mekanis/-

canaan ,"#,1";;;lr?T,Jfl ,, peren n isli

;;

ri

da

k

bangu na rr.,

r

erl at u bebas d ar am

br;r;#;

brh;; d:^j,g-1 mempunyai p.ne.,ish]ll"riltffiping itu perencana perilaku bangunin aun ,;rui-liru, ornlllrlffir,Hl ponen aieu

nur#

bangunan dalam

')

Disajikan dalam C,erar

matt" Jur.

-

iuir"i"rr."#,1,

llrniah Peringatan 22 ta

r.rniu *lll-1 irckrur Fr

;;i:;U,#i:.[Tl,

;lJ'na

h*;; *r;[: Khar_

142 143

rnerencanakan pada cara kedua, perencana,-ll',ut gan digu nakanDen t

uilit'luii' :t:t::t;bi aya-biaya perencaaip"'rurtan nya peralatun-pt'utut'#iniu.*i31 on i.* 3t?* naan, pen gaa uun t"' 3;:Ii,ff xtilslJ

Demasan san

pttulut

-

o

1

Di samping itu peralatan-peralatan

l',';#;;r*ttin

.

tiaaf<

:#a#fi*?'"#:l*Hi[1*r*,grxtx***'r*: Karena konstrukst' konstrukst bahan, Tt"11':: :::;;;.ifat dengan sifat bahan' -ru misalnva, vung ut'n';;;;; gal r u an n-gs im I " u,;?,T*:X1Xli,l" iu r., o. - r ur, o r i u melrgusahakan cari sebaiknya perencana " *i'it' o?il,* u"nnren m un gk in' I l'u untuk ,eralatan sekadar

diineinkan'

i

Illi

":'lollll[1 J:*#ilT

H;il;

ini'akandibatasi

,"Xl,-'lffif *:l';;ffi I,T'Hffi dan kondtst p.n.rungan siang hari

oada kondiri ringxungln "','ffi ungun thermal'

horisontal rata-rata harian adalah sekitar 400 watt/rnz, dan tidak banyak berbeda sepanjang tahun. Keadaan langit pada umumnya selalu berawan. Pada keadaan awan tipis menutupi langit, Iuminasi langit dapat mencapai i5.fi00 kanelela/m2. Tingkat penerangan rata-rata yang dihasilkarr rnenurut penukuran, yang pernah dilakukan cli tsanclung untuk tingkat $ene.angan global horizonlal dapat mr.rrcapai 6{}.000 lux. Sedang tingkat penerangan dari cahaya langit saja, ranpa cahaya matahari langsung clapat rnencapai 20.tfi) lux dan tingkat penerangan minirnurn antilra jarn 08.fi) - 1h.00 adalah 10.0@ lux. Kecepatan angin pada rrmumnya agak rendah. Sehagai con-

toh kecepatan angin di Jakarta dalaiu saiu hari berkisar antara I m/s - 4 ms. Inilah gaml'iaran secara garis besar mengenai iklim di Indonesia !'ang tropis lcrrrbap yiing perlu diketahui oleh perencana bangunan untirk dirrianfa-rtkan segi baiknya dan ditanggulangi segi buruknva.

iingt

Kondisi Lingkungan

Lembap Ciri-ciri dari Iklinn Tropis yang terjadi di tropis lembap seperti iklim dari yang trnggr Ciri-ciri kelembapan udara un'ul'lnv" tanun' lndonesia ai "iii"rl ,.ru,if panas sepanjang iiig menakan temper",r, 80eo' dan sekitar "lui"

hendaki

iii'"u'91* Kelembapa" .d":;;;; *' ll*'i""'1-;'3t* ItrilT,Tl I' H ffiY:l: ap ai ma ks i'"' ini harnptr c

:

ir,iu,,iio'uo' Kelembapan

ffi#":?:;f"Hxl-l':i:'; I"'"

temperatur suatu

rendah' .lrffi tinggi letak Makin 12'C.' udara

maksimum t"t" "kitar n''ut'u tempat oa'i pt'-tl'i-i[^"'i".o''un'urt berkurartg

it*peratur

^akan kenaikan 100 M'

:;*

"t"]i*1"'o^iic sebagai conroh rri,.

ilTj} #l:ti;"tTi,'J.H.i::# 8'6' c' 'HIl#T]':lt, 7'i"-',,iantinggi dengan rata-rato Hff 1

Ciri

t*un

uiurlr''t''un

l1;d;; sekitar" 1500

r"i'"

v^ne

"iut'un''

i"oi""ti maiahari

global

&. Kondisi

di dalanr

ffiamgunan ysmg Dike-

penersngsn alnmi siang hnri

Dikehendaki di dalam bangunan, penerar4ian siang hari dapat memberikan kenyamanan visual, Misainva tidak terjadi penyilauan, tidak terjadi perbedaan yang Lresar dalarn tingkat penerangan dan besarnya tingkat penerarlgan memenuhi persyaratan fungsional. Dalam hal tugas visual yang dilakukan di dalam rumah pada umumnya termasuk tugas visual sedang misalnya membaca, menulis, nlemasak, dan iain-lain. Tugas visual ini memerlukan tingkat penerangan miniinal sekitar 200 lux. Kondisi penerangan di dalam banguniir; pada siang hari sangat dipengaruhi oleh kondisi penerangan rli luar hangunan yang selalu berubah, sehingga tingkal penerangan rli dalam bangunan juga akan selalu berubah. Oleh sebab itu kriteria untuk tingkat penerangan di dalam bangunan tidak dapat l4-s

144

Kriteria yang tertentu (dalam lux)' harga dalam tingkat dinvatakan ;;;;'peiuanoinsan antara digunakan adalah #i;

;;";;;*""01':":: j:,Jl"nll:lm:'Jl:ff :,lXX!lXi:d:'

pada waktu vang sama'

:'"'ffTii[*'I"-ffi;;^";;k"' tetap dan disebut h-argayane-dinyatakan *t'uil[un Perbedaan ini

dalam

'uut' t'"'ti-irpl' dan faktor peneranganffi; 5000lux' ttttk luar lingLat penerangannya mempunvar di Misalnya Dersen' fp - ltto pada bidang kerja

ffi;'ffipunvai

""t:i,TH;ll:TI:lJ*:,111:l'*::lli:3Tli;i.':[l tingkat

i*

i'"r. "r,,I

Adhiwij oeo)' !:"T.'T:;L;id;oo ro'00 adalah 10'000 lux' ogt;o-langit cahava ""tJ'""i#ioq'' J"di iixa suatu titik pada bidang ut,"fll" faktor memdengan ;"[a titik tersebut akan kerja vang 200 lux antara '"*,'ii#;;;q;' ptnJ'u*un minimum sebesar lOvo' punyai tingkat i"xt"r kegagalan bangunan' iam 08.00 - l6'00';;'ti'"' di dalam Jadi diinginkaf ;;;;;t';h-daerah mempunyai fp rata-rata tugas visual sedang'

dilakukan

sebesar 290'

Thermal

Kondisi Lingkungan . -,^L -o-chrr ' K envamanan tt'ermat'T,*. I lXi:l"lJ}:l",Xl'illll, faktor ta Alp..gJ*t'i oleh beberapa ulliy' udara dan radiasi panas' k;;;putun kelembapan td";"' dilakukan dan pakaian vans Di samping Kondisi udara di dalam "ituitJ;;;* "' j'*' *i;;';'pt"i^turl' dikenakan (thermit) ialah jika penghuni a'nutu.iu'n bangunan 'yu*u" tidak- merasa dingin' kommerasa tidax panis--dan dirasakan nlaman mempunyal dan Kondisi 'Ou'ulu"g ^d.rurnru dari temperatur' kelembapan binasi hu' gu-tla'iu'*'Itrr" naiga dari masing-m.asing kecepard. urirun*liur^. harga-harga dalam suaiu selang besaran tersebut-Ut'*a" kesan therudara yang memberikan tertentu' Suutu. fonAisi sebagainya' dan dingin' seiuk' hangat ITlol tert.entu m'salnya

b.

dapat mempunyai kombinasi dari berbagai harga untuk masing-masing besaran tersebut. Kombinasi dari ketiga besaran tersebut dapat digabungkan menjadi suatu besaran, yang disebut dengan temperatur efektif. Temperatur efektif ini mempunyai pengertian sebagai berikut, suatu keadaan udara akan memberikan kesan thermal yang sama dengan keadaan udara jenuh dalam keadaan diam, pada temperatur yang besarnya sama dengan temperatur efektif tersebut. Misalnya keadaan udara pada temperatur 32C, kelembapan 4290, kecepatan aliran 0,1 m/s akan memberikan kesan thermol yang sama dengan udara jenuh pada keadaan diam dengan temperatur 27"C atau ternperatur efektif 27'C. Penelitian mengenai kenyataan thermal di lndonesia pernah dilakukan oleh Mom dan Wiesebrom (1940). Kedua peneliti ini membagi daerah kenyamanan menjadi tiga ialah kondisi sejuk, nyaman optimal dan hangat. Dihasilkan harga ambang yang berlaku untuk orang Indonesia dengan pakaian biasa dan kecepatan udara sekitar 0,1 m/s - 0,2 m/s aclalah sebagai berikut:

l.

Ambang bawah untuk kondisi sejuk adalah

pada

temperatur 23"C, RH = 5090 atau temperatur efektif 20,5"C. 2. Ambang bawah untuk kondisi nyaman optimal adalah pada24oC, RH : 8090 atau temperatur efektif 22,8"C yang juga digunakan ambang aras untuk kondisi sejuk nyaman. 3. Ambang atas untuk kondisi nyaman optimal adalah pada 28oC, RH : 70Vo atau temperatur efektif 25,8oC yang juga merupakan ambang bawah untuk kondisi hangat. 4. Ambang atas untuk kondisi hangat adalah pada 3loC, RH : 60Vo atat temperatur efektif 27,loc. Keadaan ideal adalah jika kondisi thermal di dalam bangunan nyaman optimal. Di daerah pantai atau dataran rendah pada siang hari sering sulit dicapai, tetapi sebaiknya masih berada pada kondisi hangat. Sedang di dataran tinggi pada t47

r46

r dini han" sering tidak pada kondisi nyaman optimal, tetapi

l59o dari luas lantai. Dengan batasan_batasan posisi lubang cahaya di dinding-pua, r,Jtinggiui"y"1, normal dari langit, lebar teritis sekitar t m, fakto]r"r.n.tri cahaya rata-rata permukaan dalam ruangan sekitar _ 6070, tidak dari penghalang di muka ada l}Vo lrb;il;;;:--'- dan - kaca penutup lubang cahaya adalah kaca benin;. Untuk bangunan/yang-tidak terlalu dalam, persyaratan dapat a""I"r'rrra"n l?ijil,it'eransan'iune

sebaiknya rnasih trerada pada kondisi sejuk.

Perenesnsan Bangunan untuk Mendapatkan Kondisi di dalam bangnnan yrng dlinginkan

a.

Pe*rerangnn

il

nlrmi slang hari

[Jt..r.ir,

Cahaya alanli siang hari yang terdiri dari cahaya matahari langsung dan cahaya matahari difus yang diterima di permukaan burni di Indonesia r:ukup rnelimpah. Sudah seharusnya

dapat memanfaatkan sebaik-baiknya cahaya

b.

ini untuk

penerangan siang harr di dalam bangunan. Tetapi untuk maksud ini, cahaya matahari langsung tidak dikehendaki masuk ke dalarn bangunan karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan (kecuali pada pagi hari, cahaya matahari langsung dimasukkan ke dalam bangunan untuk kesehatan). Sehingga yang akan dimanfaatkan untuk penerangan adalah cahaya langit. Cahaya langit yang sampai pada bidang kerja dapat dibagi dalam 3 komponen ialah komponen langit, komponen refleksi luar dan komponen refleksi daiam. Dari ketiga komponen ini, komponen langitlah yang akan memberikan bagian terbesar pada tingkat penerangan yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya. Untuk dapat memanfaatkan sebaik-baiknya cahaya langit, perlu diketahui faktor-taktor yang mempengaruhi besarnya tingkat penerangan pada bidang kerja. Faktor-faktor tersebut adalah: luas, dan posisi lubang cahaya, lebar teritis, penghalang yang ada di muka lubang cahaya, faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan dan permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya. Dari penelitian yang perrrah dilakukan, baik pada model bangunan dalam langit buatan, maupun pada rumah sebenarnya khususnya rumah sederhana, faktor penerangan siang hari rata-rata 290 dapat diperoleh dengan lubang cahaya sebesar

Kenyamanan thermrl '*-U;gha yans -d,Ll4kukan untuk mendapatkan kenyamanan thermal pada bangunan dalam iklirniropis lembap, terutama adalah -.ngr.rrgi p..otrt un p"rrur,'.".Uerikan aliran udara yang cukup untuk memenuhi nr.rylrrlrn kesehatan dan mem_ bawa panas keluar rureunun-rl;;;;;;:.r"h radiasi panas baik dari maiahari

I:ff

'"'pr"'a;t

fffiXng

,a:-Faiolehil bahan yans

p.irrrl*;;;.

dagat. dikurangi dengan ...,rrrnuiun mempunyui tuh"n";;;;;, yang besar, sehingga

b;h#;;;'ebut'

baha;

"*lffix;:l'#::rb" bantu;;il;o}:!{.iX';:li:,t.f,::,'i:i,:fi

;;;*B;'

;,fl

mn. bunan panas di dalam.bat"i. ilrii",';,:r" akan memperbesar perbedaan waktu terjadinya ,._r"#r, maksimun antara kedua permukaan uala.n d* maksimum tersebut. Sebagai il;;ilgan teaua temperatur .*at'iiraing bata mempunvai tahanan dan kapasit* punu, yd;;;;. Sedang gerreng mem-

#l',T*fi t*fankanasit";;;;;.';;sbbih"b;;;;a;ffi ; ^

.Permuk aan yang paling besar menerir

g ba h an u t p uu" u _ kapasitas panas "p yang Seda

n

lebih

r;r;; ;;'#Jrffi t :fl :,flf lT; k;i;ffiada

dindins. Untuk memperbesar kapasitas panas oari uatiln'utap agak surit karena akan memperberar atap.

Tahar;;';;;",

dari bagian atas

148

t49

bangunan dapat diperbesar dengan beberapa cara. Misalnya

dengan adanya rongga langit-langit, dan langit-langit

serta aliran udara di dalam rongga langitJangit. Penggunaan pemantul panas reflektif juga akan memperbesar tahanan panas.

C; tillge

memperkecil panas yang masuk dinding, kecuali memperbesar tahanan dan kapasitas panas, cara lain yang dapat dilakukan antara lain: * memperkecil luas permukaan yang menghadap ke Timur, dan Barat. melindungi dinding dengan alat peneduh.

-

Cara

ini

berlaku juga untuk uug'iur-ffiaffii!

y'ane

transparan, ditarnbah dengan penggunaan bahan/kaca khusus maksud untuk mengurangi transmisi panas yang masuk ke dalam bangunan. Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari permukaan, terutama untuk permukaan atap. Warna terang mempunyai penyerapan radiasi matahari yang kecil sedang warna gelap sebaliknya. Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan temperatur permukaan naik, sehingga jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini akan menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara kedua permukaan bahan, yang akan berakibat aliran panas yang lebih besar.

p)Allrrn

udare melalul bangunan Kegunaan dari aliran udara melalui bangunan atau ventilasi, adalah: (l) Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan ialah untuk penyediaan oksigen untuk pernafasan, membawa asap dan uap air ke luar ruangan, mengurangi konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau. (2) Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal ialah untuk mengeluarkan panas, membantu penguapan keringat dan mendinginkan bagian dalam bangunan.

-

AIiran udara ini dapat terjadi karena adanya ,.rtq-.,^ gaya ^.,-,_ angin dan gaya thermal. alran-uo-a'rl-t{arena j r;J,XiTX#il::ii acr i i k a a n gin dan dan udara keluar pada permukaan tekanan udara. ffi jadi kecuali dipengaruhi : _ #J,..11 oleh

"d;i;;;;;#fl:,

B.,;;; ;,

:;J,Ti#ffi

f :;i i": ;; ;' ";;;i li l;;.: keceoa

1",:; I ;;

g

I

H,

l;t,i;;}:,ffffi: Jika tidak ada

ffi

-.1

ffi

i

i?tr

ff ff tJ nf", ffi [j

H:l:; +,'i

ff

maka

masih dapat terjadi turrru e;ii",-vo,4l18ttt' aliran udara ouunt.ffi J,;;;:.'ii';^llt;:i:5i5.;uir,;*""i*alp",o"lo.-tinggi I'.1, ruansan, dan perbedu"n antara,uounnT..lll-d1 terse b u r rr a ru s d apa r"i il ; :H" I* l,:i?l, J;l daparkan jumtah atiran ;;;;';rryiiterrenctat
;;;;,

diperlukan untuk memenuhi k.nyu.unun.thermal.

perrama sebaiknya digunakan

terb uka, tetapi

ini u.r r,

i;;;;;,itasi

.."irr?" i.'.i.n

;x[#i;:."H? d;,"1$1 itti,Tff jurplah ariran udara yang diperrru.,

i_inrut ying

rctap yune r.tutu u r, ;, y a y angk edua. d i e u,* k *;"

i;;;;

Jjl?*lfl1l,l*1:.,.n

@adlast panas Radiasi panas dapat terjadi.oleh radiasi nratahari b;;;;#i.,'dr.i p.r*ukaan yang lebih panas dari sekirarrr"l;;;;;.' yann il.n..g"r, rung p.r,rri arai_arai baik arar p*n*a,i vertikal' -' atau alat penedul, ' diatur-* ,r"g-a"rli langsung masuk ke daiam

f:i;:,lffHffff,

;;;;ffi,

Pancaran panas dar,i suatu perrnukaan akan menrberikan nyamanan^

ketidak

jika temperatur permukaan ^,1ry,ilt.T"ri"T.1rrnur,, tersebut ;r";; remperatur beda udara

150 I-5t

permukaan bawah

terjadi pada melebihi 4"C. Hai ini sering ptt*ukuun bawah dari atap' dari langit-langit "t"' yang nernah dilakukan di '"01 Sebagai gambaran, Ju'i'ptnttitian ptttu'ku11 bawah langit-langit daerah Jakarta tt",l'":*t atas vang menggunakan 34'6;';;k mencapai dapat 'umah asbes gelombang'

PenutuP

cara-cara untuk mendapatkan Telah dibahas secara singkat dalam bangunan'

ilftftendaki,di kondisi lingkungan-'** dalam iklim tropis lemdengan perencanaa"';;;t;;;;nva' mensurangi atau menlaadatah bap. Yang puau poftofnia matll fe rt i r ad ias i Ii

;;;;-trusr^k?l I -se dak an f akt or "; tt**flatkan-faktor-faktor yang kuat aun -f

tungkan,

akt

aun aliran

yang mengunudara sampai jumlah

tidak selalu usaha ini dapat

Tti:T:1::otll3" adanya

seperti;;;;';;;it

tt"illlrung

karena di samping kondisi yang dffinkan'.juga mungkin masih ada kekuketerbatasan-keterbaiasan'

bai

f

men

eenai iklim dan

rangan-keku'unrun"i't1-'"Jtt;ifi : sifat ailtntndaki' -maupun mengenai Unkondisi yung "btnu'"'v" a"ri.l iklitn btttungkutan' bahan dan

perilakffi;;;;

penelitian dalam hal-hal tersebut' tuk itu masih pt'ru-airlrti'xun dilakukan dan kebiasaan yang telah di samping itu tu'Jtu'u dipelajari' yang oerlu oada ruman-'umat' tradisional yang ada dan hasil-hasil Penerapatt dari pengetahuan sumbangan penelitian t."tu"i, ;ilY;;Pk"1 1111,t^tt*oerikan 'pada Arsitektur Tropis di lndonesta'

III.5. LANDASAN AR'TiITEKTUR INDONI,SIA Oleh: Drs. Darmanto .!alman, S"U. Tidaklah terlalu sulit untuk merurnuskan garis-gari,c besar haluan arsitektur lndoflesia nlodr:rn. Arsitektur Irrdonesia adalah arsitektur -v"ang menlenuhi kcbrrluhan manrrsia Indonesia. Persoalan akan segera berg.esr:r ilrerruju kebutuhan akan perumusan kebutuhan nranusia Intlonesia ini. Lalu siapakah yang menetapkan kebutuhan manusia lndonesia ini? Manusia lndonesia seluruhnya, atau cliwakilkan sala pacla para arsitek, atau pada para ahli perumus kebutuhan nranusia yang sekarang ini agaknya sedang berbringa-bunganya"? Para

perumus kebuluhan manusia indouesia inilah yang biasa disebut kaum cerdik cendekiawannya, traik yang terdiri dari kaum teknokrat maupun apa "v-ang disebut intelektual yang sangat heterogen, terbesar, dan sering anti struktu:. f'ersoalan jadi: Apakah perumus ketrutuhan manusia Inrhne,'i;r yang diwakili oleh para cerdik ccndekiawan ini sampai :"ekarang sudah bisa dikatakan benar-tre ner n:,:w;rkili kc:hutuhan manusia Indonesia? Karenanya maka, pemhicaraan tcntang landasan arsitektur Indonesia akan kila nrulai dari gsgasangagasan tentang kebutuhan nranusia lndrinesia seba;iaimana diungkapkan oleh para cerdik cendekianya.

Kebutuhan l)asar Manusia Indonesia Rumusan-rumusan tentang kebriruhan clasar manusia sesungguhnya merupakan kritik bagi rnodel pembangunan "Tetes ke bawah" (Trickle Dovy,n f)evelopment) yang semula menjadi ideologi pembangunan masyarakat kapitalis yang berlandaskan pada pertumbuhan ekclnomi. Karerna tcrnyata model pembangunan "Tetes ke bawah" dentrr,;.n industrialisasi besaran, teknologi maju dan padat moclai ticiak berhasil menyelesaikan persoalan negeri-negeri y,ang sedang berkembang; diciptakan model penrbangunan yang sungguh men-

153

r5l

negeri-negeri yang sedang jawab kebutuhan d.asar masyarakat tepat guna' padat karya ito^ologi berkembang, yaknr Ot"tt^ model pemserta industri "ot';;;utiun"' 'S.lutnarnva ialan tengah' atau ';"ttil adalatr';;;; ini dan .:lj" bangunan pembanguna'n ya;g kapitalistik antara,ugu'un kompromi' t*r;isrik vans kedua-duanva o.*uunrul?1''lJ'Peter Berger sasasan iAeJtogi seperti-tuduhan telah membtrtu *"nj]Ji of socrtfice;Iffi;T:Xouru, bukunva yang ;ffi;.il;ta bahwa model Pembangu ini o'""*t"ai'atkan-kritikan-kritikan dasar tuhan model ini tidak sanssup tajam: P."u'u-ti;;"i;;;;;ta pada masyarakat' Jan inertia Y?ng'uau melawan t .*t'r'n'n laei punva kesangMasyarakat vans ##ili;Initrtiniiouk

";';;;;;ii

j"

".'* ryjj;[;['**:mffi fffl i{:i*'' langsung Xi:[,T'iL ;:li',ll, i tffi ]{'i:i r,*:':Xl'Y#ll' gembangunan vang

e'p

ul

Haq

1

-tneuj"ii;';;;;"; gunannya mr np rtn-oatl,pemb an ou'u' iJ*tiii*n Rakvat Cina dengan

menyeran g

model vu,,e

at'mf"#;?;;;i;i

Rep,uutik

kesanggupan

brigade-briguAt pt*iangunannya',.dengan t:rlyata model pembangunan kemandiriannya''ftrn"aiurr' ini juga tidak berhasil mengununtuk ikut "Menjawab rto"'^n"tE*ui" u"i *tntniut" apalagi atas' potensr dang kesedi""" oiJ* menunjukkan bahwa uuliiuurtti puaJui membangun, pada lapisan ini' pembangunun jt'Iti.r Akhirnva, kelompok r"',

itirt'urt

tJ;;";il;H"n

*,.a"1

bagt merum uskan dasar

dari sudut kemampuan tempat tinggalnya' kesukuanekonominyu''o'ffiolitiknya' pun"Uagi lndonesia hal budayanya' fingi'ungun maupun nva. suatu upava lain' vang

'"i'ii

ini ietas nvata'

r"!ttry,.11k

-';;;;;;aiutriut'iun

nutnun bersifat

ttuututtan' *.niu*uu"';il;;'"" enggang tak jr.firiiui* r.o"tah "Makanan ,,mawa_ma*u,,

tetap

masing-masing

aen'ittiun.kebutuhan termakan oftt' p"ipitll'Mutulahnva adalah U*9tq*utdu' tu'l^furt'u' tidak kelompok aear diversifikasi ini upava apakah

#fi;;

iiiatuttan

membawa perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi

justru memperkaya dengan nuansa. Sistem dan cara berpikir sistemik yang serasi, selaras dan seimbang diharapkan mampu untuk "ngesuhi" upaya ini - dan semua ini agaknya masih perlu diuji.

Tradisi Sebagai Landasan Arsitektur Indonesia Beberapa waktu ini arsitektur Indonesia digoda oleh gagasan untuk menemukan kepribadiannya, untuk menciptakan

apa yang disebut Arsitekur Indonesia. Dan selaras perkembangan arsitektur "dunia" (baca: Barat) yang sedang mencoba untuk menggali potensi-potensi kearsitekturan di antara tradisi-tradisi bangsa-bangsa, maka di Indonesia ramai cendekiawan berpaling pada tradisi suku-suku bangsa Indonesia untuk mencoba menjawab tantangan zaman. Namun kemudian ternyata bahwa tolehan kita jauh jadi sekadar kegenitan dan keseronokan budaya karena tradisi lebih banyak ditafsirkan sebagai bagian dari gaya atau bahkan selera keinlepas dari kesanggupan untuk dahan yang formalistik Fung"nggraita, ngrasa,njatra dan njarwa" - kan tradisi, kebutuhan sional arsitektur tradisional dan menjawab masyarakatnya luput dari panggraito, pangroso, ponolor, dan panjarwa kita. Keutuhan budaya yang diliputi oleh agama, mitos, sastra, seni, dan lain-lain dilepaskan dan diganti dengan kesatuan berpikir yang ontologis, rasional, objektif dengan penekanan pada kegiatan analitis sintesis. Dengan kata lain, ilmu, teknologi telah dipakai untuk mengganti tradisi. Dengan tidak kita sadari, bagaimanapun juga, dengan melakukan tolehan kepada tradisi kita telah melakukan suatu loncatan budaya ilmu-ilmu yang lain. Arsitektur lndonesia sebagai ilmu pengetahuan berasal dari impor lewat bandar-bandar impor yang kita sebut sebagai perguruan tinggi. "Ciri-wanci" dari perguruan tinggi kita telah terlanjur dilahirkan oleh pemerintah India Belanda untuk memenuhi kebutuhannya akan tenaga-tenaga ahli dan setengah ahli bagi pelaksanaan

ls5 154

arsitektur kognitif tok, arsitektur analisis sintesis dengan melupakan bahwa arsitektur ini mestilah merupakan ekspresi, pernyataan, aktualisasi total dari manusia lndonesia. Dengan demikian kita perlu memahami manusia Indonesia ini sebagai satu kenyataan sejarah, dan bukan sekadar sebagai gejala konsumsi bagi nalar ontologis kita. Kalau benarlah pendapat

begitu tidaklah bisa kita hilangkan aclministrasi kolonialnva tujua,,, kita sadari telah menwauci ilrilah yang clengatr tidak putu arsitek kita' iuaiuusin,, dari kepirnotii^u "Barat" melalui sejarahnya Demikianlah ketika ar sitek-arsiiek sendiri dan mulai yang unik sampai o*;';;l-;t'*t-kejenuhan k\ta "'ruusr' Xos' atls Kosali" d'qn "Hasts Bumi"' nrentrleh t. aclalah suatu loncatan budaya pun rnuiai menolclt k;;;;' lni
nremperkenutttun uerkembang sambil melomke desa-clesu n.rtt'-L"*tfi'ttJurrt

*uru r*1*r"f, yung punjung yangtelatLit'.t-:lll:t gutui yakni tahap teknologi "Newtontan' negara-negara

pari suatu oleh

i*t notogi paclat energi habis

pakai'.

Mohtar Lubis bahwa manusia Indonesia sekarang ini munafik, titik inilah kita mesti mulai. Begitulah kalau pendapat Niels Mulder bahwa manusia Indonesia benarlah (maaf, baca dalam hal ini: Jawa) itu rasional tapi irrealistik, maka dari sinilah kita mesti mulai. (Supaya tidak terjadi salah paham, buru-buru harus segera saya tambahkan bahwa itu adalah tangkapan yang terlalu simplistis dari kedua orang tersebut, dan karenanya bersifat nonhistorikal). Demikianlah kita perlu mengkaji suasana setiap orang menjadiarsitek bagi dirinya, suatu kelompok masyarakat mengarsiteki sendiri kebutuhan pengaturan ruangnya, "folk architecture" masih dimungkinkan tidak untuk mempreteli faktornya kemudian mereka-rekanya, sesuai dengan keadaan jeneh kalau begitu tidak perlu kita kehilangan sekarang kemampuan untuk membangun Borobudur, atau Prambanan beribu-ribu sekarang. Kejadian ini diperlukan untuk menghidupkan kembali sesuatu dalam diri kita yang telah lama tidak kita perdi dan openi dan yang sekarang ini sungguhsungguh kita butuhkan: Kemampuan memadukan "Jagod gede" dan "jagad cilik" itl. Kemampuan ini bukanlah kemampuan yang bisa diusahakan dengan belajar dalam pengertian menambah pengetahuan dan keterampilan, tetapi terlebih-lebih dengan cara mengalaminya sendiri. "Experience the evidence", istilah yang dipakai oleh Ronald Laing. Artinya, tradisi bukanlah menjadi suatu objek yang dikaji, diteliti, tetapi terlebih-lebih didekati, dicintai, dihayati. Arsitektur Indonesia bukanlah merupakan sekadar terjemahan dari gagasan-gagasan dalam wujud bangunan-bangunan; atau sekadar teori yang diaplikasikan, atau kata yang ditindakkan atau keyakinan yang

maka dari

i. mernilil bahwa manusia memilikt Servatr sctrreitrei s"a"g"t t''i*is. telah r'"t biasa' vang memangdaram kemampuan ooupiu'i*r'i"g yang paling seramat membawanya rnenjacli spesies ini' .Pertanvaatl adalah: Apakah seleksi evolusi ufu*-";ouh yang jauh dari "Cukure tidak akan teriadi akiLat samping memangielah siap merasuki Shock" ini? Atau, apakah kita fungsional (menurut tahapan kebudayaan ontol'o;';';ampai. diri.van Peursen)? Apakah perkembangun u'iivu *"n"iu nt uk memahami' meramal' fungsi- fun gs i ilm u"p'Jrigetih i; .u akan menjacli sekadar "Black dan menga,u' g"ruiu in'i tiOat Misi"" modern tli tangan kita? tradisi adalah tolehan Demikianlah,i"i;;; kita kepada teknis' tolehan historis' tolehan budaya (mertinyu),"i;;;k"; ;;;1;i"" sekaclar tolehan ontologis! '

Ada di Sini: [,andasan Arsitektur Indonesia Manusia lndonesia SePenuhnYa' pernyataan ini demikian: Semula saya ingin merumuskanTetapi ada di sini' di kepala kita' Landasan u,ri,*xiuiinJun"'iu pada kita menggelincirkan pernyataan ini aXuniu'lalu mudah

157

156

7 diamalkarr" Ia nreruql:rk,ln wujud clari proses metaorphoses manusia lncJorresia. Kelrornpottg hanyalah sisa dari proses metamorpho.ies tersebrrt, seperli barangkali luga ioglo atau daro gep,tk"tetapi ke Inclorresia itu sendiri adalah proses pen-

ciptaan yang

merupa

kan suatu kontinum dari

masa

Borobudur. Mesjid l-lernak" sampai ke kotak-kotak korek api yang berjalar sepaniang i:rlan '['hamrin di Jakarta. Merumahi komputer sama clengan rnentenuhi amben, memenuhi istri sama dengan nrerumahi para sekretaris. Tetapi kearsitekturan adalah keseluruhan penciptaan yang menghasilkan data-data program dari konrputer yang dirumahi tersebut seperti penciptaan dahulu kearsitekturan adalah keseluruhan proses yang merumahi kehiarga Kramaleya. Dengan demikian kita tidak akan berharap arsitektur menjadi semacam Badak Jawa yang langka dan mahal harganya, yang hanya hidup karena kita sedang obsesi ekologi dan pelestarian alam, dan bukan karena rnemang badak itu berguna. f)engan singkat, arsitektur Indonesia adalah arsitel*lur yang memproses lahirnya rnanusia yang sangat Indonesia - suatu meturnorphose kebudayaan luar biasa pada masa ini" Arsitektur lndonesia bukan sekadar penerapan nilai-nilai Panca Sila dalam kaidah-kaidah perencanaannya, tetapi ialah yang menghidupi nilai-nilai tersebut. Demikianlah kebhinekaan adalah kondisi nyata yang memperkaya arsitektur Indonesia; sementara keekaan adalah jiwa solidaritasnya. Derrgan kata lain, arsitektur Indonesia adalah arsitektur yang solider dengan nasib bangsa Indonesia. Sedangkan akhirnya dirasakan, betapa para arsitek "harus peka dan secara tepat menundukkan dirinya jelas-jelas pada situasi perubahan-perubahan sosial yang sedang terjadi". Dan itu berartijuga "mempersiapkan generasi (arsitek) baru, yang siap menghadapi problema besar dan nyata yang akan datang". Tentulah kita berbahagia mendengar ungkapan-ungkapan keyakinan yang sejuiur itu; masih penuh idealisme dan tekad, serta tanggung jau'ab. T'inggal apa yang dimaksud dengan 158

t3

a)

"rc

E

\.{ !

t a)

o

^s

o

U $l

r59

yang akan datang" itu; "politik "problem besar dan nyata mekanisme agar "sektor

' resmi yang bagainrana'*t"*t'" kedua-duanya sama-sama ttaAitional" modern sekaligus vang jttut' s-alB lsitek masa kini bukan dan adil dilayani' Vu"ng iio* auput lagi (bahkan tidak lagi sekuas u ttou,*)'n; Ratu Semmut di samping Sri sepantasnya) bertinJal-'Lpttti HatschePsut. . -:L saja' yang serlng satu pihak Sang arsitek hanyalah salah di negara berkembang untuk juga tidak sangat kuasa' iJiiii*t*u sarjana-sarjana bidang lain menentukan arah. Slperti yang pttfu dip.erhatikan ialah' apa demikian. Namun Vung sdr' lr' Bondan Hermani dikatakan ot.t sekarang' arsitek baru dididik' Slamet M.Sc, batrwa lampui pro*trrggut'p "hasil akhir dari suatu dan dipersiapttun unt'X dilatih diiiut b'ng"un; dan belum ses komplek., vuxni'vung hasil akhir tersebut"' mengenal proses ,"'* ilttUuahkan. pendidikan ke arah itu tidak Namun dari pihax iai;";;;l;h fagi, memanglah definisi arakan terlalu berat?lurri:.fut dan sebagainya itu perlu sitektur, arsitek,'tugu'"*titek dirinva rn'i senoiri: direvaluasi rugi; rnt'itii't '''mendudukkan sosial yang sedang perubahan

e;

,.o'll;?"ilU;i'

puau

ielas-jelas 'ituu'i""U"n"" kaum Sthapati-Sutradhara terjadi". tni tuga;;i';;; dari praxis' tetapi tebih Baik dalam'-tl-11j3* generasi penerus'

secara ilmiah' pentingi dalam pendasaran teoretis

III.6. PUDARNYA ARSITEKTUR TROPIS INDONESIA Oleh: Ir. Andy Siswanto, IAI Dewasa ini, bila kita menelusuri desa-desa, kita akan masih sempat menyaksikan sisa-sisa permukiman yang adern ayem, sejuk, dan semilir. Pekarangannya luas, dengan tanaman keras yang rindang. Pagar pembatasnya samar, sehingga tetangga kiri-kanan maupun depan masih bisa bercengkerama ramah.

Rumah-rumah dibangun dengan material alami. Walaupun acapkali pencahayaan dan penghawaan agak gelap dan lembap, tetapi secara umum pergantian udara cukup dan bersih, mengingat dindingnya yang transparan; dan suhrr yang dirasakan pun sejuk nyaman. Seiring dengan proses urbanisasi yang demikian cepat dan terjadi hampir di semua permukiman di Indonesia , maka di sini terjadi pula degradasi kualitas ekologi, khususnya pada kota-kota besar. Eko Budihardjo bahkan menuding (Kompas, 8 November 1986), orang kota makin tipis kadar kepekaannya terhadap lingkungan. Banyak lahan hanya dijejali rumahrumah, dengan sosok yang tunggal rupa. "Bunuh diri ekologis", katanya meminjami istilah dari seorang ahli lanskap J.O. Simonds. Salah satu aspek dalam ekologi kita vang pentinpr adalah iklim. Iklim sejak zaman purba selalu memainkan peranan penting dalam kebutuhan permukiman. Setiap benua masingmasing memiliki spirit of placenya yang khas. Mereka terpolarisasi dalam lokasi-lokasitertentu, di atas permukaan bumi yang berbeda-beda. Dan rumah, kampung halaman, tanah air pun terjelma dalam ujud ruang dan bentuk arsitekiur permukiman yang khas sesuai dengan iklim masing-masing . The spirit of place is a great reality, kata D.H. Lawrence. Arsitektur nenek-moyang kita juga bereaksi secara khas terhadap iklim. Rumah-rumah panggung terbuka adalah di-

161

160

71921. Berdenah teater Romawi, tapi seluruh ekspresi arsitekturnya adalah arsitektur Jawa dan tropis. Harus diakui, arsitek Belanda pecinta arsitektur tradisional Indonesia yang menyem_ pal ini, ternyata sangat serius dalam penyiasat-i itilm tropis. Berekspresi Indonesia pula!

sain asli mereka, dan terukir jelas pada relief candi Borobudur

dan Prambanan. Iklim lndonesia dikategorikan dalam zona basah-hangat dan Filipina' mirip iklim di Amerika Tengah, Madagaskar' lembap' tropis rriiiit, yang populer dipakai adalah iklim 23oC dan ratai.rnp.*,ui maksimum nya 32C, minimum 400 Watt/m2' rata 27oC. Kelembapan 80 persen' radiasi yang relatif berawan' iluminasi 15.000 kandela pada langit

Arsitektur Hindia'Belanda Angka rata-rata di atas memang tidak terlalu merisaukan baik bagi lingkungan tradisional, yang ekologinya masih yang alami' dengan liahan yang longgar dan bahan bangunan

w;i;

Gaya demikian, tuin tluinyu bagi para penjajah Belanda'

arsitekturneoklasikdangayaarsitekturborjuisiBelandaSegera dindingnya disesuaikan dengan iklim tropis. Plafonnya tinggi, Pada i.Uut, trbu,tg ventilasi ditempatkan di berbagai sudut' Yang rumah tinggil, jenclela-jendela lebar berkisidiberi tritis. anmencakup luas' yang sangat menarik adalah berandanya konsep sebuah tara25 sampai 35 persen dari luas bangunan' pada arsitektur ruang hasil adaptasi terhadap ruang serambi tradisional Nusantara. Antara rumah induk dan dapur/ bu,gununkecildihubungkandenganselasar-selasarterbuka. Arsitektur kolonial itau arsitektur Hindia-Belanda ini pribumi' sankemudian menjadi orientasi bagi para pedagang tri, Cina, dan priyayi. Pada tahap selanjutnya banyak rumah sakit dan sekolah dibangun dengan gaya serupa'

Diantarakarya-karyaarsitekturtropiskolonialini,ter-

yang lndonesia' nyata bisa kita jumpai jenis arsitektur tropis Ambilah conroh kimpus ITB (Institut Teknologi Bandung) yang dirancang Mc. I-aine Pont' Yang sangat lndonesia dan Sobokarti Lerrungsi untuk sosial budaya modern adalah Teater

di Seriarang. Ini dirancang oleh Thomas Karsten dengan rakyat"' konsep yang sangat menarik "Daripendopoke teater pada tahun seperti vung Oiu tulis dalam sebuah artikel di Jawa 162

Arsitektur Tropis Indonesia Sejak kemerdekaan,.yang laku adalah gaya arsitektur sub_ urban Eropa tahun 20-an. Gaya modern mulai disenangi, di_ jiplak tanpa imajinasi dan meremehkan iklim tropis. e.rii.ltr. tropis kolonial pun mulai memudar. Arsitek Silaban dan kawan-kawan tampil sebagai penyelamat dan berusaha secara konsisten sampai akhir hayatnya untuk menghadirk un i_ sitektur tropis Indonesia. Dari segi kenyamanan termal, beliau cukup berhasil, tapi tidak cukup berhasil dalam mengekspresikan,,lndonesia,,nya, karena tetap saja meran_ cang dengan idiom arsitektur modern, dengan kekhasan louv re- louv re pada focadeny o. Era awal Orde Baru adalah cara era semakin memudar_ nya arsitektur tropis. Ia digilas oleh arsitektur modern ber_ AC. yang dirancang tanpa AC pun seakan_aka, _.tuputun aspek tropis, sehingga pada suatu saat kita ,..r.nrut't ug., hadirnya sebuah desain, yang dikerjakan ,,raksasii, lenqa1 Paul Rudolph, yakni gedung wisma Dharmala di Jakarta. Inikah arsitektur tropis yang Indonesia? Saya U..p.nauput tidak. Karena seluruh bangunan itu dirancang dengan gaya internasional, dan seluruh bangunan menggunakan sistem penghawaan artifisial. Lisplang betonnya yaflg miring barangkali memang memberi citia tropis, tapi jeLs Uefuri menunjukkan "tropis Indonesia,, '

Fisiologis dan Psikologis Dalam kerancuan proses pencarian arsitektur tropis In_ donesia, seperti sekarang ini barangkali perlu tcita simat< tagi

163

Indonesia' perancangan' ?ltit:-Y:,: di kepentingan kita akan troprs' it
pat yang lain baik ruang satu ke ruang yang lain, baik ruang dalam bangunan maupun ruang lingkungan dan kota, sementara ekologi khususnya di kota hanya semakin ganas saja, maka tampaknya sudah tiba waktunya diadakan perencanaan dan perancangan arsitektur, untuk lebih memperhatikan faktor-faktor iklim tropis, seperti temperatur, kelembapan, kecepatan aliran udara, dan radiasi panas. Untuk memperoleh temperatur yang dirasakan (temperatur efektif) nyaman dan pergantian udara bersih yang cukup, sebenarnya muskil bila kita hanya mengandalkan buku suci semacam standar penghawaan alami. Faktor-faktor di atas masih bergantung kepada banyak variabel: Orientasi,

-

topografi, permukaan, bangunan-bangunan sekitar,

dan bau, aun o'

"

:u#

#tnoing]ntun

Laporan Mac Pher ilil:l, ,[il'f:i#il:tl' iiplkol: ?s.Australia' yang diulas Tropicot

son, Enviro n*'n'oitoiii

Australia Architecture in Tropical Belwant SinghsainiOatam 1970) memberikan bukti-bukti (Melbourne Uni"tt'ity Press' o'it" lingkungan l:itil-;;;*unun bahwa 'ti-tl': menarik, tropis' kelelahan troprs oan mengakibatkan ;;;;;it lain lesu' lemi::'" neurasthenio tropir. iimtomnya -antara bertanggung jawab' kurarg ingatan aun tton"nt*'i' "p*it' dan sebagainya' t"r,inggu"g; ;;;t: paranoid' mudah

Kendalat
konstruksi, bahan yang dipilih (mempersoalkan daya absorbsi, porositas, angka isolasi, kapasitas termal), dan sebagainya. Jadi arsitektur tropis sungguh bukan sederhana. [a harus ditekuni dan disiasati mulai dari tata letak pada perencanaan tapak sampai dengan tata bentuk dan sistem peruangannya. Banyak karya arsitektur kita telah dirancang dengan pendekatan arsitektur tropis, khususnya pada perumahan golongan menengah ke atas. Bahkan di sana sini ia telah mampu menampilkan diri sebagai arsitektur tropis yang beridentitas kultural Indonesia. Walau demikian, masih jauh lebih banyak yang belum tergarap dengan baik, yakni lingkungan dan perumahan golongan menengah ke bawah, juga pada bangunan-bangunan umum tempat mereka bekerja, belanja, belajar, dan kuliah. Ruangruang terbuka pada lingkungan permukiman dan kota, juga semakin moderat, gersang menyengat dan langka. Padahal di sanalah mgreka berinteraksi sosial dan mereka berkreasi dengan rumah. Arsitektur tropis Indonesia yang memudar, semestinya dibangkitkan kembali.

165

164

BAB IV ARSITEKTUR DAN MASYARAKAT

IV.l.

KEMBALIKAN ARSITEKTUR TRADISIO. NAL KEPADA MASYARAKAT Oleh: Ir. Johan Silas, IAI

Peserta seminar Bahan Bangunan Ekonomis di Paris diundang pula meninjau per'umahan di kota baru L'Isle d'Abeau dekat Lyon. Perjalanan di sana ditempuh dengan kereta api TGV berkecepatan rata-rata 250 km/ jam; berkat teknologi super maju (iarak Surabaya-Jakarta bisa ditempuh hanya dalam waktu 3 jam). Yang dibanggakan di kota baru tersebut

adalah rumah, yang hanya terbuat dari tanah dipadatkan. Rumah tanah ini dianggap pula menunjang perkembangan masa depan kota baru tersebut. Kunjungan ini adalah gambaran yang kontras, antara kereta api super-modern dengan rumah tanah primitif yang lebih pantas untuk negara miskin dan terbelakang. Bentuk rumah tanah ini memang sudah umum dipakai penduduk desa tersebut. Ada tiga alasan utama mengapa rumah tanah tersebut dibangun sebagai bagian dari perumahan di kota baru yang modern. Pertama karena sangat ekonomis baik dari segi biaya membangun (l/3 harga konstruksi konvensional) maupun kesesuaiannya dengan iklim setempat (bio-climate); sehingga hemat energi. Kedua karena tidak merusak lingkungan, sebab tanah dan bahan bangunan lainnya yang dipakai mudah didaur ulang dan perlu sedikit energi dalam proses pembuatannya. Alasan terakhir adalah turut melestarikan warisan budaya setempat; Prancis memang bangga dengan kekhasannya sendiri. Rumah-tanah yang baru lebih tinggi dari yang lama (tiga dibanding dengan satu-dua lantai) pemadatan dan konstruksi

tanah dilakukan dengan

teknolosi v nya,dan,uaJ-Ji',ii;;;iffi:?J#?fr

:l,,X},lj,l::i::;

masa sekarang rnaupun r.nautunglAlasan-alasan

ini

.sebenar_

;Il; :H:.il',Tff l,*:.u i'" u'"'i"iu p,ta uaei,.e;; #;..* Arsitektur Tradisional

?

Apakah arsitektur rumah tanah.ini bisa dianggap sional? Kalau ya, apakah .u*uf,-i'irbu_daduk kita juga tradi_ tradisionar dan patur tidak unruk aiu.r"r,ir_ra dengan mud-ah bisa memenuhi persvara(an ,umah_tanuh pran.i, di atas. Kalau yure punya TCV rerap ba -.:: ru m ah r a n a h, apa k a h k I j, ;; ;r"d#il:ff, ftili;,T i.T f, s.tonal agar dapat r.rO..itl;';;;;, daduh ving 5ld!h,,airoa.,"nl;rt bam b u_ ;:"r-11"._l e r d' A P P t i c o;' '#,!:"X::{; 7::;

llT:,r

;

_

:{:

";

;

; El,1 I I.i' fff ;

* ;; il : f;L[r,l#; : i:L'", 3n guna di tepi iari Gede, y ;,,,

l: I

uun

e,, u,' *lL

o

ba.mbu repar_

tu puta aloukung menjadi ilrr'.jfr;";,-].,:.l]"h pusat kajian. ---v' IJlr sebuah Agaknya ini bukannya perkara ear i,,'"',r i.r., ; fr

ilf,l'X,l iTllf,.Tq..,

d, d,

r

;;;H;,

,,1

;'[:ll,i",[i ?,?:';]lf

il#:XXJ'tf dari mereka ti.:iX adalah urbanis miskin. Ada baikn" k

banya_k

I:trffi

o:ll,gif:i, ;;';*i'embangan

k4f

.

arsirekrur hlstoris. {i,u^r,.,uuri ke abao

ii:Hffilji:;Hp.ktir :tr*il, *:#,ffi[,i[::f ilfi Hl {*;l *' il;;;ffi

ffi

iir

rfr#

Hi jill ml;:i:i

11'.n, ii cratans; ada pecinal: *::ffi *,"tlrr*;;;: Loji Beland?, dan sebagainya. Tenru jusa a{a i.u.i noio*[netrp Eesarnya. Di Timur dengan pasar iAu puJ"rr;;;".; r,

rarukan,c.nt.ne,iusahn:K;;ffi

:;i;::*UilJ:T.,fJ;

166

t67

tempat para pekerja. Dan kalau mau ke Kraton lewat timur harus lapor pada patih dan melalui pintu Lawang Sekateng. Sedang di Barat ada perumahan para pejabat, seperti Mas patih, Tumenggung, Prabu, Ronggo. Dan untuk ke Kraton bisa langsung melalui pintu Butonan, tanpa aling-aling. Sebelah selatan ada taman Teratai Putih (Tunjungan), ada pengawal kraton (Ketandan) dan sekretaris kraton, yaitu Carik. Dan tentu juga tempat tinggal Keputrian, sedikit di luar batas benteng Kraton. Sistem pertahanan juga ampuh, di timur ada sungai yang dikawal para pande besi, dan di barat didirikan tembokbenteng. Di sebelah selatan ada pengamanan berbentuk siput

urang (Kupang). Tentu tak lupa Baluwerti untuk mengamankan kawasan Kraton. Sampai-sampai tentara

t)

Mataram yang dipimpin tiga orang Jenderalnya tidak ambil risiko melakukan serangan militer. Surabaya ternyata dikalahkan dengan senjata ekologi tanpa korban jiwa manusia sama sekali. Untung nama-nama ini masih lestari sebagai nama kampung dan hingga kini masih bangga dipakai oleh penduduk setempat. Saat ini Surabaya mungkin kota terbesar, penduduknya tidak kurang dari 50.000 orang. Jayakarta dan Bandung masih merupakan desa pantai dan pedalaman. Surabaya dan Yogyakarta belum dibangun. Sayang tak diketahui dengan pasti bentuk arsitekturnya. Tetapi menurut catatan para musafir barat abad berikutnya, Surabaya dengan gaya bangunan Jawa ("modern"?) merupakan kota yang indah dan menarik. Melihat tata kota Jawa yang diterapkan secara konsisten kita bisa berspekulasi bahwa arsitekturnya juga Jawa, seperti yang kini kita golongkan tradisional (versi Centini?). Namun yang seharusnya tradisional untuk waktu itu adalah bangunan seperti pada relief candi-candi Jawi, Surawana, Jago, dan sebagainya. Bentuk ini sudah diungkapkan oleh T.P. Galestin dalam disertasinya (1936). Tidak mustahil kalau waktu

UO

AAL

.ai !pB

\s

.d

ist:

*\c s a)U

'Bs l!

\\l

v'

I68

t69

itu juga ada kritik terhadap bangunan Jawa-nya Surabaya (kini kita sebut "tradisional"). Setelah perjanjian Gianti, Surabaya dikuasai Belanda. Salah satu usaha mereka adalah membangun "Kota baru" pada Renaissance, untuk menampung para penguasa baru. Bagian kota ini masih ditempatkan di utara Kraton. Lalu posisi Kraton diganti oleh Rumah Gubernur yang baru. Rumahrumah kota dibangun dengan gaya londhuis Belanda. Tamatlah eksistensi kraton dan arsitektur Jawa yang sudah mulai tradisional tersebut. Lunturnya penghargaan terhadap berbagai pola bangunan Jawa setempat dimanfaatkan lebih lanjut dengan didirikan perguruan teknik, mulai tingkat rendah sampai tinggi yang modern. Di saat kita baru merdeka keadaan ini tidak

banyak berubah. Demikian pula setelah kita mulai

menghasilkan arsitek-arsitek sendiri awal tahun enam puluhan belum juga banyak menolong. Padahal di antara sarjanasarjana tersebut ada pula yang memperdalam ilmunya di luar negeri.

Baru setelah pembangunan yang dilakukan

secara

sistematis melalui rangkaian Repelita dan berhasil, kita lebih sadar dan merasa kehilangan sesuatu yang berkaitan dengan ciri dan identitas kita. Pencariannya diarahkan pada warisan tradisional. Padahal kita belum punya pegangan yang man-

tap untuk memilih kekayaan budaya/rumah adat kita, agar dapat menuju ke arsitektur beridentitas Indonesia. Mungkin pula para parameter yang dipakai masih dominan dipengaruhi oleh warisan persepsi lama yang kurang pas. Agaknya, arsitektur yang tradisional atau tidak, bergantung kepada jarak rentang waktu yang cukup. Perhatian diarahkan terutama pada bentuk yang lebih banyak unsur lama dari yang baru. Akan tetapi mengapa harus tradisional yang ini? mana letak signifikannya? Apakah kita telah terperangkap pada konseptualisasi yang ilusif? Dan bagaimana dengan kelompok besar masyarakat kota yang harus membuat rumahnya sendiri dengan sumber daya seadanya dan paspasan?

Di

Kalau mencari kaitannya

dengan masyarakat papa ini, maka kita barangkati mutai ;;", ;;;"'n,ru berada perangkap persepsi yang dalam tidak attuai

Arsitektur yang Aktual Apakah arsitektur Indonesia

memang belum hadir? tuk mencoba menjawab p;.i;;;;un'ini Un_ pertu kerangka ber_ pikir tertentu. Diajuka" ;;j;;ffi; krasifikasj yane mudah dipakai dan mudah air".*t""'lUj.tnru.

klasifikasi Kampungan-Gedongan-iu-prrun.

Katalan

ada

Dan karau Arsitektur yang Indonesia,-;iiil^t.i pu.umeter tatanan Iingkungan, taranan uurrun_uiuil.i.ru_pitun dan tatanan gaya-hidup, maka seben".nyu arJ,.iiu. maon.sia sudah hadir di kampung, kota, maupun desa. pada arsitektur kampung telah terjadi hubungan yang pas, ,..ur,, dan seimbang dari ketiga parameter tatanan t..r.Urt. a.ri,.t,r. Indonesii yang gedongan juga ada,,terutama Oi ta*asan Real Estate. Mereka dalam barasan sendiri prr'J.# irg" ( yan s u ur,un,' 1.. A c), :, por) dan ratanan gaya hidup ,d.il;;';"tam cerita kaset video yang ada di dalam rumah_rumuh t..r.Urt. Lalu kita perlukan puta. ketomfoU'rur, ..lakukan kajian, kritik dan mungkin ymRai f.onr.iiu"iirasi bagi arsitektur donesia; ini urusan In_ Tenrunya f.l"_o"t'tlrrrrran. pelaku kelompo k terakhir.ini kampus, seperti yang kampungan :*F;".eJr"i.unu br:a saja seorangsarjunu yung banyak diam di kampunS dan mengutak-utit"senoii kategori arsirektur tnaonesra'-ilJi;, rumahnya. Ketiea akan rerus had[. Masalahnya kini, bagaimar",Ufr, ,-*rsi dan prioritas yang hendak kita teraokan, pada keriga ,ollnrun yang telah ada, dimasa mendarang. ruluan;;;;;;;ndak kita capai. Dan populasi mana yang teruta.i r,."a""[ilta tayani. Lalu tervensi apa yang harus inkita Uf.rf.u" ilf,adap *. ketiga parameter ffi:'j.it ?f;fi;lercaeai vang a;il*,11' i,1, -u.uruh yang perru

i;;;;

ffiT jlH:L #i,::iffi:

t'70 171

I p.ertemuan ilmiah untuk Disetenggarakannya berbagai di lnclonesia' merupakan membahas,qrsitetctui ituJitio"nur pertemuan yang disiapkan kesempatan yang baik' Namun Perlu lanjutan upaya yang sebenarsecara tepat belum t"t'O' kampus yang ada Jurusan ,r, a"oi aitugastta" paia berbagai piofesi" untuk tampil dengan Arsitektunrya dan ftf"*p"t Le Arsitektur lndonesia masa rumusan efektif untuk menuju era pembangYlun Mudah-mudahan dalam menuju ;il;"* juga marnpu memberikan tinggal landas, bid;;; ;titektur konsep umum Arsitektur lnsumbangannya baik itt'p" Termasuk arsitektur donesia maupun'isiem ptnditlittu"nya' kehadiran komputer dan yang mampu *.nju*uU'tuntungun atau rumah cerdas pemroses mikro Ouiam bentuk bungunun (smart house). mampu berdialog dengan Bangunan atau rumah yang sendiri' Rumusan ,.r,g[uiinva dan berpikir uniuk "dirinya" perru pula dicarikan arsitekrur tt.aaisioriail rndonesiaterhadl! tilPl vang 1e:]signifikannya vans wajar; baik situasi konflik-persepsl anbutuhkannyu, p.'un u"ittk dalam yang tanggap terhadap kondisi tara yang aktual dan ilusif, serta Dan teknologi' perkembangan terus maju, ,aru,u*u ptngatut' rakyat tradisional kepada

mari kita banyak.

f...uungtin-ultittti"

IY

.2. ARSITEKTUR MASYARAKAT TRANSISI*) Oleh: DR. Umar Kayam

Asas Budaya Masyarakat kita adalah masyarakat transisi dalam arti beralih dari suatu masyarakat pertanian tradisional dan feodal ke masyarakat industri, serta juga masyarakat etnik yang

terpisah-pisah yang sedang beralih ke masyarakat negara kebangsaan yang lebih homogin. Hakikat transisi yang demikian adalah peralihan dari suatu asas budaya yang satu ke asas budaya yang lain. Dalam masyarakat pertanian tradisional dan feodal asas itu adalah budaya dan saling menenggang sebagai perwujudan dari pandangan dunia, world-view, yang melihat masyarakat sebagai suatu jagad utuh bulat dan tak terpisahkan. Budaya yang demikian tidak toleran dengan keaneka-ragaman pernyataan yang tidak mengacu kepada prinsip jagad yang satu dan tidak terpisahkan. Juga tidak akan menenggang pernyataan kreativitas yang terlalu mencuat dari pernyataan kreativitas yang diterima oleh sistem nilai masyarakat, karena pernyataan yang demikian dianggap mengabaikan asas selaras dan seimbang. Pada waktu masyarakat pertanian itu sanggup mengembangkan organisasi masyarakatnya menjadi organisasi yang birokratik, teritorial, dan kerajaan asas budaya masyarakat pertanian tradisional tersebut tetap dipertahankan tetapi dengan tekanan acuan kepada raja sebagai pusat segala gerakan dari jagad dan tempat menurut hierarki kerajaan. Asas budaya masyarakat industri (dan perdagangan) adalah budaya yang justru menghendaki pernyataan yang bhineka, aneka ragam, bersaing, berlomba dalam kelainan sebagai perwujudan dari pandangan dunia yang melihat masyarakat sebagai jagad yang disangga oleh pribadi-pribadi yang sanggup mengembangkan sistemekonomi yang terus-menerus meningkat efisiensinya. Masyarakat yang demikian tidak akan toleran terhadap kemanunggalan pernyataan kreativitas karena

t73 172

kemanunggalan akan dianggap sebagai menghambat kemajuan serta efisiensi sistem ekonomi. Asas budaya masyarakat etnik yang terpisah-pisah adalah budaya yang mementingkan serta sangat menekankan pada kelangsungan hidup budaya tradisional yang sudah mencapai

tingkat kemantapan selama bergenerasi. Dan

Et \r

h,\

karena masyarakat etnik yang terpisah-pisah adalah budaya yang mementingkan serta sangat menekankan pada kelangsungan hidup budaya tradisional yang sudah mencapaitingkat kemantapan selama bergenerasi. Dan karena masyarakat etnik kita adalah masyarakat pertanian tradisional atau masyarakat pertanian feodal maka kelangsungan hidup budaya yang dipertahankan itu adalah budaya yang mengacu kepada pandangan dunia rirasyarakat pertanian yang demikian. Asas budaya masyarakat negara kebangsaan adalah budaya yang menekankan kepada pengorganisasian atau penstrukturan kembali unsur-unsur yang menyangga budaya etnik menjadi unsur-unsur yang mampu menyangga secara kreatif suatu format budaya nasional sebagai perwujudan dari pandangan dunia yang melihat kebangsaan, nasion, sebagai suatu pembauran budaya etnik.

s3 o*

Masa Transisi

\r \3 q)

5o

FX !(J

SE uo

l*

S'r .ao oo lqJ tSB

EA' \fa

:ril is

:ab

C.Y *rB

-&

tE='.R \3

t

&

Dalam kenyataan proses perubahan sosial dan budaya tidak pernah berjalan secara jelas mula dan akhirnya. Tidak pernah proses itu dapat ditandai secara sangat tandas akan tonggak-tonggaknya. Bahkan juga masa transisi dari perubahan itu tidak dapat digariskan tanda permulaan serta berakhirnya. Dimulai dengan satu, dua gejala, "tahu-tahu', nampak beberapa tanda perubahan dalam tubuh masyarakat. Satu, dua gejala itu seringkali nampak sebagai gejala yang lepas-lepas dan seakan tidak ada kaitannya satu dengan lainnya. Tetapi sesungguhnya mereka adalah unsur-unsur budaya dari jagad yang berlainan dari jagad mapan yang dimasuki unsur-unsur tersebut. 175

174

Demikianlah dengan kedatangan masa transisi masyarakat kita. Masa transisi itu bukan dimulai pada waktu gerakan nasionalisme Boedi Oetomo atau Sarekat Islam atau Soempah Pemoeda akan tetapi secara ironis justru dimulaijauh sebelumnya yakni pada waktu penjajah Belanda menggariskan suatu kebijaksanaan untuk membuka perkebunan-perkebunan komersial di Jawa dan Sumatra. Kebijaksanaan itu telah merobek struktur sosial banyak daerah pertanian tradisional di Jawa dan Sumatra, menambah jalan-jalan darat dan kereta api, membangun kota-kota dan kota-kota antara dan yang tidak kurang pentingnya membangun jaringan birokrasi yang lebih besar dan luas yang mesti diisi dengan tenaga pribumi dan sudah tentu dengan demikian dibukanya sekolah-sekolah dasar dan menengah yang terbuka bagi anak pribumi. Meskipun hingga sekarang masa transisi budaya pertaflian ke budaya industri, serta masa transisi budaya etnik ke kebangsaan masih berlangsung dan masih jauh tanda-tandanya akan berakhir, gejala permulaan transisi itu, saya kira mulai nampak pada waktu pemerintahan jajahan Belanda harus memikul konsekuensi yang jauh dari kebijaksanaan komersialisasi perkebunannya itu. Konsekuensi itu adalah semacam "westernisasi" terbatas yang bahkan bisa dikatakan sebagai "westernisasi" yang reluctont , yang dengan berat hati dilaksanakan oleh Belanda. Akan tetapi, apa boleh buat, itu semua perlu demi kelancaran roda administrasi penjajahan serta administrasi perkebunan yang harus mendatangkan banyak keuntungan bagi ibu negeri Belanda. Dan "westernisasi" terbatas itu pun mulai menyebarkan virus-virus konsep Barat tentang kapitalisme (dan marxisme serta nasionalisme), liberalisme, industrialisme, komersialisme, administrasi serta birokrasi modern, ilmu dan teknologi modern, dan berbagai cabang kesenian modern. Lapisan tipis dari klas menengah birokratik, yang di Jawa disebut "priyayi", dengan didukung oleh lapisan yang lebih tipis lagi dari klas menengah nonbirokratik dan nonpribumi" rnulai merangkul nilai-nilai baru itu serta menyerap

sebagian dari padanya untuk dijadikan bagian dari gaya hidup mereka yang baru' et

t.iun] ffi; kras rnenengah-hirokrarik Itu, terurams yan{ Ol"n .fawa,.aOJ"n,;r*o kelanjirran masyarakat perr a n ia Aari etit n traAi., ionrjla ng fec,cta I Mereka

" masi h ;il'asa, bu,r "i: ava masyara kar il}} :.ff#,lJ -q:li;;; ili: il: t*}"X' y il [], ll t;", lil,i ::: i it.;: ] I I

mereka

."ri;

;;ff;;#?ilt

Belanda yans "cas-ci, .,,;

;,

mi ;r

I

sansar

.',ilTarr

;;il;::::lT

p.,,in[.",uur.u

lii#ffi

kekuatan-kekuatan gaih ff ?ilt; bacl.dy pelajaran yang meskiprn,'t,,,Lu-flrku valre rriereka dia.jarkan mr posi ti v is m e da n ra.sio n a"r i rr,.l i, :fflX? keluarga dan derrgan i demikian"*rr percava i*,rrJo.ring jagad yang utuh ",rrif.r, meskipr" b;;;;;,;ln o..nro, i,,, *,*,*r,o percaya akan kara-kara ;;;il;:;r,,,, iugu .,kornperisi, ,,t,ru_ seperfi

iIffil j:lffif

1

,l

{

\

sionalisasi"

1i

m enenga

dan,,ekon;;;;,.'*;;

h bi rok rat i k ru',g [.,r*;, ?,, ;_ ;11;,i;: li,r:,;; Jawa, yang meskipun rictat .**.ilu,,ng heban hurlava l.eodal seberat sauclara_sa.arrr toh rnirirr mereka yang di Jawa dalam hal kc,terika',J,l

,l

ketuarga dan

;]l;l:., r.r*iil:ri;

,f*o'

lagal perranian ,.r,li.;;,,;i.l;i:

bersikap mendua juga.dalam

:,[ff;, [iX,T:;

*;.;;;;; dan men),r:r.ap rrnsur_ u:r:r. budaya masyarakat ird,;;;;i. ;;;,, peitdt td ka rt lepang ada lah zaman nrr* *.r."' :;::l: j jji^tan, puou,ulru ; ; ; J ;:,:j : 5:ll berarri dalam masyarakar ki;;';;;,;;na rr

fiiill, i::l #,

ruii :,ltr

Jawa. Masyarakar ,ada rnasvarakar ncrranian fcoaaiy;,;; ,,,,lrh clirckuk rekuk dalam hierarki sosiat

dan;;;;.;,i, ;f, dan makin Jit.iunrun rugi bu,ur_br;.1,.f:].,,y:

cJidrrkung

ilil;,f:h;ilfl I:lY'^;:;;;ffi ;';'il,i,,,X'i!i,,i{,!; 1,r l,*l#ffi !f,* fft.il,ff # m#,* "il b, r;;;;' ffi ff'[li.lf i I ; I ifi ffi J.Iffi? ; i *llfl

., i

"

11

l'16 177

tanpa suatu dibuka bagi semua klas sosial menengah dan tinggi serEerbagai jabatan birokratik

jr;;;;;

kecuali. Begiturah para angsernuanya' dibuka bagi ta militer (Peta dan iit'n";' dalanr masvarakat mulai sota klas wong t'r*).''n^(iu'"f"* { wong cilik yang hadir jumlah i.elihatan p.*untlungi" u"t'' lebih Ui'okrasi dan militer kelihatan dalam berbagai it"iu]lg ,r.".r:"f daiiPada Yang sudah' datang' prinsip "masyarakat Dan pada waktu it'I'otrtuun p.rinsip, vang ingin ditegakkan egaliter" adalah *;;;k;^ sosial kita, gelombang mobilitas dalam demokrasi ";;;;;, kuantitas Dari sudut "0"" ;;;i;;'[h], secara vertikal tt' iru berjalan deugan gelombang itu, p'J"' clemokratisasi terjadi suatu gejala memuaskan. Akan ;;i;;.kualitatif para anggota vaXni tidak m-empunyai budaya run, *tnu'iit-' mobilitas sosial vsrtikal itu wong cilik ,un, *t']u;;;["" justru nitai yang baru melainkan menggambaoftun 'uutt' 'iistem mapan sudah hanya mengambil- ^f ift sistem ']l'-11, 'o"* yang lahir itu Maka priyayi' (meskipun terbelah) Jari klas alih pri-vuyi yang, nrcskipun mengambilbclum adalah kaunl neo karena ikun tttupi nilai-nilai fu*, tu,rir,' iriyayi' luga baru mulai mapan "mentradisi" ttun 'luugui klut 'ire'ekapri-voyi itu tebih "berikras nett maka ada t ecenaeru,r"gan keduclukan mereka ngas", lebih'r';;j'"J;;"l "''tnt'upkan pasri apakah secara tahu crengan daram masyarakatl'i-vr,ia"t kita telah berhasil juga

kualitatif "o'u'"n

tit'"tf*ift'si"

yang kuantitatii' sebaiknya prosesnya

Arsitektur "Neo PriYaYi"

pertanian yang tradisional Arsiteklur dalam masyarakat tuncluk kepada asas

yang mesli dan feodal tentulah arsitektur sama dengan kedudukan keutuhan jagacl' Arsitektur patung' manusia dan apa

pepohonan, ikut "ngui"t'oiu, i"*',tt'. salah satu "sekrup" yang saja dalarn iug"iliu-n
yang secara kolektif telah ditetapkan oleh jagad pertanian masing-masing lingkungan buda'ya etnik. Arsitektur suatu masyarakat pertanian tradisional organisasi kemasyarakatan ditetapkan menurut sistem kekerabatan tertentu dan batas teritorial dari kesatuan masyarakat itu tidak usah harus terlalu jelas, maka arsitektur pemukiman, lanskap serta rumah-rumah kerabat mereka disesuaikan dengan kondisi rersebut. Hal ini jelas terlihat, misalnya, pada arsitektur nrasyarakat pertanian Minangkabau, .Batak, dan Toraja. Sedang pada masyarakat pertanian tradisional, sistem kekerabatanya tidak menurut salah satu garis ibu atau ayah melainkan pada kedua belah pihak, maka arsitektur pemukiman, lanskap serta rumahrumah mereka disesuaikan pula skenario jagad tersebut. Hal ini dapat jelas dilihat misalnya pada masyarakat Jawa, Bali, atau Bugis. Sedang pada masyarakat pertanian tradisional yang feodal arsitektur itu kecuali harus menurut pakem skenario jagad juga harus menurut pakem skenario masy arakat kerajaan yang ketar berlapis-lapis lapisan sosialnya. Maka pada masyarakat pertanian tradisional f'eodal Jawa, misalnya, berlaku satu konsep arsitektur yang "bertakuk-takuk,' pula dengan stratifikasi sosialnya. Ada arsitektur rumah wong cilik di desa, di daerah pertanian, kemudian limasan, joglo, dan akhirnya rumah-rumah para bangsawan tinggi dan kraton raja. Pada masyarakat kerajaan, yang juga memiliki pandangan dunia serta sistenr kepercayaan yang lebih rumit dan canggih, arsitekturnya juga menrantulkan kerumil.an dan kecanggihan itu. Arsitek dalam masyarakat tradisioual pertanian, dengan demikian juga berfungsi sebagai "aktor" yang harus "bermain" menurut suatu "skenario". Meskipun seorang arsitek dalam dunia p!'rtanian tradisional itu secara nisbi dapat bertindak secara mandiri namun dia tidak mungkin bertindak sebagai seorang "sutradara". Yang disebut sebagai "sutradara" dalam jagad begitu sesungguhnya tidak terlihat,

179 178

yang memerintah suatu ir'!'isi ble hond tangarliii* Ilterupakarl

,il;il;,'-;i."',1 -L*,}1;*in ll;1, ;:IX,\ ff :[','"Ti:X: sebagai tugasny'a dengan seo -:::::ti:';il;,td; sentli'! Maka karena duriukannya uiiar iitr ' ''ak, (tt rtulah u"it"ii

,i;;;t,

'^''""-)'i'iiitu metrinat diri mereka

tidak Mereka dilanr nrasvarakatnya' sang sebagai oranr)-orallgl'unl**u Ju'"i *t"ka sebagai '

-Ji bahkan mungkt. 'i;tn;;t';;;j ;4" in'iii J' sar be ),., { a. *] :ff,:,1'#i' se ni nr fi f,ll''31,i " masyarakat tra' pelukis Oan yang biasa pertanian 0.rn"n^1' desa J;;i;arga -"11T:Xi mereka pertama-tar;" :i*:1" ut iuga hcrtarri dan ""'?iisebagat pengetahuan i"*r,r, itat u kernudian

!,i'iil,"#ff o'nun

"*-t yang .!l,u; Pengetarruan n"'"''lJ';;"'";;t; tet"anl seorang generalis 'tpt'iuti' pakar, seoratlg "*pt*' naskah-naskah lanra' rnestinya iug" t*t"il"t"1uutu dan arsitek dalam dunia perarsitek l)engan p"ntlttt'kata ieodal) adalah menvatu ;ang i;;;;;; t'adisional sekali tauian tlorut' ada akan kecil jagad dengan dipikulnya '*hi,.,;;"';i;;;'uiu resiko y'ang akan harus ";;;;t kemungkinannya f"oltnu masyarakat) teibuang' dari sebagai "o"t"u"Tl' lutut dan tidak ;;t;mencuat'"titluk kentungkin"n "'uuiu yang sudah ditata menurut ri*g-kungan crengan seimbang n' a! ' H:ll.'i,t1o k i t a sek arans ad1r -i::::::':,', (dan i ffi feodal)' berlainan Uet'-'t oaii i"*"J'*t^nian.tradisional j3*ud, pertanian yang sudah itu t laBi Jagad "J"""n tlansisi yang bukan "x'lu"* ra-aaurar"'-jagad mulai (sedang) jagad begitu "t;il: a"" ..irbang. Maka uruh, buka" l"*i ,"i;, skenano arpula. skenario yang utuh tidak lagi *.ny.oiu-tun *uiditi yung mencerminkan sitektur ,.xunu"g "l'uiut' 'Ltn*io cita rasa suatu masyarakat transisi' aari tttU*taf' keadaan cotlage'dari ;tt;t;;;;;ne rtull *trupakan kesa-uniu' esrerika ttu uourlil merupakan budaya yang belum macam-mat"lagi merupakan'jagad tuan yanB puaul'ilu'v^*[ut't''rtunr'ui n""vu adalah " sek ru p" trt uh' pe n gr"

"rt#"'

^il.,v"'i't;;;;;tt"

180

yang fungsional untuk menjaga keseimbangan jagad melainkan

jagad yang merupakan "perserikatan" dari penghuni-penghuni mandiri yang mempunyai vesled interest, -nya sendiri-sendiri. Maka penghuni itu sudah rnulai menghendaki arsitektur tempat bermukim mereka sendiri menurut selera mereka sendiri bukan selera sang sistem nilai yang membimbing keutuhan jagad. Dan selera itu adalah collage seperti tersebut itulah. Sang

priyayi lama yang status sosial serta status ekonominya sudah tergeser oleh sang neopriyayi dengan susah payah mempertahankan harga diri mereka dengan mempertahankan joglo atau pendopo lama mereka tetapi kemudian pelan-pelan karena desakan ekonominya harus mulai menyekat-nyekat joglo atau pendopo itu menjadi kamar-kamar indekosan. Atau yang sedikit punya modal akan merombak joglo atau pendopo mereka menjadi wisma alav guest house Untuk para wisatawan dalam dan luar negeri. Maka dapat dibayangkan arsitektur priyayi yang bagaimana kemudian berkembang dari sikap terbelah dan darurat sepertiitu. Sedang kaum neo priyoyi yang sekarong sesungguhnya merupokctn klas menengoh kita long baru adaloh yang sebenornyo yang memegong kendoli selero orsitektur "moso kini". Tetapi sekali lagi selero yong tidak kurang terbelahnyo pula kareno neopriyayi" itu adalah produk dari dinamika masyarakat transisi. Ini adalah klas yang menerima segala macam masukan persepsi estetika baik lewat pendidikannya, kesempatan kekayaannya untuk melihat perbandingan di dunia luar sambil mendesak, mengukuhkan kedudukan klas mereka sebagai klas "neo priyayi" betu[. Maka segala macam arsitek dalam segala gaya (Spanyol, Romawi, Mexico, Arab, Neo Joglo, dan gabungan dari semua itu) pun bermunculan di tengah-tengah kota kita. Dan karena lanskap kota-kota kita bukan lagi lanskap alun-alun, mesjid, penjara, rumah bupati, rumah patih, dan dibalik itu kotak-kotak daerah permukirnan, atau juga tidak pernah berkembang seperti kota di Eropa dari kelompokkelompok gilda melainkan kota-kota urbanisasi justru kaum

l8l

I

"neopriyoyi" (yang sekarang mulai banyak juga anggotanya yang "non pribumi") itu berperan besar dalam menentukan lanskap yang centang perentang mendahului balai-kota menetapkan city planningnyc, maka bisa dibayangkan arsitektur lanskap kota yang bagaimana yang berkembang di kota-kota kita sekarang.

Laci Budaya Sementara itu kota yang bukan kota kerajaan yang utuh lagi, kota yang merupakan perserikatan dari berbagai unsur, sekarang terkotak-kotak dalam berbagai "laci budaya" yang tidak semuanya cukup jelas statusnya. Orang berbicara tentang sektor formal dan sektor nonformal dari penghuni kota, di dalamnya masih terbagi-bagi lagi dalam lapisan-lapisan formal dan nonformal. Urbanisasi yang tanpa rencana yang merupakan gelombang exodus dari desa-desa pertanian tradisional (dan menjadikan mereka drop-ottts dari budaya pertanian tradisional) telah menciptakan segmen-segmen tanpa status, tanpa laci-budaya, karena tidak jelas status mata pencariannya. Arsitektur apa yang bisa diciptakan bagi mereka ini? Dan desa-desa yang makin dekat "mengepung" kota, yang juga makin retak jagadnya, arsitektur permukiman dan lanskap yang bagaimana dapat dikembangkan dalam suasana transisi yang semrawut ini? Arsitek dalam masyarakat transisi juga bukan lagi bagian yang tak terpisahkan dari bagian lain dari jagad. Ia bukan "sekrup" lagi. Ia adalah seorang pribadi mandiri tetapi bukan pribadi yang bebas. Kalau seorang undogi, atau dalang, atau pematung, dari masyarakat tradisional pertanian tidak bebas, mereka menerima ketidak bebasan mereka dengan tanpa bertanya-tanya lagi karena pandangan dunia mereka padu dengan pandangan dunia jagad

?

rl

rl

;l :l

mereka.

Arsitek dunia transisi bebas statusnya akan tetapi tidak bebas kenyataannya. Ini karena arsitektur sudah mntcut, 182

PERPU)TATAAX

,L

MbNUK

sU

!l

terlepas dari tangan yang tidak kelihatan dari jagad yang utuh dulu, dan sekarang ditangkap oleh tangan-tangan nyata, kongkret, yang memiliki kekuasaan dan uang" Tangan-tangan itu banyak dan semuanya memiliki kekuasaan dan uang. Juga arsitek itu banyak yang merupakan produk dari masyarakat

transisi itu sendiri. Banyak pula yang berasal dari klas neopriyoyi itu. Arsitek dunia transisi telah berkembang menjadi suatu "propesi spesialisasi". Sang arsitek adalah sang pakar yang makin memiliki kepakaran yang tersekat-sekat. Ia bukan lagi seorang "generalis' dalam gaya undagi atau seniman masyarakat tradisional pertanian. Ia tidak atau jarang membaca novel, sajak, buku dari disiplin lain, mendengarkan konser , melihat teater, tetapi menghibur diri ke disko, bersosial dengan sesama arsitek, makan enak di restoran dan sekali-kali menghadiri seminar profesi. Selebihnya kerja, kerja, kerja menyelesaikan proyek dengan pesanan berbagai pemesan yang "memegang" arsitektur.

sekian dari banyak kemungkinan hambatan menuju konsen_ sus rer.sebur. Munskirr si[ap i;*;';;;, para arsirek kemauan potititi serra _vaig kuar ;l.f saan untuk menerinra pe.ranan ,;.1,.*egans kendati kekua_ rnereka ,.t ugai pemegang sama mandat sebagai-rhli ber_ waris ,ri, n.r,.r"rg arsitehtrrr itulah, yang akan rnembuat q,.),rrArul arsiteklur, ;;;i rroak rrsalt berkembang sernraw,ut.

Konsensus

Lalu bagaimana sekarang? Di tengah kebalauan dan keterbelahan dunia atau jagad transisi ini apa lagi yang masih dapat dilakukan? Masihkan ada harapan sang arsitek masih dapat memegang arsitektur yang sudah mrucul, terlepas dari tangan tak terlihat dari jagad utuh? Sedangkan jagadnya sudah terlanjur tidak utuh lagi? Saya tidak tahu pasti. Mungkin salah satu jalannya adalah dengan mencapai suatu konsensus dengan sang pemegang kekuasaan dan pemegang uang untuk tidak hanya mengeloni arsitektur sendiri. Mereka dan arsitek adalah ahli waris yang sah dari jagad yang utuh dulu. Bila jagad tidak dapat lagi dipertahankan keutuhannya setidaknya ia tidak usah dibuat tidak menyenangkan untuk dihuni dan dipandang. Konsensus hegitu sungguh lama bisa tercapai. Desakan waktu, kekuatan riil kekuasaan, egosentrisme, egoisme adalah

In+ 185

L

telah melupakan berbagai prinsip dasar termasuk dalam prinsip-prinsip dasar arsitektur. Ditambah bahwa pem-

KEPENTINGAN IV.3. ARSITEKTUR DAN MASYARAKAT*) Oleh: Permadi' SH sebuah

p.t?fu:i yang berdasarkan Arsitektur adalah sebuah 11':'l.ly d i, i;, i fikepada kode kegiatannya' Deng terikat tel ah .d:t:.k"1'1lll";i.#.;i,i i* i . t t u' kepada di si pli n lane as' b aik xll'xl:'xlT,ffir i r:iill; dengan masvarakat' yang menvungx" iiul'Ig"' "'"ittx dan antarkawan' l;;;"; lingku'n'gannva bangsa dan negara' ;J*ltiun' baik disiplin maupun kurang Tanpa batasan-batil;;;t kurans lenekap dan pt;f*i;;ggap sebuah etik kode t' -u "" g"rlrIT:: ,un ge up t1ladan nl' frT men t",i"pi"rtsi yang bersangkutan ditundisiplinnya disiplin r^- r.^Aa nrofesi. arsitek ditu profesi' ''"i'ui kode otik metode $an 1ik Dengan adanya dengan yuug tut untuk metaXufun kegiatan dan hak vang sesuar t;*"jibanArsitek berhak untuk horistik ,.rtu disiplin'"1t"'o'"fesinya' atau kondengan kemauan masyarakat it'ftudap tiOuf mengatakan se'uai dengan disiplin 1igar arsi tek t ulp-u sumen, apabila apabila dan k ode ., l. vunt'fr';i;*"u memberikan saran untuk rtt*ijiuun " mempunyai "v?"' * t t" u r' t u 1,, i t t rt' t"i" o ^ "' " " m e li h a lti fl;:HftT l . " Lebih-lebih aPabila Par " an h uk lebi m enin gkatk ii."v'uig'd#; negara' T1^::t dan tuk sebuah il' bangsa'

;';;, *l

if mfll;*;:L:f *f' H;

I#

*'x;i

#;i

*r;

H?T:ii:;

_ffi;;:

il;ffi;i"tan :'i*Ily"

1':i"'

t

;;';J't'

pengabdian

"t *t"fu

Dewasa '"r rupa sehinggu

*)

masyarakat'

Nu'ionuiitiuh dipacu sedemikian untuk mencapai tatget' ouiu* pituk'unuunnya

"'iladap pt*u""'""*

--iulo*KongresNasionallAtlllDiJakartatanggal14-16 DisamPaikan o

bangunan nasional yang dilaksanakan telah menumbuhkan pola hidup konsumtif yang hebat dikalangan kelompok elite, maka dunia arsitektur juga terpengaruh. dapat dirasakan semakin banyaknya karya arsitektur yang melibatkan para arsitek, yang tidak lagi sesuai dengan disiplin serta kode etik profesi yang ada. Bahkan terlihat adanya arsitek yang tidak lagi mempedulikan disiplin ataupun kode etik, melakukan kegiatan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pembangunan nasional yang melibatkan profesi arsitek tidak lagi melihat pembangunan secara holistik, akan tetapi secara sektoral tanpa mengindahkan lingkungan hidup secara makro. Ada sementara arsitek yang bersedia mengikuti kemauan konsumen asalkan memperoleh imbalan yang sangat besar, sekalipun mengetahui keinginan konsumen yang bersangkutan menyimpang dari prinsip dasar disiplin dan kode etik. Ada pula arsitek yang memanfaatkan ketidak tahuan masyarakat/ konsumen akan teknik arsitektur, dengan memberikan berbagai sugesti agar konsumen yang bersangkutan bersedia menerima kondisi yang disodorkan oleh arsitek yang bersangkutan. Demikian pula terdapat arsitek yang mengikuti kemauan Pemerintah dalam melakukan pembangunan, misalnya pembangunan rumah murah dan lain-lain, sekalipun mereka mengetahui bahwa bangunan yang dibuat sebenarnya secara arsitektur tidak manusiawi dan tidak memenuhi syarat. Dengan adanya kenyataan-kenyataan tersebut dewasa ini pembangunan di Jakarta menunjukkan kesemrawutan yang luar biasa dan tidak dapat memberikan ciri khas sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang dikenal mempunyai tingkat kebudayaan yang tinggi. Jakarta merupakan kampung besar yang pengap. Bangunan bertingkatnya sudah mengerikan dibanding dengan fasilitas yang tersedia. Bangunan umum seperti pasar dan lain-lain tidak mengindahkan aspek

Maret 1985'

187 186

keamanan dan ki:sciamatan llrasyarakat. Ciri bangunan semrawut dan acah"ar.:ekari, ada gaya Spanyol campur Joglo dan lain sebagirinyi.. Sulit rasanya bagi para arsitek lndonesia untuk dapat menepuk dada, bahwa pembangunan fisik yang ada sekarang adalah karya nrerska yang mencerminkan: Inilah Indonesiaku!

Masalah Yang llihadrpi Untuk dapat mengenrbangkan arsitektur yang

sesuai

dengan kepribatlian dan kebudayaan Indonesia, dihadapi ber.*;.S6f \:-"b u4

; r\

yartg terkcsan dragqtl." f:':::r..:'O' Bangrntan baru lris/r;rts' sc ki t ar b un ilci

tt.:rhadap

lingkungan

bagai masalah vang dapat menjadi hambatan, antara lain: l. Disiplir: arsitektur yang dipelajari atau diajarkan melalui penclidikan fnrmal di Indonesia, merupakan disiplin yang berasal dari negara-nc:gara Barat, yang seringkali mempunyai dasar fiiorofi yang sangat berbeda dengan jiwa arsitektur Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam gaya arsitektur sesuai rlengan tranyaknya daerah-daerah yang mempunyai karakteristik masing-masing, yang secara holistik disesuaikan rlengan keadaan lingkungannya. Dasar-dasar arsitektur tradisional sangat sedikit diberikan, sekalipun terdapat arsitek-arsitek yang pada akhirnya juga mendalami arsitektur tradisional, akan tetapi jarang yang secara konsekuen menerapkannya. Pada umumnya arsitektur tradisional yang clipergunakan, hanya berupa ornamenornamen saja. Kesulitan untuk rnernpelajari arsitektur tradisional, karena hahan-bahan tertulis secara ilmiah boleh dikatakan sangat langka dan pendalaman arsitektur tradisional pada umumnya juga harus banyak menggunakan naluri atau kemampuan paranormal, suatu hal yang sangat sulit dituntut oleh generasi masa kini. Dengan demikian penggunaan arsitektur tradisional yang sebenarnya sangat scsuai dengan lingkungannya dilihat dari sudut geomansl, ikiinr, alur gempa, arah angin, estetika, dan lain-lain, semakin lnma semakin langka karena terpengaruh oleh perkembangan penerangan arsitektur "modern". 189

188

2.

Pembangunan nasional yang berbentuk bangunan

fisik juga berorientasi pada arsitektur negara maju. Baik instansi Pemerintah maupun swasta, dalam membangun gedung-gedung, jembatan, bendungan, dan lain-lain, menggunakan arsitektur "modern", sehingga bangunan fisik yang tumbuh dalam alam pembangunan dewasa ini menunjukkan arsitektur yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia. Lebih-lebih belum adanya peraturan tentang batasan-batasan bangunan fisik, atau kalau sudah ada perenapannya tidak sesuai dengan maksud dibuatnya peraturan yang bersangkutan, nampak bahwa bangunan fisik yang terdapat di kota-kota besar.terutama Jakarta, semrawut dan tidak mempunyai ciri sebuah Ibukota Negara Kesatuan Republik lndonesia yang ber Bhineka Tunggal Ika. Kebijaksanaan yang ditempuh oleh pejabat-pejabat juga sering simpang siur. Sebagai contoh di Jawa Tengah karena dikampanyekan Identitas Jawa Tengah, ada bangunan rumah sakit yang harus dibongkar atapnya untuk diganti dengan model Joglo atas permintaan Gubernur yang tidak bersedia meresmikan bangunan tersebut sebelum mempunyai "identitas Jawa Tengah". Apabila keinginan-keinginan yang demikian dipenuhi tanpa adanya sikap yang mendasar, maka dapat dipastikan, dalam tahun-tahun mendatang akan lebih banyak bangunan yang berciri "gado-gado" sesuai dengan selera pejabat yang bersangkutan tanpa mengindahkan disiplin dan kode etik profesi. Dan apabila para arsitek yang bersangkutan memenuhi keinginan, maka hilanglah "identitas arsitek" demi terwujudnya identitas suatu daerah. Pembangunan fisik yang sedang dipacu ini justru mendorong para arsitek untuk bersaing menawarkan disain dan arsitektur modern yang sedang berkembang di negara maju, tanpa lagi mengindahkan masalah kepribadian dan kebudayaan.

3.

Dalam pola hidup yang sudah menjurus kearah konsumerisme dan bahkan dewasa ini bagi sekelompok masyarakat

telah menjurus kepada,,hedonisme,, n, u, n vu [' r o n r r," ;; apalagi kalau cara ,.rpr.ol.hnya sangat mudah dan tidak hatal mengineint
;;;; ;#H ];,T:ff ,#[1iff];

u ga r a

-

-

ketamakannya,, denga" iiJ".t mempersoalkan biaya yang dikeluarkan.. Oan bania[ memenuhi,'selera ketamakan,, ".j,.t yang tergiur untuk -k;;#rl,.urru.akat. ta.raUrt tanpa mengindahkan lagi disiplin, kode etik d;; Timbulrah berbagai bangunan mewah,-roaaln ,,aneh,, Oun di sebelah perkampungan rakyat t""g [.I;'ur, a.nru, kolam_kolam renang yang menyedot air ,.t,inggu rrmur-sumur penduduk kering, yang diterangi a.rgan trr?ir, ,.ur"h rumah mengkon_ sumsi tisrrik yang dapa.r di;".d;;[ln ,n,ut penduduk sekam_ pung din lain sebagainyi.

4.

Masalah mutu dan keselamatan

masyarakat. Banyak bangunan yang mutu arsitekturnya tidak dapat tanggungjawabkan dan tidak,,arrrl"*f . perumahan dioer_ muiah/ rakyat yang dibangun oleh p.rurrurlaupun BTN, terutama yang paling murah,

dinilai of.r, ur,ri guUitat

pernah mengunjungi

,#;l'llil:,f Sebagian

il.l

tndonJa ,.U"r"i kandang i;;;;* ayam dan

l''

i'oir'

a.ffi' aie,nur,i,;ffi;,

besar, bangunan bertingkat di Indonesia mem_ punyai disain arsirekr;r y"r;-;;;? baik, karena kekurangan tanah,. menghemit b;;, bangunan danatasan sebagainya. Anabira lain b";;;;;

;;;'demikian dibiarkan berkembang seperri kota-kota besar lain oi:*#;;,"orJi'1t ",, saar Jakarra dan lnAonlsii Jtuni..roah menjadi tum_ ouU:l batu yang sangat sumpek dan mengerikan. Di samping itu,. setama ;i ,;;ili banyaknya faktor kearnanan rnasyarakat^r"r*'lrrril^oir.r*,atikan dalam mendesain bangunan. purur-puru r"iunr lorong_lorongnya sempir, plafonnya tioat< memJnuhi ,rr"l,, pintu-pintu (rolling door) sehinoga lipat apabila t.rjujiilouf u.un sulit untuk dipadam kan, Gedu ig_g.d urg b";il;k;;',anpa r anssa penye_

ll

il

190 191 l#

'z: -1?il''lirttilE

Iamat apabira terjadi kebakaran, atau rangga-tangga berada di dalam ruangan, gedung_ged"ng Uiorf,np yang sangat curanr ketinggian antara bagian 6.iutu,ri Jui,, a.n* sehingga apabita terjadi kepanikan akan dapat .ri.-Lunuvor,un Di samping itu, dewasa ini juga banyak rniivuiliu,. gedung_gedung yang ditambal sulam, diperluas, seperti rumah sakit, hotel

dan lain-lain. Tam.bal

,ufurn'ling dilakukan sering mengabaikan segi_segi estetika, keamanan, dan keselamatan masyarakat lain-lain. A. q) tr. 60

\ o

s

AJ

tl \J ql

"a

.{ +,,.,y:,,. il

a. ql

M

t3-

<j

o

v

Pembahasan

Masalah seperti yang dikemukakan

berlangsung karena berba'gai

i"f.i*l

di

muka

dapat

lain: l. Belum adanya peraturan "rrara perunclangan beserta kelengkapan dan perangkatnya, yang mengatur masarah arsitektur, sehingga belum ada r*,u [onr.p rentang arsitektur Indonesia yang hoiistik, mar..o, J""1.r-"; dengan kehudayaan dan kepribadian bangsa_ BeLrerapa p*.u,u.u, yang telah ada yang menyangkut bangunin, t.urnunur-r*;;;;, .masarah dan lain-lain, sekalipun ,.u.,rrrr,lu';;." sektoral telah mam_ pu membendung ekses-ekses atau mencegah ^i.rrru.n,har-hai negatif, akan retapi karena. berbugui rur,in., fakt,r nrental, tidak dapat diterapkan o*g"" J"il. it",r, Arsitek Indonesia

:1t;,?,_H1Tj,T]:ff

,nyui"p.ur,u.,"u"rrt.,*uiuony;;;;,

2. perkembangan rnasyarakat telah menciptakan struktur (politik, ekonomi, Uujovu, sosial) seperti yang kita hadapi dewasa ini sehingga ;;;;;t;;;an sisrem cian tang_ gung jawab yang seharurryu u,fi. Si.rr,ur membuat arti "pemb,ang.unan,,sebagai ,,beradayang ada telah di atas segala_ galanya" sehingga cteyi.oemb;;;;;" seringkali segala hal yang menyimpang dari disiprin da-n koae etik dimungkinkan. Struktur sosiai politik telah _*rrUri,kan sikap menral, pejabar ridak berani mengamb;i;;l;", rerhartap penye_

t92

te3

pejabat lain' lebih-lebih yang lewengan yang dilakukan oleh mereka selalu ingin mempunyai jabatan i.Uit' tinggi' Bahkan sehingga tumbuh menyenangt un "uuputt" atiti "Cukong" sikap ABS atau ACS'

pola konsumsi Struktur .t ono*i telah menumbuhkan konsumsi ter-

rn.*uf, (konsumerismt;, ma'yatakat melakukan jasa arsitek' tidak masuk dalam Uungunun yuni *t*trlukan

i;;i;;tJ;t"rxan

sudah terpengaruh dan bahkan bergantung kepada struktur yang ada. Banyak kalangan profesionar daii seiuruh d;,di; termasuk arsitek, yang pada akhirnya ,,inriiirii-oi

merakukan prostitution!'. Dan tindakan tersebut dilakukan

;;il;

mengabaikan kepentingan masyarakat/konsumen. Beranikah kita semua murai merakukan koieksi Jiri ou, mulai melakukan penertiban?

keinginan t euutut'an, akan tetapi berdasarkan

hidup dan atau bahkan ketamakan' Pola 3edernya |1V..a pemertninstansi-instansi untuk termasuk slogan merupakah pola hidup ;;h ;;; puru p.luuut'va selalu mengkampanvekan sederhana.

telah menumDi lain pihak struktur sosial kemasyarakatan jabatan' dan lain buhkan sikap koruf, p'ngti, komersialisasi mema!1f sebagainya tanpa uiunvu tinOakan vang it-i:ii: lzln-lzln pengurusan penyelewengan-penyelewengan atau diselesaikan dan ;;;;;;"" d'apai dilakukan tanpa prosedur (K)asih (U)ang istilah Muncullah melalui suap atau upeti' P uncak vune. ltt ktT!1lq,t:::i" fHtuui t (P)eikara. Kawasan sepertl yang hidup iatah dan membahayakan lingkungan cagar alam Pakar ditegaskan oletr presiien sewaktu membuka tanggung jawab Dago di Bandung, ,iauf. Ouput membebaskan profesi arsitek. menumbuhkan Masalah yang bersifat struktural ini telah segala masalah sikap malas aan ingin mudahnya saja.' sehingga yang peraturan bisa"ditembak". C)rang segan untuk melihat pelanggaran ada, segan untuk mengawasi dan menanggulangi yang terjadi.

Kesimpulan

terStruktur masyarakat di lndonesia telah mengakibatkanyang jadinya erosi mental di kalangan intelektual dan mereka profesi arsitek' Banyak menyandang ruu,u'piofesi, tJrmasuk ciri intelektual yang tidak fagi Ueruni tt"iiup mandiri sebagai etik' tetapi profesional yung *.*pu'yui disiplin dan kode 194

195

IV.4.'I'R.ADISI,'IRANSISI, DAN IDENTITAS") Oleh: Dipl.,Ing. Suwondo Sutedjo, IAI

berbeda O.rsll apa yang terdapat di sana: Overhang, Claytiles, slender, columrr," op;;;;r, green.

Bentuk-bentlk

Bagaimana kuatnya keinginan untuk menyatakan identitos daerah dalam bangunan, saya rasakan waktu mendampingi Direktur Fermuseuman mengunjungi museum-museum negeri yang dihangun di tiap Ibukclta propinsi. Cara menyatakan identitas tersebut boleh dikatakan berbagai daerah sama, yaitu dengan rnengolah bentuk-bentuk tradisional dalam bangunanbangunan rnonumental lhinnya, seperti gedung-gedung DPRD (Medan dan Palu) dart gedung-gedung Bank Cabang (Denpasar, Mataram, Medan, Palu, Bengkulu, Banjarmasin). Menyatakan ldentitas nasional dalam bangunan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala l-umpur dengan mengolah bentuk meru dalam bangunan bertingkat banyak, dianggap wajar pula oleh almarhum Suyudi. Pengolahan bentuk-bentuk tradisional untuk keperluan baru dilakukan juga oleh arsitek yang merancang Hotel Bali Hyatt. Entrance lobby berbentuk wantilan, demikian pula restoran memanfaatkan tema yang sama. Deporture lounges pada bandar udara antar bangsa Cengkareng diberi atap berbentuk joglo, sebagai identitas nasional pintu gerbang negeri dianggap wajar pula oleh kalangan-kalangan tertentu, walaupun mengandung masalah: apakah Jawa sudah boletr mewakili Indonesia. Dengan khazanah yang sangat kaya akan berbagai bentuk arsitektur dari zaman yang sudah lampau sebenarnya tidak mengherankan bila banyak dilakukan penyelesaian masalah identitas "secara visual". Arsitek yang menurut katanya sendiri berusaha agar menara kantornya "belongs to Jakarta" pada prinsipnya bermuat hal yang sama, yaitu mengolah unsurunsur yang terdapat pada bangunan-bangunan di sini, yang

t)

Makalah disajikan alam Simposium IAI: Identitas Budaya dalam Arsitektu.r",

.lakarla.

.vans d;rih ;;;;sar dari berrtuk_bentuk: Lumbung,."T1:|<,, ;;-ii;;anuri),

rumah rengkorak (patu), balai pertemran l.logto-ATripendopo di Jawa] tilan di Bari)' Bagai-unu a-.-nfui?ntur,-uentuk yang Wan_ masih vang kini oii"tui keperruun-rrrr,

fllHif,H"fi,:1' h

H

t

ie

'"tuk

ilr

;il,fl:;il3;,l1, dengan berbuat, demikian--il;; tf5ru;i:t;: i l,Jxur;; ;d;_ mensuransi arri dan keaslian Borobudur bdilr;;;*_]ir", oolrur,^i..[* buat demikian kita ,iout *.ru]'Jan bentuk-bentuk up, asri fl"'"'.:?t'x,l$,:'-:*y"i.q"*'i,,orr,r.uiauil.,itlr,tu. r#,jfl?: o uj e, er ;ffi1 j:[fl: rui':rj;,,,",,"i "i:.r Satu har .r, s

ebua

I

lrgu, setain masatah "kew4j4psp" mingolah i,1ti: il;*ilgLr U.ntuL_-U.ni,I ouri zamanyang iam_ s i,,ii i',i, t ol p e)d i i3i;,:i.i?l# ah ara s

at

gen iu

t

ri

to c

neg

Contoh:

a. Daerah sekitar istana. Untuk menjaga keutuhan bu.,,.,akai bahasa Hr}:moH:::y:tune"ui' rgan

rstana bekas Gubernur l.na..ulljjn dia Belanda. b. Daerah elite seperti daerah "'v'rrerl$ yang juga dipertahankan keutuhannyu. -'.^' Mentr c. Pemugaran ba ngunan dan lingkungan seperti Tanah Fatahillah.

Pelestarian Ou.r.1l--ru,"rah bekas penjajah ini yang diperrahankan ditinjau dapat dari r"gi"ilrl;,s ridak menyatakan identitas daerah maupun nasional. Tenru kita ticlak ingin hanyJi'.]i.t nrrrutah visuat learing history, but ini. ,,No isrnini ir:*"n,rirr!,,, kataseorang.

196

197

Yang dilakukan oleh nenek moyang adalah menyelesaikon mqsalah dengon wetjar, masalah yang pada waktu itu mereka hadapi dengan cara-cara yang pada waktu itu ada pada mereka. Masaluh spa yang kini kita hadopi dan cara-cora apo yang kini ado pado kita. Bentuk-bentuk Arsitektur Indonesia modern hendaknya bersumber pada usaha-usaha memecahkart masalah yang kini kita hadapi. []ukan bentuk tradisi yang pcrlu kita lestarikan, tapi nranusizr Indonesia yar)g terancam ini yang harus kita selanralkan.

s t3

Nenek moyitng kita hidup dalarn kcadaan terisolir. Sekarang negeri kita rnenjadi crossroad katanya, lnenjadi kartsekarang negeri kita menjadi crossroad katanya, menjadi kancah kekuatan-kekuatan dahsyat: model, bahan, ahli. Seorang

A. ct' ho

guru sejarah arsitektur Belanda pernah mengatakan: "Arsitektur barat akan menjadi Arsitektur dunia". Prof. Ir. Sidharta dalam pidato pengukuhannya pufl, menyebut

\l

\

q)

t3

tS

kecenderungan yang sama dengan mengemukakan dua buah

\t

diagram dari brrku Doxiadis: "Architecture Introditional". Dapatkah kita membendung kekuatan dahsyat yang satu ini? asal kita ingat bahwa bangunan dengan dinding tirai kaca sudah sejak lama ditinggalkan di negara-negara industri. Satu atau dua buah sebagai aksen di lingkungan beton masih dapat dibenarkan, setidaknya sebagai bahan penelitian, sejauh mana benar-benar nyaman selain efisien dan lain sebagainya. Nenek moyang dahulu kaya, sama miskin, sama pandai, sama bodr.rh. Sekarang kita tidak homogen lagi, tapi heterogen. Benl uran-bent uron anlaro herbagoi taraf kebudayaan terjadi dalam bermacam skala cii seantero tanah air. Mengatasi benturan-benturan ini sekali gus menyediakan peluang bogi tronsforntasi budoya adalah salah satu masalah yang harus kita pecahkan, dan yang jelas tidak dapat diatasi dalam skala bangunan perbangunan, tetapi dalam skala kota dan tata ruang, bahkan dalarn skala strotegi budayt. Pernah dikemukakan oleh Dr. Emil Salim bahwa perkembangan kota seyogyanya diselenggarakan sedemikian rupa

v

t'13

a TJ

AA

o 50 ct

.F l3

\) qJ

bo L ti

^u

t99 198

yang lebih yang miskin. ke taraf penuh hingga yang kaya menarik pernah f9i"t111k akan Machu tinggi sehingga "rrt"ivi "LiJ of Kiia teringat,Pudu Charrcr kontras seperti konsep sektor "ru'ung' mengusliu"'-ortinfgalkannva yang as Picchu, *tntiingxun kon"p ko nt inuit ;;; ;; perencanaa' dalam yang terintegrasikan' Pada tekstur urban aon iJi'i sonla.benturart menuj u ke trans for-'tltiutt h aki katnya unt uk';;;;t["akdisyarat kan daerah-daerah pt'tu 'skala bangunan dan di urutanmasi budayu "Out' oeralihan di skala uti"'-Jf "';;;;;;r"ng di dalam bagian bangunan' " antara" at au pl' u';;"; out'.-un-autrah D i s k s I a Lo'" kantor sepanlenara dan " petrdukutlg", di';btlakang' ^*tnull Pegawai-pegawai rendah piototol' jalan-jalan iang dan rekreast tempat-tempat makan menengah m"mbutuhttan dalam tersedia tidak *titxulllit yang sepadun otngin'tu*r ;;;";;:;.nara ([aca) taraf internasional' benturan perlu diusahakan Dalam rangka i'Ji'pttr'nak antara toko-toko dan oemisahan, uut
IV.s. ARSITEK'IUR: SLiATU

PROF

ESfl ESO-

TERIS? Oleh: Gunawan W. Gandasubrata Mengapa jarang ada petinju yang bisa merangkap melakukan pekerjaan sekretaris? Jawabannya: karena bertinju dan menulis steno memerlukan bakat yang jauh berbeda. Mengapa media nlassa jarang menuli.s tentang arsitektur? Jawabannya karena kepekaan terhadap keselarasan lingkungan

buatan manusia, dan kesanggupan untuk menyatakan diri dengan kata-kata adalah dua bakat yang berbeda. .lawaban ini singkat dan jelas. Tetapi, mengapa kita harus puas dengan

jawaban yang singkat dan jelas, kalau l..ita hisa juga memperoleh jawaban yang panjang belit dan samar-samar? Mari kita coba. Mungkin orang jarang menulis tentang arsiteLtur, karena

menurut sejarahnya, profesi ini biasa diliprrti kerai'rasiaan, suatu profesi esoteris. Tentu jangan sejarah bangsa iain yang kita tinjau. Di Yunani purba, para tukang-batu (para te(:toil) dipimpin oleh seorang tukang kepala (seorang srrhiterron). Jadi kata "arsitek" artinya: "tukang-kepala dari para tukangbatu", singkatnya entah "tukang-batu-kepala" entah''i.ukangkepala-batu". Kebudayaan Yunani bukan hal yang asing bagi kita. Seni pahat Yunani, lewat Hellenisme dan seni Candhara, berbuahkan pahat timbul Borobudur. Filsafat Yunani, lewat Neoplatonisme dan tasawuf Islam, membuahi saslra suluk Jawa. Namun cara berpikir Yunaniyang lugas (sebagairnana tercermin dalam julukan "architecton" ittii agaknya jauh daripada watak kebudayaan masa lampau krra.

"''-o*'i^rrg

20t 200

Warisan Masa Lampau Nenek moyang orang Ujung-pandang memanggil arsitek mereka dengan sebutan: "pandita balla". Balla berarti rumah; pandita (pendeta) jelas artinya. Julukan ini adalah warisan masa lampau kita sendiri. Sang merah-putih merupakan warisan masa lampau kita lain. Setiap kali nenekmoyang kita menatap dwiwarna itu, lambang penyatuan roh dan jasad, lambang penyatuan bumilangit, mereka berkata: "lnilah alam raya, inilah aku, inilah kita!" Tetapi identifikasi diri dengan dwiwarna itu lenyap, bila garis-batas antara kedua warna itu terhapus dan meninggalkan satu warna merah jambu. Nyatalah betapa pentingnya garis-batas yang lebarnya nol milimeter itu. Guna menandaskan pentingnya ada kalanya garis-batas itu dilebarkan menjadi satu bidang tersendiri, sehingga dengan diam-diam pembagian-dua merah-putih itu berubah menjadi pembagian tiga: merah, putih dan hitam; tiga warna dasar dari perisai lambang negara kita. Juga warna senihias di lrian dan tanah Toba, warna Trimukti di Bali, dan warna dari sogan, wedalan, dan kain rnori dalam dunia seni-batik kita. Pada saat bumi bertemu dengan langit, terbentuk suatu

bidang batas yang tebalnya

nol milimeter juga.

Bagi

nenekmoyang kita, dalam zzlrflan praastronout, bidang ini penting sekali, karena bidang itulah dunia milik mereka, sejak kaki

mereka menginjak burni. Saat sc'orang bayi untuk pertarna kali menginjakkan kakinya ke bumi, saat ia dengan resrni menjadi rnahluk muka bumi, nterupakan saat yang maha penting, yang magis yang perlu diarnankan dengan upacara. Dengan diam-diarn orang beralih darisuatu pernbagian-dua (Bumi dan langit) ke suatu pembagian-tiga (trumi, muka-bumi dan langit). Orang Tapanuli, yang tidak pernah bersinggungan dengan agama Hindu, menyehut ketiga lapisan alam raya ini (diurut dari bawah ke atas): bonus taru, banus tong{t, dan builua ginjong.

Orang dari daerah yang dipengaruhi kebuclayaan Hindu, bisa clengan menggunakan kata_kata asing: bhurtoka, bhuwqrloku, clan swqrloka. Sama saja.

jual lagak

Bumi-Langit Bagi nenekmoyang kita, suatu hal yang penting terjadi di dunia tengah ini, kalau orang berhasil menpsun materi (bagian dari bumi) sehingga memisahkan ruang (sebagian auri iunEitl,

karena pada saat itu terbentuk kedwitunggurun uumi-ffiit baru dalam ukuran kecil. Rumah ini, tiruan kecil dari alam raya ini dianggap- selesai terbentuk, ialau balok h;;;;;, selesai terpasang. M.aka saat yang magis itu dirayakan orang dengan melilitkan kain merah-puti]n, lairbang p.nvu,run [r_ilangit, pada balok hubungan itu. Kadang-kadang merah_putih itu disamarkan orang dengan mengikatkan tebu (gura jawa berwarna merah) aan terlpa ffitan itu purih) pada balok itu. Hasil bumiitu,.kafigu, il.iurn bangkan kesuburan tanah yang disebabkan oleh p.ir*uUrfru, Bapa-langit dengan Ibu-bumi. Di Seram tengah, dalam dongeng Bapa-langit disebut Ataharitq, fUr_Ui,,l' Oir.i'rt P
pu,1 dan menghidupkan,

ur.irnun maut dan harapan keselamatan, k e kuatan d.e m o n i s Ciur, uii aan e u a i G;'i ;i, yang^rendah dan yang tinggi, Iaul dan gunung, Segoro Kidul

i' i;

dan_Sitihinggil, yang.nista-dan yung uTu.u dan seterusnyal Salah satu tugas dari pandito bittomasa lampau adalah menyelaraskan hubungan muka-bumi denga, Uu*ufr_Ur.i-

Jelasnya membuat rumah yang aman dengan jalan

menetralkan ancaman_ancaman dari kekuat an

deionii

yang

202 203

(karena derajatnya di bawah derajat manusia) bersemayam di bawah bumi. Dan inilah sebabnya maka profesi itu dalam masa lampau kita menjadi suatu profesi esoteris karena orang yang mengaku bisa melihat kekuatan-kekuatan yang mengancam itu hanyalah orang-orang yang memiliki "ngelmu" tertentu. Dalam buku memoar Howard P. Jones, yang mengenang

.ra

.$ tJ

.d Xtl qi%

frP -\J

BS $B oo 'Fs ql!

.=n A
q)

\J

5o

o o

.ra F,i

pengalamannya selama di tndonesia, diceritakan tentang kolam-renang milik William Palmer yang airnya habis melulu. Akhirnya pemiliknya putus asa dan minta nasihat dari seorang yang punya "ngelmu", yang sebagaimana bisa memberikan nasihat: selamatan! Ternyata sesudah selamatan, kebocoran berhenti. Orang yang berpikiran lugas, apalagi yang berpembawaan ilmiah, tentu bertanya: apa hubungannya peristiwa makan-makan dengan perbaikan kebocoran pelat beton?

Unsur Persamasn Sepintas lalu orang tidak menemukan unsur persamaan attara "ngelmu" seorangpondita ballamasa lampau dengan ilmu seorang konstruktor bangunan masa kini. Namun toh unsur persamaan itu ada. Konstruktor modern juga mengaku melihat bangunan yang belum berdiri itu terancam oleh panahpanah yang tidak terlihat oleh orang lain. Kalau kemudian ternyata bangunan itu toh tidak ambruk maka sang konstruktor mengaku berjasa, bahwa dialah yang menetralkan ancaman panah-panah itu dengan manteranya yang sakti: "Sikhmo ha is nol, sikhma ve is nol, sikhma em is nol!". Ada lagi unsur persamaan antara magik masa lampau dan teknologi masa kini: kedua-duanya bersumber pada kebanggaan manusia dan keinginan untuk memiliki, menaklukkan, menguasai. Dulu yang dijinakkan adalah satwa-satwa di bawah manusia. Kekuatan-kekuatan dalam bumi. Kini yang dijinak-

kan adalah gayatarik bumi, kekuatan-kekuatan dari bumi. Unsur persamaan yang lain adalah bahwa kedua-duanya sekadar alat untuk meningkatkan harmoni dalam alam, sambil mengabdi kepentingan manusia. Gejala teknologi yang 205

204

liepentingan. manltsia' merusak alam clan berbalik meiawan pemberontakan Caloagaknya dapat clisejajarkan dengan ,r"uiu"g. jurusihir hitanr dari Girah' menjadi keangkuhan' Kebanggaau ,,,u'l*iu mudah beralih kegiatan itu dalam lingkar Karena sekaclar ufut, rnuftu kedua periferal' Kalau,kita kebudayaan u.rt.auour.un di tepi-tepi, mencarinya di tempat lain' ingin mendekati inti, kita harus

Saya ini SiaPa? dan di.s.ampine Manusia adalah mahluk dunia tengah, rnemiliki' menaklukkan dan kebanggaan aan fteinlinon u'tutt hati dan hasrat unmenguasai, ia rnengeiai pula kerenclahan hal itu kita temukan dalam tuk nrenyayungi, *tn;inoi' X"a"u penciptaan lingkungan yang selaras'. juga dengan ttap Kecintaan akan-harrn''rni, sebagaimana atas perhitungan kecintaan, bukanlah hal yang berdasarkan hati kita temukan pula' untung-rugi Uugi *unutiu' Keiendahan suatu lingkungan Where karena lingkungan vung tttuti adalah diri mon can be trirnself", tempat orang menampilkan ,.[ugui*una adanya, secara polos' dan lugu' mem.buat Tukang-tukung [i,u mungkin saja sanggup Napoleon' T.:?1t:: mejakursi yung r..'pu dtngun mejakursi pa gelora ,.*ungut Kaisar liaqo]efn: vu"e^kt1llllt-1i' kekaisaran Romawt pur,",rif memugar t<ejayaan duniawi bergaya yang kosong' dan ba, hal itu hanya .u*u pot., sikap adanya' tidak menampilkan manusia sebagaimana wajar dari sikap yang buah Taman-tamun l.pu,g adalah

t..niJuiutam' Kiranya agak membingungkan di negeri juga, kalau f.itu.n.natnlar pemilik taman "Jepang" manusia' sebagai kita itu, menyatakan diiinya' menyatakan (Khalifatutlah) di atas alam "Penguasa V*g.,'"*ukifi Tuhan"

orang Zen-Buda

seisinya.

yang

arsite-ktu.r Tidak seberapa sulit untuk mernbangun yang mutakhir di negeri memamerk"n rroti'tt-p*
Tetapi di tengah-tengah rakyat yang penghasiiannya Rp 100.000,- seorang setahunnya patut dipertanyakan apakah bangunan itu juga menyurnbang peningkaran harnroni. Penciptaan lingkungarr '"where ntan con he hirnself", penampilan manusia sebagaimana adanya itu membuat orang berhadapan dengan suatu pertanyaan. Pertanyaan abadi, yang lain zaman lain jawabannya. Pertanyaan abadi yang berbrrnyi: "Maaf, numpang tanya, saya ini siapa'1 " Columbus mengaku dirinya sebagai pr;"nemu telur yang bisa berdiri. Tetapi jauh sebelum Columbus, di sini orang yang berbicara tentang telur yang selalu berdiri; telur dari Rrahrna atau

"Brahmanda", yaitu alarn raya kita ini. Telur ini terbagi dua. Bagian yang atas itulah Iangit, bagian bawah itulah bumi. Agar ielas mana ataso rnana hawah nenek moyang kita menggamharkan seolah-olah lengkung langit ditopang oleh pohon atau gunung itu pada akhirnya sering mewakili telur dari Brahma sebagai simbol dari alam raya. Magnet atau bcsi-berani selalu lnenunjuk aral: UtaraSelatan. Kalau magnet itr"r dipecah-pecah, maka pecahannya juga selalu merupakah magnet yang utuh yang juga menunjuk arah Utara-Selatan. Dalam pikiran nenekmoyang kita, alam raya yang dilambangkan dalam bentuk pohon atau gunlrngan, selalu berdiritegak. Kalau alam raya dipecah-pecah maka pecahannya pun, sampai ke pecahan yilng paling kecil, merupakan alam lengkap lagi, yang berdiri tegak pula. Kata-kerja-kopula "adalah" (yang menurut orang-orang pandai, tidak dikenal dalan, bahasa Indonesia) dipakai untuk membuat kalimat yang paniang: nasi tumpeng adalah gunungan adalah Mahameru, adalah alam raya adalah kitasemua-yang-ada adalah engkau adalah aku. Pohon atau gunung dengan sendirinya selalu. tegak; tetapi manusia mempunyai kehendak yang bebas" Kris Biantoro pernah nrenyanyi: "Pring reketek, gltnung gamping gempal, mlakuwo sing jejeg, dadi bocah ojo nakol." (... .Ialanlah yong

101

206

7

tegak,

jadi

anak isngon nokal). Kqlau terlqlu banyak mognet-

mognet kecil beriolan iungkir-balik magnet olom bisa kacau'

apa-apa untuk melangkahi kepala jemaah haji yang ticlur di lantai rumahnya).

Replika AIam Raya

Cerita tentang kaki tentu adalah kebalikannya dari cerita tentang kepara. pada sebuah proyek pembangunun

Dalam pameran foto "Setahun C)rde Baru" (1967) digambarkan seolah-olah segala macam bencana, yang masa itu menimpa negara kita, merupakan akibat dosa-dosa Bung Karno. Bung Karno adalah orang yang "mrojol ing akrep, punjul ing apapak' ' (lolos dari yang rapat, menonjol dari yang rata); kalau magnet yang begitu besar berjalan jungkir balik, magnet alam raya langsung kacau, akibatnya Gunung Agung meletus!. Di Tanah Batak diceritakan tentang kejadian begini. Seorang anak secara main-main bergantung dari dahan pohon, kepala ke bawah, kontan semua tanaman padi di Tapanuli tumbuh terbalik, akar ke atas. Bah! heran betul! Tetapi segala keheranan hilang lenyap ketika ternyata bahwa si anak adalah orang yang bakaljadi Si Singarnangarap, Singa ni uhum, Singo ni horajoan, Singo ni hctta, dan entah Singa-singa apa lagi. (Orang India yang biasa beryoga-kepala ke bawah pasti gelenggeleng kepala mendengar cerita ini). Karena manusia adalah replika (tiruan) alam raya, maka tentu kepalanya itu adalah puncak langit, sebagaimana diceritakan oleh Jenderal Sirnatupang, selalu minta maaf tiga kali dan diizinkan tiga kali sebelum ia berani mulai bekerja. Seorang murid di Makasar mencabut badik, ketika gurunya, orang Belanda, mengLlsap-ngusap rambut si murid dengan pujian: "Goed xo jongen!" Ada orang tua yang biasa menggelar secarik kain di atas tikar-sernbahyang setentang kepala waktu bersujud. Tikar sembahyang adalah sesuatu yang diinjak dan oleh karenanya derajatnya sederajat dengan bumi, jaditidak layak mengenal puncak langit, kepala rnanusia. (Orang Arab yang mendengar ini, tentu akan gcleng-geleng kepala; dia sendiri tidak keberatan

208

ru** ari sadikin, pernah terjadi insiien. xeiira seorang mahasiswa

kerja praktek di sana, kakinya dihantam crengan sendok semen oleh

seorang tukang-batu yang ,ruik pirurn ketika sang

mahasiswa menunjuk dengan tut."inv" ke arah

sang tukang.

ilii;;ld;;,

Di Jakarta, dekat patung pak Tani, berdiri

;l

Gereja Inggris. Di bawah lantai gereia itu;eriajar_jajar makam orang Ing_ gris. Orang Indonesia yong or"rg Ouf , purti merasa kurang

enak menginjak lantai gereia itu, ii merasa dirinya menistakan makam-makam itu. Orang Jawa agaknya akan membr"rngkuk_

bungkuk pergi. (Kerangka

orunglofun, Inggris yang di situ agaknya akan geleng_geleng Lepita ttotu,r, kuburnya; mereka malah merasa menclapat L.troi*utan

.tikubr.ny;

;;;;;.-.

Satu Masyarakat Magnet kecil-kecil yang digabungkan menjacti satu, membentuk

satu rnagnet besar. Mrnuiiu, tiruan alam raya, kalau Ua.guUung, yung n;;;ur;;;; membentuk satu masyarakat. yang seperti alam raya lagi, Lerlapis t;Su

Itu tercermin juga dalam a.riteitrrnya. Dengan cara ,'tiga orang

j,,gr. Hul

buta meiaba gajah,,, kita akan

meninjau tiga daerah kebudayaan,

*"rirg_rusing

kebudayaan

Ba.tak (Toba), yang mungkin boreh kita unggup mewakiri masa kebudayaan

Indonesia jada w.aktu ;;ruui menjelang siang,,, kebudayaan Bali (Se,latan),_yang ilu*Ujn boleh kita anggap mewakili masa kebuclayaan Ind
p"uJu waktu menjelang sore", dan kebuclayuun lu*u iX.u,onl yang rnungkin boleh kita anggap mewakiii *ur" t.Luouyaan Indonesia pada waktu "senja menjelang malam,,. Saya akan sangat berterima kasih, kalau ada yang mau mengirimkan orang buta tambahan, agar rabaan atas gajah

209

yang paling menarik rasa kita lebih nrenyeluruh' Khususnya yang terah hirang dalam ingin tahu saya, adarah orang-orang ieuidayuun lndonesia' kabut "dinihari *t"iti"'*"r ui?'.''me.nrbawa warna merah yuig tttut' Orang-orang misteri-us dalant bentuknya yang putih dari daratan 'A'nlttiXu kenrari bunga' Bunga wora wari-bang paling puitis: dalam'Ut"tuft buttga alias ftiblsr: us roso sinensis)dan (alias kembung pro "put" iti"t plumeriu rubrq) dalani kemboja tutiu' Jruniiu''ii seekolru"[ipit'r'r"' clari. partner-partner ses pemindai,an

sura kekeramatannya' .dari i.-tlr", i.opi'laur Jipisahl''an yang tebitr siang' zanran ke Tetapi maritan fiu kembali sosialnya yang'trtama ada]1tt raya melihat pencerminan alam ikatan kekeluargao,r.-t l.r.tu Yaitu hubungan kekeluargaan' yang tiga ,u,un itu jt'go Autun'' 'uniiru"nrto-hula, itngun subutuhu' dan boru' arsitektu.rnva t'itik berat terletak Seiring clengan tiga pula: Kolong yang pada rutnah keluarga yang tersusu.n yang untuk ternak; lantai rumah mewakili arnlu Uu*"ui"fipu-ftui sedang nrewakili clunia tengah; dipakai ot.t', orrggotl';il;^ raga-raga mewakili dunia atas' ruang atap yang cligantungi dari tnagnet-magnet kecil memben-

;;;'.Jail

Sebagaimana tt'uiiputan

pula kumpulan

tuk satu magnet ,l^*'ituirt besar'-demikian satu "huta" (desa) yang dari rumah-rr*u'h iii' '''*mbentuk bentuk vang lebih lagi,claiam

merupakan ,utu desa "oit'lu;i;;'-ttv" terietak dalanr syarat bahwa besar. Petunjuk xl "l't' itt-r susunan oleh ketiga-tiganya

tlga susun itu kita temukan l'encerminan alanr raya Yang (Setatan) mengekspresikan hubungan lagi di Bali. Orang Bali aralikc sununs tara\ kaia) ke atas, clan kc o;t;;;'t';i;;l"* yang kernuclian dielaborasikan dan arah u. ,uur'iurlj, irtril clierah (rtawa sartgal' Yaitu lagi clalanr pt''ui!j'" "n'r''itou datr pusat' clJapan arah rnaia attgitt

:,

;:

l

Dalam kebudayaan Jawa (Kraton) alanr raya yang tiga lapis itu tercermin pula. Di sini orang lebih lagi mernbagi dua perhatian kepada kutub-kutubnya. Kututr atas dirvakili oleh Sultan (Kraton) dan kutub hawah oleh Nyai Loro Kidul (l.,aut Selatan). Kraton, jika ditinjau tersendiri, akan menampakkan diri sebagai replika kosmos yang komplit tersusun tiga lapis: kutub atas atau Utara berupa Sitihinggil yang menghadap alun-alun Utara dan dunia luar; di tengah-tengah terdapat"tempat tinggal Sri Sultan dan di sebelah Selatan; sebagai kutub bawahnya, terdapat bangunan-bangunan tanpa status. Ditinjau secara keseluruhan, maka seluruh Kraton nrerupakan kutub atas atau Utara, tempat pemukiman rakyat ditengah-tengah (kota pada mulanya hanya terdapat di sebelah Selatan Kraton) dan pantai laut Selatan yang mengerikan sebagai kutub brawah. Pada kutub bawah ini terdapat Cunung Kidul, yang semula bernama Giriloyo (Gunung Maut). Di pantai terdapat koloni orang-orang buangan: yang berpenyakir kusta. yang cebol dan buie orang-orang yang karena kelainan fisiknya merupakan ancaman magis terhadap keseimbangan alam. Dalam zarnan kita, ada orang tua yang berpendirian, bahrva soal-soal kelamin tidak perlu diceritakan kepada anak-

2tt

:l!

#

,l

Pecahan magnet selalu merupakan magnet lengkap yang baru. Begitu pula pada rumah-rumah yang lebih besar, seperti rumah bangsawan (puri), daerah yang satu persembilan itu kalau ditinjau tersendiri memperlihatkan lagi suatu pembagian nowa songa yang baru. Arah kajo-kelod ini tidak hanya menentukan hentuk rumah (halaman) Bali, melainkan karena bentuk kehidupan sosialnya yang terikat dalam "republik-repubik desa", juga menentukan bentuk desa-desa Bali. Bahkan pada akhir seluruh pulau Bali bisa dilihat tersusun atas dasar arah kaja-kelod rni, yang berkutubkan Gunung Agung dan Lautan.

Tahu Sendiri

Ikatan Kekeluargaan Orang Batak lioba) ikatan

itu mutlak r,a'u' dihuni kekerabatan itu'

rl

210

",-.e.-l-l

anak, "kalau sudah bqsar juga tahu sendiri". Dalam masa lampau, agaknya soal kawin antara bumi dan langit pun dirasa kurang perlu dianalisis bagi orang awam, "kalau sudah berusia juga tahu sendiri". Dan inilah lagi satu hal yang membuat halhal yang diutarakan di atas diliputi cadar esoterika. Rasa kesatuan sealam raya adalah suatu rasa yang kalau diuraikan, hanya jadi mainan kata-kata kosong. Nenek moyang kita tidak pernah menguraikan apa-apa, kecuali

melalui dongeng yang liding dongeng-nya harus dicari sendiri. Oleh karena itu mereka juga tidak pernah menggunakan kata-kata penutup yang klasik ini: Demikianlah uraian ini dibikin dengan sesungguhnya; semoga Bapak/lbu/Saudara senang menjadi tahu". Zaman berubah. Kini pemuda-pemuda kita rambutnya pendek-pendek, cuma sebatas bahu. Dulu, nenek rnoyang kita bersanggul. Kini, untuk menghormati raja sehari (penganten), kita penghuni daerah tropis-basah ini, menyiksa diri dengan menggunakan jas dan dasi pakaian orang daerah dingin. Dulu untuk menghormati Sultan yang betul-betul Sultan, orang bertelanjang dada. Tiap Senen-Kenris orang menghadap Raja sambil bersemedi, mendengarkan "napas yang SenenKemis". Yaitu suara napasnya sendiri (bunyinya konon: Hu Allah! Hu Allah!), dan pemakaian baju hanya akan mengganggu audiensi itu (oudire: mendengarkan). Zaman berubah. Kini, wanita bertelanjang dada segera kita asosiasikan dengan pramuria bar di negara Barat, dan pakaian yang serba menyelubungi tubuh dengan biarawati dan sumpah kesuciannya. Cuma orang bloon yang terpikir memberikan contoh berikut, diangkat dari se.larah Timur, sejarah kita sendiri. Pada Candi Loro Jongrang, kita temukan relief tentang Sinta, yang digambarkan bertelanjang dada. Sinta adalah tokoh top teladan kesucian wanita. Di Singosari, kita temukan patung Durga Mahisasuramardini yang berpakaian lengkap, berkain dan berbaju. Durga adalah tokoh dunia bawah,

penyebar maut dan bencana, yang semasa pasang_naik aliran Tantri itu dipuja dengan ,o;;;;';; mendirikan bulu roma.

Peralihan Zaman Bukan maksud daya membicarakan soal rambut dan pakaian. Soal rambu, .,i_,

,""i'rurl. pakaiand';:r;;;;i;;;i,i,"olli,r;::r3:i[l,f , iff Jongrang (atau lebih ;;,;;;.ibunoi Singosari (zaman Jawa Timur) agak

*.nu.ii'ritrt"'iir,r,ruu.

Mungkin kita. Iebih

b;ii;-'.;lri

dengan

peralihan r*uffin*'Ulnrf, yaitu peralihan dari Abad pertengaha t*., n ii [io';';"^; Eropa. ". Marikita akui, bahwa" kita iri.** .;:I kebudayaan yang kita

lffi

';

fi:TxlT.,.f "1H,"

# ffi?#: : H;I,ffi

J:;:

Jalan_jalan kota Eropa dalam abad pertengahan sempit_ sempit dan patah_patuh u.ut ryrl"remaksa orang untuk tengadah. para pendosu, joru p.nu.rffi *u.irun, setiap srap menyarnbut turunnya saat Lem6ufiSu.re Juru Selamat. Garis_garis vertikal irr.,* iia"l lampat) yang mereka air"rrii ,jrr*rru rerhunjam ke li'pangkalnva Dumr: orang "0" Abad pertengahan IJ"l"t orang yang berakar dalam-dalam di tempatnya. Kota-kota Renoiisanie memperlihatkan jalan_jalan yang lebar dan lurus, rava me.eka seolah_olah menarik garis yang tegas dan horizontal. fu"gf.ui gu.irIr",.n,, tidak lagi dilangit, melainkan pada kepali n.."io"rg,"L.purur.u. orang_orang humanis dari masa itu menyatuLu"n,J.ngun bangga, bahwa dirinya adalah sumber au.i f,.f aap-al. dalam t.urJuyuu, "ifui uf,]ri an apa pun yang terUjung garis horizontal itu berakhir di cakrawala (ridak kebetulan, bahwa orang zaman itu ahli membuat gambar perseptif). Orang Renaiisanc. U.ri."rl,',,Cakrawala batas kampung_halaman adalah saya,,. Oaf am aUaa_abad sesudahnya, orans Barar_pun menyebai k. ;;;; ilnru., dunia.

l:*,:'

212 213

Persamaan

Di T*nstr Air ta'ndi zaman Jawa *il" !1']di penJuru M:ri kita l'crnbali ke ianah herorient a'ci ke keetnpat fgn i1$ lr',r i:r:r't i f**"'t"'Att'' L-akrawala adalah bs:r kata : " r - r *l rlah - t''l;ll' n*'iUou**'va t'' ;':' K a pal; a n:.'rT:lf r,, ;' - l't t,ui *' k.' o' n * g' o

3n

pi

t;:

"

;*:

-H': XIf IJ ; il:?:ff lli\ ?,:'ti:, :*fl Candi-candi :

ilXi:

*: Jfi iJawa

zaman kita" beromhak rJi antara O*f""-Ot""tl g' seolah-olah ditambatkan n Timur hg; o1, snt ast ffi;;tl ;;n" orang masa itu berakar iguttnya oacla puncatt g"n"nglt"' serasa dalanr-clalaln di telnParnva' Iapis" <Jan Dengunjungnya Bt::' itrrlrlttr t*"li'i'u]ot'iga g' Budha tln g-pat orah"keluhuran Pat tn diant ark an t<.* ut a' orarlg atas keting" yang ber-iajar-iajar *i ;;;; "r*nging'tr'an sampai"tt* ti" mlnolone sesamanya' tiada' -o.ian hu,ci n:anilsra i-"* dalam ke rotrtiusan iu*prri mau berkoft';';;;nJu imur' juga terdiri atas tiga 'lawa'I Cancli Singosari, d;;;"; atas' Juniu bawah' tengah dan lapis, yang *tf"*io"'gf'un bawah' j"i?' Ji""t" ke lapis yang paling retapi cli ,ini o'ung bawah lanah' karena rli sini aip'i''ttftuatan-kekuatan suatu f*g"ttdapat kita lihat sebagai bumi' Agaknya za*ul'iu*u langit dan menistakan masa ketika "'unr'#itih;;il;" sebagai masa ketika orang Z.aman lawa Tiriu''ltU"fifttva meluhurkan bumi' ,i.itirr", langit danseorang pemimpin adalah seorangpon' Secara tradisional' cara nreniaga keseimbangan ditara.ia, seorang yang dengan dalam alam dalam jagad tttiriiu'"ni*i1'u o'h Ieselarasan jalan intrik penguasa dengan raya. Tetapi rtn atol rnt'juOi persetubuhan di pembu"'nun''i"ii""i"t^'*eiattuttan dan oleh i eurtlttftakram a' la dibunuh clepan unl um a ur"*' ui"u'' upacara dalam kctika sedang r

pemberontak-p;;;;;tak mabuk-mabukan'

Upacara mabuk-mabukan! Brlkanlah hal ilu ntengingatkan kita kepada hal yang lebih kita ke'nal (karena berasal dari sejarah asing) upacara esoteris perrtuiaan Dinnvrr.rs. upacara Bacchanalia, yang biasa diadakan dalam rnasa Romawi Purba. Sesungguhnya persamaan anlara kedua era kebudayaan

itu tidak hanya itu

saia.

Terhadap zaman Romawi purba, olang Bar:rl jeli..s sekali memperlihatkan sikap yang mendua hati Ada rasa hangga atas kejayaan kekaisaran Romawi Purba, rasa b;rngga "vrang. bagi seorang penakluk, maeam Kaisar Napr-lleon, henar-benar melangit (hasilnya aclalah "gaya Inrperial" dalarn inlerior masa itu). Di samping itu ada rasa rnalir atas kehohrokan zaman Romawi itu, rasa malu yang bagi seclr:rrrg seniman yang perasa, macam Fellini, benar-benar mendasar (hasilnya adalah film Satyricon). Sikap mcndua-hati yalrg sr:rupa ras;.inya datriat kita lihat pula dalam sikap kita sendiri terhadap rna:rir \c_ii{r;ih l{indu Jawa Timur. Mungkin bedanya hanyalah, bahwrr i iia bersikap "tidak tahu apa-apa" tentang hai yang rnernalukan. Kita dengan bangga mengenang kegagatran Kartanegara yang berani rnenentang Kaisar '[iongkok. Tctapi dari zamalr iru-itu .]uga, kita "tidak tahu apa-apa" lentang penllr1aan llhairtrva, tokoh demonis. Kita dengair bangga nlengenang srrrilglah "palapa" dari Gajah lr{ada, tetapi lebih Lrark lirpa akari l)eranan negarawan yang itu-itu _iga, dalarn p*nlt,itrli;tlaH i.ri::"irgarltar putri Sunda, sebagairnana diceritakan ilalarn Kicjuniq Sunda. Kekayaan Romawi Purba, y'ang luar rnegah sepcrii r'etruah porta triuntphale tcmyal.a teiah digerogoti tond;tsinya. Ketika ia runtuh, seluruit Pantlrson cicwa-deu'a ltortrau'i ikut runtuh bersamanya. Ilaru berabad-iihud kerniiciiarr. dalam Renaissance yang telatr kita tinjau tadi, nilai-r.,,ui kebuda),aan klasik lahir kernbali, dicangkokkan pada agarna tlaru yang tumbuh di atas reruntuhan Pantheon dewa-tiewa [{tlirii:r..

]l5 214

luar megah seperti sebuah Kejayaan Majapahit' yang da.ri digt'ogoti fondasinya' Ketika "candi bentar", tt'nyutu'tttuh de*a-dewa Hindu ikut runtuh beria runtuh seluruh P#;;;" di atas reruntuhan itu' samanya. Agama Vu"g 'u'nUuh punmengikat pandangan orang ke melepaskan turuutun-yuilg cak Gunung Pananggungan' adalah keluar' ke arah Pada nrula"v" Jfitn'""si mereka kebudayaan mereka adalah cakrawala' karena p"'*'-p""t Jawa' Tetapi kemudian kota-kota petaUut''ai ai p*tui Utara pusatke clalam clirinya sendiri' dan kehidupan prn t't'gutung"pinOut' ke pedalaman pulau Jawa' pusat kebudayaan p'n yang tidak.dilayari' alias buntu' meman
Peralihan KebudaYaan peralihan kebudayaan' Kini kita menghadapi lagi satu masa generasi-generasi terakhir berakar Orang-orang yang selama ragi cakrawala yang dita,ahnya, t ini tercuuut din menghadapi dengan Laut Kidul fttnifungun kontuk

luas. Ningrat asal :u*u yang merantau kehilangan konyang mengerikan, seniman Bali Iuhur' ina-ina Batak k€hi tak dengan Crn''u^ ngung *nt keramat' Tetapi tidak langan kontak a"ngin duniuhouaJa:g bahwa segalanya berubah' benar juga kala tii^'*trrg"takan' masih tetap arsitektur itu Sebab, dulu maupun sekarang, rohaniah (de onbewuste merupakan ungkapan dari buday-a Romonclt)' dan masih Yan uiting v'on de r"''''i'i*' cultuur' kepada wawasan manusia atas tetap kebudayaan iu'it'gut'ng arah tujuannya (zeiin wesen' lrakikat dirirtya, asal-usuinya clin manusia itu ubunofkornsten b",t"'*iiil' clan masih.tetap kaki digelitik oleh naluri-naluri ubunnya terrrnoui Juiitfupuf

Dalam dialog terbuka cukup tempat untuk mempersoalkan hal-hal yang membuat orang berkerinyut dahi. Salah satu hal adalah pertanyaan, apakah "rasa kesatuan sealam raya" (cosmisch eenheidsgevoel) masih hidup atau masih bisa dihidupkan. Ada juga tempat untuk bercerita tentang hal-hal yang biasa-biasa saja, karena adalah hal yang aneh tetapi benar, bahwa soal-soal yang wajar dan biasa-biasa saja, dari zaman ke zaman diketahui secara intuitif oleh setiap D ouwheer yang buta huruf, kini harus dijelas-jelaskan expressis verbis kepada bouwheer-bouwheer yang pengetahuannya selangit. Pada pihak yang lain, dari orang yang jauh dari profesi arsitektur, orang juga bisa memperoleh,pandangan yang bermanfaat. Orang yang jauh, pandangannya selalu lebih menyeluruh dan lebih lekas melihat keanehan-keanehan yang tidak nampak oleh orang yang dekat pada persoalan. Penghuni planet Mars segera bisa melihat, betapa anehnya orang-orang Australia itu, yang hidup jungkir balik melekat pada belahan bumi sebelah bawah. Persis cicak. Orang yang jauh mungkin juga lebih jeli melihat alternatif yang mungkin dijalani. Pengunjung dari planet Mars akan segera melihat, bahwa cara kita membaca buku bukanlah cara yang satu-satunya, karena ia akan segera menunjuk ke orang Jepang yang membaca kalimat dari atas ke bawah, dan mulai dari halaman tempat kita biasa menulis kata "T A M A T".

purba (oerdriJtenl' tidaklah bijaksana unPada masa peralihan kebudayaan sekitar .artuk tetap *.*p.tiuf''ankan selubung esoterika sitektur.Terlalubany'akpertanyaanyangberkecamukuntuk esoterika belaka' Oupr, ,liu"fesaikan aaiuni saresehan 21t:'

2t7

IV.6.

ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

plonned"' pola transportasi yang berdaya guna dan berhasil guna, b angunan_ bangun an megah"_in Ouf, _tur"gd fr r*r r.r, * _ bulkan kebanggaan penampilan

DALAM PENDIDIKAN ARSITEKTUR*) Oleh:

Ir. Bko Budihardjo, M.Sc "Whsl

i,s

yang serba cantik_bersih_mulus

its peaple" (Shakespeare)

s cily but

Pertanyaan dan sekaligus jawaban yang dirumuskan secara ringkas, dan sintal oleh sastrawan agung tersebut di atas sungguh sangat tajam menukik ke masalah aktual yang dewasa ini muncul kembali di kalangan pendidikan arsitektur di Indonesia. Gelar insinyur atau sarjana teknik arsitektur, membawa serta dalam dirinya konotasi dan bahwa bekal yang dijejalkan selama proses pendidikannya sebagai arsitek adalah ilmu, pengetahuan, dan keterampilan profesional yang lebih ber-

wawasan pada aspek rekayasa (engineering oriented). Dan rupanya memang begitulah kenyataannya di tanah air. Potulat yang dipegang dan diyakini oleh para wastuwidyawan pribumi adalah bahwa bangunan dan lingkungan fisik secara langsung mempengaruhi perilaku manusia. Kita lantas harus percaya begitu saja bahwa penciptaan lingkungan yang baik lengkap dengan taman-tamannya yang dilakukan secara profesional akan memberikan kenikmatan, kepuasan estetis, kesehatan yang lebih baik dengan diperolehnya udara segar, sinar matahari, dan tata hijau. Aliran kepercayaan seperti ini, yang dikenaldengan " orchitec tural determinism, atau untuk skala kota dan daerah yang lebih luas tersebut "environmentol determinism", telah menyusup dan merasuk begitu dalam sehingga kita sering lebih terpaku dengan penciptaan lingkungan pemukiman yang "well

r

Makalah disajikan dalatn Forum Nasional Pendidikan Arsitektttr, Semarang, 19

218

-

t9 April

1985.

walatr bangunan maupun ,kora

tunpu..tu f-Ui*prn ri*-, tu topeng atau pupur-bedak yang teblg. arpet .,,unr.iu JJrrrrn

segenap keunikan, k ek,asan

ain teanetra,

o*.ii"ilrr"1li, u,, banyak lepas dari pengamatan atau paling-paling hanya dilihat dengan seberah mala saja. ,mu-,iu sosiar dan humaniora memang sudah mulai masuk

kursil (kurikrl;-l;;.rli#rrt pendidikan arsitektur, akan tetapii.tit,r,ornya hanya sekadar menyentuh kurit luarnya saja dan tidak secara erat dikaitkan rekavasa dan perancansan lr"riti1,.i"'u

;;;;;;;',

Herbert J. Gans*) menyatakan bahwa -' daram perencanaan Iingkungan binaan ada dua f.rtut, Kutub pertama, arsitek Oun pfurnn. - ring kun gan iil k ;;;.*#;.f;:i:::Xl;,J?i.HH; perubahan perilaku manusia. Kutub kedua, ahli_ahli ilm,, sosiat, secara frontalmenyang_ - gah dengan posrularnya urri*"-i."r.i;;;;;il;;i,11, manusia justru bukan aspek fisik melainf"" tanfisik seperti sosial, .tono*i .tun budaya. "rp.t_r.p.t Gans mengajukan kolsep dasar yang merupakan kompromi dari kedua kurub bertawanan aerse;r;, "Lingkungan fisik. gayut dengu, poiluL, lingkungan rersebut-menrp.rguluhi;;;;.. manusia sejauh sosial dan budaya masyarakat yang terlibat di dalamnvu,lta, sejauh lingkungan tersebut, merasuk dan menyatu dalam Arsirekrur, lingkungan d; k;;;sistem sosial mereka,i*) ;rr;;;;;;nl.uuei perikehidupan dan tata cara hidup ,unu'u pada hakikatnya adalah yang

;;;

terbentuk dan

:1,

,Tfl:T,,J.

ait"riu[uo;;;

ffi;;;;rffiir":

cans: "PEOpr-E AND PLANS". re68 hrm.4.

'215

4

yang menghuninya. Pertanyaan tentang pengaruh lingkungan fisik terhadap manusia penghuninya, telah menjadi pusat perhatian dalam penelitian perancangan lingkungan. Secara singkat Amos Rapoport menyajikan tiga pandangan mengenai asal tersebut***).

a)

Environmental determinism: Pandangan bahwa lingkungan fisik menentukan sikap dan

perilaku manusia.

b)

Possibilism:

Pandangan bahwa lingkungan fisik memberikan peluang dan kendala, masyarakat menentukan pilihannya berdasarkan tolok ukur, terutama tolok ukur kultural.

c)

Probabilism:

Pandangan bahwa lingkungan fisik memang memberikan peluang untuk dipilih dan tidak menentukan perilaku, tetapi juga bahwa dalam suatu latar fisik (pftysicol setting) tertentu beberapa pilihan lebih memungkinkan daripada yang lain.

Dalam pandangan yang pertama, yang sudah dianggap kuno, perubahan bentuk bangunan dan kota dipercaya akan menyebabkan perubahan nyata dalam sikap dan perilaku, in teraksi sosial, kebahagiaan, kesejahteraan, dan lain-lain. Sebagai reaksi ekstrim terhadap pendapat tersebut muncul pen-

dapat bahwa lingkungan binaan sesungguhnya tidak berpengaruh secara nyata terhadap manusia, dan bahwa lingkungan sosial, ekonomi, dan budayalah yang lebih banyak berperan.

Bersikap ekstrim dalam berbagai hal memang kurang bijak. Jadi sikap yang arif dalam hal ini adalah yang moderat, tt*)

Amas Rapoport: "Human Aspecls of urban form", 1977, hlm. 2.

tanpa berpegang terlalu kaku pada konsep hitam-putih, atau memihak sarah saru kutub. riJ"[r"n terraru sarah b,a kita bersepakat bahwa lingkungan ;;;;;;"prt dilihat sebagai latar untuk aktivitas manusia, tata. ini i.

mengham batlmencegah kegiaran ;;;,*::. bahkan bisa berfungii seua"gai ["iuii*,r.

HLitI. i:lfrT;

unruk pengejawan_ tahan suatu jenis tindakariatu, p..irur.u yang masirr laren. Suatu latar fisik yang menghambit tingkah kegiatan tertentu' biasanya hanya mempersulit d,akukannya kegiatan tersebut tetapi tidak dapat mencegah ,.p*uf,rryu (contoh: kasus tim_ bulnya jalan serapar. aiagonaioi ulor_uror, kasus kurang berfungsinya jembatanpenyeberangan atau kasus menjamurnya pedagang kaki lima). Kiranya masih sega.r dalam ingatan kita, perkara rencana penyeragaman pagar.di sepanjang jalur protokol kota pur_ worejo, yang kemuclian OiuUatr aui, Oi,urgerh''',#" naannya karena reaksi dari penduduknya. agak jauh ke belakang, di'kota g"rirf Bila kita menoleh juga pernah terbit peraturan yang menggariskan bahwa pe.autt_pe.;;; ;;;, lingkungan p.rr.uhin *tv"ir,".r, iiuuu, seragam, dengan rancangan dan bahan yang sudah ditentukan. 46;;;;;;. tidak muncul persainga, iure rujil-untu.p.rgt uni, menutup peluang timbulnya pameran kikayaan dan harta masing_ masing secara demonstratif.

Aturan Militeristik Dapat dibayangkan suasana dan citra lingkungan yang tercipta dengan aturan m,iteristik rumah seragam, pagar seragam, perabot seragam. Akan susah sekari mengenari rumah satu per satu, karenu ,iauf. uAurr,a jati diri atau iden-

;dil;i"ras:

titas dari setiap brngrn"n.r;;iG, ada. Bita nomor rumahnya copol. tak.ayal p"rrif"'f.r pemilik dilanda si l"gi kebinsungan mensenali.;rd,rtri;;u*iorun, Iain. Dan pada an pal at i airi seueJuln'vl ."r."t, 111,_*1, .t b u k antah ru mah, ;alan bukanlah jalan, dan kota Uri""f.t kota, begitu celoteh

l*,

220 221

-t

T t

I

dan jati cliri il:l.l."h yang meniadi napas Karena H,yck" van Aido suatu bangunan atau

iiwa, pemberi k";;;; iinsr

"if:ii,ii:

;pesifik

"'

iler ( r he r d w ffi,iliiTi,,elitr"i:penentu "" kebijakan dan inh ir

ov e

putu Bantarn Books, rq8il)' 'ot'ttttint'u'I banyak yang mengidap telektuai c1i negara dianalogikan dengan 'fttechuno-rnurtia'"'S;;;l;'sesuatu kota Runtah' Iingkungan dan teknuiogi nrekan.ts '";;;;';' eksak' teratur' yunB ,1"'b' dilihat bak perartgkut "'"'in yan g me nghuni' yang a giian ntanusia-mau':si mek anr !'al - Sedan dan keatrekitugurnun kondisi sarai di:trga" ttunii'?";;;;il-k; iepas dari penglmatai- 113" s'siai_ekonn,r,i-t,uiivJ-;;;: saJa' rle.ngirtt sebelah mata palirrg-paling ftu"''u'tflt*tfing' foto lantas rnenjadi ajang bagi Perenciuraan penroangun*n melampiaskan ide dan ; para pen glr *,'l pu#tl';i;;;;il; "tuk dulu tanpa,ItToto perltt terlebih gagasan-Eagiut*n p'it.)u'iinya' penduduk per-sepsi seita aspirasi menghayati clan nrenyerap abdi diirigat' pemimpin adalah kota vang oiauoinvaii'*';; masYarakat)'

Tidak Pas

lagi' ide-ide baru yang Sebetulnya tidak usah diragukan maksuti dan iktikad baik' bermuncula" yang rapi' bersih' iniingkungan -^1;;.r' -vang Miselnl'a: demi tcrc;ptrlnla t'i*ni disadari adalah itLupi .lah dipanil"'*' terasa di hati i;"# r"n* kepala dantidak bahwa apa vang pas sama besar " para penent" ktbj;;[;l it*ungL-inan oleh tiaambakan dan dihavati clengan uou run*'Jii'ill-n"" kunci sinilah -antara lain letak masyarakat b"';;;";i kota yang Penanrpilan dan waiah ,*'J masalahnya ter'-i"*'' tanpa cacat cela (biarpunyang serba cantik-ueisirr-mulus polesan aiau tledak-gincu paksan)'a f,,'u' pufui tidak 'opt"g betul enak dipandang tetapi tebal), memang 6arangkali badan aslinya bopeng budukan' enak clisandmg';;i; kulit keindahan semua apalah u'tinvu keropos aun jl*a"fr;;t;G'

o;?;;;ii";;;

11'\

visual yang artifisial serba t-empelan itu" Bagi rnajoritas penduduk kota, yang terlebih penting adalah keindahal irirlup bermasyarakat itu sendiri, yang guyub rukun penuh vitalitas. Konon perencanailn kota yang icieal aeialah yanii .lalam prosesnya melibatkarr segenap lapisan masvarakat, antara lain melalui wakil-wakilnya yang rerpercal'a, baik yang f ormal maupun informal. lstiliih gagahnya adalah 'percncanaan bersama rakyat', jadi bukan lagi sekaciar 'prrencai.,aa;t untuk rakyat'. Bahkan lebih ideal lagi suatu saat nanri, ruianakala tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat suciah eukup tinggi, bisa rnulai diuji-cobakan penerapan slt',gan ulr:pia: 'perencanaan oleh rakl'at'.

Budaya Diam Wawasan perencanaan yang berorientasi pada kencntingan masyarakat lapisan bawah, jelas menuntr-rt kepekaen sosial yang tangguh dan tajanr dari aparat perrncana. Kita semua rnallum, dewasa ini sebagian brrsar nenduduli i;ota masih berada dalam tahapan berjuang untuk hisa bertahrln hiclup_ dengan tingkat pendidikan yang belum tinggi. "ladi tak perlu dicengangkan bila ada kecenderungar) takut dan enqgan untuk angkat bicara menyuarakan hati nurani nrereka sendiri. Daripada rnenghadapi risiko, lebih baik diar,r. Nah, hudaya diam inilah yang sering disalah-mengertikan sel_ragai pertanda lampu hijau alras tidak ada keberalan. Oleli karena itu, untuk bisa menggali keinginan, harapan dan dambaait yang sebenarnya dari penduduk kota, para pimpinan claerah clan perencana kotalah yang harus lebih banyak rleninggalkan 'singgasana'-nya untuk turun ke bumi, meraslkan denyul nadi yang berdetak di masyarakat. Sckadar contolr: rencarla pembongkaran jalur hijau untuk disulap jatli terrr;-rat parkir mobil di seputar Simpang Lima Semarang, rij';1r-rasanya perlu mempertimbangkan terlebih dulu darn;rak yang mungkin diakibatkannya. Tidak hanya masalah banjir yang akan semakin parah menimpa lirigkungali di sekltarnya, t*rapi juga

T

4t

=

I

l terutama dampak sosial yang menyangkut nasib para tukang becak dan pedagang-pedagang lesehan, dasaran, dorongan,

Sedikir

dan warungan yang telah terlanjur bertumbuhan.

C"l:,:T Tentang penyumbang Tutisan "Jati Diri Arsite*tur Indonesii,,

r' prof' IR' .IDHARTA, riirahirkan

Pembangunan Yang Mengakar

Lulus dari Bagian Arsirektur rnstirut dian langsung bekerja se.bagaianfi semarang sampai rahun lgcl

di

Semarang pada tanggar 8 Mei r929. pada tahun l9ig, kemu_

i.r""r.rr'ri"roung

f.f."ll *:r;1yl,r"

Model-model perencanaan deterministik yang dibuat dari atas meja kiranya perlu ditinggalkan, diganti dengan perencanaan yang luwes dan tanggap terhadap sikon lokal, dengan penekanan perhatian pada perilaku manusianya. Pola pembangunan yang mengakar dari bawah seperti ini telah dirintis oleh Romo Mangunwijaya dengan lingkungan komunal berswadaya di Ledok Code Yogya; Yayasan Sosial Sugiyapranata dengan beberapa lokasi perumahan kaum gelandangan di Semarang; Prof. Ir. Hasan Poerbo dari PSLH-ITB yang menangani masalah pemukiman bagi para pemungut sampah di kota Bandung, dikaitkan dengan upaya ekonomis mendaurulangkan sampah menjadi bahan yang bermanfaat bagi kehidupan. Pola mengakar seperti dicontohkan di atas dilandasi keyakinan bahwa pembangunan yang berhasil adalah yang mampu menumbuhkan rasa harga diri dan percaya diri, sehingga masyarakat terangsang sendiri untuk aktif berperan serta dalam setiap gerak pembangunan. Memang penting sekali artinya dalam perencanaan lingkungan binaan, apakah kita melandasinya dengan konsep "planning/or the people", "planning with the people" atau "planning by the people". Tetapi yang lebih penting lagi adalah upaya agar tidak timbul jarak antara arsitek dengan masyarakatnya. untuk bisa bersenyawa tuntas antara arsitek dengan masyarakat itulah diperlukan pendalaman dan penghayatan ilmu-ilmu sosial, dan humaniora yang tidak hanya menyentuh kulit tapi meresap sampai ketulang-tulang dan jiwanya.

' Tuhun

Kepala Jawatan Gedung-cedung dosen

$,'ffi:Xffi:X;sebagai

inii'rJrnrrri'r6j

Gedung_Gedung Negara

pirrdah ke surabava sebagai Murai tahun r963 sampai sekarang

N"g"r" srrJu'iJ. iet'p pua' lu*"ui e^it*rr*

e*rLo,i.[i,rT"i*,

Pendidikan tambahan yang diperorehnya ialah antara.rain pa<Ja Departement of Architecture' universitv oJ washingron aii.ri,r. imerit a serikat (1965 I966). Jabatan-jabatan penting yang pernah didudukinya adalah: Ketua Jurusan Arcitektur-Faku,,^ a.,,r,i'rfiiversiras Diponegoro Dekan Fakultas Teknik Unir.rrit", Sekretaris Universitas Diponegoro.

_

;i;;;;;"

pembantu Rektor Univeisiturbipon.goro.

Kepala Biro Bangunan Universitas

;,;;;;r"r".

Jabatan yang dipegangnya sekarang di antaranya sebagar Ketua Jurusan Arsitektur Fakuttas Teknik uNorp a"n ,"r*,-r,"i, Memperoleh gelu. p.; n

c,_

2.

*.r., .u.

i

illJi r;;;;;;;;,;,,:rilTlfJf,T i::: H,yi,?l!.

PTof.DR.S.BUDHI SANTOSA. Dilahirkan

di C tanggar r7 Agusrrrs 1937, memperoreh gerar Doktor aatam antr.poar, i".,ir,ii"rrt 1977' Sejak tahun itu puia..njabat pada tahun Kelua Jurusan on,"""u'Indonesia ropologi dari Univcrsitas.yang sama, sampai dengan tahun

19g2. sejarahdan*u"i'i,#u",I?Tr*li,',..1#?fi :..lXXl,ii?iill#,,#,il.*,:j:: anssora i;-;;;,;;,";emasvarakaran penssunaan 3J"Tfi :lT,"L]',i:rl;:'"0' Semenjak tahun l9g

.

Lebih dari r50 karya

turr's terah

[ji',11]'ili';li[i,T.: J.

masarah

dihasirkannya, baik daram skala nasionar nlaupun

e"'"*i"ri, ll',,,*u,,,

IR. HINDRO TJAHJONO SUMARDJAN. Lahir

^ tober 6 ok r s+s. l,r,,-d,.i bag ian Rupa Institut Teknologi Bandung puau ,ui,un .

r

Ernograri, Kesenian

il;*;;;';;J;.*#-#,:::,* * ,"r1.

X#::Tgff

*.Jfi ",1#',1ff#H'J'-li,Ti.'ffi ilj;*1,,,_:$,,Xlllf "";# f i,; :ff ;ff l ::H A RC H TEN, i. ;,:' ;::fl ::l?::,?,:?, ::","i "*,iL Konsori um l

224

T

22s

I

r cukup nrerancang dalanr bidang arsitektur' Selain kegiatan merencanakan dan antara lain: telah.diselesaikannya' banyak pula hasil srudi tt'"'f"tv"-ii*fufl v'ng Berencana Perhotelan dalam Pembangttnan Studi Aspek Fisit< t'engemt'angan 0e72). (1974)' Studi Perencanaan Kota lnti Jakarta Kebayoran llaru (1977)' M BIok Lingkungan Peremajaan Studi Kecil (1982)' Potensi Perbaikan x"*i'ngi"ngan

Studi

Studi Perumahan

lldu:lti (1982)' s't'emnecvclinsdi Mangga Dua Jakarta

M"J;;";;;';

Union Internationole des Architectes dan la adalah juga Council Member dari Xetua

er.it.{

lndonesia Periode 1980

-

1982'

7. lR. WIRATMAN WANGSADINATA.

l-ahir di Jakarta tanggal 25 Februari

1935, lulus sebagai Sarjana Teknik Sipil Jurusan Konstruksi ITB tahun 1960. Menrulai kariernya sehagai Insilvur Peretrcana di Jawatan Jalan ilan Jembatan D.P.(,I. (1961 1965) untuk kcnrudian nrenjadi [)ilektur PN. lndah Karya (1965

-

1969).

-

Setelah memperdalarn pcngetahuan tentang cara-cara perencanaan modern selama satu tahun di perusahaan Scou Wilson Xirkputrick & Partners di London, tahun 1970 diangkat sebagai Insinyur Pengawas urrtuk proyek \fisma Nusantara (30 lantai), gedung tinggi perlama di Indonesia, sarnpai provek selesai dalam tahun I972. Sejak tahun 1972 terjun ke dunia wiraswasta dengan rnendirikan biro konsultan sendiri. Banyak sekali karya-karya yang telah dihasilkan, antara lain gedung Sarana Duta (22 lantau, arsitek PT- Atelicr-6) dan Wisnra Dharmala (22 lantai, arsitek Paul

Rrrdolph).

4.IR.BUDIA.SUXANDAGrrd.Hons.Dlpl.(AA).LahirdiJakarta,tanggal dari Fakultas Teknik LJniver-

8 Agustus 195 I . Lulus

oU"gui

'u'i"nu

teknik ariitektur

sitai lndonesia Jakarta, tahun 1978' of pada The Architectural Association' School Memperoleh pendidikan ou'nt'utt'n graduate (honours) diploma tahun 1983 Architecrure, London, o.r;;;;;;.roleh Tarumanegara' Ikut serta dalam l-emUniversitas lttian FTUI Saat ini mengajar di
5. IR'

Selain sebagai stal pcngajar yang aktil'di Jrrrusarr Siprl lfB, banyak juga kegiatan lain dalanr organisasi antara lain sebagai Ketua Flirlpunan Ahli Konstruksi Indonesia (1974 - 1980), Ketrra lJmunr lkaran Nasional Konsuitan Indonesia (1980 - 1988), Wakil Ketua Team Penasihat Konsrruksi Bangunan DKI Jakarra (197?_ - sekarang). Sejumlah lebih dari 50 makalah ilmiah telah dibawakan ata. diprblikasikan dalam tbrum nasional dan internasional.

t. Probolinggo pada tanggat 2l Januari BASXORO SARDADI' Ditahirkan di l97l' Bagian Arsitektur ITB pada tahun

1944, lulus ,ebagai sarjala- i"ttft SelainmengajarditurusanArsitekturFTUl,jugasebagaiperencanadanperan6 cang pada biro konsultan PT' Atelier peneli-

tlihasilkannla antara lain mencakup Karya-karya lrasil penetitian yang telah Sumba' dan lingkungan desa Naga' Utara' u uf fUif tian arsitektur tradisional At'et',

tanggal 7 September 1939' KUSWARTOYO' Dilahirkan rli Ponorogo ITB tahun 1979' Arsitektur Teknik Su'i"numenyelesaikan p"naiaiLunni" it'ogui tahun 1976 dalam bentuk Belanda Negeri iari Pendidikan lanjutan il;;il gedung Laboratorium' kursus Environmental

6. lR' TJUI(

Latihan Kerja untuk O"'unt'u,un Monogementdi ERT-Massicfruri,*,

l,Sa, Lhu,

1982; Kursus Lanjutiur Environnrcn'

tallmpacl,trssessrnenlOiOuft'outit'f-;ttiversityNovaScotia'Canada'tahunl98'ldan Jerman Barat, tahun 1982. Reseorch l-e!!ow |)tliversiteit Ber|irt, diri sebagai staf pengajar di Bagian Sejak lutus ,"*rti juga sebagai 'ningaUdifan '"1""t, Lingkungan' I-l'B' di samping itu Arsitektur Bidang Perencanaan lota dan yang dijabat I-r-B -(ppLH) Hidup Sekretaris pusat penelitian dan Lingkungan semenjak tahun 11i79 penelitian yang telah dihasilkannya' khususnya Banyak sekali hasil-haril studt dan hidup iingkungan pengelcrlaart dalam bidang

IR. JUSWADI SALhIA, M.Arch. Lahir di Bandung tanggal l5 Juni I938, nrenyelesaikan studi sebagai sarjana teknik arsitekiur di ITB tahun 1966. Pendidikan Pasca-Sariana (S-2)-nya ditenrpuh di l.lniversity of f{awaii sampai nreraih gelar Master of Archilecture tahun 1975. Sejak lulus lahurt 1966 santpai sekarang menjadi stal pengajar departemen Arsrtektur l-l-8, dan pernah meniabat Ketua Jurusan sampai tahun 1986.

9. DR. HIDAYAT. t.ahir di Cirehon tahun 1936, rnenyelesaikan pcndidikan tingginya di Fakultas Ekonomi Universitas Pajajaran Bandurtg pada tahurt 1965. Mendapat beasiswa RockeJeller Foundation untuk studi Paska Sarjana dalam lhnu Ekonomi Sumberdaya Manusia di University ol'The Philipines. Sempat rnenggali pengalarnan ker.ia sebagai Visiting Lecture di A.sian Sociol lnlitute di Manila (1974 ( - 975) dan sebagai Reseorch Consultont di Deporlmtnt oJ' Labour di Filipina I 976). Awal tahun 1977 kembali ke tanah air dan mendirikan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan [,.ingkungan yang bernaung di bawah UNPAD, serta ntenjadi direktur1

nya hingga sekarang.

10. IR. ZAENUDIN KARTADiWIRA, M.Arch. Lahir di Jakarta tanggal 20 Oktober 1930, lulus sebagai sarjana tcknik arsitektur dari lTtl tahun 1959. Sejak lulus langsung menjacli staf pengajar di tTB. Studi [)asca-Sar3ane (S':)-nva ditempuh

  • 227

    226

    r Pada tahun 1962 bertindak sebagai visiting Lecturer pada Depdrtment of Architec-

    ture University oJ Michigon dan rahun 1969 di University of Kentuckt, Amerika Serikat. Pengalaman profesional sebagai arsitek di dalam maupun luar negeri sangat luas. ternrasuk sebagai arsilek pada Biro Arsitek risclrer & Elmore, washington DC (1960, l97l/19'72) dan pada volmer Associales, New york, Anrerika Serikat (1972 1972).

    -

    I

    l. Dlpl. Ing. HARISANTO. Direktur

    dari Bir o Konsulran APARC, memperoleh

    Satyalencana penghargaan dari pemerintah lewat Menteri Riset dan Teknologi atas karya-karya arsitekturnya, terutama yang menyangkut kompleks lndustri pesawat

    Terbang Nusantara

    di Bandung.

    12. IR. MAURO PURNOMO RAHARDJO, M.S.Ars. Lahir di Tegal

    tanggal

    l5 Januari 1954, lulus sebagai sarjana teknik arsitektur dari Universitas Katolik Parahyangan tahun 1980. Aktif mengikuti seminar-seminar internasional, nasional, daerah maupun intern. Perhatiannya ditujukan pada fenomena arsitektur dan kota di Indonesia dan banyak menuljs arrikel tentang hal itu. Sejak tahun 1980 menjadi staf pengajar pada Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur UNPAR dan menjabat sebagai koordinaror mata kuliah rekayasa. pendidikan pascasarjana (S-2)-nya ditempuh di departemen Arsitektur ITB, dengan thesis tentang pertumbuhan morfologis ruang pusat kota Poerbo, MC'D.

    di

    bawah bimbingan

    prof. Ir.

    Hasan

    14.

    Drs. DARMANTO JATMAN, SU. Lahir di Jakarta tanggal 16 Agustus 1942. Lutus sebagai Sarjana Psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta tahun 1968. Pendidikan tambahan yang telah ditempuhnya: Psikologi Industri dari Universitas Indonesia (1972), "Basic Humanities" dari East west cen' Pedesaan dari Universitas Gajah Mada (1977) tre Hawaii (1972 - 1973), Sosiologi dan "Development Plannin7" dari (Jniversity College London (1977 - 1978)' Pendidikan Pasca Sarjana-nya ditempuh di Universitas Cajah Mada, Yogyakarta' Tugas utamanya adalah sebagai dosen Fakultas Sosial dan Politik universitas Diponegoro (sejak tahun 1969), dengan tugas-tugas tambahan sebagai Ketua Badan Konsultasi Mahasiswa, Ketua Subdepartemen llmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar, Staf Ahli Bidang Minat Universitas Diponegoro, dan dosen pada Akademi Seni Rupa lndonesia (ASRI) Yogyakarta. Sering menulis artikel untuk Kompas, Sinar Harapan, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dan lain-lain, di sela-sela kegiatannya sebagai Pimpinan Redaksi Koran Kampus "Manunggat" dan Redaksi Budaya "Dinamika Baru", "Mimbar/Tribun", serta

    "Suara Merdeka". Buku-buku hasil.karyanya yang telah diterbitkan antara lain: "Kario Iya Bilang Boten", kumpulan sajak. "Ki Blaka Suta Bla Bla", kumpulan sajak.

    IR. ANDY SISWANTO, Dilahirkan di Wonosobo, tanggal 5 November l9!4. Pernah menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Rupa "ASRI" Sanata Dharma Jurusan lnggris, lulus sebagai sarjana arsitek dari Universitas Cajah Mada,

    15.

    Yogyakarta tahun 1980.

    Aktif berperan-serta dalam kegiatan dan pertemuan ilmiah, khususnya di bidang arsitektur, perumahan/pemukiman, seni dan sosial budaya.

    13.

    DR. IR. R.M. SUGIJANTO. t.ahir di Solo ranggal 5 Marer 1938, menempuh pendidikan tingginya di Jurusan Fisika TekniK ITB tahun 1956 - 1961. Pada tahun 196l 1962 ke purdue University, USA dan tahun 1970 ke university of New South Wales, Australia, untuk kemudian pada tahun 1975 ke Techische Hocheschul Delft, Nederland Sekolah Pasca-sarjana 53 ditempuhnya di ITB sampai meraih gelar Doktor pada tahun 1982. Jabatan-jabatan yang pernah diemban antara lail Ketua Bagian Fisika Teknik (1969), Pembanru Dekan I Departemen Fisika Teknik dan Teknologi Kimia (1971 - 1972) serta Ketua Departemen Fisika Teknik (1973 1977). Selain mengajar di

    lTB, juga di Unpar, Trisakti, Unpad dan UI. Keanggotaan profesinya meliputi antara

    Acoustical society

    228

    -

    lain liluminating Engineering society,

    of Ameriko dan Ikatan Ahli Fisika

    Bangunan inaonesia.

    Sejak mahasiswa telah menyelesaikan berpuluh-puluh proyek, seperti rumah tinggal, kantor pemerintah dan perdagangan, hotel, laboratorium, rumah sakit, sekolah dan kampus perguruan tinggi. Kegiatan studi dan penelitian yang telah dilakukan meliputi antara lain Studi Arsitektur Tradisional Kudus, Batang, Dieng, Sukoharjo; 'Central Java Integrated Rural Settlement Development Slrdl',' Studi Perencanaan Pengembangan dan Disain Skematik Benteng Vastenburg Surakarta. Saat ini sedang memimpin perancangan dan pembangunan rumah-rumah sangat murah dengan sistem aided self-helpbagi tuna wisma berpenghasilan sangat rendah dan tidak tetap di pemukiman Mengunhardjo, Semarang, kerja sama dengan Yayasan Sosial Sugiyapranata (YSS). Jabatan yang diembannya sekarang adalah Direktur Utama Konsultan PT.

    Wastuwiyawan, Ketua Studi Pemukiman Pusat Penelitian Universitas Katolik Sugiyapranata dan pcrencana pada YSS.

    229

    v t6.

    IR..IOHAN SILAS. Lahir di Samarinda tahun t936, pindah ke Surabaya sejak awal tahun 1950 da, lulus sebagai Sarjana Teknik Arsitekt,r (lr) dari ITts tahun 1963, rneriilikuti pr"ogram perumahan di lJnivcr.sitos Col/ege London (1976)

    lE. P E R M A D I, S.H. Lahir di Sernarang tanggal 16 l\{ei ),)40, lulus Sarjana Hukum .lurusan Hukum Internasional Publik iiengan -iudul skr:ip:;i ".4 (Jrrr&, to Diplomatic I'raclitz" dari Universitas lndonesia, Jakarta pada tirhllr 1965. Ltekerja di Lembaga Pariwisata RI tahun 1966 - 1967, kemudian benviraswasta rlan h*rgerak dalam lingkungan pels tahun 1967 -- 1973.

    dan di

    Inslitut.lbr tlou,sins srudie.s Rotterdanr (r9ri0). Masuk dan rnenjadi dosen lrS sejak 1967, kini mcniadi l.ektor Kepala pacla mata Kuliah pemukiman dan perumahan.

    Selak tahun I973 sampai sekarang aktii' di Yayasan [.einbaga hr*irurncn. Aktif dalam seminar di dalarn maupur) di luar negeri, darr banyak ni*nlarrgku

    scjak lgir-5 - lr75 'relakukan penelitian terutarra tentang candi-candi dan nrngumpuikan garnbar relief-relief candi. sejak awal 1970 mernpelajari pola-pola runrah desa di Jatim dan pora rumah karnpungz'desa - kota Surabaya. sejak 1974 terlibal dalanl studi Masarah perunrahan kota dan berbagai program peruurahan yang dilaksanakan di Surabaya dan Jawa Timur. AktiI r,enulis hasil peneiitiannya baik untuk papcr serrinar di tralam maupun luar

    jabatan dalam organisasi, antara lain sebagai Sekretari:l laytsan I,araspikologi Semesta" Wakil Ketua Yayasan Javanologi Jakarra, Peugurus l.eurbaga [,engkajian Ekonomi Pancasila, dan Anggota T'im lnti f)ewan Puriahanan Keanrarral Nasicnai Indonesia.

    rregcri sebagai tulisan populer di koran dacrah. Kcanggotaan Profesi:

    ..

    llatun Ar\itck

    19. Dlpl.Ing. SI-IWONDO BISMO SIITF,DJO. Dilahirkan di Pekalorrgau pada tanggal 2 Juni 1928. Celar Dipl.lng. diperolehnya dari T'echnishe Hochschule ltannover patla tahun 1961. Tahun 1962 - 1970 mengabdikan dirinya sebagai closen di lnstitut'I'eknologi tsan, dung, yang kemudian dilanjutkannya sebagai dosen di Liniversitas l;r<.lorresia di ^!akarta tahun l97l sampai sekarang. Menjadi Ketua Depanemen Arsrtektur IT[i, tahun l%6 * 1968 dan Keru;r.lurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unircrsitas lndonesia tahun 1972 .- lq?6. Tahun 1974 pula jabatan sebagai l)ekan ['aLr,ltrs I'ekrrjk l.inirer- 1978 menrluduki sitas Indonesia. Saal ini selain sebagai D
    ln(1,)nc\ta.

    Pcrsatuan lrrsinyur lrrdonesia. lkatan Sarjana Katolik lndonesia.

    17. llR. uMArt KAJAM. Leitrir di Ngawi leurggal 30 Aprii 1932. Lulus Sarjana Muda dari l;ak.,itas sastra Pcdagogi dan Filsatat Universitas cajah Mada yogyakarta tahun 1956. celar M.A. diperolelt dari school oJ Education, New york lJniversity tahun 1962, kernudiarr tahun 1965 memperoleh getar: ph.D dari cornell l)niversity, rthaca, lrsA.

    Berbagai jabatan pernah didudukinya, antara rain sebagai Direktur Jenderar Radio,

    Televisi-Filnr l)epartomen Penerangan RI (1966 1969), Ketua I)ewan Kesenia. pusat Latihan -penelirian Ilrnu-ilmu Sosial (r975 Jakarta (1969 - 1973), Direktu.

    -

    1976), Ketua Dewau

    Filrn Nasional (197g _

    L:lkonomi Pancasila, dan .Anggota'I'im I ndonesia.

    1979).

    "Tipologi dan Ilentuk Bangunan". Jabatan dalam organisasi profesi yang dipegangnyr:ldalah sehitai K(tua Nlajelis Ikatan Arsitek Indonesia dan anggota llorking group I{ttbitut Lrtrion lnternolionole des Architectes (UlA\.

    Inri Dewan pertahanan Keamanan Nasional

    Cukup banyak buku-buku hasil karyanya yang telah diterbitkan: ,,Seribu Kunang_ "sri Sumarah dan Bawuk" (1975), "Seni, Tradisi din

    kunang di Manhattan" (1972)

    Masyarakat".

    Aktif mengikuti seminar, menulis makalah pada berbagai pertemuan irmiah dalam maupun dr luar negeri, terutama tentang kebudayaan, pendidikan, dan komunikasi. Kegiatan lainnya sangat bervariasi, mulai dari menulis di majalah prisma, sebagai kolumnis majalah rempo, menuris skenario firm ("yang Muda yang Bercinta-,,, "Frustasi Puncak (iunung,', ,,.lago,,), sampai dengan menjadi pemain film 1,,Ka.mila", "Kugadaikan Cintamu,',,,pemberontakan C.30.S pKl,). Saat ini menjabat sebagai Kepala pusat peneritian dan Studi Kebudayaan Universitas cajah Mada, di samping tugas utanra sebagai stafpengajar pada Fakurtas Sastra dan Xebudayaarr UCM.

    230

    20. GUNAWAN W. GANDASIIBRATA. Terakhir rercatal sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung.

    l

    1

    ?

  • Related Documents


    More Documents from "Anonymous kltUTa"