Kata Pengantar

  • Uploaded by: Anggun Sri Utami
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kata Pengantar as PDF for free.

More details

  • Words: 4,279
  • Pages: 25
Loading documents preview...
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

i

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR...................................................................................................ii DAFTAR ISI..................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3 2.1...................................................Definisi Tetralogy Of Fallot (TOF) ...............................................................................................................3 2.2.....................................................................................Epidemiologi ...............................................................................................................4 2.3..............................................................................................Etiologi ...............................................................................................................4 2.4.............................................................................Manifestasi Klinis ...............................................................................................................5 2.5.......................................................................................Patofisiologi ...............................................................................................................6 2.6.............................................................................................Parthway ...............................................................................................................8 2.7.....................................................................Pemeriksaan Diagnostik ...............................................................................................................9 2.8........................................................................................ Penatalaksanaan .....................................................................................................................10

BAB III KASUS...................................................................................................13 BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................14 4.1 Analisa Data..................................................................................17

4.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................19

4.3 Intervensi Keperawatan......................................................................20 BAB V PENUTUP................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan struktural atau susunan jantung dan pembuluh darah besar intratoraks, yang berpotensi atau secara nyata memberikan pengaruh fungsional yang signifikan, mungkin sudah terdapat sejak lahir. Di Indonesia, angka kejadian 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Secara garis besar PJB dibagi atas dua kelompok, yaitu sianotik dan asianotik. Pada PJB sianotik terjadi sianosis sentral oleh karena aliran darah paru berkurang akibat obstruksi aliran keluar ventrikel kanan sehingga terjadi pirau kanan ke kiri. Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling banyak ditemukan, yakni lebih kurang 10% dari seluruh kejadian penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan tersebut memiliki 4 komponen, yaitu defek septum ventrikel, overriding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat beratnya penyakit, adalah stenosis pulmonal, yang bervariasi dari sangat ringan hingga berupa atresia pulmonal. Manifestasi klinis utama berupa sianosis dengan derajat bervariasi tergantung pada sumber dan jumlah aliran darah paru yang dapat berasal dari duktus arteriosus persisten, major aortopulmonary collateral arteries (MAPCAs), atau kombinasi keduanya. Pada waktu lahir, bayi biasanya belum sianotik, tetapi kemudian gejala tersebut muncul setelah tumbuh. Bayi atau anak dengan tetralogi Fallot memiliki peluang untuk mengalami komplikasi neurologis. Komplikasi neurologis yang paling utama adalah bencana serebrovaskular (cerebrovascular accident / stroke) dan abses serebri, yang sangat berpengaruh terhadap mortalitas maupun morbiditas pasien. Insidensi kedua komplikasi tersebut, berdasarkan dokumentasi beberapa literatur di negara – negara Barat, adalah 8,6% pada bencana serebrovaskular dan 13,7% pada abses serebri. Defisit neurologis

yang disebabkan oleh komplikasi tersebut dapat bervariasi berdasarkan deteksi dini. B. Tujuan Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk membahas secara ringkas mengenaidefinisi, diagnosis, manajemen dan prognosis Tetralogi of Fallot pada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tetralogy Of Fallot (TOF) Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan kelainan jantung bawaan sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta (Yayan A.I, 2010). Tetralogy of Fallot (TOF) adalah Bentuk yang klasik meliputi 4 jenis defek yaitu : 1.

Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel.

2.

Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan.

3.

Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.

4.

Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal (Donna L. Wong, 2008).

Gambar 1. Jantung normal dan jantung TOF

2.2 Epidemiologi Tetralogy of fallot timbul pada +/- 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati angka 5-7% dari kelainan jantung akibat congenital. Sampai saat ini para dokter tidak dapat memastikan sebab terjadinya, akan tetapi penyebabnya dapat berkaitan dengan factor lingkungan dan juga factor genetic atau keduanya. Dapat juga berhubungan dengan kromosom 22 deletions dan juga Digeorge Syndrome. Ia lebih sering muncul pada laki-laki daripada wanita. Pengertian akan embryology daripada penyakit ini adalah sebagai hasil kegagalan dalam conal septum bagian anterior, menghasilkan kombinasi klinik berupa VSD, pulmonary stenosis, and overriding aorta. Perkembangan dari hipertropi ventricle kanan adalah oleh karena kerja yang makin meningkat akibat defek dari katup pulmonal. Hal ini dapat diminimalkan bahkan dapat dipulihkan dengan operasi yang dini. (Supit, Alice I., Kaunang. Erling D, 2012). 2.3 Etiologi Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui, biasanya melibatkan berbagai faktor. Beberapa faktor berkaitan dengan lebih tingginya insidens penyakit tersebut. Faktor-faktor ini meliputi faktor pranatal seperti: 1. Penyakit rubela maternal selama kehamilannya 2. Alkoholisme maternal 3. Usia ibu yang lebih dari 40 tahun 4. Penyakit diabetes maternal tipe 1 Beberapa faktor genetik juga turut terlibat kendati pengaruhnya bersifat multifaktor. Sebagai contoh resiko penyakit jantung kongenital akan meningkat pada anak yang memiliki saudara kandung yang menderita defek jantung, memiliki orang tua yang menderita penyakit jantung kongenital, mempunyai aberasi kromosom seperti sindrom down, dilahirkan dengan anomali kongenital lain selain jantung (Donna L. Wong, 2008).

Menurut Yayan A.I, 2010, penyebab penyakit jantung bawaan juga diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen, antara lain : a.

Faktor endogen : 1) Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom 2) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan 3) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan

b.

Faktor eksogen : 1)

Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine.aminopterin, amethopterin, jamu).

2)

Ibu menderita penyakit infeksi : rubella

3)

Pajanan terhadap sinar –X Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen

tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai 2.4 Manifestasi Klinis a.

Bayi Sebagian bayi yang menderita tetralogi fallot mengalami sianosis akut pada saat dilahirkan, sebagian lainnya mengalami sianosis ringan yang bertambah parah setelah usia satu tahun pertama karena semakin beratnya stenosis pulmonal. Terdengar bising jantung yang khas. Juga terdapat episode akut sianosis dan hipoksia yang disebut blue spells atau tet spells. Serangan anoksia terjadi bila kebutuhan bayi akan oksigen malampaui suplai oksigen yang di bawa darah yang biasanya terjadi ketika bayi menangis atau sesudah bayi menyusui.

b.

Anak-anak Dengan semakin bertambahnya gejala sianosis, kemungkinan terjadi clubbing fingers (jari tubuh), squatting dan pertumbuhan buruk. Pasien

tetralogi

fallot

berisiko

mengalami

emboli,

penyakit

serebrovaskuler, abses otak, kejang dan kehilangan kesadaran atau kematian mendadak sesudah mengalami serangan anoksia. (Donna L. Wong, 2008). Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan : 1. Sesak yang biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau mengedan) 2. Berat badan bayi tidak bertambah 3. Pertumbuhan berlangsung lambat 4. Jari tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers) 5. Sianosis /kebiruan sianosis akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu,

atau

menangis

dimana

vasodilatasi

sistemik

(pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt). 6. Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan. Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi (Yayan A.I, 2010).

2.5 WOC TETRALOGI OF FALLOT -

2.6

Terpapar faktor endogen & eksogen selama kehamilan trimester I-II

Kehamilan (+) rubella Gizi buruk 3 saat kehamilan Ibu alkoholik Usia ibu >40th saat hamil Ibu dengan DM berat

Anak dengan syndrom down

3.1 Patofisiologi

Kelainan jantung konginetal TOF (Tetralogi of Fallot)

Overiding aorta

VSD

Stenosis pulmonal

aliran darah ke aorta Obstruksi pada katup pulmo Obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan

Penurunan aliran darah ke paru

Kerja ventrikel kanan berlebih

Penurunan pertukaran gas di paru

Pencampuran darah dari vent.kanan dan vent.kiri

volume ke aorta

Sianosis

Darah mengandung O2 dan CO2 bercampur

Hipertrofi ventrikel kanan

gg.pertukaran gas

Penurunan O2 dalam darah

Hipoxemia Nutrisi ke sel (-)

Gang.pertumb uhan

Hipoxia

Oksigen tidak mencukupi u/ pembentukan ATP

Jaringan perifer Sianosis Clubbing finger

Penurunan energi gg.perfusi jaringan perifer

Gang.citra tubuh

kelemahan

Intoleransi aktifitas

sesak

Pola nafas tidak efektif

Penurunan O2 pada sel otak Penurunan kesadaran

Perubahan perfusi jar.serebral

Perubahan

hemodinamiknya

sangat

bervariasi

dan

terutama

bergantung pada derajat stenosis pulmonalis kendati juga ditentukan oleh ukuran defek septum ventrikel (VSD) dan tahanan pulmonal serta sistemik terhadap aliran darah. Karena ukuran VSD biasanya cukup lebar, tekanan dalam ventrikel kiri dapat sama besarnya dengan tekanan dalam ventrikel kanan. Karena itu, arah pirau (shunt) bergantung pada perbedaan antara tahanan vaskular pulmonalis dan tahanan sistemik. Jika tahanan vaskuler pulmonalis lebih besar daripada tahanan sistemik, pirau terjadi dari kanan ke kiri. Jka tahanan sistemik lebis besar daripada tahanan pulmonal, pirau terjadi dari kiri ke kanan. Stenosis pulmonalis meurunkan aliran darah ke dalam paru dan sebagian konsekuensinya, terjadi penurunan jumlah darah kaya oksigen yang kembali ke sisi kiri jantung. Bergantung pada posisi aorta, darah dari kedua belah ventrikel dapat didistribusikan ke dalam sirkulasi sistemik. (Donna L. Wong, 2008). Pada tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, yaitu : 1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah lubang pada septum, seperti terlihat dalam gambar, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel. 2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; melainkan darah masuk ke aorta. 3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta. 4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi pembesaran ventrikel kanan (Yayan A.I, 2010). Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari

ventrikel kanan ke aorta tanpa mengalami oksigenasi (Yayan A.I, 2010). Untuk klasifikasi/ Derajat TOF dibagi dalam 4 derajat : 1. Derajat I : tidak sianosis, kemampuan kerja normal 2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang 3. Derajat III : sianosis waktu istirahat, kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis bertambah, ada dispneu. 4. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat.

3.2 Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi (Samik Wahab, 1996). 2. Radiologis Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu. 3. Elektrokardiogram Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal 4. Ekokardiografi Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru 5. Kateterisasi Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah (Donna L. Wong, 2008). 6.

MSCT Cardiac Kardiomegali terutama pembesaran dari RA dan LV disertai thrombus pada LV (Jurnal Anestesiologi Indonesia : Penanganan Perioperatif Pasien dengan TOF oleh Fajar Perdhana, 2012).

7.

Roentgen Thorax Pemeriksaan roentgen thorax pada defek yang kecil dapat menunjukkan ukuran jantung yang normal, dengan corakan vascular paru yang normal. Pada defek berukuran sedang dan besar didapatkan pembesaran atrium kiri dengan peningkatan aliran darah pulmonal. Pada paru-paru dapat terjadi kolaps dengan proses inflamasi sekunder ( Jurnal Komplikasi Anestesi, Bhirowo, Volume 4 Nomor 1, 2016)

3.3 Penatalaksanaan a.

Tindakan bedah 1)

Pirau paliatif Pada bayi yang tidak dapat menjalani penanganan primer dapat dilakukan prosedur paliatif untuk meningkatkan aliran darah pulmonal dan meningkatkan saturasi oksigen. Prosedur yang disukai adalah operasi pirau (shunt) Blalock-Taussig atau modified BlalockTaussig yang menghantarkan aliran darah ke dalam arteri pulmonalis dari arteri subklavia kiri atau kanan. Akan tetapi umumnya operasi pintasan di hindari karena dapat mengakibatkan distorsi arteri pulmonalis.

2)

Perbaikan total Biasanya perbaikan total dilakukan pada usia satu tahun pertama. Indikasi operasi perbaikan meliputi peningkatan gejala sianosis dan terjadinya serangan hipersianosis. Perbaikan total mencakup penutupan VSD dan reseksi stenosis infundibular dengan pemasangan patch perikardium untuk memperlebar saluran keluar ventrikel kanan. Prosedur ini memerlukan sternotomi median dan pelaksanaan pintas kardiopulmonal (Donna L. Wong, 2008). Penatalaksanaan dengan kemungkinan penderita Tetralogi Fallot

dapat dirawat jalan jika derajat termasuk pada derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Jika penderita perlu rawat inap, apabila

Tetralogi Fallot termasuk dalam derajat IV dengan sianosis atau dispneu berat (Yayan A.I, 2010). Berikut penatalaksanaannya: a. Tatalaksana Penderita Rawat Inap: 1. Mengatasi kegawatan yang ada. 2. Oksigenasi yang cukup. 3. Tindakan konservatif. 4. Tindakan bedah (rujukan) : -

Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total: dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat IIIdan IV)

-

Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi infundibulum.

5. Tatalaksana gagal jantung kalau ada. 6. Tatalaksana radang paru kalau ada. 7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis b.

Tatalaksana Rawat Jalan 1.

Derajat I : -

Medikametosa : tidak perlu Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif.

2.

Kontrol : tiap bulan. Derajat II dan III :

-

Medikamentosa ; Propanolol

-

Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif.

-

Kontrol : tiap bulan

-

Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.

Pada kondisi yang cukup optimal, pasien dengan TOF diputuskan untuk dilakukan operasi definitif, yaitu total koreksi. Pertimbangan dilakukan total koreksi karena pasien akan dilakukan open chamber untuk evakuasi thrombus. Induksi anesthesia pada pasien TOF dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 3)

Menjaga frekuensi jantung, kontraktilitas, dan preload untuk menjaga cardiac output

4)

Menghindari rasio PVR : SVR

5)

Manajemen ventilator untuk menurunkan PVR

6)

Menjaga atau meningkatkan SVR

7)

Menangani secara agresif episode hipersianosis

8)

Menjaga kontraktilitas (Jurnal Anestesiologi Indonesia : Penanganan Perioperatif Pasien dengan TOF oleh Fajar Perdhana, 2012) Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata

laksana non-bedah dan tata laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi intervensi. Tata laksana medikamentosa tujuannya untuk menghilangkan gejala dan tanda di samping untuk mempersiapkan operasi. Salah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan di bidang kardiologi anak adalah kardiologi intervensi nonbedah melalui kateterisasi pada pasien penyakit jantung bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatis dan tidak menimbulkan jaringan parut, juga diharapkan biayanya lebih murah. ( Jurnal Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan, Mulyadi, 2010) c.

Pengobatan Pada Serangan Sianosis 1) Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara : -

Membuat posisi knee chest atau fetus

-

Ventilasi yang adekuat

2) Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau subkutan

3) Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis metabolik 4) Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17gr/dl 5) Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan 1-2 mg/kg oral Tujuan utama menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Pada umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1 tahun(Yayan A.I, 2010). Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul: -

Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan

-

Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.

-

Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang.

-

Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya.

-

Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama serangan sianosis.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan Asuhan keperawatan pasien TOF pada anak menurut Wong, dkk (2009), adalah sebagai berikut antara lan : 1. Pengkajian a. Riwayat kehamilan ibu Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi). b. Riwayat pertumbuhan Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit. c. Riwayat psikososial / perkembangan 1) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan 2) Mekanisme koping anak / keluarga 3) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya d. Pemeriksaan fisik 1) Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh. 2) Clubbing finger (jari tabuh) tampak setelah usia 6 bulan. 3) Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam ,lemas, kejang, sinkop (kehilangan kesadaran) bahkan sampai koma dan kematian. 4) Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.

5) Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. 6) Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras. 7) Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan. 8) Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik. e. Pengetahuan anak dan keluarga 1) Pemahaman tentang diagnosis 2) Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis 3) Regimen pengobatan 4) Rencana perawatan ke depan 5) Kesiapan dan kemauan untuk belajar 2. Diagnosis Keperawatan Menurut Nanda NIC-NOC (2015), setelah pengumpulan data, menganalisa data dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan. 1) Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal. 2) Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung. 3) Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis, serangan sianotik akut). 4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan. 5) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan. 6) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

7) Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak. 8) Resiko gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis.

3. Intervensi Keperawatan No 1.

Tujuan dan Kriteria Hasil D.0003 Gangguan L.01003 Pertukaran Gas pertukaran gas berhubungan dengan Definisi : ketidakseimbangan Oksigenasi dan atau ventilasi–perfusi, eliminasi karbondioksida perubahan membran pada membran alveolusalveolus-kapiler. kapiler dalam batas normal. Definisi : Kelebihan atau Ekspektasi: meningkat kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi Kriteria hasil : karbondioksida pada - Tingkat kesadaran membran alveolusmeningkat kapiler - Dispnea menurun - Bunyi nafas tambahan Gejala dan tanda mayor menurun Subjektif : - Pusing menurun - Dispnea - Penglihatan kabur Objektif menurun - PCO2 - Diaforesis menurun meningkat/menurun - Gelisah menurun - PO2 menurun - Napas cuping hidung - Takikardia menurun - pH arteri - PCO2 membaik meningkat/menurun - PO2 membaik - Bunyi napas - Takikardi membaik tambahan - pH arteri membaik - Sianosis membaik - Pola napas membaik Diagnosa Keperawatan

Intervensi I.01014 Pemantauan respirasi Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas. Tindakan : Observasi 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas 2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyneStokes, biot, ataksik) 3) Monitor kemampuan batuk efektif 4) Monitor adanya produksi sputum 5) Monitor adanya sumbatan jalan napas 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7) Auskultasi bunyi napas 8) Monitor saturasi oksigen 9) Monitor nilai AGD

2.

Gejala dan Tanda Minor Subjektif : - Pusing - Penglihatan kabur Objektif : - Sianosis - Diaforesis - Gelisah - Napas cuping hidung - Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal) - Warna kulit abnormal (mis, pucat, kebiruan) - Kesadaran menurun

- Warna kulit membaik

D.0066 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton.

L.05047 Aktivitas

Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Kriteria hasil: - Frekuensi nadi Tindakan meningkat Observasi - Saturasi oksigen - Identifikasi gangguan meningkat fungsi tubuh yang - Kemudahan dalam mengakibatkan kelelahan melakukan aktivitas - Monitor kelelahan fisik sehari-hari meningkat dan emosional - Kecepatan berjalan - Monitor pola dan jam meningkat tidur - Jarak berjalan - Monitor lokasi dan meningkat ketidaknyamanan selama - Kekuatan tubuh bagian melakukan aktivitas

Gejala dan tanda mayor Subjektif : - Mengeluh lelah Objektif : - Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat

10) Monitor hasil x-ray toraks Terapeutik 1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2) Dokumentasi hasil pemantauan Edukasi 1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Toleransi I.05178 Energi

Definisi: Respon fisiologis terhadap aktivitas yang mebutuhkan tenaga Ekspektasi : meningkat

Manajemen

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.

Gejala dan tanda minor Subjektif : - Dispnea saat/setelah aktivitas - Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas - Merasa lemah Objektif : - Tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat - Gambaran EKG menunjukkan iskemia - Sianosis

3.

D.0019 Defisit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan, ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi (mis : finansial tidak cukup), faktor psikologis (mis : stres, keengganan untuk makan) Definisi : Asupan nutrisi tidak

-

-

atas meningkat Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat Toleransi dalam menaiki tangga meningkat Keluhan lelah menurun Dispnea saat aktivitas menurun Dispnea setalah aktivitas menurun Perasaan lemah menurun Aritmia saat aktivitas menurun

Terapeutik - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis : cahaya, suara, kunjungan) - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika dapat berpindah atau bejalan Edukasi - Anjurkan tirah baring - Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang - Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

L.03030 Status Nutrisi

I.03119 Manajemen Nutrisi

Definisi : Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolise

Definisi : Mengidentifikasi mengelola asupan yang seimbang

Ekspektasi : meningkat

Tindakan Observasi - Identifikasi status nutrisi - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan - Identifikasi makanan yang disukai - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien - Identifikasi perlunya penggunaan selang

Kriteria hasil : - Porsi makanan yang dihabiskan meningkat - Kekuatan otot pengunyah meningkat - Kekuatan otot menelan meningkat - Serum albumin meningkat

dan nutrisi

cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme Gejala dan tanda mayor Subjektif : (tidak tersedia) Objektif : - Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal Gejala dan tanda minor Subjektif : - Cepat kenyang setelah makan - Kram/nyeri abdomen - Nafsu makan menurun Objektif : - Bising usus hiperaktif - Otot pengunyah lemah - Otot menelan lemah - Membran mukosa pucat - Sariawan - Serum albumin turun - Rambut rontok berlebihan - Diare

- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat - Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat - Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat - Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat - Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat - Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat - Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat - Perasaan cepat kenyang menurun - Nyeri abdomen menurun - Sariawan menurun - Rambut rontok menurun - Diare menurun - Berat badan membaik - Indeks massa tubuh (IMT) membaik - Frekuensi makan membaik - Nafsu makan membaik - Bising usus membaik - Tebal lipatan kulit trisep membaik

nasogastrik - Monitor asupan makanan - Monitor berat bedan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida mkanan) - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein - Berikan suplemen makanan, jika perlu - Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi - Anjurkan posisi duduk, jika mampu - Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: pereda nyeri, antiemetik), jika perlu - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik (Tetralogi Fallot) akan menentukan untuk kelansungan hidup anak, mengingat masalah yang komplit yang dapat terjadi pada anak TOF bahkan dapat menimbulkan kematian yang diakibatkan karena hipoksia, syok maupun gagal. Oleh karena itu perawat harus memiliki keterampilan, kompetensi, dan pengetahuan yang luas tentang konsep dasar perjalanan penyakit TOF. Sehingga dapat menentukan diagnosa yang tepat bagi anak yang mengalami tetralogi fallot, yang akhirnya angka kesakitan dan kematian dapat ditekan. 4.2 Saran Pemberian asuhan keperawatan harus dissesuaikan dengan dan kondisi

respon

pasien, begitu pula dengan pasien TOF pada anak. Maka

diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam lagi akan perkembanagan penyakit TOF sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak serta kebutuhan anak yang belum terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Wong, L. Donna. 2008. Keperawatan pediatrik, Ed. 6, Vol.2. Jakarta : EGC, 2008

Gloria, M. Bulechek. Dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Kidlington: Elsevier Israr, A.Y., (2010). Tetralogi fallot (TOF). Diunduh pada tanggal 22 September 2017. Diunduh dari http://www.Files-of-DrsMed.tk. Supit, Alice I., Kaunang. Erling D. (2012). Tetralogi fallot dan atresia pulmonal. Diunduh

pada

tanggal

22

September

2017.

Diunduh

dari

https://webcache.googleusercontent.com/search? q=cache:_uQxZEY1waEJ:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/a rticle/download/1205/975+&cd=8&hl=en&ct=clnk&gl=id Sue. Moorhead. Dkk. 2013. Nursing Outcame Classification (NOC). Kidlington: Elsevier Samik Wahab, (1996). Kardiologi anak Nadas. Yogyakarta : Gadjah Mada Ununiversity Press.

Related Documents

Kata Pengantar
March 2021 0
Kata Pengantar
March 2021 0
Kata Pengantar
January 2021 1
Eskatologi - Kata Pengantar
February 2021 2
Kata-kata Mutiara
January 2021 1

More Documents from "Farhan Suherman"