Kesetimbangan Uap Cair By Ryan Tito

  • Uploaded by: Ryan Tito
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kesetimbangan Uap Cair By Ryan Tito as PDF for free.

More details

  • Words: 3,284
  • Pages: 21
Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I “KESETIMBANGAN UAP-CAIR”

KELOMPOK III RYAN TITO (1107021186) LADY ASTARI (1107036434) RAHMAT KAMARULLAH (1107035706)

Tanggal Praktikum

: 22 Oktober 2012

Tanggal Pemasukan Laporan: 29 Oktober 2012

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL DASAR PROSES & OPERASI PABRIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNVERSITAS RIAU 2012

Abstrak Kesetimbangan mengandung pengertian bahwa suatu keadaan dimana tidak terjadi lagi perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Data kesetimbangan uap cair merupakan data yang sangat diperlukan pada perancangan dan pengoperasian kolom destilasi. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari data keseimbangan Etanol-air. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan literatur untuk menganalisa error yang terjadi. Pertama untuk menentukan konsentrasi Etanol maka terlebih dahulu dibuat kurva standarisasi 0Brix-Etanol. Hasilnya semakin besar komposisi etanol maka 0Brix semakin besar pula ((0.15 ;1.5), (0.25 ;3.5),(0.35 ;5), (0.45 ;7), (0.55 ;7.5), (0.65 ;8)). Selanjutnya alat KUC dirangkai. Campuran etanol-air dimasukkan kedalam labu kemudian ditutup rapat agar Etanol tidak menguap. Sebelumnya campuran Etanol-air ini telah ditetapkan perbandingannya, yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60% dan 70%. Kemudian kondensor dan ketel pemanas dihidupkan. Sampel kondensat dan fasa cair diambil setelah temperatur konstan. Kedua sampel tersebut dianalisa menggunakan hand refractometer dan dibandingkan dengan kurva standarisasi 0Brix-Etanol sehingga diperoleh fraksi massa Etanol pada fasa uap dan cair. Hasil data kesetimbangan fraksi massa Etanol akan mempengaruhi nilai konstanta kesetimbangan (K). Dari hasil percobaan didapat harga K yang cukup jauh berbeda dari harga K literatur. Hal ini disebabkan penanganan Etanol yang sulit karena mudah menguap, sehingga sebelum sampel dianalisa menggunakan hand refractometer, Etanol telah terlebih dahulu menguap. Kata kunci: fraksi mol

kesetimbangan, kesetimbangan uap cair, konstanta kesetimbangan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Kesetimbangan Kesetimbangan memberikan pengertian bahwa suatu keadaan dimana tidak terjadi perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Untuk material tersebut dengan waktu, keadaan setimbang sebenarnya tidak pernah tercapai. Semakin dekat keadaan sistem dengan titik kesetimbangan maka semakin kecil gaya penggerak proses, semakin kecil pula laju proses dan ahkirnya sama dengan 0 bila titik kesetimbangan sudah tercapai. Jadi titik kesetimbangan hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu yang tak terhingga. Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap-cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi. Pada prakteknya didalam pekerjaan ilmiah suatu kesetimbangan dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat/keadaan seperti yang ditunjukkan oleh praktek sama dengan sifat yang dihitung berdasarkan metoda yang menggunakan anggapan kesetimbangan. Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam berbagai metoda perancangan kolom distilasi packed coloum dan try coloum. Percobaan langsung yang betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari serangkaian metoda pengukuran. Selain itu percobaan langsung seperti itu memerlukan waktu yang banyak dan biaya yang besar. Sehingga cara yang umum ditempuh adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi kemudian meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah

diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer. Salah satu contoh aplikasi dari percobaan tersebut adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini merupakan prinsip distilasi yaitu tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah gas didalam tabung menjadi cair. B. Tekanan Parsil, hukum-hukum Dalton, Raoult dan Henry Tekanan parsil PA komponen A di dalam suatu campuran uap adalah sama dengan tekanan yang akan ditimbulkan oleh komponen A tersebut jika ditempatkan sendiri di dalam volume dan temperatur yang sama dengan

campuran. Menurut hukum Dalton,

P   PA

, yaitu tekanan total adalah sama

dengan penjumlahan tekanan parsil. Untuk suatu gas (uap) ideal, tekanan parsil berbanding lurus dengan fraksi mol konstituen, maka:

PA  y A P ...........................................................................................................(1.1) Untuk suatu campuran ideal, tekanan parsil konstituen dikaitkan dengan konsentrasi konstituen di dalam fasa cair, Raoult merumuskan hubungan tersebut sebagai berikut: PA  PAo x A ..........................................................................................................(1.2) Di sini

PAo

adalah tekanan uap murni konstituen A pada temperatur yang sama.

Biasanya hubungan ini mendekati benar bila xA bernilai tinggi, atau xB bernilai rendah. Beberapa campuran isomer organik dan beberapa senyawa hidrokarbon hampir secara penuh mengikuti hukum ini. Untuk xA dengan harga-harga yang rendah, hubungan linear antara PA dan xA dirumuskan dengan menggunakan faktor perbandingan yaitu suatu konstanta Henry H  dan bukan tekanan uap murni zat. Untuk zat cair A yang terlarut dalam pelarut zat B, hukum Henry ditulis debagai berikut : PA=H.xA..............................................................................................................(1.3)

Digunakan untuk komponen yang fraksi mol nya mendekati satuan dari komponen-komponen yang mirip dengan sifat kimia, seperti rantai lurus hidrokarbon. Jika campuran mengikuti hukum Raoult, maka tekanan uap campuran dapat diperoleh secara grafik dengan memanfaatkan data tekanan uap masing-masing komponen. Bila suatu campuran mengikuti hukum Raoult, maka harga-harga yA untuk berbagai komposisi xA dapat dihitung berdasarkan tekanan uap masing-masing kedua komponen pada berbagai temperatur. Berdasarkan Hukum Raoult:

PA  PAo x A ........................................................................................ ................(1.4)

PA  Py A ........................................................................................ ................(1.5)

Dari kedua persamaan ini diperoleh: yA 

PAo x A P

yB  dan

PBo x B P

............................................................................(1.6)

Jumlah fraksi dua komponen adalah:

y A  yB  1 ........................................................................................................(1.7)

PAo x A PBo (1  x A )  1 P P .......................................................................................(1.8) Dari persamaan ini dihasilkan:

xA 

P  PBo PAo  PBo ....................................................................................................(1.9)

C. Kriteria Kesetimbangan Yang dimaksud di sini bukan sekedar kriteria yang berupa kesetimbangan termal dan mekanikal secara internal yang biasa kita terjemahkan sebagai berlakunya T dan P yang uniform, melainkan pembatasan-pembatasan termodinamika pada sistem dengan fasa banyak dan komponen banyak yang mengalami keadaan kesetimbangan. Sekalipun sudah ada kesetimbangan termal dan mekanikal dalam sistem demikian masih dimungkinkan perpindahan massa antar fasa. Jadi kriteria yang dimaksudkan di sini termasuk kesetimbangan antar fasa ditinjau dari segi kemungkinan perpindahan antar fasa tersebut. Kriteria ini pertama kali diturunkan oleh Gibbs (Abbott, 1989). Dimisalkan bahwa sistem multi komponen yang tertutup yang terdiri dari sejumlah fasa mempunyai temperatur dan tekanan yang uniform, akan tetapi pada keadaan awal tidak setimbang ditinjau dari segi perpindahan massa. Setiap perubahan yang terjadi mesti bersifat irreversible, yang mendekatkan sistem itu ke keadaan setimbang. Sistem itu dibayangkan sebagai dikelilingi keadaan yang selalu setimbang secara termal dan mekanikal dengan sistem itu (sekalipun perubahan terjadi dalam sistem). Karenanya pertukaran panas dan pemuaian kerja antar sistem dan sekeliling terjadi secara reversible. Dalam keadaan yang demikian perubahan entropi dari sekeliling sistem: (Tim Penyusun, 2011) dS sur 

dQsur Tsur ..................................................

………………..........................(1.10)

Ditinjau dari sistem panas yang berpindah adalah –dQ yang mempunyai harga numerik mutlak sama dengan dQsur. Selanjutnya Tsur = T dari sistem (setimbang secara termal). Maka :

dS sur 

dQsur  dQ  Tsur T ...................................................................................

.

....(1.11)

menurut hukum ke dua termodinamika : dS t  dS sur  0

.................................................................................................(1.12) dimana St = entropi total dari sistem. Gabungan dari persamaan (2) dan (3) menjadi : dS t 

dQ 0 T

dQ  TdS t atau

........................................................................(1.13)

Penerapan hukum pertama termodinamika : dU t  dQ  dW  dQ  PdV t dQ  dU t  PdV t dU t  PdV  TdS t

Jadi,

dU t  PdV t  TdS t  0

Atau

 dS  t

U t ,V t

0

Suatu sistem yang terisolasi mempunyai syarat bahwa energi internal dan volume temperatur maka untuk sistem semacam itu diketahui langsung dari hukum kedua bahwa persamaan terahkir berlaku (Geankoplis, 1997). dU t  PdV t  TdS t  0

Dari perumpamaan sistem persamaan

untuk T dan P yang tetap. Persamaan itu bias juga ditulis sebagai berikut :



dU t T , P  dPV t



T ,P



 dTS t



T ,P

0 atau

d U t  PV  TS t T , P  0

berlaku

Tabel 1.1 Data kesetimbangan untuk system Etanol - Air (Geankoplis, 1997) Temperatur O C F

O

100 98.1 95.2 91.8 87.3 84.7 83.2 82.0

212 208.5 203.4 197.2 189.2 184.5 181.7 179.6

xA

yA

0 0.020 0.050 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500

0 0.192 0.377 0.527 0.656 0.713 0.746 0.771

Temperatur O C F

O

81.0 80.1 79.1 78.3 78.2 78.1 78.2 78.3

177.8 176.2 174.3 173.0 172.8 172.7 172.8 173.0

xA

yA

0.600 0.700 0.800 0.900 0.940 0.960 0.980 1.000

0.794 0.822 0.858 0.912 0.942 0.959 0.978 1.000

Tabel 1.1 di atas merupakan data harga xA dan yA untuk sistem Etanol – Air literatur pada tekanan 101.325 kPa (1 atm) dan temperatur bervariasi. 1.2.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu antara lain : 1. Merangkai peralatan untuk percobaan kesetimbangan uap-cair. 2. Menggunakan alat hand refractometer untuk mengukur konsentrasi etanol dalam campuran etanol-air. 3. Membuat grafik komposisi uap (yD) dan cair (xw) versus temperatur pada kondisi kesetimbangan. 4. Menghitung konstanta kesetimbangan uap cair etanol-air hasil percobaan dan membandingkan dengan konstanta kesetimbangan uap cair etanol-air literatur.

BAB II METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain labu 100 ml, kondensor, termometer, erlenmeyer 50 ml, hand refractometer, dan pipet tetes. 2.2. Bahan-bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Etanol 96% dan akuades. 2.3. Prosedur Percobaan Sebelum percobaan KUC dimulai terlebih dahulu dilakukan pengukuran hubungan komposisi etanol (15%, 25%, 35%, 45%, 55%, dan 65%) dengan oBrix. Kemudian adapun prosedur percobaannya yaitu : 1. Isi labu 100 ml dengan larutan etanol-air dengan komposisi tertentu (10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%) (konsentrasi etanol 96%). 2. Tutup labu tersebut dengan memasang rangkaian kondensor dengan pengambil sampel kondensat dan pengambil sampel cairan. 3. Nyalakan ketel pemanas dan aliran air pendingin sekaligus. 4. Amati kenaikan suhu dan tunggu sampai kondisi setimbang pada temperatur tetap. 5. Ambil sejumlah sampel uap yang terkondensasi dan juga sampel cair dengan waktu yang bersamaan. 6. Analisa konsentrasi masing-masing sampel tersebut dengan hand refractometer. Ulangi percobaan tersebut dengan komposisi Etanol yang berbeda.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel di bawah ini adalah hasil pengukuran hubungan komposisi Etanol dengan OBrix sebelum percobaan kesetimbangan uap cair dimulai atau sebelum terkondensasi. Tabel 3.1 Harga 0Brix pada variasi komposisi Etanol 0

Komposisi Etanol (% volume) 15 25 35 45 55 65

Brix 1.5 3.5 5 7 7.5 8

Kurva Hubungan 0Brix dengan Konsentrasi Etanol 9 8 7 6 5

0Brix 4 3 2 1 0 0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

Konsentrasi Etanol (%)

Gambar 3.1 Kurva hubungan 0Brix dengan komposisi Etanol Pada kurva hubungan

O

Brix dengan komposisi Etanol di peroleh

persamaan : y = 13.28x + 0.102, sehingga nilai fraksi massa etanol fasa cair (x w) dan uap (yd) dapat dicari. Dari kurva juga diperoleh nilai R 2 = 0.944. Nilai R2 merupakan gradien atau garis lurus yang menyatakan tingkat ketelitian dari data

yang diperoleh. Untuk standar penelitian biasanya nilai R2 berkisar antara 0.98 hingga 1,00. Namun dalam percobaan didapat nilai R2 hanya sebesar 0.944, jauh dari nilai standar. Kesalahan ini disebabkan karena ketidaktelitian dalam pembacaan skala 0Brix pada alat hand refractometer, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi nilai R2. Berdasarkan pada gambar 3.1 juga diperoleh adanya hubungan berbanding lurus antara 0Brix dengan komposisi umpan. Hal ini dikarenakan 0Brix itu sendiri merupakan satuan untuk mengukur konsentrasi Etanol dalam campuran Etanolair. Jadi secara tidak langsung, apabila konsentrasi Etanol dalam campuran Etanol-air (konsentrasi umpan) diperbesar maka 0Brix juga semakin besar. Tabel 3.2 Konsentrasi etanol (0Brix) dan temperatur pada kesetimbangan. Komposisi Umpan Xf (% Volume) 10 20 30 40 50 60 70

Temperatur

Konsentrasi

Konsentrasi

kesetimbangan

kondensat

cairan

(K) 371 367 363 360 358 356 353

(0Brix) 9 8.5 8 7.5 6 5.5 5

(0Brix) 1 2 4 5.5 7 8 8.5

Tabel 3.2 di atas adalah data pengamatan percobaan kesetimbangan uap cair (KUC) setelah etanol dalam fasa cair terkondensasi. Sampel fasa cair yang terkondensasi diambil dan diukur konsentrasinya dengan alat hand refractometer. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi etanol dalam umpan akan menyebabkan penurunan temperatur kesetimbangan. Hal ini dikarenakan titik didih Etanol lebih rendah daripada titik didih air sehingga temperatur kesetimbangan semakin rendah (cepat tercapai). Selain itu, konsentrasi kondensat menurun seiring dengan bertambahnya komposisi umpan, sedangkan konsentrasi cairan meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi umpan.

Tabel 3.3 Data kesetimbangan Etanol – Air percobaan Komposisi Etanol (% Volume) 10 20 30 40 50 60 70

Temperatur Kesetimbanga n (K) 371 367 363 360 358 356 353

Konsentrasi cairan (0Brix) 1 2 4 5.5 7 8 8.5

Fraksi massa

Fraksi massa

Etanol fasa

Etanol fasa

cair

uap

(xw) 0.048 0.114 0.244 0.354 0.461 0.532 0.573

(yd) 0.099 0.205 0.379 0.492 0.594 0.635 0.608

Berdasarkan tabel 3.3 terlihat adanya hubungan berbanding lurus antara komposisi umpan dengan harga xw dan yd dan hubungan berbanding terbalik antara komposisi umpan dengan temperatur kesetimbangan. Semakin besar komposisi umpan, maka harga xw dan yd juga semakin besar. Di samping itu, semakin besar harga xw dan yd maka temperatur kesetimbangan akan semakin kecil (menurun). Namun dalam percobaan pada temperatur kesetimbangan 80 0C harga yd menurun sedikit dibanding pada temperatur kesetimbangan 83 0C.

Kurva Hubungan Temperatur Terhadap Fraksi Massa x dan y Percobaan dan Literatur* 100 95 90

Temperatur ( 0C)

85 80 xw percobaan (fraksi massa Etanol fasa cair) yd 75 percobaan (fraksi massa Etanol fasa uap) 0 0.2 0.4 0.6 xA literatur* (fraksi massa Etanol fasa cair) Fraksi Massa x dan y Percobaan dan Literatur* yA literatur* (fraksi massa Etanol fasa uap)

0.8

1

Gambar 3.2 Kurva hubungan temperatur terhadap fraksi massa x dan y percobaan dan literatur*. (*Geankoplis, 1997) Berdasarkan gambar 3.2 dapat dilihat adanya hubungan berbanding terbalik antara fraksi massa Etanol percobaan dan literatur, baik fasa uap maupun fasa cair , terhadap temperatur. Semakin tinggi temperatur maka fraksi massa Etanol akan semakin berkurang. Berdasarkan gambar 3.2 juga didapat hubungan bahwa harga fraksi massa Etanol fasa uap, baik percobaan maupun literatur, selalu lebih besar di bandingkan dengan harga fraksi massa Etanol fasa cair pada temperatur yang sama. Untuk perbandingan secara keseluruhan, harga fraksi massa Etanol pada percobaan berkisar diantara harga fraksi massa Etanol literatur. Sulit untuk mendapatkan harga fraksi massa yang sama dengan yang diberikan literatur, mengingat butuhnya ketelitian yang tinggi serta keakuratan pengukuran dan pembacaan skala hand refractometer, yang secara tidak langsung turut andil dalam menentukan harga fraksi massa Etanol ini.

Tabel 3.4 Konstanta kesetimbangan (K) percobaan dan literature* Data Percobaan Temperatur

Data Literatur* Temperatur

Kesetimbangan

K

(0C) 98 94 90 87 85 83 80

Kesetimbangan

K

(0C) 98.1 95.2 91.8 87.3 84.7 83.2 82 81 80.1

9.6000 7.5400 5.2700 3.2800 2.3767 1.8650 1.5420 1.3233 1.1743

2.0625 1.7982 1.5533 1.3898 1.2885 1.1936 1.0610

*Geankoplis, 1997

Kurva Hubungan Nilai K Percobaan dan Literatur* Terhadap Temperatur 10 9 8 7 6

Nilai K

5

K percobaan

4

K Literatur*

3 2 1 0 75

80

85

90

95

100

Temperatur (0C)

Gambar 3.3 Kurva hubungan nilai K percobaan dan literatur* terhadap temperatur. (*Geankoplis, 1997) Fraksi mol Etanol akan mempengaruhi konstanta kesetimbangan (K). Berdasarkan tabel 3.4 dan gambar 3.3, semakin rendah temperatur, maka konstanta kesetimbangan K akan semakin kecil. Dalam percobaan memang sudah

didapatkan hasil sesuai dengan hubungan tersebut. Namun nilai K percobaan cukup jauh berbeda jika dibandingkan dengan nilai K literatur. Untuk temperatur 98.1 0C pada literatur memberikan nilai K sebesar 9.6. Nilai ini jauh berbeda dengan nilai K pada percobaan yang didapat pada temperature 98 0C yaitu hanya sebesar 2.0625. Penyimpangan yang cukup besar ini disebabkan karena penanganan Etanol yang kurang baik sebelum dianalisa menggunakan hand refractometer.

LAMPIRAN PERHITUNGAN 1. Pembuatan Larutan Etanol Berbagai Konsentrasi Konsentrasi Etanol yang tersedia yaitu 96%. Maka untuk mendapatkan Etanol dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% dilakukan pengenceran. V1.N2

= V2.N2

Dimana : V1 = Volume Etanol yang tersedia (ml) V2 = Volume Etanol yang diinginkan (ml) N1 = Konsentrasi Etanol yang tersedia N2 = Konsentrasi Etanol yang diinginkan Membuat 100 ml larutan Etanol 10% : V1.N2

= V2.N2

V1 x 0,96 = 100 x 0.1 V1 x 0,96 = 10 V1 = 10/0.96 V1 = 10.41 ml Maka untuk membuat 100 ml Etanol 10% adalah dengan mengambil 10.41 ml Etanol 96% kemudian memasukkan Etanol tersebut kedalam labu ukur 100 ml dan menambahkan akuades hingga batas labu ukur (miniskus cekung). Perhitungan konsentrasi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama hingga diperoleh data di bawah ini : a. 10 %

V1 = 10.41 ml

b. 20 %

V1 = 20.83 ml

c. 30 %

V1 = 31.25 ml

d. 40 %

V1 = 41.67 ml

e. 50 %

V1 = 52.08 ml

f. 60 %

V1 = 62.50 ml

g. 70%

V1 = 71.90 ml

2. Menghitung xw dan yd Menghitung xw xw merupakan fraksi massa etanol fasa cair. Dari kurva hubungan komposisi Etanol dengan 0Brix diperoleh persamaan linear : y = 13.28x + 0.102 x=

Maka

y – 0.102 13.28

Dimana : y = Konsentrasi Etanol (0Brix) x = Komposisi Etanol (% volume) xw etanol 10% dapat ditentukan sebagai berikut : y – 0.102 x= 13.28 x=

1 – 0.102 13.28

x=0.06 Jadi, volume Etanol = 100 ml x 0.06 = 6 ml Massa Etanol = ρetanol . Vetanol = 0.789 gr/cm3 x 6 ml Massa air

= 4.734 gr = ρair . Vair = ρair . (100 - Vetanol) = 1 gr/cm3 x (100 – 6) ml = 94 gr

x w=

Massa Etanol Massa Etanol+ Massa air

x w=

4.734 gr 4.734 gr +94 gr

x w= 0.048 Perhitungan xw untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama sehingga diperoleh data seperti terlihat pada tabel 3.3 Menghitung yd

yd merupakan fraksi massa etanol fasa uap. Nilai yd dapat ditentukan dengan memprediksikan terlebih dahulu tekanan uap Etanol. Satuan T (suhu) adalah OK karena satuan Psat = mmHg, sehingga suhu dalam OC diubah dengan (OC +273) ln Psat =18.9119−

3803.98 T −41.68

yd Etanol 10% dapat ditentukan sebagai berikut : T = 98 0C = 371 K

[

ln ( Psat ) = A−

B T −C

]

[ [

]

Psat =exp 18.9119−

3803.98 T −41.68

Psat =exp 18.9119−

3803.98 371−41.68

]

sat

P =exp [ 18.9119−11.5510 ] Psat =exp [ 7.3609 ] Psat =¿ 1,573.25 mmHg sat

y d=

xw . P Ptotal

y d=

0.048 . 1,573.25mmHg 760 mmHg

y d=0.099

Perhitungan yd untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama sehingga diperoleh data seperti terlihat pada tabel 3.3 3. Mencari konstanta kesetimbangan (K) percobaan Untuk menghitung konstanta kesetimbangan berlaku persamaan sebagai berikut : K = y/x

Harga K untuk etanol 10% dengan temperatur kesetimbangan 98 0C yaitu: y = 0.099 dan x = 0.048 maka K = 2.0625 (K percobaan). Harga K literatur dengan temperatur kesetimbangan 98.1 0C yaitu: y = 0.192 dan x = 0.020 maka K = 9.6000 (K literatur). Perhitungan harga K untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama sehingga diperoleh data seperti terlihat pada tabel 3.4.

BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan 1.

0

Brix merupakan satuan untuk mengukur konsentrasi Etanol dalam

campuran Etanol-air. Apabila konsentrasi Etanol dalam campuran Etanol-air (konsentrasi umpan) diperbesar maka 0Brix juga semakin besar. 2. Dari kurva komposisi etanol dengan 0Brix diperoleh persamaan y = 13.28x + 0.102 dengan R2 = 0.944. 3. Semakin besar komposisi umpan, maka 0Brix fasa cair juga semakin besar, sedangkan 0Brix fasa uap semakin kecil. 4. Semakin besar komposisi umpan maka temperatur kesetimbangan akan semakin menurun, sedangkan fraksi massa Etanol fasa cair dan uap akan meningkat. 5. Harga fraksi massa Etanol pada percobaan, baik fasa uap maupun cair, berkisar diantara harga fraksi massa Etanol literatur. 6. Nilai K percobaan cukup jauh berbeda dengan nilai K literatur. Hal ini disebabkan karena penanganan etanol yang kurang baik sebelum dianalisa menggunakan hand refractometer. 4.2 Saran Praktikan harus teliti dalam membaca skala 0Brix yang terdapat pada alat hand refractometer. Kesalahan dalam pembacaan atau pengukuran 0Brix akan mempengaruhi setiap perhitungan yang terdapat dalam percobaan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, CJ. 1997. Transport Processes and Unit Operations. 3rd edition. Eastern Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd. New Delhi, India. Syahiddin, (tanpa tahun).doc.wordpress.[online]. Tersedia : http://mtk2011.files.wordpress.com [23 Oktober 2012, 19:32 WIB] Tim Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 2012. Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia I. Pekanbaru

Related Documents


More Documents from "2810khalid"